Referat Retinoblastoma
Pembimbing: dr. M. Soewandi, Sp. M
Disusun oleh:
Martha Leonora HaryatmoTandri (11.2016.116)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
1 BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Retinoblastoma (RB) merupakan suatu bentuk keganasan intra okuler primer yang sering ditemukan pada bayi dan anak-anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan, melainkan juga kematian. Angka kejadiannya sekitar 1 : 15.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran hidup dan merupakan 4% dari seluruh keganasan pada anak-anak. Umumnya retinoblastoma didiagnosa di bawah usia 5 tahun.1-3 Perkembangan metode diagnostik dan tatalaksana RB berkembang dengan pesat. Di negara maju, RB telah banyak terdiagnosis pada stadium awal, sehingga meningkatkan survival rate dan prognosis penglihatan. Survival rate di negara maju mencapai 90%, sedangkan di negara berkembang sekitar 50%. 2,4 Metode skrining RB belum berkembang, sehingga penegakkan diagnosis dengan teliti, terutama diagnosis pada stadium dini sangat penting. Diagnosis dini RB sangat menentukan metode terapi dan prognosis pasien. Oleh karena itu diperlukan perhatian dari orang tua, dan ketelitian dokter agar pasien dengan suspek RB dapat dirujuk segera untuk dilakukan manajemen yang tepat.5
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata dan Retina 1. Anatomi Bola Mata Bola mata manusia berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior maksimal 24 mm.6,7
Gambar 2.1 Struktur bola mata manusia6 Bagian-bagian bola mata adalah sebagai berikut : a. Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa transparan dan tipis yang menutupi permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebral) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbi). Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin ini berfungsi untuk membasahi bola mata terutama kornea.6,7
3
b. Sklera Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang memberikan bentuk pada mata. Bagian terdepan sklera adalah kornea yang transparan. Kornea memudahkan sinar masuk ke bola mata.6,7 c. Uvea Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris terdapat pupil yang berfungsi mengatur jumlah sinar yang masuk pada mata. Badan siliar terletak di belakang iris dan menghasilkan akuos humor, yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak di pangkal iris di batas kornea dan sklera. 6,7 d. Retina Retina merupakan membran neurosensoris yang akan mengubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik untuk kemudian diteruskan ke otak. Retina merupakan lapisan paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak sepuluh lapis. 6,7 2.
Histologi Retina Retina adalah lapisan yang tipis, semi transparan, dan terdiri atas berlapilapis jaringan saraf. Retina melapisi sekitar 2/3 bagian bola mata, yaitu hampir sama luasnya dengan korpus siliaris, dan berakhir pada ora serrata. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel pigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrana bruch, khoroid dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk ruang subretina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat.6 Retina mempunyai sepuluh lapisan, dari dalam ke luar, susunannya adalah sebagai berikut : (1) Membrana limitasi interna, (2) Lapisan serat saraf, (3) Lapisan sel ganglion, (4) Lapisan plexiform dalam, (5) Lapisan nucleus
dalam, (6) Lapisan plexiform luar, (7) Lapisan nucleus luar, (8) Membrana limitasi eksterna, (9) Lapisan fotoreseptor (sel batang dan kerucut) dan (10) Epitel pigmen retina (Gambar 2.2). 6
4
Gambar 2.2 Lapisan retina6 2.2 Definisi Retinoblastoma Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang berkembang dari sel-sel retinoblast. RB terjadi baik familial (40%) atau sporadik (60%). Tumor ini merupakan keganasan intraokuler pada anak yang paling sering terjadi. RB dapat terjadi pada satu mata (unilateral), dua mata (bilateral), atau dua mata disertai perkembangan tumor sel retinosit primitif di glandula pineal (trilateral). Kasus familial biasanya multipel atau bilateral, walaupun dapat juga unifokal atau unilateral. Kasus sporadik biasanya unilateral atau unifokal.1-3 2.3 Epidemiologi Retinoblastoma terjadi pada 1 : 15.000 sampai 1 : 20.000 kelahiran hidup. Tidak ada keterkaitan jenis kelamin atau ras terhadap kejadian RB. Sekitar sepertiga sampai seperempatnya mampunyai riwayat penyakit keluarga dengan RB. Survival rate di USA dan Inggris mencapai 90%. RB unilateral adalah yang tersering ditemukan, dan yang paling jarang adalah RB trilateral. 1-3
5
Sebanyak 80% pasien dengan RB terdiagnosis sebelum usia 3 tahun. Diagnosis penyakit ini pada usia lebih dari 6 tahun sangat jarang. RB dilateral ditemukan pada 20-30% kasus, dan biasanya pada usia yang lebih muda (usia 1416 bulan), dibandingkan dengan RB unilateral (usia 29-30 bulan).2,3 2.4 Etiologi dan Patogenesis Patogenesis retinoblastoma dihubungkan dengan delesi gen yang terletak pada kromosom 13q14, yang mengkode protein anti-onkogen atau supresor retinoblastoma. Kehilangan allel kromosom tersebut dapat terjadi setelah fertilisasi, sehingga terjadilah mutasi sel germinal. Kehilangan allel juga dapat terjadi hanya pada sel retina pada satu mata, yang terjadi saat embriogenesis, kejadian tersebut menghasilkan mutasi somatik.3 Mutasi germinal yang terjadi lebih cepat, dapat bermanifestasi sebagai RB bilateral/ multipel. Mutasi somatik biasanya bermanifestasi sebagai kelainan unifokal/ unilateral. Kasus RB bilateral biasanya muncul pada usia sangat muda (usia 1 tahun atau kurang), sedangkan kasus unilateral biasanya terjadi setelah usia 2 tahun.3 Pada intraokular, retinoblastoma dapat memperlihatkan berbagai pola pertumbuhan yang akan dipaparkan di bawah ini : 1. Pola pertumbuhan a. Endofitik, yaitu pertumbuhan tumor ke korpus vitreum. Massa berwarna kuning keputihan tumbuh secara progresif hingga ke korpus vitreum. Pembuluh darah retina tidak tampak pada permukaan tumor. b. Eksofitik, dimana tumor tumbuh menuju ke spatium subretinal. Tampak pendesakan retina ke luar, dan pembuluh darah retina tampak terlihat di permukaan tumor. c. Tumor dengan infiltrasi difus, dimana tumor menyebar secara difus dengan massa kecil-kecil dan tersebar di retina. Biasanya ditemukan pada anak besar dan adanya keterlambatan diagnosis.8 2. Invasi saraf optikus, perkembangan tumor lebih lanjut dapat menyebar ke ruang subarachnoid dan otak melalui saraf optikus.8
6
3. Stadium retinoblastoma a. Stadium leukokoria Pada stadium ini, pasien tidak merasakan gejala apapun hanya penglihatan menurun sampai visus 0. Saat ini orang tua pasien merasa tidak ada masalah dengan mata anaknya sehingga kadang dibiarkan, padahal pada tahap inilah pasien masih bisa diselamatkan dengan tindakan enukleasi. Jika pada pemeriksaan patologi anatomi nervus optikus sudah terkena maka tindakan selanjutnya adalah kemoterapi.9 b. Stadium glaukomatosa Massa tumor sudah memenuhi seluruh bola mata sehingga gejala yang nampak adalah gejala glaukoma. Gejala lain yang dapat nampak adalah strabismus, uveitis, dan hifema. Stadium ini biasanya hanya berlangsung beberapa bulan, sehingga jika terlambat ditangani akan masuk stadium berikutnya.
Penanganannya
adalah
dengan
enukleasi
dilanjutkan
kemoterapi, dapat juga kemoterapi dahulu untuk mengecilkan tumor baru kemudian enukleasi.9
Gambar 2.3 Retinoblastoma stadium glaukomatosa pada pasien usia 2 tahun. Pasien datang dengan keluhan mata menonjol (proptosis) pada mata kanan 10 c. Stadium ekstraokuler Pada stadium ini bola mata sudah menonjol (proptosis), akibat desakan massa tumor yang sudah keluar ke ekstra okuler. Segmen anterior bola mata sudah rusak dan keadaan umum pasien Nampak lemah dan kurus.
7
Prognosisnya kurang baik, tindakan yang bisa dilakukan hanyalah untuk mempertahankan hidup pasien.9
Gambar 2.4 Retinoblastoma stadium ektraokuler pada pasien laki-laki usia 2 tahun. Pasien dating dengan keluhan penonjolan pada mata kiri 10 d. Stadium metastasis Stadium ini sangat buruk karena tumor sudah masuk ke kelenjar limfe pre aurikuler atau sub mandibular. Tempat metastatis RB paling sering pada anak adalah tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, dan viscera abdomen. Namun di USA penyebaran penyakit jarang dijumpai karena pasien terdiagnosis pada stadium dini.9 2.5 Diagnosis Di USA, kebanyakan kasus terdiagnosis pada keadaan tumor masih terbatas pada intraokuler, sedangkan pada negara berkembang biasanya terdiagnosis setelah terjadi penyebaran. Diagnosis RB ditegakkan berdasarkan temuan klinik, yaitu adanya satu atau lebih massa berwarna keputihan pada retina, maassa tersebut bias ditemukan dalam korpus vitreus (endofitik) atau pada spatium sub retina (eksofitik). 11
1. Gejala Awal Gejala RB yang paling sering adalah leukocoria (56%) atau pupil putih (Gambar 2.5), namun gejala ini biasanya hilang timbul, tergantung pandangan
8
mata anak. Gejala ini biasanya ditemukan tidak sengaja oleh orang tua, atau oleh dokter saat pemeriksaan reflek cahaya.8,11
Gambar 2.2 Leukocoria pada mata kiri 11 Gejala lain yang dapat ditemukan adalah mata merah, nyeri, dan strabismus. Gejala-gejala tersebut biasanya terjadi karena adanya inflamasi pada mata, peningkatan tekanan intraokuler, dan glaucoma. Jika pasien dating dengan stadium lanjut dapat ditemukan keluhan penonjolan pada mata yang bertambah besar. Pada pemeriksaan dapat ditemukan injeksi, hifema atau hipopion pada kamera okuli anterior, dan ditemukan penonjolan massa pada satu atau dua mata.8,10,11 Tabel 2.1 Gejala yang sering ditemukan pada kasus retinoblastoma 8
Gejala 1. Leukocoria 2. Strabismus 3. Mata merah dan nyeri 4. Glaukoma 5. Gangguan penglihatan 6. Asimptomatis 7. Selulitis orbital 8. Midriasis unilateral 9. Heterochromia iridis 10. Hifema
Jumlah (%) 56% 20% 7% 7% 5% 3% 3% 2% 1% 1%
9
2. Anamnesis Pada pasien dengan kecurigaan RB, maka perlu dilakukan anamnesis lanjutan. Perlu ditanyakan onset dan durasi kelainan mata, terutama lekocoria atau strabismus. Kesehatan anak secara keseluruhan juga perlu ditanyakan. Adanya penurunan berat badan atau selera makan dapat menjadi salah satu gejala yang perlu diwaspadai. Pertanyaan tentang penglihatan yang perlu ditanyakan adalah apakah pasien mengalami gangguan penglihatan, seperti penglihatan kurang fokus, perbedaan gerakan mata kanan dan kiri, atau kesulitan meraih benda, dan ada atau tidaknya nistagmus. Pertanyaan lain adalah ada tidaknya riwayat trauma, terutama pada mata, serta riwayat penyakit keluarga dengan retinoblastoma.8,10,11 3. Pemeriksaan Fisik Pasien anak yang diduga RB harus mendapatkan pemeriksaan fisik dan penunjang lengkap oleh onkologis anak dan dokter mata. Pemeriksaan mata pada anak yang tidak kooperatif dapat dilakukan dengan pengaruh anestesi (examination under anesthesia). Beberapa hasil pemeriksaan yang dapat ditemui pada pemeriksaan yaitu : a. Penurunan visus, biasanya dapat ditemukan pada anak yang sudah dapat berkomunikasi dan kooperatif b. Cover/uncover test dapat ditemukan adanya strabismus c. Injeksi d. Leukocoria e. Hifema dan atau hipopion f. Pada pasien kooperatif dapat dilakukan pemeriksaan slit lamp, biasanya dapat ditemukan adanya uveitis atau glaucoma g. Peningkatan tekanan intraokuler h. Pemeriksaan funduskopi dilakukan dengan anestesi. Lesi kecil dapat terlihat sebagai area tembus cahaya atau lesi berbentuk seperti kubah. Pada lesi yang lebih besar, dapat ditemukan area berwarna keputihan seperti kapur. Tumor endofitik tumbuh kea rah corpus vitreum, sedangkan eksofitik tumor tumbuh ke spatium subretina.4,5,8
10
A
B
Gambar 2.5 Hasil pemeriksaan funduskopi pasien RB. A) hasil pemeriksaan mata kanan pasien RB dengan lesi kecil, tambak gambaran keputihan di superotemporal, B) lesi RB besar, dimana tumor sudah menyebar ke korpus vitreum11 4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai RB adalah : a. Ultrasonografi orbital : untuk konfirmasi adanya massa pada segmen posterior mata dan kalsifikasi intralesi. USG mempunyai nilai akurasi mencapai 80%, RB ditemukan adanya massa tumor hiperekoik dengan kalsifikasi. b. CT/MRI scan : pemeriksaan ini tidak dijadikan pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan jika dicurigasi adanya penyebaran tumor pada intra maupun ekstrakranial, adanya pinealblastoma/ trilateral retinoblastoma, atau jika diagnosis diragukan.
2,4
5. Gambaran Histopatologi
Diagnosis RB dapat dikonfirmasi secara histologi setelah dilakukan tindakan enukleasi. Karakteristik histologi adalah adanya abnormalitas retinoblas dengan nucleus hiperkromatik besar dan sedikit sitoplasma. Macammacam derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai oleh pembentukan rosettes, yang terdiri dari 3 tipe : a. Flexner-Wintersteiner rosettes, yang terdiri dari lumen sentral kosong yang dikelilingi oleh sel kolumner tinggi. Nucleus sel ini lebih jauh dari lumen
11
b. Homer Wright rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinofilik c. Fleurettes, adalah focus sel tumor yang mana menunjukkan differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan bunga.11
Gambar 2.6 Histopatologi retinoblastoma. a) Flexner-Wintersteiner rosettes, b) Homer Wright rosettes, dan c) Fleurettes 11 6. Diagnosis Banding Beberapa diagnosis banding RB adalah sebagai berikut : a. Katarak kongenital, pada penyakit ini juga dijumpai adanya pupil putih (leukocoria) b. Persistent fetal vasculature/ PFV (sebelumnya disebut persistent hyperplastic primary vitreous/ PHPV), adalah kegagalan regresi pembuluh darah di korpus vitreum c. Dysplasia retina, yang dapat terjadi pada Norrie’s disease, Patau’s syndrome, Edward’s syndrome, Walker Warburg dan kelainan migrasi saraf lainnya
12
d. Early onset Coat’s disease, yaitu kelainan pembuluh darah retina karena eksudasi lipid d bawah retina e. Infeksi kongenital, seperti toxocariasis f. Glaucoma kongenital, yaitu ditemukannya mata merah, berair, dan keruh.4,11 2.6 Klasifikasi Klasifikasi yang akan dijelaskan adalah klasifikasi menurut Reese-Ellsworth dan International classification of intraocular retinoblastoma. Tabel 2.2 Klasifikasi retinoblastoma menurut Reese-Ellsworth 1,10 Group A B Group I Tumor soliter, ukuran kurang Tumor multiple, ukuran dari 4 diameter disc, pada tidak melebihi 4 diameter atau di belakang equator disc, semua pada atau di belakang equator Group II Tumor soliter, ukuran 4-10 Tumor multipel, ukuran 4diameter disc, pada atau di 10 diameter disc, pada atau belakang equator di belakang equator Group III Terdapat lesi di anterior Tumor soliter lebih besar equator dari 10 diameter disc, di belakang equator Group IV Tumor multiple, beberapa Ada lesi yang meluas ke besarnya lebih dari 10 anterior ora serrate diameter disc Group V Massive seeding melibatkan Vitreous seeding lebih dari setengah retina Tabel 2.3 International classification of intraocular retinoblastoma 8,11 Group A Group B Group C Group D Group E
Tumor kecil (< 3 mm) di luar macula Tumor lebih besar (> 3 mm) atau tumor di macula, atau tumor di subretina Tumor terlokalisir di subretina atau vitreus Tumor menyebar di subretina atau vitreus Tumor mengenai lensa, glaucoma neovaskuler, tumor di depan korpus vitreus termasuk korpus siliaris atau kamera okuli anterior, diffuse infiltrating RB, nekrosis tumor dengan selulitis orbital asepstik, dan phthisis bulbi
13
2.7 Tatalaksana Tatalaksana retinoblastoma melibatkan pendekatan multidisiplin. Dokter mata, dokter onkologi, dokter ahli radioterapi, dokter patologi, dan konselor genetik merupakan para ahli yang harus dapat bekerja sama untuk manajemen pasien secara komprehensif. Secara umum, tatalaksana RB dibagi menjadi tatalaksana intraokuler pada asal tumor, dan ekstraokuler yang merupakan penyebaran tumor. Tatalaksana tersering pada RB unilateral adalah enukleasi bulbi, dengan cure rate > 95%. Kasus RB bilateral biasanya ditangani dengan kemoterapi atau external beam radiation (EBR).8 Tujuan utama tatalaksana RB intraokuler adalah untuk mempertahankan kehidupan. Mempertahankan organ dan fungsi penglihatan merupakan tujuan sekunder dan tertier. Terdapat beberapa metode tatalaksana RB intraokuler, meliputi terapi fokal (krioterapi, laser fotokoagulopati, termoterapi transpupilary, termoterapi transsklera, dan plaque brachytherapy), terapi local (external beam radiotherapy/ EBR, enukleasi), dan terapi sistemik (kemoterapi). Terapi fokal terutama untuk tumor dengan ukuran kecil, sedangkan terapi local dan sistemik digunakan untuk terapi RB lebih lanjut.8 1. Krioterapi Krioterapi dilakukan pada tumor ukuran kecil, yaitu diameter maksimal 4 mm, dan ketebalan maksimal 2 mm. Biasanya dilakukan tiga kali dalam interval 4-6 minggu sampai terjadi regresi tumor. Krioterapi dilakukan dengan alat yang dapat mengeluarkan suhu – 60 sampai – 80 ᵒC, sehingga terjadi krionekrosis
tumor.1,4,12 2. Terapi laser Terapi laser dilakukan pada tumor primer dengan ukuran kecil, atau tumor dengan ukuran besar yang telah mengecil setelah kemoterapi. Terapi laser tidak efektif pada massa yang telah memenuhi korpus vitreus. Laser dimasukkan ke dalam mata melalui oftalmoskop atau mikroskop indirek. Dua gelombang yang umum digunakan adalah cahaya hijau dengan panjang gelombang 532 nM dan cahaya inframerah dengan panjang gelombang 810 nM. Tujuan terapi ini adalah untuk menghambat aliran darah ke tumor, sehingga terjadi nekrosis jaringan tumor.1,4,5
14
3. Plaque brachyterapi Terapi ini diindikasikan pada tumor dengan ukuran diameter kurang dari 16 mm, dan ketebalannya kurang dari 8 mm. metodenya adalah dengan memancarkan gelombang radioaktif ke tumor melalui sclera. Materi radioaktif yang biasa digunakan adalah Ruthenium 106 dan Iodine 125. Keuntungan terapi ini adalah kerusakan minimal pada struktur normal di sekitarnya.4,5 4. Enukleasi Enukleasi adalah tindakan yang paling umum dilakukan pada pasien RB yang sudah berkembang. Enukleasi biasanya dilanjutkan dengan terapi lainnya, untuk mencegah metastasis. Tindakan ini biasanya dilakukan pada RB intraokuler yang sudah diikuti adanya neovaskularisasi iris, glaucoma sekunder, invasi tumor ke kamera okuli anterior, tumor mengisi > 75% korpus vitreus, tumor nekrosis dengan inflamasi orbital sekunder, dan tumor yang berhubungan dengan adanya hifema atau hemoragik vitreus.4,5,8 Beberapa hal yang harus diperhatikan pada tindakan enukleasi adalah : a. Manipulasi minimal b. Menghindari perforasi mata c. Mendapatkan tunggul nervus optikus > 15 mm d. Melakukan inspeksi hasil enukleasi, untuk mengetahui perluasan tumor ke ekstraokuler dan keterlibatan nervus optikus e. Jaringan segar hasil enukleasi segera dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan patologi anatomi.8 5. Kemoterapi Kemoreduksi adalah istilah yang menjelaskan proses reduksi volume tumor dengan kemoterapi. RB dengan kemoterapi saja bukanlah tindakan kuratif yang efektif, karena kemoterapi ini harus diikuti dengan terapi local lainnya. Gabungan kemoterapi dan terapi fokal dapat meminimalisis kebutuhan untuk enukleasi atau EBR.4,5,8,12 Tabel menjelaskan regimen kemoterapi yang sering digunakan. Terapi standar digunakan untuk RB dengan ukuran kecil dan sedang (ICIOR grup A sampai C), sedangkan dosis tinggi untuk tumor yang lebih lanjut (ICIOR grup D).
15
Tabel 2.4 Regimen kemoterapi dan dosis untuk retinoblastoma intraokuler 8 Hari pertama Hari kedua Dosis standar
Dosis tinggi
Vincristine + Etoposide + Carboplatin Etoposide (3 mingguan, 6 siklus) : Vincristine 1,5 mg/m2 (0,05 mg/kg untuk anak ≤ 36 bulan dengan dosis maksimum 2 mg), Etoposide 150 mg/m2 (5 mg/kg untuk anak ≤ 36 bulan), Carboplantin 560 mg/m2 (18,6 mg/kg untuk anak ≤ 36 bulan) (3 mingguan, 6-12 siklus) : Vincristine 0,025 mg/kg, Etoposide 12 mg/kg, Carboplatin 28 mg/kg
6. External Beam Radiotheraphy (EBR) Pada tahun 1990-an, EBR digunakan secara luas sebagai tatalaksana RB, namun akhir-akhir ini dihindari karena berisiko memunculkan keganasam sekunder, meningkatkan risiko katarak, mata kering dan atrofi jaringan. EBR baru dilakukan ketika terapi local dan kemoterapi gagal, atau ketika kemoterapi dikontraindikasikan.5 7. Terapi suportif a. Pemasangan prosthesis atau mata buatan setelah enukleasi, tindakan ini merupakan bagian yang cukup penting untuk rehabilitasi. Biasanya dilakukan beberapa minggu setelah operasi b. Dukungan psikologis untuk pasien dan keluarganya c. Penggunaan pelindung mata pada mata yang sehat saat beraktivitas d. Konseling pada keluarga tentang risiko RB pada anggota keluarga lainnya.4 2.8 Diagnosis Prenatal dan Metode Screening Apabila terdapat riwayat penyakit keluarga dengan retinoblastoma, maka dapat dilakukan pemeriksaan untuk menghindari kejadian RB atau melakukan deteksi awal. 1. Pre-implantation genetic diagnosis (PIGD) PIGD merupakan screening yang dilakukan terutama saat dilakukannya in-vitro fertilization untuk memilih embrio yang akan diimplantasikan ke uterus ibu. Screening dilakukan saat fase blastosit, dimana satu sel diperiksa untuk melihat ada tidaknya mutasi.
16
2. Chorion villous sampling (CVS) atau amniosentesis, adalah teknik untuk mengambil jaringan fetus dan kemudian dilakukan pemeriksaan mutasi prenatal. 3. USG prenatal Pemeriksaan ini dilakukan pada usia kehamilan akhir untuk melihat ada tidaknya pertumbuhan tumor pada orbita. Sensitivitas pemeriksaan ini rendah, perlu dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman. 4. Pemeriksaan darah plasenta Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah plasenta oleh dokter spesialis obsgyn, darah kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan mutasi gen RB.4 2.9 Prognosis 1. Prognosis terhadap kehidupan Tumor yang tidak diterapi dapat mengakibatkan invasi local dan metastastis, dan biasanya pasien akan meninggal dalam jangka waktu kurang dari 2 tahun. Kasus yang jarang, dapat terjadi perhentian pertumbuhan tumor secara spontan dan membentuk retinoma, atau nekrosis dan menyebabkkan phtisis bulbi.4,12 Tumor dengan ukuran kecil atau sedang, jika diterapi dengan tepat dapat mempunyai survival rate mencapai 95% (pada negara maju), sedangkan pada negara berkembang adalah sekitar 50%. Prognosis yang buruk berhubungan dengan ukuran tumor, keterlibatan nervus optikus, penyebaran ekstraokuler, dan usia yang lebih tua saat onset.4,9 2. Prognosis penglihatan Di negara maju, prognosis penglihatan retinoblastoma cukup bagus, yaitu dapat mencapai 50% pada mata yang tidak di-enukleasi. Prognosis penglihatan pada mata yang tidak terkena tumor mencapai lebih dari 80%.4
17
DAFTAR PUSTAKA 1. Aerts, I., L. L. Rouic, M. Gauthier-Villars, H. Brisse, F. Doz, and L. Desjardins. 2006. Review : Retinoblastoma. Orphanet Journal of Rare Disease, 1:31. 2. Dunãrintu, S., F. Birsasteanu, D. Onet, M. Pascut, D. Bejenaru, and M. Mogoseanu. 2008. Imaging of Ocular Malign Tumors in Children. Journal of Experimental Medical & Surgical Research, 3: 89-95. 3. Deegan, W. F. 2005. Retinoblastoma : A Review of Current Treatment Strategies. Journal of Ophthalmic Prosthetics. 4. Parulekar, M. V. 2010. Retinoblastoma – Current tre atment and future direction. Early Human Development, 86: 619-25. 5. Chintagumpala, M., P. Chevez-Barrios, E. A. Paysse, S. E. Plon, and R. Hurwitz. 2007. Retinoblastoma : Review of Current Management. The Oncologist, 12: 1237-46. 6. Riordan-Eva, P., and J. P. Whitcher. 2007. Anatomy and Embryology of the Eye. In : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th Edition. McGrawHill’s. 7. Ilyas, S. 2015. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: FKUI. 8. Reddy, V. A. P., and S. G. Honavar. 2008. Retinoblastoma – Advanced in Management. Apollo Medicine, 5(3): 183-9. 9. Paduppai, S. 2010. Characteristic of Retinoblastoma Patients at Wahidin Sudirohusodo Hospital 2005-2010. The Indonesia Journal of Medical Science, 2(1): 1-7. 10. Isidro, M. A., and H. Roy. 2012. Retinoblastoma. Diambil dari : http://emedicine.medscape.com/article/1222849-overview. Diakses tanggal : 21 Oktober 2018 11. Rodriguez-Galindo, C., and M. W. Wilson. 2010. Clinical Features, Diagnosis, Pathology. In : Retinoblastoma. London: Springer. 12. Othman, I. S. 2012. Retinoblastoma major review with updates on Middle east management protocols. Saudi Journal of Ophthalmology, 26: 163-75.