Tesis Baharudin-fu.pdf

  • Uploaded by: bagus
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tesis Baharudin-fu.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 60,031
  • Pages: 197
“JIHAD: STUDI KUALITAS SANAD HADIS JIHAD DALAM KITAB NAṢĪHAT AL-MUSLIMĪN WA AL-TAŻKIRATU AL-MU’MINĪN FĪ FAḌĀ’IL AL-JIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH WA KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN FĪ SABĪLILLĀH

Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Megister Agama (M. Ag.)

Oleh Baharudin NIM: 2113034000015

JURUSAN TAFSIR HADIS PROGRAM MEGISTER (S2) FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2016

ABSTRAK

: “Jihad: Studi Kualitas Sanad Hadis Jihad dalam Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh”. Penulis : Baharudin Diajukan Kepada : Program Megister Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016 Judul

Tesis ini, penulis akan fokus mengkaji masalah jihad, bagaimana konsep jihad yang dipaparkan oleh Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī (w. 1203 H) dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il alJihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh dan bagaimana kualitas sanad hadis-hadis tentang keutamaan jihad dalam kitab tersebut. Metode yang digunakan adalah metode analisis isi (content analysis) untuk melihat pandangan jihad Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dalam kitab tersebut, dengan pendekatan deskriptif analitis. Sebagai sumber primer tesis ini adalah kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il alJihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Di samping itu diperlukan kitab-kitab kamus hadis seperti kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dan Miftāh Kunuz al-Sunnah karya A.J. Wensinck, kitab-kitab tentang Rijāl al-Ḥadīs. Berdasarkan data-data itu disimpulkan bahwa hadis-hadis dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, dan al-Nasā’ī. Dari segi penyandaran, hadis-hadis dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ada yang marfū‘ dan ada juga yang mauqūf. Yang ada marfū‘ ada 14 hadis dan yang mauqūf ada 1 hadis. Dan dari segi kualitas, hadis-hadis keutamaan jihad dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh dua belas (80%) di antaranya ṣaḥīḥ dan tiga (20%) ḍa‘īf. Hadis-hadis tersebut ḍa‘īf disebabkan mastur al-hal (tidak diketahui hal-ihwalnya perawi). Untuk melengkapi data dalam penelitian kualitas hadis ini, disarankan untuk melanjutkan penelitian ini dari aspek matannya, dan masih banyak hadishadis dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il alJihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh yang belum terkupas tuntas kualitasnya. Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu alMujāhidīn fī Sabīlillāh yang berkualitas ṣaḥīḥ dapat dijadikan pedoman bagi kita untuk mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat.

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543 b/U/1987, Tanggal 22 Januari 1988. A. Konsonan Tunggal Huruf Arab ‫ا‬

Nama alif

Huruf Latin

Keterangan tidak dilambangkan

‫ب‬

ba‟

b

be

‫ت‬

ta‟

t

te

‫ث‬

sa‟



es (dengan titik di atas)

‫ج‬

jim

j

je

‫ح‬

ha‟



ha (dengan titik di bawah)

‫خ‬

kha‟

kh

ka dan ha

‫د‬

dal

d

de

‫ذ‬

zal

ż

zet (dengan titik di atas)

‫ر‬

ra‟

r

er

‫ز‬

zai

z

zet

‫س‬

sin

s

es

‫ش‬

syin

sy

es dan ye

‫ص‬

sad



es (dengan titik di bawah)

‫ض‬

dad



de (dengan titik di bawah)

‫ط‬

ta‟



te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬

za‟



zet (dengan titik di bawah)

‫ع‬

„ain



koma terbalik di atas

‫غ‬

gain

g

ge

‫ف‬

fa

f

ef

‫ق‬

qaf

q

qi

‫ك‬

kaf

k

ka

‫ل‬

lam

l

el

‫م‬

mim

m

em

‫ن‬

nun

n

en

‫و‬

wawu

w

we

‫ه‬

ha‟

h

ha

‫ء‬

hamzah



apostrof

‫ي‬

ya

y

ye

vi

B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap ‫متعقدين‬

ditulis

muta‘aqqidin

‫عدة‬

ditulis

‘iddah

‫هبة‬

ditulis

hibbah

‫جزية‬

ditulis

jizyah

C. Ta’ Marbutah 1. Bila dimatikan ditulis h

(Ketentuan ini tidak diberlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya). Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis dengan h. ‫كرامة األولياء‬

karāmah al-auliyā

ditulis

2. Bila ta‟ marbutah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah, ditulis t ‫زكاة الفطر‬

zakātul fitri

ditulis

D. Vokal Pendek __ __‫___ۥ‬

kasrah fathah ḍammah

ditulis ditulis ditulis

i a u

E. Vokal Panjang fathah + alif ‫جا هلية‬ fathah + ya‟ mati ‫يسعى‬ kasrah + ya‟ mati ‫كريم‬ ḍammah + wawu mati

ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis

vii

ā jāhiliyah ā yas` ā ī karīm ū

F.

Vokal Rangkap

fathah + ya‟ mati ‫بينكم‬ fathah + wawu mati ‫قول‬

ditulis ditulis ditulis ditulis

ai bainakum au qaulun

G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof ‫أأنتم‬

ditulis

a’antum

‫أعد ت‬

ditulis

u‘iddat

‫لئن شكرمت‬

ditulis

la’in syakartum

H. Kata Sandang Alif + Lam a. Bila diikuti huruf Qamariyyah ‫القرأن‬

ditulis

al-Qur’ān

‫القياس‬

ditulis

al-qiyās

b. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggandakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l (el)-nya

I.

‫السماء‬

ditulis

as-samā’

‫الشمس‬

ditulis

asy-syams

Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat Ditulis menurut bunyi pengucapannya dan menulis penulisannya ‫ذوي الفوض‬

ditulis

żawī al-furūd

‫أهل السنة‬

ditulis

ahl as-sunnah

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim Segala puji kepada Allah Swt. atas rahmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dan dapat diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian jenjang Strata 2 (S2) pada Program Megister di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tesis ini tidak lepas dari kekurang-kekurangan, walaupun penulis telah berusaha mencurahkan semua tenaga dan pikiran untuk dapat dipersembahkan dengan penuh kualitas. Selesainya tesis ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik secara moral maupun material kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini, khususnya disampaikan kepada: Tesis ini tidak hadir begitu saja, namun telah banyak pihak ikut berkonteribusi baik secara moral maupun material dalam penulisan ini, maka perlu kiranya penulis menyampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan amal tersendiri dan diterima Allah Swt. Terima kasih khususnya disampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyad, MA Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M. Ag Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

ix

3. Dr. Atiyatul Ulya, MA Ketua Program Megister Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Maulana, MA Sekretaris Program Megister Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Dr. Isa HA. Salam, MA selaku pembimbingan yang telah bersedia meluangkan waktu dan dengan sabar memberi bimbingan, pendidikan dan dorongan. Kepada beliau penulis haturkan Jazakumullah Khairan Katsira. 6. Seluruh Jajaran Pegawai, Staff dan dosen di lingkungan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan support. 7. Para pengelola UPT Perpustakaan Utama dan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan sebaik mungkin dalam rangka tersedianya buku-buku rujukan yang diperlukan; 8. Ayah dan bunda tercinta H. Mufrin dan Hj. Rukmah yang tidak bosanbosannya mendo’akan penulis. 9. Saudara Suhaili (kakak), John Afdol (kakak), Ayu Ita (kakak Ipar) dan Amiruddin (adik) yang selalu menghibur saya dikala jenuh dan galau. 10. Ibunda Nely yang telah menyemangati dan mendoakan ananda. 11. Para penulis atau pengkaji buku-buku yang dijadikan referensi oleh penulis. Semoga amal ibadahnya dilipat gandakan pahalanya. 12. Sahabat-sahabat Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di antaranya; Ach. Baiquni, Ahmad Rizal, Amirullah, Noor Albar, Qohar Awaluddin, Teguh, Ahmad Fudail, Suliyono, Helrahmi, Rizqa Amelia, Dwita (tata), A. Ramdhan (Adon), Untung Afandi, dan Zainal Muttaqin.

x

13. Sahabat-sahabat yang aktif di pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Ushuluddin, Moh. Samsul Anwar, Robitul Umam, Kholik. 14. Saudara/i saya di antaranya

Aprido, Eprawadi, Andri, Rio Fahlevi,

Ahmad Sholihin, Muhda Muhtadie, Rahmadi Sukron Zazilah, Qodri Syahnaidi (Qo’i), Lia Rustalia, Ahmad Rizki, Nafi Maulana, Istiqomah, UmayAbdillah Sairan. 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik dari kalangan keluarga, teman sejawat, maupun handai taulan lainnya yang telah memberikan motivasi, masukan, dan bantuan dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penulis, maka banyak kekurangan-kekurangan dalam tesis ini. Untuk itu, penulis menerima dengan dada yang lapang dan hati yang suci segala masukan, kritik, dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini. Untuk itu,

penulis

berharap

mudah-mudahan

penelitian

lanjutan

yang

dapat

menyempurnakannya. Akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis, dan mudah-mudahan diridai oleh Allah swt. Amin.

Jakarta, 14 Mei 2016 Penulis,

Baharudin

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii HALAMAN PANITIA UJIAN . ......................................................................... iv ABSTRAK .............................................................................................................v PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii BAB I

PENDAHULUAN ...............................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1 B. Permasalahan ...............................................................................11 1.

Identifikasi Masalah .............................................................11

2.

Pembatasan Masalah ............................................................12

3.

Perumusan Masalah .............................................................13

C. Tujuan Penelitian ........................................................................14 D. Kegunaan Penelitian ....................................................................14 E. Tinjauan Pustaka .........................................................................15 F. Bangunan/Kerangka Teori ..........................................................16 G. Metodologi Penelitian .................................................................18 1.

Sumber Data .........................................................................18

2.

Jenis Penelitian .....................................................................18

xii

3.

Teknik Pengumpulan Data ...................................................19

H. Sistematika Pembahasan .............................................................19 BAB II

SYEIKH ‘ABD AL-ṢAMAD AL-JĀWĪ AL-PALIMBĀNĪ DAN NAṢĪHAT

AL-MUSLIMĪN

WA

AL-TAŻKIRATU

AL-

MU’MINĪN FĪ FAḌA’IL AL-JIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH WA KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN FĪ SABĪLILLĀH .....................21 A. Kehidupan, Karya dan Pengaruh Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī .................................................................................21 1.

Sketsa Biografi Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī Al-Palimbānī ...............................................................................................21

2.

Masa Kecil dan Pendidikan Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī Al-Palimbānī ........................................................................26

3.

Kondisi Palembang Pada Masa Syeikh ‘Abd al-Ṣamad alJāwī Al-Palimbānī ................................................................31

4.

Karya-karya Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī Al-Palimbānī .38

5.

Pengaruh Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī Al-Palimbānī ......49

B. Sekilas Tentang Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu alMujāhidīn fī Sabīlillāh ................................................................58 1.

Sosial Historis dan Motivasi Penulisan Kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh .............58

xiii

2.

Sistematika Penulisan Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa alTażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ...................................61

3.

Posisi pentingnya kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa alTażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ....................................60

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD ........................................64 A. Pengertian Jihad ...........................................................................64 B. Pengungkapan Jihad Dalam al-Qur’an dan Hadis .......................68 C. Melacak Maka Jihad Dalam Sejarah ...........................................73 1.

Perkembangan Makna Jihad Pada Periode Mekah ..............73

2.

Perkembangan Makna Jihad Pada Periode Madinah ...........77

3.

Jihad Pada Zaman Modern: Historisitas Jihad di Indonesia 82

D. Tujuan dan Fungsi Jihad ....…………………………………… 90 BAB IV

KUALITAS SANAD HADIS-HADIS KEUTAMAAN JIHAD DALAM

KITAB

NAṢĪHAT

AL-MUSLIMĪN

WA

AL-

TAŻKIRATU AL-MU’MINĪN FĪ FAḌA’IL AL-JIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH

WA

KARĀMATU

AL-MUJĀHIDĪN



SABĪLILLĀH KARYA SYEIKH ‘ABD AL-ṢAMAD AL-JĀWĪ AL-PALIMBĀNĪ ..............................................................................95 BAB V

PENUTUP .......................................................................................173 A. Simpulan ...................................................................................173 B. Saran ..........................................................................................174

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................175

xiv

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................180 RIWAYAT HIDUP PENULIS .........................................................................180

xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Di antara perintah Allah yang dengan tegas dinyatakan dalam al-Qur'an dan hadis di samping syahadat, shalat, shaum, zakat dan haji adalah perintah jihad. Jihad dalam al-Qur‟an dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan agama Allah agar tetap tegak, dengan cara sesuai dengan garis perjuangan yang termaktub dalam al-Qur‟an dan Hadis. Banyak sekali ayat-ayat dalam al-Qur‟an maupun hadis yang mengandung maksud perjuangan (jihad). Misalnya firman Allah Swt,

ِ ‫فَ ََل تُ ِط ِع الْ َكافِ ِرين وج‬ ]25/‫اه ْد ُه ْم بِِه ِج َه ًادا َكبِ ًريا [الفرقان‬ ََ َ Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur‟an dengan jihad yang besar. (QS. AlFurqan [25]: 52)1 Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai dengan apa berjihad? Menurut Ibn „Abbas, konotasi makna jihad dalam ayat itu adalah dengan “al-Qur‟an”, menurut Ibn Zayd dengan “Islam”, dan ada juga yang berpendapat dengan “pedang”. Namun al-Qurthubi menolak keras pendapat terakhir “jihad dengan pedang”, karena ayat ini turun di Makkah, sebelum turun perintah perang. Sedangkan makna “jihad yang besar, menurut al-Zamakhsyari mencakup segala bentuk perjuangan (jāmiʻan likulli mujāhadah).2 Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman 1

Tim Penyusun, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah, 2012), hlm. 509. 2 Moh. Guntur Romli dan A Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, (Jakarta: LSIP, 2004), hlm. 9

1

2

ِ ِ َّ‫ُُثَّ إِ َّن ربَّك لِلَّ ِذين هاجروا ِمن ب ع ِد ما فُتِنوا ُُثَّ جاه ُدوا وصب روا إِ َّن رب‬ ‫ور‬ ُ َ َْ ْ َُ َ َ َ َ َ َ ٌ ‫ك م ْن بَ ْعد َها لَغَ ُف‬ ُ ََ َ َ َ ِ ]111/‫يم [النحل‬ ٌ ‫َرح‬ Dan Sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, Kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Nahl [16]: 110)3 Sedangkan dalam hadis banyak sekali Nabi menganjurkan untuk berjihad. Bahkan disebutkan dalam sebuah hadis bahwa jihad merupakan amalan yang yang paling utama.

ِ ِ‫ي عن سع‬ ِ ِ ِ َّ ِ ِِ ‫يد بْ ِن‬ ُّ ‫يم بْ ُن َس ْع ٍد َع ْن‬ َ ْ َ ِّ ‫الزْه ِر‬ ُ ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد الْ َعزيز بْ ُن َعْبد الله َحدَّثَنَا إبْ َراه‬ ِ َّ‫الْمسي‬ ‫ب َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة َر ِض َي اللَّهُ َعْنهُ قَ َال‬ َُ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫سئ‬ ِ ‫َي ْاْل َْعم‬ َّ‫ضل قَ َال إِميَا ٌن بِالل‬ َّ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسل‬ ِ َ ‫ق‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫س‬ ‫ر‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ف‬ ‫أ‬ ‫ال‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫يل ُُثَّ َما َا‬ ‫َِّب‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ل‬ ْ ُّ َ ُّ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ ُ ِ ِ َّ ِ ِ ‫قَ َال ِجه‬ 4 ‫ور‬ ٌَ ٌ ‫يل ُُثَّ َما َا قَ َال َح ٌّج َمْب ُر‬ َ ‫اد ِف َسب ِيل الله ق‬ Telah menceritakan kepadaku Sulaiman telah menceritakan kepada kami Syu‟bah dari al-Walid (dalam jalur lain disebutkan) telah menceritakan kepadaku Abbad bin Ya‟qub al-Asadi telah mengabarkan kepada kami Abbad bin al-„Awwam dari al-Syaibani dari al-Walid bin „Aizar dari Abu „Amru dan al-Syaibani dari Ibnu Mas‟id radliallahu „anhu, bahwa seseorang laki-laki pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu „Alaihi Wasallam, amalan apa yang paling utama? Nabi menjawab: “Shalat tepat waktu, berbakti kepada kedua orang tua, dan jihad fi sabilillah.” Selain itu juga dikatakan dalam hadis Nabi bahwa jihad merupakan puncak dari pada amal seseorang,

ٍ ْ‫َحدَّثَنَا أَبُو ُكري‬ ‫ب َحدَّثَنَا َعْب َدةُ بْ ُن ُسلَْي َما َن َع ْن ُُمَ َّم ِد بْ ِن َع ْم ٍرو َحدَّثَنَا أَبُو َسلَ َمةَ َع ْن أَِِب‬ َ ‫ُهَريْ َرَة قَ َال‬

3

Tim Penyusun, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm. 380. Muhammad bin Ismail al-Bukhārī, Ṣaḥiḥ al-Bukhārī, (Lebanon: Dar al-Kutub alIlmiyah, 2009), hlm. 514. 4

3

ِ ُ ‫سئِل رس‬ ‫َي ْاْل َْع َم ِال َخْي ٌر قَ َال إِميَا ٌن‬ ُّ ‫ض ُل أ َْو أ‬ ُّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أ‬ َ ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَْف‬ َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ ُ ِ ِ ِِ ِْ ‫َي َشي ٍء قَ َال‬ ِ َّ ِ ‫ول اللَّ ِه قَ َال‬ َ ‫َي َش ْي ٍء يَا َر ُس‬ ُّ ‫يل ُُثَّ أ‬ ُ ‫اْل َه‬ َ ‫اد َسنَ ُام الْ َع َم ِل ق‬ َ ‫بالله َوَر ُسوله ق‬ ْ ُّ ‫يل ُُثَّ أ‬ ‫ور‬ ٌ ‫ُُثَّ َح ٌّج َمْب ُر‬ ِ ٍ ِ ِ ‫يث حسن ص ِحيح قَ ْد رِو‬ ‫َِّب‬ ِّ ِ‫ي م ْن َغ ِْري َو ْجه َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة َع ْن الن‬ َ ُ ٌ َ ٌ َ َ ٌ ‫يسى َه َذا َحد‬ َ ‫قَ َال أَبُو ع‬ 5 َّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسل َم‬ َ Telah menceritakan kepada kami Abu Kuaraib berkata, menceritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin „Amru berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Shallahu „Alaihi Wasallam pernah ditanya, “amal apa yang paling utama?”, atau ia mengatakan, “amal apa yang paling baik?” beliau menjawab; “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Dikatakan, “lalu apa lagi?” beliau menjawab; “Jihad, ia adalah puncak sebuah amal.” Dikatakan, “Wahai Rasulullah, lalu apa lagi?” beliau menjawab: “Haji mabrur.” Abu Isa berkata, “Hadis ini derajatnya hasan shahih. Hadis ini telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi Shalllahu „Alaihi Wasallam dengan banyak jalur.” Jihad melawan orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrik) dengan harta, tangan dan lisan. Sebagaimana Sabda Nabi Saw. berikut ini:

ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ‫اد‬ ُ ‫يم قَ َال َحدَّثَنَا يَِز‬ ْ‫أ‬ ُ َّ‫يد قَ َال أَنْبَأَنَا ََح‬ َ ‫يل بْ ِن إبْ َراه‬ َ ‫َخبَ َرنَا َه ُارو ُن بْ ُن َعْبد الله َوُُمَ َّم ُد بْ ُن إ ْْسَع‬ ِ ِ ِ ٍ َ‫بْ ُن َسلَ َمةَ َع ْن َُحَْي ٍد َع ْن أَن‬ ‫ي‬ ِّ ِ‫س َع ْن الن‬ َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ َال َجاه ُدوا الْ ُم ْش ِرك‬ َ ‫َِّب‬ 6 ِ ِ ‫بِأ َْم َوالِ ُك ْم َوأَيْ ِدي ُك ْم َوأَلْسنَت ُك ْم‬ Telah mengabarkan kepada kami Harun bin Abdillah serta Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami Yazid, ia berkata; telah memberitakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Humaid dari Annas dari Nabi Saw. beliau bersabda: “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, tangan dan lisan kalian.” Bentuk jihad yang lainnya adalah berbakti kepada orang tua. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghormati dan berbakti kepada orang

5

Muhammad bin Isa al-Turmūżi, Sunan al-Turmūżi, Jilid IV, (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-„Arabi), hlm. 185. 6 Abu „Abdurrahman Ahmad Syu‟aib bin Ali al-Nasa‟i, Sunan al-Nasa‟i, Jilid X, (Bairut: Dar al-Ma‟rifat, 1419 H), hlm. 137.

4

tua, tidak hanya ketika masih hidup tetapi juga sampai kedua orang tua wafat. Seorang anak tetap harus menghormati orang tuanya , meskipun seorang anak tidak wajib taat terhadap orang tua yang memaksanya berbuat syirik (QS. Luqman [31]: 14). Salah satu wujud pengabdian manusia adalah berbakti kepada orang tua. Karena itu, jihad dapat dipahami sebagai bentuk pengabdian kepadanya. Sebagaimana hadis Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī berikut ini:

ِ ‫اس الش‬ ِ ٍ ِ ِ َّ‫ت أَبَا الْ َعب‬ ‫َّاعَر َوَكا َن‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬ ُ ‫يب بْ ُن أَِِب ثَابِت قَ َال َْس ْع‬ ُ ‫آد ُم َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ َحدَّثَنَا َحب‬ ِ ِِ ِ ‫ول َجاءَ َر ُج ٌل إِ َل‬ ُ ‫ت َعْب َد اللَّ ِه بْ َن َع ْم ٍرو َر ِض َي اللَّهُ َعْن ُه َما يَ ُق‬ ُ ‫َّه ُم ِِف َحديثه قَ َال َْس ْع‬ َ ‫َل يُت‬ ِ ِْ ‫النَِِّب صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم فَاستأْ َنَه ِِف‬ ‫َح ٌّي َوالِ َد َاك قَ َال نَ َع ْم قَ َال فَِفي ِه َما‬ ُ َْ َ َ َ ْ َ ُ َ ِّ َ ‫اْل َهاد فَ َق َال أ‬ 7 ِ ‫فَ َجاه ْد‬ Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu‟bah, telah menceritakan kepada kami Habib bin Abi Tsabit, ia berkata; aku telah mendengar Abu „Abbas al-Sya‟ir, dia adalah orang yang tidak buruk dalam hadis-hadis yang diriwayatkannya, ia berkata; aku telah mendengar „Abdullah bin „Amru radiallahu „anhuma, ia berkata; “Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallahu „alaihi wa sallam, lalu ia meminta izin untuk ikut berjihad. Maka Nabi bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Laki-laki itu menjawab” „Iya”. Maka Nabi berkata: “Kepada keduanya kamu berjihad (berbakti).” Selain itu, jihad yang lain adalah membantu para janda dan orang miskin, peduli kepada sesama manusia. Bantuan dapat diberikan baik dalam bentuk materi ataupun perhatian dan perlindungan. Sebagaimana sabda Nabi Saw,

ِ ِ ‫ك عن ثَوِر ب ِن َزي ٍد عن أَِِب الْغَي‬ ‫ث َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة قَ َال‬ ْ ْ َ ْ ْ ْ ْ َ ٌ ‫َحدَّثَنَا َْي َي بْ ُن قَ َز َعةَ َحدَّثَنَا َمال‬ ِ ‫ي َكالْمج‬ ِ ِ ِ ِ َّ ‫قَ َال النَِِّب صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم‬ ‫اه ِد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِه‬ َ ُّ َ ُ ِ ‫الساعي َعلَى ْاْل َْرَملَة َوالْم ْسك‬ َ ََ َْ ُ 8 ِ َّ ‫أَو الْ َقائِ ِم اللَّيل‬ ‫َّه َار‬ َ ‫الصائ ِم الن‬ ْ َْ 7 8

Muhammad bin Ismail al-Bukhārī, Ṣaḥiḥ al-Bukhārī, hlm. 550-551. Muhammad bin Ismail al-Bukhārī, Ṣaḥiḥ al-Bukhārī, hlm. 1005.

5

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Qoza‟ah, telah menceritakan kepada kami Malik dari Tsaur bin Zaid dari Abi al-Ghaits dari Abi Hurairah, ia berkata; Nabi Shallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang berjihad di jalan Allah atau seperti orang yang selalu qiyamul lail dan berpuasa di siang hari nya.” Hadis-hadis tersebut di atas menunjukkan adanya variasi-variasi bentuk jihad yang diakui dalam Islam sesuai dengan sabda-sabda Nabi. Jihad tidak identik dengan peperangan dan pertempuran yang tegah menggemuruh pada saat Rasulullah Saw. di Madinah. Rasulullah Saw. tetap memberi ruang lain untuk memaknai jihad. Masih banyak lagi hadis-hadis lain yang menggambarkan berbagai macam bentuk (variasi) jihad dalam Islam. Jihad adalah kata yang sensitif dan kontroversial dalam Islam. Pada awalnya, kata ini memiliki multimakna. Namun akhirnya, selalu mengarah pada satu makna; perlawanan fisik dan peperangan. Ketika kata jihad diucapkan, maka akan terbayang; pedang yang terhunus, agresi militer, pertempuran, dan aksi-aksi kekerasan lainnya. Jika demikian maknanya, Islam yang mengakui doktrin jihad akan identik dengan ajaran kekerasan, Islam dan kekerasan. Bagi orang Islam, jihad adalah ajaran fundamental, dan implementasi ajaran ini dalam bentuk yang dikenal –perang dan pertempuran- dianggap suci. Bahkan, mati karena ajaran ini merupakan kematian yang suci dan disebut mati syahid. Seseorang yang mati syahid akan masuk surga bi ghair hisāb (tanpa diadili). Tak heran, jika umat Islam berlomba-lomba menjalankan ajaran ini. Sedangkan bagi non-muslim, jihad adalah ancaman sekaligus teror. Karena jihad ditujukan bagi mereka yang tidak memeluk agama Islam, melenyapkan kekafiran, dan mengajak (memaksa) memeluk agama Islam.

6

Dalam sejarah, perkembangan Islam dikembangkan dengan proses dialektis dengan dua term yaitu Islam normatif dan Islam historis, yang disebut pertama, Islam mendoktrin pemeluknya agar menyebarkan misi Islam dengan perdamaian tanpa intimidasi.9 dan disebut kedua, fakta empirik seringkali membawa umat Islam kepada suatu keadaan yang mengharuskannya menempuh jalan yang bertolakbelakang dengan doktrin perdamaian, yaitu menyingkirkan rintangan dengan upaya fisik demi tegaknya misi Islam.10 Pada konsep kedua inilah stigma orang Barat memahami jihad sebagai salah satu ajaran Islam sangat negatif dan bahkan menganggap Islam merupakan simbol kekerasan, kekejaman dan terorisme. Namun istilah jihad sebagai ajaran Islam yang suci telah mengalami pergeseran makna dan sering disalahpahami atau dipersempit artinya. Adanya sebagian kelompok dalam Islam yang menyalahgunakan jihad sebagai dalil untuk melakukan tidakan kekerasan, pembunuhan orang yang tidak berdosa serta seringkali menjadi korban adalah warga sipil. Hal itu jika kita melihat dalam Wikipedia dijelaskan bahwa terorisme biasanya diartikan sebagai bentuk serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan peperangan (jihād fī sabīlillāh), aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara seperti waktu pelaksanaannya yang selalu tiba-tiba dengan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.

9

Rauf Salabi, al-Jihad fi al-Islam Manhaj wa Tatbiq, Juz. I, (Beirut: Mansyurat al-Maktabat al-Asriyah, 1980), hlm. 4. Lihat juga Abu Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu‟jam Maqayīs alLughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), hlm. 90-91. Lihat pula: Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 61-76. 10 Said Hawiy, Jund Allah saqafat wa Akhlaqan, (Beirut: Dal al-Kutub al-Ilmiyyah, 1979), hlm. 11.

7

Diantara definisi tentang terorisme tercantum dalam pasal 14 ayat 1 The Prevetion of Terrorism (temporary Provisions) act, 1984, sebagai berikut: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of viiolence for the purpose putting the public or any section of the public in fear.” Kegiatan terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror. Terorisme tidak ditujukan langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama, maksud yang ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror tersebut mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai phywar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara terorisme dan jihad sangat berbeda jauh, baik dari segi tujuan, motif maupun modusnya. Tujuan jihad adalah kemaslahatan dan hilangnya kezhaliman serta motif untuk menegakkan nilai-nilai luhur agama dan modus yang tidak melanggar hak orang lain. Sedangkan terorisme mempunyai tujuan memperjuangkan kepentinagn sempit pribadi maupun kelompok, dan motifnya ingin membuat sensasi (menarik perhatian publik dengan aksinya) serta modusnya dengan membuat kerusakan yang melanggar hak-hak orang lain, termasuk hak hidup.

8

Jihad

adalah upaya

untuk

merealisasikan kehendak Allah

yang

diungkapkan melalui agamanya sebagai salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan dengan kata lain bahwa rukun Islam harus dibumikan, padahal pemahaman itu tidak perlu terjadi, jika seseorang harus mengimplementasikan jihad dalam makna yang esensial.11 Jika dicermati dalam sejarah kehidupan Nabi saw, maka beliau tidak pernah memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam. Nabi Saw. memerangi orang yang memeranginya, dan tidak pernah memerangi orang yang selalu berdamai, dan tidak melanggar janji. Kewajiban Jihad adalah kewajiban sarana (al-wasā‟il),

bukan tujuan

(al-maqāshid). Maksud dari perang ialah

memberikan hidayah dan syahada (kesaksian), sedangkan membunuh orang kafir bukanlah tujuan, jika hidayah bisa diberikan dengan cara memberikan dalil tanpa jihad (perang), hal ini lebih utama dari pada jihad.12 Jika persepsi di atas (jihad adalah simbol kekerasan), dibiarkan terus bergulir, akibatnya akan akan terus timbul aksi-aksi kekerasan di tengah komunitas umat manusia. Dan masih merupakan dampak dari itu, hingga muncul generalisasi terhadap Islam sebagai agama kekerasan, teroris dan lain sebagainya. Apalagi beberapa dekade terakhir ini, perjuangan melalui jihad sangat efektif dipergunakan oleh kelompok-kelompok ekstrim untuk melegalkan bom bunuh diri sebagai simbol perlawanan. Hal ini jelas bertolak belakang dengan Islam sendiri sebagai rahmat bagi alam dan jihad yang diperintahkan oleh al-Qur‟an maupun hadis tidak identik dengan teroris. Demikian ayat-ayat al-Qur‟an maupun hadis 11

Sayyid Husain Nasr, a Young Muslim Guide to the Modern World, Penerjemah Hasti Tarekat “Dunia Modern”, (Bandung: Mizan 1994), hlm. 20. 12 Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad; Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Munurut al-Qur‟an dan Sunnah, Penerjemah Irfan Maulana Hakim dkk.,(Bandung: Mizan Pustaka, 2010), hlm. XIV.

9

yang memerint ahkan untuk berjihad di jalan Allah tidak dapat dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan aksi teror, karena semangat jihad dalam konsep alQur‟an dan hadis sungguh bertentangan dengan tindakan terorisme yang terjadi selama ini. Tesis ini, penulis akan fokus mengkaji masalah jihad, bagaimana konsep jihad yang dipaparkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī (w. 1203 H)13 dalam kitabnya Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh dan bagaimana kualitas hadis-hadis tentang jihad dalam kitab tersebut. Kajian ini penting dan menarik dengan alasan: Pertama, jihad adalah salah satu perintah Allah Swt. yang tegas dinyatakan dalam al-Qur'an dan hadis di samping Shalat, Shaum, Zakat dan Haji. Jihad merupakan puncak dari segala amal seseorang. Jihad adalah amalan yang sangat disukai atau disenangi Allah Swt. Kedua, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah seorang ulama Nusantara yang sangat populer Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī disebut-sebut sebagai sufi paling ensiklopedis sepanjang sejarah Melayu-Nusantara. Ulama yang memiliki peran penting dalam perkembangan Islam di wilayah Nusantara. Bahkan, ia dikenal

sebagai “penerjemah dan

penafsir” di Nusantara yang paling otoritatif terhadap pemikiran-pemikiran Imam al-Ghazālī. Perannya begitu besar dalam peradaban Islam Melayu-Nusantara sepanjang abad ke-18. Ia berhasil mengawinkan tasawuf akhlaqi al-Ghazālī dan 13

Nama lengkapnya adalah „Abd al-Ṣamad bin Abdullah Al-Jawi Al-Palimbani, tetapi sumber-sumber Arab menamakannya Sayid „Abd al-Shamad bin „Abd al-Rahman al-Jawi. Umumnya dikenal dengan sebutan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dengan karyanya Hidayat al-Salikin. Lihat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Hidayatus Salikin fi Suluk Maslakil Muttaqin, (T.tp.: Maktabah wa Matba‟ah Muhammad al-Nahdi wa Awladuh, t.t.). Bisa juga dilihat H.M. Iwan Gayo, Buku Pintar Seri Junior, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 93; atau M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2007), hlm. 124

10

tasawuf falsafi Ibn Arabi dengan sempuma sekali. Selain itu Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah sosok yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan sosio-religius dan politik di Nusantara. Kepedulian itu, antara lain, terlihat dalam beberapa karyanya yang bukan hanya menyebarkan ajaran neosufisme, melainkan juga mengimbau kaum Muslim untuk melancarkan aksi jihad melawan penjajahan bangsa Eropa, terutama Belanda yang terus menggiatkan usaha mereka menundukkan entitas politik Muslim di Nusantara. Ketiga, kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ini sering disebut sebagai masterpiece Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tentang jihad,14 dan sangat mungkin merupakan karya pertama tentang jihad yang di kenal di Indonesia yang memberikan inspirasi bagi lahirnya semangat jihad di Aceh. Hikayat Perang Sabil, yang menjadi sumber penyebaran semangat jihad kepada rakyat Aceh melawan kolonialisme di Nusantara.15 Ia juga menyurati raja-raja Nusantara untuk mengobarkan jihad sabilillah terhadap penjajah. Keempat, hadis-hadis yang terdapat dalam kitab tidak disebutkan sanadnya secara lengkap serta kualitasnya. Di sinilah penulis melihat pentingnya penelitian ini untuk dilakukan.

14

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), hlm. 315; Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta, Gramedia, 2009), hlm. 88; Lihat juga Wan Mohd. Shaghir Abdullah, “Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani Wafat Sebagai Syuhada”, http://ww1.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2007&dt=1126&pub=Utusan_Malaysia &sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm, Diakses 1 Mei, 2015; Oman Fathurrahman, “Penulis dan Penerjemah Ulama Palembang: Menghubungkan Dua Dunia”. Dalam http://www.adicita.com/artikel/detail/id/165/Penulis-dan-Penerjemah-Ulama-PalembangMenghubungkan-Dua-Dunia, Diakses 1 Mei 2015.; atau Taufik Irawan, “Syeikh Abdus Shamad Al-Falimbani Ulama Sufi dan Syuhada”, dalam https://taufikirawan.wordpress.com /2011/11/03/syeikh-abdul-samad-al-falimbani-ulama-sufi-dan-syuhada/, Diakses 2 Mei 2015. 15 Jajat Burhanudin, Ulama Kekuasaan; Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia, (Jakarta: Mizan,2012) hlm. 148

11

Bertolak dari uraian di atas, penulis akan membuat sebuah penilitian hadis yang bertemakan “Jihad: Studi Kualitas Sanad Hadis Jihad dalam Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh”.

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka melakukan identifikasi masalah merupakan kegiatan yang sangat penting. Diharapkan dengan melakukan kegiatan tersebut, akan semakin jelas masalahmasalah mana yang akan menjadi fokus perhatian dan penelitian. Berdasarkan uraian tersebut, berikut ini akan dikemukakan masalah-masalah yang dianggap penting, yaitu: Pertama, kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ini sering disebut sebagai masterpiece Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang membahas tentang jihad dari berbagai aspeknya. Kedua, kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh merupakan karya pertama tentang jihad yang di kenal di Indonesia yang memberikan inspirasi bagi lahirnya semangat jihad di Aceh. Hikayat Perang Sabil, yang menjadi sumber penyebaran semangat jihad kepada rakyat Aceh melawan kolonialisme di Nusantara.

12

Ketiga, dalam karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ini, uraiannya diperkuat oleh dalil yang berasal dari al-Qur‟an dan hadis-hadis Nabi Saw. Namun hadis-hadis yang terdapat di dalamnya tidak disebutkan sanad dan rawi, maupun kualitas hadisnya. Berdasarkan hal itulah penulis sangat terpanggil untuk mengkaji dan meneliti hadis-hadis yang terdapat dalam kita Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh.

2. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis akan membatasi diri pada satu pokok permasalahan yaitu jihad dan kualitas hadis-hadis tentang jihad saja. Mengingat hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh tidak hanya termuat dalam satu pasal saja, sedangkan jumlah pasal dalam kitab tersebut ada 7 pasal, yang di antara lain: [1]. Keutamaan Jihad di Jalan Allah; [2]. Keutamaan Ribat (Siap siaga di Jalan Allah); [3]. Keutamaan Infaq di Jalan Allah dan Persiapan Perang; [4]. Keutamaan Mempersiapkan Peralatan Perang dan Perintah Belajar Memanah. [5]. Keutamaan Mati Syahid. Maka batasan penelitian yang akan dilakukan adalah pertama, hadis yang diteliti adalah hadis yang terdapat dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah baik yang dikategorikan hadis marfū‟ maupun mauqūf. Karena selain hadishadis yang terdapat di dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah itu tidak disebutkan sanad dan rawi, maupun kualitas hadisnya. Hadis-hadis keutamaan jihad seringkali di jadikan dalil oleh sekelompok orang untuk melakukan tindakan

13

kekerasan, aksi teror dan bom bunuh diri dan seringkali yang menjadi korban adalah warga sipil. Jika demikian maka Islam yang mengakui doktrin jihad akan identik dengan ajaran kekerasan. Kedua, jika hadis-hadis dalam pasal tersebut diriwayatkan juga oleh alBukhārī dan Muslim, maka penulis tidak akan dibahas lagi, baik kaitannya dengan sanad maupun matannya. Pilihan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa ṣaḥiḥ Bukhārī dan ṣaḥiḥ Muslim dinyatakan sebagai kitab hadis khusus yang menghimpun hadis-hadis ṣaḥiḥ.16 Pendapat ini juga sejalan dengan pendapat Maḥmūd Ṭaḥḥān. Menurut Maḥmūd Ṭaḥḥān kitab-kitab yang tidak tidak perlu dibahas lagi adalah kitab ṣaḥiḥ Bukhārī dan ṣaḥiḥ Muslim.17 Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka ada lima belas (15) hadis yang akan diteliti yang terdapat dalam pasal Keutamaan Jihad di Jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh.

3. Perumusan Masalah Dengan memperhatikan dan mencermati latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan penelitian dalam tesis ini adalah hadishadis yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Agar permasalahan yang akan diteliti ini lebih jelas dan terarah, maka permasalahan-permasalahan tersebut akan

16

Muhammad „Ajjaj al-Khatīb, Uṣūl al-ḥadis „Ulumuhu wa Musṭalahuh, (Beirut: Dār alFikr, 1391 H/1971 M), hlm. 309. 17 Maḥmūd Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrīj Wadirāsah al-Asānid, (Riyad: Maktabah al-Ma‟arif, 1991 M/1412 H), hlm. 191

14

dirumuskan yaitu : Bagaimanakah kualitas sanad hadis-hadis keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui konsep jihad konsep jihad menurut Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī dan apa implikasi kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh terhadap perjuangan rakyat Indonesia. 2. Untuk mengetahui kualitas sanad hadis-hadis keutamaan jihad di jalan Allah yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu alMujāhidīn fī Sabīlillāh, yang untuk sementara ini belum diketahui kualitas sanad hadis-hadisnya.

D. Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Dari segi teoretis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi sebagai acuan pengembangan wawasan keilmuan yang berkaitan dengan motede pemahaman hadis.

15

2. Sebagai ajang latihan untuk melatih daya nalar dan mengasah intelektualitas penulis. Juga sebagai bukti dan implimentasi dari ilmu yang diterima di bangku kuliah, sekaligus untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister.

E. Tinjauan Pustaka Dalam menyusun Tesis ini, telah dilakukan tinjauan pustaka oleh penulis dan ternyata ada beberapa yang menulis tentang tema ini di antaranya: Azyumardi Azra, dalam bukunya yang bertema “Jarinagn Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII”.18 Buku ini banyak menguraikan biografi dan perjalanan rihlah Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī dan Ulama Palembang lainnya. Chatib Quzwain, dalam bukunya “Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuh Syaikh Abdus Samad al-Palimbani”. Buku ini memuat mengenai pokok-pokok pikiran ajaran tasawuf Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dalam hubungannya dengan aliran-aliran tasawuf yang telah berkembang di Sumatera sampai abad ke-18 Masehi, sebagai usaha untuk menjelaskan Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam pada abad ke-18 Masehi itu, khususnya ajaran alGhazāli dan ajaran Ibnu „Arabi.19 Mal An Abdullah, “Jejak Sejarah Abdus Somad al-Palimbani”. Buku ini merupakan laporan penelitian mengenai Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-

18

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), hlm. 315. 19 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh „Abdus Samad al-Palimbani Ulama Palembang Abad ke-18 Masehi, (Jakarta: PT Bulan Bintang 1985)

16

Palimbānī. Buku ini memuat tentang naskah Manāqib Abdus Samad yang berjudul Faydh al-Ihsānī wa Midādā li al-Rabbāni, Sekilas kelahiran dan garis nasab Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, masa kecil, pendidikannya dan karir keilmuannya.20 Adapun penelitian yang penulis lakukan lebih terfokus kepada menginterpretasi hadis-hadis yang berkaitan dengan jihad dalam kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī.

F. Bangunan/Kerangka Teori Untuk menyelesaikan permasalahan di atas, penulis akan meneliti hadishadis keutamaan jihad dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Di samping itu diperlukan kitab-kitab syarah dan kitab-kitab hasil takhrīj (penelitian ulama tentang kualitas hadis) sebagai upaya untuk menganalisis kualitas sanadnya. Dalam meneliti kualitas sanad hadis-hadis, yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya al-palimbani ini, penulis menggunakan metode: 1) Takhrij Ḥadis; 2). Kritik Sanad. Digunakan metode Takhrij Ḥadis, karena metode tersebut dianggap masih relevan dan sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Di samping itu metode tersebut juga telah 20

Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, (Palembang: Syariah IAIN Raden Fatah Press 2012)

17

disepakati oleh ulama hadis. Adapun metode Takhrij Ḥadis meliputi: pertama, metode Takhrij menurut lafaz pertama hadis (awal matan) metode ini disebut juga dengan metode aṭrāf; kedua, metode Takhrij menurut lafaz-lafaz yang terdapat dalam hadis; ketiga, metode Takhrij Ḥadis menurut perawi terakhir; keempat, metode Takhrij Ḥadis menurut tema hadis; dan kelima, metode Takhrij Ḥadis menurut klasifikasi jenis hadis. Dalam menghukumi kualitas hadis diperlukan standar uji ke-ṣahīḥ-an sanad selain ke-ṣahīḥ-an matan hadis. Untuk mengetahui standar kualitas sanad hadis (para perawi yang terkait) diperlukan kitab-kitab tentang Rijāl al-Ḥadīs. Dari kitab-kitab tersebut banyak informasi tentang keadaan setiap perawi yaitu diantaranya, nama lengkap, nama panggilan (kunyah), kategori, tempat tinggal, tahun lahir, tahun wafat, guru, murid dan komentar ulama tentang kredibilitas moralnya. Dalam menilai sanad hadis akan menggunakan metode Jarh wa Ta‟dil yang kemudian dikomparasikan antara ulama mutasyaddidin dengan ulama mutawasitin dan juga dengan ulama mutasāhilūn. Sementara itu dalam menentukan hadis ṣaḥiḥ harus memenuhi lima syarat; pertama, muttasil sanadnya; kedua, perawi-perawinya adil; ketiga, perawi-perawinya ḍabit; keempat, yang diriwayatkan tidak syadz; kelima, yang diriwayatkan terhindar dari „illat qaḍiḥah.

18

G. Metodologi Penelitian 1. Sumber Data Dalam penelitian tesis ini, penulis menfokuskan pada penelitian kepustakaan (library risearch). Oleh karena itu, sumber datanya diperbolehkan dari berbagai kitab yang telah ditelaah, sehingga dengan melakukan hal itu diharapkan akan memberikan informasi yang lebih akurat dan valid. Sumber penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Adapun yang menjadi sumber primer adalah kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī. Sedangkan yang menjadi sumber sekunder adalah buku, kitab, jurnal dan karya-karya lain yang berkaitan dengan obyek penelitian sebagai data penunjang dan lain-lain yang membantu pemahaman terhadap obyek penelitian. misalnya kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfāz al-Ḥadīs al-Nabawī, Miftāh Kunuz alSunnah karya A.J. Wensinck, dan lain-lain.

2. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan Library Research (Penelitian Pustaka). Penelitian ini juga bersifat diskriptif-comparatif-analitif21 dan berupaya konseptualistik yakni dengan mempertimbangkan kondisi historis-empiris pada saat suatu hadis itu disampaikan oleh Nabi Saw.

21

Diskriptif dimaksudkan masalah yang dibahas dijelaskan/dipaparkan apa adanya. Kemudian bahasan dibandingkan dengan pendapat-pendapat ulama dan pada akhirnya dianalisis kelebihan dan kekurangan dari pendapat-pendapat itu dan diupayakan lahirnya kesimpulan.

19

3. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis penelitiannya, teknik pengumpulan data dilakukan di ruang-ruang perpustakaan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pustaka umum maupun pustaka pribadi, termasuk google books dan situs-situs lain yang menyediakan tulisan dan buku-buku Pdf. Data-data yang telah ada dikumpulkan dipilah berdasarkan tema-tema relevan. Tema itu kemudian diklasifikasi berdasarkan mutu, jenis dan relevansinya dengan topik penelitian ini untuk diteliti, dianalisis dan dimasukkan dalam topik pembahasan. Adapun teknik dalam penulisan berpedoman pada buku Pedoman Akademik Program Migister 2012/2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan pedoman transliterasi Arab-Latin berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan 0543 b/U/1987, Tanggal 22 Januari 1988.

H. Sistematika Pembahasan Sisitematika penulisan Tesis ini dibagi menjadi lima bab, masing-masing sub bab, dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah hasil yang utuh dan sistematis dengan perincian sebagai berikut: Bab pertama terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan MasaIah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Pembahasan. Adapun bab kedua Tinjauan Umum Tentang Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī Dan Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh terdiri dari

20

Skesta biografi, masa kecil, kondisi Palembang pada masa Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, karya dan pengaruhnya. Sekilas Tentang Kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Sosial Historis dan Motivasi Penulisan Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Posisi pentingnya kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh Sistematika Penulisan Kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Kemudian bahasan dilanjutkan pada Bab ketiga Tinjauan Umum Tentang Jihad terdiri dari Pengertian Jihad, pengungkapan jihad dalam al-Qur‟an dan hadis, Melacak Makna Jihad Dalam Sejarah, Tujuan dan Fungsi Jihad, Konsep Jihad Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Adapun bab keempat kualitas sanad hadis-hadis keutamaan jihad dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu‟minīn fī Faḍā‟il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Sementara pada bab Kelima penulis akan menyimpulkan dari seluruh bahasan dan masalah yang menjadi Tesis ini dan saran-saran disertai daftar pustaka sebagai sumber referensi.

BAB II SYEIKH ‘ABD AL-ṢAMAD AL-JĀWĪ AL-PALIMBĀNĪ DAN NAṢĪHAT AL-MUSLIMĪN WA AL-TAŻKIRATU AL-MU’MINĪN FĪ FAḌĀ’IL ALJIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH WA KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN FĪ SABĪLILLĀH

A. Kehidupan, Kondisi Palembang pada masa Syeikh ‘Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī, Karya dan Pengaruhnya. 1. Sketsa Biografi Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī Riwayat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī memang tidak begitu banyak dapat diketahui, baik menurut sejarawan Indonesia maupun menurut sejarawan asing. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang mempunyai nama lengkap „Abd al-Ṣamad bin Abdullah al-Jāwī al-Palimbānī1 tetapi sumbersumber Arab menamakannya Sayid Abd al-Samad bin Abd al-Rahman al-Jawi2. Umumnya dikenal dengan sebutan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dengan karya Hidayat al-Salikin. Al-Jawi adalah dinisbahkan kepada orang Jawa, karena pada waktu itu orang Arab belum mengenal dengan suku atau daerah lainnya di Indonesia selain dari Jawa, setelah itu baru muncul istilah lainnya seperti as-Sumatrani, al-Makassari, al-Banjari, al-Palimbani, al-Minangkabawi, al-Banteni, dan lain-lainnya. Ia merupakan ulama yang memiliki peran penting dalam perkembangan Islam di wilayah Nusantara. Ia kemungkinan besar berasal

1

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Hikayat Salikin fi Suluk Maslakin Muttaqin, (T.tp.,: Maktabah wa Matba‟ah Muhammad al-Nahdi wa Awladuh, t.t.). bisa juga dilihat H. M. Iwan Gayo, Buku Pintar Seri Junior, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm. 93; atau M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, (Yogyakarta: LkiS, 2007), hlm. 124. 2 Abd ar-Razaq al-Baytar, Hilyah al-Basyar fi Tarikh al-Qarn al-Salis ‘Asyar, Juz I, (Damaskus: Matba‟at al-Majma‟ al-„Ilmi al-„Arabi, 1963 M/1382 H), hlm. 851-852.

21

22

dari keturunan campuran Arab dan Palembang. Ayahnya adalah salah seorang keturunan bangsa Arab yang menyandang predikat Sayyid dan ibunya adalah orang Palembang. Ayahnya bernama Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani3 (w. 1782) seorang Mufti Kedah4 1710-1782, berasal dari Sana‟a, Yaman.5 “Al Mahdani” merupakan guru agama di Palembang yang ditemui oleh Muhammad Jiwa, putra mahkota Kedah 1704, yang sengaja menyembunyikan identitas darah birunya dalam pengembaraannya. Setengah tahun kemudian, al-Mahdani melanjutkan safari dakwahnya ke Jawa, India sampai Kedah didampingi oleh muridnya Muhammad Jiwa Hapisap (ada dugaan namanya Hafizh Sab).6 Sebelum menikah di Palembang, Syeikh Abdul Jalil telah menikah di Kedah dengan wan Zainab Putri Datok Sri Maharaja Dewa. Dari pernikahan tersebut, ia kemudian dikaruniai dua orang anak yang bernama Wan Abdul Qadir 3

Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani adalah salah seorang ulama yang datang dan mengajar di Palembang. Ia dikenal sebagai ulama sufi. Ketika itu, pada tahun 1704 salah seorang muridnya Muhammad Jiwa, putra mahkota Kedah, yang sengaja menyembunyikan identitas darah birunya. Kira-kira setengah tahun setelah Muhammad Jiwa belajar, Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani melanjutkan safari dakwahnya ke Jawa. Muhammad Jiwa, yang ingin terus belajar padanya, ikut menyertai perjalanannya. Setengah tahun kemudian Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahaid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani dan Muhammad Jiwa meneruskan perjalanan ke India. Di sini Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani mendapat murid lain bernama Hapisah (ada dugaan namanya Hafizh Sab) yang juga setia menyertainya. Ia mengajar dibeberapa tempat selama lima tahun. Setelah itu Muhammad Jiwa mengusulkan kepada Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani agar mereka berkunjung ke Kedah dan Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani setuju. Di Kedah sendiri pada waktu itu terjadi kekosongan kekuasaan. Sultan Abdullah, ayah Muhammad Jiwa, tealh wafat (1706 M). Penggantinya Sultan Ahmad Tajuddin, saudara Muhammad Jiwa. Setibanya di Kedah (1710 M) Muhammad Jiwa dinobatkan sebagai sultan (disebut Sultan Muhammad Zainal Abidin II, memerintah sampai 1778 M). Ia kemudian mengangkat gurunya Syeikh Abdul Jalil bin Syeikh Abdul Wahid bin Syeikh Ahmad al-Mahdani sebagai Mufti, dan Hapisap sebagai Qodi. Lihat Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, (Palembang: Syariah IAIN Raden Patah Press, 2012), hlm. 17. 4 Kedah adalah sebuah daerah yang terletak sebelah utara di kawasan semenanjung Malayu, yang termasuk ke dalam wilayahMalaysia sekarang. 5 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1985), hlm. 9. 6 Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, hlm.16. lihat juga Luzmy Ningsih, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani: Pemikiran Dakwah dan Karyanya, (Skripsi: Universitas Indonesia Fakultas Sastra, Depok 1998).

23

dan Abdulah. Tetapi Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lebih tua dari mereka berdua, karena kedua saudaranya tersebut lahir setelah Syeikh Abdul Jalil pulang dari tiga tahun kepergiannya ke palembang, dimana ia menikah lagi dan mendapat seorang putra yang bernama Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī.7 Dari berbagai sumber-sumber yang membahas Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī seperti karya Chatib Quzwain juga kesulitan dalam melacak Salasih keturunan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Chatib Quzwain mencatat bahwa Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lahir di Palembang pada 116 H/1704 M. Sekitar empat tahun setelah 1112 H/1700 M setelah penobatan Syeikh Abdul Jalil sebagai Mufti.8 Hal ini berdasrkan catatan Tarikh Salasilah Negeri Kedah.9 Sejalan dengan bacaan Chatib Quzwain, Azra mencatat pasti tahun kelahiran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī pada 1116 H/1704 M. Azra menyatakan “Dari seluruh sumber yang ada hanya Tarikh Salasilah Negeri Kedah yang memberikan angka tahun kelahiran serta kematian Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī. Menurut sumber ini Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī lahir 1116 H/1704 M dan ayahnya seorang Sayyid sedangkan ibunya seorang wanita Palembang.” Karena itu Azra menyimpulkan tahun 1116/1704

7

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 9. 8 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 10. 9 Tarikh Silsilah Negeri Kedah ditulis oleh Muhammad Hasan Datok Kerani Muhammad Arshad Rahsia Almarhum Sultan Ahmad Tajuddin Mukarram Shah yang Muha Mulia bin Tuan Syeikh Abu Bakar Kadhi bin Tuan Syeikh Abdul Kadir Mufti bin Tuan Syeikh Abdul Jalil Mufti bin Tuan Syeikh Abdul Wahid bin Tuan Syeikh Abdul Ahmad al-Mahdani. Lihat Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2015), hlm. 14.

24

itulah yang merupakan tahun kelahiran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī.10 Berbeda dengan keduanya diatas, Abdullah11 beranggapan telah terjadi kekeliruan bahwa antara catatan Chatib Quzwain yang mengatakan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lahir pada tahun 1116 H/1704 M. Sekitar empat tahun setelah 1112 H/1700 M dari penobatan Syeikh Abdul Jalil sebagai Mufti. Padahal di dalam Tarikh Salasilah Negeri Kedah, Chatib Quzwain harusnya memperkirakan kelahiran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī terjadi pada tahun 1126 H/1714 M empat tahun setelah penobatan Syeikh Abdul Jalil sebagai Mufti bukan tahun 1116 H/1704 M tahun kelahirannya.12 Mengenai apa yang dikemukakan Azra, Abdullah mengingatkan bahwa Tarikh Salasilah Negeri Kedah tidak pernah sekalipun menyebutkan tahun kelahiran Abdus Samad seperti yang dikatakan Azra. Karena itu Abdullah menduga Azra memetik atau mengutip begitu saja perkataan Chatib Quzwain yang keliru tadi.13 Berdasarkan hasil telaahnya yang demikian itu tentu saja Abdullah lebih cenderung pada perkiraan tahun 1126 H/1714 M sebagai tahun kelahiran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Terhadap ketidak pastian tersebut, ternyata tidak seperti perkiraan selama ini, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dilahirkan bukanlah pada tahun

10

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), hlm. 315. 11 Nama lengkapnya adalah Wan. Mohd. Shaghir Abdullah. Salah seorang yang memiliki dedikasi tinggi untuk memelihara dan mempromosikan naskah-naskah Melayu Klasik. Kabarnya, sejak umur 12 tahun ia sudah bekerja mengumpulkan informasi dan karya-karya tulis para ulama Melayu dari abad ke-16 ke atas. Abdullah wafat 12 April 2007. Lihat Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2015), hlm. 15. 12 Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 19. 13 Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 19.

25

1704/1714/1719 M. Menurut catatan Faydh al-Ihsani, Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī dilahirkan pada tahun 1150 H/1737 M di Palembang. Ayahnya bernama Abdur Rahman, bukan Abdul Jalil. Syeikh Abdul Jalil bin Abdul Wahhab bin Ahmad al-Mahdali, Mufti Kedah 1710-1782 M, adalah kakek Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī; ia menikah dengan Raden Ranti, anak perempuan dari Pangeran Purbaya yang merupakan putra tertua dari Sultan Muhammad Mansur (yang memerintah 1706-1714 M). Abdur Rahman, ayah dari Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, adalah anak Syeikh Abdul Jalil yang lahir dari pernikahan terseut. Maka jika diurutkan, susunan nama dan nasabnya yang lengkap ialah „Abd Ṣamad bin Abdur Rahman bin Abdul Jalil bin Abdul Wahhab bin Ahmad al-Mahdali.14 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī meninggal setelah tahun 1203 H/1789 M, yaitu tahun dimana ia telah selesai menulis karya yang berjudul Sair as-Salikin ila ‘Ibadah Rabb al-‘Alamin.15 Hal ini didasarkan atas beberapa hal, diantaranya adalah setelah karyanya itu tidak ditemukan indikasi adanya karyakarya yang lain dan juga pada ketika itu ia diperkirakan sudah berusia 84 tahun, usia yang dianggap sudah cukup tua. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī meninggal dalam suatu peperangan antara Kesultanan Kedah dengan Kerajaan Siam yang terjadi jauh sesudah tahun 1203 H/1789 M. Namun tidak ada keterangan pasti di mana Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī. Chatib Quzwain menyebut bahwa kubur Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī di Palembang, sedangkan Azyumardi Azra pula menyebut,

14

Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 115-116. 15 Al-Palimbani, Syair Salikin, Juz IV, hlm. 267.

26

“ada kesan kuat dia meninggal di Arabiah”, kedua-dua pendapat tersebut bertentangan dengan Tarikh Salasilah Negeri Kedah. Letak kuburnya ditemukan di sebuah perkampungan karet di Ban Trap, kini berada dekat laluan jalan raya menuju Chana, provinsi Songkhla, di selatan Thailand. Dengan demikian masa hayat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī berlangsung dari tahun 1150 H/1737 M sampai dengan tahun 1247 H/1832 atau sampai tahun 1254 H/1839 M.16

2. Masa Kecil dan Pendidikan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī Melihat tahun lahir Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, 1150 H/1737 M, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī menjalani masa kecilnya pada saat kesultann Palembang berada dibawah pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddi I (1727-1756 M). Ini adalah masa ketika Palembang dicatat telah berkembang menjadi pusat belajar Islam yang penting di wilayah MelayuNusantara, yang mampu menarik ulama-ulama dari Jazirah Arabiah untuk datang, bermukim, mengajar dan melakukan aktivitas keilmuan di sini, dan pada gilirannya melahirkan sejumlah ulama penting dan produktif di zamannya, yang secara bersama-sama berhasil membentuk sebuah tradisi keilmuan Islam yang akan kita sebut sebagai “tradisi keilmuan Palembani”. Mengenai masa kecil Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Faydh al-Ihsani memberikan gambaran yang cukup bermakna untuk dianalisa. Ia tidak lama merasakan asuhan ibunya yang harus pergi meninggalkannya selamanya (meninggal dunia). Dikala itu Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī baru 16

hlm. 117.

Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,

27

berumur setengah tahun. Tidak disebutkan siapa nama ibunya tersebut. Tetapi dari penelusuran ditemukan bahwa ibu Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī bernama Syarifah, sebuah nama (Masayu) yang juga mengidentifikasikan dirinya sebagai perempuan asli Palembang dan berasal dari kalangan kraton (bangsawan) Palembang.17 Sepeninggal ibunya, menurut catatan Faydn al-Ihsan Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī harus pula dibesarkan tidak bersama ayahnya. Dikala Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī baru berusia kira-kira sembilan tahun ayahnya pergi mengelana. Tidak ditemukan juga informasi mengenai negeri tempat ayahnya mengelana. Hanya disebutkan dalam Faydn al-Ihsani ayahnya berpindah (mengelana) ke “negeri yang sejahtera”. Namun ketidakhadiran ayah dan ketidaan ibu tidaklah menghalangi Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī untuk mendapatkan pendidikan dan kesempatan belajar dengan baik dalam ilmu-ilmu agama (Islam) di negerinya sendiri. Guru yang selalu dikenangnya dari masa pendidikan di Palembang ialah Sayyid Hasan bin Umar Idrus.18 Sayyid Hasan memperhatikan, mengawasi dan berupaya membentuk pola kesehariannya. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī banyak menimba ilmu agama, tajwid dan ilmu al-Qur‟an. Didikan sang guru meninggalkan kesan sedemikian mendalam. Selain belajar al-Qur‟an dan ilmu-ilmu agama dari jalur keluarganya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī berhasil mewarisi tradisi silat beladiri kraton Palembang. Seni silat Palembang ini kemudian dikembangkan oleh

17

Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 21-22. Lihat juga Mal An Abdullah, Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 28. 18 Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 23-24.

28

cucunya Abdus Samad (Tuan Wok) di wilayah Pahang dan Terengganu, sehingga mewujud menjadi seni silat Sekebun yang menempatkan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī sebagai mahaguru mereka yang pertama. Pangeran Purbaraya (kakek ka atas dari jalur nasabnya di Palembang) memang termasyhur sebagai “ahli pendidikan ilmu silat dan urusan peperangan”. Selain itu, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī pernah belajar tasawuf. Ia mempelajari kitab At-Tuhfah al-Mursalah, karya Syeikh Abd arRahman bin Abd al-„Aziz al-Maghribi dan pada ketika sebelum berangkat ke Mekkah, ia telah mempelajari kitab-kitab tasawuf, seperti kitab tasawuf yang dikarang oleh Syeikh Abd ar-Rauf al-Jawi as-Singkili dan kitab tasawuf yang dikarang oleh Syamsuddin as-Sumatrani, keduanya adalah tokoh sufi Aceh.19 Setelah mendapat pendidikan di Palembang, Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī pergi ke Mekkah20 dan meneruskan pelajaran di Haramayn. Tidak disebutlan kapan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī berangkat ke Mekkah. Di Mekkah, ia diperkirakan belajar di Masjidil-Haram.21 Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī memutuskan untuk hidup, menuntut ilmu dan bermukim di sana. Dia tentu memasuki komunitas Jawi yang ada, dan ini adalah langkah permulaan menuju karir keilmuannya. Dalam komunitas Jawi masa itu,

19

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, E.i. 4, hlm 78. Hal itu diakui sendiri oleh alPalimbani sebagaimana yang diutarakan di dalam kitabnya Syair al-Sālikīn ilā ‘Ibādah Rabb al‘Ālamīn, Juz III, (Semarang; Toha Putra, t.th.), hlm. 183. 20 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 315. 21 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Snouck Hurgrenje, pada akhir abad ke-19 Masjidil Haram Mekkah adalah salah satunya lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi. Di Masjidil Haram pada waktu itu, apabila setelah selesai mengerjakan shalat lima waktu, para jama‟ah membuat kelompok masing-masing berbentuk lingkaran (halaqah), pada setiap kelompok itu ada guru besarnya masing-masing yang bertindak sebagai pemberi kuliah (dosen). Adapun bahasa yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar adalah bahasa Arab. C. Snouck Hurgranje, Mekkah in the Latter Part of teh Nineteen Century, Penterjemah J. H. Monathan, (London: Gibb Memorial Series, 1931), hlm. 172-173.

29

seorang yang lebih dahulu berada di sana ialah Muhammad Arsyad al-Banjari, yang kemudian dicatat sebagai salah satu sahabatnya yang terdekat. Di Mekkah, dia belajar ilmu-ilmu syari‟at pada sejumlah ulama terkemuka. Di antara guru-guru Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī pada masa ini, ada enam yang disebutkan dalam Faydh al-Ihsani. Di antaranya Muhammad Sa‟id bin Muhammad Sunbul (al-Syafi‟i al-Makki) salah seorang ulama fikih dan Muhaddits terkemuka di zamannya. Karena tempat berdiamnya di Marwah, ia terkenal sebagai Faqih Marwah, dan termashur keahliannya sebagai seorang Syafi‟i Kecil. Selain itu juga memiliki reputasi imam dari para Muhaddits di negeri Mekkah dan Hijaz, yang di datangi oleh para penuntut ilmu dari berbagai negeri. Ia tampaknya termasuk guru Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī paling awal di Haramayn.22 Lima diantara guru-guru Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang disebutkan di Faydh al-Ihsani selain Muhammad Sa‟id bin Muhammad Sunbul (al-Syafi‟i al-Makki), ialah „Abd al-Gni bin Muhammad al-Hilal, Ibrahim bin Muhammad Zamzami al-Ra‟is (Abu al-Fawz Ibrahim bin Muhammad Ra‟is alZamzami al-Makki), Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi (al-Syafi‟i), Sulaiman bin Umar bin Manshur „Ujaili (yang terkenal dengan sebutan Jamaluddin), „Athallah bin Ahmad (al-Azhari al-Mashri al-Makki).23 Selain guru-guru yang namanya dituliskan dalam Faydh al-Ihsani, Tentu saja masih banyak guru lain yang tidak tercantum. Salah satunya ialah Ahmad bin „Abd al-Mun‟im al-Maliki al-Damanhuri (1101/1690-1192/1778), ulama besar

22

Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan,

hlm. 27. 23

Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 27-30.

30

yang berdiam di Kairo yang pada tahun 1768-1778 menepati kedudukan sebagai Syikh al-Azhar. Ia sering kali berpergian ke Haramayn. Dan mengajar di Masjidil Haram. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī selalu mengikuti kuliahkuliah al-Damanhuri, dan atas catatan yang dibuatnya ia menulis salah satu karyanya paling awal, Zahrat al-Murid fi Bayan Kalimat al-Tawhid (1178/1765). Dua nama guru Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang lain muncul dalam kamus biografi al-Nafas al-Yamani, yang disusun oleh salah satu muridnya di Zabid, „Abd al-Rahman al-Ahdal. Guru tersebut ialah Muhammad Mirdad dan Muhammad al-Jawhari. Muhammad Mirdad terkenal terutama karena keahliannya di bidang fikih. Muhammad al-Jawhari adalah Muhammad bin Ahmad al-Jawhari alMashri, anak laki-laki seorang Muhaddits Mesir terkenal, Ahmad bin al-Hasan bin „Abd al-Karim bin Yusuf al-Karim al-Khalidi al-Jawhari al-Azhari. Seperti ayahnya, Muhammad al-Jawhari (91132/1720-1186/1772) dikenal terutama sebagai ahli hadis. Meski hidup di Mesir, ia sering mengadakan perjalanan ke Haramayn untuk melaksanakan ibadah haji dan juga mengajar. Muhammda alJawhari merupakan salah satu isnad yang paling dicari, memiliki jaringan yang sangat luas melalui telaah-telaah hadis yang terus berlanjut dari waktu ke waktu hingga masa-masa akhir ini.24 Selain belajar di Masjidil Haram Mekkah, ia juga pernah belajar di kota Madinah. Di Mekkah dan Madinah inilah ia banyak mempelajari berbagai disiplin ilmu kepada ulama-ulama besar pada masa itu. Meskipun pendidikannya sangat tuntas mengingat banyak ulama tempat ia belajar, akan tetapi kecenderungannya 24

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 311.

31

kepada tasawuf sangat kuat. Hal itu terlihat betapa banyaknya ia belajar tasawuf di Mekkah dan Madinah, di samping itu ia juga mencari guru lain dan membaca kitab-kitab tasawuf yang tidak ia pelajari atau tidak diterima ketika di Mekkah dan madinah.25

3. Kondisi Palembang Pada Masa Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī Sebelum kedatangan Islam penduduk Nusantara telah memeluk agama Hindu-Buddha. Agama Hindu-Buddha merupakan agama yang dibawa oleh pedagang India. Para pedagang tersebut mampu menyebarkan agama HinduBuddha di kepulauan Nusantara sehingga berdiri kerajaan Buddha terbesar di Asia Tenggara, yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan yang wilayah kekuasaannya meliputi Jawa, Sumatera dan Melayu.26 Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara setelah kerajaan Majapahit dan kerajaan Mataram. Pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaan kerajan Sriwijaya tersebar mulai dari sebagian besar pulau Jawa dan Sumatera hinggga ke Semenanjung Malaya. Selama beberapa abad Sriwijaya sebagai pelabuhan, pusat perdagangan, dan pusat kekuasaan, menguasai pelayaran dan perdagangan di bagian barat Indonesia. Sebagian dari semenanjung Malaya, Sumatera Utara, Selat Malaka, Selat Sunda kesemuanya masuk lingkungan kekuasaan Sriwijaya.27 Kerajaan Sriwijaya telah dikenal pula oleh

25

http://allahadatanpatempat.blogspot.com/2009/12/sekilas-perkembangan-tarekat-dan.

html. 26

Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 3. 27 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium, Jilid I, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 2.

32

kalangan masyarakat dunia. Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai kerajaan maritim yang kokoh, sebagai pusat kegiatan perdagangan internasional, kegiatan penelitian keagamaan. Pada akhir abad ke-8 Sriwijaya dikenal karena perkembangan ilmu agama Buddhanya Meskipun kegiatan intelektual dan spiritual diperkirakan telah berlangsung sebelum abad itu, karena menurut catatan musafir Cina I Ching, ia telah singgah di Sriwijaya untuk mempelajari bahasa Sanskerta dan menekuni agama Buddha pada abad ke-7.28 Kerena pada masa kerajaan Sriwijaya inilah terdapat Universitas Nalanda yang terkenal memiliki reputasi dunia dalam Budhisme yang selalu ramai dikunjungi cekdikiawan dan mahasiswa dari Asia.29 Menurut Hasan Muarif Ambary, pada permulaan abad ke-7 M di Palembang sudah ada masyarakat muslim yang oleh penguasa kerajaan Sriwijaya telah diterima dengan baik dan dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam.30 Hal ini merupakan konsenkuensi dari interaksi antara penduduk Sriwijaya dengan kaum Muslimin Timur Tengah yang sudah berlangsung sejak masa awal kelahiran Islam. Meskipun Sriwijaya merupakan pusat keilmuan Buddha terkemuka di Nusantara, ia merupakan kerajaan yang kosmopolitan. Panduduk muslim tetap di hargai hak-haknya sebagai warga kerajaan sehingga sebagian dari mereka tidak hanya berperan dalam bidang perdagangan tetapi juga dalam hubungan diplomatik dan politik kerajaan. Sejumlah warga Muslim telah dikirim oleh

28 29

Titik Pudjiastuti, Memandang Palembang Dari Khazanah Naskahnya, hlm. 1. Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.

3. 30

Soekma Karya (et.al), Ensiklopedi Mini; Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm. 182.

33

Pemerintah Sriwijaya sebagai duta kerajaan, baik ke Negeri Cina maupun ke Arabia.31 Pada abad ke-10 para pedagang Muslim dari Timur Tengah, terutama Arab dan Persia, sudah datang ke Palembang. Dalam beberapa kesempatan, mereka dimanfaatkan para penguasa Sriwijaya sebagai utusan dalam misi diplomatik Luar Negeri. Palembang sudah lama dikenal sebagai jembatan penghubung jaringan perdagangan pusat-pusat perniagaan. Yang ketika masa Hindia Belanda mendapat julukan “de grootste handelstad van Sumatra” (kota komersial terbesar di Sumatra).32 Sejak serangan dari Cola dalam abad ke-11 dan kemudian terdesak oleh kekuasaan di Jawa Timur pada akhir abad ke-13, Sriwijaya merosot sebagai pusat perdagangan dan akhirnya dikuasai oleh Bajak Laut. Lokasinya kemudian pindah ke daerah Jambi.33 Setelah Sriwijaya jatuh, Palembang menjadi daerah taklukan dari Kerajaan Jawa, seperti kerajaan Hindu Majapahit, Kesultanan Demak, Pajang, dan Mataram. Sejarah mengenai Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke-17, dapat dimulai pada pertengahan abad ke-15. Menurut Chatib yang mengutip dari kesimpulan Hamka, Islam telah masuk ke negeri Palembang dari Demak tahun 1440 Masehi; ketika ibu Raden Patah di kirim ke sana dari Majapahit, Adipati Majapahit yang bernama Aryo Damar telah memeluk Islam secara diam-diam.34

31

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 24-26. 32 Dedi Irwanto Dkk, Iliran dan Uluran; Dinamika dan Dikotomi Sejarah Kultural Palembang, (Yogyakarta: Eja Publisher, 2010), hlm. 27. 33 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium, Jilid I, hlm. 3. 34 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 7.

34

Dalam sejarah tutur Palembang dikisahkan bahwa setelah kerajaan Sriwijaya lemah dan dikalahkan Majapahit, maka daerah Palembang berada di bawah kekuasaan Majapahit yang berkuasa di Palembang adalah Ario Damar yang dikenal pula oleh masyarakat Palembang dengan nama Ario Dillah.35Di samping dari Demak, Pelembang sering pula di datangi missi Islam dari Malaka, sehingga pada tahun 1511 yang ketika itu Malaka jatuh ke tangan Portugis, Palembang termasuk di antara negeri-negeri yang telah menerima Islam.36 Ario Damar adalah seorang putra dari raja Majapahit terakhir yaitu Prabu Brawijaya Sri Kertawijaya. Ia dikirim Prabu Brawijaya V untuk menjadi adipati Palembang, mewakili kerajaan Majapahit bergelar Ario Damar yang berkuasa antara tahun 1455-1486 M di Palembang. Menurut cerita tutur Jawa, Sultan Trenggono yang merupakan Raja Demak beristrikan anak perempuan tokoh legenda Ario Damar dari Palembang sehingga ia mendapatkan gelar Ki Mas Palembang. Cerita ini memberi petunjuk masih eratnya hubungan Palembang dengan Demak. Hubungan ini menyebabkan penguasa-penguasa Islam di Palembang pada paruh pertama abad ke-16 M merasa dirinya keturunan Ario Damar dan berhubungan keluarga dengan Raja Demak. Pada tahun 1528 M kerajaan Demak mengirim Pangeran Sido ing Lautan sebagai wakil Kesultanan Demak, untuk menggantikan Ari Dillah. Pangeran Sido Ing Lautan adalah seorang keturunan Raden Patah yang ditunjuk untuk menjadi penguasa Demak di Palembang. Pangeran Sido Ing Lautan berkuasa di Palembang dari tahun 1547 M sampai 1552 M dan wafat di laut Jawa ketika dalam pelayaran

35

Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, (Jakarta: PT LogosWacana Ilmu, 1998), hlm. 41. 36 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 7.

35

pulang ke Palembang sesudah mengantarkan upeti ke Demak.37Menurut Husni dalam bukunya menjelaskan bahwa Pangeran Pangeran Sido Ing Lautan merupakan seorang priyayi yang masuk ke Palembang tatkala kericuhan politik terjadi di Demak. De Graff menjelaskan bahwa ia bernama Ki Gendeng Sura yang disebut oleh masyarakat Palembang adalah Ki Gede Ing Sura Tua. Ki Gede Ing Sura Tua menurut cerita tutur Palembang dianggap sebagai raja pertama. Hal ini dihubungkan dengan kepergian Ki Gede Ing Suro ke Palembang dalam suasana pengambilalihan kekuasaan Demak oleh Pajang. Pendirian kerajaan Palembang itu dimaksudkan untuk menunjukkan kesetiaan terhadap Demak yang dikalahkan oleh Pajang.38 Ketika Palembang masih berada dibawah pertuanan Demak, hubungan dengan pusat pemerintahan berjalan baik, seperti tercermin masih berlangsungnya penyampaian upeti ke pusat pemerintahan di Demak. Hubungan tersebut menjadi kurang baik setelah pusat kerajaan dialihkan ke Mataram dan Palembang dicurigai mendekati Kompeni. Pemimpin Palembang pada saat itu, Pangeran Sido Ing Kenayan mengirim upeti ke Mataram ditolak oleh Sultan Amangkurat I. Keadaan yang sama juga dialami oleh Ki Mas Endi Pangeran Ario Kesumo Abdurrahman yang menggantikan kakaknya Pangeran Sido Ing Rajak.39 Awal Palembang merdeka dan berdaulat masa Kesultanan Ki Mas Endi karena memproklamasikan putusnya hubungan dengan Mataram pasa 1659 M. Perlakuan dan sikap Sultan Mataram tersebut menyebabkan Ki Mas Endi

37

Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 43. 38 Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 43. 39 Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 45-46.

36

melepaskan ikatan dengan Mataram dan menyatakan Palembang sebagai kesultanan yang berdiri sendiri. Hal yang menarik dari proses perilahan status kekuasaan di Palembang baik peralihan dari perlindungan Majapahit ke Demak, Panjang ke Mataram dan juga pelepasan perlindungan dari Mataram berlangsung secara damai tanpa adanya upacara dan berjalan secara diam-diam. Islam di Palembang baru berkembang secara mendalam pada masa pemerintahan Kyai Mas Endi yang juga dikenal dengan Pangeran Ario Kusuma Abdurrahim. Chatib menjelaskan bahwa pada masa Sultan Abdurrahman inilah Islam sudah baru mulai berurat-berakar. Sebelum itu, agama Islam mungkin sudah berkembang juga di sana – sehingga pada masa Sultan tersebut sudah mulai kuattetapi, belum meluas dan belum merupakan agama resmi kerajaan.40 Setelah Kesultanan Palembang berdiri sendiri dan kompeni telah berkuasa di Batavia, maka proses peralihan kekuasaan dari satu sultan kepada sultan lain sering menimbulkan konflik dan pertikaian antar keluarga. Keadaan ini sebenarnya didorong dan ditumbuhsuburkan oleh pihak Belanda sebagai satu upaya menanamkan pengaruh dan kekuasaanya.41 Pada abad ke-18 M Islam di Kesultanan Palembang telah menunjukkan kemajuan-kemajuan yang menonjol. Sultan Najamuddin yang berkuasa pada tahun 1706-1774 M dan putranya Sultan Bahauddin yang berkuasa pada tahun 1774-1804 M kelihatan memberikan perhatian yang besar untuk pembinaan Islam di sana. Pada masa Sultan Najmuddin telah berdiri Masjid Agung Palembang

40

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 7-8. 41 Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 46.

37

yang sangat megah.42 Pada abad ke-18 inilah Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī dilahirkan dan dibesarkan. Kesultanan Palembang mengalami kemunduran dimulai ketika Sultan Bahauddin meninggal dunia kemudian digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Badaruddin. Sejak tahun 1811 M kesutanan Palembang telah terusik oleh imperialisme Barat. Sejak itulah kesultanan Palembang secara terus menerus melakukan perlawanan melawan imperialisme Barat.43 Krisis ekonomi yang dialami oleh VOC dan kemudian Pemerintah Belanda mempercepat peralihan kekuasaan ketangan Inggris. Akhirnya pada tanggal 24 April 1812 M Palembang jatuh ke tangan Inggris di bawah Gillespie.44 Usaha Belanda dalam mengakhiri kedaulatan politik kaum elite di Palembang menyebabkan Belanda mengirimkan ekspedisi pertama pada bulan Juni 1819 M ke Palembang, tetapi dipukul mundur. Pada bulan Juni 1821 M dipersiapkan lagi ekspedisi militer yang lebih besar yang dipimpin oleh Mayor Jendral H.M. de Kock yang betujuan untuk menaklukan Kesultan Palembang. Akhirnya ekspedisi ini berhasil merebut keraton Palembang dan membawa Sultan Badaruddin sebagai tawanan ke Batavia. Kejadian ini lantas tidak membuat riwayat kesultanan Palembang tamat. Sebagai pengganti Badaruddin, Belanda mengangkat Pangeran Prabu Anom putra Sultan 42

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 18. 43 Konflik antara Kesultanan Palembang dengan negara Hindia Belanda dimulai sejak tahun 1811. Pada tahun itu, Sultan Ahmad Badaruddin, atas anjuran agen Inggris, Reflles, menyerang loji Belanda di Palembang. Pada kesempatan itu, penjaga benteng disergap dengan tiba-tiba dan kemudian dibunuh. Dengan cara ini, keraton Palembang berharap dapat bersikap merdeka menghadapi kekuasaan kolonial Inggris dan Belanda. Harapan itu cepat musnah, ketika Reflles mengirimkan satuan ke Palembang pada tahun 1812 yang memaksa keraton mengakui kedaulatan Inggris atas Palembang. Hal ini menyebabkan Mahmud Badaruddin melarikan diri ke pedalaman. Sesudah itu menyusul kekacauan politik antara Mahmud Badaruddin dan saudaranya Ahmad Najmuddin saling bergantian menduduki tahta, menurut siapa yang menerima dukungan pihak Inggris maupun Belanda. Lihat Jeroen Peeters, Kaum Tuo Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942, (Jakarta: INIS, 1977), hlm. 8. 44 Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium, Jilid I, hlm. 272-273.

38

Ahmad Najmuddin II sebagai raja Palembang dengan Susuhan Husin Dia‟uddin. Pada

bulan

November

1824

M,

Sultan

dan

pengikutnya

melakukan

pemberontakan yang disebabkan oleh Belanda yang menyodorkan kontrak baru guna menyerahkan kedaulatan kerajaannya kepada Belanda. Serangan ini gagal dan menyebabkan kedua raja Palembang ditawan dan dikirim ke Batavia. Sejak saat itulah sistem kesultanan dihapus oleh Belanda45. Maka, berakhirlah Kesultanan Palembang yang telah berkuasa selama berabad-abad itu.

4. Karya-Karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī Memalui pencarian yang tekun, Chatib Quzwain yang mengutip dari Drewes mengatakan bahwa, karya tulis Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī berjumlah tujuh buah; dua sudah dicetak, empat buah masih berbentuk naskah dan sebuah baru dikenal namanya saja. Chatib juga menjelaskan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī juga menyebutkan pula sebuah tulisan yang lain, sehingga semua karya tulisannya berjumlah delapan buah.46 Namun Abdullah berhasil menemukan lima belas karya tertulis dari Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī. Naskah Faydh al-Ihsani juga menyebutkan jumlah karya tulis, tiga diantaranya tidak termasuk dalam daftar Abdullah, yaitu Suwathi’ al-Anwar, Irsyad Afdhal al-Jihad, dan Risalah fi al-Awrad wa al-Adzkar. Di pihak lain Kemas Andi Syaifuddin memilik naskah Wahda al-Wujud. Sementara sumber-sumber Arab menyebut sebuah tulisan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī yang lain, Fadhail al-Ihya’ li al-Ghazali. Ada juga manuskrip berjudul

45

Jeroen Peeters, Kaum Tuo Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942,

hlm. 8-9. 46

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 22.

39

Risalah fi Bayan Hukm al-Syar’i dan Nasihah al-Muslimin wa Tazkiyah alMukminin dalam koleksi Perpustakaan Negara Malaysia. Tiga pucuk surat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī (dua di antaranya memuat pesan yang sama) telah pula ditemukan dan di pelajari oleh Drewes (1976). Sementara Hidayat alSalikin mencatat adanya risalah al-Urwat al-Wutsqa berbahasa Arab yang isinya lebih luas dari versi berbahasa jawi yang kita jumpai sekarang. Ada pula manusrip Kitab al-Bay’I dalam koleksi perpustakaan Universitas Umm al-Qura yang juga diidentifikasi oleh Wan Mamat (2010) sebagai karya Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī. Sebuah risalah yang beredar luas, Tuhfat al-Raghibin, masih terus diperdebatkan siapa penulisnya, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ataukah al-Banjari. Maka sedikitnya sudah teridentifikasi dua puluh tuju (27) karya tertulis yang diwariskan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī47, seperti berikut: 1. Zuhra Al-Murid fi Bayan Kalimah Al-Taudid, sebuah kitab dalam bahasa Melayu yang ia tulis di Mekkah pada tahun 1178 H/1764 M. Kitab ini berasal dari satu kuliah yang diberikan oleh salah seorang ulama Mesir yang kemudian menjadi guru di Al-Azhar, yaitu Ahmad al-Damanhuri. Isi kitab ini menjelaskan tentang Mantiq dan ushuluddin.48 Naskah ini berada di Perpustakaan Nasional Jakarta yang ditulis pada tahun 1181 H/1767 M dan di Universitas

47

Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 85-94. 48 Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 1993), hlm. 77.

40

Bibliotheek Leiden, terdapat pula sebuah naskah asli yang berasal dari Aceh.49 2. Risalah fi Bayan Asbab Muharram li al-Nikah, wa Ma Yudzkar Ma’ah min Dhabth al-Radha’ wa Ghayrih (Risalah pada menyatakan akan segala sebab yang diharamkan bagi nikah dan barang yang disebutkan sertanya daripada kenyataan dabth al-radha’ dan lainnya). Karya ini selesai ditulis pada malam Rabu setelah sembahyang Isya‟ 11 Rabi‟ul awwal 1179 (27 Agustus 1765). Dalam bentuk manuskrip, risalah ini terdapat dalam koleksi Perpustakaan Negara Malaysia, Nomor MMS 2824 (A). 3. Risalah Mi’raj. Ditulis di Mekkah, selasai pada Jum‟at 11 Rajab 1181 (2 Desember 1767). Karya ini berisi tentang Isra‟ dan Mi‟raj yang dilalui Rasulullah Saw. dan pengajaran yang diperoleh melalui kejadian tersebut. 4. Zad Al-Muttaqin fi Tauhid Rabb Al-‘Alamin, terbilang karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang hilang. Kitab ini disebut dalam Sayr Al-Salikin pada dua tempat, pertama pada akhir fasal 2, bab II, bagian ketiga. Kedua, dalam bab X, bagian ketiga diakhir penjelasannya mengenai kitab-kitab tasawuf yang menurutnya hanya boleh dibaca oleh orang yang sudah mencapai tempat penghabisan

49

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 22.

41

(al-muntabi).50 Kitab ini tampaknya merupakan ringkasan pendapat gurunya, Syeikh Al-Samman tentang tauhid.51 5. Dua pucuk surat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang ditulis dengan bahasa Arab, ditujukan kepada: [1] Sultan Mataram Hamengkubuwono

I

(sebelumnya

dikenal

dengan

Pangeran

Mangkubimi), dan [2] Susuhunan Prabu Jaka (atau Pangeran Sinfasari, putra Amangkurat IV). Dua surat ini memuat kandungan yang sama dan telah dipelajari oleh Drewes (1976), kemudian oleh Azra dan Jamaluddin. 6. Surat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang ditujukan kepada Pangeran Paku Negara (Mangkunegara). Surat ini juga ditulis Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dalam bahasa Arab. Terdapat juga terjemahannya dalam bahasa Belanda. 7. Tuhfa al-Raghibin fi Bayan Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduh fi Riddah al-Murtadin, sebuah kitab yang berbahasa Melayu yang ditulis pada tahun 1188 H/1774 M. Kitab ini ditulis atas permintaan Sultan Palembang. Menurut Chatib yang mengutip penjelasan Drewes, pada awal tulisan kitab tersebut, Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī mengatakan bahwa ia diminta oleh salah seorang pembesar pada masa itu. Barangkali memang demikianlah yang sebenarnya, karena adalah suatu hal yang aneh jika Sultan Palembang pada masa itu tidak mengenal Syeikh „Abd al-Ṣamad al-

50

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 30. 51 Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm. 72.

42

Jāwī al-Palimbānī, atau tidak tergerak untuk meminta fatwanya.52 Tujuan penulisan kitab ini untuk membendung pengaruh tasawuf yang menyimpang, yaitu para pengikut Hamzah Fansuri yang difatwakan oleh Al-Raniri untuk dihukum mati.53 Di dalam kitab itu, dijelaskan mengenai perbuatan “menyanggar”.54 Selain itu juga mengenai kaum “kaum yang bersufi-sufi diri”, yang antara lain adalah kaum wujudiyah yang mulhid55 (wahdatul wujud yang sesat) seperti yang dijelaskan oleh Al-Raniri dalam abad sebelumnya di Aceh.56 8. Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il alJihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. kitab ini merupakan risalah tentang perang suci yang mengilhami seorang penyair Aceh untuk menulis seubah syair dan kemudian dibacakan secara luas dalam perjuangan melawan Belanda pada seperempat terakhir abad ke-

52

Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.

53

Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm.

24. 71. 54

Kata sanggar digunakan untuk sesajen sirik: dalam bahasa Melayu Kuno memang mempunyai arti demikian, tetapi tidak demikian artinya dalam bahasa Jawa. Sekitar tahun 1774 praktek sirik tercela itu mungin terdapat di daerah pedalaman Palembang. Lihat Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 23. 55 Seperti al-Raniri, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī membagi doktrin wujudiyah ke dalam dua jenis: wijudiyah mulhid (kesatuan wujud ateistik) dan wijudiyah muwahhid (kesatuan wujud uniterisme). Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī memasukkan para pengikut wujudiyah mulhid ke dalam kelompok yang ia namakan sebagai sufi-gadungan. Kelompok sufi-gadungan lainnya, menurut Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, adalah para pengikut huluwiyyah (doktrin inkarnasi Tuhan). Dia menyatakan, kesalahan mereka, karena mereka berkeyakinan Tuhan mengingkarnasikan diri-Nya ke dalam wujud manusia dan ciptaan lainnya. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 277. 56 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 24.

43

19.57 Kitab ini berisikan keutamaan berjihad di jalan Allah. Di Perpustakaan Nasional Jakarta terdapat dua buah naskahnya, tetapi keduanya tidak menyebutkan tanggal dan tempat penulisannya. Di lihat dari segi isinya, mungkin kitab ini ditulis dalam waktu yang berdekatan dengan pengiriman dua pucuk suratnya ke Jawa Tengah sekitar tahun 1186 H/1772 M.58 Selain di Perpustakaan Nasional, saya juga menemukan kitab ini di Perpustakaan Sunan Amper yang telah ditulis ulang oleh Ahmad Lutfi. 9. Al-‘Urwah Al-Wutsqah wa Silsilah al-Waliy al-Atqa, sebuah kitab dari bahasa Arab mengenai wirid-wirid yang harus dibaca pada waktu-waktu tertentu yang diperoleh dari al-Samman. Manuskrip karya ini terdapat di Palembang.59 10. Al-‘Urwah Al-Wutsqah yang ditulis dalam bahasa Arab. Versi ini lebih luas daripada yang berbahasa Jawi. Karya ini menjelaskan tentang zikir untuk memperoleh kematian yang husn al-khatimah. 11. Al-Rasalah fi Kayyiyat al-Ratib Laylat al-Jumu’ah. Risalah berbentuk manuskrip tersimpan dalam koleksi Kemas Andi Syaifuddin pada kumpulan yang sama Al-‘Urwah Al-Wutsqah. 12. Hidayah Al-Salikin fi Suluk Maslak Al-Muttaqin, sebuah kitab Melayu yang selesai ditulis pada tahun 1192 H/1778 M. Kitab ini telah dicetak di Mekkah pada tahun 1870 M dan dicetak lagi pada 57

Khamami Zaa dkk, Intelektualisme Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), hlm. 142. Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 23. 59 Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm. 71. Lihat juga Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 24-25. Lihat juga Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad alPalimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 88-89. 58

44

tahun 1885 M. Pada tahun 1895 di cetak di Bombay, di Kairo pada tahun 1922 M. Selanjutnya kitab ini di cetak di cetak di Singapura (tanpa tahun) dan di Surabaya pada tahun 1933-1934 M.60 Di Indonesia dan Singapura buku ini telah mengalami cetak ulang beberapa kali dan tersebar luas.61 Kitab ini menurut Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī merupakan terjamah dari kitab Bidayah Al-Hidayah karya Al-Ghazali. Meski demikian, karya yang mulai ditulis pada tahun 1778 M ini bukan buku terjemahan dalam arti yang sesungguhnya.62 Menurut Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī, dalam Hidayah Al-Salikin, ia membahas beberapa masalah dengan menggunakan bahasa Jawi dan menambahkan beberapa masalah yang baik-baik yang tidak terdapat dalam kitab Bidayah Al-Hidayah. Susunan bab dan fasal yang terdapat di dalamnya berbeda dengan yang ada di dalam Bidayah Al-Hidayah.63 Selain itu Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī juga menambahkan komentar dan keterangannya

dari ungkapan dan

pernyataan dalam karya-karya Al-Ghazali lainnya, seperti Ihya’ ‘Ulumuddin, Minhaj al-‘Abidin, dan kitab Al-Arba’in fi Ushul AlDin.64 Di samping itu, di dalam kitab tersebut Syeikh „Abd al-Ṣamad

60

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 25. 61 Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm. 71. 62 Khamami Zada dkk, Intelektualisme Pesantren, hlm. 142. 63 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 26. 64 Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm. 72. Lihat juga Khamami Zada dkk, Intelektualisme Pesantren, hlm. 143-144.

45

al-Jāwī

al-Palimbānī

menjelaskan

pula

tingkatan-tingkatan

(maqamat) yang harus dilalui oleh para seorang calon sufi.65 13. Risalah fi Bayan Hukm al-Syar’i wa Bayan Hukm man Yukhalifuhu fi al-I’tiqad aw fi al-Hukm aw fi al-‘Amal. Risalah ini selesai ditulis di Mekkah pada Ahad 10 Rajab 1201 H (28 April 1787 M). Terdapat dalam bentuk manuskrip koleksi Perpustakaan Negara Malaysia, Nomor 2308. 14. Syar Al-Sālikīn ila Rabb Al-Alamīn, kitab yang terdiri dari empat juz, mulai ditulis pada tahun 1193 H/1779 M dan selesai pada tahun 1203 H/1788 M.66 Bagian pertama selesai di Mekkah tahun 1194 H/1780 M; begian kedua selesai di Ta‟if tanggal 19 Ramadhan 1195 H/1781 M; bagian ketiga selesai di Mekkah tanggal 19 Shafar 1197 H/1783 M dan bagian keempat selesai di Ta‟if tanggal 20 Ramadhan 1203 H/1788 M.67 Dalam sejarahnya, penerjemahan kitab ini bersifat bebas, disingkat pada beberapa bagian, tetapi ditabah dan dilengkapi pada bagian-bagian lain. Di antara tambahan itu, terdapat suatu daftar tentang karya-karya sufi yang kebanyakan berbahasa Arab.68 Dalam kitab ini, menurut Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī, ia memasukkan masalah-masalah yang diambilnya dari kitab-kitab seperti Ihya ‘Ulumuddin, Minhaj al-‘Abidin, Al-Arba’in fi

65

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 26. 66 Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm. 72. 67 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 27. 68 Khamami Zada dkk, Intelektualisme Pesantren, hlm. 144.

46

Ushul Al-Din, Bidayah Al-Hidayah,69 An-Nafahul Ilahiyyah,70 beberapa kitab karangan Abdul Qadil Al-„Aidarus,71 beberapa kitab Mustafa Al-Bakri,72 beberapa kitab karangan Abdullah Al-Haddad,73 As-Sairu wa as-Suluk,74 dan beberapa kitab yang ia sebutkan di dalam kitab ini sebelumnya.75 Selain menggunakan referensi dari beberapa karya Al-Gahazali, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī

juga

memuat

ungkapan-ungkapan

beberapa

sufi

terkemuka, seperti Abu Thalib Al-Makki, Al-Qusyairi, dan Ibnu „Athai‟illah Al-Sakandari, di samping sufi aliran filsafat seperti Syeikh Fadhullah Al-Burhanfuri, pengarang Al-Tuhfah Al-Mursalah yang merupakan kesinambungan pemikiran Ibnu Arabi.76 Kitab Syar al-Salikin karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ini berusaha memadukan inti ajaran wahdat al-wujud Ibnu „Arabi77

69

Ketiganya merupakan kitab karya al-Ghazālī. Kitab ini merupakan kitab karangan Muhammad as-Samman 71 Dalam menerangkan literatur tasawuf yang dianjurkannya untuk dibaca oleh orang yang baru belajar tasawuf Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī menyebutkan tiga buah kitab karangan al-„Aidarus, yaitu: al-Darus Samin, al-Zubrul Basim, dan al-Futūhatul Qudsiyyah. Lihat Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 28. 72 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī menyebutkan tujuh kitab tapi yang disebutkannya untuk dibaca hanya enam, yaitu: al-Wasiyatul Jaliyyah, Hidāyatul Abbad, Risālatus Subbab, Bulūghul Maram fi Khalwati Abhis-Syam, Nazmul Qiladab, al-Manbalul ‘Azib. Lihat Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad alPalimbani, hlm. 28. 73 Kitab-kitab Abdullah bin Alawi al-Hadad disebutkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī lima buah, yaitu: al-Nasā’ihud Diniyyah, Itbāfus Sa’id, al-Fusūlul Ilmiyyah, Risālatul Mu’awanah, dan al-Da’watut Tammah. Lihat Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 28. 74 Kitab ini merupakan karya Syeikh „Abd al-Qadir al-Jailani. 75 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 27-28. 76 Alwi Shihab, Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, hlm. 72. 77 Nama lengkapnya adalah Ibnu „Ali Muhyidin al-Hatimi al-Tha‟I al-Andalusi. Ia dilahirkan di Murcia, Spanyol pada 11 Ramadhan 560 H bertepatan dengan 28 Juli 1165 M. lihat Noer Iskandar, Tasawuf, Tarekat, dan Para Sufi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 153. 70

47

dengan prinsip-prinsip ajaran Al-Ghazali. Kedua ajaran tokoh sufi tersebut tidak dipandang sebagai dua aliran tasawuf yang berbeda dan tidak mungkin disesuaikan, tetapi sebagai ajaran yang dapat saling melengkapi.78 Kitab ini berada di Universitas Bibliotheek, Leiden sebanyak tiga naskha. Di Perpustakaan Nasional terdapat tiga naskah pula. Salah satu dari tiga naskah Jakarta terdiri dari 2796 halaman dalam delapan jilid dengan tulisan yang sangat terang dan rapi, sehingga seluruhnya dapat dibaca.79 15. Nasihat li al-Muslimin wa Tadzkirat li al-Mu’minin fi Fadhl alMujtahidin fi Sabilillah wa Ahkam al-Jihad fi Sabilillah Rabb al‘Alamin. Ridalah ini adalah saduran Nasihat al-Muslimin dalam bahasa Melayu (Jawi) yang ditulis sendiri oleh Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī. Ditulis di Mekkah, selesai pada hari senin 7 Rabi‟il Awwal 1226/1811. Naskah terdapat di Perpustakaan Negara Malaysia Nomor MSS 3770. 16. Ratib „Abd Al-Samad al-Falimbani, sebuah kitab kitab kecil yang berbahasa Arab yang memuat bacaan-bacaan zikir, doa-doa, dan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. bacaan zikir tersebut dilaksanakan setelah sholat Isya‟. Pada bagian permulaannya, kitab ini menyebutkan ayat-ayat Al-Quran yang harus dibaca di samping menyerukan beberapa nama Allah dan Rasul-Nya, yang akhirnya disudahi oleh doa-doa. Isi kitab ini, pada dasarnya sama dengan apa

78

Husni Rahim, Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang, hlm. 95. 79 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 29.

48

yang terdapat dalam Ratib Samman. Dua buah kitab ini berada di Perpustakaan Nasional Jakarta. Kitab ini tidak menyebutkan kapan tahun penulisannya, tetapi jika dilihat dari isinya, kitab ini bertulis berdekatan dengan penulisan Hidayat Al-Salikin.80 17. Mulhaq fi Bayan al-Fawa’id al-Nafi’ah fi Jihad fi Sabilillah. Risalah ini mengenai faedah jihad, memuat empat jihad. Karya ini seperti sebuah suplemen atas Nasihat al-Muslimin. 18. Ilm Tasawwuf. Risalah ini ditulis dalam bahasa Arab dengan tambahan gantungan makna dalam bahasa Jawi. Karya ini berada di Perpustakaan Negara Malasyia, Nomor MSFB (A) 1004. 19. Al-Mulakhkhash al_tuhbat al-Mafdhat min al-Rahmat al-Muhdat ‘Alayhi al-Shalat wa al-Salam min Allah. Buku ini merupakan sandara dari Tuhfat al-Mursalah ila al-Nabiy Shallahu ‘alaihi wa Sallam karangan Muhammad bin Fadhl Allah al-Burhanpuri (w. 1619). Naskah ini berada di Perpustakaan Negara Malasyia, Nomor MSFB 9A) 1004. 20. Anis al-Muttaqin, risalah ini menguraikan tema-tema akhlak yang utama menurut perspektif tasawuf. Manuskripnya tersimpan dalam koleksi ini berada di Perpustakaan Nasional Jakarta. 21. Kitab al-Bay’i. Karya ini ditulis dalam bahasa Jawi, masih tersimpan dalam bentuk manuskrip (166 halaman) dianini berada di Perpustakaan Universitas Umm al-Quran di Arafah, Nomor 5461.

80

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 27.

49

22. Wahdat al-Wujud. Karya ini sekarang terdapat dalam koleksi Kemas Andi Syarifuddin dalam bentuk salinan yang ditulis dengan huruf latin. 23. Sawathi’ al-Anwar. Judul ini dinilai penting dalam Faydh al-Ihsani. Karya ini memuat Syarah (penjelasan) dari karya al-Ghazali, Misykat al-Anwar. 24. Irsyad Afdhal al-Jihad, Judul ini juga disebutkan dalam Faydh alIhsani. Karya ini berkaitan dengan anjuran perang di jalan Allah. 25. Risalah fi al-Awrad wa Adzkar. Risalah ini berisi tentang wirid-wirid dan zikir-zikir. 26. Puisi Kemenangan Kedah. Puisi ini tertulis dalam bahasa Arab di atas kain sutera berwarna Jingga, bertarikh 1254/1838, tersimpan di museum Negeri Kedah dalam bentuk panji perperangan. 27. Fadha’il al-Ihya’ li al-Ghazali. Karya ini selalu disebut dalam sumber-sumber Arab dan sejauh ini menjadi tulisan Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī yang paling terkenal di Timur Tengah.

5. Pengaruh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī sebagai seorang penganut sufi, sebagaimana sufi Nusantara yang lainnya, ia juga mengikuti/menganut dan mengembangkan aliran tarekat. Adapun tarekat yang dianut dan dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah Tarekat Sammanyiah, yang diterimanya dari Syekh „Abdul Karim Sammān Madani di Madinah, Saudi Arabia. Melalui Tarekat Sammaniyah tersebut ia menyebar paham, ide, dan

50

pengaruhnya di Nusantara, khususnya di kawasan Palembang, Jambi, dan sekitarnya, utamanya dalam bentuk tulisan-tulisan (buku-buku/kitab-kitab) dan surat, di samping juga melalui lisan yang dikirim atau disampaikan lewat pengikutnya yang pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah. Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh Chatib Quzwain, bahwa di Provinsi Jambi ditemukannya tiga orang guru tarekat Samaniyah, yang masingmasingnya mengajarkan dua buah kitab karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī, yaitu Hidāyat as-Sālikīn fī Sulūk Maslak al-Muttaqīn dan Sair asSālikīn ilā ‘Ibādah Rabb al-ʽĀlamīn kepada murid-muridnya. Ketiga orang guru tersebut berasal dari daerah yang berbeda-beda. Pertama, Guru „Abd al-Qadir yang berada di Desa Terusan, Kabupaten Batang Hari, adalah asli orang Batang Hari. Kedua, Haji Muhammad yang berada di Jambi, yang berasal dari Kalimantan. Ketiga Imam „Abd ar-Rahman yang tinggal di perkampungan transmigrasi spontan Desa Tangkit, Kabupaten Muaro Jambi (dulu berada dalam wilayah Kabupaten Batang Hari), yang berasal dari Sulawesi. Masing-masing mereka mengambil tarekat dari daerah asalnya masing-masing.81 Tidak hanya dari kalangan tasawuf dan tarekat saja yang terpengaruh dengan paham sufi dan jalan sulūk yang dianut dan dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, akan tetapi juga dari kalangan lain, termasuk dari kalangan ilmuwan, pemikir, pengamat, pendidik, peneliti, dan lain sebagainya, baik dari kalangan orang Indonesia maupun dari luar Indonesia. Muhammad Uthman el-Muhammadi, salah seorang tokoh pendidik, pemikir, pengamat, dan dosen dari salah satu perguruan tinggi ternama di 81

Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 137.

51

Malaysia, yang mengadakan penelitian tentang Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī dengan fokus kajiannya adalah: “The Islamic Concept of Education According to Ṣaykh „Abdus-Samad of Palembang and Its Significance in Relation to the Issue of Personality Integration” (1972),82 yang berupaya melihat tujuan pendidikan dan cara pencapaiannya menurut Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī, yang disimpulkannya tujuan pendidikan dan pencapaiannya adalah dengan ma‘rifah, yaitu mengetahui semua benda melalui Tuhan dengan jalan membersihkan jiwa (nafs) dan menghiasinya dengan sifat-sifat keutamaan rohaniah atau sifat-sifat yang terpuji (maḥmūdah). Chatib Quzwain, salah seorang pemikir, ulama, dosen, dan pernah menjadi Rektor Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin (IAIN STS) Jambi selama dua periode, pernah menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) RI dan terakhir menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Agama RI (sekarang Kementerian Agama RI) dengan judul penelitiannya adalah: “Mengenal Allah: Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh „Abdus-Samad Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī”,83 yang ingin melihat tasawuf yang dianut dan dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, apakah tasawuf Sunni atau tasawuf falsafi, yang pada akhirnya didapati bahwa tasawuf yang dianut dan dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī adalah gabungan antara tasawuf Sunni dan tasawuf falsafi. Pirhat Abbas, salah seorang dosen Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin (IAIN STS) Jambi dengan penelitiannya 82

Judul tulisannya adalah The Islamic Concept of Education According to Syaikh AbduṣṢamad of Palembang and Its Significance in Relaation to the Issue of Personality Integration Akademika (Kuala Lumpur: Juli 1972), hlm. 59-83. 83 Chatib Quzwain, Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad al-Palimbani, hlm. 137.

52

yang berjudul: “Eksistensi Zikir: Suatu Analisis terhadap Ajaran Tarekat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī”,84 yaitu berupaya melihat zikir yang dianut, diamalkan, dan dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, apakah sebagai latihan rohani yang berbentuk ibadah sebagai jalan yang ditempuh untuk sampai kepada Tuhan atau sebagai salah satu metode membersihkan diri untuk bisa sampai ke hadirat Tuhan, yang disimpulkan bahwa zikir adalah sebagai sarana untuk membersihkan diri (hati) dari kotoran-kotoran (maksiat) batin, sehingga bisa mencapai Tuhan. Wan Jamaluddin, salah seorang pemikir dan dosen dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung dengan judul penelitiannya adalah Pemikiran Neo-Sufisme Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani yang dikaji melalui kitabnya Tuhfah ar-Ragibīn fī Bayan Haqīqah al-Īmān wa Mā Yufsiduh fī Riddah alMurtaddīn, yang berupaya melihat peran Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī dalam peta Islamisasi di Nusantara, yang akhirnya disimpulkan bahwa Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah sebagai seorang sufi-teolog, yang juga sebagai inspirator-politik yang luas di tanah air sehingga membuka akses langsung baginya untuk berhubungan dengan elite penguasa di Nusantara, yaitu dalam bentuk beberapa pucuk surat politik yang tidak saja mengungkapkan kecenderungan kuatnya untuk menggelorakan semangat jihad, tetapi juga merefleksikan upayanya dalam memengaruhi situasi dan posisi raja.85 Hasni Noor, salah seorang pemikir, pengamat, dan dosen IAIN (DPK) Universitas Islam Kalimantan Selatan Banjarmasin Fakultas Agama Islam,

84

Pirhat Abbas, Eksistensi Zikir (Suatu Analisis terhadap Ajaran Tarekat al-Palimbani), (Tesis: PPs IAIN Imam Bonjol Padang, 2000). 85 Wan Jamaluddin, Pemikiran Neo-Sufisme Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani, (Jakarta: Pustaka Irfani, 2005).

53

dengan judul penelitiannya: “Ajaran Suluk Syekh Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani (Telaah Terhadap Kitab Sair as-Sālikīn ilā ‘Ibādah Rabb al-‘Ālamīn)”86 yang berupaya melihat apa ajaran suluk yang dikembangkan oleh Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī, yang disimpulkannya untuk mencapai insan kamil, manusia harus mampu menaklukkan hawa nafsunya, sehingga jiwa terbebas dan dapat berada sedekat mungkin dengan Allah, untuk itu manusia harus dapat menaklukkan tujuh hawa nafsu yang ada di dalam dirinya, yaitu nafs al-ammarah, nafs al-lawwamah, nafs al-mulhamah, nafs al-muṭma’innah, nafs ar-raḍiyyah, nafs al-marḍiyyah dan nafs al-kamīlah, di samping menaklukkan hawa nafsu untuk mencapai ma‘rifah tertinggi itu, sālik harus membersihkan jiwa dari nodanoda dosa, dengan menempuh maqāmāt, sebagai stasiun-stasiun ruhani, yang menandai perjalanan sālik menuju Tuhannya. Afnidanengsih, salah seorang pemikir, pemerhati, dan dosen Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang dengan judul penelitiannya adalah Tasawuf Akhlaqi Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani, yang ingin melihat apa tasawuf akhlaki yang dikembangkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, yang disimpulkannya tasawuf akhlaki yang ditampilkan oleh Syeikh „Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī lebih cenderung kepada tasawuf al-Ghazali, dan berupaya memadukan antara tasawuf Sunni al-Ghazali dengan tasawuf filosofis yang dikembangkan oleh Ibnu „Arabi dan al-Jilli.87 M. Kursani Ahmad, salah seorang pemikir, pemerhati dan, dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin dengan judul tulisannya “Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani Pelopor Tarekat al-Sammaniyah di Indonesia”, yang ingin melihat 86 87

http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/12/hubptai-gdl-hasninoor-582-ajarans-).pdf. http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/05/tasauf-akhlaqi-abd-al-samad-al.html.

54

apa dan bagaimana peranan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dalam penyebaran Tarekat Sammaniyah di Indonesia, yang disimpulkannya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah salah seorang murid yang pernah belajar tasawuf dan tarekat secara langsung dengan Syekh Muhammad Abd. al-Karim asSamman al-Madani. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī adalah tokoh dan aktor sejarah yang memainkan peranan penting dalam perkembangan Islam di Nusantara dengan mempraktikkan moral-moral ketasawufan melalui ajaran Tarekat Sammaniyah yang diakui sebagai salah satu tarekat muktabarah di Indonesia, yang dipercaya termasuk dalam ajaran tasawuf Sunni, yakni aliran tasawuf yang terutama berada di bawah pengaruh Imam al-Ghazali dan sufi-sufi moderat lainnya. Melalui Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānīlah Tarekat Sammaniyah mendapatkan lahan subur bukan hanya di Palembang, tetapi juga di berbagai daerah di Nusantara. Adapun pendekatan tasawuf yang dikembangkan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lebih spesifik pada pengamalan Rātib as-Samman di masyarakat, yang berisikan pendekatan ritual-ritual vertikal kepada Allah, tetapi juga mengandung pengaruh horizontal dalam memerangi kekufuran dan ketidakadilan yang ditampikan oleh kaum kolonial pada saat itu. Adapun untuk saat ini, Rātib as-Samman masih tetap dibacakan di berbagai daerah di Nusantara ini, yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt., walaupun telah mengalami berbagai modifikasi dalam pembacaannya.88 Dalam riwayat yang dikemukakan oleh al-Bayṭar, dikatakan bahwa pada tahun 1201 H/1787 M, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī pernah mengadakan perjalanan ke Zabid. Di sini ia mengajar murid-murid terutama dari 88

M. Kursani Ahmad, Abd. aṣ-Ṣamad al-Palimbani Pelopor Tarekat As-Sammaniyah di Indonesia, dalam Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan, Vol. 8, No.13, April 2010.

55

keluarga Ahdal dan al-Mizjaji.89 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ke Zabid, disamping mengajar juga mengadakan pertemuan dengan para ulama dan murid-murid setempat.90 Di antara muridnya di Zabid itu adalah Wajh al-Din „Abd al-Rahman bin Sulayman bin Yahya bin „Umar al-Ahdal (1179-1255 H/ 1765-1839 M), seorang muhaddiṡ yang pernah menjadi Mufti di Zabid. Wajh ad-Din al-Ahdal menempatkan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī sebagai guru yang paling penting, di mana ia memasukkan riwayat hidup Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī ke dalam kamus biografinya yang berjudul An-Nafs al-Yamānī wa ar-Rūh ar-Rayhanī. Dalam kamus itu, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī menempati posisi kategori ketiga (aṭṭabaqāt al-Ṡāliṡah), adalah kategori para ulama utama yang berkunjung ke Zabid dan menghabiskan waktu di sana utamanya untuk mengajar. Melalui Wajh adDin al-Ahdal, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī terhubung dengan jaringan ulama yang lebih luas lagi.91 Pengaruh Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī sebenarnya sudah tampak ketika ia menulis kitab Zuhrah al-Murīd fī Bayān Kalimah at-Tawhīd, yang merupakan kumpulan bahan-bahan kuliah yang diterimanya dari Ahmad bin Abd al-Mun„im ad-Damanhuri, salah seorang ulama besar Mesir yang pernah mengajar di Mekah pada tahun 1764 M, untuk memenuhi permintaan kolegakoleganya seperantauan. Sejak itu, ia mulai terkenal di lingkungan orang-orang Melayu di Arabia. Nama besarnya mulai merambah dan dikenal pada kawasan Nusantara. Oleh karena itu, sekitar 10 tahun kemudian ia diminta oleh Sultan 89

„Abd ar-Razaq al-Bayṭar, Hilyah, hlm. 831. Muhd. Ṣagir Abdullah, Syekh Abduṣ-Ṣamad al-Palimbani (Pontianak: al-Faṭanah, 1983), hlm. 39 91 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 313. 90

56

Palembang untuk menulis kitab yang menguraikan tentang hakikat iman dan halhal yang dapat merusakkannya, yaitu kitab Tuhfah ar-Rāgibīn fī Bayān Haqīqah al-Īmān al-Mu’minīn wa Ma Yufsiduhu fī Riddah al-Murtaddīn.92 Sebelum itu, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī juga pernah menulis sebuah kitab yang berjudul Nasīhah al-Muslimīn wa Tażkirah alMu’minīn fī Faḍāil al-Jihad fī Sabīl Allāh wa Karamah al-Mujahidīn fī Sabīl Allah, yang menurut Sri Mulyati kitab ini mengilhami dan membangkitkan semangat perjuangan orang-orang Aceh untuk melawan Belanda.93 Menurut versi Bibit Suprapto, kitab ini memberikan inspirasi kepada para pejuang untuk melakukan Perang Sabil di Aceh melawan si Kafee Uland (si Kafir Belanda) seratus tahun kemudian. Perang Sabil itu dipimpin oleh Ulama Aceh Tengku Cik Di Tiro dan Muhammad Saman, yang bertarekat Sammaniyah seperti Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī.94 Karya-karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tidak hanya memberikan pengaruh terhadap pola pikir, pola tindak, dan pola sikap orangorang yang sesudahnya, akan tetapi juga memberikan pengaruh terhadap penulis atau pengarang syair Nusantara. Hal itu terbukti di mana Tengku Cik Di Tiro salah seorang penyair Aceh yang menulis syairnya dengan judul Hikayat Perang Sabil mengutip dari kitab Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Nasīhah

92

Drewea, Further, hlm. 274-275. Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara; Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, (Jakarta : Kencana, 2006), hlm. 107. Lihat juga M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 107-108. 94 H. M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara: Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara (Jakarta: Gelegar Media Indonesia, 2009), hlm. 130. 93

57

al-Muslimīn wa Tażkirah al-Mu’minīn fī Faḍāil al-Jihād fī Sabīl Allāh wa Karamah al-Mujahidīn fī Sabīl Allāh.95 Pada masa Kerajaan Buton sampai dengan abad ke-19, ajaran tasawuf tetap dipertahankan dan dikembangkan oleh raja-raja. Untuk mengembangkan ajaran tasawuf itu diadakan pengajian-pengajian, utamanya di lingkungan istana kerajaan dengan mendatangkan pakar atau ahli tasawuf yang ada pada waktu itu sebagai pemandu dan pembaca kitab. Adapun kitab-kitab yang digunakan dalam pengajian tasawuf itu adalah kitab-kitab tasawuf yang sudah banyak beredar dan berkembang di Nusantara, seperti kitab Ihya’ „Ulum ad-Dīn, Bidāyah al-Hidāyah, Minhāj al-„Ābidīn, Kitāb al-‘Arbain dan Kitāb al-Lubāb karya Imam al-Ghazali, at-Tuhfah al-Mursalah ilā Ruh an-Nabī karya Muhammad bin Fadlullāh alBurhānpūrī, Asrār al-‘Ārifīn dan Syarb al-‘Āsyiqīn karya Hamzah Fansuri, Māʽ al-Ḥayāt li Ahl al-Mamāt dan Jawāhir al-‘Ulūm fī Kasyf al-Ma‘lūm karya Nūrrudīn ar-Raniri, Zubdah al-Asrār karya Yusuf al-Makassari, dan yang lainlainnya, tetapi yang tidak kalah pentingnya juga diajarkan di sana dua buah kitab karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, yaitu Hidāyat as-Sālikīn fī Sulūk Maslak al-Muttaqīn dan Zad al-Muttaqīn fī Tauhīd Rabb al-‘Ālamīn. Hal ini juga membuktikan bahwa Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī mempunyai pengaruh di Buton, setidak-tidaknya melalui dua karyanya tersebut.96

95

Ibid., hlm. 109. Abd. Rahim Yunus, Posisi Tasawuf dalam Sistem Kekuasaan di Kesultanan Buton pada Abad Ke-19 (Jakarta: INIS, 1995), hlm. 51-63. 96

58

B. Sekilas Tentang Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh 1. Sosial Historis dan Motivasi Penulisan Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa alTażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu alMujāhidīn fī Sabīlillāh Dalam perjalanan kesultanan Palembang sejak pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II, mendapat serangan dan pasukan Hindia Belanda Juli 1819 yang antara lain dikenal sebagai Perang Menteng (diambil dari kata Muntinghe nama komandan pasukan Belanda),

97

serangan besar-besaran oleh

pasukan Belanda yang armadanya dipimpin J. C. Wolterboek pada bulan Oktober 1819 juga dapat dipukul mundur oleh prajurit-prajurit kesultanan Palembang. Akan teapi, pihak Belanda pada bulan Juni 1821 mencoba lagi melakukan penyerangan dengan banyak armadanya di bawah pimpinan panglima Jenderal De Kock. Sultan mahmud Badaruddin II ditangkap kemudian dibuang ke Ternate. Kesultanan Palembang sejak 7 Oktober 1823 dihapuskan dan langsung di bawah pemerintah Hindia Belanda dengan Penempatan Residen Jon Cornelis Reijnst yang tidak diterima Sultan Ahmad Najaruddin Prabu Anom yang karena memberontak akhirnya ia ditangkap kemudian diasingkan ke Banda, seterusnya ke Manado.98 Kondisi inilah, membuat Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tidak bisa diam di Palembang. Akhirnya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī memutuskan untuk meninggalkan Palembang dan kembali ke Mekkah dengan

97

Nur Huda, Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 313 98 Martawi Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 46-47.

59

beberapa orang muridnya. Selain itu juga alasan Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī alPalimbānī meninggalkan tempat kelahirannya adalah karena permintaan Syeikh al-Samman agar Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī kembali ke Mekkah. Atas izin Sultan Palembang Ahmad Najamuddin, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī kemudian kembali ke Mekkah tanpa didampingi oleh istrinya Masayu Syarifah.99 Selama di Mekkah inilah ia bergiat dalam pengajaran dan penulisan kitab-kitab dalam beberapa bidang keislaman, terutamanya tentang tasawuf, fikih, ushuluddin, dan lain-lain Meskipun Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī lama menetap di Mekkah, beliau senantiasa mengikuti perkembangan di Tanah Jawi (dunia Melayu)

dengan

menanyakan

kepada

pendatang-pendatang dari

Patani,

semenanjung Tanah Melayu, dan negeri-negeri Nusantara yang di bawah penjajahan Belanda (pada waktu itu masih disebut Hindia Belanda). Untuk menunjukkan sikap antinya kepada penjajah, dikarangnya sebuah buku tentang jihad. Buku yang penting itu berjudul Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Syair Perang Menteng100 merupakan satu bukti catatan sejarah yang merekam perlawanan orang Palembang terhadap pasukan Belanda yang dikirim untuk menaklukkan kota Palembang. Menurut martin, yang dimaksud “haji” dalam bait syair tersebut adalah para anggota tarekat yang melakukan perlawanan

99

Mal An Abdullah, Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan, hlm. 47-48. 100 Martin Van Bruinessen, Syair Perang Menteng, (T.tp.: M. O Woelders, t.t) dalam bukunya Het Sultanaat Palembang 1811-1825, lihat juga Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 331.

60

terhadap Belanda.101 Dan Martin dengan yakin menyatakan bahwa tarekat yang dimaksud adalah tarekat Samaniyah. Dan tarekat ini, dibawa oleh murid-murid Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dari tanah suci Mekkah pada penghujung abad 18. Selain Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il alJihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī juga telah menulis tiga buah surat yang berisi seruan kepada rakyat Melayu-Indonesia untuk melaksanakan jihad melawan Belanda. Surat-surat itu ditujukan kepada elit penguasa Jawa dari Kerajaan Mataram.102 Selain menguraikan nilai-nilai jihad, seperti dilakukan dalam Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu alMujāhidīn fī Sabīlillāh, ketiga surat itu ditulis dengan tujuan menanamkan gelora jihad kepada para penguasa jawa untuk melancarkan jihad melawan orang-orang Eropa, terutama Belanda yang terus menggiatkan usaha-usaha mereka menundukkan entitas-entitas politik Muslim di Nusantara.103

2. Sistematika Penulisan Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il alJihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ditulis dalam bahasa

101

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, hlm. 331. 102 Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia, (Jakarta, Mizan, 2012), hlm. 148. 103 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 314.

61

Arab. Kitab ini menjelaskan landasan normatif jihad dan kebajikan-kebajikan yang diberikan kepada orang berjihad. Kitab ini terdiri dari tujuh pasal, diawali dengan Muqaddimah yang menguraikan kewajiban jihad melawan orang kafir dan hukumnya berjihad melawan orang kafir. Pasal pertama mengenai keutamaan jihad menurut al-Qur‟an. Pasal kedua keutamaan jihad perspektif hadis. Pasal ketiga Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī mengupas tentang keutamaan Ribath (siap siaga) berada dan menetap di medan perang. Pasal keempat menjelaskan tentang keutamaan berinfak ketika perang. Pasal kelima mengurai tentang keutamaan mempersiapkan alat perang. Pasal keenam menguraikan tentang keutamaan mati syahid, dan pasal ketujuh tentang hukum jihad. Kemudian Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī mengakhiri kitab ini dengan bagian penutup (khatimah dan tatimah) dan lampirannya (mulhaq) yang antara lain berisi zikir, do‟a-do‟a Nabi Saw. ketika berperang dan ajimat untuk penjagaan diri, guna menolak semua upaya musuh yang ingin mencelakakan pejuang jihad.

3. Posisi Pentingnya Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh. Karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī yang memuat soal jihad, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh sangat mungkin merupakan karya pertama tentang jihad yang dikenal di Indonesia.104 Karya ini sering disebut

104

Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia, hlm. 148.

62

sebagai masterpiece Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tentang jihad.105 Kitab ini telah mengilhami kemunculan semangat jihad di Aceh. Hikayat Perang Sabil, yang menjadi sumber penyebaran semangat jihad kepada rakyat Aceh.106 Semangat

jihad

Syeikh

„Abd

al-Ṣamad

al-Jāwī

al-Palimbānī

sangat

mempengaruhi para muridnya yang ahli tarekat dan juga siap untuk berjihad secara fisik.107 Menurut versi Bibit Suprapto, kitab ini memberikan inspirasi kepada para pejuang untuk melakukan Perang Sabil di Aceh melawan si Kafee Uland (si kafir Belanda) seratus tahun kemudian. Perang Sabil itu dipimpin oleh ulama Aceh Tengku Cik Di Tiro dan Muhammad Saman, yang bertarekat Samaniyah seperti Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī.108 Karya-karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tidak hanya memberikan pengaruh terhadap pola pikir, pola tindak, dan pola sikap orangorang yang sesudahnya, akan tetapi juga memberikan pengaruh terhadap penulis atau pengarang syair Nusantara. Hal itu terbukti di mana Tengku Cik Di Tiro salah seorang penyair Aceh yang menulis syairnya dengan judul Hikayat Perang Sabil mengutip dari kitab Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Nasīhah

105

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 314. 106 Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia, hlm. 148. Atau lihat Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara; Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka, hlm. 107. Lihat juga M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara, hlm. 107108. 107 Nur Huda, Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, hlm. 313. Lihat juga Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, hlm. 332. 108 H. M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara; Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, hlm. 130.

63

al-Muslimīn wa Tażkirah al-Mu’minīn fī Faḍāil al-Jihād fī Sabīl Allāh wa Karamah al-Mujahidīn fī Sabīl Allāh.109 Peranannya sebagai inspirator jihad bukan hanya dirasakan oleh rakyat Aceh dan Kedah tetapi juga tempat-tempat lain di Sumatera, Semenanjung Malaka dan Pulau Jawa. Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī dijuluki sebagai Spesialisasi Perang Sabil oleh Voorenhove karena perhatiannya yang besar terhadap hal tersebut.110 Meskipun usaha Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī untuk menyakini para penguasa Jawa untuk berjihad mengalami kegagalan karena suratnya ditahan pemerintah Belanda di Batavia. Meski demikian, semangat jihad tetap hidup dan menjadi isu intelektual utama bagi ulama. Seruan Syeikh „Abd alṢamad al-Jāwī al-Palimbānī untuk berjihad juga menjadi perhatian ulama lain pada awal abad ke-19, Syeikh Dawud al-Fatani, ayah bagi para ulama Patani di Thailand Selatan.111

109

H. M. Bibit Suprapto, Ensiklopedi Ulama Nusantara; Riwayat Hidup, Karya, dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara, hlm. 109. 110 Zubair, Jihad dan Kemerdekaan; Studi atas Naskah Nasihatul Muslimin wa Tadzkiratul Mu’minin, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011) 111 Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia, hlm. 148.

BAB III TUJUAN UMUM TENTANG JIHAD

A. Pengertian Jihad Kesan “sangar” terhadap Islam dan jihad tetap saja melekat, meskipun sudah muncul berbagai upaya untuk memberikan pemaknaan baru atas konsep jihad. Jihad masih dipandang seperti “hantu” gentayangan yang menebarkan ketakutan kepada masyarakat (Barat). Tidak jelas, mengapa bisa demikian. Karena secara konseptual sebenarnya sebagaimana dijelaskan para ilmuan dan ahli tafsir, kata jihad baik dalam al-Qur‟an maupun hadis mempunyai makna yang beragam, tidak hanya dalam arti fisik tapi juga nonfisik.1 Secara etimologi (bahasa), kata jihad berasal dari bahasa Arab yang tersusun dari akar kata dari tiga huruf hijaiyah jim (‫ )ج‬ha (‫ )ه‬dan dal (‫ )د‬pada awalnya mengandung arti kesulitan, kesukaran atau yang mirip dengannya. 2 ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar kata juhd yang berarti kemampuan. Ini karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar kemampuan. Dari kata yang sama tersusun ucapan jahida bir-rajul yang artinya seseorang sedang mengalami ujian. Terlihat bahwa kata ini mengandung makna ujian dan cobaan, hal ini wajar karena jihad memang merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas seseorang.3

1

Rumandi, Renungan Santri: Dari Jihad Hingga Kritik Wacana Agama, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 75. 2 Abu al Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam Muqayīs al-Lughah, Juz. 1 (Bairut: Dar al Fikr, 1994), hlm. 487. Lihat Louis Mahfud, al-Munjid fi al- Lughah, (Cet. XVIII, Bairut: Dar al- Maghrib, 1984), hlm. 106. Lihat juga S. Askar, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta, Senayan Publishung, 2009), hlm. 76. 3 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i Atas Belbagai Persoalan Umat, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 284.

64

65

Syaikh Musthafa as-Suyuthi berkata, “al-jihadu merupakan masdhar (kata benda) dari kata jahada-jihadan wa mujahadatan maknanya bersungguh-sungguh (mencurahkan kemampuan) dalam memerangi musuh.”4 Menurut al-Raghib alAshfahani, kata al-jihad dan mujahadah berarti mencurah kemampuan dalam menghadapi musuh.5 Sedangkan menurut Imam An-Naisaburi sebagaimana dikutib oleh Kahar Masyhur menjelaskan arti kata jihad menurut bahasa, yaitu mencurahkan segenap tenaga untuk memperoleh maksud tertentu.6 Sutan Mansur menyatakan bahwa jihad adalah bekerja sepenuh hati.7 Hans Wehr dalam A Dictionary of Modern Written Arabic mengartikan jihad sebagai „Fight, battle, holy war (against the infidles as a relegious duty)‟,8 yang berarti perjuangan, pertempuran, perang suci (melawan musuh-musuh sebagai kewajiban agama). Dalam kamus besar Indonesia, jihad memiliki tiga makna yaitu: 1) Usaha dengan upaya untuk mencapai kebaikan. 2) Usaha sungguh-sungguh membela agama Allah (Islam) dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga. 3) Perang suci melawan kekafiran untuk mempertahankan agama Islam.9 Menurut Jhon. L. Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, Jihad mempunyai dasar berikhtiar keras untuk mencapai tujuan yang terpuji. Dalam konteks Islam, kata jihad memuat banyak makna, kata ini bisa berarti perjuangan melawan kecenderungan jahat atau pengarahan daya upaya

4

Syaikh Yusuf al-Uyairi, Muslim Berjihad; Peran Wanita Dalam Medan Perang, (Solo: Media Islamika, 2007), hlm. 13-14. 5 al-Raghib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), hlm. 208. 6 Kahar Masyhur, Bulugul Maram, Jilid II, (Jakarta: Melton Putra, 1992), hlm. 234. 7 Sutan Mansur, Jihad, (Jakarta: Panji Masyarakat, 1982), hlm. 9. 8 Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, J. Milton Cowan (ed.), New York: Spoken Language Services Inc., 1976, hlm. 142. 9 Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 362.

66

untuk atau demi kepentingan ummah, misalnya, jihad dalam bentuk dakwan dan pendidikan.10 Sedangkan secara terminologi (istilah) jihad adalah berusaha sekuat tenaga untuk menumpas orang-orang tertutup hatinya untuk menerima ajara Allah swt atau pendurhakan-Nya. Dan jihad juga berarti bersungguh-sungguh mencurahkan segenap pikiran, kekuatan dan kemampuan untuk mencapai suatu maksud atau melawan suatu objek yang tercela, seperti musuh yang kelihatan, ataupun yang tidak kelihatan seperti setan atau hawa nafsu.11 Pendapat yang dikemukakan di atas selaras juga dengan pendapat yang dikemukakan oleh ulama fiqh klasik yang lebih mengartikan jihad sebagai peperangan melawan non-Muslim yang secara eksplisit memusuhi Islam. Oleh sebab itu, Penggunaan term jihad selalu terkait dengan al-qital, al-harb, al-ghazw dan an-nafr. Ketentuan-ketentuan jihad dalam literatur fiqh merupakan sistematisasi fiqh yang diambil dari solusi-solusi Rasulullah Saw. yang pernah terjadi dalam sejarah peperangan dalam Islam.12 Ibn Hajar al-Asqalani komentator hadis-hadis al-Bukhari, mendefenisikan jihad sebagai badzl al-Juhd fi qital al-kuffar (mengarahkan kesungguhan dalam memerangi orang-orang kafir). Sedangkan defenisi jihad lain, hanya sebagai pelengkap yaitu, jihad terhadap diri, syeitan, dan kefasikan (mujahdah al-nafs wa syaitan wa al-fisq).13

10

Jhon. L. Esposito (ed), Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, (Bandung: Penerbit Mizan, 2001), hlm. 63 11 Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 138. Lihat juga Abdullah Azzam, Tarbiyah Jihadiyah, Juz II, Terj, (Solo : Pustaka al-„Alaq, 1993), hlm. 54. 12 Rohimin, Jihad Makna & Hikmah, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 7. 13 Moh. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, (Jakarta: LSIP, 2004), hlm. 36. Lihat juga Ahmad bin Ali bin Hajar al-„Asqalani, Fathul Bari, Juz. IV, (Bairut: Dar al-Fikr, 2000), hlm. 77.

67

Sedangkan Muhammad bin Ismail al-Kahlani, pengarang kitab Subul alSalam yang berkomentar (syarh) atas kitab Bulugh al-Maram karya Ibn Hajar, mendefenisikan jihad sebagai badzl al-juhd fi qital (mengarahkan

kesungguhan

dalam

memerangi

al-kuffar aw al-bughat orang-orang

kafir

dan

pemberontak).14 Pendapat dua pentolan ulama hadis di atas dapat bisa mewakili dominasi makna jihad dalam arti perang dan pertempuran dari perspektif kajian hadis. Madzhab Syafi‟i mengartikan jihad dengan memerangi orang kafir untuk kejayaan Islam.15 Sedangkan jihad menurut madzhab Hanafi adalah ajakan kepada seseorang atau komunitas untuk menganut agama yang hak (Islam), bila mereka tidak menerima atau merespon ajakan tersebut, maka harus diperangi dengan harta dan jiwa.16 Adapun jihad menurut mazhab Malikiy ialah memerangi orang kafir yang

tidak

terikat

perjanjian

demi

meninggikan

kalimatullah

atau

menghadirkannya, atau menaklukkan negeri demi memenangkan agama-Nya. Sedangkan dalam mazhab Hambali, al-jihad adalah memerangi kaum kafir atau menegakkan kalimat Allah Swt.17 Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna jihad adalah tidak hanya perjuangan fisik melawan musuh-musuh yang tampak seperti melawan orang-orang kafir, melawan orang-orang munafik atau melawan orangorang yang telah berbuat zalim, tetapi lebih jauh dari makna itu, seperti melakukan perlawanan terhadap musuh-musuh yang tidak tampak, misalnya 14

Muhammad ibn Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, Vol.II, (Bandung: Dahlan, t.t.), hlm. 41. Lihat juga Moh. Guntur Romli dan A. Fawaid Sjadzili, Dari Jihad Menuju Ijtihad, hlm. 36. 15 Muhammad Syarbini, Al-Iqnak, Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1425), hlm. 556. 16 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa ‘adillatuhu, Juz VI, (Bairut: Dar al-Fikr, 1989), hlm. 413. 17 Abdullah Azzam, Perang Jihad di Jaman Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), hlm. 12.

68

melawan hawa nafsu yang selalu mengajak kepada hal-hal yang merusak martabat kemanusiadan melawan kebodohan yang dapat menghambat perkembangan intelektual.

B. Pengungkapan Jihad Dalam al-Qur’an dan Hadis Di dalam al-Qur‟an kata jihad terulang sebanyak empat puluh kali dengan berbagai macam bentuknya dari kata al-Juhd hanya dijumpai sekali dalam alQur‟an yaitu pada al-Qur‟an surat al-Taubat ayat 79, sedangkan dari kata al-Jahd ditemukan lima kali, masing-masing dalam al-Qur‟an surat al-Maidah ayat 53, alAn‟am ayat 109, al-Nahl ayat 38, al-Nur ayat 53 dan Fathir ayat 42. Kesemuanya berbicara dalam konteks sumpah yang baik dan sumpah yang benar maupun sumpah yang bohong. Akan tetapi, ayat-ayat tersebut memberikan petunjuk tentang kesungguhan pelakunya di dalam bersumpah walaupun belum tentu benar.18 Muhammad Chirzin dalam bukunya Kontoversi Jihad di Indonesia; Modernis Versus Fundamentalis mengatakan, ayat-ayat jihad yang mengandung maksud perjuangan sebanyak 28 ayat, terletak dalam surat-surat sebagai berikut: al-Furqan [24]: 52, al-Nahl [16]: 110, al-Ankabut [29]: 6, 69, al-Baqarah [2]: 218, al-Anfal [8]: 72, 74, 75, Ali Imran [3]: 142, al-Mumtahanah [60]; 1, al-Nisa‟ [4]: 95, Muhammad [47]: 31, al-Hajj [22]: 78, al-Hujurat [49]: 15, al-Tamrin [66]: 9, al-Shaff [61]: 11, al-Maidah [5]: 35, 54, al-Taubah [9]: 16, 19, 20, 24, 41, 44, 73,

18

M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosa Kata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 395-396.

69

81, 86, 88. Ayat-ayat jihad tersebut sebagai turun pada pada periode Mekkah dan sebagian turun pada periode Madinah.19 Sedangkan menurut Muhammad Sholokhin, jihad dengan sebagai perkembangannya disebutkan sebanyak 41 kali dalam al-Qur‟an dengan berbagai variasi makna yang cukup menggambarkan wajah ajaran dan tata nilai yang inklusif, humanis dan universal. Jihad bukanlah radikalisme, apalagi terorisme yang mengatasnamakan Tuhan dan agama. Dari 41 kali penyebutan dalam alQur‟an, secara garis besar Sholikhin mebangunya menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok penyebutan setingkat kata, terdapat dalam 5 ayat, ditambah dengan 1 ayat yang berawal dan berakiran. Dari keenam ayat tersebut dapat diperoleh makna jihad antara lain. Sikap bersungguh-sungguh mewujudkan kehidupan bersama mukmin lainnya (QS. Al-Maidah ayat 53), kesungguhan bersumpah dengan nama Allah (QS. Al-An‟am ayat 109 dan an-Nahl ayat 38), penguatan sumpah mentaati Rasulullah (QS. Al-Fatir ayat 42), kesanggupan untuk beramal secara induvidual (QS. Al-Taubah ayat 79), sumpah untuk berjuang dengan perang, dalam keadaan tertentu (QS. An-Nur ayat 53). Kelima koponen tersebut

dapat

disimpulkan

bahwa

jihad

adalah

bersungguh-sungguh

mengimplementasikan keimanan serta ketundukan kepada Allah dan Rasul-Nya.20 Kedua, penyebutan jihad dengan berbagai macam bentuk kata, secara keseluruhan terdapat 9 makna jihad yang berisi perintah beperang dalam kondisikondisi tertentu. Di antaranya yaitu, keteguhan hati dan bersabar menghadapi ujian Allah (QS. Ali Imran ayat 142 dan Muhammad ayat 31), membela Rasulullah secara argumentatif dari kesalahan opini publik (QS. Al-Mumtahanah 19

Muhammad Chirzin, Kontroversi Jihad di Indonesia; Modernis Versus Fundamentalis, (Yogyakarta: Pilar Media, 2006), hlm. 47. 20 Muhammad Sholikhin, The Power of Sabar, (Solo: Tiga Serangkai, 2009), hlm. 93.

70

ayat 1), memperjuangkan agama secara optimal dengan harta dan jiwa sebagai bukti keimanan (QS. Al-Nisa‟ ayat 95, al-Taubah ayat 41, 44, 81, 86, 88. AlShaff ayat 11 dan al-Hujurat ayat 15), bersungguh-sungguh mencari ridho Allah (QS. Al-Taubah ayat 16. Al-Ankabut ayat 6 dan 69), kesungguhan diri untuk menghukum dengan al-Qur‟an (QS. Al-Furqan ayat 52), menempuh jalan Allah (QS. Al-Nisa‟ ayat 35, 54. Al-Taubah 19, 24 dan al-Hajj ayat 78), pemantapan hati dalam tauhid sebagai proses dari hijrah (QS. Al-Baqarah ayat 218. Al-Anfal ayat 72, 74, 75. Al-Taubah 20 dan An-Nahl ayat 110), berperang melawan orang kafir, musyrik dan munafik yang secara terang-terangan memerangi orang muslim (QS. Al-Taubah 73. Al-Tahrim ayat 9) dan terakhir melawan pihak lain yang melakukan pemaksaan untuk menyengutukan Allah (S. Al-Ankabut ayat 8 dan Lukman ayat 15).21 Choiruddin Hadhiri dalam Klasifikasi Kandungan al-Qur’an jilid II Menyatakan bahwa jihad dalam al-Qur‟an dikelompokan menjadi dua. Pertama, jihad merupakan usaha bersungguh-sungguh dalam mencurahkan segala kemampuan (QS. Al-Furqan ayat 52). Kedua, jihad adalah perang dijalan Allah, mendakwahi orang kafir baik lisan maupun perbuatan dan memerangi jika menolak (QS. Al-Hajj ayat 78).22 Sedangkan dalam hadis banyak sekali hadis-hadis yang menunjukkan adanya variasi-variasi bentuk jihad yang diakui dalam Islam dengan sabda-sabda Nabi. Variasi jihad tersebut menunjukkan bahwa jihad tidak hanya memiliki satu variasi saja, tetapi banyak variasi. Seperti berjihad dengan memerangi kebodohan, kemiskinan, kezaliman, melakukan umrah dan haji, dan berjihad melakukan 21

Muhammad Sholikhin, The Power of Sabar, (Solo: Tiga Serangkai, 2009), hlm. 94-95. Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an jilid II, (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), hlm. 156. 22

71

perbuatan baik serta memelihara orang tua. Bahkan disebutkan dalam sebuah hadis bahwa berjihad merupakan amalan yang sangat disukai atau disenangi oleh Allah swt, Rasulullah bersabda:

ِ َ َ‫ال َّحدثَناَّشعبة َّق‬ ِ ِِ َِ ‫ال‬ ِ ِ‫َّعب ِد َّالْمل‬ َّ‫ت‬ َّ ِ‫َخبَ َر‬ َ َ‫ن َّق‬ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ‫ك َّق‬ ُ ‫ال َّالْ َول‬ ْ ‫يد َّبْ ُن َّالْ َعْي َزا ِر َّأ‬ ُ ‫ََّس ْع‬ َ َْ ‫َحدَّثَنَاَّأَبُوَّالْ َوليد َّى َش ُام َّبْ ُن‬ ِ ِ ‫احب‬ ِ ِ ‫َشار َّإِ ََل َّدا ِر‬ ِ َ‫ول َّحدثَن‬ َّ‫َّصلى‬ َ َ َ َ ‫َّىذه َّالدا ِر ََّوأ‬ َ َ‫أَب‬ ُ ْ‫َّعْبد َّاللو َّقَا ََّل َّ َسأَل‬ َ ُ ‫اَّص‬ َ ‫ت َّالنِِب‬ َ َ ُ ‫اَّع ْم ٍروَّالشْيبَ ِان َّيَ ُق‬ َّ‫ال‬ َُّ ‫ال‬ َ َ‫َُّثَّبُِّرَّالْ َوالِ َديْ ِنَّق‬ َ َ‫َيَّق‬ ُ ‫ال‬ َ َ‫ىَّوقْتِ َهاَّق‬ َ َ‫بَّإِ ََلَّالل ِوَّق‬ ٌّ ‫َُّثَّأ‬ ُّ ‫َّعلَْي ِو ََّو َسل َمَّأ‬ ُّ ‫َح‬ َ ُ‫الَّالص ََلة‬ َ ُ‫اللو‬ َ ‫َيَّالْ َع َم ِلَّأ‬ َ َ‫َّعل‬ 23 ِ ِِ ِْ ‫ال‬ ‫ن‬ َّ ‫َّاستَ َزْدتُوَُّلََز َاد‬ َ َ‫َيَّق‬ َ َ‫َّسبِ ِيلَّالل ِوَّق‬ ٌّ ‫ُُثَّأ‬ ُ ‫َّاْل َه‬ ْ ‫َّحدثَِِنَِّبنََّّ َولَ ْو‬ َ ‫ال‬ َ ‫اد َِِّف‬ “Telah menceritakan kepada kami bahwa Abu Al Walid Hisyam bin „Abdul Malik berkata, telah menceritakan kepada kami Syu‟bah berkata, telah mengambarkan kepadaku Al Walid bin Al „Aizar berkata, Aku mendengar Abu „Amru Asy Syabaini berkata, ”Pemilik rumah ini menceritakan kepada kami -seraya menunjuk rumah „Abdullah – ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallahu „alaihi wasallam,” Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab: “Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.” „Abdullah bertanya lagi, “kemudian berbakti kepada orang tua.” „Abdullah bertanya lagi, “Kemudian apalagi?” beliau menjawab; “jihad fi sabilillah,” „Abdullah berkata, “Beliau sampaikan semua itu, sekirannya aku minta tambah, niscaya beliau akan menambahkannya untukku.”

ٍ ‫حدثَناَّحسنَّحدثَناَّابنَّ ََلِيعةََّحدثَناَّزبا ُنَّعنَّسه ِلَّب ِن‬ َّ‫َّع ْنَّأَبِ ِيو‬ َ ‫َّم َعاذ‬ ُ ْ َْ َْ َ َ َ َ ُْ َ َ ٌ َ َ َ َ ِ ِ ِْ ‫َي‬ ِ ‫ول َّالل ِو َّصلىَّاللو‬ ِ ‫َعن َّر َّس‬ َّ‫ال َّأَ ْكثََُّرُى ْم َّلل ِو‬ َ َ‫َجاراَّق‬ َ ‫َّسأَلَوُ َّفَ َق‬ ُّ ‫ال َّأ‬ َ ُ ْ ‫َّاْل َهاد َّأ َْعظَ ُم َّأ‬ َ َُ ْ َ ‫َّعلَْيو ََّو َسل َم َّأَن ََّر ُج اَل‬ ِ ِ ِ ِِ َّ‫اَُّث َّذَ َكَر َّلَنَا‬ ُ ‫ال َّأَ ْكثَ ُرُى ْم َّلل ِو َّتَبَ َارَك ََّوتَ َعا ََل َّذ ْكار‬ َ َ‫َجاراَّق‬ َ َ‫تَبَ َارَك ََّوتَ َع َاَل َّذ ْكاراَّق‬ ُّ ‫ال َّفَأ‬ َ ‫َي َّالصائم‬ ْ ‫ني َّأ َْعظَ ُم َّأ‬ ِ ِ ُ ‫ك َّرس‬ َّ‫ول َّأَ ْكثََّ ُرُى ْم َّلِل ِو َّتَبَ َارَك‬ ْ ‫الص ََل َة ََّوالزَكا َة ََّو‬ ُ ‫َّعلَْي ِو ََّو َسل َم َّيَ ُق‬ َ ُ‫َّصلىَّاللو‬ َ ‫ول َّاللو‬ ُ َ َ ‫اْلَج ََّوالص َدقَةَ َّ ُك ُّل َّذَل‬ ِ ِ ‫وتَع َاَل‬ ِ ِ ٍ ‫اَّح ْف‬ َّ‫ب‬ َ ‫َّذ ْكاراَّفَ َق‬ َ ‫َّعْنوُ َّل َُّع َمَر ََّرض َي َّاللوُ َّتَ َع َاَل‬ َ ‫ال َّأَبُوَّبَ ْك ٍر ََّرض َي َّاللوُ َّتَ َع َاَل‬ ََ َ َ‫َّعْنوُ َّيَاَّأَب‬ َ ‫ص َّذَ َى‬ 24 ِ ِ ِ ‫َج َّْل‬ ُ ‫ال ََّر ُس‬ َ ‫َّخ ٍْْيَّفَ َق‬ َ ُ‫َّصلىَّاللو‬ َ ‫الذاك ُرو َنَّبِ ُك ِّل‬ َ ‫ولَّاللو‬ َ ‫َّعلَْيو ََّو َسل َمَّأ‬ Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi‟ah telah menceritakan kepada kami Zabban dari Sahl bin Mu‟adz dari Bapaknya dari Rasulullah Shaallallah‟alaihiwasallam ada seorang bertanya kepada beliau, jihad apakah yang paling besar pahalanya? Beliau menjawab, orang yang paling banyak berdzikir kepada Allah Tabaraka Wa Ta‟ala. Dia bertanya lagi, „Puasa apakah yang paling 23

Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut, Dar al-Kutub alIlmiyah, 1971), hlm. 514. 24 Imam Ahmad Ibn Hanbal, Musnād al-Imam Ahmad bin Hanbāl, Jilid XXXI, (Beirut: „Alim al-Kutub, 1419 H/1998 M, hlm. 213

72

banyak pahalanya? Beliau menjawab, „Orang yang paling banyak berdzikir kepada Allah Tabaraka Wa Ta‟alla.‟ Lalu beliau menyebutkan Shalat, zakat, haji dan sedekah kepada kami. Kesemuanya Rasulullah Shallallahu‟alaihiwasallam bersabda: “orang yang paling banyak kepada berdzikir Allah Tabaraka Wa Ta‟alla”. Abu Bakar Radliyallahu‟anhu berkata kepada Umar Radliyallahu‟anhu, „Wahai Abu Hafs, orang yang berdzikir membawa semua kebaikan? Rasulullah Shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “YA”.

َّ‫ك َّ َع ْن َّثَ ْوِر َّبْ ِن ََّزيْ ٍد َّالدِّيْلِ ِّي‬ َ َ‫اَّعْب ُد َّالل ِو َّبْ ُن ََّم ْسلَ َم َة َّق‬ َ َ‫صوٍر َّق‬ ٌ ِ‫اَّمال‬ ْ‫أ‬ َ َ‫َّحدثَن‬ َ َ‫َخبَ َرن‬ ُ ‫اَّع ْم ُروَّبْ ُن ََّمْن‬ َ َ‫َّحدثَن‬ َ ‫ال‬ َ ‫ال‬ ِ ََّ َ‫َّىَريْ َرَةَّق‬ ‫ال‬ َ ‫َع ْنَّأَِِبَّالْغَْيث‬ ُ ‫َّع ْنَّأَِِب‬ ِِ ِ ِ ِ ‫ول َّالل ِو َّصلىَّاللو‬ ِ ‫ىَّاْل َْرَملَ ِة َّوالْ ِمس ِك‬ َّ‫َّعز‬ ْ َ‫يَّعل‬ ُ ‫ال ََّر ُس‬ َ َ‫ق‬ َ ‫َّسبِي ِل َّاللو‬ َ ‫َّعلَْيو ََّو َسل َم َّالساع‬ َ ُ َ َ ‫ني َّ َكالْ ُم َجاىد َِِّف‬ ْ َ 25

َّ‫َو َجل‬

Telah mengabarkan kepada kami „Abu Manshur dia berkata; Telah menceritakan kepada kami „Abdullah bin Maslamah dia berkata; telah menceritakan kepada kami Malik dari Tsaur bin Zaid Ad Dili dari Abu Al Ghaits dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “orang yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang berjihad di jalan Allah.”

ِ ‫حدثَناَّنَصرَّبن‬ ِ َ ‫الَّحدثَنَاَّخالِ ُدَّبنَّي ِز‬ ٍ َ‫َّع ْنَّالرَّبِيَِّبْ ِنَّأَن‬ َّ‫َّع ْن‬ ِّ ‫َّج ْع َف ٍرَّالرا ِز‬ َ ٍ َ ‫ي‬ َ ‫يدَّالْ َعتَك ُّي‬ َ ُ ْ ُْ َ َ َ ‫َّع ْنَّأَِِب‬ َ ُْ َ َ َ َ‫َّعل ٍّيَّق‬ ٍ ِ‫ٍَّب ِنَّمال‬ ََّ َ‫كَّق‬ ‫ال‬ َ ْ ِ َ‫أَن‬ ِ ِ ِ َ‫ولَّالل ِوَّصلىَّاللوَّعلََّي ِوَّوسلمَّمنَّخرج َِِّفَّطَل‬ ََِّ ‫َّحَّتَّيَ ْرِج‬ ُ ‫ال ََّر ُس‬ َ َ‫ق‬ َ َ ‫َّسبِ ِيلَّاللو‬ َ ‫بَّالْع ْل ِمَّ َكا َن َِِّف‬ َ ََ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ 26 ِ َ َ‫ق‬ ٌ ‫اَّح ِد‬ ُ ‫يب ََّوَرَواهَُّبَ ْع‬ َ ‫يس‬ ُ‫ض ُه ْمَّفَلَ ْمَّيَ ْرفَ ْع َّو‬ َ ‫يث‬ َ ‫ىَّى َذ‬ ٌ ‫َّح َس ٌنَّ َغ ِر‬ َ ‫الَّأَبُوَّع‬ Telah bercerita kepada kami Nashr bin Ali dia berkata, telah bercerita kepada kami Khalid bin Yazid Al Ataki dari Abu Ja‟far Ar Razi dari Ar Rabi‟ bin Anas bin Malik dia berkata; Rasulullah shaallahu „alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang keluar dalam rangka menuntut ilmu maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali.” Abu Isa berkata; „Hadits ini hasan gharib, sebagai perawi telah meriwayatkannya namun tidak merafa‟kannya.‟ Banyak lagi hadis nabi yang mengungkapkan makna jihad, tetapi tidak ditemukan dalam hadis nabi yang menjelaskan secara eksplisit perintah berjihad

25

Abu „Abdurrahman Ahmad Syu‟aib bin Ali al-Nasa‟i, Sunan al-Nasa’i, Jilid VIII, (Bairut: Dar al-Ma‟rifat, 1419 H), hlm. 366. 26 Muhammad bin Isa al-Tirmidzi, Jami s-Shoheh Sunan at-Tirmidzi, Jilid IX, (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-„Arabi), hlm. 244.

73

dengan menggunakan senjata melawan orang kafir, atau musuh-musuh Islam. Maka dapat disimpulkan bahwa jihad adalah berjuang dan berusaha keras untuk memperbaiki diri sendiri,lingkungan hidup yang rusak, melawan hawa nafsu diri maupun melawan godaan setan yang nyata dan mengatakan kebenaran walaupun banyak orang yang menentangnya dengan keras contohnya menyatakan kebenaran kepada orang yang berbuat maksiat kepada Allah.

C. Melacak Makna Jihad Dalam Sejarah 1. Perkembangan Makna Jihad Pada Periode Mekah Muhammad diangkat menjadi Rasul pada usia empat puluh tahun, tepatnya pada usia empat puluh tahun lebih enam bulan dua belas hari, menurut perhitungan kalender Hijriyah atau tiga puluh Sembilan tahun lebih tiga bulan dua puluh hari menurut kalender Syamsiah.27 Menurut sebagian besar sejarahwan ayat yang pertama kali turun adalah surat al-Alaq ayat 1-528 Dengan wahyu pertama itu maka Muhammad telah diangkat menjadi Nabi, namun ia belum disuruh untuk menyeru kepada umat nya. 29 Setelah turun wahyu yang kedua yaitu surat al-Muddassir ayat 1-7, Nabi Muhammad diangkat menjadi

27

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsun fi al Sirah alNabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2010), hlm. 58. 28 Mengenai ayat yang pertama kali diterima oleh Nabi Muhammad terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, pendapat pertama sebagaimana yang penulis kutip yaitu surat alAlaq ayat 1-5, pendapat ini didasarkan pada hadist dari Aisyah ra. Kedua, yang mengatakan bahwa ayat yang pertama kali turun adalah Ya ayyuhal muddasir, pendapat ini didasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah. Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa ayat yang pertama kali turun adalah al-Fatihah, menurut al-Qattan, mungkin yang dimaksud adalah surat yang pertama kali turun secara lengkap. Pendapat terakhir yaitu yang mengatakan bahwa ayat yang pertama kali turun yaitu bismillahirrahmanirrahim, karena ia mendahului setiap surat. Kedua pendapat terakhir ini didasarkan pada hadist-hadits mursal. Menurut Qattan, pendapat yang pertamalah yang paling kuat dan mashur. 29 Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Arab. Edisi Revisi (Surabaya: Anika Bahagia, 2010), hlm. 16.

74

Rasul yang harus berdakwah.30 Dengan turunnya ayat tersebut Nabi Muhammad selalu bangkit untuk berdakwah kepada Allah, Ia tidak mengeluh dalam melaksanakan amanat besar ini, memikul beban seluruh manusia, beban akidah, perjuangan serta jihad di berbagai medan31 Sejarahwan membagi jihad pada masa Nabi Muhammad menjadi dua. Pertama, periode Makkah, dilakukan kurang lebih selama tiga belas tahun. Kedua, periode Madinah, berjalan selama sepuluh tahun penuh.32 Awalnya Nabi Muhammad menyampaikan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi. Ia memulai berdakwah kepada kerabat-kerabat terdekatnya dan berhasil meng-Islam-kan mereka, diantaranya yaitu Khadijah, istri Nabi, pembantu Nabi, Zaid bin Haritsah, sepupu Nabi, Ali bin Abi Thalib yang masih anak-anak dan sahabat karib Nabi, Abu bakar Ash-Shiddiq, mereka masuk Islam pada hari pertama dimulainya dakwah.33ummu Aiman, pengasuh Nabi Muhammad, sejak Siti Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Dalam dakwah sembunyisembunyi ini, Abu Bakar juga berhasil mengIslamkan beberapa teman dekatnya, seperti Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa‟ad bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Zubair.34 Dan masih banyak lagi sahabat lainnya yang masuk Islam.

30

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 65. Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah alNabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 67. 32 Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah alNabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 69. 33 Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah alNabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 72. 34 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 19. 31

75

Setelah tiga tahun dakwah secara sembunyi-sembunyi, turunlah perintah agar Nabi Muhammad berdakwah secara terang-terangan,35 baik dari golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Dengan dilakukannya dakwah secara terangterangan ini jumlah pengikut Nabi Muhammad pun meningkat,terutama dari kaum wanita, budak pekerja dan orang-orang yang tidak punya.36 Akan tetapi kelompok aristokrat dari suku Qurais menjadi menentang utamanya, seperti Abu Sofyan yang berasal dari keluarga Umayyah, salah satu keluarga berpengaruh di suku Qurais.37 Bahkan pamannya, Abu Lahab yang berasal dari Bani Hasyim mencemooh Nabi Muhammad hingga Allah menurunkan surat al-Lahab yang isinnya merupakan kutukan bagi Abu Lahab karena telah mencomooh dan menghalangi dakwah Nabi. Berbagai tekanan dan ancaman dari kafir Qurais terhadap umat Islam tidak ada henti-hentinya, baik berupa penyikasaan, penghinaan, pemboikotan dan segala macam cara dilakukannya untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad bahkan mereka berencana untuk membunuhnya. Keadaaan ini membuat umat Islam semakin terjepit, kondisi inilah diantranya yang mendorong Nabi Muhammad untuk Hijrah ke Madinah (Yastrib).38 Jadi, jihad Nabi Muhammad pada periode Makkah merupakan perintah untuk menegakkan kebajikan, kebaikan, akhlak yang mulia, menjauhi keburukan

35

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik” (QS. Al-Hijr [15]: 94) 36 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, hlm. 20. 37 Philip K. Hitti, History of The Arabs: From The Earliest Times to The Present, Diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi, 2010), hlm. 142. 38 Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah alNabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 181.

76

dan kehinaan.39 Menurut Rohimin keadaan umat Islam di Makkah dalam AlQur‟an dapat digambarkan sebagai berikut: 1) Bersikap

apa

adanya

sebagai

penerima

amanat

yang harus

disampaikan. 2) Memberi maaf dan bersikap tidak peduli. 3) Melakukan bantahan setelah dilakukan cara hikmah dan mau’izah. 4) Mengucapkan kata-kata baik. 5) Menolak dengan cara yang sopan. 6) Menghindar dengan cara yang baik. 7) Tidak bersikap sebagai penguasa.40 Uraian di atas, menunjukan bahwa ayat-ayat jihad yang diturunkan pada periode Makkah tidak menggambarkan konfrontasi fisik dengan musuh. Subtansi ajaran jihad yang digambarkan pada ayat-ayat Makkiyah lebih bersifat vertikal, yaitu perjuangan pengorbanan manusia kepada Allah.41 Hal ini dibuktikan dengan ayat-ayat Makkiyah, seperti : Surat al-Nahl ayat 82, al-Nur ayat 54, Yasin ayat 17, asy-Syura‟ ayat 48, al-Maidah ayat 13 al-Nagl ayat 125, al-Furqan ayat 63, Fushshilat ayat 34, al-Muzammil ayat 10, alGhasyiyah ayat 22 dan lain-lain. Ayat-ayat yang diturunkan pada periode ini masih terfokus pada pembinaan mental spiritual umat Islam dalam berbagai dimensi.42 Diantaranya pembinaan yang semata-mata memberikan dukungan moral dan spiritual kepada umat Islam untuk konsisten mendakwahkan dan 39

Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah alNabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 198. 40 Disarikan dari ayat-ayat Makiyah antara lain: surat al-Nahl: 82, al-Nur: 54, Yasin: 17, asy-Syura‟: 48, al-Maidah: 13, al-Nahl: 125, al-furqan: 63, Fushshilat: 34, al-Muzammil: 10, alGhasyiyah: 22. Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 35. 41 Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 35. 42 Kasjim Salendra, Jihad dan Terorisme Dalam Perspektif Hukum Islam. 149.

77

mensosialisasikan Islam kepada masyarakat Makkah yang mayoritas masih kafir dan musrik.43 Baik dari kalangan bangsawan maupun hamba sahaya, mengajar mereka untuk setia dalam suatu perjanjian, menguji kesabaran dan ketabahan serta berjuang sekuat tenaga dalam mempertahankan keimanan mereka. Pelakasanaan jihad pada periode Makkah ini lebih ditekankan pada pengendalian diri agar tidak terpancing oleh tindakan-tindakan yang mengusik emosi dan harus bersikap sabar menghadapi dalam menghadapi semua cobaan,44 menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Berjihad mendakwahkan agama Islam di Makkah belum mungkin dilakukan dengan fisik melalui perang, hal ini dikarenakan umat Islam yang jumlahnya masih sedikit, maka dimungkinkan belum sanggup menghadapi ancaman orang-orang kafir dan musyrik Makkah.

2. Perkembangan Makna Jihad Pada Periode Madinah Nabi Muhammad tiba di Madinah pada hari Senin, 27 September 62245 Penduduk Madinah sangat tidak sabar menunggu kedatangannya, sebelum sampai Madinah, Nabi Muhammad singgah di Quba‟ selama tiga hari, Ia mendirikan masjid yang pertama kali dibangun dalam Islam, yang kemudian dikenal dengan masjid Quba‟. Di Madinah, Nabi Muhammad tinggal di tanah milik kedua anak 43

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (QS. al-Furqan [25]:52) 44 “Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; Sesungguhnya Tuhanmu sesduah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Nahal [16]: 110). Sebagaimana ayat tersebut, tindakan umat Islam periode Makkah saat mendapat tekanan dari orang kafir yaitu: pertama, sebelum mereka melakukan jihad terlebih dahulu mereka berhijrah. Kedua, setelah mereka melakukan hijrah mereka melakukan jihad. Ketiga, setelah melakukan jihad mereka menahan diri dalam kesabaran. Lihat. Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 36. 45 Martin Lings, Muhammad: His Life Based on the Earliest Source, Penerjemah Qomaruddun SF menjadi Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik (Jakarta: Serambi, 2007), hlm. 227. Bertepatan dengan hari jum‟at 12 Rabi‟ul Awal 1 Hijriah. Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 205.

78

yatim piyatu yaitu Sahl dan Suhail yang telah dibeli oleh Nabi,46 berdekatan dengan rumah Abu Ayyub Khalid. Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saat di Madinah adalah membangun masjid sekaligus sebagai sentral kota yang tidak hanya digunakan untuk ibadah yang bersifat vertikal namun juga kegiatan-kegiatan sosial dan pemerintahan yang bersifat horizontal. Sesuai dengan pernyataan Koes Adiwidjajanto bahwa Madinah merupakan kota yang didasarkan pada nilai-nilai tauhid dan nilai-nilai sosial.47 Hijrah umat Islam ke Madinah merupakan titik balik dari penderitaannya ketika di Makkah, Nabi Muhammad juga berhasil menjadikan kota Madinah menjadi kota yang jauh lebih bagus sekaligus Ia menjadikan seorang pemimpin yang sangat dihormati. Setelah umat Islam memperoleh perlindungan serta jumlahnya bertambah, orang-orang kafir Makkah semakin marah, berbagai ancaman dan pengiriman pasukan dilakukan untuk memerangi umat Islam di Madinah, orang kafir Qurais menyatakan: “janganlah kalian bangga terlebih dahulu karena kalian bisa meninggalkan kami ke Yasrib, kami akan mendatangi kalian, lalu merenggut dan membenamkan kalian di depan rumah kalian”.48 Dalam situasi yang rawan ini, kemudian Allah mengizinkan umat muslim untuk berperang, namun belum bersifat wajib.49 Setelah turunnya wahyu tersebut

46

Ketika mau dibeli Nabi Muhammad, awalnya Sahl dan Suhail justru ingin memberikan tanahnya tersebut, namun Nabi Muhammad tidak ingin mengambilnya sebagai hadiah, maka beliau pun membeli tanah tersebut. Lihat. Martin Lings, Muhammad: His Life Based on the Earliest Source, hlm. 230. 47 Koes Adiwidjadjanto, Sejarah Kota-Kota Islam: Pengantar Perkuliahan, (Surabaya: Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, 2010), hlm. 6. 48 Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah alNabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 216. 49 “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. al-Hajj [22]: 39).

79

Umat Islam pun tidak tergesa-gesa untuk melakukan peperangan, mereka terlebih dahulu melakukan diplomasi50 sehingga orang Islam terbebas dari ancama orangorang kafir Makkah. Wahyu di atas, menandai mulai diizinkan jihad dalam pengertian perang, namun masih terbatas sasaran kaum kafir dan musyrik Makkah yang telah memerangi dan menganiaya umat Islam terlebih dahulu dengan cara mengusir mereka dari Makkah tanpa alasan yang jelas. Menurut Ibn Abbas ayat tersebut merupakan ayat pertama yang menyatakan izin untuk berjihad dalam arti perang.51 Golongan kafir Quraisy merupakan kabilah yang kaya di Makkah, sebagaimana

diketahui

mereka

selalu

melakukan

berkeinginan

untuk

menghentikan dakwah Nabi Muhammad, bahkan mereka berencana untuk menghancurkan kaum muslimin, sedangkan ketika mereka ingin berdagang ke Syam, jalur perdagangan mereka adalah Madinah, maka hal ini sangat dikawatirkan bahwa mereka mengintai kaum muslim agar mudah dihancurkan oleh mereka. Kejadian ini, mengharuskan umat Islam harus waspada terhadap ancaman orang kafir Makkah, pada bulan Sya‟ban tahun 2 hijriah, Allah telah mewajibkan jihad berperang kepada umat Islam.52 Ada beberapa ayat yang berkaitan dengan masalah ini, diantaranya firman Allah: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kaum, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu

50

Salah satu bentuk diplomasi yang dilakukan Nabi Muhammad adalah ketika orangorang kafir Makkah mengambil rute dari Makkah ke Syam yang merupakan kekuasaan Umat Islam. Lihat Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah alNabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 218. 51 Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 43. 52 Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 23.

80

jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah); dan fitnah itu lebih besar bahanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikianlah Balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusihi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.53 Maka pada bulam Rajab 2 hijriah, bertepatan dengan januari 624 Masehi, Nabi Muhammad mengirimkan Abdullah bin Jahsy al-Asadi ke Nahlan bersama dua belas muahjirin untuk menyelidiki rombongan dagang kuffar Quraisy. Setelah sampai nakhlah ia memergoki rombongan dagang Quraisy yang memabawa kismis, kulit dan berbagai macam dagangan. Abdullah bin Jahsy menghadang mereka setelah berdiskusi dengan kedua belas sahabat Muhajirin tersebut. Dalam perang kecil ini, Amar bin al-Hadrami, dari golongan Quraisy meninggal karena terkena panah, Ustman dan al-Hakam ditawan serta seluruh barang dagangan mereka dibawa ke Madinah sebagai rampasan perang.54 Setelah mereka sampai Madinah, Nabi tidak sependapat dengan mereka lakukan. Beliau Bersabda: “aku tidak memerintahkan kalian untuk berperang pada bulan suci”. Nabi Muhammad tidak mau menerima barang dagangan dan dua

53

QS. Al-Baqarah [2]: 190-193. Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 221-222. 54

81

tawanan tersebut,55 hingga Allah memberi wahyu bahwa orang-orang musyriklah yang lebih berdosa dari orang-orang Islam yang melakukan perang pada bulan suci, karena mereka telah kafir kepada Allah, menghalangi umat Islam hidup di jalan Allah, menghalangi masuk Makkah (Masjid al-Haram) serta mengusir umat Islam dari Makkah.56 Setelah adanya perang kecil antara rombongan dagang Quraisy dengan orang Islam yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy ini, orang-orang kafir Makkah mulai ketakutan, karena jalur perdagangan mereka ke Syam melalui wilayah kekuasaan umat Islam, mereka menganggap bahwa umat Islam adalah ancaman yang berkelanjutan. Akhirnya para pembesar dan pemimpin mereka bertekat untuk mengancam umat Islam dan menghabisi mereka di tempat tinggalnya msaing-masing. Tekat inilah kemudian yang mengilhami mereka untuk berperang Badr,57 yang kemudian populer dengan perang Badr. Berdasarkan historisitas jihad periode Madianah di atas, pengertian jihad lebih cenderung pada peperangan, hal ini terbukti dengan banyaknya peperangan umat Islam dengan orang-orang kafir Makkah yang telah menganiaya dan mengusirnya dari kampung halaman mereka. Sebagaimana catatan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri setidaknya terdapat tiga belas peperangan besar

55

Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 222. 56 Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperanglah dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi(manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir penduduknya dan sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah.dan bebuat fitnah lebih besar (dosannya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya. (QS. al-Baqarah [2]: 217. 57 Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsum fi Sirah al-Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam, hlm. 223.

82

yang terjadi ketika umat Islam berada di Madinah. Daud al-Aththar menambahkan bahwa ayat-ayat yang diturunkan pada periode Madianah pun banyak menyebutkan ajaran tentang jihad, memberi izin perang dan menjelaskan hukumhukumnya.58

3. Jihad Pada Zaman Modern: Historisitas Jihad di Indonesia Istilah jihad dalam sejarah umat Islam Indonesia sudah dimulai sejak akhir abad ke-17, ketika kerajaan Banten dan Mataram jatuh ke tangan Belanda.59 Menurut Maria Vekle, sebenarnya konsep ini sudah sejak lama dikenal oleh umat Islam Indonesia, namun sebelumya tidak jelas apa makna jihad dan bagaimana penerapannya, baru setelah mereka berhadapan dengan musuh secara nyata dengan kafir londo arti jihad menjadi jelas, sebagaimana pernyataan Vekle: Kejatuhan Mataram, lebih-lebih Banten, telah menyebabkan reaksi besar dalam dunia muslim Indonesia. Orang mulai berbicara tentang jihad melawan orang kafir. Laut Jawa dibuat tidak aman oleh sekelompok perompak Melayu Minangkabau yang menyebut diri Ibn Iskander (keturunan Alexander Agung) dan seorang Nabi Islam.60 Wacana jihad ini dengan segera mengorbankan semangat juga penduduk pribumi, umat Islam merasa tidak puas dengan politik Belanda dengan cepat mereka terpancing untuk terlibat dengan gerakan-gerakan jihad. Belanda harus bekerja keras untuk membasmi gerakan jihad ini dan berusaha menangkap para pemimpinnya. Salah satu tokohnya adalah Syeikh Yusuf, seorang ulama asal 58

Rohimin, jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 37. Lutfhi Assyaukanie, Pengantar dalam Bernard Hubertus Maria Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. xx. 60 Lutfhi Assyaukanie, Pengantar dalam Bernard Hubertus Maria Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, hlm. xxi. 59

83

Makasar yang memiliki banyak pengikut di Banten. Pada akhirnya ia ditangkap dan kemudian diasingkan ke Afrika Selatan.61 Di Mataram, jihad dimulai sejak awal ke-18, ketika kontril Belanda terhadap keraton semakin kuat, namun pelaksanaan jihad baru diawali oleh Pangeran Diponegoro melakukan pemberontakan pada 1825 yang dikalangan kaum Muslim popular dengan perang Diponegoro. Pembrontakan ini dinilai paling berbahaya dan paling massif yang pernah dihadapi Belanda di Indonesia (Nusantara waktu itu), bahkan Ricklefs berpendapat bahwa Belanda tidak mampu bertindak secara menentukan, akhirnya ia mendapat bantuan.62 Diponegoro yang bergelar Sultan Abdulhamid Herucakra Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa63 itu melakukan jihad selama lima tahun secara terang-terangan dan gerilnya dengan menewaskan serdadu Belanda sebanyak delapan ribu jiwa dan menghabiskan biaya sebanyak dua puluh juta gulden sedangkan dipihak Diponegoro kehilangan serdadu sebanyak tujuh ribu jiwa.64 Perang jawa (Diponegoro) dan jihad membuat trauma yang mendalam kepada belanda sehingga pada 1880-an mereka mengundang Christian Snouck Horgronje, seorang profesor studi Islam di Universitas Leiden, untuk melakukan

61

Bernard Hubertus Maria Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, hlm. xxi. M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008), hlm. 312. 63 Gelar tersebut dinobatkan kepada Diponegoro pada saat kawula dasih dan pemimpinpemimpin mendesaknya untuk membentuk negara dan pemerintahan. Akhirnya ia dinobatkan menjadi sultan, bersamaan dengan penobatan ini, beberapa orang pemimpin lainya diangkat menjadi pegawa Negara dengan pangkat dan kewajiban tertentu. Penobatan ini dilakukan secara agama dan adat-pusaka dalam waktu perang. M Nasruddin Anshoriy, Bangsa Inlander: Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara, (Yogyakarta: LkiS, 2008), hlm. 119. Diponegoro juga Muslim yang taat agama yang membenci kebiasaan kafir londo yang suka mabuk-mabikan. Lihat, Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, (Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2010), hlm. 195. 64 M. Hembling Wijayakusuma, Pembantaian Massal 1740: Tragedi Berdarah Angke, (Jakarta: Pustaka populer Obor, 2005, hlm. 117. 62

84

studi menyeluruh tentang Islam di Indonesia.65 Awalnya pemerintah Belanda mengagap bahwa dengan terbukanya akses haji ke Makkah bagi umat Islam Indonesia ternyata menimbulkan sikap ambigu di kalangan penguasa Belanda karena adanya asumsi yang mengatakan bahwa orang yang baru pulang haji akan menjadi kelompok tandingan atau agent of social change dalam masyarakat.66 Namun Snouck Horgronje memberikan pandangan yang berbeda terhadap pemerintahan Belanda bahwa tidak sepatutnya mencurigai umat Islam yang menunaikan ibada haji, karena mereka terdiri dari masyarakat awaw yang berasal dari kelompok petani sukses. Menurutnya, yang perlu diperhatikan justru kalangan umat Islam yang terlibat politik dan berkeinginan menunaikan haji, karena kelompok ini berpotensi besar untuk mengubah masyarakat melalui pengetahuan dan kekuasaannya.67 Pada 1888, gerakan supi Tarekat Qadariyah Nasabandiyah melakukan pembrontakan di Banten yang dipimpin oleh Haji Wasjid. Kemarahan petani Muslim tidak tertahankan setelah mengalami penindasan dan tanam paksa selama sekitar lima puluh delapan tahun.68 Kemiskinan rakyat pribumi tidak terhindarkan, bahkan Ahmad Mansur mencatat empat puluh ribu rakyat kecil meninggal akibat terkena penyakit, seratus lima puluh desa rusak total dan seratus tigapuluh dua rusak berat. Menurut Karel A. Streenbrink sebagaimana dikutip oleh Ahmad Mansur, berdasarkan keterangan dari Haji Wasjid kepada Haji Tb. Ismail perang jihad ini disebabkan antara lain: pertama, pajak yang ditetapkan oleh Belanda kepada

65

Bernard Hubertus Maria Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, hlm. xxii. M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, (Yogyakarta: LkiS, 2007), hlm. vii. 67 M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, vii. 68 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 216. 66

85

masyarakat terlalu tinggi. Kedua, para pegawai pemerintah Belanda menghina kian dan agama Islam. Ketiga, larangan berdo‟a dengan keras, serta dilarang mendirikan menara masjid yang tinggi.69 Perang atas nama jihad selalu mengilhami perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Pada tahun 1872-1906 terjadi perang di Batak, bersamaan dengan perang tersebut di Aceh juga melakukan genjatan senjata pada tahun 18873-1914, selain peperangan tersebut perlawanan di kota-kota lain juga tidak terhindarkan, perang Padri (1821-1837) yang dipimpin Imam Bonjol, perang Lampung (1832-1833) dipimpin oleh Imba Koesoema dan perang Banjarmasin. Berbagai perlawanan rakyat pribumi ini menambah trauma mendalam bagi pemerintahan Belanda. Akhirnya, atas saran Snouck Horgronje Belanda mengeluarkan kebijakan ruth less operation (operasi tanpa belas kasih). Menurut Snouck, tidak ada satupun yang dapat dilakukan untuk merendam perlawanan para ulama, kecuali ditumpas sampai habis.70 Selain menjadi pemimpin dalam perlawanan terhadap Belanda, fatwa dan karrya para ulama saat itu juga sangat berperan dalam peperangan, Snouck Horgronje menyatakan bahwa karya al-Palimbani71 fadhail al-jihad merupakan sumber ulama jihad dalam perang Aceh yang panjang melawan Belanda.72 Sebagaimana dikutip oleh Azra WR. Roff menyatakan bahwa kary-karya ulama tersebut menunjang semangat juang Aceh sepanjang perang yang berlarut-larut antara 1873 sampai awal abad ke-20. Menurutnya, perlawanan Aceh terhadap

69

Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 216. Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 217. 71 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVIIXVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenata Media, 2004), hlm. 307309. 72 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVIIXVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 359. 70

86

Belanda dari awal menunjukan karakter jihad yang dipimpin oleh ulama independen yang paling cocok mengorganisasi dan melaksanakan perang suci.73 Seruan jihad al-Palimbani kepada umat Islam Indonesia tidak hanya terbatas pada penulisan kitab fadhāil al-jihād. Ia juga menulis surat-surat yang berisi desakan jihad pada penguasa Jawa, tiga diantaranya berhasil disita Belanda.74 Salah satunya adalah surat yang dikirimkan kepada Sultan Mataram, Hamengkubuana I pada 22 Mei 1772. Setelah mengucapkan pujian-pujian yang cukup panjang kepada Allah, Al-Palimbani menulis: ... suatu contoh dari kebaikan Tuhan bahwa Dia menggerakan hati penulis (al-Palimbani) untuk mengirim surat dari Makkah.... Tuhan telah menjanjikan bahwa para Sultan akan masuk (surga) karena keluruhan budi, kebijakan dan keberanian mereka yang tiada tara melawan musuh dari agama lain. Diantara mereka ini adalah raja Jawa, yang mempertahankan agama Islam dan berjaya atas semua raja lain dan menonjol dalam amal dalam peperangan melawan orang-orang agama lain. Tuhan menyakinkan kembali orang-orang yang bertindak dijalan ini dengan berfirman: “jangan mengira bahwa mereka yang mati dalam perang suci itu benar-benar mati, jelas tidak, mereka sesungguhnya masih hidup”. (al-Qur‟an alBaqarah ayat 154 dan Ali Imran ayat 169). Nabi Muhammdad bersabda: “Aku diperintahkan membunuh setiap orang kecuali mereka yang mengenal Tuhan dan diriku, Nabi-Nya”. Orang-orang yang terbunuh

73

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVIIXVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 360. 74 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVIIXVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 360.

87

dalam perang suci diliputi oleh keharuman kudus yang tak tertuliskan, jadi ini merupakan peringatan untuk seluruh pengikut Muhammad...75 Penganjur jihad terkemuka lainya dari kalangan ulama abad ke-18 adalah al-Fatani, bahkan menurut Abdullah sebagaimana yang dikutip oleh Azra alFatani pernah menjadi pemimpi jihad melawan Thai sebelom akhirnya kembali dan menetap di Haramayn.76 Ajaran al-Fatani tentang jihad sepertinya mempunyai hubungan dengan gagasan mengenai negara Islam. Menurutnya Negara Islam harus didasarkan pada Alquran dan hadis, jika tidak maka ia akan dinamakan negara kafir, ia menyatakan bahwa jihad melawan orang kafir hukumnya adalah fardu a’in dan jika suatu negara dijajah oleh orang kafir maka umat islam wajib memerangi sehingga memperoleh kemerdekaan kembali. Sedangkan jihad merupakan sarana untuk memperluas wilayah Islam yang berati menundukkan orang kafir hanyalah fardh kifayah.77 Sudah dapat dipastikan,seruan jihad oleh para ulama mempuyai pengaruh besar dalam perjuangan masyarakat Islam saat itu, selain seruan jihad perang melawan Belanda, para ulama ini juga mengajarkan ilmu-ilmu yang telah didapatkan dari Harmain seperti ilmu hadis, tafsir, Fara’idh Fikih dan Tasawuf. Kebayakan dari para ulama yang pulang dari Harmain adalah ulama tasawuf yang oleh Belanda disebut sebagi para guru independen. Mereka mengajar para muridnya disurau-surau yang telah mereka dirikan, begitupula Murid-murid mereka, setelah mereka pulang ke desa masing-masing mereka mencurahkan 75

Menurut Drewes, awalnya surat ini ditulis dengan bahasa Arab kemudian diterjemahkan dalam bahasa Jawa dan selanjutnya kedalam bahasa Belanda. Lihat. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVII-XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm. 360-361. 76 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara XVIIXVII,hlm. 364 77 Azyumardi Azra, jaringan Ulama timur Tengah dan kepulauan Nusantara XVII-XVIII, hlm.366

88

tenaganya untuk mengajar di surau-surau atau masyrakat pada umumnya dengan menekatkan pentingnya fikih dan tasawuf. Fenomena ini lah yang akan menjadi salah satu ciri menonjol keberadaan ulama pada abad-abad selanjutnya. Sebagai peneliti berpendapat bahwa jihad perang melawan Belanda diilhami maraknya Wahabisme di Makkah, pendapat ini diyakini oleh Jajat Burhanuddin. Pernyataannya ini, ia kuatkan dengan fakta kembalinya Haji Miskin Haji Sumantik dan Haji Piobang yang membawa pemahaman radikal tentang Islam.78 Bersama Tuanku Nan Renceh, mereka memalumkan jihad melawan kaum muslim yang tidak mau mengikuti ajaran-ajaran mereka. Akibatnya terjadilah perang saudara antara masyaryarat Minangkabau. Surau-surau yang mereka anggap bidah diserang dan dibakar hingga rata tanah termasuk surau Tuanku Nan Tuo, guru dari Tuanku Nan renceh79. Namun pendapat ini tidak sepenuhnya bisa dibenarkan, karena pemahaman jihad dalam pengertian perang sudah marak dikalangan umat Islam awal, bahkan pemahaman ini sejak dimulai abad pertama hijriah oleh golongan Khawarij pada peristiwa perang Siffin, dengan mengartikan surat al- Maidah ayat 44 secara tekstual, menurut penulis kembalinya Haji Miskin, Haji Sumantik dan Haji Piobang dari Makkah tersebut lebih tepat disebut sebagai awal masuknya pengaruh Wahabisme di Indonesia, pemaknaan jihad dengan perang oleh para ulama bedasarkan pada penindasan dan upaya kristenisasi oleh Belanda. Hal ini dibuktikan dengan masih kuatnya pengaruh-pengaruh budaya lokal pada masyarakat Indonesia saat itu, bahkan pada tahun-tahun setelahnya masih ditemui

78

Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite dalam Sejarah Indonesia (Bandung: Mizan, 2012), 141. 79 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara XVIIXVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia, hlm.371.

89

pratik-pratik Ibadah dan kegiatan yang mereka anggap bidʻah seperti ziarah, mauludan, ruwahan, genduren, slametan dan sebagainya. Pada periode ke-20, sistem politik jajahan Belanda mulai berubah. Pemerintah mendapat kecaman-kecamandari ilmuan Belanda sendiri, salah satu kritik yang dilontarkan melalui novel Max Havelaar pada 1860, selain itu C. Th. Van Deventer pada 1899 menulis artikel dalam de Gids, sebuah jurnal Belanda dengan judul Een eereschuld (suatu hutang kehormatan). Dia menyatakan bahwa Belanda berutang kepada bangsa Indonesia karena semua kekayaan yang telah diperas dari mereka. Menurutnya, hutang itu dibayarkan dengan cara memberi prioritas utama pada kepentingan rakyat Indonesia di dalam kebijakan colonial.80 Akhirnya, pada1901 Ratu Wilhelmina meresmikan kebijakan ini yang dinamakan dengan Etische Politiek (politik Etis) dengan berdasar pada tiga prinsip kebijakan baru tersebut yaitu Educatie, Irigatie dan Emigratie (pendidikan, pengairan dan perpindahan penduduk).81 Politik etis tersebut, membawa arah perubahan bagi masyarakat pribumi, hal ini terbukti dengan menjamurnya perkumpulan-perkumpulan, lembaga pendidikan bahkan media massa yang telah diterbitkan sendiri oleh masyarakat pribumi seperti, SDI (Serikat Dagang Islam), muhammadiyah, Perhimpunan Sumatra Thawalib, Nahdlatul Wathan, Tasywirul Afkar, Nahdlatul Ulama, sekolah Adabiyah, sekolah Diniyah di Padang Panjang, sekolah Diniyah Batu Sangkar dan lain-lain. Bahkan Jajat Burhanuddin mencatat Muhammadiyah telah mendirikan sekitar 316 sekolah di Jawa dan Madura, 207 diantaranya dikategorikan sistem sekolah Barat, 88 sekolah agama dan 21 sekolh-sekolah 80 81

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, hlm. 328. Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 306.

90

lainya.82 Sedangkan Nahdlatul Ulama memusatkan arah pembaharuannya pada sistem pendidikan tradisional, menurut Sartono Kartodirjo sekitar 300 pesantern yang terdapat di Jawa pada abad ke 19 an,83 dapat dipastikan semakin tahun jumlah pesantren tersebut semakin meningkat. Disamping pengajaran melalui lembaga-lembaga dan perkumpulan, periode ini juga ditandai dengan munculnya media cetak dan penerbitan buku-buku Islam.84 Uraian di atas, menunjukan bahwa pada periode ini, jihad pada ulama lebih terfokus pada pembentukan moralitas melalui pendidikan serta pementukan karakter untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin di tahun selanjutnya. Jihad dalam pengertian perang baru muncul lagi pada abad selanjutnya, setelah Indonesia memplokamirkan diri sebagai negara merdeka, yaitu usaha untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut dari Belanda dan tentara NICA yang mencoba untuk melakukan penjajahan kembali. Hal ini ditandai dengan banyaknya perlawanan bangsa Indoensia yang mengatas namakan dengan perang sabil dan fatwa KH. Hasyim Asy‟ari yang mewajibkan masyarakat secara induvidu (fard ain) untuk melakukan jihad dalam arti perang.

D.

Tujuan dan Fungsi Jihad Jihad itu bertujuan tidak hanya untuk tujuan politis militeristik semata,

tetapi meliputi tujuan keagamaan lain yang lebih utama. Untuk mengetahui tujuan-tujuan tersebut lebih lanjut, maka antara lain akan dikemukakan sebagai berikut85:

82

Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan, hlm. 303-304. Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah I, hlm. 305. 84 Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan, hlm. 305-314. 85 Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 90. 83

91

1. Untuk Memperluas Penyebaran Agama. Ajaran jihad sangat erat sekali dengan upaya awal Rasulullah Saw dalam menyebarkan ajaran yang diterimanya, terutama ajaran yang berkenaan dengan akidah sejak periode Mekkah. Perjuangan Rasulullah Saw menyebarkan ajaran monoteis ke tengah-tengah masyarakat polities Mekkah pada waktu itu, merupakan suatu perjuangan (jihad) besar bagi beliau. Dan “senjata” yang dipakai untuk berjihad adalah al-Qur‟an untuk memperkenalkan ajaran monoteis (QS. Al-Furqan [25]: 52). Tujuan jihad tidak lain adalah untuk menegakkan kalimat Allah Swt dengan memperluas penyebaran agama yang dibawa Rasulullah Saw. Dalam proses penyebarannya, maka diri Rasulullah Saw dan para sahabat perlu dibekali dengan semangat keagamaan yang tinggi, yaitu jidad fi sabilillah. 2. Untuk Menguji Kesabaran. Keimanan dan keberagaman manusia tidak hanya cukup hanya dengan jaminan pengakuan dan rutinitas keagamaan saja. Tetapi, untuk membuktikan keteguhan dan kesungguhan, Allah Swt akan menguji mereka dengan berbagai cobaan dan pelaksanaan ajaran agama yang lain. Dalam rangka mendapatkan iman yang kuat dan menjalani kehidupan beragama, Allah Swt kadang-kadang memberikan ujian, guna melihat siapa saja yang benar dan siapa saja yang munafik. Perintah jihad dan perintah agar bersikap sabar merupakan dua mata ajaran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan keimanan dan kehidupan beragama. Kedua ajaran ini kenyataan tidak bisa dipisahkan. Karena, dalam melakukan jihad seseorang harus bersikap sabar. Dan untuk

92

menjadi orang yangs sabar seseorang juga harus berjihad dan bekerja keras menahan semua ujian dan cobaan yang terus berdatangan silih berganti. 3. Untuk Mencegah Ancaman Musuh. Sebagaimana telh diungkapkan di atas jihad menurut pandang Ulama dan Cendikian Muslim bahwa jihad berarti mencurahkan kemampuan untuk menghadapi musuh. Musuh yang dimaksud dalam Islam di antaranya adalah musuh yang terlihat, yaitu orang-orang kafir (QS. Al-Nisa [4]: 11), musyrik, munafik dan pengacau; musuh yang tidak terlihat, yaitu syeitan (QS. Al-Isra‟ [17]:53) dan hawa nafsu.86 Hal ini sesuai dengan pendapat al-aSfahani.87 4. Untuk Mencegah Kedzaliman. Kezaliman merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan dalam Islam. Salah satu sebab jihad (perang) diizikan Allah Swt bagi orang Islam, karena mereka dizalimi oleh orang-orang kafir. Sebelum perang diizinkan, kaum muslimin diusir dari kampung halaman mereka tanpa ada alasan yang jelas, kecuali hanya mengatakan “Tuhan kami hanyalah Allah Swt”. Orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak semuanya dizalimi dan merintih memanjatkan do‟a agar dikeluarkan dari kota Mekkah yang dihuni oleh penduduk yang zalim, mereka meminta agar diberikan perlindungan dari Allah Swt dan dikirimkan juru penolong (QS. Al-Hajj [22]: 39-40 dan QS. Al-Nisa [4]:75.88 5. Untuk Menjaga Perjanjian

86

Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 98. Al-Asfahani, Mu’jam Mufradat alfazh al-Qur’an, (Bairut: Dar al-Fikr, t. th.), hlm. 99. 88 Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 100. 87

93

Islam mengajarkan perdamain, salah satu caranya dengan melakukan – perjanjian perdamian (QS. Al-Abfak [8]: 91). Perjanjian perdamian harus dipatuhi oleh semua pihak, sebagai tindakan awal yang harus dilakukan sebelum membuat pernyataan perang. Sebagaimana diketahui, jihad ditawarkan tidak hanya untuk mempertahankan diri, perintah jihad dikaitkan dengan sikap-sikap orang-orang kafir (musuh) yang mengingkari perjanjian yang telah disepakati.89 Sedangkan pungsi jihad dapat dilihat dari berbagai aspek. Sebagaimana dikatakan M. Quraish Shihab, jihad merupakan aktivistas yang unik, menyeluruh, dan tidak dapat disamakan dengan aktivitas lainnya. Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Paling tidak jihad deperlukan untuk menghambat rayuan nafsu yang selalu mengajak kepada kedurhakaan dan pengabaian tuntutunan agama.90 Di antara fungsi jihad sebagai berikut91: a. Aspek Ibadah Dilihat dari aspek ibadah, ajaran jihad dapat berperan lebih fungsional dalam meraih kesempurnaan diri dalam setiap induvidu. Seorang muslim yang melakukan jihad fi sabilillah

dengan

sebenarnya dijanjikan akan memperoleh kebaikan (al-khaira) dan pribadi yang beruntung (al-Muflihun).92 b. Aspek Dakwah Dilihat dari aspek dakwah, jihad memang dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan dakwah. Dalam hubungan ini, maka jihad 89

Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 104-108. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, hlm. 503. 91 Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 108-126 92 Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 111. 90

94

tidak bisa melepaskan fungsinya sebagai kekuatan dakwah yang turut mendorong dan membangkitkan semangat setiap muslim agar terus menyampaikan dakwah agamanya kepada semua dan agama tanpa terkecuali.93 c. Aspek Politik dan Militer Aspek politik dan militer tidak bisa dipisahkan terutama dalam kaitannya dengan ajaran fiqh dan politik Islam (siyasah syr’iyyah). Karena jihad merupakan suatu kekuatan politik dan militer. Melalui ajaran jihad ini orang Islam dapat bertahan membela diri mereka, bangsa dan negaranya dari berbagai ancaman musuh. Baik musuh yang datang dari dalam umat Islam itu sendiri, maupun dari luar umat Islam.94 d. Aspek Spiritual Keagamaan Dilihat dari aspek spiritual keagamaan, jihad lebih berpungsi sebagai upaya penyempurnaan iman seseorang.95 Anjuran agar seseorang melakukan jihad sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadis sebelumnya, bahwa jihad pada dasarnya merupakan puncak dari segala amal dalam memperoleh kesempurnaan. Jihad sebagai upaya menumbuhkan spiritualitas keagamaan haruslah dipandang sebagai suatu ibadah penting yang dilakukan secara terus-menerus. Oleh karena itu, pengakuan dan semangat melakukannya harus selalu muncul dalam setiap aktivitas keagamaan. 93

Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 112. Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 115-116. 95 Rohimin, Jihad: Makna dan Hikmah, hlm. 122. 94

BAB IV KUALITAS SANAD HADIS-HADIS KEUTAMAAN JIHAD DALAM KITAB NAṢĪHAT AL-MUSLIMĪN WA AL-TAŻKIRATU AL-MU’MINĪN FĪ FAḌĀ’IL AL-JIHĀDI FĪ SABĪLILLĀH WA KARĀMATU AL-MUJĀHIDĪN FĪ SABĪLILLĀH KARYA SYEIKH ‘ABD AL-ṢAMAD AL-JĀWĪ ALPALIMBĀNĪ.

Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa alTażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu alMujāhidīn fī Sabīlillāh tidak hanya termuat dalam satu pasal saja, sedangkan jumlah pasal dalam kitab tersebut ada 7 pasal, yang di antara lain: [1]. Keutamaan Jihad di Jalan Allah; [2]. Keutamaan Ribat (Siap siaga di Jalan Allah); [3]. Keutamaan Infaq di Jalan Allah dan Persiapan Perang; [4]. Keutamaan Mempersiapkan Peralatan Perang dan Perintah Belajar Memanah. [5]. Keutamaan Mati Syahid. Dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī mengemukakan lima belas hadis yang berkaitan dengan keutamaan jihad di jalan Allah. Adapun teks hadisnya sebagai berikut:

ِ ِ ِ ‫َي‬ َّ ‫ض ُل قَ َال‬ ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ ُّ ‫ أ‬.١ َ ْ‫َي الْ َع َم ِل أَف‬ ُ ‫َي قَ َال ُُثَّ بُِّر الْ َوال َديْ ِن قُ ْل‬ ُ ‫الص ََلةُ َعلَى مي َقاِتَا قُ ْل‬ ِ ِ ِ ِْ ‫قَ َال‬ ُّ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو فَ َس َك‬ ُ ‫اْل َه‬ ُ‫استَ َزْدتُو‬ ْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َولَ ْو‬ َ ‫ت َع ْن َر ُسول اللَّو‬ 1 ِ ‫لََز َادن‬ 1

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 36.

95

96

ِ‫َي ْاْلَعم ِال خي ر قَ َال إِميا ٌن بِاللَّ ِو ورسولِِو ق‬ ‫َي َش ْي ٍء قَ َال‬ ُّ ‫يل ُُثَّ أ‬ ُّ ‫ أ‬.٢ َ َ ْ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَف‬ ُ ََ ٌ ْ َ َ ْ ُّ ‫ض ُل أ َْو أ‬ َ 2 ِ ِ َ ‫َي َشي ٍء يا رس‬ ِْ ‫ور‬ ُ ‫اْل َه‬ ٌ ‫ول اللَّو قَ َال ُُثَّ َح ٌّج َمْب ُر‬ ُ َ َ ْ ُّ ‫يل ُُثَّ أ‬ َ ‫اد َسنَ ُام الْ َع َم ِل ق‬ 3

4

ِ ِ ِ ‫ني َح َّجة‬ َ ‫ َس‬.٣ َ ‫اعةً ِِف َسبِ ِيل اللَّو َخْي ٌر م ْن َخَْس‬ ِ ِ ً‫ني َح َّجة‬ َ ‫ لَ َس ْفَرةٌ ِِف َسبِ ِيل اهلل َخْي ٌر م ْن َخَْس‬.٤

ِ ِ ِ ِ ْ‫ أَف‬،ً‫ف ِِف سبِ ِيل اللَّ ِو ساعة‬ َّ ‫ لَِقيَ ُام َر ُج ٍل ِِف‬.٧ ً‫ِّني َسنَة‬ َ َ َ َ ‫ض ُل م ْن عبَ َادة ست‬ َ ِّ ‫الص‬

5

ِ ‫اْلِهاد قَ َال ََل أ َِج ُده قَ َال ىل تَست ِطيع إِ َذا خرج الْمج‬ ِ ‫اى ُد أَ ْن‬ َ َ ْ ‫ ُدلَِِّن َعلَى َع َم ٍل يَ ْعد ُل‬.٦ ُ َ ُ َ ََ ُ َْ ْ َ 6 ِ ِ ِ ِ ‫ك‬ َ ‫يع َذل‬ َ‫ص‬ ُ َ‫وم َوََل تَ ْفتُ َر َوت‬ َ ‫تَ ْد ُخ َل َم ْسج َد َك فَتَ ُق‬ ُ ‫وم َوََل تُ ْفطَر قَ َال َوَم ْن يَ ْستَط‬ ِ ِ ْ َ‫اْلِ َه َاد قَ َال إِنَّ ُكم ََل تَستَ ِطيعُونَوُ فَرُّدوا َعلَْي ِو َمَّرت‬ ‫ول ََل‬ ْ ‫ َما يَ ْع ِد ُل‬.٧ ُ ‫ك يَ ُق‬ َ ‫ني أ َْو ثَََلثًا ُك ُّل َذل‬ ْ ْ َ ِ ‫تَست ِطيعونَو فَ َق َال ِِف الثَّالِث ِة مثل الْمج‬ ‫الصائِ ِم الَّ ِذي ََل‬ َّ ‫اى ِد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َمثَ ُل الْ َقائِ ِم‬ ُ ُ َْ َ ُ ُ ََ َ 7 ِ َّ ِ ‫ي ْفت ر ِمن ص ََلةٍ وََل ِصي ٍام ح ََّّت ي رِجع الْمج‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل اللو‬ َ ُ َ َْ َ َ َ َ ْ ُ ُ َ ِ ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم مؤِمن ُُي‬ ِ ‫َي الن‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو‬ ُ ‫ض ُل فَ َق َال َر ُس‬ ُّ ‫ أ‬.٨ َ ْ‫َّاس أَف‬ َ ٌ ُْ َ َ َ ْ َ ُ َ ٍ ‫بِنَ ْف ِس ِو وَمالِِو قَالُوا ُُثَّ َم ْن قَ َال ُم ْؤِم ٌن ِِف ِش ْع‬ َّ ِ ِ َ ‫ب ِم ْن الش‬ ‫َّاس ِم ْن‬ َ َ ‫ِّعاب يَتَّقي اللوَ َويَ َدعُ الن‬ 8ِ ‫َشِّره‬

2

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 37. 3 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 37. 4 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 38. 5 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 6 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 7 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 8 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 40.

alalalalalalal-

97

ِ ‫اى ِد ِِف سبِ ِيل اللَّ ِو واللَّو أَعلَم ِِبن ُُي‬ ِ ‫ مثل الْمج‬.٩ ‫الصائِ ِم الْ َقائِ ِم‬ َّ ‫اى ُد ِِف َسبِيلِ ِو َك َمثَ ِل‬ َ َْ ُ ْ ُ َ َ ُ ُ ََ َ ِ ِ ِ ‫وتَوَّكل اللَّو لِْلمج‬ ‫َج ٍر أ َْو‬ ْ ُ‫اى ِد ِِف َسبِيلِ ِو بِأَ ْن يَتَ َوفَّاهُ أَ ْن يُ ْد ِخلَو‬ ْ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرج َعوُ َسال ًما َم َع أ‬ َُ ُ َ ََ 9ٍ ِ ‫يمة‬ َ ‫َغن‬ ِ َ‫ انْت َدب اللَّو لِمن خرج ِِف سبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِرجو إََِّل إِميا ٌن ِِب وت‬.١١ ‫يق بُِر ُسلِي أَ ْن أ ُْرِج َعوُ ِِبَا‬ َ ٌ ‫صد‬ ْ َ ُُ َ َ ََ ْ َ ُ َ َ ِ ِ ‫ف َس ِريٍَّة‬ ْ ُ‫يم ٍة أ َْو أ ُْد ِخلَو‬ ُ ‫اْلَنَّةَ َولَْوََل أَ ْن أ‬ َ ‫ت َخ ْل‬ ُ ‫َش َّق َعلَى أ َُّم ِِت َما قَ َع ْد‬ ْ ‫نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ 10 ِ ِ ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل‬ ِّ ‫ت أ‬ ُ ‫َولََود ْد‬ ْ ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل ُُثَّ أ‬ ْ ‫َن أُقْ تَ ُل ِِف َسبِ ِيل اللَّو ُُثَّ أ‬ ِ َ‫ تَ َكفَّل اللَّو لِمن جاى َد ِِف سبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِرجو ِمن ب يتِ ِو إََِّل ِجهاد ِِف سبِيلِ ِو وت‬.١١ ‫يق‬ ْ َ َ ٌَ َ َ َْ ُ َ َْ ْ ُ ُ ُ ‫صد‬ َ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫َج ٍر أ َْو‬ ْ ُ‫َكلِ َمتِ ِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَو‬ ْ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ‬ 11 ٍ ِ ‫يمة‬ َ ‫َغن‬ ‫يُ ْكلَ ُم ِِف َسبِيلِ ِو إََِّل َجاءَ يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة‬

‫َح ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن‬ َ ‫ ََل يُ ْكلَ ُم أ‬.١٢ 12 ٍ ‫يح ِم ْسك‬ ِّ ‫ب اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم َو‬ ُ ‫يح ِر‬ ُ ‫الر‬ ُ ‫َو ُج ْر ُحوُ يَثْ َع‬

ِ ِ ِ ‫ ثَََلثَةٌ ُكلُّهم‬.١٣ ‫َ ِام ٌن‬ َ ‫َام ٌن َعلَى اللَّو َعَّز َو َج َّل َر ُج ٌل َخَر َج َغا ِزيًا ِِف َسبِ ِيل اللَّو فَ ُه َو‬ َ ُْ ٍ ِ‫اْلنَّةَ أَو ي رَّده ِِبَا نَ َال ِمن أَج ٍر و َغن‬ ِ ِ ‫اح إِ ََل‬ ُ ُ َ ْ َْ ُ‫َعلَى اللَّو َح ََّّت يَتَ َوفَّاهُ فَيُ ْدخلَو‬ َ ‫يمة َوَر ُج ٌل َر‬ َ َ ْ ْ ِِ ِ ِ ‫َج ٍر‬ ْ ُ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو َح ََّّت يَتَ َوفَّاهُ فَيُ ْد ِخلَو‬ َ ‫الْ َم ْسجد فَ ُه َو‬ ْ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ ِبَا نَ َال م ْن أ‬ 13 ٍ ِ‫و َغن‬ ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو َعَّز َو َج َّل‬ َ ‫يمة َوَر ُج ٌل َد َخ َل بَْيتَوُ بِ َس ََلٍم فَ ُه َو‬ َ َ

9

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 40. 10 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 41. 11 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 42. 12 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 42. 13 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 43.

alalalalal-

98

ِْ ‫اْلميَا ُن ِِب و‬ ِْ ‫ب اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َُيْر ُج ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ‫اد ِِف َسبِيلِي‬ ُ ‫اْل َه‬ َ ‫ انْتَ َد‬.١٤ َ ُ ‫اْلَنَّةَ بِأَيِّ ِه َما َكا َن إِ َّما بَِقْت ٍل أ َْو َوفَاةٍ أ َْو أ َُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو الَّ ِذي‬ ْ ُ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَو‬ َ ُ‫أَنَّو‬ 14 ٍ ِ ِ ِ ‫يمة‬ ْ ‫َخَر َج مْنوُ نَ َال َما نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ ِ ِ ِ ‫َح ِد ُك ْم ِم ْن‬ ُ ‫ لََرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّو أ َْو َغ ْد َوةٌ َخْي ٌر م ْن الدُّنْيَا َوَما ف َيها َولََق‬.١٧ َ ‫اب قَ ْو ِس أ‬ ٍ ِ‫اْلن َِّة أَو مو َِع ق‬ َّ ‫يد يَ ْع ِِن َس ْوطَوُ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها َولَ ْو أ‬ ‫اْلَن َِّة‬ ْ ‫َن ْامَرأَةً ِم ْن أ َْى ِل‬ ُ ْ َ ْ َْ ِ َ‫ت ما ب ي نَ هما ولَم ََلَتْو ِرحيا ولَن‬ ِ ‫ت إِ ََل أ َْى ِل ْاْل َْر‬ ‫صي ُف َها َعلَى َرأْ ِس َها َخْي ٌر‬ ْ ‫اطَّلَ َع‬ َ ‫ض َْل‬ َ ً ُ َ َ َ ُ َْ َ ْ َ‫ََاء‬ 15 ‫ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬

1. Hadis Pertama

ِ ِ ِ ‫َي‬ ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ ُ ‫َي قَ َال ُُثَّ بُِّر الْ َوال َديْ ِن قُ ْل‬ ُ ‫مي َقاِتَا قُ ْل‬ ِ ِ ِ ُ‫استَ َزْدتُو‬ ْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َولَ ْو‬ َ ‫َع ْن َر ُسول اللَّو‬

‫الص ََلةُ َعلَى‬ َّ ‫ض ُل قَ َال‬ ُّ ‫أ‬ َ ْ‫َي الْ َع َم ِل أَف‬ ِْ ‫قَ َال‬ ‫ت‬ ُّ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو فَ َس َك‬ ُ ‫اْل َه‬ 16 ِ ‫لََز َادن‬

a. Takhrīj Ḥadīṡ Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz ‫ بر‬.17 ‫ افضم‬.18 Juga ditemukan beberapa periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’ dengan tema “‫”األعًال‬.19

14

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 44. 15 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 44. 16 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 36. 17 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, (Leiden: E.J. Brill, 1936 M), Juz I, hlm. 160. 18 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 165. 19 A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, (Lahore: Idarah Turjuman al-Sunnah, 1978 H/1398 M), hlm. 53.

‫‪99‬‬

‫‪Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ dan mauḍū‟, didapati‬‬ ‫‪riwayat dalam kitab hadis, Ṣahīḥ Bukhārī, Ṣahīḥ Muslim, dan Musnad Ahmad.‬‬

‫اح َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َسابِ ٍق َحدَّثَنَا‬ ‫صبَّ ٍ‬ ‫‪ )1‬صحيح البخاري ‪َ :٤٧٩٦‬حدَّثَنَا ْ‬ ‫اْلَ َس ُن بْ ُن َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫مالِ ُ ِ‬ ‫يد بْ َن الْ َعْي َزا ِر ذَ َكَر َع ْن أَِِب َع ْم ٍرو الشَّْيبَ ِانِّ قَ َال‬ ‫ت الْ َول َ‬ ‫ك بْ ُن م ْغ َوٍل قَ َال ََس ْع ُ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ ِ‬ ‫قَ َال َعْب ُد اللَّو بْ ُن َم ْسعُود َرَ َي اللَّوُ َعْنوُ‬ ‫ِ‬ ‫سأَلْت رس َ ِ‬ ‫ض ُل قَ َال‬ ‫ت يَا َر ُس َ‬ ‫ول اللَّ ِو أ ُّ‬ ‫َي الْ َع َم ِل أَفْ َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قُ ْل ُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫َي قَ َال ِْ‬ ‫اد ِِف‬ ‫َّ‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َي قَ َال ُُثَّ بُِّر الْ َوال َديْ ِن قُ ْل ُ‬ ‫الص ََلةُ َعلَى مي َقاِتَا قُ ْل ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫استَ َزْدتُوُ لََز َادِن‬ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِو فَ َس َك ُّ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َولَ ْو ْ‬ ‫ت َع ْن َر ُسول اللَّو َ‬ ‫ِ‬ ‫‪ )2‬صحيح البخاري ‪ :٧٧٥٥‬حدَّثَنا أَبو الْولِ ِ‬ ‫يد بْ ُن َعْي َزا ٍر‬ ‫يد َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ قَ َال الْ َول ُ‬ ‫َ َ ُ َ‬ ‫احب ى ِذهِ الدَّا ِر وأَومأَ بِي ِدهِ‬ ‫ول أَخب رنَا ِ‬ ‫ِ‬ ‫أْ‬ ‫َخبَ َرِن قَ َال ََس ْع ُ‬ ‫ص ُ َ‬ ‫ت أَبَا َع ْم ٍرو الشَّْيبَ ِانَّ يَ ُق ُ ْ َ َ َ‬ ‫َ َْ َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ب إِ ََل‬ ‫َح ُّ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ ُّ‬ ‫ت النِ َّ‬ ‫إِ ََل َدا ِر َعْبد اللَّو قَ َال َسأَلْ ُ‬ ‫َِّب َ‬ ‫َي الْ َع َم ِل أ َ‬ ‫َي قَ َال ِْ‬ ‫اد ِِف‬ ‫اللَّ ِو قَ َال َّ‬ ‫َي قَ َال بُِّر الْ َوالِ َديْ ِن قَ َال ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫الص ََلةُ َعلَى َوقْتِ َها قَ َال ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫استَ َزْدتُوُ لََز َادِن‬ ‫َسبِ ِيل اللَّو قَ َال َح َّدثَِِن ِب َّن َولَ ْو ْ‬ ‫‪ )3‬صحيح مسلم ‪َ :٥٤١‬حدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َحدَّثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن ُم ْس ِه ٍر َع ْن‬ ‫الشَّيب ِان عن الْولِ ِ‬ ‫يد بْ ِن الْ َعْي َزا ِر َع ْن َس ْع ِد بْ ِن إِيَ ٍ‬ ‫اس أَِِب َع ْم ٍرو الشَّْيبَ ِانِّ َع ْن َعْب ِد اللَّ ِو‬ ‫َْ ِّ َ ْ َ‬ ‫ب ِن مسع ٍ‬ ‫ود قَ َال سأَلْت رس َ ِ‬ ‫ض ُل قَ َال‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ ُّ‬ ‫َي الْ َع َم ِل أَفْ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ْ َ ُْ‬ ‫َ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫َي قَ َال ِْ‬ ‫َّ ِ ِ‬ ‫اد ِِف‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َي قَ َال بُِّر الْ َوال َديْ ِن قَ َال قُ ْل ُ‬ ‫الص ََلةُ ل َوقْت َها قَ َال قُ ْل ُ‬ ‫ِ‬ ‫يدهُ إََِّل إِْر َعاءً َعلَْي ِو‬ ‫َستَ ِز ُ‬ ‫َسبِ ِيل اللَّو فَ َما تََرْك ُ‬ ‫تأْ‬ ‫ي َحدَّثَنَا أَِِب َحدَّثَنَا‬ ‫‪ )4‬صحيح مسلم ‪ :٥٤٤‬و َحدَّثَنَا عُبَ ْي ُد اللَّ ِو بْ ُن ُم َع ٍاذ الْ َعْن ََِب ُّ‬ ‫ِِ‬ ‫احب ى ِذهِ‬ ‫يد ب ِن الْعي زا ِر أَنَّو ََِسع أَبا عم ٍرو الشَّيب ِانَّ قَ َال ح َّدثَِِن ِ‬ ‫ص ُ َ‬ ‫َ‬ ‫ُش ْعبَةُ َع ْن الْ َول ْ َْ َ ُ َ َ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫َْ‬ ‫َش َار إِ ََل َدا ِر َعْب ِد اللَِّو قَ َال‬ ‫الدَّا ِر َوأ َ‬ ‫‪ )5‬سأَلْت رس َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ب إِ ََل اللَّ ِو قَ َال َّ‬ ‫الص ََلةُ‬ ‫َح ُّ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ ُّ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َي ْاْل َْع َمال أ َ‬ ‫َ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫َي قَ َال ُُثَّ ِْ‬ ‫ِ‬ ‫اد ِِف َسبِ ِيل‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َي قَ َال ُُثَّ بُِّر الْ َوال َديْ ِن قُ ْل ُ‬ ‫َعلَى َوقْت َها قُ ْل ُ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫استَ َزْدتُوُ لََز َادِن‬ ‫اللَّو قَ َال َح َّدثَِِن ِب َّن َولَ ْو ْ‬

‫‪100‬‬

‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ ِِبَ َذا ِْ‬ ‫اْل ْسنَ ِاد ِمثْ لَوُ َوَزا َد‬ ‫َش َار إِ ََل َدا ِر َعْب ِد اللَّ ِو َوَما ََسَّاهُ لَنَا‬ ‫َوأ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يد بْ ُن‬ ‫َخبَ َرِن الْ َول ُ‬ ‫‪ )6‬مسند أمحد ‪َ :٥٨٫٧‬حدَّثَنَا َعفَّا ُن بْ ُن ُم ْسل ٍم َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ أ ْ‬ ‫ث قَ َال ََِسعت أَبا عم ٍرو الشَّيب ِانَّ قَ َال حدَّثَنَا ِ‬ ‫الْعي زا ِر ب ِن حري ٍ‬ ‫ب َى ِذهِ الدَّا ِر‬ ‫َْ َ ْ ُ َْ‬ ‫َ‬ ‫ْ ُ َ َْ‬ ‫َ‬ ‫َْ‬ ‫صاح ُ‬ ‫َش َار إِ ََل َدا ِر َعْب ِد اللَّ ِو َوََلْ يُ َس ِّم ِو قَ َال‬ ‫َوأ َ‬ ‫سأَلْت رس َ ِ‬ ‫ب إِ ََل اللَّ ِو قَ َال َّ‬ ‫الص ََلةُ‬ ‫َح ُّ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ ُّ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َي الْ َع َم ِل أ َ‬ ‫َ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫َي قَ َال ُُثَّ ِْ‬ ‫ِ‬ ‫اد ِِف‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َي قَ َال ُُثَّ بُِّر الْ َوال َديْ ِن قَ َال قُ ْل ُ‬ ‫َعلَى َوقْت َها قَ َال قُ ْل ُ‬ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِو قَ َال فَ َح َّدثَِِن ِبِِ َّن َولَ ْو ا ْستَ َزْدتُوُ لََز َادِن‬ ‫الص َم ِد قَ َال َحدَّثَنَا َعْب ُد الْ َع ِزي ِز بْ ُن ُم ْسلِ ٍم َحدَّثَنَا‬ ‫‪ )7‬مسند أمحد ‪َ :٥٩٫٪‬حدَّثَنَا َعْب ُد َّ‬ ‫ص ع ِن اب ِن مسع ٍ‬ ‫ود قَ َال‬ ‫أَبُو إِ ْس َح َ‬ ‫اق ا ْْلَْم َد ِانُّ َع ْن أَِِب ْاْل ْ‬ ‫َح َو ِ َ ْ َ ْ ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ت يَا َر ُس َ‬ ‫ص ِّل َّ‬ ‫الص ََلةَ‬ ‫َح ُّ‬ ‫ول اللَّ ِو أ ُّ‬ ‫قُ ْل ُ‬ ‫ب إِ ََل اللَّو َعَّز َو َج َّل قَ َال َ‬ ‫َي ْاْل َْع َمال أ َ‬ ‫ِ‬ ‫َي قَ َال ُُثَّ ِْ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَِّو‬ ‫ت ُُثَّ أ ُّ‬ ‫ت ُُثَّ أ ُّ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َي قَ َال بُِّر الْ َوال َديْ ِن قُ ْل ُ‬ ‫ل َم َواقيت َها قُ ْل ُ‬ ‫استَ َزْدتُوُ لََز َادِن‬ ‫َولَ ْو ْ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اق َع ْن أَِِب عُبَ ْي َدةَ‬ ‫يل َع ْن أَِِب إِ ْس َح َ‬ ‫‪ )8‬مسند أمحد ‪َ :٦١٤٤‬حدَّثَنَا َوك ٌ‬ ‫يع َع ْن إ ْسَرائ َ‬ ‫َع ْن َعْب ِد اللَّ ِو قَ َال‬ ‫َي الْعم ِل أَْفضل قَ َال َّ ِ ِ‬ ‫قُ ْلت يا رس َ ِ‬ ‫َي قَ َال بُِّر‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫الص ََلةُ ل َوقْت َها قَ َال قُ ْل ُ‬ ‫ُ َ َُ‬ ‫ول اللَّو أ ُّ َ َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َي قَ َال ِْ‬ ‫استَ َزْدتُوُ لََز َادِن‬ ‫ت ُُثَّ أ ٌّ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫الْ َوال َديْ ِن قَ َال قُ ْل ُ‬ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَّو َعَّز َو َج َّل َولَ ْو ْ‬ ‫ي ع ِن الْولِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫يد َوأَبُو الن ْ ِ‬ ‫يد‬ ‫‪ )9‬مسند أمحد ‪َ :٦١٪٨‬حدَّثَنَا يَِز ُ‬ ‫َّضر قَ َاَل َحدَّثَنَا الْ َم ْسعُود ُّ َ َ‬ ‫ب ِن الْعي زا ِر عن أَِِب عم ٍرو الشَّيب ِانِّ عن عب ِد اللَّ ِو ب ِن مسع ٍ‬ ‫ود قَ َال‬ ‫َْ َ ْ َ ْ‬ ‫ْ َ ُْ‬ ‫ْ َْ َ َ ْ َ ْ‬ ‫ِ‬ ‫سأَلْت رس َ ِ‬ ‫ض ُل‬ ‫ت يَا َر ُس َ‬ ‫ول اللَّ ِو أ ُّ‬ ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَفْ َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم فَ ُق ْل ُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫الص ََلةُ لِ ِمي َق ِاِتَا قَ َال قُ ْلت ُُثَّ ماذَا يا رس َ ِ‬ ‫ت ُُثَّ‬ ‫قَ َال َّ‬ ‫ول اللَّو قَ َال بُِّر الْ َوال َديْ ِن قَ َال قُ ْل ُ‬ ‫ُ َ َ َُ‬ ‫ول اللَّ ِو قَ َال ِْ‬ ‫ول اللَّ ِو‬ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو قَ َال فَ َس َك ُّ‬ ‫َماذَا يَا َر ُس َ‬ ‫ت َر ُس َ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫استَ َزْد ُ‬ ‫ت َولَ ْو ْ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم لََز َادِن‬ ‫َ‬ ‫‪b. Kegiatan Penelitian Sanad‬‬

101

ِ ِ ِ ُ ِ‫اح حدَّثَنَا ُُم َّم ُد بن سابِ ٍق حدَّثَنَا مال‬ ‫يد‬ ْ ‫َحدَّثَنَا‬ َ ‫ت الْ َول‬ ُ ‫ك بْ ُن م ْغ َوٍل قَ َال ََس ْع‬ َ ‫اْلَ َس ُن بْ ُن‬ َ َ َ ُْ َ َ ٍ َّ‫صب‬ ِ ِ ٍ ُ‫بْ َن الْ َعْي َزا ِر ذَ َكَر َع ْن أَِِب َع ْم ٍرو الشَّْيبَ ِانِّ قَ َال قَ َال َعْب ُد اللَّو بْ ُن َم ْسعُود َرَ َي اللَّوُ َعْنو‬ ِ ِ َ ‫سأَلْت رس‬ َ ‫ت يَا َر ُس‬ َّ ‫ض ُل قَ َال‬ ُ‫الص ََلة‬ ُّ ‫ول اللَّ ِو أ‬ َ ْ‫َي الْ َع َم ِل أَف‬ ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قُ ْل‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ ُ َ ِ ِ ِ ِْ ‫َي قَ َال‬ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَِّو‬ ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ ٌّ ‫ت ُُثَّ أ‬ ُ ‫اْل َه‬ ُ ‫َي قَ َال ُُثَّ بُِّر الْ َوال َديْ ِن قُ ْل‬ ُ ‫َعلَى مي َقاِتَا قُ ْل‬ 20 ِ ِ ِ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َولَ ْو ا ْستَ َزْدتُوُ لََز َادن‬ ُّ ‫فَ َس َك‬ َ ‫ت َع ْن َر ُسول اللَّو‬ Telah bercerita kepada kami Al Hasan bin Shobbah telah bercerita kepada kami Muhammad bin Sabiq telah bercerita kepada kami Malik bin Mighwal berkata; aku mendengar Al Walid bin Al 'Ayzar menyebutkan dari Abu 'Amru Asy Syaibaniy berkata 'Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, aku katakan: "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama?" Beliau menjawab: "Sholat pada waktunya". Kemudian aku tanyakan lagi: " Kemudian apa?" Beliau menjawab: "Kemudian berbakti kepada kedua orang tua". Lalu aku tanyakan lagi: "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab: "Jihad di jalan Allah". Maka aku berhenti menyakannya lagi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Seandainya aku tambah terus pertanyaan, Beliau pasti akan menambah jawabannya kepadaku."

Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, al-Ḥasan bin Ṣabbāḥ, Muḥammad in Sābiq, Mālik bin Migwal, al-Walīd bin al-„Aizār, Abū „Amru alSyaibānī, „Abdullah bin Mas„ūd. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, sami‘tu, ‘an dan qāla. Menurut Dr. Maḥmūd Ṭaḥḥān, ada sebagian hadis yang terdapat dalam beberapa kitab hadis yang tidak perlu dibahas lagi, baik kaitannya dengan sanad maupun matannya. Hal ini dikarenakan para ulama hadis telah mengkritik dan membahasnya dengan teliti, akurat dan cermat. Para ulama hadis tersebut memiliki keterampiran dan telaah yang luas serta menguasai disiplin ilmu hadis

20

Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣahīḥ al-Bukhari, (Lebanon: Dar al-Kutub alIlmiyah, 2009), hlm. 514.

102

dan perangkat pendukungnya. Di antara kitab-kitab yang tidak perlu dibahas lagi adalah kitab Ṣaḥiḥ Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim.21 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah benar dan hadis yang diteliti di atas adalah ṣaḥīḥ.

2. Hadis Kedua

ِ ِِ ِ َّ ِ ِ ِ ‫َي َش ْي ٍء قَ َال‬ ُّ ‫يل ُُثَّ أ‬ ُّ ‫ض ُل أ َْو أ‬ ُّ ‫أ‬ َ ْ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَف‬ َ ‫َي ْاْل َْع َمال َخْي ٌر قَ َال إميَا ٌن باللو َوَر ُسولو ق‬ 22 ِ ِ َ ‫َي َشي ٍء يا رس‬ ِْ ‫ور‬ ُ ‫اْل َه‬ ٌ ‫ول اللَّو قَ َال ُُثَّ َح ٌّج َمْب ُر‬ ُ َ َ ْ ُّ ‫يل ُُثَّ أ‬ َ ‫اد َسنَ ُام الْ َع َم ِل ق‬ a. Takhrīj Ḥadīṡ Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz ‫ افضم‬.23 ‫ سناو‬.24 didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣahīḥ Bukhārī, Ṣahīḥ Muslim, al-Turmūżī, Sunan al-Nasā’ī, Musnad Ahmad dan Sunan al-Dārimī.

ِ ِ ‫يل قَ َاَل َحدَّثَنَا‬ ْ ‫ َحدَّثَنَا أ‬:٤٧ ‫) صحيح البخاري‬1 َ ‫س َوُم‬ َ ‫وسى بْ ُن إ َْسَاع‬ َ ُ‫َمحَ ُد بْ ُن يُون‬ ِ ِ‫اب عن سع‬ ٍ ِ ِ ٍ ِ ِ َّ‫يد بْ ِن الْمسي‬ ‫ب َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ َ ْ َ ‫يم بْ ُن َس ْعد قَ َال َحدَّثَنَا ابْ ُن ش َه‬ ُ ‫إبْ َراى‬ َُ ِ َ ‫َن رس‬ ‫ض ُل فَ َق َال إِميَا ٌن بِاللَّ ِو‬ ُّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ُسئِ َل أ‬ َ ْ‫َي الْ َع َم ِل أَف‬ َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َّ ‫أ‬ ِ ِ َّ ِ ِ ‫اْلِه‬ ِ ِِ ‫ور‬ ُ َ ْ ‫يل ُُثَّ َما َذا قَ َال‬ ٌ ‫يل ُُثَّ َما َذا قَ َال َح ٌّج َمْب ُر‬ َ ‫اد ِف َسب ِيل اللو ق‬ َ ‫َوَر ُسولو ق‬ 21

Maḥmūd Ṭaḥḥān, Uṣūl al-Takhrīj wa Dirasah al-Asānid, (Riyad: Maktabah al-Ma„arif: 1991 M/1412 H), hlm. 191. Lihat juga Muhammad „Ajjaj al-Khatīb, Uṣūl al-ḥadis ‘Ulumuhu wa Musṭalahuh, (Beirut: Dār al-Fikr, 1391 H/1971 M), hlm. 309. 22 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 37. 23 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 164. 24 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz III, hlm. 1.

‫‪103‬‬

‫ِ ِ‬ ‫ِ َّ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫يم بْ ُن َس ْع ٍد‬ ‫‪ )2‬صحيح البخاري ‪َ :٥٦٤٤‬حدَّثَنَا َعْب ُد الْ َعزيز بْ ُن َعْبد اللو َحدَّثَنَا إبْ َراى ُ‬ ‫ي عن سعِ ِ‬ ‫يد بْ ِن الْمسيَّ ِ‬ ‫ب َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة َر َِ َي اللَّوُ َعْنوُ قَ َال‬ ‫َع ْن ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ َ ْ َ‬ ‫َُ‬ ‫َي ْاْلَعم ِال أَفْضل قَ َال إِميا ٌن بِاللَّ ِو ورسولِِو قِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يل‬ ‫َ‬ ‫ُسئ َل النِ ُّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫ََ ُ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أ ُّ ْ َ‬ ‫َ‬ ‫َُ‬ ‫ُُثَّ ما َذا قَ َال ِجه ِ ِ َّ ِ ِ‬ ‫ور‬ ‫ٌَ‬ ‫يل ُُثَّ َما َذا قَ َال َح ٌّج َمْب ُر ٌ‬ ‫َ‬ ‫اد ِف َسب ِيل اللو ق َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ٍِ‬ ‫يم بْ ُن َس ْع ٍد ح‬ ‫‪ )3‬صحيح مسلم ‪ :٥٥٪‬و َحدَّثَنَا َمْن ُ‬ ‫صُ‬ ‫ور بْ ُن أَِِب ُمَزاحم َحدَّثَنَا إبْ َراى ُ‬ ‫ٍ‬ ‫َخب رنَا إِبْر ِاىيم ي ْع ِِن ابْن س ْع ٍد َعن ابْ ِن ِشه ٍ‬ ‫اب‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َح َّدثَِِن ُُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ِر بْ ِن ِزيَاد أ ْ َ َ َ ُ َ‬ ‫َ َ‬ ‫عن سعِ ِ‬ ‫يد بْ ِن الْمسيَّ ِ‬ ‫ب َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ قَ َال‬ ‫َْ َ‬ ‫َُ‬ ‫سئِل رس ُ ِ‬ ‫ض ُل قَ َال إِميَا ٌن بِاللَّ ِو قَ َال ُُثَّ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ ُّ‬ ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَْف َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ُ َ َُ‬ ‫ِ‬ ‫ما َذا قَ َال ِْ‬ ‫ور‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَّو قَ َال ُُثَّ َما َذا قَ َال َح ٌّج َمْب ُر ٌ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َوِِف ِرَوايَِة ُُمَ َّمد بْ ِن َج ْع َف ٍر قَ َال إِميَا ٌن بِاللَّ ِو َوَر ُسول ِو و َح َّدثَنِ ِيو ُُمَ َّم ُد بْ ُن َراف ٍع َو َعْب ُد‬ ‫ي ِِب َذا ِْ ِ ِ‬ ‫بن ُمحي ٍد عن عب ِد َّ ِ‬ ‫َخبَ َرنَا َم ْع َمٌر َع ْن ُّ‬ ‫الرزَّاق أ ْ‬ ‫ْ ُ َْ َ ْ َْ‬ ‫اْل ْسنَاد مثْ لَوُ‬ ‫الزْى ِر ِّ َ‬ ‫‪َ )4‬حدَّثَنَا أَبُو ُكريْ ٍ‬ ‫ب َحدَّثَنَا َعْب َدةُ بْ ُن ُسلَْي َما َن َع ْن ُُمَ َّم ِد بْ ِن َع ْم ٍرو َحدَّثَنَا أَبُو َسلَ َمةَ‬ ‫َ‬ ‫َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫سئِل رس ُ ِ‬ ‫َي ْاْل َْع َم ِال َخْي ٌر‬ ‫ض ُل أ َْو أ ُّ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ ُّ‬ ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَفْ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ُ َ َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫َي َشي ٍء قَ َال ِْ‬ ‫ِ ِ َّ ِ‬ ‫َي َش ْي ٍء‬ ‫يل ُُثَّ أ ُّ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫اد َسنَ ُام الْ َع َم ِل ق َ‬ ‫قَ َال إميَا ٌن باللو َوَر ُسولو ق َ‬ ‫يل ُُثَّ أ ُّ ْ‬ ‫يا رس َ ِ‬ ‫ور‬ ‫ول اللَّو قَ َال ُُثَّ َح ٌّج َمْب ُر ٌ‬ ‫َ َُ‬ ‫ِ‬ ‫يث حسن ِ‬ ‫ِ‬ ‫ي ِم ْن َغ ِْْي َو ْج ٍو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ‬ ‫يسى َى َذا َحد ٌ َ َ ٌ َ‬ ‫صح ٌ‬ ‫يح قَ ْد ُرِو َ‬ ‫قَ َال أَبُو ع َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫الرز ِ‬ ‫‪ )5‬سنن النسائي ‪ :٥١٩٫‬أ ْ ِ‬ ‫َّاق قَ َال‬ ‫يم قَ َال أَنْبَأَنَا َعْب ُد َّ‬ ‫َخبَ َرنَا إ ْس َح ُق بْ ُن إبْ َراى َ‬ ‫ي َع ْن ابْ ِن الْمسيَّ ِ‬ ‫ب َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫َحدَّثَنَا َم ْع َمٌر َع ْن ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫َُ‬ ‫سأ ََل رجل رس َ ِ‬ ‫ض ُل قَ َال إِميَا ٌن بِاللَّ ِو‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ ُّ‬ ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَفْ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َ ٌَُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال ُُثَّ ماذَا قَ َال ِْ‬ ‫ور‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَّو قَ َال ُُثَّ َماذَا قَ َال َح ٌّج َمْب ُر ٌ‬ ‫َ‬ ‫‪ )6‬مسند أمحد ‪ :٩٤٩٥‬حدَّثَنَا أَبو َك ِام ٍل حدَّثَنَا إِبْر ِاىيم حدَّثَنَا ابْن ِشه ٍ‬ ‫اب َع ْن‬ ‫ُ َ‬ ‫َ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫سعِ ِ‬ ‫يد بْ ِن الْمسيَّ ِ‬ ‫ب َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫َ‬ ‫َُ‬

104

ِ ‫ض ُل قَ َال إِميَا ٌن بِاللَّ ِو َوَر ُسولِِو قَ َال‬ ُّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ‬ َ ْ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَف‬ ُّ ِ‫ُسئ َل الن‬ َ ‫َِّب‬ ِ ِ َّ ِ ِ ‫اْلِه‬ ‫ور‬ ُ َ ْ َّ‫ُُثَّ َما َذا قَ َال ُُث‬ ٌ ‫يل ُُثَّ َما َذا قَ َال ُُثَّ َح ٌّج َمْب ُر‬ َ ‫اد ِف َسب ِيل اللو ق‬ ِ ِ ِ ‫ أَخب رنَا عب ُد اللَّ ِو بن‬:٤٤٪٨ ‫) سنن الدارمي‬7 ‫يم بْ ُن َس ْع ٍد َع ْن‬ َْ َ َ ْ َ ُْ ُ ‫صال ٍح َح َّدثَِِن إبْ َراى‬ ِ ُ ‫ب عن أَِِب ىري رَة قَ َال سئِل رس‬ ٍ ِ ِ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ ُ َ َْ ُ ْ َ َّ‫ابْ ِن ش َهاب َع ْن ابْ ِن الْ ُم َسي‬ ِْ َّ‫َي ْاْل َْعم ِال أَفْضل قَ َال إِميَا ٌن بِاللَّ ِو ورسولِِو قَ َال قِيل ُُثَّ ما َذا قَ َال ُُث‬ ‫اد‬ ُ ‫اْل َه‬ َ َ ُ ََ َ ُّ ‫َو َسلَّ َم أ‬ َُ ِ ِ َّ ِ ِ ‫ور‬ ٌ ‫يل ُُثَّ َما َذا قَ َال ُُثَّ َح ٌّج َمْب ُر‬ َ ‫ِف َسب ِيل اللو ق‬ b. Kegiatan Penelitian Sanad

ٍ ْ‫َحدَّثَنَا أَبُو ُكري‬ ‫ب َحدَّثَنَا َعْب َدةُ بْ ُن ُسلَْي َما َن َع ْن ُُمَ َّم ِد بْ ِن َع ْم ٍرو َحدَّثَنَا أَبُو َسلَ َمةَ َع ْن أَِِب‬ َ ‫ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ِ ُ ‫سئِل رس‬ ‫َي ْاْل َْع َم ِال َخْي ٌر قَ َال إِميَا ٌن‬ ُّ ‫ض ُل أ َْو أ‬ ُّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ‬ َ ْ‫َي ْاْل َْع َم ِال أَف‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ ُ ِ ِ‫بِاللَّ ِو ورسولِِو ق‬ ِْ ‫َي َشي ٍء قَ َال‬ ‫ول اللَّ ِو قَ َال‬ ‫أ‬ ‫ُث‬ ‫يل‬ َّ َ ‫َي َش ْي ٍء يَا َر ُس‬ ُ ُّ ‫يل ُُثَّ أ‬ ُّ ُ ‫اْل َه‬ ُ ََ َ ‫اد َسنَ ُام الْ َع َم ِل ق‬ َ ْ ‫ور‬ ٌ ‫ُُثَّ َح ٌّج َمْب ُر‬ ِ ٍ ِ ‫يث حسن ص ِحيح قَ ْد رِو‬ ِ ‫ِب‬ ِّ َِّ‫ي م ْن َغ ِْْي َو ْجو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة َع ْن الن‬ َ ُ ٌ َ ٌ َ َ ٌ ‫يسى َى َذا َحد‬ َ ‫قَ َال أَبُو ع‬ 25 َّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسل َم‬ َ Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib berkata, telah menceritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin Amru berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya, "Amal apa yang paling utama, atau ia mengatakan, "Amal apa yang paling baik?" beliau menjawab: "Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Dikatakan, "Lalu apa lagi?" beliau menjawab: "Jihad, ia adalah puncak sebuah amal." Dikatakan, "Wahai Rasulullah, lalu apa lagi?" beliau menjawab: "Haji mabrur." Abu Isa berkata, "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan banyak jalur." Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Turmużī, Abū Kuraib, „Abdah bin Sulaimān, Muḥammad bin „Amrū, Abū Salamah dan Abū Hurairah. Kata-kata 25

Muhammad bin Isa al-Turmużī, Jami‘ al-Ṣaḥīḥ Sunan al-Turmużī, Jilid IV, (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-„Arabi), hlm. 185.

105

yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, ‘an dan qāla.

a) al-Turmużī : Muḥammad bin „Īsa bin Saurah bin Mūsa bin al-Ḍaḥḥāk al-

Nama

Sulamī.26 Kuniyah

: Abū „Īsa

Kategori

: Orang yang mengikuti tabi‟ al-tabiīn periode akhir.27

Lahir

: 210 H.28

Wafat

: 279 H. di Tirmidz.29

Guru

: Aḥmad bin Manī‟ bin Abdirrahman, Naṣr bin „Alī al-Jahḍamī, Muḥammad bin al-‘Alā’ bin Kuraib, dll.30 : Abū Bakr Ahmad bin Ismā‟īl bin „Amir al-Samarqandī,

Murid

Aḥmad bin „Alī al-Maqra‟ī, dll.31 Komentar Ulama : Ibn Ḥajar menilai sebagai salah satu pemimpin dalam hadis,32 al-Żahabi menilai sebagai al-ḥāfiẓ.33

26

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 27 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 28 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1405 H/1985 M), Juz. XIII, hlm.271. 29 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 388. 30 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIII, hlm.271. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 31 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 251. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 32 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 33 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIII, hlm. 270

106

b) Abū Kuraib Nama

: Muḥammad bin al-„Alā‟ bin Kuraib.34

Kuniyah

: Abū Kuraib.35

Kategori

: Tabi„ut Atba„ kalangan tua.

Tempat Tinggal : Kufah. Lahir

: 161 H.36

Wafat

: 247 H.37

Guru

: Ibrāhīm bin Ismā„īl, Ibrāhīm bin Yazīd, Ibrāhīm bin Yūsuf, Isḥāq bin Sulaimān, Isḥāq bin Manṣūr, Ismā„īl bin Ṣabīḥ, alAswad bin Āmir, Bakar bin „Abdurraḥman, Ḥātim bin Isma„īl, Ḥusain bin „Alī al-Ja„farī, ‘Abdah bin Sulaimān, dll.38 : al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā‟ī, Ibn

Murid

Mājah, dll.39 Komentar Ulama : Abū Ḥātim: ṣadūq, al-Nasā‟ī: la ba’sa bih, Ibn Ḥibbān disebutkan dalam al-ṡiqāt. Maslamah bin Qasim: kūfī ṡiqah.40

34

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 243. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 385. 35 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 243. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 385. 36 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XI, hlm. 394. 37 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 248. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 386. 38 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 243-245. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 385. 39 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 245-246. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 385-386. 40 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 247. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 386.

107

c) ‘Abdah bin Sulaimān Nama

: „Abdah bin Sulaimān.41

Kuniyah

: Abū Muḥammad.42

Kategori

: Tabi„ut Tabi„īn kalangan pertengahan.

Tempat Tinggal : Kufah. Lahir

:-

Wafat

: 187 H.43

Guru

: Ismā„īl bin Abī Khālid, Ḥārisah bin Abī al-Rijāl, Ḥajjāj bin Dīnār, Sa„īd bin Abī „Arūbah, Safyān al-Ṡaurī, Ṭalḥah bin Yahya bin Ṭalḥah, „Abdurraḥman bin Ziyād, Abdul „Azīz in „Umar, Muḥammad bin ‘Amrū bin ‘Alqamah bin Waqāṣ, dll.44 : Ibrāhīm bin Mūsa, Aḥmad bin Ḥanbal, Isḥāq bin Ibrāhīm bin

Murid

Ḥabīb, Isḥāq bin Ismā„īl, al-Ḥasan bin Ismā„īl, Abū Sa„īd „Abdullah bin Sa„id, „Abdullah bin „Umar bin Abān, Muḥammad bin al-‘Alā’ bin Kuraib, dll.45 Komentar Ulama : Aḥmad bin Ḥanbal : ṡiqatu ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: ṡiqah, al„Ajli: al-ṡiqah, Muḥammad bin Sa„ad: ṡiqah.46

41

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,

hlm. 530. 42

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,

hlm. 530. 43

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,

hlm. 533. 44

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII, hlm. 531-532. 45 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII, hlm. 532. 46 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII, hlm. 533.

108

d) Muḥammad bin ‘Amrū Nama

: Muḥammad bin „Amrū bin „Alqamah bin Waqāṣ.47

Kuniyah

: Abū „Abdullah.48

Kategori

: Tabi„īn kalangan pertengahan.

Tempat Tinggal : Madinah Lahir

:-

Wafat

: 145 H.49

Guru

: Ibrāhīm bin „Abdullah bin Ḥunain, Ibrāhīm bin „Abdurraḥman bin „Auf, Khālid bin „Abdullah bin Ḥarmalah, Dīnār Ai Abdullah, Sālim bin „Abdullah, Sa„ad bin Saíd, Sa„id bin alḤāriṡ, ‘Abdullah bin ‘Abdurraḥman bin ‘Auf, dll.50 : Asbāṭ bin Muḥammad, Ismā„īl bin Ja„far, al-Ḥasan bin Ṡāliḥ,

Murid

Ḥammād bin Salamah, Abū al-Aswad Ḥamīd bin al-Aswad, Khāid bin al-Ḥāriṡ, Khālid bin „Abdullah, Sa„īd bin Āmir, Safyān al-Ṡaurī, „Ibād bin „Ibād, ‘Abdah bin Sulaimān, dll.51 Komentar Ulama : Abū Ḥātim: ṣāliḥ al-ḥadīṡ, al-Nasā;ī: laisa bihi ba’s, Abū Aḥmad bin Adi: ṣāliḥ al-ḥadīṡ, Ibn Ḥibbān disebutkan dalam

47

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 212. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 375. 48 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 213. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 375. 49 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 217. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 376. 50 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 213-214. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 375. 51 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 214-215. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 375-376.

109

al-ṡiqāt, Yahya bin Ma„īn: ṡiqah, Ibn Mubārak: laisa bihi ba’s.52

e) Abū Salamah Nama

: Abdullah bin „Abdurraḥman bin „Auf.53

Kuniyah

: Abū Salamah.54

Kategori

: Tabi„īn kalangan pertengahan.

Tempat Tinggal : Madinah. Lahir

:

Wafat

: 94 H.55

Guru

: Usamah bin Zaid, Anas bin Mālik, Bisr bin Sa„īd, Jābir bin „Abdullah, Ja„far bin „Amrū, Ḥassān bin Ṡābit al-Anṣārī, Rāfi„ bin Khadīj, Rabi„ah bin Ka„ab, Zaid bin Ṣābit, Zaid bin Kḥālid, „Abdullah bin Sallām, ‘Abdurraḥman bin Ṣakhr, dll.56 : Ismā„īl bin Umayah, al-Aswad bin al-„Alā‟, Ja„far bin Rabī„ah,

Murid

al-Ḥāris bin „Andurraḥman, al-Ḥasan bin Yazīd Abu Yūnus, Sa„ad bin Ibrāhīm bin „Abdurraḥman, Sa„īd bin Khālid, Sa„īd

52

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 217. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 376. 53 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIII, hlm. 370. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 115. 54 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIII, hlm. 371. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 115. 55 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIII, hlm. 376. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 116. 56 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIII, hlm. 371-372. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 115.

110

bin Ziyād, Muḥammad bin ‘Amrū bin ‘Alqamah bin Waqāṣ, dll.57 Komentar Ulama : Muḥammad bin Sa„ad: ṡiqah, Abū Zur„ah: ṡiqah imam, Ibn Ḥibbān disebutkan dalam al-ṡiqāt, 58

f) Abū Hurairah Nama

: „Abdurraḥman bin Ṣakhr.59

Kuniyah

: Abū Hurairah.60

Kategori

: Sahabat

Tempat Tinggal : Madinah Lahir

:-

Wafat

: 57 H.61

Guru

: Nabi Muḥammad Saw., Ubai bin Ka„ab, Usāmah bin Zaid, bin Ḥāris, „Umar bin al-Khaṭṭāb, Abū Bakar al-Ṣiddīq, „Āisyah, Ka„ab bin al-Ahbās, dll.62

57

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIII, hlm. 372-374. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 115-116. 58 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIII, hlm. 374-375. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 116-117. 59 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 262. 60 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 262. 61 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 378. 62 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 367.

111

:Ibrāhīm bin Ismā„īl, Ibrāhīm bin „Abdullah bin Ḥunain, Anas

Murid

bin Mālik, Ṡābit bin Qais, Jāir bin „Abdullah, Ma„bad bin „Abdullah bin Hisyām, dll.63 Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Sahabat” Dari paparan data di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis yang diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis, karena diriwayatkan oleh periwayat hadis yang ’adil dan ḍābiṭ, muttaṣil (bersambung) sanad terjadi proses guru dan murid atau sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, terhidal dari ‘illat dan syaż.

3. Hadis Ketiga 64

ِ ِ ِ ‫ني َح َّجة‬ َ ‫َس‬ َ ‫اعةً ِِف َسبِ ِيل اللَّو َخْي ٌر م ْن َخَْس‬

a. Takhrīj Ḥadīṡ Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, penulis tidak menemukan hadis yang lafaznya sama dengan lafaz hadis tersebut di atas. Demikian juga dengan menggunakan metode takhrīj mauḍu’ dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz al-Sunnah, penulis juga tidak menemukan hadis di atas baik secara lafaz maupan yang semakna. Namun berdasarkan penelusuran menggunakan menggunakan metode takhrīj mauḍu’ dengan menggunakan kitab Kanz al-‘Ummāl, penulis menemukan hadis di atas

63

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 367.-379. 64 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 37.

112

baik diriwayatkan oleh al-Dailamī dari Ibn „Umar.65 Sedangkan penelusuran dengan munggunakan bantuan CD al-Maktabah al-Syāmilah, penulis menemukan hadis tersebut dalam Itḥāf al-Khairat al-Maharrat bi Zawāidi al-Masānid al‘Asyarah karya imam al-Ḥāfiẓ al-Buṣīrī (w. 840 H) kitab jihad, bab niat jihad.66

b. Kegiatan Penelitian Sanad

ٍ ِ‫ وثَنا إِب ر ِاىيم بن سع‬:‫قَ َال أَبو ي علَى الْمو ِصلِي‬ ‫ ثنا ُُمَ َّم ُد بْ ُن أِب‬،َ‫ ثنا أَبُو تَ ْوبَة‬،‫ي‬ ْ ‫يد‬ ُّ ‫اْلَ ْوَى ِر‬ َ ُ ْ ُ َ ْ َ َ ُّ ْ َ ْ َ ُ ٍ ‫ َعن طَاو ٍس ومكْح‬،‫بكر اْلَليل‬ - ‫ول اللَّ ِو‬ ُ ‫ قَ َال َر ُس‬-‫ َر َِ َي اللَّوُ َعْن ُه َما‬-‫ َع ِن ابْ ِن عُ َمَر‬،‫ول‬ ُ ََ ُ ْ ِ ِ ِ ِ ."ً‫ني َح َّجة‬ َ ‫ َس‬:- ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم‬ َ ‫اعةً ِِف َسبِ ِيل اللَّو َخْي ٌر م ْن َخَْس‬ َ Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Dailamī dari jalur Abū Ya„lā dari Ibrāhīm bin Sa„īd al-Jauharī, Abū Taubah, Muḥāmmad bin Bukair al-Halālī, Ṭāwus dan Makhūl, Ibn „Umar. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, ‘an dan qāla.

a. Abū Ya‘lā al-Mauṣilī Nama

: Aḥmad bin „Alī bin al-Muṡannī bin Yahya bin „Īsa bin Hilāl.67

Kuniyah

: Abū Ya„lā.68

Kategori

: Tabi„ut Atba„ kalangan pertengahan.

Tempat Tinggal : Basyrah, Baghdad, Kufah. 65

„Alā‟uddin „Alī bin Ḥisāmuddīn al-Hindī, Kanz al-‘Ummāl fi Sunan al-Aqwāl wa alAf‘āl, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1401 H/1981 M), Juz IV, hlm. 318. 66 Al-Ḥāfiẓ al-Buṣīrī, Itḥāf al-Khairat al-Maharrat bi Zawāidi al-Masānid al-‘Asyarah, (Riyad: Dār al-Watan li al-Nasyar, 1420 H/ 1999 M), Juz. V, hl. 95. 67 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIV, hlm. 174. 68 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIV, hlm. 174.

113

Lahir

: 210 H.69

Wafat

: 307 H.70

Guru

: Aḥmad bin Ḥātim al-Ṭawīl, Aḥmad bin Jamīl, Aḥmad bin Īsa, Aḥmad bin Ibrāhīm al-Mauṣilī, Aḥmad bin Manī„, Aḥmad bin Muḥammad bin Ayyūb, Ibrāhīm bin al-Ḥajjāj, Ibrāhīm bin „Abdullah, Ibrāhīm bin Sa„īd, dll.71 : Abū Ḥatim bin Ḥibbān, Abū „Alī al-Ḥāfiẓ, Yūsuf al-Mayānajī,

Murid

Ḥamzah bin Muḥammad, Abū Bakar Aḥmad bin Ibrāhīm, Abū Aḥmad „Abdullah bin „Adī, Muḥammad bin al-Naḍar, Naṣar bin Aḥmad, Abū „Amrū bin Ḥamdān, dll.72 Komentar Ulama : al-Ḥākim: ṡiqah ma’mūn, Ibn Ḥibbān disebutkan dalam alṡiqāṭ.73

b. Ibrāhīm bin Sa‘īd al-Jauharī Nama

: Ibrāhīm bin Sa„īd.74

Kuniyah

: Abū Isḥāq.75

Kategori

: Tabi„ut Atbā„ kalangan tua

Tempat Tinggal : Baghdad 69

Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIV, hlm. 174. 70 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIV, hlm. 180. 71 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIV, hlm. 174-177. 72 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIV, hlm. 177-178. 73 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIV, hlm. 179. 74 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm. 95. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 123. 75 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm. 95. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 123.

114

Lahir

:-

Wafat

: 249 H.76

Guru

: Aḥmad bin Isḥāq, Azhar bin Sa„ad, Ismā„īl bin Abī Auyas, alAswad bin Āmir Syażani, Ḥajāj bin Muḥammad, Ḥusain bin Muḥammad, Abū Usāmah Ḥammād bin Usāmah, Khalaf bin Tamīm, Abū Taubah al-Rabī„ bin Nāfi„, dll.77 : Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā‟ī, Ibn Mājah, Abū

Murid

„Abdul Malik Aḥmad bin Ibrāḥīm, Aḥmad bin „Alī bin Muslim, Abū al-Ḥasan Aḥmad bin „Umair bin Yūsuf, Aḥmad bin Muḥammad bin al-Ṣabāḥ, Abū Bakar Aḥmad bin Muḥammad bin „Umar, Aḥmad bin „Alī bin al-Muṡannī, dll.78 Komentar Ulama : Abū Ḥātim: ṣadūq, al-Nasā‟ī: ṡiqah, al-Khaṭīb: ṡiqah.79

c. Abū Taubah Nama

: al-Rābi„ bin Nafi„.80

Kuniyah

: Abū Taubah.81

Kategori

: Tabi„ut Atba„ kalangan tua

Tempat Tinggal : Thabariyah Lahir

:76

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm. 97. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 124. 77 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm. 95-96. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 123. 78 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm. 96-97. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 123-124. 79 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. II, hlm. 97. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. 1, hlm. 124. 80 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX, hlm. 103. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 251. 81 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX, hlm. 103. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 251.

115

Wafat

: 241 H.82

Guru

: Abū Isḥāq Ibrāḥīm bin Muḥammad, Ismā„ī bin „Iyās, Busyair bin Ṭalḥah, al-Ḥusain bin Ṭalḥah, al-Ḥakam bin Ẓahīr, Abū Usāmah Ḥammād bin Usāmah, al-Rabī„ bin Badar, Sa„īd bin „Abdurraḥman, Ibrāḥīm bin Sa„ad, dll.83 : Abū Dāwud, Ibrāhīm bin Ya„qūb, Aḥmad bin Ibrāhīm, Aḥmad

Murid

bin Isḥāq, Aḥmad bin Khalīd, Aḥmad bin Muḥammad bin Ḥanbal, Abū Bakar Aḥmad bin Muḥammad, Ismā„īl bin Mas„ad, al-Ḥasan bin al-Ṣabāh, Ibrāhīm bin Sa„īd, dll.84 Komentar Ulama : Abū Hatīm: ṡiqah ṣadūq, Ya„qūb bin Syaibah: ṡiqah ṣadūq, Ibn Ḥibbān: disebutkan dalam al-ṡiqāt.85

d. Muḥāmmad bin Bukair al-Halālī Nama

:-

Kuniyah

:-

Kategori

:-

Tempat Tinggal :Lahir

:-

Wafat

:-

Guru

:-

82

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX, hlm. 106. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 252. 83 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX, hlm. 104-105. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 251-252. 84 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX, hlm. 105. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 252. 85 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. IX, hlm. 106. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 252.

116

Murid

:-

Komentar Ulama : -

Komentar Ulama :

e. Makḥūl Nama

: Makḥūl al-Syāmi.86

Kuniyah

: „Abū „Abdullah.87

Kategori

: Tabi`ul Atba` kalangan biasa

Tempat Tinggal : Syam Lahir

:-

Wafat

: 113 H.88

Guru

: Nabi Muḥammad Saw., Anas bin Mālik, Jubair bin Nufair, alḤāriṡ bin al-Ḥāriṡ, Sa„īd bin al-Musayyab, Sulaimān binYasār, „Abdurraḥman bin Salāmah, „Irāk bin Mālik, „Amrū bin Syu„aib, Ubai bin Ka`ab bin Qais, „Abdullah bin „Umar dll.89

86

Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 289. Lihat juga Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 464. 87 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 289. Lihat juga Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 464. 88 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 292. Lihat juga Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 473. 89 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 290. Lihat juga Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 465466.

117

: Ibrāhīm bin Abī Ḥanīfah, Usāmah bin Zaid, Ismā„īl bin Abī

Murid

Bakar, Ṡābit bin Ṡaubān, Ḥamīd bin Muslim, Ḥamīd bin Ṭawīl, „Abdurraḥaman bin „Amrū bin Abī `Amrū, dll.90 Komentar Ulama : Al-„Ajli : Ṡiqah, Ibn Khurāsy : Ṣadūq, Abū Ḥātim : orang yang paling faqih di syam pada masanya, Ibn Ḥibbān : disebutkan dalam “al-ṡiqāt”, Ibn Yūnus : Faqih „Alim.91

f. Ibn ‘Umar Nama

: „Abdullah bin „Umar bin al-Khaṭṭab bin Nufail92

Kuniyah

: Abū „Abdurraḥman.93

Kategori

: Sahabat

Tempat Tinggal : Madinah Lahir

:

Wafat

: 73 H.94

Guru

: Nabi Muḥammad Saw, Bilāl, Rāfi„ bin Khadīj, Zaid bin Ṡābit, Zaid bin al-Khaṭṭāb, Sa„ad bin Abī Waqās, Āmir bin Rabī„ah, „Abdullah bin Mas„ūd, „Uṡmān bin Ṭalḥah, dll.95 : Ādam bin „Alī, Ismā„īl bin „Abdurraḥman, Umayah bin

Murid

„Abdullah bin Khālid, Anas bin Sairain, Abū „Amrū Basyar 90

Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 290. Lihat juga Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVIII, hlm. 466468. 91 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. X, hlm. 291. 92 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV, hlm. 333. 93 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV, hlm. 333. 94 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV, hlm. 340. 95 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV, hlm. 333.

118

bin Ḥarab, Bakar bin „Abdullah, Bilāl bin „Abdullah bin „Umar, Ṡābit bin Aslam, Ṡābit bin „Ubaid, Makhūl, dll.96 Komentar Ulama : Ibn Ḥajar: Ṣahabat, al-Żahabī: Ṣahabat. Menurut al-Bānī hadis ini ḍa„īf dari jalur Abū Ya„lā dari Ibrāhīm bin Sa„īd al-Jauharī, Abū Taubah, Muḥāmmad bin Bukair al-Halālī, Ṭāwus dan Makhūl, Ibn „Umar. Sanad ini dianggap ḍa„īf, karena Muḥāmmad bin Bukair alHalālī tidak dikenal. Menurut Muḥammad „Ajaj al-Khaṭīb riwayat perawi yang tidak diketahui hal-ihwalnya (mastur al-hal) tidak bisa dinilai secara tegas diterima atau ditolak riwayatnya, tetapi harus ditangguhkan sampai keadaannya menjadi jelas, ini sebagaimana pendapat Ibn Ḥajar dan merupakan pendapat yang baik.97

4. Hadis Keempat 98

ِ ِ ً‫ني َح َّجة‬ َ ‫لَ َس ْفَرةٌ ِِف َسبِ ِيل اهلل َخْي ٌر م ْن َخَْس‬

Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, penulis tidak menemukan hadis yang lafaznya sama dengan lafaz hadis tersebut di atas. Demikian juga dengan menggunakan metode takhrīj mauḍu’ dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz al-Sunnah, penulis juga tidak menemukan hadis di atas baik secara lafaz maupan yang semakna. Namun berdasarkan penelusuran menggunakan menggunakan metode takhrīj mauḍu’ 96

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XV, hlm. 334-338. 97 Muḥammad „Ajaj al-Khatīb, Ushul al-Ḥadīṡ-Pokok-pokok Ilmu Ḥadīṡ, Penterjemah, Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), hlm. 242. 98 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 38.

119

dengan menggunakan kitab Kanz al-‘Ummāl, penulis menemukan hadis di atas baik diriwayatkan oleh Abū al-Ḥusain al-Ṣaiqalī dari Abū al-Maḍā‟i.99 Sedangkan penelusuran dengan munggunakan bantuan CD al-Maktabah al-Syāmilah, penulis menemukan hadis tersebut dalam Jāmi‘ al-Aḥādīṡ karya Jalaluddin al-Suyūtī dan diriwayatkan oleh Abū al-Ḥusain al-Ṣaiqalī dari Abū alMaḍā‟i.100 Menurut Jalaluddin al-Suyūṭī hadis ini hadis mauqūf.101 Sedangkan menurut al-Bānī hadis ini da’īf.102

5. Hadis Kelima

ِ ِ ِ ِ ْ‫ أَف‬،ً‫ف ِِف سبِ ِيل اللَّ ِو ساعة‬ َّ ‫لَِقيَ ُام َر ُج ٍل ِِف‬ ً‫ِّني َسنَة‬ َ َ َ َ ‫ض ُل م ْن عبَ َادة ست‬ َ ِّ ‫الص‬

103

Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, penulis tidak menemukan hadis yang lafaznya sama dengan lafaz hadis tersebut di atas. Demikian juga dengan menggunakan metode takhrīj mauḍu’ dengan menggunakan kitab Miftah Kunuz al-Sunnah, penulis juga tidak menemukan hadis di atas baik secara lafaz maupan yang semakna. Namun berdasarkan penelusuran menggunakan menggunakan metode takhrīj mauḍu’ dengan menggunakan kitab Kanz al-‘Ummāl, penulis menemukan hadis di atas baik diriwayatkan oleh al-„Uqailī dan al-Khaṭīb dari „Imrān bin Ḥuṣain.104

99

„Alā‟uddin „Alī bin Ḥisāmuddīn al-Hindī, Kanz al-‘Ummāl fi Sunan al-Aqwāl wa alAf‘āl, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1401 H/1981 M), Juz IV, hlm. 304. 100 Jalaluddin al-Suyūṭī, Jāmi‘ al-Aḥādīṡ, Juz. XVII, hlm. 357. 101 Jalaluddin al-Suyūṭī, Jāmi‘ al-Aḥādīṡ, Juz. XVII, hlm. 357. 102 Naṣiruddin al-Bānī, Ṣaḥīḥ wa ḍa‘īf al-Jāmi‘ al-Ṣaghīr, Juz. XXI, hln. 219. 103 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 104 „Alā‟uddin „Alī bin Ḥisāmuddīn al-Hindī, Kanz al-‘Ummāl fi Sunan al-Aqwāl wa alAf‘āl, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1401 H/1981 M), Juz IV, hlm. 304.

120

Sedangkan penelusuran dengan munggunakan bantuan CD al-Maktabah al-Syāmilah, penulis menemukan hadis tersebut dalam Jāmi‘ al-Aḥādīṡ karya Jalaluddin al-Suyūtī dan diriwayatkan oleh al-„Uqailī dan al-Khaṭīb dari „Imrān bin Ḥuṣain.105 Namun setelah diteliti, penulis tidak menemukan sanad yang lengkap sehingga penelitian terhenti. Menurut Jalaluddin al-Suyūṭī hadis ini da’īf sebagaimana dikutib dari kitab al-Ḍu‘afā’ al-Kabīr.106

6. Hadis Keenam

ِ ‫اْلِهاد قَ َال ََل أ َِج ُده قَ َال ىل تَست ِطيع إِ َذا خرج الْمج‬ ِ ‫اى ُد أَ ْن‬ َ َ ْ ‫ُدلَِِّن َعلَى َع َم ٍل يَ ْعد ُل‬ ُ َ ُ َ ََ ُ َْ ْ َ 107 ِ ِ ِ ِ ‫ك‬ َ ‫يع َذل‬ َ‫ص‬ ُ َ‫وم َوََل تَ ْفتُ َر َوت‬ َ ‫تَ ْد ُخ َل َم ْسج َد َك فَتَ ُق‬ ُ ‫وم َوََل تُ ْفطَر قَ َال َوَم ْن يَ ْستَط‬ a. Takhrīj Ḥadīṡ Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz ‫)جهد( انجهاد‬108 didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Sunan al-Nasā’ī dan Musnad Aḥmad.

‫َخبَ َرنَا َعفَّا ُن َحدَّثَنَا ََهَّ ٌام‬ ْ ‫صوٍر أ‬ ُ ‫ َحدَّثَنَا إِ ْس َحا ُق بْ ُن َمْن‬:٤٧٩٩ ‫) صحيح البخاري‬1 ِ ‫حدَّثَنَا ُُم َّم ُد بن جحادةَ قَ َال أَخب رِن أَبو ح‬ ٍ‫ص‬ َّ ‫َن ذَ ْك َوا َن َح َّدثَوُ أ‬ َّ ‫ني أ‬ َ‫َن أَبَا ُىَريْ َرة‬ َ َ ُ ُْ َ َ ُ ََ ْ َ ‫َر َِ َي اللَّوُ َعْنوُ َح َّدثَوُ قَ َال‬ ِ ِ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَ َق َال ُدلَِِّن َعلَى َع َم ٍل يَ ْع ِد ُل‬ َ ‫َجاءَ َر ُج ٌل إِ ََل َر ُسول اللَّو‬ ِ ‫اْلِهاد قَ َال ََل أ َِج ُده قَ َال ىل تَست ِطيع إِ َذا خرج الْمج‬ ‫اى ُد أَ ْن تَ ْد ُخ َل َم ْس ِج َد َك‬ َ َْ ُ َ ُ َ ََ ُ َْ ْ َ ِ ‫فَت ُقوم وََل تَ ْفت ر وتَصوم وََل تُ ْف ِطر قَ َال ومن يست ِط‬ ‫ك‬ َ ‫يع َذل‬ ُ َْ َ ْ ََ َ َ ُ َ َُ َ َ َ َ ِ ‫اى‬ ِ ‫قَ َال أَبو ىري رةَ إِ َّن فَرس الْمج‬ ٍ َ‫َت ِِف ِطولِِو فَيكْتَب لَو حسن‬ ‫ات‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫د‬ ُّ َ َ ُ َ ُ َ َُ ََ ْ ُ َ َ َْ ُ ُ َ 105

Jalaluddin al-Suyūṭī, Jāmi‘ al-Aḥādīṡ, Juz. XVII, hlm. 454. Jalaluddin al-Suyūṭī, Jāmi‘ al-Aḥādīṡ, Juz. XVII, hlm. 454. 107 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39. 108 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz I, hlm. 389. 106

‫‪121‬‬

‫‪ )2‬سنن النسائي ‪ :٥١٩٩‬أَخب رنَا عب ي ُد اللَّ ِو بن سعِ ٍ‬ ‫يد قَ َال َحدَّثَنَا َعفَّا ٌن قَ َال َحدَّثَنَا‬ ‫ْ َ َ َُ ْ‬ ‫ُْ َ‬ ‫صْ ٍ‬ ‫َن ذَ ْك َوا َن َح َّدثَوُ أ َّ‬ ‫ني أ َّ‬ ‫َن أَبَا‬ ‫ََهَّ ٌام قَ َال َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ُج َح َاد َة قَ َال َح َّدثَِِن أَبُو ُح َ‬ ‫ُىَريْ َرةَ َح َّدثَوُ قَ َال‬ ‫ِ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَ َق َال ُدلَِِّن َعلَى َع َم ٍل يَ ْع ِد ُل‬ ‫َجاءَ َر ُج ٌل إِ ََل َر ُسول اللَّو َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِْ‬ ‫وم ََل‬ ‫يع إِ َذا َخَر َج الْ ُم َجاى ُد تَ ْد ُخ ُل َم ْسج ًدا فَتَ ُق َ‬ ‫اْل َه َاد قَ َال ََل أَج ُدهُ َى ْل تَ ْستَط ُ‬ ‫تَ ْفت ر وتَصوم ََل تُ ْف ِطر قَ َال من يست ِط ِ‬ ‫ك‬ ‫يع َذل َ‬ ‫َُ َ ُ َ‬ ‫َ ْ َ َْ ُ‬ ‫َ‬ ‫‪ )3‬مسند أمحد ‪َ :٪٥٪٦‬حدَّثَنَا َعفَّا ُن َحدَّثَنَا ََهَّ ٌام َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ُج َح َادةَ أ َّ‬ ‫َن أَبَا‬ ‫حِ‬ ‫صٍ‬ ‫َن ذَ ْك َوا َن َح َّدثَوُ أ َّ‬ ‫ني َح َّدثَوُ أ َّ‬ ‫َن أَبَا ُىَريْ َرَة َح َّدثَوُ قَ َال‬ ‫َ‬ ‫ول اللَّ ِو َعلِّ ْم ِِن َع َم ًَل يَ ْع ِد ُل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَ َق َال يَا َر ُس َ‬ ‫َجاءَ َر ُج ٌل إِ ََل النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫اْلِهاد قَ َال ََل أ َِج ُده قَ َال ىل تَست ِطيع إِذَا خرج الْمج ِ‬ ‫اى ُد أَ ْن تَ ْد ُخ َل َم ْس ِج ًدا‬ ‫َْ َ‬ ‫ُ‬ ‫ََ َ ُ َ‬ ‫َ ْ َْ ُ‬ ‫فَتَ ُقوم ََل تَ ْفتُر وتَصوم ََل تُ ْف ِطر قَ َال ََل أ ِ‬ ‫يع‬ ‫ْ‬ ‫َُ َُ‬ ‫َ‬ ‫َستَط ُ‬ ‫ُ‬ ‫‪ )4‬قَ َال قَ َال أَبو ىري رَة إِ َّن فَرس الْمج ِ‬ ‫َت ِِف ِطولِِو فَيكْتَب لَو حسنَ ٍ‬ ‫ات‬ ‫اى ِد يَ ْس َ ُّ‬ ‫ََ َُ‬ ‫ُ ُ َْ َ‬ ‫َ ُ ُ ُ ََ‬ ‫‪b. Kegiatan Penelitian Sanad‬‬

‫َخبَ َرِن‬ ‫َحدَّثَنَا إِ ْس َح ُ‬ ‫َخبَ َرنَا َعفَّا ُن َحدَّثَنَا ََهَّ ٌام َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ُج َح َادةَ قَ َال أ ْ‬ ‫صوٍر أ ْ‬ ‫اق بْ ُن َمْن ُ‬ ‫أَبو ح ِ‬ ‫صٍ‬ ‫َن ذَ ْك َوا َن َح َّدثَوُ أ َّ‬ ‫ني أ َّ‬ ‫َن أَبَا ُىَريْ َرَة َر َِ َي اللَّوُ َعْنوُ َح َّدثَوُ قَ َال‬ ‫ُ َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫اْلِ َه َاد قَ َال‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَ َق َال ُدلَِِّن َعلَى َع َم ٍل يَ ْع ِد ُل ْ‬ ‫َجاءَ َر ُج ٌل إِ ََل َر ُسول اللَّو َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫وم‬ ‫صَ‬ ‫وم َوََل تَ ْفتُ َر َوتَ ُ‬ ‫يع إِ َذا َخَر َج الْ ُم َجاى ُد أَ ْن تَ ْد ُخ َل َم ْسج َد َك فَتَ ُق َ‬ ‫ََل أَج ُدهُ قَ َال َى ْل تَ ْستَط ُ‬ ‫وََل تُ ْف ِطر قَ َال ومن يست ِط ِ‬ ‫ك‬ ‫يع ذَل َ‬ ‫ََ ْ َ َْ ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ٍ ‪109‬‬ ‫ِ‬ ‫اى ِد لَيس ُّ ِ ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ب لَوُ َح َسنَات‬ ‫س الْ ُم َج َ ْ َ‬ ‫َت ِف ط َولو فَيُكْتَ ُ‬ ‫قَ َال أَبُو ُىَريْ َرَة إ َّن فَ َر َ‬ ‫‪Telah bercerita kepada kami Ishaq bin Manshur telah mengabarkan kepada‬‬ ‫‪kami 'Affan telah bercerita kepada kami Hammam telah bercerita kepada‬‬ ‫‪kami Muhamad bin Juhadah berkata telah bercerita kepadaku Abu Hashin‬‬ ‫‪bahwa Dzakwan bercerita kepadanya bahwa Abu Hurairah radliallahu‬‬ ‫‪'anhu bercerita kepadanya, katanya: "Datang seseorang kepada Rasulullah‬‬ ‫‪shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya: "Tunjukkan kepadaku suatu‬‬ ‫‪amal yang dapat menyamai jihad?" Beliau menjawab: "Aku tidak‬‬ ‫‪Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 514.‬‬

‫‪109‬‬

122

menemukannya ". Beliau melanjutkan: "Apakah kamu sanggup jika seorang mujahid keluar berjihad sedangkan kamu masuk ke dalam masjidmu lalu kamu tegakkan ibadah tanpa henti dan kamu berpuasa tanpa berbuka?" Orang itu berkata: "Mana ada orang yang sanggup berbuat begitu". Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata: "Sesunguhnya kuda seorang mujahid yang dikekang talinya untuk berperang akan ditulis sebagai kebaikan". Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Isḥāq bin Manṣūr, Affān, Hammām, Muḥammad bin Juḥādah, Abū Ḥaṣīn, Żakwān, dan Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā, akhbaranī dan ḥaddasa. Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ alBukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.

7. Hadis Ketujuh

ِ ِ ْ َ‫اْلِ َه َاد قَ َال إِنَّ ُكم ََل تَستَ ِطيعُونَوُ فَرُّدوا َعلَْي ِو َمَّرت‬ ‫ول ََل‬ ْ ‫َما يَ ْع ِد ُل‬ ُ ‫ك يَ ُق‬ َ ‫ني أ َْو ثَََلثًا ُك ُّل َذل‬ ْ ْ َ ِ ‫تَست ِطيعونَو فَ َق َال ِِف الثَّالِث ِة مثل الْمج‬ ‫الصائِ ِم الَّ ِذي ََل يَ ْفتُ ُر‬ َّ ‫اى ِد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َمثَ ُل الْ َقائِ ِم‬ ُ ُ َْ َ ُ ُ ََ َ 110 ِ َّ ِ ‫ِمن ص ََلةٍ وََل ِصي ٍام ح ََّّت ي رِجع الْمج‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل اللو‬ َ ُ َ َْ َ َ َ َ ْ 110

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 39.

‫‪123‬‬

‫‪a. Takhrīj Ḥadīṡ‬‬ ‫‪Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li‬‬ ‫‪)112 didapati riwayat‬فتر( يفتر ‪),111‬عدل( يعدل ‪Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz‬‬ ‫‪dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan al-Turmużī, dan Musnad Aḥmad..‬‬

‫صوٍر َح َّدثَنَا َخالِ ُد بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِو‬ ‫‪ )a‬صحيح مسلم ‪َ :٥٦٫١‬حدَّثَنَا َسعِ ُ‬ ‫يد بْ ُن َمْن ُ‬ ‫ِِ‬ ‫صالِ ٍح َع ْن أَبِ ِيو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ قَ َال‬ ‫الْ َواسط ُّي َع ْن ُس َهْي ِل بْ ِن أَِِب َ‬ ‫قِ ِ‬ ‫اْلِ َه َاد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َعَّز َو َج َّل قَ َال ََل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َما يَ ْع ِد ُل ْ‬ ‫يل للنِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ادوا َعلَْي ِو َمَّرتَ ْ ِ‬ ‫ول ََل تَ ْستَ ِطيعُونَوُ َوقَ َال‬ ‫ك يَ ُق ُ‬ ‫ني أ َْو ثَََلثًا ُك ُّل َذل َ‬ ‫َع ُ‬ ‫تَ ْستَطيعُونَوُ قَ َال فَأ َ‬ ‫ِِف الثَّالِث ِة مثل الْمج ِ‬ ‫ت بِآي ِ‬ ‫اى ِد ِِف سبِ ِيل اللَّ ِو َكمثَ ِل َّ ِ ِ ِ ِ‬ ‫ات اللَّ ِو ََل‬ ‫الصائ ِم الْ َقائ ِم الْ َقان َ‬ ‫َ ََ ُ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ي ْفت ر ِمن ِصي ٍام وََل ص ََلةٍ ح ََّّت ي رِجع الْمج ِ‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو تَ َع َاَل‬ ‫َ ُ ُ ْ َ َ َ َ َْ َ ُ َ‬ ‫ٍِ‬ ‫يد حدَّثَنَا أَبو َعوانَةَ ح و ح َّدثَِِن ُزَىْي ر بْن حر ٍ‬ ‫ب َحدَّثَنَا َج ِر ٌير‬ ‫َ‬ ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْ ُن َسع َ‬ ‫ُ ُ َْ‬ ‫ُ َ‬ ‫ح و َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ ُكلُّ ُه ْم َع ْن ُس َهْي ٍل ِِبَ َذا‬ ‫ِْ ِ‬ ‫اْل ْسنَاد ََْن َوهُ‬ ‫‪ )b‬سنن الرتمذي ‪ :٥٧٦٦‬حدَّثَنا قُت يبةُ بن سعِ ٍ‬ ‫يد َحدَّثَنَا أَبُو َع َوانَةَ َع ْن ُس َهْي ِل بْ ِن‬ ‫َ َ َ َْ ْ ُ َ‬ ‫صالِ ٍح َع ْن أَبِ ِيو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫أَِِب َ‬ ‫ِ‬ ‫اْلِ َه َاد قَ َال إِنَّ ُكم ََل تَستَ ِطيعُونَوُ فَرُّدوا َعلَْي ِو َمَّرتَ ْ ِ‬ ‫ني أ َْو‬ ‫ول اللَّ ِو َما يَ ْع ِد ُل ْ‬ ‫يل يَا َر ُس َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ق َ‬ ‫ول ََل تَست ِطيعونَو فَ َق َال ِِف الثَّالِث ِة مثل الْمج ِ‬ ‫ِ‬ ‫اى ِد ِِف َسبِ ِيل اللَِّو‬ ‫ك يَ ُق ُ‬ ‫ثَََلثًا ُك ُّل ذَل َ‬ ‫َْ ُ ُ‬ ‫َ ََ ُ ُ َ‬ ‫الصائِ ِم الَّ ِذي ََل ي ْفت ر ِمن ص ََلةٍ وََل ِصي ٍام ح ََّّت ي رِجع الْمج ِ‬ ‫اى ُد ِِف‬ ‫َمثَ ُل الْ َقائِ ِم َّ‬ ‫َ ُ ُ ْ َ َ َ َ َْ َ ُ َ‬ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِو‬ ‫ٍِ‬ ‫ِ‬ ‫وِِف الْباب عن ِّ ِ ِ ِ‬ ‫يد وأ ُِّم مالِ ٍ‬ ‫ك‬ ‫وسى َوأَِِب َسع َ َ‬ ‫َ َ َْ‬ ‫الش َفاء َو َعْبد اللَّو بْ ِن ُحْبش ٍّي َوأَِِب ُم َ‬ ‫ِ‬ ‫يث حسن ِ‬ ‫الْبَ ْه ِزيَِّة َوأَنَ ٍ‬ ‫ي ِم ْن َغ ِْْي َو ْج ٍو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ‬ ‫س َوَى َذا َحد ٌ َ َ ٌ َ‬ ‫صح ٌ‬ ‫يح َوقَ ْد ُرِو َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬

‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz IV, hlm. 152.‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 56.‬‬

‫‪111‬‬ ‫‪112‬‬

124

‫ َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ قَ َال َحدَّثَنَا ُس َهْي ٌل َع ْن أَبِ ِيو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬:٫٥٥٨ ‫) مسند أمحد‬c ‫قَ َال‬ ِ َ ‫قَالُوا يا رس‬ ِ ْ َ‫اْلِ َه َاد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو قَ َال ََل تُ ِطي ُقونَوُ َمَّرت‬ ‫ني‬ ْ ‫َخِ َْبنَا بِ َع َم ٍل يَ ْع ِد ُل‬ ْ ‫ول اللَّو أ‬ َُ َ ِ ‫أَو ثَََلثًا قَ َال قَالُوا أَخَِبنَا فَلَعلَّنا نُ ِطي ُقو قَ َال مثل الْمج‬ ‫اى ِد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َك َمثَ ِل‬ ََ ْ ْ ُ ْ َ ُ ُ ََ ِ ِ ِ ِ َّ ِِ ٍ ِ ِ ‫ص ََلةٍ َح ََّّت يَ ْرِج َع‬ َ ‫الصائ ِم الْ َقائ ِم الْ َقانت بِآيَات اللَّو ََل يَ ْفتُ ُر م ْن صيَام َوََل‬ ِ ‫الْمج‬ ‫اى ُد إِ ََل أ َْىلِ ِو‬ َُ b. Kegiatan Penelitian Sanad

ٍِ َ‫صالِ ٍح َع ْن أَبِ ِيو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرة‬ َ ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْ ُن َسعيد َحدَّثَنَا أَبُو َع َوانَةَ َع ْن ُس َهْي ِل بْ ِن أَِِب‬ ‫قَ َال‬ ِ ِ ْ َ‫اْلِ َه َاد قَ َال إِنَّ ُكم ََل تَستَ ِطيعُونَوُ فَرُّدوا َعلَْي ِو َمَّرت‬ ‫ني أ َْو ثَََلثًا ُك ُّل‬ ْ ‫ول اللَّ ِو َما يَ ْع ِد ُل‬ َ ‫يل يَا َر ُس‬ ْ ْ َ َ ‫ق‬ ِ ‫ول ََل تَست ِطيعونَو فَ َق َال ِِف الثَّالِث ِة مثل الْمج‬ ِ ‫الصائِ ِم‬ ُ ‫ك يَ ُق‬ َّ ‫اى ِد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َمثَ ُل الْ َقائِ ِم‬ َ ‫ذَل‬ ُ ُ َْ َ ُ ُ ََ َ ِ ‫الَّ ِذي ََل ي ْفت ر ِمن ص ََلةٍ وََل ِصي ٍام ح ََّّت ي رِجع الْمج‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو‬ َ ُ َ َْ َ َ َ َ ْ ُ ُ َ ٍِ ِ ِ ِ ِ ِّ ‫وِِف الْباب عن‬ ٍ ِ‫يد وأ ُِّم مال‬ ‫ك الْبَ ْه ِزيَِّة‬ َ َ ‫وسى َوأَِِب َسع‬ َْ َ َ َ ‫الش َفاء َو َعْبد اللَّو بْ ِن ُحْبش ٍّي َوأَِِب ُم‬ ِ ٍ ِ ‫يث حسن ص ِحيح وقَ ْد رِو‬ ٍ َ‫َوأَن‬ ‫صلَّى‬ ِّ ِ‫ي م ْن َغ ِْْي َو ْجو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ َع ْن الن‬ َ ‫َِّب‬ َ ُ َ ٌ َ ٌ َ َ ٌ ‫س َوَى َذا َحد‬ 113 َّ ‫اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسل َم‬ Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Suhail bin Abu Shalih dari Bapaknya dari Abu Hurairah ia berkata, "Ditanyakan kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, amalan apa yang bisa menyamai jihad?" beliau menjawab: "Kalian tidak akan mampu." Mereka lalu mengulangi pertanyaan tersebut hingga dua atau tiga kali. Dan setiap itu pula beliau menjawab: "Kalian tidak akan mampu." Dan pada kali ketiganya beliau bersabda: "Permisalan seorang mujahid di jalan Allah seperti seorang yang berdiri shalat dan puasa, ia tidak pernah berhenti dari shalat dan puasanya hingga orang yang berjihad di jalan Allah kembali dari medan perang." Ia berkata, "Dalam bab ini juga ada hadits dari Asy Syifa', Abdullah bin Hubsyi, Abu Musa, Abu Sa'id, Ummu Malik Al Bahziyah dan Anas. Dan hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan banyak jalur."

113

Muhammad bin Isa al-Turmużī, Jami‘ al-Ṣaḥīḥ Sunan al-Turmużī, Jilid VI, hlm. 160.

125

Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Turmūżī, Qutaibah bin Sa„īd, Abū „Awānah, Suhail bin Abī Ṣāliḥ, Abū Ṣāliḥ dan Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, ‘an dan qāla.

a) al-Turmūżī : Muḥammad bin „Īsa bin Saurah bin Mūsa bin al-Ḍaḥḥāk al-

Nama

Sulamī.114 Kuniyah

: Abū „Īsa

Kategori

: Orang yang mengikuti tabi‟ al-tabiīn periode akhir.115

Lahir

: 210 H.116

Wafat

: 279 H. di Tirmidz.117

Guru

: Aḥmad bin Manī‟ bin Abdirrahman, Naṣr bin „Alī al-Jahḍamī, Qutaibah bin Sa‘īd bin Jamīl bin Ṭarīf, dll.118 : Abū Bakr Ahmad bin Ismā‟īl bin „Amir al-Samarqandī,

Murid

Aḥmad bin „Alī al-Maqra‟ī, dll.119

114

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 115 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 116 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIII, hlm.271. 117 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 250. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 388. 118 Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIII, hlm.271. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. 119 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXVI, hlm. 251. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387.

126

Komentar Ulama : Ibn Ḥajar menilai sebagai salah satu pemimpin dalam hadis,120 al-Żahabi menilai sebagai al-ḥāfiẓ.121

b) Qutaibah bin Sa‘īd Nama

: Qutaibah bin Sa„īd bin Jamīl bin Ṭarīf.122

Kuniyah

: Abū Rajā‟.123

Kategori

: Tabi„ut Atba„ kalangan tua

Tempat Tinggal :Himsh Lahir

:150 H.124

Wafat

: 240 H.125

Guru

: Ibrāhīm bin Sa„īd, Isḥāq bin „Īsa, Ismā„īl bin Ja„far, Ayyūb bin Jābir, Jābir bin Marzūq, Jarīr bin „Abdul Ḥamīd, Ja„far bin Sulaimān, Ḥātim bin Ismā‟īl, al-Waḍḍāḥ bin ‘Abdullah, dll.126 : al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā‟ī,

Murid

dll.127 Komentar Ulama : Abū Ḥatīm: ṡiqah, al-Nasā‟ī: ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: ṡiqah.128 120

Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IX, hlm. 387. Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIII, hlm.270 122 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 523. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358. 123 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 523. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358. 124 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 537. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 125 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 537. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 126 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 524-527. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358-359. 127 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 527-528. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 359. 121

127

c) Abū ‘Awānah Nama

: al-Waḍḍāḥ bin „Abdullah.129

Kuniyah

: Abū „Awānah.130

Kategori

: Tabi„ūt Tabibi„īn kalangan pertengahan.

Tempat Tinggal : Bashrah. Lahir

:-

Wafat

: 176 H.131

Guru

: Ibrāhīm bin Muḥammad, Ismā„īl bin Sālim, al-Aswad bin Qais, Jābir bin Yazīd, Abū Basyar Ja„far bin Abī Wahsyiyah, Huṣain bin „Abdurraḥman, al-Ḥakam bin „Utaibah, Ḥammād bin Abī Sulaimān, Suhail bin Abī Ṡāliḥ, dll.132 : Ibrāhīm bin al-Ḥajjāj, Aḥmad bin Isḥāq, Ismā„īl Ibn „Alyah,

Murid

Ḥāmid bin „Umar, Ḥibbān bin Ḥilāl, Khālid bin Khadasy, Sa„īd bin Manṣūr, Sahal bin Bakār, Ṣāliḥ bin „Abdullah, „Abdurraḥman bin al-Mubārak, Qutaibah bin Sa‘īd, dll.133 Komentar Ulama : „Affān bin Muslim: ṡabat, al-„Ajli: ṡiqah, Abū Ḥātim: ṣadūq ṡiqah, Ya„qūb bin Syaibah: ṡabat ṣāliḥ, Abū Zur„ah: ṡiqah, Ibn Sa„ad: ṡiqah ṣadūq.134 128

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 529. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 129 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX, hlm. 441. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XI, hlm. 116. 130 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX, hlm. 441. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XI, hlm. 116. 131 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX, hlm. 448. 132 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX, hlm. 442-444. 133 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX, hlm. 444-445. 134 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXX, hlm. 446-447.

128

d) Suhail bin Abī Ṣāliḥ Nama

: Suhail bin Abī Ṡāliḥ.135

Kuniyah

: Abū Yazīd.136

Kategori

: Tabi„īn (tidak jumpa sahabat)

Tempat Tinggal : Madinah. Lahir

:-

Wafat

: 138 H.137

Guru

: al-Ḥāriṡ bin Makhlad, Ḥabīb bin Ḥasān, Rabi„ah bin Abī „Abdirraḥman, Sa„īd bin „Abdirraḥman bin Abī Sa„īd, Sulaiman al-A„masy, Ṣafwān bin Abī Yazīd, Āmir bin „Abdillah, „Abdullah bin Dīnār, Abū Ṣāliḥ Żakwān, dll.138 : Abū Isḥāq Ibrāhīm bin Muḥammad, Ismā„īl bin Ja„far, Ismā„īl

Murid

bin Zakariya, Jarīr bin Ḥāzim, Jarīr bin „Abdul Ḥamīd, Ḥammād bin Zaid, Khālid bin „Abdullah, Abū al-Aswad Ḥamīd bin al-Aswad, Waḍḍaḥ bin ‘Abdullah, dll.139 Komentar Ulama : al-„Ajli: ṡiqah, Abū Ḥātim: ṣadūq ṡiqah, al-Nasā‟ī: laisa bihi ba’s. Maslamah bin Qasim: ṡiqah. Ibn Ḥibbān disebutkan dalam al-ṡiqāt.140 135

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII, hlm. 223. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 263. 136 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII, hlm. 223. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 263. 137 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 264. 138 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII, hlm. 223-224. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 263. 139 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII, hlm. 224-225. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 263. 140 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XII, hlm. 227. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 263264.

129

e) Abū Ṣāliḥ Nama

: Żakwān.141

Kuniyah

: Abū Ṣāliḥ.142

Kategori

: Tabi„īn kalangan pertengahan

Tempat Tinggal : Madinah Lahir

:-

Wafat

: 101 H.143

Guru

: Jābir bin „Abdullah, Sa„ad bin Abī Waqāṣ, Sa„īd bin Jubair, „Abdullah bin Ibrāhīm, „Abdullah bin „Abbās, „Abdullah bin „Umar bin al-Khaṭṭāb, „Aṭā‟ bin Yazīd, Mālik al-Dār, „Aqīl bin Abī Ṭālib, ‘Abdurraḥman bin Ṣakhr, dll.144 : Ibrāhī bin Abī Maimunah, Isḥāq bin „Abdillah bib Abī Ṭalḥah,

Murid

Ismā„īl bin Abī Khālid,Ḥabīb bin Abī Ṡābit, Ḥakīm bin Jubair, Zaid bin Aslam, Suhail bin Abī Ṣāliḥ, dll.145 Komentar Ulama : Aḥmad bin Ḥanbal : ṡiqatun ṡiqah, Abū Zur„ah: mustaqī alḤadīṡ, Abū Ḥātim: ṣālih al-Ḥadīṡ, Muḥammad bin Sa„ad: ṡiqah.146

141

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII, hlm. 513. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 219. 142 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII, hlm. 513. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 219. 143 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII, hlm. 517. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 220. 144 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII, hlm. 514. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 219. 145 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII, hlm. 514-515. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 219. 146 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. VIII, hlm. 515-516. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. III, hlm. 219.

130

f) Abū Hurairah Nama

: „Abdurraḥman bin Ṣakhr.147

Kuniyah

: Abū Hurairah.148

Kategori

: Sahabat

Tempat Tinggal : Madinah Lahir

:-

Wafat

: 57 H.149

Guru

: Nabi Muḥammad Saw., Ubai bin Ka„ab, Usāmah bin Zaid, bin Ḥāris, „Umar bin al-Khaṭṭāb, Abū Bakar al-Ṣiddīq, „Āisyah, Ka„ab bin al-Ahbās, dll.150 :Ibrāhīm bin Ismā„īl, Ibrāhīm bin „Abdullah bin Ḥunain, Anas

Murid

bin Mālik, Ṡābit bin Qais, Jāir bin „Abdullah, Ma„bad bin „Abdullah bin Hisyām, Żakwān Abī Ṣāliḥ,dll.151 Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Sahabat” Dari paparan data di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis yang diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis, karena diriwayatkan oleh periwayat hadis yang ’adil dan ḍābiṭ, muttaṣil (bersambung) sanad terjadi proses guru dan murid atau sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, terhidal dari ‘illat dan syaż. 147

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. hlm. 262. 148 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. hlm. 262. 149 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, XXXIV, hlm. 378. 150 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, XXXIV, hlm. 367. 151 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, XXXIV, hlm. 367.-379.

Juz. XII, Juz. XII, Juz. Juz. Juz.

‫‪131‬‬

‫‪8. Hadis Kedelapan‬‬

‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم مؤِمن ُُي ِ‬ ‫َي الن ِ‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو بِنَ ْف ِس ِو‬ ‫ض ُل فَ َق َال َر ُس ُ‬ ‫أ ُّ‬ ‫َّاس أَفْ َ‬ ‫ُ َ ْ َ َ َ ُْ ٌ َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‪152‬‬ ‫وَمالِِو قَالُوا ُُثَّ َم ْن قَ َال ُم ْؤِم ٌن ِِف ِش ْع ٍ‬ ‫ب ِم ْن الش َ ِ ِ َّ‬ ‫َّاس ِم ْن َشِّره‬ ‫َ‬ ‫ِّعاب يَتَّقي اللوَ َويَ َدعُ الن َ‬ ‫‪a. Takhrīj Ḥadīṡ‬‬ ‫‪Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li‬‬ ‫‪).153 Juga ditemukan beberapa‬جهد( يجاهد ‪Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz‬‬ ‫‪”.154‬انجهاد“ ‪periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’ dengan tema‬‬ ‫‪Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ dan mauḍū‟, didapati‬‬ ‫‪riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan al-Turmużī,‬‬ ‫‪Sunan al-Nasā’ī, dan Musnad Aḥmad.‬‬

‫ِ‬ ‫ي قَ َال‬ ‫ب َع ْن ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫‪ )1‬صحيح البخاري ‪َ :٤٧٩٪‬حدَّثَنَا أَبُو الْيَ َمان أ ْ‬ ‫َخبَ َرنَا ُش َعْي ٌ‬ ‫يد اللَّْيثِ ُّي أ َّ‬ ‫ي َر َِ َي اللَّوُ َعْنوُ َح َّدثَوُ قَ َال‬ ‫َن أَبَا َسعِي ٍد ْ‬ ‫اْلُ ْد ِر َّ‬ ‫َح َّدثَِِن َعطَاءُ بْ ُن يَِز َ‬ ‫ِ‬ ‫َّاس أَفْضل فَ َق َال رس ُ ِ‬ ‫َي الن ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ُم ْؤِم ٌن‬ ‫يل يَا َر ُس َ‬ ‫ول اللَّ ِو أ ُّ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َُ‬ ‫ق َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِِ‬ ‫ب ِمن الشِّع ِ‬ ‫اب‬ ‫ُُيَاى ُد ِِف َسبِ ِيل اللَّو بِنَ ْفسو َوَمالو قَالُوا ُُثَّ َم ْن قَ َال ُم ْؤم ٌن ِِف ش ْع ٍ ْ َ‬ ‫يَت َِّقي اللَّوَ ويَ َدعُ النَّاس ِم ْن َشِّرهِ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫‪ )2‬صحيح مسلم ‪ :٥٧١٥‬حدَّثَنَا مْنصور بن أَِِب مز ِ‬ ‫اح ٍم َحدَّثَنَا َْحي ََي بْ ُن محََْزةَ َع ْن‬ ‫َ َ ُ ُ ْ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫يد اللَّيثِي عن أَِِب سعِ ٍ‬ ‫ُُم َّم ِد ب ِن الْولِ ِ‬ ‫يد‬ ‫ي َع ْن ُّ‬ ‫يد ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫الزبَْي ِد ِّ‬ ‫ي َع ْن َعطَاء بْ ِن يَِز َ ْ ِّ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ َ‬ ‫ي‬ ‫ْ‬ ‫اْلُ ْد ِر ِّ‬ ‫َّاس أَفْضل فَ َق َال رجل ُُي ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ‬ ‫َي الن ِ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى ُد‬ ‫أ‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫َ‬ ‫ُّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َن َر ُج ًَل أَتَى النِ َّ‬ ‫ٌَُ َ‬ ‫َِّب َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِِ ِ ِ‬ ‫ب ِمن الشِّع ِ‬ ‫اب يَ ْعبُ ُد اللَّوَ‬ ‫ِِف َسبِ ِيل اللَّو ِبَالو َونَ ْفسو قَ َال ُُثَّ َم ْن قَ َال ُم ْؤم ٌن ِِف ش ْع ٍ ْ َ‬ ‫ربَّوُ ويَ َدعُ النَّاس ِم ْن َشِّرهِ‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬ ‫‪152‬‬

‫‪Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al‬‬‫‪Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 40.‬‬ ‫‪153‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz 1, hlm. 388.‬‬ ‫‪154‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, hlm. 132.‬‬

‫‪132‬‬

‫‪ )3‬صحيح مسلم ‪ :٥٧١٤‬حدَّثَنَا عب ُد بن ُمحي ٍد أَخب رنَا عب ُد َّ ِ‬ ‫َخبَ َرنَا َم ْع َمٌر َع ْن‬ ‫الرزَّاق أ ْ‬ ‫َ َْ ْ ُ َْ ْ َ َ َْ‬ ‫ِ‬ ‫يد اللَّيثِي عن أَِِب سعِ ٍ‬ ‫يد قَ َال‬ ‫ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫ي َع ْن َعطَاء بْ ِن يَِز َ ْ ِّ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫ول اللَّ ِو قَ َال مؤِمن ُُي ِ‬ ‫َي الن ِ‬ ‫اى ُد بِنَ ْف ِس ِو َوَمالِِو ِِف َسبِ ِيل‬ ‫ض ُل يَا َر ُس َ‬ ‫قَ َال َر ُج ٌل أ ُّ‬ ‫َّاس أَفْ َ‬ ‫ُْ ٌ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ب ِمن الش ِ‬ ‫َّاس‬ ‫اللَّو قَ َال ُُثَّ َم ْن قَ َال ُُثَّ َر ُج ٌل ُم ْعتَ ِزٌل ِِف ش ْع ٍ ْ َ‬ ‫ِّعاب يَ ْعبُ ُد َربَّوُ َويَ َدعُ الن َ‬ ‫ِم ْن َشِّرهِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫الر ْمح ِن الدَّا ِرِمي أَخب رنَا ُُم َّم ُد بن يوسف عن ْاْلَوز ِ‬ ‫اع ِّي‬ ‫ُّ ْ َ َ َ ْ ُ ُ ُ َ َ ْ ْ َ‬ ‫و َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَّو بْ ُن َعْبد َّ َ‬ ‫َعن ابْ ِن ِشه ٍ‬ ‫اْل ْسنَ ِاد فَ َق َال ور ُجل ِِف ِش ْع ٍ‬ ‫اب ِِبَ َذا ِْ‬ ‫ب َوََلْ يَ ُق ْل ُُثَّ َر ُج ٌل‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ََ ٌ‬ ‫ِ‬ ‫يد بن مسلِ ٍم عن ْاْلَوز ِ‬ ‫اع ِّي‬ ‫‪ )4‬سنن الرتمذي ‪َ :٥٧٪٦‬حدَّثَنَا أَبُو َع َّما ٍر َح َّدثَنَا الْ َول ُ ْ ُ ُ ْ َ ْ ْ َ‬ ‫ِ‬ ‫يد اللَّيثِي عن أَِِب سعِ ٍ‬ ‫ي قَ َال‬ ‫يد ْ‬ ‫َحدَّثَنَا ُّ‬ ‫الزْى ِر ُّ‬ ‫اْلُ ْد ِر ِّ‬ ‫ي َع ْن َعطَاء بْ ِن يَِز َ ْ ِّ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫َّاس أَفْضل قَ َال رجل ُُي ِ‬ ‫سئِل رس ُ ِ‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم أ ُّ‬ ‫َي الن ِ َ ُ َ ُ ٌ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ُ َ َُ‬ ‫ب ِمن الش ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َّاس ِم ْن‬ ‫اللَّو قَالُوا ُُثَّ َم ْن قَ َال ُُثَّ ُم ْؤم ٌن ِِف ش ْع ٍ ْ َ‬ ‫ِّعاب يَتَّقي َربَّوُ َويَ َدعُ الن َ‬ ‫َشِّرهِ‬ ‫ِ‬ ‫يث حسن ِ‬ ‫ِ‬ ‫يح‬ ‫يسى َى َذا َحد ٌ َ َ ٌ َ‬ ‫صح ٌ‬ ‫قَ َال أَبُو ع َ‬ ‫ي َع ْن‬ ‫َخبَ َرنَا َكثِْيُ بْ ُن عُبَ ْي ٍد قَ َال َحدَّثَنَا بَِقيَّةُ َع ْن ُّ‬ ‫الزبَْي ِد ِّ‬ ‫‪ )5‬سنن النسائي ‪ :٥١٧٦‬أ ْ‬ ‫ِ‬ ‫يد عن أَِِب سعِ ٍ‬ ‫ي‬ ‫يد ْ‬ ‫ُّ‬ ‫اْلُ ْد ِر ِّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫ي َع ْن َعطَاء بْ ِن يَِز َ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫َن رج ًَل أَتَى رس َ ِ‬ ‫َي الن ِ‬ ‫َّاس‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَ َق َال يَا َر ُس َ‬ ‫ول اللَّ ِو أ ُّ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫أ َّ َ ُ‬ ‫َُ‬ ‫ول اللَّ ِو قَ َال ُُثَّ‬ ‫اى َد بِنَ ْف ِس ِو َوَمالِِو ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو قَ َال ُُثَّ َم ْن يَا َر ُس َ‬ ‫أَفْ َ‬ ‫ض ُل قَ َال َم ْن َج َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ب ِمن الشِّع ِ‬ ‫اب يَت َِّقي اللَّوَ ويَ َدعُ النَّاس ِم ْن َشِّرهِ‬ ‫ُم ْؤم ٌن ِِف ش ْع ٍ ْ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ت الن ُّْع َما َن‬ ‫ب بْ ُن َج ِري ٍر َحدَّثَنَا أَِِب قَ َال ََس ْع ُ‬ ‫‪ )6‬مسند أمحد ‪َ :٥١٩١٥‬حدَّثَنَا َوْى ُ‬ ‫ِ‬ ‫يد عن أَِِب سعِ ٍ‬ ‫ي قَ َال‬ ‫يد ْ‬ ‫ِّث َع ِن ُّ‬ ‫اْلُ ْد ِر ِّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫ُحيَد ُ‬ ‫ي َع ْن َعطَاء بْ ِن يَِز َ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫َّاس خي ر فَ َق َال مؤِمن ُُم ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫اى ٌد‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َو ُسئِ َل أ ُّ‬ ‫ُْ ٌ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َي الن ِ َ ْ ٌ‬ ‫ب ِمن الشِّع ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِِ ِ ِ‬ ‫اب يَتَّقي اللَّوَ‬ ‫ِبَالو َونَ ْفسو ِِف َسبِ ِيل اللَّو قَ َال ُُثَّ َم ْن قَ َال ُم ْؤم ٌن ِِف ش ْع ٍ ْ َ‬ ‫ويَ َدعُ النَّاس ِم ْن َشِّرهِ‬ ‫َ‬ ‫َ‬

‫‪133‬‬

‫الرز ِ‬ ‫ي َع ْن عُبَ ْي ِد اللَّ ِو‬ ‫َّاق َحدَّثَنَا َم ْع َمٌر َع ِن ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫‪ )7‬مسند أمحد ‪َ :٥١٪٫٦‬حدَّثَنَا َعْب ُد َّ‬ ‫ِ‬ ‫ك عن أَِِب سعِ ٍ‬ ‫ي قَ َال‬ ‫يد ْ‬ ‫اْلُ ْد ِر ِّ‬ ‫بْ ِن َعْب ِد اللَّ ِو أ َْو َعطَاء بْ ِن يَِز َ‬ ‫يد َم ْع َمٌر َش َّ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫َّاس أَفْضل قَ َال مؤِمن ُُم ِ‬ ‫اى ٌد بِنَ ْف ِس ِو َوَمالِِو ِِف َسبِ ِيل‬ ‫قَ َال َر ُج ٌل يَا َر ُس َ‬ ‫ول اللَّ ِو أ ُّ‬ ‫َي الن ِ َ ُ ُ ْ ٌ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ب ِمن الشِّع ِ‬ ‫اب يَ ْعبُ ُد َربَّوُ َعَّز َو َج َّل‬ ‫اللَّو قَ َال ُُثَّ َم ْن قَ َال ُُثَّ َر ُج ٌل ُم ْعتَ ِزٌل ِِف ش ْع ٍ ْ َ‬ ‫ويَ َدعُ النَّاس ِم ْن َشِّرهِ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ي قَ َال َو َح َّدثَِِن‬ ‫ب َع ِن ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫‪ )8‬مسند أمحد ‪َ :٥٥٦٥٥‬حدَّثَنَا أَبُو الْيَ َمان أ ْ‬ ‫َخبَ َرنَا ُش َعْي ٌ‬ ‫يد أَنَّو ح َّدثَو أَبو سعِ ٍ‬ ‫يد ْ‬ ‫اْلُ ْد ِر ُّ‬ ‫ي أَنَّوُ‬ ‫َعطَاءُ بْ ُن يَِز َ ُ َ ُ ُ َ‬ ‫ِ‬ ‫َّاس أَفْضل فَ َق َال رس ُ ِ‬ ‫َي الن ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ُم ْؤِم ٌن‬ ‫يل يَا َر ُسوَل اللَّ ِو أ ُّ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َُ‬ ‫ق َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِِ‬ ‫ب ِمن الشِّع ِ‬ ‫اب‬ ‫ُُيَاى ُد ِِف َسبِ ِيل اللَّو بِنَ ْفسو َوَمالو فَ َقالُوا ُُثَّ َم ْن قَ َال ُم ْؤم ٌن ِِف ش ْع ٍ ْ َ‬ ‫يَت َِّقي اللَّوَ ويَ َدعُ النَّاس ِم ْن َشِّرهِ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫‪ )9‬مسند أمحد ‪ :٥٩٥٧٫‬حدَّثَنا روح قَ َال حدَّثَنا ِ‬ ‫ض ِر َع ِن ابْ ِن‬ ‫َخ َ‬ ‫صال ُح بْ ُن أَِِب ْاْل ْ‬ ‫َ َ َ‬ ‫َ َ َْ ٌ‬ ‫َصح ِ‬ ‫ِشه ٍ‬ ‫يد َح َّدثَوُ أ َّ‬ ‫اب أ َّ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ‫َن َعطَاءَ بْ َن يَِز َ‬ ‫اب النِ ِّ‬ ‫َن بَ ْع َ‬ ‫َِّب َ‬ ‫َ‬ ‫ضأ ْ َ‬ ‫َح َّدثَوُ أَنَّوُ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫َي الن ِ‬ ‫ول‬ ‫ض ُل فَ َق َال َر ُس ُ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَا َر ُس َ‬ ‫ول اللَّ ِو أ ُّ‬ ‫َّاس أَفْ َ‬ ‫قَ َال لَر ُسول اللَّو َ‬ ‫اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم مؤِمن ُُم ِ‬ ‫اى ٌد بِنَ ْف ِس ِو َوَمالِِو ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َعَّز َو َج َّل قَالُوا‬ ‫ُ َ ْ َ َ َ ُْ ٌ َ‬ ‫َ‬ ‫ول اللَّ ِو قَا َل ُُثَّ ُم ْؤِم ٌن ِِف ِش ْع ٍ‬ ‫ب ِم ْن الش َ ِ ِ َّ‬ ‫َّاس‬ ‫ُُثَّ َم ْن يَا َر ُس َ‬ ‫ِّعاب يَتَّقي اللوَ َويَ َدعُ الن َ‬ ‫ِم ْن َشِّرهِ‬ ‫‪b. Kegiatan Penelitian Sanad‬‬

‫ِ‬ ‫يد اللَّْيثِ ُّي أ َّ‬ ‫َن أَبَا‬ ‫ب َع ْن ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫ي قَ َال َح َّدثَِِن َعطَاءُ بْ ُن يَِز َ‬ ‫َحدَّثَنَا أَبُو الْيَ َمان أ ْ‬ ‫َخبَ َرنَا ُش َعْي ٌ‬ ‫سعِ ٍ‬ ‫ي َر َِ َي اللَّوُ َعْنوُ َح َّدثَوُ قَ َال‬ ‫يد ْ‬ ‫اْلُ ْد ِر َّ‬ ‫َ‬

134

ِ ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم مؤِمن ُُي‬ ِ ِ ‫َي الن‬ ‫اى ُد ِِف‬ ُ ‫ض ُل فَ َق َال َر ُس‬ َ ‫يل يَا َر ُس‬ ُّ ‫ول اللَّ ِو أ‬ َ ْ‫َّاس أَف‬ َ ٌ ُْ َ َ َ ْ َ ُ َ َ ‫ق‬ ِ ِ ‫ب ِمن الشِّع‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ُ‫اب يَتَّقي اللَّوَ َويَ َدع‬ َ ْ ٍ ‫َسبِ ِيل اللَّو بِنَ ْفسو َوَمالو قَالُوا ُُثَّ َم ْن قَ َال ُم ْؤم ٌن ِِف ش ْع‬ 155ِ ‫َّاس ِم ْن َشِّره‬ َ ‫الن‬ Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata telah bercerita kepadaku 'Atha' bin Yazid Al Laitsiy bahwa Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu bercerita kepadanya, katanya: "Ditanyakan kepada Rasulullah, siapakh manusia yang paling utama?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang mu'min yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya". Mereka bertanya lagi: "Kemudian siapa lagi?" Beliau menjawab: "Seorang mu'min yang tinggal diantara bukit dari suatu pegunungan dengan bertaqwa kepada Allah dan meninggalkan manusia dari keburukannya." Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Abū al-Yamān, Syu„aib, alZuhrī, „Aṭā‟ bin Yazīd al-Laiṡ, dan Abū Sa„īd al-Khudrī. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā, ‘an, ḥaddasanī dan ḥaddasa. Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ alBukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.

155

Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 515.

‫‪135‬‬

‫‪9. Hadis Kesembilan‬‬

‫اى ِد ِِف سبِ ِيل اللَّ ِو واللَّو أَعلَم ِِبن ُُي ِ‬ ‫مثل الْمج ِ‬ ‫الصائِ ِم الْ َقائِ ِم َوتَ َوَّك َل‬ ‫اى ُد ِِف َسبِيلِ ِو َك َمثَ ِل َّ‬ ‫َ ُ ْ ُ َْ َ‬ ‫ََ ُ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫ِ ٍ ‪156‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫اللَّو لِْلمج ِ‬ ‫يمة‬ ‫اى ِد ِِف َسبِيلِ ِو بِأَ ْن يَتَ َوفَّاهُ أَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرج َعوُ َسال ًما َم َع أ ْ‬ ‫ُ َُ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪a. Takhrīj Ḥadīṡ‬‬ ‫‪Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li‬‬ ‫‪).157 Juga ditemukan beberapa‬جهد( انًجاهد ‪Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz‬‬ ‫‪”.158‬انجنه“ ‪periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’ dengan tema‬‬ ‫‪Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ dan mauḍū‟, didapati‬‬ ‫‪riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan al-Nasā’ī dan‬‬ ‫‪Musnad Aḥmad.‬‬

‫ِ‬ ‫ي قَ َال‬ ‫ب َع ْن ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫‪ )1‬صحيح البخاري ‪َ :٤٧٩٫‬حدَّثَنَا أَبُو الْيَ َمان أ ْ‬ ‫َخبَ َرنَا ُش َعْي ٌ‬ ‫أ ِ ِ‬ ‫يد بْن الْمسيَّ ِ‬ ‫ب أ َّ‬ ‫َن أَبَا ُىَريْ َرةَ قَ َال‬ ‫ْ‬ ‫َخبَ َرن َسع ُ ُ ُ َ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ََِسعت رس َ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬ ‫ول َمثَ ُل الْ ُم َجاىد ِِف َسبِ ِيل اللَّو َواللَّوُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫الصائِ ِم الْ َقائِ ِم وتَوَّكل اللَّو لِْلمج ِ‬ ‫أَعلَم ِِبن ُُي ِ‬ ‫اى ِد ِِف َسبِيلِ ِو بِأَ ْن‬ ‫اى ُد ِِف َسبِيلِ ِو َك َمثَ ِل َّ‬ ‫ْ ُ َْ َ‬ ‫ََ َ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫يَتَ َوفَّاهُ أَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَْرج َعوُ َسال ًما َم َع أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫صوٍر َحدَّثَنَا َخالِ ُد بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِو‬ ‫‪ )2‬صحيح مسلم ‪َ :٥٦٫١‬حدَّثَنَا َسعِ ُ‬ ‫يد بْ ُن َمْن ُ‬ ‫ِِ‬ ‫صالِ ٍح َع ْن أَبِ ِيو َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫الْ َواسط ُّي َع ْن ُس َهْي ِل بْ ِن أَِِب َ‬ ‫قِ ِ‬ ‫اْلِ َه َاد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َعَّز َو َج َّل قَ َال ََل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َما يَ ْع ِد ُل ْ‬ ‫يل للنِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ادوا َعلَْيو َمَّرتَ ْ ِ‬ ‫ول ََل تَ ْستَطيعُونَوُ َوقَ َال‬ ‫ك يَ ُق ُ‬ ‫ني أ َْو ثَََلثًا ُك ُّل ذَل َ‬ ‫َع ُ‬ ‫تَ ْستَطيعُونَوُ قَ َال فَأ َ‬ ‫ِِف الثَّالِث ِة مثل الْمج ِ‬ ‫ت بِآي ِ‬ ‫اى ِد ِِف سبِي ِل اللَّ ِو َكمثَ ِل َّ ِ ِ ِ ِ‬ ‫ات اللَّ ِو ََل‬ ‫الصائ ِم الْ َقائ ِم الْ َقان َ‬ ‫َ ََ ُ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ي ْفت ر ِمن ِصي ٍام وََل ص ََلةٍ ح ََّّت ي رِجع الْمج ِ‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو تَ َع َاَل‬ ‫َ ُ ُ ْ َ َ َ َ َْ َ ُ َ‬ ‫‪156‬‬

‫‪Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al‬‬‫‪Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 40.‬‬ ‫‪157‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz 1, h lm. 389.‬‬ ‫‪158‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, hlm. 121.‬‬

‫‪136‬‬

‫ٍِ‬ ‫يد حدَّثَنَا أَبو َعوانَةَ ح و ح َّدثَِِن ُزَىْي ر بْن حر ٍ‬ ‫ب َحدَّثَنَا َج ِر ٌير‬ ‫َ‬ ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْ ُن َسع َ‬ ‫ُ ُ َْ‬ ‫ُ َ‬ ‫ح و َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ ُكلُّ ُه ْم َع ْن ُس َهْي ٍل ِِبَ َذا‬ ‫ِْ ِ‬ ‫اْل ْسنَاد ََْن َوهُ‬ ‫‪ )3‬سنن النسائي ‪ :٥١٩٥‬أَخب رِن عمرو بن عثْما َن ب ِن سعِ ِ‬ ‫يد بْ ِن َكثِ ِْي بْ ِن ِدينَا ٍر قَ َال‬ ‫ْ ََ َ ْ ُ ْ ُ ُ َ ْ َ‬ ‫ِ‬ ‫ي قَ َال أ ِ ِ‬ ‫يد بْن الْمسيَّ ِ‬ ‫َحدَّثَنَا أَِِب َع ْن ُش َعْي ٍ‬ ‫ت أَبَا‬ ‫ب َع ْن ُّ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫ْ‬ ‫ب قَ َال ََس ْع ُ‬ ‫َخبَ َرن َسع ُ ُ ُ َ‬ ‫ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ََِسعت رس َ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬ ‫ول َمثَ ُل الْ ُم َجاىد ِِف َسبِ ِيل اللَّو َواللَّوُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫الصائِ ِم الْ َقائِ ِم وتَوَّكل اللَّو لِْلمج ِ‬ ‫أَعلَم ِِبن ُُي ِ‬ ‫اى ِد ِِف َسبِيلِ ِو‬ ‫اى ُد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َك َمثَ ِل َّ‬ ‫ْ ُ َْ َ‬ ‫ََ َ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫بِأَ ْن يَتَ َوفَّاهُ فَيُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يُْرج َعوُ َسال ًما ِبَا نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪ )4‬مسند أمحد ‪ :٫٤٩٥‬وبِِإسنَ ِادهِ‬ ‫َ ْ‬ ‫مثل الْمج ِ‬ ‫اى ِد ِِف سبِ ِيل اللَّ ِو عَّز وج َّل مثَل الْ َقانِ ِ‬ ‫الصائِ ِم ِِف بَْيتِ ِو الَّ ِذي ََل يَ ْفتُ ُر‬ ‫ت َّ‬ ‫ََ ُ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫َ ََ َ ُ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة أ َْو يَتَ َوفَّاهُ اللَّوُ فَيُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫َح ََّّت يَ ْرج َع ِبَا َر َج َع م ْن َغن َ‬ ‫‪b. Kegiatan Penelitian Sanad‬‬

‫ي قَ َال أ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫يد بْن الْمسيَّ ِ‬ ‫ب أ َّ‬ ‫ب َع ْن ُّ‬ ‫َن أَبَا ُىَريْ َرةَ‬ ‫الزْى ِر ِّ‬ ‫ْ‬ ‫َح َّدثَنَا أَبُو الْيَ َمان أ ْ‬ ‫َخبَ َرنَا ُش َعْي ٌ‬ ‫َخبَ َرن َسع ُ ُ ُ َ‬ ‫قَ َال‬ ‫ول مثل الْمج ِ‬ ‫ِ‬ ‫ََِسعت رس َ ِ‬ ‫اى ِد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ َ َ ُ ُ َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ُُي ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫اى ُد ِِف سبِيلِ ِو َكمثَ ِل َّ ِ ِ‬ ‫الصائ ِم الْ َقائ ِم َوتَ َوَّك َل اللَّوُ ل ْل ُم َجاىد ِِف َسبِيلو بِأَ ْن يَتَ َوفَّاهُ أَ ْن يُ ْدخلَوُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِ ٍ ‪159‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يمة‬ ‫ْ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرج َعوُ َسال ًما َم َع أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada‬‬ ‫‪kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata telah bercerita kepadaku Sa'id bin Al‬‬ ‫‪Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Aku mendengar‬‬ ‫‪Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan seorang‬‬ ‫‪mujahid di jalan Allah, dan hanya Allah yang paling tahu siapa yang‬‬ ‫)‪berjihad di jalan-Nya, seperti seorang yang melaksanakan shoum (puasa‬‬ ‫‪dan berdiri (shalat) terus menerus. Dan Allah berjanji kepada mujahid di‬‬ ‫‪jalan-Nya, dimana bila Dia mewafatkannya maka akan dimasukkannya ke‬‬

‫‪Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 515.‬‬

‫‪159‬‬

137

surga atau bila Dia mengembalikannya dalam keadaan selamat dia akan pulang dengan membawa pahala atau ghonimah (harta rampasan perang) ". Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Abū al-Yamān, Syu„aib, alZuhrī, Sa„īd bin al-Musayyab dan Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā, ‘an, akhbaranī, sami‘tu dan qāla. Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ alBukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.

10. Hadis Kesepuluh

ِ َ‫انْت َدب اللَّو لِمن خرج ِِف سبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِرجو إََِّل إِميا ٌن ِِب وت‬ ‫يق بُِر ُسلِي أَ ْن أ ُْرِج َعوُ ِِبَا نَ َال‬ َ ٌ ‫صد‬ ْ َ ُُ َ َ ََ ْ َ ُ َ َ ِ ِ ‫ف َس ِريٍَّة‬ ْ ُ‫يم ٍة أ َْو أ ُْد ِخلَو‬ ُ ‫اْلَنَّةَ َولَ ْوََل أَ ْن أ‬ َ ‫ت َخ ْل‬ ُ ‫َش َّق َعلَى أ َُّم ِِت َما قَ َع ْد‬ ْ ‫م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ 160 ِ ِ ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل‬ ِّ ‫ت أ‬ ُ ‫َولََود ْد‬ ْ ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل ُُثَّ أ‬ ْ ‫َن أُقْ تَ ُل ِِف َسبِ ِيل اللَّو ُُثَّ أ‬

160

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 41.

‫‪138‬‬

‫‪a. Takhrīj Ḥadīṡ‬‬ ‫‪Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li‬‬ ‫‪).163 didapati‬غنى( غنيًة ‪),162‬قتم( اقتم ‪,161‬خرج ‪Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz‬‬ ‫‪riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah‬‬ ‫‪dan Musnad Aḥmad.‬‬

‫ص قَ َال حدَّثَنَا عب ُد الْو ِ‬ ‫‪ )1‬صحيح البخاري ‪َ :٥٧‬حدَّثَنَا َحَرِم ُّي بْ ُن َح ْف ٍ‬ ‫اح ِد قَ َال‬ ‫َ‬ ‫َْ َ‬ ‫ِ‬ ‫ت أَبَا ُىَريْ َرَة‬ ‫َحدَّثَنَا عُ َم َارةُ قَ َال َحدَّثَنَا أَبُو ُزْر َعةَ بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن َج ِري ٍر قَ َال ََس ْع ُ‬ ‫ِ‬ ‫ب اللَّوُ لِ َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال انْتَ َد َ‬ ‫ِ‬ ‫إِميا ٌن ِِب وتَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة أ َْو أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫َ‬ ‫صد ٌ‬ ‫َ ْ‬ ‫يق بُِر ُسلي أَ ْن أ ُْرج َعوُ ِبَا نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أَْو َغن َ‬ ‫ٍ ِ‬ ‫َن أُقْ تَ ُل ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو‬ ‫ت أ ِّ‬ ‫َولَ ْوََل أَ ْن أ ُ‬ ‫ت َخ ْل َ‬ ‫ف َس ِريَّة َولََود ْد ُ‬ ‫َش َّق َعلَى أ َُّم ِِت َما قَ َع ْد ُ‬ ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل‬ ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل ُُثَّ أ ْ‬ ‫ُُثَّ أ ْ‬ ‫‪ )2‬سنن النسائي ‪ :٥١٩٤‬أَخب رنَا قُت يبةُ قَ َال حدَّثَنا اللَّيث عن سعِ ٍ‬ ‫يد َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن‬ ‫ْ َ َ َ َْ‬ ‫َ َ ْ ُ َْ َ‬ ‫ِمينَاء موََل ابْ ِن أَِِب ذُب ٍ‬ ‫ول‬ ‫اب ََِس َع أَبَا ُىَريْ َرَة يَ ُق ُ‬ ‫َ‬ ‫َ َْ‬ ‫ََِسعت رس َ ِ‬ ‫ب اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َُيُْر ُج ِِف‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ول انْتَ َد َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫اْلميَا ُن ِِب و ِْ‬ ‫َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ِْ‬ ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫اد ِِف َسبِيلي أَنَّوُ َ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َ‬ ‫بِأَيِّ ِه َما َكا َن إِ َّما بَِقْت ٍل أ َْو َوفَاةٍ أ َْو أ َُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو الَّ ِذي َخَر َج ِمْنوُ نَ َال َما نَ َال ِم ْن‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫أْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪ )3‬سنن النسائي ‪ :٦٫٦٥‬أَخب رنَا قُت يبةُ قَ َال حدَّثَنا اللَّيث عن سعِ ٍ‬ ‫يد َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن‬ ‫ْ َ َ َ َْ‬ ‫َ َ ْ ُ َْ َ‬ ‫ول‬ ‫ِمينَاءَ ََِس َع أَبَا ُىَريْ َرَة يَ ُق ُ‬ ‫ََِسعت رس َ ِ‬ ‫ب اللَّوُ لِ َم ْن َُيُْر ُج ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ول انْتَ َد َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫اْلميَا ُن ِِب و ِْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ِْ‬ ‫اْلَنَّةَ بِأَيِّ ِه َما َكا َن‬ ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اد ِِف َسبِيلي أَنَّوُ َ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َ‬

‫‪161‬‬

‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz II, hlm. 18.‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, (Leiden: E.J.‬‬ ‫‪Brill, 1955 M), Juz V, hlm. 284.‬‬ ‫‪163‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 10.‬‬ ‫‪162‬‬

‫‪139‬‬

‫ِ‬ ‫َج ٍر‬ ‫إِ َّما بَِقْت ٍل َوإِ َّما َوفَاةٍ أ َْو أَ ْن يَ ُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو الَّ ِذي َخَر َج ِمْنوُ يَنَ ُ‬ ‫ال َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫أ َْو َغن َ‬ ‫َخبَ َرنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن قُ َد َامةَ قَ َال َحدَّثَنَا َج ِر ٌير َع ْن عُ َم َارةَ بْ ِن‬ ‫‪ )4‬سنن النسائي ‪ :٦٫٦٦‬أ ْ‬ ‫الْ َق ْع َق ِاع َع ْن أَِِب ُزْر َعةَ َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة َر َِ َي اللَّوُ َعْنوُ قَ َال‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫ض َّم َن اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم تَ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِي وإِميا ٌن ِِب وتَ ِ‬ ‫َ ِام ٌن أَ ْن أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ْ َ ُ َ َ َ‬ ‫يق بُِر ُسلي فَ ُه َو َ‬ ‫صد ٌ‬ ‫َ ْ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫أ َْو أ ُْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ نَ َال َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ضْي ِل‬ ‫‪ )5‬سنن ابن ماجو ‪َ :٤٩٦٥‬حدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُف َ‬ ‫َع ْن عُ َم َارَة بْ ِن الْ َق ْع َق ِاع َع ْن أَِِب ُزْر َعةَ َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫َع َّد اللَّوُ لِ َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِجهاد ِِف سبِيلِي وإِميا ٌن ِِب وتَ ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو‬ ‫َ ِام ٌن أَ ْن أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ٌَ َ َ َ‬ ‫يق بُِر ُسلي فَ ُه َو َعلَ َّي َ‬ ‫صد ٌ‬ ‫َ ْ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة ُُثَّ قَ َال َوالَّ ِذي‬ ‫أ َْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ نَائ ًَل َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ف َس ِريٍَّة ََتُْر ُج ِِف َسبِ ِيل‬ ‫ت ِخ ََل َ‬ ‫نَ ْف ِسي بِيَدهِ لَ ْوََل أَ ْن أ ُ‬ ‫ني َما قَ َع ْد ُ‬ ‫َش َّق َعلَى الْ ُم ْسلم َ‬ ‫ِ‬ ‫اللَّ ِو أَب ًدا ولَ ِكن ََل أ َِج ُد سعةً فَأ ِْ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يب‬ ‫ََ‬ ‫َ َ ْ‬ ‫َمحلَ ُه ْم َوََل َُي ُدو َن َس َعةً فَيَتَّبعُون َوََل تَط ُ‬ ‫ِ َّ ِ‬ ‫ٍ ِِ ِ‬ ‫َّ‬ ‫ت أَ ْن أَ ْغ ُزَو ِِف َسبِ ِيل اللَِّو‬ ‫س ُُمَ َّمد بِيَده لََود ْد ُ‬ ‫أَنْ ُف ُس ُه ْم فَيَتَ َخل ُفو َن بَ ْعدي َوالذي نَ ْف ُ‬ ‫فَأُقْ تَ َل ُُثَّ أَ ْغ ُزَو فَأُقْ تَ َل ُُثَّ أَ ْغ ُزَو فَأُقْ تَ َل‬ ‫‪ )6‬مسند أمحد ‪ :٪٨٤١‬حدَّثَنَا عفَّا ُن حدَّثَنَا عب ُد الْو ِ‬ ‫اح ِد يَ ْع ِِن ابْ َن ِزيَ ٍاد قَ َال َحدَّثَنَا‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬ ‫َْ َ‬ ‫اَسُوُ َى ِرُم بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن َج ِري ٍر أَنَّوُ ََِس َع أَبَا ُىَريْ َرةَ‬ ‫عُ َم َارةُ بْ ُن الْ َق ْع َق ِاع َحدَّثَنَا أَبُو ُزْر َعةَ َو ْ‬ ‫ول‬ ‫يَ ُق ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫ب اللَّوُ ل َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلو ََل ُُيْ ِر ُجوُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم انْتَ َد َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َ ِام ٌن أَ ْن أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫إََِّل ج َه ٌ‬ ‫صدي ًقا بُِر ُسلي أَنَّوُ َعلَ َّي َ‬ ‫اد ِِف َسبِ ِيل اللَّو َوإِميَانًا ِِب َوتَ ْ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫أ َْو أ ُْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ نَائ ًَل َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ث قَ َال َح َّدثَِِن َسعِي ٌد َع ْن‬ ‫اج قَ َال َحدَّثَنَا لَْي ٌ‬ ‫‪ )7‬مسند أمحد ‪َ :٥١١١٦‬حدَّثَنَا َح َّج ٌ‬ ‫َعطَ ِاء بْ ِن ِمينَاء موََل ابْ ِن أَِِب ذُب ٍ‬ ‫ول‬ ‫اب أَنَّوُ ََِس َع أَبَا ُىَريْ َرةَ يَ ُق ُ‬ ‫َ‬ ‫َ َْ‬

140

ِ َ ‫ََِسعت رس‬ ‫ب اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َُيُْر ُج ِِف‬ ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق‬ َ ‫ول اللَّو‬ َ ‫ول انْتَ َد‬ َُ ُ ْ ِ ِْ ‫اْلميَا ُن ِِب و‬ ِْ ‫َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ْ ُ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَو‬ َ‫اْلَنَّة‬ َ ‫اد ِِف َسبِيلي أَنَّوُ َعلَ َّي‬ ُ ‫اْل َه‬ َ ‫بِِإميَانِِو َما َكا َن إِ َّما بَِقْت ٍل َوإِ َّما بَِوفَاةٍ أ َْو أَُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو الَّ ِذي َخَر َج ِمْنوُ نَ َال َما نَ َال‬ ِ ِ ‫يم ٍة‬ ْ ‫م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ b. Kegiatan Penelitian Sanad

ِ ‫ص قَ َال حدَّثَنَا عب ُد الْو‬ ٍ ‫َحدَّثَنَا َحَرِم ُّي بْ ُن َح ْف‬ َ‫اح ِد قَ َال َحدَّثَنَا عُ َم َارةُ قَ َال َحدَّثَنَا أَبُو ُزْر َعة‬ َ َ َْ ِ ‫ت أَبَا ُىَريْ َرَة‬ ُ ‫بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن َج ِري ٍر قَ َال ََس ْع‬ ِ ‫ب اللَّوُ لِ َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل إِميَا ٌن ِِب‬ ِّ ِ‫َع ْن الن‬ َ ‫َِّب‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال انْتَ َد‬ ِ ِ َ‫وت‬ ِ ِ ِ ِ ‫َش َّق َعلَى‬ ْ ُ‫يم ٍة أ َْو أ ُْد ِخلَو‬ ُ ‫اْلَنَّةَ َولَ ْوََل أَ ْن أ‬ ٌ ‫صد‬ ْ َ ْ ‫يق بُِر ُسلي أَ ْن أ ُْرج َعوُ ِبَا نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ ِ ٍ ِ َّ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل ُُثَّ أُ ْحيَا ُُث‬ ِّ ‫ت أ‬ َ ‫ت َخ ْل‬ ُ ‫ف َس ِريَّة َولََود ْد‬ ُ ‫أ َُّم ِِت َما قَ َع ْد‬ ْ ‫َن أُقْ تَ ُل ِِف َسبِ ِيل اللَّو ُُثَّ أ‬ 164 ‫أُقْ تَ ُل‬ Telah menceritakan kepada kami Harami bin Hafsh berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid berkata, telah menceritakan kepada kami Umarah berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Zur'ah bin 'Amru bin Jarir berkata: Aku mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Allah menjamin orang yang keluar (berperang) di jalan-Nya, tidak ada yang mendorongnya keluar kecuali karena iman kepada-Ku dan membenarkan para rasul-Ku untuk mengembalikannya dengan memperoleh pahala atau ghonimah atau memasukkannya ke surga. Kalau seandainya tidak memberatkan umatku tentu aku tidak akan duduk tinggal diam di belakang sariyyah (pasukan khusus) dan tentu aku ingin sekali bila aku terbunuh di jalan Allah lalu aku dihidupkan lagi kemudian terbunuh lagi lalu aku dihidupkan kembali kemudian terbunuh lagi". Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Abū al-Yamān, Syu„aib, alZuhrī, Sa„īd bin al-Musayyab dan Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā, ‘an, akhbaranī, sami‘tu dan qāla. 164

Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 22.

141

Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ alBukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.

11. Hadis Kesebelas

ِ َ‫تَ َكفَّل اللَّو لِمن جاى َد ِِف سبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِرجو ِمن ب يتِ ِو إََِّل ِجهاد ِِف سبِيلِ ِو وت‬ ‫يق َكلِ َمتِ ِو‬ ْ َ َ ٌَ َ َ َْ ُ َ َْ ْ ُ ُ ُ ‫صد‬ َ 165 ٍ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫يمة‬ ْ ُ‫بِأَ ْن يُ ْد ِخلَو‬ ْ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أَْو َغن‬ a. Takhrīj Ḥadīṡ Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz ‫)كفم( تكفم‬,166 ‫)جهد( جاهد‬,167 ‫)غنى( غنيًة‬.168 Juga ditemukan beberapa periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū’ dengan tema “‫”انجهاد‬.169 Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ dan mauḍū‟, didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan al-Nasā’ī, Muwaṭṭā’ dan Sunan al-Dārimī.

165

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 42. 166 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz VI, hlm. 44. 167 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz 1, hlm. 388. 168 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 10. 169 A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, hlm. 131-132.

‫‪142‬‬

‫ِ ِ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن‬ ‫ك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫يل قَ َال َح َّدثَِِن َمالِ ٌ‬ ‫‪ )1‬صحيح البخاري ‪َ :٤٪٫٥‬حدَّثَنَا إ َْسَاع ُ‬ ‫ِ‬ ‫ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة َرَ َي اللَّوُ َعْنوُ‬ ‫ِ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫َن َر ُس َ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرِج َعوُ إِ ََل‬ ‫يق َكلِ َماتِِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ْ َ ُ‬ ‫َ َ ْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن‬ ‫ك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫يل َح َّدثَِِن َمالِ ٌ‬ ‫‪ )2‬صحيح البخاري ‪َ :٨٫١٥‬حدَّثَنَا إ َْسَاع ُ‬ ‫ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ‬ ‫ِ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫َن َر ُس َ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرِج َعوُ إِ ََل‬ ‫يق َكلِ َماتِِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ْ َ ُ‬ ‫َ َ ْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ِ‬ ‫الزنَ ِاد‬ ‫ك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫َخبَ َرنَا َمالِ ٌ‬ ‫فأْ‬ ‫وس َ‬ ‫‪ )3‬صحيح البخاري ‪َ :٨٫١٫‬حدَّثَنَا َعْب ُد اللَّو بْ ُن يُ ُ‬ ‫َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫ِ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫َن َر ُس َ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ إِ ََل‬ ‫يق َكلِ َمتِ ِو أَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ م ْن بَْيتو إََِّل ْ َ ُ َ َ ْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫َم ْس َكنو ِبَا نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫الر ْمحَ ِن‬ ‫َخبَ َرنَا الْ ُمغِ َْيةُ بْ ُن َعْب ِد َّ‬ ‫‪ )4‬صحيح مسلم ‪ :٥٦٪٧‬و َحدَّثَنَا َْحي ََي بْ ُن َْحي ََي أ ْ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫ْ‬ ‫اْلَِز ِام ُّي َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ‫ت‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫م‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ ِم ْن‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫َِّب َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ب يتِ ِو إََِّل ِجهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرِج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو‬ ‫يق َكلِ َمتِ ِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ٌَ َ َ ْ‬ ‫َْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ث بْن ِمس ِك ٍ‬ ‫ني قَِراءَةً َعلَْي ِو‬ ‫َخبَ َرنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َسلَ َمةَ َو ْ‬ ‫‪ )5‬سنن النسائي ‪ :٥١٩٥‬أ ْ‬ ‫اْلَا ِر ُ ُ ْ‬ ‫ََسع عن اب ِن الْ َق ِ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب‬ ‫ك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫اس ِم قَ َال َح َّدثَِِن َمالِ ٌ‬ ‫َوأَنَا أ َْ ُ َ ْ ْ‬ ‫ُىَريْ َرَة‬

‫‪143‬‬

‫ِ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى َد ِِف‬ ‫َن َر ُس َ‬ ‫َّل اللَّوُ َعَّز َو َج َّل ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ إِ ََل‬ ‫يق َكلِ َمتِ ِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫َسبِيلو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ْ َ ُ َ َ ْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫‪ )6‬موطأ مالك ‪ :٪٧١‬و َح َّدثَِِن َع ْن َمالِك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫ِ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫َن َر ُس َ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ إِ ََل‬ ‫يق َكلِ َماتِِو أَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ م ْن بَْيتو إََِّل ْ َ ُ َ َ ْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ِ‬ ‫الزنَ ِاد‬ ‫وسى َع ْن ُس ْفيَا َن َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫‪ )7‬سنن الدارمي ‪ :٤٤٪٦‬أ ْ‬ ‫َخبَ َرنَا عُبَ ْي ُد اللَّو بْ ُن ُم َ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال قَ َال َر ُس ُ‬ ‫َّل اللَّوُ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم تَ َكف َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫اد ِِف سبِ ِيل اللَّ ِو وتَص ِد ِ ِِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫يق َكل َماتو أَ ْن يُ ْدخلَوُ‬ ‫َ ْ ُ‬ ‫ل َم ْن َخَر َج م ْن بَْيتو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََّل ج َه ٌ َ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫ْ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪b. Kegiatan Penelitian Sanad‬‬

‫الزنَ ِاد َع ْن اْْل َْعَرِج‬ ‫الر ْمحَ ِن ْ‬ ‫اْلَِز ِام ُّي َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫َخبَ َرنَا الْ ُمغِ َْيةُ بْ ُن َعْب ِد َّ‬ ‫و َحدَّثَنَا َْحي ََي بْ ُن َْحي ََي أ ْ‬ ‫َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫ِ‬ ‫َِّب َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ ِم ْن بَْيتِ ِو إََِّل‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِجهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫ِ‬ ‫يق َكلِ َمتِ ِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ٌَ َ َ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج منْوُ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِ ٍ ‪170‬‬ ‫ِ‬ ‫يمة‬ ‫َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan‬‬ ‫‪kepada kami Al Mughirah bin Abdurrahman Al Hizami dari Abu Az‬‬ ‫‪Zinnad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi‬‬ ‫‪wasallam beliau bersabda: "Allah akan menjamin bagi siapa yang berjihad‬‬ ‫‪(berjuang) di jalan-Nya, ia tidak keluar dari rumahnya kecuali untuk‬‬ ‫‪berjuang di jalan-Nya dan menegakkan kalimat-Nya, (maka Saya‬‬ ‫‪menjamin baginya) untuk masuk kedalam surga atau mengembalikannya‬‬ ‫‪pulang ke rumahnya dengan membawa sesuatu yang ia dapat berupa‬‬ ‫"‪pahala dan ghanimah.‬‬

‫‪Muslim bin Hajjaj, Ṣaḥīḥ Muslim, (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2008), hlm.‬‬

‫‪170‬‬

‫‪751.‬‬

144

Hadis tersebut, diriwayatkan oleh Muslim, Yahya bin Yahya, al-Mugīrah bin „Abdurraḥman al-Ḥizāmī, Abū al-Zinād, al-A„raj dan Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, akhbaranā, dan ‘an. Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ alBukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.

12. Hadis Kedua Belas

ِ ِ ِِ ِ ِ ُ‫َح ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِبَ ْن يُ ْكلَ ُم ِِف َسبِيلو إََِّل َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َو ُج ْر ُحو‬ َ ‫ََل يُ ْكلَ ُم أ‬ 171 ٍ ‫يح ِم ْسك‬ ِّ ‫ب اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم َو‬ ُ ‫يح ِر‬ ُ ‫الر‬ ُ ‫يَثْ َع‬ a. Takhrīj Ḥadīṡ Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz ‫)كهى( يكهى‬,172 ‫)ثعهب( يثعب‬,173 ‫)روح( انريخ‬.174

171

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 42. 172 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz VI, hlm. 55. 173 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz 1, hlm. 291.

‫‪145‬‬

‫’‪Juga ditemukan beberapa periwayatan hadis melalui metode Takhrīj al-Mauḍū‬‬ ‫‪”.175 Berdasarkan penelusuran melalui melalui motede alfāẓ‬انجهاد“ ‪dengan tema‬‬ ‫‪dan mauḍū‟, didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim,‬‬ ‫‪Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah, Musnad Aḥmad dan Muwaṭṭā’.‬‬

‫ِ‬ ‫الزنَ ِاد‬ ‫ك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫َخبَ َرنَا َمالِ ٌ‬ ‫فأْ‬ ‫وس َ‬ ‫‪ )1‬صحيح البخاري ‪َ :٤٧٫٥‬حدَّثَنَا َعْب ُد اللَّو بْ ُن يُ ُ‬ ‫ِ‬ ‫َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ َرَ َي اللَّوُ َعْنوُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫َن رس َ ِ‬ ‫َح ٌد ِِف‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال َوالَّذي نَ ْفسي بيَده ََل يُ ْكلَ ُم أ َ‬ ‫أ َّ َ ُ‬ ‫َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن يُ ْكلَ ُم ِِف َسبِيلِ ِو إََِّل َجاءَ يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة َواللَّ ْو ُن لَ ْو ُن الدَِّم‬ ‫الريح ِريح الْ ِمس ِ‬ ‫ك‬ ‫َو ِّ ُ ُ ْ‬ ‫‪ )2‬صحيح مسلم ‪ :٥٦٪٨‬حدَّثَنَا َعمرو النَّاقِ ُد وُزَىْي ر بْن حر ٍ‬ ‫ب قَ َاَل َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن‬ ‫َ‬ ‫َ ُ ُ َْ‬ ‫ٌْ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫بْ ُن عُيَ ْي نَةَ َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫ِ‬ ‫َح ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال ََل يُ ْكلَ ُم أ َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ ِِ ِ‬ ‫يح‬ ‫ب اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم َو ِّ‬ ‫يح ِر ُ‬ ‫الر ُ‬ ‫يُ ْكلَ ُم ِف َسبيلو إََّل َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َو ُج ْر ُحوُ يَثْ َع ُ‬ ‫ِمس ٍ‬ ‫ك‬ ‫ْ‬ ‫‪ )3‬صحيح مسلم ‪ :٥٦٪٨‬حدَّثَنَا َعمرو النَّاقِ ُد وُزَىْي ر بْن حر ٍ‬ ‫ب قَ َاَل َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن‬ ‫َ‬ ‫َ ُ ُ َْ‬ ‫ٌْ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫بْ ُن عُيَ ْي نَةَ َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫ِ‬ ‫َح ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال ََل يُ ْكلَ ُم أ َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ ِِ ِ‬ ‫يح‬ ‫ب اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم َو ِّ‬ ‫يح ِر ُ‬ ‫الر ُ‬ ‫يُ ْكلَ ُم ِف َسبيلو إََّل َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َو ُج ْر ُحوُ يَثْ َع ُ‬ ‫ِمس ٍ‬ ‫ك‬ ‫ْ‬ ‫الزنَادِ‬ ‫صوٍر قَ َال َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫‪ )4‬سنن النسائي ‪ :٥١٫٨‬أ ْ‬ ‫َخبَ َرنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َمْن ُ‬ ‫َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬

‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz II, hlm. 316.‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, Miftāh Kunuz al-Sunnah, hlm. 135.‬‬

‫‪174‬‬ ‫‪175‬‬

‫‪146‬‬

‫ِ‬ ‫َح ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال ََل يُ ْكلَ ُم أ َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ ِِ ِ‬ ‫يح‬ ‫ب َد ًما اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم َو ِّ‬ ‫يح ِر ُ‬ ‫الر ُ‬ ‫يُ ْكلَ ُم ِف َسبيلو إََّل َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َو ُج ْر ُحوُ يَثْ َع ُ‬ ‫الْ ِمس ِ‬ ‫ك‬ ‫ْ‬ ‫َمح ُد بن ثَابِ ٍ‬ ‫ي قَ َاَل‬ ‫ت ْ‬ ‫اْلَ ْح َد ِر ُّ‬ ‫‪ )5‬سنن ابن ماجو ‪َ :٤٩٪٧‬حدَّثَنَا بِ ْش ُر بْ ُن َ‬ ‫آد َم َوأ ْ َ ْ ُ‬ ‫ِ‬ ‫يسى َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َع ْج ََل َن َع ْن الْ َق ْع َق ِاع بْ ِن َح ِكي ٍم َع ْن‬ ‫َحدَّثَنَا َ‬ ‫ص ْف َوا ُن بْ ُن ع َ‬ ‫صالِ ٍح َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫أَِِب َ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫وح ُُْيَر ُح ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َما ِم ْن َُْم ُر ٍ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِِ ِ‬ ‫ِح اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم‬ ‫ِبَ ْن ُُْيَر ُح ِف َسبيلو إََّل َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َو ُج ْر ُحوُ َك َهْيئَتو يَ ْوَم ُجر َ‬ ‫الريح ِريح ِمس ٍ‬ ‫ك‬ ‫َو ِّ ُ ُ ْ‬ ‫الزنَ ِاد َوابْ ِن َع ْج ََل َن َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن‬ ‫‪ )6‬مسند أمحد ‪َ :٩١١٥‬حدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫أَِِب ُىَريْ َرةَ قَ َال‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫َح ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ََل يُ ْكلَ ُم أ َ‬ ‫َُ‬ ‫يح‬ ‫يُ ْكلَ ُم ِِف َسبِيلِ ِو إََِّل َجاءَ يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة َو ْ‬ ‫ب َد ًما اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم َو ِّ‬ ‫يح ِر ُ‬ ‫الر ُ‬ ‫اْلُْر ُح يَثْ َع ُ‬ ‫ِمس ٍ‬ ‫ك‬ ‫ْ‬ ‫الزنَ ِاد‬ ‫َوأَفْ َرَدهُ ُس ْفيَا ُن َمَّرًة َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫يك َع ِن ْاْل َْع َم ِ‬ ‫صالِ ٍح‬ ‫َس َوُد َحدَّثَنَا َش ِر ٌ‬ ‫‪ )7‬مسند أمحد ‪َ :٪٩٤٧‬حدَّثَنَا أ ْ‬ ‫ش َع ْن أَِِب َ‬ ‫َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال َم ْن يُ ْكلَ ُم ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن يُ ْكلَ ُم‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫اْلرح لَونُو لَو ُن َدٍم وِرحيو ِريح الْ ِمس ِ‬ ‫ك‬ ‫ِِف َسبيلو يَأِِْت ُْْ ُ ْ ُ ْ‬ ‫َ ُُ ُ ْ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫‪ )8‬مسند أمحد ‪ :٪٪٤٤‬وقَ َال رس ُ ِ‬ ‫َح ٍد‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َما مْن ُك ْم م ْن أ َ‬ ‫َ َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ُُْيَر ُح ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن ُُْيَر ُح ِِف َسبِيل ِو إََِّل لَق َي اللَّوَ َعَّز َو َج َّل َك َهْيئَتِ ِو‬ ‫ي وم جرِح لَونُو لَو ُن َدٍم وِرحيو ِريح ِمس ٍ‬ ‫ك‬ ‫َْ َ ُ َ ْ ُ ْ‬ ‫َ ُُ ُ ْ‬ ‫اق َع ِن ْاْل َْع َم ِ‬ ‫صالِ ٍح َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫َحدَّثَنَا ُم َعا ِويَةُ قَ َال َحدَّثَنَا أَبُو إِ ْس َح َ‬ ‫ش َع ْن أَِِب َ‬ ‫ِ‬ ‫اْل ِد ِ‬ ‫يث‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ََْن َو َى َذا َْ‬

‫‪147‬‬

‫‪ )9‬مسند أمحد ‪ :٪٪٤٨‬حدَّثَنا عب ُد َّ ِ‬ ‫َخبَ َرنَا ُس ْفيَا ُن َع ِن‬ ‫الص َمد بْ ُن َح َّسا َن قَ َال أ ْ‬ ‫َ َ َْ‬ ‫ْاْل َْع َم ِ‬ ‫ش َع ْن ذَ ْك َوا َن َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ََل يُ ْكلَ ُم َعْب ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ي ْكلَم ِِف سبِيلِ ِو َُِييء جرحو ي وم الْ ِقيام ِة لَونُو لَو ُن َدٍم وِرحيو ِريح ِمس ٍ‬ ‫ك‬ ‫ُ ُ َ‬ ‫ُ ُْ ُ ُ َْ َ َ َ ْ ُ ْ‬ ‫َ ُُ ُ ْ‬ ‫َخبَ َرنَا ابْ ُن َع ْج ََل َن َع ِن الْ َق ْع َق ِاع‬ ‫‪)11‬‬ ‫ص ْف َوا ُن أ ْ‬ ‫مسند أمحد ‪َ :٥١٥٤٥‬حدَّثَنَا َ‬ ‫صالِ ٍح َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫َع ْن أَِِب َ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫وح ُُْيَر ُح ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َما ِم ْن َُْم ُر ٍ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ِِ‬ ‫ِح اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم‬ ‫ِِبَ ْن ُُْيَر ُح ِِف َسبِيلِ ِو إََِّل َجاءَ يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة َو ْ‬ ‫اْلُْر ُح َك َهْيئَتو يَ ْوَم ُجر َ‬ ‫الريح ِريح ِمس ٍ‬ ‫ك‬ ‫َو ِّ ُ ُ ْ‬ ‫مسند أمحد ‪ :٥١٦٧١‬حدَّثَنا عب ُد اللَّ ِو بن الْولِ ِ‬ ‫يد َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن َع ِن‬ ‫‪)11‬‬ ‫َ َ َْ‬ ‫ُْ َ‬ ‫ْاْل َْع َم ِ‬ ‫ش َع ْن ذَ ْك َوا َن َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ قَ َال‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ََل يُ ْكلَ ُم َعْب ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ي ْكلَم ِِف سبِيلِ ِو َُِييء جرحو ي وم الْ ِقيام ِة لَونُو لَو ُن َدٍم وِرحيو ِريح ِمس ٍ‬ ‫ك‬ ‫ُ ُ َ‬ ‫ُ ُْ ُ ُ َْ َ َ َ ْ ُ ْ‬ ‫َ ُُ ُ ْ‬ ‫مسند أمحد ‪ :٥١٧٥٦‬حدَّثَنَا ى ِ‬ ‫يك َع ِن ْاْل َْع َم ِ‬ ‫ش َع ْن أَِِب‬ ‫‪)12‬‬ ‫اش ٌم َحدَّثَنَا َش ِر ٌ‬ ‫َ َ‬ ‫صالِ ٍح َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال َم ْن يُ ْكلَ ُم ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن يُ ْكلَ ُم‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫الدِم وِرحيو ِريح الْ ِمس ِ‬ ‫ِ ِِ ِ‬ ‫ك‬ ‫ِِف َسبيلو َُييءُ يَ ْوَم الْقيَ َامة لَ ْو ُن ُج ْرحو لَ ْو ُن َّ َ ُ ُ ُ ْ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن‬ ‫‪)13‬‬ ‫موطأ مالك ‪ :٪٩٥‬و َح َّدثَِِن َع ْن َمالِك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫َن رس َ ِ‬ ‫َح ٌد ِِف‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال َوالَّذي نَ ْفسي بيَده ََل يُ ْكلَ ُم أ َ‬ ‫أ َّ َ ُ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ ِ َِّ‬ ‫ِ َّ ِ َّ‬ ‫ب َد ًما‬ ‫َسب ِيل اللو َواللوُ أ َْعلَ ُم ِبَ ْن يُ ْكلَ ُم ِف َسبيلو إَل َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َو ُج ْر ُحوُ يَثْ َع ُ‬ ‫الريح ِريح الْ ِمس ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ك‬ ‫اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدم َو ِّ ُ ُ ْ‬

148

b. Kegiatan Penelitian Sanad

ٍ ‫حدَّثَنَا َعمرو النَّاقِ ُد وُزَىْي ر بْن حر‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن‬ ِّ ‫ب قَ َاَل َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن بْ ُن عُيَ ْي نَةَ َع ْن أَِِب‬ َ َْ ُ ُ َ ٌْ ‫ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ِ ‫َح ٌد ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َواللَّوُ أ َْعلَ ُم ِِبَ ْن يُ ْكلَ ُم ِِف‬ ِّ ِ‫َع ْن الن‬ َ ‫َِّب‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال ََل يُ ْكلَ ُم أ‬ 176 ٍ ِ ِ ِ ِِ ِ ‫يح ِم ْسك‬ ِّ ‫ب اللَّ ْو ُن لَ ْو ُن َدٍم َو‬ ُ ‫يح ِر‬ ُ ‫الر‬ ُ ‫َسبيلو إََّل َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َو ُج ْر ُحوُ يَثْ َع‬ Telah menceritakan kepada kami 'Amru An Naqid dan Zuhair bin Harb keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak ada seorang pun yang terluka dalam perang fi sabilillah -dan Allah lebih mengetahui bagi siapa yang terluka di jalan-Nya- kecuali ia akan datang di hari kiamat kelak dengan luka yang mengucurkan darah berwarna merah dan baunya seperti bau kesturi." Hadis tersebut, diriwayatkan oleh Muslim, „Amrū al-Nāqid dan Zuhair bin Ḥarb, Safyān bin „Uyainah, Abū al-Zinād, al-A„raj, Abū Ḥurairah. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā dan ‘an. Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ alBukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.

176

Muslim bin Hajjaj, Ṣaḥīḥ Muslim, hlm. 751.

149

13. Hadis Ketiga Belas

ِ ِ ِ ‫ثَََلثَةٌ ُكلُّهم‬ ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو‬ َ ‫َام ٌن َعلَى اللَّو َعَّز َو َج َّل َر ُج ٌل َخَر َج َغا ِزيًا ِِف َسبِ ِيل اللَّو فَ ُه َو‬ َ ُْ ٍ ِ‫اْلنَّةَ أَو ي رَّده ِِبَا نَ َال ِمن أَج ٍر و َغن‬ ِ ‫اح إِ ََل الْ َم ْس ِج ِد فَ ُه َو‬ ُ ُ َ ْ َْ ُ‫َح ََّّت يَتَ َوفَّاهُ فَيُ ْدخلَو‬ َ ‫يمة َوَر ُج ٌل َر‬ َ َ ْ ْ ِ ِ ِ ‫يم ٍة َوَر ُج ٌل َد َخ َل‬ ْ ُ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو َح ََّّت يَتَ َوفَّاهُ فَيُ ْد ِخلَو‬ َ ْ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ ِبَا نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر َو َغن‬ 177 ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو َعَّز َو َج َّل‬ َ ‫بَْيتَوُ بِ َس ََلٍم فَ ُه َو‬ a. Takhrīj Ḥadīṡ Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz ‫)ضًن( ضاين‬,178 ‫)غسو( غازيا‬,179 ‫)غنى( غنيًة‬.180 didapati riwayat dalam kitab hadis, Sunan Abū Dāwud.

b. Kegiatan Penelitian Sanad

ِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫حدَّثَنَا َعْب ُد‬ ٍِ ٍِ َ‫اعة‬ َ َ‫يل بْ ُن َعْبد اللَّو يَ ْع ِِن ابْ َن ََس‬ َ ُ ‫الس ََلم بْ ُن َعتيق َحدَّثَنَا أَبُو ُم ْسهر َحدَّثَنَا إ َْسَع‬ ِ ‫يب عن أَِِب أُمامةَ الْب‬ ِ ‫اىلِ ِّي‬ َ ََ ْ َ ٍ ِ‫َحدَّثَنَا ْاْل َْوَزاع ُّي َح َّدثَِِن ُسلَْي َما ُن بْ ُن َحب‬ ِ ِ ِ ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو َعَّز َو َج َّل َر ُج ٌل‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال ثَََلثَةٌ ُكلُّ ُه ْم‬ َ ‫َع ْن َر ُسول اللَّو‬ ِ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ ِِبَا نَ َال‬ ْ ُ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو َح ََّّت يَتَ َوفَّاهُ فَيُ ْد ِخلَو‬ َ ‫َخَر َج َغا ِزيًا ِِف َسبِ ِيل اللَّو فَ ُه َو‬ ِِ ٍ ِ‫ِمن أَج ٍر و َغن‬ ْ ُ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو َح ََّّت يَتَ َوفَّاهُ فَيُ ْد ِخلَو‬ َ‫اْلَنَّة‬ َ ‫اح إِ ََل الْ َم ْسجد فَ ُه َو‬ َ ‫يمة َوَر ُج ٌل َر‬ َ َ ْ ْ ٍ ِ‫أَو ي رَّده ِِبَا نَ َال ِمن أَج ٍر و َغن‬ ‫َ ِام ٌن َعلَى اللَّ ِو َعَّز‬ َ ‫يمة َوَر ُج ٌل َد َخ َل بَْيتَوُ بِ َس ََلٍم فَ ُه َو‬ ُ َُ ْ َ َ ْ ْ 181 ‫َو َج َّل‬ Telah menceritakan kepada kami Abdussalam bin 'Atiq, telah menceritakan kepada kami Abu Mushir, telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abdullah bin Sama'ah, telah menceritakan kepada kami Al Auza'i, telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Habib, dari Abu 177

Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 43. 178 179 180

A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 10. Abu Dāwud Sulaiman bin Asy‟ats al-Sijstani, Sunan Abi Dāwud, Jilid II, (Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi, t.th.), hlm. 315 181

150

Umamah Al Bahili, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau berkata: "Tiga golongan, seluruhnya mendapat jaminan dari Allah 'azza wajalla, yaitu: orang yang keluar untuk berperang di jalan Allah, maka ia mendapat jaminan dari Allah hingga Allah mematikannya dan memasukkannya ke dalam Surga, atau memberikan kepadanya apa yang ia peroleh berupa pahala atau rampasan perang. Dan seorang laki-laki yang pergi ke masjid, maka ia mendapat jaminan dari Allah hingga Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam surga atau memberikan kepadanya apa yang ia peroleh berupa pahala dan ghanimah, serta seorang laki-laki yang memasuki rumahnya dengan mengucapkan salam maka ia mendapat jaminan dari Allah 'azza wajalla." Hadis tersebut, diriwayatkan oleh Abū Dāwud , Abdus Salam bin „Atiq, Abū Mushir, Isma‟il bin Abdullah, al-Auza‟i, Sulaiman bin Habib dan Abū Umamah al-Bahali. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, ḥaddaṡanī dan‘an.

a) Abū Dāwud Nama

: Sulaimān bin al-Asy„aṡ bin Isḥāq bin Basyīr bin Syadād .182

Kuniyah

: Abū Dāwud.183

Kategori

: Orang yang mengikuti tabi‟ al-tabiīn periode pertengahan.

Lahir

: 202 H.184

Wafat

: 275 H.185

Guru

: Aḥmad bin Ibrahīm al-Maushulī, Tamīm bin al-Muntashir, Musaddad bin Musrahid, Abdus Salam bin „Atiq, dll.186 182

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1400 H/1980 M), Juz. XI, hlm. 356. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, (India: Matba„ah Dāirah al-Ma„ārif al-Naṭāmiyah, 1326 H), Juz. IV, hlm. 169. 183 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, , hlm. 356. 184 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 363. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 171. 185 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 367. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 172.

151

Murid

: al-Turmużī, Aḥmad bin Muḥammad bin Yāsīn al-Ḥarawī, dll.187

Komentar Ulama : Ibn Ḥajar menilai Ṡiqah Ḥāfiẓ yang memiliki kitab „sunan‟ tergolong ulama besar. al-Żahabī mengomentari Abū Dāwud sebagai al-Ḥāfiẓ yang mengarang „sunan‟.188

b) ‘Abdus Salām bin ‘Atīq Nama

: „Abdus Salām bin „Atīq bin Ḥabīb189

Kuniyah

: Abū Hisyām190

Kategori

: Tabi‟ul Atba‟ Kalangan Pertengahan

Tempat Tinggal : Syam Lahir

:-

Wafat

: 257 H191

Guru

: Aḥmad bin Abī al-Ḥawarī, Ādam bin Abī Iyās, Ṣawān bin Ṣāliḥ, Abū al-Ḥāris al-„Abbas bin „Abdurrahman, Abū Mushir ‘Abd al-A’lā, Abdurrahman bin Ibrahīm, dll.192 : Abū Dāwud, al-Nasā„ī, dll.193

Murid

Komentar Ulama : Abū Ḥātim: Ṣadūq, al-Nasā‟ī: Ṣāliḥ, Ibn Ḥajar: Ṣadūq.194 186

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 356-359. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 169-170. 187 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 360-361. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 170-171. 188 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 364-367. 189 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII, hlm. 89. 190 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII, hlm. 89. 191 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 324. 192 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 324. 193 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 324.

152

c) Abū Mushir Nama

: Abd al-A‟lā bin Mushir bin Abd al-A‟lā bin Muslim.195

Kuniyah

: Abū Mushir.196

Kategori

: Tabi‟ul Atba‟ Kalangan Tua

Tempat Tinggal : Syam Lahir

: 140 H.197

Wafat

: 218 H.198

Guru

: Ibrahīm bin Abī Syaibān, Ismā’il bin Abdullah bin Sama’ah, Ismā‟il bin Mu‟āwiyah, Baqiyah bin al-Walīd, Khālid bin Yazīd bin Ṣāliḥ, dll.199 : al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā„ī, Ibn

Murid

Mājah, Abdus Salam bin ‘Atīq bin Ḥabīb, Aḥmad bin Abdul Wāhid, Aḥmad bin „Umar bin al-Jalīd, dll. 200 Komentar Ulama : Abū Ḥātim: Ṡiqah, al-„Ajli: ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: Ṡiqah.201

d) Ismā‘īl bin ‘Abdullah : Ismā„īl bin „Abdullah bin Samā‟ah.202

Nama

194

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVIII,

195

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI,

hlm. 91. hlm. 369. 196

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI,

hlm. 369. 197

Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 100. Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI, hlm. 377. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 100. 199 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI, hlm. 370. 200 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 99. 201 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVI, hlm. 373. 202 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III, hlm. 123. 198

153

Kuniyah

: Abū Abdullah203

Kategori

: Tābi‟ut Tabi‟īn kalangan pertengahan

Tempat Tinggal : Syam Lahir

:-

Wafat

:-

Guru

: Mūsā bin A‟yun al-Jazarī, ‘Abdurraḥman bin ‘Amrū alAuzā‘ī.204 : Abū Mushir Abd al-A’lā, Abdurrahman bin Yahya bin

Murid

Ismā‟il, Abdul „Aziz bin al-Walīd bin Sulaimān, Hisyām bin Ismā‟īl al-„Aṭār, dll.205 Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Tsiqah”, al-Żahabi “Tsiqah”.206

e) al-Auza’i Nama

: „Abdurraḥman bin „Amrū bin Abī „Amrū.207

Kuniyah

: Abū „Amrū.208

Kategori

: Tabī‟ut Tabi‟īn kalangan tua

Tempat Tinggal : Syam : 88 H.209

Lahir

203

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,

hlm. 123. 204

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,

hlm. 123. 205

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,

hlm. 123. 206

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. III,

hlm. 123. 207

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVII, hlm. 307. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238. 208 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XVII, hlm. 308. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238. 209 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238.

154

Wafat

: 158 H.210

Guru

: Ibrāhīm bin Ṭarīf, Ibrāhīm bin Yazīd, Ishāq bin „Abdullah bin Abī Ṭalḥah, Ismā‟īl bin „Ūbaidillah bin Abī al-Muhājir, Sulaimān bin Ḥabib, Syadād Abī „Amār, dll.211 : Abū Isḥāq Ibrāhīm bin Muhammad al-Fazārī, Ibrāhīm bin

Murid

Yazīd bin Qadīd, Ismā’īl bin Abdullah bin Samā’ah, Sa‟īd bin Abdul „Azīz, Safyān bin Ḥabib al-Biṣrī, Safyān al-Tsaurī, dll.212 Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Tsiqah Jalīl, Faqīh”, al-Żahabi “Syaikhul Islam, alḤāfiẓ al-Faqīh al-Zāhid”.213

f) Sulaimān bin Ḥabīb Nama

: Sulaimān bin Ḥabīb al-Muḥāribī.214

Kuniyah

: Abū „Ayyūb.215

Kategori

: Tābi‟īn pertengahan

Tempat Tinggal : Syam Lahir

:-

Wafat

: 126 H.216

210

Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238. Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238. 212 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VI, hlm. 238-239. 211

213 214

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXI, hlm. 382. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 177. 215 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 382. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 177. 216 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 178.

155

: Anas bin Mālik, Abū Umāmah Ṣādi bin ‘Ajlān, „Āmir bin

Guru

Ludain al-Asy‟arī, „Umar bin Abdul „Azīz, Muāwiyah bin Abī Safyān, Abū Hurairah, dll.217 : Abū Ka‟ab Ayūb bin Mūsa al-Sa‟dī, Abdullah bin Ziyād bin

Murid

Sam‟ān, ‘Abdurrahman bin ‘Amru al-Auzā’ī, dll.218 Komentar Ulama : Yahya bin Main “Tsiqah”, Dzar al-qutni “ Laisa bihi ba‟ts”219

g) Abū Umamah al-Bahalī Nama

: Ṣadī bin „Ajlān bin Wahab.220

Kuniyah

: Abū Umāmah.221

Kategori

: Sahabat

Tempat Tinggal : Syam Lahir

:-

Wafat

: 86 H.222

Guru

: Nabi Muhammad Saw., „Utsmān bin „Affān, Alī bin Abī Ṭālib, „Umār bin Khāṭṭāb, Mu‟āż bin Jabal, dll.223 : Ayūb bin Sulaimān al-Syāmī, Sulaimān bin Ḥabib, Zaid bin

Murid

Arṭah, Sālim bin Abī al-Ja‟dī, Abdul Wāhid bin Qais, dll.224 217

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 383. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 178. 218 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 383. 219 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XI, hlm. 383-384. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 178. 220 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII, hlm. 158. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420. 221 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII, hlm. 158. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420. 222 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII, hlm. 133. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420. 223 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII, hlm. 159. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420.

156

Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Sahābi Masyhūr”, al-Żahabī “Sahabī”. Dari paparan data di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis yang diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis, karena diriwayatkan oleh periwayat hadis yang ’adil dan ḍābiṭ, muttaṣil (bersambung) sanad terjadi proses guru dan murid atau sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, terhindar dari ‘illat dan syaż.

14. Hadis Keempat Belas

ِ ِْ ‫اْلميَا ُن ِِب و‬ ِْ ‫ب اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َُيْر ُج ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ُ ‫اْل َه‬ ُ‫اد ِِف َسبِيلي أَنَّو‬ َ ‫انْتَ َد‬ َ ُ ِ ِِ ٍ ِ ْ ُ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَو‬ َ ُ‫اْلَنَّةَ بِأَيِّ ِه َما َكا َن إِ َّما بَِقْت ٍل أ َْو َوفَاة أ َْو أ َُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنو‬ 225 ٍ ِ ِ ‫يمة‬ ْ ‫نَ َال َما نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ a. Takhrīj Ḥadīṡ Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz ‫خرج‬,226 ‫قتم‬,227 ‫)غنى( غنيًة‬.228 didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan Abī Dāwud, Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah, Muwaṭṭā’ dan Musnad Aḥmad.

ِ ‫ص قَ َال حدَّثَنَا عب ُد الْو‬ ٍ ‫ َحدَّثَنَا َحَرِم ُّي بْ ُن َح ْف‬:٥٧ ‫) صحيح البخاري‬1 ‫اح ِد قَ َال‬ َ َ َْ ِ ‫ت أَبَا ُىَريْ َرَة‬ ُ ‫َحدَّثَنَا عُ َم َارةُ قَ َال َحدَّثَنَا أَبُو ُزْر َعةَ بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن َج ِري ٍر قَ َال ََس ْع‬ ِ ‫ب اللَّوُ لِ َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ِّ ِ‫َع ْن الن‬ َ ‫َِّب‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال انْتَ َد‬ ِ ِ َ‫إِميا ٌن ِِب وت‬ ِ ِ ِ ِ ْ ُ‫يم ٍة أ َْو أ ُْد ِخلَو‬ َ‫اْلَنَّة‬ َ ٌ ‫صد‬ ْ َ ْ ‫يق بُِر ُسلي أَ ْن أ ُْرج َعوُ ِبَا نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ 224

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XIII, hlm. 158. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 420. 225 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 44. 226 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz II, hlm. 18. 227 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 284. 228 A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz V, hlm. 10.

‫‪157‬‬

‫ٍ ِ‬ ‫َن أُقْ تَ ُل ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو‬ ‫ت أ ِّ‬ ‫َولَ ْوََل أَ ْن أ ُ‬ ‫ت َخ ْل َ‬ ‫ف َس ِريَّة َولََود ْد ُ‬ ‫َش َّق َعلَى أ َُّم ِِت َما قَ َع ْد ُ‬ ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل‬ ‫ُحيَا ُُثَّ أُقْ تَ ُل ُُثَّ أ ْ‬ ‫ُُثَّ أ ْ‬ ‫ِ ِ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن‬ ‫ك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫يل قَ َال َح َّدثَِِن َمالِ ٌ‬ ‫‪ )2‬صحيح البخاري ‪َ :٤٪٫٥‬حدَّثَنَا إ َْسَاع ُ‬ ‫ِ‬ ‫ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة َرَ َي اللَّوُ َعْنوُ‬ ‫ِ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫َن َر ُس َ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرِج َعوُ إِ ََل‬ ‫يق َكلِ َماتِِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ْ َ ُ‬ ‫َ َ ْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن‬ ‫ك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫يل َح َّدثَِِن َمالِ ٌ‬ ‫‪ )3‬صحيح البخاري ‪َ :٨٫١٥‬حدَّثَنَا إ َْسَاع ُ‬ ‫ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫ِ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫َن َر ُس َ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرِج َعوُ إِ ََل‬ ‫يق َكلِ َماتِِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ْ َ ُ‬ ‫َ َ ْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ِ‬ ‫الزنَ ِاد‬ ‫ك َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫َخبَ َرنَا َمالِ ٌ‬ ‫فأْ‬ ‫وس َ‬ ‫‪ )4‬صحيح البخاري ‪َ :٨٫١٫‬حدَّثَنَا َعْب ُد اللَّو بْ ُن يُ ُ‬ ‫َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫ِ‬ ‫ول اللَّ ِو َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫أ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫َن َر ُس َ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ إِ ََل‬ ‫يق َكلِ َمتِ ِو أَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ م ْن بَْيتو إََِّل ْ َ ُ َ َ ْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫َم ْس َكنو ِبَا نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪ )5‬صحيح مسلم ‪ :٥٦٪٦‬و ح َّدثَِِن ُزَىْي ر بْن حر ٍ‬ ‫ب َحدَّثَنَا َج ِر ٌير َع ْن عُ َم َارةَ َوُى َو‬ ‫َ‬ ‫ُ ُ َْ‬ ‫ابْ ُن الْ َق ْع َق ِاع َع ْن أَِِب ُزْر َعةَ َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم تَ َ‬ ‫ض َّم َن اللَّوُ ل َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلو ََل ُُيْ ِر ُجوُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َ ِام ٌن أَ ْن أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫صدي ًقا بُِر ُسلي فَ ُه َو َعلَ َّي َ‬ ‫إََِّل ج َه ًادا ِِف َسبِيلي َوإِميَانًا ِِب َوتَ ْ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة َوالَّ ِذي‬ ‫أ َْو أ َْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ نَائ ًَل َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ِ ِ ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ ِِ ِ‬ ‫ني‬ ‫س ُُمَ َّمد بِيَده َما م ْن َك ْل ٍم يُ ْكلَ ُم ِِف َسبِ ِيل اللَّو إََِّل َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َك َهْيئَتو ح َ‬ ‫نَ ْف ُ‬ ‫ُكلِم لَونُو لَو ُن دٍم وِرحيو ِمس ٌ َّ ِ‬ ‫س ُُمَ َّم ٍد بِيَ ِدهِ لَ ْوََل أَ ْن يَ ُش َّق َعلَى‬ ‫َ ْ ُ ْ َ َ ُُ ْ‬ ‫ك َوالذي نَ ْف ُ‬

‫‪158‬‬

‫ِِ‬ ‫ت ِخ ََل َ‬ ‫ف َس ِريٍَّة تَ ْغ ُزو ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أَبَ ًدا َولَ ِك ْن ََل أ َِج ُد َس َعةً‬ ‫ني َما قَ َع ْد ُ‬ ‫الْ ُم ْسلم َ‬ ‫َمحلَهم وََل َُِي ُدو َن سعةً ويش ُّق علَي ِهم أَ ْن ي تخلَّ ُفوا ع ِِّن والَّ ِذي نَ ْفس ُُم َّم ٍد بِي ِدهِ‬ ‫ِ‬ ‫ُ َ َ‬ ‫َ َ َ َ ُ َ ْ ْ ََ َ َ َ‬ ‫فَأ ْ ُ ْ َ‬ ‫ِ‬ ‫َن أَ ْغ ُزو ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو فَأُقْ تَ ُل ُُثَّ أَ ْغ ُزو فَأُقْ تَ ُل ُُثَّ أَ ْغ ُزو فَأُقْ تَ ُل‬ ‫ت أ ِّ‬ ‫لََود ْد ُ‬ ‫و َحدَّثَنَاه أَبُو بَ ْك ِر بْن أَِِب َشْيبَةَ وأَبُو ُكريْ ٍ‬ ‫ضْي ٍل َع ْن عُ َم َارَة‬ ‫ب قَ َاَل َحدَّثَنَا ابْ ُن فُ َ‬ ‫ُ‬ ‫َ َ‬ ‫ِِبَ َذا ِْ‬ ‫اْل ْسنَ ِاد‬ ‫الر ْمحَ ِن‬ ‫َخبَ َرنَا الْ ُمغِ َْيةُ بْ ُن َعْب ِد َّ‬ ‫‪ )6‬صحيح مسلم ‪ :٥٦٪٧‬و َحدَّثَنَا َْحي ََي بْ ُن َْحي ََي أ ْ‬ ‫ْ‬ ‫اْلَِز ِام ُّي َع ْن أَِِب ِّ‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ‬ ‫ِ‬ ‫َِّب َ َّ َّ ِ َّ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ ِم ْن‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج َ‬ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف َ‬ ‫ب يتِ ِو إََِّل ِجهاد ِِف سبِيلِ ِو وتَ ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ْرِج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو‬ ‫يق َكلِ َمتِ ِو بِأَ ْن يُ ْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ٌَ َ َ ْ‬ ‫َْ‬ ‫صد ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪ )7‬سنن النسائي ‪ :٥١٩٤‬أَخب رنَا قُت يبةُ قَ َال حدَّثَنا اللَّيث عن سعِ ٍ‬ ‫يد َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن‬ ‫ْ َ َ َ َْ‬ ‫َ َ ْ ُ َْ َ‬ ‫ِمينَاء موََل ابْ ِن أَِِب ذُب ٍ‬ ‫ول‬ ‫اب ََِس َع أَبَا ُىَريْ َرَة يَ ُق ُ‬ ‫َ‬ ‫َ َْ‬ ‫ََِسعت رس َ ِ‬ ‫ب اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َُيُْر ُج ِِف‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ول انْتَ َد َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫اْلميَا ُن ِِب و ِْ‬ ‫َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ِْ‬ ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫اد ِِف َسبِيلي أَنَّوُ َ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َ‬ ‫بِأَيِّ ِه َما َكا َن إِ َّما بَِقْت ٍل أ َْو َوفَاةٍ أ َْو أ َُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو الَّ ِذي َخَر َج ِمْنوُ نَ َال َما نَ َال ِم ْن‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫أْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫‪ )8‬سنن النسائي ‪ :٦٫٦٥‬أَخب رنَا قُت يبةُ قَ َال حدَّثَنا اللَّيث عن سعِ ٍ‬ ‫يد َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن‬ ‫ْ َ َ َ َْ‬ ‫َ َ ْ ُ َْ َ‬ ‫ول‬ ‫ِمينَاءَ ََِس َع أَبَا ُىَريْ َرةَ يَ ُق ُ‬ ‫ََِسعت رس َ ِ‬ ‫ب اللَّوُ لِ َم ْن َُيُْر ُج ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ول انْتَ َد َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫ِ‬ ‫اْلميَا ُن ِِب و ِْ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ِْ‬ ‫اْلَنَّةَ بِأَيِّ ِه َما َكا َن‬ ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اد ِِف َسبِيلي أَنَّوُ َ‬ ‫اْل َه ُ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫َج ٍر‬ ‫إِ َّما بَِقْت ٍل َوإِ َّما َوفَاةٍ أ َْو أَ ْن يَ ُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو الَّ ِذي َخَر َج ِمْنوُ يَنَ ُ‬ ‫ال َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫أ َْو َغن َ‬ ‫َخبَ َرنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن قُ َد َامةَ قَ َال َحدَّثَنَا َج ِر ٌير َع ْن عُ َم َارَة بْ ِن‬ ‫‪ )9‬سنن النسائي ‪ :٦٫٦٦‬أ ْ‬ ‫الْ َق ْع َق ِاع َع ْن أَِِب ُزْر َعةَ َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة َر َِ َي اللَّوُ َعْنوُ قَ َال‬

‫‪159‬‬

‫‪)11‬‬

‫‪)11‬‬

‫‪)12‬‬

‫‪)13‬‬

‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫ض َّم َن اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم تَ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِي وإِميا ٌن ِِب وتَ ِ‬ ‫َ ِام ٌن أَ ْن أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل ْ َ ُ َ َ َ‬ ‫يق بُِر ُسلي فَ ُه َو َ‬ ‫صد ٌ‬ ‫َ ْ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫أ َْو أ ُْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ نَ َال َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ضْي ِل‬ ‫سنن ابن ماجو ‪َ :٤٩٦٥‬حدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُف َ‬ ‫َع ْن عُ َم َارَة بْ ِن الْ َق ْع َق ِاع َع ْن أَِِب ُزْر َعةَ َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫َع َّد اللَّوُ لِ َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أ َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِجهاد ِِف سبِيلِي وإِميا ٌن ِِب وتَ ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو‬ ‫َ ِام ٌن أَ ْن أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫ٌَ َ َ َ‬ ‫يق بُِر ُسلي فَ ُه َو َعلَ َّي َ‬ ‫صد ٌ‬ ‫َ ْ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة ُُثَّ قَ َال َوالَّ ِذي‬ ‫أ َْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ نَائ ًَل َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ف َس ِريٍَّة ََتُْر ُج ِِف َسبِ ِيل‬ ‫ت ِخ ََل َ‬ ‫نَ ْف ِسي بِيَدهِ لَ ْوََل أَ ْن أ ُ‬ ‫ني َما قَ َع ْد ُ‬ ‫َش َّق َعلَى الْ ُم ْسلم َ‬ ‫ِ‬ ‫اللَّ ِو أَب ًدا ولَ ِكن ََل أ َِج ُد سعةً فَأ ِْ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يب‬ ‫ََ‬ ‫َ َ ْ‬ ‫َمحلَ ُه ْم َوََل َُي ُدو َن َس َعةً فَيَتَّبعُون َوََل تَط ُ‬ ‫أَنْ ُفسهم فَيتخلَّ ُفو َن ب ع ِدي والَّ ِ‬ ‫ٍ ِِ ِ‬ ‫ت أَ ْن أَ ْغ ُزَو ِِف َسبِ ِيل اللَِّو‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ذ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫س ُُمَ َّمد بِيَده لََود ْد ُ‬ ‫ُ ُ ْ ََ َ‬ ‫َْ َ‬ ‫ُ‬ ‫فَأُقْ تَ َل ُُثَّ أَ ْغ ُزَو فَأُقْ تَ َل ُُثَّ أَ ْغ ُزَو فَأُقْ تَ َل‬ ‫مسند أمحد ‪ :٪٨٤١‬حدَّثَنَا عفَّا ُن حدَّثَنَا عب ُد الْو ِ‬ ‫اح ِد يَ ْع ِِن ابْ َن ِزيَ ٍاد قَ َال َحدَّثَنَا‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬ ‫َْ َ‬ ‫اَسُوُ َى ِرُم بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن َج ِري ٍر أَنَّوُ ََِس َع أَبَا ُىَريْ َرةَ‬ ‫عُ َم َارةُ بْ ُن الْ َق ْع َق ِاع َحدَّثَنَا أَبُو ُزْر َعةَ َو ْ‬ ‫ول‬ ‫يَ ُق ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫ب اللَّوُ ل َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلو ََل ُُيْ ِر ُجوُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم انْتَ َد َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫إََِّل ِجهاد ِِف سبِ ِيل اللَّ ِو وإِميانًا ِِب وتَ ِ‬ ‫َ ِام ٌن أَ ْن أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫اْلَنَّةَ‬ ‫َ َ‬ ‫صدي ًقا بُِر ُسلي أَنَّوُ َعلَ َّي َ‬ ‫َ ْ‬ ‫ٌَ َ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫أ َْو أ ُْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ نَائ ًَل َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫مسند أمحد ‪َ :٪٪٤٥‬وِِبَ َذا ِْ‬ ‫اْل ْسنَ ِاد قَ َال‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم تَ َ‬ ‫ض َّم َن اللَّوُ ل َم ْن َخَر َج ِِف َسبِيلو ََل ُُيْ ِر ُجوُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫اْلَنَّةَ أ َْو أ ُْرج َعوُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو الَّذي َخَر َج‬ ‫صدي ًقا بُِر ُسلي أَ ْن أ ُْد ِخلَوُ ْ‬ ‫إََِّل إِميَانًا ِِب َوتَ ْ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫يم ٍة‬ ‫مْنوُ نَائ ًَل َما نَ َال م ْن أ ْ‬ ‫َج ٍر أ َْو َغن َ‬ ‫ث قَ َال َح َّدثَِِن َسعِي ٌد َع ْن‬ ‫اج قَ َال َحدَّثَنَا لَْي ٌ‬ ‫مسند أمحد ‪َ :٥١١١٦‬حدَّثَنَا َح َّج ٌ‬ ‫َعطَ ِاء بْ ِن ِمينَاء موََل ابْ ِن أَِِب ذُب ٍ‬ ‫ول‬ ‫اب أَنَّوُ ََِس َع أَبَا ُىَريْ َرةَ يَ ُق ُ‬ ‫َ‬ ‫َ َْ‬

160

ِ َ ‫ََِسعت رس‬ ‫ب اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َُيُْر ُج ِِف‬ ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق‬ َ ‫ول اللَّو‬ َ ‫ول انْتَ َد‬ َُ ُ ْ ِ ِْ ‫اْلميَا ُن ِِب و‬ ِْ ‫َسبِيلِ ِو ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ْ ُ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَو‬ َ‫اْلَنَّة‬ َ ‫اد ِِف َسبِيلي أَنَّوُ َعلَ َّي‬ ُ ‫اْل َه‬ َ ‫بِِإميَانِِو َما َكا َن إِ َّما بَِقْت ٍل َوإِ َّما بَِوفَاةٍ أ َْو أ َُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنِ ِو الَّ ِذي َخَر َج ِمْنوُ نَ َال َما نَ َال‬ ِ ِ ‫يم ٍة‬ ْ ‫م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ِّ ‫ و َح َّدثَِِن َع ْن َمالِك َع ْن أَِِب‬:٪٧١ ‫) موطأ مالك‬14 ِ َّ ِ َّ َّ َ ‫ول اللَّ ِو‬ َّ ‫أ‬ ‫اى َد ِِف َسبِيلِ ِو ََل‬ َ ‫َن َر ُس‬ َ ‫َّل اللَّوُ ل َم ْن َج‬ َ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم قَ َال تَ َكف‬ ِ َ‫اْلِهاد ِِف سبِيلِ ِو وت‬ ِِ ِ ‫اْلَنَّةَ أ َْو يَ ُرَّدهُ إِ ََل‬ ْ ُ‫يق َكلِ َماتِِو أَ ْن يُ ْد ِخلَو‬ ْ َ َ ُ َ ْ ‫ُُيْ ِر ُجوُ م ْن بَْيتو إََِّل‬ ُ ‫صد‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫يم ٍة‬ ْ ‫َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ َم َع َما نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ b. Kegiatan Penelitian Sanad

ٍِ ٍ ‫يد َعن َعطَ ِاء بْ ِن ِمينَاء موََل ابْ ِن أَِِب ذُب‬ ‫اب ََِس َع أَبَا‬ ُ ‫َخبَ َرنَا قُتَ ْيبَةُ قَ َال َحدَّثَنَا اللَّْي‬ ْ‫أ‬ َ ْ ‫ث َع ْن َسع‬ َْ َ ‫ول‬ ُ ‫ُىَريْ َرةَ يَ ُق‬ ِ َ ‫ََِسعت رس‬ ‫ب اللَّوُ َعَّز َو َج َّل لِ َم ْن َُيُْر ُج ِِف َسبِيلِ ِو‬ ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق‬ َ ‫ول اللَّو‬ َ ‫ول انْتَ َد‬ َُ ُ ْ ِ ِْ ‫اْلميَا ُن ِِب و‬ ِْ ‫ََل ُُيْ ِر ُجوُ إََِّل‬ ‫اْلَنَّةَ بِأَيِّ ِه َما َكا َن إِ َّما‬ ْ ُ‫َ ِام ٌن َح ََّّت أ ُْد ِخلَو‬ َ ُ‫اد ِِف َسبِيلي أَنَّو‬ ُ ‫اْل َه‬ َ 229 ٍ ِ ِ ِِ ٍ ِ ِ ‫يمة‬ ْ ‫بَِقْت ٍل أ َْو َوفَاة أ َْو أ َُرَّدهُ إِ ََل َم ْس َكنو الَّذي َخَر َج مْنوُ نَ َال َما نَ َال م ْن أ‬ َ ‫َج ٍر أ َْو َغن‬ Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Sa'id dari 'Atho` bin Mina` sahaya Ibnu Abi Dzubab, ia telah mendengar Abu Hurairah berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah 'azza wajalla menjamin bagi orang yang berangkat di jalan-Nya, tidak ada yang memberangkatnya kecuali keimanan kepada-Ku, serta berjihad di jalan-Ku bahwa ia mendapatkan jaminan hingga Aku memasukkannya ke Surga karena salah satu dari dua tersebut. Baik ia terbunuh atau meninggal, atau Aku kembalikan dia ke tempat tinggalnya yang ia tinggalkan, dan mendapatkan pahala atau rampasan perang." Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Nasā‟ī, Qutaibah, al-Laiṡ, Sa„īd, „Aṭa‟ bin Mīnā‟, Abū Hurairah. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk

229

Abu „Abdurrahman Ahmad Syu‟aib bin Ali al-Nasā‟ī, Sunan al-Nasā’ī, Jilid VI, (Bairut: Dar al-Ma‟rifat, 1419 H), hlm. 16

161

taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah akhbaranā, ḥaddaṡanā, ‘an dan sami‘a.

a) Al-Nasā’ī : Aḥmad bin Syu„aib bin „Alī bin Sinān bin Baḥr bin Dīnār, Abū

Nama

Abdirraḥman al-Nasā‟ī.230 Kuniyah

: Abū „Abdurraḥman.231

Kategori

: Orang yang mengikuti tabi‟ al-tabiīn periode akhir.

Tempat Tinggal : Khurasan Lahir

: 215 H. di Nasā`232

Wafat

: 303 H. di Palestina, ada yang mengatakan di Makkah.233

Guru

: Aḥmad bin Nashr al-Naisabuī al-Maqraī, Abī Syu‟aib Ṣāliḥ bin Ziyād al-Sausī, Ziyād bin Ayyub bin Ziyād al-Ṭausī alBaghdādī, Qutaibah bin Sa‘īd bin Jamīl bin Ṭarīf, dll.234 : Abū al-Ḥasan Aḥmad bin Maḥbūb al-Ramalī, Ja‟far bin

Murid

Muḥammad bin al-Ḥarits al-Khazā‟ī, dll.235 Komentar Ulama : Ibn Ḥajar mengomentari al-Nasāī sebagai al-ḥāfiẓ,236 sedang al-Żahabī: al-imam, al-ḥāfiẓ, ṡabit, syaikh al-Islam.237

230

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. I, hlm. 328. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 36. 231 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. I, hlm. 328. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm 36. 232 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟i al-Rijāl, Juz. I, hlm. 338. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 38. 233 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟i al-Rijāl, Juz. I, hlm. 340. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 39. 234 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟i al-Rijāl, Juz. I, hlm. 329. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 37. 235 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟i al-Rijāl, Juz. I, hlm. 329-333. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 37. 236 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. I, hlm. 36.

162

g) Qutaibah bin Sa‘īd Nama

: Qutaibah bin Sa„īd bin Jamīl bin Ṭarīf.238

Kuniyah

: Abū Rajā‟.239

Kategori

: Tabi„ut Atba„ kalangan tua

Tempat Tinggal :Himsh Lahir

:150 H.240

Wafat

: 240 H.241

Guru

: Ibrāhīm bin Sa„īd, Isḥāq bin „Īsa, Ismā„īl bin Ja„far, Ayyūb bin Jābir, Jābir bin Marzūq, Jarīr bin „Abdul Ḥamīd, Ja„far bin Sulaimān, Ḥātim bin Ismā‟īl, al-Waḍḍāḥ bin „Abdullah, dll.242 : al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, al-Nasā’ī, dll.243

Murid

Komentar Ulama : Abū Ḥatīm: ṡiqah, al-Nasā‟ī: ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: ṡiqah.244

b) al-Laiṡ bin Sa‘ad : al-Laiṡ bin Sa„ad bin „Abdurraḥman.245

Nama

237

Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān al-Żahabī, Siyar Aʻlam alNubalā’, Juz. XIV, hlm.125. 238 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 523. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358. 239 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 523. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358. 240 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 537. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 241 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 537. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 242 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 524-527. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 358-359. 243 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 527-528. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 359. 244 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIII, hlm. 529. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 360. 245 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIV, hlm. 255. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 459.

163

Kuniyah

: Abū al-Ḥāriṡ.246

Kategori

: Tabi„ut Tabi„īn kalangan tua

Tempat Tinggal : Madinah Lahir

: 94 H.247

Wafat

: 175 H.248

Guru

: Ibrāhīm bin Abī „Ablah, Isḥāq bin „Abdullah, Ayūb bin Musa, Ja„far bin Rabī„ah, Ja„far bin „Abdullah bin al-Ḥakim, al-Ḥāriṡ bin Yazīd, Zuhrah bin Ma„bad bin „Abdullah, Sa‘īd bin Abī Sa‘īd, dll.249 : „Aḥmad bin „Abdullah bin Yūnus, Ādam bin Abī Iyās, Dāwud

Murid

bin Manṣūr, Zaid bin Yahya bin „Ubaid, Sa„id bin al-Ḥakim, Sa„īd bin Zakaria, „Abdullah bin Wahab bin Muslim, Qutaibah bin Sa‘īd bin Jamīl bin Ṭarīf, dll.250 Komentar Ulama : Aḥmad bin Ḥanbal: Ṡiqah, Yahya bin Ma„īn: Ṡiqah, Ibn Madīnī: Ṡabat, al-„Ajlī: Ṡiqah.251

c) Sa‘īd : Sa„īd bin Abī Sa„īd.252

Nama

246

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIV, hlm. 255. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 459. 247 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 464. 248 Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VIII, hlm. 464. 249 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIV, hlm. 256-259. 250 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIV, hlm. 259-261. 251 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXIV, hlm. 259-261-264. 252 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X, hlm. 466. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 38.

164

Kuniyah

:Abū Sa„ad.253

Kategori

: Tabi„īn kalangan pertengahan

Tempat Tinggal : Madinah Lahir

:-

Wafat

: 123 H.254

Guru

: Anas bin Mālik, Jābir bin „Abdullah, Jubair bin Maṭ„am, Sa„ad bin Abī Waqāṣ, Syarīk bin „Abdullah, Āmir bin „Abdullah, „Ibād bin Abī Sa„īd, „Abdullah bin Rāfi„, „Abdullah bin „Umar, „Abdullah bin Abī Qatādah, ‘Aṭā’ bin Mīna’, dll.255 : Abū Isḥāq Ibrāhīm bin al-Faḍl, Usāmah bin Zaid, Ismā„īl bin

Murid

Umayah, Ismā„īl bin Rāfi‟, Ayūb bin Mūsa, Ḥumaid bin Ṣakhar, Dāwud bin Kḥalid, Abū Ḥāzim Salamah bin Dīnār, Sya„bah bin al-Ḥajjāj, Ṭalḥah bin Abī Sa„īd, „Abdullah bin Sa„id, al-Laiṡ bin Sa‘ad bin ‘Abdurraḥman, dll.256 Komentar Ulama : Aḥmad bin Ḥanbal: laisa bihi ba’s, Ibn Madīnī: ṡiqah, Muḥammad bin Sa„ad: ṡiqah, al-„Ajli: ṡiqah, Abū Zur„ah: ṡiqah, al-Nasā‟ī: ṡiqah, Ibn Kharasy: ṡiqah, Abū Ḥātim: ṣadūq.257

253

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X, hlm. 467. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 38. 254 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X, hlm. 472. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 39. 255 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X, hlm. 467-468. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 38. 256 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X, hlm. 468-469. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 38. 257 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. X, hlm. 469-470. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. IV, hlm. 38.

165

d) ‘Aṭa’ bin Mīnā’ Nama

: „Aṭā‟ bin Mīna‟.258

Kuniyah

: Abū Mu„āz.259

Kategori

: Tabi„īn kalangan pertengahan.

Tempat Tinggal : Madinah. Lahir

:-

Wafat

:-

Guru

: Abū Hurairah.260

Murid

: Ismā„īl bin Umayah, Ayūb bin Mūsa, al-Ḥāriṡ bin „Abdurraḥman, „Amrū bin Dīnār, Abū Mu„āz, Sa‘īd, dll.261

Komentar Ulama : Ibn Ḥibbān disebutkan dalam al-ṡiqāt.262

e) Abū Hurairah Nama

: „Abdurraḥman bin Ṣakhr.263

Kuniyah

: Abū Hurairah.264

Kategori

: Sahabat

Tempat Tinggal : Madinah

258

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX, hlm. 199. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 259 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX, hlm. 199. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 260 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX, hlm. 199. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 261 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX, hlm. 120. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 262 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XX, hlm. 120. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. VII, hlm. 216. 263 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 262. 264 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 366. Lihat juga Aḥmad bin „Alī Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, Tahżīb al-Tahżīb, Juz. XII, hlm. 262.

166

Lahir

:-

Wafat

: 57 H.265

Guru

: Nabi Muḥammad Saw., Ubai bin Ka„ab, Usāmah bin Zaid, bin Ḥāris, „Umar bin al-Khaṭṭāb, Abū Bakar al-Ṣiddīq, „Āisyah, Ka„ab bin al-Ahbās, dll.266 :Ibrāhīm bin Ismā„īl, Ibrāhīm bin „Abdullah bin Ḥunain, Anas

Murid

bin Mālik, Ṡābit bin Qais, Jāir bin „Abdullah, Ma„bad bin „Abdullah bin Hisyām, dll.267 Komentar Ulama : Ibn Ḥajar “Sahabat” Dari paparan data di atas, penulis menyimpulkan bahwa hadis yang diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanad hadis, karena diriwayatkan oleh periwayat hadis yang ’adil dan ḍābiṭ, muttaṣil (bersambung) sanad terjadi proses guru dan murid atau sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, terhindar dari ‘illat dan syaż.

15. Hadis Kelima Belas

ِ ِ ِ ‫اْلَن َِّة أ َْو‬ ْ ‫َح ِد ُك ْم ِم ْن‬ ُ ‫لََرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّو أ َْو َغ ْد َوةٌ َخْي ٌر م ْن الدُّنْيَا َوَما ف َيها َولََق‬ َ ‫اب قَ ْو ِس أ‬ ِ ٍِ ِ ْ ‫َن امرأًَة ِمن أَى ِل‬ ِ ‫ت إِ ََل‬ ْ ‫اْلَنَّة اطَّلَ َع‬ ْ ْ َ ْ َّ ‫َم ْو َِ ُع قيد يَ ْع ِِن َس ْوطَوُ َخْي ٌر م ْن الدُّنْيَا َوَما ف َيها َولَ ْو أ‬ ِ َ‫ت ما ب ي نَ هما ولَم ََلَتْو ِرحيا ولَن‬ ِ ‫أ َْى ِل ْاْل َْر‬ ‫صي ُف َها َعلَى َرأْ ِس َها َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما‬ َ ‫ض َْل‬ َ ً ُ َ َ َ ُ َْ َ ْ َ‫ََاء‬ 268 ‫فِ َيها‬ 265

Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 378. 266 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 367. 267 Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf al-Mizzī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl, Juz. XXXIV, hlm. 367.-379. 268 Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī, Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh, hlm. 44.

‫‪167‬‬

‫‪a. Takhrīj Ḥadīṡ‬‬ ‫‪Berdasarkan penelusuran menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li‬‬ ‫‪).271‬سىط( ‪),270‬وضع( يىضع ‪),269‬روح( رودة ‪Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī dengan lafaz‬‬ ‫‪didapati riwayat dalam kitab hadis, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Muslim, Sunan Abī‬‬ ‫‪Dāwud, Sunan al-Nasā’ī, Sunan Ibn Mājah, Muwaṭṭā’ dan Musnad Aḥmad.‬‬

‫‪ )1‬صحيح البخاري ‪َ :٧٫٥٨‬حدَّثَنَا َعْب ُد اللَّ ِو بْ ُن َم ْسلَ َمةَ َحدَّثَنَا َعْب ُد الْ َع ِزي ِز بْ ُن أَِِب‬ ‫َحا ِزٍم َع ْن أَبِ ِيو َع ْن َس ْه ٍل قَ َال‬ ‫ِ‬ ‫اْلَن َِّة َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫ول َم ْو َِ ُع َس ْو ٍط ِِف ْ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬ ‫ت النِ َّ‬ ‫ََس ْع ُ‬ ‫َِّب َ‬ ‫َوَما فِ َيها َولَغَ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫‪ )2‬صحيح البخاري ‪َ :٨١٪٥‬وقَ َال‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫َح ِد ُك ْم أ َْو‬ ‫َغ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر م ْن الدُّنْيَا َوَما ف َيها َولََق ُ‬ ‫اب قَ ْو ِس أ َ‬ ‫اْلَن َِّة َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها َولَ ْو أ َّ‬ ‫اْلَن َِّة‬ ‫َن ْامَرأًَة ِم ْن نِ َس ِاء أ َْى ِل ْ‬ ‫َم ْو َِ ُع قَ َدٍم ِم ْن ْ‬ ‫َت ما ب ي نَ هما ِرحيا ولَنَ ِ‬ ‫ت إِ ََل ْاْل َْر ِ‬ ‫صي ُف َها يَ ْع ِِن‬ ‫ََاءَ ْ‬ ‫اطَّلَ َع ْ‬ ‫ض َْل َ‬ ‫ت َما بَْي نَ ُه َما َولَ َم ََل ْ َ َْ ُ َ ً َ‬ ‫اْلِ َم َار َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫ْ‬ ‫‪ )3‬صحيح مسلم ‪َ :٥٦٫٤‬حدَّثَنَا َعْب ُد اللَّ ِو بْن َمسلَمةَ بْ ِن قَ ْعنَ ٍ‬ ‫اد بْ ُن‬ ‫ب َحدَّثَنَا َمحَّ ُ‬ ‫ُ ْ َ‬ ‫ٍِ‬ ‫س ب ِن مالِ ٍ‬ ‫ك قَ َال‬ ‫َسلَ َمةَ َع ْن ثَابت َع ْن أَنَ ِ ْ َ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم لَغَ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َوَما فِ َيها‬ ‫َخبَ َرنَا َعْب ُد الْ َع ِزي ِز بْ ُن أَِِب َحا ِزٍم َع ْن‬ ‫‪ )4‬صحيح مسلم ‪َ :٥٦٫٥‬حدَّثَنَا َْحي ََي بْ ُن َْحي ََي أ ْ‬ ‫الس ِ‬ ‫ي‬ ‫اع ِد ِّ‬ ‫أَبِ ِيو َع ْن َس ْه ِل بْ ِن َس ْع ٍد َّ‬

‫‪269‬‬

‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz II, hlm. 318.‬‬ ‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz VII, hlm.‬‬

‫‪270‬‬

‫‪A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī, Juz III, hlm. 24.‬‬

‫‪271‬‬

‫‪250.‬‬

‫‪168‬‬

‫وىا الْ َعْب ُد ِِف َسبِ ِيل اللَِّو‬ ‫َو َسلَّ َم قَ َال َوالْغَ ْد َوَة يَ ْغ ُد َ‬

‫ِ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬ ‫َع ْن َر ُسول اللَّو َ‬ ‫َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫‪ )5‬صحيح مسلم ‪ :٥٦٫٦‬و حدَّثَنَا أَبو ب ْك ِر بْن أَِِب َشْيبةَ وُزَىْي ر بْن حر ٍ‬ ‫ب قَ َاَل‬ ‫َ‬ ‫َ َ ُ ُ َْ‬ ‫ُ َ ُ‬ ‫ٍ‬ ‫الس ِ‬ ‫ِ‬ ‫ي‬ ‫اع ِد ِّ‬ ‫يع َع ْن ُس ْفيَا َن َع ْن أَِِب َحا ِزم َع ْن َس ْه ِل بْ ِن َس ْع ٍد َّ‬ ‫َحدَّثَنَا َوك ٌ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال َغ ْد َوةٌ أ َْو َرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫َع ْن النِ ِّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫َوَما فِ َيها‬ ‫حدَّثَنا ابن أَِِب عمر حدَّثَنا مروا ُن بن معا ِويةَ عن َحيَي ب ِن سعِ ٍ‬ ‫يد َع ْن ذَ ْك َوا َن أَِِب‬ ‫ُ ََ َ َ ََْ ْ ُ ُ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ‬ ‫َ َ ُْ‬ ‫صالِ ٍح عن أَِِب ىري رةَ قَ َال قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم لَ ْوََل أ َّ‬ ‫َن ِر َج ًاَل ِم ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َ َ ْ ُ َْ َ‬ ‫اق ْ ِ‬ ‫يث َوقَ َال فِ ِيو َولََرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َغ ْد َوةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما‬ ‫أ َُّم ِِت َو َس َ‬ ‫اْلَد َ‬ ‫فِ َيها‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ٍ‬ ‫يل بْ ُن َج ْع َف ٍر َع ْن‬ ‫‪ )6‬سنن الرتمذي ‪َ :٥٧٩٧‬حدَّثَنَا َعل ُّي بْ ُن ُح ْجر َحدَّثَنَا إ َْسَاع ُ‬ ‫ُمحَْي ٍد َع ْن أَنَ ٍ‬ ‫س‬ ‫َن رس َ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال لَغَ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫أ َّ َ ُ‬ ‫ِ‬ ‫اْلَن َِّة َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما‬ ‫َح ِد ُك ْم أ َْو َم ْو َِ ُع يَ ِدهِ ِِف ْ‬ ‫الدُّنْيَا َوَما ف َيها َولََق ُ‬ ‫اب قَ ْو ِس أ َ‬ ‫ِ‬ ‫َن امرأًَة ِمن نِس ِاء أَى ِل ْ ِ‬ ‫ت إِ ََل ْاْل َْر ِ‬ ‫ت َما بَْي نَ ُه َما‬ ‫ََاءَ ْ‬ ‫اْلَنَّة اطَّلَ َع ْ‬ ‫ض َْل َ‬ ‫ف َيها َولَ ْو أ َّ ْ َ ْ َ ْ‬ ‫َت ما ب ي نَ هما ِرحيا ولَنَ ِ‬ ‫صي ُف َها َعلَى َرأْ ِس َها َخْي ٌر ِم ْن ُّ‬ ‫الدنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫َولَ َم ََل ْ َ َْ ُ َ ً َ‬ ‫ِ‬ ‫يث ِ‬ ‫ِ‬ ‫يح‬ ‫يسى َى َذا َحد ٌ َ‬ ‫صح ٌ‬ ‫قَ َال أَبُو ع َ‬ ‫‪ )7‬سنن ابن ماجو ‪ :٤٩٦٧‬حدَّثَنا أَبو ب ْك ِر بن أَِِب شيبةَ وعب ُد اللَّ ِو بن سعِ ٍ‬ ‫يد قَ َاَل‬ ‫َ َْ َ َ ْ‬ ‫ُْ َ‬ ‫َ َ ُ َ ُْ‬ ‫َمحَُر َع ْن ابْ ِن َع ْج ََل َن َع ْن أَِِب َحا ِزٍم َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال‬ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َخالِ ٍد ْاْل ْ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َغ ْد َوةٌ أ َْو َرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َوَما فِ َيها‬ ‫‪ )8‬سنن ابن ماجو ‪َ :٤٩٦٨‬حدَّثَنَا ِى َش ُام بْ ُن َع َّما ٍر َحدَّثَنَا َزَك ِريَّا بْ ُن َمْنظُوٍر َحدَّثَنَا‬ ‫ٍ‬ ‫الس ِ‬ ‫ي قَ َال‬ ‫اع ِد ِّ‬ ‫أَبُو َحا ِزم َع ْن َس ْه ِل بْ ِن َس ْع ٍد َّ‬

‫‪169‬‬

‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َغ ْد َوةٌ أ َْو َرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َوَما فِ َيها‬ ‫ض ِم ُّي َوُُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمثَ ََّّن قَ َاَل‬ ‫ص ُر بْ ُن َعلِ ٍّي ْ‬ ‫اْلَ ْه َ‬ ‫‪ )9‬سنن ابن ماجو ‪َ :٤٩٦٩‬حدَّثَنَا نَ ْ‬ ‫ِ ِ‬ ‫س ب ِن مالِ ٍ‬ ‫ك‬ ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد الْ َوَّىاب الثَّ َقف ُّي َحدَّثَنَا ُمحَْي ٌد َع ْن أَنَ ِ ْ َ‬ ‫َن رس َ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال لَغَ ْد َوةٌ أ َْو َرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َخْي ٌر ِم ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫أ َّ َ ُ‬ ‫الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫‪ )11‬مسند أمحد ‪ :٤٤١٥‬وإِ َّن رس َ ِ‬ ‫ث إِ ََل ُم ْؤتَةَ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم بَ َع َ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َ َُ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ف ابْ ُن‬ ‫احةَ فَتَ َخلَّ َ‬ ‫فَ ْ‬ ‫استَ ْع َم َل َزيْ ًدا فَإ ْن قُت َل َزيْ ٌد فَ َج ْع َفٌر فَإ ْن قُت َل َج ْع َفٌر فَابْ ُن َرَو َ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ك قَ َال‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَ َرآهُ فَ َق َال َما َخلََّف َ‬ ‫احةَ فَ َج َّم َع َم َع َر ُسول اللَّو َ‬ ‫َرَو َ‬ ‫ك قَ َال لَغَ ْد َوةٌ أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫أَ‬ ‫َُجِّ ُع َم َع َ‬ ‫اْلا ِر ِ‬ ‫ِ‬ ‫اك بْ ُن عُثْ َما َن‬ ‫َّح ُ‬ ‫ث َحدَّثَنَا الض َّ‬ ‫‪ )11‬مسند أمحد ‪َ :٥١٦٨٥‬حدَّثَنَا َعْب ُد اللَّو بْ ُن َْ‬ ‫اْلَ َك ِم بْ ِن ِمينَاءَ َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫َع ْن ْ‬ ‫َن رس َ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال َغ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫أ َّ َ ُ‬ ‫الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫ِ ِ‬ ‫اْلَ َك ِم بْ ِن‬ ‫اك َع ِن ْ‬ ‫َّح ُ‬ ‫يل َحدَّثَنَا الض َّ‬ ‫‪ )12‬مسند أمحد ‪َ :٥١٦٪٤‬حدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن إ َْسَاع َ‬ ‫ِمينَاءَ َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة‬ ‫َن رس َ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال َغ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫أ َّ َ ُ‬ ‫الدُّنْيَا َوَما فِ َيها أ َْو الدُّنْيَا َوَما َعلَْي َها‬ ‫اد عن ثَابِ ٍ‬ ‫ت َع ْن‬ ‫الر ْمحَ ِن بْ ُن َم ْه ِد ٍّ‬ ‫‪ )13‬مسند أمحد ‪َ :٥٥٫١١‬حدَّثَنَا َعْب ُد َّ‬ ‫ي َحدَّثَنَا َمحَّ ٌ َ ْ‬ ‫أَنَ ٍ‬ ‫س قَ َال‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم لَغَ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َوَما فِ َيها‬ ‫َّض ِر َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن طَْل َحةَ َع ْن ُمحَْي ٍد َع ْن‬ ‫‪ )14‬مسند أمحد ‪َ :٥٥٫٪٦‬حدَّثَنَا أَبُو الن ْ‬ ‫أَنَ ٍ‬ ‫س‬

‫‪170‬‬

‫‪)15‬‬

‫‪)16‬‬

‫‪)17‬‬

‫‪)18‬‬

‫َن رس َ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال لَغُ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫أ َّ َ ُ‬ ‫ِ‬ ‫اْلَن َِّة َخْي ٌر‬ ‫َح ِد ُك ْم أ َْو َم ْو َِ ُع قَدِّهِ يَ ْع ِِن َس ْوطَوُ ِم ْن ْ‬ ‫الدُّنْيَا َوَما ف َيها َولََق ُ‬ ‫اب قَ ْو ِس أ َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫اْلَن َِّة إِ ََل ْاْل َْر ِ‬ ‫َت َما‬ ‫ت ْامَرأَةٌ ِم ْن نِ َس ِاء أ َْى ِل ْ‬ ‫ض لَ َم ََل ْ‬ ‫م ْن الدُّنْيَا َوَما ف َيها َولَ ْو اطَّلَ َع ْ‬ ‫ب ي نَ هما ِرحيا ولَطَاب ما ب ي نَهما ولَنَ ِ‬ ‫صي ُف َها َعلَى َرأْ ِس َها َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫َْ ُ َ ً َ َ َ َْ ُ َ َ‬ ‫اِشي ي ع ِِن سلَيما َن عن إِ َْس ِ‬ ‫حدَّثَنَا ا ْْل ِِ‬ ‫اعيل َع ْن ُمحَْي ٍد َع ْن أَنَ ٍ‬ ‫س َم ْعنَ ُاه‬ ‫َ‬ ‫ُّ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ َ ُ َْ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫مسند أمحد ‪ :٥٤١٫٪‬حدَّثَنَا حسن حدَّثَنَا َمحَّاد بن سلَمةَ عن ثَابِ ٍ‬ ‫ت الْبُنَ ِانِّ َع ْن‬ ‫ُ ُْ َ َ َْ‬ ‫َ ٌَ َ‬ ‫َ‬ ‫أَنَ ٍ‬ ‫س‬ ‫أ َّ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال لَغَ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫َن النِ َّ‬ ‫َِّب َ‬ ‫ِ‬ ‫اْلَن َِّة َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫َح ِد ُك ْم ِِف ْ‬ ‫َوَما ف َيها َولََق ُ‬ ‫اب قَ ْو ِس أ َ‬ ‫وب َع ْن‬ ‫مسند أمحد ‪َ :٥٤٥٦٥‬حدَّثَنَا َْحي ََي بْ ُن إِ ْس َح َ‬ ‫اق قَ َال َحدَّثَنَا َْحي ََي بْ ُن أَيُّ َ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ول‬ ‫ت أَنَ ًسا يَ ُق ُ‬ ‫ُمحَْيد قَ َال ََس ْع ُ‬ ‫قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َغ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َوَما فِ َيها‬ ‫ِ‬ ‫َّض ِر قَ َاَل َحدَّثَنَا‬ ‫ص ُام بْ ُن َخالِ ٍد َوأَبُو الن ْ‬ ‫مسند أمحد ‪ :٥٧١٥٫‬قَ َال َحدَّثَنَا ع َ‬ ‫ٍ‬ ‫الس ِ‬ ‫ي قَ َال‬ ‫اع ِد ِّ‬ ‫اف بْ ُن َخالِ ٍد َع ْن أَِِب َحا ِزم َع ْن َس ْه ِل بْ ِن َس ْع ٍد َّ‬ ‫الْ َعطَّ ُ‬ ‫ََِسعت رس َ ِ‬ ‫ول َغ ْزَوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫ْ ُ َُ‬ ‫اْلَن َِّة‬ ‫َوَما فِ َيها َوَرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها َوَم ْو َِ ُع َس ْو ٍط ِِف ْ‬ ‫َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫ف َع ْن ُس ْفيَا َن َع ْن أَِِب َحا ِزٍم َع ْن‬ ‫وس َ‬ ‫سنن الدارمي ‪َ :٤٤٫٥‬حدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن يُ ُ‬ ‫سه ِل ب ِن سع ٍد قَ َال قَ َال رس ُ ِ‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم لَغَ ْد َوةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو‬ ‫َْ ْ َْ‬ ‫ول اللَّو َ‬ ‫َُ‬ ‫َرْو َحةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ‫‪b. Kegiatan Penelitian Sanad‬‬

‫قَ َال و ََِسعت أَنَس بن مالِ ٍ‬ ‫ك‬ ‫َ ْ ُ َ َْ َ‬

171

‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم لََرْو َحةٌ ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو أ َْو َغ ْد َوةٌ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ ِّ ِ‫َع ْن الن‬ َ ‫َِّب‬ ٍ ِ‫اْلن َِّة أَو مو َِع ق‬ ِ ِ ‫ولََقاب قَو ِس أ‬ ‫يد يَ ْع ِِن َس ْوطَوُ َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها َولَ ْو أَ َّن‬ َ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ َْ ‫َحد ُك ْم م ْن‬ ِ ْ ‫امرأَةً ِمن أَى ِل‬ ِ َ‫ت ما ب ي نَهما ولَم ََلَتْو ِرحيا ولَن‬ ِ ‫ت إِ ََل أ َْى ِل ْاْل َْر‬ ‫صي ُف َها‬ ْ ‫اْلَنَّة اطَّلَ َع‬ َ ‫ض َْل‬ ْ ْ َْ َ ً ُ َ َ َ ُ َْ َ ْ َ‫ََاء‬ 272 ‫َعلَى َرأْ ِس َها َخْي ٌر ِم ْن الدُّنْيَا َوَما فِ َيها‬ Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadits sebelumnya. Berkata, dan aku mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Pergi keluar berperang di jalan Allah pada awal (pagi) hari atau pergi keluar berperang pada akhir (siang) hari lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Dan sungguh panjang (sehasta) busur panah seorang dari kalian di surga atau tempat (sarung) cambuknya lebih baik dari dunia dan seisinya. Dan seandainya seorang perempuan (bidadari) penduduk surga muncul di tengah penduduk bumi niscaya ia akan menerangi apa yang ada diantara keduanya (cakrawala langit dan bumi) dan arama wanginya akan memenuhi cakrawala itu dan sungguh kerudung yang ada di kepalanya itu lebih baik dari pada dunia dan seisinya".

Hadis tersebut, diriwayatkan oleh al-Bukhārī, „Abdullah bin Muḥammd bin „Abdullah, Mu„āwiyah bin „Amrū, Ibrāhīm bin Muḥammad bin al-Ḥātiṡ, Ḥumaid bin Abī Ḥumaid, Anas bin Mālik bin al-Naḍir. Kata-kata yang digunakan para periwayat untuk taḥammul wa ‘adā’ al-ḥadiṡ (lafaz-lafaz penerimaan dan penyampaian riwayat) tersebut adalah ḥaddaṡanā, sami‘tu, dan ‘an. Sebagaimana sebelumnya, bila suatu hadis terdapat dalam kitab Ṣaḥīḥ alBukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim atau terdapat pada salah satu dari keduanya, maka tidak perlu dibahas lagi. Baik kaitannya dengan sanad maupun matan. Hal ini dikarenakan mayoritas ulama hadis telah menerima riwayat keduanya dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis di atas sebagaimana yang disebut dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-

272

Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhari, hlm. 516.

172

Mu’minīn fī Faḍā’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh karya Syeikh „Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tersebut adalah ṣaḥīḥ.

BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penelitian

pada bab-bab sebelumnya, penulis

dapat

menyimpulkan bahwa: 1.

hadis-hadis dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Muslim, Abū Dāwud, al-Turmużī, dan al-Nasā’ī.

2. Dari segi penyandaran, hadis-hadis dalam pasal keutamaan jihad di jalan Allah dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu alMu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh ada yang marfū‘ dan ada juga yang mauqūf. Yang ada marfū‘ ada 14 hadis dan yang mauqūf ada 1 hadis. 3. Dari segi kualitas, hadis-hadis keutamaan jihad dalam kitab Naṣīhat alMuslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh dua belas (80%) di antaranya ṣaḥīḥ dan tiga (20%) ḍa‘īf. Hadis-hadis tersebut ḍa‘īf disebabkan mastur al-hal (tidak diketahui hal-ihwalnya perawi).

B. Saran Pemahaman Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tentang hadis jihad dalam kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il alJihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu al-Mujāhidīn fī Sabīlillāh yang penulis uraikan

173

174

di atas penting untuk diapresiasi dan dikembangkan. Syeikh ‘Abd al-Ṣamad alJāwī al-Palimbānī memahami sabda Nabi Saw. berupa jihad di jalan Allah cenderung mengarah pada makna jihad sebagai bentuk perjuangan fisik. Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī tidak memasukkan hadis yang mempunyai signifikansi intelektual. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan tersendiri mengingat sosok Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī sebagai tokoh sufi dalam lingkaran tarekat Sammaniyah yang tentunya banyak berkecimpung dalam dunia spiritual. Penulis menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut terhadap pemahaman Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī terhadap hadis Nabi Saw. berkaitan dengan jihad. Mengingat Nabi Muhammad Saw. menjadikan jihad sebagai amal manusia yang paling utama dan paling disukai setelah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Pirhat. Eksistensi Zikir (Suatu Analisis terhadap Ajaran Tarekat alPalimbani). (Tesis: PPs IAIN Imam Bonjol Padang. 2000). Abdullah, Amin. Studi Agama Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996) Abdullah, Mal An. Jejak Sejarah Abdus Samad al-Palimbani. (Palembang: Syariah IAIN Raden Fatah Press 2012) ------------. Syeikh Abdus Samad al-Palimbani; Biografi dan Warisan Keilmuan. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2015) Abdullah, Muhd. Ṣagir. Syekh Abduṣ-Ṣamad al-Palimbani (Pontianak: al-Faṭanah. 1983) Abdullah, Wan Mohd. Shaghir. “Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani Wafat Sebagai Syuhada”. http://ww1.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2007&dt=1126&pub=Utusa n_Malaysia &sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm. Diakses 1 Mei. 2015 Adiwidjadjanto, Koes. Sejarah Kota-Kota Islam: Pengantar Perkuliahan. (Surabaya: Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel. 2010) Ahmad, M. Kursani. Abd. aṣ-Ṣamad al-Palimbani Pelopor Tarekat AsSammaniyah di Indonesia. dalam Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan. Vol. 8. No.13. April 2010. Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: Amzah. 2009) Anshoriy, M Nasruddin. Bangsa Inlander: Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara. (Yogyakarta: LkiS. 2008) al-Ashfahani, al-Raghib. Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an. (Bairut: Dar alFikr). Askar, S. Kamus Arab-Indonesia. (Jakarta. Senayan Publishung. 2009) Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia. (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. 2013) Azzam, Abdullah. Perang Jihad di Jaman Modern. (Jakarta: Gema Insani Press. 1994) ------------. Tarbiyah Jihadiyah. Juz II. Terj. (Solo : Pustaka al-„Alaq. 1993) Al-Bannaniy. Hasyiyah 'ala Syarh Muhammad ibn Ahmad al-Mahalliy 'ala Matn Jam' al-Jawami' li aI-Imam Taj al-Din 'Abd al-wahhab ibn al-Subkiy. Juz II. (T.tp.: Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah. t.t.). 175

176

al-Baytar, „Abd ar-Razaq. Hilyah al-Basyar fi Tarikh al-Qarn al-Salis ‘Asyar. Juz I. (Damaskus: Matba‟at al-Majma‟ al-„Ilmi al-„Arabi. 1963 M/1382 H) Bernard Hubertus Maria Vlekke. Nusantara: sejarah Indonesia. (Jakarta: Gramedia. 2008) Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. (Bandung: Mizan. 1999) ------------. Syair Perang Menteng. (T.tp.: M. O Woelders. t.t) al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Ṣaḥīḥ al-Bukhari. (Beirut. Dar al-Kutub alIlmiyah. 1971) Burhanudin, Jajat. Ulama dan Kekuasaan; Pergulatan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia. (Jakarta. Mizan. 2012). hlm. 148. Chirzin, Muhammad. Kontroversi Jihad di Indonesia; Modernis Versus Fundamentalis. (Yogyakarta: Pilar Media. 2006) Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 4 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve. 1994) Drewes, G.W.J. Further Data Concerning ‘Abd al-Samad al-Palimbani. dalam Bijdragen van Het Koninklijk Instituut Voor Taal. Land en Volkkenkunde (BKI) (Leiden: The Hague. 1976) Esposito, John L. (ed), Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, (Bandung: Penerbit Mizan, 2001) Fang, Liaw Yock. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 1993) Fathurrahman, Oman. “Penulis dan Penerjemah Ulama Palembang: Menghubungkan Dua Dunia”. Dalam http://www.adicita.com/artikel/detail/id/165/Penulis-dan-PenerjemahUlama-Palembang-Menghubungkan-Dua-Dunia. Diakses 1 Mei 2015 Gayo, H. M. Iwan. Buku Pintar Seri Junior. (Jakarta: Grasindo. 2008) Hadhiri, Choiruddin. Klasifikasi Kandungan al-Qur’an jilid II. (Jakarta: Gema Insani Press. 1993) Hawiy, Said. Jund Allah saqafat wa Akhlaqan (Beirut: Dal al-Kutub al-Ilmiyyah. 1979) al-Hindī, „Alā‟uddin „Alī bin Ḥisāmuddīn. Kanz al-‘Ummāl fi Sunan al-Aqwāl wa al-Af‘āl. (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1401 H/1981 M) Hitti, Philip K. History of The Arabs: From The Earliest Times to The Present. Penerjemah R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi. 2010)

177

http://allahadatanpatempat.blogspot.com/2009/12/sekilas-perkembangan-tarekatdan. html. http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/12/hubptai-gdl-hasninoor-582-ajarans).pdf. http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/05/tasauf-akhlaqi-abd-al-samad-al.html. Huda, Nur. Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2007) Hurgranje, C. Snouck. Mekkah in the Latter Part of teh Nineteen Century. Penterjemah J. H. Monathan. (London: Gibb Memorial Series. 1931) Ibn Ḥajar al-‟Asqalānī, Aḥmad bin „Alī. Tahżīb al-Tahżīb, (India: Matba„ah Dāirah al-Ma„ārif al-Naṭāmiyah, 1326 H) Ibn Hajjaj, Muslim. Ṣaḥīḥ Muslim. (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 2008) Ibn Hanbal, Imam Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal. (Beirut: „Alim al-Kutub. 1419 H/1998 M) Ibn Majah, Abu „Abdullah Muhammad ibn Yazid. Sunan Ibn Majah. (Bairut: Dar al-Fikr. t.t.). Jilid IV Ibn Manzur, Muhammad ibn Mukarram. Lisan al-‘Arab. Juz II. (Mesir: Dar Misriyyah. t.t). Ibn Qudamah. al-Mughni. (Beirut: Dar al-Fikr. 1997) Ibn Zakariya, Abu al Husain Ahmad ibn Faris. Mu’jam Muqayīs al-Lughah. Juz. 1 (Bairut: Dar al Fikr. 1994) Ibn Zakariya, Abu Husain Ahmad ibn Faris. Mu‟jam Maqayīs al-Lughah. (Beirut: Dar al-Fikr. 1979) Ibnu Katsīr. Tafsir al-Qur’an al-‘Azim. Jilid IV. (Beirut: Maktabah al-Nur al„Ilmiyah. 1992) Irawan, Taufik. “Syeikh Abdus Shamad Al-Falimbani Ulama Sufi dan Syuhada”. dalam https://taufikirawan.wordpress.com /2011/11/03/syeikh-abdulsamad-al-falimbani-ulama-sufi-dan-syuhada/. Diakses 2 Mei 2015. Irwanto, Dedi Dkk. Iliran dan Uluran; Dinamika dan Dikotomi Sejarah Kultural Palembang. (Yogyakarta: Eja Publisher. 2010) Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi Menurut Para Pembela. Pengingkar dan Pemalsunya, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press. 1995) ------------. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kriti dan Tinjuan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. (Jakarta: Bulan Bintang. 2005)

178

Jamaluddin, Wan. Pemikiran Neo-Sufisme Abd aṣ-Ṣamad al-Palimbani. (Jakarta: Pustaka Irfani. 2005). al-Kahlani, Muhammad ibn Ismail. Subul al-Salam. Vol.II. (Bandung: Dahlan. t.t.) Kartodirjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium. Jilid I. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1993) Karya, Soekma (et.al). Ensiklopedi Mini; Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1998) Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012) al-Khatīb, Muhammad „Ajjaj. Uṣūl al-ḥadis ‘Ulumuhu wa Musṭalahuh. (Beirut: Dār al-Fikr, 1391 H/1971 M) Krippendorff, Klauss. Content Analysis: an Introduction to Its Methodology. Vol. 5 (London: Sage Publications. 1982) Lings, Martin. Muhammad: His Life Based on the Earliest Source Penerjemah Qomaruddun SF menjadi Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik (Jakarta: Serambi. 2007) Mahfud, Louis. al- Munjid fi al- Lughah. (Cet. XVIII. Bairut: Dar al- Maghrib. 1984) Masyhur, Kahar. Bulugul Maram. Jilid II. (Jakarta: Melton Putra. 1992) al-Mizzī, Jamāludīn Abī Ḥajjāj Yūsuf. Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā’i al-Rijāl. (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1400 H/1980 M) al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. Ar-Rahiqul Makhtum. Bahtsun fi al Sirah al-Nabawiyah ala Shahibiha afdhali al-Shalati Wa al-Salam. Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi Sirah Nabawiyah. (Jakarta: Pustaka al-Kautsar. 2010) Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Arab. Edisi Revisi (Surabaya: Anika Bahagia. 2010) el-Muhammady, Muhammad Uthman, “The Islamic Concept of Education According to Syaikh „Abdus-Samad of Palembang and Its Significance in Relation to the Issue of Personality Integration”, dalam Akademika, Juli 1972. Mulyati, Sri. Tasawuf Nusantara; Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka. (Jakarta : Kencana. 2006) Muthahari, Murthada. Pengantar Ilmu-Ilmu Islam. (Jakarta: Pustaka Zahra. 2003)

179

al-Nasā‟ī, Abu „Abdurrahman Ahmad Syu‟aib bin Ali. Sunan al-Nasā’ī. Jilid VI. (Bairut: Dar al-Ma‟rifat. 1419 H) Nasr, Sayyid Husain. a Young Muslim Guide to the Modern World. Penerjemah Hasti Tarekat “Dunia Modern”. (Bandung: Mizan 1994) Ningsih, Luzmy. Syeikh Abdus Samad al-Palimbani: Pemikiran Dakwah dan Karyanya. (Skripsi: Universitas Indonesia Fakultas Sastra. Depok 1998). al-Palimbani, Syeikh „Abd Samad al-Jawi. Hidayatus Salikin fi Suluk Maslakil Muttaqin. (T.tp.: Maktabah wa Matba‟ah Muhammad al-Nahdi wa Awladuh. t.t.) ------------. Nasihat al-Muslimin wa Tadzkirat al-Mu’minin fi fada il al-Jihad fi Sabilillah wa Karamat al-Mujahidin fi Sabilillah. Cet.1. (Jakarta: Wuzarat al-Syuun al-Diniyyah Lil Jumhuriyyah al-Indunisiyah. 2009) ------------. Syair al-Sālikīn ilā ‘Ibādah Rabb al-‘Ālamīn. Juz III. (Semarang; Toha Putra. t.t.) Peeters, Jeroen. Kaum Tuo Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 18211942. (Jakarta: INIS. 1977) Poesponegoro, Martawi Djoened dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia III. (Jakarta: Balai Pustaka. 2008) Pudjiastuti, Titik. Memandang Palembang Dari Khazanah Naskahnya. Putuhena, M. Shaleh. Historiografi Haji Indonesia. (Yogyakarta: LkiS. 2007) Qardhawi, Yusuf. Fiqih Jihad; Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Munurut al-Qur’an dan Sunnah. (Bandung: Mizan Pustaka. 2010) Quzwain, Chatib. Mengenal Allah; Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh ‘Abdus Samad al-Palimbani Ulama Palembang Abad ke-18 Masehi. (Jakarta: PT Bulan Bintang 1985) Rahim, Husni. Sistem Otoritas 7 Administrasi Islam; Studi Tentang Pejabat Agama masa Kesultanan dan Kolonial Di Palembang. (Jakarta: PT LogosWacana Ilmu. 1998) Ricklefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2008) Rohimin. Jihad Makna & Hikmah. (Jakarta: Erlangga. 2006) Romli, Moh. Guntur dan A. Fawaid Sjadzili. Dari Jihad Menuju Ijtihad. (Jakarta: LSIP. 2004) Rumandi. Renungan Santri: Dari Jihad Hingga Kritik Wacana Agama. (Jakarta: Erlangga. 2007) Salabi, Rauf. al-Jihad fi al-Islam Manhaj wa Tatbiq (Juz I; Beirut: Mansyurat al-

180

Maktabat al-Asriyah. 1980) ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar I1mu Hadits. (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2009) Shihab, Alwi. Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia (Bandung: Mizan. 2001) Shihab, M. Quraish dkk. Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosa Kata. (Jakarta: Lentera Hati. 2007) Shihab, M. Quraish. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i Atas Belbagai Persoalan Umat. Cet. I. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2000). Sholikhin, Muhammad. The Power of Sabar. (Solo: Tiga Serangkai. 2009) al-Sibaiy, Mustafa. al-Sunnah wa Makanatuhu fi al-Tasyri al-Islamiy, (T.tp.: Dar alQawniyah. t.t.) al-Sijstani, Abu Dāwud Sulaiman bin Asy‟ats. Sunan Abi Dāwud. Jilid II. (Bairut: Dar al-Kutub al-Arabi. t.t.) Solihin, M. Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2005) Sulaiman, M. Noor PL. Antalogi Ilmu Hadits. (Jakarta: Gaung Persada Press. 2008) Suprapto, H.M. Bibit. Ensiklopedi Ulama Nusantara: Riwayat Hidup. Karya. dan Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara (Jakarta: Gelegar Media Indonesia. 2009). hlm. 130. Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah I. (Bandung: Salamadani Pustaka Semesta. 2010) al-Syafi'i. al-Umm. Juz VII (T.tp.: Nur al-Saqafat al-Islāmiy, t.t.) Syarbini, Muhammad. Al-Iqnak. Juz II. (Beirut: Dar al-Fikr. 1425) Ṭaḥḥān, Maḥmūd. Uṣūl al-Takhrīj wa Dirasah al-Asānid. (Riyad: Maktabah alMa„arif: 1991 M/1412 H) Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat Bahasa. 2008) Tjandrasasmita, Uka. Arkeologi Islam Nusantara. (Jakarta. Gramedia. 2009) al-Turmużī, Muhammad bin Isa. Jami‘ al-Ṣaḥīḥ Sunan al-Turmużī. (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-„Arabi. t.t.) al-Uyairi, Syaikh Yusuf. Muslim Berjihad; Peran Wanita Dalam Medan Perang. (Solo: Media Islamika. 2007)

181

Wahbah, Taufiq Ali. Jihad dalam Islam. Penerjemah Abu Ridha (Jakarta: Media Dakwah. 1985) Walizer, Michael H. dan Paul L. Wienir. Research Methods and Analysis Searching for Relationsip. terj. Arief Sukadi Sadiman (Jakarta: Erlangga. 1991) Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Written Arabic. J. Milton Cowan (ed.). New York: Spoken Language Services Inc.. 1976 Wensinck, A.J. Miftāh Kunuz al-Sunnah. (Lahore: Idarah Turjuman al-Sunnah, 1978 H/1398 M) ------------------. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Ḥadis al-Nabawī., (Leiden: E.J. Brill, 1936 M) Wijayakusuma, M. Hembling. Pembantaian Massal 1740: Tragedi Berdarah Angke. (Jakarta: Pustaka populer Obor. 2005) Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006) Yunus, Abd. Rahim. Posisi Tasawuf dalam Sistem Kekuasaan di Kesultanan Buton pada Abad Ke-19 (Jakarta: INIS. 1995) Zada, Khamami dkk. Intelektualisme Pesantren. (Jakarta: Diva Pustaka, 2006) al-Żahabī, Abū „Abdullah Muḥammad bin Aḥmad bin „Uṡmān. Siyar Aʻlam alNubalā’. (Beirut: Mu‟assasah al-Risālah, 1405 H/1985 M) al-Zahrani, Muhammad. Ensiklopedia Kitab-kitab Rujukan Hadits; Lengkap dengan Biografi Ulama Hadits dan Sejarah Pembukuannya. (Jakarta: Darul Haq. 2012) Zubair. Jihad dan Kemerdekaan; Studi atas Naskah Nasihatul Muslimin wa Tadzkiratul Mu’minin. (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. 2011) Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa ‘adillatuhu. Juz VI. (Bairut: Dar al-Fikr. 1989)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Baharudin, M. Ag dilahirkan di Bukit Subur, Muaro Jambi. Pada tanggal 13 April 1991. Setelah menamatkan Sekolah Dasar Negeri di Bukit Subur, Muaro Jambi (1998-2003), ia meneruskan

pendidikannya

ke

Madrasah

Tsanawiyah

Pondok Pesantren As’ad (2003-2006). Setelah tamat Madrasah

Tsanawiyah

Pondok

Pesantren

As’ad,

ia

melanjutkan ke pendidikannya ke Madrasah Aliyah (MA) masih di Pondok Pesanteran As’ad (2003-2009). Setelah tamat dari Madrasah Aliyah (MA), ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta untuk Stara 1 (S1) Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin (2009-2013). Selanjutnya ia meneruskan pendidikannya di Program Megister Strata 2 (S2) Program Studi Tafsir Hadis Konsentrasi Hadis di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (tamat 2016). Selain itu juga, ia juga menjadi pendidikan non formal di antaranya Pelatihan Penelusuran Literatur Klasik Tafsir Hadis (2011), Pelatihan Menulis Kreatif dan Karya Ilmiah Populer (2013), LEMHANAS RI (2013), Training Metode Pembelajaran al-Qur’an bil Qalam (2014). Pengalaman organisasi, penulis penah menjabat sebagai Kadib Dikwah OSIS MTs As’ad (2005-2006), Sekretaris OSIS MA As’ad (2007-2008), Kabid Dikwah ISAPPA (2007-2008), Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2010-2011), Redaktur Buletin Lingkar Kajian Studi Tafsir Hadis (2010-2011), Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2012-2013), Ketua Umum Forum Mahasiswa Ushuluddin Se-Indonesia (2012-2013), Dewan Pelindung Lembaga Komunikasi Jambi Emas (2013-2018). Pengurus Pusat Ikatan Pesantren Indoensia (IPI) (2016-2021). Di samping itu, penulis juga giat pula dalam membuat karya-karya tulis dalam bentuk makalah, penelitian, bahan pidato, artikel, baik untuk kepentingan sendiri atau untuk forum ilmiah lainnya. Salah satu karya tulis adalah “Suap atau

170

Riswah Dalam Pandangan Islam”, “Nilai-nilai Kebangsaan Dalam Pancasila”, “Penafsiran Abū Ḥāmid al-Ghazālī Terhadap QS. Al-Nūr [24]: 35 (Studi Kitap Misykāt al-Anwār) (Skripsi) dan “Pemahaman Hadis Tentang Jihad Menurut Syeikh ‘Abd al-Ṣamad al-Jāwī al-Palimbānī (Studi Kitab Naṣīhat al-Muslimīn wa al-Tażkiratu al-Mu’minīn fī Faḍa’il al-Jihādi fī Sabīlillāh wa Karāmatu alMujāhidīn fī Sabīlillāh) yang sedang anda hadapi ini bersal dari tesis penulis untuk meraih gelar Megister Agama (M. Ag) di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

171

Related Documents

Tesis
October 2019 83
Tesis
June 2020 50
Tesis
May 2020 54
Tesis
May 2020 51
Tesis
June 2020 37
Tesis
December 2019 234

More Documents from ""

Jurnal Fisio.pdf
December 2019 42
Tesis Baharudin-fu.pdf
November 2019 39
Dosis Obat.docx
May 2020 32
Lamaran Kerja.docx
July 2020 24