Sejarah Gagasan Islamisasi Ilmu.docx

  • Uploaded by: sulfiatus sholiha
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sejarah Gagasan Islamisasi Ilmu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,177
  • Pages: 4
Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung sejak permulaan Islam hingga zaman kita sekarang ini. Wahyu yang pertama diturunkan kepada nabi secara jelas menegaskan semangat Islamisasi ilmu pengetahuan.1 Gagasan atau gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan merupakan salah satu upaya menjawab tantangan modernitas yang melanda umat Islam.

Ada semacam guncangan di

kalangan umat Islam, menyaksikan realitas yang menempatkan diri mereka pada sudut buram sejarah. Di balik kemegahan peradaban Barat yang terus melaju pasca Renaissance, sebagian besar dunia Islam secara kontras justru termegap-megap dalam sesuatu yang dalam visi modern disebut perangkap kemunduran dan keterbelakangan. Terlebih, masih segar dalam ingatan kolektif umat Islam bahwa beberapa abad lampau mereka pernah memegang supremasi peradaban dengan dominasi yang kukuh pada ranah kebudayaan, politik maupun ekonomi. Dengan simbol kekuasaan politik Kekhalifahan Abbassiyah di Bagdad, Kekhalifahan Umayyah di Cordova, mereka pernah berada pada posisi superior dibandingkan masyarakat Eropa yang pada masa itu justru terkungkungi masamasa sejarah yang gelap.2 Peradaban Islam telah mencapai kemajuan ilmu dalam banyak bidang pada zaman permulaannya yaitu pada kurun 9M. Sarjana Islam telah berhasil menerjemah, menyaring, menyerap dan memadukan ilmu asing ke dalam pandangan mereka berdasarkan al-Qur’an. Ilmu Pengetahuan yang merupakan jantung peradaban dan kebudayaan Islam telah membimbing umat Islam ke arah puncak kegemilangannya. Bagaimanapun pada beberapa kurun berikutnya, daya keilmuan dan kekuatan umat Islam mulai pudar karena beberapa faktor. Malapetaka yang paling besar yaitu penyerangan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan ke Baghdad yang memusnahkan perpustakaan dan pembakaran buku-buku karya asli sarjana Islam. Tetapi terdapat juga faktor internal, khususnya perselisihan dan konflik pemikiran diantara golongan umat Islam. Pengaruh pemindahan ilmu dari Andalusia ke Eropa, merangsang warga Eropa bangkit dan memelopori berbagai bidang ilmu pada era Renaisans. Mereka mengambil alih tongkat kepemimpinan intelektual dan fisikal dari umat Islam, khususnya setelah Revolusi Industri. Konflik antara Gereja dan ahli Sains Barat memunculkan perkembangan ilmu sekuler. 1

FORUM TARBIYAH Vol. 11, No. 2, Desember 2013

2

La_Riba Jurnal Ekonomi Islam Vol.1 No.1, Juli 2007

Latar belakang sekulerisasi ilmu inilah yang mengundang perjuangan memurnikan kembali ilmu pengetahuan (Islamisasi Ilmu). Golongan intelektual Islam bersepakat bahwa gagasan Islamisasi ilmu bukanlah satu hal yang baru tetapi pernah terjadi dalam sejarah Islam yang silam. Menurut al-Faruqi, Islamisasi ilmu modern merupakan “satu tugas yang serupa sifatnya dengan tugas yang pernah dimainkan oleh nenek moyang kita yang mencerna ilmu zaman mereka dan mewariskan kepada kita peradaban dan kebudayaan Islam, walaupun ruang lingkupnya kini lebih luas”. Walaupun ide Islamisasi ilmu tersebut telah disentuh oleh beberapa sarjana namun penjelasan yang sistematik secara konseptual bermula dari Al-Attas. Beliau dianggap sebagai seorang sarjana Islam abad silam yang pertama kali mengupas dan menegaskan tentang perlunya Islamisasi pendidikan, Islamisasi sains dan Islamisasi Ilmu. Al-Attas telah melahirkan ide-ide beliau pada satu persidangan pendidikan yang sangat penting dalam sejarah umat Islam kontemporer, yaitu Persidangan Pertama Pendidikan Islam Sedunia di Makkah pada 1977. Persidangan itu berhasil mengumpulkan 313 sarjana dan pemikir Islam dari seluruh pelosok dunia. Persidangan tersebut dianggap sebagai pembangkit proses Islamisasi ilmu dan pendidikan. Dalam persidangan yang bersejarah tersebut Al-Attas menjelaskan konsep pendidikan dalam Islam, sementara Ismail al-Faruqi dan S.H. Nasr masing-masing mengupas ide sains sosial dan sains natural dalam tasawwur (world view) Islam. Konsep yang ditawarkan al-Faruqi adalah bahwa ilmu pengetahuan tidak semuanya kontradiktif dengan nilai-nilai Islam, sehinga menurutnya, islamisasi pengetahuan adalah melakukan penyaringan dari ilmu pengetahuan yang telah ada dengan mempertimbangkan nilainilai Islam. Metode konsepsi yang demikian dianggap sebagai metode integrasi antara teori dan tradisi keilmuan Islam dan keilmuan Barat yang sekuler. Sedangkan Sardar berpandangan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan adalah proses yang memulai pengembangan semua cabang ilmu dari titik awal. Dari pada “mengislamkan” disiplindisiplin yang telah berkembang dalam peradaban Barat, kaum Muslim lebih tepat untuk mengkonstruk paradigma-paradigma Islam, karena dengan itulah tugas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan urgen masyarakat Muslim bisa terlaksana. Pengembangan melalui strategi

ini akan menghindari kontaminasi dari pemikiran Barat yang memang memiliki paradigma dan semangat yang berbeda dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Al-Attas berpendapat bahwa islamisasi harus menyeluruh dari filosofi, paradigma hingga proses pembelajarannya yang menyesuaikan dengan karakteristik keilmuan Islam. Proses pembelajarannya mengamini dan melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh para intelektual Muslim pada masa lalu. Dominasi intelektual Muslim pada periode keemasan Islam merefleksikan keunggulan sistem pendidikan atau pembelajaran ilmu pengetahuan. Apabila dipahami secara mendalam, dari berbagai ide Islamisasi sains yang berkembang saat ini, paling tidak ada lima metode yang dapat didekati. Kelima metode tersebut senantiasa berkembang dan mempunyai pengikut yaitu pendekatan konsep instrumentalistik, justifikasi, sakralisasi, integrasi dan paradigm. Konsep Islamisasi sains dengan pendekatan instrumentalistik merupakan suatu konsep yang menganggap ilmu atau sains sebagai alat (instrumen). Bagi mereka yang berpandangan bahwa sains, terutama teknologi adalah sekedar alat untuk mencapai tujuan, tidak memperdulikan sifat dari sains itu sendiri. Yang penting sains tersebut bisa membuahkan tujuan bagi pemakainya. Tokoh metode ini adalah Jamaluddin al-Afghani, kemudian Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, Sir Sayyid Ahmad Khan. Islamisasi sains yang paling menarik bagi sebagian ilmuwan dan kalangan awam adalah Islamisasi sains dengan metode justifikasi. Maksud justifikasi adalah penemuan ilmiah modern, terutama di bidang ilmu-ilmu alam diberikan justifikasi (pembenaran) melalui ayat Al-Quran maupun Al-Hadits. Konsep Islamisasi sains berikutnya menggunakan pendekatan sakralisasi. Artinya, sains modern yang sekarang ini bersifat sekular dan jauh dari nilai-nilai spiritualitas, diarahkan menuju sains mempunyai nilai sakral. Ide ini dikembangkan pertama kali oleh Seyyed Hossein Nasr. Dilanjutkan oleh murid-muridnya di antaranya yang paling aktif adalah Osman Bakar. Dalam sains sakral, iman tidak terpisah dari ilmu dan intelek. Rasio merupakan refleksi dan ekstensi dari Intelek. Ilmu pengetahuan pada akhirnya terkait dengan Intelek Ilahi dan bermula dari segala yang sakral. Nasr menegaskan, Sains Sakral bukan hanya milik ajaran Islam, tetapi dimiliki juga oleh agama Hindu, Budha, Confucious, Taoisme, Majusi, Yahudi, Kristen dan Filsafat Yunani klasik.

Ide Islamisasi sains yang paling populer adalah metode integrasi, yaitu mengintegrasikan sains Barat dengan ilmu-ilmu Islam. Ide Islamisasi ini diusung oleh Ismail Raji Al-Faruqi. Islamisasi ilmu pengetahuan, kata Al-Faruqi, adalah solusi terhadap dualisme system pendidikan kaum Muslimin saat ini. Baginya, dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan disatukan dengan paradigma Islam, yaitu tauhid. Paradigma tersebut bukan imitasi dari Barat, bukan juga untuk semata-mata memenuhi kebutuhan ekonomis dan pragmatis pelajar untuk ilmu pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau pencapaian materi. Namun, paradigma tersebut harus diisi dengan sebuah misi, yang tidak lain adalah menanamkan, menancapkan serta merealisasikan visi Islam dalam ruang dan waktu. Konsep Islamisasi sains yang dirasakan paling mendasar dan menyentuh akar permasalahan sains adalah konsep dengan pendekatan yang berlandaskan paradigma Islam. Ide Islamisasi sains seperti ini yang disampaikan pertama kali secara sistematis oleh Al-Attas. Bahkan secara khusus ia menyebut permasalahan Islamisasi adalah permasalahan mendasar yang bersifat epistemologis. Islamisasi sains atau ilmu pengetahuan kontemporer secara Paradigma digagas oleh Syed M. Naquib Al-Attas. Beliau mengemukakan pikirannya tentang tantangan terbesar yang sedang dihadapi kaum Muslimin adalah sekularisasi ilmu pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA Alatas,Syed Farid (1994). “Agama dan Ilmu-ilmu Sosial”, dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an No. 2 Vol. 5 Tahun 1994. Alim, R.H.A. Sahirul (1999). Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam. Yogyakarta: Titian Ilahi Press. Anwar, Chairil (2000). Islam dan Tantangan Kemanusiaan Abad XXI . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Salafudin, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, FORUM TARBIYAH Vol. 11, No. 2, Desember 2013 Yusdani, Islamisasi Model al-Faruqi dan Penerapannya dalam Ilmu Ekonomi Islam di Indonesia (Suatu Kritik Epistemik), La_Riba Jurnal Ekonomi Islam Vol.1 No.1, Juli 2007

Related Documents


More Documents from "beMuslim"