TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketersediaan Pangan dan Klasifikasi Ketersediaan pangan merupakan ketersediaan pangan secara fisik di suatu daerah atau wilayah dilihat dari segala sumber, baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat ditentukan oleh beberapa hal yaitu produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah serta bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya (Suryana: 2001). Ketersediaan pangan mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga sehingga dapat dilihat pula kecukupan konsumsi normatif pada masing-masing individu (Soemarno, 2010).Ketersediaan pangan dapat diperoleh dari produksi sendiri, pasokan pangan dari luar (impor), memiliki cadangan pangan, dan adanya bantuan pangan (Adriani dan Wirjatmadi, 2012) Indonesia dinilai belum kokoh terkait ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangannya. Banyak penduduk Indonesia yang belum mendapatkan kebutuhan pangan yang mencukupi, hal ini terutama terjadi pada rumah tangga yang tergolong miskin, di mana rumah tangga miskin pada umumnya memiliki ketersediaan pangan yang terbilang rendah. Berdasarkan hasil perhitungan Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2005, di Indonesia terdapat sekitar 6% penduduk yang menderita kelaparan. Ketersediaan pangan dikatakan kurang apabila ketersediaan pangan kurang dari konsumsi normatif dan dikatakan cukup apabila ketersediaan pangan lebih dari sama dengan konsumsi normative (Santi, 2015). Klasifikasi menurut Peter Warr (Australian National Univesity, 2014) membedakan ketahanan pangan pada empat tingkatan, yaitu (i) level global, ketahanan pangan diartikan dengan apakah supply global mencukupi 11 untuk memenuhi permintaan global; (ii) level nasional, ketahanan pangan didasarkan pada level rumah tangga. Jika rumah tangga tidak aman pangan, sulit untuk melihatnya aman pada level nasional; (iii) level rumah tangga, ketahanan pangan merujuk pada kemampuan akses untuk kecukupan pangan setiap saat. Ketahanan pangan secara tersirat bukan hanya kecukupan asupan makanan hari ini saja, melainkan termasuk juga ekspektasi permasalahan kedepan dan itu bukan hanya permasalahan saat ini saja; (iv) level individu, ketahanan pangan merupakan distribusi makanan pada rumah tangga. Pada saat rumah tangga kekurangan makanan, individu akan terpengaruh secara berbeda. Oleh sebab itu, yang terpenting untuk diperhatikan adalah fokus pada konsumsi perorangan pada rumah tangga. Konsep ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada beberapa tingkatan yaitu tingkat global, nasional, regional (daerah), dan tingkat rumah tangga serta individu (Soehardjo, 1996). 2.2 Kelompok Bahan Pangan yang di Survey Rencana strategis Badan Ketahanan Pangan 2010-2014 (Kementerian Pertanian, 2010) mengelompokkan komoditas pangan penting ke dalam dua kelompok yaitu pangan nabati dan pangan hewani. Pangan nabati terdiri dari 10 komoditi yang terdiri dari beras, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, sayuran, buah-buahan, minyak goreng dan gula putih. Sedangkan pangan hewani terdiri dari lima komoditi yang meliputi daging sapi dan kerbau, daging ayam, telur, susu, dan ikan. Badan Pusat Statistik (BPS, 2011) membagi bahan pangan ke dalam sembilan kelompok yang meliputi (1) padi-padian (beras, jagung, terigu), (2) umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang, sagu, umbi lainnya),(3) pangan hewani (daging ruminansia, daging unggas, telur, susu, ikan), (4) minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak sawit, minyak lainnya), (5) buah/biji berminyak (kelapa, kemiri), (6) kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang lain), (7) gula (gula pasir, gula merah, (8) sayuran dan buah (sayur, buah), (9) lain-lain (minuman, bumbu-bumbuan). Klasifikasi pangan sangat berguna dalam perencanaan produksi, ketersediaan pangan dan konsumsi pangan penduduk. Secara umum, pangan dikelompokkan menjadi dua yaitu pangan hewani dan pangan nabati. Sedangkan penggolongan pangan oleh FAO dikenal sebagai Desirable Dietary Pattern (pola Pangan Harapan/PPH). Kelompok pangan dalam PPH ada Sembilan yaitu : 1. padi-padian yang merupakan pangan yang berasal dari tanaman serealia yang mengandung karbohidrat dan biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti padi, jagung, sorgum dan produk olahannya seperti tepung ,2. umbi-umbian yaitu pangan yang berasal dari akar/umbi yang mengandung karbohidrat dan bias dikonsumsi sebagai pangan pokok seperti singkong, ubi jalar, kentang, serta produk
olahannya, 3. pangan hewani yaitu kelompok pangan yang mengandung protein, terdiri dari susu dan ikan serta hasil olahannya seperti sosis dan nuget, 4. minyak dan lemak yaitu bahan makanan yang berasal dari nabati dan hewani seperti minyak kelapa, minyak sawit, lemak sapi, dan lemak kerbau, 5. buah biji berminyak yaitu pangan yang relative mengandung minyak baik dari buah maupun bijinya seperti kacang mete, dan kemiri, 6. kacang-kacangan yaitu biji-bijian yang mengandung tinggi lemak seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang merah dan hasil olahannya seperti temped an tahu., 7. Gula yaitu bahan pangan yang terdiri atas gula pasir dan gula merah serta produk olahan lainnya., 8. sayur dan buah yaitu bahan pangan yang terdiri atas buah-buahan dan sayuran yang mengandung vitamin 9. lain-lain (minuman dan bumbu) (Yuniastuti, 2008). Penggolongan makanan terdapat juga di Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), pangan digolongkan menjadi 10 golongan yaitu serealia, umbi-umbian dan hasil olahannya ; Biji-bijian, kacang-kacangan dan hasil olahannya ; Dagin, Telur dan hasil olahannya ;Ikan, kerang, udang dan hasil olahannya ; sayuran ; Buah-buahan ; susu dan hasil olahannya ; lemak dan minyak ; serta serba serbi (Yuniastuti, 2008)
DAFTAR PUSTAKA Soemarno. (2010). Strategi Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga Pedesaan. Jurnal Argo Ekonomi. Diakses dari:http://marno.lecture. ub.ac.id/files/2011/12/strategi-pemenuhankecukupanpanganrumahtangga.pdf Suryana,Achmad.2001.Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Jakarta. Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Peter Warr. 2014, Food Insecurity and Its Determinants, The Australian National University Santi. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penerima Raskin (Studi di Kelurahan Tompokersan, Kabupaten Lumajang) (Skripsi yang tidak dipublikasikan). Universitas Airlangga, Surabaya. Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi-Institut Pertanian Bogor. Kementerian Pertanian. (2010). Rencana strategis Badan Ketahanan Pangan 2010-2014. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Yuniastuti,A. (2008) Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.