Sejarah Sumatera Barat

  • Uploaded by: Fahira Fahmi Idris, SE
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sejarah Sumatera Barat as PDF for free.

More details

  • Words: 2,277
  • Pages: 5
Sejarah Sumatera Barat Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Dari jaman prasejarah sampai kedatangan orang Barat, sejarah Suma tera Barat dapat dikatakan identik dengan sejarah Minangkabau. Walau pun masyarakat Mentawai diduga te lah ada pada masa itu, tetapi bukti-bukti tentang keberadaan mereka masih sangat sedikit. Daftar isi : 1 Masa Prasejarah 2 Berdirinya kerajaan Pagaruyung 3 Masuknya bangsa Eropa 4 Perang Padri 5 Dari perang Padri sampai perang Belasting 6 Gerakan Islam Modernis di Minangkabau:1900-1920 7 Gerakan Partai Komunis Indonesia: 1920-an 8 Sumatera Barat: 1930-an 8.1 Merebaknya partai-partai politik 8.2 Penumpasan 9 Pendudukan Jepang 10 Rujukan 1. Masa Prasejarah Bukti-bukti arkeologis yang dite mukan di atas bisa memberi indikasi bahwa daerahdaerah sekitar Kabu paten Lima Puluh Kota yang menempati sebagian besar luhak Lima puluh Koto merupakan daerah atau kawasan Minangkabau yang pertama dihuni oleh nenek moyang orang Su matera Barat. Penafsiran ini rasanya ber alasan, karena dari daerah Lima Puluh Koto ini mengalir beberapa sungai besar yang akhirnya bermuara di pantai timur pu lau Sumatera. Sungai-sungai ini dapat dilayari dan memang menjadi sarana transportasi yang penting dari jaman dahulu hingga akhir abad yang lalu. Nenek moyang orang Minang kabau diduga datang melalui rute ini. Mereka berlayar dari daratan Asia (In dochina) mengarungi Laut Tiongkok Sela tan, menyeberangi Selat Malaka dan kemudian memudiki sungai Kampar, Siak, dan Inderagiri (atau; Kuantan). Sebagian di antaranya tinggal dan mengembangkan kebudayaan serta per adaban mereka di sekitar Kabupaten 50 Koto sekarang. Percampuran dengan para penda tang pada masa-masa berikutnya me nyebabkan tingkat kebudayaan mere ka jadi berubah dan jumlah mereka ja di bertambah. Lokasi pemukiman mereka menjadi semakin sempit dan akhirnya mereka menyebar ke berba gai bagian Sumatera Barat yang lainnya. Sebagian pergi ke daerah kabupaten Agam dan sebagian lagi sampai ke Kabupaten Tanah Datar sekarang. Dari sini penyebaran dilanjutkan lagi, ada yang sampai ke utara daerah Agam, terutama ke daerah Lubuk Sikaping, Rao, dan Ophir. Banyak di antara me reka menyebar ke bagian barat teruta ma ke daerah pesisir dan tidak sedikit pula yang menyebar ke daerah selatan, ke daerah Solok, Selayo, sekitar Muara, dan sekitar daerah Sijunjung. 2. Berdirinya kerajaan Pagaruyung Sejarah daerah Propinsi Sumatera Barat menjadi lebih terbuka sejak masa pemerintahan Raja Adityawarman. Ra ja ini cukup banyak meninggalkan prasasti mengenai dirinya, walaupun dia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai Raja Minangkabau. Aditya warman memang pernah memerintah di Pagaruyung, suatu negeri yang di percayai warga Minangkabau sebagai pusat kerajaannya. Adityawarman adalah tokoh pen ting dalam sejarah Minangkabau. Di samping memperkenalkan sistem pe merintahan dalam bentuk kerajaan, dia juga membawa suatu

sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau. Kon tribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Buddha. Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Ter bukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pa riangan, Padang Barhalo, Candi, Bia ro, Sumpur, dan Selo. Sejarah Sumatera Barat sepe ninggal Adityawarman hingga perte ngahan abad ke-17 terlihat semakin kompleks. Pada masa ini hubungan Su matera Barat dengan dunia luar, ter utama Aceh semakin intensif. Sumate ra Barat waktu itu berada dalam dominasi politik Aceh yang juga memo nopoli kegiatan perekonomian di dae rah ini. Seiring dengan semakin inten sifnya hubungan tersebut, suatu nilai baru mulai dimasukkan ke Sumatera Barat. Nilai baru itu akhimya menjadi suatu fundamen yang begitu kukuh melandasi kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah agama Islam. Syekh Burhanuddin dianggap sebagai pe nyebar pertama Islam di Sumatera Barat. Sebelum mengembangkan aga ma Islam di Sumatera Barat, ulama ini pernah menuntut ilmu di Aceh. 3. Masuknya bangsa Eropa Pengaruh politik dan ekonomi A ceh yang demikian dominan membuat warga Sumatera Barat tidak senang kepada Aceh. Rasa ketidak puasan ini akhirnya diungkapkan de ngan menerima kedatangan orang Belanda. Namun kehadiran Belanda ini juga membuka lembaran baru sejarah Sumatera Barat. Kedatangan Belanda ke daerah ini menjadikan Sumatera Ba rat memasuki era kolonialisme dalam arti yang sesungguhnya. Orang Barat pertama yang datang ke Sumatera Barat adalah seorang pelan cong berkebangsaan Perancis yang ber nama Jean Parmentier yang datang sekitar tahun 1529. Namun bangsa Ba rat yang pertama datang dengan tu juan ekonomis dan politis adalah bang sa Belanda. Armada-armada dagang Belanda telah mulai kelihatan di pan tai barat Sumatera Barat sejak tahun 1595-1598, di samping bangsa Belan da, bangsa Eropa lainnya yang datang ke Sumatera Barat pada waktu itu ju ga terdiri dari bangsa Portugis dan Inggris. 4. Perang Padri Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Padri Perang Paderi meletus di Minangkabau antara sejak tahun 1821 hingga 1837. Kaum Paderi dipimpin Tuanku Imam Bonjol melawan penjajah Hindia Belanda. Gerakan Paderi menentang perbuatan-perbuatan yang marak waktu itu di masyarakat Minang, seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat (opium), minuman keras, tembakau, sirih, juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan dan umumnya pelaksanaan longgar kewajiban ritual formal agama Islam. Perang ini dipicu oleh perpecahan antara kaum Paderi pimpinan Datuk Bandaro dan Kaum Adat pimpinan Datuk Sati. Pihak Belanda kemudian membantu kaum adat menindas kaum Padri. Datuk Bandaro kemudian diganti Tuanku Imam Bonjol. Perang melawan Belanda baru berhenti tahun 1838 setelah seluruh bumi Minang ditawan oleh Belanda dan setahun sebelumnya, 1837, Imam Bonjol ditangkap. Meskipun secara resmi Perang Paderi berakhir pada tahun kejatuhan benteng Bonjol, tetapi benteng terakhir Paderi, Dalu-Dalu, di bawah pimpinan Tuanku Tambusai, barulah jatuh pada tahun 1838. 5. Dari perang Padri sampai perang Belasting Berakhirnya perang Padri menandai perubahan besar di Minangkabau. Kerajaan Pagaruyung runtuh dan di tempatnya berdiri pemerintahan Hindia Belanda. Belanda memerintah diatur oleh perjanjian Plakat Panjang (1833). Di dalamnya

Belanda berjanji untuk tidak mencampuri masalah adat dan agama nagari-nagari di Minangkabau. Belanda juga menyatakan tidak akan memungut pajak langsung. Hal ini menyebabkan para pemimpin Minangkabau membayangkan dirinya sebagai mitra bukannya bawahan Belanda. Sebagaimana di daerah lain di Hindia Belanda pemerintah kolonial memberlakukan Tanam Paksa (cultuurstelsel) di Sumatera Barat. Sistem ini menjadikan para pemimpin adat sebagai agen kolonial Belanda. Penjajahan Belanda berpengaruh besar pada tatanan tradisional masyarakat Minangkabau. Di Sumatera Barat Belanda membuat jabatan baru, seperti penghulu rodi. Kerapatan Nagari dijadikan sebagai lembaga pemerintahan terendah, dan kepemimpinan kolektif para penghulu ditekan dengan keharusan memilih salah seorang penghulu menjadi Kepala Nagari. Serikat nagari-nagari (laras, Bahasa Minang: lareh) yang sebenarnya merupakan persekutuan longgar atas asas saling menguntungkan, dijadikan sebagai lembaga pemerintahan yang setara dengan kecamatan. Belanda juga berusaha mematikan jalur perdagangan tradisional Minangkabau ke pantai timur Sumatera yang menyusuri sungai-sungai besar yang bermuara di Selat Malaka, dan mengalihkannya ke pelabuhan di pantai Barat seperti Pariaman dan Padang. Pada tahun 1908 Belanda menghapus sistem Tanam Paksa dan memberlakukan pajak langsung. Perang Belasting pun meletus. 6. Gerakan Islam Modernis di Minangkabau:1900-1920 Perlawanan terhadap Belanda di Sumatera Barat pada awal abad ke-20 memiliki warna Islam yang pekat. Dalam hal ini gerakan Islam modernis atau yang lebih dikenal sebagai Kaum Muda sangat besar peranannya. Ulama-ulama Kaum Muda mendapat pengaruh besar dari modernis Islam di Kairo, yaitu Muhammad Abduh dan Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan juga senior mereka Jamaluddin Al-Afghani. Para pemikir ini punya kecenderungan berpolitik, namun karena pengaruh Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang menjadi guru ulama Kaum Muda generasi pertama mereka umumnya hanya memusatkan perhatian pada dakwah dan pendidikan. H. Abdullah Ahmad mendirikan majalah Al-Munir (1911-1915), dan beberapa ulama kaum Muda lain seperti H. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan H. Muhammad Thaib ikut menulis di dalamnya. Dari majalah ini pemikiran kaum muda semakin disebarkan. Ulama Kaum Muda menantang konsep agama tradisional yang sudah mapan, menentang taqlid buta, dan merangsang sikap kebebasan berpikir. Tulisan dan pidato mereka memicu pertentangan dan perdebatan sengit di ranah Minang. Tahun 1918 sebagai kelanjutan perguruan agama tradisional Surau Jembatan Besi berdirilah sekolah Sumatera Thawalib. Selain pendirinya H. Abdul Karim Amrullah guru lain yang berpengaruh di sekolah ini adalah Zainuddin Labai el-Yunusiah yang juga mendirikan sekolah Diniyah. Berbeda dengan Sumatera Thawalib yang terutama adalah perguruan agama sekolah Diniyah menekankan pada pengetahuan umum, seperti matematika, ilmu falak, ilmu bumi, kesehatan dan pendidikan. Kedua sekolah ini berhubungan erat. Banyak tokoh pergerakan atau ulama seperti Ahmad Rasyid Sutan Mansur, Djamaluddin Tamin, H. Dt. Batuah, H.R. Rasuna Said dan HAMKA merupakan murid atau pernah mengajar di perguruan di Padang Panjang ini. Di kedua perguruan ini berkembang berbagai gagasan radikal. Pada dasawarsa 1920-an sebuah gagasan baru mulai menarik hati para murid sekolah Padang Panjang: komunisme. Di Padang Panjang pentolan komunis ini terutama Djamaluddin Tamin dan H. Datuk Batuah. Gagasan baru ini ditentang habis-habisan Haji Rasul yang saat itu menjadi guru besar Sumatera Thawalib. Gerakan Islam Modernis ini tidak didiamkan saja oleh ulama tradisional. Tahun 1930 ulama tradisional mendirikan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) untuk mewadahi sekolah Islam Tradisional.

7. Gerakan Partai Komunis Indonesia: 1920-an Djamaluddin Tamin sudah bergabung dengan PKI pada 1922. Dalam perjalanan singkat ke Aceh dan Jawa pada tahun 1923 Dt. Batuah bertemu dengan Natar Zainuddin dan H. Misbach. Agaknya ia terkesan dengan pendapat H. Misbach yang menyatakan komunisme sesuai dengan Islam. Bersama Djamaluddin Tamin ia menyebarkan pandangan ini dalam koran Pemandangan Islam. Natar Zainuddin kemudian kembali dari Aceh dan menerbitkan koran sendiri bernama Djago-djago. Akhir tahun itu juga Djamaluddin Tamin, Natar Zainuddin dan Dt. Batuah ditangkap Belanda. Setelah penangkapan tersebut pergerakan komunis malah menjadi-jadi. Tahun 1924 Sekolah Rakyat didirikan di Padang Panjang, meniru model sekolah Tan Malaka di Semarang. Organisasi pemuda Sarikat Rakyat, Barisan Muda, menyebar ke seluruh Sumatera Barat. Dua pusat gerakan komunis lain adalah Silungkang dan Padang. Bila di Padang Panjang gerakan berakar dari sekolah-sekolah di Silungkang pendukung komunis berasal dari kalangan saudagar dan buruh tambang. Sulaiman Labai, seorang saudagar, mendirikan cabang Sarekat Islam di Silungkang pada 1915. Pada tahun 1924 cabang ini diubah menjadi Sarekat Rakyat. Selain itu berdiri juga cabang organisasi pemuda komunis, IPO. Di Padang basis PKI berasal dari saudagar besar pribumi. Salah satu pendiri PKI cabang Padang adalah Sutan Said Ali, yang sebelumnya menjadi pengurus Sarikat Usaha Padang. Di bawah kepemimpinannya mulai tahun 1923 PKI seksi padang meningkat anggotanya dari hanya 20 orang menjadi 200 orang pada akhir 1925. Pertumbuhan gerakan komunisme terhenti setelah pemberontakan di Silungkang 1927. Para aktivis komunis ditangkap, baik yang terlibat pemberontakan ataupun tidak. Banyak di antaranya yang dibuang ke Digul. 8. Sumatera Barat: 1930-an 8.1. Merebaknya partai-partai politik HR Rasuna Said, aktivis Permi Meskipun komunisme menjadi sangat populer pada dasawarsa 1920-an kaum agama yang tak setuju dengan ideologi baru itu pun tetap berkembang. Awal tahun 1920 berdiri PGAI (Persatuan Guru Agama Islam) dengan tujuan mengumpulkan ulama-ulama di Sumatera Barat. Atas prakarsa H. Abdullah Ahmad tahun 1924 berdirilah sekolah Normal Islam di Padang. Sekolah ini dimaksudkan sebagai sekolah lanjutan, lebih tinggi daripada Sumatera Thawalib yang merupakan sekolah rendah. Setelah melawat ke Jawa tahun 1925 dan bertemu pemimpin-pemimpin Muhammadiyah di sana Haji Rasul turut mendirikan cabang Muhammadiyah. Pertama di Sungai Batang dan kemudian di Padang Panjang. Organisasi ini dengan cepat menjalar ke seluruh Sumatera Barat. Muhammadiyah berperan penting dalam menentang pemberlakuan Ordonansi Guru di Sumatera Barat tahun 1928. Dengan ordonansi ini guru agama diwajibkan melapor kepada pemerintah sebelum mengajar. Peraturan ini dipandang mengancam kemerdekaan menyiarkan agama. Sebelumnya Muhammadiyah di Jawa sudah memutuskan meminta ordonansi ini dicabut. Pada tanggal 18 Agustus 1928 diadakanlah rapat umum yang kemudian memutuskan menolak pemberlakuan ordonansi guru. Meskipun terlibat dalam penolakan Ordonansi Guru, berbeda dengan organisasi komunis seperti Sarikat Rakyat, pada umumnya Muhammadiyah menghindari kegiatan politik. Penumpasan gerakan komunis tahun 1927 menyebabkan banyak anggota Sarekat Rakyat atau simpatisannya berpaling ke Muhammadiyah mencari perlindungan. Para anggota yang lebih radikal ini tidak puas dan kemudian banyak yang keluar untuk aktif dalam Persatuan Sumatra Thawalib. Organisasi ini pada tahun 1930 menjelma menjadi partai politik bernama Persatuan Muslim Indonesia, disingkat Permi. Dengan asas Islam dan kebangsaan (nasionalisme) Permi dengan cepat menjadi partai politik

terkuat di Sumatera Barat, dan menyebar ke Aceh, Tapanuli, Riau, Jambi dan Bengkulu. Partai ini menjadi wadah utama paham Islam modernis. Tokoh-tokoh Permi yang terkenal antara lain Rasuna Said, Iljas Jacub, Muchtar Lutfi dan Djalaluddin Thaib. Partai lain yang juga penting adalah PSII cabang Sumatera Barat yang berdiri tahun 1928, dan PNI Baru. PSII Sumatera Barat seperti Permi sangat kuat sikap antipenjajahannya. Namun tidak seperti Permi yang berakar dari perguruan agama tokohtokoh PSII umumnya berasal dari pemimpin adat. Cabang PNI Baru di Bukittinggi diresmikan Hatta tak lama setelah kepulangannya dari Belanda tahun 1932. Sebelumnya cabang Padang Panjang sudah didirikan oleh Khatib Sulaiman. PARI pimpinan Tan Malaka (didirikan di Bangkok 1929) punya pengaruh cukup besar, meskipun anggotanya sendiri tidak banyak. Pengaruh PARI terutama lewat tulisan Tan Malaka yang disebarkan sampai tahun 1936. 8.2. Penumpasan Pada pertengahan 1933 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan larangan berkumpul. Yang menjadi sasaran utama di Sumatera Barat adalah Permi dan PSII. Sementara itu Rasuna Said sudah ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Jawa. Tokoh-tokoh Permi dan PSII awalnya dilarang bepergian, kemudian kedua partai dikenai larangan terbatas dalam mengadakan rapat umum. Pada akhirnya tokoh-tokoh Permi dan PSII ditangkap dan dibuang ke Digul. Permi akhirnya bubar pada 18 Oktober 1937. Pada saat yang sama di Batavia tokoh-tokoh Partindo dan PNI Baru juga ditangkap. Sukarno diasingkan ke Flores, Hatta dan Sjahrir ke Digul. Pimpinan PNI Baru cabang Sumatera Barat sendiri dibiarkan bebas karena mereka membatasi kegiatan politik partai. Sementara itu tokoh-tokoh PARI berhasil ditahan Belanda yang bekerja sama dengan dinas Intelijen Inggris. Tan Malaka, pimpinannya, lolos. 9. Pendudukan Jepang Jepang memasuki Padang pada 17 Maret 1942. Sukarno yang pada saat itu berada di Padang berhasil meyakinkan sebagian besar tokoh-tokoh nasionalis di Sumatera Barat agar mau bekerja sama dengan Jepang. Tahun 1943 Jepang memerintahkan pendirian Gyu Gun untuk membantu pertahanan. Gyu Gun di Sumatera Barat dipimpin oleh Chatib Sulaiman yang memilih dan merekrut calon perwira dari Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Gyu Gun merupakan satu-satunya satuan ketentaraan yang dibentuk Jepang di Sumatera Barat. Tentara Sukarela ini kemudian menjadi inti Divisi Banteng. 10. Rujukan (id)Kahin, Audrey (2005). Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926-1998. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 979-461-519-6. (id) Buku Alam Takambang jadi Guru, AA.Navis, 1984 (id) Historiografi Minangkabau

Related Documents


More Documents from "Dody Firmanda"