Skenario B Blok 15 Tahun 2018 B4.docx

  • Uploaded by: Shafira Ramadani
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario B Blok 15 Tahun 2018 B4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 13,855
  • Pages: 66
LAPORAN TUTORIAL BLOK 15 SKENARIO B

Disusun oleh : Kelompok 4 Kelas : Beta 2016

Nadia Fernanda B.

(04011181621017)

Farhana Lutfiah R.

(04011181621026)

Pramadita Widya Garini

(04011181621059)

Shafira Ramadani N.

(04011181621069)

Siti Salimah Hanifah N.

(04011281621086)

Debby Ariansyah

(04011281621097)

Regita Salsabila

(04011281621104)

Resiana Citra

(04011281621106)

Nada Premawedia

(04011281621135)

Vincent Guantoro

(04011281621137)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2017

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok 15” sebagai tugas kompetensi kelompok. Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada : 1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial 2. dr. M. Reagan, Sp.PD. selaku tutor kelompok 4 3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Beta 2016. Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 10 Mei 2018

Kelompok 4

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

i

Daftar Isi

ii

Kegiatan Diskusi

iii

Skenario

1

I.

3

Klarifikasi Istilah

II. Identifikasi Masalah

4

III. Analisis Masalah

5

IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

25

V. Sintesis

27

VI. Kerangka Konsep

60

VII. Kesimpulan

60

Daftar Pustaka

ii

KEGIATAN DISKUSI

Tutor

: dr. M. Reagan, Sp.PD

Moderator

: Nadia Fernanda Berendhuysen

Sekretaris 1

: Resiana Citra

Sekretaris 2

: Nada Premawedia

Pelaksanaan

: 1.Senin, 7 Mei 2018 Pukul 13.00 – 15.00 WIB 2. Rabu, 9 Mei 2018 Pukul 11.00 – 13.00 WIB

Peraturan selama tutorial : 1. Semua peserta wajib aktif dalam kegiatan diskusi 2. Mengangkat tangan sebelum menyampaikan pendapat. 3. Menjawab dan menyampaikan pendapat apabila telah diizinkan oleh moderator. 4. Tidak langsung menyanggah pendapat orang lain. 5. Tidak diperbolehkan mengoperasikan hp. 6. Meminta izin terlebih dahulu dari moderator jika hendak keluar.

iii

Skenario B Blok 15 Tahun 2018 Mr. D, 45 years old, came to the Emergency Department with complaint of yellow eyes in the last 7 days. The complaint was accompanied by urine that looks like dark tea, no history of putty-like stool and itchy skin. Patient has been having moderate fever in the last 2 weeks. Mr. D also complained weakness of the body, epigastric pain, nausea and decreased appetite. There is no contact history with sufferer with same complaint. Mr. D had no history of long-term medication. Mr. D had hepatitis B from birth. Physical examination : General condition : Moderate illness, compos mentis. Vital sign : BP 110/80 mmHg ; pulse 80x/min ; RR : 22x/min, Temperature 36,8oC Weight 55 kg, Height 158cm Specific Condition : Head : palpebral conjunctiva was not pale, sclera was yellow (+/+) Neck : JVP 5-2 cmH2O, lymph nodes were not palpable. Thorax: - Thoracic wall : Spider nevi was evident Pulmo: - Inspection : Symmetrical, static and dynamic - Palpation : right and left stem fremitus were the same - Percussion : Overall pulmonary field was sonor - Auscultation : Versicular breathing sound (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-) Cor : - Inspection : Flat, apex beat was not visible - Palpation : Apex beat not palpable - Percussion : Normal heart limit - Auscultation : HR 80/min, regular, heart sound I-II normal Abdomen : - Inspection : Flat, caput medusa (-) - Palpation : Weak, Murphy sign (-), liver not palpable, Lien S1, ballottement (-) - Percussion : Shifting dullness (+) - Auscultation : Normal bowel sounds Extremities : Pretibial edema (+), palmar erythema (+) Laboratory Examination - Hb 12,3 g/dl - Hb 36 vol% - Leukocytes 8600/mm3 - Platelets : 90.000/mm3 1

-

LED : 10 mm/hour Bil. Tot : 8,2 mg/dl Bil direc : 7,6 mg/dl Bil. Indirect : 0.6 mg/dl SGOT : 102 u/L SGPT : 115 u/L Alkaline phosphatase : 110 u/L Anti HAV IgM (-) HBs Ag (+) Anti HCV (-) Albumin 2,8 mg/dl

2

I.

Klarifikasi Istilah No.

Istilah

Pengertian

1.

Yellow eyes

Warna kekuningan pada sclera

2.

Putty-like stool

BAB pucat seperti dempul

3.

Spider nevi

4.

Hepatitis B

5.

Vesicular breathing sound

6.

Caput medusa

7.

Murphy Sign

8.

Ronki

9.

Wheezing

Jenis bunyi kontinyu seperti bersiul

10.

Palmar erythema

Telapak tangan yang memerah terutama disekitar pangkal jari kelingking dan ibu jari

11.

Pretibial edema

Penumpukan cairan secara abnormal pada tulang kering

12.

Shifting dullness

13.

Ballottement

14.

15. 16.

SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase atau Aspartat Transaminase) SGPT (Serum Glutamik Piruvik Transaminase atau Alanin Transaminase) Lien S1

Pembuluh darah kecil berwarna merah seperti laba-laba yang muncul di permukaan kulit Penyakit viral akut yang terutama ditularkan secara parenteral melalui kontak personal yang erat atau dari ibu ke neonatus Suara napas normal dengan ciri-ciri bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan tidak ada silent gap Pelebaran vena cutaneus disekeliling umbilicus terutama terlihat pada bayi yang baru lahir, pasien dengan sirosis hati. Test yang dilakukan dengan cara menekan perut di bagian bawah tulang iga kanan pasien. Saat pasien menarik napas, kantong empedu akan bergeser dan menyentuh tangan pemeriksa, dan pasien akan merasa nyeri. Bunyi kontinyu seperti mengorok pada tenggorokan atau tabung bronchial, terjadi karena obstruksi parsial

Suara pekak yang berpindah pada saat perkusi akibat adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen Test yang digunakan untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan yang lain Enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh terutama dalam jantung dan hati Enzim yang normalnya dijumpai dalam serum dan jaringa tubuh terutama pada hati Pembesaran lien sepanjang arcus costae kiri

3

II.

Identifikasi Masalah 1. Mr. D, 45 years old, came to the Emergency Department with complaint of yellow eyes in the last 7 days. The complaint was accompanied by urine that looks like dark tea, no history of putty-like stool and itchy skin. 2. Patient has been having moderate fever in the last 2 weeks. Mr. D also complained weakness of the body, epigastric pain, nausea and decreased appetite. 3. There is no contact history with sufferer with same complaint. Mr. D had no history of long-term medication. Mr. D had hepatitis B from birth. 4. Physical examination : General condition : Moderate illness, compos mentis. Vital sign : BP 110/80 mmHg ; pulse 80x/min ; RR : 22x/min, Temperature 36,8oC Weight 55 kg, Height 158cm 5. Specific Condition : Head : palpebral conjunctiva was not pale, sclera was yellow (+/+) Neck : JVP 5-2 cmH2O, lymph nodes were not palpable. Thorax: Thoracic wall : Spider nevi was evident Pulmo: - Inspection : Symmetrical, static and dynamic - Palpation : right and left stem fremitus were the same - Percussion : Overall pulmonary field was sonor - Auscultation : Versicular breathing sound (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-) Cor : -

Inspection : Flat, apex beat was not visible Palpation : Apex beat not palpable Percussion : Normal heart limit Auscultation : HR 80/min, regular, heart sound I-II normal

Abdomen : -

Inspection : Flat, caput medusa (-) Palpation : Weak, Murphy sign (-), liver not palpable, Lien S1, ballottement (-) Percussion : Shifting dullness (+) Auscultation : Normal bowel sounds

Extremities : Pretibial edema (+), palmar erythema (+)

4

6. Laboratory Examination - Hb 12,3 g/dl - Hb 36 vol% - Leukocytes 8600/mm3 - Platelets : 90.000/mm3 - LED : 10 mm/hour - Bil. Tot : 8,2 mg/dl - Bil direc : 7,6 mg/dl - Bil. Indirect : 0.6 mg/dl - SGOT : 102 u/L - SGPT : 115 u/L - Alkaline phosphatase : 110 u/L - Anti HAV IgM (-) - HBs Ag (+) - Anti HCV (-) - Albumin 2,8 mg/dl III. Analisis Masalah 1. Mr. D, 45 years old, came to the Emergency Department with complaint of yellow eyes in the last 7 days. The complaint was accompanied by urine that looks like dark tea, no history of putty-like stool and itchy skin. a. Apa keterkaitan antara umur, jenis kelamin dengan keluhan pasien? Umur : Usia saat terjadinya infeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan terjadi saat bayi maka 95% kemungkinan akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik. Sedangkan bila penularan terjadi saat balita, maka 20-30% kemungkinan akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik, dan apabila penularan terjadi saat dewasa, maka hanya 5% kemungkinan akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik. Jenis kelamin : Berdasarkan “Riskesdas Tahun 2013, Balitbangkes, Kemenkes”, Prevalensi Hepatitis menurut karakteristik pada tahun 2013 lebih tinggi pada lakilaki dibandingkan dengan perempuan. Persentase hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45- 49 tahun (11,92%), umur >60tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%), selanjutnya HBsAg positifpada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%). b. Apa makna dari keluhan sclera berwarna kuning (ikterus) yang dialami sejak 7 hari yang lalu? Mata kuning diakibatkan karena peningkatan bilirubin dalam sirkulasi darah. Hal ini dapat terjadi karena gangguan baik pada prehepatik, intrahepatik, dan posthepatik. Biasanya mengenai sklera terlebih dahulu karena permukaan nya kaya 5

akan elastin, selain itu sklera warnanya putih dan sangat terlihat jika terjadi perubahan warna

c. Bagaimana mekanisme dari sclera berwarna kuning? Infeksi virus Hepatitis B sel hepatosit rusak  disfungsi hepatosit  Bilirubin direct tidak dapat masuk ke duodenum Bilirubin Direct masuk ke pembuluh darah Biliribuin Direct menyebar secara sistemik  sklera kuning. d. Bagaimana mekanisme urin berwarna teh tua? Infeksi virus Hepatitis B sel hepatosit rusak  disfungsi hepatosit  Bilirubin direct tidak dapat masuk ke duodenum  Bilirubin Directmasuk ke pembuluh darah  Masuk ke ginjal ketika system ekskresi bekerja  Bilirubin dieksreksikan  Urin mengandung bilirubin direct (larut air). e. Apa makna dari ‘no history of putty-like stool and itchy skin’? Untuk membedakan kelainan bukan karena sumbatan di empedu. f. Bagaimana anatomi dan fisiologi yang terkait dengan keluhan pasien?

Gambar 1. Anatomi Hepar

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg. Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas 6

abdominalis tepat di bawah diaphragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra.

Gambar 3. Anatomi Kandung Empedu

Fisiologi Sistem Hepatobilier Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu: a. Metabolisme karbohidrat b. Metabolisme lemak c. Metabolisme protein d. Lain-lain

2. Patient has been having moderate fever in the last 2 weeks. Mr. D also complained weakness of the body, epigastric pain, nausea and decreased appetite. a. Apa makna dari keluhan demam yang dialami sejak 2 minggu terakhir? Hepatitis virus mempunyai gejala dan perjalanan penyakit yang dapat dibagi atas 4 periode (stadia) yaitu masa tunas (inkubasi), fase pre-ikterik, fase ikterik, dan fase penyembuhan (konvalesensi). Demam tinggi termasuk fase pre-ikterik. Fase pre-ikterik terdapat keluhan-keluhan oleh penderita pada umumnya yang tidak 7

khas, yaitu keluhan yang disebabkan infeksi oleh virus yang berlangsung sekitar 27 hari. Gejala non spesifik seperti demam, anoreksi, mual, nyeri disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Infeksi dan Inflamasi pada sistem hepatobilier menjadi tempat yang potensial untuk perkembangbiakan bakteri difagositosis oleh sel-sel radang terjadi pelepasan IL-1 dan TNF alfa  pembentukan PGE2 di hipothalamus peningkatan set point di hipothalamus mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipothalamus terjadi demam Demam masih ringan karena infeksi yang terjadi masih ringan. Sirosis hepar yang disertai dengan demam merupakan gejala sirosis dekompensata b. Bagaimana mekanisme demam pada kasus? Demam lebih jarang terjadi pada pasien dengan infeksi hepatitis B dan D, bila dibandingkan dengan hepatitis A dan E, namun demam dapat terjadi pada pasien dengan serum sickness-like syndrome, dengan gejala berupa demam, kemerahan pada kulit, arthalgia dan artritis. Serum -like syndrome terjadi pada 10-20% pasien. Gejala diatas terjadi umumnya 1-2 minggu sebelum ikterus. Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan selsel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanismemekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002) c. Bagaimana mekanisme tubuh yang lemah pada kasus? Sirosis hepatis  terjadi fibrosis hati  intake glukoneogenesis turun, metabolisme lemak terganggu  ATP turun  Badan lemah. d. Bagaimana mekanisme nyeri ulu hati atau nyeri epigastric dan mual pada kasus? Hati yang mengalami sirosis akan membentuk resistensi intrahepatik yang akan menyulitkan aliran darah dari vena porta menuju ke hati. Oleh sebab itu, akan ada aliran darah balik ke organ organ gastrointestinal (lambung, usus, esophagus) dan limpa. Organ-organ tersebut akan menjadi tempat kongesti pasif yang kronis, organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja 8

dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Dimana dyspepsia diartikan sebagai perasaan perut yang penuh dan ada nyeri di epigastrium, disertai dengan mual dan muntah. e. Bagaimana mekanisme penurunan nafsu makan pada kasus?  Hepatitis  Hepatosit rusak  Proses metabolism asam lemak terganggu  Asam lemak netral tidak berubah menjadi asetil KoA  Asam lemak merangsang nucleus ventromedial (pusat kenyang)  Dyspepsia (perut terasa penuh)  Penurunan nafsu makan 3. There is no contact history with sufferer with same complaint. Mr. D had no history of long-term medication. Mr. D had hepatitis B from birth. a. Apa makna dari pernyataan diatas? Virus hepatitis B ditransmisikan melalui plasenta, saat melahirkan, atau ASI. Sirosis hepatis dalam kasus bukan karena alkohol atau obat-obatan, melainkan karena hepatitis B kronis. b. Mengapa gejalanya baru muncul ketika Mr D sudah berusia 45 tahun? Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Gejala baru muncul ketika Mr. D sudah berusia 45 tahun karena telah memasuki tahap sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas seperti asites, ikterus, edema pretibial, dan palmar eritema. Pada sirosis hepatis kompensata sebagian hati masih dapat menjalankan fungsinya dengan baik sedangkan pada sirosis hepatis dekompensata hati sudah tidak bisa berfungsi akibat jaringan parut yang meluas mencapai seluruh bagian lobulus hati. Hepatitis B yang dialami oleh Mr sudah didapat sejak dari bayi. Pada saat bayi, tubuh memiliki Immunotoleransi, yaitu tidak ada respon imun yang berarti untuk menghancurkan imun. Jadi, virus tetap ada dalam jangka waktu yang lama. Kompensata waktunya lama bisa jadi 40 tahun. Dekompensata ditandai dengan adanya ikterik, edema, hematemesis, dan lain-lain. 4. Physical examination : General condition : Moderate illness, compos mentis. Vital sign : BP 110/80 mmHg ; pulse 80x/min ; RR : 22x/min, Temperature 36,8oC Weight 55 kg, Height 158cm a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik? 9

Pemeriksaan Keadaan Umum Tekanan Darah Denyut Nadi Respiratory Rate Suhu IMT

Nilai Normal Tidak sakit dan Compos mentis 120/80 mmHg 60-100x/menit 16-24x/menit 36,6-37C 18,5-24,9

Kasus Moderate ilness, compos mentis 110/80 mmHg 80x/menit 22x/menit 36,8C 22,03

Interpretasi Normal Normal Normal Normal Normal Normal

b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik diatas? Tidak ada yang mengalami abnormalitas 5. Specific Condition : Head : palpebral conjunctiva was not pale, sclera was yellow (+/+) Neck : JVP 5-2 cmH2O, lymph nodes were not palpable. Thorax: Thoracic wall : Spider nevi was evident Pulmo: - Inspection : Symmetrical, static and dynamic - Palpation : right and left stem fremitus were the same - Percussion : Overall pulmonary field was sonor - Auscultation : Versicular breathing sound (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-) Cor : -

Inspection : Flat, apex beat was not visible Palpation : Apex beat not palpable Percussion : Normal heart limit Auscultation : HR 80/min, regular, heart sound I-II normal

Abdomen : -

Inspection : Flat, caput medusa (-) Palpation : Weak, Murphy sign (-), liver not palpable, Lien S1, ballottement (-) Percussion : Shifting dullness (+) Auscultation : Normal bowel sounds

Extremities : Pretibial edema (+), palmar erythema (+) a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik spesifik? 10

Pemeriksaan Kepala Konjungtiva palpebra Sklera Leher JVP Nodus limfe Dinding Dada Spider nevi Pulmo Inspeksi Palpasi stem fremitus Perkusi lapangan paru Auskultasi Suara napas pokok Ronki Wheezing Cor Inspeksi apeks Palpasi apeks Perkusi Auskultasi Heart Rate Bunyi jantung I dan II Abdomen Inspeksi Palpasi

Perkusi : Shifting dullnes Auskultasi : bising usus Ekstremitas Pretibial edema Palmar

Nilai Normal

Kasus

Interpretasi

Tidak teraba

Tidak teraba

Normal

Putih

Kuning

Abnormal (ikterus)

5+2 Tidak teraba

5-2 Tidak teraba

Normal Normal

(-)

(+)

Abnormal

Simetris, statis, dinamis Kanan dan kiri sama

Normal

Sonor

Simetris, statis, dinamis Kanan dan kiri sama Sonor

Vesikuler

Vesikuler

Normal

(-) (-)

(-) (-)

Normal Normal

Tidak terlihat Tidak teraba Dalam batas normal

Tidak terlihat Tidak teraba Dalam batas normal

Normal Normal Normal

60-100x/menit Normal

80x/menit Normal

Normal Normal

Caput medusa (-) Murphy sign (-), Liver tidak teraba Lien S0

Caput medusa (-) Murphy sign (-), Liver tidak teraba Lien S1

Ballotement (-) (-)

Ballotement (-) (+)

Normal

Normal

Normal Normal Normal Abnormal (Splenomegali) Normal Abnormal (ada cairan) Normal

(-) (-)

(+) (+)

Abnormal Abnormal

Normal Normal

11

erythema b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik spesifik diatas?  Ikterus Ikterus disebabkan oleh bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin di bawah 2-3 mg/dL tidak akan terlihat. Bilirubin adalah produk akhir penguraian hem, yang berasal dari eritrosit yang tua dan peputaran hemoprotein hati.  Spider nevi Atau disebut juga spider angio maspiderangiomata (spider telangiektasi) adalah lesi vaskular non-neoplastik yang tersusun dari arteri atau arteriol melebar, radial, sering berdenyut, dan mengelilingi suatu sentral. Lesi akan pucat sewaktu bagian tengah ditekan. Mekanisme terjadinya karena hati tidak dapat melakukan fungsinya untuk memetabolisme hormon steroid sehingga hormon steroid meningkat dalam darah  Splenomegali Splenomegali terjadi karena hipertensi portal. Tekanan yang tinggi pada vena porta menyebabkan aliran balik ke organ-organ dibawahnya, salah satunya spleen.  Shifting dullness (+) Asites adalah terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga peritonium. Akumulasi cairan mengandung protein tersebut terjadi karena adanya gangguan pada struktur hepar dan aliran darah yang disebabkan oleh inflamasi, nekrosis fibrosis atau obstruksi menyebabkan perubahan hemodinamis yang menyebabkan peningkatan tekanan limfatik dalam sinusoid hepar, mengakibatkan transudasi yang berlebihan cairan yang kaya protein ke dalam rongga peritonium. Peningkatan tekanan dalam sinusoid menyebabkan peningkatan volume aliran ke pembuluh limpatik dan akhirnya melebihi kapasitas drainage sehingga tejadi overflow cairan limpatik kedalam rongga peritonium (McPhee, 1995). Cairan asites merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk media pertumbuhan bakteri patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. Coli), bakteri gram negatif, kelompok enterococcus (Sease et al, 2008).  Pretibial edema Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki dan abdomen. Hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus yang nantinya akan menyebabkan edema.  Palmar erythema

12

Thenar dan hipothenar telapak tangan berwarna merah karena perubahan metabolisme hormon seks. c. Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan fisik spesifik diatas?  Ikterus



Spider navi



Pretibial edema



Palmar eritema

6. Laboratory Examination - Hb 12,3 g/dl - Hb 36 vol%

-

Leukocytes 8600/mm3 Platelets : 90.000/mm3 LED : 10 mm/hour 13

-

Bil. Tot : 8,2 mg/dl Bil direc : 7,6 mg/dl Bil. Indirect : 0.6 mg/dl SGOT : 102 u/L SGPT : 115 u/L Alkaline phosphatase : 110 u/L Anti HAV IgM (-) HBs Ag (+) Anti HCV (-) Albumin 2,8 mg/dl

a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium? Pemeriksaan Nilai Normal Kasus Hb 13-18 gr/dl 12,3 gr/dl Ht 40-50 vol% 36 vol% Leukosit 3.200-10.000/mm3 8600/mm3 Platelet 170.000-380.000/mm3 90.000/mm3 LED <15mm/hour 10 mm/hour Bilirubin Total <1,4 mg/dl 8,2 mg/dl Bilirubin direct <0,4 mg/dl 7,6 mg/dl Bilirubin indirect <0,7 mg/dl 0,6 mg/dl SGOT 5-35 u/L 102 u/L SGPT/ALT 5-35 u/L 115 u/L Alkaline 30-130 u/L 110u/L phospatase Anti HAV IgM (-) (-) HBs Ag (-) (+) Anti HCV (-) (-) Albumin 3,5-5,0 mg/dl 2,8 mg/dl

Interpretasi Rendah Rendah Normal Trombositopenia Normal Meningkat Meningkat Normal Meningkat Meningkat Normal Normal Abnormal Normal Hipoalbuminuria

Sumber : Buku Pedoman Interpretasi Data Klinik Kemenkes RI b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium diatas?  Hb dan Ht rendah Salah satu indikator sirosis hepatis  Trombositopenia Trombositopenia terjadi karena hipersplenism.  Bilirubin total dan direk meningkat Sirosis hati menyebabkan hati tidak bisa memetabolisme bilirubin. Sehingga terjadi peningkatan bilirubin  SGOT dan SGPT meningkat 14





SGOT dan SGPT meningkat menandakan perlukaan hepatoseluler atau inflamasi HbsAg (+) Tes ini dilakukan untuk menilai penularan virus hepatitis B. Hasil tes negatif () berarti tidak ada virus hepatitis B dalam darah Anda. Sedangkan hasil tes yang positif (+) menandakan bahwa Anda memiliki virus hepatitis B dalam tubuh dan berpotensi menyebarkan virus ini ke orang lain. Namun, tes ini tidak dapat membedakan apakah infeksi ini sedang terjadi (akut) atau telah terjadi di masa lampau (kronis). Hipoalbuminemia Kerusakan pada hati akan menurunkan fungsinya dalam memetabolisme protein. Fungsi hati dalam menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang digunakan untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid) menjadi terganggu sehingga menyebabkan hipoalbuminemia.

7. Kasus : Sirosis Hati a. Bagaimana diagnosis banding dari kasus tersebut? Sindroma nefrotik, Hepatocellular carcinoma (kanker hati), Hepatitis B kronik aktif, Hepatoma, Abses hepar, Obstruksi portal dan asites, dan Empedu acites b. Bagaimana diagnosis kerja dari kasus tersebut? Sirosis Hepatik ec. Hepatitis B kronik c. Apa definisi dari kasus tersebut? Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus generatif. d. Bagaimana etiologi dari kasus tersebut? Etiologi dari sirosis pada kasus adalah penyakit infeksi Hepatitis B yang kronis. Secara umum penyebab sirosis antara lain Tabel. Sebab-sebab Sirosis dan/ Penyakit Hati Kronik Penyakit Infeksi Bruselosis Ekinokokus Skistosomiasis Toksoplasmosis Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)

15

Penyakit Keturunan dan Metabolik Defisiensi α1-antitripsin Sindrom Fanconi Galaktosemia Penyakit Gaucher Penyakit simpanan glikogen Hemokromatosis Intoleransi fruktosa herediter Tirosinemia herediter Penyakit Wilson

Obat dan Toksin Alkohol Amiodaron Arsenik Obstruksi bilier Penyakit perlemakan hati non alkoholik Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosis primer

Penyebab lain atau Tidak Terbukti Penyakit usus inflamasi kronik Fibrosis kistik Sarkoidosis e. Bagaimana epidemiologi dari kasus tersebut? Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama 16

ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi Berdasarkan data mengenai distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap Indonesia tahun 2004, sirosis hati merupakan penyebab kematian pertama dengan Case Fatality Rate (CFR) tertinggi yaitu 14,1% dengan sex ratio antara laki-laki penderita sirosis hati dan perempuan penderita sirosis hati yaitu 1,9:1. Berdasarkan data Depkes RI (2005) di Indonesia pada tahun 2004 terdapat 9.441 penderita sirosis hati dengan proporsi 0,4% dan merupakan penyebab kematian ke-21 dari 50 penyebab kematian dengan jumlah kematian 1.336 orang (PMR 1,2%) f. Bagaimana faktor risiko dari kasus tersebut? Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis hati. Etiologi tersering di Negara Barat adalah konsumsi alcohol. Sementara di Indonesia, sirosis utamanya disebabkan oleh hepatitis B dan/atau hepatitis C kronis. g. Bagaimana klasifikasi dari kasus tersebut?  Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1) Mikronodular 2) Makronodular 3) Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) 

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1) Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belumterlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saatpemeriksaan screening. 2) Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

17

  

Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh :

h. Bagaimana manifestasi klinis dari kasus tersebut?  Sirosis kompensata Kebanyakan bersifat asimtomatis dan hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fungsi hati. Bila ada, gejala yang muncul berupa kelelahan nonspesifik, penurunan libido, atau gangguan tidur. Tanda khas (stigmata) sirosis juga seringkali belum tampak pada tahap ini. Sebenarnya sekitar 40% kasus sirosiskompensata telah mengalami varises esofagus, namun belum menunjukkan tanda-tanda perdarahan. 

Sirosis dekompensata Disebut sirosis dekompensata apabila ditemukan paling tidak satu dari manifestasi berikut, ikterus, asites dan edema perifer, hematemesis melena(akibat perdarahan varises esofagus), jaundice, atauensefalopati (baik tanda dan gejala minimal hinggaperubahan status mental). Asites merupakan tandadekompensata yang paling sering ditemukan (sekitar 80%). Selain itu, terdapat beberapa stigma sirosis lainnya yang dapat diidentifikasi, antara lain: a) Tanda gangguan endokrin:  Spider angioma. Gambaran seperti laba-laba dikulit, terutama daerah leher, bahu, dan dada  Eritema palmaris pada tenar dan hipotenar  Atrofi testis. Sering disertai penurunan libidodan impotensi  Ginekomastia  Alopesia pada dada dan aksila

18

 b) c) d)

e) f) g) h)

Hiperpigmentasi kulit, diduga akibat peningkatan kadar melanocytestimulating hormone(MSH) Kuku Muchrche. Gambaran pita putih horizontalyang memisahkan warna kuku normal Kontraktur Dupuytren. Penebalan fasia pada palmar (terutama pada sirosis alkoholik) Fetor hepatikum. Bau napas khas akibat penumpukan metionin (gagal dimetabolisme), atau akibatpeningkatan konsentrasi dimetilsulfida akibat pirau portosistemik yang berat Atrofi otot Petekie dan ekimosis bila terjadi trombositopeniakoagulopati berat. Splenomegali Pemeriksaan palpasi hati sangat bervariasi, mulaidari tidak ditemukan pembesaran hati, lobus kirihati yang dapat teraba lunak (khas sirosis), atau teraba nodul dengan konsistensi keras

19

i. Bagaimana patofisiologi dari kasus tersebut?

j. Bagaimana pathogenesis dari kasus tersebut? Patogenesis yang terjadi mungkin berbeda tergantung pada penyebab dari penyakit hati. Secara umum, ada peradangan kronis baik karena racun (alkohol dan obat), infeksi (virus hepatitis, parasit), autoimun (hepatitis kronis aktif, sirosis bilier primer), atau obstruksi bilier (batu saluran empedu), kemudian akan berkembang menjadi fibrosis difus dan sirosis. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.

20

k. Bagaimana cara menegakkan diagnosis kasus tersebut? Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,di mana kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave. Selain pemeriksaan fisik diagnosis dapat ditegakkan dengan bantuan laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda berikut, sudah dapat menegakkan diagnosis sirosis hepatis dekompensasi. yaitu : 1) Asites 2) Splenomegali 3) Perdarahan varises (hematemesis) 4) Nilai Albumin yang menurun 5) Spider Nevi (nampak vena-vena di daerah abdomen) 6) Eritema Palmaris 7) Vena kolateral. l. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kasus tersebut? Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:  Ultrasonografi (USG)  Pemeriksaan radiologi dengan menelan “bubur barium”  Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography)  Magnetic resonance imaging  Pemeriksaan esofagoskop  Biopsi hati m. Bagaimana tatalaksana dari kasus tersebut?

21

Pada sirosis hati dekompensata pengobatan didasarkan pada gejala/tanda yang menonjol dan komplikasi yang muncul pada penderita. a. Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin b. Varices Esofagus Propanolol 40-80 mg oral 2x/hari Isosorbid mononitrat 20 mg oral 2x/hari Saat perdarahan akut diberikan somatostatin/okreotid dilanjutkan dengan Skleroterapi atau ligasi endoskopi c. Peritonitis bacterial spontan Jika jumlah sel PMN >250/mm3 mendapat profilaxis untuk mencegah SBP dengan Sefotaxim dan Albumin Albumin 2g IV tiap 8 jam, 1,5 g/kg IV dalam 6 jam, 1g/kg IV hari ke 3 Norfloksasin 400 mg oral 2x/hari selama 7 hari untuk perdarahan GI 400 mg oral per hari untuk profilaksis Trimetoprim/Sulfametoxazol 1 tablet oral/ hari untuk profilaksis, 1 tablet oral 2 kali/ hari selama 7 hari untuk perdarahan GI 22

d. Hipertensi Porta Pemasangan Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) untuk melancarkan aliran darah dari vena porta ke vena cava inferior. Diberikan Beta bloker n. Bagaimana edukasi dan pencegahan dari kasus tersebut? Menginformasikan bahwa sirosis hati didapatkan dari Hepatitis B kronik. Penularan virus hepatitis B dapat berasal dari ibu ke anak dan peredarannya melalui darah. Untuk menghindari hepatitis B : 1) Hindari penggunaan jarum suntik sembarangan. 2) Apabila menerima transfusi darah, pastikan darah bebas dari infeksi virus. 3) Menghindari seks bebas. 4) Berikan vaksin Hepatitis B pada anak o. Bagaimana komplikasi dari kasus tersebut? a. Pendarahan varises esophagus b. Ensefalopati hepatic c. Edema d. Asites e. Spontaneous bacterial peritonitis f. Karsinoma hepatoseluler g. Hepatorenal syndrom p. Bagaimana prognosis dari kasus tersebut? Kriteria Child-Turcotte-Pugh Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari kriteria Child- Pugh, banyak digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini. Kriteria ini digunakan untuk mengukur derajat kerusakan hati dalam menegakkan prognosis kasus-kasus kegagalan hati kronik.

23

Pada pasien ini, prognosis sedang dengan nilai 7-8. Yang artinya survivel at 1 year 81% dan survivel at 2 year sebesar 57% q. Bagaimana SKDI dari kasus tersebut? Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

24

IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan No.

1.

2.

Pokok bahasan Anatomi

What I

What I don’t

What I have

How I

know

know

to prove

will learn

fisiologi

Anatomi

Fisiologi

Hepatobilier

hepatobilier

hepatobilier

Histologi

Gambaran

Hepatobilier

histologi etiologi, epidemiologi, faktor

resiko,

manifestasi klinis, patofisiologi, patogenesis, Textbook

diagnosis 3.

Kasus (Hepatitis B)

Definisi

banding,

SKDI

Jurnal Internet

diagnosis kerja, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, tata laksana, edukasi dan pencegahan, komplikasi, prognosis etiologi,

4.

Kasus Hepatis)

(Sirosis

epidemiologi, Definisi

faktor

resiko,

SKDI

manifestasi klinis, 25

patofisiologi, patogenesis, diagnosis banding, diagnosis kerja, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, tata laksana, edukasi dan pencegahan, komplikasi, prognosis 5.

6.

Pemeriksaan umum

Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan 7.

fisik

Laboratorium

fisik

Interpretasi

Mekanisme abnormal Mekanisme

Interpretasi abnormal. Gambaran hasil

Mekanisme abnormal

Interpretasi

26

V. Sintesis Masalah A. Anatomi dan Fisiologi Anatomi Sistem Hepatobilier

Gambar 1. Anatomi Hepar

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg. Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diaphragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobulus-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (trias hepatis). Darah arteria dan vena berjalan di antara selsel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis. Hepar, secara makroskopis dibagi menjadi empat lobus yaitu dua lobus utama: lobus kanan dan lobus kiri yang dibagi oleh ligamentum falciformis di bagian anterior, serta dua lobus aksesoria yaitu lobus quadratus dan lobus caudatus. Berdasarkan fungsinya hepar memiliki 3 bagian fungsional utama: lobus kaudatus, lobus kanan dan lobus kiri. Lobus kanan dibagi menjadi 4 segmentum yaitu segmentum V, VI, VII, VIII, lobus kiri menjadi 3 segmentum yaitu II,III dan IV, serta segmentum I adalah lobus kaudatus. 27

Gambar 2. Pembagian hepar secara fungsional

Hepar didarahi oleh arteri hepatica propia yang berasal dari arteri hepatica communis, suatu cabang arterial langsung dari truncus coeliacus. Hepar juga memiliki sistem vena masuk dan keluar. Vena portae hepatis mengumpulkan darah yang kaya nutrisi dari organ-organ abdomen yang tidak berpasangan (gaster, usus, pancreas, limpa/spleen) dan mengalirkan bersama dengan darah arterial dari arteri hepatica communis, ke dalam sinusoid lobulus hepaticus. Pada hepar terdapat dua sistem pembuluh limfe yaitu sistem subperitoneal pada permukaan hepar dan sistem intraparenkim di sepanjang struktur pada trias porta ke hilum hepatis Secara anatomis, kantung empedu atau vesica fellea terletak di antara dua lobus hepar. Vesica fellea merupakan tempat penyimpanan asam empedu yang berbentuk kantung piriformis, memiliki panjang 7-10 cm dan lebar 3-4 cm, serta dapat menampung sebanyak 30-50 mL empedu. Vesica fellea terdiri dari tiga bagian yaitu korpus, fundus, infundibulum dan kolum. Fundus membentang hingga 1 cm tepi bebas hepar. Korpus merupakan bagian terbesar. Infundibulum merupakan area transisional antara corpus dan collum. Kantung Hartmann merupakan penonjolan pada permukaan inferior infundibulum. Batu empedu dapat tersangkut disini dan menyebabkan obstruksi duktus sistikus. Vesica fellea akan berakhir pada duktus sistikus yang berdiameter 7 mm dan dengan mukosa yang memiliki valvula spiralis (valves of Heister). Duktus sistikus akan mengalirkan empedu menuju duktus koledokus, dimana duktus ini melalui caput pankreas akan berakhir pada sfingter Oddi yang menembus dinding duodenum dan membentuk suatu bangunan yang disebut ampulla Vateri.

28

Gambar 3. Anatomi Kandung Empedu

Fisiologi Sistem Hepatobilier Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu: a. Metabolisme karbohidrat Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat. b. Metabolisme lemak Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain: mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat. c. Metabolisme protein Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam amino. d. Lain-lain Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain

29

Hepar memiliki berbagai macam fungsi untuk menjaga tubuh dalam kondisi fisiologis. Hepar memiliki fungsi dalam sintesis protein, sebagian besar protein diproduksi oleh hepatosit yang nantinya akan digunakan oleh organ, jaringan dan sel lain. Protein yang diproduksi antara lain: albumin, transferrin, seruloplasmin, haptoglobin, protein komplemen, dan faktor koagulasi. Selain memproduksi protein, hepar juga memiliki fungsi dalam metabolisme karbohidrat, lemak, regulasi besi, tembaga dan fungsi detoksifikasi. Empedu memiliki dua fungsi utama, berfungsi dalam penyerapan lemak dan sebagai sarana eksresi kolesterol, besi dan tembaga. Asam empedu merupakan komponen aktif utama dari sekresi bilier. Empedu disekresi oleh hepatosit melewati membran kanalikular ke dalam celah kanalikular. Proses sekresi terjadi secara aktif dan pasif, dimana fase aktif yang akan menghasilkan aliran empedu. Produk dari sekresi aktif dikenal sebagai primary solutes dan dibentuk oleh asam empedu terkonjugasi, bilirubin terkonjugasi, glutathione, hormon steroid konjugat. Zat yang dapat difiltrasi dihasilkan dari sekresi pasif yang diinduksi oleh tekanan osmotik dan dikenal sebagai secondary solutes. Zat tersebut berisi terutama plasma, glukosa, elektrolit , asam organic dengan berat molekul rendah dan kalsium. Rerata jumlah aliran basal cairan empedu pada manusia adalah 620mL/d. Cairan empedu terus diproduksi oleh sel hepar secara kontinu, tetapi umumnya akan disimpan dalam kantung empedu hingga akhirnya dibutuhkan oleh duodenum. Volume maksimum yang dapat ditampung oleh kantung empedu adalah 30-60 mL, namun sejumlah sekresi empedu selama 12 jam (umumnya berjumlah 450 mL) dapat ditampung dalam kantung empedu karena air, natrium, klorida dan sejumlah elektrolit kecil secara kontinu diserap oleh mukosa kantung empedu, dan memekatkan sisa cairan empedu yang mengandung garam empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubin. Ketika makanan mulai dicerna di saluran pencernaan atas, kantung empedu akan mengosongkan isinya terutama saat makanan berlemak memasuki duodenum. Mekanisme pengosongan terjadi dengan adanya kontraksi ritmis dinding kantung empedu, tetapi agar terjadi proses pengosongan yang lebih efektif dibutuhkan adanya relaksasi dari sfingter Oddi yang akan mengarahkan pengeluaran cairan empedu menuju duodenum. Sekitar 94% dari garam empedu yang telah disekresi akan diserap ke dalam darah dan kembali ke hepar, ketika mencapai hepar hampir seluruh garam empedu diserap oleh hepatosit dan mengalami resekresi. Sebagian kecil cairan empedu akan terbuang melalui feses dan akan digantikan oleh produksi empedu baru dari hepar. Proses resirkulasi garam empedu ini disebut dengan “sirkulasi enterohepatik”. 30

B. Histologi Kasus Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hati. Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar, diameternya tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung. Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut trias portal. Struktur yang paling besar adalah venula portal terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketiga adalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu, ditemukan juga limfatik.

Gambar 4. Lobulus hepatik

31

Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinus hepatik. Asinus hepatik berbentuk seperti buah berry, terletak di traktus portal. Asinus ini terletak di antara 2 atau lebih venula hepatic terminal, dimana darah mengalir dari traktus portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut. Asinus ini terbagi menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal sehingga paling banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan zona 3 terletak paling jauh dan hanya menerima sedikit oksigen. Zona 2 atau zona intermediet berada diantara zona 1 dan 3. Zona 3 ini paling mudah terkena jejas iskemik.

Gambar 5. Gambaran mikroskopik dengan perbesaran 30x hati manusia

Kanalikulus biliaris merupakan suatu celah tubular di antara kedua sel hepatosit. Kanalikulus biliaris merupakan bagian pertama dari sistem duktus biliaris, celah tubular berdiameter 1-2 ! m. Kanalikuli hanya dibatasi oleh membran plasma dari dua hepatosit dan hanya ada sedikit mikrovili. Kanalikulus biliaris membentuk suatu jalinan anastomosis kompleks di sepanjang lempeng lobulus hati dan berakhir di daerah porta. Aliran empedu berlangsung dalam arah yang berlawanan dengan aliran darah, yaitu dari pusat lobulus ke bagian tepi. Cairan empedu akan menuju duktulus biliaris atau kanal Hering yang tersusun dari sel-sel kuboid di bagian tepi. Duktulus kemudian berakhir di dalam duktus biliaris di celah portal. Duktus biliaris dilapisi epitel kuboid atau silindris dan mempunyai selubung jaringan ikat yang jelas. Duktus-duktus ini secara berangsur membesar, menyatu dan membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri.

32

C. Hepatitis B a. Definisi Hepatitis B adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Perjalanan penyakit terbagi menjadi 2 yaitu akut dan kronik.Pada fase akut, pasien mengalami gejala infeksi yang bisa sembuh atau menjadi kegagalan hati.Sementara fase kronik, pasien tidak nampak sakit walaupun virus hepatitis berada dalam tubuhnya. Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang mempunyai konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen, melalui saliva, melalui alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau cukur, alat makan, sikat gigi, alat kedokteran dan lain-lain. Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. b. Etiologi Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). Virus ini ditemukan pertama kali oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus.Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core).Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase.Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam penyebarannya.Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari. c. Epidemiologi Menurut data WHO 2014, lebih dari 240 juta penduduk dunia mengalami infeksi VHB kronis, dan lebih dari 780.000 orang per tahun meninggal akibat komplikasi infeksi VHB akut maupun kronis. Indonesia termasuk Negara endemis VHB dengan seroprevalensi HBsAg sebesar 9,4% (kisaran 2,5-36,1%) dan pengidap karier 5-10% dari populasi umum.

33

d. Faktor risiko Sebagian besar disebabkan oleh infeksi perinatal (transmisi vertical) dan sebagian kecil terjadi secara horizontal, yaitu melalui kontak langsung cairan tubuh (darah dan produk darah, saliva, cairan serebrspinal, cairan peritoneum, cairan pleura, semen, cairan vagina, dsb).

Menurut WHO (2002), terdapat beberapa kelo mpok yang berisiko terinfeksi virus hepatitis B: 1. 2. 3.

4. 5. 6. 7.

8.

Anak yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi hepatitis B. Anak-anak kecil di tempat perawatan anak yang tinggal di lingkungan yang endemis. Tinggal serumah atau berhubungan seksual (suami -istri) dengan penderita. Risiko tertular untuk orang yang tinggal serumah terjadi karena menggunakan peralatan rumah tangga yang bisa terkena darah seperti pisau cukur, sikat gigi. Pekerja Kesehatan. Paparan terhadap darah secara rutin menjadi potensi utama terjadinya penularan di kalangan kesehatan. Pasien cuci darah Pengguna narkoba dengan jarum suntik Mereka yang menggunakan peralatan kesehatan bersama seper ti pasien dokter gigi, dan lain lain. Karena itu, seharusnya dokter menggunakan alat sekali pakai atau mensterilkan alat setiap kali pemakaian. Orang yang memberi terapi akupuntur atau orang yang menerima terapi akupuntur. 34

9. 10. 11.

Mereka yang tinggal di daerah endemis, atau seri ng bepergian ke daerah endemis hepatits B. Mereka yang berganti-ganti pasangan, dan ketidaktahuan akan kondisi kesehatan pasangan. Kaum homoseksual.

Infeksi hepatitis B merupakan masalah kesehatan global utama. Penularan secara vertikal adalah rute paling umum dalam penyebaran virus hepatitis B di banyak daerah endemis (Chan, et al., 2012). Paparan yang sering dan rutin terhadap darah atau serum adalah denominator umum dari kesehatan kerja. Ahli bedah, dokter gigi, dokter bedah oral, patolog, petugas kesehatan di ruang operasi dan petugas kesehatan di ruang gawat darurat, dan pekerja laboratorium klinis mempunyai resiko tertinggi. Mahasiswa (termasuk mahasiswa Fakultas Kedokteran) juga merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita hepatitis B. Infeksi hepatitis B adalah penyakit utama pasca transfusi di negara maju karena window period yang panjang, mutan hepatitis B, viremia yang rendah (kesulitan untuk PCR pada sampel yang dikumpulkan) dan infektivitas sangat tinggi. Upaya vaksinasi orang yang berada dalam kelompok risiko mempunyai keterbatasan karena kesulitan dalam mengidentifikasi calon yang termasuk kelompok berisiko tinggi (WHO, 2002). e. Klasifikasi 1) Hepatitis B akut Etiologinya adalah infeksi virus hepatitis B dari golongan virus DNA, dengan masa inkubasi virus selama 60-90 hari. Penularannya 95% melalui transmisi vertical dan 5% melalui intra uterin. Diagnosis ditegakkan dengan tes fungsi hati serum transaminase (ALT meningkat), serologi HBsAg dan IgM anti HBC dalam serum. Pengobatan antiviral tidak dibutuhkan, pengobatan umumnya bersifat simtomatis. 2) Hepatitis B kronis Hepatitis B kronik berkembang dari Hepatitis B akut. Usia saat terjadinya infeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan terjadi saat bayi maka 95% kemungkinan akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik. Sedangkan bila penularan terjadi saat balita, maka 20-30% kemungkinan akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik, dan apabila penularan terjadi saat dewasa, maka hanya 5% kemungkinan akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik. Hepatitis B kronik ditandai dengan HBsAg (+) >6bln. Perlu pemeriksaan HbeAg, anti HBe dalam serum, kadar ALT, HBV-DNA serta biopsi hati.

f. Manifestasi Klinis

35

Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat (Juffrie et al, 2010). Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu: 1. Fase Inkubasi Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan ratarata 60-90 hari. 2. Fase prodromal (pra ikterik) Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis. 3. Fase ikterus Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata. 4. Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan (Sudoyo et al, 2009). Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu : 1. Fase Imunotoleransi Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi. 2. Fase Imunoaktif (Clearance) Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB. 3. Fase Residual 36

Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal (Sudoyo et al, 2009). g. Patofisiologi Infeksi VHB merupakan proses dinamis yang melibatkan interaksi antara virus, hepatosit, dan system imun pasien. Infeksi VHB pada dewasa muda yangimunotoleran umumnya menyebabkan hepatitis B akut (>90%), dan hanya 1% yang menjadi infeksikronis. Namun sebaliknya, 90% infeksi VHB secaraperinatal akan menyebabkan bayi lahir dengan infeksi VHB kronis yang bersifat asimtomatis di kemudianhari. Masa inkubasi VHB rata-rata 75 hari (rentang 30-180 hari). Pada kasus infeksi VHB akut, penandaHBsAg serum baru dapat terdeteksi pada hari ke 30-60 pascainfeksi VHB (lihat Gambar 1). Kenaikan kadar HBsAgserum akan diikuti dengan peningkatan enzim aminotransferase dan munculnya gejala klinis (ikterik)pada 2-6 minggu setelahnya. Penanda HBsAg jarangterdeteksi 1-2 bulan setelah awitan ikterus, dan jarang menetap hingga 6 bulan. Hepatitis B akut pada umumnya sembuh secara spontan dan membentuk antibody secara alami, ditandai dengan anti-HBs (+), IgG anti-HBc (+), dan anti-HBe (+).

Gambar 1. Perjalanan penyakit dan profil serologis Hepatitis B akut. Pada kasus infeksi VHB kronis, HBsAg ditemukanmenetap minimal selama enam bulan. Hingga saat ini,infeksi VHB kronis tidak dapat dieradikasi sepenuhnyakarena adanya molekul covalently closed circular DNA(cccDNA) yang permanen di dalam nukleus hepatosit terinfeksi. Selain itu, VHB memiliki enzim reverse transciptase untuk replikasi sehingga untaian genom VHBdapat menyatu dengan DNA hepatosit, yang kemudianberpotensi menyebabkan transformasi karsinogenik.Perjalanan alami 37

Infeksi VHB kronis ini dapatdibagi menjadi empat tahapan. Penentuan fase ini sangat pentingdalam inisiasi dan penghentian terapi.

h. Algoritma Penegakkan Diagnosis 1) Infeksi hepatitis B akut: Diagnosis ditegakkanberdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dantemuan serologis HBsAg (+) dan IgM anti-HBc (+). 2) Infeksi hepatitis B kronis a. Kriteria hepatitis B kronis:  HBsAg seropositif 6 bulan  Serum DNA VHB >20.000 IU/mL, namundapat ditemukan nilai yang lebih rendah2.000-20.000 IU/mL ditemukan pada kasus HBeAg (-)  Peningkatan ALT yang persisten maupunintermiten  Biopsi hati yang menunjukkan hepatitiskronis dengan derajat nekroinflamasi sedang-berat b. Kriteria pengidap inaktif  HBsAg seropositif >6 bulan  HBeAg (-), dan anti-HBe (+)  Serum ALT dalam batas normal  DNA VHB <2.000 - 20.000 IU/mL  Biopsi hati yang tidak menunjukkan inflamasi yang dominan. c. Kriteria resolved hepatitis infection:  Riwayat infeksi hepatitis B, atau adanya anti-HBc dalam darah.  HBsAg (-)  Kadar DNA-VHB dalam serum yang tidak terdeteksi  Kadar ALT serum dalam batas normal.

38

i. Diagnosis Banding 1. Hepatitis B kronik aktif 2. Sindroma nefrotik 3. Perikarditis konstriktif 4. Budd-Chiari Syndrome 5. Trombosis vena postal 6. Trombosis vena limpa 7. Obstruksi vena cava inferior 39

8. Schistosomiasis 9. Sarcoidosis j. Pemeriksaan Penunjang a) Serologis Hepatitis B

b) Biokimia hati

Pemeriksaan ALT, AST. gamma-glutamyl transpeptidase (GGT), alkalin fosfatase, bilirubin, albumin, globulin, serta pemeriksaan darahperifer lengkap dan waktu protrombin. Umumnya akan ditemukan ALT yang lebihtinggi dari AST, tetapi seiring berkembangnyapenyakit menuju sirosis, rasio tersebut akan berbalik. Bila sirosis telah terbentuk, akan tampakpenurunan progresif albumin, peningkatan globulin, dan pemanjangan waktu protrombin yangdisertai penurunan jumlah trombosit. Pada pasien hepatitis B kronis, perlu dilakukan pemeriksaan𝛼fetoprotein untuk mendeteksi karsinoma hepatoseluler. c) USG dan biopsi hati. Untuk menilai derajat nekroinflamasi dan fibrosis pada kasus infeksi kronis dansirosis hati. d) Pemeriksaan untuk mendeteksi penyebab hati lain, bila diperlukan, termasuk kemungkinan ko-infeksihepatitis C dan/atau HIV. k. Tatalaksana Terapi Nonfarmakologi Semua pasien virus hepatitis B kronis harus diberi konseling untuk mencegah penularan penyakit. Kontak seksual dan rumah tangga harus divaksinasi. Untuk meminimalkan kerusakan hati, semua pasien HBV kronis harus menghindari alkohol dan diimunisasi terhadap HBV. Tidak ada tingkat penggunaan alkohol yang telah ditetapkan sebagai aman. Selain itu, pasien dianjurkan untuk berkonsultasi dengan penyedia layanan medis mereka sebelum menggunakan obat baru, termasuk obat herbal dan obat-obatan yang tidak diresepkan. Obat-obatan herbal merupakan pilihan yang menarik bagi banyak pasien. Empat persiapan umum meliputi Phyllanthus, milk thistle, glycyrrhizin (ekstrak akar licorice), dan campuran ramuan herbal yang dikenal sebagai Liv 52. Meskipun beberapa produk mungkin memiliki beberapa keuntungan, kualitas metodologis dari uji coba yang mengevaluasi herbal itu buruk. Studi acak terkontrol plasebo dan data tindak lanjut 40

jangka panjang kurang. Meta-analisis penelitian yang ada menunjukkan bahwa milk thistle dan Liv 52 tidak mempengaruhi jalannya penyakit hati. Pengobatan herbal tidak dianjurkan untuk pasien dengan hepatitis B kronis. Terapi Farmakologi Interferon Terapi interferon-α2b adalah terapi yang disetujui pertama untuk pengobatan HBV dan memperbaiki hasil jangka panjang dan kelangsungan hidup. Bertindak sebagai sitokin inang, ia memiliki efek antiviral, antiproliferatif, dan imunomodulator pada HBV kronis. Beberapa faktor berkorelasi dengan respons terhadap terapi interferon yang lebih baik, termasuk peningkatan tingkat DNA HBV dan ALT, skor aktivitas histologis tinggi pada biopsi, dan non-Asia. Pasien Asia cenderung memiliki tingkat ALT yang lebih normal dalam infeksi kronis, yang mengacaukan dampak nyata etnisitas pada infeksi. Pasien yang merespons terapi interferon cenderung memiliki respons yang lebih tahan lama daripada yang terlihat dengan lamivudine, yang kemungkinan merupakan akibat dari stimulasi interferon terhadap respons kekebalan terhadap serokonversi. Tingkat serokonversi berkisar antara 30% sampai 40% dan seringkali permanen, walaupun kambuh lebih mungkin terjadi pada pasien HBeAg negatif. Durasi terapi terbatas, meski durasi pengobatan yang optimal tidak jelas. Pengobatan selama minimal 12 bulan dikaitkan dengan tingkat tanggapan virologi yang lebih tinggi dibandingkan pengobatan selama 4 sampai 6 bulan. Serokonversi bisa terjadi selama atau setelah terapi selesai. Durasi pengobatan diperpanjang 24 bulan dapat bermanfaat bagi pasien HBeAg-negatif yang sulit diobati. Manfaat tambahan terapi berbasis interferon pada pasien yang responsif adalah pengurangan sirosis, HCC (hepatocellular carcinoma), dan kematian. Terapi interferon konvensional diganggu dengan berbagai masalah, termasuk ketidaknyamanan injeksi tiga kali seminggu; Namun, terapi interferon standar hampir diganti dengan penggunaan pegylated interferon (peg interferon) karena manfaat dalam kemudahan pemberian, penurunan profil efek samping, dan perbaikan efikasi. Dibandingkan dengan interferon konvensional, peginterferon memiliki waktu paruh yang lebih lama yang memungkinkan suntikan sekali seminggu. Untuk pengobatan HBV, formulasi pasakinterferon yang disetujui adalah pegIFN-α2a. Studi yang membandingkan monoterapi pegIFN-α2a dengan terapi kombinasi peginterferon-α2a-lamivudine menunjukkan bahwa terapi kombinasi menyebabkan penekanan DNA HBV lebih besar daripada monoterapi peginterferon-α2a; monoterapi peginterferon-α2a lebih baik mencapai serokonversi HBeAg daripada monoterapi lamivudine tanpa perbedaan dalam terapi kombinasi; dan terapi kombinasi menghasilkan resistansi kurang lamivudine dibandingkan dengan monoterapi lamivudine. Terapi berbasis interferon masih 41

dibatasi oleh beberapa efek samping (Kelelahan, Arthralgia, Demam, Sakit otot,Sakit kepala, Insomnia, Mual, Depresi, Anorexia, Kecemasan / emosional lability, Kemalangan, Alopecia, Mialgia, dan Reaksi situs injeksi). Tingginya risiko infeksi menghalangi penggunaan interferon pada pasien sirosis dekompensasi. Pada pasien dengan sirosis kompensasi, interferon tampaknya aman dan efektif, walaupun dapat memicu suar hati dan mengendapkan dekompensasi hati. Peran optimal terapi berbasis interferon dalam pengobatan HBV tidak didefinisikan. Setelah injeksi intamuskular / subkutan, amivud interferon mencapai 80%. Kadar plasma tergantung pada dosis. Kadar plasma puncak dicapai setelah 4-8 jam dan kembali ke awal setelah 18- 36 jam . karena inteveron menginduksi efek biologis yang cukup panjang durasinya , aktifitas amivudine tidak selalu dapat diperkirakan dari karakteristik farmakokinetiknya. Setelah pemberian intravena, konsentrasi plasma puncak dicapai dalam 30 menit setelah 4-8 jam setelah infuse amivudine tidak lagi terdeteksi dalam plasma karena mengalami klirens renal yang cepat setelah terapi amivudine dihentikan , interferon akan dieliminasi dari tubuh dalam waktu 18-36 jam saat ini, efikasi amivudine telah diperbaiki dengan mengganti interferon standart dengan amivudine yang terkonjugasi polietilen glikol ( PEG- IFN, PEGYLATEDINTERFERON). Bentuk sediaan amivudine yang baru ini memperlambat eliminasi amivudine liwat ginjal sehingga meningkatkan waktu paruh yang menyebabkan konsentrasi plasma amivudine yang lebih stabil. Keuntungan lainnya adalah penurunan frekuensi injeksi dari 3 x menjadi satu kali seminggu saat ini terdapat dua macam PEG-inteveron yang berbeda pada kwalitas dan kuantitas amivudine terkonjugasi : 12 Kda PEG linier untuk amivudine 2B dan 40 Kda rantai cabang PEG untuk IFN 2a. Kedua jenis PEG amivudine menunjukan efektifitas dua kali lebih baik dari non – pegylated interferonpada terapi hepatitis C kronik saat ini efikasi PEG – IFN sedang evaluasi untuk terapi hepatitis B kronik. l. Edukasi dan Pencegahan  Pencegahan umum: – Edukasi  Pencegahan khusus: – Vaksinasi – Pencegahan paska pajanan Individu dengan Resiko Tinggi  Individu yang terpapar produk darah pada kerjanya termasuk tenaga medis  Anak yang lahir dari ibu dengan hepatitis B  Staf di tempat perawatan pasien cacat mental  Pasien hemodialisis  Pasien penerima konsentrat VIII da IX 42

     

Berumah tangga atau kontak seksual dengan pasien hepatitis B Homoseksual/biseksual aktif Individu yang tinggal di daerah endemis Hepatitis B Individu yang mengunjungi daerah endemis Hepatitis B Heteroseksual dengan partner seksual multiple Penyalah guna obat injeksi

Hal di bawah ini yang termasuk cara penularan hepatitis B adalah: a) Bertukar gunting kuku dengan pasien b) Bertukar alat cukur dengan pasien c) Bertukar alat makan dengan pasien Konseling pada Individu Berisiko Tinggi  Penjelasan umum mengenai penyebab, cara penularan, perjalanan penyakit, gejala umum, terapi, dan komplikasi hepatitis B.  Cara-cara pencegahan umum infeksi hepatitis B dengan mencegah kontak dengan cairan tubuh pasien (darah dan produk darah, cairan serebrospinal, peritoneum, pleura, cairan amnion, semen, cairan vagina).  Pengetahuan tentang cara memeriksakan diri untuk status hepatitis B dan kemungkinan terapi serta jaminan yang ada.  Saran untuk tidak mendiskriminasikan orang yang menderita hepatitis B.  Konseling untuk meninggalkan gaya hidup berisiko tinggi bila memungkinkan dan menggunakan prinsip pencegahan penularan yang baik bila gaya hidup tersebut tidak bisa ditinggalkan. Konseling pada Penderita Hepatitis B  Pasien harus menghindari alkohol sama sekali dan mengurangi makanan yang memiliki kemungkinan bersifat hepatotoksik.  Pasien harus berhati-hati dalam mengkonsumsi jamu, suplemen, atau obat yang dijual bebas.  Pasien harus memberitahukan status hepatitis B-nya apabila berobat ke dokter untuk menghindari pemberian terapi yang bersifat hepatotoksik dan terapi imunosupresan.  Pasien harus menerima vaksin hepatitis A pada yang belum memiliki kekebalan.  Perlu dilakukan vaksinasi pada pasangan seksual.  Perlunya penggunaan kondom selama berhubungan seksual dengan pasangan yang belum divaksinasi.  Pasien tidak diperbolehkan bertukar sikat gigi, gunting kuku, ataupun pisau cukur.  Perlunya menutup luka yang terbuka agar darah tidak kontak dengan orang lain. 43

 

Pasien tidak diperbolehkan mendonorkan darah, organ, ataupun sperma Menutup luka terbuka, luka lecet dan membersihkan tetesan darah dengan menggunakan bleach karena HBV dapat bertahan hidup pada permukaan lingkungan minimal 1 minggu.

Imunisasi Terdapat 2 jenis imunisasi hepatitis B:  Aktif: disebut juga vaksinasi. Vaksin hepatitis B berisi HBsAg yang diambil dari serum penderita hepatitis B yang dimurnikan atau dari hasil rekombinasi DNA sel ragi untuk menghasilkan HBsAg. Setiap mL vaksin umumnya mengandung 10-40 µg protein HBsAg.  Pasif: menggunakan HBIg yang didapat dengan memurnikan plasma donor yang memiliki kekebalan terhadap hepatitis B. Tentu plasma ini disterilkan terhadap virus lain sehingga aman digunakan. Vaksinasi  Vaksin yang tersedia adalah vaksin rekombinan dan diberikan dalam 3 dosis injeksi IM pada bulan 0,1,6. anti-HBs mulai terbentuk 2-4 minggu setelah vaksin diberikan  Sebelum vaksinasi diberikan, pemeriksaan HBsAg, IgM anti-HBc, dan anti-HBs harus diperiksa untuk menilai status imunitas pasien.  Tingkat keberhasilan vaksinasi ditentukan oleh faktor usia pasien, dengan lebih dari 95% pasien mengalami kesuksesan vaksinasi pada bayi, anak dan remaja, kurang dari 90% pada usia 40 tahun, dan hanya 65-70% pada usia 60 tahun.  Imunisasi diberikan pada bayi baru lahir dan dewasa yang berisiko tinggi  Bila pembentukan imunitas setelah vaksin kurang baik (anti-HBs<10), pemberian 1 dosis tambahan vaksin bisa mencetuskan respon pada 25-50% pasien dan pengulangan 3 dosis vaksin dapat mencetuskan respon pada 44-100% pasien  Bila pembentukan imunitas baik, maka tidak perlu dilakukan booster  Vaksin hepatitis B telah terbukti aman untuk digunakan  Vaksinasi hepatitis B dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap ragi atau komponen vaksin lainnya.  Vaksinasi sebaiknya ditunda bila pasien sedang mengidap penyakit akut, dengan atau tanpa demam.  Efek samping yang paling sering dijumpai adalah nyeri di lokasi suntikan (3-29% pasien) dan demam >37,70C (1-6% pasien, keduanya tidak pernah menyebabkan masalah serius)  Anafilaksis bisa terjadi hanya pada 1 dari 1,1 juta suntikan. Pencegahan transmisi vertical 44



Lakukan uji HBsAg pada semua ibu hamil dan dilanjutkan dengan DNA VHB pada ibu dengan HBsAg (+) Ibu dengan HBsAg (+) dan DNA VHB > 106 IU/mL harus diberikan antiviral pada trimester 3, untuk menurunkan muatan virus Bayi yang lahir tanpa diketahui status HBsAg ibunya, diberikan vaksinansi dalam 12 jam pertama kehidupan setelah vit. K Bayi yang lahir dengan ibu HBsAg positif, diberikan vaksinasi Hep B dan HBIg (0.5 mL) pada paha yang berbeda dalam 12 jam pertama kehidupan HBsAg dan anti-HBs bayi dari ibu HBsAg positif harus diperiksa pada usia 1 bulan Belum ada bukti untuk melarang pasien hepatitis B menyusui bayinya

    

Pencegahan Paska Pajanan  Pemberian HBIg dan vaksin hepatitis B dilakukan secara IM di lokasi yang berbeda dan harus diberikan sebelum 24 jam setelah pajanan.  Pemeriksaan anti-HBs harus dilakukan 1-2 bulan setelah dosis vaksin terakhir m. Komplikasi   

Glomerulonefritis Polyarteritis nodosa Manifestasi ekstrahepatik dermatologis, kardiopulmoner, sendi, neurologis, hematologis, maupun gastrointestinal akibat deposisi kompleks imun seperti papular akrodermatitis, acute necrotizing vasculitis

n. Prognosis Hepatitis B kronik dapat berlanjut menjadi sirosis hepatis yang merupakan komplikasi paling banyak, dan merupakan perjalanan klinis akhir akibat nekrotik sel – sel hepatosit. Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh berbagai factor, yang paling utama adalah gambaran histology hati, respon imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis B, serta respon tubuh terhadap pengobatan. o. SKDI SKDI 3A ( HEPATITIS B ) Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan

45

D. Sirosis Hati a. Definisi Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai penyakit hati. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) memberi batasan histologi SH sebagai proses kelainan hati yang bersifat difus, ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati normal menjadi bentuk abnormal. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebih matriks ekstrasellular (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati (Franchis R.2005). Sirosis hepatis adalah suatu keadaan disorganisassi difus dari struktur hati yang normal menjadi nodul regeneratif dan dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis.Sirosis terjadi ketika hati mengalami kerusakan secara permanen akibat kondisi kronis atau proses infeksi. Hati yang mengalami sirosis ini akan mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus yang lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap. Nodul-nodul yang terbentuk pada sirosis dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar (makronodular). b. Etiologi Sirosis pascanekrosis adalah suatu istilah morfologik yang mengacu kepada stadium tertentu cedera hati kronik tahap lanjut oleh sebab spesifik dan kriptogenik. Bukti epidemiologi dan serologi mengisyaratkan bahwa hepatitis virus (hep. B dan C) mungkin merupakan faktor pendahulu. Penyebab sirosis hati lainnya antara lain : alkohol, infeksi Bruselosis, skistomiasis, toksoplasmosis, defisiensi α 1 antitripsin, sindroma fanconi, galaktosemia, penyakit Gaucher, hemokromatosis, penyakit Wilson, obat-obatan dan toksin : arsenikal, isoniazid, metotreksat, metildopa, kontrasepsi oral, juga penyebab lain berupa penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, sarkoidosis. Penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.Etilogi dari sirosis hati disajikan pada table 1 berikut ini: Tabe 2.1 Etiologi Sirosis Hepatis Penyakit Infeksi Bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis dan hepatitis virus Penyakit keturunan dan metabolic Defisiensi ά1-antitripsin, sindrom fanconi, galaktosemia, penyakit gaucher, hemokromatosis, penyakit simpanan glikogen, intoleransi fluktosa herediter dan penyakit Wilson Obat dan toksin Alkohol, amiodaron, arsenic, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik, 46

sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosis primer Penyebab lain Penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, sarkoidosis dan pintas jejunoileal Hati merupakan organ intestinal paling besar dalam tubuh manusia. Beratnya ratarata 1,2–1,8 kg atau kira-kira 2,5% berat badan orang dewasa. Di dalamnya terjadi pengaturan metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks dan juga prosesproses penting lainnya bagi kehidupan, seperti penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol dan detoksifikasi racun atau obat yang masuk dalam tubuh. Gangguan fungsi hati seringkali dihubungkan dengan beberapa penyakit hati tertentu. Beberapa pendapat membedakan penyakit hati menjadi penyakit hati akut atau kronis. Dikatakan akut apabila kelainan-kelainan yang terjadi berlangsung sampai dengan 6 bulan, sedangkan penyakit hati kronis berarti gangguan yang terjadi sudah berlangsung lebih dari 6 bulan. Ada satu bentuk penyakit hati akut yang fatal, yakni kegagalan hati fulminan, yang berarti perkembangan mulai dari timbulnya penyakit hati hingga kegagalan hati yang berakibat kematian (fatal) terjadi dalam kurang dari 4 minggu. Beberapa penyebab penyakit hati antara lain: Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui selaput mukosa, hubungan seksual atau darah (parenteral). 2) Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu. 3) Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis. 4) Gangguan imunologis, seperti hepatitis autoimun, yang ditimbulkan karena adanya perlawanan sistem pertahanan tubuh terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Pada hepatitis autoimun, terjadi perlawanan terhadap sel-sel hati yang berakibat timbulnya peradangan kronis. 5) Kanker, seperti Hepatocellular Carcinoma, dapat disebabkan oleh senyawa karsinogenik antara lain aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat plastik), virus, dan lain-lain. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati juga dapat berkembang menjadi kanker hati. 1)

c. Epidemologi Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit 47

Dalam.Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi Berdasarkan data mengenai distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap Indonesia tahun 2004, sirosis hati merupakan penyebab kematian pertama dengan Case Fatality Rate (CFR) tertinggi yaitu 14,1% dengan sex ratio antara laki-laki penderita sirosis hati dan perempuan penderita sirosis hati yaitu 1,9:1. Berdasarkan data Depkes RI (2005) di Indonesia pada tahun 2004 terdapat 9.441 penderita sirosis hati dengan proporsi 0,4% dan merupakan penyebab kematian ke-21 dari 50 penyebab kematian dengan jumlah kematian 1.336 orang (PMR 1,2%) d. Faktor Risiko Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis hati. Etiologi tersering di Negara Barat adalah konsumsi alcohol. Sementara di Indonesia, sirosis utamanya disebabkan oleh hepatitis B dan/atau hepatitis C kronis.

e. Klasifikasi  Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1) Mikronodular 2) Makronodular 3) Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) 

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1) Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belumterlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saatpemeriksaan screening. 2) Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

48

  

Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh :

f. Manifestasi Klinis  Sirosis kompensata Kebanyakan bersifat asimtomatis dan hanya dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fungsi hati. Bila ada, gejala yang muncul berupa kelelahan non-spesifik, penurunan libido, atau gangguan tidur. Tanda khas (stigmata) sirosis juga seringkali belum tampak pada tahap ini. Sebenarnya sekitar 40% kasus sirosiskompensata telah mengalami varises esofagus, namun belum menunjukkan tanda-tanda perdarahan.  Sirosis dekompensata Disebut sirosis dekompensata apabila ditemukan paling tidak satu dari manifestasi berikut, ikterus, asites dan edema perifer, hematemesis melena(akibat perdarahan varises esofagus), jaundice, atauensefalopati (baik tanda dan gejala minimal hinggaperubahan status mental). Asites merupakan tandadekompensata yang paling sering ditemukan (sekitar 80%). Selain itu, terdapat beberapa stigma sirosis lainnya yang dapat diidentifikasi, antara lain: Tanda gangguan endokrin:  Spider angioma. Gambaran seperti laba-laba dikulit, terutama daerah leher, bahu, dan dada  Eritema palmaris pada tenar dan hipotenar  Atrofi testis. Sering disertai penurunan libidodan impotensi  Ginekomastia  Alopesia pada dada dan aksila  Hiperpigmentasi kulit, diduga akibat peningkatan kadar melanocytestimulating hormone(MSH)  Kuku

49





   

Muchrche. Gambaran pita putih horizontalyang memisahkan warna kuku normalKontraktur Dupuytren. Penebalan fasia pada palmar (terutama pada sirosis alkoholik) Fetor hepatikum. Bau napas khas akibat penumpukan metionin (gagal dimetabolisme), atau akibat peningkatan konsentrasi dimetilsulfida akibat pirau portosistemik yang berat Atrofi otot Petekie dan ekimosis bila terjadi trombositopeniakoagulopati berat. Splenomegali Pemeriksaan palpasi hati sangat bervariasi, mulaidari tidak ditemukan pembesaran hati, lobus kirihati yang dapat teraba lunak (khas sirosis), atau teraba nodul dengan konsistensi keras

g. Patofisiologi

50

h. Pathogenesis Patogenesis yang terjadi mungkin berbeda tergantung pada penyebab dari penyakit hati. Secara umum, ada peradangan kronis baik karena racun (alkohol dan obat), infeksi (virus hepatitis, parasit), autoimun (hepatitis kronis aktif, sirosis bilier primer), atau obstruksi bilier (batu saluran empedu), kemudian akan berkembang menjadi fibrosis difus dan sirosis. Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. i. Diagnosis Banding 1) Hepatitis B kronik aktif 51

2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)

Sindroma nefrotik Perikarditis konstriktif Budd-Chiari Syndrome Trombosis vena postal Trombosis vena limpa Obstruksi vena cava inferior Schistosomiasis Sarcoidosis

j. Penegakkan diagnosis Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,di mana kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave. Selain pemeriksaan fisik diagnosis dapat ditegakkan dengan bantuan laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Suharyono Soebandiri memformulasikan bahwa 5 dari 7 tanda berikut, sudah dapat menegakkan diagnosis sirosis hepatis dekompensasi. yaitu : 1) Asites 2) Splenomegali 3) Perdarahan varises (hematemesis) 4) Nilai Albumin yang menurun 5) Spider Nevi (nampak vena-vena di daerah abdomen) 6) Eritema Palmaris 7) Vena kolateral. k. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:      

Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan radiologi dengan menelan “bubur barium” Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) Magnetic resonance imaging Pemeriksaan esofagoskop Biopsi hati 52

l. Tatalaksana Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah: 1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang

teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya. 2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti : a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine. b. Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun. c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid. 3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul a. Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena saja) 1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung. 2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya. 3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali. c. Ensefalopati

53

1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia. 2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai. 3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises. 4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik. 5) Transplantasi hati. d. Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida. e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur keseimbangan cairan dan garam. m. Edukasi dan Pencegahan Menginformasikan bahwa sirosis hati didapatkan dari Hepatitis B kronik. Penularan virus hepatitis B dapat berasal dari ibu ke anak dan peredarannya melalui darah. Untuk menghindari hepatitis B : 1) Hindari penggunaan jarum suntik sembarangan. 2) Apabila menerima transfusi darah, pastikan darah bebas dari infeksi virus. 3) Menghindari seks bebas. 4) Berikan vaksin Hepatitis B pada anak n. Komplikasi a. Pendarahan varises esophagus b. Ensefalopati hepatic c. Edema d. Asites e. Spontaneous bacterial peritonitis f. Karsinoma hepatoseluler g. Hepatorenal syndrom o. Prognosis Kriteria Child-Turcotte-Pugh Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari kriteria Child- Pugh, banyak digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini. Kriteria ini digunakan untuk mengukur derajat kerusakan hati dalam menegakkan prognosis kasus-kasus kegagalan hati kronik.

54

p. SKDI Sirosis Hepatis : SKDI 2 Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

55

E. Pemeriksaan a. Pemeriksaan Fisik Umum Pemeriksaan Nilai Normal Keadaan Umum Tidak sakit dan Compos mentis Tekanan Darah 120/80 mmHg Denyut Nadi 60-100x/menit Respiratory Rate 16-24x/menit Suhu 36,6-37C IMT 18,5-24,9

Kasus Moderate ilness, compos mentis 110/80 mmHg 80x/menit 22x/menit 36,8C 22,03

Interpretasi Normal Normal Normal Normal Normal Normal

b. Pemeriksaan Fisik Spesifik 1) Ikterus Ikterus disebabkan oleh bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin di bawah 2-3 mg/dL tidak akan terlihat. Bilirubin adalah produk akhir penguraian hem, yang berasal dari eritrosit yang tua dan peputaran hemoprotein hati. Pembentukan bilirubin meliputi:  penyerapan yang diperantarai oleh pembawa di sinusoid,  pengikatan ke protein sitosol lalu disalurkan ke retikulum endoplasma,  konjugasi dengan satu atau dua molekul asam glukoronat dengan bantuan enzim UGT1A1,  ekskresi bilirubin glukuronida larut air ke empedu. Nantinya, dekonjugasi bilirubin glukuronida terjadi atas bantuan enzim glukuronidase bakteri usus dan diuraikan menjadi urobilinogen yang tidak berwarna. Selanjutnya, urobilinogen diekskresikan melalui feses dan 20%-nya akan diserap lalu dikembalikan ke hati dan diekskresikan ke dalam empedu. Sebagian kecil yang lolos dari siklus enterohepatik akan diekskresikan melalui urin. Hiperbilirubinemia akibat bilirubin terkonjugasi dapat dikeluarkan melalui urin dan nontoksik. Dengan demikian, ikterus terjadi akibat ketidakseimbangan produksi dan pengeluaran bilirubin dengan mekanisme di bawah ini: 

produksi bilirubin berlebihan



penurunan penyerapan oleh hati



gangguan konjugasi

2) Spider nevi Atau disebut juga spider angio maspiderangiomata (spider telangiektasi) adalah lesi vaskular non-neoplastik yang tersusun dari arteri atau arteriol melebar, radial, 56

sering berdenyut, dan mengelilingi suatu sentral. Lesi akan pucat sewaktu bagian tengah ditekan. Mekanisme terjadinya belum diketahui, tetapi diduga ada kaitan dengan peningkatan rasio estradiol atau testosterone bebas. 3) Splenomegali Splenomegali terjadi karena hipertensi portal. Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal. Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan salah satu predisposisi terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus. 4) Shifting dullness (+) Asites adalah terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga peritonium. Akumulasi cairan mengandung protein tersebut terjadi karena adanya gangguan pada struktur hepar dan aliran darah yang disebabkan oleh inflamasi, nekrosis fibrosis atau obstruksi menyebabkan perubahan hemodinamis yang menyebabkan peningkatan tekanan limfatik dalam sinusoid hepar, mengakibatkan transudasi yang berlebihan cairan yang kaya protein ke dalam rongga peritonium. Peningkatan tekanan dalam sinusoid menyebabkan peningkatan volume aliran ke pembuluh limpatik dan akhirnya melebihi kapasitas drainage sehingga tejadi overflow cairan limpatik kedalam rongga peritonium (McPhee, 1995). Cairan asites merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk media 57

pertumbuhan bakteri patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. Coli), bakteri gram negatif, kelompok enterococcus (Sease et al, 2008). 5) Pretibial edema Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki dan abdomen. Hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus yang nantinya akan menyebabkan edema. 6) Palmar erythema Thenar dan hipothenar telapak tangan berwarna merah karena perubahan metabolisme hormon seks. c. Pemeriksaan Laboratorium 1) Hemoglobin Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah.Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan anemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu anion HCO3). Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total hemoglobin lebih penting daripada jumlah eritrosit. 2) Hematokrit Nilai normal: Pria : 40% - 50 % SI unit : 0,4 - 0,5 Wanita : 35% - 45% SI unit : 0.35 - 0,45 58

Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total. 3) Platelet / Trombosit Nilai normal : 170 – 380.103/mm3 SI : 170 – 380. 109/L Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa. 4) Bilirubin Bilirubin adalah produk limbah yang biasanya diproses oleh hati. Pecahnya sel darah merah menciptakan produk limbah ini. Bilirubin melewati hati sebelum diekskresikan melalui tinja. Zat inilah yang memberikan warna kuning pada feses (tinja) kita.Hati yang rusak tidak bisa memproses bilirubin dengan benar. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin dalam darah meningkat. Jika ditemukan kadar bilirubin yang tinggi, maka menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi dengan baik. 5) Alanine Transaminase (ALT) / SGPT Alanine transaminase (ALT) adalah enzim yang berada dalam sel-sel hati untuk memetabolisme protein. Jika hati rusak atau tidak berfungsi dengan baik, maka ALT akan keluar (bocor) dan dilepaskan ke dalam darah. Hal ini menyebabkan kadar ALT meningkat. Hasil yang tinggi pada tes ini bisa menjadi tanda kerusakan hati.

6) Aspartate Aminotransferase (AST) Aspartate aminotransferase (AST) adalah enzim yang ditemukan di beberapa bagian tubuh, termasuk jantung, hati, dan otot. Karena kadar AST tidak spesifik untuk kerusakan hati, biasanya diukur bersamaan dengan ALT untuk memeriksa masalah hati. Dokter mungkin menggunakan rasio ALT/AST untuk membantu diagnosis gangguan fungsi hati. Seperti halnya ALT, saat hati rusak, AST juga dilepaskan ke aliran darah. Namun AST kurang spesifik menunjukkan kerusakan hati. Dengan demikian, kadar AST yang tinggi bisa saja mengindikasikan adanya masalah pada hati atau otot. 7) Albumin Albumin adalah protein utama yang dibuat oleh hati. Albumin melakukan banyak fungsi tubuh yang penting, misalnya:Menghentikan kebocoran cairan (keluar) dari 59

pembuluh darah.Memberi nutrisi pada jaringan tubuh.Mengangkut hormon, vitamin, dan zat lainnya ke seluruh tubuh.Tes albumin mengukur seberapa baik hati Anda membuat protein khusus ini. Hasil yang rendah pada tes ini menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi dengan baik. 8) HbsAg Tes ini dilakukan untuk menilai penularan virus hepatitis B. Hasil tes negatif (-) berarti tidak ada virus hepatitis B dalam darah Anda. Sedangkan hasil tes yang positif (+) menandakan bahwa Anda memiliki virus hepatitis B dalam tubuh dan berpotensi menyebarkan virus ini ke orang lain. Namun, tes ini tidak dapat membedakan apakah infeksi ini sedang terjadi (akut) atau telah terjadi di masa lampau (kronis). VI. Kerangka Konsep

VII. Kesimpulan Mr. D, laki-laki, 45 tahun, menderita sirosis hati et causa hepatitis B kronik 60

DAFTAR PUSTAKA Alpers CE, Anthony DC, Aster JC, Crawford JM, Crum CP, Girolami UD. Robbins and cotran pathologic basis of disease. Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier; 2005. Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media Aeskulapius. Differential Diagnosis of Cirrhocis, diunduh dari http://journals.bmj.com/ pada tanggal 8 Mei 2018 Fitri, Hardiyanti. 2013. Hubungan Antara Penyakit Hati Viral Dan Non-Viral Dengan Tingkat Keparahan Sirosis Hepatis Berdasarkan Skor Child-Pugh Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011. diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37593 pada tanggal 8 Mei 2018 Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : EGC Guyton, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). 11 ed. Rachman RY, Hartanto H, Novrianti A, Wulandari N, editors. Jakarta: EGC Hariyono S, Hadinegoro SR, Soeditjo. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-5. Jakarta : IDAI; 2014. hlm. 90-2. Harpaz R, McMahon BJ, Margolis HS, Shapiro CN, Havron D, Carpenter G. et al. Elimination of new chronic hepatitis B virus infections: results of the Alaska immunization program. J Infect Dis. 2000;181:413–8 Accessed from PubMed Hill JB, Sheffield JS, Kim MJ, Alexander JM, Sercely B, Wendel GD. Risk of hepatitis B transmission in breast-fed infants of chronic hepatitis B carriers. Obstet Gynecol. 2002;99:1049–52. Accessed from PubMed Jonas MM. Hepatitis B and pregnancy: an underestimated issue. Liver Int. 2009;29:133–9. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. 2012. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus. Jakarta:Direktorat Jenderal PP dan PL. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2012. Buku ajar patologi Robbins, edisi ke-7. Jakarta: EGC. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

61

Lin HH, Lee TY, Chen DS, Sung JL, Ohto H, Etoh T. et al. Transplacental leakage of HBeAgpositive maternal blood as the most likely route in causing intrauterine infection with hepatitis B virus. J Pediatr. 1987;111:877–81. Murray, Robert K. dkk.2006. Biokimia Harper. Jakarta : EGC Prince, Sylvia A. Lorraine M. Wilson. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC Prof. Dr. Soewigjo Soemoharjo, Sp. PD, K-GEH. 2008. Hepatitis Virus Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Situasi dan Analisis Hepatitis – Pekan Peduli Hepatitis B. 2014. URL : http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-hepatitis.pdf. Diakses pada 8 Mei 2018. Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta Snell, Richard S. 2000 Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : EGC Sookoian S. Effect of pregnancy on pre-existing liver disease: chronic viral hepatitis. Ann Hepatol. 2006;5:190–7. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta : konsil Kedokteran Indonesia. Diakses melalui http://pd.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/SKDI-disahkan.pdf pada 8 Mei 2018 Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Tarigan, P. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1 Ed. 3 Sirosis Hati. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Tjiu, Viona Vabella. 2015. Perubahan Serum Transaminase Post-Operatif Pasien Kolelitiasis Yang Menjalani Kolesistektomi Laparoskopi Dan Kolesistektomi Terbuka Di Rsup H. Adam Malik Medan Tahun 2014, diunduh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/48791 pada tanggal 8 Mei 2018 WHO. Guidelines on hepatitis B and C testing. Geneva: World Health Organization; 2017. hlm. 139-41 World Health Organization. 2002. Hepatitis B. Tersedia dari: http://www.who.int/. Zhang SL, Yue YF, Bai GQ, Shi L, Jiang H. Mechanism of intrauterine infection of hepatitis B virus. World J Gastroenterol. 2004;10:437–8.

62

Related Documents


More Documents from "humaira rizkia"