SBY Gagal Cina diberi angin Tommy Winata Lu, Cina Goblok Adhari purnawan Ibarat bola salju yang menggelinding, kasus Tomy Winata versus majalah Tempo terus bergulir dan kian membesar. Demonstrasi yang dilakukan anak buah bos Grup Artha Graha—yang disusul dengan penganiayaan terhadap Pemimpin Redaksi Tempo itu—kini bukan lagi urusan aparat penegak hukum. Sebab, hampir semua kalangan menganggap, kasus tersebut sebagai aksi premanisme, yang tidak sekadar melanggar hak asasi manusia. Tapi juga menghambat kebebasan pers sekaligus melecehkan martabat kepolisian. Soalnya, penganiayaan tersebut dilakukan di hadapan aparat kepolisian. Dan polisi yang menyaksikan tidak melakukan pencegahan. Apalagi, disebut-sebut, beberapa petinggi polisi telah menjadi beking Tomy Winata. Hal-hal itulah yang, Senin, 17 Maret lalu, ditanyakan oleh anggota Komisi I DPR-RI kepada Tomy Winata. Artikel Lain SARS Mengancam Kita, Juga Dunia Salman Maryadi: â€INI BUKAN BALAS DENDAM†SETELAH PEMBOBOLAN ITU TERUNGKAP TEMPO VS TOMY WINATA Tommy Winata: â€Lu, Cina Goblok†Tomy Winata:â€Saya Tidak Bisnis Gituan Lagi†Tokoh di Balik Pembobolan BNI Mega Pesangon Gaya BPPN Dua Jago dari Kantong Mega Sini Bobol, Sana Jebol Permadi, misalnya, bukan cuma mempertanyakan inti dari kasus itu semata, ia juga mengonfirmasikan kebenaran sebuah berita yang menyebutkan keterlibatan Tomy pada kasus 27 Juli 1996. Itulah kasus ketika Kantor Pusat PDI di Jalan Diponegoro diserbu. Nama besar Tomy, yang kerap diidentikkan dengan dunia hitam dan dekat dengan alat negara, tampaknya sudah didengar pula oleh para anggota Dewan. Itu terlihat dari munculnya pernyataan bahwa sang taipan biasa menerima seorang jenderal dengan hanya bercelana kolor. Itulah sebabnya, Tomy bisa bebas melakukan bisnisnya di dunia perjudian. â€Bagaimana saya tidak percaya kalau kabar itu terlalu sering terdengar,†kata Zulvan Lindan. Menurut anggota PDIP ini, perkara bisnis judi mungkin bisa †dimaklumi†asal dilakukan jauh dari keramaian kota. Tapi, kalau benar Tomy sampai bisnis narkoba, â€Saya akan berseru, hancurkan dia.†Selain yang â€menghantam†Tomy, beberapa anggota Dewan juga mempertanyakan fakta yang ditulis Tempo dalam artikel yang berjudul â€Ada Tomy di ‘Tenabang’?†Misalnya saja, seberapa kredibel sumber yang dikutip oleh
majalah tersebut. Soalnya, kata Aisyah Amini dari PPP, bisa saja sumber berita yang tak mau disebutkan namanya itu berniat menebar fitnah. Tapi â€keberatan†Aisyah ini terbantah oleh pernyataan dari Dewan Pers yang hari itu diwakili oleh R.H. Siregar. Menurut dia, wartawan mempunyai hak tolak yang dijamin undang-undang. Artinya, ia berhak tidak menyebutkan siapa yang menjadi sumber beritanya. Dan hak tolak itu gugur jika menyangkut rahasia negara dan kepentingan umum. Lantas apa kata Tomy Winata? Seperti yang lalu-lalu, kakek seorang cucu ini dengan †canggih†menepis semua tudingan yang mengarah padanya. Tentang para jenderal yang membekinginya, misalnya, ia hanya menyebutkan â€mempekerjakan†para pensiunan. Soal bisnis narkoba, â€Buat apa saya bisnis itu, sementara saya sejak dua tahun lalu sudah membangun panti rehabilitasi untuk korban narkoba,†katanya. Begitu pun terhadap tuduhan sebagai bandar judi. Menurut Tomy, selama ini, ia hanya kenal dan berteman dengan para pelaku bisnis haram itu. Bahkan, kepada mereka, ia tak segan-segan menyebutnya sebagai â€Cina Goblokâ€. â€Apakah persahabatan saya itu melanggar undang-undang?†tanyanya. Ah, Tomy Winata memang Tomy Winata. Muda, kaya, dekat dengan kekuasaan putih dan hitam, sekaligus pandai, termasuk ketika menjawab pertanyaan Permadi tentang keterlibatannya dalam penyerangan kantor PDI. Ia mengaku hanya tahu kasus penyerbuan itu dari televisi. Perkara ada salah satu ruangan miliknya yang dipakai oleh penyerbu, â€Itu hanya ekses dari orang yang meminjam tempat kosong punya saya,†katanya. Sampai di sini, posisi Tomy Winata masih tergolong aman. Tapi, entah nanti. Sebab, seperti kata salah seorang anggota Dewan, di dunia ini tak ada yang langgeng, termasuk kejayaan seseorang, contohnya Soeharto.