62727_laporan Viral Kelompok 5.docx

  • Uploaded by: Annisa Yohanes
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 62727_laporan Viral Kelompok 5.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,719
  • Pages: 17
Hari/tanggal

: Selasa/ 16 Oktober 2018

Dosen

: Drh Surachmi Setyaningsih, Ph.D

Kelompok Praktikum : Kelompok 5/Sore

PENGUJIAN AVIAN INFLUENZA DAN NEWCASTLE DISEASE DENGAN UJI RT-PCR

Anggota Kelompok: Damar pramesti K

(B04150024)

Andi Supriyanto

(B04150031)

Viki yudis

(B04150034)

Dian Utami

(B04150035)

Miftahuddin Azis

(B04150036)

Rizky Verdy A G

(B04150037)

Panji Khoirul A

(B04150038)

Annisa Yohanes

(B04150039)

Jaclyn Dass

(B04158007)

Hilman Bin Jahaluddin

(B04158009)

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT HEWAN DAN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2018 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Konsumsi protein hewani di Indonesia dalam 5 tahun terakhir terus meningkat salah satunya yaitu protein asal unggas. Hal ini menuntut industri peternakan

unggas

untuk

menaikan

jumlah

produksi.

Namun,

selama

pemeliharaan, unggas sering terinfeksi penyakit yang dapat menurunkan kualitas dan menimbulkan kerugian bagi peternak. Penyebab penyakit pada unggas dapat bermacam-macam salah satunya yaitu virus. Sangat banyak penyakit viral yang dapat mengancam peternakan unggas beberapa di antaranya yaitu Newcastle disease (ND) dan Avian Influenza (AI). Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit menular akut yang menyerang ayam dan jenis unggas lainnya dengan gejala klinis berupa gangguan pernafasan, pencernaan dan syaraf disertai mortalitas yang sangat tinggi (Dirtjen PHK 2014). Penyakit ND dikenal pula dengan sebutan penyakit tetelo, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan istilah penyakit gerubug. Kejadian penyakit bersifat akut sampai kronis, dapat menyerang semua jenis unggas terutama ayam, baik ayam ras maupun ayam bukan ras (buras) (Santhia, 2003; Tabbu, 2000). Penyebab ND adalah virus yang tergolong Paramyxovirus, termasuk virus ss- RNA yang berukuran 150-250 milimikron, dengan bentuk bervariasi tetapi umumnya berbentuk spherik.Penularan dari satu tempat ke tempat lain terjadi melalui alat transportasi, pekerja kandang, burung dan hewan lain, debu kandang, angin, serangga, makanan dan karung makanan yang tercemar. Dapat pula melalui transportasi dari karkas ayam yang tertular virus ND dan ayam dalam masa inkubasi (Dirtjen PHK 2014). Avian influenza (AI) merupakan penyakit viral akut pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza type A subtipe H5 dan H7 (Dirtjen PHK 2014). Virus Avian Influenza (VAI) subtipe H5N1 sejak tahun 1959 sudah mulai mewabah di berbagai belahan dunia. Unggas-unggas pada sejumlah negara di benua Asia, Afrika, Amerika, Australia bahkan Eropa dalam kurun waktu yang

panjang telah terinfeksi virus AI tersebut sehingga menyebabkan kerugian besar. Wabah inisemakin meluas pada jenis unggas lainnya termasuk angsa, itik, burung puyuh bahkan burung liar (European Commission 2000). Penyebab avian influenza (AI) merupakan virus ss-RNA yang tergolong family Orthomyxoviridae, dengan diameter 80-120 nm dan panjang 200-300 nm. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dari unggas terinfeksi dan unggas peka melalui saluran pernapasan, konjungtiva, lendir dan feses; atau secara tidak langsung melalui debu, pakan, air minum, petugas, peralatan kandang, sepatu, baju dan kendaraan yang terkontaminasi virus AI serta ayam hidup yang terinfeksi (Dirtjen PHK 2014). Semua unggas dapat terserang virus influenza A, tetapi wabah AI sering menyerang ayam dan kalkun. Penyakit ini bersifat zoonosis dan angka kematian sangat tinggi karena dapat mencapai 100%. Kedua penyakit ini sangat berbahaya dan sangat menurunkan produktivitas dari petenakan. Karena itu perlu untuk melakukan pencegahan dan deteksi dini untuk mengetahui keberadaan virus pada unggas. Banyak metode untuk mendeteksi keberadaan antigen ND atau AI salah satunya menggunakan uji Realtime Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) (Poddar 2002). Real Time PCR adalah teknik yang digunakan untuk memonitor progress reaksi PCR pada waktu yang sama (Dorak 2006). Selain itu, RT-PCR juga dikenal sebagai quantitative PCR (qPCR). Jumlah produk PCR (DNA, cDNA atau RNA) yang relatif sedikit, dapat dihitung secara kuantitatif.

1.2. Tujuan Untuk mengetahui cara mendeteksi antigen ND dan AL pada unggas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Avian Influenza (AI) Avian

Influenza

(AI)

disebabkan

oleh

virus

AI

dari

family

Orthomyxoviridae. Virus AI terdiri atas 3 tipe antigenik berbeda, yaitu A, B, dan C, juga mempunyai subtipe yang dibagi berdasarkan kandungan protein yang terdapat pada permukaannya yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Masing - masing HA dan NA terbagi lagi menjadi 16 subtipe H dan 9 subtipe N. Kandungan protein tersebut yang menentukan virus AI bersifat high patogenik atau lowpatogenik. Sifat virus AI adalah dapat menghemaglutinasi sel darah merah unggas, dapat bertahan hidup pada feses ayam dalam waktu yang lama, di air sampai 4 hari pada suhu 22⁰C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0⁰C.Virus AI bersifat labil sehingga mudah berubah sifat dari tidak ganas menjadi ganas atau sebaliknya (Murphy et al. 2006). Virus avian influenza dibedakan menjadi dua bentuk berdasarkan tingkat keparahan penyakit, yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) (Swayne 2008). Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak dibagian terluar dari virion (Horimoto and Kawaoka 2001). Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari (i) protein nukleokapsid (NP) (ii). Hemaglutinin (HA), (iii). Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C. (Horimoto and Kawaoka 2001). Unggas yang terkena HPAI sering terlihat memisahkan diri dari kawanan dan tidak banyak bergerak (Sudarisman 2006). Gejala klinis pada ayam meliputi pembengkakan daerah kepala yang tidak ditumbuhi bulu, diare dengan kotoranberwarna kehijauan, kesulitan bernapas, kebiruan pada jengger, pial, dan kaki. Telur yang dihasilkan oleh unggas petelur berkerabang lembek, kemudian produksi telur berhenti secara cepat sejalan dengan perkembangan penyakit (Swayne 2008). Avian influenza tipe LPAI lebih rendah patogenitasnya. Gejala klinis yang terjadi ketika ayam terinfeksi LPAI tidak terlalu jelas. Gejala yang

sering terlihat adalah bulu kusut, penurunan produksi telur dan berat badan, serta gangguan pernapasan (Sudarisman 2004). Kerusakan jaringan yang terjadi bervariasi bergantung pada jenis virus dan spesies hewan. Perubahan yang parah umumnya terjadi pada organ reproduksi unggas petelur, yaitu ovarium dan saluran telur. Faktor yang sangat memengaruhi kasus infeksi virus AI yang terus terjadi di Indonesia adalah akibat dari penanganan virus AI yang belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari pola distribusi unggas di pasar-pasar yang tidak terkontrol, rendahnya biosekuriti pada perternakan unggas, terutama pada Sektor 3 dan 4, penyebaran virus AI yang berasal dari unggas air liar, dan juga masih lemahnya strategi vaksinasi (Tabbu 2000).

2.2. Newcastle disease (ND) Newcastle

disease

disebut

juga

penyakit

tetelo

atau

avian

pneumoencephalitis. Penyakit ini juga memiliki nama lokal, diantaranya konoku (Ghana bagian barat), twase obgo (Accra), nkoko yare (Volta), muzungo (Monzabi), mbendeni (Xistwa), dan ranikhet (Asia). Penyakit ini dapat menyerang semua jenis unggas, baik yang masih liar maupun yang sudah dibudidayakan (Fadillah dan Polana 2005). ND merupakan penyakit viral bersifat kompleks yang disebabkan oleh Avian paramyxovirus tipe-1 yang tergolong ke dalam genus Rubulavirus dan family paramyxovirus. Famili ini tergolong ke dalam virus RNA yang memiliki envelope serta memiliki sel target berupa sel epitel mukosa saluran pernapasan atau pencernaan Secara umum, virus ini mempunyai ukuran besar, beramplop dan berbentuk pleomorfik dengan diameter 150-300nm seperti pada Gambar 1. Virion terdiri dari susunan nukleokapsid heliks yang berisi asam inti RNA rantai tunggal (ssRNA), dikelilingi membran tipis yang terdiri dari lipid bilayer, lapisan protein, dan glikoprotein yang berbentuk paku menonjol pada permukaan partikel (Alexander 2003; Fenner dan Fransk 1995). Virus ND merupakan penyakit viral yang menular dan merupakan salah satu penyakit yang paling penting di dunia. Penyakit ini ditularkan melalui sekresi, terutama feses dari burung yang terinfeksi serta penularan juga dapat terjadi melalui pakan dan air minum yang terkontaminasi (Center for Food Security and Public Health 2008). Penularan

virus penyebab penyakit ND dapat melalui udara, kontak dengan ayam penderita virus yang mencemari makanan, air minum, dan peralatan kandang. Penyebaran virus ini sangat cepat, baik dari unggas ke unggas maupun dari kandang ke kandang. Unggas yang menderita penyakit ini akan akan menghasilkan telur yang mengandung virus ND, sehingga telur yang mengandung virus tersebut tidak akan menetas. Dua hari setelah virus menginfeksi unggas, unggas sudah menjadi sumber penyakit yang siap menebar pada kelompoknya, dan dari kandang ke kandang lain (Murtidjo 1992). Gejala klinis penyakit ND tergantung dari tingkat virulensi dari virus, infeksi virus galur velogenik dapat menimbulkan gejala gangguan pernapasan seperti sesak napas, ngorok, bersin serta gangguan syaraf seperti kelumpuhan sebagian atau total, tortikolis, serta depresi. Tanda lainnya adalah adanya pembengkakan jaringan di daerah sekitar mata dan leher. Infeksi virus galur mesogenik menimbulkan gejala klinis seperti gangguan pernapasan yaitu sesak napas, batuk, dan bersin. Infeksi virus galur lentogenik menunjukkan gejala ringan seperti penurunan produksi telur dan tidak terjadinya gangguan syaraf pada unggas terinfeksi. Morbiditas dan mortalitas tergantung pada tingkat virulensi dari galur virus, tingkat kekebalan vaksin, kondisi lingkungan, dan kepadatan di dalam kandang (Office International Epizootic 2002).

BAB III METODOLOGI 3.1. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah media tabung transport, kapas swab steril, gunting, ice packs, mikropippet 100 Ul, rak, plat mikrotitrasi 96, sumuran berdasar V atau U, yellow tips, tabung, lemari pendingin. Sedangkan rRT-PCR dilakukan menggunakan MagMAXTM-96 AI/ND Viral RNA Isolation Kit dari Ambion®. Komponen RT-PCR yang ada dalam kit adalah template primers (sense & antisense) & probe, reverse transcriptase, Taq polumerase, dNTPs, buffer (Mg+).

3.2. Metode 3.2.1. Pengambilan sampel Dalam praktikum ini digunakan sampel berupa koleksi swab dari kloaka dan atau nasofaring ayam yang diperoleh dari tempat berbeda. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 7 sampel. Koleksi sampel dilakukan dengan melakukan usapan menggunakan cotton bad. Setelah dilakuakn usapan cotton bad dimasukkan ke dalam serum yang berada di microtube plastik dan diletakkan di icebox untuk mempertahankan sampel dan mencegah adanya kontaminasi. Selanjutnya, sampel disimpan dan dikirim ke laboratorium dengan icebox. 3.2.2. Pemeriksaan sampel Untuk mengamplifikasi RNA, proses PCR didahului dengan reverse transcriptase

terhadap

molekul

mRNA

sehingga

diperoleh

molekul

complementary DNA (cDNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Proses PCR untuk mengamplifikasi RNA dikenal dengan Reverse Transcriptase-Polymerase Cahain Reaction (RT-PCR). 3.2.3. Isolasi RNA virus AI/ND Siapkan sebanyak 101 μL larutan Viral Lysis/Binding (Carrier RNA dan isopropanol ditambahkan)selanjutnya, masukkan ke setiap sumur dari mikroplate. Sampel di pindahkan ke setiap sumur sebanyak 50 μL mikroplate yang berisi Viral Lysis/Binding Solution. Saat menambahkan sampel, ujung pipet di rendam sedikit di Viral Lysis/Binding solution untuk mencegah adanya kontaminasi silang dengan lingkungan. Mikroplate dikocok selama 30 detik pada pengocok orbital

(orbital shacker). Kemudian Bead Resuspension Mix di kocok untuk

menghomogenkan paramagnetik sebelum dipipet. Sebanyak 20 µL Bead Resuspension Mix ditambahkan ke setiap sampel di microplate. Microplate dikocok selama 4 menit pada pengocok orbital untuk melisiskan virus dan mengikat RNA ke paramagnetik pengikat RNA. Mikroplate dipindahkan ke papan magnet untuk menangkap paramagnetic RNA Binding selama 2 menit, atau sampai campuran menjadi jernih. Saat pengambilan lengkap, RNA Binding Beads membentuk endapan terhadap magnet di papan magnet.

Waktu tangkap paramagnetic RNA Binding tergantung pada papan magnet yang digunakan. Selanjutnya, dilakukan aspirasi dengan hati-hati lalu buang supernatan tanpa mengganggu paramagnetik. Mikroplate dilepaskan dari papan magnet. Sebanyak 100 μL larutan pencuci 1 (isopropanol) ditambahkan ke setiap sampel, lalu kocok piring selama 30 detik. Mikroplate dipindahkan ke papan magnet untuk menangkap paramagnetik RNA Binding selama 1 menit, atau sampai campuran menjadi jernih. Hal yang sama dilakukan pada larutan pencuci 2 (etanol). Kemudian ulangi pencucian menggunakan larutan 2 dengan volume yang sama. Jika larutan masih banyak maka volume dalam pipet dihilangkan. Pengocokan selama 2 menit dilakukan untuk membuat alkohol dalam larutan pencuci 2 terevaporasi. Selanjutnya 50 μL Elution Buffer (suhu kamar atau dipanaskan hingga 37–65°C) ditambahkan untuk setiap sampel. Lalu dikocok kembali selama 3 menit. Kemudian mikroplate dipindahkan ke papan paramagnetik RNA Binding selama 1 menit, atau sampai campuran menjadi jernih. RNA yang dimurnikan ada di supernatan. Supernatan yang berisi RNA dipindahkan ke wadah bebas nuklease sesuai dengan aplikasi yang digunakan. RNA virus yang telah diisolasi kemudian disimpan di suhu < -20ºC. Selanjutnya, dilakukan pembacaan hasil dilakukan menggunakan PCR.

Amplifikasi Gen M virus Avian Influenza dengan Metode Simplex RT-PCR Setelah diperoleh template dari proses isolasi RNA virus, maka semua isolat uji diamplifikasi terhadap gen matriks (M) menggunakan metode simplex RT-PCR. Sebelum dilakukan amplifikasi, dipersiapkan master mix dengan volume 22,5 µl untuk satu sampel. Sebanyak 1x buffer mix reaction dengan volume 12,5 µl dimasukkan ke dalam tube, kemudian ditambahkan dengan 0,5 µl primer forward dan 0,5 primer reverse yang spesifik terhadap gen M dengan konsentrasi 10 pmol/µl, lalu ditambahkan dengan 8 µl dH2O dan 1 µl enzim Taq SuperscriptTM III Polimerase. Campuran master mix ditambahkan dengan 2,5 µl RNA template sehingga volume total reaksi untuk satu sampel adalah 25 µl. Campuran reaksi PCR yang terdiri atas master mix dan template siap untuk diamplifikasi. Proses sintesis cDNA dilakukan dengan proses reverse transcription

pada suhu 48 C selama 45 menit sebanyak 1 siklus dan initial denaturation pada suhu 94 C selama 5 menit, sebanyak 1 siklus. Kemudian proses dilanjutkan pada PCR amplifikasi sebanyak 40 siklus dengan suhu masing-masing denaturasi 94 C selama 30 detik, annealing 47 C selama 60 detik, ekstensi 68 C selama 30 detik, dan final ekstensi pada suhu 68 C selama 10 menit. Amplifikasi Gen M virus Newcastle Disease dengan Metode Simplex RTPCR Setelah diperoleh template dari proses isolasi RNA virus, maka semua isolat uji diamplifikasi terhadap gen matriks (M) menggunakan metode simplex RT-PCR. Sebelum dilakukan amplifikasi, dipersiapkan master mix. Campurkan 1 µl enzim yang disediakan kit (termasuk Hot Start Taq polimerase dan RT), 5 µl dari buffer yang disediakan kit (5x), 10 pmol dari primer tranverase, 10 pmol primer maju, 6 pmol probe, 0,8 µl tripofosfat deoxinukleosida kit - supplied s (konsentrasi akhir: 320 mM masing-masing), 1,25 µl dari 25 mM MgCl2 (dikombinasikan dengan MgCl2 di kit- supplied buffer, konsentrasi akhir 3,75 mM) dan 13 U inhibitor RNase (Promega, Madison, Wis.). kemudian campuran reaksi untuk APMV-1 M. Campuran reaksi PCR yang terdiri atas master mix dan template siap untuk diamplifikasi. Proses sintesis cDNA dilakukan dengan proses reverse transcription pada suhu 50oC selama 30 menit sebanyak 1 siklus dan initial denaturation pada suhu 95o C selama 15 menit, sebanyak 1 siklus. Kemudian proses dilanjutkan pada PCR amplifikasi sebanyak 40 siklus dengan suhu masing-masing denaturasi 94oC selama 30 detik, annealing 52oC selama 60 detik, dan ekstensi 72oC selama 10 detik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Newcastle Disease (ND) Pemeriksaan virus ND, dilakukan pada kelompok praktikum siang dengan jumlah sampel 12 sampel. Hasil menunjukkan bahwa sampel dengan kode 4P menunjukkan hasil yang positif, sedangkan pada sampel lainnya menunjukkan hasil negatif (undetected/tidak terdeteksi) (Tabel 2). Deteksi sampel pada uji ND dinyatakan valid karena amplifikasi muncul pada kontrol virus ND dengan nilai Ct 32,6 dan tidak muncul pada kontrol negatif . Tabel 1. Hasil rRT-PCR pada sampel swab kloaka di berbagai tempat NO.

Sample name

Detector

Ct

1

P1

ND

Undet

2

P2

ND

Undet

3

P3

ND

Undet

4

P4

ND

39,8297

5

P5

ND

Undet

6

P6

ND

Undet

7

S1

ND

Undet

8

S2

ND

Undet

9

S3

ND

Undet

10

S4

ND

Undet

11

S5

ND

Undet

12

S6

ND

Undet

13

K- pagi

ND

Undet

14

K+ ND

ND

32,6401

15

K- sore

ND

Undet

16

K+AI

ND

Undet

Bedasarkan Tabel 1 dapat diinterpretasikan data hasil deteksi sampel ND individual sampel 4P, terdapat sampel positif pada kode sampel P4 dengan detector ND dengan nilai Ct sebesar 39,8297. Hal ini dibuktikan dengan grafik amplifikasi sampel uji ND yang berada diatas garis Treshold(Gambar 1 ).

Gambar 1. Grafik Amplifikasi Sampel Uji ND Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa terjadi fluktuasi atau peningkatan yang signifikan pada salah satu sampel. Hal ini karena salah satu dari sampel melampaui garis Thresshold. Kontrol positif untuk mengetahui dan sebagai patokan untuk sampel yang diuji. Kontrol negatif berfungsi untuk mengetahui apakah saat mencampurkan mix reagen ke dalam sampel terdapat kontaminasi atau tidak.

Avian Inflenza (AI) Identifikasi virus Avian Influenza (AI) dalam praktikum menggunakan gen M atau matrix sebagai target gen. Gen M sangat konsisten terhadap semua subtype virus AI yang berasal dari bebrapa negara di dunia sehingga gen ini juga digunakan sebagai target gen yang ideal untuk deteksi awal virus AI (Spackman et al. 2002). Sebanyak dua belas sampel usap kloaka yang didapat semua sampel tidak terdeteksi virus AI terhadap uji rRT-PCR. Tabel 2. Hasil rRT-PCR pada sampel swab kloaka di berbagai tempat NO.

Sample name

Detector

Ct

1

P1

ND

Undet

2

P2

ND

Undet

3

P3

ND

Undet

4

P4

ND

Undet

5

P5

ND

Undet

6

P6

ND

Undet

7

S1

ND

Undet

8

S2

ND

Undet

9

S3

ND

Undet

10

S4

ND

Undet

11

S5

ND

Undet

12

S6

ND

Undet

13

K- pagi

ND

Undet

14

K+ ND

ND

32,6401

15

K- sore

ND

Undet

16

K+AI

ND

Undet

Keterangan: P/S (sampel Pagi/Siang), K (kontrol), Prosedur yang dilakukan selama pengujian Real time RT-PCR (rRT-PCR) dimulai dari isolasi RNA atau DNA sampai analisis data. Prinsip kerja (rRT-PCR)

adalah mendeteksi dan mengkuantifikasi reporter fluoresen. Sinyal fluoresen akan meningkat seiring dengan bertambahnya amplifikasi DNA PCR dalam reaksi. Reaksi selama fase eksponensial dapat dipantau dengan mencatat jumlah emisi fluroesen pada setiap siklus. Peningkatan hasil amplifikasi PCR pada fase eksponensial berhubungan dengan jumlah inisiasi target gen. makin tinggi tingkat ekspresi target gen maka deteksi emisi fluoresen makin cepat terjadi (Pardal 2010). Pada sebanyak dua belas sampel usap kloakal yang didapat semua sampel tidak terdeteksi virus AI terhadap uji rRT-PCR. Hasil dari pengujian Avian influenza (AI) menggunakanrRT-PCR tidak menunjukkan hasil positif pada semua sampel,hasil positif hanya didapat pada kontrol positif, bisa dibuktikan pada kurva amplikasi yang memotong garus deteksi (threshold) untuk kontrol positif, namun untuk kedua belas sampel tidak menunjukkan hasil kurva yang memotong garis deteksi (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik hasil pengujian rRT-PCR dengan garis sampel ke-12 sampel tidak memotong garis Treshold.

Hasil pembacaan rRT-PCR pada sampel ini menunjukkan hasil pada swab pada berbagai tempat pengambilan tidak terdeteksi adanya agen virus AI. Metode pengujian untuk virus influenza A diambil dari sampel usap kloaka/nasofaring hal ini disebabkan sebagian besar subtype virus influenza A bereplikasi pada saluran pernafasan dan pencernaan (Tumpey et al. 2002). Pengambilan sampel di lapang dengan cara usap kloaka/nasofaring merupakan cara yang cepat dan aman (WHO 2003). RT PCR merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi virus influenza walaupun jumlah sampe sedikit. Metode pengujian RT-PCR dipilih karena lebih sensitif dan sejumlah kecil RNA virus AI dapat dideteksi saat virus mengalami inaktivasi dibandingkan dengan isolasi virus TAB (telur ayam berembrio) membutuhkan virus hidup. Metode dengan RT-PCR lebih sensitive Metode pengujian rRT-PCR ditujukan pada fase eksponensial karena data yang didapat lebih akurat dan tepat. Garis thresshold adalah tingkat deteksi reaksi sampel mencapai intensitas fluoresens diatas latar belakang. Jumlah siklus PCR yang dibutuhkan untuk mendapatkan sinyal fluoresens yang melintasi thresshold disebut cycle threshold (Ct). nilai Ct digunakan untuk identifikasi ada tidaknya agen. Nilai Ct berkorelasi dengan kuantitas urutan DNA target yang tinggi diawal reaksi, nilai Ct akan lebih cepat diketahui (Hejawuli & Dharmayanti 2014). Penghambat amplifikasi PCR dpat dideteksi dengan kontrol internal. Kontrol internal merupakan faktor yang sangat penting sebagai kontrol dari kualitas pengujian sehingga pegujian dilakukan secara benar (Das et al. 2006). Untuk menghindari adanya negative palsu pada pengujian atau kontaminasi, maka pengujian diulang kembali di ruangan yang lebih kondusif. Berikut merupakan gambar perekaman hasil pengulangan yang telah dilakukan. Berdasarkan gambar diperoleh hasil bahwa peningkatan eksponensial pengulangani hanya terjadi pada kontrol positif uji. Saat pembacaan aplifikasi DNA menggunakan mesin rRT-PCR disertakan kontrol positif dan negative, fungsi dari kontrol ini untuk mengetahui saat mencapur mix reagen terdapat kontaminasi atau tidak. Kontrol negative yang tidak terkontaminasi akan tetap negative setelah pembacaan, maka hasil dari rRTPCR dianggap layak dan dapat dipercaya. Sebaliknya jika kontrol negative

menjadi positif hal ini menunjukkan adanya kontaminasi dan selanjutnya harus dilakukan pengulangan. Pada proses ini menunjukkan kontrol negative tetap berada pada garus negative, pembacaan proses rRT-PCR ini dapat dipercaya. BAB V KESIMPULAN Pengujian avian Influenza dan menggunakan uji RT-PCR tidak terdeteksi adanya AI pada unggas tersebut. Uji ini dipilih karena lebih sensitif dan sejumlah kecil RNA virul Al dapat dideteksi saat virus mengalami inaktivasi. Sedangakan pada pengujian ND dengan Uji RT-PCR hanya satu sampel terdeteksi selain itu hasilnya positif . uji ini dipilih karena dapat mengetahui hasil dengan cepat dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA Alexander DJ. 2003. Newcastle Disease, other Avian Paramyxovirus, and Pneumovirus Infections, p. 63-81. In: YM Saif et al. Diseases of Poultry 11th Edition. Iowa. Blackwell publishing. Das A, Spackman E, Senne D, Pedersen J, Saurez DL. 2006. Development of an internal positive control for rapid diagnosis of Avian Inflenza virus infection by real time reverse transcription-PCR with lypophilized reagent. J Clin Microbiol. 44:3065- 3073 Dharmayanti INLP, Indriani R, Adjid R.M.A. 2006. Identifikasi virus avian influenza pada beberapa jenis unggas di Taman Margasatwa Ragunan dan upaya eradikasinya. Med Kedok Hew. 22(2):79-83. [Dirtjen PHK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014. Manual Penyakit Unggas Cetakan 2. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Dorak MT. 2006. Real-time PCR. New York(US): Taylor & Francis Group. European Commission. 2000. The Definition of Avian Influenza – The use of Vaccination AgainstAvian Influenza. European Commission Health & Consumer Protection Directorate – General – Sanco. Fadillah R dan Polana A. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Hejawuli DA, Dharmayanti NLPI. 2014. Perkembangan teknologi reverse transcriptase-polimerase chain reaction dalam mengidentifikasi genom Avian Influenza dan New Castle Diseases. Wartazoa. 24(1):16-29. Horimoto T, Y Kawaoka 2001. Pandemic threat posed by avian influenza A viruses. Clin Microbiol Rev.. 14:129–149. Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzienk MC, Studdert MJ. 2006. Veterinary Virology 3th Ed. California (US): Academic Pr. Murtidjo, B. A. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Yogyakarta(ID): Kanasius Office International Epizootic. 2002. Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Pardal SJ. 2010. Menguji ekspresi gen menggunkan real time PCR. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 32:13-14 Poddar SK. 2002. Influenza virus types and subtypes detection by single step single tube multiplex reverse transcription-polymerase chain reaction (RTPCR) and agarose gel electrophoresis. J Virol Methods. 99: 63-70 Santhia, K. 2003. Strategi diagnosa dan penanggulangan Newcastle disease. Prosiding Seminar Regional Perunggasan. Universitas Udayana. Denpasar, 6 Oktober 2003. Spackman E, Senne DA, Myers TJ, Bulaga LL, Garber LP, Perdue ML, Lohman K, Daum LT, Suarez DL. 2002. Development of real time reverse transcriptase PCR assay for type A influenza virus and the avian H5 and H7 hemagglutination subtypes. J Clin Microbiol. 20:3256-3260 Sudarisman. 2006. Pengaruh penggunaan vaksin H5N1 dan H5N2 virus avian influenza pada peternakan unggas di Jawa Barat. Puslitbang. 11:766–773. Swayne DE. 2008. Avian Influenza. Iowa (US): Blackwell Pub.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penyakit Bakterial Mikal dan Viral. Jilid 1.Yoyakarta(ID): Penerbit Kanisius. Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral. Kanisius, Yogyakarta. Tumpey TM, Suarez DL, Perkins DL, Senne DA, Lee JG, Lee YJ, Mo IP, Sung HW, Swayne DE. 2002. Characterization of highly pathogenic H5N1 avian influenza A virus isolated from duck meat. J Virol. 76(12):6344-6355. [WHO] World Health Organization. 2003. Technical Report Series Recommendations for production and control of influenza vaccine (Inactivated).

Related Documents

Viral Gambar
May 2020 16
Replicacion Viral
June 2020 12
Viral Hepatitis
May 2020 12
Viral Marketing
August 2019 29
Meningoencefalitis Viral
November 2019 24

More Documents from "ivestrad"

Sediaan Solid.docx
December 2019 32
Tinjauan Pustaka Ld50.docx
December 2019 11
Kewirausahaan 3 Dan 4.docx
December 2019 15
11meningits.pdf
April 2020 24
April 2020 29