PENGERTIAN SYIAH Kata Syi’ah secara etimologi berarti pengikut, pendukung, pembela, pecinta yang kesemuanya mengarah kepada makna dukungan kepada ide atau individu dan kelompok tertentu. Muhammad Jawad Maghniyah, seorang ulama beraliran Syi’ah memberikan definisi tentang kelompok Syi’ah, bahwa mereka adalah ”kelompok yang meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW telah menetapkan dengan nash (pernyataan yang pasti) tentang khalifah (pengganti) beliau dengan menunjuk Imam Ali kw.” Muhammad Jawad Mughniyah, Asy-Syi’ah wa al-Hakimun (Beirut: Ahliyah, 1962). hlm. 14. Definisi ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Ali Muhammad al-Jurjani, seorang sunni penganut aliran Asy’ariyah yang menulis dalam bukunya bahwa “Syi’ah adalah mereka yang mengikuti Sayyidina Ali ra. dan percaya bahwa beliau adalah Imam sesudah Rasul saw. dan percaya bahwa imamah tidak keluar dari beliau dan keturunannya.” Ali Muhammad al-Jurjani, At-Ta’rifat (Cairo: Dar al-Kitab al_Mashry, 1991). hlm. 142.
SEJARAH MUNCULNYA SYIAH Syiah adalah kenyataan sejarah umat Islam yang terus bergulir. Lebih dari 1000 tahun Syiah mengalami perjalanan sejarah, tidak serta merta hadir dipanggung perdebatan dan konflik sosial seperti saat ini. Sepanjang sejarah itu, konflik Syiah selalu ada dalam dimensi dimensi waktu yang berbeda dengan segala pernik persoalan. Kapan Syiah itu muncul, juga mengalami pertentangan. Ada yang menilai bahwa Syiah sebenarnya adalah kelompok sempalan Islam buatan orang Yahudi, Abdullah bin Saba’. Abdullah bin Saba’ sang Yahudi dituduh sengaja membentuk kelompok baru dalam Islam untuk memecah belah dan menghancurkan umat Islam. Kelompok yang sependapat Syiah adalah rekayasa dari Abdullah bin Saba’ yaitu dari kelompok Sunni. Sirajuddin Abas dalam bukunya I’itiqad Ahulssunnah WalJamaah menguraikan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah pendeta Yahudi dari Yaman yang sengaja masuk Islam. Sesudah masuk Islam lantas ia datang ke Madinah pada akhir masa kekuasan Khalifah Utsman bin Affan, yaitu sekitar tahun 30 H. Akan tetapi hijrahnya Abdullah bin Saba’ tidak mendapat sambutan dari kaum muslimin,sehingga ia dendam dan berupaya menghancurkan Islam dari dalam dengan cara mengagungagungkan Sayyidina Ali. Sirojuddin Abbas, I’itiqad Ahlussunnad Wal-Jama’ah (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1992). Dilihat dari data sejarah, jika yang dimaksud dengan Syiah adalah kelompok yang mendasarkan paham keagamaan pada Ali bin Abu Tholib dan keturunannya (ahlul ba’it) maka cikal bakal kemunculan kelompok Syiah sudah ada sejak awal kepemimpinan Islam pasca kerasulan Muhammad. Kemunculan kelompok Syiah dipicu oleh perbedaan pandangan dikalangan para sahabat nabi dengan ahlul bait (keluarga nabi) tentang siapa yang menggantikan kedudukan nabi setelah meninggalnya. Setelah terpilihnya Abu Bakar sebagai kholifah, muncul fakta ada sebagian dari umat Islam yang berpendapat bahwa sebenarnya Ali bin Abi Thalib-lah yang berhak memegang tampuk pimpinan Islam pada waktu itu. Kepercayaan ini berpangkal pada pandangan tentang kedudukan Ali dalam hubungannya dengan Nabi, para sahabat dan kaum muslimin umumnya. Ali adalah orang terdekat nabi, sebagai menantu dari anaknya, Fatimah. Dalam perjuangan Islam, Ali juga tidak diragukan lagi pengorbanannya. Kuatnya
keyakinan kelompok pendukung ali peristiwa Ghodir Khumm setelah menjalankan haji terakhir, nabi memerintahkan pada Ali sebagai penggantinya dihadapan umat muslim, dan menjadikan Ali sebagai pelindung mereka. Allamah Sayyid Muhammad Husayn Thabathaba’I, Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya, Terjemahan oleh Djohan EfFendi dari Syi’ite Islam (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989). hlm. 39. Akan tetapi yang terjadi tidak seperti yang diinginkan oleh kelompok Syiah. Menurut kalangan Syiah, ketika nabi wafat pada saat jasadnya terbaring belum dikuburkan, ada kelompok di luar ahlul bait berkumpul untuk memilih kholifah bagi kaum muslimin, dengan alasan menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan problem sosial saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dengan ahlul-bait yang sedang sibuk dengan acara pemakaman. Sehingga Ali dan sahabat-sahabatnya dihadapkan kepada suatu keadaan yang sudah tidak mungkin diubah lagi, ketika Abu Bakar didaulat menjadi khalifah pertama. Allamah Sayyid Muhammad Husayn Thabathaba’I, Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya, Terjemahan oleh Djohan EfFendi dari Syi’ite Islam (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989). hlm. 39. Ali bin Abi Thalib pada waktu itu cukup bersabar untuk menunggu saat yang tepat sampai pada pergantian kholifah yang ketiga, Usman. Pada kepemimpinan tiga kholifah tersebut, kelompok Ali (ahlul bait). Allamah Sayyid Muhammad Husayn Thabathaba’I, Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya, Terjemahan oleh Djohan EfFendi dari Syi’ite Islam (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989). hlm. 44. Kepemimpinan Usman yang dinilai lemah, membuat banyak kesulitan yang harus dihadapi Ali ketika memimpin pemerintahan Islam. Semasa pemerintahan Ali, pemberontakan demi pemberontakan terus terjadi akibat dari intrik yang dilancarkan oleh kelompok Mua’wiyah. Sampai pada akhirnya Ali harus mati terbutuh di tangan kelompok Khawarij. Keinginan yang kuat dari kelompok Muawiyah untuk menguasai pemerintahan Islam tidak pernah surut. Muawiyah terus menjalankan aksiaksinya untuk menyingkirkan kekuasaan dari Ahlul Bait. Sampai pada akhirnya, Imam Hasan putra Ali menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah karena Hasan tidak menginginkan adanya pertumpahan darah lagi. Saat yang paling sukar bagi kelompok Syiah adalah dua puluh tahun masa kekuasaan Muawiyah. Kaum Syiah pada waktu itu tidak memiliki perlindungan, dan kebanyakan dari kaum Syiah dikejar-kejar oleh pemerintah. Keluarga Imam Hasan dan Husain mati dibunuh dengan kejam, dibantai dengan seluruh pembantu dan anak-anaknya. Penderitaan kelompok ahlul ba’it semasa pemerintahan Muawiyah inilah yang menguatkan perjuangan kelompok Syiah menjadi sebuah paham/aliran untuk terus bertahan menentang penguasa yang berbuat tidak adil dan aniaya. M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran (Tangerang: Lentera Hati, 2007). hlm. 63-69. Dan Allamah Sayyid Muhammad Husayn Thabathaba’I, Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya, Terjemahan oleh Djohan EfFendi dari Syi’ite Islam (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989). hlm. 45-61.
TOKOH TOKOH Dengan merujuk pada kitab-kitab sejarah dan biografi menjadi jelas bahwa di kalangan para sahabat Rasulullah dan keturunan Bani Hasyim (yaitu putra-putra Hasyim, ayah dari kakek Rasulullah) terdapat sosok-sosok Syi’ah yang terkenal, diantaranya adalah: Abdullah bin Abbas, Fadhl bin Abbas, Qatsm bin Abbas, Abdurrahman bin Abbas, Tamam bin Abbas, Aqil bin Abi Tholib, Abu Shufyan bin Harits bin Abdul Mutholib, Naufal bin Harits, Abdullah bin Ja’far bin Abi Tholib, ‘Aun bin Ja’far, Muhammad bin Ja’far, Rabi’ah bin Harits bin Abdul Mutholib, At-Thufail bin Harits, Al-Mughairah bin Naufal, Abdullah bin Harits bin Naufal, Abdullah bin Abi Sufyan bin Harits, Abbas bin Rabi’ah bin Harits, Abbas bin ‘Ainiyyah bin Abi Lahab, Abdul Mutholib bin Rabi’ah bin Harits Ja’far bin Abi Sufyan bin Harits. Sementara orang-orang Syi’ah diantara para sahabat Rasulullah dari selain keturunan Bani Hasyim adalah: Salman, Miqdad, Abu Dzar, Ammar bin Yasser, Hudzaifah bin Yaman, Huzaimah bin Tsabit, Abu Ayyub Anshari, Abu Hatsim bin Taihan, Ubai bin Ka’ab, Qais bin Sa’ad bin ‘Ibadah, ‘Udai bin Hatim, ‘Ibadah bin Shamat, Bilal Habasyi, Abu Rafi’, Hasyim bin ‘Utbah, ‘Utsman bin Hanif, Sahl bin Hanif, Hakim bin Jabalah Abdi, Khalid bin ‘Ash, Ibnu Al-Hashib Al-Islami, Hind bin Ubai Halah Al-Tamimi, Ju’dah bin Hubairah, Hajar bin ‘Adi Kandi, Amru bin Hamaq Khazai, Jabir bin Abdullah Anshari, Muhammad bin Abu Bakr (putra khalifah pertama), Aban bin Sa’id bin ‘Ash dan Zaid bin Shauhan Zaidi. Muhammad Ali Somali, Cakrawala Syi’ah (Jakarta: Nur Al-Huda, 2012). hlm. 32-33. Menurut Islam, setelah Rasulullah wafat dalam kehidupan umat Islam selalu ada dan akan terus ada seorang Imam atau pemimpin. Terdapat 12 Imam atau biasa disebut Syi’ah Itsna ‘Asyariyah yang semuanya memiliki garis keturunan hingga Sayyidina al-Husain (putra Ali bin Abi Tholib dan Fathimah azZahrah putrid Rasulullah SAW, diantaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Abu al-Hasan Ali Ibn Abi Thalib, 23 SH-40 H Abu Muhammad al-Hasan Ibn Ali (az-Zaky), 2 H-50 H Abu Abdillah al-Husein Ibn Ali (Sayyid asy-Syuhada’), 3 H-61 H Ali Ibn al-Husain (Zain al-‘Abidin), 38 H-95 H Abu Ja’far Muhammad bin Ali (al-Baqir), 57 H-144 H Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad (al-Shadiq), 83 H-148 H Abu Ibrahim Musa bin Ja’far (al-Kadzim), 128 H-183 H Abu al-Hasan Ali bin Musa (ar-Ridha), 148 H-203 H Abu Ja’far Muhammad bin Ali (al-Jawad), 195 H-220 H Abu al-Hasan Ali bin Muhammad (al-Hadi), 212 H-254 H Abu Muhammad al-Hasan Ibn Ali (al-Askari), 232 H-260 H Abu al-Qasim Muhammad bin al-Hasan (al-Mahdi), 255 H- lalu menghilang sebelum dewasa dan akan muncul kembali sebagai Imam Mahdi yang dinantikan. M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran (Tangerang: Lentera Hati, 2007). hlm. 127.
DALIL SYIAH Arti Syi’ah secara bahasa terdapat dalam al-Qur’an, sebagaimana firman Allah yang artinya: Dan di antara Syi’ahnya, adalah Ibrahim (QS. As-Shaffat: 83). Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir alQur’an: Perkenalan dengan Metodologi Tafsir (Bandung: Penerbit Pustaka, 1987), hlm. 119. Bagi kaum Syi’ah, pangkal kepercayaan tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khum. Thabathabai, Op.Cit., hlm. 39. Kaum Syi’ah berkeyakinan bahwa sebenarnya Nabi telah menunjuk calon penggantinya dan calon tersebut adalah Ali. Menurut mereka penunjukan itu dilakukan Nabi dalam perjalanannya kembali dari haji Wada’ pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun ke-11 Hijriyah (632 M) di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum (kolam Khum), dimana nabi telah membuat pernyataan bersejarah yang telah diriwayatkan dalam berbagai versi. Hamid Enayat, Modern Islamic Political Thought (Austin: Texas Univercity, 1982). hlm. 4. Sayyed Husain Muhammad Jafri, Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syiah: Dari Saqifah Sampai Imamah (Bandung: Pustaka Hidayah, 1989). hlm. 50. Hadits Ghadir Khum tersebut memiliki arti yang berbunyi : “Kurasa seakan-akan segera akan dipanggil Allah dan segera pula memenuhi panggilan itu. Maka sesungguhnya aku meninggalkan kepadamu al-Tsaqalain, yang satu lebih besar (lebih agung) dari yang kedua : Yaitu kitab Allah dan ‘ithrahku. Jagalah baik-baik kedua peninggalanku itu, sebab keduanya tak kan terpisah sehingga berkumpul kembali denganku di al-Hudh. Kemudian beliau berkata lagi, sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla adalah maula-ku (pemimpinku) dan aku adalah maula (pemimpin) bagi setiap mukmin, lalu beliau mengangkat tangan Ali Ibn Abi Tholib sambil bersabda: “barang siapa yang menganggap aku sebagai pemimpinyya, maka dia ini (Ali) adalah juga pemimpin baginya. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya, dan musuhilah siapa yang memusuhinya.”.” A. syarafuddin alMusawi, Op.Cit., hlm. 37-38.
ALIRAN ALIRAN SYIAH Munculnya beberapa aliran dalam Syiah mulai sejak syahid-nya Husein di Padang Karbala. Aliran-aliran tersebut adalah Ghulat, Zaidiyah, Ismailiyah dan Itsna ‘Asyariyah. 1. Ghulat Kata Ghulat berasal dari kata ghala – yaghulu – ghuluw artinya bertambah dan naik. Ghala bi al-din artinya memperkuat dan menjadi ekstrem sehingga melampaui batas. Louis Ma’luf, Op.Cit., hlm. 586. Dengan demikian Syiah Ghulat dapat diartikan sebagai kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrem (Exaggeration). Lebih jauh Abu Zahrah menegaskan bahwa Syiah Ghulat adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, ada pula yang mengangkatnya pada derajat kenabian. Abu Zahrah, Op.Cit., hlm. 35. 2. Syiah Zaidiyah Syiah Zaidiyah merupakan sekte Syiah yang paling dekat dengan Sunni. Kelompok ini disebut Zaidiyah karena mereka mengakui Zaid Ibn Ali Zainal Abidin sebagai imam kelima. Ini berbeda dengan kelompok Syiah yang lain yang mengakui Muhammad al-Baqir Ibn Ali Zainal Abidin sebagai imam kelima. Dari nama Zaid Ibn Ali Zainal Abidin inilah nama Zaidiyah diambil. Ignas Goldziher, Pengantar Teologi dan Hukum Islam. Terjemahan Hensri Setiawan dari Introduction to Islamic Teologi and Law (Jakarta: INIS, 1910). hlm. 121. Zaid menyatakan keimamannya di Kufah pada tahun 740 M. Segera setelah itu, Zaid menyatakan sikap oposisinya terhadap dinasti Amawiyah yang waktu itu dipimpin oleh Hisyam Ibn Abd Malik. Selain seorang aktivis yang bersikap revolusioner, Zaid juga merupakan keturunan pertama Husein yang secara terbuka menyatakan berontak terhadap kekuasaan dinasti Amawiyah. Inilah salah satu alas an yang menyebabkan Zaid mendapat dukungan dari sebagian kaum Syiah. Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Mesir: Al-Nahdhah al-Misriah). hlm. 271-272. 3. Syiah Ismailiyah Syiah Ismailiyah merupakan sekte terbesar kedua dalam Syiah dan hanya mengakui tujuh orang imam, yaitu: 1). Ali Ibn Abi Tholib, 2). Hasan Ibn Ali, 3). Husein Ibn Ali, 4). Ali Zainal Abidin, 5). Muhammad al-Baqir, 6). Ja’far al-Shadiq, 7). Ismail Ibn Ja’far. Ahmad Syalabi, Op.Cit., hlm. 176. Penisbatan kepada Imam Ismail inilah mereka dinamakan Ismailiyah. Thabathaba’i, Op.Cit., hlm. 78. 4. Syiah Itsna ‘Asyariah Aliran Itsna ‘Asyariah adalah aliran yang masyhur dalam Syiah, yang tersebar di berbagai Negara Islam dan menjadi Madzhab resmi Negara di Republik Islam Iran. Syiah Itsna ‘Asyariah sepakat bahwa Ali Ibn Abi Tholib adalah penerima wasiat Nabi Muhammad saw. seperti yang ditunjukkan nas. Al-Aushiya setelah Abi Ibn Abu Tholib adalah keturunan dari garis Fathimah, yaitu Hasan Ibn Ali dan Husen Ibn Alisebagaimana yang disepakati. Heins Halm, Shiism (Edinburg: Edinburg Univercity Press, 1991). hlm. 29.