Sindrom Down.docx

  • Uploaded by: Nurul Fitriani
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sindrom Down.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,309
  • Pages: 23
REFLEKSI KASUS

MEI 2018

“SINDROM DOWN”

Nama

: Nurul Fitriani

No. Stambuk

: N 111 17 082

Pembimbing

: dr.Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2018

1

DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1 BAB II LAPORAN KASUS.............................................................. ......

2

A. IDENTITAS PASIEN…………………………………………..

2

B. ANAMNESIS…………………………………………………. ...

2

C. PEMERIKSAAN FISIK ..............................................................

3

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................... 5 E. RESUME.......................................................................................

5

F. DIAGNOSIS....................................................................... ..........

6

G. TERAPI.........................................................................................

6

H. FOLLOW UP…………………………………… .......................

7

BAB III DISKUSI KASUS ....................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................... ......

21

2

BAB I PENDAHULUAN

Down syndrome (DS) merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh adanya abnormalitas kromosom 21. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan yang mengakibatkan hambatan perkembangan mental dan fisik, seperti terjadinya retardasi mental serta kelainan fisik. Penderita down syndrome juga mengalami keterlambatan belajar dan perkembangan daripada anak sehat3 Pada tahun 1866, John Langdon Haydon Down pertama kali mendeskripsikan gambaran fisik dan masalah kesehatan yang sesuai dengan gambaran sindrom Down. Lejeune dan Jacobs, pada 1959, pertama kali menemukan bahwa kelainan ini disebabkan oleh Trisomi 21.2 Diperkirakan insidensinya 1.0 - 1.2 per 1000 kelahiran hidup. Angka kejadian sindroma Down sekitar 1 dari 650-1000 kelahiran hidup. Kurang lebih 4.000 anak dilahirkan dengan sindroma Down setiap tahunnya di Amerika, atau sekitar 1 dari 8001000 kelahiran hidup. Studi epidemiologi RISKESDAS (2013) menyatakan angka kecacatan down syndrome di Indonesia memiliki nilai sebesar 0.12% pada tahun 2010 dan terjadi peningkatan sebesar 0.13% pada tahun 2013.3,4,5 Down syndrom merupakan sindrom genetik yang paling sering dijumpai. Dalam praktek sehari-hari penanganan kelainan ini masih belum komprehensif. Tatalaksana sindrom down di tempat praktek, masih terbatas pada mengatasi keluhan yang ada. Padahal penanganan yang komperhensif yang melibatkan multidisiplin ilmu pada setiap tahap tumbuh kembang anak, akan menentukan kualitas kehidupan anak tersebut. Trisomi ini memiliki 3 tipe. Pertama, adalah tipe nondisjunction atau kegagalan pemisahan pada saat oosit bermeiosis, tipe ini merupakan kelainan terbanyak (94%) pada sindrom Down. Kedua, adalah tipe translokasi, yakni sebagian atau seluruh kromosom ekstra 21 bergabung dengan kromosom lainnya (kromosom 14, atau 15, atau 21, atau 22), tipe ini mencakup 3,590 kasus. Ketiga, adalah tipe mosaik, 3

yaitu campuran antara diploid normal dan sel yang mengalami trisomi 21, pada tipe ini terjadi nondisjunction selama mitosis pada awal embriogenesis, tipe ini meliputi 2, 5% kasus.2 Anak down syndrome banyak yang mampu berbicara dengan baik, namun dalam menyampaikan kosa katanya masih kurang, pada umumnya mereka mengalami kesukaran berpikir abstrak. Proses pembelajaran khususnya kognitif, aspek-aspek berpikir seperti mengingat, memahami, membangkitkan, membedakan, menemukan dan menerapkan makna yang terkandung dalam suatu pembelajaran sangat sulit dilakukan oleh anak down syndrome.7 Lebih dari seperempat penderita sindrom down juga mengidap penyakit bawaan lainnya, misalnya penyakit jantung bawaan, kelainan saluran cerna, kelainan pendengaran bawaan, leukimia akut dan lain-lain. Penderita sindrom down juga sangat rentan terkena penyakit infeksi telinga dan infeksi pernafasan. Harapan hidup pada penderita sindrom down diusia muda sangat rendah, hal ini dikarenakan kerentanan terhadap resiko infeksi dan penyakit yang biasanya menyertai penderita sindrom down tersebut.3

4

BAB II LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN 

Nama

: An. N



Jenis Kelamin

: Laki-laki



Umur

: 5 tahun



Agama

: Islam



Alamat

: Jl. Tanjung satu



Tanggal masuk

: 30 april 2018

II. ANAMNESIS 

Keluhan Utama

: Demam



Riwayat penyakit sekarang

:

Pasien anak laki-laki berusia 1 tahun 10 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan demam yg dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus dan tidak turun dengan pemberian obat. Menggigil (-), mual dan muntah (-), batuk (-), flu (-). Keluhan juga disertai dengan BAB cair yang dirasakan sejak 1 hari yg lalu dengan frekuensi >10x , lendir (+), berampas (+), darah (-), dan berwarna kuning. Aktivitas anak berkurang yang dulunya tampak aktif saat keluhan mulai muncul anak tampak tidak aktif dan tampak lemah, mata tampak cekung, serta sering merasa haus. Selain itu menurut keterangan dari ibu pasien, ibu pasien merasa anaknya berbeda dengan anak pada umumnya. Pasien kesulitan untuk berbicara, mulut selalu terbuka, dan sulit untuk memahami sesuatu. Anak juga tampak sangat aktif setiap harinya.

5



Riwayat penyakit sebelumnya

: pasien sering di bawa ke rumah sakit

dengan keluhan yang sama 

Riwayat penyakit keluarga

: Didalam keluarga ada sepupu pasien yg

memiliki wajah mongol dan mirip dengan pasien 

Riwayat sosial ekonomi

: pasien berasal dari keluarga dengan

sosial-ekonomi menengah. 

Riwayat kebiasaan dan lingkungan : pasien merupakan anak yg hiperaktif sebelumnya dalam bermain, pasien biasanya bermain dengan saudara perempuannya.



Riwayat Persalinan

: pasien lahir secara secsio sesario, dengan

berat badan lahir 3000 gr. Panjang badan tidak diketahui. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada saat sedang mengandung usia ibu 37 tahun, ibu pasien juga pernah mengalami sakit flu dan minum obat tanpa resep dokter yang dibelinya sendiri. 

: Pasien mengkomsumsi ASI dari usia 0 –

Anamnesis makanan

hingga sekarang, bubur mulai usia 6 bulan. Nasi usia 1 tahun. 

Kemampuan dan Kepandaian Bayi : Pasien memiliki hambatan dalam belajar, susah memahami suatu hal.



Riwayat Imunisasi

: ibu mengatakan bahwa anak sering dibawa ke

puskesmas untuk dilakukan pemberian imunisasi rutin. -

Vaksin Hepatitis B

: Usia 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan

-

Vaksin Polio

: Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan

-

Vaksin BCG

: Usia 3 bulan

-

Vaksin DPT

: Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan

-

Vaksin campak

: Usia 9 bulan

6

1. PEMERIKSAAN FISIK 

Keadaan umum

: Sakit sedang



Kesadaran

: Composmentis



Berat Badan

: 20Kg



Status Gizi

: Gizi baik



Tanda Vital -

Denyut nadi

: 124 kali/menit

-

Suhu

: 37,6 oC

-

Respirasi

: 36 kali/menit



Kulit

: Turgor kembali lambat (+), kering (+)



Kepala

: Microcephali (+), rahang kecil (+)



Wajah

: Mongoloid (+)



Mata

: Cekung (+/+), anemis (-/-), ikterus (-/-) jarak kedua mata melebar (+), mata tampak cipit (+/+), fissura palpebra keatas (+/+)



Hidung

: Tampak sela hidung yang datar (pesek), philtrum menghilang (+)



Mulut

: Sianosis (-), lidah makroglossi (+), bibir kering (+)



Tonsil

: T1/T1



Telinga

: Otorrhea (-/-)



Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-) Pembesaran kelenjar tiroid (-)



Thorax Paru-paru -

Inspeksi

: Simetris bilateral, retraksi dinding dada (-)

-

Palpasi

: Vokal fremitus kanan = kiri kesan normal

7

-

Perkusi

: Sonor diseluruh lapang paru

-

Auskultasi

: Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-),Wheezing (-/-)

Jantung -

Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

-

Palpasi

: Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra

-

Perkusi

: Batas atas jantung normal (+)

-

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II regular, murmur (-)



Abdomen -

Inspeksi

: Tampak cembung, massa (-)

-

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesan meningkat

-

Perkusi

: Timpani (+) pada seluruh regio abdomen

-

Palpasi

: Nyeri tekan (-), organomegali (-)

-

Genital

: Tidak ditemukan kelainan.

-

Anggota gerak

: Ekstremitas atas akral hangat (+/+), edema (-/-) simian crease (+) Ekstremitas bawah akral hangat (+/+), edema (-/-)

-

Punggung

: Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)

-

Otot-otot

: Atrofi (-), otot lemah (+)

-

Refleks

: Fisiologis (+), Patologis (-)

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin Laboratorium (30-4- 2018)

8

Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

Nilai normal

Red Blood Cell

7,5 x 1012/L

(4,10-5,50 1012/L)

Hematocrit

38 %

(36,0-44,0%)

Platelet

210 x 109/L

(200-400 109/L)

White Blood Cell

20 x109/L

(5,0-15,0 109/L)

Hemoglobin

11,5 g/dl

(12-14 /dl)

3. RESUME Pasien anak laki-laki berusia 1 tahun 10 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan demam yg dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus dan tidak turun dengan pemberian obat. Menggigil (-), mual dan muntah (-), batuk (-), flu (-). Keluhan juga disertai dengan BAB cair yang dirasakan sejak 1 hari yg lalu dengan frekuensi >10x , lendir (+), berampas (+), darah (-), dan berwarna kuning. Aktivitas anak berkurang yang dulunya tampak aktif saat keluhan mulai muncul anak tampak tidak aktif dan tampak lemah, sering rewel, mata tampak cekung, serta sering merasa haus. Selain itu menurut keterangan dari ibu pasien, ibu pasien merasa anaknya berbeda dengan anak pada umumnya. Pasien kesulitan untuk berbicara, mulut selalu terbuka, dan sulit untuk memahami sesuatu. Anak juga tampak sangat aktif setiap harinya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, suhu 37,60c,denyut nadi 124x/menit dan respirasi 36x/menit. Tampak kepala microsephali (+), rahang kecil (+), turgor kembali lambat (+), kering (+), mata cekung (+/+), cipit (+/+), fissura palpebra keatas (+/+), serta tampak sela hidung datar (peesek), philtrum menghilang (+), lidah makroglossi (+), siminan crease(+), Pada pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik usus meningkat (+).

9

4. DIAGNOSIS KERJA : Sindrom Down + Diare Dehidrasi Ringan-Sedang

5. TERAPI Medikamentosa : - IVFD RL 750 ml/3 jam , selanjutnya 8gtt/menit - Kotrimoksazol 2 x 3/4cth - Paracetamol syr 4x1 cth - Oralit 100 ml/tiap kali BAB - Zink 1x 20 mg Non medikamentosa : - Tirah baring - Nutrisi yang cukup - Melatih motorik dan sensorik anak sejak usia dini

1) Follow up Rabu 2 Mei 2018 (Perawatan hari ke 2 ) S : Demam (+) hari ketiga, lemah (+), rewel (+), nafsu makan menurun (+), Batuk& flu (-) BAB cair >5kali. BAK lancer. O : Nadi : 120 kali/menit Suhu : 37,4 ˚C RR

: 42 kali/menit

Pemeriksaan fisik : Kulit

: turgor kembali lambat (+)

Wajah

: Tampak kepala microsephali (+), rahang kecil (+), turgor kembali lambat (+), kering (+), mata cekung (+/+), cipit (+/+), fissura palpebra keatas (+/+), serta tampak sela hidung datar (peesek), philtrum menghilang (+), lidah makroglossi (+), siminan crease(+), Pada pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik usus meningkat (+).

10

Thoraks a. Dinding dada/ paru : Inspeksi

: Bentuk simetris bilateral

Palpasi

: Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama

Perkusi

: Sonor +/+

Auskultasi

: Vesikuler +/+, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra

Perkusi

: Cardiomegali (-)

Auskultasi

: Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular. Murmur (-)

Abdomen Inspeksi

: Bentuk cembung

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat Perkusi

: Bunyi timpani(+)

Palpasi

: Nyeri tekan (-)

Ekstremitas  Ekstremitas atas

: Akral hangat, edema (+/+) siminan crease(+)

 Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (+/+) Genitalia

: Dalam batas normal

Otot-otot

: Hipotrofi (-),

Refleks

: Fisiologis +/+, patologis -/-

A : Sindrom Down + Dehidrasi Ringan Sedang P : - IVFD RL 750 ml/3 jam , selanjutnya 8gtt/menit - Kotrimoksazol 2 x 3/4cth - Paracetamol syr 4x1 cth

11

- Oralit 100 ml/tiap kali BAB - Zink 1x 20 mg Non medikamentosa : - Tirah baring - Nutrisi yang cukup - Melatih motorik dan sensorik anak sejak usia dini

12

BAB III DISKUSI KASUS

Kasus ini didiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien didapatkan keluhan utama yaitu pasien anak lakilaki berusia 1 tahun 10 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan demam yg dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus dan tidak turun dengan pemberian obat. Menggigil (-), mual dan muntah (-), batuk (-), flu (-). Keluhan juga disertai dengan BAB cair yang dirasakan sejak 1 hari yg lalu dengan frekuensi >10x , lendir (+), berampas (+), darah (-), dan berwarna kuning. Aktivitas anak berkurang yang dulunya tampak aktif saat keluhan mulai muncul anak tampak tidak aktif dan tampak lemah, sering rewl, mata tampak cekung, serta sering merasa haus. Selain itu pasien juga memiliki bentuk wajah seperti mongoloid dan bentukbentuk ekstremitas yang agak berbeda dari orang normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, suhu 37,60c, denyut nadi 124x/menit dan respirasi 36x/menit. Tampak kepala microsephali (+), rahang kecil (+), turgor kembali lambat (+), kering (+), mata cekung (+/+), cipit (+/+), fissura palpebra keatas (+/+), serta tampak sela hidung datar (peesek), philtrum menghilang (+), lidah makroglossi (+), siminan crease(+), Pada pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik usus meningkat (+). Berdasarkan pemaparan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diatas pasien didiagnosis dengan sindrom down + diare dehidrasi ringan sedang. Sehingga pada terapi diberikan IVFD RL 750 ml/3 jam , selanjutnya 8gtt/menit Kotrimoksazol 2 x 3/4cth, Paracetamol syr 4x1 cth, Oralit 100 ml/tiap kali BAB dan Zink 1x 20 mg.

13

Trisomi 21 (sindrom down), abnormalitas kromosom autosomal yang paling lazim pada bayi lahi-hidup, terjadi sekitar 1 dalam 1000 bayi baru lahir. Sindrom down adalah sindrom retardasi mental-malformasi yang paling sering terjadi pada manusia. Kondisi ini dulu dinamakan mongolism karena deskripsi wajah oleh langdown mirip dengan orang asia(mongol). Kondisi itu sekarang disebut sindrom down atau trisomi 21.1 Salah satu jenis anak dengan kebutuhan khusus adalah anak sindrom down. sindrom down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak dapat memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. sindrom down menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup atau 1 di antara 800-1.000 kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat empat juta penderita sindrom down di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya terjadi di Indonesia. Di RSCM, Jakarta, pada periode 1975-1979, dari 19.382 kelahiran hidup, dilaporkan 21 kasus (1,08/1.000) bayi sindrom down. Angka ini sesuai dengan angka kejadian rata-rata yaitu 1 per seribu anak yang dilaporkan dalam banyak penelitian.8 Trisomi ini memiliki 3 tipe. Pertama, adalah tipe nondisjunction atau kegagalan pemisahan pada saat oosit bermeiosis, tipe ini merupakan kelainan terbanyak (94%) pada sindrom Down. Kedua, adalah tipe translokasi, yakni sebagian atau seluruh kromosom ekstra 21 bergabung dengan kromosom lainnya (kromosom 14, atau 15, atau 21, atau 22), t ipe ini mencakup 3,590 kasus. Ketiga, adalah tipe mosaik, yaitu campuran antara diploid normal dan sel yang mengalami trisomi 21, pada tipe ini terjadi nondisjunction selama mitosis pada awal embriogenesis, tipe ini meliputi 2, 5% kasus.2 Sindrom down salah satu ABK yang mana merupakan suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. anak cacat mental pada umumnya mempunyai

14

kelainan yang lebih dibandingkan cacat lainnya, terutama intelegensinya. Hampir semua kemampuan kognitif anak cacat mental mengalami kelainan seperti lambat belajar, kemampuan mengatasi masalah, kurang dapat mengadakan hubungan sebab akibat, sehingga penampilan sangat berbeda dengan anak lainnya. Anak cacat mental ditandai dengan lemahnya kontrol motorik, kurang kemampuannya untuk mengadakan koordinasi, tetapi dipihak lain dia masih bisa dilatih untuk mencapai kemampuan sampai ke titik normal. Tanda-tanda lainnya seperti membaca buku ke dekat mata, mulut selalu terbuka untuk memahami sesuatu pengertian memerlukan waktu yang lama, mempunyai

kesulitan sensoris,

mengalami

hambatan berbicara dan

perkembangan verbalnya.7 Anak sindrom down memiliki perbedaan dari faktor sistemik dibandingkan dengan anak sehat, yaitu terdapat kelainan kromosom pada anak down syndrome yang berdampak pada kelainan jantung kongenital, kelainan pencernaan, gangguan penglihatan dan gangguan sel imun. Gangguan sel imun pada anak down syndrome akan menyebabkan gangguan migrasi neutrofil. Neutrofil merupakan suatu bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap proses infeksi yang bertindak sebagai antimikroba dengan melakukan fagositosis. Hal tersebut berpengaruh dalam risiko terjadinya infeksi rongga mulut oleh karena terjadi gangguan migrasi neutrofil. Hambatan perkembangan motorik dan kognitif anak down syndrome juga dapat menyebabkan kesulitan dalam menjaga oral hygiene yang berdampak peningkatan infeksi rongga mulut.3 Penyebab anak sindrom down terdiri dari berbagai macam penyebab yaitu karena faktor asupan obat atau kesalahan asupan saat kehamilan, terpapar radiasi, kelainan kromosom saat pembuahan terjadi, dan karena umur ibu di atas usia 30 tahun. peristiwa sindrom down juga berkaitan dengan umur ibu. Terdapat keanekaragaman pola perkembangan pada anak sindrom down. Pola perkembangan fisiknya dapat berkisar dari anak yang sangat pendek sampai yang tinggi di atas rata-rata. Dari anak yang beratnya kurang sampai yang obesitas.Demikian pula dengan kemampuan 15

intelektual anak, yaitu dari anak retaldasi mental sampai yang intelegensinya normal. Seperti halnya perilaku dan emosinya yang juga bervariasi sangat luas. Seorang anak dengan sindrom down dapat lemah dan tidak aktif, sedangkan yang lainnya agresif dan hiperaktif. sindrom down juga mengalami keterlambatan dalam menjalankan fungsi adaptifnya dan berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka. Keadaan inilah yang mempengaruhi dalam ketercapaian aspek kemandirian pada anak tersebu. Dengan kondisi keanekaragaman faktor biologis dan psikologis yang ada pada anak sindrom down, membuat anak sindrom down memerlukan perhatian khusus dari orangtua dan peranan dari orangtua itu sendiri sangat penting dalam perkembangan anak sindrom down yang lambat dan berbeda dengan anak normal lainnya.Dalam penerapannya, tak jarang orang tua dan keluarga dengan anak sindrom down mengalami ketegangan dalam hal pengasuhan ini. kehadiran anak sindrom down menimbulkan ketegangan pada keluarga, sehingga orang tua mengalami perasaan bersalah dan kecewa dengan kelahiran mereka. menyatakan dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus mengalami stres.8 Anak dengan SD memiliki berbagai kelainan kongenital yang memerlukan penanganan medis, kelainan itu antara lain: Kelainan jantung Kelainan jantung bawaan ditemukan pada 40%- 60% bayi dengan SD, berupa defek kanal atrioventrikular komplit (60%), defek septum ventrikel (32%), tetralogi Fallot (6%), defek septum atrium sekundum (1%), dan isolated mitral cleft (1%).8,11 Anak SD dengan kelainan jantung bawaan berat yang stabil secara klinis dapat memberikan gejala berat setelah usia 8 bulan. Gangguan pendengaran Anak SD seringkali mengalami gangguan pendengaran, baik sensorineural maupun konduktif. semua bayi dengan SD perlu dievaluasi dengan Auditory Brainstem Response Test (ABR) atau dengan transient evoked otoacoustic emission test. Masalah penglihatan Katarak kongenital adalah masalah serius bagi bayi dengan SD, tidak adanya red reflex, terdapatnya nistagmus dan strabismus, Kelainan telinga, hidung, dan tenggorok Obstruksi saluran nafas adalah masalah yang berat pada anak dan dewasa dengan SD. Gejalanya meliputi bunyi nafas

16

mendengkur, posisi tidur yang kurang lazim (duduk atau membungkuk sampai kepala menyentuh lutut), kelelahan di siang hari, atau adanya perubahan perilaku. Gejalagejala tersebut harus dievaluasi dengan baik untuk mencari adanya bukti obstructive sleep apnea.. 9 Tabel 1. Frekuensi ciri-ciri fisik neonatus dengan sindrom down1 Ciri-ciri ( %) Kraniofasial Mikrosefali (50%) Oksiput datar(60-80%) Pusaran rambut posterior di sentral (50%) Telinga kecil 3,2 cm (95%) Kelebihan kulit tengkuk leher (80%) Fisura palpebra miring keatas (70-90%) Lipatan epikantus (50-70%) Bercak brushfield (30-80%) Jembatan hidung datar (60-80%) Menyeringai saat menangis (sering) Palatum pendek dan sempit (60-90%) Lidah menjulur (40-60%) Garis vertikal bibir bawah (50%) Pipi penuh(sering) Anggota gerak Tangan lebar dan pendek (70%) Kinodaktil, jari ke 5 (60%) Linea simian(40-60%) Dermatoglifik khas (99%) Jarak antara jari 1 dan 2 lebar (50-90%) Garis telapak tangan banyak(65%) Neurologik Hipotonia(40-80%)

Anak dengan sindron Down diperlukan penanganan secara multidisiplin. Selain penanganan secara medis, pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian, disamping partisipasi dari keluarga.

17

1. Penanganan secara Medis10 Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal: a. Pendengarannya ; 70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan tes pendengarannya secara berkala oleh THT. b. Penyakit jantung bawaan 30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan. Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak. c. Penglihatannya Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak. Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata. d. Nutrisi Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan kongenital yang berat lainnya, akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan kerjasama dengan ahli gizi. e. Kelainan tulang Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi patela, subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan yang terakhir ini sampai menimbulkan depresi medula spinalis, atau apabila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis. 18

f. Lain-lain Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah imunologi, gangguan fungsi metabolisme. Kelainan neurologis dapat menyebabkan retardasi mental, hipotonia, kejang dan stroke. Pastikan juga perbaikan kemampuan berkomunikasi dan terapi bicara diteruskan, dengan memberi perhatian pada aplikasi bahasa nonverbal dan kecerdasan otak. Bagi pasien sindrom Down, baik anak atau dewasa harus sentiasa dipantau dan dievaluasi gangguan prilaku, seperti fobia, ketidak mampuan mengatasi masalah, prilaku streotipik, autisme, masalah makanan dan lain-lain. Tatalaksana terhadap kondisi mental yang timbul pada penderita sindrom Down harus dilakukan (National Down Syndrome Society, 2007). Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan dalam bidang biologi molekuler, maka memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetik yang mendasari sindrom Down. 2. Pendidikan10 Ternyata anak denagn sindrom Down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui program intervensi dini, Taman kanak-kanak, dan mulai pendidikan khusus yang positif akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh. a. Intervensi dini Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom Down dan keluarganya, menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti program tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan yang memadai bagi anak dengan sindrom Down makin meningkat. Anak akan mendapat manfaat dari stimulasi sensoris dini, latihan khusus yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anak mampu berbahasa. Demikian pula dengan mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, belajar buang air besar/kecil, mandi, berpakaian, 19

akan memberi kesempatan anak untuk belajar mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa kualitas rangsangan lebih penting daripada jumlah rangsangan, dalam membentuk perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena itu perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang spesifik. b. Taman bermain/ Taman kanak-kanak Taman bermain/taman kanak-kanak juga mempunyai peranan yang cukup penting pada awal kehidupan anak. Anak akan memperoleh manfaat berupa peningkatan keterampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya. Anak juga dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya. Dengan memberikan

kesempatan bergaul dengan lingkungan diluar rumah, maka

memungkinkan anak berpartisipasi dalam dunia yang luas. c. Pendidikan khusus (SLB-C) Program pendidikan khusus pada anak dengan sindrom Down akan membantu anak melihat dunia sebagai suatu tempat yang menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja. Pengalaman yang diperoleh disekolah akan membantu mereka memperoleh perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Lingkungan sekolah memberikan anak dasar kehidupan dalam perkembangan keterampilan fisik, akademis, dan kemampuan sosial. Sekolah hendaknya memberi kesempatan anak untuk menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, serta mempersiapkannya menjadi penduduk yang produktif. Kebanyakan anak dengan sindrom Down adalah mampu di didik. Selama dalam pendidikan anak diajari untuk biasa bekerja dengan baik dan menjalin hubungan yang baik dengan temantemannya. Sehingga anak akan mengerti mana yang salah dan mana yang benar, serta bagaimana harus bergaul dengan masyarakat. Banyak masyarakat yang menerima anak dengan sindrom Down dengan apa adanya.

d. Penyuluhan pada Orang tuanya

20

Begitu diagnosis sindrom Down ditegakkan, para dokter harus menyampaikan hal ini secara bijaksana dan jujur. Penjelasan pertama sangat menentukan adaptasi dan sikap orang tua selanjutnya. Dokter harus menyadari bahwa pada waktu memberi penjelasan pertama kali, reaksi orang tua sangat bervariasi. Penjelasan pertama sebaiknya singkat, oleh karena pada waktu itu mungkin orang tua masih belum mampu berpikir secara nalar. Dokter hendaknya memberi cukup waktu, sehingga orang tua telah lebih beradaptasi dengan kenyataan yang dihadapi. Akan lebih baik apabila kedua orang tua hadir pada waktu memberi penjelasan yang pertama kali, agar mereka dapat saling meberikan dukungan. Dokter harus menjelaskan bahwa anak dengan sindrom Down adalah individu yang mempunyai hak yang sama dengan anak normal, serta pentingnya makna kasih sayang dan pengasuhan orang tua. Pertemuan lanjutan perlu dilakukan untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap. Waktu yang diluangkan dokter untuk membicarakan berbagai pokok masalah, akan menyadarkan orang tua tentang ketulusan hati dokter dalam menolong mereka dan anaknya. Orang tua harus diberi penjelasan apa itu sindrom Down, karakteristik yang diketemukan dan antisipasi masalah tumbuh kembangnya. Orang tua harus diberi tahu bahwa fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down. Demikian pula kalau ada hasil analisa kromosom, harus dijelaskan dengan istilah yang sederhana. Informasi juga menyangkut tentang resiko terhadap kehamilan berikutnya. Hal yang penting lainnya adalah menekankan bahwa bukan ibu ataupun ayah yang dapat dipersalahkan dalam kasus ini. Akibat terhadap kehidupan keluarga ataupun dampak pada saudara-saudaranya mungkin pula akan muncul dalam diskusi. Mungkin orang tua tidak mau untuk menceritakan keadaan anaknya ini pada anggota keluarga lainnya. Untuk itu mereka harus dibesarkan hatinya agar mau terbuka tentang masalah ini. Walaupun menyampaikan masalah sindrom Down akan menyakitkan bagi orang tua penderita, tetapi ketidak terbukaan justru akan dapat meningkatkan isolasi atau harapan-harapan yang tidak mungkin dari orang tuanya. Akan lebih baik, kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga 21

mempunyai anak dengan sindrom Down, agar berbincang-bincang dengan orang tua yang baru punya anak dengan kelainan yang sama tersebut. Mendengar sendiri tentang pengalaman dari orang yang senasib biasanya lebih menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong secara efektik. Sehingga orang tua akan lebih tegar dalam menghadapi kenyataan yang dihadapinya dan menerima anaknya sebagaimana adanya.

Prognosis pada pasien dengan sindrom down 40 % kasus sampai 60 tahun dan 14 persen sampai 68 tahun. Berbagai faktor yang berperan penting dalam kehidupan yang terpenting adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan yang mengakibatkan 80% kematianterutama pada 1 tahun pertama kehidupan. Kejadian lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup adalah kejadian leukemia, yakni sebesar 15 kali dari populasi normal. Timbulnya alzeimer yang lebih dini pada kasus ini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun. Anak dengan down sindrom rentan dengan infeksi.10

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Rudolph A, Hoffman J, Rudolph C. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 1.EGC. Jakarta. 2015. 2. Soetjiningsih,. Tumbuh kembang Anak. EGC. 2013. 3. Wulandari R, Christiono S. Analisis Perbedaan Jumlah Neutrofil Antara Down Syndrome dan Anak Sehat. ODONTO Dental Journal. 2017 JULI; 4(2): 27-31. 4. Situmorang C, Hubungan Sindrom Down dengan Umur Ibu, Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Dan Faktor Lingkungan. Jurnal Kedokteran Indonesia. 2011 Januari; 2(1): 96-101. 5.

Kementrian Kesehatan RI. Buletin data dan informasi: situasi Penyandang disabilitas. 2014.

6. Gunardi H, Et all. Kumpulan Tips Pediatri. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. 7. Marta R, Penanganan Kognitif Down Syndrome melalui metode Puzzle pada Anak Usia Dini. Jurnal obsesi. 2017; 1(1): 32-41. 8. Rahma M, Indrawati E,. Pengalaman Pengasuhan Anak Down Sindrom. Jurnal Empati, 2017 agustus; 7(3): 223-232. 9. Kawanto F, Soedjatmiko. Pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan Sindrom Down. Sari pediatri 2007 oktober; 9 (3): 185-190. 10. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. jakarta: EGC.2013.

23

Related Documents

Sindrom Hiperventilasi
October 2019 45
Sindrom Down.docx
December 2019 41
Sindrom Hunter
June 2020 22
Sindrom Down.docx
December 2019 39
Sindrom Nefrotik.docx
April 2020 30
Sindrom-nefrotik.docx
June 2020 21

More Documents from "Beellee Kirara"

Naskah-publikasi.docx
May 2020 21
Bab-3-revisi-4.docx
May 2020 20
01. Cover Depan.pdf
November 2019 27
Soal 6.doc
April 2020 3
Bab 1.docx
May 2020 8