BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi merupakan suatu system pemerintahan yang berlaku dan diterapkan di Indonesia. Semua eleman dan penyelenggaraan demokrasi diatur di dalam UU. Demokrasi merupakan suatu system pemerintahan yang mengedepankan kepentingan rakyat. Dalam sejarah perkembangannya, demokrasi lahir dari pemberontakan rakyat dan kegagalan dari system sebelumnya. Dalam praktik berdemokrasi, Indonesia mengalami beberapa pasang surut. Pasang surut tersebut tidak lepas dari beberapa sejarah dan peristiwa yang senantiasa mengiri perjalanan Bangsa ini maupun halnya keadaan demokrasi yang berada di Negara-negara Barat. Gejolak tersebut memberikan dampak positif dan juga sebaliknya. Keadaan untuk membentuk jati diri suatu bangsa dalam menjalankan demokrasinya kearah yang lebih baik. Makalah ini akan membahas tentang sejarah dan perkembangan demokrasi ini, dengan harapan bisa merubah keadaan demokrasi lebih baik. Galian-galian penting perihal perkembangannya sangat menarik untuk dikupas terutama bagi Bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih ambigu dalam praktik demokrasinya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah dan perkembangan demokrasi di Negara-negara Barat? 2. Bagaimana sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia? 3. Apa yang dimaksud dengan pemilu dan pilkada? 4. Bagaimana system pemilu dan pilkada yang ada di Indonesia? 5. Bagaimana penyelenggaraan pilkada yang ada di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan demokrasi di Negara-negara Barat. 2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan demokrasi di Indonesia. 3. Untuk mengetahui tentang pemilu dan pilkada. 4. Untuk mengetahui system pemilu dan pilkada yang ada di Indonesia. 5. Untuk mengetahui penyelenggaraan pilkada yang ada di Indonesia.
1
BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi 1. Perkembangan Demokrasi di Barat Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekkan dalam hidup bernegara antara abad ke-6 sampai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktikkan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung. Gagasan demokrasi kuno berakhir pada abad pertengahan. Pada masa ini lahir pula keinginan menghidupkan demokrasi. Lahirnya Magna Charta (piagam besar) sebagai suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John di Inggris merupakan tonggak baru kemunculan demokrasi empirik. Mumentum lainnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi di dunia barat adalah gerakan renaissance dan reformasi. Renaissance merupakan gerakan yang menghidupkan kembali minat para sastra dan budaya Yunani kuno. Renaissance di Eropa yang bersumber dari tradisi keilmuan Islam dan berintikan pada pemuliaan akal pikiran untuk selalu mencipta dan mengembangkan ilmu pengetahuan telah mengilhami munculnya gerakan demokrasi. Sejarah dan perkembangan demokrasi di Barat diawali berbentuk demokrasi langsung yang berakhir pada abad pertengahan. Menjelang akhir abad pertengahan lahir Magna Charta dan dilanjutkan dengan munculnya renaissance dan reformasi yang menekankan pada hak atas hidup, hak kebebasan dan hak memiliki. Dan selanjutnya, pada abad ke-19 muncul gerakan demokrasi konstitusional. Dari demokrasi konstitusional melahirkan demokrasi welfare state.1
1
Dwi Sulisworo dan Wahyuningsih dan Baegaqi Arif, Demokrasi, (Jakarta: hibah,2012), hal.19.
2
Demokrasi langsung merupakan sistem politik dengan hak pembuatan keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Pemberlakuan system demokrasi di Yunani kuno memiliki ciri khas, yaitu dengan adanya suatu majlis yang dipimpin oleh 10 Jendral dan memiliki kurang lebih 500 perwakilan yang bertugas sebagai pegawai negara. Melalui majelis tersebut, rakyat bebas menyampaikan pendapatnya termasuk 500 orang perwakilan untuk bertugas sebagai pegawai negara. Demokrasi tersebut berjalan secara efektif karena Negara kota Yunani kuno merupakan sebuah kawasan politik yang tergolong kecil, yaitu sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 300.000 penduduk. Yunani yang pada waktu itu masih tergolong Negara kota yang hanya menganggap orang-orang asli Yunani berkasts tinggi sebagai warga Negara. Demokrasi Yunani kuno berakhir yang kemudian berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan terpusat pada Paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai dengan perebutan kekuasaan di kalangan para bangsawan. 1. Perkembangan Demokrasi di Eropa Ketika system demokrasi Yunani kuno sudah berlangsung sejak lama, di Eropa sekitar abad ke-6 samapi dengan 15 M masih belum mengenal system demokrasi. Pada saat itu di eropa berlaku system Vassal (budak) dan Lord (tuan). Kebebasan sangat dibatasi pada masa itu semua aspek kehidupan sosial dan spiritual dikuasai oleh Paus dan kaum gereja. Perkembangan demokrasi di Eropa mulai dengan kemunculan Negara-negara nasional yang memiliki perbedaan sangat jauh dengan system pemerintahan di kerajaan-kerajaan yang berlaku pada masa itu. Kemunculan Negara-negara nasional berdampak pada perubahan social dan kultural di Eropa. Kebebasan berpikir sangat dihargai dan tidak terbatas, setelah itu pengaruh kaum gereja mulai pudar. Perkembangan demokrasi di Eropa juga dipengaruhi oleh kemunculan Magna Charta (piagam besar) di Inggris pada 12 Juni 1215. Kemunculan Magna Charta
3
ini disebabkan karena adanya perselisihan antara Paus dan para kaum gereja dengan Raja, yang waktu itu memerintah adalah Raja John. Perselisihan terjadi atas perbelakuan hak dan keinginan raja yang harus didasarkan pada hukum yang legal. Magna Charta memang hanya diberlakukan untuk kalangan bangsawan dan raja saja, dampaknya belum dirasakan oleh rakyat jelata, namun kemunculan Magna Charta ini dapat dijadikan sebagai langkah awal berlakunya demokrasi di Eropa. Setelah abad pertengahan (15-17 M) lahirlah Negara-negara monarki. Raja memerintah secara absolut berdasarkan konsep hak suci raja. Kecaman terhadap gagasan absolutism mendapat dukungan kuat dari golongan menengah dan berujung pada pendobrakan kedudukan raja. Pendobrakan terhadap kedudukan raja absolut didasari oleh teori rasionalis yang dikenal dengan kontrak social. Salah satu asas dari kontrak social adalah dunia dikuasai oelh hukum alam yang mengandung prinsip-prinsip keadilan universal. Artinya, hukum berlaku untuk seluruh manusia, baik raja, bangsawan, Maupun rakyat jelata. Kontrak social yang membuka sejarah perkembangan baru demokrasi ini menegaskan bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban menciptakan suasana aman, dan memenuhi hak rakyat dan rakyat juga harus menaati pemerintahan raja.2 B. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia Dalam sejarah negara Republik Indonesia yang memiliki lebih dari setengah abad, perkembangan demokrasi telah meningkatkan pasang surut. Masalah utama yang dipicu oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial dan politik yang mendorong masyarakat yang beraneka ragam pola adat budayanya. Masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik 2
Atika Afifa Maziyyah, “Sejarah Demokrasi Dunia”, (Paper presented at team academia ,2019) hal.1-2.
4
dengan kepemimpinan yang cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi dengan pembangunan bangsa, dengan partisipasi rakyat, sekaligus menghindarkan timbulnya diktatur perorangan, negara atau militer.3 Perkembangan demokrasi di Indonesia yaitu, 1. Demokrasi Parlementer / Liberal ( 1945 – 1959 ) Berdasarkan pemerintahan tanggal 14 November 1945 yang di dasari oleh demokrasi yang mengubah sistem kabinet juga berisi rencana pemilihan umum untuk rakyat melalui wakil – wakilnya dalam menjalankan politik pemerintahan dan haluan negara serta berisi anjuran pembentukkan partai – partai rakyat, Setelah konferensi Meja Bundar yang di tandai dengan adanya Negara Republik Indonesia serikat dan resmi memakai sistem politik. Setelah UUDS 1950 yang menandai telah berubahnya bentuk Negara Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali sejak taggal 17 Agustus , dalam kehidupan di Indonesia tetap dalam bentuk demokrasi liberal. Sistem demokrasi liberal pada masa itu telah menyediakan sarana politik sebebas – bebesanya bagi partai politik, dalam menyampaikan aspirasi politiknya. Oleh karena terlalu liberal, akhirnya kehidupan demokrasi yang terbangun telah menimbulkan ketidak stabilan politik negara yang terbukti dari masa UUDS 1950 telah 7 kali ganti cabinet.4 Penyebab ketidakstabialan tersebut karena sering bergantinya pemerintahan yang bertugas sebagai pelaksanan pemerintah, dan dalam negara demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer, kedudukan negara demokrasi berada di bawah DPR, banyaknya perbedaan pendapat partai politik yang satu dengan yang lain, dan
3
Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan, ( Yogyakarta : Paradigma, 2007 ) hal. 63. Muhammad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, ( Bandung : PT Refika Aditama, 2012 ) h. 138. 4
5
demokrasi parlementer resmi berakhir pada tanggal 5 Juli 1959 bersamaan dengan pemberlakuan kembali UDD 1945.5 2.
Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1965 ) Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno akhirnya merubah sisem demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin. Menurut Soekarno demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang di pimpin oleh kebijaksanan dalam permusyawaratan / perwakilan. Pada masa itu memusatkan kekuasaan pada Presiden saja dengan pembentukan kepemimpinan yang di keluarkan oleh TAP MPR No. III/MPR/1963 tentang pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup dan membatalkan masa jabatan Presiden 5 tahuan dalam UUD 1945. Selainan itu melalui UU No 14 Tahun 1963 Presiden di beri wewenang untuk campur tangan di bidang legislative dan melalui UU No 15 Tahun 1963, Presiden juga di beri wewewnang untuk campur tangan di bidang yudikatif. Konsep – konsep seperti Pancasila, dan UUD 1945 seringkali menyimpang dari konsep – konsep tersebut, dan menyebabkan ambang kehancuran, baik secara politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahan dan keamanan.6 3. Demokrasi Pancasila pada Era Orde Baru ( 1966 – 1998 ) Latar belakang munculnya demokrasi pancasila adalah adanya berbgai penyelewengan dan permasalahan yang di alami bangsa Indonesia pada masa berlakunya demokrasi parlementer dan demokrasi erpimpin. Sejak lahirnya orde baru, diberlakukannya demokrasi pancasila, sampai saat ini. Demokrasi pancasila bersumberkan pada pola piker dan tata nilaisosial budaya baangsa Indonesia, dan menghargai hak individu yang tidak terlepas dari kepentingan sosial. Demokrasi pancasila tidak bertentngan dengan prinsip konstitusi ( UUD ). Namun
5
Srijanti dkk, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, ( Jakarta Barat : Graha Ilmu, 2013 ) h. 56. Muhammad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, ( Bandung : PT Refika Aditama, 2012 ) h. 138 - 139. 6
6
demikian,praktek demokrasi yang di jalankan pada masa orde baru masih terdapat penyimpangan yang tidak sejalan dengan prinsi demokrasi, seperti : a. Penyelenggaran pemilu yang tidak jujur, b. Kurangnya jaminan kebebsan mengemukakan pendapat , c. Maraknya praktik korupsi, dan d. Sistem kepartaian yang tidak otonom dan tidak berat sebelah. Pemusatan pada orde baru ini pada akhirnya membawa bangsa Indonesia di ambang krisis dan akhirnya orde baru jatuh tahun 1998. 4. Demokrasi Langsung pada Era Orde Reformasi Orde reformasi ini mengadakan demokratis dalam bidang kehidupan. Di antara bidang kehidupan yang menjadi sorotan utama dari reformasi adalah bidang politik, ekonomi, dan hukum. Perubahan yang terjadi pada orde reformasi ini dilakukan secara bertahap. Demokrasi yang dijalankan pada masa reformasi ini masih tetap demokrasi pancasila. Perbedaannya terletak pada aturan pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan. Berdasarkan peraturan perundang – undang dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa perubahan pelaksanaan demokrasi pada orde reformasi sekarang, yakni : a. Pemilihan umum lebih demokratis, b. Partai politik lebih mendiri, c. Pengaturan HAM, dan d. Lembaga demokrasi lebih berfungsi. Demokrasi pancasila hanya akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila nilai – nilai yang terkandung di dalamnya dapat memahami dan dihayati sebagai nilai – niai budaya politik yang mempengaruhi sikap hidup politik. Tujuan demokrasi pancasila
7
1. Menciptakan prasarana dan sarana yang di perlukan, 2. Membuat dan menata kembali program – program pembangunan, 3. Mencegahnya korUpsi, dan penyelahgunaan wewenang.7 C. Pengertian Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan: “Kedaulatan adalah ditaangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Makna kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Pemilihan kepala daerah adalah pemilihan yang dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administrativ setempat yang telah memenuhi persyaratan. Pilkada juga dapat diartikan sebagai pemilihan Bupati/walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan kab/kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
D. Sistem Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah System Pemilu di Indonesia Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu:
7
Srijanti dkk, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, ( Jakarta Barat : Graha Ilmu, 2013 ) h. 58 – 60.
8
a. Satu daerah memilih atau wakil: biasanya disebut Sistem Distrik, sistem yang mendasarkan pada kesatuan geografis. Jadi setiap kesatuan geografis (kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1. Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik. 2. Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain: 1. Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. 2. Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama. 3. Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai yang mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional 4. Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan.
b. Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil: biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang. Gagasan pokok dari sistem ini adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.
Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. 2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya.
9
3. Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.
Keuntungan system Propotional: 1. System propotional di anggap representative, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilu. 2. Sistem ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis tanpa ada distorsi. Pemilu Legislatif bukan hanya memilih para wakil rakyat melalui tanda gambar partai politik peserta pemilu, namun juga memilih nama orang calon legislatif yang diajukan parpol peserta pemilu. Sedangkan Pemilu Kepala Eksekutif,
rakyat akan
memilih pemimpin tertinggi Eksekutif yakni Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Keseluruhan tahap pemilu tersebut dilaksanakan secara langsung, di mana rakyat memilih partai dan figur kandidat yang akan menjadi anggotaDPR, DPRD, DPD, Presiden dan Wakil Presiden.8 Sistem Pilkada di Indonesia Sistem pilkada di Indonesia dibedakan mejadi 3 macam. Setiap sistem memiliki keuntungan dan kekurangannya masing-masing. Dibawah ini merupakan sistem pilkada di Indonesia. Sistem Distrik Sistem distrik merupakan sistem wilayah dengan memilih satu wakil tunggalnya. Pemilihan ini di pilih berdasarkan suara terbanyak. Suara lawan yang kalah suara akan dianggap gugur atau hilang.
8
Dede Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi & Politik Desentralisasi, ( Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hal. 4.
10
Sistem ini memiliki keuntungan berupa kecenderungan untuk membuat partai dapat dibendung dan mendorong penyederhanaan partai tanpa paksaan. Selain itu, dengan menggunakan sistem ini, wakil akan lebih dekat dengan rakyat pemilihnya serta lebih aspiratif dan dapat memperjuangkan rakyat pemilihnya. Sistem ini memiliki kelemahan berupa partai yang kalah dalam pemilu akan kehilangan suaranya. Sistem distrik lebih memperjuangkan kepentingan distrik. Selain itu, hal ini juga akan memudahkan munculnya pengkotakan etnis dan agama dan mendorong terjadinya dis-integrasi. Sistem Proporsional Sistem jenis ini memilih beberapa wakil dalam satu wilayah. Keuntungan penggunana sistem ini adalah lebih demokratis, sebab menggunakan asas one man one vote. Suara pemilih tidak akan hilang, sistem ini berbeda dengan sistem sebelumnya.Selain itu, keuntungan lainnya adalah kualitas wakil rakyat bisa terpantau dan dapat terseleksi dengan baik melalui sistem daftar calon. Kelemahan penggunaan sistem proporsional adalah sistem yang satu ini kurang mendorong partai-partai untuk bekerjasama, cenderung mempertajam perbedaan antarpartai, wakil yang dipilih juga tidak mewakili rakyat pemilihnya, dan kekuatan partai sangat bergantung pada pemimpin partainya. Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional) Sistem campuran adalah sistem yang menggabungkan sistem distrik dan proporsional. Setengah dari anggota parlemen akan dipilih melalui sistem distrik dan setengahnya lagi akan dipilih melalui proporsional. Hal ini akan memunculkan keterwakilan sekaligus dalam kesatuan geografis.9 E. Penyelenggaraan Pilkada Yang Ada di Indonesia
Abdullah Umar, “Makalah Tentang Pemilu”, diakses dari http://sensorku.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-pemilu.html?m=1, pada tanggal 2 April 2019 pukul 22.00 9
11
Penyelenggaraan Pemilu termasuk Pilkada merupakan wujud pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Pada sistem demokrasi tidak langsung (indirect
democracy)
atau
demokrasi
perwakilan
(representative
democracy),
dilaksanakannya Pilkada bertujuan agar Kepala Daerah benar-benar bertindak atas nama rakyat sehingga pemilihannya harus dilakukan sendiri oleh rakyat melalui Pemilu (Marijan, 2010: 37). Artinya, penyelenggaraan Pilkada untuk memilih Kepala Daerah merupakan mekanisme demokratis agar rakyat dapat menentukan Kepala Daerah yang dapat memperjuangkan kepentingan- kepentingannya. Oleh karena itu, sesungguhnya penyelenggaraan Pilkada adalah sarana pemberian mandat dan legitimasi dari rakyat kepada Kepala Daerah
dengan
harapan
Kepala
Daerah yang terpilih dapat
memperjuangkan kepentingan rakyat. Meski demikian, ternyata banyak sekali Kepala Daerah yang menyalahgunakan kekuasaannya dengan melakukan korupsi.10 UU No. 22 Tahun 1999 membawa perubahan yang cukup signifikan dalam mekanisme maupun substansi pemilihan kepala daerah. Secara procedural, pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, mulai dari tahap pencalonan sampai dengan penetapan. Mekanisme semacam ini memberikan kewenangan politik yang lebih besar bagi masyarakat di daerah untuk menentukan siapa yang akan menjadi kepala daerahnya. Dalam pandangan Rosseau, demokrasi tanpa partisipasi langsung oleh rakyat merupakan bentuk pengingkaran terhadap demokrasi itu sendiri. Asumsi inilah yang mendasari pandangan bahwa pemilihan para pejabat politik secara langsung lebih demokratis dibandingkan melalui mekanisme perwakilan. Dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945 amandemen keempat yang mensyaratkan pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokrasi. Pemilihan secara langsung diyakini sebagai mekanisme yang lebih demokratis dibandingkan pemilihan secara perwakilan oleh DPRD. Fakta menunjukkkan bahwa di sejumlah daerah, pemilihan daerah justru menjadi ajang pertarungan kepentingan dan pertarungan capital antara
Cucu Sutrisno,”Partisipasi Warga Negara Dalam Pilkada”, Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, vol. 2, no. 2, hal 36. 10
12
DPRD, partai politik, dan para kandidat kepala daerah. Hal ini lah yang menguatkan tuntutan diselenggarakannya pemilihan kepala daerah secara langsung.11 Dalam perkembangan selanjutnya, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Lahirnya Undangundang Nomor 12 Tahun 2008 bahwa pemilihan kepala daerah adalah pemilihan yang dilakukan secara langsung sesungguhnya harus dipandang sebagai politik hukum pemilihan kepala daerah.12
11
Dede Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi & Politik Desentralisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hal. 27-38. 12 Nopyandri, “Pemilihan Kepala Daerah Yang Demokratis Dalam Perspektif UUD 1945”, Jurnal Ilmu Hukum, vol. 2, no. 2, hal. 10.
13
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekkan dalam hidup bernegara antara abad ke-6 sampai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktikkan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung. Gagasan demokrasi kuno berakhir pada abad pertengahan. Pada masa ini lahir pula keinginan menghidupkan demokrasi. Demokrasi langsung merupakan sistem politik dengan hak pembuatan keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Perkembangan demokrasi di Indonesia yaitu,
Demokrasi Parlementer / Liberal ( 1945 – 1959 )
Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)
Demokrasi Pancasila pada Era Orde Baru ( 1966 – 1998 )
Demokrasi Langsung pada Era Orde Reformasi
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pilkada juga dapat diartikan sebagai pemilihan Bupati/walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan kab/kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
14
DAFTAR PUSTAKA Dwi Sulisworo dan Wahyuningsih dan Baegaqi Arif. 2012. Demokrasi. Jakarta Hibah Atika Afifa Maziyyah. 2019. Sejarah Demokrasi Indonesia. Paper presented at team academia Dede Mariana dan Caroline Paskarina. 2008. Demokrasi dan Politik Desentralisasi. Yogyakarta. Graha Ilmu. Nopyandri, Pemilihan Kepala Daerah Yang Demokratis Dalam Perspektif UUD 1945, Jurnal Ilmu Hukum, vol. 2, no. 2. Cucu Sutrisno, Partisipasi Warga Negara Dalam Pilkada, Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, vol. 2, no. 2. Abdullah
Umar,
Makalah
Tentang
Pemilu”,
diakses
dari
http://sensorku.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-pemilu.html?m=1, pada tanggal 2 April 2019 pukul 22.00 Srijanti dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta Barat. Graha Ilmu. Kaelan. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta. Paradigma. Muhammad Erwin. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung . PT Refika Aditama.
15