Tinjauan Pustaka

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tinjauan Pustaka as PDF for free.

More details

  • Words: 5,698
  • Pages: 33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Daur (siklus) Hidrologi Daur Hidrologi merupakan suatu daur yang melingkupi proses perubahan bentuk air yang ada dipermukaan bumi menjadi bentuk lain. Yang pertama daur tersebut dapat merupakan daur pendek yaitu misalnya hujan yang jatuh di laut, danau atau sungai yang segera dapat mengalir kembali ke laut. Kedua, tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Pada musim kemarau kelihatannya daur terhenti sedangkan di musim hujan berjalan kembali. Ketiga, intensitas dan frekwensi daur tergantung pada keadaan geografi dan iklim, yang mana hal ini merupakan akibat adanya matahari yang berubah-ubah letaknya terhadap meridian bumi sepanjang tahun. Keempat, berbagai bagian dari daur dapat menjadi sangat kompleks sehingga hanya dapat diamati bagian akhirnya saja dari suatu hujan yang jatuh di atas permukaan tanah dan kemudian mencari jalannya untuk kembali ke laut. Air laut menguap karena adanya radiasi matahari, dan awan yang terjadi oleh uap air, bergerak di atas daratan berhubung didesak oleh angin. Presipitasi karena adanya tabrakan antara butir-butir uap air akibat desakan angin, dapat berbentuk hujan yang jatuh ke tanah yang berbentuk limpasan (run off) yang mengalir kembali ke laut. Beberapa diantaranya masuk kembali ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah

4

permukaan air tanah atau permukaan (phreatik). Air dalam daerah ini bergerak perlahan-lahan melewati akuifer masuk ke sungai atau kadang-kadang masuk ke laut. Air yang merembes ke dalam tanah (infiltrasi) memberi hidup kepada tumbuhtumbuhan dan beberapa di antaranya naik ke atas lewat akar dan batangnya, sehingga terjadi transpirasi, yaitu penguapan (evaporasi) lewat tumbuh-tumbuhan melalui bagian bawah daun (stomata). Air yang tertahan di permukaan tanah (surface detention) sebagian diuapkan dan sebagian besar mengalir masuk ke sungai-sungai kecil mengalir sebagai limpasan permukaan (surface runoff) ke dalam palung sungai. Permukaan sungai dan danau juga mengalami penguapan sehingga masih ada air yang dipindahkan menjadi uap. Akhirnya sisa air yang tidak diinfiltrasikan atau diuapkan akan kembali ke laut lewat palung sungai. Air tanah jauh lebih lambat bergeraknya, baik yang bergerak masuk ke dalam palung sungai atau yang merembes ke pantai dan masuk ke laut. Dengan demikian seluruh daur telah dijalani dan akan berulang kembali. Daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer: evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi kembali.

5

Presipitasi dalam segala bentuk, jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang kemudian berevaporasi dan atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (through fall = air tembus) khususnya pada kasus hujan dengan intensitas yang tinggi dan lama. Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di bawah muka air tanah. Air ini secara perlahan berpindah melalui akuifer ke saluransaluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa lengas ini diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun. Setelah bagian presipitasi pertama yang membasahi permukaan tanah dan berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya, detensi permukaan menjadi lebih tebal (lebih dalam) dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan betambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir ini berbentuk limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari

6

limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Akhirnya, limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai. Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir kembali ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini nampak kembali pada permukaan bumi sebagai presipitasi. Ini adalah daur hidrologi yang sangat rumit. Daur ini juga mengandung daur-daur kecil seperti presipitasi yang jatuh pada permukaan air dan kemudian berevaporasi tanpa terlibat dengan proses-proses lainnya. Sebagaimana dilihat dari penjelasan singkat tentang daur hidrologi, tanggapan daerah aliran sungai terhadap presipitasi merupakan keluaran dari saling tindak proses ini. Limpasan nampak pada sistem yang sangat kompleks setelah pelintasan presipitasi melalui beberapa langkah penyimpanan dan transfer. Kompleksitas ini meningkat dengan keragaman areal vegetasi, formasi-formasi geologi, kondisi tanah dan disamping ini juga keragaman-keragaman areal dan waktu dari faktor-faktor iklim. II.2 Curah Hujan Proses terjadinya hujan tidak bisa dilepaskan dari siklus hidrologi yang pada dasarnya merupakan proses berputar perubahan bentuk air menjadi gas kembali ke air. Air yang ada dipermukaan bumi baik di lautan maupun di daratan termasuk yang terdapat dalam tumbuhan akan menguap akibat energi radiasi matahari. Uap air selanjutnya terangkat ke atas melalui proses konveksi, orografis dan frontal. Keadaan suhu udara

7

troposfer yang semakin ke atas semakin rendah mempercepat terjadinya proses kondensasi . Awan yang terbentuk sebagai hasil dari kondensasi uap air akan terbawa oleh angin sehingga berpeluang untuk tersebar ke seluruh permukaan bumi. Pada keadaan di mana butiran air mencapai ukuran yang cukup besar sehingga tidak tertahankan lagi oleh tarikan gravitasi bumi, maka jatuhlah ia sebagai hujan. Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m3/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Curah hujan 10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m 2 adalah 10 liter (Hilmin,2005). II.3 Debit Limpasan (Run Off) Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua air yang berasal dari curah hujan akan menjadi sumber bagi sistem drainase. Dari banyak faktor, yang paling berpengaruh yaitu : •

Kondisi penggunaan lahan



Kemiringan lahan

8



Perbedaan ketinggian daerah

Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut koefisien air limpasan. Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum ditentukan dengan menggunakan metode rasional, antara lain sebagai berikut : Q = 0,278 × C × I × A……………………………..……… ( 6 ) Dimana : Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik) C = Koefisien limpasan (Tabel 2.3.1) I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)

9

Tabel 2.3.1 Beberapa Harga Koefisien Limpasan Kemiringan

Tutupan

Koefisien Limpasan

<3%

Sawah, rawa. Hutan, perkebunan Perumahan dengan kebun Hutan, perkebunan Perumahan Tumbuhan yang jarang Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan Hutan Perumahan, kebun Tumbuhan yang jarang Tanpa tumbuhan, daerah tambang

0.2 0.3 0.4 0.4 0.5 0.6 0.7 0.6 0.7 0.8 0.9

3 % - 15 %

> 15 %

Sumber : Diktat Kuliah Sistem Penyaliran Tambang (hal 4-3)

II.4. Air Tanah Proses terjadinya air tanah berdasarkan bagaimana dan dimana air tanah tersebut berada, distribusinya dibawah permukaan tanah dalam arah vertikal dan horizontal. Zona geologi sangat mempengaruhi air tanah dan strukutrnya dalam arti kemampuan untuk menyimpan dan menghasilkan air. Lapisan-lapisan bawah tanah akan melakukan distribusi dan mempengaruhi gerakan air tanah, sehingga peranan geologi terhadap hidrologi air tanah tidak dapat diabaikan. Air tanah bermula dari berbagai cara, salah satu diantaranya adalah perembesan air hujan ke dalam tanah. Air tanah bisa juga terbentuk dari peristiwa kondensasi dan rembesan air danau, sungai, saluran air batuan, waduk-waduk,dan lain-lain. Air tanah yang terbentuk akibat infiltrasi dan akibat kondensasi sangat erat kaitannya terhadap kelembaban di atmosfir dan hydrosphere.

10

Kuantitas air hujan yang merembes ke dalam tanah tergantung kepada sifat serap tanah tersebut, tipe vegetasi, topografi, posisi derajat kemiringan dan musim. Kondisi-kondisi yang menyebabkan terdapatnya air tanah dalam lapisan kerak bumi serta kualitasnya bermacam-macam. Karena hal tersebut di ataslah sehingga diklasifikasikan berdasarkan kondisi terbentuknya. Soil water terdapat pada permukaan bumi. Mereka dipengaruhi oleh perbedaan atau peralihan iklim musiman. Pada musim panas menguap secara intensif; dalam musim hujan ia bersenyawa dengan tanah menyebabkan tanah menjadi lumpur. Sub-soil water, terdapat pada jarak tertentu di bawah permukaan tanah. Di bawahnya terdapat apa yang disebut dengan lapisan kedap air. Lapisan ini kebanyakan terdiri dari lapisan-lapisan tanah liat. Permukaan aliran air di bawah permukaan tanah mengalir secara menurun menuju ke arah dimana ia terpotong atau tertimpa dan membentuk semacam tekanan permukaan ( depression surface) dan biasanya keluar berupa air artesian. Perbedaan antara middle (interstratal) water dengan sub soil water adalah terdapatnya lapisan kedap air di atas lapisan interstratal water. Lapisan kedap air ini mencegah perembesan air permukaan (hujan, salju, dan air sungai) ke dalam intersratal water. Air tanah yang mengalir dengan pergerakan jauh lebih lambat di banding pergerakan air di atas permukaan tanah. Kecepatan geraknya rata-rata 0,5-1 meter per hari. Laju

11

kecepatanya tergantung kepada ukuran pori-pori dalam lapisan batu-batu (laju geraknya lebih cepat melalui lapisan batu-batu yang berpori besar), derajat kemiringan hidrolik dari lapisan batu pembawa air, jarak tempuh, dan temperatur yang menentukan kecairannya. Dalam lapisan tanah dan batu yang sulit diterobos air, air tanah memerlukan waktu berbulan-bulan untuk mencapai jarak beberapa ratus meter. Aktivitas air tanah yang deskruktif tercermin dalam penglarutan batu-batuan, erosi mekanis dan penghanyutan partikel-partikel yang terkena erosi. Tidak seperti air sungai, air tanah sangat padat dengan unsur-unsur mineral, kadang-kadang mencapai kepadatan air garam. Keseluruhan rangkaian fenomena geologis yang berkaitan dengan pelarutan menyebabkan erosi lapisan tanah atau batuan membentuk lubang-lubang perembesan, maka ketika air bergerak di lapisan batuan, air mengikis lapisan-lapisan batuan dengan perjalanan memotong jalur-jalur air tadi sehingga mempertinggi arus-arus bawah tanah (subterranean) dengan cabang-cabang aliran dan sebagian dari arus ini menerobos ke permukaan menjadi air. II.4.1.Sifat-Sifat Batuan Yang Mempengaruhi Air Tanah Air tanah berada dalam formasi geologi yang tembus air (permeable) yang dinamakan akuifer, yaitu formasi-formasi yang mempunyai struktur yang memungkinkan adanya gerakan air melaluinya dalam kondisi medan (field condition) biasa. Sebaliknya formasi yang sama sekali tidak tembus air (impermeable)

12

dinamakan aquiclude. Formasi tersebut mengandung air, tetapi tidak memungkinkan adanya gerakan air yang melaluinya, sebagai contoh air dalam tanah liat. Aquifuge adalah formasi kedap air yang tidak mengandung atau mengalirkan air, dan yang termasuk dalam kategori ini adalah granit yang keras. Porositas batuan atau tanah merupakan ukuran rongga-rongga yang terdapat di dalamnya. ini dinyatakan dalam persentasi antara ruang-ruang kosong terhadap volume massa. Dipandang dari sudut pasok (supply) air tanah, batuan sedimen yang berbutir mempunyai arti penting sekali. Porositas dalam endapan ini tergantung pada bentuk dan susunan masing-masing butir dan tingkat sementasi dan pemadatannya. Dalam formasi padat terbuangnya mineral oleh pelarutan dan tingkat frakturnya juga merupakan faktor yang penting. Besarnya porositas berada mendekati 0% sampai lebih dan 15%, tergantung kepada faktor-faktor tersebut di atas dan tipe material. Nilai-nilai porositas untuk beberapa bahan sedimen dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.4.1 Porositas Beberapa Bahan Sedimen Bahan Tanah

Porositas (%) 50-60

Tanah Liat

45-55

Lanau (silt)

40-50

Pasir medium sampai kasar

35-40

13

Pasir bebutir serba sama (uniform)

30-40

Pasir halus sampai medium

30-35

Kerikil

30-40

Kerikil berpasir

20-35

Batu Pasir

10-20

Shale

1-10

Batu Kapur

1-10

Sumber : Diktat kuliah Tambang (hal 5-6) II.4.2. Jenis dan Sifat Fisik Tanah/Batuan Besarnya air limpasan juga tergantung pada permeabilitas tanah/batuan, yaitu daya atau kemampuan tanah untuk dilalui oleh air. Jika permeabilias tanah/batuan besar maka air limpasan yang mengalir akan banyak berkurang karena air akan mengalami infiltrasi. Batuan yang memiliki permeabilitas yang kecil menyebabkan air hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi air limpasan. Bila lapisan tanah lunak dan lolos air, maka akan mudah terkikis oleh perembesan air dan tebing akan mudah longsor. Dari sudut pandang teknis, tanah-tanah itu dapat digolongkan ke dalam empat macam pokok berikut ini : •

Batu Kerikil(Gravel)



Pasir(sand)



Lanau

(Silt)

14



Lempung : - Inorganik, Organik (Clay)

Golongan Batu kerikil dan pasir seringkali dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive, sedang golongan lanau dan lempung di kenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir halus atau bahan-bahan yang cohesive. a. Batu Kerikil dan Pasir Golongan ini terdiri dari pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk. Butir-butir batu kerikil biasanya terdiri dari pecahan-pecahan batu, tetapi kadangkadang mungkin pula terdiri dari satu macam zat mineral tertentu, misalnya kwartz atau flint. Butir-butir pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral, terutama batu kapur (kwartz). Dalam beberapa hal, mungkin hanya terdapat butir-butir dari satu ukuran saja, dalam hal ini bahan tersebut dikatakan “seragam“. Pada macam lain, mungkin terdapat ukuran-ukuran butir yang mencakup seluruh daerah ukuran, dari ukuran batu besar sampai ke ukuran pasir halus, dan dalam hal ini bahan tersebut dikatakan bergradasi baik. b. Lempung Lempung terdiri dari butir-butir yang sangat kecil dan menunjukan sifat-sifat plastisitas dan cohesi. Cohesi menunjukan kenyataan bahwa bagian-bagian itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan

15

bentuk itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya, dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah. c. Lanau Adalah bahan yang merupakan peralihan antara lempung dan pasir halus. Kurang plastis dan lebih mudah di tembus air dari pada lempung dan memperlihatkan sifat dilatansi yang tidak terdapat dari lempung dan memperlihatkan sifat dilatansi yang tidak terdapat pada lempung. Dilatansi ini menunjukan gejala perubahan isi apabila lanau itu dirubah bentuknya. Juga lanau akan menunjukan gejala untuk menjadi “quick” (hidup) apabila di guncang dan digetarkan. Sedikit banyak, sifat-sifat tanah selalu tergantung pada ukuran butir-butirnya, dan ini dipakai sebagai titik tolak untuk klasifikasi teknis dari tanah. Berdasarkan ini, tanah dibagi sebagai berikut :

Tabel 2.4.3 Klasifikasi Tanah Macam Tanah Berangkal (boulder)

Batas-batas Ukuran Tanah > 8 inci (20 cm)

Kerakal (Cobblestone)

3 inci – 8 inci (8 – 20 cm )

Batu kerikil (gravel)

2 mm – 3 inci ( 2 mm – 8 cm)

16

Pasir Kasar (Course sand )

0,6 mm – 2 mm

Pasir sedang (Medium sand)

0,2 mm – 0,6 mm

Pasir halus (fine sand)

0,06 mm – 0,2 mm

Lanau (Siit)

0,002 mm – 0,06 mm

Lempung (clay) Sumber : Buku Mekanika Tanah (hal 21)

< 0,002 mm

Semua macam tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut pori (voids) antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan antara satu dengan yang lain sehingga air dapat mengalir melalui ruang pori tersebut. Proses ini disebut rembesan (seepage) dan kemampuan tanah untuk dapat dirembes air disebut daya rembesan (permeability). II.5. Kemiringan Tanah Ada tiga macam lereng yang perlu kita perhatikan yaitu : •

Lereng alam (yaitu lereng yang berbentuk karena proses-proses alam, misalnya lereng suatu bukit).



Lereng yang dibuat dalam tanah asli (misalnya bilamana tanah di potong untuk pembuatan jalan atau saluran air untuk keperluan irigasi).



Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan (misalnya tanggul untuk jalan atau bendungan tanah).

17

Pada setiap macam lereng ini kemungkinan terjadinya longsoran selalu ada dan bilamana perlu kita harus melakukan pemeriksaan atau penilaian terhadap lereng tersebut untuk mengetahui apakah akan longsor atau tidak. Bidang yang menyelidiki ini dalam bahasa inggris disebut “slope Stability”. Istilah “slope Stability” dalam bahasa Indonesia ternayata belum disetujui secara umum, tetapi istilah “mantap” dan “kemantapan” makin menjadi popular sekarang ini. Karena itu, istilah ini juga dipakai disini, Yaitu :

Mantap

= stable

Kemantapan

= stability

Kemantapan lereng

= slope stability

Prinsip dan cara yang dipakai untuk menentukan kemantapan lereng berlaku untuk ketiga golongan lereng tersebut diatas. Kita semua kiranya sudah sering melihat tanah longsor dan secara umum telah mengetahui bentuknya tanah longsor. Biasanya jelas tanah yang longsor itu bergerak pada suatu bidang tertentu. Bidang ini disebut bidang gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear surface). Bentuk bidang gelincir ini sering mendekati busur lingkaran; dalam hal ini tanah longsor tersebut disebut “rotational slide” yang bersifat berputar. Ada juga tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir lurus dan sejajar dengan muka tanah; dalam hal ini tanah longsor disebut “ translational slide”, yaitu bersifat bergerak dalam suatu jurusan. Tanah lonsor semacam ini

18

biasanya terjadi bilamana terdapat lapisan agak keras yang sejajar dengan permukaan lereng. II.6. Erosi Erosi adalah pengikisan sebagian atau seluruh permukaan tanah oleh air atau angin. Erosi yang disebabkan oleh air dapat berupa : a. Erosi lempeng (sheet erosion), dimana butir-butir tanah diangkut lewat atas permukaan tanah oleh selapis tipis limpasan permukaan yang dihasilkan oleh intensitas hujan yang merupakan kelebihan dari daya infiltrasi. b. Pembentukan polongan (gully), dimana terjadinya erosi lempeng terpusat pada polongan tersebut. Kecepatan airnya jauh lebih besar dibandingkan kecepatan limpasan permukaan tersebut di atas. c. Longsoran massa tanah yang terletak di atas batuan keras atau lapisan tanah liat; longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan yang panjang, sehingga lapisan tanah tersebut menjadi jenuh oleh air tanah. d. Erosi tebing sungai, terutama yang terjadi saat banjir, tebing tersebut mengalami penggeseran air yang dapat menyebabkan longsornya tebing-tebing pada belokanbelokan sungai. II.6.1. Erosivitas, Erodibilitas dan Kecepatan Penggerusan Erosi lempeng pada tanah tergantung kepada sifat-sifat curah hujan yang jatuh tahanan yang diberikan oleh tanah terhadap pukulan butir-butir air hujan dan juga

19

tergantung kepada gerakan lapisan tipis air di atas permukaan tanah sebagai limpasan permukaan (runOff). Erosivitas merupakan sifat hujan; hujan dengan intensitas rendah jarang rnenyebabkan erosi, tetapi hujan yang lebat dengan periode yang pendek atau panjang dapat menyebabkannya limpasan permukaan yang besar dan kehilangan tanah. Sifat curah hujan yang mempengaruhi erosivitas dipandang sebagai energi kinetik butirbutir air hujan yang menumbuk permukaan tanah. Erodibilitas merupakan ketidaksanggupan tanah untuk menahan tumbukan butir-butir air hujan. Tanah yang tererosi cepat pada saat ditumbuk oleh butir-butir air hujan mempunyai erodibilitas yang tinggi. Erodibilitas dapat diamati hanya kalau terjadi erosi. Erodibilitas berbagai macam tanah hanya dapat diukur dan dibandingkan jika disebabkan oleh hujan. Kecepatan penggerusan (scour velocity), adalah kecepatan air yang akan menggerakan tanah pada saat terjadi aliran lempeng (sheer flow atau rill flow) yang bergerak di atas tanah tersebut (biasanya disebut overland flow). Kecepatan tersebut tergantung kepada lereng permukaan, besarnya curah hujan yang tidak dapat berinfiltrasi dan kekasaran permukaan tanah. II.6.2 Rumus Kehilangan Tanah Universal Rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

20

A=RKLSCP Dengan A = Kehilangan tanah yang dihitung dalam ton/ha. R = Indeks erosivitas, yang diambil dari perkalian EI30 untuk suatu tempat, dibagi 100. R dapat diambil dari hujan tertentu, dan A menjadi kehilangan tanah yang diramalkan untuk hujan tersebut. Biasanya diambil energi hujan tahunan ratarata sehingga diperoleh perkiraan kehilangan tanah tahunan K = Merupakan faktor erodibilitas, dan merupakan kehilangan tanah per satuan erosivitas untuk jenis tanah tertentu dalam kondisi dibajak dan ditanami terus menerus pada plot yang mempunyai panjang 22,5 m dan kemiringan 9%. Ini dinyatakan dalam ton per hektar per satuan erosivitas. L = Faktor panjang kemiringan (length of slope factor), yang berhubungan dengan kenyataan bahwa di Amerika Serikat panjang plot eksperimental selalu diambil 22,5 m. Oleh karena itu faktor ini dimaksudkan untuk membandingkan kehilangan tanah dan suatu medan dengan panjang tertentu terhadap panjang 22,5 m tersebut. S = Faktor kemiringan, yang merupakan ratio kehilangan tanah dan suatu medan terhadap suatu medan serupa dengan kemiringan 9%. C = Faktor pengelolaan tanaman, yang merupakan ratio kehilangan tanah dan suatu medan yang mempunyai cara penanaman dan pengelolaan tertentu terhadap medan serupa dalam kondisi dibajak tetapi tidak ditanami (fallow condition).

21

P = Faktor pengendalian erosi, merupakan ratio kehilangan tanah dari suatu medan di mana tanamannya searah dengan kemiringan yang paling terjal. Dengan variabel yang sebanyak itu di dalam rumus di atas maka tidaklah mudah memecahkannya dengan cara kuantitatif, kecuali jika terdapat banyak data. Rumus tersebut mempunyai dua buah kegunaan, yaitu: (1). Meramalkan kehilangan tanah. Jika medannya diketahui, cara pengelolaannya diketahui, maka kehilangan tanahnya dapat diramalkan dari pola hujan tertentu yang tercurah selama waktu tertentu (biasanya diambil curah hujan tahunan). Kehilangan tersebut merupakan nilai yang diperkirakan (expected value), bukannya kehilangan yang bakal terjadi, dan tidak merupakan nilai kehilangan yang bakal terjadi, misalnya selama tahun berikutnya, karena intensitas curah hujannya tidak dapat ditentukan sebelum terjadi. (2). Memilih cara bertani (agricultural practices). Dalam penggunaan rumus tersebut, nilai A dipilih sebesar nilai yang dipandang dapat diterima. karena menghentikan erosi sama sekali tidaklah mungkin. Beberapa faktor seperti R, K dan S untuk medan tertentu tidak dapat segera diubah. Untuk faktorfaktor lainnya mungkin dapat dilakukan dengan memilih cara bertani, sedemikian rupa sehingga misalnya kalau C diberi nilai yang tinggi, maka P harus diperkecil.

22

Perlu dicatat disini bahwa persamaan diatas tersebut di atas hanya berlaku bagi lahan yang diusahakan untuk bercocok tanam (lahan pertanian), jadi tidak termasuk erosi yang terjadi dalam jalan-jalan air (watercourses). Jadi, rumus dasarnya akan menjadi A = R K, untuk tanah yang permukaannya dibajak, tanpa pengendalian erosi, panjang kemiringan 22,5 m, sedangkan kemiringannya 9%. Pada prakteknya, variabel S dan L dapat disatukan, karena erosi akan bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan medan (lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya kemiringan (lebih banyak limpasan menyebabkan lebih besarnya kedalaman aliran permukaan, dan karena itu kecepatannya menjadi lebih tinggi). Penentuan yang paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Berhubung berbagai lokasi tersebut mempunyal iklim yang berbeda-beda, dengan berbagai ragam cara bercocok tanam, maka untuk menentukan faktor C guna diterapkan pada suatu lahan tertentu, diperlukan banyak data.

II.7. Tindakan-Tindakan Untuk Mengendalikan Erosi

23

Bila hendak melakukan tindakan anti erosi, kita harus memusatkan perhatian pada usaha untuk memperkecil kecepatan air. Sekali didapatkan prinsip-prinsip dasarnya, maka akan diperoleh beberapa cara untuk pemanfaatannya. Cara-cara tersebut akhirnya akan saling menunjang. Pertama-tama, kecepatan dapat dikurangi dengan memperkecil limpasan permukaan (surface runoff), dengan membuat penangkap-penangkap air (interceptor), infiltrasi atau dengan membuat tampungan cekungan (depression storage). Kecepatan air tersebut dapat pula dikurangi dengan memperkecil lereng lahan atau dengan memperbesar kekasaran jalan air. Semua tindakan praktis tersebut di bawah ini dapat dilakukan guna memenuhi prinsip-prinsip dasar tersebut di atas, yaitu: a. Pengaturan penggunaan lahan Ini memerlukan peraturan daerah atau undang-undang. Peraturan atau undang-undang tersebut bertujuan untuk mengawetkan keadaan sekarang atau untuk memperbaiki keadaan penggunaan lahan yang cocok untuk tujuan pengendalian erosi. misalnya usaha penggarapan lahan (cultivation), penghutanan kembali (reforrestation) atau penanaman kembali padang-padang rumput (reseeding grassland).

b. Usaha-usaha pertanian Beberapa usaha peratanian diantaranya:

24



Pembajakan sepanjang kontur



Cocok tanam pias (strip cropping)



Memperkuat ujung alur sungai erosi atau polongan (gully)



Penutupan alur erosi.



Sumuran penampung air.

II.8.Pengenalan Powersim Constructor Selama abad ini, perubahan dari paradigma mekanistik menjadi ekologis telah berjalan dalam pola dan kecepatan yang berbeda-beda di berbagai bidang ilmiah. Perubahan itu tidak mantap. Ia telah meliputi berbagai revolusi ilmiah, berbagai reaksi yang tak menyenangkan (Capra,2001). Ketegangan yang utama adalah antara bagian-bagian dan keseluruhan. Penekanan pada bagian bagian disebut mekanistik, reduksionis, atau atomik; penekanan kepada keseluruhan disebut holistik, organismik, atau ekologis. Di abad ke-20 ilmu yang berperspektif holistik telah dikenal sebagai ilmu ‘sistemik’ dan cara berpikir yang dihasilkan disebut ‘pemikiran sistem’ (Capra,2001). Berbagai pemikiran yang diajukan

oleh para Biolog organismik selama paroh

pertama abad ke – 20 membantu melahirkan suatu cara berpikir baru “ pemikiran sistem ” dalam kerangka keterkaitan, hubungan-hubungan konteks (Capra,2001).

25

Munculnya pemikiran sistem merupakan sebuah revolusi menyeluruh dalam sejarah pemikiran ilmiah barat. Kepercayaan didalam setiap sistem yang kompleks perilaku keseluruhan dapat dimengerti sepenuhnya cukup dengan mengamati sifat-sifat bagian-bagiannya, sentral bagi paradigma Cartesian. Ini adalah metode berpikir analitis Descartes yang terkenal, yang merupakan ciri fundamental pemikiran ilmiah modern. Dalam pendekatan analitis atau reduksionis bagian – bagian itu sendiri tak dapat dianalisis lebih lanjut, kecuali dengan mereduksinya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Ilmu pengetahuan barat telah maju dengan cara itu, dan tiap langkah mempunyai suatu level unsur-unsur pokok fundamental yang tak dapat dianalisis lebih lanjut. Kejutan besar bagi ilmu pengetahuan abad ke – 20 ialah bahwa sistem-sistem tak dapat dimengerti melalui analisis. Sifat-sifat bagian bukan sifat-sifat intrinsik, tetapi yang dapat dimengerti hanya dalam konteks keseluruhan yang lebih besar. Demikianlah hubungan di antara bagian-bagian dan keseluruhan telah dibalik. Dalam pendekatan system, sifat-sifat bagian dapat dimengerti

hanya dari pengetahuan

keseluruhan. Oleh karenanya, pemikiran sistem tidak berkonsentrasi pada balokbalok dasar bangunan tetapi lebih pada prinsip-prinsip dasar organisasi. Pemikiran sistem bersifat kontekstual, yang merupakan lawan dari pemikiran analitis. Analisis berarti memisahkan sesuatu untuk dapat memahaminya; pemikiran sistem berarti menempatkan sesuatu itu ke dalam konteks sebuah keseluruhan yang lebih besar. Keinsyafan bahwa sistem-sistem adalah keseluruhan terpadu yang tak dapat dimengerti dengan analisis lebih mengejutkan di dalam fisika ketimbang di dalam

26

Biologi. Karena sejak Newton, para Fisikawan telah percaya bahwa semua fenomena fisik dapat direduksi menjadi sifat – sifat partikel – partikel yang keras dan padat. Akan tetapi dalam tahun 1920-an, Teori Kuantum memaksa mereka menerima fakta bahwa objek – objek material padat fisika klasik lenyap pada level subatomik menjadi gelombang mirip pola – pola probabilitas. Lagi pula pola – pola ini tidak menyajikan kemungkinan – kemungkinan, benda – benda, melainkan lebih berupa kemunkinan saling – hubung. Partikel partikel subatomik tak memiliki arti sebagai entitas yang terisolir dan hanya dapat dimengerti sebagai interkoneksitas, atau korelasi – korelasi antara aneka proses observasi dan pengukuran. Dengan kata lain, partikel – partikel subatomik bukan ”benda”

melainkan saling – hubung

(interkoneksi) antara benda – benda, dan semua ini pada gilirannya, adalah interkoneksi dari benda – benda lain, dan seterusnya. Dalam teori kuantum kita tidak pernah berakhir dengan ‘benda’ apapun; kita senantiasa berurusan dengan saling – hubung (interkoneksi) (Capra,2001). Inilah yang ditunjukan oleh Fisika Kuantum bahwa kita tak dapat menguraikan dunia kedalam unit-unit elementer yang berada secara bebas. Sebagaimana kita mengubah perhatian kita

dari objek-objek makroskopik menjadi partikel-partikel atom dan

subatomik, alam tidak menunjukan pada kita balok-balok bangunan apapun yang terisolir, melainkan lebih memperlihatkan suatu jaringan kompleks hubunganhubungan di antara aneka bagian dari sebuah keseluruhan yang utuh. Molekul-molekul dan atom-atom – struktur-struktur yang dilukiskan oleh fisika kuantum terdiri atas komponen-komponen. Akan tetapi, komponen-komponen ini,

27

partikel-partikel subatomik tersebut, tak dapat dimengerti sebagai entitas-entitas terpisah melainkan harus didefenisikan melalui-melalui interrelasi-interrelasinya (Capra,2001). Dalam formalisme teori kuantum, hubungan-hubungan ini diungkapkan dalam kerangka probabilitas-probabilitas, dan probabilitas-probabilitas tersebut ditentukan oleh dinamika sistem secara keseluruhan. Sedang dalam mekanika klasik sifat-sifat dan perilaku bagian-bagian menentukan keadaan keseluruham. Dalam Mekanika Kuantum situasinya terbalik : keseluruhanlah yang menentukan perilaku bagianbagian tersebut. Sistem dan Berpikir Sistemik Sistem ialah keseluruhan interaksi antara unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian dari keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan (aggregate), yaitu terletak pada kekuatan (power) yang dihasilkan oleh keseluruhan itu jauh lebih besar dari suatu penjumlahan atau susunan. Apabila dalam aljabar 1 tambah 1 sama dengan 2, maka dalam sistem 1 tambah 1 tidak sama dengan 2, nilainya bisa tak terhingga Pengertian interaksi adalah pengikat atau penghubung antar unsur , yang memberi bentuk/struktur kepada obyek, membedakan dengan objek lain, dan mempengaruhi perilaku dari obyek.

28

Pengertian unsur adalah benda, baik konkrit atau abstrak, yang menyusun obyek sistem. Untuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan salah satu fungsi mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem sebagai kerja keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau subsistem. Pengertian obyek adalah sistem yang menjadi perhatian dalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antara sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua yang diluar batas sistem adalah lingkungan sistem. Pada umumnya, semakin luas bidang perhatian semakin kabur batas sistem. Demikian pula sebaliknya, semakin spesifik/konkrit obyek semakin jelas batas sistem. Dengan demikian , jelas bahwa batas obyek dengan lingkungan cendrung bersifat mental atau konseptual, terutama terhadap obyek-obyek non-fisik. Selanjutnya pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap pengaruh lingkungan. Sistem tertutup itu hanya ada dalam anggapan (untuk analisis), karena pada kenyataan sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan, atau sebagai sistem terbuka. Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Untuk kerja yang teramati merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di lain pihak, unjuk kerja sistem yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh

29

sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Perumusan tujuan dari sistem ini akan membantu memudahkan menarik garis batas dari sistem yang menjadi perhatian. Artinya benda, baik konkrit maupun abstrak, yang jelas menyebabkan dan / atau menyumbang langsung kepada pencapaian tujuan sistem dikategorikan sebagai unsur. Sebaliknya, benda yang mempengaruhi dan/ atau menyumbang tidak langsung dapat dikategorikan sebagai lingkungan. Berpikir Sistemik Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupun nonfisik, dipikirkan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam batas lingkungan tertentu. Berdasarkan adanya pemahaman tentang kejadian sistemik tersebut, berikut ini ada lima langkah yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bangunan pemikiran (model) yang bersifat sistemik, yaitu : i) Identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata; ii) Identifikasi kejadian yang diinginkan; iii) Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan; iv) Identifikasi dinamika menutup kesenjangan; v) Analisis kebijakan.

30

Identifikasi Proses Menghasilkan Kejadian Nyata Identifikasi proses yaitu mengungkapkan pemikiran tentang proses nyata (actual transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). Proses nyata itu merujuk kepada objektivitas dan bukan proses yang dirasakan atau subyektivitas. Identifikasi Kejadian Diinginkan Langkah kedua adalah memikirkan kejadian seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state). Oleh karena keharusan, keinginan, target dan terencana itu merujuk pada waktu mendatang, disebut juga pandangan kedepan atau visi. Agar tidak dianggap mimpi, maka visi yang baik perlu dirumuskan dengan kretiria layak (feasible) dan dapat diterima (acceptable). Layak artinya dapat diantisipasi tidak akan menimbulkan pertentangan. Dengan kedua kriteria ini berarti memikirkan limit kejadian yang akan direncanakan dimana unjuk kerja sistem akan bersifat mantap (stable) dalam perubahan cepat (dynamic) masa lampau dan mendatang. Identifikasi Kesenjangan Antara Kenyataan dengan Keinginan Langkah ketiga adalah memikirkan tingkat kesenjangan anatara kejadian aktual dengan seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harusnya dipecahkan atau dalam bahasa manajemen merupakan tugas (misi) yang harus diselesaikan. Perumusan masalah ini secara konkrit, artinya bisa dinyatakan dalam ukuran kuantitatif dan kualitatif.

31

Identifikasi Mekanisme Menutup Kesenjangan Langkah keempat adalah identifikasi mekanisme tentang dinamika variabel-variabel untuk mengisi kesenjangan antara kejadian nyata dengan kejadian yang diinginkan. Dinamika tersebut adalah aliran informasi tentang keputusan-keputusan yang telah bekerja dalam sistem. Keputusan-keputusan tersebut pada dasarnya adalah pemikiran yang dihasilakan melalui proses pembelajaran (learning), yang dapat bersifat reaktif atau kreatif. Pemikiran reaktif ditunjukan oleh aksi yang bentuk atau polanya sama dengan tindakan masa lampau dan kurang antisipatif terhadap kemungkinan kejadian masa mendatang. Sedang pemikiran kreatif ditunjukan oleh aksi yang bentuk dan polanya berbeda dengan tindakan masa lampau, yang bersifat penyesuaian tindakan masa lampau (adjustment) ataupun berorientasi ke masa datang (visionary) dengan tindakan yang bersifat baru atau terobosan. Sebagai sebuah proses dinamis, mekanisme tersebut bekerja dalam dimensi waktu, dimana perencanaan atau tindakan ke pelaksanaannya memerlukan waktu tunda (delay), sementara sistem yang ada tetap bekerja menghasilkan kinerja dan mempengaruhi tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dan seharusnya.suatu rumusan mekanisme interaksi dinamis menyeluruh

yang dapat dipertanggung

jawabkan, pada umumnya bersumber dari hasil pembahasan untuk penyatuan pendapat (share vision) unsur yang berkepentingan (stake-holders). Dalam sebuah penelitian atau pengkajian , dimana peneliti mencoba mengisolasi dan menggali informasi dari para unsur yang berkepentingan (tanpa melalui pembahasan), rumusan

32

mekanisme interaksi tersebut adalah hasil dari penggunaaan teknik pemetaan kognitif (kognitif map) atau pemetaan sebab-akibat (causal map) tentang aliran informasi dan proses keputusan dalam sistem. Dalam sistem dinamis, proses perumusan mekanisme tersebut pada dasarnya adalah penyederhanaan kerumitan untuk menciptakan sebuah konsep model (mental model). Penanganan kerumitan ini berarti penyederhanaan terhadap kerumitan, namun penyederhanyaannya

bukan

berarti

mengabaikan

unsur-unsur

yang

saling

mempengaruhi yang membentuk unjuk kerja sistem secara keseluruhan. Ada dua jenis kerumitan yang perlu disederhanakan, yaitu kerumitan rinci dan kerumitan perubahan. Kerumitan rinci (detail complexity) yaitu menyangkut ciri dan cara bekerja unsur-unsur yang terlibat dalam sistem yang diamati dalam mengisi kesenjangan. Kerumitan perubahan (dynamic complexity) yaitu menyangkut proses dan kecepatan/kelambatan waktu yang diperlukan sistem dalam mengisi kesenjangan. Hasil penyederhanyaan pemikiran tersebut dalam bentuk simpal-simpal (loops) umpan balik, yang menunjukan struktur dan mekanisme dinamis mempengaruhi proses nyata dalam menciptakan kejadian nyata. Sampai disini berarti telah dapat dibuat penjelasan tentang dinamika struktural (structural dynamics) suatu sistem yang diamati.

33

Analisis Kebijakan Langkah kelima adalah analisis kebijakan, yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual state). Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired state). Alternatif tersebut dapat satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi, baik yang bersifat struktural atau fungsional. Intervensi struktural artinya mempengaruhi mekanisme interaksi

pada sistem, sedangkan intervensi fungsional artinya

mempengaruhi fungsi unsur dalam sistem. Pengembangan dan penetapan alternatif intervensi tersebut, biasanya dipilih setelah melakukan pengujian (dapat dengan simulasi komputer atau simulasi pendapat) berdasarkan dua kriteria, yaitu aman (unrisky) dan manjur (effective). Aman artinya jalan tersebut tidak mengakibatkan sistem secara keseluruhan labil atau kollaps. Manjur artinya berfungsi untuk mencapai kejadian yang diinginkan. Untuk memperoleh keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, hasil-hasil intervensi tersebut bisa ditunjukan secara visual dengan hasil simulasi, baik melalui komputer (kuantitatif) maupun hasil interaksi pendapat (kualitatif). Tindakan atau keputusan yang dipikirkan tersebut, yang berfungsi mengisi kesenjangan yang timbul akibat perbedaan antara kejadian nyata dengan kejadian yang diinginkan. Apabila tindakan tersebut bekerja di dalam sistem akan memberikan masukan atau mengoreksi kejadian nyata menuju kejadian yang diinginkan. Dalam

34

proses berpikir tersebut, seperti telah dijelaskan, ringkasnya mengandung empat ciri : yaitu

pertama

penyederhanaan

kerumitan

interaksi

antar

unsur;

kedua

mempertimbangkan pengaruh waktu dalam interaksi unsur; ketiga, mengantisipasi kejadian kedepan sebagai hasil dari tindakan/keputusan sekarang, dan; keempat tindakan/keputusan tersebut adalah hasil analisis sistem untuk mengoreksi kejadian nyata waktu lampau. Kekuatan dari proses berpikir sistemik tersebut terletak pada kemampuan penstrukturan sistem untuk menjelaskan perilaku sistem. Powersim Constructor adalah softwere yang lazim digunakan untuk membuat pemodelan-pemodelan, Model yang dapat dibuat oleh Powersim yaitu meliputi bidang Bisnis, Ekonomi, Sosial, Politik, dan Sains. Awal kemunculan Powersim adalah untuk memudahkan membuat analisis terhadap gejala-gejala atau peristiwa Ekonomi. Tetapi pada kenyataannya sampai sekarang Powersim tidak hanya digunakan untuk memodelkan masalah-masalah ekonomi tetapi digunakan untuk bidang-bidang yang lebih luas lagi. Ciri khas Softwere ini lebih pada membuat bagan-bagan, kemudian dari bagan-bagan tersebut dikoneksikan satu dengan yang lain sesuai dengan masalah (model) yang ingin dibuat. Bagan-bagan tersebutlah yang dianalogikan dengan teori/masalah yang ingin dipecahkan atau disederhanakan. Tinggal dipilih output seperti apa yang diinginkan grafik, angka dan lain-lain semua tersedia pada softwere ini. Powersim Constructor lebih mirip dengan pemetaan pemikiran (mind maping) sehingga dapat lebih

leluasa

mengekspresikan

pemikiran

dengan

menggunakan

Powersim

35

Constructor, selain itu juga bagan-bagan tersebut dapat dibuat warna-warni sesuai dengan kesukaan. Prinsip kerja Powersim Construktor tidak terlalu rumit, prinsip kerjanya mirip dengan logika (pikiran) oleh karenanya kadang-kadang kesulitan untuk membuat model. Jika menggunakan pemetaan pemikiran maka membuat model dengan software ini akan menjadi asyik dan menyenangkan.

36

Related Documents

Tinjauan Pustaka
May 2020 27
Tinjauan Pustaka
October 2019 43
Tinjauan Pustaka
June 2020 32
Tinjauan Pustaka
October 2019 49
Tinjauan Pustaka
June 2020 35
Tinjauan Pustaka
October 2019 45