BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi
yang sempurna harus
memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu: Hipnotik (hilang kesadaran), Analgetik (hilang perasaan sakit), Relaksan (relaksasi otot-otot). Anestesi umum atau general anesthesia merupakan suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular. Polip nasi merupakan mukosa hidung yang mengalami inflamasi dan menimbulkan prolaps mukosa di dalam rongga hidung. Polip nasi ini dapat dilihat melalui pemeriksaan rinoskopi dengan atau tanpa bantuan endoskopi.
1
Etiologi dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui secara pasti. Sampai saat ini, polip nasi masih banyak menimbulkan perbedaan pendapat. Dengan patogenesis dan etiologi yang masih belum ada kesesuaian, maka sangatlah penting untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi untuk mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang tepat
1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui defenisi, klasifikasi, etiologi, diagnosis dan tatalaksana pada kasus polip nasi. 2. Mempelajari dasar-dasar teknik anastesi yang digunakan pada kasus polip nasi.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Hidung Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah: 1) pangkal hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5) kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang hidung (os nasalis), 2) prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, 3) beberapa pasang kartilago ala minor dan 4) tepi anterior kartilago septum.
3
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisis oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
2
Dinding
medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah (1) lamina prependikularis os etmoid,
4
(2) vomer, (3) Krista nasalis os maksila dan (4) krista nasalis os palatine. Bagian tulang rawan adalah (1) kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan (2) kolumela. Bagian superior dan posterior disusun oleh lamona prependikularis os etmoid dan bagian anterior oleh kartilago septum (quadrilateral), premaksila, dan kolumna membranousa. Bagian inferior, disusun oleh vomer, maksila, dan tulang palatine dan bagian posterior oleh lamina sphenoidalis. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.
Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan di belakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi adalah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media,
5
superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius, dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilnaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika, sedangkan a. oftalmika berasal dari a. karotis interna.
2.2
Definisi Polip Nasi Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan,
6
dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Umumnya
sebagian
besar
polip
ini
berasal
dari
celah
kompleks osteomearal (KOM) yang kemudian tumbuh ke arah rongga hidung.
2.3
Epidemiologi Polip Nasi Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan
dari
hasil studi epidemiologi serta tergantung pada
pemilihan populasi penelitian dan metode
diagnostik yang digunakan.
Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1.
Di
Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-4 %. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%.
2.4
Etiopatogenesis Polip Nasi Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai etiologi polip nasi, terdapat sejumlah hipotesis mengenai asal dari polip nasi eosinofilik dan neutrofilik yang berkisar dari predisposisi genetik, variasi anatomi, infeksi kronis, alergi inhalan, alergi makanan, sampai ketidakseimbangan
7
vasomotor. Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu: 1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus. 2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor. 3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung. Beberapa hipotesis dari keadaan tersebut antara lain : Alergi Alergi merupakan faktor yang banyak menjadi sorotan karena tiga hal, yaitu karena sebagian besar polip hidung terdiri dari eosinofil, berhubungan dengan asma, serta temuan klinis pada nasal yang menyerupai gejala dan tanda alergi. Paparan alergen udara menahun, diduga berperan dalam terjadinya polip hidung melalui inflamasi
yang
terus-menerus
pada
mukosa
hidung. Ditemukan
sekitar 7 % pasien dengan asma memiliki polip hidung. Akan tetapi ditemukan bahwa pada pasien non atopik angka kejadian polip hidung
juga
lebih
tinggi
yaitu
13%. Akan
tetapi
studi
lain
menunjukkan bahwa asma dengan onset yang telat (late onset asthma) akan berkembang menjadi nasal polip sekitear 10-15%. Bernouli Fenomena Fenomena Bernoulli terjadi karena adanya penurunan tekanan yang selanjutnya menyebabkan konstriksi. Hal ini akan menimbulkan tekanan
negatif
disekitarnya. Karena
dalam
KOM, yang
tekanan
negatif
ini
mempengaruhi kemudia
akan
mukosa terjadi
8
infalamasi mukosa yang selanjutnya menjadi awal terbentuknya polip. Nitric Oxide Nitric Oxida merupakan gas radikal bebas, yang memainkan peran besar dalam terjadinya reaksi imunologis nonspesifik, regulasi dari tone vaskular, pertahanan host, dan inflamasi pada berbagai jaringan. Radikal
bebas
biasanya
dipertahankan
dalam
keadaan
seimbang oleh antioxidan defense system superoxide dismutase , catalase dan glutahione peroxidase. Ketika radikal bebas ini dapat melebihi kemampuan pertahanan d ari antioxidant, maka akan terjadi defek seluler, defek jaringan, dan penyakit kronis. Ditemukan laporan akan meningkatnya kadar nitric oxide dan penurunan scavangeing enzim pada pasien polip hidung dibandingkan dengan kontrol, yang menunjukkan adanya penumpukan radikal bebeas pada polip hidung. Infeksi Bagaimana infeksi dapat menjadi faktor yang juga penting terhadap pembentukan polip, diduga terkait dengan adanya gangguan pada epitel dengan proliferasi jaringan granulasi. Hal ini biasanya terjadi pada infeksi Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, atau Bacteroides fragilis (semua jenis patogen yang sering ditemukan pada rinosinusitis). Bagaimana granuloma menginduksi terjadinya polip hidung masih belum benar-benar dipahami.
9
2.5
Manifestasi Klinis Polip Nasi Polip hidung
dapat
menyebabkan
hidung
tersumbat, yang
selanjutnya dapat menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung dan rongga sinus. Kemudian dirasakan hidung yang berair (rinorea) mulai dari yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia serta dapat juga dirasakan nyeri kepala daerah frontal. Gejala lain yang dapat timbul tergantung dari penyertanya, pada infeksi bakteri dapat disertai pula dengan post nasal drip serta rinorea purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul adalah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur, dan gannguan kualitas hidup. Dapat juga menyebababkan gejala pada saluran nafas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip hidung dengan asma. Selain itu harus dicari riwayat penyakit lain seperti alergi, asma, intoleransi aspirin.
2.6
Diagnosis Polip Nasi Anamnesis Dari anamnesis didapatkan keluhan-keluhan berupa hidung tersumbat, rinorea, hiposmia atau anosmia. Dapat pula didapatkan gejala skunder seperti bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan gangguan aktifitas. Pemeriksaan Fisik
10
Polip nasi masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan masa pucat yang berasal dari meatus media dan mudah digerakkan. Pembagian stadium polip menurut MacKay dan Lund : Stadium 1 : polip masih terbatas pada meatus media, Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus media, tampak pada rongga
hidung tertapi belum memenuhi rongga hidung,
Stadium 3: polip masif Pemeriksaan Penunjang Naso-endoskopi Polip pada stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat dari rinoskopi anterior, akan tetapi dengan naso endoskopi dapat terlihat dengan jelas. Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Pemeriksaan Radiologi Foto polos sinus paranasal (Posisi waters, AP, Caldwell dan latera) dapat memperlihatkan adanya penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat untuk polip hidung. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat secara jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses
radang, kelainan
anatomi, polip
atau
sumbatan
pada
11
kompleks osteomeatal (KOM). CT scan harus diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamnetosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah endoskopi.
2.7
Penatalaksanaan Polip Nasi Secara umum penatalaksanaan dari polip hidung yaitu melalui penatalksanaan medis dan operatif.
Tatalaksana Medis Polip Hidung merupakan kelainan yang dapat ditatalaksanai secara
medis. Walaupun
pada
beberapa
kasus
memerlukan
penanganan operatif, serta tatalaksana agresif sebelum dan sesudah operatif juga diperlukan. 1. Antibiotik Polip hidung dapat menyebabkan terjadinya obstruksi sinus, yang selanjutnya menimbulkan infeksi. Tatalaksana dengan antibiotik dapat mencegah pertumbuhan dari polip dan mengurangi perdarahan selama
operasi. Antibiotik
memberikan
efek
yang
langsung
diberkan
terhadap
harus spesies
langsung
dapat
Staphylococcus,
Streptococcus, dan bakteri anaerob, yang merupakan mikroorganisme pada sinusitis kronis.
12
2. Kortikosteroid Topikal Korticosteroid Intranasal/topikal
kortikosteroid merupakan
pilihan pertama
untuk polip hidung. Selain itu penggunaan topikal kortikosteroid ini juga
berguna
pada
pasien
post-operatif
polip hidung, dimana
pemberiannya dapat mengurangi angka kekambuhan. Pemberian dari kortikosteroid topikal ini dapat dicoba selama 4-6 minggu dengan fluticasone propionate nasal drop 400 ug 2x/hari memiliki kemampuan besar dalam mengatasi polip hidung ringan-sedang (derajat 1-2), diamana dapat mengurangi ukuran dari polip hidung dan keluhan hidung tersumbat. Sitemik Kortikosteroid Penggunaan belum
banyak
dengan
terapi
dari
kortikosteroid
diteliti. Penggunaanya kortikosteroid
sistemik/oral umumnya
tunggal
berupa
intranasal. Penggunaan
masih
kombinasi
fluocortolone
dengan total dosis 560 mg selama 12 hari atau 715 mg selama 20 hari dengan pengurangan dosis perhari disertai pemberian budesonide spray 0,2 mg
dapat mengurangi gejala yang timbul serta memperbaiki
keluhan sinus dan mengurangi ukuran polip. Akan
tetapi
dari
penelitian
lain, penggunaan
kortikosteroid
sistemik tunggal yaitu methylprednisolone 32 mg selama 5 hari, 16 mg selama 5 hari, dan 8 mg selama 10 hari ternyata dapat memberikan
13
efek yang signifikan dalam mengurangi ukuran polip hidung serta gejala nasal selain itu juga meningkatkan kemampuan penghidu. 3. Terapi lainnya Penggunaan antihistamin dan dekongestan dapat memberikan efek simtomatik akan tetapi tidak merubah perjalanan penyakitnya. Imunoterapi menunjukkan adanya keuntungan pada pasien dengan sinusitis
fungal
dan
dapat
berguna pada
pasien
dengan polip
berulang. Antagonis leukotrient dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi aspirin..
Terapi Pembedahan Indikasi untuk terapi pembedahan antara lain dapat dilakukan pada pasien yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi medikal, pasien dengan
infeksi
berulang,
serta
pasien
dengan
komplikasi sinusitis, selain itu pasien polip hidung disertai riwayat asma juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan guna patensi jalan nafas. Tindakan yang dilakukan yaitu berupa ekstraksi polip
(polipektomi), etmoidektomi
untuk
polip
etmoid, operasi
Caldwell-luc untuk sinus maxila. Untuk pengembangan terbaru yaitu menggunakan operasi endoskopik dengan navigasi komputer dan instrumentasi power.
14
2.8
Prognosis Polip Nasi Umumnya setelah penatalaksanaan yang dipilih prognosis polip hidung ini baik (dubia et bonam) dan gejala-gejala nasal dapat teratasi. Akan tetapi kekambuhan pasca operasi atau pasca pemberian kortikosteroid masih sering terjadi. Untuk itu follow-up pasca operatif merupakan pencegahan dini yang dapat dilakukan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya sinekia dan obstruksi ostia pasca operasi, bagaimana patensi jalan nafas setelah tindakan serta keadaan sinus, pencegahan
inflamasi
persisten, infeksi, dan
pertumbuhan
polip
kembali, serta stimulasi pertumbuhan mukosa normal. Untuk itu sangat penting
dilakukan
pemeriksaan
endoskopi
post operatif.
Penatalaksanaan lanjutan dengan intra nasal kortikosteroid diduga dapat mengurangi angka kekambuhan polip hidung.
2.9
Definisi Anestesi Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa
15
menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi
yang sempurna harus
memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu : Hipnotik, hilang kesadaran Analgetik, hilang perasaan sakit Relaksan, relaksasi otot-otot
2.10 Anestesi Umum Anestesi umum atau general anesthesia merupakan suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi
umum
dapat
diberikan
secara
intravena,
inhalasi
dan
intramuskular.
Indikasi anestesi umum : a. Pada bayi dan anak-anak b. Pembedahan pada orang dewasa di mana anestesi umum lebih disukai oleh ahli bedah walaupun dapat dilakukan dengan anestesi local c. Operasi besar d. Pasien dengan gangguan mental e. Pembedahan yang lama f. Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan memuaskan g. Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah mengalami alergi.
16
Teknik anestesi umum ada 3, yaitu : a. Anestesi umum intravena Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena. b. Anestesi umum inhalasi Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan kategori menggunakan sungkup muka, Endotrakeal Tube nafas spontan, Endotrakeal tube nafas terkontrol. c. Anestesi berimbang Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obatobatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang. Sebelum dilakukan tindakan anestesi, sebaiknya dilakukan persiapan
pre-anestesi.
Kunjungan
pre-anestesi
dilakukan
untuk
mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu tindakan operasi. Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
17
a. Anamnesis Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas. b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien. c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas 50 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto toraks dan EKG. d. Klasifikasi Status Fisik Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang
berasal
dari
The
American
Society
of
Anesthesiologists (ASA) :
18
ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia selain penyakit yang akan dioperasi
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang selain penyakit yang akan dioperasi
ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, sehingga aktivitas rutin terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan kehidupannya tidak akan lebih dari 24 jam.
ASA 6 : pasien yang sudah mengalami kematian batang otak
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E: EMERGENCY), misalnya ASA IE atau IIE.
2.11 Premedikasi Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan premedikasi: Meredakan kecemasan dan ketakutan Memperlancar induksi anestesi Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
19
Mengurangi isi cairan lambung Mengurangi rasa sakit Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi Menurunkan basal metabolisme tubuh Obat-obat premedikasi, dosisnya disesuaikan dengan berat badan dan keadaan umum pasien. Biasanya premedikasi diberikan intramuskuler 1 jam sebelumnya atau per oral 2 jam sebelum anestesi. Beberapa ahli anestesi menghindari penggunaan opium untuk premedikasi jika anestesinya mencakup pernapasan spontan dengan campuran eter/udara. Yang banyak digunakan: Analgetik opium
: - Morfin 0,15 mg/kgbb, IM - Petidin 1,0 mg/kgbb, IM
Sedatif
: - Diazepam 0,15 mg/kgbb, oral/IM - Pentobarbital 3 mg/kgbb/oral atau 1,5 mg/kgbb, IM - Prometazin 0,5 mg/kgbb per oral Anak - Kloral hidrat sirup 30 mg/kgbb
Antikolinergik
: - Atropin 0,02 mg/kgbb, IM atau IV pada saat induks maksimal 0,5 mg
Antasida
: - Ranitidine 150 mg per oral setiap 12 jam dan 2 jam sebelum operasi - Omeprazole 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi - Metoclopramide 10 mg per oral sebelum operasi
20
Sebelum Induksi Anastesi Sebelum memulai, periksalah jadwal pasien dengan teliti.Tanggung jawab untuk pemeriksaan ulang ini berada pada ahli bedah dan ahli anatesi. Periksalah apakah pasien sudah dipersiapkan untuk operasi dan tidak makan/minum sekurang-kurangnya 6 jam sebelumnya, meskipun bayi yang masih menyusui hanya dipuasakan 3 jam (untuk induksi anastesi pada operasi darurat, lambung mungkin penuh). Ukurlah nadi dan tekanan darah dan buatlah pasien relaks sebisa mungkin. Asisten yang membantu induksi harus terlatih dan berpengalaman. Jangan menginduksi pasien sendirian saja tanpa asisten.
Pemeriksaan Alat Penting sekali bila kita memeriksa alat-alat sebelum melakukan anastesi, karena keselamatan pasien tergantung pada hal ini. Kita harus mempunyai daftar hal-hal yang harus diperiksa dan bergantung pada alat anastesi yang sering digunakan. Pertama yakinlah bahwa alat yang akan dipergunakan bekerja dengan baik. Jika kita menggunakan gas kompresi, periksalah tekanan pada silinder yang digunakan dan silinder cadangan.Periksalah apakah vaporizer sudah disambung dengan tepat tanpa ada yang bocor, hilang atau terlepas, sistem pernapasan dan aliran gas ke pasien berjalan dengan baik dan aman. Jika kita tidak yakin dengan sistem pernapasan, cobalah pada diri kita (gas anastesi dimatikan). Periksalah fungsi alat resusitasi (harus selalu ada untuk persiapan bila terjadi kesalahan aliran gas), laringoskop, pipa dan alat penghisap. Kita
21
juga harus yakin bahwa pasien berbaring pada meja atau kereta dorong yang dapat diatur dengan cepat ke dalam posisi kepala dibawah, bila terjadi hipotensi mendadak atau muntah. Persiapkan obat yang akan digunakan dalam spuit yang diberi label, dan yakinkan bahwa obat itu masih baik kondisinya. Sebelum melakukan induksi anastesi, yakinkan aliran infus adekuat dengan memasukkan jarum indwelling atau kanula dalam vena besar, untuk operasi besar infus dengan cairan yang tepat harus segera dimulai.
2.12 Induksi Anestesi Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Sebelum memulai induksi anestesi, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS: S = Scope Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung.LaringoScope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang T = Tubes Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed)
22
A = Airway Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidungfaring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas T = Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut I = Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan C = Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi S = Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
Induksi intravena Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
23
Tiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan kepekatan 2,5% dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri.Pada anak dan manula digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat dosis tinggi. Propofol
(recofol,
diprivan)
intravena
dengan
kepekatan
1%
menggunakan dosis 2-3 mg/kgBB. Ketamin intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anestesi dengan ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan menggunakan sedative seperti midazolam. Ketamin tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan darah tinggi (tekanan darah >160 mmHg). Ketamin menyebabkan pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka. Induksi Intamuskular Sampai sekarang hanya ketamine yang dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur. Induksi inhalasi Teknik ini merupakan pilihan bila jalan napas pasien sulit ditangani.Jika induksi intravena, pada pasien seperti itu dapat menimbulkan kematian
akibat
hipoksia
jika
kita
tidak
dapat
mengembangkan
paru.Sebaliknya, induksi inhalasi hanya dapat dilakukan apabila jalan napas bersih sehingga obat anestesi dapat masuk. Jika jalan napas tersumbat, maka obat anestesi tidak dapat masuk dan anestesi didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga anestesi akan dangkal. Jika hal ini terjadi, bersihkan jalan napas.Induksi inhalasi juga digunakan untuk anak-anak yang takut pada jarum.
24
Intubasi Endotrakeal Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi. Indikasi intubasi endotrakeal :
Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Operasi-operasi pada kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan
Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tak ada ketegangan
Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol
Untuk mencegah kontaminasi trakea
Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal dengan pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke dalam gaster
Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme
Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord.
Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting yaitu : a. Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang cukup b. Posisi kepala dan leher yang tepat c. Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut
25
Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal : 1. Pipa endotrakea Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida.Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi dan anak kecil digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan dewasa dengan cuff supaya tidak bocor. Pipa endotrakea dapat dimasukkan melalui mulut atau melalui hidung.
Endotracheal Tube
26
Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil : a. Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + ¼ umur (thn) b. Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn) c. Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)
2. Laringoskop Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru.Laringoskop ialah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop :
Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)
27
Laringoskop Penilaian Mallampati Dalam
anestesi,
skor
Mallampati
digunakan
untuk
memprediksi
kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faucial. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade: 1. Grade I
: Pilar faring, uvula dan palatum mole terlihat jelas
2. Grade II
: Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring tidak
terlihat 3. Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat 4. Grade IV : Pilar faring, uvula dan palatum mole tidak terlihat.
28
Grade Mallampati Kesulitan dalam teknik intubasi:1 a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap b. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi c. Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth) d. Kesulitan membuka mulut e. Uvula tidak terlihat (mallampati 3 dan 4) f. Abnormalitas pada daerah servikal g. Kontraktur jaringan leher
Obat-Obat Anestesi Umum Obat-obat yang sering digunakan dalam anestesi umum adalah: 1. Gas Anestesi Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran. Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit, sehingga masih menjadi misteri dalam farmakologi modern.
29
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya : 1. Ambilan oleh paru 2. Difusi gas dari paru ke darah 3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya. Berikut adalah jenis gas anestetik inhalasi, diantaranya: N2O N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit. Halotan Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O.Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan tahapan anestesi dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan klinis pasien.
30
Isofluran Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk mengamati kedalaman anestesi adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Desfluran Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah singkat atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O. Sevofluran Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin. Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa. Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O
31
dan oksigen dapat dicapai dalam 1-3 menit.Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh. 2. Obat-obat Anestesi Intravena Yang dimaksud dengan intravenous anestesi adalah anestesi yang diberikan dengan cara suntikan zat (obat) anestesi melalui vena. a. Hipnosis 1. Golongan barbiturat (pentotal) Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya cepat (30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya habis, seperti zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan kesadaran dengan jalan memblok kontrol brainstem
Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20 detik (untuk orang dewasa)
2. Benzodiazepin Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan
sedasi
pada
Efek farmakologi benzodiazepine
pasien
dalam
merupakan
monitoring akibat
aksi
anestesi. gamma-
32
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine meningkatkan
tidak kepekaan
mengaktifkan reseptor
reseptor
GABA A melainkan
GABA A terhadap
neurotransmitter
penghambat. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45 mg/kg IV.
Propofol Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml= 10 mg). Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya diberikan lidokain 1-2 mg/kgBB intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kgBB. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 thn dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
Ketamin Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja singkat.Efek anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmitter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat.Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral.Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.Dosis ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM.Anestesi dengan
33
ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang
sampai
halusinasi.Keadaan
ini
dikenal
sebagai
anestesi
disosiatif.Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi, gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot.Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung sampai 1-2 jam.
b. Analgetik
Morfin Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahakan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ; (1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.
34
Fentanil Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV.Fentanyl merupakan opioid sintetik dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor μ. Fentanyl banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih singkat, efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular.
Meridipin Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia.Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin. Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
c. Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant) Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien secara intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari otot-otot rangka dan memudahkan dilakukannya operasi.
35
1. Pelumpuh otot depolarisasi Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik.Yang termasuk golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2 mg/kgBB IV. 2.Pelumpuh otot non-depolarisasi Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinikkolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja. Dosis
Durasi
(mg/kgBB)
(menit)
1. D-tubokurarin
0,4-0,6
30-60
2. Pankuronium
0,08-0,12
30-60
3. Metakurin
0,2-0,4
40-60
4. Pipekuronium
0,05-0,12
40-60
5. Doksakurium
0,02-0,08
45-60
6. Alkurium
0,15-0,3
40-60
Gallamin
4-6
30-60
Atrakurium
0,5-0,6
20-45
Vekuronium
0,1-0,2
25-45
Long Acting
Intermediate Acting
36
Rokuronium
0,6-1,2
30-60
Cistacuronium
0,15-0,2
30-45
a. Mivakurium
0,2-0,25
10-15
b. Ropacuronium
1,5-2
15-30
Short Acting
Pemulihan Pasca Anestesi Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR). Nilai Warna 1.
Merah muda, 2
2.
Pucat, 1
3.
Sianosis, 0
Pernapasan 1.
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
2.
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
3.
Apnoea atau obstruksi, 0
37
Sirkulasi 1.
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
2.
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
3.
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran 1. Sadar, siaga dan orientasi, 2 2. Bangun namun cepat kembali tertidur, 1 3. Tidak berespons, 0
Aktivitas 1. Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2 2. Dua ekstremitas dapat digerakkan,1 3. Tidak bergerak, 0 Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
Perawatan Pasien Pasca Bedah Sebagai ahli anastesi, anda bertanggung jawab terhadap perawatan pasien pada saat pemulihan.Lakukan observasi dengan mengukur nadi, tekanan darah dan frekuensi pernafasan secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal dan perdarahan yang berlanjut. Pada jam pertama setelah anestesi , merupakan saat yang paling berbahaya bagi pasien.
38
Reflek perlindungan jalan napas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah bangun, dan efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi pernapasan. Nyeri pada luka khususnya pada thoraks dan abdomen bagian atas, akan menghambat pasien untuk mengambil napas dalam atau batuk. Ini dapat menyebabkan berkembangnya infeksi di dada atau kolaps dasar paru dengan hipoksia lebih lanjut. Pasien yg masih belum sadar betul, sebaiknya dibaringkan dalam posisi miring, tetapi pasien dengan insisi abdomen, bila sudah benar-benar sadar , biasanya pernafasannya lebih enak dalam keadaan duduk atau bersandar. Oksigen harus selalu diberikan secara rutin pada pasien yang sakit dan pasien yg menjalani operasi yang lama. Cara yang paling ekonomis untuk memberikan oksigen selama masa pemulihan adalah melalui kateter nasofaring lunak 0,5-1 L/menit, yang akan menghasilkan udara inspirasi dengan konsistensi oksigen 30-40%. Jika dibutuhkan analgetik kuat, misalnya opium, berikan dosis pertama secara intravena, sehingga anda dapat menghitung dosis yg diperlukan untuk melawan rasa sakit dan juga bisa mengobservasi bila terjadi depresi pernapasan.Bila dibutuhkan, dosis intravena tersebut kemudian dapat diberikan secara intramuskular. Tempat pemulihan Tempat yang terbaik untuk masa pemulihan adalah kamar operasi itu sendiri, di mana semua peralatan dan obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi tersedia.Akan tetapi biasanya pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, sehingga kamar operasi dapat dibersihkan dan digunakan untuk operasi berikutnya.Ruang pemulihan harus bersih, dekat dengan kamar operasi sehingga anda bisa cepat
39
melihat pasien bila terjadi sesuatu.Alat penghisap harus selalu tersedia, juga oksigen dan peralatan resusitasi.Pasien yang tidak sadar jangan dikirim ke bangsal. Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan, kita harus melakukan penilaian sebagai berikut :
Apakan warna (membrane mukosa, kulit dan lain-lain)pasien baik jika bernapas?
Apakah pasien bisa batuk dan mempertahankan jalan napas yang lapang ?
Apakah ada obstruksi atau spasme laring ?
Apakah pasien bisa mengangkat kepala minimal 3 detik ?
Apakah frekuensi nadi dan tekanan darah pasien stabil ?
Apakah tangan dan kaki pasien hangat dan perfusinya baik ?
Apakah produksi urin baik ?
Apakah rasa sakit masih terkontrol, apakah sudah diberikan analgetik dan cairan?
Kunjungan pasca bedah dan pencatatan Kita harus selalu mengunjungi pasien paska bedah di ruangan selama pemulihan, untuk melihat apakah perlu terapi selanjutnya selama pemulihan terhadap efek obat-obat anestesi. Buatlah pencatatan teknik yang digunakan dan setiap komplikasi yang terjadi.
40
BAB III LAPORAN KASUS
1.
2.
IDENTITAS
Nama
: Syahrul Hasibuan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 50 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Desa Sitampa Batang Angkola
Pekerjaan
: Wiraswasta
Status Perkawinan
: Menikah
No RM
: 31 12 64
ANAMNESA Keluhan Utama
: Hidung tersumbat
Telaah
: Seorang pasien datang ke Rumah Sakit Haji
Medan dengan keluhan hidung tersumbat yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan hidung tersumbat ini dirasakan pada hidung sebelah kiri, Pasien juga mengeluhkan pusing dan penciumannya berkurang. Pasien juga mengatakan sering batuk dan pilek, dan jika pilek mengeluarkan ingus yang kental berwarna putih. Selain itu pasien juga mengatakan adanya benjolan pada rongga hidung sebelah kiri, yang menyebabkan keluhan hidung tersumbat. Benjolan tidak terasa nyeri.
41
Riwayat mimisan (-) .
3.
RPT
: (-)
RPO
: (-)
RPK
: (-)
PEMERIKSAAN FISIK Status Present
Keadaan Umum
: Tampak sakit
Vital Sign
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 82x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 36oC
Tinggi Badan
: 160 cm
Berat Badan
: 70kg
Pemeriksaan Umum
Kulit
: Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (kembali cepat)
Kepala
: Normocepali
Mata
: Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema palpebra (-/-)
Hidung
: Hidung luar: Bentuk (Normal), hiperemis (-), Nyeri tekan (-), Deformitas (-).
42
: Hidung dalam : tampak massa berwarna putih berukuran ± 3 cm pada cavum nasi sinistra.
Mulut
: Hiperemis pharing (-), Pembesaran tonsil (-)
Leher
: Massa (-), pembesaran KGB (-)
Thorax Jantung
Inspeksi
: tidak ditemukan kelainan
Palpasi
: iktus (tidak teraba)
Perkusi
: - Batas Jantung
Auskultasi
Atas: ICS II parasternalis sinistra
Kanan: ICS II linea parasternalis dextra
Kiri: ICS V linea midklavikula sinistra : Dalam batas normal
Paru
Inspeksi
:Pergerakan
nafas
simetris,
tipe
pernafasan
abdominotorakal, retraksi costae (-/-)
Palpasi
: Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi
: Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi
: Vesikuler seluruh lapang paru
43
Abdomen
Inspeksi
: Datar, Simetris
Palpasi
: Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi
: Nyeri Ketok (-)
Auskultasi
: Peristaltik (5x/ menit)
Ekstremitas
: Edema (-/-)
Genitalia :tidak dilakukan pemeriksaan
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium: Darah Rutin
Hb
: 13,4 g/dl
Ht
: 42,5 %
Eritrosit
: 5,2 x 106 /µL
Leukosit
: 8.200 / µL
Trombosit
: 337.000 /µL
Faal Hati SGOT
: 14 U/I
SGPT
: 20 U/I
Metabolik
KGDs
: 139 mg/dl
44
Fungsi Ginjal
5.
Ureum
: 21 mg/dl
Kreatinin
: 0,89 mg/dl
Resume Syahrul Hasibuan 50 tahun, dengan keluhan hidung tersumbat yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, Keluhan hidung tersumbat ini dirasakan pada hidung sebelah kiri, Pasien juga mengeluhkan pusing dan penciumannya berkurang. Pasien juga mengatakan sering batuk dan pilek, dan jika pilek mengeluarkan ingus yang kental berwarna putih. Selain itu pasien juga mengatakan adanya benjolan pada rongga hidung sebelah kiri, yang menyebabkan keluhan hidung tersumbat. Benjolan tidak terasa nyeri. Riwayat mimisan (-).
6.
RENCANA TINDAKAN
Tindakan
: polipektomi nasal sinistra
Anesthesi
: GA-ETT
PS-ASA
:1
Posisi
: Supinasi
Pernapasan
: Terkontrol dengan ventilator mekanik
45
7.
KEADAAN PRA BEDAH
Pre operatif B1 (Breath)
Airway
: Clear
RR
: 20x/menit
SP
: Vesikuler ka=ki
ST
: Ronchi (-), Wheezing (-/-)
B2 (Blood)
Akral
: Hangat/Merah/kering
TD
: 130/80 mmHg
HR
: 82x/menit
B3 (Brain)
Sensorium
: Compos Mentis, GCS= 15
Pupil
: Isokor, ka=ki 3mm/3mm
RC
: (+)/(+)
B4 (Bladder)
Urine Output : -
Kateter
: tidak terpasang
B5 (Bowel)
Abdomen
: Soepel
Peristaltik
: Normal (+)
Mual/Muntah : (-)/(-)
46
B6 (Bone)
8.
Oedem
: (-)
Fraktur
: (-)
PERSIAPAN OBAT GA-ETT
Premedikasi
Midazolam 3 mg
Fentanyl 100 mcg
Medikasi
Propofol
: 120 mg
Atracurium
: 40 mg
Sebelum tindakan ekstubasi
Prostigmin + Atropine (3:3)
15 menit setelah operasi selesai
Ketorolac 30 mg
Ranitidin 50 mg
Ondansentron 4 mg
Pernapasan O2
: 4 L/menit
N2O
:-
Sevoflurane
: pemberian awal 1,5% dan dilanjutkan dengan dosis 1%
47
Jumlah Cairan
PO
: RL 200 cc
DO
: RL 500 cc
Perdarahan
Kasa Basah
: 10 x 10
= 100 cc
Kasa 1/2 basah
:5x5
= 25 cc
Suction
: 50 cc
Jumlah
: 175 cc
EBV
: 70 x 70
= 4900 cc
EBL
10 %
= 490 cc
20 %
= 980 cc
30 %
= 1470 cc
Durasi Operatif
Lama Anestesi = 09.30 – selesai
Lama Operasi = 09.35 – 11.45 WIB
Teknik Anastesi : GA-ETT
Premedikasi dengan Inj. Midazolam 3 mg dan Inj. Fentanyl 100 mcg → Induksi: Propofol 120 mg → Sleep non apnoe → Inj. Atracurium 40 mg → Sleep apnoe → Oksigenasi dengan O2 5-10 menit sampai saturasi 99% Insersi ETT no. 7,5 → cuff (+)→ SP kanan = kiri → fiksasi.
48
Preoksigenasi → pernafasan terkontrol dengan Ventilator dan saturasi > 95%. 9. POST OPERASI
Operasi berakhir pukul
Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan
: 11.45 WIB
darah, nadi dan pernapasan dipantau setiap 15 menit selama 2 jam.
Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score > 9 o Pergerakan
:2
o Pernapasan
:2
o Warna kulit
:2
o Tekanan darah
:2
o Kesadaran
:2
PERAWATAN POST OPERASI
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan setelah dipastikan pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran serta vital sign stabil, pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran untuk istirahat selama 24 jam, makan dan minum sedikit demi sedikit apabila pasien sudah sadar penuh dan peristaltik normal.
10. TERAPI POST OPERASI
Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang
IVFD RL 37 gtt/menit
49
Minum sedikit-sedikit bila sadar penuh dan peristaltik (+) dan kembali dalam frekuensi yang normal
Inj. Ketorolac 30 mg/8jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12jam
Inj. Ondansetron 4 mg/10 jam
50
BAB IV KESIMPULAN
1. Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Umumnya
sebagian
besar
polip
ini
berasal
dari
celah
kompleks
osteomearal (KOM) yang kemudian tumbuh ke arah rongga hidung. 2. Indikasi untuk terapi pembedahan antara lain dapat dilakukan pada pasien yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi medikal . 3. Teknik anestesi yang paling sering digunakan untuk membantu berjalanya proses operasi adalah dengan menggunakan General Anestesi terutama GAETT.
51