BAB I LATAR BELAKANG
Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat, yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung. Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan dan sebagian penderita akan kembali normal setelah melahirkan. Menurut teori, beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DMG yaitu, usia saat hamil yang lebih tua, kegemukan (overweight) sebelum hamil, kenaikan berat badan yang berlebih pada saat hamil, merupakan anggota kelompok etnis risiko tinggi, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya, riwayat melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, dan riwayat mengalami kematian bayi dalam kandungan.1-4 Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2000, DMG terjadi 7% pada kehamilan setiap tahunnya. Pada ibu hamil dengan riwayat keluarga diabetes melitus, prevalensi DMG sebesar 5,1% atau diperkirakan 135.000 wanita hamil mengalami DMG setiap tahun. DMG menjadi masalah kesehatan masyarakat sebab penyakit ini berdampak langsung pada kesehatan ibu dan janin.5-7 Berdasarkan data, persentase DMG di Indonesia mencapai 1,9 – 3% dari semua kehamilan. Frekuensi DM pada kehamilan, maupun DMG yang tidak terdiagnosis mencapai 10 – 25%. Hal inilah yang menyebabkan, tingginya angka morbiditas maupun mortalitas bagi ibu atau bayi.4 Dampak yang ditimbulkan oleh ibu penderita DMG adalah ibu berisiko tinggi terjadi penambahan berat badan berlebih, terjadinya preklamsia, eklamsia, persalinan seksio sesarea, dan komplikasi kardiovaskuler hingga kematian ibu. Setelah persalinan terjadi, maka penderita berisiko berlanjut terkena diabetes tipe 2 atau terjadi DMG yang berulang pada masa yang akan datang, sedangkan bayi yang lahir dari ibu yang mengalami DMG berisiko tinggi untuk terkena makrosomia.8
1
Wanita dengan DMG hampir tidak pernah memberikan keluhan, sehingga perlu dilakukan skrining. Deteksi dini sangat diperlukan untuk menjaring DMG, agar dapat dikelolah sebaik-baiknya, terutama dilakukan pada ibu dengan faktor risiko. Hal ini juga tertuang dalam Millennium Development Goals (MDGs) dan program kerja dari American Diabetes Association (ADA), dimana keduanya bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu. Dengan adanya skrining pada ibu-ibu hamil sejak dini dapat menjadi salah satu cara untuk dapat meningkatkan kesehatan ibu, terutama pada kehamilan yang terkadang hanya terfokus kebeberapa penyakit tertentu.
2
BAB II LAPORAN KASUS
II. 1 IDENTITAS PASIEN Nama Pasien
: Ny. H
Usia
: 31 tahun
Tanggal Lahir
: 2 November 1987
No. Rekam Medis : 225xxx Status Pernikahan : Menikah Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Alamat
: Pilang 2/2
Tanggal Masuk
: 14 Januari 2019
Tanggal Periksa
: 16 Januari 2019
DPJP
: dr. Maria Diah Zakiyah, SpOG
II.2 ANAMNESIS a. Keluhan Utama Pasien mengeluh perut terasa kencang-kencang disertai keluar lendir dari jalan lahir.
b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien rujukan dari RS Aisah, dengan keluhan perut terasa kencang-kencang disertai keluar lendir dari jalan lahir. Pasien merasa hamil 9 bulan. HPHT tanggal 10 April 2018, UK 39+4 minggu, HTP tanggal 17 Januari 2019. Pasien rutin kontrol kehamilan sejak bulan Mei 2018, di Puskesmas pilang. Pasien sudah dilakukan USG sebanyak 3 kali. Pada pemeriksaan kontrol terakhir tanggal 26 Desember 2018, disebutkan hasil berat badan 56 kg, tekanan darah 3
dalam batas normal (113/92 mmHg), dengan tinggi fundus uteri 34 cm, DJJ 136 bpm, dan hasil USG janin presentasi kepala, tunggal, hidup, taksiran berat badan janin 3600 gram, polihidramnion. Pada riwayat pemeriksaan kehamilan, ditemukan gula darah sewaktu (GDS) pasien 217mg/dl (30 Mei 2018 – UK 7 minggu) dan 286mg/dl (26 Desember 2018 – UK 36+2 minggu). Pada pemeriksaan urin, ditemukan glukosuria dengan glukosa 28mmol/L. Pasien mengalami kenaikan berat badan ± 12 kg (sebelum hamil 44 kg). Saat datang ke RS, pasien mengeluhkan perut terasa kencang-kencang disertai keluar lendir dari jalan lahir, sejak 7 jam SMRS. Keluar darah, disangkal. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala, pandangan kabur, mual atau muntah, dan sesak napas. BAB terakhir 1 hari SMRS, tidak ada keluhan dan BAK pagi hari SMRS, tidak ada keluhan. Riwayat demam, kejang, keputihan atau keluar cairan selama kehamilan disangkal, gerak janin aktif.
c. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-), gangguan pembekuan darah (-). Riwayat seksio sesarea 38 minggu pada kehamilan pertama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat diabetes melitus (-), asma (-), alergi (-), penyakit jantung (-), hipertensi (-), gangguan pembekuan darah (-).
e. Riwayat Menstruasi Menarche usia 14 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama haid 7 hari/siklus, ganti pembalut 3 – 4x/hari, nyeri saat haid tidak ada.
f. Riwayat Menikah 1 kali pada tahun 2012 (25 tahun).
4
g. Riwayat Obstetrik G2P1A0 1. 2012, laki-laki, 3500 gram, seksio sesarea atas indikasi sungsang, di RSU, sehat.
h. Riwayat Kontrasepsi Tahun 2012, riwayat minum pil KB. Namun, sudah 3 tahun terakhir tidak menggunakan kontrasepsi.
i. Riwayat sosial ekonomi - Pasien adalah ibu rumah tangga, dengan pendidikan terakhir SMP. Suami adalah nelayan. Pasien tinggal bersama suami dan anaknya. - Pasien menggunakan jaminan kesehatan BPJS. - Pasien tidak pernah merokok ataupun menggunakan NAPZA. - Pasien jarang berolahraga, kegiatan sehari-hari hanya melakukan pekerjaan rumah tangga.
II.3 PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 130/100 mmHg
Frekuensi Nadi
: 88 x/menit
Frekuensi Napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36.8°C
Status Gizi
: Berat badan 56 kg, tinggi badan 144 cm
A. STATUS GENERALIS Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut
: Bibir sianosis (-), mukosa lembab
THT
: Tidak ada sekret, tidak ada mukus
5
Jantung
: Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
: Suara napas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
: Status Obstetrik
Genitalia
: Status Obstetrik
Ekstretnitas
: Akral hangat, edema (-/-), CRT <2s
B. STATUS OBSTETRIK Abdomen Inspeksi
: Perut tampak membuncit sesuai kehamilan
Auskultasi
: BU (+) normal
Palpasi
:
Leopold I
: TFU 32 cm, teraba bagian bulat dan kenyal
Leopold II
: Teraba bagian besar di kanan, bagian kecil di kiri
Leopold III : Teraba bagian bulat keras melenting Leopold IV : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP (divergen) DJJ Perkusi
: 140 dpm : Timpani
Genitalia Inspeksi
: pervaginam blood sign
In spekulo
: tidak dilakukan
VT
: tidak dilakukan
II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Waktu Pemeriksaan
: 14 Januari 2019, 12.59 WIB
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien Sebelum Operasi Hematologi Hemoglobin
11.7 (L)
12.0 – 16.0 g/dl
Hematokrit
11 (L)
35.0 – 40.0 %
6
7430
4000 – 11000/µL
Trombosit
191000
150000 – 450000 /µL
Diff Count
- / - / 68 / 25 / 7
0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-2
Leukosit
(%) Reagen HbsAg
Non reaktif
HIV
Non reaktif
Kimia Klinik 103
70 – 200 mg/dl
GD 2 jam PP
171 (H)
< 125 mg/dl
HbA1C
7,9 (H)
<6,3%
GDS
Ultrasonography (USG) Kesan: Janin tunggal hidup intra uterine presentasi kepala, sesuai hamil 39/40 minggu, TBJ > 3600 gram, polihidramnion.
II.5 DIAGNOSIS Diabetes melitus gestasional pada G2P1A0, hamil aterm, janin presentasi kepala tunggal hidup, BSC 1x, polihidramnion.
II.6 PLANNING - Observasi keadaan umum, tanda vital, kontraksi, DJJ - Injeksi Dexamethasone 2 x 6mg - Injeksi Cefotaxime 1 gr - Seksio sesarea - Motivasi untuk pemasangan alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)
II.7 OUTCOME Dilakukan operasi seksio sesarea pada tanggal 14 Januari 2019. Operasi dimulai pada pukul 14.00, pada pukul 14.45 WIB lahir bayi laki-laki dengan berat badan lahir (BBL) 3950 gram, panjang badan 46 cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar dada 36 cm, air 7
ketuban berwarna kuning kehijauan, caput (-), cacat (-), anus (+), suhu 37,4oC. Hasil penilaian APGAR Score 8/9.
II.8 PLANNING POST OPERASI - Observasi KU, TTV, kontraksi, perdarahan tiap 30 menit selama 2 jam pertama - Mobilisasi bertahap - Motivasi ASI - Higiene vulva vagina - Diet tinggi karbohidrat, tinggi protein - Cek DPL post operasi - Infus Ringer Laktat 20 tpm - Kateter dipertahankan dalam 24 jam - IVFD Futrolit 500ml - Injeksi Cefotaxime 3 x 1 gram - Injeksi Santagesik (Metamizole) 3 x 500mg - Injeksi Lansoprazole 3 x 30mg - Injeksi Ondansetron 3 x 4mg - Pindah ruangan
II.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG POST OPERASI Waktu Pemeriksaan
: 14 Januari 2019, 20.27 WIB
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien Pasca Operasi Hematologi Hemoglobin
10.2 (L)
12.0 – 16.0 g/dl
Hematokrit
26 (L)
35.0 – 40.0 %
15.480 (H)
4000 – 11000/µL
Trombosit
199000
150000 – 450000 /µL
Diff Count
- / - / 91 / 6 / 3
0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-2 (%)
Leukosit
8
II.12 FOLLOW UP Pasien Ny. H dirawat di bangsal Melati kelas 3.
Tabel 3. Follow up Pasien Tanggal
S
O
A
15
Nyeri bekas luka
TD : 130/80mmHg
- P2 post SC H1
Januari
operasi (VAS 2-
2019
3),
N : 92 x/menit RR : 20 x/menit
berkemih, flatus (+)
- Observasi KU, TTV, perdarahan
polihidramnion, - Mobilisasi bertahap
nyeri kepala (-), sudah bisa
a/i
P
BSC 1x
- Motivasi ASI - Rawat luka post op
T : 36,4 C
- Higiene vulva vagina - Conj. anemis -/-
- KIE menyusui
- Luka operasi :
- IVFD RL 20tpm
kering, tertutup,
- Inj Cefotaxime 3x500mg
sekret (-), tanda
- Inj Santagesik
radang (-)
(Metamizole) 3x500mg
- TFU, setinggi
- Inj Lansoprazole 3x30mg
pusat
- Inj Ondansetron 3x4mg
- Kontraksi uterus
- PO Asam mefenamat
baik
3 x 500mg
- (+) Lochia rubra
- PO Methyl ergometrin 3 x
- GDS 129 mg/dL
0.125mg - Vit C 2 x1
16
Nyeri bekas luka
Januari
operasi (VAS 2),
2019
nyeri kepala (-), ASI (+)
TD : 120/80mmHg N : 88 x/menit
- P2 post SC H2 a/i
- Observasi KU, TTV, perdarahan
polihidramnion, - Mobilisasi bertahap RR : 20 x/menit T : 36,5 C
BSC 1x
- Motivasi ASI - Rawat luka post op - Higiene vulva vagina
- Conj. anemis -/-
- Rencana rawat jalan
- Luka operasi : kering, tertutup,
9
secret (-), tanda radang (-) - TFU, 3 jari dibawah pusat
- PO Asam mefenamat 3x500mg - PO Cefadroxil 3 x 500mg - Acc Rawat jalan
- Kontraksi uterus baik - (+) Lochia rubra
10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
III.1 SEKSIO SESAREA III.1.1 Definisi Suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim.9
III.1.2 Indikasi a. Indikasi ibu 1. Disproporsi sefalopelvik 2. Pelvis kecil atau malformasi 3. Bekas seksio sesarea 4. Disfungsi uterus 5. Distosia jaringan lunak 6. Plasenta previa b. Indikasi janin 1. Janin sangat besar 2. Gawat janin 3. Letak lintang 4. Presentasi bokong pada primigravida 5. Double footling breech9
III.1.3 Klasifikasi a. Seksio sesarea klasik b. Seksio sesarea transperitoneal profunda c. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi d. Seksio sesarea ekstraperitoneal9
11
III.1.4 Syarat dan Persiapan a. Kaji ulang indikasi, b. Melakukan konseling risiko dan keuntungan seksio sesarea dibandingkan persalinan pervaginam. Catat indikasi dan hasil konseling, c. Seksio sesarea elektif dilakukan pada usia kehamilan di atas 38 minggu, d. Informed consent kepada ibu dan satu orang perwakilan keluarganya dan melengkapi surat persetujuan tindak medis, e. Tanyakan dan catat riwayat medis dan pembedahan, riwayat alergi obat dan makanan, dan riwayat pembiusan pada operasi sebelumnya.9
III.1.5 Langkah-Langkah a. Periksa ulang denyut jantung janin dan presentasi janin, b. Lakukan tindakan pencegahan infeksi, c. Berikan antibiotika profilaksis sebelum operasi (ampisilin 2 g IV atau sefazolin 1 g IV atau antibiotika setara sesuai panduan setempat), d. Dapat digunakan anestesia lokal, ketamin, anestesia spinal, atau anestesia umum Anestesi spinal merupakan pilihan utama. Pada anestesia spinal, berikan 500 – 1000 ml cairan infus (Ringer Laktat atau NaCl) 30 menit sebelum anestesia untuk melakukan pre-load dan mencegah hipotensi. Pasang kateter urin, e. Pasang infus, f. Membuka perut, 1. Sayatan perut dapat secara Pfannenstiel atau mediana, dari kulit sampai fasia 2. Setelah fasia disayat 2-3 cm, insisi fasia diperluas dengan gunting 3. Pisahkan muskulus rektus abdominis dengan jari atau gunting 4. Buka peritoneum dekat umbilikus dengan jari 5. Retraktor dipasang di atas tulang pubis 6. Pakailah pinset untuk memegang plika vesiko uterina dan buatlah insisi dengan gunting ke lateral 7. Pisahkan vesika urinaria dan dorong ke bawah secara tumpul dengan jari-jari
12
8. Saat ini ada beberapa teknik insisi lain, misalnya teknik Joel-Cohen yang berdasarkan penelitian terkini, memiliki kelebihan dibanding teknik Pfannenstiel atau vertikal (klasik). Teknik Joel-Cohen adalah insisi kulit lurus transversal, 3 cm di atas simfisis pubis lalu lapisan jaringan di bawahnya dibuka secara tumpul dan, jika diperlukan, diperluas dengan gunting (bukan pisau) g. Membuka uterus, 1. Segmen bawah uterus disayat melintang kurang lebih 1 cm di bawah plika vesiko uterina dengan skalpel ± 3 cm 2. Insisi diperlebar ke lateral secara tumpul dengan jari tangan atau secara tajam dengan menggunakan gunting
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Melebarkan insisi uterus secara tumpul, (b) Melebarkan insisi uterus secara tajam dengan gunting (Sumber : Kemenkes, 2013)9
h. Melahirkan bayi dan plasenta, 1. Selaput ketuban dipecahkan 2. Untuk melahirkan bayi, masukkan 1 tangan ke dalam kavum uteri antara uterus dan kepala bayi 3. Kemudian kepala bayi diluksir ke luar secara hati-hati agar uterus tidak robek
13
4. Dengan tangan yang lain, sekaligus menekan hati-hati abdomen ibu di atas uterus untuk membantu kelahiran kepala 5. Jika kepala bayi telah masuk panggul, mintalah seorang asisten untuk mendorongnya ke atas secara hati-hati 6. Lakukan penghisapan pada mulut dan hidung bayi, kemudian lahirkan badan dan seluruh tubuh 7. Inisiasi Menyusui Dini pada bayi dapat dilakukan bila tidak terdapat kontraindikasi. u Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV (NaCl atau Ringer Laktat) 60 tetes/ menit selama 1-2 jam 8. Plasenta dan selaput dilahirkan dengan tarikan hati-hati pada tali pusat. Eksplorasi ke dalam kavum uteri untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang tertinggal. i. Menutup insisi uterus, 1. Jepit tepi luka insisi pada segmen bawah uterus dengan klem Fenster, terutama pada kedua ujung luka. Perhatikan adanya robekan atau cedera pada vesika urinaria. 2. Dilakukan jahitan hemostasis secara jelujur dengan catgut kromik no. 0 atau poliglikolik. 3. Jika masih ada perdarahan dari tempat insisi, lakukan jahitan simpul 8 j. Menutup perut, 1. Yakinkan tidak ada perdarahan lagi dari insisi uterus dan kontraksi uterus baik 2. Fasia abdominalis dijahit jelujur dengan catgut kromik no. 0 atau poliglikolik 3. Apabila tidak ada tanda-tanda infeksi, kulit dijahit dengan nilon atau catgut kromik secara subkutikuler9
14
Gambar 2. Menutup perut (Sumber : Kemenkes, 2013)9
III.1.5 Perawatan Pasien Setelah Tindakan a. Perawatan pasca tindakan 1. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam selama 48 jam: a) Ampisilin dosis awal 2 g IV, lalu 1 g setiap 6 jam b) DAN Gentamisin 80 mg IV setiap 8 jam c) DAN Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. 2. Beri analgesik jika perlu 3. Periksa tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan dan keadaan umum), tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan tiap 15 menit pada satu jam pertama, 30 menit dalam 1 jam berikutnya, dan tiap 1 jam dalam 4 jam berikutnya 4. Jika dalam dalam 6 jam pemantauan: a) Kondisi ibu stabil: Pindahkan ibu ke ruang rawat b) Kondisi tidak stabil: Lakukan evaluasi ulang untuk tindakan yang sesuai 5. Catat seluruh tindakan dalam rekam medis d. Perawatan selama rawat inap 1. Rawat gabung ibu dan bayi
15
2. Periksa tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, suhu tubuh), produksi urin, dan perdarahan pervaginam setiap 6 jam selama 24 jam dan setiap 8 jam selama 48 jam berikutnya jika kondisi ibu stabil 3. Periksa kadar Hb setelah 24 jam dan melakukan transfusi bila Hb <8 g/dL 4. Pasien dipulangkan bila hasil pemantauan selama 3 x 24 jam dalam batas normal dan kadar Hb ≥ 8 gram/dL 5. Buat resume dalam rekam medis dan berikan pasien surat kontrol9
III.1.6 Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul adalah: a. Perdarahan b. Infeksi c. Cedera pada janin d. Cedera pembuluh darah e. Cedera kandung kemih atau saluran gastrointestinal f. Emboli air ketuban9
III.2 DIABETES MELITUS GESTASIONAL III.2.1 Definisi Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah gangguan toleransi karbohidrat yang mengakibatkan kadar gula darah meningkat, dan pertama kali diketahui saat pasien hamil.4
III.2.2 Epidemiologi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2000, DMG terjadi 7% pada kehamilan setiap tahunnya. Pada ibu hamil dengan riwayat keluarga diabetes melitus, prevalensi DMG sebesar 5,1% atau diperkirakan 135.000 wanita hamil mengalami DMG setiap tahun. DMG menjadi masalah kesehatan masyarakat sebab penyakit ini berdampak langsung pada kesehatan ibu dan janin.5-7
16
Berdasarkan data, persentase DMG di Indonesia mencapai 1,9 – 3% dari semua kehamilan. Frekuensi DM pada kehamilan, maupun DMG yang tidak terdiagnosis mencapai 10 – 25%. Hal inilah yang menyebabkan, tingginya angka morbiditas maupun mortalitas bagi ibu atau bayi.4
III.2.3 Faktor risiko a. Usia saat hamil yang lebih tua b. Kegemukan (overweight) atau obesitas c. Kenaikan berat badan yang berlebih pada saat hamil d. Riwayat DM pada keluarga e. Riwayat DMG pada saat kehamilan sebelumnya f. Riwayat stillbirth atau kematian bayi dalam kandungan g. Riwayat melahirkan bayi dengan kelainan kongenital h. Glukosuria atau kadar gula berlebih dalam urin saat hamil i. Riwayat melahirkan bayi besar (>4000gram)4
III.2.4 Diagnosis a. Semua ibu hamil dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan untuk melihat adanya DMG, namun waktu dan jenis pemeriksaannya bergantung pada faktor risiko yang dimiliki ibu. b. Pasien dengan faktor risiko yang telah disebutkan, perlu diperiksa lebih lanjut sesuai standar diagnosis DM di kunjungan antenatal pertama. c. Pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk ibu hamil tanpa faktor risiko dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu, dengan cara sebagai berikut: 1. Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari, kemudian berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan. 2. Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari,kemudian diikuti pemberian beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, diminum dalam waktu paling lama 5 menit dan pemeriksaan kadar glukosa darah 1 jam lalu 2 jam kemudian.
17
DM pada kehamilan, didiagnosis bila memenuhi satu atau lebih kriteria dibawah ini: 4 Tabel 4. Kriteria diagnosis DM pada kehamilan
(Sumber: Kurniawan F, 2018)4
Diagnosis DMG, ditegakkan berdasarkan kriteria satu dari nilai kadar glukosa darah dibawah ini pada saat dilakukan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO): 4
Tabel 5. Kriteria diagnosis DM Gestasional
(Sumber: Kurniawan F, 2018)4
18
Bagan 1. Algoritma diagnosis DM gestasional (Sumber : Kemenkes, 2013)9
III.2.5 Penatalaksanaan a. Tata laksana umum 1. Penatalaksanaan DMG dilakukan secara terpadu oleh dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, ahli gizi, dan dokter spesialis anak. 2. Sedapat mungkin rujuk ibu ke rumah sakit untuk mendapatkan penatalaksanaan yang adekuat.
19
3. Jelaskan kepada pasien bahwa penatalaksanaan DMG dapat mengurangi risiko memiliki bayi besar, mengurangi kemungkinan terjadinya hipoglikemia neonatal, dan mengurangi kemungkinan bayi mengidap diabetes di usia dewasa kelak. b. Tata laksana khusus 1. Tujuan penatalaksanaan adalah mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah puasa <95mg/dl dan kadar glukosa 2 jam sesudah makan <120 mg/dl. 2. Pengaturan diet perlu dilakukan untuk semua pasien: a) Tentukan berat badan ideal: BB ideal = 90% x (TB-100) b) Kebutuhan kalori = (BB ideal x 25) + 10-30% tergantung aktivitas fisik + 300 kal untuk kehamilan ATAU dengan rumus Kebutuhan kalori = 35 kkal/kg (IMT > 30 kg/m2 = 25 kkal/kg) x BB ideal BB ideal = (TB – 100) – 10% (TB – 100) c) Bila kegemukan, kalori dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila terlalu kurus, ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan untuk meningkatkan BB d) Asupan protein yang dianjurkan adalah 1-1,5 g/kgBB e) Asupan karbohidrat yang dianjurkan adalah 30 – 35% dari kalori total f) Ibu diminta untuk melakukan aktivitas fisik intensitas sedang selama minimal 150 menit/minggu 3. Pemberian insulin dilakukan di rumah sakit dan dipertimbangkan bila pengaturan diet selama 2 minggu tidak mencapai target kadar glukosa darah. 4. Pemberian insulin dimulai dengan dosis kecil yaitu 0,5-1,5 unit/kgBB/ hari. 5. Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri, USG, dan kardiotokografi. 6. Penilaian fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) dilakukan tiap minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. a) Skor <5 merupakan tanda gawat janin dan indikasi untuk melakukan seksio sesarea. Lakukan amniosentesis dahulu sebelum terminasi kehamilan bila usia kehamilan <38 minggu untuk memeriksa kematangan janin.
20
b) Skor >6 menandakan janin sehat dan
dapat
dilahirkan
pada
umur
kehamilan aterm dengan persalinan normal. 7. Bila usia kehamilan telah mencapai 38 minggu dan janin tumbuh normal, tawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio sesarea untuk mencegah distosia bahu. 8. Lakukan skrining diabetes kembali 6-12 minggu setelah bersalin. Ibu dengan riwayat diabetes melitus gestasional perlu diskrining diabetes setiap 3 tahun seumur hidup. 9
III.2.6 Komplikasi a. Komplikasi dan risiko terkait DMG bagi ibu 1. Preeklamsia/Eklamsia 2. Komplikasi proses persalinan 3. Risiko DM tipe II di kemudian hari b. Komplikasi dan risiko terkait DMG bagi bayi 1. Makrosomia 2. Distosia bahu 3. Still birth 4. Kelainan kongenital 5. Lahir prematur 6. Pertumbuhan janin terhambat 7. Hipoglikemia 8. Hiperbilirubinemia 9. Hipokalsemia4
III.2.7 Pencegahan a. Penerapan pola hidup sehat dari sejak sebelum hamil 1. Pengaturan diet, perbanyak konsumsi serat (sayur dan buah-buahan) 2. Selalu aktif, melakukan olahraga ringan hingga sedang b. Penurunan berat badan bila overweight atau obesitas
21
c. Persiapan kehamilan yang baik 1. Usia kehamilan 2. Pemeriksaan gula darah sebelum hamil d. Menjaga peningkatan berat badan selama hamil4
22
BAB IV PEMBAHASAN
IV.1 RESUME Pasien rujukan dari RS Aisah, dengan keluhan perut terasa kencang-kencang disertai keluar lendir dari jalan lahir. Pasien merasa hamil 9 bulan. HPHT tanggal 10 April 2018, UK 39+4 minggu, HTP tanggal 17 Januari 2019. Pasien rutin kontrol kehamilan sejak bulan Mei 2018, di Puskesmas pilang. Dari riwayat pemeriksaan kehamilan, ditemukan GDS pasien 217mg/dl (30 Mei 2018 – UK 7 minggu) dan naik menjadi 286mg/dl (26 Desember 2018 – UK 36+2 minggu). Pasien mengalami kenaikan berat badan ± 12 kg (sebelum hamil 44 kg). Riwayat seksio sesarea 38 minggu pada kehamilan pertama. Hasil USG saat masuk RS (14 Januari 2019) yaitu, janin tunggal hidup intra uterine presentasi kepala, sesuai hamil 39/40 minggu, TBJ > 3600 gram, polihidramnion. Kemudian dilakukan operasi seksio sesarea pada tanggal 14 Januari 2019, dengan outcome, lahir bayi laki-laki dengan berat badan lahir (BBL) 3950 gram, panjang badan 46 cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar dada 36 cm, air ketuban berwarna kuning kehijauan, caput (-), cacat (-), anus (+), suhu 37,4oC. Hasil penilaian APGAR Score 8/9.
IV.2 DISKUSI Dari riwayat pemeriksaan kehamilan pasien, ditemukan GDS tinggi yaitu 217mg/dl (pengukuran pertama – UK 7 minggu) dan naik menjadi 286mg/dl (pengukuran kedua – UK 36+2 minggu). Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah gangguan toleransi karbohidrat yang mengakibatkan kadar gula darah meningkat, dan pertama kali diketahui saat pasien hamil.4 Sesuai teori yang berlaku, diagnosis DMG ditegakkan apabila ditemukan: a. Kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, ATAU b. Kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, ATAU 23
c. Kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl Gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu dan kadar glukosa darah akan meningkat. Kelebihan glukosa akan dikeluarkan melalui urin sehingga terjadi glukosuria. Hal inilah yang menyebabkan, pada urin pasien ditemukan glukosa saat pemeriksaan urin (28 mmol/L).10 Setelah persalinan, gula darah pasien turun menjadi normal yaitu 129mg/dl. Hal ini lah yang memperkuat diagnosis pasien kearah DMG, bukan DM tipe II ataupun intoleransi glukosa. Karena, dikatakan bahwa apabila GDS pasien setelah persalinan masih tinggi, besar kemungkinan pasien mengalami DM tipe II atau intoleransi glukosa.4 Jenis pekerjaan erat kaitannya dengan kejadian DM. Pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Semakin berat pekerjaan, semakin berat juga aktivitas fisiknya. Pasien merupakan ibu rumah tangga, dimana pada penelitian Putri et.al di Jember, menyebutkan bahwa kurangnya aktivitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan meyebabkan resistensi insulin pada DM. Individu yang aktif, memiliki insulin dan profil glukosa yang lebih baik dari pada individu yang tidak aktif. Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya, dimana terdapat hubungan antara pola aktivitas fisik dengan kadar gula darah, karena responden dengan pola aktivitas ringan dapat mengakibatkan meningkatnya kadar gula darah.11 Pendidikan pasien dan suami yang merupakan lulusan SMP. Secara teori tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan ataupun informasi, semakin tinggi tingkat pedidikan semakin baik pula tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.10 Hal ini berpengaruh pada pengetahuan pasien mengenai pola konsumsi pangan yang benar untuk ibu hamil dengan DMG dan juga pada keputusan pasien dan suami dalam menolak pemasangan AKDR. Pemasangan AKDR pada pasien bertujuan untuk menjarangkan kehamilan, dilihat dari timbulnya faktor risiko berupa DMG, yang menurut penelitian dikatakan bahwa 50% dari wanita yang menderita DMG pada saat kehamilan, berisiko menderita DM tipe II dikemudian hari.4 Ditambah adanya faktor risiko riwayat seksio sesarea
24
sebanyak 2 kali yang dapat membahayakan kondisi pasien dikemudian hari apabila ingin memiliki anak. Indikasi dilakukannya prosedur seksio sesarea pada persalinan pasien adalah adanya riwayat seksio sesarea pada persalinan sebelumnya, polihidramnion, taksiran berat janin (3900 gram) yang mendekati kondisi makrosomia dan usia kehamilan 39+4 minggu yang merupakan tata laksana khusus persalinan elektif pada pasien DMG. Pada pasien ini tidak diberikan insulin, melihat kadar gula darah pasien yang kembali normal setelah persalinan. Diharapkan, pasien dapat mengatur pola hidupnya agar kondisi pasien dapat segera pulih secara maksimal.4
25
BAB V PENUTUP
V.1 KESIMPULAN Berdasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan, maka dapat disimpulkan halhal sebagai berikut: a. Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah gangguan toleransi karbohidrat yang mengakibatkan kadar gula darah meningkat, dan pertama kali diketahui saat pasien hamil. b. Diagnosis DMG ditegakkan apabila ditemukan kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, atau kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, atau kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl. Kadar gula darah pada pasien DMG akan turun atau kembali dalam batas normal setelah persalinan. c. Kasus Ny. H, usia 31 tahun, datang dengan keluhan utama perut terasa kencangkencang disertai keluar lendir dari jalan lahir. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarahkan pada diagnosis DMG dengan polihidramnion. Persalinannya dipilih secara perabdominal atas indikasi riwayat operasi seksio sesarea 1x, kondisi polihidramnion, janin besar, dan usia kehamilan 39+4 minggu.
V.2 SARAN Berdasarkan hasil laporan kasus diatas, saran yang dapat diberikan yaitu: a. Meningkatkan peran tenaga kesehatan dalam pemberian arahan kepada ibu hamil dengan atau tanpa DMG untuk aktif melakukan pemeriksaaan kesehatannya (skrining) supaya dapat meminimalisir dampak buruk dari DMG tersebut. b. Lebih aktif dalam memberikan pendidikan kesehatan bagi ibu hamil tentang kehamilan dengan DM dan faktor risiko yang mempengaruhinya. Sebab, masih banyak ibu hamil yang berpendidikan rendah.
26
c. Diharapkan masyarakat dapat secara mandiri mencari informasi penting terkait DMG, serta melakukan pemeriksaan gula darah untuk skrining DMG pada saat pemeriksaan kehamilan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
Perkumpulan Endokrionologi Indonesia, 2015, Konsensus pengelolaan diabetes melitus di Indonesia, Jakarta: PERKENI.
2.
Departemen Kesehatan RI, 2008, Pedoman pengendalian diabetes melitus dan penyakit metabolik, Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
3.
Kusnanto P, 1999, Diabetes Mellitus Gestasional dengan tinjauan faktorfaktor risiko diabetes mellitus gestasional di rumah sakit umum pusat dokter kariadi semarang, Semarang: UNDIP.
4.
Kurniawan F, 2018, Diabetes melitus gestasional, Depok: UI.
5.
Maryunani, Anik NS, 2008, Buku saku diabetes pada kehamilan, Jakarta: Trans Info Media.
6.
Osgood ND, Roland FD, Winfried KG, 2011, The inter-and intragenerational impact of gestasional diabetes on the epidemic of type 2 diabetes, USA: American J of Public Health.
7.
Ganathipan B, 2011, Skripsi Profil Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK USU Stambuk 2008 Tentang Diabetes Gestasional, Medan: USU.
8.
Perkins MJ, Julia PD MD, Shubhada MJ, 2007, Perspectives in gestational diabetes mellitus: a review of screening, diagnosis, and treatment, USA: J Clinical Diabetes.
9.
Kementerian Kesehatan RI 2013, Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan, Pedoman bagi tenaga kesehatan, Jakarta: Kemenkes RI.
10.
Putri MD, Wahjudi P, Prasetyowati I, 2018, Gambaran Kondisi Ibu Hamil dengan Diabetes Mellitus di RSD dr. Soebandi Jember Tahun 2013-2017, Jember: e-Jurnal Pustaka Kesehatan.
11.
Kriska A, 2007, Physical activity and the prevention of type II (Non-insulin dependen) diabetes, [serial online]. http://www.fitness.gov/diabetes.pdf [1 Februari 2019] 28