Makalah FTS Steril Sediaan Parenteral Volume Kecil
KELOMPOK 4 : Bramantio Erlangga (161210001) Febriyan Mulyanto (161210004) Jamilah (161210008) M.Sega Maulana (161210011) Siti Aqubah (161210014) Wulan Ayu Ningtyas (161210018) DOSEN PENGAMPU : Fakhruddin, M.Farm., Apt
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO CENDIKIA MEDIKA PANGKALAN BUN TAHUN AKADEMIK 2018/2019 Alamat : Jl. Sultan Syahrir No. 11 Pangkalan Bun Kab. Kotawaringin Barat
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatNyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah tentang Sediaan Parenteral Volume Kecil dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah FTS Steril dalam rangka proses pembelajaran bagi mahasiswa sehingga dapat menambah wawasan bagi para pembacanya. Demikianlah makalah ini disusun, semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembacanya.
Pangkalan Bun, 16 Oktober 2018
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar....................................................................................................................... i Daftar Isi................................................................................................................................ ii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah...................................................................................... 4
1.3
Tujuan........................................................................................................ 4
PEMBAHASAN 2.1
Pengertian Parentral Volume Kecil ........................................................... 5
2.2
Karakteristik Dasar SVP............................................................................ 5
2.3
Penggunaan Utama SVP ........................................................................... 5
2.4
Injeksi Furosemid dalam Bentuk Sediaan Ampul .................................... 6 2.4.1 Pendahuluan .................................................................................. 6 2.4.2 Metode Penelitian ......................................................................... 7 2.4.3 Evaluasi Sediaan............................................................................ 7
2.5 BAB III
Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 8
PENUTUP 3.1
Kesimpulan................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 10
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba baik patogen maupun non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material (Agoes, 2009). Sediaan yang termasuk sediaan steril yaitu sediaan obat suntik bervolume kecil atau besar, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk merendam luka atau lubang operasi, larutan dialisa dan sediaan biologis seperti vaksin,
toksoid,
antitoksin, produk penambah darah dan sebagainya. Sterilitas sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan
dengan cairan dan jaringan
tubuh
yang
merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah (Ansel, 2005) . Ada beberapa
alasan
dilakukannya
sterilisasi
yaitu untuk
mencegah
transmisi penyakit, untuk mencegah pembusukan material oleh mikroorganisme, dan untuk mencegah
kompetisi nutrien dalam media pertumbuhan sehingga
memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk keperluan sendiri (seperti produksi ragi) atau untuk metabolitnya (seperti untuk memproduksi minuman dan antibiotika). Persyaratan sterilitas berlaku pada sediaan parenteral, obat mata, larutan perawatan lensa kontak, dan sediaan EENT (eye, ear, nose, throat), yaitu obat untuk sediaan telinga, hidung, dan kerongkongan (Agoes, 2009). Berbagai bentuk sediaan farmasi dibuat menurut kebutuhan dan keadaan penyakit penderita.
Berdasarkan
cara pemberian,
sediaan farmasi ada yang diberikan
secara peroral, rektal, injeksi, sublingual, epikutan, transdermal, konjungtival, intraokular, intranasal, intrarespiratori, vaginal, dan uretral (Ansel,2005). Pemberian obat dengan cara injeksi banyak dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit, dan klinik serta sangat sedikit dilakukan di rumah karena untuk melakukan injeksi diperlukan tenaga yang terlatih (Ansel, 2005). Dari segi pertimbangan keamanan sediaan yang diberikan secara injeksi harus aman ditinjau dari dua hal yaitu sifat komponen formulasi produk dan efek anatomi/ fisiologi dari sediaan selama dan sesudah penyuntikan (Agoes, 2009).
1
Pemberian obat dengan cara injeksi dilakukan bila diinginkan
kerja obat yang
cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain. Kecuali suntikan insulin yang umumnya dapat dilakukan sendiri oleh penderita (Ansel, 2005). Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus
dilakukan dengan hati ± hati untuk menghindari
kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu per satu secara fisik dan tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus ditolak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Sediaan membahayakan
farmasi
merupakan
subjek
kontaminasi
kesehatan manusia, menyebabkan
mikroba
yang
dapat
kerusakan produk, perubahan
estetika, dan kemungkinan kehilangan efipikasi sediaan. Sumber ± sumber kontaminasi oleh mikroorganisme dapat berasal dari bahan baku dan eksipien, peralatan yang digunakan, operator, udara atau ruang kerja, dan
material pengemasan. Kontaminasi
mikroorganisme yang mungkin terdapat dalam sediaan farmasi antara lain bakteri, ragi, dan jamur (Agoes, 2009). Bentuk sediaan injeksi yang beredar di pasaran saat ini berupa sediaan injeksi volume kecil, sediaan injeksi volume besar, dan sediaan injeksi berbentuk serbuk untuk direkonstruksi. Sediaan injeksi volume kecil adalah ampul 1 ml, 2 ml, 3 ml, 5 ml, dan 20 ml, serta vial 2 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, dan 30 ml. Sediaan ini dapat digunakan untuk penyuntikan secara intramuscular, intravena, intradermal, subkutan, intraspinal, intrasisternal atau intratekal. Sediaan volume besar biasanya tersedia dalam volume 100 ml atau lebih (Agoes, 2009). Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Obat suntik ditempatkan dalam wadah dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis ganda lebih dikenal dengan vial. Vial dilengkapi dengan penutup plastik
untuk memungkinkan
penusukan
karet
jarum suntik tanpa membuka atau
merusak tutup. Bila jarum ditarik kembali dari wadah, lubang bekas tusukan akan tertutup rapat kembali dan melindungi isi dari pengotoran udara bebas (Ansel, 2005). 2
USP mempersyaratkan vial dosis ganda untuk injeksi diberikan batas penggunaan 28 hari setelah pengambilan pertama kecuali label produk (dalam bungkusannya) menyatakan sebaliknya. Penggunaan vial dosis ganda harus memperhatikan berikut
yaitu mematuhi
teknik aseptik
hal
yang ketat saat penggunaan vial,
menggunakan jarum steril baru dan alat suntik steril baru untuk setiap penggunaannya, melepas semua alat akses vial, menyimpan vial di tempat yang bersih dan terlindungi menurut petunjuk pabrik (misalnya, pada suhu ruang atau lemari pendingin), dan memastikan vial yang kesterilannya terganggu untuk segera dibuang (Dolan, et al, 2010). Untuk sediaan injeksi, wadah yang terbaik adalah wadah dosis tunggal karena obat steril yang terkandung dimaksudkan sebagai suatu dosis tunggal yang sekali dibuka tidak dapat disegel kembali dengan jaminan bahwa sterilitasnya terjaga sehingga kemungkinan terkena kontaminasi mikroorganisme lebih rendah, dibandingkan wadah dosis ganda dengan pengambilan berulang dan penyimpanan yang kurang baik memungkinkan terkontaminasi mikroorganisme lebih besar. Keuntungan lain yang bisa didapat dari wadah dosis tunggal diantaranya identifikasi positif dari masing ± masing unit dosis setelah obat tidak berada di tangan ahli farmasi atau perawat dan mengakibatkan kurangnya kesalahan karena obat, berkurangnya kontaminasi dari obat tersebut berdasarkan pembungkusan pelindungnya, mengurangi penyiapan dan waktu penyaluran, memudahkan pengontrolan barang di apotek dan tempat perawatan, dan mengeliminasi sisa melalui manajemen obat yang lebih baik dengan lebih sedikitnya obat yang dibuat (Ansel, 2005). Beberapa usaha yang dilakukan untuk menjaga sterilitas sediaan dengan wadah dosis ganda antara lain dengan penambahan antimikroba, digunakan alat suntik yang steril dan volume wadah dosis berganda tidak boleh lebih dari 30 ml (Ansel, 2005). Vitamin adalah salah satu media pertumbuhan yang sangat baik untuk menunjang faktor kehidupaan mikroorganisme. Vitamin dapat berfungsi sebagai koenzim (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya). Vitamin ± vitamin yang dapat digunakan sebagai sediaan parenteral yaitu vitamin B dan vitamin C. Vitamin B kebanyakan dibuat dalam bentuk sediaan wadah dosis ganda (vial). Sedangkan vitamin C lebih banyak dalam bentuk sediaan dosis tunggal (ampul). Sediaan wadah dosis ganda sering kali menjadi masalah karena pengambilannya yang 3
secara berulang ± ulang
menggunakan spuit injeksi sehingga kemungkinan terkontaminasi
mikroorganisme
lebih besar. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan sampel sediaan injeksi Vitamin B kompleks dosis ganda. 1.2
1.3
Rumusan Masalah 1.
Apa itu Sediaan parenteral volume kecil?
2.
Karakteristik dasar sediaan parenteral volume kecil?
3.
Penggunaan utama dari sediaan parenteral volume kecil?
Tujuan 1.
Mengetahui Sediaan parenteral volume kecil
2.
Mengetahui Karakteristik dasar sediaan parenteral volume kecil
3.
Mengetahui Penggunaan utama dari sediaan parenteral volume kecil
BAB II PEMBAHASAN
4
2.1
Pengertian Parentral Volume Kecil Menurut USP, larutan parenteral volume kecil (SVP) adalah injeksi yang menurut label pada kemasan, bervolume 100 mL atau kurang Termasuk kedalam kategori SVP adalah kemasan injeksi dalam ampul,vial,alat suntik,cartridges,botol,atau kemasan lain dengan kapasitas volume 100 mL atau kurang.Sediaan oftalmik yang dikemas dengan pengemas plastic mudah ditekan termasuk kategori SVP, jika ukuran kemasan 100 mL atau kurang. SVP meliputi semua tipe produk parenteral, injeksi menurut berbagai rute:
Rute primer: i.m., i.v., s.c.
Rute skunder: intradermal dan lain lain Formulasi sediaan SVP relatif sederhana:
berbahan aktif, eksipien yang
digunakan untuk berbagai tujuan, sistem pelarut (lebih disukai air), kemasan, dan penutup kemasan yang sesuai. Atau diformulasikan dalam bentuk emulsi steril. 2.2
Karakteristik Dasar SVP Sterilitas,Bebas partikel partikulat,Stabilitas fisika dan kimia,Isotonisitas SVP harus isotonis dengan darah, air mata, dan cairan biologi dalam otot, jaringan, dan cairan spinal, di mana produk disuntikkan bermacam bahan digunakan untuk mengatur tonisitas SVP. Bahan yang biasa digunakan adalah elektrolit, seperti NaCl dan garam Natrium lain.
2.3
Penggunaan Utama SVP Bentuk lain injeksi: larutan hanya mengandung obat, atau obat disuspensikan dalam medium yang sesuai, atau diformulasikan dalam bentuk emulsi steril, injeksi yang siap guna (misal: Na-amobarbital untuk injeksi) atau memerlukan rekonstitusi dari padat menjadi larutan
atau suspensi sebelum digunakan (contoh: amoksisilin
untuk injeksi berbentuk suspensi) Injeksi dapat juga tersedia dalam bentuk cairan pekat yang harus diencerkan sebelum digunakan (misal KCl untuk injeksi konsentrat) Injeksi dosis ganda harus mengandung pengawet antimikroba; umumnya volume injeksi tidak melebihi 30 mL 2.4
Injeksi Furosemid dalam Bentuk Sediaan Ampul 2.4.1 Pendahuluan furosemid digunakan untuk terapi hipertensi intrakranium,membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat Anti Diuretik 5
Hormon.Injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. njeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang(2). Pemberian obat secara parenteral (berarti “diluar usus”) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat,kuat,dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak direabsorbsi usus (streptomisin).Begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama.Keberatannya adalah cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar dugunakan oleh pasien sendiri.Selain itu,ada pula bahaya terkena infeksi kuman(harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.Intravena adalah injeksi kedalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat : dalam waktu 18 detik,yaitu waktu 1 peredaran darah ,obat sudah tersebar ke seluruh jaringan.Tetapi,lama kerja obat biasanya hanya singkat. Furosemid memiliki nama lain Furosemidum dengan rumus molekul C12H11ClN2O5S dan rumus struktur sebagai berikut (1) :
Pemerian Furosemid berupa serbuk hablur, putih sampai kuning; tidak berbau dengan sifat fisikokimia meliputi : Kelaurtan : praktis larut dalam air; mudah laru dalam aseton, dalam dimetilformamida dan dalam larutan alkali hidroksida; larutan dalam methanol; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam kloroform(2). Nilai Log P(octanol/water), 2.0.; pKa3.9 (20°); serta pH 8,9 – 9,3 (1). Fungsinya dalam formulasi adalah sebagai zat aktif (diuretik). Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik. 2.4.2 Metode Penelitian 6
1.
Alat Alat yang digunaka meliputi
kaca arloji, batang pengaduk, cawan
porselen, gelas ukur, pipet tetes, corong, erlenmeyer, gelas beker dan pinset. 2.
Bahan Bahan yang digunakan meliputi Furosemid, Kapas, Kertas saring, vial, Sodium Klorida, Sodium Hidroksida, Hydroklorid Acid (HCl), Water For injection (WFI).
3.
Metode sterilisai Metode sterilasi yang digunakan yaitu metode sterilisasi panas basah dengan menggunakan autoclave dengan suhu 121 º C selama 15 menit Selain itu, metode sterilisasi lain yang digunakan yaitu metode filtrasi dan pencampuran formulasi dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF).
2.4.3 Evaluasi Sediaan 1.
Uji Kebocoran Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Wadahwadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru etilen akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar.
7
2.5
Hasil dan Pembahasan Dalam pembuatannya, sediaan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk sediaan parenteral, seperti syarat isohidris, steril, bebas pirogen, dan isotonis. Hal ini dikarenakan, pemberiaan sediaan ini langsung diinjeksikan melalui pembuluh darah. Zat pengisotonis yang digunakan pun tidak hanya NaCl, namun dapat pula digunakan dextrose. Tetapi karena sediaan yang dibuat kali ini hanya berisi elektrolit, maka bahan pengisotonis yang digunakan hanya NaCl. Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darahmerah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara keduanya, maka larutandikatakan isotonis (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl). Larutan perlu isotonis agar :
Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi
Mengurangi hemolisis sel darah
Mencegah ketidak seimbangan elektrolit
Mengurangi sakit pada daerah injeksi
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba baik patogen maupun non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material. larutan parenteral volume kecil (SVP) adalah injeksi yang menurut label pada kemasan, bervolume 100 mL atau kurang
8
Metode sterilisai yang digunakan kali ini adalah sterilisasi dengan menggunakan autoclave untuk sterilisai akhir ampul pada suhu 121 ˚C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Pencapuran formula dilakukan di bawah LAF agar terhindar dari mikroba dan pengotor biotik lainnya. Metode filtrasi juga dilakukan untuk menyaring partikelpartikel halus tidak larut dan pengotor lain yang menyebabkan larutan injeksi menjadi tidak jernih.
DAFTAR PUSTAKA Andriana, Putri., Sari, Auliya Eka Lesmana., Hanniyah., Sahindrawan, Muhammad., Arfah, Nurul Fakhraini. Injeksi Furosemid dalam Bentuk Sediaan Ampul. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
9