Saya Memang Selingkuh

  • Uploaded by: Khaerul Umam Noer
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Saya Memang Selingkuh as PDF for free.

More details

  • Words: 757
  • Pages: 2
Saya memang selingkuh, so what? Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kalimat di atas? Saya terus terang berpikir bahwa pasti laki-laki yang berani berkata seperti, terlepas dari fakta bahwa laki-laki lebih mudah untuk selingkuh ketimbang perempuan, tapi saya salah. Teman saya, yang notabene perempuan, yang berkata seperti itu kepada saya. Saya berpikir barangkali memang dunia sudah mau kiamat, masa perempuan bisa ngomong kayak gitu, tapi saya memikirkan kembali dunia di sekitar saya. Anda pernah lihat film seri sex and the city? Barangkali dari film itu lah perempuan di indonesia mendapatkan keberanian untuk menyampaikan apa yang ingin dia katakan. Sex and the city jelas berbeda dengan desperate housewife, karena di sex and the city lah anda dapat melihat perbincangan mengenai sex sambil makan siang di suatu kafe. Barangkali saya terlalu vulgar, tapi biarlah, toh sudah terlambat untuk berporno ria dengan anda pembaca catatan kaki ini. Saya secara pribadi berkeyakinan bahwa gejala berkembangnya pos-feminisme sudah berkembang di Indonesia, terutama di kota besar. Berbeda dengan pandangan kaum feminis yang melihat perempuan sebagai sosok yang tertindas, pos-feminis menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang merdeka, makhluk yang mampu membuat dunia berputar disekeliling mereka. Ah barangkali saya terlalu teoritis, atau barangkali anda perlu membaca buku post-feminisme tulisan Ann Brooks, telah diterbitkan oleh Jalasutra. Tapi jika anda teliti lebih jauh, gejala posfeminisme sudah nampak di era akhir 1990an, memang gejala ini di mulai oleh media televisi. Lihat saja berbagai acara yang menampilkan kebebasan sosok perempuan untuk mengekspresikan dirinya. Acara seperti Ally McBeal laris manis, bahkan acara yang dianggap vulgar seperti Dawson’s Creek pun membawa pesan yang sama: perempuan memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri dan tubuhnya. Seorang teman pernah membuat saya kaget ketika pacarnya berkata kepada dia “Kamu salah berpikir tentang aku, kamu pikir aku tidak selingkuh?”, luar biasa. Saya membayangkan diri saya dalam posisi dirinya, entah apa reaksi yang akan saya keluarkan. Seorang teman perempuan saya bahkan pernah bercerita kepada saya, bahwa dia dan pacarnya putus gara-gara dia (perempuan) ketahuan berjalan dengan laki-laki lain, padahal dia (perempuan) tahu bahwa pacarnya pun selingkuh, saya iseng bertanya “emang lo ngomong apa?”, dia menjawab “ya gue ngomong bgini ‘honey, if see me with a boy understand u can’t question me’”, dan reaksi saya jelas terperangah kaget. Dalam cara yang sama Tamara Geraldine pun mengeluarkan buku, saya lupa judul persisnya, tapi kira-kira ‘kamu tau kan aku punya alasan untuk selingkuh, sayang’. Entah bagaimana, tiba-tiba semangat posfeminis pun mulai menjalar pada teman yang saya tahu adalah pemeluk agama yang taat. Salah seorang teman yang katolik bahkan pernah mengaku pada saya bahwa dia berkata pada pacarnya ‘i wan’t your body, not your heart’, saya pikir ‘wow, hebat banget’, tapi setelah saya pikir ulang, barangkali itu gejala yang sangat sering muncul saat ini. ada apa dengan para laki-laki? Saya tidak bermaksud untuk menunjukkan superioritas laki-laki karena saya dengan senang hati menyebut diri

saya feminis, apakah ini gejala yang dulu pernah dicita-citakan Kartini? Teman saya jelas marah ketika saya bilang bahwa cita-cita kartini sudah semakin dekat, dia berkata bahwa yang terjadi saat ini adalah emansipasi yang kebablasan. Saya jadi bertanya, siapa yang menentukan bahwa sesuatu itu kebablasan atau tidak? Jika anda tanya para pemuka agama jelas mereka akan mengatakan bahwa yang terjadi saat ini sudah tidak pantas secara aturan agama, atau dalam istilah yang paling kasar bahwa mereka yang menjadi aktor adalah orang yang tidak beragama. Tapi jelas saya bertanya lebih jauh, apa iya? Justifikasi apa yang dimiliki oleh seseorang sehingga mampu mengatakan bahwa dirinya paling benar? Saya tidak pernah bermimpi sedikit pun bahwa saya orang yang paling benar, tapi saya yakin bahwa posisi saya menjadikan saya menjadi sasaran tembak bagi orang yang tidak menyukai pemikiran saya. Buat saya sih tidak mengapa, toh saya tidak meminta mereka untuk menyukai saya. Nah, persoalannya ternyata tidak lah semudah yang saya bayangkan. Saya ingat, dahulu dalam satu infotainmen Debby sahertian pernah berkata bahwa dia tidak membutuhkan pendamping, meskipun akhirnya dia menikah juga. Memang ada yang dengan gigih menolak untuk memiliki pendamping laki-laki, ayu utami misalnya, tapi saya rasa ayu utami hanya lah satu contoh kasus jadi tidak dapat digeneralisir. Lalu bagaimana dengan contoh kasus teman-teman saya yang merupakan pelaku posfeminis (meskipun mereka tidak menyadari hal itu)? Saya rasa, saya akan sedikit nekad kali ini. saya berkeyakinan bahwa posfeminis memang sedang berkembang saat ini, dan saya sudah menyiapkan diri saya untuk mendengar jawaban dari kawan laki-laki saya yang tiba-tiba diputusin secara sepihak oleh pacarnya. Barangkali anda menilai saya berlebihan, tapi coba lah melihat di sekitar anda lebih detail lagi, anda mendapati fakta bahwa separuh putusnya hubungan percintaan karena tuntutan si perempuan, terlepas apapun motif di baliknya.

Related Documents

Saya Memang Selingkuh
October 2019 8
Memang
November 2019 29
Selingkuh
May 2020 101
Saya
November 2019 65
Kalau Dia Selingkuh
June 2020 3

More Documents from ""