Tugas Spiral Of Silence.docx

  • Uploaded by: Bagus
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Spiral Of Silence.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,649
  • Pages: 7
Wikipedia

Peran Minoritas (Hard Core)[sunting | sunting sumber] Terkadang minoritas yang diam mulai bangkit [4]. Kelompok ini, yang disebut hard core, “tetap berada pada ujung akhir dari proses spiral keheningan tanpa memedulikan ancaman akan isolasi”. Noelle-Neumann melihat bahwa seperti kebanyakan hal dalam hidup, terdapat perkecualian pada setiap peraturan atau teori. Para hard core mewakili sekelompok individu yang tahu bahwa ada harga yang harus dibayar bagi keasertifan mereka. Para penyimpang ini berusaha untuk menentang cara berfikir yang dominan dan siap untuk secara langsung mengonfrontasi siapa pun yang menghalangi mereka.

Kritik Spiral Keheningan[sunting | sunting sumber] Charles Salmon dan rekan (1985) menyatakan bahwa [5] bahwa teori spiral keheningan gagal mengakomodir keterlibatan ego seseorang dalam sebuah isu. Kadang-kadang, orang mungkin bersedia untuk berbicara karena setiap keinginan mereka terlibat dalam topik (misalnya, jika promosi di tempat kerja tergantung pada ketegasan). Carroll Glynn,dan rekan (1997) mengangkat isu berbagai proses selektivitas, seperti disonansi kognitif. Individu akan menghindari topik yang bertentangan dengan pandangan mereka sendiri. Hanya sedikit dukungan empiris untuk permohonan atas hak mereka bahwa orang-orang berbicara hanya karena mereka memandang dukungan untuk pandangan mereka. J.David Kennamer (1990) mendukung kritik ini : "Cukup sulit untuk membayangkan mana yang pro dengan kehidupan atau sisi yang mendukung tentang memilih sebuah isu untuk menyerah dalam pertarungan karena mereka menganggap diri mereka berada dalam minoritas". Carroll Glynn dan rekan (1985) mencatat dua kekurangan tentang teori spiral keheningan. Pertama, mereka percaya bahwa ketakutan akan keterbatasan mungkin tidak dapat memotivasi orang untuk mengekspresikan pendapat mereka. Mereka mengklaim bahwa NoelleNeumann tidak secara empiris menguji asumsi bahwa keterbatasan mendorong orang untuk berbicara. Kedua, mereka berpendapat bahwa Noelle-Neumann tidak mengakui pengaruh kepada masyarakat dan kelompok sebagai referensi terhadap pendapat mereka. Mereka percaya bahwa ia berfokus terlalu banyak pada media. Seiring dengan kekhawatiran tersebut, fakta bahwa perkembangan Spiral keheningan bergantung pada kondisi media pada tahun 1985 di Jerman Barat. Keraguan tentang karakteristik media (ubikuitas, kumulatif dan konsonan) menurut teori spiral keheningan dalam diterapkan pada kondisi saat ini atau tidak. Mereka tidak mempertanyakan ikatan yang relatif intim di dalam media Jerman, tetapi mereka bertanya apakah teori ini dapat diaplikasikan atau di dalam kebudayaan yang sempit seperti di Amerika Serikat. Pada akhirnya teori ini memiliki kekurangan [6]. Jika seseorang yang mempunyai pendirian yang sangat kuat, orang tersebug tidak akan mudah mengikuti opini mayoritas yang ada disekitarnya misalnya jika opini ini menyangkut kepercayaan.

Wodpress (https://teraskomunikasi.wordpress.com/2010/05/10/spiral-ofsilence-theory/) Spiral of silence theory di kenal juga dengan teori spiral kesunyian, dan sering juga disebut juga spiral kebisuan. Teori ini dikembangkan oleh Elisabeth Noelle Neumann (1973,1980). Pada beberapa sumber Neumann di sebutkan sebagai seorang sosiolog, peneliti politik, bahkan ada yang menyebutkan bahwa Neumann adalah seorang jurnalis Nazi Jerman, dimana tulisantulisannya mendukung rezim Hitler dan anti yahudi. Teori spiral kesunyian dianggapnya sebagai buah karyan Neumann yang pemikirannya dipengaruhi oleh lingkungan Nazi (Saverin & Tankard, 2001). Namun para ilmuwan lain lebih memilih untuk memandang teori spiral kesunyian ini sebagai sebuah teori yang hendaknya dipandang atau dinilai dengan prinsip-prinsip ilmiah. Teori ini mendasarkan asumsinya pada pernyataan bahwa pendapat pribadi bergantung pada apa yang dipikirkan atau diharapkan orang lain, atau apa yang orang rasakan atau anggap sebagai pendapat dari orang lain. Orang pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi sosial, atau pengucilan atau keterasingan dalam komunitasnya dalam kaitannya mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Dalam hal ini terdapat 2 premis yang mendasarinya; pertama, bahwa orang tahu pendapat mana yang diterima dan pendapat mana yang tidak diterima. Manusia dianggap memiliki indera semi statistik (quasi-statistical sense) yang digunakan untuk menentukan opini dan cara perilaku mana yang disetujui atau tidak disetujui oleh lingkungan mereka, serta opini dan bentuk perilaku mana yang memperoleh atau kehilangan kekuatan (Saverin & Tankard, 2001). Kedua, adalah bahwa orang akan menyesuaikan pernyataan opini mereka dengan persepsi ini. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengekspresikan opini kita dengan berbagai cara, tak selalu harus membicarakannya, kita mengenakan pin atau bros, atau menempel stiker di belakang mobil kita. Kita berani melakukan itu karena kita yakin bahwa orang lain pun dapat menerima pendapat kita (Littlejohn, 1996). Dalam menghadapi sebuah isu yang dianggap kontroversial, orang akan membentuk kesan tentang distribusi opini. Mereka mencoba menentukan apakah sikapnya terhadap isu tersebut termasuk kedalam kelompok mayoritas atau tidak, apakah opini publik sejalan dengan mereka atau tidak. Apabila menurut mereka opini publik ternyata tidak sejalan dengan mereka, atau mereka masuk kedalam kelompok (yang memiliki sikap) minoritas, maka mereka akan cenderung diam dalam menghadapi isu tersebut. Semakin mereka diam, semakin sudut pandang tertentu tidak terwakili, dan mereka semakin diam. Spiral kesunyian timbul karena adanya ketakutan akan pengucilan atau keterasingan. Neumann mengatakan “mengikuti arus memang relatif menyenangkan, tapi itupun bila mungkin, karena anda tidak bersedia menerima apa yang tampak sebagai pendapat yang diterima umum, paling tidak anda dapat berdiam diri, supaya orang lain dapat menerima anda” (Littlejohn, 1996). Dalam hal penentuan opini publik, media masa menjadi bagian yang penting dan kuat walaupun para individu seringkali menyangkal hal ini. Tiga karakteristik komunikasi masa, yaitu cumulation, ubiquity, dan consonance, bergabung untuk menghasilkan dampak yang sangat kuat pada opini publik. Cumulation mengacu pada pembesaran tema-tema atau pesan-pesan

tertentu secara perlahan-lahan dari waktu ke waktu. Ubiquity mengacu pada kehadiran media masa yang tersebar luas. Consonance mengacu pada gambaran tunggal dari sebuah kejadian atau isu yang dapat berkembang dan seringkali digunakan bersama oleh surat kabar, majalah, televisi, dan media lain yang berbeda-beda. Dampak harmoni adalah untuk mengatasi ekspos selektif, karena orang tidak dapat memilih pesan lain, dan untuk menyajikan kesan bahwa sebagian besar orang melihat isu dengan cara yang disajikan media. Walaupun opini publik pada hakikatnya adalah pandangan serta pemahaman pribadi terhadap sebuah isu, namun mereka tak dapat membedakan dan menyangkal pengaruh media terhadap pandangan mereka terhadap isu tersebut. Setiap orang atau individu biasanya ‘tidak berdaya’ di hadapan media. Ada dua alasan yang memprekuat ketidakberdayaan individu dihadapan media; pertama, sulitnya mendapatkan publisitas bagi suatu maksud atau sudut pandang; kedua, dikambinghitamkan oleh media, dalam hal ini Neumann menyebutnya pillory function (fungsi pasungan) dari media. Media mempublikasikan opini mana yang menonjol dan mana yang tidak. Pada akhirnya seseorang akan sulit membedakan mana pemahaman yang diperoleh dari media atau berasal dari saluran-saluran lainnya. Dalam hal menentukan distribusi opini publik, menurut Neumann, media masa memiliki 3 cara. Pertama, media masa membentuk kesan tentang opini yang dominan. Kedua, media masa membentuk kesan tentang opini mana yang sedang meningkat. Ketiga, media masa membentuk kesan tentang opini mana yang dapat disampaikan di muka umum tanpa menjadi tersisih (Saverin & Tankard, 2001). Dalam hal ‘keberanian’ seseorang untuk menyatakan pendapat, tentunya ada faktor-faktor lain yang membedakan. Seseorang yang umurnya lebih muda cenderung lebih ekspresif dibandingkan seseorang yang lebih tua. Kaum pria pada umumnya lebih bersedia untuk mengemukakan pendapatnya dibandingkan wanita. Orang yang berpendidikan lebih tinggi, lebih banyak berbicara dibandingkan yang berpendidikan rendah. Dalam Littlejohn (1995), terdapat pula beberapa pengecualian dalam teori ini. Mereka adalah kelompok-kelompok atau individuindividu yang tidak takut dikucilkan dan bersedia mengemukakan opini mereka dengan tanpa memperdulikan apapun akibatnya, suatu karakteristik dari para inovator, para pembuat perubahan, dan kaum berfikiran maju. Memang, teori lingkaran kesunyian menggambarkan fenomena yang melibatkan baik saluran komunikasi antarpribadi maupun komunikasi masa. Media mempublikasikan opini publik, kemudian memperjelas opini mana yang menonjol. Selanjutnya, individu-individu menyatakan opini mereka (atau tidak, bergantung kepada sudut pandang yang menonjol). Dan selanjutnya, media kemudian melibatkan diri kedalam opini yang diekspresikan tersebut, dan lingkaran itu terus berlanjut. Pada beberapa fenomena, teori lingkaran kesunyian dapat pula menggambarkan bagaimana sebuah ancaman-ancaman kritik dari orang lain merupakan suatu kekuatan yang ampuh dalam membungkam seseorang. Terdapat beberapa kritik mengenai teori ini. Pada penelitiannya, Larosa (1991) menunjukan bahwa dihadapan opini publik, orang tidak benar-benar selemah yang dinyatakan Neumann. Larosa melakukan sebuah survey dimana dia menguji apakah keterbukaan politik dipengaruhi tidak hanya oleh persepsi iklim opini seperti yang dinyatakan olah Neumann, tetapi juga oleh variabel-variabel lain. Variabel-variabel lain tersebut antara lain usia, pendidikan, penghasilan, minat dalam politik, tingkat persepsi atas kemampuan diri (self eficacy), relevansi pribadi dengan

isi, penggunaan media berita oleh seseorang, dan perasaan yakin seseorang dalam kebenaran pendapatnya. Hasil analisis regresi menunjukan keterbukaan dipengaruhi oleh rintangan variabel demografi, tingkat persepsi atas kemampuan diri, perhatian pada informasi politik dalam media berita, dan perasaan yakin seseorang dalam posisinya, tetapi tidak dipengaruhi oleh relevansi pribadi pada isu atau penggunaan media berita secara umum. Rimmer dan Howard (1990) dalam penelitiannya mereka tidak menemukan hubungan antara penggunaan media dan kemampuan untuk memperkirakan dengan akurat pendapat mayoritas berkenaan suatu isu. Namun Salwen, Lin, dan Matera (1994), dalam penelitannya, mereka menemukan bahwa kecenderungan umum untuk berbicara lebih berhubungan dengan persepsi opini nasional dan persepsi liputan media nasional daripada dengan opini lokal atau liputan media lokal pada suatu isu tersebut. Saverin, J.W., & Tankard, J.W.Jr. (2005). Teori Komunikasi: Sejarah, metode, dan terapan di dalam media masa. Jakarta:Kencana Prenanda media Group Stephen W. Littlejohn. (1996). Theories of Human Communication. New Jersey: Wadsworth Puublication Rohim, S. (2009). Teori Komunikasi: Perspektif, ragam, & Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta

https://pakarkomunikasi.com/teori-spiral-keheningan Spiral Keheningan merupakan salah satu teori komunikasi massa. Teori spiral keheningan ini biasa disebut sebagai ‘Spiral of Silence Theory’ atau ‘Teori Spiral Kesunyian. Secara bahasa, teori spiral keheningan diambil dari kata ‘Spiral’ yang berarti suatu perputaran lingkaran dan ‘Keheningan’ yang berarti sunyi. Sebenarnya, teori ini merupakan salah satu dari teori komunikasi politik. ads

Dalam ilmu komunikasi, teori keheningan adalah salah satu dari teori komunikasi massa di mana seseorang memiliki opini dari berbagai isu namun terdapat keraguan dan ketakutan untuk memberikan opininya karena merasa terisolasi, sehingga opini tidak bersifat terbuka alias tertutup. Dengan adanya isolasi akan opini setiap individu, maka orang tersebut mencoba mencari dukungan yang memihak pada opininya tersebut. Hal ini menyebabkan orang tersebut menjadi mayoritas yang awalnya hanya minoritas atau terkucilkan akan opininya. Kebanyakan orang mencari dukungan akan opininya tersebut melalui media massa atau mendekati orang yang sekiranya berpengaruh dalam kemasyarakatannya seperti seorang tokoh masyarakat atau public figure. Akan tetapi, jika opini belum mendapatkan dukungan, maka orang tersebut akan berkomunikasi dengan menggunakan Spiral keheningan yang mana ia menyembunyikan opininya dan mau tidak mau menerima opini yang mayoritas. (Baca juga: Pola Komunikasi Organisasi) Sejarah Teori Keheningan

Teori spiral keheingan ini telah dikembangkan oleh Elisabeth Noelle Neumann (1973, 1980) yang merupakan seorang sosiolog, pakar politik, dan jurnalis Nazi Jerman yang membenci Yahudi dan mendukung Hitler. Dalam pendapatnya, Neumman menjelaskan bahwa teori spiral keheningan merupakan upaya untuk menjelaskan opini public dibentuk dan teori ini hanya befokus pada opini publik semata. Bahwa banyak dari populasi menyesuaikan prilakunya pada arah media teori ini telah dinyatakan sebagai dasar yang penting dalam memelajari kondisi manusia (Neumman, 1993). Teori ini didapatkan dan terinspirasi ketika ia berada di lingkungan Nazi pada masa itu, yang mana banyak orang yang merasa terisolasi opini-opininya ketika ia mereka ingin mengemukakan pendapat mereka. Sehingga tidak salah jika banyak orang yang mengalami Spiral Keheningan ini mencari dukungan melalui media massa. (Baca juga: Hambatan-Hambatan Komunikasi) Hal itu terjadi karena media massa merupakan penyambung lidah masyarakat secara luas dan umum. Ditambah lagi bahwa media merupakan suatu sarana komunikasi yang kebanyakan berpihak pada kiri.

Dua Asumsi mengenai Opini Dalam teori spiral keheningan, tidak selalu mengalami keminoritasan, teori tersebut bisa saja terjadi mayoritas ketika ia mendapat dukungan dari media yang mana media menonjolkan sudut pandang tertentu dengan kesesuaian opini pada suatu topik. Namun, media pun tidak sembarangan mendukung suatu opini, mereka melihat opini tersebut layak untuk didukung atau tidak. (Pengantar Ilmu Komunikasi) Teori ini pun sebenarnya masih merujuk pada disiplin ilmu sosiopsikologi karena tentang situasi kemasyarakatan dan faktor kejiwaan manusia. Hal ini sangat menarik bagi masyarakat karena terdapat penyetaraan sosial. Karena pada dasarnya seseorang pada umumnya selalu menghindari dari keterpurukan dan keterasingan dalam bermasyarakat. Teori spiral keheningan ini pada hakikatnya tergantung pada opini yang dipikirkan dan diharapkan dari seseorang. Teori ini pun hanya terdapat dua asumsi yaitu opini yang diterima atau opini yang tidak diterima oleh masyarakat. Dan asumsi yang kedua yaitu menyesuaikan diri dengan persepsi yang ada pada suatu opini. Baca juga:   

teori komunikasi menurut para ahli Komunikasi Antar Budaya Komunikasi Politik Saverin dan Tankard (2001) pernah berpendapat bahwa manusia dianggap memiliki indera semi statistik (quasi-statistical sense) yang digunakan untuk menentukan opini dan cara perilaku mana yang disetujui atau tidak disetujui oleh lingkungan mereka, serta opini dan bentuk perilaku mana yang memperoleh atau kehilangan kekuatan. Opini pun tidak harus disampaikan secara lisan, bisa melalui tanda dengan cara menempel stiker di berbagai tempat atau memasang pamphlet tentang opini kita melalui suatu karya. Karena dalam penyampaian opini terdapat berbagai cara, dan cara itulah yang merupakan contoh cara dalam menyampaikan pendapat melalui teori spiral keheningan. Seperti apa yang dikatakan oleh Littlejohn (1996), “Kita berani melakukan itu karena kita yakin bahwa orang lain pun dapat menerima pendapat kita.” Baca juga: Komunikasi Sosial ads

Opini dan Masyarakat Dalam menghadapi berbagai isu yang dianggap sebagai controversial atau pemecah kerukunan, maka akan terbentuk kesan tentang opini tersebut. Masyarakat mencoba menentukan opini tersebut bersifat mayoritas atau tidak, dan sejalan dengan mereka atau tidak. Jika opini mayoritas itu tidak berjalan sesuai dengan masyarakat, maka masyarakat lebih memilih diam dan berada di kalangan minoritas. Padahal, semakin lama masyarakat diam, maka semakin banyak sudut pandang yang terpendang, dan mereka akan semakin lama diam juga. Pada hakikatnya spiral keheningan ini muncul karfena adanya pengucilan terhadap kaum minoritas. Littlejohn (1996) menyampaikan bahwa Neumann mengatakan “mengikuti arus memang relatif menyenangkan, tapi itupun bila mungkin, karena anda tidak bersedia menerima apa yang tampak sebagai pendapat yang diterima umum, paling tidak anda dapat berdiam diri, supaya orang lain dapat menerima anda.” Neumman telah berusaha merumuskan hubungan antara media massa dengan pembentukan opini publik yang terjadi. Bahkan hingga kini banyak mahasiswa menggunakan teori ini dalam meneliti tentang pengantar ilmu komunikasi massa. Dan banyak yang menyimpulkan bahwa kelompok minoritas ini perlu menyembunyikan opininya dari kelompok mayoritas. Masyarakat tentunya tidak ingin merasa dikucilkan atau diasingkan dalam suatu kelompok, mereka ingin bergaul besama yang lainnya. Mereka tidak ingin sendiri walaupun mereka tetap berkeyakinan tinggi. Dengan demikian, maka masyarakat akan mempelajari berbagai pandangan masyarakat di lingkungannya, mencari mana opini mana yang popular dalam lingkungan tersebut. Baca juga : Pola Komunikasi Organisasi – Komunikasi Gender Namun, karena adanya keterbatasan nwaktu, maka kebanyakan masyarakat lebih menerima opini yang tidak didukung oleh media massa hingga mereka merasa terisolasi ketika ingin eksplore opininya ke depan umum. Padahal opini minoritas pun lama kelamaan juga akan menjadi opini yang mayoritas. Baca juga:  

Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi Organisasi

Hubungan Media dengan Opini Sebagian besar masayakarat sulit membedakan dan menyangkal pengaruh media terhadap pandangan seseorang, walaupun opini publik sebenarnya merupakan pandangan pribadi. Hal ini disebabkan karena adanya individu yang ‘tidak berdaya’ di hadapan media yang dikarenakan dua alasan, di antaranya:  

Sulitnya mendapatkan publisitas suatu sudut pandang, dan Fitnah dari media yang disebut sebagai pillory function 9fungsi pasungan) Media yang pada umumnya menonjolkan suatu opini membuat masyarakat sulit untuk membedakan antara pandangan yang diperoleh dari media dengan pandangan yang diperoleh dari sumber lain selain media. Neolle-Neumann (1973) mengemukakan bahwa spiral keheningan mengajak kita kembali kepada teori media massa yang perkasa, yang mempengaruhi hampir setiap orang dengan cara yang sama. Saverin dan Tankard (2001) menyampaikan tiga cara media massa dalam mendistribusikan opini publik, di antaranya:

1. Media massa membentuk kesan tentang opini yang dominan. 2. Media masa membentuk kesan tentang opini mana yang sedang meningkat. 3. Media masa membentuk kesan tentang opini mana yang dapat disampaikan di muka umum tanpa menjadi tersisih. Sponsors Link

Kesimpulan Teori spiral keheningan lebih berfokus pada suatu pandangan seseorang yang telah didefinisikan oleh media. Pada umumnya, kebanyakan orang akan memilih diam ketika mereka merasa berada di lingkungan minoritas dan merasa pendapat mereka telah dibatasi. Karena mereka merasa enggang untuk menyampaikan pendapat mereka dan takut dikucilkan. Sedangkan orang yang memiliki sudut pandang mayoritas akan lebih banyak bersuara dan berkoar. Seperti halnya begini, ada si A yang berpendapat bahwa bumi itu datar dan si B berpendapat bahwa bumi itu bulat. Namun selama ini, kebanyakan orang menganggap bahwa bumi itu bulat, sehingga si B lebihmendominasi untuk bersuara dan si A lebih memilih untuk diam karena takut dikucilkan oleh orang lain. Disisi lain, terdapat orang yang tidak terpengaruh akan adanya spiral keheningan yang disebut sebagai avant garde dan hard core. Avant grade merupakan orang yang merasa bahwa posisi mereka akan semakin kuat, sedangkan hard core merupakan orang-orang yang selalu menentang apapun konseskuensinya

Related Documents

Spiral
July 2020 15
Spiral
June 2020 14
Spiral Galaxy
May 2020 20
Radial-spiral
October 2019 49
Spiral Model
November 2019 26

More Documents from "anil"

Jurnal Fisio.pdf
December 2019 42
Tesis Baharudin-fu.pdf
November 2019 39
Dosis Obat.docx
May 2020 32
Lamaran Kerja.docx
July 2020 24