Minniereida Lesscott Audy Lesscott Reynaldo Lesscott Aghatra Rownan Vivienne Blanchett Nico Walvoord Dayana amphfiss Laila Bouffard Marissa Dandellion Pamela Hettinger David Roden Daniel Berendt Minnie 1 : Oke Aku Pilih yang Ini
Tutttt.. Tuuttt…Tuutttt…. “Iya ‘babe’? “Sahut suara diseberang “Riss! Stop memanggilku dengan panggilan itu. Aku bukan babi kau tahu” protesku. “Oh ayolah Minnie, kau tidak romantis sama sekali kepadaku” “Hei! Kau bahkan bukan kekasihku Riss, untuk apa aku bersikap romantis kepadamu? Orang nanti akan mengira kita sepasang lesbian kau tahu” kataku dengan nada mengejek. “Terserahmu lah nona. Dasar cerewet” gerutunya. “Apa kau bilang?” tanyaku. “Ah tidak! Kau salah dengar ‘babe’” “Hei! Aku sudah bilang ka…” ucapanku yang belum selesai langsung dipotong “Hush! Stop! Aku bosan mendengarmu mengomel. Bahkan kau sudah mengomel sebanyak 6x hari ini. katakan apa yang membuatmu menelponku siang ini?”
Ahh shit bagaimana aku bisa lupa dengan tujuanku menelpon Marissa. Ini semua karena dia dan panggilan bodohnya itu yang seakan-akan aku adalah babi peliharaannya, tapi baginya itu adalah hal romantis. Eeuuuhh makin lama aku jijik dengan ratu drama yang satu ini. “Begini, seharian ini mom sudah menyodorkan 4 lowongan kerja kepadaku. Aku dipaksa untuk memilih salah satu dari 4 lowongan pekerjaan itu. Katanya dia sudah muak melihatku menjadi pengangguran selama 4 bulan ini.” jelasku padanya. “Lalu?” tanyanya yang kuyakini dia sekarang memasang wajah oon yang menjadi ciri khasnya. “Oh My God! Riss, apakah kau bodoh? Seharusnya kau tau aku menelponmu untuk meminta pendapat” jawabku tak sabar. “Hei! Aku tidak bodoh Minnie! Aku hanya sedikit terlambat dalam mencerna perkataan. Kau ingat hasil kelulusanku saat kuliah kemarin heh?” protesnya dengan nada mengejek. Yah sangat mengejutkan memang jika kalian harus melihat tampang bodoh milik Marissa mendapat nilai cumlaude saat kuliah di fakultas ilmu hukum. “ya..ya..ya.. Nona cerdas yang lamban” kataku sambil terkikik “Begini, temui aku di Café Auntum satu jam lagi. Aku tidak yakin jika hanya berbincang denganmu di telepon, bisa-bisa tagihan prabayarku membengkak hanya karna sibuk meminta pendapatmu” lanjutku “Bagaimana kalau aku jemput ke rumahmu, rasanya aku sudah lama tidak berbincang dengan tante Audy yang nyentrik itu, hihihi” kata Rissa menawarkan diri yang tentunya langsung kutolak. “No! itu ide buruk. Aku takut nanti aku akan menunggumu sampai lumutan di rumahku karena asik bergosip dengan mom, kemudian kita tidak jadi berdiskusi dan akhirnya sang putri hidup bahagia dengan sang pangeran huh!” jawabku dangan nada sakratis yang dismabut dengan tawa diseberang telepon. ”Hahaha. Minnie, Minnie.. Kau tahu, kau cocok sebagai seorang cenayang handal” “Yayaya apapun itu asalkan kau tidak perlu ke rumahku nanti. Bye Riss. Ingat satu jam di café Auntum” . Klik. Kataku dan langsung memutuskan sambungan. *** Tepat satu jam aku sampai di café Auntum dan melihat Marissa sudah duduk manis dengan salad buah yang ia pesan. Aku tidak heran kalau dia memesan salad buah, selama 2 bulan terakhir ini Marissa sudah mati-matian diet karena sepulangnya dari London berat badannya naik drastis 10 kg. dan aku harus tahan dengan ocehannya selama satu minggu full karena berat badannya. “Hei Minnie, kenapa lama sekali?” sambut Marissa “Hah? Lama kau bilang? Dude, coba kau lihat jam ini masih jam 1 lewat 5 menit” kataku sambil menunjuk jam yang ada di café Auntum.
“Hehehe, sorry ‘babe’ aku terlalu bersemangat untuk mendengar celotehmu hari ini” katanya semangat. “Sekali lagi kuingatkan Marissa Dandellion! Jangan memanggilku dengan panggilan menjijikkan itu okay” ucapku sambil memperingatinya. “Baik-baik, sorry Minnie. Cepat ceritakan masalahmu” “Riss sayang, dimana otakmu yang cerdas itu hah? Aku bahkan belum memesan apa-apa, dan kau sudah menyuruhku bercerita. Kau ingin mulutku berbusa karena kelelahan bercerita?” kataku sambil memutar bola mata. “Pesanlah yang kau mau, aku akan memanggil pelayannya. Hei pelayan..” katanya sambil melambaikan tangannya kepada pelayan “emm, bawakan aku oreo milkshake satu” kataku “ada yang lain nona?” Tanya pelayan tersebut sambil menulis pesananku “Hmm, tidak makasih” kataku, aku melihat pelayan itu mulai pergi dengan gerakan bokong yang ke kiri dan ke kanan seperti mencari perhatian pelanggan ditambah dengan make up yang lumayan menor, menurutku dia lebih cocok menjadi model iklan makanan hewan daripada menjadi pelayan si restoran ini. “Oke nona manis, sambil menunggu minumanmu bagaimana kalau kau bercerita sedikit” kata Marissa menggodaku “Baik, begini ceritanya.. bla..bla..bla..”
*Flashback on* “Minnie!!! Bangun sekarang!” teriakan mom selalu berhasil membangunkanku. Dari 4 manusia yang hidup di rumah ini, hanya satu makhluk yang bisa membangunkan tidur pagiku yaitu mom. Entah mengapa suara mom yang merdu (menurut dad) itu bisa membangunkan tidurku. Padahal setauku Dad punya suara yang lebih menggelegar untuk membangunkanku dan Kakak laki-lakiku bahkan bisa sampai menjatuhkanku dari tempat tidurku namun sayangnya dad dan kakakku selalu gagal membangunkan. “Ok mom, aku sudah bangun” kataku dengan malas bangun dari tempat tidur dan segera ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah mencuci muka, aku langsung menghampiri mom, dad, dan Aldo di ruang tengah—berharap aku tidak membuat ulah dengan mereka--. “Nah! Ini dia anak gadis kita mom. Coba kau lihat wajahnya yang masih malas dan matanya yang sayu, apakah kau yakin dia akan mendengarkan apa yang kita bicarakan kepadanya?” kata dad sambil tersenyum kea rah mom.
“heh? Kau ragu dengan keputusanku hah! Aku optimis kali ini dia tidak akan menghindar” kata mom semangat. “hei! Apa yang kalian bicarakan sebenarnya? Aku tidak mengerti” kataku sambil mengerutkan alis “lebih baik kau duduk dulu sist” kata Aldo sambil menunjukkan tempat dudukku. “Well, langsung saja. Minnie kau mau pilih yang mana?” kata mom langsung menyodorkan 4 kertas buram yang dapat langsung kukenali. Ini kertas lowongan kerja! “Mom please ini masih terlalu pagi untuk membahas ini. Apakah kau tidak mau menyuruhku untuk mandi dan sarapan terlebih dahulu?” omelku lemah “Minnie, ini harus dibahas secepat mungkin. Kau tahu, aku dan ayahmu sudah jengah melihatmu menjadi seorang pengangguran yang kerjaannya hanya makan, tidur, dan masak. Tidakkah kau ingin mencari kesibukan dan mendapat penghasilan?” jelas mom panjang lebar. “Iya benar Minnie, umurmu sudah 23 tahun dank au sudah menganggur 4 bulan terakhir ini. Kau juga tidak menghabiskan waktumu di luar bersama teman-temanmu kecuali siapa itu perempuan narsis yang menjadi sahabatmu emm…” “Dia punya nama dad, namanya Marissa” kataku dengan malas “Ah ya, Marissa. Dan dia punya pekerjaan bukan? Tidakkan kau malu dengannya Minnie?” lanjut dad memasang wajah sok sedih. “Baik-baik! Jangan memborbardirku seperti itu. Sekarang biar aku lihat lowongan pekerjaan apa yang kali ini kalian sosdorkan kepadaku” kataku sambil mengambil kertas yang ada di depan mom. Hmm.. tidak terlalu buruk melihat pilihan mereka jatuh pada lowongan menjadi koki. Setidaknya ini lebih baik daripada yang diberikan oleh Aldo minggu lalu, entah Aldo berniat mengerjaiku atau dia memang bodoh memilih lowongan kerja sebagai penyanyi di café terkenal, Hei! Bukan aku menolak karena suaraku yang buruk yaa, tapi melihat penampilanku yang lumayan tomboy aku tentunya harus berpikir dua kali untuk menjadi penyanyi café dengan pakaian ketat dan seksi yang membuat para pengunjung laki-laki meneteskan air liur mereka. Oke kembali ke lowongan kerja yang ada di tanganku sekarang. Dari 4 lowongan kerja tersebut aku lihat di kertas pertama dan kedua, mereka (yang menyebarkan brosur lowongan kerja) sedang membutuhkan koki pribadi. Syarat dan ketentuan memang mudah kau cukup pandai memasak dan rajin, aku berpikir kalau aku jadi koki pribadi mungkin aku akan mati kebosanan karena tidak memiliki teman di rumah mereka dan kerjaanku hanya memasak makanan sang empunya rumah. Lalu mataku beralih ke kertas ketiga dimana mereka mencari koki di sebuah café bernama ‘Tami Nuts’ yang menurut informasi itu adalah café yang baru saja dibuka 3 minggu lalu, aku tidak ingin mengambil resiko di café baru meskipun aku pandai memasak tapi bukan berarti aku tidak perlu bimbingan dan menurutku café yang baru saja buka menuntut koki nya untuk mengerti menu makanan dalam waktu singkat. Aku menggelengkan kepala lalu beralih ke kertas ke empat, hmm.. menarik menurutku. Restoran ‘Ata Krenzi’ sedang mencari
koki handal untuk mengisi kekurangan koki di restoran mereka, tapi aku berpikir itu adalah restoran terkenal sejagat kota dan berarti tidak mudah untuk mendapatkan posisi koki disana. Huft! Kenapa aku jadi dilema begini, aku masih sulit menentukan pilihan ditambah kondisiku ynag masih ngantuk berat. “Jadi bagaimana sayang?” Tanya mom yang membuyarkan lamunanku “Hmm, aku masih bingung mom, ada yang berniat memberiku masukan mungkin?” tanyaku sambil melemparkan pandangan ingin tahu kea rah mom, dad, dan Aldo. “Menurutku sist, kenapa kau tidak mencoba menjadi koki pribadi keluarga Rachel? Karena setahuku mereka keluarga kaya dan hangat” kata aldo membuka suara. “menurutku kau tidak cocok disana nanti kalau kau tidak bisa menyesuaikan diri di rumah keluarga itu yang ada kau malah lebih cepat dipecat bukan, bagaimana kalau di restoran ‘Ata Krenzi’ itu restoran terkenal dan ada temanku seprofesi yang bekerja di sana dan dia bertahan selama 5 tahun lebih” kata ayahku menyanggah pendapat Aldo. “no..no.. menurutku Minnie masih terlalu muda untuk mencoba bekerja di restoran mahal itu, bekerja di café Tami Nuts adalah pilihan yang tepat” kata ibu sambil menyilangkan tangan di dada. “Stop… kalian tahu, sepertinya aku salah meminta pendapat kepada kalian. Kalian malah mebuatku semakin dilema” kataku yang sedang sok memegang kepala seakan frustasi. “Hei, mengapa kau jadi menyalahkan kami sist. Kau yang meminta pendapat kami bukan?” sergah Aldo “Ah terserahlah, entah kenapa kepalaku mulai pusing. Akan kupikirkan lagi nanti mengenai lowongan kerja ini” kataku sambil berdiri dengan niat meninggalkan mereka di ruang tengah “Aku tidak mau mendengar kata “nanti” darimu Minnie. Kami butuh jawaban secepatnya”omel mom yang tepat menghentikan langkahku. “errrr… nanti sore okay, aku butuh waktu luang untuk memikirkan ini semua” gerutuku “baiklah kami tunggu keputusanmu ma little bear” kata dad yang membuatku mengernyitkan dahi.
*flasback off* “Hahahaha dude, kau tahu aku berharap menjadi anggota keluargamu yang unik itu” kata Marissa tertawa setelah mendengar ceritaku. “Oh man, tidakkah kau lihat aku frustasi dengan mereka. Yah aku tahu meskipun mereka aneh tapi aku bersyukur mempunyai mereka dan beruntung bahwa kau bukanlah saudraaku” kataku sinis. “Hei, kau akan menyesal setelah mengatakan itu kau tahu” Marissa mengejekku kali ini.
“Baiklah bagaimana pendapatmu? Lowongan kerja mana yang akan kupilih nanti?” tanyaku untuk mengalihkan pembicaraan. Hei salah! Bukan mengalihkan pembicaraan, namun mengembalikan topik pembicaraan yang sempat melenceng. “menurutku lebih baik kau memilih sebagai koki di restiran terkenal ‘Ata Krenzi’ tentu saja nanti kau akan populer seperti chef Amanda, iya kan. Kemudian kau akan dikelilingi pria-pria keren nanti” kata Marissa semangat. “Riss!!! Aku sedang mencari pekerjaan, bukan mencari pacar dengan cara menjadi koki” ucapku kesal “hahaha okay okay Minnie, aku hanya prihatin padamu yang sampai saat ini belum meiliki pacar heh..” katanya mengejek “Riss! Aku tidak semenyedihkan itu!” kataku sambil menyubit lengannya. “Auuuww, dasar perempuan jadi-jadian. Pantas saja kau tidak memiliki pacar sampai sekarang” kata Marissa sambil memegangi lengannya yang kucubit. Sekali lagi aku mencubit lengannya karena geram dengan ucapannya, aku bukan tidak pernah pacaran aku pernah pacaran setidaknya terakhir kali 4 tahun lalu jadi aku sudah menjomblo selama 4 tahun. “Auuwww bisakah kau menhentikan kebiasaan burukmu itu? Kalau kau sekali lagi mencubitku, aku akan diam dan tidak akan memberimu solusi” ancamnya sambil mengacungkan satu jarinya. “baik..baik.. aku diam sekarang bagaimana pendapatmu. Aku berharap bukan pendapat konyol yang keluar dari mulutmu itu” kataku lalu menyeruput oreo milkshake milikku. “Well, aku serius kau tetap harus memilih restoran ‘Ata Krenzi’, maksudku kau pandai memasak Minnie, ditambah ayahmu adalah seorang kepala koki di restoran tentunya tidak susah bukan untuk seorang Minnie ya kan.. ya kan..” kali ini aku mulai emmikirkan kata-kata Riss yang bisa kukatakan hampir benar. “Daaaannnn…” lanjut Riss berbisik. “apa?” tanyaku penasaran “kata temanku owner disana tampan. Hihihi” kata Riss terkikik dan langsung mendapat hadiah cubitan dariku. “Hei.. aku bercanda ‘babe’ maksudku, itu adalah tempat terkenal dan tentu saja kau akan mendapatkan gaji yang besar bukan” jelas Riss sambil manik turunkan alisnya. “hmm.. kali ini kau benar Riss, aku yakin pilihanmu kali ini benar. Dan ingat sekali lagi kau memanggilku dengan sebutan babi maka aku tidak segan akan mencakar wajah mulusmu itu” kataku mengintimidasi. “Well Minnie, itu tidak adil, disini aku sudah memberikanmu solusi bukan. Seharusnya kau berterima kasih padaku” kata Riss membela diri.
“okay, terima kasih Marissa Dandellio ” ucapku sambil pura-pura menunduk. “Hei kau kira aku hanya menerima ucapan terima kasih setelah otakku berpikir keras?” “Jadi kau mau apa hah?” tanyaku bingung “Hmm.. bagaimana kalau kau bayarkan saladku hari ini. itupun kalau kau masih punya uang untuk membayarnya hahaha” kata Riss mengejekku lagi. “Hei meskipun aku pengangguran tapi bukan berarti aku melarat!” kataku sambil megeluarkan dompet dan membayar bill. Sejenak aku berpikir. Hmm.. sepertinya semua perkataan Riss bena. Oke aku pilih yang ini, aku langsung memisahkan lembar lowongan kerja ke empat(restoran ‘Ata Krenzi’) di dalam saku dan menaruh 3 lembar lainnya di dalam tas.