Imunisasi.docx

  • Uploaded by: Dwi Okta Larassakti
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Imunisasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,619
  • Pages: 11
MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI, BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH Imunisasi

Disusun oleh : Mulia Novita Wulandari

12154011221

Kelas : PSKb 3 Reg A3

Dosen Pembimbing :

Tri Restu Handayani, SST

TAHUN AJARAN 2013/2014 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Imunisasi Imunisasi merupakan cara atau transfer antibodi secara pasif. Imunisasi berfungsi untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi sakit. Tujuan imunisasi adalah mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat ( populasi ) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.

1. BCG ( Bacille Calmette Guerin ). Vaksin BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit tuberculosis atau TBC dari bakteri Mycobacterium tuberculosis yang sering disebut juga bakteri tahan asam (BTA). Bakteri ini dapat menyerang berbagai alat atau organ tubuh yang penting seperti paru, tulang, selaput otak, usus, kelenjar getah bening, dan lain sebagainya. 2. Hepatitis. Hepatitis merupakan penyakit peradangan atau infeksi hati pada manusia yang disebabkan oleh virus hepatitis B menyebabkan penyakit hati kronik hingga akut, umumnya kronik subkronik dan sembuh tunggal. 3. DPT. Difteri adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxinmediated disease dan disebabkan oleh kuman Corynebacterium dipheteriae. Bila terinfeksi basil difteria di nasofaring kuman akan memproduksi toksin yang akan menghambat sintesis protein seluler yang dapat menyumbat jalan napas. Pertusis atau batuk rejan/batuk seratus hari, adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Bordetela pertusis penyakit akut yang bersifat toxin-mediated, dapat menyebabkan gangguan aliran sekret saluran nafas, dan berpotensi menyebabkan pneumonia. Tetanus, adalah suatu penyakit akut, bersifat fatal,disebabkan oleh eksotoksin produksi Clostridium tetani. Kuman ini bnayak tersebar di dalam kotoran dan debu jalanan, usus, tinja kuda, domba, anjing, kucing dan tikus. Kuman ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka dan dalam suasana anaerob. Selain pada anak-anak, tetanus juga dijumpai pada neonatus yang bersifat fatal. Perawatan luka merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus selain imunisasi terhadap tetanus baik aktif maupun pasif. 4. Polio. Vaksin virus polio berisi suku sabin yang sudah dilemahkan. Penyakit yang akan ditimbulkan adalah meningitis aseptis nonparalitik dan paralisis flaksid atau lumpuh layu. Virus polio menyebar, pada beberapa kasus melalui oral. Pasein polio sangat infeksius dari hari ketujuh sampai sepuluh sebelum dan setelah timbulnya gejala. Dalam 3-6 minggu virus masih dapat ditemukan dalam tinja.

5. Campak. Penyebab penyakit campak adalah virus yang masuk dalam genus virus morbili. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang bersifat akut dan menular lewat udara melalui system pernapasan, terutama percikan ludah seorang penderita. Masa inkubasi 10-12 hari. Kadang-kadang 2-4 hari. Gejala berupa demm, lemah, gejala kemerahan pada mata dan radang pada tenggorok saluran napas. WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi berusia 9 bulan. Kekebalan akan bertahan selama 8-10 tahun dan akan menurun setelah itu, pada Negara maju diberikan pada usia 12-15 bulan.

2.2 Imunisasi Dasar Imunisasi dasar adalah imunisasi yang harus diberikan pada bayi. Dengan imunisasi dasar, maka bayi akan terlindung terhadap penyakit yang kerap menyerang. Imunisasi dasar meliputi : imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. 1. Imunisasi BCG ( Bacille Calmatte-Guerin ) Bacille Calmatte –Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiakkan berulang selama 1 – 3 tahun, sehingga didapat basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Imunisasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap tuberkulin. Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan kepada bayi yang berusia 0-2 bulan yang bertujuan untuk mencegah penyakit tuberculosis (TBC). Imunisasi BCG diberikan secara intradermal/intrakutan 0,10 ml untuk anak dan 0,05 ml untuk bayi baru lahir.Apabila BCG diberikan pada umur > 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Penyuntikan imunisasi BCG ini sebaiknya diberikan pada deltoid kanan (lengan kanan atas), sehingga bila terjadi limfadenitis ( pada aksila ) akan lebih mudah terdeteksi. Imunisasi BCG tidak boleh terkena sinar matahari, tidak boleh beku, dan harus disimpan pada suhu 2-8 OC. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan mengingat (1) efektivitas perlindungan hanya 40 % (2) 70% kasus TB berat (misalnya meningitis) ternyata mempunyai parus BCG, dan (3) kasus dewasa dengan BTA (bakteri tahan asam) positif di Indonesia cukup tinggi (25-36 % walaupun mereka telah mendapat BCG pada masa kanak-kanak. Imunisasi BCG tidak diberikan pada pasien imunokompromais (leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, infeksi HIV, dan lain-lain). 

Kejadian Ikutan Pasca – Imunisasi (KIPI)

Penyuntikan BCG secara intradermal yang benar akan menimbulkan ulkus lokal superfisial di 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus yang biasanya tertutup krusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam, maka parut akan tertarik ke dalam (retracted).



Kontraindikasi

Tenaga kesehatan tidak dianjurkan untuk melakukan imunisasi BCG, jika ditemukan halhal berikut. 1. Reaksi uji tuberculin > 5 mm. 2. Terinfeksi HIV atau dengan risiko tinggi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imunosupresif, sedang menjalani terapi radiasi, serta menderita penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe. 3. Anak menderita gizi buruk. 4. Anak menderita demam tinggi. 5. Anak menderita infeksi kulit yang luas. 6. Anak pernah menderita tuberculosis. 7. Kehamilan.  Rekomendasi 1. Imunisasi BCG diberikan saat bayi berusia kurang dari 2 bulan. 2. Pada bayi yang kontak erat dengan penderita TB, dan melalui pemeriksaan sputum didapati BTA (+3) maka sebaiknya diberikan INH profilaksis terlebih dahulu, dan jika kontak sudah tenang dapat diberi BCG.

3. Jangan melakukan imunisasi BCG pada bayi atau anak dengan imunodefisiensi, misalnya HIV, gizi buruk, dan lain-lain. 2. Imunisasi Hepatitis B Hepatitis B merupakan penyakit endemic di hampir seluruh bagian dunia. Penyakit hepatitis B pada anak tidak jarang menimbulkan gejala yang minimal bahkan subklinis, namun sering menyebabkan hepatitis kronik, yang dalam kurun waktu 10-20 tahun dapat berkembang menjadi sirosis ataupun hepatoma, sedangkan pada orang dewasa lebih sering menjadi hepatitis akut. Pemberian imunisasi hepatitis B dapat ditunda bila bayi dalam keadaan kejang, asfiksia, panas tinggi lebih dari 38,5 o C,berat badan kurang dari 2500 gram, atau klasifikasi merah. Apabila imunisasi hepatitis B diberikan dengan cara yang benar, hampir tidak ada kejadian ikatan pasca-imunisasi (KIPI). Hepatitis B juga dapat berkembang menjadi bentuk fulminan dengan angka kematian yang tinggi.Penularan penyakit ini umumnya terjadi melalui : 1. Inokulasi parenteral, melaui alat-alat kedokteran, darah, ataupun jaringan 2. Hubungan seksual 3. Dari ibu kepada bayinya, pada umunya terjadi sekitar proses persalinan, dapat pula melalui transplasental, ataupun pada masa postnatal melalui ASI

4. Penularan horizontal antaranak walaupun jarang terjadi Imunisasi Hepatitis B diberikan dengan uniject secara intramuscular. Uniject adalah alat suntik (semprit dan jarum) sekali pakai yang sudah diisi dengan vaksin dan dosis yang tepat dari pabriknya.Imunisasi hepatitis B harus diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% hamil merupakan pengidap hepatitis dengan resiko transmisi maternal kurang lebih sebesar 45%. 

Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan menghindari kontak dengan virus, baik terhadap pengidap, darah donor, organ tubuh, transplantasi, maupun alat-alat kedokteran.Dapat pula dengan pemberian kekebalan melalui imunisasi, baik imunisasi pasif maupun aktif. 1. Imunisasi pasif Imunisasi pasif dilakukan dengan pemberian imunoglobulin. Imunisasi ini diberikan baik sebelum terjadi paparan maupun setelah terjadinya paparan. Imunisasi ini dapat dilakukan dengan memberikan IG/ISG atau hepatitis B immune globulin (HBIG). Indikasi utama diberikannya imunisasi pasif ini adalah sebagai berikut. a. Paparan dengan darah yang ternyata mengandung HbsAg, baik melalui kulit ataupun mukosa, seperti tertusuk jarum suntik. Pada kecelakaan jarum suntik ini, dosis yang diberikan adalah 0,06 ml/kg, dosis maksimal 5 ml, diberikan secara intramuskular dan harus dalam jangka waktu 24 jam, lalu diulangi 1 bulan setelahnya. b. Paparan seksual dengan pengidap HbsAg (+). Dosis yang digunakan jika terjadi paparan seksual adalah dengan dosis tunggal 0,06 ml/kg yang diberikan secara intramuskular dan harus dalam jangka waktu 2 minggu, dengan dosis maksimal 5 ml. c. Paparan perintal, ibu HbsAg (+). Imunisasi pasif harus diberikan sebelum 48 jam dengan dosis sebanyak 0,5 ml secara intramuskular. 2. Imunisasi aktif Imunisasi aktif dapat diberikan dengan pemberian partikel HbsAg yang tidak infeksius. Ada tiga jenis vaksin hepatitis B, yaitu sebagai berikut. 1. Vaksin yang berasal dari plasma 2. Vaksin yang dibuat dengan teknik rekombinan (rekayasa genetik). 3. Vaksin polipeptida Penyuntikan diberikan intramuskular di daerah deltoid atau paha antrolateral (jangan dilakukan pada daerah bokong).



KIPI

Efek samping yang terjadi pascaimunisasi hepatitis B pada umumnya ringan, hanya berupa nyeri, panas, bengkak, mual, dan nyeri sendi maupun otot. Walaupun demikian pernah pula dilaporkan terjadi reaksi anafilaksis, sindrom Guillain-Barre, walaupun tidak jelas terbukti apakah hal tersebut berhubungan dengan imunisasi hepatitis B. 

Kontraindikasi

Sampai saat ini belum dipastikan adanya kontraindikasi absolut terhadap pemberian imunisasi hepatitis B, kecuali pada ibu hamil.

3. Imunisasi DPT Vaksin difteria-pertusis-tetanus (DPT) memberikan kekebalan terhadap penyakit difteria-pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Efek samping vaksin DPT antara lain adalah demam, sehingga anak yang menderita kejang demam atau penyakit parah dan defisiensi imun tidak boleh diberikan vaksin DPT. Vaksin DPT diberikan dengan cara disuntikan di daerah otot vastus lateralis secara intramuskuler dengan membentuk sudut 45-60 derajat. Vaksin diberikan dalam 3 kali pemberian pada usia 2-11 bulan dengan selang waktu antara 2 penyuntikan minimal 4 minggu.  Difteri Difteri adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated disease dan disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Diphteriae adalah suatu basil gram positif.  KIPI KIPI toksoid difteri secara khusus sulit dibuktikan karena selama ini pemberiannya selalu digabung dengan toksoid tetanus dan atau tanpa vaksin pertusis.Untuk menekan kejadian ikutan akibat hiperaktivitas terhadap toksoid difteri, telah dilakukan beberapa upaya untuk memperbaiki kualitas toksoid tersebut yaitu dengan beberapa cara berikut. 1. Meningkatkan kemurnian toksoid dengan menghilangkan protein yang tidak perlu. 2. Menyerapkan toksoid ke dalam garam aluminium 3. Mengurangi jumlah toksoid per inokulasi menjadi 1-2 Lf yang dianggap cukup efektif untuk mendapatkan imunitas.  Efek Samping 1. Panas 2. Rasa sakit di daerah suntikan 3. Peradangan 4. Kejang-kejang

 Pertusis Pertusis atau batuk rejan/batuk seratus hari adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri Borditella pertusis.Borditella pertusis adalah kuman batang yang bersifat gram negatif dan membutuhkan media khusus untuk isolasinya.Kuman ini menghasilkan beberapa antigen antara lain toksin pertusis, filamen hemaglutinin, aglutinogen fimbriae, adenil siklase, endotoksin, dan sitotoksin trakea.  Vaksin Pertusis Antibodi terhadap toksin pertusis dan hemaglutinin telah dapat ditemukan dalam serum neonates dalam konsentrasi yang sama dengan ibunya dan akan menghilang dalam 4 bulan. Namun demikian,antibodi ini ternyata tidak memberikan proteksi secara klinis.  KIPI KIPI pertusis di antaranya adalah kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi. Terkadang juga ditemukan demam ringan dan hiperpireksia (1%). Ketika terjadi hiperpireksia, anak menjadi sering gelisah dan menangis terus-menerus selama beberapa jam pascasuntikan dan terkadang ditemukan kejang sehubungan dengan demam yang terjadi. Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis.  Kontraindikasi Kontraindikasi mutlak terhadap pemberian vaksin pertusis, baik whole cell maupun aseluler yaitu riwayat anafilaksis dan ensefalopati pascavaksinasi pertusis sebelumnya.Bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat hiperpireksia, hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus-menerus selama 3 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudahnya.  Tetanus Tetanus adalah suatu penyakit akut yang sering bersifat fatal, disebabkan oleh eksotoksin kuman Clostridium tetani.Kuman ini berbentuk batang, bersifat gram positif dan bermetabolisme anaerob, yang mampu menghasilkan spora dalam bentuk drumstick.

4. Imunisasi Polio Imunisasi Polio diberikan pada bayi usia 0-11 bulan bertujuan untuk mencegah penyakit poliomyelitis.Diberikan sebanyak empat kali dengan jarak satu bulan. Vaksin ini mengandung virus polio yang sudah diberikan. Efek samping vaksin polio kadang –

kadang menyebabkan diare. Setelah pemberian vaksin polio tidak boleh diberi ASI selama kurang lebih 30 menit, karena ASI dapat mengurangi efektivitas vaksin tersebut. Untuk imunisasi dasar ( polio 1,2,3 ) vaksin diberikan 2 tetes per oral dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Mengingat Indonesia merupakan daerah endemic polio, maka PPI menambahkan imunisasi polio segera setelah lahir (polio-0 pada kunjungan 1 ) dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan imunisasi. Polio-0 diberikan saat bayi akan dipulangkan dari rumah bersalin/rumah sakit, agar tidak mencemari bayi lain mengingat virus polio hidup dapat diekskresi melalui tinja. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio 4, selanjutnya saat masuk sekolah ( 5-6 tahun).

5. Imunisasi Campak  Campak Penyakit campak sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. Upaya imunisasi campak telah dilaksanakan oleh Depkes dan Kesos RI dan sudah mencakup lebih dari 80 %, tetapi untuk daerah-daerah terpencil, cakupan tersebut secara keseluruhan masih belum tercapai. Oleh karena itu, kejadian luar biasa penyakit campak masih sering dijumpai di daerah – daerah tertentu.

 Diagnosis Diagnosis kasus campak biasanya dapat dibuat atas dasar kelompok gejala klinis yang saling berkaitan, yaitu coriza dan mata meradang disertai batuk dan demam yang tinggi dalam beberapa hari lalu diikuti timbulnya ruam makulopapular pada kulit yang memilki cirri khas. Diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan, dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh. Pada saat penyembuhan ruam merah akan menghitam dan selanjutnya mengelupas.  Vaksin Pada tahun 1963, telah dibuat 2 jenis vaksin campak yaitu : 1. Vaksin yang terbuat dari virus campak yang hidup dan dilemahkan ( tipe Edmonston B ) 2. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan ( virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium ).

 Dosis dan Cara Pemberian Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1.000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. Untuk vaksin hidup, pemberian 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Pemberian yang dianjurkan melalui subkutan walaupun demikian dapat juga diberikan secara intramuskuler. Oleh karena itu, WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi berumur 9 bulan.

2.3 Imunisasi Ulang Imunisasi Ulang ialah imunisasi yang diberikan lagi guna meningkatkan antibodi atau sistem kekebalan tubuh pada bayi. Imunisasi ulang yang diberikan meliputi : imunisasi DPT, Polio dan Campak sedangkan imunisasi BCG. Imunisasi BCG tidak perlu diulang karena antibody yang diperoleh tinggi terus, tak pernah turun seumur hidup. a. Imunisasi Hepatitis Saat lahir : Hepatitis B-1: HB-1 diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBIg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBIg 0,5 ml sebelum bayi berusia 7 hari. 1 bulan : Hepatitis B-2 : HB-2 diberikan pada usia 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan. Bayi prematur bila ibu HBsAG (-) imunisasi di tunda sampai bayi berusia 2 bulan atau berat badan 2000 gram. 6 bulan : Hepatitis B-3 : HB-3 diberikan usia 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. b. Imunisasi DPT 2 bulan : DPT-1 : DPT-1 diberikan pada usia lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwp atau Dtap. DPT-1 dengan interval 4-6 minggu 4 bulan : DPT-2 : DPT-2 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan Hb-2 ( PRT-T ). 6 bulan : DPT-3 : DPT-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3. DPT ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi DPT 3 dan pada usia 5 tahun.

c. Imunisasi Polio 2 bulan : Polio-1 : Polio-1 dpat diberikan bersamaan dengan DPT-1 . Interval pemberian polio 2,3,4 tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio 4 selanjutnya usia 5-6 tahun. 4 bulan : Polio-2 : Polio-2 diberikan bersamaan dengan DPT-2 6 bulan : Polio-3 : Polio-3 diberikan bersamaan dengan DPT-3 d. Imunisasi Campak Dianjurkan pemberian campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar ( 5-6 tahun ) guna mempertinggi serokonversi atau dalam situasi seperti berikut : apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak maka anak SD, SMP, SMA dapat diberikan imunisasi ulang ; setiap orang yang sudah imunisasi campak yang virusnya dimatikan, setiap orang yang sudah pernah mendpatkan immunoglobulin, setiap orang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus bayi dan anak balita. Jakarta : Salemba Medika Sudarti dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Yogyakarta : Nuha Medika Wahyuni, Sari. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : Buku Kedokteran EGC midwifescience.wordspress.com

More Documents from "Dwi Okta Larassakti"

Ch.docx
April 2020 12
Tgs Isbd.docx
April 2020 8
Desain Volume.docx
April 2020 15
Hipertensi 1.docx
April 2020 12
Imunisasi.docx
April 2020 12