Please Dont Stop the Music!!!! Ingat potongan kata di atas? Itu diambil dari lagu Don’t Stop the Music milik Rihanna dari album Good Girl Gone Bad. Lalu apa hubungannya dengan catatan ini? izinkan saya bertutur. Tiga hari yang lalu, saya terlibat debat panjang dengan beberapa orang teman, kita membahas mengenai pencekalan Dewi Persik untuk tampil di beberapa daerah. Bagi teman saya, pencekalan tersebut melanggar hak seseorang untuk mengekspresikan diri, namun benarkah bahwa pencekalan tersebut melakukan opresi terhadap hak untuk mengekspresikan diri? Atau pecekalan tersebut lebih pada sosok Dewi Persik yang serin tampil dalam busana yang aduhai? Bagi saya jelas, bahwa orang yang mencekal Dewi Persik karena busana yang dikenakan tidak lah bertindak adil. Anda ingat ketika Mariah Carey datang ke Jakarta dan menyanyi dengan busana yang juga kelewat minim dan belahan yang aduhai? Mengapa mariah Carey tidak di cekal? Teman lainnya berargumentasi “Ya karena MC (Mariah Carey) artis internasional jadi orang takutnya mencekalnya”, oke saya anggap itu masuk diakal, namun bagaimana dengan kasus Trio Macan atau artis penyanyi dangdut lainnya? Dahulu Inul Daratista memang membuat heboh karena goyang ngebornya. Seorang ustaz di tv pernah berkata bahwa Inul boleh jadi sudah insaf, namun dia membawa dosa karena mendorong para artis dangdut untuk tampil seronok. Tapi apakah hal itu benar, bahwa tampil seronoknya artis karena dosa Inul? Saya pernah ditertawakan oleh orang-orang ketika mengatakan bahwa satu-satunya dosa Inul adalah karena ia minta maaf kepada Rhoma Irama. Bang Rhoma nampaknya lupa, bahwa Elvi Sukaesih pun dahulu gemar bergoyang yang luar biasa pada masanya. Terlebih ada pula artis dangdut yang goyangnya top abis tapi tidak dicekal, Cucu Cahyati misalnya. Buat saya, jika Inul menaggung dosa karena mendorong para artis dangdut untuk bergoyang ‘yang tidak pantas’, maka saya rasa sosok Kiki Fatmala pun pantas menyandang dosa karena mendorong artis untuk memakai rok mini. Sosok Kiki Fatmala dalam Si Manis Jembatan Ancol dapat dikatakan ‘sangat panas’, saya bahkan berseloroh bahwa saya rela didatangi setan jika setan tersebut secantik Kiki Fatmala dan memakai rok mini hehehehe. Kembali ke kasus Dewi Persik, argumentasi bahwa dirinya membawa pengaruh buruk bagi masyarakat luas karena pakaian yang dikenakannya rupanya dapat juga digunakan untuk melihat artis lain. Artis dengan pakaian yang seronok seperti Julia Perez pun ketiban sial, meskipun Jupe sendiri dicekal karena kasus album plus-plus dia (terus terang saya sendiri agak penasaran seperti apa album dia sebenarnya). Dewi Persik dan beberapa artis dangdut lainnya di cekal tidak hanya karena apa yang mereka pakai dan aksi panggung mereka, beberapa pihak juga mengaitkan dengan lirik lagu yang mereka bawakan. Ibu kos saya pernah berkata bahwa lagu dangdut isinya ‘saru’, tidak pantas dinyanyikan, apa iya? Saya jadi ingat Linus Suryadi dalam Pengakuan Pariyem. Iyem, seorang babu dari Wonosari yang bekerja di Suryamentaraman Ngayogyakarta pernah mengkritik lagu yang Benci Tapi Rindu yang dibawakan oleh Diana Nasution, bagi Iyem lagu tersebut liriknya
kacangan, tentu saja jika dibandingkan dengan lagu keroncong atau lagu yang dibawakan oleh sindhen dalam acara wayang kulit. Nampaknya hal yang dulu dikritik oleh Iyem masih dapat dirasakan hingga saat ini. pertanyaannya adalah, mengapa hanya artis dangdut yang mendapat cekalan luar biasa, seakan kita lupa bahwa dalam lagu pop pun banyak ditemukan lirik yang tidak pantas di dengar. Seorang anak tetangga saya pada suatu hari tiba-tiba bernyanyi lagu Aura Kasih, di mana dalam liriknya terdapat kata: “....mari semua dansa dengan ku, dekap aku dan hanyutkan ku, dengan irama yang menggoda, melepaskan hasrat dirimu, ....kamu inginkan aku, peluk aku, cium aku, kamu inginkan aku, ingin bercinta dengan ku....” Bayangkan jika adik anda bernyanyi dengan lantang seperti itu, rasanya jantung saya mau copot, lho ko iso? Terus terang saya cuma bisa ngelus dada, gusti nyuwun ngapura, rasanya benar bahwa kiamat sudah dekat. Saya bukannya mau sok moralis, tapi saya menyayangkan bahwa orang-orang yang mencekal Dewi Persik karena persoalan lirik lagu, pakaian dan aksi panggung tidak turut mencekal Aura Kasih. Bagi saya, tidak menjadi persoalan jika Dewi Persik, Julia Perez maupun Aura Kasih dilarang tampil, toh saya bukan penggemar mereka, namun sangat disayangkan jika para pencekal itu bersikap tebang pilih. Saya memang khawatir jika pengaruh mereka turut terasa di luar karir mereka di bidang tarik suara. Boleh saja Dewi Persik menjadi artis ketika di atas panggung, tapi ketika mereka menjadi warga biasa, saya dapat mengatakan “Dewi Persik, siapa?” Saya pun khawatir jika pencekalan mereka dapat berimbas lebih luas, yakni menutup atau menghalangi ekspresi bermusik pada musisi, hal ini yang saya takutkan. Secara jujur saya mengakui, bahwa saya tidak pernah melewatkan satu hari pun tanpa mendengarkan musik, lalu apa jadinya jika musik dilarang hanya karena sebagian oknum musisi bernyanyi atau menciptakan lagu yang tidak ‘pantas secara umum’? oleh karena itu, saya cuma bisa menghimbau: PLEASE DON’T STOP THE MUSIC.