BAB I LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. DSK
Usia
: 40 tahun
Tanggal Lahir
: 1 Januari 1979
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Islam
Alamat rumah
: Jl. Brantas Rusnawa
Tgl masuk RS
: 15 Maret 2019, 23.11
No. RM
: 643458
1.2 ANAMNESIS Diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 16 Maret 2019
Keluhan Utama Keluar darah dari vagina sejak pukul 21.00 WIB SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan keluar darah dari vagina sejak jam 21.00 SMRS. Darah berwarna merah segar dan menggumpal seperti ati ayam sebanyak kurang lebih 1 baskom. Keluhan disertai dengan nyeri perut bagian bawah. Pasien sudah mengalami keluhan seperti ini sejak 3 bulan yang lalu semenjak pasien menggunakan KB implan, pasien mengalami perdarahan terus menerus sampai menghabiskan 1 bungkus pembalut per hari. Pasien mengatahan badannya lemah sekali sampai mengganggu aktivitas. Sebelumnya pasien mengeluhkan keputihan yang cukup banyak, berwarna kekuningan, tidak bau, dan tidak gatal. Pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan ± 10 kg.
1
Riwayat Haid menarche 11 tahun, siklus teratur 28 hari, lama 7 hari, nyeri haid tidak ada. jumlahnya 3 kali ganti pembalut/hari.
Riwayat KB 8 bulan yang lalu pasien menggunakan KB implan, pada bulan Januari di stop karena keluhan perdarahan. Kemudian pasien menggunakan KB suntik setiap 3 bulan.
Riwayat Pernikahan Menikah 1 kali
Riwayat Persalinan 1) Aterm, pervaginam, ditolong bidan, di BPM, laki-laki, 3200 gram, sehat, 19 tahun 2) Aterm, pervaginam, ditolong bidan, di BPM, perempuan 3000 gram, sehat, 12 tahun 3) Aterm, pervaginam, ditolong bidan, di BPM, perempuan 3000 gram, sehat, 16 bulan
Riwayat Penyakit Dahulu Hipertensi (-), diabetes (-), jantung (-), asma (-), alergi (-), keluhan serupa sebelumnya (-).
Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi (+), diabetes (-), jantung (-), asma (-), alergi (-), keluhan yang sama dengan pasien (-).
1.3 PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum
: Lemah, sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 100/50 mmHg
Nadi
: 84 kali/menit, reguler
Pernafasan
: 20 kali/menit
2
Suhu tubuh
: 36,9 0C (axilla)
Mata
: Konjungtiva anemis +/+, Sklera Ikterik -/-, reflek cahaya (+ / +), pupil isokor 2,5mm/ 2,5mm, edema palpebra (-)
Leher
: Tidak ada pembesaran KGB, JVP tidak meningkat
Jantung
: Bj I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru
: Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen
: Datar, supel, BU (+) normal, timpani, nyeri tekan lapangan bawah abdomen
Ekstremitas
: Akral hangat (+/+/-/-), edema (-/-/-/-), CRT <2”
Status Ginekologi
Pemeriksaan luar Tampak perdarahan pervaginam (+)
Inspekulo Portio berdungkul. OUE tertutup, tidak ada fluor, terdapat fluksus.
Pemeriksaan dalam Vulva vagina tenang, portio berdungkul, OUE tertutup, nyeri goyang portio (), tidak teraba massa pada adneksa kanan dan kiri.
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Lab darah (15/3/2019) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
4,5 ↓
12-16 g/dL
27.980 ↑
5.000-10.000/µL
Hematokrit
19,1 ↓
36-48 %
Trombosit
748.000
150.000-400.000/µL
Hemoglobin Leukosit
3
1.5 RESUME Perempuan 40 tahun datang ke IGD RSUD Dokter Mohamad Saleh pukul 23.11 WIB dengan keluhan keluar perdarahan dari vagina sejak pukul 21.00, berwarna merah menggumpal sebanyak 1 baskom. Keluhan disertai nyeri perut bagian bawah. Sebelumnya pasien mengalami keputihan banyak, tidak gatal dan berbau. Keluhan perdarahan mulai muncul semenjak pasien menggunakan KB implan 8 bulan yang lalu. Pasien mengalami penurunan berat badan ± 10kg. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, tampak sakit sedang. Tekanan darah 100/50 mmHg, Nadi 84 kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, suhu tubuh 36,9 0C. konjungtiva anemis, pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan bagian bawah abdomen. Pada status ginekologi, pemeriksaan luar didapatkan perdarahan pervaginam, pemeriksaan inspekulo didapatkan portio licin livide, OUE tertutup, tidak ada fluor, terdapat fluksus, tidak tampak erosi atau massa. Pemeriksaan dalam didapatkan portio licin, OUE tertutup, nyeri goyang portio (-), tidak teraba massa. Pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 4,5, Ht 19,1, leukosit 27.980, trombosit 748.000.
1.6 DIAGNOSIS KERJA P3A0 perdarahan pervaginam aktif susp Ca serviks dengan anemia
1.7 RENCANA DIAGNOSIS 1. Pro Biopsi serviks 2. USG upper dan lower abdomen 3. IVA test / Pap smear 4. Cek DPL, Plano test, GDS, RFT
1.8 RENCANA TERAPI Transfusi PRC 2 kolf/hari IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 2x1gr Inj. Transamin 3x500mg
4
1.9 LAPORAN OPERASI Dilakukan biopsi serviks pada tanggal 17/3/2019 Pasien dalam posisi litotomi Evaluasi portio berdungkul Dilakukan biopsi serviks jaringan di PA Perdarahan ± tidak aktif Tindakan selesai
1.10 ASUHAN PASCA BEDAH Observasi KU, TTV, perdarahan PO Paracetamol 3x500mg Terapi lain lanjut
1.11 FOLLOW UP 16/03/2019 S
O
Keluar darah dari jalan lahir
KU sakit sedang, CM
Nyeri perut bagian bawah
TD: 100/70 Nadi: 86x/m S: 36,5C P: 20x/m Hemodinamik stabil St. Generalis dbn St. Ginekologi Inspeksi : perdarahan pervaginam BUN: 14,2 Creatinin: 0,9 GDS: 189
A
P
P3A0 Perdarahan pervaginan susp Ca
Observasi KU, tanda vital,
serviks dengan anemia
Rencana biopsi serviks jika HB >8 IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC 2 kolf Inj. Ceftriaxon 2x1gr iv Inj. Transamin 3x500mg iv
5
17/03/2019 S
O
Post biposi serviks
KU sakit sedang, CM
Keluar darah dari jalan lahir sedikit
TD: 100/60 Nadi: 86x/m S: 36,5C P:
Nyeri perut bagian bawah
20x/m Hemodinamik stabil St. Generalis dbn St. Ginekologi I : perdarahan aktif tidak ada Hb: 6,3
A
P
P3A0 Perdarahan pervaginam susp Ca
Observasi KU, tanda vital, perdarahan
serviks post biopsi dengan anemia post
IVFD RL 20 tpm
koreksi
Transfusi PRC 2 kolf Inj Ceftriaxone 2x1gr iv Inj. As Tranexamat 3x500mg iv Inj. Ca glukonas 16mg iv PO Paracetamol 3x500mg tab
18/03/2019 S
O
Perdarahan dari jalan lahir berkurang
KU sakit ringan, CM
Nyeri perut bagian bawah berkurang
Hemodinamik stabil TD 110/70 Nadi: 80x/m, S: 37,8C R: 20x/m St. Generalis dbn St. Ginekologi I : perdarahan aktif tidak ada Hb: 8,2
A
P
P3A0 Perdarahan pervaginam susp Ca
Observasi KU, tanda vital, perdarahan
serviks post biopsi dengan anemia post
IVFD RL 20 tpm
koreksi
Transfusi PRC 2 kolf Inj. Ceftriaxone 2x1gr iv
6
Inj. As Tranexamat 3x500mg iv PO Paracetamol 3x500mg tab
19/04/2019 S
O
Tidak ada keluhan
KU sakit sedang, CM
Perdarahan tidak ada
Hemodinamik stabil
Nyeri perut tidak ada
TD 110/80 Nadi: 72x/m, S: 36,2C, R: 20x/m St. Generalis dbn St. Ginekologi I : perdarahan aktif tidak ada Hb: 9,4
A
P
P3A0 Perdarahan pervaginam susp Ca
Pasien diizinkan pulang, kontrol poli
serviks post biopsi dengan anemia post
obgyn
koreksi
Lab (16/3/2019) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
BUN
14,2
10-20 mg/dl
Kreatinin
0,9
0,5-1,7 mg/dl
GDS
189
< 200 mg/dl
Lab (17/3/2019) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hemoglobin
6,3
12-16 g/dl
Hematokrit
21
35-47%
Leukosit
10.830
4.000-11.000 /cmm
Trombosit
547.000
150.000-450.000/cmm
Diff count
4/0/71/19/6
0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-2%
7
Lab (18/3/2019) Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hemoglobin
8,2
12-16 g/dl
Hematokrit
26
35-47%
Leukosit
11.160
4.000-11.000 /cmm
Trombosit
590.000
150.000-450.000/cmm
Diff count
2/0/70/21/7
0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-2%
Hasil
Nilai Rujukan
Hemoglobin
9,4
12-16 g/dl
Hematokrit
30
35-47%
8.810
4.000-11.000 /cmm
Trombosit
637.000
150.000-450.000/cmm
Diff count
2/0/73/19/6
0-2/0-1/1-3/45-70/35-50/0-2%
Lab (19/3/2019) Jenis Pemeriksaan
Leukosit
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Serviks Serviks merupakan bagian dari uterus. Serviks dari uterus yang sedang tidak hamil berbentuk kerucut, panjangnya berukuran sekitar 2-4 cm dan berdiameter sekitar 2.5 cm. Sebagian dari panjang serviks berada di supravaginal dan terletak di dekat anterior vesica urinaria. Posisi serviks dipertahankan oleh uterosacral ligaments dan transverse cervical ligaments (cardinal ligaments). Persarafan dari serviks adalah melalui cabang saraf kedua, saraf ketiga, dan saraf keempat dari nervus sacralis. Sedangkan vaskularisasi serviks berasal dari arteri dan vena servikalis kanan dan kiri.13
Gambar 2.1. Anatomi Serviks3
II.2 Histologi Serviks Secara anatomis, serviks terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian ektoserviks dan bagian endoserviks. Ektoserviks adalah bagian dari serviks yang menonjol ke dalam lumen vagina. Bagian ektoserviks disusun atas stratified squamous epithelium.
9
Sedangkan bagian endoserviks disusun atas simple columnar epithelium. Pada pertemuan ektoserviks dan endoserviks ini disebut sebagai “Transformation Zone (T-zone)”. Serviks memiliki sedikit jaringan otot polos dan mengandung lebih banyak dense connective tissue yaitu sekitar 85%. Mukosa serviks mengandung kelenjar serviks. Kelenjar ini akan lebih banyak dan lebih kental pada saat kehamilan.6
Gambar 2.2. Histologi Serviks14
II.3 Kanker Serviks II.3.1 Definisi Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim, yaitu pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina).10
II.3.2 Epidemiologi Pada tahun 2012, kanker serviks merupakan penyakit keganasan ke-11 yang paling sering terjadi pada wanita (9,9/100.000 wanita) dan penyebab kematian kesembilan yang paling sering akibat kanker (3,3/100.000 wanita) di negara-negara berpenghasilan tinggi;16 Pada negara dengan penghasilan menengah kebawah, kanker serviks adalah jenis kanker yang paling umum kedua (15,7/100.000 wanita)
10
dan penyebab kematian kanker yang paling umum ketiga (8,3/100.000). Di Amerika Serikat, usia rata-rata saat didiagnosis adalah 47 tahun, dengan hampir 50% kasus didiagnosis di bawah usia 35 tahun.17 Mortalitas meningkat dengan bertambahnya usia dengan 70% kematian terjadi pada wanita dengan usia diatas 50 tahun.9 Pada tahun 2018, diperkirakan didiagnosis sebanyak 569.847 kasus baru kanker serviks dan sebanyak 311.360 kematian terjadi di seluruh dunia karena keganasan ini,2 meskipun insidensi dan kematian sangat bervariasi pada berbagai lokasi geografis. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, insidensi dan kematian akibat kanker serviks telah menurun lebih dari setengahnya selama 30 tahun terakhir sejak diberlakukannya program skrining.4
II.3.3 Faktor Risiko Infeksi kronis oleh human papilloma virus (HPV) subtipe risiko tinggi (onkogenik) menyebabkan hampir semua kasus kanker serviks (99,7%). Terdapat 15 subtipe HPV risiko tinggi (onkogenik), namun hanya dua subtipe, yaitu 16 dan 18 yang berperan dalam 70% dari semua kasus kanker serviks. HPV umumnya menyebar melalui kontak seksual; namun dapat menyebar tanpa hubungan seks, yaitu melalui kontak kulit dengan kulit yang terinfeksi di area tubuh. Sebagian besar infeksi akibat kontak kulit tersebut bersifat sementara dan 90% sembuh spontan dalam 2-5 tahun.7 Faktor risiko terjadinya kanker serviks adalah yang faktor berkaitan dengan penularan infeksi HPV, gangguan respon imun berat terhadap infeksi HPV, atau keduanya. Faktor tersebut adalah: 7 a. Aktivitas seksual Transimi penyebaran infeksi HPV yang paling umum adalah melalui kontak seksual, terutama onset aktivitas seksual pada usia dini, pasangan seksual multipel, pasangan seksual berisiko tinggi dan tidak menggunakan barier. b. Imunosupresi Sistem imun yang lemah baik akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), atau obat yang menyebabkan imunosupresi menempatkan
11
wanita kepada risiko yang besar terhadap infeksi HPV. Pada wanita yang terinfeksi HIV, lesi pre-kanker serviks dapat berkembang menjadi kanker invasif lebih cepat daripada normalnya. Risiko tinggi juga terjadi pada kelompok wanita lain yang mengkonsumsi obat yang menurunkan respon imun untuk terapi penyakit autoimun, atau pada pasien yang baru menjalani transplantasi organ. c. Kehamilan remaja Wanita yang hamil pertama kali di bawah umur 17 tahun hampir 2 kali lebih besar kemungkinan menderita kanker serviks daripada wanita yang hamil pertama kali pada umur 25 atau lebih. d. Paritas Wanita dengan jumlah paritas 3 atau lebih akan meningkatkan risiko pertumbuhan kanker serviks. Perubahan hormonal selama kehamilan menyebabkan wanita lebih rentan terhadap infeksi HPV atau pun pertumbuhan kanker. Di samping itu, sistem imun selama kehamilan lebih lemah dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi HPV dan pertumbuhan kanker. e. Riwayat keluarga Wanita dengan ibu/saudara perempuan yang menderita kanker serviks memiliki risiko 2-3 kali terkena kanker serviks dibandingkan wanita tanpa riwayat keluarga. f. Kontrasepsi oral Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama dapat menaikkan risiko kanker serviks. Risiko kanker serviks menjadi dua kali lebih besar pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lebih dari 5 tahun.. g. Merokok Wanita yang merokok memiliki peluang dua kali lebih besar untuk terkena kanker serviks. Zat-zat kimia pencetus kanker dalam rokok mempengaruhi seluruh organ tubuh. Zat-zat kimia ini merusak DNA dari sel serviks dan mencetus pertumbuhan kanker serviks. Di sisi lain, merokok juga menurunkan sistem imun tubuh untuk melawan infeksi HPV.
12
h. Kebiasaan diet Wanita dengan diet yang rendah buah-buahan dan sayur-sayuran menaikkan risiko terkena kanker serviks. Wanita dengan berat badan berlebih juga cenderung lebih sering terkena adenokarsinoma serviks. i. Diethylstilbestrol (DES) DES merupakan obat hormonal yang digunakan untuk mencegah keguguran pada tahun 1940-1971. Wanita yang ibunya mengkonsumsi DES juga berisiko terkena SCC (Squamous Cell Carcinoma) dan prekanker serviks.
II.3.4 Patogenesis HPV ditemukan pada 85% hingga 90% lesi prakanker dan neoplasma invasif, khususnya HPV subtipe risiko tinggi, seperti 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 52, 56, 58, dan 59. Sebaliknya, kondiloma, yang merupakan lesi jinak, berkaitan dengan infeksi oleh HPV subtipe risiko-rendah (yaitu 6, 11, 42, dan 44). Pada lesi-lesi ini, DNA virus tidak terintegrasi ke genom pejamu, dan tetap berada dalam bentuk episomal bebas. Pada HPV tipe 16 dan 18, setelah virus terintegrasi dengan gen penjamu, gen virus dapat mengkode protein yang menghambat atau menginaktifkan gen penekan tumor TP53 dan RB1 di sel epitel target serta mengaktivasi gen terkait siklus sel, seperti siklin E sehingga terjadi proliferasi sel yang tidak terkendali.4
13
Gambar 2.3 Patogenesis Kanker Serviks4
II.3.5 Manifestasi Klinis Pada tahap awal, kanker serviks seringkali tidak menunjukkan gejala dan dapat didiagnosis dengan skrining rutin atau pemeriksaan pelvis. Gejala-gejalanya termasuk perdarahan pervaginam post-koital atau abnormal. Mungkin juga ditemukan gejala keputihan berbau busuk yang banyak namun jarang. Trias edema ekstremitas bawah, nyeri flank dan skiatika mengindikasikan adanya invasi dinding pelvis. Pengeluaran melalui vagina adalah gejala terbentuknya fistula vesikovaginal dan menunjukkan invasi kandung kemih, sedangkan pengeluaran feses melalui vagina adalah gejala terbentuknya fistula rektovaginal dan menunjukkan invasi rektum.4 II.3.5.1 Gejala Awal7 A. Duh profuse, encer, terwarna darah B. Gejala klasik: bercak atau metrorrhagia tanpa nyeri C. Bercak atau perdarahan pasca senggama/bilas vagina
14
II.3.5.2 Gejala Lanjut8 A. Episode perdarahan semakin memberat, sering, dan lebih lama B. Perdarahan post menopause C. Nyeri alih ke flank atau ekstremitas bawah akibat keterlibatan ureter, dinding pelvis, jalur nervus skiatika D. Disuria, hematuria – akibat keterlibatan vesika urinaria E. Perdarahan rectum, obstipasi – akibat keterlibatan rectum F. Edema ekstremitas bawah (salah satu atau keduanya) akibat hambatan aliran vena dan limfatik karena penyakit dinding panggul G. Pada kasus berat terjadi uremia akibat kompresi ureter bilateral dan kerusakan ginjal akibat tekanan aliran balik
II.3.6 Diagnosis II.3.6.1 Pemeriksaan Fisik Kebanyakan wanita dengan kanker serviks memiliki pemeriksaan fisik yang normal. Pembesaran kelenjar supraklavikular atau limfadenopati inguinal, edema tungkai, ascites, ataupun penurunan suara nafas pada auskultasi paru dapat menunjukkan adanya metastasis.14 Wanita yang dicurigai mengalami kanker serviks harus dilakukan pemeriksaan genitalia eksterna dan dan interna. Dengan pemeriksaan spekulum, penampakan serviks dapat normal apabila kanker masih mikroinvasif. Sekret yang bersifat cair, purulen, atau bercampur darah, juga dapat dijumpai. Untuk alasan ini, kanker serviks dapat memiliki gambaran klinis yang serupa dengan penyakit lain, seperti leiomioma serviks, polip serviks, vaginitis, servisitis, plasenta previa, kehamilan servikal, kondiloma akuminata, herpetic ulcer, dan chancre. 14 Pada pemeriksaan bimaual, dapat diraba pembesaran uterus akibat dari invasi dan pertumbuhan tumor. Pada kanker serviks tahap lanjut, perlu dilakukan pemeriksaan rektovaginal. Palpasi pada septum rektovaginal memberi gambaran septum yang tebal, keras, dan irregular. Invasi paling sering terjadi pada bagian proksimal posterior dari dinding vagina. 14
15
II.3.6.2 Papanicolaou Smear Meskipun Pap smears digunakan untuk skrining, tes ini tidak selalu dapat mendeteksi kanker serviks. Pada wanita dengan stadium I kanker serviks, hanya 3050% dari cytologic smears yang didapati sebagai positif kanker. Oleh karena itu, tidak disarankan pemeriksaan Pap smear tunggal untuk evaluasi lesi yang mencurigakan.11
II.3.6.3 Kolposkopi dan Biopsi Serviks Jika ditemukan pemeriksaan Pap smear yang tidak normal, kolposkopi dapat dilakukan. Selama evaluasi ini, seluruh zona transformasi sebaiknya diidentifikasi, dan biopsi serviks dan endoserviks yang memadai dapat diperoleh. Biopsi serviks atau spesimen konisasi adalah yang metode paling akurat untuk penilaian invasi kanker serviks. Kedua jenis sampel biasanya berisi stroma yang mendasari dan memungkinkan dilakukan diferensiasi antara invasif dan karsinoma in situ. Spesimen konisasi membutuhkan jaringan sampel yang lebih besar dan sangat membantu untuk mendiagnosis karsinoma in situ dan kanker serviks mikroinvasif.19 Pengujian tambahan dengan pemeriksaan sitologi dan pengujian HPV pada hasil skrining yang abnormal sangat disarankan oleh American College of Obstetricians and Gynaecologists pada wanita dengan rentang usia 30-64 tahun.8
II.3.6.4 Stadium dan Klasifikasi Kanker Serviks Menurut International Federation of Gynecology and Obstetricts (WHO, 2009), stadium kanker serviks adalah sebagai berikut:7 Stadium 1 : Karsinoma masih terbatas pada serviks 1A
: Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium 1b. Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7mm
1A1 : Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3mm dan lebar tidak lebih dari 7mm.
16
1A2 : Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3mm tapi kurang dari 5mm dan lebar tidak lebih dari 7mm. 1B
: Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari 1a. 1B1 : Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4cm.
1B2 : Besar lesi secara klinis lebih dari 4cm. Stadium II : Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul. IIA : Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium. IIB
: Infiltrasi ke parametrium,tetapi belum mencapai dinding panggul.
Stadium Ш : Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan sebab lain. ШA : Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul. ШB : Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal. Stadium ІV : Perluasan ke luar organ reproduktif. ІVA : Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rectum. ІVB : Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul.
Gambar 2.4 Stadium kanker serviks berdasarkan FIGO5
17
Menurut American Joint Committee on Cancer (2009), pembagian stadium kanker serviks berdasarkan T (Tumor), N (Regional Lymph Nodes), M (Distant Metastasis) adalah sebagai berikut. 7
Tabel 1 Klasifikasi Kanker Serviks Berdasarkan TNM TNM Tumor
TX
Primer (T)
Tumor primer tidak dapat dinilai
FIGO
T0 Tidak ada bukti tumor primer Tis Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
0
T1 Karsinoma serviks terbatas pada rahim (ekstensi
1
untuk corpus harus diabaikan) T1a Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop. Invasi stroma dengan kedalaman maksimum 5.0 mm diukur dari dasar epitel dan
IA
penyebaran horizontal 7.0 mm atau kurang. Keterlibatan vaskuler, vena atau limfatik, tidak mempengaruhi klasifikasi T1a1 Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 3.0 mm dan penyebaran horizontal tidak lebih dari
IA1
7.0 mm T1a2 Invasi stroma berukuran antara 3.0 mm dan 5.0 mm dengan penyebaran horizontal tidak lebih
IA2
dari 7,0 mm
18
T1b Lesi klinis terlihat terbatas pada serviks atau lesi
IB
mikroskopis lebih besar dari T1a/IA2 T1b1 Secara klinis terlihat lesi tidak lebih dari 4 cm
IB1
pada dimensi terbesar T1b2 Lesi klinis terlihat lebih dari 4.0 cm pada
IB2
dimensi terbesar T2 Invasi tumor keluar uterus tetapi tidak sampai
II
dinding panggul atau sepertiga bawah vagina T2a Tumor tanpa invasi parametrium T2b Tumor dengan invasi parametrium
IIA
IIB
T3 Tumor menyebar ke dinding panggul dan / atau melibatkan sepertiga bawah bawah vagina, dan /
III
atau menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal T3a Tumor melibatkan sepertiga bawah vagina,
IIIA
tidak ada perluasan ke panggul dinding T3b Tumor meluas ke dinding panggul dan / atau
IIIB
penyebab hidronefrosis atau gagal ginjal T4 Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau
IVA
rektum, dan / atau keluar dari panggul Kelenjar
NX
Getah
Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai
19
Bening
N0
Regional
Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional
(N)
N1 Metastasis kelenjar getah bening regional
Metastasis
M0
Jauh (M)
Tidak ada metastasis jauh M1 Metastasis jauh (penyebaran termasuk peritoneal, keterlibatan kelenjar supraklavikula,
IVB
mediastinum, atau getah bening paraaortia, paru-paru, hati, atau tulang) Gabungan Stadium7 Tabel 2 Gabungan Klasifikasi Kanker Stadium 0
Tis
N0
M0
Stadium IA
T1a
N0
M0
Stadium IA1
T1a1
N0
M0
Stadium IA2
T1a2
N0
M0
Stadium IB
T1b
N0
M0
Stadium IB1
T1b1
N0
M0
Stadium IB2
T1b2
N0
M0
Stadium IIA
T2a
N0
M0
Stadium IIB
T2b
N0
M0
Stadium IIIA
T3a
N0
M0
Stadium IIIB
T1, T2, T3a
N1
M0
T3b
N berapapun
M0
Stadium IVA
T4
N berapapun
M0
Stadium IVB
T berapapun
N berapapun
M1
Klasifikasi kanker serviks berdasarkan histologi: 7 A. Karsinoma sel skuamosa (66%): berasal dari sel epitel skuamosa serviks B. Adenokarsinoma (28%): berasal dari sel kelenjar penghasil mukus pada
20
endoserviks C. Tipe jarang (6%): karsinoma adenoskuamosa, karsinoma neuroendokrin. Klasifikasi berdasarkan makroskopis kanker serviks: 7 A. Lesi eksofitik: bentuk paling sering dan berasal dari ektoserviks. Tumbuh membentuk massa polipoidal besar, rapuh, dan perdarahan profuse. B. Lesi infiltrasi: serviks tampak keras dengan lesi minimal atau tidak terlihat pada serviks. C. Lesi ulseratif: Tampak sebagai ulkus di atas serviks, seringkali terdapat pada seluruh serviks.
II.3.7 Penatalaksanaan Menurut National Cancer Institute (2012) ada berbagai jenis pengobatan untuk penderita kanker serviks. Sebagian pengobatan merupakan terapi standar (pengobatan yang saat ini digunakan), dan sebagian lainnya sedang diuji dalam uji klinis. Sebuah uji klinis pengobatan adalah studi penelitian yang dimaksudkan untuk membantu meningkatkan perawatan saat ini atau memperoleh informasi tentang perawatan baru untuk pasien dengan kanker. Ketika uji klinis menunjukkan bahwa pengobatan baru lebih baik daripada pengobatan standar, pengobatan baru dapat menjadi pengobatan standar. 7 Tiga jenis terapi standar yang umumnya digunakan:
II.3.7.1 Operasi Pembedahan (pengangkatan kanker melalui prosedur operasi) dapat digunakan untuk mengobati kanker serviks. Prosedur bedah yang dapat digunakan antara lain: 7 A. Konisasi Prosedur untuk mengangkat sebagian jaringan berbentuk kerucut dari serviks dan saluran serviks. Ahli patologi akan melihat jaringan dibawah mikroskop untuk mencari sel-sel kanker. Konisasi dapat digunakan untuk mendiagnosis atau mengobati kondisi kanker serviks. Prosedur ini juga disebut biopsi kerucut.
21
B. Histerektomi total Operasi untuk mengangkat rahim, termasuk serviks. Jika rahim dan serviks dibawa keluar melalui vagina, operasi ini disebut sebagai histerektomi vaginal. Jika rahim dan serviks dibawa keluar melaui sayatan besar di perut, operasi ini disebut histerktomi total abdominal. Jika rahim dan serviks dibawa keluar melalui sayatan kecil di perut dengan menggunakan laparoskopi, operasi ini disebut histerektomi total laparoskopi. C. Radikal histerektomi Operasi untuk mengangkat rahim, serviks, bagian dari vagina, dan wilayah yang luas dari ligamen dan jaringan di sekitar organ- organ ini. Ovarium, saluran tuba, atau kelenjar getah bening di dekatnya juga dapat diangkat. D. Modifikasi histerektomi radikal Operasi untuk mengangkat rahim, serviks, bagian atas vagina, dan ligamen dan jaringan sekitar organ-organ tersebut. Kelenjar getah bening juga dapat diangkat. Dalam jenis operasi ini, jaringan dan organ yang dikeluarkan tidak sebanyak seperti histerektomi radikal. E. Salpingo-ooforektomi bilateral Pembedahan untuk mengangkat kedua ovarium dan kedua tuba fallopi. F. Eksenterasi pelvis Operasi untuk mengangkat usus besar bagian bawah, rektum, dan vesika urinaria. Pada wanita, serviks, vagina, ovarium, dan kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Dibuat saluran buatan (stoma) untuk urin dan feses agar dapat keluar dari tubuh ke kantung urin dan feses. Operasi plastik mungkin diperlukan untuk membuat vagina buatan setelah operasi ini. G. Cryosurgery Terapi
yang menggunakan
instrumen
untuk
membekukan
dan
menghancurkan jaringan abnormal, seperti karsinoma in situ. Jenis penatalaksanaan ini juga disebut cryotherapy.
22
H. Operasi laser Sebuah prosedur bedah yang menggunakan sinar laser sebagai pisau untuk melakukan pemotongan tanpa perdarahan pada jaringan atau membuang lesi permukaan seperti tumor. I. Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) Sebuah terapi yang menggunakan arus listrik yang dilewatkan melalui loop kawat tipis seperti pisau untuk mengangkat jaringan yang tidak normal atau kanker.
II.3.7.2 Terapi radiasi Terapi radiasi adalah terapi yang menggunakan sinar-x energy tinggi atau jenis radiasi lain untuk membunuh sel kanker atau menghambat pertumbuhan sel kanker. Terdapat dua jenis terapi, terapi radiasi eksternal yang menggunakan mesin diluar tubuh untuk mengirim radiasi terhadap kanker. Terapi radiasi internal menggunakan zat radioaktif yang ditanam dalam jarum, bibit, kawat, kateter yang ditempatkan langsung ke dalam atau dekat kanker. Metode radiasi diberikan tergantung pada jenis dan stadium kanker. 7
II.3.7.3 Kemoterapi Kemoterapi merupakan pengobatan kanker yang menggunakan obat untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker, baik dengan membunuh sel atau dengan menghentikan pembelahan sel kanker. Bila kemoterapi diberikan melalui mulut atau disuntikkan ke dalam pembuluh darah atau otot, obat akan memasuki aliran darah dan dapat mencapai sel kanker di seluruh tubuh (sistemik kemoterapi). Bila kemoterapi ditempatkan langsung ke dalam cairan cerebrospinal, organ, atau rongga tubuh seperti perut, obat akan mempengaruhi sel-sel kanker di daerah tersebut (kemoterapi regional). 7
II.3.7.4 Terapi Kanker Serviks Berdasarkan Stadium A. Karsinoma In Situ (Stadium 0) Karsinoma in situ (tahap 0) diterapi dengan ablasi lokal / tindakan eksisi (cryosurgery, ablasi laser dan loop eksisi) dengan follow-up seumur hidup.
23
Untuk
lesi
ektoserviks;
disarankan
dilakukan
prosedur
bedah
electrosurgical loop (LEEP) / terapi laser atau konisasi / cryotherapy. Untuk lesi yang melibatkan kanal endoserviks; disarankan untuk dilakukan konisasi laser / pisau beku untuk wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksi. Histerektomi abdominal total disarankan pada kelompok usia pasca-reproduksi dan untuk kanker yang meluas ke batas dalam serviks. 7 B. Stadium IA1 Kanker Serviks Terapi pilihan adalah operasi. Histerektomi total abdominal, histerektomi radikal, dan atau konisasi adalah prosedur yang disarankan. Diseksi kelenjar getah bening biasanya tidak diperlukan jika kedalaman invasi <3 mm tanpa adanya invasi pada ruang limfovaskular. Menurut pedoman National Comprehensive Cancer Network (NCCN), terapi radiasi pelvis saat ini merupakan rekomendasi kategori 1 untuk stadium IA setelah dilakukan prosedur operasi dengan faktor risiko tinggi (tumor primer besar, invasi stroma yang dalam, atau invasi ruang limfovaskular). 7 C. Stadium IB atau IIA Kanker Serviks Stadium IB1: Histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis bilateral dengan atau tanpa kemoradioterapi. 7 Stadium IB2 dan IIA: Pilihan terapi sebagai berikut; 7 • Terapi Radiasi Radikal (Eksternal plus intracavitary). • Histerektomi radikal (Tipe III) dengan limfadenektomi bilateral pelvis • Kemoradioterapi D. Stadium IIB, IIIA, atau IIIB Kanker Serviks Radioterapi adalah penatalaksanaan pilihan untuk stadium ini. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan angka kesintasan hidup yang besar dengan kemoradioterapi. Oleh karena itu, penggunaan kemoterapi berbasis Cisplatin yang dikombinasi dengan radiasi telah menjadi standar penatalaksanaan untuk manajemen wanita dengan kanker stadium lanjut lokal. 7
24
E. Stadium IVA dan IVB Kanker Serviks Untuk stadium lanjut terapi yang disarankan adalah terapi paliatif. Terapi radiasi
dilakukan
untuk
mengontrol
perdarahan
dan
nyeri,
direkomendasikan kemoterapi sistemik untuk penyakit diseminata.7
II.3.8 Prognosis Menurut American Cancer Society (2013), angka kesintasan penderita kanker serviks berdasarkan stadium oleh American Joint Committee on Cancer edisi ke-7 dan berdasarkan diagnosa pada tahun 2000 hingga 2002 adalah sebagai berikut:12 Tabel 3 Prognosis Kanker Serviks1 Stadium
Angka Kesintasan 5 Tahun
0
93%
IA
93%
IB
80%
IIA
63%
IIB
58%
IIIA
35%
IIIB
32%
IVA
16%
IVB
15%
Sumber: American Cancer Society, 2013. Survival Rates for Cervical Cancer by Stage.
II.3.9 Pencegahan Kanker Serviks Menurut World Health Organization (2013), pencegahan kanker serviks dibagi atas 3 yaitu, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.18 II.3.9.1 Pencegahan primer18 A. Anak perempuan 9-13 tahun Vaksinasi HPV B. Anak perempuan dan laki-laki
25
1) Informasi kesehatan dan peringatan tentang penggunaan tembakau. 2) Pendidikan seksualitas disesuaikan dengan usia dan budaya. 3) Promosi kondom / penyisihan bagi yang terlibat dalam aktivitas seksual. 4) Sirkumsisi pada laki-laki. II.3.9.2 Pencegahan Sekunder18 Wanita diatas 30 tahun Skrining dan pengobatan sesuai yang dibutuhkan A. “Skrining dan obati” dengan Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) diikuti oleh cryotherapy. B. Tes HPV untuk subtipe HPV risiko tinggi (tipe 16,18, dan lain-lain) II.3.9.3 Pencegahan Tersier18 Semua wanita yang membutuhkan Pengobatan kanker invasif pada usia berapa pun A. Operasi ablatif B. Radioterapi C. Kemoterapi
Vaksinasi HPV memberi perlindungan terhadap infeksi HPV sebesar 89%. Vaksin HPV dapat mencegah infeksi HPV dan lesi prekanker hingga 5 tahun, tetapi tidak mengobati infeksi HPV yang sudah ada. Saat ini, telah tersedia 2 vaksin untuk pencegahan kanker serviks yaitu Gradasil (Merck & Co., Inc.), mencegah dari infeksi HPV 6, 11, 16, dan 18 (kuadrivalen), dan Cervarix (GlaxoSmithKline), mencegah dari infeksi HPV 16 dan 18 (bivalen).12
26
BAB III PEMBAHASAN
Seorang pasien perempuan berusia 40 tahun di diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
III.1 Anamnesis Pasien datang dengan keluhan utama keluar darah dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS, perdarahan banyak, berwarna merah menggumpal. Keluhan disertai dengan nyeri perut bagian bawah. Perdarahan uterus abnormal (PUA) didefinisikan sebagai perubahan signifikan pada pola atau volume darah menstruasi. Etiologi PUA diklasifikasikan menjadi 9 kategori utama yang disingkat menjadi PALM-COEIN: polyp, adenomyosis, leimyoma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenic, dan not yet classified. Pasien sudah mengalami keluhan seperti ini sejak 3 bulan yang lalu semenjak pasien menggunakan KB implan. Implan dapat menyebabkan disrupsi pada pola haid, khususnya pada tahun pertama penggunaan. Esterogen endogen biasanya normal, sedangkan pelepasan progestin tidak terjadi secara regular yang menyebabkan endometrial sloughing pada interval yang tidak dapat diprediksi. Pasien mengatahan badannya lemah sekali sampai mengganggu aktivitas. Keluhan yang dirasakan pasien kemungkinan akibat kehilangan volume tubuh yang massif yaitu berupa perdarahan pervaginam. Sebelumnya pasien pengeluhkan keputihan yang cukup banyak, berwarna kakuningan, tidak bau, dan tidak gatal. Pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan ± 10 kg. Pada kasus kanker serviks dapat ditemukan gejala keputihan, yang didukung dengan gejala penurunan berat badan pada pasien. Berdasarkan riwayat persalinan, pasien hamil anak pertama pada usia 20 tahun. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai dengan 34 tahun. Faktor risiko kanker serviks adalah onset aktivitas seksual dan usia saat hamil pertama kali pada usia dini. Pasien memiliki jumlah paritas 3, Wanita dengan jumlah paritas 3 atau lebih
27
akan meningkatkan risiko pertumbuhan kanker serviks. Perubahan hormonal selama kehamilan menyebabkan wanita lebih rentan terhadap infeksi HPV atau pun pertumbuhan kanker. Di samping itu, sistem imun selama kehamilan lebih lemah dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi HPV dan pertumbuhan kanker.
III.2 Pemeriksaan Fisik Berdasarkan status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada status ginekologi didapatkan perdarahan pervaginam pada pemeriksaan luar. Pada pemeriksaan inspekulo tampak portio berdungkul, dan terdapat fluksus. Pada pemeriksaan dalam teraba portio berdungkul. Dengan pemeriksaan spekulum, tampak temuan portio berdungkul yang menandakan adanya pertumbuhan sel abnormal. Disarankan untuk dilakukan pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan biopsi untuk mengetahui bentuk perubahan sel dan untuk menentukan derajat.
III.3 Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan lab darah didapatkan hasil hemoglobin 4,5 g/dl. Perdarahan yang dialami pasien menyebabkan penurunan Hb yang signifikan dan membutuhkan koreksi transfusi. Anemia yang dialami pasien sudah menimbulkan gejala berupa keadaan pasien yang lemah dan konjungtiva anemis.
III.4 Diagosis Kerja Pasien didiagnosis dengan perdarahan pervaginam aktif suspek Ca serviks dengan anemia. Pemeriksaan biopsi tetap merupakan alat diagnostik utama untuk melihat perubahan jenis epitel serviks dan mendiagnosis kanker serviks.
III.5 Follow-up Selama 4 hari dirawat keadaan umum pasien membaik. Setelah dilakukan koreksi anemia kadar Hb pasien berangsur-angsur meningkat. Penatalaksanaan kanker serviks dilakukan setelah terdapat hasil biopsi. Pasien direncanakan untuk kontrol ke poliklinik untuk penatalaksanaan selanjutnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
1.
ACS, 2013. American Cancer Society. Available at: www.acs.org [Accessed 3 April 2013].
2.
Bray, F., Ferlay, J., Soerjomataram, I., Siegel, R. L., Torre, L. A., & Jemal, A. (2018). Global cancer statistics 2018: GLOBOCAN estimates of incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries. CA: A Cancer Journal for Clinicians,68(6), 394-424. doi:10.3322/caac.21492
3.
Cervix. (2017, October 13). https://m.ufhealth.org/cervix#prettyPhoto
4.
Cohen, P. A., Jhingran, A., Oaknin, A., & Denny, L. (2019). Cervical cancer. The Lancet,393(10167), 169-182. doi:10.1016/s01406736(18)32470-x
5.
Eurocytology. (2017). Cervical cytology. http://www.eurocytology.eu/en/course/1022
6.
Junqueira, L.C. & Carneiro, J., 2007. Basic Histology text & atlas. 11th ed. McGraw-Hill
7.
Kumar, N. (2016). Cervical Cancer; a Nightmare for Womanhood: Review of Recent Advances. Womens Health Gynecol,2(2), 017th ser., 1-9.
8.
Massad, L.S. et al., 2013. 2012 Updated Consensus Guidelines for The Management of Abnormal Cervical Cancer Screening Tests and Cancer Precursors. American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, 121(4), pp.829-46.
9.
Olorunfemi, G., Ndlovu, N., Masukume, G., Chikandiwa, A., Pisa, P. T., & Singh, E. (2018). Temporal trends in the epidemiology of cervical cancer in South Africa (1994-2012). International Journal of Cancer,143(9), 22382249. doi:10.1002/ijc.31610
10.
Rasjidi, I., 2008. Manual Prakanker Serviks. Jakarta: Kanker Serviks.
11.
Ronco, G., Dillner, J., Elfström, K. M., Tunesi, S., Snijders, P. J., Arbyn, M., . . . Meijer, C. J. (2014). Efficacy of HPV-based screening for prevention of invasive cervical cancer: Follow-up of four European randomised controlled trials. The Lancet,383(9916), 524-532. doi:10.1016/s0140-6736(13)62218-7
Retrieved
Retrieved
from
from
29
12.
Saslow, D. et al., 2007. American Cancer Society Guideline for Human Papillomavirus (HPV) Vaccine Use to Prevent Cervical Cancer and Its Precursors. A Cancer Journal for Clinicians, 57(1), pp.1-22
13.
Snell, R. S. (2004). Clinical anatomy for medical students. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
14.
Stapley, S., & Hamilton, W. (2011). Gynaecological symptoms reported by young women: Examining the potential for earlier diagnosis of cervical cancer. Family Practice,28(6), 592-598. doi:10.1093/fampra/cmr033
15.
Thomas, D. (2017, February 15). HistoQuarterly: CERVIX. Retrieved from https://histologyblog.com/2013/01/20/histoquarterly-cervix/
16.
Torre, L. A., Bray, F., Siegel, R. L., Ferlay, J., Lortet-Tieulent, J., & Jemal, A. (2015). Global cancer statistics, 2012. CA: A Cancer Journal for Clinicians,65(2), 87-108. doi:10.3322/caac.21262
17.
Waggoner, S. E. (2003). Cervical cancer. The Lancet,361(9376), 2217-2225. doi:10.1016/s0140-6736(03)13778-6
18.
WHO, 2013. Comprehensive cervical cancer prevention and control: a healthier future for girls and woman. In World Health Organization., 2013.
19.
Williams, 2008. Williams Gynecology. McGraw-Hill.
30