ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINDROM STEVEN JOHNSON (SSJ) Oleh : Nur Arifin Pembimbing : Martono, Skp., Ns., MPd
A. Definisi Sindrom Stevens-Johnson adalah bentuk penyakit mukokutan dengan tanda dan gejala sistemik yang parah berupa lesi target dengan bentuk yang tidak teratur, disertai macula, vesikel, bula, dan purpura yang tersebar luas terutama pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan epidermis kurang lebih sebesar 10% dari
area
permukaan
tubuh, serta melibatkan membran mukosa dari dua organ atau lebih (Sharma, 1996) Sindrom Stevens-Johnson didefi nisikan sebagai reaksi kumpulan gejala sistemik dengan karakteristik yang mengenai kulit, mata dan selaput lendir orifi sium (Alanore, dkk, 2008). Sindrom Stevens-Johnson merupakan bentuk berat dari eritema multiforme, sehingga SSJ dikenal juga dengan sebutan eritema multiforme mayor (French, dkk, 2008). Stevens-Johnson Syndrome adalah sebuah
kondisi
mengancam
jiwa
yang
mempengaruhi kulit di mana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis. Sindrom ini di perkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. (Nurarif dan Hardhi Kusuma,2013)
B. Etiologi Etiologi sindrom Stevens Johnson bersifat multifaktoral, sedangkan etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang diduga kuat sebagi reaksi obat, secara sistemik, infeksi bakteri, virus, protozoa, neoplasma, reaksi pascavaksinasi, terapi radiasi, alergi makanan, bahanbahan kimia dan penyakit kolagen (Mansjoer, dkk, 2000)
C. Patofisiologi Menurut Ignatavicius (2008), Syndrom Steven Johnson disebabkan karena adanya trauma dan kelainan neurologis yang akan mengakibatkan gangguan syaraf pernafasan dan otot pernafasan sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveolar kapiler. Karena gangguan tersebut dapat menyebabkan adanya dua macam gangguan yaitu yang pertama yaitu apithelium alveolar yang menyebabkan penumpukan cairan alveoli sehingga terjadi edema pulmo sehingga penurunan comlain paru, cairan surfaktan menurun dan mengakibatkan gangguan pengembangan paru sehingga terjadi ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang dengan penyakit hipoksemia dan hiperkpnia denga melakukan tindakan primer tetapi menyababkan dampak ventilasi mekanik seperti resiko infeksi dan resiko cedera. Sedangkan gangguan yang kedua adalah yaitu gangguan endothelium kapiler dengan cairan masuk keintestinal sehingga peningkatan tahanan nafas dan kehilangan fungsi silia saluran pernafasan dan bersihan jalan nafas tidak efektif.
D. Pathways Keperawatan
E. Manifestasi Klinis Secara umum gejala klinis sin drom Stevens-Johnson didahului gejala prodromal yang tidak spesifik seperti demam, malaise, batuk, sakit kepala, nyeri dada, diare, muntah dan artralgia. Gejala prodromal ini dapat berlangsung selama dua minggu dan bervariasi dari ringan sampai berat. Pada keadaan ringan kesadaran pasien baik, sedangkan keadaan yang berat gejala- gejala menjadi lebih hebat, sehingga kesadaran pasien menurun bahkan sampai koma (Siregar, 2004)
F. Penatalaksanaan 1. Kortikosteroid Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari. Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia.
Untuk mengatasi
efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi
protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 2550 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan). 2. Antibiotik Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. 3. Infus dan tranfusi darah Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik. 4. Topikal Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium : a. Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.
b. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat. c. Pemeriksaan elektrolit d. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi. e. Pemeriksaan
bronchoscopy,
esophagogastro
duodenoscopy
(EGD),
dan
kolonoskopi dapat dilakukan 2. Imaging Studies Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis 3. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosa.
H. Komplikasi Menurut Mansjoer (2000), komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan Sindrom Steven Johnson yaitu bronkopneumonia, sepsis, kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan atau elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.
I.
Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Biodata
1) Identitas klien meliputi nama, umur : sering terjadi pada anak-anak di bawah 3 tahun, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan diagnosa medis.
2) Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia, pendidikan, pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat. 3) Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin, hubungan dengan klien, dan status kesehatan. b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan saat ini juga, alasan kenapa masuk rumah sakit c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa demam tinggi, malaise, nyeri, batuk, pilek, Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura. 2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan Kemungkinan memakan makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi obat-obatan. 3) Riwayat kesehatan keluarga Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. d. Pemberian Sistem
1) Aktivitas a) Gejala: kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas biasanya. b) Tanda: kelelahan otot. Peningkatan kebutuhan tidur, soporous sampai koma. 2) Sirkulasi a) Gejala: palpitasi.
b) Tanda: takikardi, mur-mur jantung. Kulit, membran mukosa pucat, ruam di seluruh tubuh Defisit saraf kranial dan/atau tanda perdarahan cerebral. 3) Eliminasi Gejala: nyeri tekan perianal, nyeri. 4) Integritas ego a) Gejala: perasaan tak berdaya/tak ada harapan. b) Tanda: depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang. Perubahan alam perasaan, kacau. 5) Makanan/cairan Gejala: kehilangan nafsu makan, anoreksia, mual. Perubahan rasa/penyimpangan rasa. Penurunan berat badan. 6) Neurosensori a) Gejala: kurang/penurunan koordinasi. Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi, ukuran konsisten. Pusing, kesemutan parastesi. b) Tanda: otot mudah terangsang, aktivitas kejang. 7) Nyeri/ketidaknyamanan a) Gejala: nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal, kram otot. b) Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri. 8) Pernapasan a) Gejala: napas pendek dengan kerja minimal. b) Tanda: dispnea, takipnea, batuk. Gemericik, ronki. Penurunan bayi napas.
9) Keamanan a) Gejala: riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh.. Gangguan penglihatan/kerusakan. Perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal. b) Tanda: demam, infeksi. Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau epistaksis. Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan invasi jaringan). Papil edema dan eksoftalmus. 10) Seksualitas Gejala: perubahan libido. Perubahan aliran menstruasi, menoragia. Lipopren. 11) Penyuluhan/pembelajaran Gejala: riwayat terpajan pada kimiawi, mis : benzene, fenilbutazon, dan kloramfenikol(kadar ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan kemoterapi sebelumnya, khususnya agen pengkilat. Gangguan kromosom, contoh sindrom down atau anemia franconi aplastik
2. Diagnosa Keperawatan Menurut Smeltzer (2008), diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan Sindrom Steven Johnson meliputi : a. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan inflamasi dermal dan epidermal b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kulit d. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan berhubungan dengan konjungtivitis 3. Intervensi Menurut Smeltzer (2008), adapun rencana asuhan yang dapat disusun berdasarkan diagnosa dengan pasien sindrom steven johson diatas sebagai berikut : a. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal 1) Tujuan : Setelah dilakukan perawatan kulit selama 3x24 jam 2) Kriteria hasil : ·
Turgor kulit baik
·
Jaringan kulit yang utuh 3) Intervensi Intervensi
Rasionalisasi
1. Observasi kulit setiap hari catat
Menentukan garis dasar dimana
turgor sirkulasi dan sensori serta
perubahan
pada
perubahan lainnya yang terjadi.
dibandingkan
status
dan
dapat
melakukan
intervensi yang tepat.
2. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.
Menurunkan iritasi garis jahitan dan
tekanan
membiarkan
dari insisi
baju, terbuka
terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi 3. Jaga kebersihan alat tenun
Untuk mencegah infeksi
4. Kolaborasi dengan tim medis
Untuk mencegah infeksi lebih lanjut
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan 1) Tujuan : Setelah dilakukan pemenuhan nutrisi selama 3x24 jam 2) Kriteria hasil : a) Menunjukkan berat badan stabil b) Peningkatan berat badan 3) Intervensi Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai.
Memberikan terdekat
pasien/orang rasa
kontrol,
meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan. 2. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
3. Hidangkan
makanan
Membantu
mencegah
distensi
gaster/ketidaknyamanan
dalam
Meningkatkan nafsu makan
keadaan hangat.
4. Kerjasama dengan ahli gizi.
Kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
c. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit. 1) Tujuan : Setelah dilakukan perawatan pemenuhan rasa nyaman selama 3x24 jam 2) Kriteria hasil : a) Klien melaporkan nyeri berkurang b) Menunjukkan ekspresi wajah rileks c) Postur tubuh rileks 3) Intervensi Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan
Nyeri hampir selalu ada pada
lokasi dan intensitasnya.
beberapa
derajat
beratnya
keterlibatan jaringan
2. Berikan tindakan kenyamanan
Meningkatkan
relaksasi,
dasar ex: pijatan pada area yang
menurunkan tegangan otot dan
sakit.
kelelahan umum
3. Pantau TTV.
4. Berikan indikasi.
analgetik
Memantau perkembangan pasien
sesuai
Metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat Menghilangkan rasa nyeri
d. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik 1) Tujuan : Setelah dilakukan latihan aktivitas selama 3x24 jam 2) Kriteria hasil : Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas 3) Intervensi Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji respon individu terhadap
Mengetahui tingkat kemampuan
aktivitas
individu
dalam
pemenuhan
aktivitas sehari-hari
2. Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan
Energi yang dikeluarkan lebih optimal
tingkat keterbatasan yang dimiliki klien
3. Jelaskan pentingnya pembatasan energy
4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
Klien
mendapat
psikologi dari keluarga
dukungan
e. Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis 1) Tujuan : Setelah dilakukan perawatan persepsi sensori selama 3x24 jam 2) Kriteria hasil : a) Menyadari hilangnya penglihatan secara permanen b) Kooperatif dalam tindakan 3) Intervensi Intervensi 1. Kaji
dan
catat
Rasionalisasi ketajaman
Menetukan kemampuan visual
pengelihatan
2. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Memberikan terhadap
keakuratan
pengelihatan
dan
perawatan. 3. Sesuaikan
lingkungan
dengan
kemampuan pengelihatan
4. Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.
Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun
J.
Studi Kasus
Pasien Ny. A (35 tahun) dirawat di RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan diagnosa medis Sindrom Steven Johnson pada 1 Desember 2015. Klien mengatakan nyeri pada sendi, nyeri saat mengunyah terutama saat membuka mulut. Klien tampak menahan nyeri. Skala nyeri 7. Tubuh pasien melepuh, konjungtiva pucat, turgor kulit jelek, Tandatanda vital : TD 100/80 mmHg, S 36,90c, N 82x/menit, dan RR 18x/menit. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjuk- kan hemoglobin 14,7 g/dL, hematokrit 47,0%, leukositosis sejumlah 7.380/mm3; eritrosit 5.014.000/mm3; trombosit 172.000/mm3. 1. Analisa Data Data
Etiologi
Problem
DS : Klien mengatakan Proses penyakit, kerusakan Nyeri akut nyeri pada sendi, nyeri saat mukosa mulut dan bibir mengunyah terutama saat membuka
mulut.
Skala
nyeri 8. DO : Klien tampak menahan nyeri DS : DO
inflamasi :
Tubuh
pasien epidermal
melepuh, konjungtiva pucat,
dermal
dan Kerusakan integritas kulit
turgor kulit jelek.
2. Prioritas Diagnosa a. Kerusakan integritas kulit b.d inflamasi dermal dan epidermal b. Nyeri akut b.d proses penyakit, kerusakan mukosa mulut dan bibir 3. Intervensi Keperawatan a. Kerusakan integrita kulit b.d inflamasi dermla dan epidermal 1) Tujuan : Setelah dilakukan perawatan kulit selama 2x24 jam 2) Kriteria hasil : ·
a) Turgor kulit baik
·
b) Jaringan kulit yang utuh 3) Intervensi Intervensi
Rasionalisasi
1. Observasi kulit setiap hari
Menentukan garis dasar dimana
catat turgor sirkulasi dan
perubahan
sensori
dibandingkan
serta
perubahan
lainnya yang terjadi.
2. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.
pada
status
dan
dapat
melakukan
intervensi yang tepat.
Menurunkan iritasi garis jahitan dan
tekanan
membiarkan
dari insisi
baju, terbuka
terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan
resiko infeksi 3. Jaga kebersihan alat tenun
Untuk mencegah infeksi
4. Kolaborasi dengan tim medis
Untuk mencegah infeksi lebih lanjut
b. Nyeri akut b.d proses penyakit, kerusakan mukosa mulut dan bibir 1) Tujuan : Setelah dilakukan perawatan pemenuhan rasa nyaman selama 2x24 jam 2) Kriteria hasil : a) Klien melaporkan nyeri berkurang b) Menunjukkan ekspresi wajah rileks c) Postur tubuh rileks 3) Intervensi Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan
Nyeri hampir selalu ada pada
lokasi dan intensitasnya.
beberapa
derajat
beratnya
keterlibatan jaringan 2. Berikan tindakan kenyamanan
Meningkatkan
relaksasi,
dasar ex: pijatan pada area
menurunkan tegangan otot dan
yang sakit.
kelelahan umum
3. Pantau TTV. 4. Berikan indikasi.
analgetik
Memantau perkembangan pasien sesuai
Metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat Menghilangkan rasa nyeri
4. Implementasi Keperawatan Menyesuaikan 5. Evaluasi Menyesuaikan
DAFTAR PUSTAKA
A Mansjoer S, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Media Aesculapius; 2000 Allanore LV, Roujeau JC. Epidermal necrolysis (Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fittzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2008. pp. 347-54. French LE, Prins C. Erythema multiforme, Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Bolognia JC, Jorizzo JC, Rapini RP, editors. Dermatology. 2 nd ed. New York: Mosby Elsevier; 2008. pp. 287-99. Ignatavicius, Workman.(2006). Medical Surgical Nursing, critical thinking in client care, fourth edition, volume 2, Upper Saddle River, By Prentice Hall. Nurarif,2013. NANDA NIC-NOC Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan Diagnosa Medis &. Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Mediaction Publishing Siregar. 2004. Sindrom Stevens Johnson : Saripat Penyakit Kulit 2nd Edition. Jakarta : EGC V.K Sharma GGS. Med.1996;42((1)).
Adverse cutaneous reaction to drugs; an overview. Postgard