Sanggahan Tesis Oleh H.ibrahim

  • Uploaded by: H Ibrahim
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sanggahan Tesis Oleh H.ibrahim as PDF for free.

More details

  • Words: 8,297
  • Pages: 31
KATA PENGANTAR Fuji syukur kehadirat Allah yang Maha Esa karena dengan izin-Nya jualah sehingga kita dapat melaksanakan segala aktifitas keseharian, salawat dan salam selalu tercurah kehadirat junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW serta para ahlul baitnya dan para sahabatnya hingga hari kebangkitan nanti. Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan beberapa hal penting sehubungan dengan tesis Sdr Drs Syafruddin, yang isinya membahas masalah tarekat Tijaniah yang tertuang dalam buku tesis (untuk) program pasca sarjana IAIN Antasari Banjarmasin. Isinya cukup menarik sekaligus bikin kaget, terutama ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah yang kebetulan membacanya. Karya-karya ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang haus akan keilmuan. Indonesia yang minat bacanya masih rendah (dibanding dengan negara lain) tentunya sangat memerlukan banyak bahan bacaan yang produktif dan edukatif. Sebuah bahan bacaan, apalagi se level tesis yang merupakan hasil dari penelitian, observasi, dan wawancara, (karya cemerlang ilmuan) akan dipandang sebagai hasil final dan bahkan dijadikan bahan rujukan, kajian, kritikan hingga object of ridicule. Sebuah karya tulis, biasanya personifikasi dari kreativitas dan intelektualitas seseorang. Sehubungan dengan masalah diatas, saya merasa terpanggil untuk meluruskan, menanggapi, menyanggah, bahkan menolak hal-hal yang dianggap perlu secara garis besar dalam buku tesis tersebut. H. IBRAHIM

Tanggapan Tesis

1

TANGGAPAN UNTUK HAL (98) Pada halaman 98, Sdr Drs Syafruddin menulis ; - Ia (Syekh Tijani) berkali-kali diajak oleh penguasa untuk bergabung dalam politik, namun ia menolak. Dari buku Wamy, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran.

Pada halaman 197, Sdr Drs Syafruddin menulis; - Dan memberikan keutamaan itu kepada Ahmad Attijani kaki tangan dan budak orang-orang kafir. Dari buku Abd Rahman Abd Khalik.

TANGGAPAN Kedua buku tersebut mengulas keterangan yang berbeda. Adapun buku yang terakhir ditulis oleh Abd Rahman Abd Khalik yang menjadi sumber bahan penyusunan tesis tersebut, rupanya buku tersebut kekeringan kosakata yang santun dan tidak menggambarkan kehiliman dan kerahmanan yang tidak layak diungkapkan dalam media apapun dan tidak mencerminkan keintelektualitasan dan kelembutan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Rasulullah dengan tegas melarang mengeluarkan ucapan, ungkapan, pernyataan apalagi cacian terhadap muslim lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam hadist Abdullah bin Mas'ud r.a berikut;

ُ ‫سو‬ َ ‫َقا‬ ‫ب‬ ِ ‫م‬ ُ ‫سَبا‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ ُ ‫ل َر‬ َ ّ ‫سل‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ‫ر )أخرجه البخارى فى اليمان‬ ْ ُ‫ه ك‬ ُ ُ‫سل ِم ِ ف‬ ْ ‫م‬ ُ ُ ‫سوقٌ وَقَِتال‬ ُ ْ ‫ال‬ ٌ ‫ف‬

(43 ‫حديث رقم‬ Rasulullah s.a.w bersabda: Mencaci dan memaki orangorang Islam adalah fasik dan memerangi mereka adalah kafir * Dalam hadist lainnya disebutkan;

َ ُ ‫حدي‬ َ :‫ل‬ َ ‫ه َقا‬ ‫ن ب َي ِْني‬ ِ ‫ث أِبي ذ َّر َر‬ ِ َ َ ‫كا‬ ُ ْ ‫ه ع َن‬ ُ ّ ‫ي الل‬ َ ‫ض‬ َ ُ َ َ‫م و‬ ‫ة‬ ْ ِ‫ن إ‬ ً ّ ‫مي‬ ِ ‫ج‬ ِ ‫ل‬ َ ْ ‫ه أع‬ ُ ‫ن َر‬ ٌ ‫واِني ك ََل‬ ُ ‫م‬ ّ ‫تأ‬ ْ َ ‫كان‬ َ ‫خ‬ ْ ‫م‬ ٍُ ‫ج‬ َ ْ ‫وَب َي‬ َ ‫ش‬ َ َ ‫مه ِ ف‬ ‫م‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ َ ّ ‫سل‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ ّ ‫ه ب ِأ‬ ُ ُ ‫فَعَي ّْرت‬ َ ‫ي‬ ّ ِ ‫كاِني إ َِلى الن ّب‬ َ َ ّ ‫ل َيا أَبا ذ َّر إ ِن‬ َ ‫قا‬ ‫ك‬ َ َ‫م ف‬ ِ َ ‫فَل‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ َ ّ ‫سل‬ ُ ّ ‫صّلى الل‬ ُ ‫قي‬ َ ‫ي‬ ّ ِ ‫ت الن ّب‬

Tanggapan Tesis

2

َ ‫مُرؤ ٌ ِفي‬ َ ‫جا‬ َ ‫سو‬ ‫ل‬ ٌ ّ ‫جاه ِل ِي‬ َ ‫ب الّر‬ ّ ‫س‬ َ ‫ك‬ َ ‫ن‬ ُ ‫ت َيا َر‬ َ ِ‫ل الل ّه‬ ُ ْ ‫ة قُل‬ ْ ‫ا‬ ْ ‫م‬ َ ُ َ َ ‫مُرؤ ٌ ِفي‬ َ ّ ‫ل َيا أَبا ذ َّر إ ِن‬ َ ‫ه َقا‬ ‫م‬ ٌ ّ ‫جاه ِل ِي‬ َ ‫ك‬ َ ْ ُ‫ة ه‬ ْ ‫كا‬ ُ ‫م‬ ّ ‫سّبوا أَباه ُ وَأ‬ َ َ ْ ّ َ ُ ُ َ ‫ما‬ ْ ِ‫إ‬ ِ ‫م‬ ِ ْ ‫ت أي‬ ْ َ‫ه ت‬ َ ‫م‬ ّ ‫م‬ ْ ُ‫موه‬ ُ ِ‫م فأطع‬ ْ ‫ديك‬ َ ‫ح‬ ُ ‫م الل‬ ُ ُ‫جعَله‬ ْ ‫وان ُك‬ َ ‫خ‬ ْ َ ‫م‬ ُ ّ ‫ن وََل ت ُك َل‬ ِ ‫م‬ َ ‫سو‬ َ ‫ت َأك ُُلو‬ ُ َ ‫ما ت َل ْب‬ ُ ِ ‫ن وَأل ْب‬ ْ ُ‫ما ي َغْل ِب ُه‬ َ ‫م‬ ْ ُ‫فوه‬ ّ ‫م‬ ْ ُ‫سوه‬ َ ‫م * أخرجه البخارى فى اليمان رقم‬ ْ ّ ‫ن ك َل‬ ِ ‫م فَأ‬ ْ ِ ‫فَإ‬ ْ ُ‫عيُنوه‬ ْ ُ‫موه‬ ُ ُ ‫فت‬

29 Hadist diriwayatkan daripada Abu Zar r.a katanya: Pernah terjadi kata-kata kasar antara aku dan saudaraku di mana ibunya bukan berbangsa Arab (hamba) aku telah menghinanya dari pihak ibunya. Maka dia mengadukan halku kepada Nabi s.a.w. Kemudian aku menemui Nabi s.a.w lalu baginda bersabda: Wahai Abu Zar! Sesungguhnya akhlakmu masih seperti orang-orang jahiliah. Aku menjawab: Wahai Rasulullah! Bukankah seseorang yang mencaci orang lain itu sama dengan mencaci ayah dan ibunya sendiri. Baginda bersabda lagi: Wahai Abu Zar! Sesungguhnya akhlakmu itu masih seperti orang-orang jahiliah, mereka itu adalah saudara-saudaramu sendiri, mereka dijadikan oleh Allah berada di bawah kekuasaanmu. Maka berilah kepada mereka makanan seperti yang kamu makan. Berilah kepada mereka pakaian seperti yang kamu pakai dan janganlah kamu memaksa mereka melakukan pekerjaan yang mereka tidak mampu melakukannya. Sekiranya terpaksa dilakukan maka hendaklah kamu turut membantunya * Inti dari hadist tersebut ialah melarang kepada umat islam mengucapkan, mengungkapkan kalimat yang tidak layak didengar maupun dibaca. Ungkapan atau tulisan, keduanya adalah bentuk lain dari ucapan lisan, oleh karena itu tulisan dianggap sebagai ungkapan lisan, sebagaimana pendapat Imam Al Gazali;

‫ن‬ َ ْ ‫ا َل‬ َ َ‫م ا‬ َ ّ ‫حد ُ الل‬ ُ َ ‫قل‬ ِ ْ ‫سان َي‬

“Tulisan adalah salah satu dari dua lisan”. Tanggapan Tesis

3

Tulisan dalam buku Abd Raman Abd Khalik merupakan personifikasi ungkapan yang terlahir dari dalam lubuk hatinya yang dalam, dan juga sebagai fakta atas ketidak tahuannya dengan figur Syekh Ahmad Attijani. Oleh karena itu sangat disayangkan dalam bukunya Abd Rahman Abd Khalik itu belum menampakkan ke rahman annya sebagai Abd Rahman. EFEK DARI KEKONTRADIKSIAN KEDUA BUKU TERSEBUT Setiap tulisan berdampak positif atau negatif, pembaca awam tentu saja bingung pada pilihannya. Apakah dia memilih pendapat Wamy atau ia memilih pendapat Abd Rahman Abd Khalik ?. Ironisnya, Sdr Drs Syafruddin tidak menghantarkanya pada pilihan yang fositif dan edukatif, tetapi malah menimbulkan keraguan yang awam akan figur Syekh Ahmad Attijani. Dan ini (menurut saya) adalah -indikasi kearah- pengelabuan sejarah. ALASAN PENOLAKAN 1. Dengan tegas kami pengamal tarekat Tijaniah tidak terima pendiskreditan tokoh tarekat apapun termasuk tokoh tarekat Tijaniah, dan menolak dengan tegas anggapan Syekh Ahmad Attijani sebagai kaki tangan imperialis. 2. Logika (siapapun) menolak kalau Syekh Ahmad Attijani sebagai kaki tangan kaum imperialis, sedangkan ia sendiri menolak berpolitik, apalagi menjadi budak imperialis.

TANGGAPAN UNTUK HAL 101 Pada halaman 101 Syafruddin menulis; d. Membaca Jauharatul Kamal satu kali, dst. Kami selaku ikhwan tarekat Tijaniah, tidak menemukan kitab yang mencantumkan salawat Jauharatul Kamal (dalam wazdifah) dibaca satu kali. (lihat catatan kaki buku tesis hal 101) Tanggapan Tesis

4

ALASAN PENOLAKAN Kami tidak pernah mengatakan dan menyatakan pembacaan Jauharatul Kamal (dalam wazdifah) satu kali. Oleh karena itu kami menyatakan menolak karena tidak sesuai dengan keterangan yang ada dalam kitab tarekat Tijaniah. Yang tidak kalah lucunya ialah, didalam tesis ini terdapat dua kali kesalahan yang sama. Pertama pada halaman 101 dan kedua pada halaman 228, anehnya tidak ada pembetulan atau ralat dari penulis tesis itu sendiri, yang berarti dia setuju dengan tulisannya tersebut. TANGGAPAN UNTUK HAL 114 Pada halaman 114 Syafruddin menulis; Tarekat yang didirikan oleh Ahmad Attijani sedikit lebih ketat………..dst. Kata-kata didirikan sebenarnya tidak tepat, karena ma’na didirikan berarti tarekat Tijaniah itu didirikan / dibikin oleh Syekh Ahmad Attijani. Yang benar adalah tarekat Tijaniah itu didirikan oleh Rasulullah seperti keterangan berikut ini; Tersebut dalam kitab Jawahirul Ma’any – 122- 1-)

َ ْ ‫وَهَذ ِهِ ا ْل َذ‬ ُ ْ ‫سو‬ ِ‫ل الله‬ َ ّ ‫ى ال ِّتى َرت‬ ُ ‫ه َر‬ ُ َ‫ب ل‬ َ ِ ‫كاُر ب ِعَي ْن َِها َ ه‬ ّ ‫قي ْن َِها ل ِك ُب‬ ‫ه‬ ِ ْ ‫مَره ُ ب ِت َل‬ َ َ‫ه ع َل َي ْهِ و‬ ُ ‫ن ط َل َب َب‬ َ ‫ل‬ َ ‫م وَأ‬ َ ّ ‫سل‬ ُ ‫صّلى الل‬ َ ْ ‫مب‬ ْ ‫ن‬ ِ ِ ‫سل‬ ِ ْ ‫م‬ ُ ‫ن ال‬ َ ْ ‫مي‬ َ ‫م‬ “ Dan zikir-zikir (wiridan) ini materinya adalah susunan dari Rasulullah SAW (didirikan oleh Rasulullah), dan beliau memerintahkan kepadanya ( Syekh Ahmad Attijani) untuk mentalkinkan zikir-zikir (tersebut) itu kepada orang-orang yang muslim yang menginginkannya”

Tanggapan Tesis

5

Mengacu pada keterangan diatas, penulis tesis keliru menggunakan kata “didirikan” yang berarti tarekat Tijaniah itu didirikan oleh Syekh Ahmad Attijani bukan oleh Rasulullah. ALASAN PENOLAKAN Berdasarkan keterangan diatas kami menolak penggunaan kata didirikan oleh Sdr Drs Syafruddin, karena tidak sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab Tijaniah. TANGGAPAN UNTUK HAL 117 Pada halaman 117 Drs Syafruddin menulis; Pengikut tarekat Tijaniah memiliki jenis salawat yang berbeda-beda ………dst. Sayangnya Sdr Drs Syafruddin tidak mencantumkan contoh salawat yang dimaksudnya (berbeda-beda) itu, sehingga kami kesulitan untuk memberikan alasan karena pokok bahasannya tidak ada. TANGGAPAN UNTUK HAL 121 Pada halaman 121 Drs Syafruddin menulis; Setelah itu berniat dan diteruskan dengan membaca wazdifah yaumiah berisi istigfar 100 kali, salawat 100 kali, salawat fatih 50 kali dan dilanjutkan membaca La ilaha Illallah atau membaca Allah tanpa hitungan…………….dst. Sdr Drs Syafruddin tidak menyebutkan kitab yang mencantumkan jenis wazdifah sebagaimana tersebut. Tidak itu saja, pada halaman yang sama (121) Drs Syafruddin menulis; Wirid tarekat Tijaniah yang diberikan kepada Ahmad Attijani oleh Rasulullah saw, yang terdiri dari tiga unsur itu harus dibaca tertib dan tartil, yaitu istigfar, salawat (salawat fatih dan salawat jauharatul kamal) dan hailalah (La ilaha illallah)…….dst. Ini jelas penyimpangan yang disengaja oleh penulis mungkin agar terkesan kontradiktif dalam tarekat Tijaniah. ALASAN PENOLAKAN Tanggapan Tesis

6

Dengan mencermati dan memperhatikan pada kekeliruan yang terdapat pada halaman 121 diatas, maka kami dengan tegas manolak pendapat Sdr Drs Syafruddin karena tidak sesuai dengan keterangan yang terdapat dalam kitab-kitab tarekat Tijaniah. TANGGAPAN UNTUK HAL 124 Pada halaman 124 Drs Syafruddin menulis; Ketiga wirid (istigfar, salawat dan zikir) tersebut mendekatkan diri seseorang kepada Allah swt, karena ia selalu sibuk baik siang maupun malam dengan wirid…………dst. Menurut Sdr Drs Syafruddin ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah itu selalu sibuk dengan wiridan. Benarkah demikian ?. Apakah ini pernyataan dari ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah atau interpretasi Syafruddin yang salah ?. Idealnya Sdr Drs Syafruddin memaparkan data faktual lapangan yang bisa dijadikan bahan kajian dan rujukan bersama. Umpamanya; 1. Jumlah total anggota tarekat Tijaniah yang ada. 2. Anggota aktif sekian persen. 3. Anggota tidak aktif sekian persen 4. Dan lain-lain sekian persen. Dengan data yang akurat, tentu akan lebih mudah untuk mengkajinya dan dengan itu pula ia tidak dianggap merekayasa data. ALASAN PENOLAKAN Dengan melihat kepada kekurangan-kekurangan yang ada, maka saya dan ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah menolak pendapat Sdr Drs Syafruddin dan menyatakan tidak merasa sibuk dengan wiridan yang dicanangkan dalam program tarekat Tijaniah itu. TANGGAPAN UNTUK HAL 125 Pada halaman 125 Drs Syafruddin menulis; Menurut penulis, tanpa masuk tarekat Tijaniah maupun tarekat yang lainnya, asalkan seseorang mengamalkan secara terus Tanggapan Tesis

7

menerus sepanjang hidupnya ketiga wiridan diatas, Allah menjamin orang itu masuk surga dan terhindar dari jamahan api neraka…………dst. Kita sebagai warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk saling hormat menghormati antar sesama warga negara maupun antar sesama pemeluk agama (kepercayaannya) sebagaimana butiran yang tertuang dalam UUD 1945 (yang telah diamandemen) oleh MPR RI th 2002 Pasal 29 ayat (2) sebagai berikut; Negara menjamin kemerdekaaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Dalam UUD tersebut, setiap warga negara Indonesia diperbolehkan untuk mengamalkan ajaran agamanya dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya. Dalam hal ini termasuk pengikut tarekat yang ingin mengamalkan ajaran tarekatnya tanpa harus terusik oleh pihak-pihak lain. Memperhatikan bunyi UUD 1945 tersebut diatas, maka kebebasan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya adalah hak setiap orang. Pada halaman yang sama Drs Syafrudin mencantumkan; asalkan seseorang mengamalkan secara terus menerus sepanjang hidupnya ketiga wiridan diatas, Allah menjamin orang itu masuk surga dan terhindar dari jamahan api neraka……dst. Pendapat ini jelas keliru dan tidak sejalan dengan yang dimaksud oleh Al Qor’an. Perlu dima’lumi bahwa syarat untuk masuk surga itu bukan sekedar mengamalkan ketiga wiridan itu saja lalu Allah menjamin seseorang masuk surga. Dalam surat Ali Imran ayat 15-17 (seperti yang dikutip oleh Syafruddin) sebagai berikut; Tanggapan Tesis

8

ْ ُ‫( ق‬15) ‫وا‬ َ ّ ‫ن ات‬ َ ِ‫م ب‬ ِ ٍ‫خي ْبر‬ ْ ‫ن ذ َل ِك ُب‬ ْ ُ ‫ل ا َؤ ُن َب ّئ ُك‬ ْ ‫قب‬ َ ْ ‫م ل ِل ّبذ ِي‬ ْ ‫مب‬ َ ‫ن فِي ْهَببا‬ َ ‫حت َِها ا ْلن َْهباُر‬ ِ ِ ‫رى‬ ْ َ‫ن ت‬ ْ َ‫ت ت‬ َ ‫م‬ ٌ ‫جّنا‬ ْ ُ ‫عن ْد َ َرب ّك‬ َ ْ ‫خاِلبد ِي‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ج‬ َ ) ِ ‫صي ٌْر ب ِْالعِب َبباد‬ ِ َ‫ه ب‬ ِ ‫ن‬ ٌ ‫وا‬ ْ ِ‫مط َهَّرة ٌ وّر‬ ٌ ‫وَأْزَوا‬ ُ ‫ن اللهِ َوالل‬ ُ ‫ج‬ َ ‫م‬ َ ‫ض‬ ‫فْرل َن َببا ذ ُن ُوْب َن َببا وَقِن َببا‬ ُ َ‫ن ي‬ ِ ْ ‫مّنا َفاغ‬ َ ْ‫قوْل ُو‬ َ ‫ن َرب َّنا إ ِن َّنا آ‬ َ ْ ‫( ا َل ّذ ِي‬16 َ ‫عبب‬ ‫ن‬ َ ْ ‫ن َوال‬ َ َ ‫ذا‬ ّ ‫ن َوال‬ ّ ‫( َال‬17) ِ‫ب الّنببار‬ َ ْ ‫قببان ِت ِي‬ َ ْ ‫صبباد ِقِي‬ َ ْ ‫صبباب ِرِي‬ َ ِ ْ‫ست َغ‬ ِ ‫ف‬ ِ ْ ‫من‬ َ ‫س‬ ْ ‫ن ب ِا ْل‬ ْ ‫م‬ ُ ْ ‫ن َوال‬ ُ ْ ‫َوال‬ َ ْ ‫فرِي‬ َ ْ ‫قي‬ ِ‫حار‬ “Katakanlah:Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu ?. Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka (ada) surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Yaitu orang-orang yang berdo’a, Ya Tuhan kami, sesungghnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa api neraka. (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun diwaktu sahur. Ayat tersebut memaparkan ciri-ciri orang-orang yang akan masuk surga itu (antara lain) ialah ; 1. Taqwa kepada Allah dan tetap taat kepada-Nya. 2. Minta ampun kepada Allah. 3. Bersifat sabar. 4. Bersifat benar. 5. Menafkahkan hartanya dijalan Allah. 6. Mohon ampun diwaktu sahur. Inti dari ayat tersebut menyatakan bahwa seseorang yang akan masuk surga itu minimal mampu mengamalkan (6) poin penting tersebut, bukan asal mengamalkan tiga macam wiridan itu saja, sebagaimana pendapat Drs Syafruddin diatas. Jika kita mengamati apa yang tercantum dalam ayat tersebut diatas maka jelas pendapat Drs Syafruddin tidak sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Al Qor’an itu sendiri. Tanggapan Tesis

9

TANGGAPAN UNTUK HAL 128 Pada halaman 128 Drs Syafruddin menulis; Mengenai pernyataan Ahmad Attijani bahwa seseorang yang masuk tarekat Tijaniah akan ditanggung masuk surga tanpa hisab, merupakan suatu jaminan kepada setiap orang yang masuk tarekat ini………..dst. Pengamal tarekat Tijaniah sering kali mendapat tanggapan miring dari saudara-saudaranya yang tidak sepaham dengan masalah jaminan ini. Oleh karena itu dikesempatan ini saya ingin mengajak kepada semua pihak untuk urun rembuk dalam memahami dan mempelajari lebih masalah JAMINAN ini. Memahami masalah jaminan, tentunya harus melihat pula motivasi yang menyebabkan seseorang itu mendapat jamiman. Kata “jaminan” dalam tarekat Tijaniah jangan diartikan secara sepotong-sepotong, lebih-lebih diterjemahkan dalam bahasa emosional. Dalam Al Qoran Allah menceritakan perihal orang Yahudi yang mengimani ayat secara sepotong-sepotong, sebagaimana diterangkan dalam ayat berikut ini;

‫أفتؤمنون ببعببض الكتبباب وتكفببرون ببعببض فمببا‬ ‫جزآء من يفعل ذلك منكم إل خزى فببى الحيبباة الببدنيا‬ ‫ويوم القيامة يردون الى أشد العذاب وما اللببه بغافببل‬ ‫عما تعملون‬ Apakah kamu beriman kepada sebagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian yang lain ? tiadalah balasan bagi orangorang yang berbuat demikan dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat besar dan Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. Ayat tersebut merupakan gambaran tradisi orang-orang Yahudi yang mengimani sebagian ayat dan mengingkari ayat yang lainnya. Tanggapan Tesis

10

Memahami masalah jaminan, tanpa melihat motiv yang melatar belakangi jaminan itu sendiri adalah keliru, atau memahaminya secara sepotong sepotong. Contoh yang paling gampang (dalam masalah ini) seperti garansi dari perusahaan pembuat mobil misalnya. Perusahaan mobil menjamin (memberi garansi) kepada setiap konsumennya selama dalam pemakaian normal dan dalam jangka waktu tertentu. Perusahaan tidak menjamin kepada pemakai yang sengaja merusak mobilnya untuk mendapatkan garansi. Demikian juga halnya dengan jaminan yang ada dalam tarekat Tijaniah. Ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah tidak serta merta mendapatkan jaminan itu apabila ia tidak memenuhi syarat yang sudah ditetapkan dalam program tarekat Tijaniah. Syarat yang paling utama bagi pengamal tarekat Tijaniah adalah; 1. Taqwa kepada Allah zdahir dan batin. 2. …………….. 3. …………….. 4. …………….. 5. …………….. Kelima syarat utama tersebut wajib ditaati oleh setiap pengamal tarekat Tijaniah itu. Sebenarnya banyak hal yang bisa dijadikan contoh untuk memahami lebih mendalam masalah jaminan dalam tarekat Tijaniah itu. Dengan pemahaman yang baik orang tidak gampang menilai negatif, atau memvonis salah pada sesuatu yang belum jelas baginya yang pada akhirnya tergolong dalam yang dimaksud oleh firman Allah berikut;

ْ ْ ْ َ‫ب‬ ‫ه‬ ِ ُ‫م ي‬ ِ ْ ‫وا ب ِعِل‬ ُ ُ ‫م ت َبأوِي ْل‬ ْ ِ‫ما ي َأت ِه‬ ّ َ ‫مهِ وَل‬ ْ َ ‫ما ل‬ َ ِ ‫وا ب‬ ْ ُ ‫حي ْط‬ ْ ُ ‫ل ك َذ ّب‬ (-39– ‫)يونس‬ Tanggapan Tesis

11

“ Yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya”. SANGGAHAN UNTUK HALAMAN 130 Pada halaman 139 Drs Syafruddin menulis; Pernyataan Ahmad Attijani itu cukup kontroversial, karena ia telah berani menjamin orang masuk surga tanpa hisab terutama mereka yang masuk tarekat Tijaniah………..dst. Melihat kutipan ini saya teringat sebuah hadist Rasulullah sebagai berikut;

‫ قببال‬: ‫عن أبببى هريببرة رضببى اللببه عنببه قببال‬ ُ َ ‫مُر‬ ْ ‫ إ ِذ َ ا أ‬: ‫رسول الله صلى الله عليه وسلم‬ ْ ‫سن ِد َ ا ْل‬ َ (‫ة ) رواه البخارى‬ َ َ ‫ساع‬ ّ ‫ا َِلى غ َي ْرِ أهْل ِهِ َفان ْت َظ ِرِ ال‬ “ Apabila perkara itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saatnya (saat kehacurannya)”. Wanti-wanti Rasulullah ini sudah terbukti dizaman sekarang, misalnya, ahli hukum bicara tentang ekonomi, ahli ekonomi berbicara politik, ahli politik berbicara agama dst, akibatnya terjadi kesimpang siuran dan kerancuan yang tidak diinginkan karena telah melampuai batasan skilnya. Seperti kerancuan dalam memahami tentang tarekat Tijaniah oleh non Tijaniah, yang berakibat terjadinya stagnasi informasi bahkan kehilangan nilai edukatif, yang pada akhirnya terjadi interpretasi yang salah, dan kesalahan fatal dalam menyimpulkan bahwa Syekh Ahmad Attijani kontrovesial dengan Rasulullah. Mengenai masalah “jaminan” masuk surga untuk umat Rasulullah, sebagaimana diterangkan dalam hadist berikut;

‫ي‬ َ ‫ ع‬: ‫ما‬ ُ ‫دي‬ ِ ‫س َر‬ ِ ‫ح‬ َ َ ُ‫ه ع َن ْه‬ ُ ّ ‫ي الل‬ ّ ِ ‫ن الن ّب‬ َ ‫ض‬ ِ ٍ ‫ن ع َّبا‬ ِ ْ ‫ث اب‬ ُ َ ‫م قَببا‬ ‫م‬ َ ِ‫ل ع ُر‬ َ َ‫ه ع َل َي ْبهِ و‬ ُ ‫مب‬ َ ‫ي اْل‬ ْ ‫ضب‬ َ ّ ‫س بل‬ ُ ‫صبّلى الل ّب‬ َ ّ ‫ت ع َل َب‬ َ ُ ُ ‫جب‬ ‫ل‬ ُ ‫ه الّر‬ ُ ‫مع َ ب‬ َ َ‫ي و‬ ُ ‫مع َ ب‬ َ َ‫ي و‬ ُ ‫فََرأي ْب‬ ّ ‫ه الّرهَي ْبط َوالن ّب ِب‬ ّ ‫ت الن ّب ِب‬

Tanggapan Tesis

12

‫والرجَلن والنبي ل َيس مع ب َ‬ ‫واد ٌ‬ ‫هأ َ‬ ‫ح بد ٌ إ ِذ ْ ُرفِبعَ ل ِببي َ‬ ‫َ ّ ُ ِ َ ِّ ّ ْ َ َ َ ُ‬ ‫سب َ‬ ‫ع َظيم فَظ َننبت أ َنهب ُ‬ ‫قيب َ‬ ‫ل ل ِببي هَب َ‬ ‫سببى‬ ‫مت ِببي فَ ِ‬ ‫مو َ‬ ‫ذا ُ‬ ‫مأ ّ‬ ‫َْ ُ ُّ ْ‬ ‫ِ ٌ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ّ‬ ‫َ‬ ‫ّ‬ ‫ق‬ ‫ه ع َلي ْهِ وَ َ‬ ‫م ُ‬ ‫م وَقَوْ ُ‬ ‫سل َ‬ ‫صّلى الل ُ‬ ‫َ‬ ‫ن ان ْظْر إ ِلى ال ُفُ ب ِ‬ ‫ه وَلك ِ ِ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫قي َ‬ ‫ق‬ ‫ل ِلي ان ْ‬ ‫م فَ ِ‬ ‫واد ٌ ع َ ِ‬ ‫ت فَإ َِذا َ‬ ‫ظي ٌ‬ ‫فَن َظْر ُ‬ ‫س َ‬ ‫ظْر إ ِلى الفُب ِ‬ ‫ُ‬ ‫مت ُب َ‬ ‫قي َ‬ ‫م‬ ‫اْل َ‬ ‫م فَ ِ‬ ‫واد ٌ ع َ ِ‬ ‫خرِ فَإ َِذا َ‬ ‫معَهُ ب ْ‬ ‫ك وَ َ‬ ‫ل ِلي هَذ ِهِ أ ّ‬ ‫ظي ٌ‬ ‫س َ‬ ‫ب وََل ع َ َ‬ ‫م‬ ‫ن أ َل ْ ً‬ ‫فا ي َد ْ ُ‬ ‫ة ب ِغَي ْرِ ِ‬ ‫جن ّ َ‬ ‫ن ال ْ َ‬ ‫خُلو َ‬ ‫سب ُْعو َ‬ ‫ح َ‬ ‫َ‬ ‫ب ثُ ّ‬ ‫ذا ٍ‬ ‫سا ٍ‬ ‫ُ‬ ‫ّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫س فِببي أولئ ِ َ‬ ‫خ َ‬ ‫ن‬ ‫ه فَ َ‬ ‫ض فَد َ َ‬ ‫ك ال ب ِ‬ ‫من ْزِل ُ‬ ‫ل َ‬ ‫ض الن ّببا ُ‬ ‫خا َ‬ ‫ن َهَ َ‬ ‫ذي َ‬ ‫بببب‬ ‫بب بب ب‬ ‫ببببببب‬ ‫بببببببببببببببببب‬ ‫ببببب‬ ‫سو َ‬ ‫قا َ‬ ‫صّلى‬ ‫فَ َ‬ ‫ص ِ‬ ‫م فَل َعَل ّهُم ِ ال ّ ِ‬ ‫ل ب َعْ ُ‬ ‫حُبوا َر ُ‬ ‫ضه ُ ْ‬ ‫ل الل ّهِ َ‬ ‫ن َ‬ ‫ذي َ‬ ‫م وََقا َ‬ ‫دوا‬ ‫م فَل َعَل ّهُ بم ِ ال ّب ِ‬ ‫ن وُل ِب ُ‬ ‫ل ب َعْ ُ‬ ‫ه ع َل َي ْهِ وَ َ‬ ‫ضه ُ ْ‬ ‫سل ّ َ‬ ‫الل ّ ُ‬ ‫ذي َ‬ ‫شر ِ ُ‬ ‫كوا ِبالل ّهِ وَذ َك َُروا أ َ ْ‬ ‫م يُ ْ‬ ‫ج‬ ‫ش بَياَء فَ َ‬ ‫خ بَر َ‬ ‫ِفي اْل ِ ْ‬ ‫سَلم ِ وَل َ ْ‬ ‫قببا َ‬ ‫سو ُ‬ ‫مببا‬ ‫م فَ َ‬ ‫ل الل ّهِ‬ ‫ه ع َل َي ْبهِ وَ َ‬ ‫م َر ُ‬ ‫ل َ‬ ‫س بل ّ َ‬ ‫صّلى الل ّ ُ‬ ‫ع َل َي ْهِ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫قببا َ‬ ‫ن َل‬ ‫خب َُروه ُ فَ َ‬ ‫ن ِفي بهِ فَ بأ ْ‬ ‫ذي ت َ ُ‬ ‫ل هُ بم ِ ال ّب ِ‬ ‫ال ّب ِ‬ ‫ضببو َ‬ ‫خو ُ‬ ‫ذي َ‬ ‫م‬ ‫ن وََل ي َت َط َّيببُرو َ‬ ‫سببت َْرُقو َ‬ ‫ي َْرُقببو َ‬ ‫ن وََل ي َ ْ‬ ‫ن وَع ََلببى َرب ِّهبب ْ‬ ‫َ‬ ‫م عُ ّ‬ ‫قا َ‬ ‫كا َ‬ ‫ن‬ ‫ن فَ َ‬ ‫ن فَ َ‬ ‫ش ُ‬ ‫ن ِ‬ ‫هأ ْ‬ ‫م ْ‬ ‫ي َت َوَك ُّلو َ‬ ‫قا َ‬ ‫ل اد ْع ُ الّلبب َ‬ ‫ح َ‬ ‫ة بْ ُ‬ ‫ص ٍ‬ ‫قببا َ َ‬ ‫جب ٌ‬ ‫خبُر‬ ‫م فَ َ‬ ‫لآ َ‬ ‫ت ِ‬ ‫جعَل َِني ِ‬ ‫م َر ُ‬ ‫يَ ْ‬ ‫م قَببا َ‬ ‫م ُثب ّ‬ ‫من ُْهب ْ‬ ‫ل أْنب َ‬ ‫من ْهُ ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ّ‬ ‫ق َ‬ ‫قببا َ‬ ‫قا َ‬ ‫ك ب ِهَببا‬ ‫س بب َ َ‬ ‫م فَ َ‬ ‫فَ َ‬ ‫جعَلن ِببي ِ‬ ‫ن يَ ْ‬ ‫هأ ْ‬ ‫ل َ‬ ‫من ْهُب ْ‬ ‫ل اد ْع ُ اللب َ‬ ‫عُ ّ‬ ‫كا َ‬ ‫ة * أخرجه البخاري فى الطب حديث رقم ‪5311‬‬ ‫ش ُ‬ ‫‪Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Rasulullah‬‬ ‫‪s.a.w telah bersabda: Aku telah diperlihatkan oleh Allah beberapa‬‬ ‫‪golongan umat manusia. Maka aku telah melihat seorang Nabi‬‬ ‫‪bersamanya satu kumpulan manusia yaitu tidak lebih dari sepuluh‬‬ ‫‪orang. Seorang Nabi bersamanya seorang lelaki dan dua orang lelaki‬‬ ‫‪dan seorang Nabi tanpa seorang pun bersamanya. Tiba-tiba‬‬ ‫‪diperlihatkan kepada aku satu kumpulan yang ramai. Aku menyangka‬‬ ‫‪mereka adalah dari umatku. Tetapi dikatakan kepadaku mereka‬‬ ‫‪adalah Nabi Musa a.s dan kaumnya. Lihatlah ke ufuk, lalu aku pun‬‬ ‫‪13‬‬

‫‪Tanggapan Tesis‬‬

melihatnya, ternyata terdapat satu kumpulan yang ramai. Dikatakan lagi kepadaku: Lihatlah ke ufuk yang lain. Ternyata di sana juga terdapat satu kumpulan yang ramai. Dikatakan kepadaku: Ini adalah umatmu dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang akan memasuki Syurga tanpa dihisab dan diazab. Kemudian Rasulullah s.a.w bangkit lalu masuk ke dalam rumahnya. Orang ramai telah berbincang mengenai mereka yang akan dimasukkan ke dalam Syurga tanpa dihisab dan diazab. kemudian setengah dari mereka berkata: Mungkin mereka adalah orang-orang yang selalu bersama Rasulullah s.a.w. Ada pula yang mengatakan: Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak pernah melakukan perbuatan syirik terhadap Allah. Mereka mengemukakan pendapat masing-masing. Ketika itu Rasulullah s.a.w keluar menemui mereka lalu Baginda bertanya dengan bersabda: Apa yang telah kamu bincangkan ? Mereka pun menerangkan keadaan tersebut. Maka Rasulullah s.a.w terus bersabda: Mereka adalah orang-orang yang 1. Tidak menggunakan jampi mentera, 2. Tidak meminta supaya dibuat jampi mentera, 3. Tidak meramalkan perkara-perkara buruk dan 4. hanya kepada Allah mereka bertawakal. Ukkasyah bin Mihsan berdiri lalu berkata: Berdoalah kepada Allah semoga aku termasuk dari kalangan mereka. Rasulullah s.a.w bersabda: Kamu termasuk dari kalangan mereka. Kemudian berdiri seorang lelaki yang lain lalu berkata: Berdoalah kepada Allah semoga aku termasuk dari kalangan mereka. Rasulullah s.a.w bersabda: Ukkasyah telah mendahului kamu supaya digolongkan dari kalangan mereka yang memasuki Syurga tanpa dihisab * Hadist tersebut menyatakan bahwa memang benar ada diantara umat Rasulullah itu yang akan masuk surga tanpa hisab, dan ini merupakan jaminan dari Rasulullah kepada umatnya yang memenuhi persyaratan. Pada hari mahsyar nanti manusia terbagi pada tiga golongan; Tanggapan Tesis

14

1. Masuk surga tanpa hisab. 2. Masuk surga dengan dihisab ringan. 3. Dihisab dengan hisab yang berat. Dari ketiga pilihan ini tentu saja (orang yang bijak) memilih pilihan yang pertama (yaitu masuk sorga tanpa hisab). Hanya saja ada syarat-syaratnya untuk masuk pada golongan yang pertama itu. Dan syarat-syarat itulah yang terapkan oleh syekh-syekh tarekat untuk semua pengamal-pengamalnya melalui media yang dinamakan dengan tarekat. SANGGAHAN UNTUK HAL 135 Pada halaman 135 Drs Syafruddin menulis; 1. Pengikut ketika melakukan zikir tarekat diharuskan membayangkan dan mendatangkan profil pemimpin tarekat, sejak ia mulai berzikir sampai selesai. Seharusnya, dalam berzikir ia selalu mengingat Allah, mencintai-Nya, ……………dst. Yang dimaksud Drs Syafruddin dengan membayangkan disitu adalah masalah rabithah. Rabithah ini termasuk dalam syarat kamaliah, atau syarat untuk kesempurnaan dalam berzikir itu sendiri sebagaimana keterangan berikut ini;

َ َ ّ ‫خي‬ َ ‫ص‬ َ ‫ل‬ ‫مببا‬ ْ ‫ش‬ َ ُ‫ن ي‬ ِ ْ ‫ش بي‬ ْ ‫ أ‬: ُ‫ساب ِع‬ ّ ‫َال‬ َ ِ‫ن ع َي ْن َي ْبه‬ َ ‫خ‬ َ ‫خهِ ب َي ْب‬ َ َ ‫ وَهَب‬، ‫ذاك ًِرا‬ َ ‫م‬ ِ ‫ذا‬ ِ ‫م‬ َ ‫مرِي ْبد‬ ّ َ‫ب ل‬ َ َ ‫دا‬ ُ ْ ‫ن ال‬ ْ ُ‫عن ْبد َه‬ ِ َ ‫ن آك َبد ِ ا ْلد‬ ْ ‫مب‬ َ َ ْ ْ َ َ ‫ه )النببوار‬ ِ ‫قى‬ ِ َ ‫ي َْرت‬ ُ ‫مَراقَب َبةِ ل ب‬ ُ ‫معَ الل بهِ َوال‬ َ ‫ب‬ ُ ْ ‫من‬ ِ َ ‫ه الى الد‬ (-23– ‫القدسية‬

“Adab yang ke tujuh; bahwa menghayalkan rupa syekhnya dalam bayangannya selama berzikir, dan cara ini (menurut ahli sufi) sepaling kuat adab, karena bahwasanya murid itu naik darinya kepada beradab kepada Allah dan muraqabah dengan-Nya”. Makalah rabithah ini oleh sebagian pihak benar-benar dijadikan masalah. Tanggapan Tesis

15

Hanya sayangnya belum ada upaya dari pihak yang bersangkutan untuk mencari titik temu permasalahan. Minimal (dengan adanya koordinasi itu ) ia tahu motiv yang melatar belakangi praktek rabithah ini dalam amaliah tarekat. Syekh Muhammad bin Abu Ayyub Az Zara’i dalam kitab Raudhul Muhibbin hal 66, mengupas manfaat rabithah itu sebagai berikut;

‫عو ا ِل َببى‬ َ ‫ص‬ ُ ْ ‫ت ال ِّتى ت َبد‬ ِ ‫فا‬ ِ ‫ب‬ ْ ‫م‬ َ ‫ما َقا‬ َ ْ ‫م ِبال‬ َ ّ ‫ن ال‬ ِ ْ‫حب ُو‬ َ ‫م‬ ْ ْ ّ ‫ن ال‬ ‫ة‬ َ َ‫واف‬ ُ ‫قب‬ ِ ‫م‬ ِ ‫ب‬ ّ ‫ح‬ َ ‫م‬ َ ‫ما َقا‬ ُ ‫ش بعُوْرِ ب ِهَببا َوال‬ ُ ‫م ب ِببال‬ َ َ‫حب ّت ِهِ و‬ َ َ ‫م‬ َ ‫مب‬ َ ْ ْ َ ‫ما )روض‬ ُ ‫ى الّراب ِط‬ ِ ‫م‬ ْ ‫م‬ ّ ‫ح‬ َ ُ‫ة ب َي ْن َه‬ َ ‫ب َوال‬ ُ ‫ن ال‬ ِ ْ‫حب ُو‬ َ ِ‫ب ه‬ ِ ْ ‫ا ِلى ب َي‬ (66 ‫المحبين‬ “Tidak terjadi dengan yang dicintai itu dari sifat (keindahan) yang membawa kepada kecintaan kepadanya, dan tidak terjadi (pula) dengan yang mencintai itu dari perasaan (kecintaan) dengan si pemilik sifat itu tadi, dan (hal) yang bisa membawa kecintaan antara keduanya ialah rabithah (ikatan) antara keduanya”. Rabithah (ikatan) ini terbentuk dengan adanya hubungan rohaniah (berupa mengingat, membayangkan atau menghayalkan, mendo’akan) yang bertujuan untuk menumbuhkan dan menimbulkan kecintaan (atau bercinta-cintaan) dijalan Allah dengan harapan termasuk dalam golongan yang dimaksud dalam hadist qudsi berikut ini;

‫قال عبادة ببن الصببامت سبمعت رسببول اللبه‬ َ ‫ن َرب ّبهِ ت َب َبباَر‬ ‫ك وَت َعَبباَلى‬ ْ ‫صلى الله عليه وسلم ي ُبْرَوى ع َب‬ ّ ‫م فِببى ظ ِب‬ َ ‫قَببا‬ ‫ل‬ ّ ‫ح‬ َ َ ‫مت‬ َ ‫م‬ َ :‫ل‬ ْ ‫ن هُ ب‬ ُ ْ ‫حب ّت ِببى ع َل َببى ال‬ َ ‫ت‬ ْ ‫قب‬ َ ْ ‫حبباب ّي‬ ْ ّ ِ ‫مة ِ ل َ ظ‬ (-51– ‫ل ا ِل ّ ظ ِّلى )الخوان‬ ِ ْ ‫م ال‬ َ ْ‫ش ي َو‬ َ ‫قَيا‬ ِ ‫العَْر‬ “ Ubadah bin Shamit mendengar sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Rabbynya, Allah berfirman; Berhak mereka mendapatkat kecintaan-KU, yaitu orang-orang yang bercinta-cintaan (dijalan Allah). Mereka itu dibawah naungan arasy yang tidak ada naungan selain naungan-Ku”. Tanggapan Tesis

16

Bercinta-cintaan dijalan Allah -sebagaimana yang dimaksud dalam hadist tersebut- adalah target yang ingin digapai oleh setiap kaum muslimin, khususnya ikhwan-ikhwat tarekat Tijaniah dengan cara-cara (antara lain) seperti rabithah tersebut. Rabithah adalah ikatan yang menghubungkan canel rohaniah murid tarekat itu dengan rohaniah syekh mursyidnya yang menjembatani hubungannya dengan Rabbynya. Kata arif billah;

‫ن‬ ْ ِ ‫معَ اللهِ فَإ‬ َ َ‫م بع‬ َ ‫ن‬ َ ‫ن‬ ْ َ‫ن ل‬ َ ‫ن‬ ْ ‫مب‬ ْ ‫معَ الل بهِ فَك ُب‬ ْ ُ ‫م ت َك‬ ْ ُ‫ك‬ َ ِ‫معَ الله‬ َ ‫كا‬ َ ‫ن‬

“ Hendaklah kamu beserta Allah, jika tidak mampu, maka hendaklah beserta orang yang beserta Allah” Apakah rahasianya rabithah itu ? . Menurut pendapat orang arif billah, hati syekh mursyid itu ibarat pancuran (pemancar utama) yang mengalirkan limpahanlimpahan (dari lautan yang tak bertepi) kedalam hati muridnya sehingga hati murid itu tergenangi dengan aliran-aliran limpahan dari hadhrat gaib syekh mursyidnya. Seperti ketarangan berikut ini;

‫ب‬ َ ِ ‫مرِي ْبد ِ ب‬ َ ‫م‬ ُ َ ‫قاب َل‬ ُ َ ‫َراب ِط‬ ِ ‫مْر‬ ُ ْ ‫ب ال‬ ُ ‫ى‬ ُ ْ ‫ة ال‬ ِ ‫قل ْب‬ ِ ‫ة قَل ْب‬ َ ِ ‫شد ِ وَه‬ َ ‫فب‬ َ ‫ه‬ َ ْ ‫ه فِببى ال‬ ِ ْ ‫شبي‬ ِ ‫ل وَل َبوْ فِببى غ َي ْب َت ِب‬ ِ ‫ح‬ َ َ ‫ و‬، ِ ‫خه‬ ُ َ ‫صبوَْرت‬ ُ ‫ظ‬ ِ ‫خي َببا‬ َ َ ‫خ‬ ُ ‫ب ي ُن َّز‬ ّ ‫ب ال‬ ‫ن‬ َ ْ ‫ل ال‬ َ َ ‫حظ‬ ِ ‫ض‬ ِ ْ ‫كال‬ َ ْ ‫ن قَل‬ ّ ‫ةأ‬ َ َ ‫مل‬ ُ َ‫و‬ َ ‫في ْب‬ ِ ‫مي َْزا‬ ْ ‫مب‬ ِ ْ ‫شي‬ ِ ‫م‬ ِ ‫مَراب ِب‬ ِ ْ ‫حي‬ َ ‫داد‬ َ ‫م‬ ْ َ‫ب‬ ْ ‫ط َوا‬ ْ ِ ‫سبت‬ ُ ْ ‫مرِي ْبد ِ ال‬ ُ ْ ‫ب ال‬ ُ ْ ‫حرِهِ ال‬ ِ ‫ط ا ِل َببى قَل ْب‬ َ ‫ل )تنببوير القلببوب‬ ُ َ ‫سط‬ ِ ‫وا‬ ِ ِ‫ال ْب ََرك َة‬ ُ ّ ‫ه لن‬ ُ ْ ‫من‬ ّ َ‫ة ا َِلى الت ّو‬ ِ ‫ص‬ َ ْ ‫ه ال‬ (-512– “Rabithah mursyid itu ialah berhadap-hadapannya (muqabalah) hati murid tadi dengan hati syekhnya, dan memelihara (menghayalkan) rupa syekhnya sekalipun dalam kegaibannya, dan memantapkan bahwasanya hati syekh itu seperti pancuran yang mengalirkan limpahan dari lautan (ma’rifatnya) yang tidak bertepi kepada hati murid yang me”rabithah”kannya, dan ia mengambil Tanggapan Tesis

17

barakah darinya karena dia adalah perantara kepada yang dihubungkan”. Perumpamaan hati murid tarekat dengan syekhnya itu seperti canel telivisi dengan stasion sentralnya. Syekh tarekat ibarat telivisi yang menampilkan programprogram siaran sentral, semua program siaran yang nampak dilayar monitor adalah pengejawantahan program sentral pusat (pemancar utama), tapi monitor telivisi tidak sama dengan stasion sentral. Seperti itu pula Allah tidak sama dengan syekh mursyid. Akan tetapi masalah rabithah ini terus dikhawatirkan oleh beberapa pihak karena (menurut mereka) hal itu bisa menjurus kepada kemusyrikan. Menurut saya anggapan seperti itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menolak praktek rabithah. Tarekat yang amaliah pokoknya adalah kalimatut tauhid, tentu saja tujuannya adalah untuk mentauhidkan Allah, bukan untuk menserikatkan-Nya dengan apapun dan dengan siapapun. Insya Allah ikhwan tarekat itu mengerti tujuan dalam berzikir itu untuk mengingat Allah, bukan untuk mengingat sesuatu selain Allah, dan ikhwan tarekat itupun juga paham bahwa rabithah itu hanya bersifat penghubung atau ikatan saja bukan tujuan. PENOLAKAN UNTUK HAL 138 Pada halaman 138 Syafruddin menulis; Tampaknya Ahmad Attijani terpengaruh oleh teosufinya Ibnu Araby seorang sufi termasyhur dari Andalusi abad ke 13 M,………… dst. Drs Syafruddin menganggap Syekh Ahmad Attijani terpengaruh pendapatnya Ibnu Araby (hanya karena dia pernah mengaku khatmul aulia). Pengakuan dari Syekh Ahmad Attijani (sebagai khatmul Aulia) dianggapnya terpengaruh teosufi Ibnu Araby. Menanggapi masalah ini saya kasih lelucon; Pada suatu hari tiba-tiba saya (H.Ibrahim) mengaku sebagai bupati, pernyataan ini Tanggapan Tesis

18

saya tulis dibeberapa media lokal bahkan nasional. Keinginan saya menjadi bupati melahirkan ucapan-ucapan kebupatian. Namun obsesi saya tidak pernah terwujudkan dengan dilantiknya saya sebagai bupati. Akhirnya pada suatu hari dilantiklah pejabat bupati (sungguhan) oleh pejabat yang berwenang maka resmilah dia menduduki jabatan sebagai bupati. Logiskah bupati sungguhan itu terpengaruh oleh oknom yang ngaku bupati tadi ?. Pendapat Sdr Drs Syafruddin mengenai masalah ini tidak dilandasi oleh fakta yang meyakinkan dirinya dan dia sendiri tidak tau secara pasti apakah Syekh Ahmad Attijani itu terpengaruh oleh teosufinya Ibnu Araby atau tidak. Oleh karena (keraguannya) itu dia menggunakan kata; Tampaknya…….dst. Kalau benar dia beranggapan demikian, itu artinya dia tidak mencermati penegasan Ibnu Araby yang menyatakan bahwa seseorang yang akan menduduki makam khatmul wilayah itu berkebangasaan Arab, sedang Ibnu Araby dari Spanyol ( Andalusi). Lihat kembali Futuhatul Makiah 73 soal

ke 13.

TANGGAPAN UNTUK HAL 140 Pada halaman 140 Drs Syafruddin mengutip pendapat dari penulis buku M. Faiz al Math sebagai berikut; Setelah Nabi Muhammad saw ada waliullah, akan tetapi tidak ada pangkat atau imbel-imbel tambahan seperti wali penutup/tertinggi maupun bagian-bagian wali tertentu……..dst. Sdr Drs Syafruddin terpengaruh oleh pendapatnya penulis buku tersebut, yang artinya dia saya anggap sejalan dengan pemikirannya. Adanya imbel-imbel nama wali-wali itu menunjukkan atas pembagian-pembagian tugas yang melambangkan kafasitas masingmasing wali itu sendiri. Hal ini tidak berbeda dengan susunan struktur dalam organisasi, perusahaan atau lembaga lainnya. 19 Tanggapan Tesis

‫‪Dizaman Rasulullah hal (penamaan) ini sudah ada, Rasulullah‬‬ ‫‪sendiri bergelar Abu Qasim, sebagaimana keterangan hadist berikut‬‬ ‫;‪ini‬‬

‫حدي ُ َ‬ ‫ل ‪َ :‬قا َ‬ ‫ه َقا َ‬ ‫ل أ َُبببو‬ ‫ث أِبي هَُري َْرة َ َر ِ‬ ‫َ ِ‬ ‫ه ع َن ْ ُ‬ ‫ي الل ّ ُ‬ ‫ض َ‬ ‫مي وََل‬ ‫ال ْ َ‬ ‫سب ِ‬ ‫قا ِ‬ ‫وا ِبا ْ‬ ‫م تَ َ‬ ‫ه ع َل َي ْبهِ وَ َ‬ ‫سب ّ‬ ‫س بل ّ َ‬ ‫صبّلى الل ّب ُ‬ ‫سبم ِ َ‬ ‫م ْ‬ ‫وا ب ِك ُن ْي َِتي *‬ ‫ت َك َن ّ ْ‬ ‫‪Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Abu‬‬ ‫‪Qasim, Rasulullah s.a.w bersabda: Berikanlah nama dengan namaku,‬‬ ‫* ‪tetapi jangan memberikan gelaran dengan gelaranku‬‬ ‫‪Sebagai bukti adanya embel-embel gelar-gelar kewalian itu‬‬ ‫‪sesudah nabi Muhammad saw antara lain sebagai mana keterangan‬‬ ‫‪dalam kitab Maraqatul Mafatih juz-9-hal-365 oleh Syekh Ali bin‬‬ ‫;‪Muhammad sebagai berikut‬‬

‫قلببت ‪ :‬فهببم القطبباب فببي القطببار يأخببذون‬ ‫الفيض من قطب القطاب المسمى بالغوث العظببم‬ ‫فهم بمنزلة الوزراء تحت حكم الوزير العظببم ‪ ،‬فببإذا‬ ‫مات القطب الفخم أبدل من هذه الربعببة أحببد بببدله‬ ‫غالبا ً ‪ .‬ثم قال ‪ :‬البدال قببوم صببالحون ل تخلببو الببدنيا‬ ‫منهم إذا مات واحد منهم أبدل اللببه مكببانه آخببر وهببم‬ ‫سبببعة ‪ .‬قلببت ‪ :‬البببدال اللغببوي صببادق علببى رجببال‬ ‫الغيب جميعا ً ‪ .‬وقد سبببق للبببدل معنببى آخببر فببالولى‬ ‫حمله عليه ‪ ،‬ولعلهم خصببوا بببذلك لكببثرتهم ولحصببول‬ ‫كثرة البدل فيهم لغلبتهم فإنهم أربعون علببى مببا فببي‬ ‫الحديث السابق ‪ ،‬أو سبببعون علببى مببا ذكببره صباحب‬ ‫القاموس ‪ .‬فقوله ‪ :‬وهم سبعة وهم ‪ .‬ثم قال النقباء ‪:‬‬ ‫هببم الببذين اسببتخرجوا خبايببا النفببوس وهببم ثلثمببائة ‪.‬‬ ‫أقببول ‪ :‬لعلببه أخببذ هببذا المعنببى مببن النقببب بمعنببى‬ ‫الثقب ‪ .‬والظهببر أن النقببباء جمببع نقيببب وهببو شبباهد‬ ‫‪20‬‬

‫‪Tanggapan Tesis‬‬

‫القوم وضمينهم وعريفهببم علببى مببا فببي القبباموس ‪،‬‬ ‫ومنه قوله تعالى ‪ } :‬وبعثنا منهم اثنببي عشببر نقيب با ً {‬ ‫] المائدة ب ‪ . [ 12‬أي شاهدا ً من كل سبط ينقب عببن‬ ‫أحببوال قببومه ويفتببش عنهببا ‪ ،‬أو كفيل ً يكفببل عليهببم‬ ‫بالوفبباء بمببا أمببروا بببه وعاهببدوا عليببه علببى مببا فببي‬ ‫البيضاوي ‪ .‬والظاهر أنهم خمسمائة على ما سبق في‬ ‫الحببديث ‪ .‬ثببم قببال النجببباء ‪ :‬هببم المشببتغلون بحمببل‬ ‫أثقببال الخلببق وهببم أربعببون ‪ .‬أقببول ‪ :‬كببأنه أخببذ هببذا‬ ‫المعنببى مببن اللغببة ‪ .‬ففببي القبباموس ‪ :‬ناقببة نجيببب‬ ‫ونجيبة وجمعه نجائب ‪ ،‬والنسب ما ذكر فيه أيضا ً من‬ ‫أن النجيب الكريم والجمببع نجببباء والمنتجببب المختببار‬ ‫ونجائب القرآن أفضله ‪ .‬هذا وقببد أخببرج ابببن عسبباكر‬ ‫عن ابن مسعود مرفوعا ً ‪ :‬إن لّله تعالى ثلثمائة نفس‬ ‫قلوبهم على قلب آدم عليه ] الصلة [ والسلم ‪ ،‬ولببه‬ ‫أربعون قلببوبهم علببى قلببب موسببى عليببه ] الصببلة [‬ ‫والسلم وله سبعة قلوبهم علببى قلببب إبراهيببم عليببه‬ ‫] الصلة [ والسلم ‪ ،‬وله خمسببة قلببوبهم علببى قلببب‬ ‫جبريبببل عليبببه ] الصبببلة [ والسبببلم ولبببه ثلثبببة‬ ‫قلوبهم ‪)......‬مراقة المفاتح (‬ ‫‪Arti seperlunya; Aku kata; Mereka itu adalah wali AQTHAB‬‬ ‫‪dimuka bumi ini mereka menerima faidhah (limpahan) dari‬‬ ‫‪QUTHBUL AQ THAB (quthub segala quthub) yang dinamai dengan‬‬ ‫‪AL GAUSTUL A’ZDAM mereka menempati wakil-wakil dibawah‬‬ ‫‪hukum (kebijakan) pimpinan tertinggi…….dst.‬‬ ‫‪Jelasnya menurut kitab tersebut gelar-gelar kewalian itu sudah‬‬ ‫‪ada sebelum adanya istilah-istilah lainnya.‬‬

‫‪21‬‬

‫‪Tanggapan Tesis‬‬

Gelar atau embel-embel dibelakang nama wali itu persis seperti gelar-gelar yang ada sekarang, misalnya profesor, Dr. Ir, S.Ag. M.Ag dll. Perbedaanya ialah, gelar kesarjanaan itu diperoleh dari bangku kuliah, sedang gelar kewalian diperoleh dari perjalanan spiritual ahli sufi atau dari penganugerahan orang-orang sezamannya kepadanya. Penyangkalan atas gelar-gelar atau embel-embel kewalian itu adalah pengingkaran terhadap sejarah itu sendiri dan pengingkaran kepada rialitas yang ada. SANGGAHAN UNTUK HAL 141 Pada halaman 141 Drs Syafruddin menulis; Semua doktrin itu memberikan kesan eksklusif, seakan-akan menunjukkan bahwa pengikut tarekat Tijaniah lebih istemewa dari muslim dan tarekat lainnya. Masalah tersebut menimbulkan perbedaan pendapat dari pihak lain………dst. Menurut saya anggapan Sdr Drs Syafruddin terlalu berlebihan dan tendensius. Kesan eksklusif, superior (takabbur), semuanya adalah penyakit batin hati yang tumbuh dalam hati siapapun, terlepas dari apakah dia seorang pengamal tarekat atau bukan. Penyakit batin seperti ini sudah ada semenjak nabi Adam dan Hawa. Syukur al hamdulillah penyakit-penyakit batin seperti ini bisa dieliminir dengan amaliah istigfar yang dikemas dalam wadah yang disebut dengan tarekat. Tepat apa yang dikatakan oleh Syekh Ubaidah Sanqiti dalam penegasannya berikut;

َ ِ ‫فَعل‬ ّ ُ‫ن ك‬ َ ‫ه‬ ‫ش بد ُه ُ ا ِل َببى‬ ً ْ ‫ش بي‬ ِ ّ ‫م ي َت‬ ِ ‫خا ي َْر‬ ّ ‫مأ‬ ُ ‫خذ ْ ل َب‬ ْ َ‫ن ل‬ َ ‫ل‬ َ ُ ْ ‫م‬ ‫ص لل بهِ ت َعَبباَلى‬ َ ‫صب‬ ُ ْ ‫ال‬ ِ ‫فا‬ ِ ‫ج‬ ّ ‫ن هَ بذ ِهِ ال‬ ْ ‫مب‬ ْ‫خ بُرو‬ ٍ ‫ت فَهُ بوَ ع َببا‬ ِ َ ْ ّ َ ‫ر‬ ْ َ ‫ج ب ِن‬ ِ ‫ف‬ ُ ‫وَل َِر‬ ُ ّ ‫سوْل ِهِ لن‬ ِ ْ ‫سهِ ب ِغَي‬ ِ ْ ‫ه ل َي َهْت َد ِىْ ا ِلى الطرِي‬ ِ َ ‫ق العِل‬ َ ‫حف ِ ب‬ َ ‫ب فِببى ال ْعُل ُبوْم ِ ) الجيببش‬ َ ‫ظ ا َل ْب‬ َ ْ‫خ وَل َبو‬ ٍ ‫ف ك ِت َببا‬ ٍ ْ ‫ش بي‬ (-105 – ‫الكفيل‬ Tanggapan Tesis

22

“Maka telah dimalumi bahwa setiap orang yang tidak mencari syekh yang dapat menunjukkan padanya agar terlepas dari penyakit batin hati (tersebut ) itu, maka orang itu dalam maksiat kepada Allah SWT dan kepada Rasul-Nya karena ia tidak bisa membimbing / membersihkan dirinya / hatinya tanpa bimbingan syekh tarekat sekalipun ia hafal ribuan kitab keagamaan”. Al hasil misi ilmu tarekat adalah untuk mengikis habis penyakit-penyakit itu dari dalam batin hati manusia. Adapun mengenai “perbedaan pendapat”, sebenarnya banyak hal yang bisa menjadi motivasi perbedaan itu, hanya saja tidak semua orang matang dalam perbedaan-perbedaan. TANGGAPAN UNTUK HAL 145 Pada halaman 145 Drs Syafruddin menulis; Menurut hukum akal, misi atau pesan yang diterima oleh Ahmad Attijani dalam keadaan jaga atau mimpi tersebut tidak menjadi persoalan, bahkan termasuk mungkin; mungkin terjadi dan mungkin tidak terjadi…………dst. Menanggapi masalah ini perlu kita ma’lumi, bahwa islam itu dilandasi dengan dua pilar kekuatan; 1. Landasan hukum rasional. (disebut dalil akal) 2. Landasan hukum kontekstual . (disebut dalil naqal) Untuk memahami masalah tarekat Tijaniah dengan baik tentunya harus menggunakan kedua dalil (akal & naqal) tersebut dengan sempurna, tidak puas hanya dengan menggunakan hukum akal saja, Sdr Drs Syafruddin (dalam hal ini) belum melengkapinya dengan pilar kedua yaitu landasan kontekstual. Disamping itu pula, saya lihat dia kesulitan untuk menentukan sikap yang mengharuskannya memilih salah satu dari tiga pilihan berikut ini; 1. Membenarkan peristiwa pertemuan Syekh Ahmad Attijani dengan Rasulullah, atau. Tanggapan Tesis

23

2. Tidak membenarkan peristiwa tersebut atau 3. Tidak memilih kedua-duanya (netral). A. Apabila memilih alternatif pertama, berarti otomatis telah membenarkan tarekat Tijaniah dengan segala prakteknya, dan pilihan ini (baginya) tidak mungkin. B. Apabila memilih alternatif kedua berarti dia harus mengemukakan dalil rasional maupun dalil kontekstual untuk memperkuat keterangan penolakannya itu, jika tidak, tentu akan mengurangi nilai ke otentikan materi tesisnya bahkan nyaris mengorbankan intelektualitasnya sendiri kerena tidak memperkuat alasan penolakannya dengan dalil yang akurat. C. Jika memilih alternatif ketiga, berarti karya tulisnya (tesisnya) kehilangan nilai edukatif. Tidak itu saja, jika (menurutnya) ada kejanggalan atau kesalahan dalam tarekat Tijaniah, maka tentu saja dia dituntut untuk meluruskannya sesuai dengan anjuran hadist Rasulullah berikut ini;

َ ‫م‬ ِ ‫ن َرأى‬ ْ ِ ‫من ْك َبًرا فَل ْي ُغَي ّبْره ُ ب ِي َبد ِهِ فَ بإ‬ ْ ‫ن ل َب‬ ُ ‫م‬ ْ ‫من ْك ُب‬ َ ْ ‫مب‬ َ َ ِ ‫ذال‬ َ َ‫قل ْب ِهِ و‬ ‫ف‬ َ ِ ‫ست َط ِعْ فَب‬ ُ َ‫ض بع‬ ْ ‫كأ‬ ْ ِ ‫سان ِهِ فَإ‬ ْ َ‫م ي‬ َ ِ ‫ست َط ِعْ فَب ِل‬ ْ َ‫ي‬ ْ َ‫ن ل‬ (-10-28 – ‫ن )حلية الوليآء‬ َ ْ ‫ا ْل ِي‬ ِ ‫ما‬ “ Barang siapa melihat kemungkaran diantara kamu maka robahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu maka dengan lisanmu, jika tidak mampu maka dengan hatimu”. Selaku orang muslim yang konsekwen terhadap ajaran agamanya tentu saja berkewajiban mengambil sikap terhadap kemunkaran yang diketahuinya dengan; 1. Merobahnya dengan tangan. 2. Merobahnya dengan lisan. 3. Merobahnya dengan hati. TANGGAPAN UNTUK HAL 162 Pada halaman 162 Drs Syafruddin menulis; Tanggapan Tesis

24

Larangan berpoligami dan larangan bermakmum dengan orang non Tijaniah. Anggapan ini berlebihan dan tendensius, Sdr Drs Syafruddin kurang informasi lapangan, perlu ditegaskan bahwa tidak ada larangan berpoligami dalam tarekat Tijaniah. Kalaupun benar ada larangan yang dimaksud, itu bukan berarti tarekat Tijaniah tidak sejalan dengan syariat Rasulullah tetapi sematamata karena pertimbangan individu saja. Perlu diketahui bahwa hukum berpoligami itu sama dengan hukum perkawinan itu sendiri. Keterangan lebih jelas bisa dilihat dalam kitab-kitab fiqih. Adapun masalah tidak bermakmum kepada imam yang bukan Tijaniah hal ini tidak benar. ALASAN PENOLAKAN Oleh karena kedua pendapat Drs Syafruddin mengenai poligami dan masalah tidak bermakmum kepada imam yang non Tijani tidak berdasar, maka pendapat ini kami tolak. SANGGAHAN UNTUK HAL 183 Pada halaman 183 Drs Syafruddin menulis; Jadi, baiat sebenarnya bukanlah janji seseorang kepada guru, tetapi janji kepada Allah. Fungsi guru dalam berbaiat tersebut hanyalah sebagai saksi. Kalau ada saksinya janji itu akan selalu diingat oleh yang melakukannya. Oleh karena itu, jadi pengikut tarekat itu sangat berat dan besar godaannya. Misi atau tujuan ilmu tarekat itu adalah untuk lebih mengimplementasikan syariat islam itu sendiri, terlepas dari diakui atau tidaknya tarekat itu, yang jelas tarekat (menurut kami) adalah wadah bagi yang ingin mengamalkan syariat islam secara kaffah. Sebagai contoh, dalam kitab tarekat Naqsyabandiah, (Tanwirul Qulub), dalam kitab tersebut dipaparkan tentang ilmu Tanggapan Tesis

25

syariat mulai dari bab fiqih, tauhid, tasawuf, hingga tarekat yang tersaji dalam satu buah kitab. Contoh ini membuktikan bahwa tarekat adalah bentuk dari pengejawantahan syariat islam itu sendiri, orang tidak dibenarkan mempelajari tarekat tanpa belajar ilmu syariat, oleh karena itu masuk tarekat dianggap berat, terutama oleh hawa nafsu. Dan hawa nafsu inilah yang wajib diperangi masing-masing individu. Dan rasa berat ini juga yang menaikkan nilai juang kita dihadapan Allah. TANGGAPAN UNTUK HAL 197 Pada halaman 197 Drs Syafruddin menulis; Menurut penulis kalau diteliti bahasa Arabnya kekeringan dari kalimat salawat dan merupakan kejahatan terbesar bagi mereka karena membodohi umat manusia pada umumnya, umat islam pada khususnya. Kepalsuan pada salawat ini tidak dapat ditutupi dan disangsikan bahwa sikap membenarkan kepalsuan semacam itu merupakan pendusta kepada Allah dan Rasul-Nya, bahkan ia mengatakan salawat itu termasuk zikir bidah (buku Abd Rahman Abd Khalik). Sungguh sangat disayangkan pernyataan-pernyataan (emosional) yang nyaris membunuh intelektualitasnya sendiri, apalagi tidak didasari dengan penjelasan yang akurat dan tidak didukung penguasaan grammatika bahasa Arab yang layak. Semestinya ada contoh salawat yang lain sebagai perbandingan dengan salawat fatih itu sendiri, sehingga akan lebih mudah mencari sudut kekeringan maupun kekurangannya. Lagi pula untuk meneliti makalah-makalah berbahasa Arab perlu didukung penguasaan grammatika bahasa Arab yang memadai. Penelitian apapun tanpa skil yang memadai hasilnya tidak akan optimal. Saya teringat seorang peneliti bernama Dr Martin Van Bruinessen, dia dengan jujur mengakui keterbatasannya dalam memahami dunia tasawuf, katanya; Tanggapan Tesis

26

“Saya sebagai pengamat dari luar, merasa tidak mampu dan berwenang membenarkan dan mengingkari peristiwa ini, atau mencari penjelasan bagaimana bisa dipahami. (buku THORIQOH ATTIJANIYYAH DALAM NERACA – HUKUM AGAMA oleh K.H. Fauzan fathullah hal 45)

Dr Martin tidak memaksakan diri untuk menilai yang diluar jangkauannya. Pengakuannya secara jentelmen ini patut diacung jempol. Adapun mengenai pernyataan “kejahatan terbesar”, Sungguh sangat disayangkan materi tesis ini ternyata kekurangan dan kekeringan kosakata santun yang bisa menyurutkan keilmiahannya dan nyaris mengorbankan intelektualita penulisnya. Tentang “kejahatan terbesar” sebagaimana tersebut diatas, kami tidak terima dengan pernyataan emosional yang irrasional bahkan irascible yang cenderung mengesampingkan aspek hukum humanismenya. TANGGAPAN UNTUK HAL 211 Pada halaman 211 Drs Syafruddin menulis; Berdasarkan hadist tersebut, muqaddam sangat yakin bahwa rezki itu dijamin oleh Allah swt, tanpa berusaha mencarinya, itulah yang mereka lakukan pada saat ini. Para muqaddamin keberatan dengan adanya tudingan seperti ini. Pernyataan ini jelas mengada-ada dan tanpa dasar. Drs Syafruddin tidak mendata secara akurat seluruh para muqaddam yang ada, khususnya yang ada di Kalimatan. Keakuratan data adalah fakta hasil observasi lapangan yang tidak direkayasa. ALASAN PENOLAKAN Berdasarkan pada ketidak akuratan data tersebut, maka kami menolak pendapat Drs Syafruddin yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan. TANGGAPAN UNTUK HAL 227 Pada halaman 227 Drs Syafruddin menulis; Tanggapan Tesis

27

Sebab, tarekat ini dirancang oleh Ahmad Attijani tidak mengharuskan pengikutnya menunjukkan sikaf ketaqwaan yang berlebihan, Yang benar tarekat Tijaniah ini didirikan oleh Rasulullah, bukan “dirancang” oleh Syekh Ahmad Attijani. Karena perubahan kosakata akan berakibat pada perobahan ma’na. Dan kalimat dirancang tidak ada dalam redakasi kitab tarekat Tijaniah. TANGGAPAN UNTUK HAL 228 Pada halaman 228 Drs Syafruddin menulis; Ibrahim menambahkan, bahwa ia masuk tarekat Tijaniah karena adanya “jaminan” dari Syekh Ahmad Attijani, yaitu pengikut yang benar-benar mengamalkan ketiga wirid (wirid lazim, wadzifah dan hailalah) akan masuk surga bersama kedua orang tua, isteri, dan anak-anaknya tanpa hisab. Saya sempat kaget melihat tercantumnya nama saya dalam tesis tersebut. Padahal saya tidak pernah menyatakan seperti itu kepada penulis tesis ini atau kepada yang lainnya. Saya masuk tarekat Tijaniah bukan karena apa-apa, bukan karena adanya jaminan atau mengharap jaminan, saya masuk tarekat Tijaniah lillahi ta’ala. ALASAN PENOLAKAN Saya nyatakan dengan tegas bahwa; Saya tidak pernah mengatakan masuk tarekat Tijaniah itu karena adanya jaminan atau karena pengaruh apapun dan siapapun. TANGGAPAN UNTUK HAL 229 Ternyata tidak itu saja, pada halaman 229 Drs Syafruddin menulis;

Tanggapan Tesis

28

Memperhatikan pendapat Ibrahim diatas, tampaknya terjadi kontroversial dengan pendapat pendiri tarekat Tijaniah Ahmad Attijani dalam memahami “jaminan” Saya keberatan dianggap kontroversi dengan Syekh Ahmad Attijani, dalam kondisi apapun Syekh Ahmad Attijani adalah syekh tarekat saya, dan saya tidak mungkin berbeda pendapat dengan beliau. Saya tidak ingin sejarah mencatat nama saya kontroversi dengan syekh tarekatnya sendiri. Oleh karena itu saya dengan tegas menolak pendapat yang dikemukakan oleh Sdr Drs Syafruddin tersebut. Berdasarkan pendapat pribadi Drs Syafruddin yang berlebihan itu, yang mengarah kepada pendiskreditan nama saya, maka pada tanggal 27-05-2004 jam 12 an, saya menghubungi Sdr Drs Syafruddin lewat telpon untuk mengkonfirmasikan masalah ini, Al hamdulillah dia mengakui terus terang bahwa pendapatnya tersebut merupakan kesimpulan pribadinya saja, bukan ucapan dari saya (H.Ibrahim). Pengakuan jujur dari Sdr Drs Syafruddin itu cukup melegakan hati saya, namun meskipun demikian tidak semua orang membaca sanggahan dan keberatan saya ini.

KESIMPULAN Dengan mengamati dan mencermati secara umum materi dalam buku tesis tersebut -sambil mengacu pada leteratur kitab-kitab Tijaniah maupun kitab-kitab lainnya,- maka TESIS Sdr Drs Syafruddin itu dapat dikategorikan dalam tiga kategori berikut; A. Kategori kesalahan fatal. B. Kategori kesalahan ringan / kelalaian. C. Kategori ditolerir. Untuk memperjelas gambaran umumnya dapat dilihat dalam tabel berikut; Keterangan Tabel Tanggapan Tesis

29

No 1 2 3

Kategori A B C

Keterangan Kesalahan Fatal Kesalahan Ringan Ditolerir

Butir 21 16 63

Persentasi 21% 16% 63%

S a la h F a tSaal la h R in gDainT o le r ir 21; 21%

16; 16%

63; 63%

1. Untuk kategori (A) meruanglingkupi kesalahan dalam bentuk penyimpulan atau pernyataan. 2. Untuk kategori (B) meruanglingkupi kesalahan/ ketinggalan tulis dari ayat, kalimat, huruf, atau keterangan-keterangan lainnya. 3. Untuk kategori (C) ditolerir (dima’afkan). Berikut daftar halaman yang terkoreksi;  Untuk kategori (A) pada hal 98, 101, 114, 117, 121, 124, 125, 128, 130, 135, 138, 140, 141, 145, 162, 183, 197, 211, 227, 228, 229. Tanggapan Tesis

30



Untuk kategori (B) pada halaman 93, 97, 98, 102, 114, 120,125, 127, 136, 139, 166, 167, 206, 226, 228, dan 229.  Untuk kategori (C) pada semua halaman. Setelah mempelajari dan memperhatikan buku tesis Sdr Drs Syafruddin, ternyata didalamnya terdapat 37 butiran kesalahan (yaitu pada kategori A & B). Maka dengan ini keabsahan dan keotentikan tesis tersebut patut ditinjau kembali, tentunya harus melibatkan pihakpihak yang membidangi masalah tarekat Tijaniah.

Tanggapan Tesis

31

Related Documents

Sanggahan Nafiri Yahshua
November 2019 1
Oleh
June 2020 26
Oleh
July 2020 20
Oleh
July 2020 17

More Documents from "Tasya"