Bab Iv.doc

  • Uploaded by: oliviafabita
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iv.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 1,438
  • Pages: 5
BAB IV ANALISA KASUS

Seorang pasien perempuan berusia 34 tahun di diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. IV.1

Anamnesa Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 minggu SMRS. Sesak nafas sendiri

merupakan keluhan subjektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman maupun gangguan atau kesulitan bernapas yang tidak sebanding dengan aktivitas. Penyebab timbulnya sesak dapat berasal dari beberapa keadaan seperti gangguan pada organ paru akibat gangguan jantung, ginjal dan hati. Sesak napas atau dispnea dibagi menjadi dua kategori berupa akut dan kronik, dikatan akut apabila onset kurang dari 1 bulan seperti pada pasien ini.14 Keluhan sesak seperti ini baru dirasakan pertama kali yang semakin memberat terutama saat aktivitas dan dirasakan terus menerus saat tidur maupun duduk tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh. Dari karakteristik sesak pada pasien berupa sesak yang semakin lama semakin memberat tanpa dipengaruhi aktivitas dapat terjadi karena pneumonia atau asma. Namun pasien tidak memiliki riwayat alergi, sesak yang dialami saat ini merupakan yang pertama kali dan tidak terdengar seperti mengi sehingga hipotesis asma dapat disingkirkan dan asma termasuk ke dalam kategori dyspnea kronik. Pasien juga mengatakan bahwa sesak yang dialaminya tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi seperti membaik saat posisi duduk sehingga dapat melemahkan hipotesis sesak karena kongesti paru yang dapat diakibatkan oleh gagal jantung maupun ginjal, pasien juga menyangkal memiliki riwayat hipertensi, gangguan jantung maupun ginjal. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 2 bulan yang lalu, batuk disertai dahak berwarna kuning yang sulit dikeluarkan, hal ini menunjukkan adanya infeksi saluran nafas, dengan adanya keluhan sesak pada pasien kemungkinan infeksi sudah mencapai parenkim paru sehingga diperlukan pemeriksaan foto thoraks pada pasien.

57

Pasien juga mengatakan bahwa dirinya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, naik turun sejak 1 tahun terkahir. Demam adalah reaksi tubuh yang bertujuan untuk menandakan terdapat respon inflamasi, dimana inflamasi dapat bersifat infektif maupun noninfektif. Demam yang terjadi pada pasien berlangsung lama menandakan terjadinya suatu proses inflamasi ataupun infeksi kronik yang mendukung hipotesis infeksi saluran napas bawah atau mungkin pasien memiliki riwayat penyakit lainnya yang bersifat kronis. Demam pada pasien HIV dengan sistem imun yang melemah serta infeksi HIV yang berkelanjutan dan penanganan infeksi sekunder dan oportunistik yang tidak adekuat dapat juga menyebabakan demam yang berkepanjangan. Pasien juga mengatakan dirinya sering berkeringat malam hari, nafsu makannya menurun dan terjadi penurunan berat badan sebanyak 15 kg sejak 1 tahun terakhir. Pasien juga ternyata sempat mengkonsumsi obat TB namun berhenti setelah 4 bulan konsumsi obat. Pasien pernah menjalani operasi TB kelenjar bulan februari 2017 lalu. Hal tersebut menunjukkan bahwa ditemukan gejala respiratorik dan sistemik khas pada TB. Sesak napas yang dialami pasien TB bergantung pada luas lesi pada parenkim paru, sehingga dibutuhkan foto thoraks untuk menilai dan mendiagnosis adanya infeksi pada parenkim paru. Sesak yang dialami oleh pasien saat ini dapat disebabkan karena komplikasi dari TB paru sendiri maupun karena koinfeksi dari mikroorganisme lain.12 Pasien kemudian berobat kembali karena batuknya timbul lagi, setelah cek darah pasien didiagnosis memiliki HIV/AIDS dan belum mendapatkan terapi ARV. Pasien memiliki riwayat transfusi darah saat melahirkan anak keduanya 11 bulan yang lalu, tidak pernah menggunakan obat2an terlarang dan tidak melakukan hubungan seks bebas. Hal tersebut ditanyakan untuk mengetahui faktor risiko pasien terkena HIV. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS.3 AIDS merupakan kumpulan gejala yang terjadi karena

58

penurunan sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV sehingga terjadi infeksi oportunis. 1 Hiv menular melalui tiga jalur transmisi utama yakni mukosa genital (hubungan seksual), langsung ke peredaran darah (jarum suntik) dan vertical (ibu ke janin). Hampir semua ODHA berkembang menjadi AIDS sesudah 13 tahun infeksi HIV. Hal tersebut menunjukkan bahwa HIV masuk ke dalam tubuh pasien mulai 3-13 tahun yang lalu sehingga riwayat transfuse darah 11 bulan yang lalu bukan merupakan penyebab pasien mengalami AIDS yang saat ini dialami. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. Berdasarkan data di RSCM Demam lama yang dialami pasien ternyata dialami oleh 100% penderita AIDS, batuk dialami oleh 90% penderita AIDS dan penurunan berat badan dialami oleh 80,7% ODHA. 8 Berdasarkan anamnesis diatas pasien datang dengan keluhan utama sesak napas. Sesak napas yang dialami pasien dapat merupakan sebuah infeksi oportunis yang timbul saat sel CD 4 turun dibawah 200 mg/dl. Infeksi paru pada pasien dengan AIDS dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, namun 60% pasien AIDS disertai dengan koinfeksi TB seperti yang dialami oleh pasien. TB paru pada pasien AIDS dapat juga disertai dengan infeksi sekunder oleh mikroorganisme lain terutama pneumonia, atau pneumonia tersebut dapat berdiri sendiri. Pneumonia yang sering terjadi pada pasien AIDS berupa pneumonia bakterial terutama dengan penyebab penumokokus. Gejala klinis pada pneumonia berupa batuk produktif, demam yang dapat disertai menggigil, takikardia, takipneu sampai sianosis. Pada keadaan imunokompeten, tubuh mampu mengadakan perlawanan tetapi tidak pada keadaan imunokompromais sehingga gejala klinis yang terjadi tidak spesifik. 12 Penegakkan etiologi infeksi paru dapat dengan pemeriksaan sputum pasien. III.2 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan laju napas 38x/menit, terdapat retraksi sela iga menunjukkan pasien sesak napas. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan rhonki basah kasar pada basal kedua paru. Hal tersebut mendukung bahwa terdapat infiltrate

59

pada lapangan bawah paru yang mendukung hipotesis infeksi parenkim paru yang bisa disebabkan oleh pneumonia atau TB paru akibat AIDS. Pada pemeriksaan lidah didapatkan gambaran plak putih yang menutupi hampir seluruh lidah. Gambaran tersebut khas pada kandidiasis oral. Pada pemeriksaan leher didapatkan pemebesaran kelenjar getah bening ceervikalis posterior sebanyak 2 buah, tepi rata, mobile, diameter 0,5 cm, permukaan halus, tidak nyeri tekan. Kuku jari ke 3 kiri pasien kusam dan rapuh khas gambaran onikomikosis. Pada kulit kaki dan tangan pasien didapatkan papula hiperpigmentasi yang dikeluhkan gatal oleh pasien, hal tersebut daoat menunjukkan terjadinya dermatitis pruritic. Hasil anamnesis dan pemeriksaan tersebut diatas merupakan tanda khas pada pasien AIDS dengan penurunan imunitas berat dimana terjadi infeksi oportunis berupa Infeksi paru, onikomikosis, kandidiasis oral dan dermatitis pruritic serta limfadenopati coli. III.3 Pemeriksaan penunjang 

Hb (↓) MCV dan MCH menurun, eritrosit ↓  anemia mikrositik hipokrom, kemungkinan yang terjadi pada pasien dengan anemia mikrositik hipokrom adalah penyakit kronik dan defisiensi besi. Hal tersebut mendukung diagnosis pasien memiliki penyakit kronik berupa AIDS disertai dengan TB. Anemia defisiensi besi juga dapat menjadi penyebabnya karena pasien mengeluhkan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan lebih lanjut pada pasien didapatkan besi serum menurun, TIBC menurun dan ferritin normal. Ferritin merupakan protein yang terdapat di dalam sel sebagai protein penyimpan zat besi paling utama, sedangkan TIBC merupakan jumlah besi yang dapat berikatan dengan transferrin, sehingga



kemungkinan besar pasien mengalami anemia akibat penyakit kronik.15 Leukosit  saat awal masuk normal, namun semakin hari semakin menurun hingga 2790. Pada pasien curiga mengalami infeksi paru TB dengan diagnosis banding pneumonia. Pada pneumonia terjadi leukositosis, sehingga dibutuhkan pemeriksaan hitung jenis. Pemeriksaan hitung jenis didapatkan hasil normal. Pada pneumonia, didapatkan peningkatan aktivitas neutrophil segmen karena infeksinya

60

yang bersifat akut. Pada pasien kemungkinan lebih mengarah ke infeksi TB karena 

hitung jenisnya normal dimana penyakit TB bersifat kronik. Fungsi hati dan ginjal dilakukan untuk menilai adakah kelainan organ tersebut setelah terapi OAT. Pemeriksaan ini juga berfungsi untuk pemilihan regimen terapi



berikutnya. Procalcitonin ↑  prokalsitonin yang meningkat dalam plasma/serum menandakan terdapat infeksi atau inflamasi. Hal ini kemungkinan disebabkan



karena infeksi HIV ataupun Infeksi oportunis lain yang dialami pasien. CD4 ↓  Jumlah CD 4 pasien <200 dimana pasien mengalami penurunan imunitas berat dan pada fase ini didukung oleh infeksi oportunistik berat seperti yang dialami pasien. HIV dapat disertai coinfeksi oleh penyakit lain sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya infeksi lain yang akan mempengaruhi terapi berupa pemeriksaan HbSAg dan Anti HbC pada pasien tidak



ada.7 BTA sputum  TB memiliki insidensi tinggi terhadap co-infeksi dengan HIV yang juga mempengaruhi terapi ARV. Pasien juga mengatakan memiliki riwayat limfadenitis TB sehingga dilakukan pemeriksaan sputum. Sebanyak 3 x pemeriksaan sputum dilakukan dan ketiganya negatif. Hasil negatif ini dapat berarti tidak terdapat infeksi TB atau karena ada beberapa faktor mempengaruhi pemeriksaan ini, seperti pasien sudah pernah konsumsi OAT selama 4 bulan atau



kesalahan dalam pengambilan sampel. Urinalisis dilakukan untuk menilai adakah infeksi oportunis lain yang dialami pasien. Pada urinalisis lengkap didapatkan peningkatan leukosit esterase dan darah pada urin pasien yang menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan pada pasien ini untuk

pengobatan pada infeksi HIV-nya diberikan ARV sebagai berikut, Tenofovir (TDF) + Lamivudin (3TC) + Efavirenz (EFV) dalam bentuk kombinasi 3 dosis tetap (KDT) dan untuk pengobatan kasus TB putus obat pada pasien ini masuk pengobatan TB kategori 2 yakni 2HRZES. Pengobatan ARV dianjurkan dimulai 2 minggu setelah OAT diberikan agar tidak terjadi kerusakan paru yang lebih parah.

61

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Presus Ca Cx(1)-1.docx
November 2019 1
Referat - Bab I.docx
April 2020 0
Daftar Tabel.docx
April 2020 0
Sc_dmg.docx
November 2019 3
Heg.docx
November 2019 1
Bab Iv.doc
April 2020 0