Tgs Isbd.docx

  • Uploaded by: Dwi Okta Larassakti
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tgs Isbd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,636
  • Pages: 14
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

DI SUSUN OLEH :

Nama

Kelas

: Dewi Parwati

12154011227

Mulia Novita Wulandari

12154011221

Noviantri

12154011222

Puspa Aulia Savitri

121540112

: PSKb 3 Reg A3

Dosen Pembimbing Sari Misnaini, S.Pd

TAHUN AJARAN 2013/2014 KEBIDANAN STIK BINA HUSADA PALEMBANG

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini merupakan tugas yang diberikan dari Ibu Sari Misnaini, S.Pd. Beliau adalah dosen yang mengajar Ilmu Sosial Budaya Dasar. Dengan tersusunnya makalah ini, kami selaku penulis mendapat bantuan dari beberapa narasumber. Oleh karena itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membimbing kami. Kami selaku punyusun makalah ini sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini yang disebabkan karena adanya keterbatasan dan kemampuan kami. Saran dan Kritik sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 25 September 2013

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah 1. Jelaskan konsep dasar asuhan persalinan ! 2. Jelaskan sebab-sebab mulainya persalinan ! 3. Jelaskan tahapan persalinan ! 4. Apa tujuan asuhan persalinan ? 5. Jelaskan tanda-tanda

persalinan

!

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum : Agar pembaca bisa mengerti dan memahami : 1. Konsep dasar asuhan persalinan 2. Sebab-sebab mulainya persalinan 3. Tahapan persalinan 4. Tujuan asuhan persalinan 5. Tanda-tanda persalinan 1.3.2 Tujuan Khusus : 1. Bagi mahasiswa Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “ Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir” sebagai salah satu bagian dalam pengambilan nilai Mata Kuliah. 2. Bagi Dosen Makalah ini dapat membantu dosen sebagai pengambilan pertimbangan nilai mahasiswa.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hakikat; Fungsi dan perwujudan nilai, moral dan hukum 1. Pengertian Moral ` Terdapat beberapa bidang filsafat yang ada hubungannya dengan cara manusia mencari hakikat sesuatu, satu di antaranya adalah aksiologi (filsafat nilai) yang mempunyai dua kajian utama yakni estetika dan etika. Keduanya berbeda karena estetika berhubungan dengan keindahan sedangkan etika berhubungan dengan baik dan salah, namun karena manusia selalu berhubungan dengan masalah keindahan, baik, dan buruk bahkan dengan persoalan-persoalan layak atau tidaknya sesuatu, maka pembahasan etika dan estetika jauh melangkah ke depan meningkatkan kemampuannya untuk mengkaji persoalan nilai dan moral tersebut sebagaimana mestinya. Menurut Bartens ada tiga jenis makna etika, yaitu: 1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. 2. Etika berarti juga kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). 3. Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk (filsafat moral). Dalam bidang pendidikan, ketiga pengertian di atas menjadi materi bahasannya, oleh karena itu bukan hanya nilai moral individu yang dikaji, tetapi juga membahas kode-kode etik yang menjadi patokan individu dalam kehidupan sosisalnya, yang tentu saja karena manusia adalah makhluk sosial. Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.  Nilai Moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia Nilai erat hubungannya dengan manusia, dalam hal etika maupun estetika. Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama akan memandang nilai sebagai sesuatu yang objektif, apabila dia

memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang menilainya. Kedua, memandang nilai sebagai sesuatu yang subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya. Dua kategori nilai itu subjektif atau objektif: Pertama, apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita mendambakannya karena objek itu memiliki nilai Kedua, apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek, atau kita mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai mendahului dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita (Frondizi, 2001, hlm. 19-24). 

Nilai di Antara Kualitas Primer dan Kualitas Sekunder

Kualitas primer yaitu kualitas dasar yang tanpanya objek tidak dapat menjadi ada, sama seperi kebutuhan primer yang harus ada sebagai syarat hidup manusia, sedangkan kualitas sekunder merupakan kualitas yang dapat ditangkap oleh pancaindera seperti warna, rasa, bau, dan sebagainya, jadi kualitas sekunder seperti halnya kualitas sampingan yang memberikan nilai lebih terhadap sesuatu yang dijadikan objek penilaian kualitasnya. Perbedaan antara kedua kualitas ini adalah pada keniscayaannya, kualitas primer harus ada dan tidak bisa ditawar lagi, sedangkan kualitas sekunder bagian eksistesi objek tetapi kehadirannya tergantung subjek penilai. Nilai bukan kualitas primer maupun sekunder sebab nilai tidak menambah atau memberi eksistensi objek. Nilai bukan sebuah keniscayaan bagi esensi objek. Nilai bukan benda atau unsur benda, melainkan sifat, kualitas, yang dimiliki objek tertentu yang dikatakan “baik”. Nilai milik semua objek, nilai tidaklah independen yakni tidak memiliki kesubstantifan.  Metode Menemukan dan Hierarki Nilai dalam Pendidikan Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang selanjutnya diambil sebuah keputusan, nilai memiliki polaritas dan hierarki, yaitu: 1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai (polaritas) seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelekan. 2.

Nilai tersusun secara hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya.

Ada beberapa klasifikasi nilai yaitu klasifikasi nilai yang didasarkan atas pengakuan, objek yang dipermasalahkan, keuntungan yang diperoleh, tujuan yang akan dicapai, hubungan antara pengembangan nilai dengan keuntungan, dan

hubungan yang dihasilkan nilai itu sendiri dengan hal lain yang lebih baik. Sedangkan Max Scheller berpendapat bahwa hierarki terdiri dari, nilai kenikmatan, kehidupan, kejiwaan, dan nilai kerohanian. Dan masih banyak lagi klasifikasi lainnya dari para pakar, namun adapula pembagian hierarki di Indonesia (khususnya pada masa dekade Penataran P4), yakni, nilai dasar, nilai instrumental, dan yang terakhir nilai praksis. 2.Pengertian Nilai Nilai Sosial adalah nilai yang tertanam dalam kehidupan bermasyarakat, diantaranya: kesetiakawanan, kepedulian terhadap sesama, menyukai kerjasama, aktif bermusyawarah, aktif bergotongroyong, cepat tanggap terhadap apa yang menimpa tetangga, dan seterusnya. Sayangnya, saat ini nilai sosial di masyarakat Indonesia sebagian banyaknya mengalami penurunan drastis antara tetangga mulai berjarak, kebersamaan mulai menjemukan lebih senang sendirisendiri pada akhirnya banyak kasus jika menengok orang meninggal karna hanya ingin dapatkan bingkisan nasi bukan berniat meringankan beban atau menghiburnya, rumah pun dipagari dengan setinggi-tingginya bermaksud tidak menyelinap secara diam-diam (ada kecurigaan sosial yang tidak jelas alasannya), bekerja bakti pun terkadang harus diiming-iming dengan upah yang akan didapatkannya sehingga segala sesuatu itu sekarang ditentukan oleh nominal uang, mungkin tidaklah aneh semua itu terjadi disebabkan susahnya mencari uang akhirnya beberapa jalan yang sekiranya tidak pantas pun sering dilakukan oleh masyarakat sekarang. Walaupun begitu banyaknya pakar yang mengemukakan pengertian nilai, namun ada yang telah disepakati dari semua pengertian itu bahwa nilai berhubungan dengan manusia, dan selanjutnya nilai itu penting.Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada dasarnya upaya memberikan pengertian secara holistik terhadap nilai, akan tetapi setiap orang tertarik pada bagian bagian yang “relatif belum tersentuh” oleh pemikir lain. Definisi yang mengarah pada pereduksian nilai oleh status benda, terlihat pada pengertian nilai yang dikemukakan oleh John Dewney yakni, Value Is Object Of Social Interest, karena ia melihat nilai dari sudut kepentingannya. 

Makna Nilai bagi Manusia

Nilai itu penting bagi manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena dianggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar manusia yaitu terdapat pada objek, sehingga

nilai lebih dipandang sebagai kegiatan menilai. Nilai itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan harus diaplikasikan dalam perbuatan.  Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral Persoalan merosotnya intensitas interaksi dalam keluarga, terputusnya komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan mengakibatkan merosotnya fungsi keluarga dalam pembinaan nilai moral Keluarga bisa jadi tidak lagi menjadi tempat untuk memperjelas nilai yang dipegang bahkan sebaliknya menambah kebingungan nilai bagi si anak. 

serta anak, anak. harus

Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral

Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang dimilikinya, pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif jika isu dan kebiasaan teman itu positif juga, sebaliknya akan berpengaruh negatif jika sikap dan tabiat yang ditampikan memang buruk, jadi diperlukan pula pendampingan orang tua dalam tindakan anak-anaknya, terutama bagi para orang tua yang memiliki anak yang masih di bawah umur. 

Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu

Orang dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan dengan anak-anak adalah memberi tahu sesuatu kepada mereka: memberi tahu apa yang harus mereka lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di mana harus dilakukan, seberapa sering harus melakukan, dan juga kapan harus mengakhirinya. Itulah sebabnya seorang figur otoritas (bisa juga seorang public figure) sangat berpengaruh dalam perkembangan nilai moral. 

Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral

Setiap orang berharap pentingnya memerhatikan perkembangan nilai anak-anak. Oleh karena itu dalam media komunikasi mutakhir tentu akan mengembangkan suatu pandangan hidup yang terfokus sehingga memberikan stabilitas nilai pada anak. Namun ketika anak dipenuhi oleh kebingungan nilai, maka institusi pendidikan perlu mengupayakan jalan keluar bagi peserta didiknya dengan pendekatan klarifikasi nilai. 

Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral

Pendidikan tentang nilai moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih berorientasi pada upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat dimungkinkan bila melihat eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu sendiri, meskipun diakui bahwa ada pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang memiliki orientasi yang berbeda.



Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral

Munculnya berbagai informasi, apalagi bila informasi itu sama kuatnya maka akan mempengaruhi disonansi kognitif yang sama, misalnya saja pengaruh tuntutan teman sebaya dengan tuntutan aturan keluarga dan aturan agama akan menjadi konflik internal pada individu yang akhirnya akan menimbulkan kebingungan nilai bagi individu tersebut. 3.Manusia Dan Hukum

·

Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia, masyarakat, dan hukum merupakan pengertian yang tidak bisa dipisahkan. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum mana yang melaksanakannya. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum. Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama: m a s y a r a k a t. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan). Hubungan Hukum Dan Moral Hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral dan perundang-undangan yang immoral harus diganti. Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dengan moral.

K. Bertens menyatakan ada setidaknya empat perbedaan antara hukum dan moral, pertama, hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas (hukum lebih dibukukan daripada moral), kedua, meski hukum dan moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap bathin seseorang, ketiga, sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas, keempat, hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara sedangkan moralitas didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi para individu dan masyarakat. 2.2 Keadilan, Ketertiban dan Kesejahteraan Dalam upaya memanusiakan manusia (homohumanus = manusia yang bersikap manusia, berbudaya dan halus). Manusia harus memahami dan menghayati konsep keadilan, penderitaan, cinta kasih, tanggung jawab, pengabdian, pandangan hidup, keindahan dan kegelisahan. 1. Pengertian Keadilan Keadilan adalah pengakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Pengakuan atas hak hidup individu harus diimbangi melalui kerja keras tanpa merugikan pihak lain, karena orang lain punya hak hidup seperti kita. Jadi kita harus member kesempatan pada orang lain untuk mempertahankan hidupnya. Prinsipnya keadilan terletak apada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Tindakan-tindakan yang menuntut hak dan lupa pada kewajiban merupakan pemerasan. Sedangkan tindakan yang hanya menjalankan kewajiban tanpa menuntut hak berakibat pada mudah diperbudak atau dipengaruhi orang lain. Pengertian Keadilan: Keadilan oleh Plato diproyeLsikan pada diri manusia schingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan pcrasaannya dikendalikan oleh akal. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproycksikan pada pemerintah, schab pemerintah adalah pimpinan pokok yang mencntukan dinamika masyarakat. Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang terschut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian

yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan. Keadilan dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalarn kehidupan manusia karena dalam ludupnya manusia menghadapi keadilan / ketidakadilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan, seperti drama, puisi, novel, musik dan lain-lain. Jadi keadilan bila disimpulkan adalah : 1. Kesadaran adanya hak yang sama bagi setiap warga Negara 2. Kesadaran adanya kewajiban yang sama bagi setiap warga Negara 3. Hak dan kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran yang merata. Ciri-ciri keadilan adalah : 1. Tidak memihak 2. Sama hak 3. Sah menurut hokum 4. Layak dan wajar 5. Benar secara moral Sedangkan akibat dari ketidakadilan adalah : 1. Kehancuran : diri, keluarga, perusahaan, masyarakat, bangsa dan Negara 2. Kezaliman yaitu keadaan yang tidak lagi menghargai, menghormati hak-hak orang lain, sewenang-wenang merampas hak orang lain demi keserakahan dan kepuasan nafsu. Macam-macam Keadilan : 1. Keadilan Legal (keadilan moral) Dalam suatu komunitas yang adil, setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasar yang paling cocok baginya (the man behind the gun). Rasa keadilan akan terwujud bila setiap individu melakukan fungsinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, keadilan tidak akan terjadi bila ada intervensi pada pihak lain dalam melaksanakan tugas kemasyarakatan dan hal ini dapat memicu pertentangan, konflik dan ketidakserasian. 2. Keadilan Distributive Keadilan akan terlaksana bila hal yang sama diperlukan secara sama dan hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama diperlakukan secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Contoh : gaji pegawai lulusan smu dan sarjana harus dibedakan. Fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat sebagai berikut: a. Sebagai pengatur tata tertib hubungan masyarkat. Sebagai pengatur tata tertib, hukum memberi petunjuk kepada kehidupan bermasyarakat, mana yang baik dan

mana yang tidak, mana yang harus diperbuat dan mana yang tidak boleh diperbuat. Dengan demikian, segala sesuatunya dapat berjalan tertib dan teratur. Disamping itu, karena hukum mempunyai sifat memaksa, yang melanggar peraturan akan dikenai sanksi hukuman. b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadaan sosial lahir dan batin. Hal itu dikarenakan hukum mempunyai: 1) Ciri memerintah dan melarang. 2) Mempunyai sifat memaksa. 3) Mempunyai daya yang mengikat fisik dan psikologis. Dengan demikian, hukum dapat memberi keadilan yaitu menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar serta memaksa agar peraturan itu ditaati sehingga terwujud keadilan sosial lahir dan batin. c. Sebagai fungsi kritis. Yang dimaksud dengan fungsi kritis hukum ialah daya kerja hukum yang dapat melakukan pengawasan tidak hanya terbatas pada aparatur pengawas saja tetapi juga termasuk aparatur penegak hukum. a. Sebagai penggerak pembangunan, daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat dipergunakan atau didayagunakan untuk menggerakan pembangunan.

B.

PROBLEMATIKA NILAI, MORAL, DAN HUKUM DALAM MASYARAKAT DAN NEGARA Terbentuknya nilai dari hubungan yang bersifat ketergantungan sikap manusia terhadap nilai dari suatu maka manusia akan berbuat sesuatu yang merupakan modal dasar dalam menjalin kehidupan manusia. Dengan menilai dapat menentukan moral seseorang, apakah baik buruknya sepanjang niali itu dalam arti positif berarti perubahan bermoral , begitu juga sebaliknya jika nilai itu dalam arti negatif berarti perbuatan yang amoral. Perbuatan yang bersifat amoral inilah yang dijadikan problema dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tujuan hukum mengatur pergaulan hidup secara damai, ditinjau dari aspek lahiriah yaitu untuk mencapai ketertiban atau kedamaian, dan jika di tinjau dari aspek batiniah yaitu untuk mencapai ketenangan atau ketentraman. Statu contoh adalah masalah perkawinan. Semua orang tahu bahwa tujuan dari perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga sakinah mawadah warahmah, akan tetapi kenyataan-kenyataan yang ada banyak problem yang terjadi dalam keluarga, misalnya: terjadi kekerasan dalam rumah tangga, seorang suami tidak bertanggung jawab pada anak dan istri dan lain sebagainya. Dengan nilai dari perkawinan tidak terwujud sebagaimana yang kita dambakan. Secara hukum suatu perkawinan itu dapat diakui oleh negara apanila dilakukan dihadapan catatan sipil

(untuk penduduk non Islam) dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA, untuk penduduk Islam), namur kenyataannya masih banyak istilah kawin sirih (kawin di bawah tangan), bahkan ada juga yang dikenal dengan “kawin kontrak”. Problema yang demikian harus diperhatikan dan perlu dipikirkan secara arif dan bijaksana baik oleh kalangan masyarakat awam maupun oleh pemerintah, karena sifat perkawinan yang demikian ini sangat merugikan bagi kaum perempuan dan nasib anak-anak. Karena dengan perkawinan sirih dan perkawinan sirih dan perkawinan kontrak ini, dengan begitu mudah kaum laki-laki untuk meninggalkannya, bahkan ingin terlepas dari tanggung jawabnya. Perkawinan itu apabila dilakukan menurut prosedur atau menurut aturanaturan yang ada dalam suatu masyarakat, maka orang yang melaksanakan perkawinan demikian dikatakan yang bermoral. Juga sebaliknya jika perkawinan yang dilakukan tidak melalui prosedur atau tidak dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu maka perkawinan itu dikenal dengan cara tidak bermoral. Maka yang perlu kita ketahui dalam hal ini di samping hukum dasar yang tertulis ada hukum yang tidak tertulis, yaitu misalnya “hukum adat perkawinan” yang setiap daerah mempunyai adat masing-masing. Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat untuk terwujudnya apa yang dikatakan ketertiban atau keamanan, dan ketenangan atau ketentraman maka harus patuh lepada hukum yanng berlaku dan mennjalani nilai-nilai yang ada di masyarakat dengan baik dan sempurna.

Perwujudan Masyarakat Bermoral dan Taat Hukum 1. Masyarakat Bermoral Seringkali kita mendengar kata “moral” diucapkan banyak orang seperti ungkapan, amoral, moralitas bangsa, dasar tidak bermoral, anak tidak bermoral, moral bejat, tidak punya moral, dasar tidak punya moral dan lain sebagainya. Kata moral seringkali diucapkan orang dan biasanyakata-kata seperti itu akan sering muntah begitu saja jika dalam kondisimarah dalam bentuk umpatan atau juga sering diucapkan dalam memberisuatu nasehat atau dakwah, seperti seringkali di katakan oleh para ustad,para kyai maupun para pemimpin. Pengertian Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyainilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinyadia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki olehmanusia.Ciri manusia bermoral atau manusia tidak bermoral dapat dilihatdari pengertian dan beberapa istilah terkait pengertian moral. Ciri orangbermoral dan tidak bermoral adalah jika seseorang melakukan tindakansesuai dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku ditengah masyarakat tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan kehidupan sesuai aturanyang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki moral.Kata moral atau akhlak sering

kali digunakan untuk menunjukkan padasuatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengannilai-nilai kehidupan pada seseorang. Terlepas dari perbedaan kata yangdigunakan baik moral, etika, akhlak, budi pekerti mempunyai penekananyang sama, yaitu adanya kualitas-kualitas yang baik yang teraplikasi dalam perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik sifatsifatyang ada dalam dirinya maupun dalam kaitannya dengan kehidupanbermasyarakat.Nilai baik sekaligus ciri manusia bermoral sebagai makhluk individu dapat dilihat dengan adanya perilaku seperti jujur, dapatdipercaya, adil, bertanggung jawab dan lain-lain, maupun sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dengan masyarakat, seperti kejujuran,penghormatan sesama manusia, tanggung jawab, kerukunan,kesetiakawanan, solidaritas sosial dan sebagainya. 2. Kesadaran Hukum Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya.Dalam konteks hubungan dengan sesama perlu adanya keteraturansehingga setiap individu dalam berhubungan secara harmonis denganindividu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebutdiperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum. Hukum dalam masyarakatmerupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkinmenggambarkan hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat.Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yangmenyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yangmenyatakan kegunaan, ada yang kepastian hukum dan lain-lain. Akantetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan hukum yang utama dapatdireduksi untuk ketertiban (order). Mochtar Kusumaatmaja (2002,hlm.3) mengatakan “ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segalahukum, kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertibansebagai tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya”. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya kepastiandalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, sepertikaidah agama, kaidah susila, kesopanan, adat kebiasaan dan kaidah moral.Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakankaidah-kaidah lain tersebut,bahkan antara kaidah hukum dengan kaidahlain saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipunada kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut. Dahlan Thaib (2001,hlm.3) mengatakan bahwa hukum itumerupakan hukum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggotamasyarakat ; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yangdirumuskan dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadirealitas hukum dalam kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengandemikian hukum sebagai kaidah sosial, tidak lepas dari nilai (values) yangbrlaku pada suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itumerupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.Kesadaran hukum pada hakikatnya berpangkal

pada adanya suatu pengetahuan tentang ketentuan hukum yang mengatur hidup dalam hidup bersama. Dari pengakuan mengenai ketentuan hukum ini akan lahir suatupengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang dimaksud, sehingga timbul penghayatan terhadap ketentuan hukum tersebut. Kalau kondisi seperti ini telah terdapat pada suatu negara selakupelaku pendukung negara, maka terbinalah kesadaran hukum, yang berartipula ketertiban dan kepastian hukum dalam kehidupan bersama tercipta. Daftar Pustaka

http://pendidikan-emaagustina.blogspot.com/2011/05/bab-vi-manusia-nilai-moral-danhukum.html

Related Documents

Tgs
May 2020 26
Tgs
June 2020 20
Tgs
May 2020 22
Tgs
May 2020 25
Tgs!
October 2019 40
Tgs
May 2020 23

More Documents from ""

Ch.docx
April 2020 12
Tgs Isbd.docx
April 2020 8
Desain Volume.docx
April 2020 15
Hipertensi 1.docx
April 2020 12
Imunisasi.docx
April 2020 12