A. Konsep Ideologi Gerakan Transnasional Istilah gerakan transnasional memunculkan perdebatan, karena berasal dari luar Indonesia dan kegiatannya sudah melampaui batas-batas negara dan kegiatannya sudah melampaui batas-batas negara. Kontroversi ini tidak berhenti disitu saja, istilah ini diperkenalkan pada awalnya oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dalam rangka memerangi terorisme. Istilah ini kemudian digunakan oleh ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah (Kementrian Agama RI, 2011) Gerakan islam transnasional atau bisa disebut gerakan islam global memiliki curi ideologi yang tidak lagi bersandar pada konsep kenegaraan (nation-state), tetapi cenderung lebih berfokus pada konsep ideologi bagi manfaat Bersama. Gerakan ini lebih diwarnai dengan pemikiran normative, skripturalis, fundamental yang kadang kala secara parsial menggunakan pemikiran modern. Organisasi islam ini bergerak secara lintas negara, dimana persebarannya mampu melewati batas territorial setiap negara (Aksa, 2017). B. Pengertian Transnasional Pengertian secara politik, Transnasionalisme menurut Hannerz tidak sepenuhnya cocok dengan gagasan-gagasan bangsa yang sudah modern, dengan cara ini kurang dapat diambil esensinya dan tidak dapat dikompromi. Perasaan sejarah yang sudah mengakar yang dapat digantikan oleh pengalaman diskontinuitas dan ruptur. Ikatan transnasional memerlukan sejenis penyesuaian dan keterlibatan bangsa serta budaya nasional (Mandaville, 2001). Berbagai penulis mengaitkan ‘transnasionalisme’ dengan politik. Thomas Faist melihat kombinasi dari ikatan sosial dan simbolik, posisi dalam jaringan dan organisasi jaringan yang dapat ditemukan setidaknya dua tempat yang berbeda secara geografis dan internasional (Mandaville, 2001).
Demikian juga Basch dkk mendefinisikan transnasionalisme sebagai proses dimana imigran menempa dan mempertahankan hubungan sosual multi-stranded yang menghubungkan masyarakat asal dan pemukiman mereka untuk mengambil tindakan, membuat keputusan, dan mengembangkan subjektivitas dan identitas yang tertanam dalam jaringan hubungan yang menghubungkan secara bersamaan ke dua negara atau lebih (Mandaville, 2001). Michael Kearney berpendapat bahwa transnasionalisme memiliki du aarti: salah satunya adalah konvensinsional yang harus dilakukan dengan bentuk-bentuk organisasi dan identitas yang tidak dibatas oleh batas-batas nasional, seperti perusahaan transnasional (Mandaville, 2001). Menurut Bahasa, gerakan keagamaan transnasional merupakan gerakan yang berasal dari suatu negara dan melewati batas negara itu dan mendapat penerimaan di negara lain. Proses ini terjadi lewat pertukaran pengetahuan antara tokoh utama di luar negeri dengan murid atau simpatisan yang berada di negara tempat berkembangnya gerakan ini. Gerakan transnasional juga memiliki agenda seperti sisem khalifah, system hukum syariat, mengganti oancasila sebagai dasar negara dan membubarkan NKRI dan gerakan-gerakan lainnya (Kementrian Agama RI, 2011). C. Pergerakan Islam Transnasional Jaringan gerakan islam transnasional dimulai dari transmisi gagasan dan ilmu pengetahuan dari pusat-pusat keilmuan di Timur Tengah yang dapat memijat kaum muslim diluar wilayah Timur Tengah dan menjadi pendukung aktif maupun simpatisan (Deliar Noer. Asal Usul dan pertumbuhan Gerakan Modern Islam: Gerakan Pendidikan dan Sosial, dalam gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, LP3ES, 1996: 15-29 dalam Kementrian Agama RI, 2011). Transmisi ini bisa jadi dimlai dari buku-buku, artikel dan sebagainya yang memiliki gagasan pembaharuan yang motivative, sehingga mampu menggerakkan orang-orang yang terlibat dalam pergulatan gagasan tersebut. Atau bisa juga melalui banyaknya pelajar yang menimba
ilmu di timur tengah seperti Mesir, Saudi Arabia, Iran, Lebanon, India, Pakistan dan seterusnya (Kementrian Agama RI, 2011). Hal yang menarik yang dicatat dari studi Greg Fealy dan Anthony Bubalo mengenai pengaruh Islamisme ala Timur tengah di Indonesia adalah penegasan untuk tidak melihat gerakan transnasional inis ebagai gerakan yang monolitik. Dengan melihat islamisme ala Timur Tengah hanya sekedar gerakan radikal, ekstrim, bukan hanya melahirkan sikap permusuhan baru tapi juga bisa abai pada gradasi islamisme yang lebih moderat tapi pada dasarnya tetap menjadi problematika bagi penguatan negara Indonesia (Hakim, Saleh , & Al-Fajri, 2012). Strategi utama dari gerakan Islam Transnasional dalam usaha membuat umat Islam menjadi radikal dan keras adalah dengan mendirikan dan mendukung kelompokkelompok local sebagai kaki tangan ideologi mereka, serta juga berusaha untuk meminggirkan dan memusnahkan bentuk-bentuk pengalaman Islam yang lebih toleran yang telah lebih lama dan dominan di berbagai belahan dunia. Dengan acar seperti ini gerakan ini berusaha keras melakukan infiltrasi ke berbagai bidang kehidupan umat Islam, baik lewat cara halus hingga yang kasar dan keras (Maarif & Bisri, 2009). D. Gerakan Islam Transnasional Di Indonesia Di belahan dunia lain selain wilayah Timur Tengah hamper tidak ada usaha serius untuk mengungkap gerakan kelompok-kelompok garis keras serta perpindahan dukungan mengenai pandangan dan pengalaman Islam yang umumnya toleran, pluralistik, serta sejalan dengan dunia modern. Namun berbeda dengan di Indonesia, karena islam spiritualnya masih sangat kuat dan terdapat tokoh-tokoh Islam Indonesia yang menyadari bahayanya ancaman gerakan garis keras dan ebrani menghadapi mereka sebelum terlambat (Maarif & Bisri, 2009). Di Indonesia, reaksi terhadap infiltrasi dan aktivitas gerakan garis keras seoerti dakwah Wahabi/Salafi ini bisa dilihat dengan terbitnya SKPP Muhammadiyah No 149/Kep/1.0/B/2006, fatwa Majelis Bahstul Masa’il NU mengenai Khilafah Islamiyah,
serta respon para ulama dan tokoh nasional mengenai bahaya serta ancaman dari gerakan transnasional. Bahkan seorang mantan Panglima TNI mengemukakan bahwa “dulu, ancaman garis keras terhadap Konstitusi dan Pancasila berasal dari luar pemerintah. Tapi sekarang, garis keras sudah masuk ke dalam pemerintahan termasuk parlemen dan menjadi jauh lebih berbahaya dari sebelumnya.” (Maarif & Bisri, 2009). Reaksi ormas-ormas moderat serta respon para ulama dan tokoh nasional ini menjadi indikasi menguatnya pengaruh dan infiltrasi gerakan garis keras di Indonesia belakangan ini. Idelanya, semua ini bisa menjadi teladan bagi umat islam di Indonesia dan seluruh dunia untuk memobilisasi perlawanan terhadap gerakan transnasional, serta menggalang dukungan dari para pemimpin serta umat islam yang belum tercemat untuk secara sadar melawan penyebaran ideologi garis keras tersebut. Sementara pada saat yang bersamaan, perlawanan ini dapat mengawali usaha memulul mundur aktivitas-aktivitas gerakan garis keras transnasional secara publik (Maarif & Bisri, 2009).
Bibliography Aksa. (2017). Gerakan Islam Transnasional: Sebuah Nomenklatur, Sejarah dan Pengaruhnya di Indonesia. Historical Studies Journal, 1(1), 1-14. Hakim, S. A., Saleh , A., & Al-Fajri, A. (2012). Gerakan Tran-nasional Islam di Indonesia Pasca Orde Baru: Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Fethullah Gulen. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. Kementrian Agama RI. (2011). Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional Di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan diklat Kementrian Agama RI. Maarif, A. S., & Bisri, A. M. (2009). Ilusi Negara Islam Ekspansi GErakan Islam Transnasional di Indonesia. (K. A. Wahid, Ed.) PT. Desantara Utama Media. Mandaville, P. (2001). Transnational Muslim Politics. Canada: Routledge.