PROPOSAL PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KINERJA USAHA BABY BUNCIS DI DESA SUNTENJAYA KECAMATAN LEMBANG
NADIA WULAN PRIMASARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Karakteristik Wirausaha Dengan Kinerja Usaha Baby Buncis Di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2017 Nadia Wulan Primasari NIM H34154028
ABSTRAK NADIA WULAN PRIMASARI. Hubungan Karakteristik Wirausaha Dengan Kinerja Usaha Baby Buncis Di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang. Dibimbing oleh RACHMAT PAMBUDY. Kecamatan Lembang menjadi salah satu sentra produksi buncis dan baby buncis. Produksi buncis di Kecamatan Lembang berfluktuatif seiring dengan adanya penurunan luas lahan. Untuk menggali kembali potensi pertanian buncis di Kecamatan Lembang, diperlukan petani yang memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi. Pada era moderen seperti saat ini, jiwa kewirausahaan sangat dibutuhkan dalam menjalankan setiap bisnis begitupun usaha di bidang sayuran yang memiliki risiko cukup tinggi. Desa suntenjaya memiliki potensi yang baik untuk membudidayakan komoditi buncis dan baby buncis. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang. Hubungan karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha pada petani baby buncis di Desa Suntenjaya yang memiliki nilai positif dan signifikan meliputi berani mengambil risiko dan orientasi masa depan terhadap volume penjualan, orientasi masa depan terhadap keuntungan serta inovatif, orientasi masa depan, kerja keras terhadap hasil produksi Kata kunci : kewirausahaan, kinerja usaha, desa suntenjaya
ABSTRACT NADIA WULAN PRIMASARI. The Relationship between Entreprenurial Characteristics and Business Performance of the Bean Baby in Suntenjaya Village Lembang Subdistrict. Supervised by RACHMAT PAMBUDY. Lembang subdistrict became one of the production centers of beans and baby beans. Bean production in Lembang subdistrict fluctuates in line with the decrease of land area. To explore the potential of bean farming in Kecamatan Lembang, farmers who have high entrepreneurial spirit are required. In the modern era as it is today, entrepreneurial spirit is needed in running every business as well as business in the field of vegetables that have a high enough risk. Suntenjaya village has good potential to cultivate commodity beans and baby beans. The purpose of this research is to analyze the relationship of entrepreneurial characteristics to the performance of baby snack business in Suntenjaya village, Lembang subdistrict. The relationship of entrepreneurial characteristics to the business performance of the beans farmer in Suntenjaya Village which has positive and significant values includes bold risk taking and future orientation towards sales volume, future orientation to profit and innovative, future orientation, hard work on production Keywords: entrepreneurship, business performance, suntenjaya village
HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN KINERJA USAHA BABY BUNCIS DI DESA SUNTENJAYA KECAMATAN LEMBANG
NADIA WULAN PRIMASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribismis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Judul Skripsi : Hubungan Karakteristik Wirausaha Dengan Kinerja Usaha Baby Buncis Di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang Nama : Nadia Wulan Primasari NIM : H34154028
Disetujui oleh
Dr Ir Rachmat Pambudy MS Dosen Pembimbing
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2017 sampai Juli 2017 ini ialah karakteristik wirausaha, dengan judul Hubungan Karakteristik Wirausaha Dengan Kinerja Usaha Baby Buncis Di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rachmat Pambudy MS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ketua kelompok tani di Desa Suntenjaya, Bapak Ulus yang telah membantu keberlangsungan penelitian saya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2017 Nadia Wulan Primasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Karakteristik Wirausaha
4
Pengukuran Kinerja Usaha
5
Hubungan Karakteristik Wirausaha Terhadap Kinerja Usaha
5
KERANGKA PEMIKIRAN
6
Kerangka pemikiran teoritis
6
Kerangka pemikiran operasional
8
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
9 9
Jenis dan Sumber Data
10
Metode Penentuan Sampel
10
Metode Pengumpulan Data
10
Metode Analisis Data
11
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
13
Wilayah Desa Suntenjaya
13
Keadaan Demografi Desa Suntenjaya
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Karakteristik Individu Responden
14
Kinerja Usaha Petani Baby Buncis di Desa Suntenjaya
22
Hubungan Dukungan Eksternal terhadap Karakteristik Wirausaha
23
Hubungan Karakteristik Wirausaha terhadap Kinerja Usaha
24
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
27 27
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
42
DAFTAR TABEL 1 Konsumsi beberapa jenis sayuran musiman di Indonesia (ton) 2 Produksi buncis di Pulau Jawa (ton) 3 Luas lahan, produksi, dan produktivitas buncis di Kecamatan Lembang 4 Data, jenis data, sumber data dan metode penelitian 5 Jumlah tenaga kerja di Desa Suntenjaya berdasarkan usia 6 Rata – rata skor karakteristik wirausaha petani baby buncis 7 Rata-rata skor kinerja usaha petani baby buncis di desa suntenjaya 8 Hubungan dukungan eksternal dengan karakteristik wirausaha petani baby buncis 9 Hubungan karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha petani baby buncis
1 2 2 10 14 20 22 23 25
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka operasional dalam penelitian 2 Sebaran responden berdasarkan usia 3 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin 4 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan 5 Sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan 6 Sebaran responden berdasarkan luas lahan 7 Sebaran responden berdasarkan lama usaha
9 15 16 16 17 18 18
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber serat yang diperlukan oleh tubuh manusia. Selain itu, sayuran mengandung sumber mineral, vitamin, dan gizi bagi tubuh. Manfaat sayuran antara lain mencegah kanker, meningkatkan sistem imun tubuh, serta meningkatkan kesehatan syaraf dan mata. Mengonsumsi makanan komoditi hortikultura banyak manfaat yang didapat untuk pemenuhan gizi seperti protein, kalori, dan vitamin yang terkandung di sayur dan buah tersebut (Yul Bahar 2011). Tanaman sayuran dikelompokan menjadi dua yaitu sayuran semusim dan sayuran tahunan. Sayuran semusim seperti selada, bayam, kangkung, buncis, kentang, dan kubis. Sedangkan sayuran tahunan seperti jengkol, melinjo, dan petai. Tabel 1Konsumsi beberapa jenis sayuran musiman di Indonesia (ton) Komoditi Buncis Bayam Kentang Kangkung Sawi Hijau Tomat Terong
2011 0.886 3.806 1.564 4.328 1.251 2.091 2.555
2012 0.782 3.65 1.46 4.224 1.251 1.877 2.399
Tahun 2013 0.782 3.494 1.564 3.963 1.304 1.716 2.503
2014 0.826 3.522 1.476 4.087 1.422 1.882 2.434
2015 1.147 4.015 2.294 4.432 2.086 4.171 2.764
Pertumbuhan ( %) 8.18 1.6 12.57 0.75 14.98 28.13 2.25
Sumber : Pusdatin 2015
Data pada tabel 1 menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap sayuran musiman berbeda dari setiap komoditi. Dilihat dari beberapa komoditi yang mengalami peningkatan konsumsi dari tahun ke tahun. Walaupun tingkat konsumsi sayuran meningkat tetapi sebenarnya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap sayuran masih rendah dibandingkan negara lain, sedangkan potensi sayur dan buah-buahan di Indonesia besar. Ini faktor kebiasaan dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi sayuran masih rendah, padahal masyarakat memiliki kemampuan untuk membeli atau melakukan budidaya sendiri. Bahkan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia masih jauh dari standar konsumsi yang direkomendasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu 73 kilogram per kapita per tahun. Konsumsi sayur masyarakat Indonesia saat ini rata-rata 41,9 Kg per kapita per tahun atau sebanyak 27 persen dari jumlah penduduk tidak menyajikan sayuran dalam makan setiap harinya.. Sedangkan Singapura sudah 125 Kg perkapita per tahun, Malaysia sudah 90 kg pertahun. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian menggalakan kebiasaan makan sayur melalui kampanye makan sayur dengan mencanangkan Gerakan Makan Sayur (Gemas) di sejumlah daerah, termasuk di Banten yang merupakan daerah ke empat pencanangan gerakan makan sayur tersebut (Yul Bahar 2011).
2
Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang memiliki potensi dalam bidang hortikultura. Luas lahan pertanian yang sangat memadai dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, serta didukung iklim yang cocok untuk mengembangkan usaha pertanian hortikultura. Salah satu komodti hortikultura yang tumbuh dengan baik di provinsi Jawa Barat adalah buncis. Buncis merupakan sayuran musiman yang dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam di dataran tinggi yaitu pada ketinggian 1000-1500 meter. Buncis memiliki dua tipe pertumbuhan, yaitu tipe merambat dan tegak (Setianingsih et al. 2002). Selain karena rasanya yang cenderung manis, buncis mudah untuk diolah menjadi makanan utama. Buncis mengandung berbagai macam manfaat untuk tubuh manusia. Buncis bermanfaat untuk mengatasi gejala penyakit diabetes, melancarkan sistem peredaran darah, membasmi racun pada pencernaan, memperkuat tulang karena mengandung vitamin K serta mengandung banyak serat dan mineral. Dapat dilihat pada tabel 2, provinsi Jawa Barat menempati posisi pertama dalam memproduksi buncis dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Tabel 2 Produksi buncis di Pulau Jawa (ton) Provinsi Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Banten
2010 2011 93 573 100 764 32 95 35 926 539 384 26 704 33 852 789 159
2012 2013 94 633 102 108 33 938 34 188 484 356 27 087 30 188 451 319
2014 94 623 33 181 507 30 469 122
Sumber : Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2016
Kabupaten Bandung Barat memiliki lahan yang subur serta banyak aliran sungai sehingga sebagian besar dari luas lahan di daerah ini digunakan untuk pertanian (Kabupaten Bandung Barat dalam angka 2016). Kabupaten Bandung Barat terbagi menjadi 16 kecamatan yaitu rongga, cisatua, saguling, cipendeuy, cipatat, cipongkor, cililin, gunung halu, cikalong wetan, cihampelas, parongpong, padalarang, ngamprah, sindangkerta, lembang, dan batujajar. Sedangkan terdapat beberapa daerah di Jawa Barat menjadi daerah penghasil buncis antara lain Kotabatu (Bogor), Pengalengan dan Kecamatan Lembang (Bandung) dan Cipanas (Cianjur). Kecamatan Lembang menjadi salah satu sentra produksi buncis dan baby buncis. Tabel 3Luas lahan, produksi, dan produktivitas buncis di Kecamatan Lembang Indikator Luas panen Produksi Produktivitas
Satuan 2011 Ha 687 Ton 36 775 Ton 53.53
2012 314 6 715 21.39
2013 170 2 100 12.35
2014 168 2 193 13.05
2015 152 2 100 13.82
2016 162 2 450 15.12
Sumber : Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat 2017
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat produksi buncis di Kecamatan Lembang berfluaktuatif seiring dengan adanya penurunan luas lahan. Tetapi pada tahun
3 2016, produksi buncis mengalami kenaikan yang cukup tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Lembang memiliki potensi kembali untuk produksi buncis di Jawa Barat. Untuk menggali kembali potensi pertanian buncis di Kecamatan Lembang, diperlukan petani yang memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi. Pada era moderen seperti saat ini, jiwa kewirausahaan sangat dibutuhkan dalam menjalankan setiap bisnis begitupun usaha di bidang sayuran yang memiliki risiko cukup tinggi. Kewirausahaan merupakan salah satu aspek yang mendukung pembangunan di Indonesia. Keberadaan para wirausaha diharapkan dapat membantu memperbaiki keadaan ekonomi negara. Banyak pihak yang telah menaruh harapan besar kepada wirausaha. Alasannya karena keberadaan wirausaha dapat menciptakan ide baru yang lebih inovatif serta lapangan pekerjaan baru bagi warga sekitar. Baik wirausaha dalam skala kecil maupun skala besar. Berdasarkan pemaparan tersebut maka penelitian perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai karakteristik wirausaha atau petani yang berada di Kecamatan Lembang akan memiliki hubungan terhadap kinerja usaha baby buncis yang dijalani.
Perumusan Masalah Terdapat 16 desa yang tergabung dalam Kecamatan Lembang antara lain, desa gugang kahuripan, desa wangunsari, desa pagerwangi, desa mekarwangi, desa langensari, desa kayuambon, desa lembang, desa cikahuripan, desa sukajaya, desa jayagiri, desa cibogo, desa cikole, desa cikidang, desa wangunharja, desa cibodas, dan desa suntenjaya. Desa suntenjaya merupakan desa terluas di Kecamatan Lembang dengan luas 11.67 persen dari luas keseluruhan 95.56 km2. Desa suntenjaya merupakan salah satu desa penghasil buncis dan baby buncis di Kecamatan Lembang selain desa cibodas. Desa suntenjaya memiliki potensi yang baik untuk membudidayakn komoditi buncis dan baby buncis. Hal ini dapat dilihat dari terpilihnya baby buncis sebagai produk pertanian berdaya saing ekspor pada tahun 2014. Produk baby buncis merupakan yang berasal dari salah satu kelompok tani yang terdapat di desa suntenjaya. Baby buncis adalah buncis yang sudah dipanen pada saat berusia dibawah 60 hari. Baby buncis yang dihasilkan untuk kualitas ekspor memiliki ciri-ciri antara lain standar ukuran antara 11-13 cm, tidak ada cacat, ukuran lurus,tidak ada serpihan hitam atau cokelat, tidak ada hama penyakit dan warna hijau cerah. Baby buncis yang dihasilkan oleh di desa suntenjaya sudah melakukan ekspor ke negara Singapura. Sedangkan baby buncis yang tidak memenuhi standar kualitas ekspor akan dijual di pasar dalam negeri baik pasar modern maupun pasar tradisional. Berdasarkan uraian diatas, kemampuan desa suntenjaya untuk mengekspor baby buncis serta terpilihnya sebagai pemenang produk pertanian berdaya saing ekspor diduga dipengaruhi oleh karakteristik petani. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini karena dengan luas lahan yang semakin berkurang khusunya di Kecamatan Lembang tetapi para petani di desa suntenjaya mampu memproduksi baby buncis dengan kualitas ekspor.
4 Karakteristik wirausaha yang diduga dimiliki oleh petani di desa suntenjaya juga akan berpengaruh terhadap kinerja usaha baby buncis maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik wirausaha baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang ? 2. Bagaimana kinerja usaha petani baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang ? 3. Bagaimana hubungan karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang ? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan karakteristik wirausaha baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang 2. Mendeskripsikan kinerja usaha petani baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang 3. Menganalisis hubungan karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Wirausaha Karakteristik wirausaha merupakan landasan utama bagi para wirausaha dalam menjalankan keberlangsungan bisnisnya. Menurut penelitian Rahayu (2014) karakteristik wirausaha yang dimiliki khususnya pengusaha tempe di Kabupaten Bogor antara lain sikap percaya diri, sikap berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi masa depan. Karakteristik wirausaha lainnya dikemukakan oleh Nasution (2016), karakteristik wirausaha terhadap petani sayur Kecamatan Pacet Cianjur dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain usia, pendidikan, pengalaman, dan skala usaha. Faktor ekternal dipengaruhi oleh ketersediaan bahan input, penyuluhan dan pelatihan, akses terhadap informasi pasar, dan lingkungan. Dari kedua faktor tersebut diperoleh hasil karakteristik wirausaha percaya diri, berani mengambil risiko, inovatif, pekerja keras, kepemimpinan, dan tanggung jawab. Penelitian lain menurut Mafiroh (2014) terhadap pelaku usaha tanaman hias di Kelurahan Meruya Selatan, Kecamatan Kembangan, DKI Jakarta menunjukkan karakteristik wirausha yaitu berorientasi terhadap masa depan, pengambilan risiko, inovatif, kerja keras, percaya diri, serta tanggung jawab. Karakteristik wirausaha sangat tergantung terhadap kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Penelitian Sari (2016) terhadap wirausahan umkm gula aren di Kabupaten Lombok Barat memebagi karakteristik wirausaha menjadi dua persepsi yaitu persepsi karakteristik individu dan persepsi karakteristik psikologis. Persepsi karakteristik individu terdiri dari usia, pendidikan, pengalaman,
5 kekosmopolitan. Sedangkan persepsi karakteristik psikologis terdiri dari kerja keras, percaya diri, disiplin, berani mengambil risiko, toleransi terhadap ketidakpastian, inovatif, mandiri, dan bertanggung jawab. Penelitian lain menurut Purwanti (2015) mengenai karakteristik dan perilaku wanita wirausaha dibagi menjadi dua yaitu karakteristik personal yang terdiri dari usia, status pendidikan, status pekerjaan suami, jumlah anggota keluarga, dan lama usaha. Karakteristik lainnya adalah karakteristik wirausaha yang terdiri dari cermat, dapat dipercaya, bertanggung jawab, hemat dan antusias. Pengukuran Kinerja Usaha Kinerja usaha dipandang sebagai tolak ukur dari keberhasilan suatu usaha. Kinerja usaha dapat menjadi indikator dalam menjelaskan tujuan yang ingin dicapai oleh pemilik usaha. Menurut penelitian Zulhastami (2016) kinerja usaha dalam pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Bogor meliputi penjualan, wilayah pemasaran, keuntungan. Penelitian Nasution (2016) mengemukakan kinerja usaha terhadap petani sayur Kecamatan Pacet Cianjur volume penjualan, keuntungan, dan hasil produksi. Kinerja usaha menurut Zainura (2016) menujukkan indikator yang berbeda yaitu mencakup tingkat pendapatan, tingkat perluasan wilayah pemasaran, kemampuan bersaing, serta komitmen berusahatani. Menurut Fadholi (2014) kinerja usaha pengrajin tempe Kabupaten Grobogan terdiri dari pertumbuhan usaha dan penerimaan usaha. Selain itu penelitian Mayang (2014) kinerja usaha pengusaha tempe di Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh produksi, omzet dan keuntungan. Hubungan Karakteristik Wirausaha Terhadap Kinerja Usaha Keberhasilan suatu usah tidak bisa hanya diukur oleh satu aspek saja. Tetapi harus terdapat hubungan yang signifikan antar aspek yang digunakan. Jika terdapat satu aspek saja yang dominan, maka aspek lainnya harus diperbaiki. Karakteristik wirausaha saja tidak cukup untuk melihat keberhasilan suatu usaha. Penelitian harus dilanjutkan dengan hubungan antar karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha. Menurut penelitian Rahayu (2014) terdapat hubungan positif karakteristik wirausaha pada berorientasi hasil dan keorisinilan dengan produksi dan omzet. Karakteristik wirausaha, kecuali percaya diri dan kepemimpinan berhubungan nyata dan positif dengan keuntungan. Penelitian lain Sari (2016) Karakteristik individu dan karakteristik psikologis berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. Pengaruh terbesar ditunjukkan oleh karakteristik psikologis. Hal ini menunjukkan pentingnya untuk meningkatkan karakteristik psikologis, karena karakteristik psikologis menentukan kinerja usaha dan mempermudah untuk meningkatkan kompetensi kewirausahaan. Menurut Sumantri (2013) Karakteristik personal berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha. Nilai koefisien pengaruh karakteristik personal terhadap kinerja usaha menunjukkan keeratan hubungan yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya karena nilai koefisiennya yang paling besar di antara variabel laten lainnya. Ini berarti kinerja usaha wirausaha wanita hanya dipengaruhi oleh karakteristik yang melekat pada dirinya sendiri, seperti pendidikan, pelatihan, usia, pengalaman bisnis, asal etnis, dan latar belakang keluarga.
6
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran teoritis
Wirausaha Menurut Meredith et al. (1989), wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Para wirausaha ini merupakan individu-individu yang berorientasi kepada tindakan dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mengejar tujuannya. Menurut Schumpeter dalam Alma (2009), wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Menurut Longnecker et al. (2001) menyatakan wirausaha adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang bebas. Sebagian besar wirausaha berperan sebagai pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan perekonomian, karena merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil risiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Karakteristik wirausaha Karakter adalah ciri, watak, sifat, tingkah laku yang khas dari wirausahawan yang membedakan dengan orang lain (Daryanto & Cahyono 2013) yaitu: 1. Disiplin. Tepat waktu, taat aturan yang ada dan konsisten. 2. Kerja keras. Kerja maksimal tidak kenal lelah, semangat kerja tinggi, tidak membuang-buang waktu untuk segera menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat, etos kerja tinggi. 3. Komitmen tinggi. Setia pada pekerjaan, senantiasa berfikir tentang usaha/pekerjaan,senantiasa berusaha memajukan usaha/pekerjaan. 4. Kreatif. Mampu menciptakan gagasan, ide, hal-hal yang baru atau berbeda dengan yang sudah ada. 5. Inovatif. Membuat terobosan baru karena adanya invensi (penemuan baru), extensi (pengembangan), duplikasi (penggandaan), sintetis (kombinasi) dalam masalah produk dan pelayanan. 6. Mandiri. Percaya dan berusaha keras atas kemampuan diri sendiri, tidak terlalu tergantung pada orang/pihak lain 7. Realistis. Bekerja maksimal sesuai dengan kemampuan diri sendiri, tetapi bukan berarti bekerja semampunya atau bekerja seadanya, bukan pula bekerja melampaui batas kemampuannya. 8. Jujur. Berkata, bertindak secara benar, menepati janji, tidak ingkar janji, tidak bohong/menipu, tidak berkhianat, suci dalam pikiran, dapat dipercaya. 9. Prestatif. Melakukan sesuatu pekerjaan yang sempurna, tidak asal jadi sehingga memperoleh penghargaan dari orang lain.
7 Menurut Nitisusastro (2009) karakter yang harus dimiliki oleh wirausaha adalah sebagai berikut: 1. Kemauan dan rasa percaya diri. Seorang wirausaha harus memiliki keyakinan dan kepercayaan bahwa dengan tekad dan kemauan yang tinggi akan mampu mengatasi semua permasalahan dilapangan. 2. Fokus pada sasaran. Fokus yang dimaksud adalah tidak berpaling kepada yang lain selam sasaran yang dituju belum berhasil dicapai. Mungkin terjadi selama proses berlangsung jalan ditempuh bisa berubah namun harus tetap sesuai dengan rencana. 3. Pekerja keras. Bekerja keras merupakan sifat yang ditunjukkan oleh seseorang. Seorang wirausaha termotivasi untuk menyelesaikan peekrjaan sesuai dengan dorongan naluri dan keinginannya. 4. Berani mengambil risiko. Seorang wirausaha harus mampu menemukan metode untuk mengantisipasi dampak dari terjadina risiko dengan cara mengelola. Wirausahawan juga memiliki sikap berani mengambil risiko,artinya segala tindakan akan dan atau tidak akan diambil telah diperhitungkan benar dampaknya. 5. Berani memikul tanggung jawab. Seorang wirausaha pada umumnya berusaha keras untuk menggapai keberhasilan, atau dia tidak ingin dianggap gagal apabila tidak mampu mencapai sasarannya. 6. Inovasi. Inovasi pada dasrnya merupakan bakat khusus yang muncul dari seorang wirausahawan. Wirausahawan cenderung menciptakan dan menangani sesuatu ang tidak dikenal sebelumnya. Berdasarkan kajian teoritis dan empiris sebelumnya, karakteristik wirausaha baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang yang dianggap penting serta dibatasi dalam penelitian ini antara lain mencakup berani mengambil risiko, inovatif, kepemimpinan, berorientasi masa depan, tanggung jawab, serta kerja keras Kinerja usaha Kinerja merupakan salah satu langkah yang digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha Riyanti (2003). Kinerja dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau tujuan suatu perusahaan atau organisasi. Kinerja sebuah organisasi dapat diukur dengan memperhatikan tiga hal, yaitu produktivitas, yang diukur melalui perubahan output kepada perubahan disemua sektor input, perubahan ditingkat kepegawaian, dan rasio finansial. Simamora (2001) mengistilahkan kinerja sebagai pencapaian persyaratan-persyaratan pekerjaan tertentu yang secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik secara fisik maupun kualitas. Kinerja usaha juga dapat diukur berdasarkan adanya keberlangsungan dan pertumbuhan usaha, penambahan tenaga kerja, peningkatan keuntungan dan pendapatan Praag (2005). Berdasarkan kajian teoritis dan empiris sebelumnya, kinerja usaha petani baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang yang dianggap penting serta dibatasi dalam penelitian ini antara lain mencakup keuntungan, hasil produksi, dan volume penjualan.
8 Kerangka pemikiran operasional Kecamatan Lembang memiliki peluang untuk mengembangkan potensi pertanian yang dimiliki. Salah satu potensi pertanian yang menonjol adalah usaha sayuran. baby buncis merupakan komoditi unggulan di desa suntenjaya Kecamatan Lembang. Komoditi baby buncis di desa suntenjaya sudah diekspor ke Singapura. Selain itu, Terpilihnya baby buncis sebagai produk pertanian berdaya saing ekspor tahun 2014 dari salah satu kelompok tani di desa suntenjaya. Peluang tersebut yang dimanfaatkan oleh sebagian besar petani yang berada di desa suntenjaya. Petani sebagai wirausaha perlu melakukan pengembangan agar dapat bersaing dengan produsen komoditi serupa. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang untuk menjadi wirausaha dalam menjalankan usahanya. Mengetahui karakteristik wirausaha merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan wirausaha. Karakteristik wirausaha yang berbeda diduga memiliki hubungan dengan kinerja usaha. Untuk itu diperlukan analisis hubungan antara karakterisitik wirausaha terhadap kinerja usaha yang dijalankan. Karakteristik wirausaha yang terdapat pada penelitian ini dibagi dua yaitu karakteristik wirausaha individu dan karakteristik wirausaha psikologis. Karakteristik individu terdiri dari usia, pendidikan, pengalaman. Karakteristik psikologis antara lain berani mengambil risiko, inovatif, memiliki jiwa kepemimpinan, seorang wirausaha harus berorientasi masa depan terhadap bisnisnya, memiliki rasa tanggung jawab, serta mampu bekerja keras. Indikator kinerja usaha yang digunakan adalah keuntungan, hasil produksi, dan volume penjualan. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.
9 Desa suntenjaya sebagai salah satu daerah sentra buncis dan baby buncis di Kecamatan Lembang
Terpilihnya baby buncis sebagai produk pertanian berdaya saing ekspor tahun 2014 dari salah satu kelompok tani di desa suntenjaya
Karakteristik wirausaha : 1. Berani mengambil risiko 2. Inovatif 3. Kepemimpinan 4. Berorientasi masa depan 5. Tanggung jawab 6. Kerja keras
Kinerja usaha : 1. Keuntungan 2. Hasil produksi 3. Volume penjualan
Hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha petani baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang
Gambar 1 Kerangka operasional dalam penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di desa suntenjaya Kecamatan Lembang. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbanga desa suntenjaya merupakan salah satu sentra baby buncis di Kecamatan Lembang. Terdapat enam kelompok tani yang berada di desa suntenjaya yang menjadi sasaran penelitian dan memilki luas areal lahan yang berbeda-beda. Penelitian dilaksanakan pada bulan MaretApril 2017.
10 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4Data, jenis data, sumber data dan metode penelitian No Data 1 Karakteristik wirausaha 2 Konsumsi sayuran di Indonesia 3 Produksi buncis di Jawa Barat 4 Luas lahan, produksi, dan produktivitas buncis di Kecamatan Lembang
Jenis data Primer
Sumber data Petani responden
Sekunder
Pusdatin
Sekunder
Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2016
Sekunder
Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Bandung Barat 2017
Metode Penentuan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode non probability sampling melalui pemilihan sampel dengan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria yang digunakan adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani dan sudah pernah mengikuti penyuluhan. Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 35 responden yang aktif sebagai petani baby buncis di desa suntenjaya. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti yaitu petani baby buncis. Data primer diperoleh berdasarkan pengamatan langsung dan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang dilakukan peneliti terhadap objek yang diteliti. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Hortikultura, Pusdatin, perpustakaan IPB, studi literatur dari buku, internet dan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam analisis karakteristik wirausaha yang dimiliki oleh petani baby buncis. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis hubungan karakteristik petani baby buncis terhadap kinerja usaha. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, penyimpanan elektronik dan alat tulis menulis. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi pengamatan langsung, wawancara secara mendalam serta diikuti dengan penyebaran kuesioner. Teknik wawancara dengan cara tanya jawab dilakukan antar peneliti dengan koresponden yang dituju. Koresponden yang dimaksud adalah petani baby buncis
11 yang berada di desa suntenjaya. Kondisi pewawancara dan responden harus diperhatikan pada saat wawancara. Selain itu situasi wawancara dan isi pertanyaan yang ditanyakan merupakan faktor-faktor yang memengaruhi interaksi dan komunikasi dalam wawancara. Pada saat wawancara, peneliti juga mencoba untuk memberikan kuesioner terhadap responden yang diteliti. Kuesioner digunakan untuk memecahkan masalah. Metode Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan pengamatan selama penelitian sedangkan data kuantitatif yang diperoleh berupa data petani baby buncis serta data penelitian karakteristik wirausaha yang dimiliki petani sayuran khususnya baby buncis. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis tersebut meliputi analisis statistika deskriptif, analisis korelasi Rank Spearman. Uji Validitas dan Reabilitas Uji validitas menyatakan bahwa sejauh mana alat pengukur mampu mengukur apa yang diinginkan dari sebuah kuesioner menurut Umar (2005). Dengan kata lain, pengujian validitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang terdapat didalam kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur. Pada penelitian ini akan dilakukan uji validitas terhadap pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan kepada petani baby buncis dalam kuesioner. Jika terdapat variabel yang tidak valid, maka akan dihilangkan. Penilaian valid atau tidak validnya masing-masing variabel dapat dilihat dari nilai Corrected ItemTotal Correlation masing-masing variabel. Ketika suatu variabel dinyatakan valid apabila nilai Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari nilai r tabel.Sedangkan ketika variabel dinyatakan tidak valid apabila Corrected ItemTotal Correlation lebih kecil dari nilai r tabel. Uji reliabilitas berkaitan dengan ketepatan alat ukur. Dalam penelitian ini, teknik pengukuran reliabilitas yang digunakan adalah teknik Cronbach’s karena skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert Summated Rating. Indikator reliabilitas variabel-variabel dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha sebagai berikut: 1. Cronbach’s Alpha0.00-0.20 = tidak reliabel 2. Cronbach’s Alpha0.21-0.50 = kurang reliabel 3. Cronbach’s Alpha0.51-0.60 = cukup reliabel 4. Cronbach’s Alpha0.61-0.80 = reliabel 5. Cronbach’s Alpha0.81-1.00 = sangat reliabel Analisis Deskriptif Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk memberi gambaran secara kualitatif mengenai karakteristik wirausaha yang dimilki oleh petani baby buncis di gapoktan wargi panggupay. Karakteristik wirausaha individu meliputi umur, pendidikan dan pengalaman. Karakteristik wiarusaha psikologis meliputi berani mengambil risiko, inovatif, kepemimpinan, berorientasi masa depan, tanggung jawab, kerja keras. Setelah jawaban diperoleh, kemudian jawaban
12 responden diberikan pembobotan berdasarkan pengelompokkan jawaban responden yang kemudian skor dijumlah dan dipersentasekan. Setelah diperoleh hasil, penjumlahan karakteristik wirausaha dihubungkan dengan kinerja usaha dengan analisis korelasi Rank Spearman. Analisis Korelasi Rank Spearman Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakeristik wirausaha dengan kinerja usaha petani baby buncis di desa suntenjaya Kecamatan Lembang. Menurut Firdaus et al. (2011) analisis korelasi Rank Spearman merupakan salah satu ukuran deskriptif untuk mengukur tingkat korelasi dua variabel, dengan syarat kedua variabel dalam bentuk minimal skala ordinal. Variabel X yang digunakan berupa karakteristik wirausaha yang terdiri dari berani mengambil risiko (X1), inovatif (X2), kepemimpinan (X3), berorientasi masa depan (X4) dan tanggung jawab (X5), dan kerja keras (X6) sedangkan variabel Y dikaitkan dengan tingkat kinerja usaha petani baby buncis yang terdiri dari produksi (Y1), omzet (Y2), dan keuntungan (Y3). Adapun nilai dirumuskan sebagai berikut: 𝑛 𝑥 2 + 𝑦 2 − ∑𝑡=1 𝑑𝑡 2 𝑟𝑠 = 2√(𝑥 2 ) + (𝑦 2 ) 𝑥2 = 𝑦2 =
(n3 − n) − (∑ t x3 − ∑ t x ) 12 (n3 − n) − (∑ t y3 − ∑ t y )
12 Keterangan : tx = Banyaknya observasi sama pada variabel X untuk rank tertentu ty = Banyaknya observasi sama pada variabel Y untuk rank tertentu 𝑑𝑡 = Perbedaan rank X dan rank Y pada observasi ke-i 𝑡 = Observasi ke-i,untuk i = 1, 2, ..., n Σ = Jumlah untuk seluruh angka sama Nilai bisa bertanda positif, bisa pula bertanda negatif, dengan nilai mutlaknya maksimal 1 dan minimal 0. Tanda positif pada rs menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah, yakni bila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin tinggi pula, atau sebaliknya. Tanda negatif pada rs menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi berlawanan arah, yakni bila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin rendah, atau sebaliknya. Bila nilai = 0, berarti kedua variabel tidak berkorelasi dan bila nilai = 1, berarti kedua variabel berkorelasi sempurna. Secara deskriptif, nilai dapat dikatagorikan menjadi lima kategori berikut ini: Secara deskriptif, nilai dapat dikatagorikan menjadi lima kategori berikut ini: 1. Bila 0.0 < |rs| < 0.2, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi sangat lemah 2. Bila 0.2 ≤ |rs| < 0.4, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi lemah 3. Bila 0.4 ≤ |rs| < 0.6, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi sedang 4. Bila 0.6 ≤ |rs| < 0.8, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi kuat 5. Bila 0.8 ≤ |rs| < 1, maka kedua variabel dikategorikan berkolerasi sangat kuat
13
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Wilayah Desa Suntenjaya Desa Suntenjaya merupakan salah satu desa dari 16 desa yang berada di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Memiliki luas wilayah 357,1 ha yang terbagi menjadi 17 rukun warga dan 50 rukun tetangga. Sebagian besar luas wilayah digunakan untuk lahan pertanian. Lahan pertanian di desa Suntenjaya digunakan untuk menanam berbagai macam jenis sayuran seperti buncis, kentang, brokoli, kubis, tomat, dan cabai merah. Desa Suntenjaya hanya berjarak 13,5 km dari pusat kecamatan Lembang sehingga sebagian besar aktifitas perekonomian desa dilakukan di kecamatan Lembang. Secara administratif wilayah Desa Suntenjaya berbatasan dengan : Sebelah barat : Desa Cibodas Sebelah timur : Desa Cipanjalu Sebelah utara : Desa Bukanagara Sebelah selatan : Desa Cimenyan Desa Suntenjaya terletak pada ketinggian 1280 dpl dan memiliki curah hujan 2027 mm pertahun dengan suhu rata-rata desa mencapai 20 derajat celcius. Kesuburan tanah sebagian besar berwarna kuning/ hitam dengan kemiringan tanah 30 derajat.Kondisi ini membuat desa memiliki potensi alam yang cukup tinggi, khususnya tanaman sayuran. Keadaan Demografi Desa Suntenjaya Jumlah penduduk Desa Suntenjaya sebanyak 7973 jiwa terdiri dari 4004 jiwa laki-laki dan 3969 jiwa perempuan (BPS, 2015). Penduduk Desa Suntenjaya sebagian besar beragama islam dan merupakan suku sunda. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani maupun buruh tani. Bertani merupakan kegiatan turun temurun para penduduk di Desa Suntenjaya. Ada beberapa petani yang tergabung dalam kelompok tani dan ada juga yang bertani secara mandiri. Petani yang tergabung dengan kelompok tani Petani yang bertani secara mandiri mendapatkan bibit dari tengkulak/bandar sekitar desa. Hasil panen kemudian dijual kembali ke tengkulak dengan harga kontrak yang sudah disetujui baik oleh petani maupun oleh tengkulak.
14
Tabel 5 Jumlah tenaga kerja di Desa Suntenjaya berdasarkan usia Tenaga kerja Penduduk usia 18 – 56 tahun yang bekerja Penduduk usia 18 – 56 tahun yang belum atau tidak bekerja Penduduk usia 0 – 6 tahun Penduduk masih sekolah 7-18 th Penduduk usia 56 tahun ke atas Angkatan kerja Jumlah
Laki-laki 2009 orang 395 orang
Perempuan 2055 orang 389 orang
448 orang 819 orang 397 orang 1734 orang 4004 Orang
431 orang 726 orang 379 orang 1905 orang 3616 orang
Sumber : Profil Desa Suntenjaya, 2015
Berdasarkan Tabel 5 , rata- rata penduduk desa yang sudah bekerja berada dikisaran usia 18-56 tahun. Usia tersbut termausk usia produktif untuk bekerja. Sebagian besar penduduk yang bekerja berada di usia produktif dan bekerja sebagai petani sayuran maupun buruh tani. Mayoritas petani baby buncis mulai bertani secara mandiri pada kisaran usia 20 tahun .
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Individu Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 35 orang petani baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan di Desa Suntenjaya yang menanam baby buncis sebagai komoditi utama. Selain itu, dipilih responden yang tergabung dalam kelompok tani di daerah sekitar. Kegiatan bertani baby buncis ini sudah dilakukan secara turun temurun oleh para petani. Karakteristik individu petani meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, luas lahan yang dimiliki, dan pengalaman bertani baby buncis. Usia Responden dalam peneitian ini berada di kisaran usia 21-69 tahun. Kemudian dibagi menjadi tiga bagian yaitu 21-35 tahun. 35- 50 tahu,. dan 50 -69 tahun. Pada umumnya, penduduk desa mulai bertani pada usia 20 tahun-an. Petani yang baru mulai bertani biasanya meneruskan usaha turun temurun yang dilakukan oleh orang tuanya. Gambar 2 menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia
15 21-35
34%
36-50
51-69
23%
43%
Gambar 2 Sebaran responden berdasarkan usia Usia petani baby buncis di Desa Suntenjaya didominasi usia 35 sampai 50 tahun dengan persentase sebesar 43 persen. Petani pada usia ini merupakan petani yang melakukan budidaya baby buncis sebagai mata pencaharian utama dan merupakan petani awal yang menanam baby buncis. Sedangkan usia 21 sampai 35 tahun merupakan petani yang meneruskan usaha turun temurun dari orang tuanya dan hanya menjadikan bertani sebagai pekerjaan sambilan. Sebanyak 34 persen petani yang berada di kisaran usia 51 sampai 69 tahun bekerja sebagai petani untuk mengisi waktu luang mereka. Jenis Kelamin Jenis kelamin responden laki-laki didapat dengan perolehan 95 persen dan perempuan hanya 5 persen. Jumlah ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak bekerja sebagai petani sedangkan perempuan kebanyakan berprofesi sebagai buruh tani yang bekerja membantu memanen hasil baby buncis di lahan milik orang lain. Pekerjaan sebagai buruh tani dianggap lebih flexibel dalam hal waktu karena selain menjadi buruh, perempuan juga harus mengurus rumah tangga. Selain menjadi buruh tani, perempuan biasanya hanya membantu suaminyayang berprofesi sebagai petani atau sekedar membantu orang tua di lahan dengan melakukan beberapa kegiatan seperti menyirami tanaman dan memanen hasil. Sebaran jenis kelamin pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3
16 Laki-laki
Perempuan
5%
95%
Gambar 3 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Tingkat Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dianggap penting karena berhubungan dengan pengetahuan petani dan bagaimana pola pikir petani dalam menanam baby buncis. Tingkat pendidikan pada responden petani baby buncis berada pada tingkatan SD,SMP, dan SMA. Sebanyak 74 persen responden memiliki tingkat pendidikan formal Sekolah Dasar (SD). Jumlah ini merupakan jumlah terbesar dan mendominasi dari keseluruhan persentase sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan SMP memiliki jumlah persentase sebesar 20 persen yang merupakan jumlah tertinggi kedua. Sedangkan tingkat pendidikan SMA hanya memiliki jumlah persentase 6 persen dari 35 orang responden. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4 SD
SMP
SMA
6% 20%
74%
Gambar 4 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Banyaknya jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan SD disebabkan oleh beberapa hal misal kekurangan biaya untuk sekolah atau responden lebih tertarik bekerja di lahan dan membantu orang tua dibandingkan
17 untuk sekolah. Mayoritas responden menamatkan pendidikannya di bangku sekolah namun terdapat juga beberapa responden yang tidak menyelesaikan pedidikannya bahakan pada tingkat sekolah dasar. Kepemilikan Lahan Kepemilikan lahan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa, dan lahan milik sendiri dan sewa. Sebanyak 48 persen responden memiliki lahan sendiri untuk ditanami baby buncis maupun tanaman sayuran lainnya. Sedangkan 43 persen responden memiliki lahan dengan status sewa. Sisanya sebanyak 9 persen memiliki lahan sendiri maupun sewa. Sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan dapat dilihat pad agambar 5. Milik Sendiri
Sewa
Milik Sendiri & Sewa
9% 48% 43%
Gambar 5 Sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan Kepemilikan lahan responden didominasi dengan status milik sendiri. Lahan yang dimiliki kebanyakan merupakan hasil dari warisan orang tua. Sedangkan untuk status lahan sewa, responden biasanya menyewa lahan karena tidak cukup memiliki biaya untuk membeli lahan sendiri. Harga lahan di Desa Suntenjaya cukup tinggi dikarenakan beberapa tahun terakhir terdapat tempat wisata yang tidak jauh dari desa. Hal ini yang menyebabkan banyak orang luar daerah tertarik untuk membeli lahan di sekitar Desa Suntenjaya. Responden yang memiliki lahan sendiri tetapi juga menyewa lahan lainnya bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi dengan cara memperluas lahan miliknya. Luas Lahan Luas lahan yang dimiliki oleh responden baik milik sendiri maupun sewa, memiliki luas yang beragam. Luas lahan dibagi menjadi beberapa bagian, 700 sampai 1500 m2, 1600 sampai 3500 m2, 3600 sampai 6000 m2, dan 6100 sampai 9800 m2. Jumlah persentas sebaran responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada gambar 6.
18 700-1500 m2
1600-3500 m2
3600-6000 m2
6100-9800 m2
3% 11%
34%
52%
Gambar 6 Sebaran responden berdasarkan luas lahan Luas lahan terbanyak yang dimiliki petani responden berada pada luasan 1600 sampai 3500 m2 dengan jumlah 52 persen. Lahan dengan dengan luasan 700 sampai 1500 m2 dimiliki oleh oleh responden sebanyak 34 persen. Sedangkan untuk lahan luasan 3600 sampai 6000 m2 dan 6100 sampai 9800 m2 hanya berjumlah 11 persen dan 3 persen. Petani responden tidak banyak yang memiliki lahan yang cukup luas disebabkan terbatasnya lahan yang tersedia dan akses yang sulit untuk ditempuh karena hanya terdapat satu jalan utama menuju lahan. Sedangkan lahan yang berada di tepi jalan utama memiliki harga jual yang tinggi. Lama usaha Lama rentang waktu dalam melakukan usaha, petani responden dapat berhubungan dengan pengalaman dan pengetahuan petani resonden mengenai baby buncis yang tergolong komoditi baru di Desa Suntenjaya. Lama usaha petani responden di Desa Suntenjaya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 1 sampai 5 tahun, 6 sampai 10 tahun, 10 sampai 12 tahun. Gambar 7 menunjukkan sebaran responden berdasarkan lama usaha. 1- 5 tahun
6-10 tahun
10-12 tahun
6% 40%
54%
Gambar 7 Sebaran responden berdasarkan lama usaha
19 Sebanyak 54 persen petani responden sudah memiliki pengalaman usaha bertani baby buncis selama 6 sampai 10 tahun. Sedangkan 40 persen petani responden, sudah bertani baby buncis selama 1 sampai 5 tahun. Petani responden yang baru menanam baby buncis selama satu tahun cenderung masih uji coba karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan.
Dukungan Eksternal
Dukungan Penyuluhan Dukungan penyuluhan merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan oleh para petani baby buncis di Desa Suntenjaya. Banyak bentuk penyuluhan yang sudah diterima baik dari pihak pemerintah maupun dari pihak swasta.Penyuluhan dari pemerintah biasanya berupa pelatihan mengenai budidaya sayuran yang baik benar. Selain itu terdapat pula penyuluhan dan pelatihan mengenai tanaman sayuran Jepang dengan mendatangkan langsung petani dari Jepang. Penyuluhan dari pihak swasta berasal dari berbagai macam merek pupuk. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor dari petani untuk dukungan penyuluh adalah sebesar 72.23 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa dukungan penyuluh dianggap penting bagi keberlangsungan usaha para petani baby buncis. Dukungan Kelompok Tani Selain dukungan dari pihak luar, dukungan dari kelompok tani disekitar desa juga dirasa perlu. Hal ini dapat membantu keberlanjutan usaha para petani baby buncis. Bentuk dukungan yang diberikan kelompokm tani antara lain memastikan ketersediaan bibit, sarana dan prasarana serta membantu dalam hal pemasaran. Manfaat lain yang didapat dalam kelompok tani adalah keterbukaan informasi menngenai harga pasar. Kelompok tani selalu memastikan hasil panen baby buncis dari petani habis dijual. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor dari petani untuk dukungan penyuluh adalah sebesar 72 persen. Dukungan kelompok tani dirasa sangat perlu sebagai wadah bagi para petani untuk menuangkan ide-ide mereka, sebagai tempat menambah keterampilan, serta sebagai tempat pertukaran informasi antara sesama petani baby buncis. Karakteristik Wirausaha Petani Baby Buncis di Desa Suntenjaya Terdapat enam karakteristik wirausaha yang diuji dalam penelitian ini. Keenam karakteritik wirausaha tersebut antara lain berani mengambil risiko, inovatif, kepemimpinan, orientasi masa depan, tanggung jawab, dan kerja keras. Setiap karakteristik diukur menggunakan kuesioner yang diwakili oleh beberapa pertanyaan. Masing- masing indikator karakteristik dihitung nilai skor dan kemudian dihitung bobot rataannya. Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan ratarata skor dari masing-masing karakteristik wirausaha petani baby buncis di Desa Suntenjaya.
20 Tabel 6 Rata – rata skor karakteristik wirausaha petani baby buncis Karakteristik Berani mengambil risiko Inovatif Kepemimpinan Orientasi masa depan Tanggung jawab Kerja keras
Standar deviasi 0.42 0.73 0.32 0.42 0.28 0.40
Rata-rata skor 3.95 3.41 3.78 3.99 4.02 4.05
Kategori Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Berdasarkan tabel diatas didapat bahwa standar deviasi yang dimiliki oleh masing-masing karakteristik tidak terlalu jauh dan menunjukkan karakteristik antar petani bersifat homogen. Sedangkan rata-rata skor dari karakteristik wirausaha berada pada kategori tinggi. Karakteristik kerja keras memiliki urutan rata-rata skor yang paling tinggi dengan nilai 4.05. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan mengenai karakteristik kerja keras sesuai dengan keadaan petani responden. Berani Mengambil Risiko Karakteritik berani untuk mengambil risiko dari setiap kegiatan yang dilakukan merupakan hal utama yang harus dimiliki oleh setiap wirausaha. Karakteristik berani mengambil risiko ini pun terdapat pada petani responden. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan petani responden dalam menghadapi gagal panen, tetap memproduksi walaupun harga komoditi mengalami penurunan yang tidak terduga, memperhitungkan tindakan untuk menghadapi risiko, dan berusaha mencari peluang baru dengan memperhitungkan risko yang akan terjadi. Berdasarkan penelitian, skor rata-rata untuk karakteristik sebesar 3.95 dan termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan kemampuan petani responden dalam menghadapi berbagai risiko yang pasti terjadi. Risiko yang berani dihadapi oleh petani responden seperti tetap menanam meskipun cuaca dan iklim sedang buruk. Cuaca dan iklim yang buruk akan berdampak terhadap timbulnya hama dan penyakit. Walaupun hasil panen yang diperoleh akan menurun dibandingkan hasil panen pada saat cuaca sedang baik. Inovatif Sebagai seorang wirausaha, karakteristik inovatif diperlukan agar pelaku usaha dapat terus menggali infomasi tentang pengembangan usaha. Selain itu, karakteristik inovatif penting untuk keberlangsungan usaha agar tetap bertahan ditengah persaingan. Karakteristik inovatif terhadap petani responden dapat dilihat dari seberapa sering petani responden menemukan gagasan-gagsan baru dalam menjalankan usahanya, menyukai adanya perubahan kea rah yang lebih baik, mampu melakukan suatu kegiatan yang berbeda dengan orang lain, serta mampu berinovasi sendiri terhadap usaha yang dijalankan berdasarkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki. Karakteristik inovatif memiliki skor rata-rata 3.41dan termasuk kategori tinggi. Hal ini dikarenakan petani responden selalu mencoba kegitan baru dalam pengembangan usahanya, seperti membuat sendiri bibit baby buncis dari hasil panen yang tidak laku dijual karena yang tidak memenuhi standar.
21 Kepemimpinan Setiap wirausaha harus mampu menjalankan fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun pengawasan. Hal ini juga berlaku pada petani responden. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek seperti mampu mempengaruhi orang lain ke arah yang lebih baik, selalu ingin menjadi pelopor terhadap produk (panen) yang dihasilkan, mampu menjalin hubungan baik dengan pemasok maupun pelanggan, senang membantu orang lain dengan kemampuan yang dimiliki, serta mampu menerima saran dan kritik dari pelanggan. Berdasarkan hasil penelitian, skor rata-rata karakteristik kepemimpinan memperoleh hasil 3.78 dan termasuk kategori tinggi. Hal ini karena petani responden mampu mengatur para buruh tani yang bekerja di lahannya dengan baik. Petani responden juga mampu menerima saran dan kritik dari pelanggan dan melakukan perbaikan pada siklus penanaman baby buncis selanjutnya. Orientasi Masa Depan Karakteristik berorientasi ke masa depan penting dimiliki oleh wirausaha agar dapat berpikir jauh kedepannya tentang usaha yang dijalankan. Petani responden juga memiliki pemikiran serta perhitungan kedepannya mengenai keberlangsungan serta pengembangan usaha. Hal ini dapat diukur dari aspek selalu menyisihkan keuntungan yang diperoleh untuk pengembangan usaha, memiliki perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjang, serta sudah mempersiapkan diri untuk mengantisipasi kenaikan harga bahan baku di masa mendatang. Karakteristik berorientasi masa depan pada petani responden memiliki skor rata-rata 3.99 dengan kategori tinggi. Hal ini dikarenakan petani responden telah mempersiapkan tanaman yang akan ditanam secara bergilir setelah tanaman lainnya panen. Selain itu, keuntungan dari hasil usaha disisihkan untuk membeli atau menyewa lahan guna menigkatkan hasil produksi. Tanggung Jawab Karakteristik tanggung jawab pada penelitian ini dapat dilihat dari aspek jika diberikan amanah maka akan bersungguh-sungguh menjalankannya, menerima segala konsekuensi dari setiap kesalahan yang diperbuat, jika terjadi kesalahan tidak menyalahkan rekan kerja atau pegawai, merasa gagal jika tidak mencapai tujuan, selalu melakukan sesuatu sampai tuntas. Karakteristik tanggung jawab memperoleh skor rata-rata 4.02 dan termasuk kategori tinggi. Mayoritas kelompok tani sudah memiliki pasar masing-masing seperti gudang supermarket. Kelompok tani akan memberikan bibit baby buncis kepada petani untuk ditanam di lahan masing-masing. Kemudian pada saat panen, petani yang tergabung dalam kelompok tani tersebut harus menjual hasil panen sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh kelompo tani. Kerja Keras Keberlangsungan suatu usaha harus diimbangi dengan kerja keras dari pelaku usaha tersebut. Petani responden pada penelitian ini memperoleh skor ratarata 4.05 untuk karakteristik kerja keras dan termasuk kategori tinggi. Karakteristik kerja keras memperoleh skor rata-rata tertinggi dibandingkan dengan skor rata-rata karakteristik lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan aspek
22 tidak mudah putus asa apabila dalam menjalankan usaha menemuai hambatan dan tetap berusaha mencari jalan keluar dari hambatan tersebut, tidak suka menunda suatu pekerjaan, lebih suka bekerja dibandingkan berdiam diri di rumah, berusaha untuk mencapai target yang telah ditetapkan, serta bersungguh-sungguh dan giat dalam melakukan setiap pekerjaan. Mayoritas petani responden melakukan usahatani baby buncis sebagai mata pencaharian utama sehingga menyebabkan karakteristik kerja keras memiliki skor rata-rata paling tinggi. Dilihat dari beberapa aspek menunjukkan bahwa petani responde selalu berada di lahan setiap harinya dan hanya mengambil waktu libur pada waktu-waktu tertentu dalam satu siklus tanam. Kinerja Usaha Petani Baby Buncis di Desa Suntenjaya Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja usaha dari petani baby buncis di desa suntenjaya yaitu, volume penjualan, keuntungan usaha,dan hasil produksi. Berikut hasil rataan skor kinerja usaha petani baby buncis di desa suntenjaya. Tabel 7 Rata-rata skor kinerja usaha petani baby buncis di desa suntenjaya Kinerja Standar Deviasi Rata-rata Kategori Volume penjualan 0.64 3.25 Baik Keuntungan 0.52 3.70 Baik Hasil produksi 0.51 3.80 Baik Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa standar deviasi untuk masing-masing indikator kinerja usaha bernilai kecil atau masih lebih kecil dari 1, artinya kinerja usaha petani baby buncis relatif homogen. Sementara untuk perhitungan rata-rata skor kinerja usaha petani diperoleh hasil untuk ketiga indikator kesemuanya termasuk dalam kategori baik. Volume Penjualan Volume penjualan baby buncis adalah keseluruhan hasil panen petani yang habis terjual di pasaran. Tabel 9 menunjukkan hasil rata-rata skor untuk indikator volume penjualan sebesar 3.25 dan tergolong dalam kategori baik. Petani baby buncis setiap siklusnya dapat memenuhi target yang telah ditetapkan. Petani baby buncis menjual hasil panen mereka baik melalui gapoktan maupun langsung ke pasar tradisional Keuntungan Berdasarkan Tabel 9, rata-rata skor untuk indikator keuntungan adalah sebesar 3.70 dan tergolong dalam kategori baik. Petani baby buncis mayoritas menjadikan tanaman baby buncis sebagai komoditi utama sebagai mata pencaharian. Keuntungan yang didapat dari hasil menanam baby buncis dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan jika keuntungan melebihi target digunakan untuk pengembangan usaha. Usaha yang berkembang akan meningkatkan tingkat keuntungan yang diterima oelh petani baby buncis.
23 Hasil Produksi Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 9, diperoleh rata-rata skor untuk hasil produksi sebesar 3.80 sehingga hasil produksi petani baby buncis di Desa Suntenjaya tergolong baik. Artinya hasil panen yang diperoleh petani baby buncis di Desa Suntenjaya tergolong baik. Hasil panen setiap siklusnya akan mengalami peningkatan saat ditanam pada cuaca yang tepat dan dirawat dengan cara yang benar. Hasil produksi baby buncis selalu habis terjual setiap siklusnya.
Hubungan Dukungan Eksternal terhadap Karakteristik Wirausaha Dukungan eksternal diperlukan oleh petani sebagai sarana untuk membantu dalam keberlangsungan usaha. Dukungan ini berasal dari luar petani yang kemudian dikaji hubungannya dengan karakteristik wirausaha petani baby buncis. Dukungan tersebut meliputi dukungan penyuuhan dan dukungan kelompok tani di daerah sekitar hubungan dukungan eksternal dengan karakteristik wirausaha petani baby buncis dapat dilihat pada table 9. Tabel 8 Hubungan dukungan eksternal dengan karakteristik wirausaha petani baby buncis Dukungan eksternal
Karakteristik wirausaha Kepemi Orientasi Tanggung mpinan masa jawab depan
Inovatif
Correlation coef
Berani menga mbil risiko 0.138
0.134
0.272
0.356*
0.274
0.458**
Sig – (2 tailed) N Correlation coef
0.429 35 0.212
0.444 35 0.526**
0.114 35 0.261
0.036 35 0.282
0.111 35 0.340*
0.006 35 0.310
Sig – (2 tailed) 0.222 0.001 N 35 35 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
0.130 35
0.100 35
0.045 35
0.070 35
Dukungan Penyuluh
Dukungan Kelompok Tani
Kerja keras
Tabel 8 menunjukkan hubungan antara dukungan eksternal dengan karakteristik petani. Hasil uji korelasi menunjukkan dukungan penyuluh memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap karakteristik orientasi masa depan. Nilai hasil korelasi antara dukungan penyuluh terhadap karakteristik orientasi masa depan yaitu sebesar 0.356 pada alpha satu persen. Artinya, semakin besar dukungan yang penyuluh berikan semakin jelas orientasi petani baby buncis kedepannya. Petani baby buncis umumnya sudah memiliki rencana jangka pendek hingga jangka panjang dalam usahatani yang dijalankan. Namun masih terdapat beberapa kendala mengenai penanganan baby buncis. Oleh karena itu diperlukan dukungan penyuluh untuk membantu petani untuk mematangkan rencana yang telah dirancang oleh petani. Selain berhubungan positif dengan karakteristik orientasi masa depan, dukungan penyuluh juga memiliki hubungan yang postif dan signifikan terhadap karakteristik kerja keras dengan nilai 0.458 pada alpha lima persen. Artinya,
24 semakin banyak dukungan penyuluh berikan maka petani baby buncis akan semakin bekerja keras dalam usatani yang dijalani. Hal ini karena materi yang diberikan oleh penyuluh dapat membantu petani baby buncis dalam proses budidaya maupun membantu dalam meningkatkan hasil produksi. Namun tidak semua materi yang disampaikan oleh penyuluh diterapkan oleh petani baby buncis. Materi –materi baru yang didapatkan akan diuji coba terlebih dahulu oleh petani, jika dirasa cocok maka akan dilanjutkan. Jika tidak cocok maka petani akan kembali menggunakan cara yang sudah biasa dilakukan. Dukungan kelompok tani menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan terhadap karakteristik inovatif dengan nilai sebesar 0.526 pada alpha lima persen. Artinya semakin besar dukungan kelompok tani maka petani baby buncis akan semakin inovatif. Petani yang tergabung dalam kelompok tani akan lebih banyak mendapatkan informasi, pengetahuan, dan keterampilan antar sesama petani karena kelompok tani memiliki jadwal untuk melakukan pertemuan. Semakin banyak informasi maupun pengetahuan yang didapatkan maka akan semakin luas pemikiran yang dimiliki petani baby buncis. Dengan begitu, peluang petani baby buncis untuk menemukan ide – ide baru dalam menjalankan usahatani baby buncis. Dukungan kelompok tani juga menunjukkan hubungan positif dan signifikan terhadap karakteristik tanggung jawab. Nilai korelasi antar dua variabel tersebut sebesar 0.340 dengan alpha satu persen. Artinya, semakin besar dukungan kelompok tani maka semakin besar juga rasa tanggung jawab terhadap usahatani baby buncis. Hal ini dapat terlihat dengan adanya sistem kontrak yang dilakukan oleh kelompok tani dengan petani baby buncis yang tergabung dalam kelompok tani tersebut. Petani diberi tanggung jawab untuk menanam baby buncis dengan kualitas tertentu sesuai dengan permintaan pasar. Kelompok tani memberikan harga beli yang sudah ditentukan pada saat petani mulai menanam baby buncis. Jika terdapat hasil panen yang tidak sesuai standard ekspor, kelompok tani akan menjual ke pasar tradisional .
Hubungan Karakteristik Wirausaha terhadap Kinerja Usaha Karakteristik wirausaha yang dimiliki oleh setiap petani baby buncis berbeda-beda Indikator karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berani mengambil risiko, inovatif, kepemimpinan, orientasi masa depan, tanggung jawab, dan kerja keras. Karakteristik tersebut diuji korelasinya terhadap kinerja usaha. Indikator kinerja usaha meliputi volume penjualan, keuntungan, dan hasil produksi. Tabel 9 menunjukkan hasil uji korelasi karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha.
25 Tabel 9 Hubungan karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha petani baby buncis Karakteristik Wirausaha Berani Mengambil Risiko
Volume Penjualan 0.484**
Kinerja usaha Keuntungan 0.279
Hasil Produksi 0.326
0.003
0.104
0.056
N Correlation coef Sig – (2 tailed) N Correlation coef Sig – (2 tailed) N Correlation coef
35 0.204 0.240 35 0.154 0.376 35 0.477*
35 0.010 0.954 35 0.205 0.238 35 0.395*
35 0.375* 0.027 35 0.089 0.613 35 0.416*
Sig – (2 tailed) N Correlation coef Sig – (2 tailed) N Correlation coef Sig – (2 tailed) N
0.004 35 0.185 0.288 35 0.044 0.804 35
0.019 35 0.046 0.792 35 0.144 0.410 35
0.013 35 0.154 0.378 35 0.343* 0.044 35
Correlation coef Sig – (2 tailed)
Inovatif
Kepemimpinan
Orientasi Depan
Masa
Tanggung Jawab
Kerja Keras
*. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). **. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Hubungan berani mengambil risiko dengan kinerja usaha Berdasarkan tabel 9, karakteristik berani mengambil risiko memiliki korelasi positif terhadap volume penjualan yaitu sebesar 0.484 pada alpha lima persen. Artinya, semakin berani mengambil risiko akan semakin meningkatkan volume penjualan baby buncis. Petani berani mengambil risiko dengan menanam baby buncis menggunakan pupuk dan obat yang dijual dengan harga lebih mahal. Tujuan dari pemakaian pupuk dan obat yang dijual dengan harga lebih mahal untuk menghasikan panen baby buncis yang telah disesuaikan dengan standar ekspor yang diinginkan oleh pasar. Hubungan inovatif dengan kinerja usaha Berdasarkan table 9, karakteristik inovatif memiliki korelasi positif terhadap hasil produksi yaitu sebesar 0.375 pada alpha lima persen. Artinya, semakin banyak petani melakukan inovasi dalam usahanya maka akan meningkatkan hasil produksinya. Mencari informasi sebanyak –banyaknya mengenai baby buncis merupakan salah bagian dari karakteristik inovatif. Petani dapat mengikuti berbagai pelatihan maupun penyuluhan disediakan atau dapat bergabung ke kelompok tani agar pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki semakin banyak. Semakin banyak pengetahuan yang didapat maka teknik penanaman yang digunakan semakin baik berdasarkan informasi yang diperoleh. Hubungan kepemimpinan dengan kinerja usaha Hubungan karakteristik kepemimpinan dengan kinerja usaha volume penjualan menghasilkan nilai 0.154, hubungan keuntungan menghasilkan nilai 0.205, dan hubungan dengan hasil produksi menghasilkan nilai 0.089. Ketiga indikator kinerja usaha tersebut memiliki hubungan positif dan sangat lemah. Hal
26 ini dikarenakan mayoritas petani baby buncis bekerja secara sendiri dan dibantu oleh pekerja pada saat-saat tertentu seperti saat panen. Selain itu, jumlah pekerja yang sedikit juga mempengaruhi hubungan kepemimpinan dengan ketiga kinerja usaha tersebut. Hubungan orientasi masa depan dengan kinerja usaha Hasil uji korelasi Rank Spearman untuk karakteristik orientasi masa depan dengan kinerja usaha hasil produksi, volume penjualan, dan keuntungan usaha dengan nilai masing – masing 0.477, 0.395, dan 0.416 menghasilkan hubungan positif berkolerasi sedang pada derajat alpha satu persen. Artinya, karakteristik orientasi masa depan berhubungan nyata dan hubungannya sedang dengan volume penjualan,keuntungan dan hasil produksi. Hubungan orientasi masa depan dengan volume usaha dapat dilihat dengan petani melakukan perluasan lahan baik membeli lahan maupun sewa. Kemudian menggunakan teknologi seperti membeli toren air untuk menampung air yang digunakan untuk menyiram pada saat musim kemarau tiba. Sedangkan hubungan orientasi masa depan dengan keuntungan dengan petani melakukan sistem tanam tumpang sari tanaman baby buncis dengan tananan lainnya. Hal ini dapat meningkatkan keuntungan petani dibandingkan dengan petani yang hanya menanam satu jenis komoditi saja. Komoditi yang biasanya ditumpangsari dengan baby buncis antara lain kol, brokoli, tomat, dan cabai. Hubungan orientasi masa depan dengan hasil produksi dengan cara mencari bibit dengan harga murah tetapi kualitas bagus. Biasanya dapat dibeli ke sesama petani yang membuat bibit sendiri dari baby buncis yang dikeringkan . Hubungan tanggung jawab dengan kinerja usaha Hasil perhitungan nilai uji korelasi hubungan antara tanggung jawab dengan kinerja usaha menunjukkan nilai 0.185 untuk hubungan dengan volume penjualan, sedangkan untuk hubungan dengan keuntungan dan hasil produksi masing-masing menunjukkan nilai 0.046 dan 0.154. Hal tersebut menunjukkan bahwa bertanggung jawab tidak berhubungan siginifikan dan termasuk dalam kategori sangat lemah terhadap kinerja usaha. Petani baby buncis secara rataan skor memiliki karakter bertanggung jawab yang cukup tinggi, namun hal itu tidak menjamin bahwa rasa tanggung jawab yang tinggi sejalan dengan kinerja usaha yang baik pula. Hubungan kerja keras dengan kinerja usaha Hubungan antara karakteristik wirausaha kerja keras terhadap kinerja usaha pada petani baby buncis. Karakteristik kerja keras memiliki korelasi positif terhadap hasil produksi yaitu sebesar 0.343 pada alpha satu persen. Artinya semakin bekerja keras petani maka akan semakin meningkatkan hasil produksinya. Petani cenderung menghabiskan waktu di lahan untuk melakukan pemeliharaan secara teratur. Sehingga risiko tanaman baby buncis terserang hama dan penyakit akan berkurang. Waktu yang dihabiskan oleh petani di lahan rata-rata dari pagi hingga sore. Selain itu dengan bekerja keras, petani dapat memenuhi target produski yang telah ditetapkan sejak awal penanaman,
27
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Terdapat enam karakteristik wirausaha yang dikaji pada penelitian ini. Karakteristik tersebut meliputi karakteristik berani mengambil risiko, inovatif, kepemimpinan, orientasi masa depan,tanggung jawab, dan kerja keras. Nilai hasil persentase kategori skor keenam karakteristik wirausaha tersebut berada pada kategori tinggi. Artinya, karakteristik wirausaha yang dimiliki petani baby buncis sudah cukup baik jika dilihat dari keenam karakteristik tersebut. Karakteristik kerja keras memiliki urutan rata-rata skor yang paling tinggi dengan nilai 4.05. 2. Terdapat tiga indikator kinerja usaha yang dikaji dalam penelitian ini antara lain, volume produksi, keuntungan, dan hasil produksi. Ketiga indikator tersebut berada dalam kategori baik. Artinya, kinerja usaha yang dilakukan oleh petani baby buncis di Desa Suntenjaya sudah tergolong baik. 3. Hubungan karakteristik wirausaha terhadap kinerja usaha pada petani baby buncis di Desa Suntenjaya yang memiliki nilai positif dan signifikan meliputi berani mengambil risiko dan orientasi masa depan terhadap volume penjualan, orientasi masa depan terhadap keuntungan serta inovatif, orientasi masa depan, kerja keras terhadap hasil produksi. Saran 1.
2.
Perlunya bantuan dari pemerintah yang lebih sering terhadap para petani baby buncis di Desa Suntenjaya. Bantuan yang diperlukan saat ini adalah pembangunan akses jalan menuju lahan para pertanian. Akses jalan yang tersedia saat ini hanya ada satu jalan utama menuju lahan. Hal ini menyulitkan petani dalam aktifitas karena jarak terlalu jauh dan jalan yang sulit dilalui. Selama ini petani harus mempekerjakan orang untuk membantu mengangkut hasil panen dari lahan yang sulit dijangkau. Jika terdapat akses jalan yang memadai maka akan memudahkan petani mengangkut hasil panen menggunakan kendaraan bermotor. Selain itu juga dapat mengurangi biaya pengeluaran petani untuk membayar pekerja yang mengangkut hasil panen. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji mengenai komoditi ekspor lainnya di Desa Suntenjaya yang tergabung dalam kelompok tani maupun yang menanam secara mandiri.
28
DAFTAR PUSTAKA Alma B. 2009. Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta. Bahar Y. 2011. Masih Rendah, Tingkat Konsumsi Sayuran di Indonesia [internet]. [diunduh 12 Agustus 2016]. Tersedia pada: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/09/30/lsc2q1masih-rendah-tingkat-konsumsi-sayuran-di-indonesia [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Bandung Barat dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Kecamatan Lembang dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kecamatan Lembang Daryanto, Cahyono AD. 2013. Kewirausahaan. Penanaman Jiwa Kewirausahaan. Yogyakarta (ID): Gava Media Fadholi M. 2014. Analisis Hubungan Perilaku Wirausaha Terhadap Kinerja Usaha Pengrajin Tempe Kabupaten Grobogan [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Longnecker JG, Moore CW, Petty JW. 2001. Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil. Jakarta: Salemba Empat. Mafiroh Y. 2014. Hubungan Karakter Wirausaha terhadap Keberhasilan Usaha Tanaman Hias di Kelurahan Meruya Selatan, Kecamatan Kembangan, DKI Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Meredith GG, Nelson RE, Neck PA. 1989. Kewirausaan Teori dan Praktek. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Nasution WN. 2016. Hubungan Karakteristik Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha Petani Sayuran Di Gapoktan Kecamatan Pacet [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Nitisusastro M. 2009. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Bandung (ID): Alfabeta Purwanti I. 2015. Analisis Karakteristik Dan Perilaku Wanita Wirausaha [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Statistik Konsumsi Pangan [internet]. [diunduh 12 Agustus 2016]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/ap pages/mod/datahorti Rahayu MNP. 2014. Hubungan Karakteristik Wirausaha Dengan Kinerja Industri Tempe Di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Riyanti BP. 2003. Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta (ID): PT. Grasindo. Sari MI. 2015. Strategi Pengembangan Bisnis Baby Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) Di Baby French Farmer Group, Kabupaten Bandung Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
29 Sari NMW .2016. Pengaruh Karakteristik Kewirausahaan Terhadap Kinerja UMKM Gula Aren Di Kabupaten Lombok Barat [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Setianingsih T, Khaerodin. 2002. Pembudidayaan Buncis Tipe Tegak Dan Merambat. Jakarta (ID): PT Penebar Swadaya Sumantri B. 2013. Pengaruh Jiwa Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha Wirausaha Wanita pada Industri Pangan Rumahan di Bogor [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Umar H. 2005. Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Zainura U .2016. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usahatani Kopi Arabika Gayo Di Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Zulhastami N. 2016. Hubungan Perilaku Wirausaha Petani Dengan Kinerja Usaha Pembenihan Ikan Lele Di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. .
30
LAMPIRAN Uji reliabilitas
Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .919
45
Uji validitas Item-Total Statistics Scale Mean
Cronbach's
if Item
Scale Variance
Corrected Item-
Alpha if Item
Deleted
if Item Deleted
Total Correlation
Deleted
risiko1
166.47
221.913
.362
.918
risiko2
166.77
227.426
.044
.921
risiko3
166.47
223.913
.328
.919
risiko4
166.90
216.990
.510
.917
Inovatif1
167.33
210.644
.594
.916
Inovatif2
166.57
221.495
.354
.918
Inovatif3
167.53
209.982
.613
.916
Inovatif4
167.63
216.654
.398
.918
Pemimpin1
167.30
220.631
.476
.918
Pemimpin2
167.47
209.706
.718
.914
Pemimpin3
167.03
217.689
.385
.918
Pemimpin4
166.43
221.357
.427
.918
Pemimpin5
166.50
223.224
.341
.919
Masadepan1
166.97
221.068
.311
.919
Masadepan2
166.57
219.357
.585
.917
Masadepan3
166.47
217.775
.677
.916
31 Tgjwb1
166.43
224.461
.330
.919
Tgjwb2
166.57
221.289
.535
.917
Tgjwb3
166.47
226.533
.173
.920
Tgjwb4
167.07
225.720
.135
.920
Tgjwb5
166.47
222.533
.529
.918
Kerja keras1
166.57
216.185
.590
.916
Kerja keras2
166.53
224.395
.214
.920
Kerja keras 3
166.33
223.678
.259
.919
Kerja keras4
166.87
217.568
.579
.916
Kerja keras5
166.60
223.421
.409
.918
Penyuluh1
166.83
216.764
.541
.917
Penyuluh2
167.07
214.547
.561
.916
Penyuluh3
167.03
221.413
.472
.918
Penyuluh4
167.00
218.828
.661
.916
Penyuluh5
167.10
217.886
.559
.917
Poktan1
166.70
212.493
.724
.915
Poktan2
167.20
211.959
.516
.917
Poktan3
166.80
217.200
.532
.917
Poktan4
167.23
210.668
.479
.918
Poktan5
167.30
213.114
.602
.916
Vol penjualan1
167.13
217.844
.476
.917
Vol penjualan2
166.93
219.720
.405
.918
Vol penjualan3
167.73
219.168
.332
.919
Keuntungan1
166.37
215.068
.504
.917
Keuntungan2
166.87
217.361
.441
.918
Keuntungan3
166.63
218.309
.393
.918
Hasil produksi1
166.67
223.471
.217
.920
Hasil produksi2
165.70
220.769
.293
.919
Hasil produksi3
167.27
223.030
.238
.920
32 Hubungan Dukungan Eksternal dengan Karakteristik Wirausaha Correlations Penyuluh Spearman's rho
Penyuluh
Correlation Coefficient
Berani 1.000
.138
.
.429
35
35
Sig. (2-tailed) N Berani
Correlation Coefficient
.138
1.000
mengambil
Sig. (2-tailed)
.429
.
risiko
N
35
35
Correlations Penyuluh Spearman's rho
Penyuluh
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Inovatif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Inovatif
1.000
0.134 .
0.444
35
35
.134
1.000
.444
.
35
35
Correlations Penyuluh Spearman's rho
Penyuluh
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kepemimpinan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kepemimpinan
1.000
.272 .
.114
35
35
.272
1.000
.114
.
35
35
33 Correlations Penyuluh Spearman's rho
Penyuluh
Correlation Coefficient
Orientasi
Sig. (2-tailed)
.
.036
35
35
.356*
1.000
.036
.
35
35
N Orientasi
.356*
1.000
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Penyuluh Spearman's rho
Penyuluh
Correlation Coefficient
1.000
.274
.
.111
35
35
.274
1.000
.111
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Tanggung
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Tanggung Jawab
N
Correlations Penyuluh Spearman's rho
Penyuluh
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kerja Keras
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Kerja Keras 1.000
.458**
.
.006
35
35
.458**
1.000
.006
.
35
35
34 Correlations Poktan Spearman's rho
Poktan
Correlation Coefficient
Berani
1.000
.212
.
.222
35
35
Sig. (2-tailed) N Berani
Correlation Coefficient
.212
1.000
mengambil
Sig. (2-tailed)
.222
.
risiko
N
35
35
Correlations Poktan Spearman's rho
Poktan
Correlation Coefficient
1.000
.261
.
.130
35
35
Correlation Coefficient
.261
1.000
Sig. (2-tailed)
.130
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Inovatif
Inovatif
N
Correlations Poktan Spearman's rho Poktan
Correlation Coefficient
1.000
.282
.
.100
35
35
Correlation Coefficient
.282
1.000
Sig. (2-tailed)
.100
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Orientasi
Orientasi
N
35 Correlations Poktan Spearman's rho
Poktan
Correlation Coefficient
Kepemimpinan
1.000
.526**
.
.001
35
35
.526**
1.000
Sig. (2-tailed) N Kepemimpinan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
.001
N
.
35
35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Tanggung Poktan Spearman's rho
Poktan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tanggung Jawab
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jawab 1.000
.310
.
.070
35
35
.310
1.000
.070
.
35
35
Correlations Poktan Spearman's rho
Poktan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Kerja keras
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Kerja Keras 1.000
.340*
.
.045
35
35
.340*
1.000
.045
.
35
35
36 Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan terhadap Kinerja Usaha Correlations Berani Spearman's rho
Berani
Correlation Coefficient
Vol
1.000
.484**
.
.003
35
35
.484**
1.000
.003
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Volume
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Correlations Berani Spearman's rho
Berani
Correlation Coefficient
Keuntungan
1.000
.279
.
.104
35
35
.279
1.000
.104
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Keuntungan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlations Berani Spearman's rho
Berani
Correlation Coefficient
Produksi
1.000
.326
.
.056
35
35
Correlation Coefficient
.326
1.000
Sig. (2-tailed)
.056
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Produksi
N
Correlations Inovatif Spearman's rho
Inovatif
Correlation Coefficient
1.000
.204
.
.240
35
35
Correlation Coefficient
.204
1.000
Sig. (2-tailed)
.240
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Volume
Volume
N
37
Correlations Inovatif Spearman's rho
Inovatif
Correlation Coefficient
1.000
.010
.
.954
35
35
Correlation Coefficient
.010
1.000
Sig. (2-tailed)
.954
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Keuntungan
Keuntungan
N
Correlations Inovatif Spearman's rho
Inovatif
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Produksi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Produksi
1.000
.375*
.
.027
35
35
.375*
1.000
.027
.
35
35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Correlations Kepemimpinan Spearman's rho
Kepemimpinan
Correlation Coefficient
1.000
.154
.
.376
35
35
Correlation Coefficient
.154
1.000
Sig. (2-tailed)
.376
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Volume
Volume
N
Correlations Kepemimpinan Spearman's rho
Kepemimpinan
Correlation Coefficient
1.000
.205
.
.238
35
35
Correlation Coefficient
.205
1.000
Sig. (2-tailed)
.238
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Keuntungan
Keuntungan
N
38 Correlations Kepemimpinan Spearman's rho
Kepemimpinan
Correlation Coefficient
Prod
1.000
.089
.
.613
35
35
Correlation Coefficient
.089
1.000
Sig. (2-tailed)
.613
.
35
35
Sig. (2-tailed) N Prod
N
Correlations Orientasi Spearman's rho
Orientasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Vol
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Vol
1.000
.477**
.
.004
35
35
.477**
1.000
.004
.
35
35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Orientasi Spearman's rho
Orientasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Keuntungan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Keuntungan
1.000
.395*
.
.019
35
35
.395*
1.000
.019
.
35
35
39
Correlations Orientasi Spearman's rho
Orientasi
Produksi
1.000
.416*
.
.013
35
35
Correlation Coefficient
.416*
1.000
Sig. (2-tailed)
.013
.
35
35
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Produksi
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations Tanggung Spearman's rho
Tanggung jawab
Correlation Coefficient
1.000
.185
.
.288
35
35
Correlation Coefficient
.185
1.000
Sig. (2-tailed)
.288
.
35
35
Sig. (2-tailed) N
Vol
Vol
N
Correlations Tanggung Spearman's rho
Tanggung
Correlation Coefficient
jawab
Sig. (2-tailed)
1.000
.046
.
.792
35
35
Correlation Coefficient
.046
1.000
Sig. (2-tailed)
.792
.
35
35
N Keuntungan
Keuntungan
N
40
Correlations Tanggung Spearman's rho
Tanggung
Correlation Coefficient
jawab
Sig. (2-tailed)
1.000
.154
.
.378
35
35
Correlation Coefficient
.154
1.000
Sig. (2-tailed)
.378
.
35
35
N Produksi
Produksi
N
Correlations Kerja Spearman's rho
Kerja
Correlation Coefficient
keras
Sig. (2-tailed)
1.000
.044
.
.804
35
35
Correlation Coefficient
.044
1.000
Sig. (2-tailed)
.804
.
35
35
N Volume
Volume
N
Correlations Kerja Spearman's rho
Kerja
Correlation Coefficient
keras
Sig. (2-tailed) N
Keuntungn
1.000
.144
.
.410
35
35
Keuntung
Correlation Coefficient
.144
1.000
an
Sig. (2-tailed)
.410
.
35
35
N
41 Correlations Kerja Spearman's rho
Kerja
1.000
.343*
.
.044
35
35
Correlation Coefficient
.343*
1.000
Sig. (2-tailed)
.044
.
35
35
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Produksi
Produksi
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
42
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Agustus 1993, dari pasangan Joko Priyono dan Dwi Mardiani. Penulis lulus dari SMA Plus YPHB pada tahun 2011 kemudian berkuliah pada Program Diploma Manajemen Agribisnis IPB di tahun yang sama melalui jalur regular. Pada tahun 2014 penulis lulus dan kemudian melanjutkan studi pada Program Alih Jenis Agribisnis IPB di tahun berikutnya. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Forum of Agribusiness Transfer Program Student (FASTER) sebagai anggota dari Departemen Sosial dan Lingkungan selama dua periode kepengurusan. Penulis juga aktif menjadi panitia dalam beberapa kegiatan yang diselenggarakan FASTER.