Sle Fix.docx

  • Uploaded by: Rezki Pratama Sadeli
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sle Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,163
  • Pages: 30
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Pendahuluan Lupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE.1

Epidemiologi Insiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk, sementara prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio jender wanita dan laki-laki antara 9-14:1.2 Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 20103. Morbititas dan mortalitas pasien SLE masih cukup tinggi. Berturut-turut kesintasan (survival) SLE untuk 1-5, 5-10, 10-15, 15-20, dan 20 tahun adalah 93-97%, 84-95% 70-85%, 64-80%, dan 53-64%4. Kesintasan 5 tahun pasien SLE di RSCM adalah 88% dari pengamatan terhadap 108 orang pasien SLE yang berobat dari tahun 1990-2002. Angka kematian pasien dengan SLE hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Pada tahun-tahun pertama mortalitas SLE berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi (termasuk infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan penyakit vaskular aterosklerosis5.

1

Etiopatogenesis SLE. Etiopatogenesis dari SLE masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktoral seperti faktor genetik,faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin. Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q6. Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun. Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Faktor lain yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor hormonal. Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormonestrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien SLE. Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear ( ANA dan anti-DNA). Selain itu, terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal7 2

Diagnosis Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam rekomendasi ini diartikan sebagai terpenuhinya minimum kriteria (de initif) atau banyak kriteria terpenuhi (klasik) yang mengacu pada kriteria dari the American College of Rheumbatology (ACR) revisi tahun 1997.3 Tabel 1. Kriteria Diagnosis Systemic Lupus Erythematosus

3

Pemeriksaan Penunjang Minimal Lain yang Diperlukan untuk Diagnosis dan Monitoring3 1. Hemoglobin, lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED) 2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin urin. 4

3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid) 4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid 5. Serologi ANA, anti-dsDNA, komplemen (C3,C4) 6. Foto polos thorax

Derajat Berat Ringannya Penyakit SLE Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:8 1. Secara klinis tenang 2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa 3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit. Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit. Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang : 1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II) 2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3) 3. Serositis mayor Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa : a. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna. b. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung. c. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika. d. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.

5

e. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister). f. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi. g. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3), trombositopenia <20.000/mm3 , purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.

Penilaian Aktivitas Penyakit SLE Perjalanan penyakit SLE yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi, memerlukan pemantauan yang ketat akan aktivitas penyakitnya. Evaluasi aktivitas penyakit ini berguna sebagai panduan dalam pemberian terapi. Indeks untuk menilai aktivitas penyakit seperti SLEDAI, MEX-SLEDAI, SLAM, BILAG Score, dsb. Dianjurkan untuk menggunakan MEX-SLEDAI atau SLEDAI. MEX-SLEDAI lebih mudah diterapkan pada pusat kesehatan primer yang jauh dari tersedianya fasilitas laboratorium canggih. Tabel 2. MEX SLEDAI Score3

6

Pilar Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik3 I. Edukasi dan konseling

7

II. Program rehabilitasi III. Pengobatan medikamentosa a. OAINS b. Anti malaria c. Steroid d. Imunosupresan / Sitotoksik e. Terapi lain

I. Edukasi / Konseling Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akan perjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan masalah aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain melindungi kulit dari paparan sinar matahari (ultra violet) dengan memakai tabir surya, payung atau topi; melakukan latihan secara teratur. Pasien harus memperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ, baik berkaitan dengan aktivitas penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan. II. Program Rehabilitasi Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan pada pasien dengan SLE tergantung maksud dan tujuan dari program ini. Salah satu hal penting adalah pemahaman akan turunnya masa otot hingga 30% apabila pasien dengan SLE dibiarkan dalam kondisi immobilitas selama lebih dari 2 minggu. Disamping itu penurunan kekuatan otot akan terjadi sekitar 1-5% per hari dalam kondisi imobilitas. Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan kestabilan sendi. Modalitas fisik seperti pemberian panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri, menghilangkan kekakuan atau spasme otot. Demikian pula modalitas lainnya seperti transcutaneous

8

electrical nerve stimulation (TENS) memberikan manfaat yang cukup besar pada pasien dengan nyeri atau kekakuan otot. III. Terapi Medikamentosa Kortikosteroid3 Kortikosteroid (KS) digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan SLE. Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek samping, KS tetap merupakan obat yang banyak dipakai sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Dosis KS yang digunakan juga bervariasi. Untuk meminimalkan masalah interpretasi dari pembagian

ini

maka

dilakukanlah

standarisasi

berdasarkan

patofisiologi

dan

farmakokinetiknya. Terminologi pembagian dosis kortikosteroid adalah : Dosis rendah

: < 7.5 mg prednison atau setara perhari

Dosis sedang

: >7.5 mg, tetapi < 30 mg prednison atau setara perhari

Dosis tinggi

: >30 mg, tetapi < 100 mg prednison atau setara perhari

Dosis sangat tinggi

: >100 mg prednison atau setara perhari

Terapi pulse

: >250 mg prednison atau setara perhari untuk 1 hari atau beberapa hari

Pengobatan SLE Berdasarkan Aktivitas Penyakitnya. a. Pengobatan SLE Ringan Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan secara bersamaan dan berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar tujuan di atas tercapai, yaitu:2 - Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan. - Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan pengelolaan nyeri dan inflamasi.

9

- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan potensi ringan) - Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa), sementara hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) - Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang setara. Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor sekurangkurangnya 15 (SPF 15) b. Pengobatan SLE Sedang Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang refrakter: 20 mg / hari prednison atau yang setara. c. Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Nyawa Pilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada penggunaan obat-obatannya. Pada SLE berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-obatan sebagaimana tercantum di bawah ini: 1. Glukokortikoid Dosis Tinggi Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: 40 – 60 mg / hari (1 mg/kgBB) prednison atau yang setara selama 4-6 minggu yang kemudian diturunkan secara bertahap, dengan didahului pemberian metilprednisolon intra vena 500 mg sampai 1 g /hari selama 3 hari bertutut-turut.9 2. Obat Imunosupresan atau Sitotoksik Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotoksik yang biasa digunakan pada SLE, yaitu azatioprin, siklofosfamid, metotreksat, siklosporin, mikofenolat mofetil. Pada keadaan tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru atau sitopenia, seringkali diberikan gabungan antara kortikosteroid dan imunosupresan / sitotoksik karena memberikan hasil pengobatan yang lebih baik.3

10

11

Gambar 1: Algoritma Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik

12

ILUSTRASI KASUS Telah dirawat seorang pasien wanita usia 27 tahun di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 25 Juni 2018 pukul 18:30 WIB dengan : Keluhan utama : (autoanamnesis) Nyeri sendi lutut meningkat sejak 2 hari lalu sebelum masuk RS Riwayat Penyakit Sekarang : 

Nyeri sendi lutut meningkat sejak 2 hari lalu, telah dirasakant sejak 2 minggu lalu, terasa seperti ditusuk, semakin nyeri dengan pergerakan, berkurang bila istirahat, nyeri dirasakan sampai ke telapak kaki. Riwayat trauma tidak ada



Ruam berwarna kehitaman di wajah dan tubuh sejak 1 bulan terakhir dan semakin lama semakin banyak dalam 2 minggu terakhir, Awalnya ruam tampak

kemerahan

dan hanya berupa bintik-bintik saja dan tidak terlalu banyak tetapi semakin lama semakin banyak, meluas dan berwarna kehitaman. Ruam kemerahan semakin bertambah memerah bila terkena cahaya matahari. 

Pasien tampak pucat sejak 1 bulan terakhir



Nafsu makan menurun sejak 1 bulan lalu. Pasien hanya menghabiskan 1/2-3/4 porsi setiap makan.



Penurunan berat badan dirasakan sejak 1 bulan terakhir, tetapi pasien tidak tahu pasti berapa kilogram penurunannya



.Lemah letih dirasakan sejak 2 minggu lalu. Pasien merasa cepat letih walaupun melakukan aktivitas ringan.



Batuk sejak 2 minggu lalu, berdahak, warna putih kekuningan. Batuk berdarah tidak ada.



Demam sejak 1 minggu lalu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat.



Sariawan di mulut 1 minggu lalu, terasa nyeri. Saat ini sariawan sudah tidak ada lagi.



Sesak nafas tidak ada

13



Dada terasa berdebar tidak ada



Nyeri dada tidak ada



Keringat malam hari tidak ada



Rambut mudah rontok tidak ada



Kaki sembab tidak ada



Riwayat pingsan tiba-tiba tidak ada



Riwayat kejang tidak ada



Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan

Riwayat Pengobatan : 

Riwayat minum obat paru selama 6 bulan ada tahun 2013 dan dinyatakan sembuh oleh spesialis paru di RSUP dr M Djamil.

Riwayat Penyakit Dahulu : 

Riwayat alergi obat atau makanan tidak ada



Riwayat sakit jantung tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : 

Tidak ada riwayat penyakit alergi di keluarga



Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit paru-paru

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan : 

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.



Pasien tinggal di rumah permanen, luas 20x15 m2 , pencahayaan cukup, jendela dibuka setiap hari

Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Umum : Keadaan umum : Sakit sedang

Tinggi badan

:155cm

Kesadaran

Berat badan

: 43 kg

: CMC

14

Tekanan darah : 120/80 mmHg

BMI

Nadi

: 85 x/menit, kuat angkat, teratur Kesan

Nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 36.8 oC

VAS

:5

Sianosis

: (-)

Anemis

: (+)

Ikterus

: (-)

Edema

: (-)

: 17.9 : Underweight

Kulit

: Turgor baik, teraba hangat, ruam diskoid (+)

KGB

: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher, aksila, dan inguinal

Kepala

: Normochepal, malar rush (+)

Rambut

: Tidak mudah rontok

Mata

: Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor, diameter 3mm/3mm

Telinga

: Tidak ada kelainan

Hidung

: Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tidak ada kelainan Mulut

: Caries (-), oral thrush (-)

Leher

: JVP 5+0 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Toraks Bentuk dada : Normochest Paru depan : Inspeksi : Tampak simetris hemitoraks kiri dan kanan Palpasi Perkusi

: Fremitus meningkat di lapangan paru kiri dibandingkan kanan : Redup di lapangan paru kiri, peranjakan paru-hepar 2 jari

15

Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-). Pleural friction rub (-)

Paru Belakang : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statisdan dinamis Palpasi

: Fremitus meningkat di paru kiri

Perkusi

: Redup di paru kiri

Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler. Ronkhi (+/+) Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi

: Iktus kordis teraba di LMCS RIC V, tidak kuat angkat,

luas 1 ibu jari,

thrill (-) Perkusi

: Batas kanan LSD, batas atas RIC II, batas kiri 1 jari lateral RIC V

Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-),

M1>M2, P2
Pericardial friction rub (-), muffled heart sound (-) Abdomen Inspeksi

: Perut tidak tampak membuncit

Palpasi

: Supel, hepar lien tidak teraba. Nyeri tekan (-) , nyeri lepas (-)

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal Punggung

: Nyeri ketok CVA (-/-)

Alat kelamin : Tidak ada kelainan Anus

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas

: Edema (-/-), akral teraba hangat, refleks fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-)

Status lokalis Sendi

Inspeksi

MCP

Tidak

Palpasi

ROM

tampak Bengkak (-), nyeri Tidak terbatas

16

bengkak,

tekan (-)

deformitas (-) MTP

Tidak

tampak Bengkak (-), nyeri Tidak terbatas

bengkak,

tekan (-)

deformitas (-) Genu

Tidak

tampak Bengkak (-), nyeri Terbatas

bengkak,

tekan (+)

deformitas (-) Ankle

Tidak

tampak Bengkak (-), nyeri Terbatas

bengkak,

tekan (+)

deformitas (-) Pergelangan tangan

Tidak

tampak Bengkak (-), nyeri Tidak terbatas

bengkak,

tekan (-)

deformitas (-)

Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin Hb

: 9.1

g/dl

Leukosit

: 1700/mm3

Trombosit

: 232.000 /mm3

Ht

: 41 %

Diff count

: 0/0/5/71/20/4

LED

: 25

Gambaran darah tepi : Eritrosit : Anisositosis normokrom Leukosit : Jumlah kurang dengan neutrofilia relatif Trombosit : Jumlah cukup, morfologi normal Kesan : Anemia ringan normositik normokrom, leukopenia Urin

17

Makroskopis

Mikroskopis

Kimia

Warna

Kuning muda

Leukosit

0-1

Protein

negatif

Kekeruhan

negatif

Eritrosit

0-1

Glukosa

negatif

BJ

1.010

Silinder

negatif

Bilirubin

negatif

pH

5.5

Kristal

negatif

Urobilinogen

positif

Epitel

Gepeng (+)

Feses: Warna

: Coklat

Telur cacing

:

Konsistensi : Lunak

Darah

: tidak ada

Leukosit

:

Lendir

: tidak ada

Eritrosit

: 0-1/LPB

0-1/LPB

tidak ada

EKG: Irama

: Sinus

QRS Komplek

: 0.04 dtk

HR

: 100 x/mnt

ST Segmen

: isoelektrik

Axis

: Normal

Gel T

: normal

Gel P

: Normal

SV1 + RV5 <35

PR interval

: 0.12 dtk

R/S

Amplitudo

: < 1mV

V1 <1

Kesan : Sinus rhytm, low voltage EKG Kriteria ARA Ruam malar, ruam diskoid, fotosensitif, ulkus mulut, artritis, serositis, gangguan hematologik. Skor = 7 MEX SLEDAI Score Deskripsi

Skor

Poliartritis

2

Gangguan mukokutaneus

2

Fatigue

1

18

Lekopenia

1

Serositis

2

Total

8

MASALAH 

Ruam malar



Ruam diskoid



Malnutrisi



Anemia



Bronkopneumonia



Poliartritis



Efusi perikard

Diagnosis Kerja : Diagnosa Primer : 

Sistemik Lupus Eritematosus derajat sedang

Diagnosa Sekunder : 

Bronkopneumonia (CAP)



Bekas TB paru



Efusi perikard



Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis

Diagnosa banding : 

TB paru relaps

Terapi : 

Istirahat/ MB 2000 kkal ( karbohidrat 1200 kkal, protein 300 kkal, lemak 500 kkal)



O2 2 L/mnt



IVFD NaCl 0.9% 12 jam /kolf



Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (IV)

19



N acetilsistein 3x200 mg (PO)



Paracetamol 3x1000 mg (PO)

Rencana : Cek Retikulosit, MCV/MCH/MCHC, Eritrosit, Bilirubin I/II, Albumin. Elektrolit Ekspertise rontgen toraks Kultur sputum Genexpert Anti dsDNA dan ANA profile

Follow up 26 Juni 2018 (07.00) S/ Batuk ada, nyeri sendi ada, sesak nafas tidak ada, dada berdebar tidak ada O/ KU

Kes

TD

Sakit Sedang

CMC

120/70 mmHg

Nadi 98x/i

Nafas 21 x/i

T 36.7o

VAS 4

Keluar hasil Labor Retikulosit

: 0.6%

MCV/MCH/MCHC

: 84/27/32

Ur/Cr

: 7/0.7

Na/K/Cl

: 132/3.1/100

Albumin/Globulin

: 2.8/2.3

Bilirubin I/II

: 0.1/0.2

Konsul konsultan Rheumatologi Kesan : Suspek Sistemik Lupus Eritematosus derajat sedang Advice : Cek ANA profile dan Anti dsDNA Hidroxyclorokuin 1x1 tab (PO) Gabapentin 2x100 mg (PO)

20

Metilprednisolon jika tidak ada kontraindikasi dari bagian paru Konsul konsultan Pulmonologi Kesan : Community Acquired Pneumonia TB paru relaps Advice : Cek Genexpert Kultur sputum Expertise rongent toraks Cek leukosit dan hitung jenis setiap 3 hari Konsul konsultan Hematologi Kesan : Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis Advice : Cek Hb,Ht, Leukosit trombosit setiap 3 hari Atasi penyakit dasar Konsul konsultan Alergi Imunologi Kesan

: Sistemik Lupus Eritematosus derajat ringan

Advice

: Cek ANA profile dan Anti dsDNA Penelusuran TB paru

Konsul konsultan Kardiologi Kesan : Susp efusi perikardial Advice : Echocardiografi Rongent toraks ulang Follow up 29 April 2018 (07.00) S/ O/

Batuk ada, dada berdebar ada, demam tidak ada, sesak nafas tidak ada KU

Kes

TD

Sakit Sedang CMC 110/70 mmHg

Nadi 105x/i

Nafas 22 x/i

T 36,8oC

VAS 3

21

Keluar hasil labor Hb

: 8.1

g/dl

Leukosit

: 2650/mm3

Trombosit

: 168.000 /mm3

Ht

: 26 %

Diff count

: 0/0/4/78/14/4

Kesan : Anemia ringan, leukopeni, neutrofilia Keluar hasil expertise Rongent toraks Cor tidak membesar Sinus dan diafragma normal Hilus normal Corakan bronkovaskular normal Tampak pebercakan di lapangan atas paru kiri Skeletal dan soft tissue dalam batas normal Kesan

: Sugestif TB paru aktif

Keluar hasil echocardiografi Kesan: 

Efusi perikard moderate di sekeliling ruang jantung tanpa adanya ancaman tamponade secara echocardiografi



Fungsi sistolik global LV baik, EF 64%



Global normokinetik



LV konsentrik hipertrofi dengan fungsi diastolik LV tidak bisa dinilai ec Fusi (Takikardi)



Katup-katup baik



Kontraktilitas RV baik

Konsul konsultan Kardiologi Kesan : Efusi perikardial Advice : Evaluasi klinis tamponade

22

Ibuprofen 2x800 mg Lansoprazole 2x30 mg

Konsul konsultan Pulmonologi Kesan : TB paru relaps Advice : Tunggu hasil Genexpert Follow up 2 Juli 2018 (07.00) S/

Batuk ada, dada berdebar ada, demam tidak ada, sesak nafas tidak ada

O/

KU

Kes

TD

Sakit Sedang CMC 110/70 mmHg

Nadi

Nafas

T

100x/i

22 x/i

37oC

VAS 3

Keluar hasil labor Hb

: 8.4

g/dl

Leukosit

: 1870/mm3

Trombosit

: 158.000 /mm3

Ht

: 27 %

Diff count

: 0/1/0/55/36/8

Kesan : Anemia ringan, leukopenia Keluar hasil Anti dsDNA dan ANA profile Anti dsDNA

: 101.1 IU/ml

ANA profile

: RNP/Sm (++) Sm (++) SCL-70 (+++)

Kesan

: Sistemik lupus eritematosus

Keluar hasil Genexpert MTB not Detected

23

Keluar hasil kultur sputum Ditemukan mikroorganisme Acinetobacter baumannii Sensitif dengan Ampisilin sulbactam, Meropenem, amikasin Konsul konsultan Pulmonologi Kesan : Bekas TB paru Community Acquired Pneumonia Advice : Meropenem 3x1 gr (IV) Ulang rongent toraks 2 bulan lagi Cek ulang leukosit, LED, hitung jenis setiap 3 hari Konsul konsultan Rheumatologi Kesan : Sistemik lupus eritematosus derajat sedang Advice : Metilprednisolon 16-8-8 mg (PO) Lansoprazole 1x30 mg (PO) Osteocal 1x1000 mg (PO) Konsul konsultan Alergi imunologi Kesan : Sistemik lupus eritematosus derajat sedang Advice : Metilprednisolon 16-8-8 mg (PO) Lansoprazole 1x30 mg (PO) Osteocal 1x1000 mg (PO)

Follow up 5 Juli 2018 (07.00) S/ O/

Batuk ada, dada berdebar ada, demam tidak ada, sesak nafas tidak ada KU

Kes

TD

Sakit Sedang CMC 110/60 mmHg

Nadi

Nafas

T

98x/i

20 x/i

37oC

VAS 3

24

Keluar hasil labor Hb

: 9.7

g/dl

Leukosit

: 1980/mm3

Trombosit

: 276.000 /mm3

Ht

: 32 %

Kesan : Anemia ringan, leukopenia A/

Systemic lupus eritematosos derajat sedang TB paru relaps Community Acquired Pneumonia Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis

P/

Istirahat/ MB 2000 kkal ( karbohidrat 1200 kkal, protein 300 kkal, lemak 500

kkal) 

Inj. Meropenem 3x1 gr (IV)



N acetilsistein 3x200 mg (PO)



Paracetamol 3x500 mg (PO)



Ibuprofen 2x800 mg (PO)



Metilprednisolon 16-8-8 mg (PO)



Lansoprazole 1x30 mg (PO)



Osteocal 1x1000 mg (PO)

25

Diskusi Telah dirawat seorang pasien berusia 27 tahun di bangsal penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil padang dengan dengan diagnosa : 

Sistemik Lupus Eritematosus derajat sedang



CAP



Bekas TB paru



Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik



Efusi perikard Pasien ini didiagnosis Sistemik lupus eritematosus berdasarkan kriteria ARA

memenuhi kriteria ruam malar, ruam diskoid, fotosensitif, ulkus mulut, artritis, serositis, gangguan hematologik (lekopenia) dan ANA positif. Aktivitas penyakit berdasarkan MEX SLEDAI didapatkan skor 8 dengan rincian : Deskripsi

Skor

Poliartritis

2

Gangguan mukokutaneus

2

Serositis

2

Fatigue

1

Lekopenia

1

Total

8

Pada pasien didapatkan gangguan hematologik berupa anemia dan lekopenia. Menurut Voulgarelis (2000), penyebab anemia pada SLE paling sering disebabkan oleh penyakit kronik (37.1%), defisiensi besi (35.6%), hemolitik autoimun (14.4%) dan penyebab lain (12.9%). Pada anemia penyakit kronik, tidak jarang didapatkan hasil retikulosit rendah dan normositik normokrom. Adanya autoantibodi pada SLE dapat menekan eritropoiesis , mengakibatkan anemia.

26

Angka kejadian pada kelainan perikardial yang ditemukan pada SLE dari hasil echocardiografi berkisar antara 11-54%. Efusi perikardial asimtomatik kejadiannya lebih sering dari perikarditis simtomatik, dimana ditemukan efusi perikard pada 40% pasien. Perikarditis simtomatik diperkirakan berkisar pada 25% pasien dengan SLE. Gejala pada akut perikarditis berupa nyeri dada substernal atau prekordial, dipengaruhi posisi dan kadang bersifat pleuritik, sesak nafas, takikardi, demam, bunyi jantung menjauh dan pericardial rub. Pada pasien ini hanya mengeluhkan rasa berdebar, tidak disertai nyeri dada dan sesak nafas. Dari pemeriksaan fisik, bunyi jantung masih terdengar dan tidak didapatkan pericardial rub. Selanjutnya dilakukan EKG dan echocardiografi pada pasien dan didapatkan hasil efusi perikardial tanpa ancaman tamponade jantung Pada pasien diberikan terapi hydroxyclorokuin. Hydroxyclorokuin dapat mengurangi aktivitas penyakit dengan menstabilkan membran mikrosomal, yang mengganggu maturasi endosomal dan menetralisir lingkungan asam yang diperlukan untuk aktivitas endosomal.10 Toll-like receptor (TLRs) interseluler perlu berikatan dengan ligan asam nukleat untuk aktivitas maksimal dan proses ini dibantu oleh lingkungan yang asam dari endosomal, yang dicegah oleh hydroxyclorokuin. Inhibisi TLRs mengurangi kadar interferon alfa, sitokin yang menjadi mediator utama inflamasi pada SLE.11 Prevalensi infeksi TB yang lebih tinggi pada SLE dihubungkan dengan gangguan sistem imun, sebagaimana juga terapi imunosupresan. Dosis tinggi kortikosteroid juga merupakan faktor resiko utama. Hiperaktivitas sistem imun juga dapat membuat pasien SLE menjadi imunokompromais. Penurunan imunitas seluler pada SLE menjadikan pasien rentan terhadap infeksi TB dikarenakan sifat penyakitnya dan terapi imunosupresan.12 Pada pasien ini memiliki riwayat konsumsi OAT dan telah dinyatakan tuntas. Steroid dapat diberikan apabila infeksi TB sudah disingkirkan. Terbukti dari hasil pemeriksaan genexpert, tidak ditemukan kuman TB pada pasien ini. Dosis steroid yang diberikan pada pasien mulai dikurangi segera setelah penyakitnya terkontrol. Tapering harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kembalinya aktivitas penyakit, dan defisiensi kortisol yang muncul akibat penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) kronis. Tapering secara bertahap memberikan

27

pemulihan terhadap fungsi adrenal. Tapering tergantung dari penyakit dan aktivitas penyakit, dosis dan lama terapi, serta respon klinis.3 Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya. Apa itu lupus, masalah yang dapat timbul akibat lupus, faktor pencetus munculnya gejala lupus lupus dan cara mencegahnya. Melindungi kulit dari paparan sinar matahari (ultra violet) dengan memakai tabir surya, payung atau topi; melakukan latihan secara teratur. Pasien harus memperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet agar tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ, baik berkaitan dengan aktivitas penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan.

28

Daftar Pustaka

1. Tutuncu ZN, Kalunian KC. The Deinition and clasification of systemic lupus erythematosus. In: Wallace DJ, Hahn BH, editors. Duboi’s lupus erythematosus. 7th ed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins; 2007:16-19 2. Danchenko N, Satia JA, Anthony MS. Epidemiology of systemic lupus erythematosus: a comparison of worldwide disease burden. Lupus. 2006;15(5):308-18 3. Perhimpunan Rheumatologi Indonesia, Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. 2011 4. Jacobsen S, Petersen J, Ullman S, Junker P, Voss A, Rasmussen JM, et al. Mortality and causes of death of 513 Danish patients with systemic lupus erythematosus. Scand J Rheumatol. 1999;28(2):75-80. 5. Cervera R, Khamashta MA, Font J, Sebastiani GD, Gil A, Lavilla P, et al. Morbidity and mortality in systemic lupus erythematosus during a 10-year period, a comparison of early and late manifestation in a cohort of 1000 patients. Medicine 2003;82:299-308 6. Mok CC, Lau CS. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J Clin Pathol 2003;56:481-490 7. McMurry RW, May W (2003) Sex hormones and systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum 2003;48:2100-10 8. American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on systemic lupus erythematosus guidelines. Arthritis Rheum 1999;42(9):1785-96 9. Nieman LK, Kovacs W, Pharmacologic use of glucocorticoid. UpToDate 2010 10. Lafyatis R, york M, Marshak-Rothsstein. Antimalarial agents: closing the gates on Toll-like Receptor?. Arthritis Rheumatology 2006;54(10)3068-70

29

11. Willis R, Seif AM, McGwin G, Martinez-Martinez LA, Gonzalez EB, Dang N et al. Effect of Hydroxychloroquin treatment on pro-inflamatory cytokines and diease activity on SLE. Lupus2012;21(8):830-5 12. Prabu VNN, Agrawal S. 2010. Systemic Lupus Erithematosus and tuberculosis: A review of complex interaction of complicated disease. Departement of Rheumatology, Nizam’s Institute of Medical Science, India.

30

Related Documents

Sle
November 2019 25
Sle
June 2020 13
Sle Fix.docx
June 2020 20
Mpprc: Sle
November 2019 22
Sle Print.docx
October 2019 18
Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113

More Documents from "Ersi Ghaisani Masturah"