Risalah Tahajud, Qiyamullail, Shalat Malam, Tarawih - Subhan Nurdin (ed)

  • Uploaded by: Subhan Nurdin
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Risalah Tahajud, Qiyamullail, Shalat Malam, Tarawih - Subhan Nurdin (ed) as PDF for free.

More details

  • Words: 17,649
  • Pages: 55
RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

RISALAH TARAWIH Editor : http://subhan-nurdin.blogspot.com

1

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

============================== ============================= MASALAH TARAWIH - Bagaimana hukum shalat tarawih itu?

2

RISALAH

KE-1

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com + Saya tidak dapat menerangkan apakah hukum shalat tarawih itu sunah atau bid'ah sebelum saya lebih dulu mendapat penjelasan, apa yang dinamakan tarawih itu. Sebab, hukum itu ditetapkan bukan pada nama atau isim, melainkan pada musamma, yakni pada barangnya atau pada perbuatannya. Tarawih itu bukan sifat, melainkan nama. - Yang saya maksud dengan tarawih itu ialah shalat yang disebut dalam kitab-kitab hadits dan kitab-kitab fiqih. Misalnya, dalam kitab Shahihul-Bukhari ada satu bab yang berjudul "Kitabut Tarawih". Dalam hal ini Imam Nawawi menerangkan: "ANNALMURAADA BIL-QIYAAMI RAMADHAAN SHALAATUT-TAROWIIHI" "Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadnan itu ialah shalat tarawih." Dalam kitab Fat-hul-Bari dinyatakan pula: SUMMIYA SHALAATU SHALAATU-TARAAWIIHI.

FIL-JAMAA'ATI

FII

LAYAALII

RAMADLANA

"Shalat berjama’ah pada malam-malam Ramadan itu dinamakan shalat tarawih;" ltulah yang saya maksud. + Jadi, yang dimaksud dengan "tarawih" itu ialah nama bagi shalat yang pada zaman Rasulullah dikenal dengan nama qiyamu Ramadhan, Itulah yang diberi nama tarawih. Shalat seperti itu pemah dicontohkan oleh Rasulullah dengan cara berjama’ah. Pada waktu itu Rasulullah bertindak sebagai imam. Beliau mengimami para sahabat di dalam masjid dekat pintu rumah beliau setelah di tempat itu dipasang tikar sebagaimana diterangkan dalam hadits. - Bukankah pada zaman Rasulullah tidak ada shalat yang dinamakan tarawih? + Betul, nama itu belum ada. Akan tetapi, qiyamu Ramadhan yang sekarang diberi nama "tarawih" itu sudah ada. Juga perlu disadari bahwa hukum itu bukan jatuh pada nama, melainkan jatuh pada perbuatan atau benda yang diberi nama itu, yakni pada musammanya. Shalat tahiyyatu!-masjid juga tidak dikenal pada zaman RasululIah, tetapi shalat dua rakaat bila masuk masjid pada zaman Rasulullah sudah ada. Dan sekarang, sekalipun dinamakan tahiyyatulmasjid yang berarti "menghormati masjid", tidak ada orang Islam yang berniat shalat untuk menghormati masiid, Akan tetapi, mereka shalat dengan niat dan maksud untuk taat pada sunnah Rasulullah saw.

3

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com "Tarawih" berarti "istirahat". Akan tetapi, meskipun tidak memakai istirahat, tidak ada salahnya diberi nama seperti itu. Ini tidak berbeda dengan seorang yang bernama. Dokter Slamet, tidak mustahil ia mendapat kecelakaan, sakit, atau mendapat suatu musibat. Sebab, Dokter Slamet itu bukan sifatnya, melainkan namanya." - Ada yang mengatakan bahwa tarawih itu bid'ah! + Itu mungkin saja, Akan tetapi, coba terangkan, perbuatan mana yang dinamakan "tarawih" itu? - Konon, tarawih itu nama khusus yang hanya dipergunakan bagi shalat dengan rakaat yang tertentu bilangannya dan yang tertentu bacaannya. Jadi, bila dilakukan dengan bilangan rakaat yang lain atau berubah surat yang dibacanya, maka itu dinyatakan tidak sah! + Bila yang dinamakan tarawih itu perbuatan semacam itu, tentu hukumnya bid'ah. Sebab, ia telah menentukan tata cara ibadah yang mukhayyar menjadi mu'ayyan. Asalnya orang diperbolehkan memilih salah satu di antara cara-cara yang dicontohkan oleh Rasulullah. Kemudian ia men-ta'yin-kannya, membuat satu ketentuan untuknya, yakni hanya satu macam yang dinyatakan sah atau boleh dikerjakan. Misalnya, doa iftitah dalam shalat, yang dicontohkan Rasulullah ada beberapa macam. Bila ada orang yang beritikad bahwa doa iftitah yang boleh dipakai itu hanya satu macam umpamanya wajjahtu wajhiya, sedangkan doa-doa lainnya yang telah dicontohkannya pula tidak dibolehkan, tentunya hukumnya bid'ah. Akan tetapi, bila orang memilih salah satu cara -yang mukhayyar, yang dicontohkan Rasulullah, hal itu tentu boleh, dengan catatan tidak menolak contohcontoh Rasulullah yang lainnya. - Jika apa yang dinamakan tarawih tadi hukumnya bid'ah, apakah qiyamu Ramadhan yang jelas hukumnya sunah itu boleh kita beri nama tarawih? + Saya tidak menemukan alasan untuk mengatakan tidak boleh karena nama itu tidak dapat mengubah hukum. "Tarawih" itu bukan sifat, melainkan nama. "AL-ASMAA-U LAA TUGHAYYIRUL-HAQAA-IQA WAL-AHKAAMA," "Nama-nama itu tidak dapat mengubah hakikat (suatu perbuatan atau benda) dan tidak pula mengubah hokum-hukum (nya)." Bila babi diganti namanya menjadi "kidang terompet", * Di Kuningan oleh golongan tertentu, babi disebut "kidang terompet", yang berarti

4

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com kijang yang moncongnya berbentuk seperti terompet. Maksudnya agar halal dimakan. hakikat dirinya tetap babi, tidak berubah, dan hukumnya pun tetap haram. Sekalipun namanya berubah, hakikat serta hukum musamma-nya; bendanya itu sendiri, itu-itu juga. Kemudian, bila di laut ada ikan yang bemama, "babi laut", apakah hukumnya haram? Contoh lain: menjadi sunahkah bila Muuludan, Rajaban, talkinan atau tahlilan dan lain-lain diganti namanya menjadi tablig? - Tentu tidak. + Oleh karena itu, selama yang kita lakukan pada malam-malam Ramadan itu sejalan atau sesuai dengan ajaran Rasulullah, ajaran Islam, hukumnya tentu bukan bid'ah, melainkan sunnatun-nabi, Namanya boleh menggunakan qiyamu Ramadhan, witir, shalatul-lail, tahajjud, atau kita namakan dengan pelat lidah kita: taraweh. Demikian juga bagi yang lain-lainnya. Orang sunda menyebut shalat lohor, maksudnya shalat zhuhur. Orang Indonesia umumnya menyebut sembahyang, maksudnya ialah shalat. Shaum disebut puasa. Itu semua sekadar nama yang tidak mengubah hakikat dan hukumnya. - Saya berpendapat bahwa tarawih itu tetap bid'ah sebab saya lihat, dari segi lain tidak sejalan dengan contoh Rasulullah. + Baiklah Anda terangkan dulu segi lainnya itu! - Memang benar qiyamu Ramadhan itu disyariatkan oleh nabi. Namun, saya berpendapat bahwa Rasulullah belum pemah mencontohkan shalat qiyamu Ramadhan yang dimaksudkan itu dengan berjamaah. Kemudian, waktu melakukan shalat itu mesti tengah malam. Adapun yang berjalan sekarang dilakukan waktu ba'da isya itu menyalahi contoh. Hukumnya bid'ah. Saya menengar bahwa orang yang shalat tarawih ba'da isya itu adalah bid'atul-kusala , yakni bid'ah yang dilakukan orang-orang yang malas! + Jika diperbolehkan, saya simpulkan bahwa bantahan Anda itu mengandung tiga perkara; • Pertama: Bolehkah tarawih atau qiyamu Ramadhan itu dilakukan dengan berjamaah? • Kedua: Bilakah waktunya? • Yang ketiga: Tercelakah perbuatan kusala (malas) itu? - Silakan. 5

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com + Mengenai yang pertama, mari kita baca hadits Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Daud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah, kemudian disahkan pula oleh At-Tirmidzi. Hadits itu menerangkan bahwa Rasulullah shalat berjamaah dengan para sahabat, dan beliau bertindak sebagai imam. Shalat yang dilakukan beliau itu ialah yang dinamakan qiyamu Ramadhan atau yang kita beri nama tarawih. Shalat tersebut selesai pada sepertiga malam atau, menurut perhitungan waktu sekarang, kira-kira pukul sembilan malam. Dalam hadits itu dengan tegas dinyatakan: "FAQAAMA BINAA HATTAA DZAHABA TSULUTSUL-LAILI. " "maka Rasulullah mengimami kami hingga sepertiga malam. " Pada malam yang lainnya Rasulullah shalat berjamaah lagi., shalat kali ini: "HATTAA DZAHABA SYATRUL-LAILI. " "HINGGA TENGAH MALAM. " Kemudian pada malam yang lainnya lagi Rasulullah mencontohkan hingga hampir waktu sahur. Hadits Abu Dzar ini menjelaskan bahwa Rasulullah melakukan shalat tarawih itu dengan berjamaah. Tentang masaIah yang kedua, yakni perihal waktunya, sudah jelas pula. Akan tetapi, baiklah kita baca riwayat Abu Daud dan Al-Mundzir dengan sanad yang shahih, Diriwayatkan bahwa Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar dan Umar, kapan mereka berdua itu melakukan shalat witir. Pada waktu itu Abu Bakar menjawab bahwa dia shalat pada awwalul-lail, pada permulaan malam. Kemudian Umar ketika itu menjawab bahwa dia shalat pada akhirul-lail, pada akhir malam. Kedua sahabat itu oleh Rasulullah tidak disalahkan, bahkan Rasulullah bersabda kepada Abu Bakar: "AKHADZA BIL-HADZARI .." Artinya ialah bahwa Abu Bakar itu hati-hati, Kemudian kepada Umar beliau bersabda: "AKHADZA BIL-QUWWATI.” Artinya bahwa Umar itu mempunyai kesigapan yang kuat, mampu bangun pada saatnya, tidak kesiangan. 6

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Mengenai masalah ketiga dapat kita baca riwayat Sahabat Thalq bin Ali. Pada suatu peristiwa pada bulan Ramadan ia bertamu kepada Qais bin Thalq. Sesudah berbuka puasa, ia shalat yang sekarang bernama shalat tarawih. Sesudah itu .ia pulang ke karnpungnya. Ternyata orangorang menunggu dia untuk mengimami mereka shalat tarawih. Maka ia pun melakukan shalat tarawih lagi (takrar). Akan tetapi, waktu akan mengakhiri shalat itu dengan witir, ia berkata kepada salah seorang makrnurn, "Imamilah olehmu witirnya sebab saya mendengar Rasulullah berkata: “Tidak ada dua kali witir dalam satu malam." Dengan keterangan hadits-hadits di atas, ketiga masalah itu jelas bahwa Sahabat. Thalq bin Ali shalat tarawih ba'da isya (awwalul-Iail) dengan berjamaah. Dengan keterangan hadits-hadits di atas, ketiga masalah itu telah terjawab. Oleh karena itu, tidak mungkin orang mengatakan bahwa tarawih itu bid'ah, baik karena dilakukan dengan berjamaah ataupun karena mengambil waktunya pada waktu ba'da 'isya. Kita dapat memaklumi dengan baik bahwa shalat tarawih yang selesainya kira-kira pukul sembilan malam, tentu dimulainya ba'da 'isya, Ketika Sahabat Thalq bin Ali pulang ke kampungnya, yang kedatangannya masih ditunggu orang untuk rnengimami shalat yang kita namakan tarawih itu, waktu itu tentu 'belum' larut malam karena dari berbuka hingga shalat pada waktu bertamu itu, tentu bukan waktu yang lama. - Dalam riwayat Abu Dzar yang Anda kemukakan tadi, bukankah dalam sanadnya ada Salman Bin Abdirrahman, sedangkan ia adalah seorang muttaham, yang diduga suka berdusta? Oleh karena itu hadits ini dha'if! + Hadits itu tidak hanya diriwayatkan oleh satu sanad seperti saya nyatakan tadi, tetapi juga oleh Al-Khamsah. At-Tirmidzi sendiri menyatakan hadits itu shahih. Tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa hadits itu tidak dapat dijadikan hujjah sebab sanad-sanadnya yang terdapat dalam kitab-kitab sunan terdiri dari rijaalush-shahih, orang-orang kepercayaan. Ditegaskan pula oleh Asy-Syaukani dalam kitab At-Taj bahwa hadits itu dalam kitab-kitab sunan diriwayatkan dengan sanad shahih, kemudian sakata 'anhu Abu Daud, telah diam terhadapnya Abu Daud, yang artinya dapat dijadikan hujjah. Tambahan pula, rawi hadits itu banyak sekali. Jadi satu sama lain saling rnenguatkan. Tegasnya, hadits itu mempunyai syawahid, kesaksiankesaksian lain yang menguatkan. - Baiklah. Mengenai .waktu shalat qiyamu Ramadhan, tadi Anda menerangkan riwayat Abu Bakar dan Umar. Bukankah maksud 7

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com awwalul-lail itu sebenarnya adalah jauh malam? Diriwayatkan oleh Ahmad dari Aisyah bahwa Rasulullah shalat tarawih itu: "BA'DA AN SHALLAL ‘ISYAA-AL AAKHIRATA". "sesudah selesai shalat isya yang akhir", Dalam hadits ini jelas dikatakan isya pada waktu jauh malam, yaitu isya akhir! Jadi, sesungguhnya sesudah isya. + Maaf, barangkali dalam hal ini Anda keliru memahamkan "isya akhir". Isya akhir itu bukan isya pada tengah malam, melainkan isya yang benar-benar isya, sebab magrib dan isya itu suka disebut Isyaaaini, yakni "dua Isya", Maka magrib dinamakan "isya awal", dan isya sendiri, yang kita kenal waktunya itu ba'da magrib, dinamakan "isya akhir". Dalam hadits dikatakan: "IDZAA QUDDIMAL 'ASYAA-U WAL- 'ISYAA-U FABDA-UU BIL-'ASYAA-I. " "Bila dihidangkan 'asya (makan sore) dan kebetulan datang waktu 'isya (yang maksudnya magrib), maka mulailah dengan 'asya (makan sore). " Jadi, alasan Anda itu tidak dapat diterima. - Baiklah. Meskipun demikian, bukankah dalam riwayat Ibnu Majah ada dijelaskan bahwa awwalul-lail itu maksudnya ialah ba’dal- 'atamah ? + Benar. - Bukankah 'atamah itu berarti shalat isya sesudah jauh malam? + Tampaknya Anda keliru pula dalam memahamkan 'atamah. Untuk mendapat penjelasan serta pengertian yang sebenarnya mengenai apa yang dimaksud dengan 'atamah, baca kamus hadits, yakni An-Nihayah, Dalam An-Nihayah diterangkan sebagai berikut: Rasulullah bersabda: "LAA TAGHLIBAKUMUL-A'RAABU 'ALAA ISMI SHALAATIKUMUL 'ISYAA-I, FA-INNAHAA FII KITAABILLAAHIL- 'ISYAA-U, WA INNAHAA TU TAMU BIHILAABIL-IBILI. " "Janganlah orang Arab Badui mengalahkan kamu (janganlah kamu terpengaruh oleh mereka) terhadap nama shalatmu yaitu isya, jangan kamu menamai shalat isyamu dengan nama 'atamah, karena 8

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com sesungguhnya nama (shalat tersebut) dalam Kitabullah (Alquran) adalah isya. Sesungguhnya yang di-tatamah-kan itu ialah unta-unta perah." (Hadits Shahih Riwayat Muslim) Dalam memberi menerangkan:

pengertian

tentang

'atamah

itu

Al-Azhari

"ARBAABUN-NA'AMI FIL-BAADIYATI YURIHUUNAL-IBILA, TSUMMA YUNIIKHUUNAHAA FII MURAAHIHAA HATTAA YU'TAMUU, AI YADKHULUU FII 'ATAMATTI-LAILI WA HIYA ZHULMATUHU, WAKAANATIL-A'RAABU YUSAMMUUNA SHALAATAL- 'ISYAA-I, SHALAATAL- 'ATAMATI TASMIYATAN BIL-WAQTI, FANANAAHUMUL-IQTIDAA-A BIHI." ( AN-Nihayah III: 67) "Pemelihara unta di kampung mengistirahatkan unta-unta mereka, merebahkan mereka di kandangnya hingga mereka (pemelihara unta itu) ber-tatamah, yakni mereka (rnengerjakan hal itu hingga) masuk 'atamah, yaitu gelapnya (malam). Dan orang Arab kampung menamakan shalat isya dengan nama 'atamah karena waktunya tepat pada saat 'atamah. Maka (Rasulullah) telah melarang mereka (para sahabat) menirunya," (An-Nihayah 111:67). Kemudian, Maimun bin Mahran juga bertanya kepada Ibnu Abbas "MAN AWWALU MAN SAMMAL- 'ISYAA-A AL- 'ATAMATA?" "Siapakah yang pertama-tama menamakan (shalat) isya itu 'atamah?" Ibnu Abbas menjawab: "Asy-syaithaan! Setan!" Dalam Qamus diterangkan bahwa al- 'atamah itu sepertiga malam yang pertama (tsulutsul-Iailil-awwalu). (Nailul-Authar 2 : 88, dari Ibnu Abi Syaibah) Dengan keterangan tersebut di atas, kita mendapat keterangan yang diharapkan. Jelaslah bahwa 'atamah itu kata dari bahasa yang dipergunakan oleh orang Badui untuk menggantikan kata 'isya sebab waktu shalat isya itu permulaannya tepat pada waktu 'atamah, Kata tersebut lebih dikenal di kalangan Badui daripada di kalangan lainnya, dan yang dimaksudkan oleh mereka dengan kata 'atamah itu tidak menunjukkan pengertian "waktu jauh malam", melainkan "tibanya gelap pada waktu malam, pada saat hilangnya teja bercahaya merah di kaki langit". Hal itu tentu terjadi pada saat tidak ada bulan. - Baiklah, tetapi Anda jangan ceroboh. Bacalah riwayat lain agar persoalannya lebih jelas. Bukalah AI-Muwaththa. Dalam AI-Muwaththa ada keterangan bahwa anak Abu Bakar yang bemama Abdullah bertanya kepada ayahnya, Abu Bakar, tentang shalat witir yang

9

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com dilakukan oleh ayahnya. Dari ayahnya ia mendapat jawaban bahwa ayahnya, setelah selesai melakukan shalat witir, pulang pada waktu hampir sahur. Oleh sebab itu, ia tergesa-gesa menyuruh khadamnya (pelayannya) agar menyiapkan makanan untuk sahur karena ia takut tidak sempat makan sahur, takut kehabisan waktu sahur. Demikianlah diriwayatkan oleh Imam Malik. Jadi yang dimaksud oleh Abu Bakar dengan "awal malam" itu ialah "jauh malam". + Maaf, baik juga kita periksa Is'aful-Mubtha untuk mengetahui siapa Abdullah bin Abu Bakar yang dimaksud oleh Imam Maliki itu. Dalam Is'af saya baca bahwa Abdullah bin Abu Bakar Shiddiq meninggal pada awal masa pemerintahan ayahnya, yaitu Khalifah Abu Bakar, pada tahun II H. la mendapat luka terpanah oleh Abu Mihjan dalam Perang Tha'if. Kemudian luka itu membengkak dan akhirnya membawa kepada ajalnya. Adapun Imam Maliki yang menerima keterangan dari Abdullah bin Abu Bakar itu lahir pada tahun 95 H. Dengan demikian, mustahil Imam Maliki dapat bertemu dengannya dan berguru kepada Abdullah anak Abu Bakar Shiddiq itu. Dalam Is'af juga diterangkan bahwa Abdullah bin Abu Bakar yang memberi keterangan kepada Imam Maliki itu sesungguhnya Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amru ibnu Hazm yang meninggal pada tahun 135 H. Sungguh sangat keliru jika Anda katakan bahwa Abu Bakar itu adalah Abu Bakar Shiddiq. - Baiklah. Sekarang mengenai dilakukannya berjamaah, Bukankah itu suatu bid'ah?

tarawih

dengan

+ Tidak. Berjamaah dalam shalat tarawih bukan bid'ah. Tidak ada yang dapat memungkiri bahwa Rasulullah pemah shalat qiyamu Ramadhan dengan berjamaah, dan beliau sendiri menjadi imam. Kemudian pada malam lainnya beliau keluar dengan sengaja dan dengan sengaja menyediakan tempat di masjid. Pada saat itu beliau shalat berjamaah. Beliau pemah shalat berjamaah qiyamu Ramadhan yang selesainya pada waktu sepertiga malam sesudah 'atamah, yakni isya, Pemah pula beliau shalat berjamaah qiyamu Ramadhan hingga tengah malam, dan ada pula yang hingga akhir malam. Perbuatan yang telah dilakukan oleh Rasulullah tidak mungkin disebut bid'ah. Kemudian, setelah Rasulullah wafat, orang tetap mengerjakan shalat qiyamu Ramadhan dengan berjamaah. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, Umar ibnul -Khaththab sebagai khalifah melihat orang-orang shalat qiyamu Ramadhan 10

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com berkelompok-kelompok, dan setiap kelompok dengan imam masingmasing, padahal masih dalam satu masjid. Maka Umar menjadikan kelompok-kelompok itu satu jamaah dengan satu imam. Dia memandang satu jamaah dengan satu imam itu lakaana amtsala, tentu keadaan seperti itu lebih utama! Dia menyatakan demikian karena berjamaah dengan satu imam itu pemah berlaku pada zaman Rasulullah. Jadi, yang dilakukan oleh Sahabat Umar ialah mengembalikan kepada contoh Rasulullah, yang tentu saja sangat afdhal dan utama sekali. - Sekalipun demikian, jelas diakui oleh Sahabat Umar bahwa apa yang dilakukannya itu suatu bid'ah! + Anda perlu meneliti dulu maksud Sahabat Umar itu sebaik-baiknya. Sahabat Umar menyatakan bahwa perbuatannya mempersatukan kelompok-kelompok itu menjadi satu jamaah dengan satu imam ni’matil-bid-'atu hadzihi, sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Tentu bukan bid'ah dalam arti bid'ah dhalaalah, bid'ah yang sesat, karena kata "sebaik-baiknya" tidak mungkin disifatkan kepada sesuatu yang tidak baik. Orang rnungkin dapat mengatakan "yang terbaik diantara pencuri", tetapi tidak mungkin mengatakan "yang tersunnah di antara yang bid'ah" atau "yang terhalal di antara yang haram". Oleh karena itu, bagi ucapan Sahabat Umar itu tentulah mesti digunakan arti yang lain, yang memang salah satu di antara makna ucapannya itu ialah ni'mal-amru badii'u haadzaa, sebaik-baiknya sesuatu yang baik ialah ini. Hal itu sejalan dengan ucapan sebelumnya, yakni lakaana amtsala, sebab dia telah mengembalikan suatu perkara ibadah kepada contoh utama dari Rasulullah. - Akan tetapi, tidakkah mustahil Sahabat Umar berbuat yang keliru? + Benar, tetapi Umar hidup pada saat iman segar dan semangat kuat. Tidak mungkin sahabat lain diam membiarkan suatu perbuatan yang salah sekalipun perbuatan itu dilakukan oleh seorang khalifah. Selain itu, dalam hal ini jauh kemungkinannya Sahabat Umar berbuat bid'ah dhalaalah, yaitu seperti yang Anda katakan bahwa dia mengaku dirinya berbuat bid'ah dhalaalah. Sahabat Umar adalah salah seorang sahabat yang termasuk al-usyrah, salah seorang dari sepuluh yang dinyatakan termasuk ahli surga oleh Rasulullah. Sifatnya keras dan tidak akan membiarkan berlakunya bid'ah yang dhalaalah. Rasulullah pemah bersabda: "Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran atas lidah Umar dan hatinya." (Hadits Shahih Riwayat At-Tirmidzi)

11

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Dan pada hadits lain Rasulullah bersabda kepada Umar: "Dan demi Allah yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, setan tidak akan menempuh suatu lorong dan bertemu dengan engkau kecuali setan itu cepat-cepat mengambil jalan lain." (Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim) Memang benar bahwa sahabat itu seorang manusia yang tidak mustahil berbuat keliru atau salah. Akan tetapi, melihat demikian baiknya penilaian Rasulullah terhadap diri Umar, tidaklah mungkin Umar berkhianat kepada Rasulullah, membuat suatu kesalahan atau bid'ah dengan sengaja. Juga tidak mungkin Rasulullah keliru dalam memberi penilaian terhadap Umar. Umar tidak mustahil khilaf, tetapi saya tidak berani menyatakan bahwa Umar dengan sengaja dan dengan sadar menciptakan bid'ah. - Baiklah. Akan tetapi, bukankah Rasulullah tidak terus-menerus melakukannya? Beliau hanya beberapa malam melakukannya. + Untuk menjawab pertanyaan Anda ini, baiklah kita perhatikan ucapan Aisyah: "IN KAANA RASUULULLAAHI SAW. LAYADA'UL-'AMALA WA HUWA YUHIBBU AY-YA'MALA, KHASY-YATA AN YA'MALA BIHIN-NAASU FAYUFRADHU 'ALAIHIM," "Sesungguhnya Rasulullah saw. meninggalkan suatu amal (yang sunnah), padahal beliau ingin melakukannya, karena takut orang-orang melakukan, lalu di-fardhu-kan, diwajibkan atas mereka." Demikian juga dalam hal tarawih. Contoh dari Rasulullah itu cukup walaupun hanya satu kali. Kemudian beliau ingin memberi keringanan dan menyatakan bahwa hal itu hukumnya sunat, bukan wajib. - Akan tetapi, mengapa Rasulullah menyuruh shalat di rumah masingmasing, sedangkan kemudian temyata bahwa sekarang shalat itu dilakukan di masjid? + Perintah Rasulullah itu ada 'illah-nya, yaitu khawatir tarawih itu difardhu-kan sehingga kemudian menjadi berat bila hukumnya wajib. Hal itu dikhawatirkan beliau sebab wahyu belum putus. Kemudian dikatakan pula oleh beliau bahwa yang shalat di rumah itu afdhalu, lebih utama, yang berarti tidak bid'ah bila dilakukan di masjid dan pada awal malam karena semuanya ada contohnya. - Akan tetapi, bagi saya lebih afdhal dilakukan di rumah sendirian!

12

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com + Perihal dilakukan sendirian, itu mungkin tidak afdhal sebab ada keterangan bahwa Rasulullah rnenganjurkan kepada umat beliau agar istri mereka dibangunkan untuk berjama’ah witir itu. Mengenai dilakukan di rumah saya tidak akan menyalahkan karena ada contohnya. Akan tetapi, bagi mereka yang merasa bahwa berjamaah di masjid lebih segar dan lebih bersemangat, dan bila mereka tidak datang, jumlah yang bertarawih akan berkurang, tentu lebih afdhal bila dilakukan di masjid dengan berjamaah. Pilihlah yang lebih afdhal, bermanfaat, dan memberi manfaat kepada orang lain. - Qunut dicontohkan satu bulan, kemudian ditinggalkan. Maka hingga kini penundaan qunut itu tetap mesti dipenuhi. Demikian juga dalam hal tarawih berjamaah di masjid! + Qunut nazilah bukan ditunda, melainkan nazilah-nya tidak ada lagi. Shalat kusuf hanya satu kali dilakukan oleh Rasulullah karena pada zaman RasululIah hanya satu kali terjadi kusuf (gerhana matahari). Akan tetapi, sekalipun contohnya hanya satu kali, bila pada masa sekarang terjadi kusuf atau khusuf, tentu shalat itu dilakukan lagi. Hal ini tidak dapat dipersamakan dengan qiyamu Ramadhan yang ditunda justru karena terdapat illat, yakni takut di-fardhu-kan karena wahyu belum putus dan masih ada kemungkinan turun. Pada saat 'illah-nya itu telah hilang, tentu contoh yang asal berlaku lagi. Jika shalat mesti ditunda karena terdapat 'illah, yakni haid, maka bila 'illahnya telah hilang, kewajiban shalat itu kembali sebagaimana semula! - Bukankah yang diperintahkan itu sesungguhnya tahajjud, yang berarti shalat sesudah tidur? + Tarawih itu salah satu dari pelaksanaan shalat tahajjud. Namun, itu bukan satu-satunya. Tahajjud berpengertian shalat sesudah tidur, atau tidur lalu shalat lalu tidur lagi, atau shalat tanpa tidur lebih dulu, atau shalat lalu tidur lalu shalat lagi. Arti tahajjud : bukan bangun sesudah tidur, melainkan terjaga yakni kebalikan dari tidur. Tahajjud adalah nafal-hujud, menafikan tidur (Tafsir Ahkam). Kemudian, untuk menenteramkan hati, marilah kita perhatikan firman Allah dalam Al-Qur’an surat al-Muzzammil yang isinya mensyariatkan atau memerintahkan agar Rasulullah (al-muzzammil) dan umat beliau shalat pada tengah malam, kurang sedikit atau lebih sedikit dari tengah malam. Kemudian diberikan Allah keringanan sehingga waktunya tidak perlu tepat pada tengah malam, tetapi dapat dilakukan pada sepertiga malam atau dua pertiga malam. Dapat pula shalat malam itu dilakukan dengan cara (bacaan) yang tidak memberatkan sebab Allah mengetahui bahwa di antara umat Islam itu keadaan dan

13

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com pekerjaannya bermacam-macam. Ada di antara mereka yang sakit, yang bepergian untuk berdagang, dan ada pula yang berjihad, Dalam Al-Qur’an hal itu diterangkan dalam surat al-Muzzammil ayat 1 hingga ayat 4 sebagai berikut: (I) Wahai, al-muzzammil (yang berselimut, maksudnya Rasulullah)! (2) Berdirilah (shalatlah) pada saat malam tinggal sedikit, (3) (yaitu) pada tengah malam, atau kurangkan sedikit, atau lebihkan daripadanya (dari tengah malam), dan bacalah (Al-Qur’an) dengan sungguh-sungguh (tartil). Selanjutnya dalam surat itu juga diterangkan tentang waktunya yang diringankan sebagaimana yang dimaksudkan oleh ayat 20: "Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri shalat kurang dari dua pertiga malam, tengah malam, dan sepertiga malam bersama-sama dengan segolongan orang yang besertamu. Dan Allahlah yang menetapkan ukuran malam dan siang. Dia tahu bahwa kamu tidak dapat memperkirakannya dengan tepat, kemudian Dia memberikan tobat (keringanan) atas kamu. Maka bacalah (pada saat shalat malam itu) apa yang mudah (dibaca) bagi kamu (dari AlQur’an). Dia mengetahui bahwa akan ada dari antara kamu orang yang sakit, dan yang lainnya (pula) akan bepergian di atas bumi mencari sebagian dari karunia Allah, dan yang lainnya (lagi) akan berjihad di jalan Allah. Maka bacalah apa yang mudah (dibaca) bagi kamu daripadanya, dirikanlah shalat, keluarkanlah zakat, dan pinjamkanlah kepada Allah (bersedekah atau beribadah dengan harta) suatu pinjaman yang baik (karena) apa-apa yang kamu sediakan untuk dirimu dari kebaikan, tentulah akan kamu dapati (bahwa) ia di sisi Allah lebih baik dan lebih besar balasannya. Dan mintalah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Pengampun dan Penyayang. " QIYAMU RAMADHAN Bagaimana tata tertib qiyamu Ramadhan atau shalat tarawih empat rakaat-empat rakaat itu? Betulkah perlu tahiyyat awwal? + Apabila teriadi perbedaan pendapat tentang shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat beliau, maka riwayat Siti Aisyah yang harus didahulukan sebelum yang Iainnya selama kedudukannya shahih karena dia yang paling mengetahui tentang witir Rasulullah saw.

14

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Shalat tarawih Rasulullah saw. yang diterangkan oleh Siti Aisyah adalah sebagai berikut: "Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa sesungguhnya ia bertanya kepada Aisyah, bagaimana cara (shalat) Rasulullah saw. pada malam bulan Ramadan. ia (Aisyah) menjawab: 'Tidaklah Rasulullah saw. menambah pada bulan Ramadan, (juga) pada bulan yang lainnya, atas sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat , tetapi jangan bertanya tentang kebaikannya dan panjangnya. Beliau shalat (lagi) empat rakaat, tetapi jangan (pula) bertanya tentang kebaikannya dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.' Aisyah berkata: 'Aku bertanya: Hai, Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum witir? Beliau menjawab: Hai, Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, tetapi hatiku terjaga.' (Al-Bukhari: 1: 342) Dalam riwayat ini Siti Aisyah menerangkan dengan tegas bahwa jumlah rakaat shalat tarawih itu sebelas. Kemudian ia merinci; empat rakaat, empat rakaat, dan tiga rakaat. Akan tetapi, ia tidak menerangkan cara dan bacaan yang dibaca pada setiap rakaat karena sudah dimaklumi oleh yang bertanya, khususnya tentang arti rakaat dalam shalat. Rakaat dalam shalat wajib atau shalat sunat dimulai dengan takbir, kemudian membaca surat Fatihah, rukuk, i'tidal, dua sujud, dan duduk di antara dua sujud. Rakaat itu sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada seorang sahabat yang bernama Khalad bin Rafi ketika ia memohon kepada beliau agar mengajarkan shalat yang benar. Abu Hurairah r.a. telah menceritakan, bahwa Nabi saw. masuk ke masjid, Maka seorang laki-laki masuk, lalu shalat. (Setelah shalat) ia datang kepada Nabi saw. sambil mengucapkan salam. Nabi saw. menjawabnya. Lalu beliau bersabda: 'Kembalilah, shalatlah, sebab sesungguhnya engkau belum shalat. 'Kemudian ia shalat, lalu datang lagi kepada Nabi saw. sambil mengucapkan salam. Akan tetapi, beliau bersabda: 'Kembalilah, shalatlah, sebab sesungguhnya engkau belum shalat.' (Hal demikian berulang sampai tiga kali). Maka orang itu berkata: 'Demi Allah. Dia telah mengutus engkau dengan membawa kebenaran, aku tidak bisa shalat. Selain itu, maka ajarilah aku .... ' Beliau bersabda: "Apabila engkau akan berdiri shalat, bacalah takbir (takbiratul-ihram), kemudian bacalah apa yang engkau hafal dari AlQur’an (surat al-Fatihah), kemudian rukuklah dengan rukuk yang thuma'ninah (rukuklah sampai thuma'ninah rukuknya), kemudian angkatlah kepala (i'tidal) sampai berdiri tegak, kemudian bersujudlah hingga thumaninah sujudnya, kemudian angkatlah (kepala) sehingga thuma'ninah duduknya, kemudian bersujudlah hingga thuma'ninah

15

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com sujudnya.' Kemudian (beliau bersabda): 'Lakukanlah demikian pada shalat engkau seluruhnya .... ' (Riwayat Bukhari: 1 : 144) Setelah itu Khalad bin Rafi melakukan shalat dengan benar, sesuai dengan yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. Juga riwayat itu menerangkan apa yang dinamakan rakaat dalam shalat. Tentang shalat tarawih yang jumlahnya sebelas rakaat adalah seperti yang diterangkan oleh Siti Aisyah, yaitu empat rakaat, empat rakaat, kemudian tiga rakaat. Tentu Siti Aisyah bermaksud menerangkan tentang apa yang diajarkan dan biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. Timbullah suatu masalah: Apakah empat rakaat itu memakai tahiyyat awwal? Dalam riwayat Siti Aisyah itu tidak diterangkan, apakah memakai tahiyyat awwal atau tahiyyat akhir. Oleh karena itu kita membutuhkan dalil-dalil yang lain. Tentang tahiyyat akhir ini sudah lazim bahwa setiap shalat yang memakai rakaat, pada rakaat terakhir memakai tahiyyat. Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah, baik pada shalat fardhu maupun pada shalat sunat. Adapun dalam shalat malam atau shalat witir adalah sebagai berikut: Aisyah telah berkata: "Rasulullah saw. shalat tujuh rakaat, (tetapi) beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang keenam, beliau memuji Allah dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau berdiri tanpa membaca salam, beliau duduk pada rakaat yang ketujuh, memuji Allah dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau membaca salam satu kali sehingga terdengar salamnya oleh kami. Setelah itu beliau shalat dua rakaat sambil duduk, dan itu jumlahnya sembilan rakaat." (Riwayat Baihaqi, Sunnanul-Kubra: 3: 30; Abu Daud, Aunul-Ma'bud: 1 :513: AnNasa-i: 3: 198-199; Muslim: 299). Dalam riwayat Siti Aisyah itu Rasulullah saw. tidak tduduk pada setiap dua rakaat, bahkan beliau duduk pada rakaat yang keenam, kemudian witir satu rakaat. Dalam riwayat lainnya adalah sebagai berikut: Dari Siti Aisyah r.a. ia berkata: "Rasulullah saw. apabila witir sembilan rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat kedelapan, beliau memuji Allah, berzikir kepada-Nya, dan berdoa. Kemudian beliau bangkit berdiri, tidak mengucapkan salam, lalu shalat yang kesembilan rakaat Setelah itu beliau duduk berzikir kepada Allah Yang Maha mulia dan berdoa, lalu mengucapkan salam satu kali dan terdengar oleh kami. Setelah itu beliau shalat dua rakaat sambil duduk demikian itu

16

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com (sehingga menjadi) sebelas rakaat. " (Riwayat An-Nasa-i: 3; 198-199; Muslim: 1:299; Ahmad: 6: 168; Abu Daud, Ma'aalimus-Sunan: 2:88; Ibu Majah: 1:376). Maka dengan riwayat dari Siti Aisyah - yang paling mengetahui tentang saIat witir atau shalat malam Rasulullah - ini diterangkan bahwa beliau tidak duduk tahiyyat pada setiap dua rakaat. Tahiyyat awwal pada shalat fardhu dan sunnat Abul-Jauza menceritakan hadits dari Siti Aisyah r.a. yang telah mengatakan, bahwa Rasulullah saw. memulai shalat dengan takbir dan membaca alhamdulillaahi Rabbil-'aalamin. Apabila rukuk, beliau tidak mengangkat kepala beliau dan tidak pula menundukkannya, tetapi lurus di antara keduanya. Apabila beliau mengangkatkan kepalanya dari rukuk, beliau tidak suiud sebelum berdiri lurus. Apabila beliau mengangkatkan kepalanya dari sujud, beliau tidak sujud sebelum duduk lurus. Pada setiap dua rakaat beliau membaca at-tahiyyat. Apabila kaki kiri beliau ke dalam, kaki kanannya ditegakkan. Dan beliau melarang duduk seperti setan, melarang menelungkupkan kedua sikut seperti binatang buas. Beliau mengakhiri shalat beliau dengan membaca salam. (Riwayat Muslim: 1: 205) Dalam riwayat ini dikatakan bahwa Rasulullah saw. membaca tahiyyat pada tiap dua rakaat. Kedudukan haditsnya tidak shahih karena munqathi', yakni Abul-Jauza tidak mendengar langsung dari Siti Aisyah r.a. Imam Bukhari pun menilai riwayat Abul Jauza ini fii isnadihi nazharun, yaitu dalam sanadnya ada peninjauan, Dalam kitab SubulusSalam juz I halaman 166 dikatakan bahwa Ibnul Abul-Barr menilai hadits tersebut mursal karena Abul Jauza tidak mendengarnya langsung dari Siti Aisyah r.a. Al-Fat-hurrabbani mengatakan bahwa hadits ini munqathi', tetapi ada syawahid-nya. Hadits Abul-Jauza itu, kalaulah hendak dipakai, mungkin bagi shalat fardhu, Kalau dipakai untuk shalat malam, ia bertentangan dengan hadits yang shahih dari Siti Aisyah r.a. dan bertentangan pula dengan shalat malam Rasulullah saw., yaitu beliau shalat delapan rakaat dengan satu kali tahiyyat, tidak duduk pada setiap dua rakaat. Imam Bukhari meriwayatkan sebagai berikut: Dari Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam dan Abu Salamah bin Abdurrahman: "Sesungguhnya Abu Hurairah takbir pada setiap shalat, pada shalat fardhu dan bukan fardhu. Pada bulan Ramadan atau bukan bulan Ramadan ia takbir ketika berdiri, kemudian 17

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com ia takbir ketika rukuk, membaca sami Allaahu liman hamidah serta Rabbanaa walakal- hamdu sebelum bersujud, ia membaca takbir bila akan bersujud, membaca takbir ketika mengangkat kepalanya dari sujud, ia membaca takbir (lagi) ketika akan sujud dan ketika mengangkat kepalanya dari sujud, ia membaca takbir ketika berdiri dari duduk dua rakaat. Ia melakukan demikian pada setiap rakaat hingga selesai shalat. Setelah shalat ia berkata: 'Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya shalat di antara kalian inilah yang paling menyerupai dengan shalat Rasulullah saw. Yang demikian itu benar-benar merupakan shalatnya Rasulullah sampai beliau meninggal dunia." (Al-Bukhari: 1 : 145). Sasaran pokok riwayat ini dalam hubungannya dengan takbir ialah: ANNA ABA HURAIRATA KAANA YUKABBIRU FII KULLI SHALAATIN MINAL MAKTUUBATI WA GHAIRIHA FII RAMADHAANA WA GHAIRIHI. Sesungguhnya Abu Hurairah takbir pada tiap shalat fardhu atau shalat lainnya, juga pada bulan Ramadan dan bulan lainnya. Jadi, riwayat itu menerangkan takbir pada setiap kali shalat, termasuk shalat jenazah. Jika disambungkan dengan kalimat selanjutnya; tsumma yukabbiru hiina yaquumu minal-juluusi fil itsnataini, kemudian ia membaca takbir ketika berdiri dari duduk dua rakaat, kalimat-kalimat itu tidak bisa dipastikan untuk seluruh shalat karena Rasulullah saw. tidak melakukan duduk setelah dua rakaat. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah r.a., Rasulullah shalat witir delapan rakaat satu tahiyyat dan shalat malam enam rakaat satu tahiyyat, Siti Aisyah lebih mengetahui tentang shalat malam yang dilakukan oleh Rasulul1ah saw. dibanding dengan sahabat-sahabat beliau yang lain. Dalam riwayat Imam Bukhari itu diterangkan: FII RAMADHAANA WA GHAIRIHI, pada bulan Ramadhan dan yang lainnya, dua rakaat memakai tahiyyat. Hal ini bertentangan dengan riwayat Siti Aisyah r.a. Kalau bertentangan demikian, maka riwayat Siti Aisyahlah yang pantas dipercaya, yaitu bahwa Rasulullah saw. shalat delapan rakaat dan enam rakaat serta tidak duduk pada tiap-tiap dua rakaat. Kalau hanya masalah takbir, ini tidak bertentangan dengan hadits riwayat dari Siti Aisyah itu. Dalam syarah Muslim dan syarah AI-'Asqalani mengenai hadits Shahih Bukhari: 4: 6-7 diterangkan seperti berikut: "Kata Siti Aisyah, Rasulullah shalat pada waktu malam tiga belas rakaat, dan beliau witir dengan lima rakaat, tidak duduk kecuali pada akhirnya. Dalam riwayat lain beliau salam pada setiap dua rakaat. Dalam riwayat lain lagi beliau shalat empat rakaat, kemudian empat 18

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com rakaat, kemudian tiga rakaat. Dalam riwayat lainnya beliau shalat delapan rakaat, kemudian witir satu rakaat. Dalam riwayat yang lain beliau shalat sepuluh. rakaat dan beliau witir dengan satu rakaat. Dalam hadits Ibnu Abbas Rasulullah shalat dua rakaat, kemudian dua rakaat sampai akhirnya. Dalam hadits Ibnu Umar, shalat malam itu dua-dua rakaat. Ini semuanya merupakan dalil bahwa witir itu tidak khusus dengan satu rakaat saja, dan tidak hanya tiga belas rakaat, bahkan boleh beberapa rakaat dengan sekali salam. Ini menunjukkan bolehnya, atau paling utama tiap-tiap dua rakaat sekali salam, dan itu yang masyhur dari amal Rasulullah saw., dan beliau memerintahkan setiap malam dua-dua rakaat . Demikianlah kalau kita meneliti semua keterangan yang berkenaan dengan shalat malam Rasulullah saw. Shalat tarawih empat rakaat, empat rakaat, kemudian tiga rakaat sah dari Rasulullah yang diterima dari Siti Aisyah, yang paling tahu tentang masalah tarawih Rasulullah saw. Menurut kaidah ushul fiqih: Yang menjadi pelajaran itu pada umurnnya lafaz, bukan khususnya, sebab yang lekas dapat dimengerti itu tandanya yang benar. Lafaznya adalah: arba'an arba'an tsumma tsalaatsan, empat rakaat, empat rakaat, kemudian tiga rakaat witir. Dalil yang tegas bahwa tarawih memakai tahiyyat awwal, tidak ada. Shalat sunnat empat rakaat tidak memakai tahiyyat awwal 'AN ABI HURAIRATA RADHIYALLAAHU 'ANHU QAALA: "QAALA RASUULULLAAHI SHALLALLAAHU 'ALAIHI WASALLAMA. IDZAA SHALLAITUM BA'DAL JUMU 'ATI FASHALLUU ARBA 'AN '." (RIWAYAT MUSLIM: 348) Dari Abu Hurairah r.a.: "Rasulullah saw. bersabda: 'Apabila kamu shalat setelah Jumat, hendaklah shalat empat rakaat.' " (Riwayat Muslim: 348) Apabila setelah Jumat shalat di rumah, itu dua rakaat; dan bila di masjid, sebaiknya empat rakaat. AN 'AAISYATA R.A.: "LNNAN-NABIYYA SHALLALLAAHU 'ALAIHI WASALLAMA, LAA YADA'U ARBA 'AN QABLAZH-ZHUHRI WA RAK'ATAINI QABLAL GHADAATI. " (RIWAYAT AL-BUKHARI: 1: 205) Dari Siti Aisyah r.a.: "Sesungguhnya Nabi saw. tidak pemah meninggalkan empat rakaat sebelum lohor dan dua rakaat sebelum subuh," (Riwayat Al-Bukhari: 1:205)

19

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com "RAHIMALLAAHU IMRA-AN SHALLA QABLAL 'ASHRI ARBA 'AN." (ABU DAUD: 127) "Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada orang yang shalat, empat rakaat sebelum shalat asar." (Abu Daud: 127) Hadits-hadits itu diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Imam Ahmad, dan Ibnu Huzaimah dari Ibnu Umar, At-Tirmidzi menganggapnya hasan, dan Ibnu Huzaimah menganggapnya shahih. Kesimpulannya ialah bahwa shalat malam Rasulullah saw. itu sebagai berikut: 1. Dilakukan dua rakaat-dua rakaat dan ditambah dengan witir tiga rakaat, jumlahnya sebelas rakaat. 2. Dilakukan empat rakaat-empat rakaat dan ditambah witir tiga rakaat, jumlahnya sebelas rakaat. 3. Dilakukan delapan rakaat, ditambah witir satu rakaat, kemudian ditambah dua rakaat, jumlahnya sebelas rakaat. 4. Dilakukan enam rakaat, ditambah witir satu rakaat, kemudian di tambah dua rakaat, jumlahnya sembilan rakaat. 5. Shalat malam pada umumnya berjumlah sebelas rakaat. (Sekitar Masalah Tarawih, Takbir dan Shalat ‘id, KH.E. Abdurrahman, Sinar Baru Bandung, 1992 :1-28)

============================== =============================

RISALAH

KE-2

Shalat Tarawih Nabi & Salafushshalih Oleh : Al Ustadz Abu Hamzah Al Sanuwi, Lc, MAg Shalat tarawih adalah bagian dari shalat nafilah (tathawwu’). Mengerjakannya disunnahkan secara berjama’ah pada bulan Ramadhan, dan sunnah muakkadah. Disebut tarawih, karena setiap selesai dari empat rakaat, para jama’ah duduk untuk istirahat. Tarawih adalah bentuk jama’ dari tarwihah. Menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai dari empat raka’at disebut tarwihah; karena dengan duduk itu, orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan qiyam Ramadhan.

20

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Bahkan para salaf bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri. Dari situ, kemudian setiap empat raka’at, disebut tarwihah, dan kesemuanya disebut tarawih secara majaz. Aisyah ditanya: “Bagaimana shalat Rasul pada bulan Ramadhan?” Dia menjawab, “Beliau tidak pemah menambah -di Ramadhan atau di luarnya- lebih dari 11 raka’at. Beliau shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau shalat 3 raka’at.” (HR Bukhari). Kata � (kemudian), adalah kata penghubung yang memberikan makna berurutan, dan adanya jedah waktu. Rasulullah shalat empat raka’at dengan dua kali salam, kemudian beristirahat. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah, Adalah Rasulullah melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat Isya’, hingga waktu fajar, sebanyak 11 raka’at, mengucapkan salam pada setiap dua raka’at, dan melakukan witir dengan satu raka’at. (HR Muslim). Juga berdasarkan keterangan Ibn Umar, bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana shalat malam itu?” Beliau menjawab, Yaitu dua raka’at-dua raka’at, maka apabila kamu khawatir shubuh, berwitirlah dengan satu raka’at. (HR Bukhari). Dalam hadits Ibn Umar yang lain disebutkan: Shalat malam dan siang dua raka’at-dua raka’at. (HR Ibn Abi Syaibah). 1 1 Fadhilah Shalat Tarawih 1.1 Hadits Abu Hurairah: Barang siapa melakukan qiyam (lail) pada bulan Ramadhan, karena iman dan mencari pahala, maka diampuni untuknya apa yang telah lalu dari dosanya. Maksud qiyam Ramadhan, secara khusus, menurut Imam Nawawi adalah shalat tarawih. Hadits ini memberitahukan, bahwa shalat tarawih itu bisa mendatangkan maghfirah dan bisa menggugurkan semua dosa; tetapi dengan syarat karena bermotifkan iman; membenarkan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala tersebut dad Allah. Bukan karena riya’ atau sekedar adat kebiasaan. 2 Hadits ini dipahami oleh para salafush shaalih, termasuk oleh Abu Hurairah sebagal anjuran yang kuat dari Rasulullah untuk melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih, tahajud, dan lain-lain). 3

21

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com 1.2 Hadits Abdurrahman bin Auf Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan dimana Allah mewajibkan puasanya, dan sesungguhnya aku menyunnahkan qiyamnya untuk orang-orang Islam. Maka barangsiapa berpuasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka ia (pasta) keluar dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari is dilahirkan oleh ibunya. 4 Al Albani berkata, “Yang shahih hanya kalimat yang kedua saja, yang awal dha’if.” 5 1.3 Hadits Abu Dzar: Barang siapa qiyamul lail bersama imam sampai is selesai, maka ditulis untuknya (pahala) qiyam satu malam (penuh). 6 Hadits ini sekaligus juga memberikan anjuran, agar melakukan shalat tarawih secara berjamaah dan mengikuti imam hingga selesai. 2 Shalat Tarawih Pada Zaman Nabi Nabi telah melaksanakan dan memimpin shalat tarawih. Bahkan beliau menjelaskan fadhilahnya, dan menyetujui jama’ah tarawih yang dipimpin oleh sahabat Ubay bin Ka’ab. Berikut ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan, bahwa shalat tarawih secara berjama’ah disunnahkan oleh Nabi, dan dilakukan secara khusyu’ dengan bacaan yang panjang. 2.1 Hadits Nu’man bin Basyir, ia berkata: Kami melaksanakan qiyamul lail (tarawih) bersama Rasulullah pada malam 23 bulan Ramadhan, sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan (berakhir) sampai separoh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur. 7 2.2 Hadits Abu Dzar, ia berkata: Kami puasa, tetapi Nabi tidak memimpin kami untuk melakukan shalat (tarawih), hingga Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasulullah mengimami karni shalat, sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam. Dan pada malam ke lima, beliau memimpin shalat lagi sampai lewat separoh malam. Lalu kami berkata kepada Rasulullah, “Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?”, maka beliau bersada,

22

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Barang siapa shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai. maka ditulis untuknya shalat satu malam (suntuk). Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi, hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapat falah. saya (perawi) bertanya, apa itu falah? Dia (Abu Dzar) berkata, “Sahur. ” 8 2.3 Tsa’labah bin Abi Malik Al Qurazhi berkata: Pada suatu malam, di malam Ramadhan, Rasulullah keluar rumah, kemudian beliau melihat sekumplpulan orang di sebuah pojok masjid sedang melaksanakan shalat. Beliau lalu bertanya, Apa yang sedang mereka lakukan?” Seseorang menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak membaca Al Qur’an, sedang Ubay bin Ka’ali ahli membaca Al Qur’an, maka mereka shalat (ma’mum) dengan shalatnya Ubay. ” Beliau lalu bersabda, “Mereka telah berbuat baik dan telah berbuat benar.” Beliau tidak membencinya. 9 3 Shalat Tarawih Pada Zaman Khulafa’ur Rasyidin 1. Para sahabat Rasulullah, shalat tarawih di masjid Nabawi pada malam-malam Ramadhan secara awza’an (berpencar-pencar). Orang yang bisa membaca Al Qur’an ada yang mengimami 5 orang, ada yang 6 orang, ada yang lebih sedikit dari itu, dan ada yang lebih banyak. Az Zuhri berkata, “Ketika Rasulullah wafat, orangorang shalat tarawih dengan cara seperti itu. Kemudian pada masa Abu Bakar, caranya tetap seperti itu; begitu pula awal khalifah Umar.” 1. Abdurrahman bin Abdul Qari’ berkata, “Saya keluar ke masjid bersama Umar pada bulan Ramadhan. Ketika itu orang-orang berpencaran; ada yang shalat sendirian, dan ada yang shalat dengan jama’ah yang kecil (kurang dari sepuluh orang). Umar berkata, ‘Demi Allah, saya melihat (berpandangan), seandainya mereka saga satukan di belakang satu imam, tentu lebih utama,’ Kemudian beliau bertekad dan mengumpulkan mereka di bawah pimpinan Ubay bin Ka’ab. Kemudian saya keluar lagi bersama beliau pada malam lain. Ketika itu orang-orang sedang shalat di belakang imam mereka. Maka Umar berkata,’Ini adalah sebaik-baik hal baru.’

23

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Dan shalat akhir malam nanti lebih utama dari shalat yang mereka kerjakan sekarang.” Peristiwa ini terjadi pada tahun 14 H. 1. Umar mengundang para qari’ pada bulan Ramadhan, lalu memberi perintah kepada mereka agar yang paling cepat bacaanya membaca 30 ayat (3 halaman), dan yang sedang agar membaca 25 ayat, adapun yang pelan membaca 20 ayat (+ 2 halaman). 2. Al A’raj 10 berkata, “Kami tidak mendapatt orang-orang, melainkan mereka sudah melaknat orang kafir (dalam do’a) pada bulan Ramadhan.” la berkata, “Sang qari’ (imam) membaca ayat Al Baqarah dalam 8 raka’at. Jika ia telah memimpin 12 raka’at, (maka) barulah orang-orang merasa kalau imam meringankan.” 1. Abdullah bin Abi Bakr berkata, “Saya mendengar bapak saya berkata,’Kami sedang pulang dari shalat (tarawih) pada malam Ramadhan. Kami menyuruh pelayan agar cepatcepat menyiapkan makanan, karena takut tidak mendapat sahur’. “ 1. Saib bin Yazid (Wafat 91 H) berkata, “Umar memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dari agar memimpin shalat tarawih pada bulan Ramadhan dengan 11 raka’at. Maka sang qari’ membaca dengan ratusan ayat, hingga kita bersandar pada tongkat karena sangat lamanya berdiri. Maka kami tidak pulang dart tarawih, melainkan sudah di ujung fajar.”) 11 4 Bilangan Raka’at Shalat Tarawih Dan Shalat Witir Mengenai masalah ini, diantara para ulama salaf terdapat perselisihan yang cukup banyak (variasinya) hingga mencapai belasan pendapat, sebagaimana di bawah ini. 1. Sebelas raka’at (8 + 3 Witir), riwayat Malik dan Said bin Manshur. 2. Tigabelas raka’at (2 raka’at ringan + 8 + 3 Witir), riwayat Ibnu Nashr dan Ibnu Ishaq, atau (8 + 3 + 2), atau (8 + 5) menurut riwayat Muslim. 3. Sembilan belas raka’at (16 + 3). 4. Duapuluh satu raka’at (20 + 1), riwayat Abdurrazzaq

24

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com 5. Duapuluh tiga raka’at (20 + 3), riwayat Malik, Ibn Nashr dan Al Baihaqi. Demikian ini adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi’i, Ats Tsauri, Ahmad, Abu Daud dan Ibnul Mubarak. 6. Duapuluh sembilan raka’at (28 + 1). 7. Tigapuluh sembilan raka’at (36 + 3), Madzhab Maliki, atau (38 + 1). 8. Empatpuluh satu raka’at (38 + 3), riwayat Ibn Nashr dart persaksian Shalih Mawla Al Tau’amah tentang shalatnya penduduk Madinah, atau (36 + 5) seperti dalam Al Mughni 2/167. 9. Empatpuluh sembilan raka’at (40 + 9); 40 tanpa witir adalah riwayat dari Al Aswad Ibn Yazid. 10. Tigapuluh empat raka’at tanpa witir (di Basrah, Iraq). 11. Duapuluh empat raka’at tanpa witir (dart Said Ibn Jubair). 12. Enambelas raka’at tanpa witir. 5 Berapa Raka’at Tarawih Rasulullah? Rasulullah telah melakukan dan memimpin shalat tarawih, terdiri dart sebelas raka’at (8 3). Dalilnya sebagai berikut. 1. Hadits Aisyah: ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang glyamui lailnya Rasul pada bulan Ramadhan, ia menjawab: Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada bulan lainnya. lebih dari sebelas raka’at. (HR Bukhari, Muslim). Ibn Hajar berkata, “Jelas sekali, bahwa hadits ini menunjukkan shalatnya Rasul (adalah) sama semua di sepanjang tahun.” 1. Hadits Jabir bin Abdillah ia berkata: Rasulullah shalat dengan kami pada bulan Ramadhan 8 raka’at dan witir. Ketika malam berikutnya, kami berkumpul di masjid dengan harapan beliau shalat dengan kami. Maka kami terus berada di masjid hingga pagi, kemudian kami masuk bertanya, “Ya Rasulullah, tadi malam kami berkumpul di masjid, berharap anda shalat bersama kami,” maka beliau bersabda, “Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian. ” 12 1. Pengakuan Nabi tentang 8 raka’at dan 3 witir. Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah, lalu berkata,”Ya Rasulullah, ada sesuatu yang saya kerjakan tads malam (Ramadhan). Beliau bertanya,”Apa itu, wahai Ubay?”

25

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com la menjawab,”Para wanita di rumahku berkata,’Sesungguhnya kami ini tidak membaca Al Qur’an. Bagaimana kalau kami shalat dengan shalatmu?’ Ia berkata,”Maka saya shalat dengan mereka 8 raka’at dan witir. Maka hal itu menjadi sunnah yang diridhai. Beliau tidak mengatakan apaapa.” 13 Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah shalat tarawih dengan 20 raka’at, maka haditsnya tidak ada yang shahih. 14 6 Berapa Rakaat Tarawih Sahabat dan Tabi’in Pada Masa Umar Ada beberapa riwayat shahih tentang bilangan raka’at shalat tarawih para sahabat pada zaman Umar 43 . Yaitu: 11 raka’at, 13 raka’at, 21 raka’at, dan 23 raka’at. Kemudian 39 raka’at juga shahih, pada masa Khulafaur Rasyidin setelah Umar; tetapi hal ini khusus di Madinah. Berikut keterangan pada masa Umar 1. Sebelas raka’at. Umar memerintahkan kepada Ubay dan Tamim Al Dari untuk shalat 11 raka’at. Mereka membaca ratusan ayat, sampai makmum bersandar pada tongkat karena kelamaan dan selesai hampir Subuh. Demikian ini riwayat Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Saib Ibn Yazid Imam Suyuthi dan Imam Subkhi menilai, bahwa hadits ini sangat shahih ( � �� ���). Syaikh Al Albani juga menilai, bahwa hadits ini shahih sekali ( �� ��). 1. Tigabelas raka’at Semua perawi dari Muhammd Ibn Yusuf mengatakan 11 raka’at, kecuali Muhammad Ibn Ishaq. Ia berkata 13 raka’at (HR Ibn Nashr), akan tetapi hadts ini sesuai dengan hadits ‘Aisyah yang mengatakan 11 raka’at. Hal ini bisa dipahami, bahwa termasuk dalam bilangan itu ialah 2 raka’at shalat Fajar, atau 2 raka’at pemula yang ringan, atau 8 raka’at ditambah 5 raka’at Witir. 1. Duapuluh raka’at (ditambah 1 atau 3 raka’at Witir). Abdur Razzaq meriwayatkan dart Muhammad Ibn Yusuf dengan lafadz “21 raka’at” (sanad shahih). Al Baihaqi dalam As Sunan dan Al Firyabi dalam Ash Shiyam meriwayatkan dart jalur Yazid Ibn Khushaifah dart Saib Ibn Yazid, bahwa – mereka- pada zaman Umar di bulan Ramadhan shalat tarawih 20 raka’at. Mereka membaca ratusan

26

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com ayat, dan bertumpu ‘pada tongkat pada zaman Utsman, karena terlalu lama berdiri. Riwayat ini dishahihkan oleh Imam Al Nawawi, Al Zaila’i, Al Aini, Ibn Al Iraqi, Al Subkhi, As Suyuthi, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, dan lain-lain. Sementara itu Syaikh Al Albani menganggap, bahwa dua riwayat ini bertentangan dengan riwayat sebelumnya, tidak bisa dijama’ (digabungkan). Maka beliau memakai metode tarjih (memilih riwayat yang shahih dan meninggalkan yang lain). Beliau menyatakan, bahwa Muhammad Ibn Yusuf perawi yang tsiqah tsabt (sangat terpercaya), telah meriwayatkan dart Saib Ibn Yazid 11 raka’at. Sedangkan Ibn Khushaifah yang hanya pada peringkat tsiqah (terpercaya) meriwayatkan 21 raka’at. Sehingga hadits Ibn Khushaifah ini -menurut beliauadalah syadz (asing, menyalahi hadits yang lebih shahih). 15 Perlu diketahui, selain Ibn Khushaifah tadi, ada perawi lain, yaitu Al Harits Ibn Abdurrahman Ibn Abi Dzubab yang meriwayatkan dart Saib Ibn Yazid, bahwa shalat tarawih pada masa Umar 23 raka’at. (HR Abdurrazzaq). 16 Selanjutnya 23 raka’at diriwayatkan juga dari Yazid Ibn Ruman secara mursal, karena ia tidak menjumpai zaman Umar. Yazid Ibn Ruman adalah mawla (mantan budak) sahabat Zubair Ibn Al Awam (36 H), ia salah seorang qurra’ Madinah yang tsiqat tsabt (meninggal pada tahun 120 atau 130 H). Ia memberi pernyataan, bahwa masyarakat (Madinah) pada zaman Umar telah melakukar qiyam Ramadhan dengan bilangan 23 raka’at, 17 7 Bagaimana Jalan Keluarnya? Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat di atas dengan metode al jam’u, bukan metode at tarjih, sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Al Albani. Dasar pertimbangan jumhur adalah: 1. 2. 3. 4.

Riwayat 20 (21, 23) raka’at adalah shahih. Riwayat 8 (11, 13) raka’at adalah shahih. Fakta sejarah menurut penuturan beberapa tabi’in dan ulama salaf. Menggabungkan riwayat-riwayat tersebut adalah mungkin, maka tidak perlu pakai tarjih, yang konsekuensinya adalah menggugurkan salah satu riwayat yang shahih.

8 Beberapa Kesaksian Pelaku Sejarah 1. Imam Atho’ Ibn Abi Rabah mawla Quraisy, 18 lahir pada masa Khilafah Utsman (antara tahun 24 H sampai 35 H), yang mengambil ilmu dari Ibn Abbas, (wafat 67

27

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com / 68 H), Aisyah dan yang menjadi mufti Mekkah setelah Ibn Abbas hingga tahun wafatnya 114 H, memberikan kesaksian: “Saya telah mendapati orang-orang (masyarakat Mekkah) pada malam Ramadhan shalat 20 raka’at dan 3 raka’at witir.” 19 1. Imam Nafi’ Al Qurasyi, 20 telah memberikan kesaksian sebagai berikut: “Saya mendapati orang-orang (masyarakat Madinah); mereka shalat pada bulan Ramadhan 36 raka’at dan witir 3 raka’at.” 21 1. Daud Ibn Qais bersaksi, “Saya mendapati orang-orang di Madinah pada amasa pemerintahan Aban Ibn Utsman Ibn Affan Al Umawi (Amir Madinah, wafat 105 H) dan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (Al Imam Al Mujtahid, wafat 101 H) melakukan qiyamulail (Ramadhan) sebanyak 36 raka’at ditambah 3 witir.” 22

1. Imam Malik Ibn Anas (wafat 179 H) yang menjadi murid Nafi’ berkomentar, “Apa yang diceritakan oleh Nafi’, itulah yang tetap dilakukan oleh penduduk Madinah. Yaitu apa yang dulu ada pada zaman Utsman Ibn Affan. 23 1. Imam Syafi’i, 24 mengatakan, “Saya menjumpai orang-orang di Mekkah. Mereka shalat (tarawih, red.) 23 raka’at. Dan saya melihat penduduk Madinah, mereka shalat 39 raka’at, dan tidak ada masalah sedikitpun tentang hal itu.” 25 9 Beberapa Pemahaman Ulama Dalam Menggabungkan Riwayat-Riwayat Shahih Di Atas 1. Imam Syafi’i, setelah meriwayatkan shalat di Mekkah 23 raka’at dan di Madinah 39 raka’at berkomentar, “Seandainya mereka memanjangkan bacaan dan menyedikitkan bilangan sujudnya, maka itu bagus. Dan seandainya mereka memperbanyak sujud dan meringankan bacaan, maka itu juga bagus; tetapi yang pertama lebih aku sukai.” 26 1. Ibn Hibban (wafat 354 H) berkata, “Sesungguhnya tarawih itu pada mulanya adalah 11 raka’at dengan bacaan yang sangat pan fang hingga memberatkan mereka. Kemudian mereka

28

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com meringankan bacaan dan menambah bilangan raka’at, menjadi 23 raka’at dengan bacaan sedang. Setelah itu mereka meringankan bacaan dan menjadikan tarawih dalam 36 raka’at tanpa with.” 27 1. Al Kamal Ibnul Humam mengatakan, “Dalil-dalil yang ada menunjukkan, bahwa dari 20 raka’at itu, yang sunnah adalah seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi, sedangkan sisanya adalah mustahab.” 28 1. Al Subkhi berkata, “Tarawih adalah termasuk nawafil. Terserah kepada masing-masing, ingin shalat sedikit atau banyak. Boleh jadi mereka terkadang memilih bacaan panjang dengan bilangan sedikit, yaitu 11 raka’at. Dan terkadang mereka memilih bilangan raka’at banyak, yaitu 20 raka’at daripada bacaan panjang, lalu amalan ini yang terus berjalan.” 29 1. Ibn Taimiyah berkata, “Ia boleh shalat tarawih 20 raka’at sebagaimana yang mashur dalam madzhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 raka’at sebagaimana yang ada dalam madzhab Malik. Boleh shalat 11 raka’at, 13 raka’at. Semuanya baik. Jadi banyaknya raka’at atau’ sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya.” Beliau juga berkata, “Yang paling utama itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang shalat. Jika mereka kuat 10 raka’at ditambah witir 3 raka’at sebagaimana yang diperbuat oleh Rasul di Ramadhan dan di luar Ramadhan- maka ini yang lebih utama. Kalau mereka kuat 20 raka’at, maka itu afdhal dan inilah yang dikerjakan oleh kebanyakan kaum muslimin, karena ia adalah pertengahan antara 10 dan 40. Dan jika ia shalat dengan 40 raka’at, maka boleh, atau yang lainnya juga boleh. Tidak dimaksudkan sedikitpun dari hal itu, maka barangsiapa menyangka, bahwa qiyam Ramadhan itu terdiri dari bilangan tertentu, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka ia telah salah.” 30 1. Al Tharthusi (451-520 H) berkata, Para sahabat kami (Malikiyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata,

29

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com “Mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 raka’at dengan bacaan yang amat panjang. Pada raka’at pertama, imam membaca sekitar dua ratus ayat, karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak lagi kuat menanggung hal itu, maka Umar memerintahkan 23 raka’at demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan raka’at. Maka mereka membaca surat Al Baqarah dalam 8 raka’at atau 12 raka’at sesuai dengan hadits al a’raj tadi.” Telah dikatakan, bahwa pada waktu itu imam membaca antara 20 ayat hingga 30 ayat. Hal ini berlangsung terus hingga yaumul Harrah, 31 maka terasa berat bagi mereka lamanya bacaan. Akhirnya mereka mengurangi bacaan dan menambah bilangannya menjadi 36 raka’at ditambah 3 witir. Dan inilah yang berlaku kemudian. Bahkan diriwayatkan, bahwa yang pertama kali memerintahkan mereka shalat 36 raka’at ditambah dengan 3 witir ialah Khalifah Muawiyah Ibn Abi Sufyan (wafat 60 H). Kemudian hal tersebut dilakukan terus oleh khalifah sesudahnya. Lebih dari itu, Imam Malik menyatakan, shalat 39 raka’at itu telah ada semenjak zaman Khalifah Utsman. Kemudian Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (wafat 101 H) memerintahkan agar imam membaca 10 ayat pada tiap raka’at. Inilah yang dilakukan oleh para imam, dan disepakati oleh jama’ah kaum muslimin, maka ini yang paling utama dari segi takhfif (meringankan). 32 1. Ada juga yang mengatakan, bahwa Umar memerintahkan kepada dua sahabat, yaitu “Ubay bin Ka’ab 45 dan Tamim Ad Dad, agar shalat memimpin tarawih sebanyak 11 raka’at, tetapi kedua sahabat tersebut akhirnya memilih untuk shalat 21 atau 23 raka’at. 33 2. Al Hafidz Ibn Hajar berkata, “Hal tersebut dipahami sebagai variasi sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan manusia. Kadang-kadang 11 raka’at, atau 21, atau 23 raka’at, tergantung kesiapan dan kesanggupan mereka. Kalau 11 raka’at, mereka memanjangkan bacaan hingga bertumpu pada tongkat. Jika 23 raka’at, mereka meringankan bacaan supaya tidak memberatkan jama’ah. 34 1. Imam Abdul Aziz Ibn Bazz mengatakan: “Diantara perkara yang terkad nng samar bagi sebagian orang adalah shalat tarawih Sebagian mereka mengira, bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 raka’at. Sebagian lain mengira, bahwa tarawih tidak boleh

30

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com lebih dari 11 raka’at atau 13 raka’at. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, bahkan salah; bertentangan dengan dalil. Hadits-hadits shahih dari Rasulullah telah menunjukkan, bahwa shalat malam itu adalah muwassa’ (lelunsa, lentur, fleksibei). Tidak ada batasan tertentu yang kaku. yang tidak boleti dilanggar. Bahkan telah shahih dari Nabi, bahwa beliau shalat malam 11 raka’at, terkadang 13 raka’at, terkadang lebih sedikit dari itu di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Ketika ditanya tentang sifat shalat malam, beliau menjelaskan: dua rakaat-dua raka’at, apabila salah seorang kamu khawatir subuh, maka shalatlah satu raka’at witir, menutup shalat yang ia kerjakan. ” (HR Bukhari Muslim). Beliau tidak membatasi dengan raka’at-raka’at tertentu, tidak di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Karena itu, para sahabat pada masa Umar di sebagian waktu shalat 23 raka’at dan pada waktu yang lain 11 raka’at. Semua itu shahih dari Umar dan para sahabat pada zamannya. Dan sebagian salaf shalat tarawih 36 raka’at ditambah witir 3 raka’at. Sebagian lagi shalat 41 raka’at. Semua itu dikisahkan dari mereka oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan ulama lainnya. Sebagaimana beliau juga menyebutkan, bahwa masalah ini adalah luas (tidak sempit). Beliau juga menyebutkan, bahwa yang afdhal bagi orang yang memanjangkan bacaan, ruku’. sujud, ialah menyedikitkan bilangan raka’at(nya). Dan bagi yang meringankan bacaan, ruku’ dan sujud (yang afdhal) ialah menambah raka’at(nya). Ini adalah makna ucapan beliau. Barang siapa merenungkan sunnah Nabi, ia pasti mengetahui, bahwa yang paling afdhal dari semi In itu ialah 11 raka’at atau 13 raka’at. di Ramadhan atau di luar Ramadhan. Karena hal itu yang sesuai dengan perbuatan Nabi dalam kebiasaannya. Juga karena lebih ringan bagi jama’ah. Lebih dekat kepada khusyu’ dan tuma’ninah. Namun, barangsiapa menambah (raka’at), maka tidak mengapa dan tidak makruh, seperti yang telah talu.” 35 10 Kesimpulan Maka berdasarkan paparan di atas, saya bisa mengambil kesimpulan, antara lain: 1. Shalat tarawih merupakan bagian dari qiyam Ramadhan, yang dilakukan setelah shalat Isya’ hingga sebelum fajar, dengan dua raka’at salam dua raka’at salam.

31

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Shalat tarawih memiliki keutamaan yang sangat besar. Oleh karena itu, Nabi menganjurkannya -dan para sahabat pun menjadikannya- sebagai syiar Ramadhan. 1. Shalat tarawih yang lebih utama sesuai dengan Sunnah Nabi, yaitu bilangannya 11 raka’at. Inilah yang lebih baik. Seperti ucapan Imam Malik, “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan, ialah shalat yang diperintahkan oleh Umar, yaitu 11 raka’at, yaitu (cara) shalat Nabi. Adapun 11 adalah dekat dengan 13.” 36 1. Perbedaan tersebut bersifat variasi, lebih dari 11 raka’at adalah boleh, dan 23 raka’at lebih banyak diikuti oleh jumhur ulama, karena ada asalnya dari para sahabat pada zaman Khulafaur Rasyidin, dan lebih ringan berdirinya dibanding dengan 11 raka’at. 2. Yang lebih penting lagi adalah prakteknya harus khusyu’, tuma’ninah. Kalau bisa lamanya sama dengan tarawihnya ulama salaf, sebagai pengamalan hadits “Sebaik-baik shalat adalah yang panjang bacaanya”. Semoga tulisan ini bermanfaat. Jika benar, maka itu dari Allah. Dan jika salah, maka itu murni dari al faqir. Ya Allah bimbinglah kami kepada kecintaan dan ridhaMu. Dan antarkanlah kami kepada Ramadhan dengan penuh aman dan iman, keselamatan dan Islam. Maraji’ 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Shahih Bukhari. Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Bandung. Sunan Abu Daud, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan. Sunan Tirmidzi, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan. Sunan Ibn Majah, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan. Sunan Nasa’i, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan. Al Majmu’, An Nawawi, Darul Fikr. Fath Al Aziz, Ar Rafi’i, Darul Fikr (dicetak bersama Al Majmu’). At Tamhid, lbn Abdil Barr, tahgiq Muhammad Abdul Qadir Atha, Maktabah Abbas Ahmad Al Bazz, Mekkah. Fathul Bari, Ibn Hajar, targim Muhammad Fuad Abdul Baqi. Asy Syarhul Kabir, Ibn Qudamah, tahgiq Dr. Abdullah At Turkiy, Hajar, Jizah. Al Hawadits Wal Bida’, Abu Bakar Ath Tharthusi, tahgiq Abdul Majid Turki, Darul Gharb Al Islami. Tanbihul Ghafilin, As Samarqandi, tahgiq Abdul Aziz Al Wakil, Darusy Syuruq, Jeddah Al Hawi Li AI Fatawa, As Suyuthi, Darul Fikr, Beirut. Shalat At Tarawih, Al Alban!, Al Maktab Al Islami, Beirut. Fatwa Lajnah Daimah, tartib Ahmad Ad Duwaisi, tartib Adil Al Furaidan. AI Muntaqa Min Fatawa Al Fawzan. Al Ijabat Al Bahiyyah, Al Jibrin, i’dad dan tahrij oleh Saad As Sa’dan, Darul Ashimah, Riyadh. Majalis Ramndhan, Ibn Utsaimin. Faidh Al Rahim, Ath Thayyar, Maktabah At Taubah, Riyadh. Ash Shalah, Ath Thayyar, Darul Wathan, Riyadh. Durus Ramadhan, Salman Al Audah, Darul Wathan, Riyadh. Majmu’ Fatawa, Ibn Taimiyah.

32

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com 24. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fikr, Beirut. 25. Al Fatawa Al Haditsiyah, Ibn Hajar Al-Haitsami.

Catatan Kaki …1 Ash Shalah, 309; At Tamhid, 5/251; Al Hawadits, 140-143; Fathul Bari, 4/250; Al Ijabat Al Bahiyyah, 18; Al Muntaqa, 4/49-51. …2 Fathul Bari 4/251; Tanbihul Ghafilin 357-458; Majalis Ramadhan, 58; At Tamhid, 3/320; AI Ijabat Al Bahiyyah, 6. …3 At Tamhid, 3/311-317: Sunan Abi Daud, 166. …4 HR Ahmad, Ibnu Majah. Al Bazzar, Abu Ya’la dan Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Abu Hurairah. …5 Lihat Sunan lbn Majah, 146,147; Al Ijabat Al Bahiyyah, 8-10. …6 HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa’i, dan lain-lain, Hadits shahih. Lihat Al ljabat Al Bahiyyah, 7. .7 HR. Nasa’i, Ahmad, Al Hakim. (hadits ini) shahih. …8 HR Nasai, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad. (hadits ini) shahih. …9 HR Abu Daud dan Al Baihaqi, ia berkata: Mursal hasan. Syaikh Al Albani berkata, “Telah diriwayatkan secara mursal dari jalan lain dari Abu Hurairah, dengan sanad yang tidak bermasalah (bisa diterima).” (Shalat At Tarawih, 9).

33

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com …10 seorang tabi’in Madinah, wafat 117 H. …11 Fathul Bari, 4/250-254; Shalat At Tarawih, 11; Al ljabat Al Bahiyyah, 15-18; Al Majmu’, 4/34. .12 HR Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah, dihasankan oleh Al Albani. Shalat At Tarawih, 18; Fath Al Aziz 4/265. …13 HR Abu Ya’la, Thabrani dan Ibn Nashr, dihasankan oleh Al Haitsami dan Al Albani. Lihat Shalat At-Tarawih, 68. …14 Fathul Bari, 4/254; Al Hawi. 1/413; Al Fatawa Al Haditsiyah, 1.195: Shalat At Tarawih, 1921. .15 Al Majmu’, 4/32; Shalat At Tarawih, 46; Al Ijabat Al Bahiyyah. 16-18. …16 Lihat At Tamhid 3/518-519. …17 HR Malik, Al Firyabi, Ibn Nashr dan Al Baihaqi. Lihat Shalat At Tarawih, 53; Al Ijabat Al Bahiyyah, 16; At Tamhid, 9/332, 519; Al Hawadits, 141. .18 mawla Quraisy budak yang dimerdekakan oleh Quraisy. …19 Fathul Bari, 4/235. …20 mawla (mantan budak) Ibn Umar (wafat 73 H), mufti Madinah yang mengambil ilmu dari Ibn Umar, Abu Said, Rail’ Ibn Khadij, Aisyah, Abu Hurairah dan Ummu Salamah, yang dikirim oleh

34

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Khalifah Umar bin Abdul Aziz ke Mesir sebagai da’i dan meninggal di Madinah pada tahun 117 H. …21 Al Hawadits, 141; Al Hawi, 1/415. …22 Fathul Bari, 4/253. …23 Al Hawadits, 141. …24 murid Imam Malik yang hidup antara tahun 150 hingga 204 H. …25 Sunan Thmidzi, 151; Fath Al Aziz, 4/266; Fathul Bari, 4/23. …26 Fathul Bari, 4/253. …27 Fiqhus Sunnah, 1/174. …28 Ibid, 1/175. …29 Al Hawi, 1/417. …30 Majmu’ Al Fatawa, 23/113; Al Ijabat Al Bahiyyah, 22; Faidh Al Rahim Al Kalman, 132; Durus Ramadhan, 48. …31 yaumul Harrah penyerangan terhadap Madinah oleh Yazid Ibn Mu’awiyyah, tahun 60 H. …32

35

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Lihat Al Hawadits, 143-145. …33 Durus Ramadhan, 47. …34 Fathul Bari, 4/253. …35 Al Ijabat Al Bahiyyah, 17-18. Lihat juga Fatawa Lajnah Daimah, 7/194-198. …36 Al Hawadits, 141. Dikutip dari majalah As-Sunnah 07/VII/1424H hal 33 – 34

============================== ============================= Shalat Tarawih

RISALAH

KE-3

Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)". (Adzariyat: 17-18). Sanjungan dan pujian dari Allah bagi yang senantiasa mendirikan shalat di malam hari. Hukum dan Bilangan Shalat Tarawih Shalat tarawih hukumnya sunnah, lebih utama berjama'ah, demikian pendapat masyhur yang dilaksanakan oleh para sahabat, ada pendapat yang mengatakan bahwa shalat ini tidak ada batasan bilangannya, yaitu boleh dikerjakan dengan 20 (dua puluh) raka'at, 11 (sebelas), atau 13 (tiga belas) raka'at. Akan tetapi lebih baik apabila shalat tarawih dilakukan dengan 11 (sebe-las) raka'at, dikarenakan beberapa hal: •

Para sahabat Nabi shalat dengan 11 raka'at, padahal mereka adalah generasi terbaik yang lebih mengetahui tentang Al Qur'an dan As Sunnah. Dari Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Sa'id bin Yazid, ia berkata: "Umar bin Khaththab memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dariy supaya keduanya shalat mengimami manusia dengan 11 raka'at" (HR Malik dalam Muwaththa: 1/115).

36

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com •

Adanya hadits shahih 'Aisyah berkata: "Tidaklah Rasulullah shalat (sunnah) pada bulan Ramadhan dan tidak pula (sunnah) lainnya lebih dari sebelas raka'at" (HR Bukhari dan Muslim). Jabir bin Abdullah berkata: "Sesungguhnya Nabi menghidupkan malam Ramadhan (lalu) shalat dengan delapan raka'at lalu witir" (HR Ibnu Hibban).



Dalam shalat diharuskan untuk khusyu', tuma'ninah, dihayati, serta membacanya dengan tartil. Akan tetapi fenomena yang ada pada sebagian kaum muslimin adalah tanpa tuma'-ninah, tergesa-gesa, tidak tartil dalam melaksanakan shalat tarawih, semua ini tidak tercapai dikarenakan jumlah yang terlalu banyak (23 raka'at).



Derajat hadits shalat tarawih 23 raka'at, adalah dho'if (lemah) sehingga tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam beramal. Mereka berdasar pada hadits: "Dari Ibnu Abbas sesungguhnya Nabi shalat di bulan Ramadhan dua puluh raka'at (tidak termasuk witir)" (HR Ibnu Abi Syaibah, Thabrani, Baihaqi, dan lain-lain). Dalam riwayat lain ada tambahan: "Dan (Nabi) witir (setelah shalat dua puluh raka'at)" Riwayat ini semuanya dari jalan Abu Syaibah yang namanya Ibrahim bin Utsman dari Al-Hakam dari Miqsam dari Ibnu Abbas. Imam Baihaqi berkata: "Abu Syai-bah menyendiri dengannya dan dia itu lemah" Imam Al Haitsami berkata: "Sesungguhnnya Abu Syaibah ini lemah" (Kitab Majmauz Zawaid 3/172) Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Isnadnya dhoif" (Kitab Al Fath - Syarah Bukhari). Al Hafidz Zaila'i telah melemahkan isnadnya (Kitab Nashbur Rayah 2/153) Imam Shan'ani berkata: "Tidak ada yang sah dari Nabi shalat di bulan Ramadhan dengan dua puluh raka'at" (Kitab Subulus Salam). Syaikh Al Albany mengatakan: Maudhu' (hadits palsu) (Kitab Silsilah Hadits Dhoif wal Maudhu' & Irwaul Ghalil)

Keterangan Ulama Ahlu Hadits tentang hadits 23 raka'at: • • • •

Imam Ahmad, Abu Dawud, Muslim, Yahya dan Ad Daruquthni berkata: "(Derajatnya) lemah" Imam At Tirmidzi: Hadits Mungkar Imam Bukhari: Ulama ahli hadits diam tentangnya Imam Nasa'i: Matrukul hadits (hadits-nya ditinggalkan)

37

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com •

Imam Abu Hatim: Hadits lemah, ulama diam tentangnya dan ahli hadits meninggalkan haditsnya.

Kesimpulan : Riwayat yang menerangkan bahwa di zaman Umar bin Khaththab, bahwa para sahabat shalat tarawih 23 raka'at tidak ada satupun yang shahih. Bahkan dari riwayat yang shahih kita ketahui bahwa Umar bin Khaththab mengerjakan shalat tarawih dengan 11 raka'at sesuai dengan contoh Rasulullah shalallahu 'alahi wa salam. Adapun hadits yang diriwayatkan dari Yazid bin Ruman: "Adalah manusia pada zaman Umar bin Khaththab mereka shalat (Tarawih) di bulan Ramadhan 23 raka'at" (HR Malik). Keterangan: Hadits ini tidak sah sebab terputus sanadnya, karena Yazid bin Ruman yang meriwayatkan hadits ini tidak bertemu (tidak sezaman) dengan Umar bin Khaththab, sanadnya terputus, dalam ilmu musthalah hadits termasuk hadits dho'if (lemah).Hadits di atas bertentangan dengan riwayat yang shahih. Setelah kita mengetahui keshahihan dasar hukum dari hadits-hadits yang shahih maka tidak ada jalan lain bagi kita untuk mengikuti yang haq dari Al Qur'an dan As sunnah.

============================== =============================

RISALAH

KE-4

Hadits pertama:

Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Nabi s.a.w shalat dibulan Ramadlan 20 rakaat." (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abdu bin Humaid, Thabrani di kitab AlMu'jam Kabir dan lain-lain.) Diriwayat lain ada tambahan: "Dan (Nabi s.a.w.) witir (setelah shalat 20 rakaat). Riwayat semua dari jalan: Abu Syaibah yang namanya Ibrahim bin Utsman dari al-Hakam dari Miqsam dari Ibnu Abbas.

Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Bani mengatakan: "Maudhu" ( hadits palsu).

38

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Hadits kedua:

Dari Yazid bin Ruman, ia berkata: "Adalah manusia pada zaman Umar bin Khatab, mereka shalat (tarawih) dibulan Ramadhan 23 rakaat." (HR. Imam Malik di kitab al-Muwaththa 1/115)

Penulis (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berkata: Hadits ini tidak sah; tidak sah karena ada 2 penyakit.

Ke-1. Munqati (terputus sanadnya). Karena Yazid bin Ruman tidak seZAMAN dengan Umar bin Khatab. Begitu juga yang dikatakan Imam Baihaqi. Karena sanadnya terputus maka hadits diatas TIDAK BOLEH diamalkan.

Ke-2. Riwayat diatas bertentangan dengan riwayat yang sudah SHOHIH dibwah ini.

Dari Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Said bin Yazid, ia berkata: "Umar bin Khatab telah memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim ad-Daariy supaya keduanya shalat mengimami manusia dengan SEBELAS REKAAT.

Keterangan: Sanad hadits diatas shohih, karena: Imam Malik seorang Imam Besar terpercaya. Dan Muhammad bin Yusuf seorang periwayat yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Muslim. Juga Yazid bin Yazid seZAMAN dengan Umar bin Khatab.

Kesimpulan: bulan

Riwayat-riwayat yang menerangkan bahwa Nabi s.a.w. shalat di

39

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Ramadhan 20 rakat atau 21 rakaat, atau 23 rakaat tidak ada satupun yang sah.

Sumber: al-Masail jilid.3 oleh: Abdul Hakim bin Amir Abdat-pemeliti hadits Indonesia)

============================== =============================

RISALAH

KE-5

SHALAT TARAWIH Penulis: Al-Ustadz Hariyadi, Lc .:

:.

Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari ‫تَرْ ِويْحَ ٌة‬ yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294) Dan ٌ‫تَرْ ِويْحَة‬ pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462) Shalat yang dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan dinamakan tarawih. (Syarh Shahih Muslim, 6/39 dan Fathul Bari, 4/294). Karena para jamaah yang pertama kali bekumpul untuk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali salam (yaitu setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup dengan salam kemudian mengerjakan 2 rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294) Hukum Shalat Tarawih Hukum shalat tarawih adalah mustahab (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh AlImam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan tentang sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: ِ‫ن ذَ ْنبِه‬ ْ ِ‫حتِسَابًا غُ ِفرَ لَ ُه مَا تَ َقدّ َم م‬ ْ ‫مَنْ قَامَ َرمَصَانَ ِإ ْيمَانًا وَا‬ 40

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

“Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah ta’ala , niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih) “Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim, 6/282). Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim (5/140) dan Al-Majmu’ (3/526). Ketika Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan shalat tarawih maka Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul Bari, 4/295) Mana yang lebih utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah? Dalam masalah ini terdapat dua pendapat: Pendapat pertama, yang utama adalah dilaksanakan secara berjamaah. Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat Abu Hanifah dan Al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad, hal. 90) dan disebutkan pula oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/605) dan Al-Mirdawi dalam Al-Inshaf (2/181) serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan lainnya, sebagaimana yang telah disebutkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (6/282). Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama (Al-Fath, 4/297) dan pendapat ini pula yang dipegang Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, beliau berkata: “Disyariatkan shalat berjamaah pada qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih dengan berjamaah) lebih utama daripada (dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu Ramadhan, hal.19-20). Pendapat kedua, yang utama adalah dilaksanakan sendiri-sendiri. Pendapat kedua ini adalah pendapat Al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i. Hal ini sebutkan pula oleh Al-Imam An-Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 6/282). Adapun dasar masing-masing pendapat tersebut adalah sebagai berikut: Dasar pendapat pertama: 1. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:

41

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

ّ‫ ثُم‬،ُ‫ ثُمّ صَلّى مِنَ ا ْلقَابِلَ ِة َف َكثُرَ النّاس‬،ٌ‫لتِ ِه نَاس‬ َ َ‫جدِ َفصَلّى بِص‬ ِ ْ‫أَنّ رَسُوْلَ الِ صَلّى الُ عََليْهِ وَسَلّ َم ذَاتَ َليْلَ ٍة فِي ا ْل َمس‬ ‫ َقدْ رََأيْتُ اّلذِي‬:َ‫صبَحَ قَال‬ ْ ‫ فََلمّا َأ‬.َ‫خرُجْ إَِل ْيهِمْ رَسُوْلُ الِ صَلّى الُ عََليْهِ وَسَلّم‬ ْ َ‫ج َت َمعُوا مِنَ الّليْلَةِ الثّاِلثَةِ أَوِ الرّا ِبعَ ِة فَلَ ْم ي‬ ْ‫ا‬ َ‫ َوذَِلكَ ِفيْ َرمَضَان‬.ْ‫ن تُ ْفرَضَ عََل ْيكُم‬ ْ َ‫شيْتُ أ‬ ِ َ‫ وََل ْم َيمْ َن ْعنِي مِنَ الْخُرُ ْوجِ إَِل ْيكُمْ ِإلّ َأنّي خ‬،ْ‫ص َنعْتُم‬ َ “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para shahabat mengikuti shalat beliau n, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi n), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih) • Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini terkandung bolehnya shalat nafilah (sunnah) secara berjamaah akan tetapi yang utama adalah shalat sendirisendiri kecuali pada shalat-shalat sunnah yang khusus seperti shalat ‘Ied dan shalat gerhana serta shalat istisqa’, dan demikian pula shalat tarawih menurut jumhur ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 6/284 dan lihat pula Al-Majmu’, 3/499;528) • Tidak adanya pengingkaran Nabi shallallahu alaihi wasallam terhadap para shahabat yang shalat bersamanya (secara berjamaah) pada beberapa malam bulan Ramadhan. (AlFath, 4/297 dan Al-Iqtidha’, 1/592) 2. Hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ٍ‫سبَ لَ ُه ِقيَامُ َليْلَة‬ ِ ُ‫حتّى َينْصَ ِرفَ ح‬ َ ِ‫لمَام‬ ِ ‫جلَ ِإذَا صَلّى مَعَ ْا‬ ُ ّ‫إِنّ الر‬ “Sesungguhnya seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai maka terhitung baginya (makmum) qiyam satu malam penuh.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah) Hadits ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1/380). Berkenaan dengan hadits di atas, Al-Imam Ibnu Qudamah mengatakan: “Dan hadits ini adalah khusus pada qiyamu Ramadhan (tarawih).” (Al-Mughni, 2/606) Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Apabila permasalahan seputar antara shalat (tarawih) yang dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dengan shalat (yang dilaksanakan) pada akhir malam secara sendiri-sendiri maka shalat (tarawih) dengan berjamaah lebih utama karena terhitung baginya qiyamul lail yang sempurna.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 26) 3. Perbuatan ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dan para shahabat lainnya radiyallahu 'anhum 'ajma'in (Syarh Shahih Muslim, 6/282), ketika ‘Umar bin Al-

42

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat secara berjamaah kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jamaah dan dipilihlah Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu sebagai imam (lihat Shahih Al-Bukhari pada kitab Shalat Tarawih). 4. Karena shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yang tampak maka serupa dengan shalat ‘Ied. (Syarh Shahih Muslim, 6/282) 5. Karena shalat berjamaah yang dipimpin seorang imam lebih bersemangat bagi keumuman orang-orang yang shalat. (Fathul Bari, 4/297) Dalil pendapat kedua: Hadits dari shahabat Zaid bin Tsabit z, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian! Sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat yang diwajibkan.” (Muttafaqun ‘alaih) Dengan hadits inilah mereka mengambil dasar akan keutamaan shalat tarawih yang dilaksanakan di rumah dengan sendiri-sendiri dan tidak dikerjakan secara berjamaah. (Nashbur Rayah, 2/156 dan Syarh Shahih Muslim, 6/282) Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat pertama karena hujjahhujjah yang telah tersebut di atas. Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat kedua adalah: • Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka (setelah para shahabat sempat beberapa malam mengikuti shalat malam secara berjamaah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wassallam), karena kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan diwajibkannya shalat malam secara berjamaah (Fathul Bari, 3/18) dan kalau tidak karena kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para shahabat (untuk shalat tarawih secara berjamaah) (Al-Iqtidha’, 1/594). Dan sebab ini (kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan menjadi wajib) sudah tidak ada dengan wafatnya Nabi n. (Al-‘Aun, 4/248 dan Al-Iqtidha’, 1/595), karena dengan wafatnya beliau shallallahu alaihi wasallam maka tidak ada kewajiban yang baru dalam agama ini. Dengan demikian maka pemegang pendapat pertama telah menjawab terhadap dalil yang digunakan pemegang pendapat kedua. Wallahu a’lam. Waktu Shalat Tarawih Waktu shalat tarawih adalah antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam:

43

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com ِ‫جر‬ ْ َ‫لةِ ا ْلعِشَاءِ إِلَى صَلَةِ الْف‬ َ َ‫إِنّ الَ زَادَكُمْ صَلَةً وَهِيَ الْ ِوتْ ُر فَصَلّوْهَا ِف ْيمَا َبيْنَ ص‬ “Sesungguhnya Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adalah shalat witir. Maka lakukanlah shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” (HR. Ahmad, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Hadits) ini sanadnya shahih”, sebagaimana dalam Ash-Shahihah, 1/221 no.108) Jumlah Rakaat dalam Shalat Tarawih Kemudian untuk jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat berdasarkan: 1. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan Ramadhan, beliau menjawab: ً‫عشْرَةَ َر ْكعَة‬ َ ‫حدَى‬ ْ ِ‫غيْرِهِ عَلَى إ‬ َ ْ‫ل فِي‬ َ ‫ن يَ ِزيْ ُد فِيْ َر َمضَانَ َو‬ َ ‫ مَا كَا‬... “Tidaklah (Rasulullah n) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari) ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan atau bulan lainnya. “Beliaulah yang paling mengetahui tentang keadaan Nabi shallallahu alaihi wasallam di malam hari dari lainnya.” (Fathul Bari, 4/299) Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Jumlah) rakaat (shalat tarawih) adalah 11 rakaat, dan kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti Rasulullah n, maka sesungguhnya beliau shallallahu alaihi wasallam tidak melebihi 11 rakaat sampai beliau shallallahu alaihi wasallam wafat.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 22) 2. Dari Saaib bin Yazid beliau berkata: ً‫شرَةَ َر ْكعَة‬ ْ َ‫حدَى ع‬ ْ ِ‫س بِإ‬ ِ ‫ن يَقُ ْومَا لِلنّا‬ ْ َ‫ن َكعْبٍ َو َتمِ ْيمًا الدّارِيّ أ‬ َ ْ‫ي ب‬ ّ َ‫عمَ ُر بْنُ ا ْلخَطّابِ ُأب‬ ُ َ‫َأمَر‬ “’Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqani, 1/361 no. 249) Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata dalam Al-Irwa (2/192) tentang hadits ini: “(Hadits) ini isnadnya sangat shahih.” Asy-Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Dan (hadits) ini merupakan nash yang jelas dan perintah dari ‘Umar z, dan (perintah itu) sesuai dengannya radhiyallahu ‘anhu karena beliau termasuk manusia yang paling bersemangat dalam berpegang teguh dengan As Sunnah, apabila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melebihkan dari 11 rakaat maka sesungguhnya kami berkeyakinan bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu akan berpegang

44

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com teguh dengan jumlah ini (yaitu 11 rakaat).” (Asy-Syarhul Mumti’) Adapun pendapat yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu jumlahnya 23 rakaat adalah pendapat yang lemah karena dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat ini haditshadits yang lemah. Di antara hadits-hadits tersebut: 1. Dari Yazid bin Ruman beliau berkata: ً‫ن ِبثَلَثٍ وَعِشْ ِريْنَ َر ْكعَة‬ َ ‫ب فِيْ َر َمضَا‬ ِ ‫عمَ َر بْنِ ا ْلخَطّا‬ ُ ِ‫س يَ ُق ْومُوْنَ ِفيْ َزمَان‬ ُ ‫كَانَ النّا‬ “Manusia menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin AlKhaththab radhiyallahu ‘anhu 23 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqaani, 1/362 no. 250) Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata: “Yazid bin Ruman tidak menemui masa ‘Umar radiyallahu 'anhu”. (Nukilan dari kitab Nashbur Rayah, 2/154) (maka sanadnya munqothi/terputus, red). Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah men-dha’if-kan hadits ini sebagaimana dalam Al-Irwa (2/192 no. 446). 2. Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas radiyallahu 'anhu : َ‫ش ِريْنَ َر َكعَةَ وَالْ ِوتْر‬ ْ ِ‫ن يُصَلّى فِيْ َر َمضَانَ ع‬ َ ‫سلّ َم كَا‬ َ َ‫أَنّ ال ّنبِيّ صَلّى الُ عََليْهِ و‬ “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Awsath, 5/324 no. 5440 dan 1/243 no. 798, dan dalam Al-Mu’jamul Kabir, 11/311 no. 12102) Al-Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata: “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Hakam kecuali Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali dengan sanad ini saja.” (Al-Mu’jamul Ausath, 1/244) Dalam kitab Nashbur Rayah (2/153) dijelaskan: “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman adalah perawi yang lemah menurut kesepakatan, dan dia telah menyelisihi hadits yang shahih riwayat Abu Salamah, sesungguhnya beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Bagaimana shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di bulan Ramadhan? (yaitu dalil pertama dari pendapat yang pertama).” Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). (Adh-Dha’ifah, 2/35 no. 560 dan Al-Irwa, 2/191 no. 445) Sebagai penutup kami mengingatkan tentang kesalahan yang terjadi pada pelaksanaan shalat tarawih yaitu dengan membaca dzikir-dzikir atau doa-doa tertentu yang dibaca secara berjamaah pada tiap-tiap dua rakaat setelah salam. Amalan ini adalah amalan yang bid’ah (tidak diajarkan oleh nabi shallallahu 'alaihi wassallam).

45

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com

Wallahu a’lam

================================= RISALAH KE-6 ============================ Sholat Tarawih: 11 atau 23 Rakaat? Assalamualaikum. Wr. Wb Bulan Ramadhan hampir tiba, yang menjadi pertanyaan saya adalah mengenai sholat tarawih, mana yang lebih abdol 11 rakaat atau 23 rakaat karena masalahnya menjadi polemit di tempat tinggal saya ada yang melakukan 11 rakaat dan juga ada yang melakukan 23 rakaat. Yang saya dengar apakah benar Rasulloh mengerjakan sholat tarawih 11 rakaat, kalau memang Rasulloh mengerjakan sholat tarawih 11 rakaat mengapa ada oarang -oarang yang melakukan sholat tarawih 23 rakaat? Bukankah itu bid''ah menambahnambah yang tidak pernah Rasulloh lakukan? Wass. Km

jawaban Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Tidak ada satu pun hadits yang shahih dan sharih (eksplisit) yang menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasululullah SAW. Kalau pun ada yang mengatakan 11 rakaat, 13 rakaat, 20 atau 23 rakaat, semua tidak didasarkan pada hadits yang tegas. Semua angka-angka itu hanyalah tafsir semata. Tidak ada hadits yang secara tegas menyebutkan angka rakaatnya secara pasti. Hadits Rakaat Tarawih 11 atau 20: Hadits Palsu Al-Ustadz Ali Mustafa Ya''qub, MA, muhaddits besar Indonesia di bidang ilmu hadits, menerangkan bahwa tidak ada satu pun hadits yang derajatnya mencapai shahih tentang jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Kalau pun ada yang shahih derajatnya, namun dari segi istidlalnya tidak menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih. Di antarahadits palsu tentang jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah hadits berikut ini: Dari Ibn Abbas, ia berkata, “Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir”. (Hadits Palsu)

46

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu‘jam al-Kabir. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang menurut Imam al-Tirmidzi, hadits-haditsnya adalah munkar. Imam al-Nasa‘i mengatakan hadis-hadis Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu‘bah mengatakan Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh rakaat ini nilainya maudhu'' (palsu) atau minimal matruk (semi palsu). Demikian juga hadits yang menyebutkan bahwa jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW adalah 8 rakaat. Hadits itu juga palsu dan dusta. “Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir”. (Hadits Matruk) Hadis ini diriwayatkan Ja‘far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap dengan sanadnya oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I‘tidal dan Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma‘in, adalah munkar al-Hadis (Hadis-hadisnya munkar). Sedangkan menurut Imam al-Nasa‘i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta). Karenanya, hadis shalat tarawih delapan rakaat adalah hadis matruk (semi palsu) lantaran rawinya pendusta. Jadi bila disandarkan pada kedua hadits di atas, keduanya bukan dalil yang bisa dijadikan pegangan bahwa nabi SAW shalat tarawi 8 rakaat atau 20 rakaat dalam shalat tarawih. Hadits Rakaat Shalat Malam atau Rakaat Shalat Tarawih? Sedangkan hadits yang derajatnya sampai kepada keshahihan, hanyalah hadits tentang shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, di mana Aisyah meriwayatkan secara shahih bahwa shalat malam yang dilakukan oleh beliau SAW hanya 11 rakaat. Dari Ai''syah ra, "Sesungguhnya Nabi SAW tidak menambah di dalam bulan Ramadhan dan tidak pula mengurangkannya dari 11 rakaat. Beliau melakukan sholat 4 rakaat dan janganlah engkau tanya mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian beliau akan kembali sholat 4 rakaat dan jangan engkau tanyakan kembali mengenai betapa baik dan panjangnya, kemudian setelah itu beliau melakukan sholat 3 rakaat. Dan beliau berkata kepadanya (Ai''syah), "Dia melakukan sholat 4 rakaat, " tidak bertentangan dengan yang melakukan salam setiap 2 rakaat. Dan Nabi SAW bersabda, "Sholat di malam hari 2 rakaat 2 rakaat." Dan dia (Ai''syah), "Dia melakukan sholat 3 rakaat" atau ini mempunyai makna melakukan witir dengan 1 rakaat dan 2 rakaat. (HR Bukhari). Tetapi di dalam hadits shahih ini, Aisyah ra sama sekali tidak secara tegas mengatakan bahwa 11 rakaat itu adalah jumlah rakaat shalat tarawih. Yang berkesimpulan demikian adalah para ulama yang membuat tafsiran subjektif dan tentunya mendukung pendapat yang mengatakan shalat tarawih itu 11 rakaat. Mereka beranggapan bahwa shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah shalat tarawih.

47

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com Pendukung 20 Rakaat Sedangkan menurut ulama lain yang mendukung jumlah 20 rakaat, jumlah 11 rakaat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak bisa dijadikan dasar tentang jumlah rakaat shalat tarawih. Karena shalat tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW kecuali hanya 2 atau 3 kali saja. Dan itu pun dilakukan di masjid, bukan di rumah. Bagaimana mungkin Aisyah ra meriwayatkan hadits tentang shalat tarawih beliau SAW? Lagi pula, istilah shalat tarawih juga belum dikenal di masa beliau SAW. Pada masa Umar bin Khattab, karena orang berbeda-beda, sebagian ada yang shalat dan ada yang tidak shalat, maka Umar ingin agar umat Islam nampak seragam, lalu disuruhlah agar umat Islam berjamaah di masjid dengan shalat berjamah dengan imam Ubay bin Ka''b. Itulah yang kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih, artinya istirahat, karena mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan shalat 4 rakaat dengan dua salam. Bagi para ulama itu, apa yang disebutkan oleh Aisyah bukanlah jumlah rakaat shalat tarawih, melainkan shalat malam (qiyamullail) yang dilakukan di dalam rumah beliau sendiri. Apalagi dalam riwayat yang lain, hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu adalah jumlah rakaat shalat malam beliau, baik di dalam bulan Ramadhan dan juga di luar bulan Ramadhan. Maka dengan demikian, keadaan menjadi jelas mengapa di dalam tubuh umat Islam masih ada perbedaan pendapat tentang jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan menarik, para ulama besar dunia sangat bersikap toleran dalam masalah ini. Toleransi Jumlah Bilangan Rakaat Dengan tidak adanya satu pun hadits shahih yang secara tegas menetapkan jumlah rakaat tarawih Rasulullah SAW, maka para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya. Ada yang 8 rakaat, 11 rakaat, 13 rakaat, 20 rakaat, 23 rakaat, bahkan 36 rakaat. Dan semua punya dalil sendiri-sendiri yang sulit untuk dipatahkan begitu saja. Yang menarik, para ulama di masa lalu tidak pernah saling mencaci atau menjelekkan meski berbeda pendapat tentang jumah rakaat shalat tarawih. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan perbedaan riwayat mengenai jumlah rakaat yang dilakukan pada saat itu: ada yang mengatakan 13 rakaat, ada yang mengatakan 21 rakaat, ada yang mengatakan 23 rakaat. Sheikh al-Islam Ibn Taymiyah berpendapat, "Jika seseorang melakukan sholat tarawih sebagaimana mazhab Abu Hanifah, As-Syafi''i dan Ahmad yaitu 20 rakaat atau sebagaimana Mazhab Malik yaitu 36 rakaat, atau 13 rakaat, atau 11 rakaat, maka itu yang terbaik. Ini sebagaimana Imam Ahmad berkata, Karena tidak ada apa yang dinyatakan dengan jumlah, maka lebih atau kurangnya jumlah rakaat

48

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com tergantung pada berapa panjang atau pendek qiamnya."(Silahkan periksa kitab AlIkhtiyaaraat halaman 64). Demikian juga dengan Mufti Saudi Arabia di masa lalu, Al-''allaamah Sheikh Abdulah bin Baaz ketika ditanya tentang jumlah rakaat tarawih, termasuk yang mendukung shalat tarawih 11 atau 13 rakaat, namun beliau tidak menyalahkan mereka yang meyakini bahwa yang dalilnya kuat adalah yang 20 rakaat. Beliau rahimahullah berkata, "Sholat Tarawih 11 rakaat atau 13 rakaat, melakukan salam pada setiap 2 rakaat dan 1 rakaat witir adalah afdal, meniru cara Nabi SAW. Dan, siapa pula yang sholatnya 20 rakaat atau lebih maka juga tidak salah." Dan di kedua masjid besar dunia, Masjid Al-Haram Makkah dan masjid An-Nabawi Madinah, sejak dahulu para ulama dan umat Islam di sana shalat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat witir. Dan itu berlangsung sampai hari ini, meski mufti negara punya pendapat yang berbeda. Namun mereka tetap harmonis tanpa ada saling caci. Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc

TANGGAPAN Kalau boleh mengkritisi.. Ustadz Mustafa Ya qub gegabah dalam mengomentari pendalillan dari hadist Aisyah dengan menyatakan: “Tetapi di dalam hadits shahih ini, Aisyah ra sama sekali tidak secara tegas mengatakan bahwa 11 rakaat itu adalah jumlah rakaat shalat tarawih. Yang berkesimpulan demikian adalah para ulama yang membuat tafsiran subjektif ” Pendapat saya : Padahal dalam hadist tersebut sangat jelas sekali bahwa secara keumuman bahwa sholatnya Rasulullah 11 rakaat di waktu malam baik bulan Ramadhan maupun yang lain.. Ulama yang menafsirkan hadist tersebut bukanlah secara subyektif, tetapi ada penguat dari hadist lain yaitu Hadist jabir bin Abdillah Ra..Ia berkata : Rasulullah SAW Sholat dengan kami pada bulan Ramadhan 8 Rakaat dan Witir. Ketika malam berikutnya, kami berkumpul di masjid dengan harapan beliau sholat dengan kami. Maka Kami terus berada di Masjid hingga pagi, kemudian kami masuk dan bertanya.”ya Rasulullah , tadi malam kami berkumpul di Masjid, berharap anda sholat bersama,” Maka beliau bersabda,” Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian,” (HR Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah di hasankan Syaikh Albani (Sholat At Tarawih,18;Fath Al Aziz. 4/265).. Jadi Kalaupun Ustadz Mustafa Yakub yang menyebutkan bahwa Hadits yang diriwayatkan Ja‘far bin Humaid Ra“Rasulullah SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir”. itu palsu dan dusta…bukan berarti tidak

49

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com ada dalil hadist yang lain , silahkan lihat hadist hasan yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah Ra yang saya tuliskan di atas…. Sholat Tarawih 11 Rakaat ini juga diperkuat oleh Riwayat Shahih Umar Ra memerintahkan Ubay Ra dan Tamim Al Dari Ra untuk Sholat 11 rakaat…. (Diriwayatkan Imam Malik di sangat diShahihkan Imam Suyuthi dan Imam Subkhi juga Imam Albani menilai Shohih sekali) Sehingga sangatlah keliru bila Ustadz Mustafa Ya’qub menyatakan bahwa sholat tarawih 8 rakaat tidak ada dalil yang menjadi pegangan ….

======================= RISALAH KE-7 =====================

HADITS DLA’IF DI BULAN SUCI http://subhan-nurdin.blogspot.com Iftitah Ramadhan kini datang lagi. Sebagai bulan penuh berkah sepatutnya kita sambut dengan penuh kesungguhan dan ibadah yang benar. Kesucian bulan Ramadhan jangan sampai dikotori oleh ibadah dan keyakinan yang sesat dan menyesatkan. Kaum muslimin seharusnya beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sehubungan dengan kewajiban beribadah yang benar di bulan suci ini, ada baiknya kita mengkaji ulang dalil-dalil khususnya dalil hadishadis yang dijadikan sandaran hukum beramal. Karena Rasulullah SAW mengingatkan kita agar jangan tertipu oleh para perusak sunnah yang berdusta atas nama Beliau dengan membuat hadis palsu. * ِ‫ي مُ َت َعمّدًا فَ ْل َي َتبَوّ ْأ َم ْقعَ َدهُ مِنَ النّار‬ ّ َ‫عل‬ َ َ‫ن كَ َذب‬ ْ َ‫ قَالَ رَسُولُ الِّ صَلّى الُّ عََليْ ِه وَسَلّ َم م‬: َ‫عنْهُ قَال‬ َ ُّ‫حَدِيثُ َأبِي هُ َريْ َرةَ َرضِيَ ال‬ Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Barangsiapa yang sengaja mendustakan aku, maka bersedialah untuk menerima azab api Neraka *(Hadits Mutawatir) I. HADITS-HADITS DLA’IF & MAUDLU’ (PALSU) 1. KHUTBAH DI AKHIR SYA’BAN 191 :‫ ص‬3 :‫صحيح ابن خزيمة ج‬ ‫ ثنا علي بن حجر السعدي ثنا يوسف بن زياد ثنا همام بن يحيى عن علي بن زيد‬1887 ‫ باب فضائل شهر رمضان إن صح الخبر‬8 ‫بن جدعان عن سعيد بن المسيب عن سلمان قال خطبنا رسول ال صلى ال عليه وسلم في آخر يوم من شعبان فقال ثم أيها الناس قد أظلكم‬ ‫شهر عظيم شهر مبارك شهر فيه ليلة خير من ألف شهر جعل ال صيامه فريضة وقيام ليله تطوعا من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن‬ ‫أدى فريضة فيما سواه ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة وشهر المواساة‬ ‫وشهر يزداد فيه رزق المؤمن من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه وعتق رقبته من النار وكان له مثل أجره ان ينتقص من أجره شيء قالوا‬ ‫ليمس كلنما نجمد مما يفطمر الصمائم فقال يعطمي ال هذا الثواب ممن فطمر صمائما على تمرة أو شربمة ماء أو مذقمة لبمن وهمو شهمر أوله رحممة‬ ‫واوسمطه مغفرة وآخره عتمق ممن النار ممن خفمف عمن مملوكمه غفمر ال له واعتقمه ممن النار واسمتكثروا فيمه ممن أربمع خصمال خصملتين ترضون‬ ‫بهما ربكم وخصلتين ل غنمى بكم عنهمما فأما الخصملتان اللتان ترضون بهما ربكمم فشهادة أن ل إله إل ال وتسمتغفرونه وأمما اللتان لغنى بكم‬ ‫عنها فتسألون ال الجنة وتعوذون به من النار ومن أشبع فيه صائما سقاه ال من حوضي شربة ل يظمأ حتى يدخل الجنة‬ Penjelasan : “Hadits” ini terdapat dalam kitab ‘Al-Dhu’afa, Ibnu ‘Adiy; Ad-Dailamy; Tarikh Baghdad, Al-Khatib, Ibnu Asakir dan Shahih Ibnu Khuzaimah. Kecacatan hadits :

50

‫‪RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com‬‬ ‫‪1. Ada rawi Ali Bin Zeid bin Jud’an, menurut Yahya Bin Ma’in LAISA BI HUJJAH‬‬ ‫‪(tidak dapat dijadikan hujjah) dan menurut Abu Zur’ah LAISA BI QOWY (tidak‬‬ ‫)‪kuat‬‬ ‫)‪2. Sallam Bin Sawwar menurut Ibnu ‘Ady MUNKARUL HADITS (haditsnya ditolak‬‬ ‫)‪3. Maslamah Bin al-Shalt menurut Al-Albany ia MATRUK (tertuduh dusta‬‬ ‫)‪(Hadis-hadis Palsu Seputar Ramadhan, Prof.KH. Ali Mustafa Yaqub, MA (AMY‬‬ ‫مسند الحارث)زوائدالهيثمي( ج‪ 1 :‬ص‪412 :‬‬ ‫‪ 321‬حدثنما عبمد ال بمن بكمر حدثنمي بعمض أصمحابنا رجمل يقال له إياس رفمع الحديمث الى سمعيد بمن المسميب عمن قال ثمم خطبنما رسمول ال‬ ‫صلى ال عليه وسلم آخر يوم من شعبان فقال يا أيها الناس انه قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك فيه ليلة خير من ألف شهر فرض ال صيامه‬ ‫وجعل قيام ليله تطوعا فمن تطوع فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فما سواه ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة‬ ‫وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة وهو شهر المواساة وهو شهر يزاد رزق المؤمن فيه من فطر صائما كان له عتق رقبة ومغفرة لذنوبه‬ ‫قيمل يما رسمول ال ليمس كلنما يجمد مما يفطمر الصمائم قال يعطمي ال هذا الثواب ممن فطمر صمائما على مذقمة لبمن أو تمرة أو شربمة ماء وممن اشبمع‬ ‫صائما كان له مغفرة لذنوبه وسقاه ال من حوضي شربة ل يظمأ حتى يدخل الجنة وكان له مثل أجره أن ينقص من أجره شيئا وهو شهر أوله‬ ‫رحممة وأوسمطه مغفرة وآخره عتمق ممن النار وممن خفمف عمن مملوكمه فيمه أعتقمه ال ممن النار قلت ويأتمي حديمث فمي فضمل الصموم فمي صموم‬ ‫التطوع‬ ‫الترغيب والترهيب ج‪ 2 :‬ص‪57 :‬‬ ‫‪ 1483‬وعن سلمان رضي ال عنه قال خطبنا رسول ال صلى ال عليه وسلم في آخر يوم من شعبان قال يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم‬ ‫مبارك شهر فيه ليلة خير من ألف شهر شهر جعل ال صيامه فريضة وقيام ليله تطوعا من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة‬ ‫فيما سواه ومن أدى فريضة فيه كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة وشهر المواساة وشهر يزاد في‬ ‫قالوا يا رسول‬ ‫رزق المؤمن فيه من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه وعتق رقبته من النار وكان له مثل أجره أن ينقص من أجره شيء‬ ‫ال ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم فقال رسول ال صلى ال عليه وسلم يعطي ال هذا الثواب من فطر صائما على تمرة أو على شربة ماء أو‬ ‫مذقة لبن وهو شهر أوله رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار من خفف عن مملوكه فيه غفر ال له وأعتقه من النار واستكثروا فيه من‬ ‫فأما الخصلتان اللتان ترضون بهما ربكم فشهادة أن ل إله إل ال‬ ‫أربع خصال خصلتين ترضون بهما ربكم وخصلتين ل غناء بكم عنهما‬ ‫فتسمألون ال الجنمة وتعوذون بمه ممن النار وممن سمقى صمائما سمقاه ال ممن حوضمي‬ ‫وتسمتغفرونه وأمما الخصملتان اللتان ل غناء بكمم عنهمما‬ ‫رواه ابن خزيمة في صحيحه ثم قال صح الخبر ورواه من طريق البيهقي ورواه أبو الشيخ ابن حبان في‬ ‫شربة ل يظمأ حتى يدخل الجنة‬ ‫الثواب باختصار عنهما‬ ‫لسان الميزان ج‪ 6 :‬ص‪33 :‬‬ ‫‪ 135‬مسلمة بن الصلت عن النضر بن معبد قال أبو حاتم متروك الحديث انتهى وأورد بن عدي في ترجمة سلم بن سليمان من طريقه عن‬ ‫مسملمة بمن الصملت عمن الزهري عمن أبمي سملمة عمن أبمي هريرة رضمي ال عنمه رفعمه قال شهمر رمضان أوله رحممة وأوسمطه مغفرة وأخره‬ ‫عتق من النار قال مسلمة ليس بالمعروف وقال الزدي ضعيف الحديث ليس بحجة وذكره بن حبان في الثقات فقال روى عنه أحمد بن حنبل‬ ‫ورأيت له حديثا بنو رواه أبو الحسن علي بن نجيح العلف حدثنا أحمد بن القاسم الرشيدي حدثنا محمد بن صالح ثنا مسلمة بن الصلت السناني‬ ‫حدثني أبو عمر مطرف صاحب ديوان أمير المؤمنين أبي جعفر قال حدثني المهدي عن أبيه عن بن عباس رضي ال عنهما قال آخر أربعاء‬ ‫الشهر يوم نحس مستمر‬ ‫إعانة الطالبين ج‪ 2 :‬ص‪255 :‬‬ ‫روي عن رضي ال عنه قال خطبنا رسول ال صلى ال عليه وسلم في آخر يوم من شعبان فقال أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك‬ ‫فيه ليلة القدر خير من ألف شهر جعل ال تعالى صيامه فريضة وقيام ليله تطوعا من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما‬ ‫وهو شهر المواساة وهو شهر يزاد‬ ‫سواه ومن أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه وهو شهر الصبر والصبر ثوابه الجنة‬ ‫فيه رزق المؤمن من فطر فيه صائما كان له عتق رقبة ومغفرة لذنوبه قلنا يا رسول ال ليس كلنا يجد ما يفطر به الصائم قال يعطي‬ ‫ومن أشبع صائما كان له مغفرة لذنوبه وسقاه ربه من حوضي شربة‬ ‫ال هذا الثواب من يفطر صائما على مذقة لبن أو شربة ماء أو تمرة‬ ‫وممن‬ ‫وهمو شهمر أوله رحممة وأوسمطه مغفرة وآخره عتمق ممن النار‬ ‫ل يظممأ بعدهما أبدا وكان له مثمل أجره أن ينقمص ممن أجره شيمء‬ ‫خفف عن مملوكه فيه أعتقه ال من النار فاسمتكثروا فيه ممن أربمع خصال خصملتين ترضون بهمما ربكم وخصلتين ل غنمى لكم عنهمما أمما‬ ‫الخصملتان اللتان ترضون بهمما ربكمم فشهادة أن ل إله إل ال وتسمتغفرونه وأمما الخصملتان اللتان ل غنمى لكمم عنهمما تسمألون ربكمم الجنمة‬ ‫تتعوذون به من النار‬ ‫‪2. SHALAT TARAWIH 20 RAKA’AT‬‬ ‫الحاديث المختارة ج‪ 3 :‬ص‪367 :‬‬ ‫‪ 1161‬أخبرنما أبمو عبدال محمود بمن أحممد بمن عبدالرحممن الثقفمي بأصمبهان أن سمعيد بمن أبمي الرجاء الصميرفي أخمبرهم قراءة عليمه أنما‬ ‫عبدالواحمد بمن أحممد البقال أنما عمبيدال بمن يعقوب بمن إسمحاق أنما جدي إسمحاق بمن إبراهيمم بمن محممد بمن جميمل أنما أحممد بمن منيمع أنما الحسمن بمن‬ ‫موسى نا أبو جعفر الرازي عن الربيع بن أنس عن أبي العالية عن أبي بن كعب أن عمر أمر أبيا أن يصلي بالناس في رمضان فقال إن الناس‬ ‫يصومون النهار ول يحسنون أن يقرؤا ‪ 1‬فلو قرأت القرآن عليهم بالليل فقال يا أمير المؤمنين هذا شيء ‪ 2‬لم يكن فقال قد علمت ولكنه أحسن‬ ‫فصلى بهم عشرين ركعة إسناده حسن‬

‫‪51‬‬

‫‪RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com‬‬

‫سنن الترمذي ج‪ 3 :‬ص‪169 :‬‬ ‫‪ 81‬باب مما جاء فمي قيام شهمر رمضان ‪ 806‬حدثنما هناد حدثنما محممد بمن الفضيمل عمن داود بمن أبمي هنمد عمن الوليمد بمن عبمد الرحممن‬ ‫الجرشي عن جبير بن نفير عن أبي ذر قال ثم صمنا مع رسول ال صلى ال عليه وسلم فلم يصل بنا حتى بقي سبع من الشهر فقام بنا حتى‬ ‫ذهب ثلث الليل ثم لم يقم بنا في السادسة وقام بنا في الخامسة حتى ذهب شطر الليل فقلنا له يا رسول ال لو نفلتنا بقية ليلتنا هذه فقال إنه من قام‬ ‫مع المام حتى ينصرف كتب له قيام ليلة ثم لم يصل بنا حتى بقي ثلث من الشهر وصلى بنا في الثالثة ودعا أهله ونساءه فقام بنا حتى تخوفنا‬ ‫الفلح قلت له ومما الفلح قال السمحور قال أبمو عيسمى هذا حديمث حسمن صمحيح واختلف أهمل العلم فمي قيام رمضان فرأى بعضهمم أن يصملي‬ ‫إحدى وأربعين ركعة مع الوتر وهو قول أهل المدينة والعمل على هذا عندهم بالمدينة وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما‬ ‫من أصحاب النبي صلى ال عليه وسلم عشرين ركعة وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي وقال الشافعي وهكذا أدركت ببلدنا بمكة‬ ‫يصلون عشرين ركعة وقال أحمد روي في هذا ألوان ولم يقض فيه بشيء وقال إسحاق بل نختار إحدى وأربعين ركعة على ما روي عن‬ ‫أبمي بمن كعمب واختار بمن المبارك وأحممد وإسمحاق الصملة ممع المام فمي شهمر رمضان واختار الشافعمي أن يصملي الرجمل وحده إذا كان قارئا‬ ‫وفي الباب عن عائشة والنعمان بن بشير وابن عباس‬ ‫مجمع الزوائد ج‪ 3 :‬ص‪172 :‬‬ ‫وعن ابن عباس قال كان النبي صلى ال عليه وسلم يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر رواه الطبراني في الكبير والوسط وفيه أبو‬ ‫شيبمة إبراهيمم وهمو ضعيمف وعمن زيمد بمن وهمب قال كان عبمد ال بمن مسمعود يصملي بنما فمي شهمر رمضان فننصمرف بليمل رواه الطمبراني فمي‬ ‫الكمبير ورجاله رجال الصمحيح وعمن جابر قال صملى بنما رسمول ال صملى ال عليمه وسملم فمي شهمر رمضان ثمان ركعات وأوتمر فلمما كانمت‬ ‫القابلة اجتمعنا في المسجد ورجونا أن يخرج إلينا فلم يزل فيه حتى أصبحنا ثم دخلنا فقلنا يا رسول ال اجتمعنا في المسجد ورجونا أن تصلي‬ ‫بنا قال إني خشيت أو كرهت أن يكتب عليكم رواه أبو يعلى والطبراني في الصغير وفيه عيسى بن جارية وثقه ابن حبان وغيره وضعفه ابن‬ ‫معين‬ ‫سنن البيهقي الكبرى ج‪ 2 :‬ص‪496 :‬‬ ‫‪ 4395‬وأنبأ أبو زكريا بن أبي إسحاق أنبأ أبو عبد ال محمد بن يعقوب ثنا محمد بن عبد الوهاب أنبأ جعفر بن عون أنبأ أبو الخصيب قال‬ ‫ثم كان يؤمنا سويد بن غفله في رمضان فيصلي خمس ترويحات عشرين ركعة وروينا عن شتير بن شكل وكان من أصحاب علي رضي‬ ‫ال عنه أنه كان يؤمهم في شهر رمضان بعشرين ركعة ويوتر بثلث‬ ‫سنن البيهقي الكبرى ج‪ 2 :‬ص‪497 :‬‬ ‫‪ 4397‬وأما التراويح ففيما أنبأ أبو عبد ال بن فنجويه الدينوري ثنا أحمد بن محمد بن إسحاق بن عيسى السني أنبأ أحمد بن عبد ال البزاز‬ ‫ثنما سمعدان بمن يزيمد ثنما الحكمم بمن مروان السملمي أنبمأ أبمو الحسمن بمن علي بمن صمالح عمن أبمي سمعد البقال عمن أبمي الحسمناء ثمم أن علي بمن أبمي‬ ‫طالب أمر رجل أن يصلي بالناس خمس ترويحات عشرين ركعة وفي هذا السناد ضعف وال أعلم‬ ‫مصنف ابن أبي شيبة ج‪ 2 :‬ص‪163 :‬‬ ‫‪ 7680‬حدثنا أبو بكر قال ثنا وكيع عن سفيان عن أبي إسحاق عن عبد ال بن قيس عن شتير‬ ‫‪ 676‬كم يصلي في رمضان من ركعة‬ ‫بن شكمل أنه كان يصلي في رمضان عشريمن ركعة والوتمر ‪ 7681‬حدثنما وكيع عن حسن بن صالح عن عمرو بمن قيس عن ابن أبمي‬ ‫‪ 7682‬حدثنا وكيع عن مالك بن أنس عن يحيى بن سعيد أن عمر بن‬ ‫الحسناء أن عليا أمر رجل يصلي بهم في رمضان عشرين ركعة‬ ‫‪ 7683‬حدثنما وكيمع عمن نافمع بمن عممر قال كان ابمن أبمي مليكمة يصملي بنما فمي رمضان‬ ‫الخطاب أممر رجل يصملي بهمم عشريمن ركعمة‬ ‫عشرين ركعة ويقرأ بسورة الملئكة ‪ 1‬في ركعة ‪ 7684‬حدثنا حميد بن عبد الرحمن عن حسن عن عبد العزيز بن رفيع قال كان أبي‬ ‫بمن كعمب يصملي بالناس فمي رمضان بالمدينمة عشريمن ركعمة ويوتمر بثلث ‪ 7685‬حدثنما أبمو معاويمة عمن حجاج عمن إبمي إسمحاق عمن‬ ‫الحارث أنمه كان يؤم الناس فمي رمضان بالليمل بعشريمن ركعمة ويوتمر بثلث ويقنمت قبمل الركوع ‪ 7686‬حدثنما غندر عمن شعبمة عمن خلف‬ ‫عن ربيع وأثنى عليه خيرا عن أبي البختري أنه كان يصلي خمس ترويحات في رمضان ويوتر بثلث ‪ 7687‬حدثنا حفص عن الحسن‬ ‫بن عبيد ال قال كان عبد الرحمن بن السود يصلي بنا في رمضان أربعين ركعة ويوتر بسبع ‪ 7688‬حدثنا ابن نمير عن عبد الملك عن‬ ‫عطاء قال أدركت الناس وهم يصلون ثلثة وعشرين ركعة‬ ‫‪ 7691‬حدثنا محمد بن فضيل عن وقاء قال كان سعيد بن جبير يؤمنا في رمضان فيصلي بنا عشرين ليلة ست ترويحات فإذا كان العشر‬ ‫الخر اعتكف في المسجد وصلى بنا سبع ترويحات ‪ 7692‬حدثنا يزيد بن هارون قال انا إبراهيم بن عثمان عن الحكم عن مقسم عن ابن‬ ‫عباس إن رسول ال صلى ال عليه وسلم كان يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر‬ ‫المعجم الوسط ج‪ 1 :‬ص‪243 :‬‬ ‫‪ 798‬حدثنا أحمد بن يحيى الحلواني قال حدثنا علي بن الجعد قال حدثنا أبو شيبة إبراهيم بن عثمان عن الحكم بن عتيبة عن مقسم عن بن‬ ‫عباس ثم أن النبي كان يصلي في رمضان عشرين ركعة سوى الوتر‬ ‫المعجم الوسط ج‪ 5 :‬ص‪324 :‬‬ ‫‪ 5440‬حدثنا محمد بن جعفر الرازي قال حدثنا علي بن الجعد قال حدثنا ابو شيبة ابراهيم بن عثمان عن الحكم عن مقسم عن ابن عباس‬ ‫قال كان النبي صلى ال عليه وسلم يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر‬ ‫مسند عبد بن حميد ج‪ 1 :‬ص‪218 :‬‬

‫‪52‬‬

‫‪RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com‬‬ ‫‪ 653‬حدثنمي أبمو نعيمم قال حدثنمي أبمو شيبمة عمن الحكمم عمن مقسمم عمن بمن عباس قال ثمم كان رسمول ال صملى ال عليمه وسملم يصملي فمي‬ ‫رمضان عشرين ركعة ويوتر بثلث‬ ‫المعجم الكبير ج‪ 11 :‬ص‪393 :‬‬ ‫‪ 12102‬حدثنا محممد بن جعفر الرازي ثنما علي بمن الجعمد ثنما أبمو شيبمة إبراهيم بمن عثمان عن الحكم عن مقسمم عن بن عباس قال ثم كان‬ ‫النبي صلى ال عليه وسلم يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر‬ ‫فتح الباري ج‪ 4 :‬ص‪254 :‬‬ ‫وأمما مما رواه بمن أبمي شيبمة ممن حديمث بمن عباس كان رسمول ال صملى ال عليمه وسملم يصملي فمي رمضان عشريمن ركعمة والوتمر فإسمناده‬ ‫ضعيف وقد عارضه حديث عائشة هذا الذي في الصحيحين مع كونها أعلم بحال النبي صلى ال عليه وسلم ليل من غيرها وال أعلم‬ ‫التمهيد لبن عبد البر ج‪ 8 :‬ص‪115 :‬‬ ‫وقمد روى مالك عمن يزيمد بمن رومان قال كان الناس يقومون فمي زممن عممر بمن الخطاب فمي رمضان ‪ 3‬بثلث وعشريمن ركعمة وقمد روى عمن‬ ‫النبي صلى ال عليه وسلم أنه كان يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر إل أنه حديث يدور على أبي شيبة إبراهيم بن عثمان جد بني‬ ‫أبي شيبة وليس بالقوي حدثنا سعيد بن نصر حدثنا قاسم بن أصبغ حدثنا محمد بن وضاح حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا يزيد بن هارون‬ ‫قال أخبرنما إبراهيمم بمن عثمان عمن الحكمم عمن مقسمم ‪ 2‬عمن ابمن عباس أن رسمول ال صملى ال عليمه وسملم كان يصملي فمي رمضان عشريمن‬ ‫ركعة والوتر ‪ 4‬وعن علي رضي ال عنه أنه أمر رجل يصلي بهم في رمضان عشرين ركعة وهذا أيضا سوى الوتر‬ ‫شرح الزرقاني ج‪ 1 :‬ص‪334 :‬‬ ‫وروى ابمن حبان عمن‬ ‫وأمما عدد مما صملى ففمي حديمث ضعيمف عمن ابمن عباس أنمه صملى عشريمن ركعمة والوتمر أخرجمه ابمن أبمي شيبمة‬ ‫جابر أنمه صملى بهمم ثمان ركعات ثمم أوتمر وهذا أصمح وقال الحافمظ لم أر فمي شيمء ممن الشارة أي حديمث عائشمة بيان عدد صملته فمي تلك‬ ‫الليالي‬ ‫شرح الزرقاني ج‪ 1 :‬ص‪351 :‬‬ ‫وما رواه ابن أبي شيبة عن ابن عباس كان يصلي في رمضان عشرين ركعة والوتر فإسناده ضعيف وقد عارضه هذا الحديث الصحيح مع‬ ‫قال الحافمظ وظهمر لي أن الحكممة فمي عدم الزيادة على إحدى عشرة ركعمة أن التهجمد والوتمر‬ ‫كون عائشمة أعلم بحال النمبي ليل ممن غيرهما‬ ‫الليل وفرائض النهار الظهر وهي أربع والعصمر وهي أربع والمغرب وهمي ثلث وتر النهار فناسب أن تكون صلة الليمل كصلة النهار في‬ ‫العدد جملة وتفصيل وأما مناسبة ثلثة عشر فبضم صلة الصبح لكونها نهارية إلى ما بعدها انتهى‬ ‫‪Penjelasan‬‬ ‫‪- Seluruh Ulama sepakat bahwa hadits tentang tarawih 20 atau 23 raka’at dla’if.‬‬ ‫‪- Hadits yang shahih menjelaskan witir malam Nabi SAW tidak lebih dari 11‬‬ ‫‪raka’at, baik pada bulan Ramadhan atau malam lainnya.‬‬ ‫‪- Memahami hadits Aisyah tentang shalat witir 11 raka’at tidak termasuk‬‬ ‫‪(bukan) shalat tarawih, menyalahi teks hadits tersebut yang menyatakan‬‬ ‫‪dengan jelas “bulan Ramadhan”.‬‬ ‫‪- Hadits shahih “MAN QOMA ROMADLONA...” yang dipahami oleh AMY dengan‬‬ ‫)‪“tidak ada batasan jumlah raka’at tarawih” karena bersifat mutlaq (umum‬‬ ‫‪dan konteksnya shalat tarawih, sebenarnya dengan adanya hadits Aisyah‬‬ ‫‪yang juga shahih menjadi qayyid (pembatas) dalam jumlah raka’at shalat‬‬ ‫‪malam Ramadhan. Kaidah ushul menyatakan YUHMALUL MUTHLAQ ‘ALAL‬‬ ‫‪MUQOYYAD IDZATTAFAQO FIS SABABI WAL HUKMI. (Yang mutlaq ditarik kepada‬‬ ‫‪yang muqoyyad jika sama sabab & hukumnya). AMY juga seharusnya melihat‬‬ ‫‪teks hadits “MAN QOMA...” yang tidak menyebutkan SHALAT WITIR apalagi‬‬ ‫‪TARAWIH yang tidak akan ditemukan dalam teks hadits manapun.‬‬

‫===========================‬ ‫‪RISALAH‬‬ ‫‪KE-8‬‬ ‫=============================‬ ‫‪A. Tahajud setelah Tarawih‬‬ ‫? ‪Bagaimana melakukan shalat tahajud setelah shalat tarawih‬‬ ‫‪Untuk menjawab masalah ini, terlebih dahulu kita mesti mengkaji peristilahan seputar‬‬ ‫‪qiyamullail, shalatullail, tahajjud, witir, qiyamur ramadhan dan tarawih.‬‬

‫‪53‬‬

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com 1. Qiyamullail, berasal dari kata “Qiyam” dan “Al-Lail”, Qiyam artinya berdiri (dari Qaama, Yaquumu artinya mendirikan). Dalam al-Qur’an kata “Qiyam” identik dengan shalat, karena shalat dikerjakan dengan berdiri atau mesti ditegakkan/dilaksanakan (QS. Al-Furqan:63-64). Al-Lail ialah malam yaitu dari sejak terbenam matahari sampai terbit fajar. Qiyamullail adalah ibadah muaqqatah atau ibadah yang ditentukan waktu pelaksanaannya yaitu antara shalat isya dan shalat fajar (shubuh). Berdasarkan al-Qur’an, qiyamullail dilaksanakan “MINALLAIL” yaitu sebagian malam, karena malam itu terbagi kepada dua bagian, yaitu ‘Isyaul awwal yaitu waktu maghrib, dan isya-ul akhir yang biasa disebut isya’ saja, yaitu ketika mulai gelap sampai terbit fajar. Untuk Isyaul Akhir ini dibagi menjadi tiga, yaitu awwalullail (malam bagian pertama) atau disebut juga “Al-‘Atammah yaitu sepertiga awal dari malam sekitar pukul 22.00 sampai 23.00, nisfullail (tengah malam) sekitar pukul 23.00-00.00 dan akhir malam sekitar pukul 02.00-04.00. Rasulullah SAW pernah melaksanakan qiyamullail pada awal malam, tengah malam dan akhir malam. (HR. Ath-Thabrany dari Ibnu Mas’ud ra. Lihat juga QS. Al-Muzammil: 1-4) 2. Shalatullail, berdasarkan keterangan di atas qiyamullail sama dengan shalatullail. 3. ShalatutTahajjud, At-Tahajjud berasal dari Tahajjada yatahajjadu artinya bangun tidur. Maka qiyamullail yang dilakukan setelah tidur disbut shalat tahajjud. 4. Shalat Witir, Al-Witru artinya pengganjil, shalat yang jumlah raka’atnya ganjil disebut shalat witir. Qiyamullail dilakukan dengan jumlah raka’at yang ganjil, maka disebut juga dengan shalat witir dan Rasulullah SAW selalu mengganjilkan shalat lailnya, baik sebelum tidur maupun sesudah tidur, maka shalat tahajjud sama dengan shalat witir. 5. Qiyam Fi Ramadhan, atau qiyamur ramadhan ialah shalatullail pada bulan Ramadhan. Jika qiyamur ramadhan dilakukan setelah tidur maka disebut shalat tahajjud dan jumlah shalatullail pada bulan Ramadhan adalah witir, maka disebut juga shalat witir. 6. Shalat Tarawih, At-Tarawih berasal dari tarawwaha-yatarawwahu, artinya rileks/beristirahat. Istilah Shalat Tarawih digunakan oleh Imam Al-Bukhari ketika membuat bab Shalatut Tarawih dan menjelaskan hadits tentang teknis pelaksanaan shalatullail Rasulullah SAW yang diselingi dengan istirahat antara lain tidur atau bersenang-senang dan beristirahat. Maka shalat Tarawih sama dengan qiyamullail, tahajjud dan witir, atau qiyamurramadhan jika dilakukan pada bulan Ramadhan. Sehubungan dengan qiyamullail (dan atau shalatullail, tahajud, tarawih, witir, qiyamurramadhan) Aisyah ra. Menyatakan : “Rasulullah SAW tidak pernah lebih (jumlah raka’atnya) pada bulan Ramadhan atau pada bulan lainnya dari sebelas raka’at.” (HR. Al-Bukhari & Muslim) Hadits ini menunjukkan batasan jumlah maksimal qiyamullail Rasulullah SAW yaitu 11 raka’at. Ada pendapat yang membolehkan qiyamullail lebih dari 11 raka’at dengan alas an : 1. Hadits di atas adalah ucapan Aisyah yang bersifat khabary (informasi) bukan amar (perintah) langsung dari Rasulullah SAW, maka kita diberi keleluasaan dalam jumlah raka’atnya sebagaimana perintah Allah SAW dalam al-Qur’an yang tidak dibatasi jumlahnya.

54

RISALAH TARAWIH – http://subhan-nurdin.blogspot.com 2. Hadits menyebutkan “Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan witir.” Hal ini menunjukkan bahwa selama kita belum witir maka boleh menambah jumlah shalat malam berapapun jumlahnya. 3. Terdapat riwayat yang menyatakan Rasulullah SAW pernah shalat malam 13 raka’at bahkan 20 raka’at dan 23 raka’at. Maka, ucapan Aisyah itu tidak menunjukkan ketentuan jumlah, tetapi menjadi mukhayyar (boleh memilih). 4. Ada hadits yang menyebutkan : “Shalat lail itu dua raka’at, dua raka’at. Apabila engkau tahu bahwa waktu shubuh akan tiba, hendaklah engkau kerjakan shalat witir satu raka’at.” (HR. Muslim dari Ibnu Umar ra) 5. Janganlah kita membatasi sesuatu yang mutlaq sehingga menghalangi orang untuk melakukan kebaikan. Buktinya, Rasulullah SAW sendiri memberi kebebasan kepada Abu Bakar dan Umar untuk melakukan qiyamullail baik sebelum tidur maupun sesudahnya yang penting berjumlah ganjil pada satu malam. Apakah kita berani menyebutkan Abu Bakar tidak bangun malam untuk shalat tahajjud karena telah witir sebelum tidur ?!

55

Related Documents


More Documents from "Endo"