SEDIAAN SOLID Sediaan solid adalah sediaan yang mempunyai bentuk dan tekstur yang padat serta kompak. Formulasi sediaan solid adalah proses untuk memperoleh sediaan solid yang memenuhi persyaratan aman, efektif, dan akseptabel secara ketersediaan farmasetik (Murtini dan Elisa 2018). Sediaan solid memiliki keunggulan dibandingkan dengan sediaan cair, antara lain takaran dosis yang diberikan lebih tepat, dapat menghilangkan atau mengurangi rasa tidak enak dari bahan obat, sediaan obat lebih stabil dalam bentuk padat sehingga waktu kadaluwarsa obat lebih lama, tempat penyimpanan lebih efisien, dan biaya transportasi lebih murah karena tidak ada risiko botol hancur. Namun selain keunggulan, pada sediaan solid juga terdapat keterbatasan, diantaranya sulit ditelan oleh beberapa pasien, tidak dapat digunakan untuk pasien koma atau yang menggunakan tabung pernapasan, dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk diabsorpsi dalam tubuh dibandingkan dengan bentuk sediaan cair. Dalam produksinya, industri farmasipun dituntut menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice), melalui SK Menkes No 43/Menkes/SK/11/1988. Melalui SK ini semua industri farmasi diwajibkan memproduksi obat yang terjamin khasiat, keamanan, dan mutu yang baik. Suatu obat dikatakan bermutu harus memenuhi 5 persyaratan utama, yaitu identitas pada label harus sesuai dengan isinya (identity), mutu harus seragam (uniformity), potensi zat aktif harus sesuai dengan yang tertera pada label (potency), bekhasiat (efficacy), dan aman (safety). Dalam produksi, industri farmasi harus memperhatikan manajemen mutu, bangunan, fasilitas, peralatan, sanitasi, higiene, karantina, dan penyerahan produk jadi. Semua ini tertuang pada CPOB (Cara pembuatan obat yang baik). Sediaan solid ini mempunyai bermacam-macam bentuk yaitu tablet, kapsul, supositoria, serbuk, pil, dan granul.
A. Tablet Tablet adalah sedian padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau cembung rangkap. Namun demikian, umumnya bulat yang didalamnya mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anief 2000). Tablet juga memiliki perbedaan dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan
ataupun ketebalannya. Kebanyakan tipe atau jenis tablet dimaksudkan untuk ditelan dan kemudian dihancurkan dan kemudian melepaskan bahan obat yang ada di dalam tablet tersebut ke dalam saluran pencernaan farmasetik (Murtini dan Elisa 2018). Tablet umumnya berbentuk bundar dengan permukaan datar atau konveks. Namun ada beberapa tablet yang memiliki bentuk khusus seperti kaplet, segitiga, lonjong, empat persegi, dan enam persegi (heksagonal). Hal ini bertujuan agar tablet tersebut membedakan produk dari satu pabrik dengan pabrik lainnya. Selain mempunyai bentukyang berbeda, tablet juga mempunyai ukuran, bobot, kekerasan, ketebalan, sifat solusi dan disintegrasi serta dalam aspek lain, tergantung pada penggunaan yang dimaksud dan metode pembuatannya. Menurut Voigt (1994), tablet memiliki garis tengah yang pada umumnya berkisar antara 15-17 mm dengan bobot tablet pada umumnya berkisar 0.1 - 1 gram. Dalam suatu sediaan farmasi, selain zat aktif yang ada dalam tablet juga dibutuhkan eksipien atau semacam bahan tambahan. Eksipien disini merupakan bahan bukan zat aktif yang ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi. Walaupun eksipien bukan merupakan zat aktif, adanya eksipien sangat penting untuk keberhasilan produksi sediaan yang dapat diterima (Murtini dan Elisa 2018). Menurut Anief (2000), zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi untuk memperbesar volume tablet seperti Amilum Manihot, Kalsium Fosfat, Kalsium Karbonat, dan zat lain yang cocok. Selain itu, zat yang sering ditambahkan dalam tablet adalah zat pengikat agar tablet tidak pecah atau retak dan dapat merekat seperti Musilago 10-20% dan larutan Metilcellulosum 5%. Selanjutnya adalah zat penghancur, yaitu digunakan agar tablet dapat hancur dalam saluran pencernaan seperti Amilum Manihot kering, Gelatin, Natrium Alginat. Terakhir adalah zat pelicin untuk mencegah agar tablet tidak melekat pada cetakan seperti Talkum 5%, Magnesium stearat, dan Natrium Benzoat. Berdasarkan cara pemakaiannya, tablet dapat dibagi menjadi dua yaitu tablet oral dan tablet non-oral. Tablet oral terdiri dari tablet kempa/tablet standar (tk) yaitu tablet tak bersalut yang dibuat dengan siklus pengempaan tunggal dan biasanya terdiri atas zat aktif tunggal atau lebih dengan penambahan zat pembantu/pembawa.
Tablet multikempa yaitu tablet yang dibuat dengan lebih dari satu siklus kempa tunggal. Tablet salut kempa yaitu tablet kempa yang di buat dengan mengempa granulasi tablet tambahan di sekeliling tablet inti, disebut juga tablet salut kering. Tablet kerja cepat yaitu tablet berlapis dimana satu lapisan segera melepaskan zat aktifnya atau salut yang segera disintegrasi ke lambung, sementara lapisan yang lain di formulasikan larut dalam usus. Tablet lepas-lambat diperpanjang yaitu tablet yang memberikan sejumlah zat aktif awal yang cukup untuk menimbulkan kerja dengan cepat terhadap respon terapi awal yang di inginkan dan sejumlah zat aktif tambahan yang mempertahankan responsi terapi yang di timbulkan konsentrasi awal selama beberapa jam yang di inginkan melebihi masa kerja yang di berikan. Tablet Salut enterik yaitu tablet kempa konvensional di salut dengan suatu zat seperti selak atau suatu senyawa selulosa, yang tidak terdisolusi dalam lambung, tetapi larut dalam saluran usus. Tablet Salut Gula/Cokelat yaitu tablet kempa konvensional yang di salut dengan beberapa lapisan tipis larutan gula berwarna atau tidak berwarna secara berturut-turut. Tablet Salut Film ( tipis ) yaitu tablet kempa konvensional di salut dengan film tipis polimerik larutan-air di beri warna atau tidak di beri warna yang terdisintegrasi segera dalam saluran cerna. Tablet Kulum ( Tablet Isap ) yaitu tablet kempa berbentuk piringan dan solid yang di buat dari zat aktif dan zat pemberi aroma dan rasa yang menyenangkan, dimaksudkan untuk terdisolusi secara lambat untuk efek lokal pada selaput moluska mulut. Tablet Kunyah yaitu tablet kempa yang di desain untuk di kunyah sebelum di telan. Tablet effervescent yaitu tablet berbuih dilakukan dengan cara kompresi granulasi yang mengandung garamgaram effervescent atau bahan bahan lain yang mampu melepaskan gas ketika bercampur dengan air. Campurannya biasanya adalah asam dan basa. Asamnya adalah Asam Sitrat atau Asam Tartrat. Sadangkan basanya adalah Basa Karbonat. Tablet pembagi yaitu Tablet untuk membuat resep, lebih tepat disebut tablet campuran, karena hanya digunakan untuk pencampuran. Obat ini tidak pernah diberikan kepada pasien sebagai tablet tersendiri. Tablet Bukal dan Tablet Sublingual yaitu tablet yang di desain untuk ditahan dalam mulut ; yaitu tablet yang disisipkan di antara pipi dan gusi (tablet bukal) → tujuannya supaya hancur dan melarut perlahan-lahan (contoh : tablet progesteron), sedangkan yang digunakan di bawah lidah (tablet sublingual) → tujuannya agar obat dapat
cepat diabsorpsi melalui mukosa oral → efek yang dihasilkan lebih cepat. Biasanya bentuknya datar. Kedua cara ini berguna untuk penyerapan obat yang dirusak oleh asam lambung dan atau sedikit sekali diabsorpsi oleh saluran pencernaan.empat tablet ini melepaskan zat aktif yang di kandungnya, guna di absorbsi langsung melalui mukosa mulut. Selain itu tablet nonoral terdiri dari tablet dispensing yaitu tablet kempa yang biasa digunakan apoteker untuk meracik bentuk sediaan solid dan cairan. Tablet Triturat fungsinya sama dengan tablet dispensing, sangat toksik dan keras. Tablet Hipodermik yaitu tablet kempa yang mudah larut sempurna dalam air. Tablet ini dimasukkan di bawah kulit dibuat secara septik dan se-steril mungkin. Asalnya merupakan tablet triturat → tujuannya untuk digunakan oleh dokter dalam membuat larutan parenteral secara mendadak. Sekarang jarang diproduksi karena kesukarannya dalam mengusahakan sterilitas dan tersedianya obat dalam jumlah besar. Tablet Implantasi yaitu tablet yang di desain dan dibuat secara aseptik untuk implantasi subkutan pada hewan atau manusia. Tablet Vaginal yaitu tablet sisipan yang didesain untuk terdisolusi dan pelepasan zat aktif dalam rongga vaginal. Pemberiannya melalui vagina. Yaitu tablet Rektal Tablet yang didesain untuk dimasukkan melalui rektal/dubur. Biasanya pengobatan ini memiliki 2 tujuan : absorbsi sistemik, dan untuk meringankan atau mengobati gejala penyakit lokal.
B. Kapsul Kata kapsul berasal dari bahasa latin, yaitu Capsula. Capsula jika diterjemahkan berarti kotak kecil atau wadah kecil. Wadah yang dimaksud berupa cangkang dan biasanya biasanya terbuat dari gelatin. Namun demikian, cangkang dapat juga terbuat dari dari pati atau bahan lain yang sesuai. Kapsul dapat juga diartikan sebagai sediaan padat yang terdiri dari satu macam obat atau lebih atau bahan inert lainnya yang dimasukan ke dalam cangkang kapsul gelatin keras atau lunak yang dapat larut (Murtini dan Elisa 2018). Selain digunakan per oral, kapsul juga dapat digunakan dengan menyisipkan ke dalam rectum sehingga obat dilepaskan dan diabsorpsi di tempat tersebut contohnya adalah kapsul rectum. Cangkang kapsul dapat berupa kapsul keras dan kapsul lunak. Cangkang tersebut dibuat dari bahan baku gelatin, gula dan air. Selain itu, cangkang kapsul
bentuknya dapat terlihat jernih dan buram. Buramnya cangkang kapsul ini karena dalam olahannya ditambah titanium oksida. Cangkang kapsul ada juga yang berwarna atau polos, tidak berasa, mudah larut dalam air panas, serta bersifat higroskopis. Bahan baku yang berupa gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, tetapi mudah mengalami peruraian dari mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair. Cangkang kapsul gelatin yang lunak mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras. Biasanya, pada pembuatan cangkang kapsul yang terbuat dari gelatin ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur dalam cangkang kapsul tersebut. Selain itu, cangkang kapsul gelatin biasanya mengandung kelembapan antara 9-12%. Namun demikian, ada juga yang mengatakan sekitar 13-16% (Murtini dan Elisa 2018). Bentuk kapsul gelatin cangkang keras umumnya bulat panjang dan ujungnya tumpul. Tetapi, di beberapa pabrik membuat cangkang kapsul dengan bentuk khusus. Misalnya, ujung cangkang lebih runcing atau rata. Cangkang kapsul keras yang diisi di pabrik sering kali mempunyai warna dan bentuk berbeda atau diberi tanda. Hal ini dimaksudkan untuk menandakan identitas pabrik pembuat. Cangkang kapsul yang mengandung zat warna juga diizinkan. Biasanya zat warna ini berasal dari berbagai oksida besi, bahan seperti titanium dioksida, bahan pendispersi, dan ada juga yang berasal dari bahan pengeras seperti sukrosa dan pengawet. Biasanya bahan ini mengandung antara 10 - 15% air (Murtini dan Elisa 2018). Cangkang kapsul lunak yang dibuat dari gelatin (kadang-kadang disebut juga dengan istilah gel lunak) kondisinya sedikit lebih tebal dibanding kapsul cangkang keras. Pembuatan cangkang kapsul lunak ini dapat diplastisasi dengan penambahan senyawa alkohol polihidrat, seperti: sorbitol atau gliserin. Selain itu, cangkang kapsul gelatin lunak dapat juga mengandung pigmen atau pewarna, bahan opak seperti titanium dioksida, pengawet seperti metilparaben dan/atau propilparaben (untuk mencegah pertumbuhan mikroba), pengharum, dan pemanis (sukrosa) 5%. Cangkang kapsul gelatin lunak umumnya mengandung air 6 - 13% serta umumnya berbentuk bulat atau silindris atau bulat telur (disebut pearles atau globula). Cangkang kapsul lunak tidak dipakai di apotek tetapi diproduksi secara besarbesaran di pabrik dan biasanya diisi dengan cairan. Cangkang kapsul lunak yang
bekerja secara long acting umumnya berisi granula dan disebut spansule (Murtini dan Elisa 2018). Pembuatan kapsul dapat dilakukan dalam 2 metode yaitu proses Lempeng dan Rotary die process atau Robert P. Scherer . Dalam proses lempeng ini dilakukan dengan cara selembar gelatin hangat yang tidak berwarna ditempatkan pada permukaan cetakan bagian bawah kemudian obat yang cair dituangkan kedalamnya, selanjutnya selembar gelatin lainnya diletakkan diatasnya dan diberi tekanan, sehingga tekanan ini bertindak sebagai pembuat kapsul. Pengisian bahan obat dan pemasangan segelnya dilakukan dalam waktu bersamaan dan secara simultan. Kapsul yang sudah dicetak dipindahkan dan dicuci dengan pelarut yang tidak mengganggu atau merusak kapsul. Metode Rotary die process atau Robert P. Scherer dapat dilakukan dengan csairan gelatin yang ada dalam tangki dan diletakkan lebih tinggi dituangkan melalui mesin dan membentuk menjadi dua buah pita yang berurutan oleh mesin rotary die. Dalam waktu yang bersamaan bahan obat yang akan diisikan dan telah diukur, dimasukkan diantara kedua pita secara tepat, ketika itu dies membentuk kantung- kantung dari pita gelatin. Kemudian kantung yang sudah terisi disegel dengan tekanan dan panas, dan akan terlempar dari pita.
C. Supositoria dan Ovula Supositoria (Suppositoria) adalah suatu bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dilakukan dengan cara memasukkan sediaan tersebut melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana sediaan tersebut akan melebur, melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik (Ansel 1989). Sediaan ini cara pemakaiannya diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Supositoria ini umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Sementara itu, ovula merupakan bentuk sediaan padat yang saat digunakan melalui vaginal. Ovula umumnya berbentuk telur, dapat melarut, melunak, meleleh pada suhu tubuh. Saudara mahasiswa, sebenarnya ovula dapat dikategorikan kedalam jenis supositoria. Namun demikian, penggunaan nama ovula dimaksudkan agar dapat merujuk pada bentuk sediaan dan rute pemberiannya yang hanya lewat vaginal. Terdapat bermacam-macam jenis untuk sediaan dari supositoria ini. Penggolongannya
ada
yang
didasarkan
kepada
bentuk
ataupun
cara
penggunaannya. Berikut adalah macam-macam jenis supositoria berdasarkan penggolongannya tersebut, yaitu rektal Supositoria rectal (anus) berbentuk seperti peluru dengan panjang ±32 mm (1,5 inci). Bentuk ini memberi keuntungan, yaitu apabila bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur, maka suppos akan tertarik masuk dengan sendirinya. Selanjutnya adalah bentuk vaginal suppositoria. Suppositoria ini diaplikasikan dengan memasukkannya ke dalam vagina dengan alat. Terakhir adalah urethral suppositoria. Suppositoria ini diaplikasikan dengan memasukkannya ke dalam urethra (saluran kemih) pria dan wanita. Bahan-bahan dasar supositoria dapat dibedakan menjadi basis berlemak yang meleleh pada suhu tubuh seperti Oleum Cacao, basis yang larut dalam air atau yang bercampur dengan air seperti Gliserin, dan basis campuran seperti polioksil 40 stearat (campuran ester monostearat dan distearat dari polioksietilendiol dan glikol bebas. Beberapa basis tertentu menghasilkan pelepasan obat yang lebih efisien dibandingkan yang lainnya. Hal ini dapat Anda pelajari pada contoh di bawah ini. Oleum cacao (Theobroma oil) atau lemak coklat meleleh dengan cepat pada suhu tubuh, tetapi karena basis tidak bercampur dengan cairan tubuh, obat larut lemak cenderung bertahan dalam oleum cacao dan kecil kecendrungannya untuk masuk ke dalam cairan tubuh. Sebaliknya, obat yang larut air dalam basis lemak coklat biasanya menghasilkan pelepasan yang baik. Obat yang larut lemak lebih mudah terlepas dari basis gelatin tergliserinasi atau polietilenglikol, karena keduanya larut perlahan dalam cairan tubuh. Pada pemulihan iritasi atau imflamasi misal pada pengobatan gangguan rektal, oleum cacao merupakan basis yang sangat baik karena memiliki sifat pelembut atau melunakkan dan daya kerjanya menyebar. Pemberiaan sediaan berbentuk supositoria dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bahan obat yang diberikan melalui rektum dosisnya dapat lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan pemberian obat secara oral. Hal tersebut tergantung dari faktor-faktor keadaan tubuh pasien, sifat fisika kimia obat, kemampuan obat melewati rintangan fisiologi untuk dapat di absorpsi, sifat pembawa suppositoria dan kemampuan basis untuk melepaskan obat supaya siap di absorpsi. Panjang rektum kira-kira 15 – 20 cm. Saat keadaan kolon kosong rektum berisi antara 2 – 3 ml cairan mukosa. Dalam kondisi istirahat, rektal tidak bergerak dan tidak ada vili atau mikrovili pada mukosa rektal. Namun demikian, terdapat vaskularisasi
berlimpah pada daerah submucosa dinding rektal dengan pembuluh darah dan limpa. Faktor fisika dan kimia dari obat yang dapat mempengaruhi absorpsi meliputi dua hal berikut ini yaitu sifat seperti kelarutan obat relatif dalam lemak dan dalam air dan ukuran partikel obat terdispersi. Faktor fisika dan kimia dari basis yang dapat mempengaruhi absorpsi meliputi tiga hal berikut ini yaitu kemampuan meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh, kemampuan melepaskan bahan obat, dan karakteristik hidrofilik dan hidrofobik
D. Serbuk Sediaan serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. Terdapat 2 macam serbuk farmasi, yaitu serbuk terbagi dan serbuk tidak terbagi. Bentuk serbuk mempunyai luas permukaan yang lebih luas sehingga lebih mudah larut dan lebih mudah terdispersi daripada bentuk sediaan obat lainnya seperti kapsul, tablet, pil. Obat yang terlalu besar volumenya untuk dibuat tablet atau kapsul dalam ukuran yang lazim, dapat dibuat dalam bentuk serbuk (Syamsuni 2006). Sediaan serbuk diharapkan tidak higroskopis sehingga tidak mudah mencair ataupun menguap sehingga penyimpanan serbuk obat harus terlindung dari lembab, udara, panas dan oksigen serta memperhatikan homogenitas dalam pencampuran. Secara umum syarat serbuk tidak boleh menggumpal atau megandung air (kering), harus bebas dari butiran-butiran kasar (Halus), setiap bagian campuran serbuk harus mengandung bahan-bahan yang sama dan dalam perbandingan yang sama pula (Homogen), dan memenuhi uji keseragaman bobot (seragam dalam bobot) atau keseragaman kandungan (seragam dalam zat yang terkandung) yang berlaku untuk serbuk terbagi/pulveres yang mengandung obat keras, narkotik dan psikotropik (Ekarina R.Himawati 2012). Keuntungan obat bentuk serbuk adalah pertama, obat lebih mudah terdispersi dan lebih larut daripada sediaan yang dipadatkan. Kedua, lebih mudah diaplikasikan dari pada sediaan cair atau sediaan padat lainnya. Ketiga, masalah stabilitas yang sering di hadapi dalam sediaan cair tidak ditemukan dalam sediaan serbuk. Keempat, Obat yang tidak stabil dalam suspensi atau larutan air dapat dibuat dalam bentuk serbuk. Selain itu, obat dengan
volume yang terlalu besar untuk dibuat tablet atau kapsul dapat dibuat dalam bentuk serbuk. Kerugian bentuk serbuk adalah, pertama tidak tertutupinya rasa dan bau yang tidak enak (pahit, sepet, lengket di lidah, amis dan lain – lain). Kedua, pada penyimpanan kadang terjadi lembab atau basah (Syamsuni 2006). Puyer atau pulveres merupakan serbuk yang diracik dari satu atau beberapa bahan aktif, dicampurkan menjadi satu dan dihaluskan, setelah itu dibagi dalam bagian-bagian yang sama rata dan dibungkus menggunakan kertas perkamen, biasanya ditujukan untuk pemakaian oral. Pulveres memang memiliki beberapa keuntungan dari sediaan lainnya antara lain dosis mudah disesuaikan dengan berat badan anak secara tepat, obat dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan pasien, praktis, cara pemberian yang mudah khususnya untuk anak yang masih kecil yang belum dapat menelan tablet (Wiedyaningsih dan Widyaswari 2013). Kerugian obat diserahkan dalam bentuk pulveres meliputi , kemungkinan efek samping dan interaksi obat meningkat, waktu untuk menyediakan obat puyer relatif 3 lebih lama, berat tiap bungkus berbeda karena pulveres tidak ditimbang satu per satu untuk tiap bungkus, kemungkinan terdapat kesalahan menimbang, sulit melakukan kontrol kualitas, menurunnya stabilitas obat, dapat meningkatkan toksisitas, efekivitas obat dapat berkurang karena sebagian obat akan menempel pada blender/mortir dan kertas pembungkus, tingkat higienisitasnya cenderung lebih rendah daripada obat yang dibuat di pabrik, serta peresepan obat racik puyer meningkatkan kecenderungan penggunaan obat irasional karena penggunaan obat polifarmasi tidak mudah diketahui oleh pasien (Wiedyaningsih dan Widyaswari 2013).
E. Pil Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat (Anief 2000). Bobot pil antara 65 dan 300 mg, kecuali yang tersalut. Pil diberikan dengan cara diletakkan di atas lidah ataupun ditelan dengan bantuan air minum. Pil yang sangat kecil dikenal dengan nama granula, sedangkan pil yang paling besar, yang biasanya digunakan untuk pengobatan hewan, disebut boli. Adapun komposisi dari pil yaitu zat aktif dan zat tambahan. Zat tambahan yang biasanya digunakan adalah zat pengisi (akar manis atau bahan
lain yang cocok), zat pengikat (Sari akar manis, Gom akasia, tragakan, campuran bahan tersebut, atau bahan lain yang cocok), zat pembasah (Air, gliserol, sirup, madu, campuran bahan tersebut atau bahan lain yang cocok), zat penabur (Likopodium atau talk, atau bahan lain yang cocok), dan zat penyalut (Perak, balsam tolu, keratin, sirlak, kolodium, salol, gelatin, gula, atau bahan lain yang cocok). Pada prinsipnya pembuatan pil adalah mencampurkan bahan-bahan, baik bahan obat atau zat utama dan zat-zat tambahan sampai homogen. Setelah homogen,campuran ini ditetesi dengan zat pembasah sampai menjadi massa lembak pil yang baik, lalu dibuat bentuk batang (silinder) dengan cara menekan sampai sepanjang alat pil yang dikehendaki, kemudian dipotong dengan alat pemotong pil sesuai jumlah pil yang diminta. Bahan penabur ditaburkan pada alat penggulung, dan alat pemotong pil, agar massa pil tidak melekat pada alat pembuat pil tersebut.
F. Granul Granul adalah gumpalan dari partikel-partikel yang lebih kecil (serbuk), umumnya berbentuk tidak merata atau berbentuk kebulat-bulatan dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan mengalir. Pembuata granul memiliki beberapa tujuan seperti membuat bahan mengalir bebas, memadatkan bahan, membuat campuran menjadi lebih homogen, memperbaiki karakteristik pengempaan bahan aktif, mengendalikan laju pelepasan bahan aktif, dan memberi kemudahan pengukuran atau dispersing voleme g. mengurangi debu. Sedangkan menurut Lachman et al. (1994) tujuan proses granulasi adalah membentuk partikel menjadi berbentuk spheris (bundar), sehingga titik kontak antar partikel menjadi minimal, sehingga relatif bebas dari muatan listrik menyebabkan partikel tidak saling berikatan, membentuk partikel– partikel kasar yang mempunyai diameter yang ukurannya sama, terbentuknya distribusi bahan aktif di dalam setiap granul yang merata, sehingga menjadi homogen, dan membentuk komponen yang bisa dan mudah dicetak. Granul dibuat dengan cara melembapkan serbuk atau campuran serbuk yang digiling dan melewatkan adonan yang sedah lembap pada celah ayakan dengan ukuran lubang ayakan yang sesuai dengan ukuran granul yang dikehendaki,
kemudiaan granul yang terbentuk dikeringkan dengan pengaruh udara atau di bawah pengaruh panas (sesuai dengan sifat bahan) sambil digerak-gerakkan di atas nampan pengering untuk menghindari perekatan granul. Granul yang mengandung bahan yang bersifat higroskopis dapat diatasi dengan menambahkan silika gel yang merupakan suatu eksipien dengan porositas yang tinggi. Jika dalam melakukan pencampuran, granulasi, dan pengeringan menggunakan cara-cara klasik maka sebagai
pengikat
sebaiknya
digunakan
senyawa
turunan
selulosa
atau
polivinilpirolidon dalam pelarut organik.
DAFTAR PUSTAKA Anief M. 2000. Ilmu Meracik Obat. Edisi ke-9. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press Voigh, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University press. Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Jakarta (ID): UI Press Murtini G, Elisa Y. 2018. Teknologi Sediaan Solid. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Lachman CL, Lieberman HA, Kanig, JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
SEDIAAN FARMASI DAN TERAPI UMUM SEDIAAN SOLID
Disusun oleh:
Annisa Yohanes Dewi Nuriatul Sapitri
B04150039 B04150005
LABORATORIUM FARMASI VETERINER DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2019