Sahabat Sejati

  • Uploaded by: Afifah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sahabat Sejati as PDF for free.

More details

  • Words: 2,688
  • Pages: 9
Sahabat Sejati “Ukh!!!! Yang bener aja masak aku harus sekolah di jogja karena nilai ku bagus?!!! Di Jakarta kan juga banyak sekolah bagus. Ukh….. sebel sebel sebel.” Keluh ku pada Krisna sahabatku dari kecil. “Turutin aja saran orang tua mu itu Rin, enggak ada salahnyakan nyoba sekolah di sana, katanya di sana ekolahnya bagus-bagus lho and enggak semua orang bisa bersekolah di sana, pergaulan di sana katanya juga bagus, enggak separah di Jakarta. Andai keadaan fisikku kuat dan enggak penyakitan pasti aku bakal diizinin sama orang tuaku sekolah di sana.” “Emang sich pendidikan di sana bagus tapi Kris, kalo aku sekolah di sana aku enggak bakal ketemu kamu lagi dong.” “Jangan hiperbolis gitu dech kayak enggak bakal ketemu selamanya aja, kamu kan bisa ke Jakarta pas liburan.” “Tapi Kris kalo aku di Jogja kan aku enggak bisa seperti sekarang sering ketemu kamu, ngobrol bareng kamu, hang out bareng kamu, trus kalo aku ada masalah aku harus cerita sama siapa? Kan selama ini kalo aku ada masalah aku selalu curhat sama kamu, bisa stres aku kalo enggak curhat sama kamu.” “Emangnya masa SMA mau di isi sama hang out melulu? Kalo ngobrol, sama curhat kan bisa SMS-an atau chatting.” “Kris, aku tetep berat buat ninggalin kamu.” “Sudahlah Rin kamu enggak usah mikirin aku, aku aja enggak mikirin kamu kalau kamu jauh dari aku….” Ucap Krisna sambil berlaga cuek. “Kris…..” protesku. “Enggak-enggak aku bercanda, aku juga berat enggak ketemu kamu lama tapi gimana lagi ini semua kan demi kebaikan kamu, masak aku harus melarang sesuatu yang baik buat kamu?” kami terdiam sesaat. “Rin aku sekarangkan bukan gadis lemah, cengeng, penyakitan dan kesepian lagi, Aku kan sudah berubah lebih baik Rin. Sudahlah kamu turutin aja kemauan orangtuamu itu.”

“Tapi Kris.” “Mending sekarang kamu pulang dan bilang sama orangtuamu kalo kamu mau sekolah di Jogja.” “Baiklah Kris kalo itu saran dari kamu.” Hari itu adalah hari terakhir aku berbicara empat mata dengan sahabatku Krisna. Aku tidak pernah bertemu dengan dia lagi setelah itu karena aku harus mempersiapkan diriku untuk sekolah di Jogja. Aku pergi ke Jogja tanpa bertemu dulu dengan Krisna, aku berpamitan dengannya hanya lewat SMS. Di Jogja aku bersekolah di salah satu sekolah faforit di sana. Di sana aku juga harus tinggal sendiri, alias ngekost. Karena aku ngekost, aku harus ngapa-ngapain sendiri, aku juga harus ngatur keuanganku sendiri, dan banyak hal lain yang dulunya enggak pernah ku lakukan sekarang aku harus harus melakukannya sendiri. Ah….. NYEBELIN!!!! Yang bener aja, masak sich masa SMA ku harus jadi seperti ini, enggak ngenakin banget!!!! Perlu waktu lama buat ku untuk menyesuaikan diri, tapi yah apa boleh buat inilah jalan hidup ku. Semenjak aku di jogja aku selalu SMS-an dengan Krisna setiap hari, menuangkan seluruh keluh kesah ku dan semua masalahku, masalah tentang hidup yang berubah drastis, suasana kelas yang, uhh… nyebelin banget, sampe masalah pelajaran yang, ihh…. susahnya minta ampun, apa lagi kalo enggak ada Krisna yang selalu bimbing aku belajar, semua aku tuangkan di SMS ku. Ahh!!! Krisna I Miss You!!! Tapi hari-hari seperti itu sudah lewat, kini hari-hariku menjadi menyenangkan semenjak aku mengenal anak-anak rohis seperti Rika dan Liza juga kakak-kakak kelas seperti Mas Rian dan Mas Anjar. SMS ku kali ini berisi sukacita ku bersekolah di Jogja dan kini Krisna tidak harus berfikir keras untuk menjawab semua pertanyaan ku tentang masalah ku atau pelajaran-pelajaran yang super sulit itu karena itu semua telah dijawab oleh teman-teman baruku dan saat ini Krisna cukup menjawab SMS ku dengan cerita tentangnya di Jakarta. Kini hari-hari ku benar-benar menyenangkan. Aku, Liza, Rika, Mas Rian juga Mas Anjar sering bertemu dan ngobrol di perpustakaan sekolah. Kami sering sekali menghabiskan waktu di perpustakaan bersama, kadang-kadang sampai perpustakaan sekolah tutup. Sampai-sampai penjaga perpustakaan hafal dengan wajah-wajah kami karena

saking seringnya kami berkunjung ke perpustakaan sekolah. Anak-anak pecinta perpus, itulah julukan yang di berikan pada kami oleh penjaga perpustakaan, guru juga temanteman kami. Entah ini sebuah kebetulan yang di sengaja atau tidak, kami anak-anak pecinta perpus punya banyak kesamaan, kami sama-sama anak rohis, kami sama-sama suka ngabisin waktu dan nongkrong di perpus, kami juga sama-sama berkacamata dan suka membaca, selain itu kami anak-anak pecinta perpus berasal dari bagian barat pulau jawa jadi kami sering banget patungan nyewa travel buat pulang ke kota asal kami barengbareng. Aku dan Mas Anjar dari Jakarta, sedangkan Mas Rian dan Liza dari Bandung, Rika dari Bogor. Di Jogja kami sama-sama ngekost, sayangnya aku, Liza, dan Rika enggak satu kost, Mas Anjar dan Mas Rian juga enggak satu kost. Aku enggak nyangka aku bisa berteman dengan teman-teman seperti mereka, Mas Rian yang super kalem, dewasa and punya jiwa kepemimpinan tinggi, Mas Anjar yang hyper aktif, suka bertingkah konyol, tapi kalo sudah baca buku bisa seperti patung yang enggak terpengaruh dengan dunia luar, Rika yang tomboy banget tapi kalo berhadapan dengan kakak kelas yang di sukai bisa berubah feminin kayak putri solo, dan Liza yang girly abis tapi kalo udah karate, emh…enggak ada tandingannya. Aku sering menceritakan tentang mereka pada Krisna. Aku juga sering menceritakan tentang Krisna pada mereka. Saat ini liburan kenaikan kelas, alhamdulillah nilai raport ku bagus dan aku bisa masuk kelas IPA, itu semua membuat ku ingin cepat-cepat pulang. Liburan kali ini aku enggak pulang bareng anak-anak pecinta perpus soalnya mereka masih punya kesibukan sendiri di sekolah yang membuat mereka menunda kepulangan mereka. Pagi itu aku sedang siap-siap buat pergi ke stasiun tiba-tiba HP ku berbunyi. “Assalamu’alaikum.” Sapaku “Wa’alikum salam. Rin ini bapak, bapak sama ibu sudah ada di Stasiun….” “Yah, bapak akukan belum sampai, berangkat saja belum, masak bapak sudah jemput aku sich?” potongku “Enggak gitu Rin maksud bapak, bapak dan ibu sudah ada di stasiun tugu. Kamu enggak usah pulang soalnya bapak dan ibu sudah di Jogja.”

“Apa?!!! Yah Bapak, untung saja aku belum beli tiket, ya sudah dech tunggu sebentar ya Pak.” Setelah aku menerima telfon, aku langsung pergi ke stasiun naik taxi yang sudah ku pesan. Aku sedikit kesal dengan kedatangan orangtuaku, karena itu berarti aku enggak bisa ketemu Krisna liburan ini padahal aku kan udah kangen banget sama dia. Tapi, saat aku sampai di stasiun aku sangat terkejut karena ternyata Krisna ikut orang tuaku ke Jogja, katanya sich dia yang maksa ikut ke Jogja dan membujuk orangtuanya agar membolehkannya. Aku seneng banget soalnya liburan kali ini aku tetep bisa ketemu krisna dan lebih senangnya lagi aku bisa memperkenalkan Krisna dengan anak-anak pecinta perpus. Ketika anak-anak pecinta perpus punya waktu luang, kami mengantarkan orangtuaku juga Krisna jalan-jalan putar-putar jogja naik andong. Kami memutuskan rutenya dari Kraton lalu ke Kota Gede dan berakhir di Malioboro. Di Malioboro kami jalan-jalan sepuasnya. Hari itu nyenengin banget, rasanya aku pingin banget ngulangi hari itu lagi. Besuknya anak-anak pecinta perpus pulang ke kotanya masing-masing, dan aku enggak pulang ke Jakarta soalnya orangtuaku juga Krisna memutuskan buat liburan di Jogja jadi liburan kali ini aku habiskan bareng orangtuaku dan krisna di Jogja. Saat ini tahun ajaran baru pun dimulai kembali anak-anak pecinta perpus sudah kembali ke jogja dan orangtuaku juga Krisna sudah kembali ke Jakarta. Hari-hari yang menyibukkan tetapi menyenangkan pun dimulai kembali. Seperti biasa aku selalu SMS-an dengan Krisna sejak dia kembali ke Jakarta tapi ada yang aneh, akhir-akhir ini SMS ku enggak pernah dibalas sama Krisna dan HP-nya kalo di telfon enggak pernah ada yang angkat. Tapi ku pikir, dia lagi enggak punya pulsa buat jawab SMS ku atau mungkin dia lagi konsen ke sekolahnya jadi kuputuskan untuk tidak menghubunginya sampai dia menghubungiku. Seperti biasanya sepulang sekolah kami anak-anak pecinta perpus berkumpul di perpustakaan sekolah. Tiba-tiba HP ku berbunyi ketika kami lagi asyik ngobrol.

“Assalamu’alaikum.” sapaku “ Wa’alaikum salam, Rin ada berita buruk, Krisna…..” ku dengar suara ibunya Krisna yang menyebut nama Krisna dengan sedih. “Ada apa bu dengan Krisna?” tanyaku sambil menenangkan perasaan ku yang cemas. “Rin Krisna Rin, Krisna….” Ku dengar suara ibunya Krisna semakin tak jelas dan kurasa ia mulai menangis. “Iya bu ada apa dengan Krisna?” tanyaku dengan perasaan cemas yang tak tertahankan lagi dan air mataku pun mulai menetes. “Kamu harus tabah Rin, Krisna sakit dan keadaannya saat ini kritis, kanker darahnya kambuh dan saat ini telah sampai pada stadium…..” ku dengar suara ibunya Krisna yang berusaha berbicara dengan tenang. “Stadium berapa bu?” tanyaku cemas dan sambil terisak ibunya krisna menjawab, “Stadium akhir.” Pecahlah tangis ibunya krisna dan air mataku terus bercucuran tak tertahankan. Aku sangat terkejut dan pertanyaan ku selama ini akhirnya terjawab kenapa akhir-akhir ini krisna sulit di hubungi ternyata…… “Sejak ia kembali dari Jogja kondisi fisiknya terus menurun dan puncaknya beberapa hari yang lalu ia mimisan dan darahnya sulit di hentikan, kami membawanya ke rumah sakit dan sebelum ia tak sadarkan diri ia berpesan jangan beritahukan ini padamu Rin, tapi keadaannya udah kayak gini dan kata dokter kemungkinan sembuhnya kecil, kami hanya ingin kamu bisa memberi semangat padanya untuk melawan penyakitnya itu.” Cerita ibunya krisna dengan suara yang aku tahu beliau sedang menahan tangis. Perasaan ku benar-benar hancur mendengar cerita dari ibunya krisna. Aku berusaha menenangkan diriku dan berkata, “Baiklah bu saya akan segera ke Jakarta,” Setelah aku menutup telfon anak-anak pecinta perpus memandangku dengan tatapan simpati. “Ada apa Rin?” tanya Liza yang cemas melihat ku menangis setelah menerima telfon. “Liz, Krisna Liz, krisna….” Jawabku sambil berusaha menenangkan diri dan menahan isakan tangis ku.

“Ada apa dengan Krisna Rin?” sambung Mas Rian. “Krisna sakit dan saat ini keadaannya Kritis.” Jawab ku. “Sabar ya Rin aku yakin Krisna pasti bisa sembuh.” Hibur Rika “Liz, Rik pamitin aku besuk ya, aku hari ini mau balik ke Jakarta aku pingin di samping Krisna buat mgasih dia semangat melawan penyakitnya.” “Tapi Rin kamu enggak bisa pulang dengan keadaan seperti ini, mending kamu tenangin diri kamu dulu baru kamu pulang ke Jakarta” saran Mas Rian. “Aku udah cukup tenang kok Mas.” “Enggak Rin, kamu enggak bisa pergi dengan perasaan sedih dan cemas seperti itu mending kamu tenangin perasaan kamu dulu sebentar terus nanti aku antar kamu ke kost buat siap-siap biar nanti aku temenin kamu ke jakarta.” aku kaget dengar saran Mas Anjar yang dari tadi di buat seperti patung oleh buku Chiken Soup. “Emm… Enggak usah Mas aku bisa pergi sendiri kok.” “Enggak Rin kamu enggak bisa pergi sendiri dengan keadaan seperti ini biar aku nemenin kamu ke Jakarta, sekalian aku pulang nengok rumah. Oh ya Rian aku pamitin ya, besuk aku enggak masuk.” “Ya sudahlah terserah mas aja kalau itu memang kemauan Mas.” Jawab ku pasrah sekaligus heran dengan sikap Mas Anjar yang biasanya konyol sekarang menjadi sangat dewasa melebihi Mas Rian. Setelah aku dan Mas Anjar selesai siap-siap kami berdua pergi ke Jakarta. di perjalanan Mas Anjar bener-bener dewasa dan ia memperlakukanku seperti adiknya sendiri. Sesampainya di Jakarta aku langsung pergi ke tempat Krisna biasa dirawat. Di sana aku melihat Krisna yang sedang terbaring tak berdaya, wajahnya pucat tapi dia masih saja kelihatan cantik. Aku terus duduk disampingnya sambil bercerita padanya menceritakan saat-saat kita bermain bersama, belajar bersama, ngerumpi bersama, sampai liburan di Jogja kemarin. Aku terus memberinya semangat untuk melawan penyakitnya aku pun terus berdoa agar ada keajaiban yang membuatnya sembuh dan bisa berkumpul bersama kami kembali.

Seakan-akan doaku di dengar dan di kabulkan oleh Allah saat aku mendapat kabar dari rumah sakit kalau keadaan Krisna saat ini telah membaik dan malam itu aku mendapat telfon dari Krisna. Banyak yang kami bicarakan dan ceritakan malam itu tapi ada kata-kata dari Krisna yang tidak ku suka ia berkata jika ia tidak ada aku jangan sedih dan jangan sampai jatuh terpuruk. Aku langsung memarahinya dan ia ku suruh berjanji untuk segera sembuh biar kita bisa selalu bersama seperti dulu. Ada yang aneh malam itu, ketika aku tidur aku bermimpi tentang Krisna, dalam mimpiku itu dia bilang kalau ia udah enggak kuat lagi melawan penyakitnya dan ia udah bosan keluar masuk rumah sakit dan terus menyusahkan orang tuanya. Ia juga minta maaf padaku karena enggak bisa menepati janjinya padaku dan ia memintaku berjanji agar aku tidak larut dalam kesedihan setelah ia pergi. Setelah itu ia pergi lalu aku pun terbangun. Saat itu juga aku merasa cemas tapi aku berusaha menenagkan diriku dengan meyakinkan pada diriku bahwa itu cuma akibat dari kata-kata Krisna yang ngaco waktu di telfon tadi. Esoknya perasaanku benar-benar hancur saat kutahu Krisna sudah tiada, rasanya aku enggak percaya soalnya tadi malam kami ngobrol banyak di telfon. Baru kusadari ternyata Krisna dalam mimpiku tadi malam adalah Krisna yang ingin berpamitan padaku. Betapa hancurnya perasaanku, dan saat itu Mas Anjar selalu disampingku mendengarkan semua kesedihanku, menghiburku, menenangkanku dan terus berusaha menguatkan hatiku. Setelah upacara pemakaman Krisna selesai aku dan Mas Anjar kembali ke Jogja. Di jogja aku kembali di hantui oleh kesedihan, hidup ku juga mulai berantakan karena kepergian Krisna, nilai pelajaranku buruk, aku jadi sering melamun dan sering marah-marah tanpa sebab, aku juga mulai berteman dengan rokok dan miras,barang-barang beracun yang dulu sangat aku benci. Sore itu aku sedang merokok dan minum-minuman keras di kost sendirian, tiba-tiba Liza, Rika, Mas Rian dan Mas Anjar datang. “Surp…..” teriak mereka sambil membuka pintudan teriakan itupun terhenti karena terkejut. Kedatangan mereka yang masuk tiba-tiba itu membuatku tak sempat mematikan rokok ku dan menyembunyikan semuanyanya, seketika itu juga Mas Anjar merebut rokok

dan anggur merah yang ada di tanganku dengan paksa dan membuangnya dia juga menamparku. Ketika itu aku enggak percaya kalau yang menamparku Mas Anjar, Mas Anjar yang kemarin sangat dewasa dan baik hati dan memperlakukan ku seperti adiknya sendiri saat itu enggak kelihatan seperti Mas Anjar, Mas Anjar saat itu seakan akan menganggap aku seperti musuhnya ia menatapku dengan tatapan benci, kebencian yang teramat dalam, semua itu terlihat jelas dari tatapan dan sorot matanya. “Rin kenapa kamu jadi seperti ini bukannya kamu udah janji sama Krisna enggak akan larut dalam kesedihan terlalu lama. Apa kamu kira Krisna akan senang dengan ini semua?!.” Ucap mas Anjar dengan penuh kekecewaan. “Mas enggak tahu apa-apa, mas juga enggak tahu bagaimana perasaan ku, betapa sedihnya aku kehilangan sahabat satu-satunya, aku sangat sedih mas, dan hanya dengan ini aku bisa sedikit melampiaskan semua perasaanku itu ” “Kau pikir kami anak-anak pecinta perpus siapa kamu?!!! Kami juga sahabat kamu Rin, sahabat kamu enggak cuma Krisna, dan Krisna juga sahabat kami. Aku tahu Rin aku bisa merasakan kesedihanmu, aku juga sedih kehilangan Krisna, tapi aku enggak bersikap kayak kamu yang sangat pengecut malarikan diri dari kesedihan dengan barang-barang beracun itu. Sampai kapan kamu mau terus lari dari kesedihanmu itu Rin sampai kapan?!!! Rasa sedih itu harus dihadapi bukan dihindari Rin. Aku sangat kecewa padamu Rin.” Ucap Mas Anjar sambil beranjak pergi. “Rin kau tau awlanya kami kesini ingin memberi kejutan dan menghiburmu, kami enggak nyangka kalau jadinya kami yang terkejut.” Bentak Rika sedangkan Liza terus terisak, tak percaya apa yang dilihatnya. “Yuk Liz kita keluar.” Ajak Rika. “Rin aku juga sangat kecewa padamu, kamu yang saat ini bukan Rin yang aku kenal, Rin yang aku kenal akan menghadapi semua masalahnya dengan berani dan enggak melarikan diri seperti pengecut dengan menjadi teman benda-benda beracun itu. Lebih baik kamu camkan kata-kata kami dan mulailah manata hidup mu kembali Rin.” Mas Rian berusaha menenangkan ku dengan kedewasaannya.

Selama beberapa hari di sekolah aku tidak berbicara dengan anak-anak pecinta perpus menyapa ketika bertemu pun tidak. Ketika aku sudah mulai menata hidupku, aku memberanikan diri menemui anak-anak pecinta perpus di perpustakaan sepulang sekolah. Aku meminta maaf pada mereka karena telah mengecewakan mereka. mereka pun meminta maaf padaku karena telah berkata kasar beberapa hari yang lalu. Saat itu kami berbaikan kembali dan Liza, Rika memelukku, meyakinkanku masih ada mereka sahabatku yang akan terus menemaniku sampai kapanpun. Hidupku pun semakin hari semakin baik dan teratur, aku tak tahu apa jadinya aku jika anak-anak pecinta perpus enggak memergoki ku saat itu, jika tak ada mereka di sampingku saat aku terpuruk, pasti hidup ku sudah hancur dan aku tak bisa mentaati janjiku pada Krisna. Saat itu juga kami berjanji akan terus bersahabat sampai ajal memisahkan kami. Semua benda di perpustakaan sekolahlah yang menjadi saksi bisu akan janji kami, janji yang akan selalu kami tepati dan janji yang membuat kami terus bersahabat walau kami sudah lulus. Hanya merekalah sahabat sejatiku, sahabat yang menemani saat suka dan duka, sahabat yang mengingatkan saat aku salah, sahabat yang mengobati semua kesedihan ku karena kepergian Krisna. Aku sangat senang dapat bertemu dan bersahabat dengan mereka apa jadinya aku tanpa mereka.

Related Documents

Sahabat Sejati
June 2020 32
Sahabat Sejati
June 2020 30
Sahabat Sejati
June 2020 21
Sahabat Sejati
June 2020 17
Sahabat
April 2020 39
Sahabat
November 2019 38

More Documents from ""