Resume Demensia.docx

  • Uploaded by: Berkah Property
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resume Demensia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,312
  • Pages: 36
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : TERAPI KOGNITIF PADA LANSIA DENGAN DIMENSIA DI WISMA FLAMBOYAN PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULYA 01 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR

Disusun Oleh: 1. 2. 3. 4. 5.

Ramdani, S.Kep I Putu Aguswidiarista, S.Kep Din Novitasari, S.Kep Mediliana, S.Kep Vidya Rizcky Annisa, S.Kep

(175140064) (175149004) (175140054) (175140071) (175149003)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA JAKARTA 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Terapi Aktivitas Kelompok di Wisma Flamboyan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung Jakarta Timur Tahun 2018. Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan Ners di Universitas Respati Indonesia Jakarta Timur. Selama menyusun tugas ini kami banyak mengalami berbagai hambatan, namun berkat bimbingan dan pengarahan serta doa dan semangat dari berbagai pihak akhirnya tugas ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini kami dengan rasa hormat mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Keluarga tercinta dan orang terdekat yang sudah memberikan motivasi, do’a serta dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai. 2. Ibu Ns. Fajar Susanti, M.Kep, Sp. Kep. Kom selaku koordinator. 3. Bapak Ns. Samsuni, M.Kep, Sp. Kep. Kom selaku pembimbing akademik. 4. Ibu Ns. Iif fitriah, S.Kep selaku pembimbing akademik. 5. Teman – teman Ners Universitas Respati Indonesia yang telah memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai. 6. Lansia di wisma Flamboyan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung Jakarta Timur. Kami menyadari bahwa dalam menyusun tugas ini masih banyak kekurangan baik pada tekhnik penulisan maupun materi, mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi di masa yang akan datang, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa/i Universitas Respati Indonesia, khususnya di bidang Ilmu Keperawatan.

Jakarta , Maret 2018

Penulis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) meningkatkan kualitas hidup, akibatnya banyak, bahkan

jumlah penduduk lanjut usia semakin bertambah

cenderung

lebih cepat dan pesat. Pada tahun 2020-2025,

Indonesia akan menduduki peringkat negara penduduk lanjut usia setelah RRC, india

dengan dan

amerika

umur harapan hidup di atas 70 tahun. Fenomena sejumlah konsekuensi, antara lain timbulnya serta

kebutuhan

struktur

ini

dan

jumlah

serikat,

dengan

jelas

mendatangkan

masalah fisik, mental, sosial,

pelayanan kesehatan dan keperawatan, terutama kelainan

degenerative. Lanjut usia yang berusia di atas 65 penyakit demensia Alzheimer. Penyakit

tahun

ini dapat

beresiko

dialami

terkena

oleh

semua

orang.

Jumlah manusia dengan demensia didunia sekarang ini mencapai 35.6 juta. Jumlah ini akan bertambah dua kali lipat pada tahun 2030 dan akan menjadi tiga kali lipat pada tahun 2050. Jumlah kasus baru mendekati 7.7 juta,

mengindikasikan

satu

pada demensia setiap tahun

kasus baru setiap 4 detik. Jumlah

penduduk dengan demensia itu akan mendekati dua kali lipat setiap 20 tahun, 65.7 juta pada tahun 2030 dan 115.4 juta pada tahun 2050 (WHO 2012).

Saat ini jumlah pasien lansia demensia di Indonesia mendekati satu

juta.

Angka yang serupa ditunjukkan di Asia Pasifik 3.4 juta pada tahun 2005 dan diproyeksikan mengalami peningkatan menjadi 19.7 juta pertahun 2050

pada

tahun

(Lusia, 2014). Secara biologis proses menua itu adalah sesuatu yang

tidak dapat dihindari

dan

selalu

melibatkan kemunduran

dan kemampuan fisik. Masalah kesehatan yang

sering

fungsi

muncul

pada

kognitif lansia

demensia adalah kehilangan memori, masalah perilaku yang sering berupa perilaku agitasi. Beberapa

gejala yang timbul dari demensia antara lain gejala

perilaku dan gangguan tidur terjadi lebih

dari

56%

lansia

dengan

demensia moderat (Diana Lynn, et al.2011). Gangguan tidur pada orang

demensia mendukung secara substansi pada tekanan perawatan seperti yang mereka perkirakan mencapai 46–64 % dari pasien. Gangguan ini meningkatkan rata-rata penurunan kognitif (Lee,David R 2010).

Data yang didapatkan dari Wisma Edelweis PSTW Budi Mulia 01 terdapat 40 lansia yang menempati wisma tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas maka kami akan melakukan terapi aktivitas kelompok : terapi kognitif pada lansia dengan dimensia di PSTW Budi Mulia 01 Cipayung Jakarta Timur.

1.3 TUJUAN 1.3.1

Tujuan Umum Peserta mampu melaksanakan terapi aktivitas kelompok dengan baik.

1.3.2

Tujuan Khusus

1.3.1.1 Peserta mampu mengikuti kegiatan terapi kognitif 1.3.1.2 Peserta mampu bekerja sama dalam pelaksanaan terapi kognitif

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Dimensia 2.1.1

Definisi Demensia

Istilah demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (1745- 1826) dalam bukunya

“TREATISE

ON

INSANITY”

dengan

kata

‘Demence”.

Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Boedhi-Darmojo, 2009). Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian (Medicastore.com ).

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Kusumawati, 2007). Demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku (Kusumawati, 2007).

2.1.2

Penyebab Demensia pada Usia Lanjut (Boedhi-Darmojo, 2009)

Penyebab demensia yang reversibel sangat penting untuk diketahui, karena dengan pengobatan yang baik penderita dapat kembali menjalankan hidup seharihari yang normal. Keadaan yang secara potensial reversibel atau bisa dihentikan yaitu : 2.1.2.1 Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain 2.1.2.2 Infeksi susunan saraf pusat 2.1.2.3 Gangguan metabolik

2.1.2.4 Gangguan nutrisi 2.1.2.5 Gangguan vaskuler 2.1.2.6 Lesi desak ruang 2.1.2.7 Hirdosefalus bertekanan normal 2.1.2.8 Depresi (pseudo-demensia depresif) 2.1.2.9 Penyakit degeneratif progresif

2.1.3

Patofisiologi Terkait dengan Proses Penuaan

Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).

Pathway Dimensia

2.1.4

Klasifikasi Demensia

Demensia berdasakan Etiologi yang mendasari : 2.1.4.1 Demensia pada Penyakit Alzheimer Merupakan penyebab demensia yang paling sering ditemukan pada sekitar 50 % kasus demensia. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit degeneratif primer pada otak tanpa penyebab yang pasti. Dapat terjadi pada umur kurang dari 65 tahun (onset dini) dengan perkembangan gejala yang cepat dan progresif, atau pada umur di atas 65 tahun (onset lambat) dengan perjalanan penyakit yang lebih lambat. Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal yang menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal.

2.1.4.2 Demensia Vaskular Merupakan penyebab kedua demensia yang terjadi pada hampir 40 % kasus. Demensia ini berhubungan dengan penyakit serebro dan kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung, diabetes, dll. Biasanya terdapat riwayat TIA sebelumnya dengan perubahan kesadaran. Demensia ini terjadi pada umur 50-60 tahun tetapi lebih sering pada umur 60-70 tahun. Gambaran klinis dapat berupa gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit intelektual, adanya tanda gangguan neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia, sakit kepala, pusing, kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya tilik diri dan daya nilai masih baik.

2.1.4.3 Demensia pada penyakit lain Adalah demensia yang terjadi akibat penyakit lain selain Alzheimer dan vaskuler yaitu Demensia pada penyakit Pick, Demensia pada penyakit Huntington, Demensia pada penyakit Creutzfelt-Jakob, Demensia pada penyakit Parkinson, Demensia pada penyakit HIV-AIDS,dan Demensia pada alkoholisme.

2.1.5

Manifestasi Klinis Demensia

Pada awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal, cenderung mengalami kegagalan dalam melakukan tugas tertentu yang kompleks dan memerlukan pemecahan masalah. Beberapa hal yang sering ditemui pada demensia adalah : 2.1.5.1 Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan : a. Memori (daya ingat) b. Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi kesadarannya tidak mengalami gangguan. c. Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan objek. 2.1.5.2 Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan konsentrasi berkurang, sudut pandang yang jelek dan kurang, pikiran paranoid, delusi, dll. 2.1.5.3 Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses informasi yang masuk. 2.1.5.4 Kemampuan dalam perhitungan. 2.1.5.5 Perubahan emosional Emosi sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol tawa dan tangis. 2.1.5.6 Kemunduran kepribadian a. Sering egois b. Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian, introvert. c. Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.

2.1.6

Pemeriksaan Portabel Demensia

Untuk keperluan penapisan, pemeriksaan psikometrik sederhana misalnya dengan menggunakan

pemeriksaan

mini

status

mental

(Mini

mental

State

Examination/MMSE) akan membantu menentukan gangguan kognitif yang harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lain.

2.1.7

Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke.

Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap, maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal). Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang merupakan pemerisaan skening otak khusus.

2.1.8

Penatalaksanaan

Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak mungkin, dengan penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia adalah sebagai berikut(Boedhi-Darmojo, 2009):

2.1.8.1 Optimalkan fungsi dari penderita Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson), Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP, Akses keadaan lingkungan, Upayakan aktivitas mental dan fisik, Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat bantu memori bila memungkinkan, Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat, dan tekankan perbaikan gizi

2.1.8.2 Kenali dan obati komplikasi Mengembara dan berbagai perilaku merusak, Gangguan perilaku lain, Depresi, Agitasi atau agresivitas, dan Inkontinensia.

2.1.8.3 Upayakan perumatan berkesinambungan Re-akses keadaan kognitif dan fisik dan Pengobatan gangguan medik 2.1.8.4 Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya Berbagai hal tentang penyakitnya, Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi, dan Prognosis

Penetalaksanaan non farmakologi : Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2015) Tujuan terapi nonfarmakologi atau intervensi psikososial adalah meningkatkan kualitas hidup Orang dengan Demensia (ODD). Tidak ada pendekatan psikososial tunggal yang optimal, sehingga pendekatan multidimensial sangat penting untuk intervensi yang efektif. Pendekatan sebaiknya terfokus pada individu dan disesuaikan dengan kebutuhan, kepribadian, kekuatan dan preferensi. Beberapa terapiyang dapat digunakan, yaitu : a. Terapi Musik Terapi musik, dianjurkan dalam perawatan pasien dan membantu mengatasi gejala gangguan perilaku dan neuropsikiatri pasien demensia. Terapi musik dibuat oleh Munro dan Mount (1978) untuk memberikan pengaruh kepada manusia dalam mengintegrasi fisiologis, psikologis, dan emosional selama pengobatan penyakit atau kecacatan. Tinjauan Cochrane pada tahun 2004 menyatakan bahwa terapi musik berpengaruh sedikit dan tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik, namun penelitian terbaru justru mengungkapkan hasil yang menggembirakan pada penggunaan terapi musik.

b. Aktivitas fisik Orang dengan demensia dapat didorong untuk berpastisipasi dalam program latihan terstruktur untuk meningkatkan fungsi fisik. Hal ini berlaku secara umum bahwa aktivitas fisik bermanfaat pada ranah fisik, emosional, dan kognitif di segala usia. Latihan terstruktur dapat melatih kekuatan, keseimbangan, kelenturan, dan daya tahan. Metanalisis terbaru menunjukkan bahwa latihan fisik terstruktur dapat meningkatkan parameter fisik, seperti mobilitas fungsional, ketahanan, keseimbangan, dan kekuatan pada orang dengan demensia. Selain itu, latihan fisik

juga berdampak terhadap perbaikan aktivitas hidup sehari-hari. Namun, penelitian yang dilakukan memiliki keterbatasan dalam heterogenitas desain dan kualitas.

c. Terapi Validasi Terapi validasi merupakan sebuah pendekatan untuk berkomunikasi dengan lansia yang disorientasi, yang merasakan berada pada waktu dan tempat tertentu yang nyata menurut mereka, walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan. Sebuah tinjauan sistematis berdasarkan 4 uji klinis acak (n=144), tidak menemukan perbedaan signifikan antara validasi dan kontak sosial, atau antara terapi validasi dan terapi. 2.2 Terapi Kognitif 2.2.1

Pengertian Terapi Kognitif

Terapi kognitif merupakan terapi jangka

pendek, terstruktur, berorientasi,

terhadap masalah saat ini, dan bersifat terapi individu. Terapi kognitif akan lebih bermanfaat jika digabung dengan pendekatan perilaku. Kemudian terapi ini disatukan dan di kenal dengan terapi perilaku kognitif. Terapi ini memerlukan individu sebagai agen yang berfikir aktif dan berinteraksi dengan dunianya. Tugas perawat

adalah

secara

aktif

dan

langsung

membantu

klien

mempertimbangkan kembali stressor dan mengidentifikasi pola pemikiran atau keyakinan yang tidak akurat untuk mengatasi masalah klien dari perspektif kognitif. 2.2.2

Tujuan Terapi Kognitif

2.2.2.1 Membantu

klien

dalam

mengidentifikasi,

menganalisis

dan

menentang keakuratan kognisi negative klien. 2.2.2.2 Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap realitas. 2.2.2.3 Memodifikasi

proses

pemikiran

yang

salah

dengan

membantu

klienmengubah cara berfikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional 2.2.2.4 Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yangmaladaptive, pikiran yang mengganggu secara otomatis, serta proses pikiran tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada ikiran individu yang menentukan sifat fungsionalnya (Videbeck, 2008).

2.2.2.5 Menghilangkan

sindrom

depresi

dan

mencegah

kekambuhan

dengan mengubah cara berfikir maladaptive dan otomatis. Klien harus menyadari kesalahan cara berfikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon kesalahan Dengan

tersebut

dengan

cara

yang

lebih

adaptif.

presfektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan

menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantu klien mengidentifikasi mencarikan

alternative,

kondisi

negative,

membuat skema, yang sudah ada menjadi

fleksibel, dan mencari kognisi perilaku yang baru dan lebih adaptif. 2.2.2.6 Membantu menargetkan proses berfikir serta perilaku yang menyebabkan dan

mempertahankan

panic

dan

kecemasan.

Dilakukan

dengan

cara penyuluhan klien, restrukturisasi kognitif, pernafasan relaksasi terkendali, umpan balik biologi, mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan reframing. 2.2.2.7 Menempatkan

individu

pada

situasi

yang

biasanya

memicu

perilaku gangguan obsessive kompulsif dan selanjutnya mencegah responnya. Misalnya

dengan

respon, mengidentifikasi,

dan

cara

pelimpahan

merestrukturisasi

atau

pencegahan

distorsi

kognitif

melalui psikoedukasi. 2.2.2.8 Membantu

individu

mempelajari

respon

relaksasi,

membentuk

hierarki situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap mempertahankan respon relaksasi misalnya dengan

cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan

untuk mengubah presepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya. 2.2.2.9 Membantu

individu

berhasil bertahan

memandang

hidup

dan

dirinya

bukan

sebagai

sebagai

orang

korban,

yang

misalnya

dengan cara restrukturisasi kognitif. 2.2.2.10

Membantu mengurangi gejala klien dengan

restrukturisasi

system keyakinan yang salah.

2.2.3

Indikasi Terapi

Terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim, terutama:

2.2.3.1 Depresi (ringan sampai sedang) 2.2.3.2 Gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan3. Individu yang mengalami stress emosional 2.2.3.3 Gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder) yang seringterjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku danantidepresan jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsiterisolasi sering terjadi 2.2.3.4 Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik) 2.2.3.5 Gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder) 2.2.3.6 Gangguan makan 2.2.3.7 Gangguan mood 2.2.3.8 Gangguan psikoseksual 2.2.3.9 Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya

2.2.4

Teknik Pelaksanaan Terapi

2.2.4.1 Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir 2.2.4.2 Mengguanakan

teknik

untuk menggambarkan,

pertanyaan Socratic yaitu menjelaskan,

dan

meminta

menegaskan

klien pikiran

negatif yang merendahkan dirinya. Dengan demikian klien mulai melihat bahwa asumsi tersebut tidak logis dan tidak rasional. 2.2.4.3 Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realistis

mengenai diri sendiri,

nilai diri dan dunia. Dengan demikian klien membentuk nilai dan keyakinan baru dan distress emosional menjadi hilang. Terapi kognitif dipraktekkan dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas 3 fase: 1. Fase awal (sesi 1-4) a. Membentuk hubungan terapeutik dengan klien b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnya terhadap emosi dan fisik

c. Menentukan tujuan terapi d. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikiran yang otomatis 2. Fase pertengahan (sesi 5-12) a. Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah b. Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. 3. Fase akhir (sesi 13-16) a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang relevan untuk terjadinya kekambuhan. b. Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri

Strategi pendekatan terapi kognitif, antara lain: a. Menghilangkan pikiran otomatis b. Menguji pikiran otomatis c. Mengidentifikasi asumsi maladaktif d. Menguji validitas asumsi maladaktif

BAB III TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK 3.1 Topik Terapi Kognitif : Menceritakan dan Menyanyikan Gambar 3.2 Tujuan 3.2.1

Tujuan umum

Setelah diadakan terapi TAK Terapi Kognitif diharapkan agar peserta mampu mengidentifikasi dan menganalisis keakuratan kognisi klien. 3.2.2

Tujuan khusus

3.2.2.1 Peserta mampu mengenali objek. 3.2.2.2 Peserta mampu menceritakan objek. 3.2.2.3 Peserta mampu menyanyikan hal yang berhubungan dengan objek 3.2.2.4 Klien mampu menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan objek dan mampu bekerja sama.

3.3 Indikasi Klien 3.3.1.1 Klien yang sehat secara fisik dan mental 3.3.1.2 Klien yang mengalami dimensia 3.3.1.3 Klien yang tidak mengalami gangguan pendengaran

3.4 Pengorganisasian 3.4.1

Pelaksanaan Jenis TAK

Hari

tanggal

Waktu

Tempat

Terapi Kognitif

Jumat

23

16.00

Wisma

maret

wib

Flamboyan

3.4.2 Pengorganisasian Kelompok Leader

: Ramdani

Co Leader

: Mediliana

Fasilitator

: I Putu Agswidiaista Vidya Rizcky Annisa

Observer

: Din Novitasari

3.5 Persiapan Lingkungan 3.5.1

Penerangan yang cukup

3.5.2

Kondisi yang aman dan nyaman

3.5.3

Suasana yang tenang

3.5.4

Ventilasi yang baik dan cukup

3.5.5

Pengaturan posisi tempat ( setting ) yang benar dan nyaman

3.5.6

Fasilitas yang memadai

3.6 Peran dan Fungsi Terapis 3.6.1

Leader

3.6.1.1 Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok. 3.6.1.2 Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya terapi. 3.6.1.3 Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK. 3.6.1.4 Memimpin diskusi kelompok.

3.6.2

Co Leader

3.6.2.1 Membuka acara

3.6.2.2 Mendampingi leader 3.6.2.3 Membantu leader secara umum

3.6.3

Fasilitator

3.6.3.1 Ikut serta dalam kegiatan kelompok 3.6.3.2 Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif mengikuti jalannya terapi

3.6.4

Observer

3.6.4.1 Mencatat serta mengamati respon klien ( dicatat pada format yang tersedia ) 3.6.4.2 Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga penutupan.

3.7 Alat 3.7.1

Laptop/Hp.

3.7.2

Ruangan

3.7.3

Speaker

3.7.4

Bola pimpong

3.7.5

Kertas bergambar

3.8 Metode Adapun metode yang digunakan pada terapi aktivitas ini adalah dinamika kelompok dan diskusi atau Tanya jawab.

3.9 Setting Tempat Papan Tulis O Co K

F

L F

K

Keterangan : L

: Leader (pemimpin)

O

: Observer

F

: Fasilitator

K

: Klien

Co

: Co leader : Papan tulis

3.10

Langkah-langkah/prosedur kegiatan

3.10.1 Persiapan 3.10.1.1

Memilih klien sesuai indikasi

3.10.1.2

Membuat kontrak dengan klien

3.10.1.3

Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

3.10.2 Orientasi Pada tahap ini terapis melakukan : 3.10.2.1

Memberikan salam terapeutik : salam dari terapis

3.10.2.2

Evaluasi / validasi : menanyakan perasaan klien saat ini

3.10.2.3

Kontrak :

a. menjelaskan tujuan kegiatan b. menjelaskan aturan : 1) jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, diharuskan meminta ijin terlebih dahulu kepada terapisnya.

2) lama kegiatan 45 menit 3) setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

3.10.3 Tahap Kerja 3.10.3.1

Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu

menebak objek gambar dengan memutar musik terlebih dahulu 3.10.3.2

Terapis meminta peserta mengoperkan bola ke peserta lain searah

jarum jam sampai musik berhenti 3.10.3.3

Peserta yang memegang bola saat musik

berhenti diminta

menebak objek gambar dan menceritakan atau menyanyikan hal-hal yang berhubungan dengan objek gambar 3.10.3.4

Berikan pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan

memberi tepuk tangan.

3.10.4 Tahap Terminasi 3.10.4.1

Evaluasi

a. terapis menanyakan perasaan klien b. terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

3.10.5 Rencana tindak lanjut 3.10.5.1

menganjurkan tiap anggota kelompok mendengarkan music atau

menggambar setiap ada waktu luang 3.10.5.2

Terapis menganjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan

melalui bernyanyi 3.10.5.3

Kontrak yang akan datang

3.10.5.4

menyepakati kegiatan berikut yaitu menonton dengan anggota

kelompok 3.10.5.5

menyiapkan waktu dan tempat

3.11 Evaluasi Kemampuan Kognitif: Menceritakan dan Menyanyikan Objek Gambar 3.11.1 Evaluasi Kemampuan peserta TAK terapi kognitif 3.11.1.1

No.

1

2

Kemampuan Verbal

Aspek yang dinilai

Nama Klien

Memperkenalkan nama

Mendengarkan musik

Menyebut nama lagu 3

dan menceritakan kenangan tentang lagu tersebut Menyebutkan manfaat

4

dari kegiatan yang dilaksanakan Jumlah

3.11.1.2

Kemampuan Non Verbal Nama Klien

No

Aspek yang dinilai

1

Kontak mata

2

3

Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai Mengikuti kegatan dari awal sampai akhir Jumlah

Petunjuk : 1) Dibawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK. 2) Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan member tanda cek list ( √ ) jika ditemukan kemampuan pada klien, atau tanda ( x ) jika tidak ditemukan. 3) Jumlah kemampuan yang ditemukan, jika 3 atau 4 klien mampu, dan jika 0, 1 atau 2 klien belum mampu.

3.12 Dokumentasi Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien ketika TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien.

(SAP) SATUAN ACARA PENYULUHAN Topik

:

Terapi Kognitif : Menceritakan dan Menyanyikan

Gambar Sub topik

:

Manfaat Terapi Kognitif pada Lansia

Sasaran

:

Lansia Wisma Flamboyan

Tempat

:

PSTW Budi Mulia 01 Cipayung Jakarta Timur

Hari/Tanggal

:

Jumat, 22 Maret 2018

Waktu

:

17.00 – 17.45 WIB

Penyampai Materi

:

Mahasiswa Program Profesi Ners URINDO

3.1 Tujuan Umum Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang Terapi Kognitif : Menceritakan dan Menyanyikan Gambar selama 20 menit, Lansia PSTW Budi Mulia 01 Cipayung Wisma Flmboyan mengetahui manfaat terapi kognitif. 3.2 Tujuan Khusus Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 45 menit, Lansia PSTW Budi Mulia 01 Cipayung Wisma Flamboyan mengetahui tentang: 3.2.1

Pengertain Terapi Kognitif

3.2.2

Tujuan Terapi Kognitif

3.2.3

Manfaat Terapi Kognitif

3.2.4

Prinsip Dasar Terapi Kognitif

3.3 Strategi pelaksanaan 3.3.1

Metode : ceramah, diskusi, role play

3.3.2

Media : Gambar, Bola Pimpong, Gitar, Speaker

3.4 Garis besar materi (penjelasan terlampir): 3.4.1

Pengertain Terapi Kognitif

3.4.2

Tujuan Terapi Kognitif

3.4.3

Manfaat Terapi Kognitif

3.4.4

Prinsip Dasar Terapi Kognitif

3.5 Proses Pelaksanaan

Tahap Pendahuluan

1. Perkenalan

Kegiatan Klien Mendengar

2. Penjelasan TAK

Bertanya

Kegiatan Penyuluh

Ceramah

Media dan alat Speaker

Metode

Estimasi Waktu 5 menit

3. Cakupan materi

Penyajian

Menjelaskan :

Mendengar

Ceramah

Bola Pimpong 35 menit

1. Pengertian Terapi

Bertanya

Diskusi

Gitar

Kognitif 2. Tujuan Terapi Kognitif 3. Manfaat Terapi Kognitif 4. Prinsip dasar latihan Terapi Kognitif 5. Cara terapi kognitif Memulai TAK

Role play Mengikuti TAK

Penutup

1. Memberi

Umpan balik

diskusi

kesempatan kepada peserta penyuluhan untuk bertanya 2. Bertanya kepada peserta penyuluhan bagaimana perasaannya setelah mengikuti penyuluhan 3. Menyimpulkan materi penyuluhan 4. Menutup pertemuan dan memberi salam

3.6 Struktur Organisasi Leader

: Ramdani

Co Leader

: Mediliana

Fasilitator

: I Putu Aguswidiarista Vidya Rizcky Annisa

Observer

: Din Novitasari

3.7 Setting Tempat Peserta dan penyuluh duduk membentuk lingkaran. 3.8 Kriteria Evaluasi 3.8.1

Evaluasi Struktur

3.8.1.1 Peserta hadir ditempat penyuluhan

Speaker

3.8.1.2 Penggunaan media yang lengkap, kondisi tempat yang kondusif 3.8.1.3 Penyelenggaraan pendidikan kesehatan dilaksanakan PSTW Budi Mulia 01 Cipayung Wisma Flamboyan 3.9 Evaluasi Proses 3.9.1

Penyuluh menguasai materi dan mampu menyampaikan informasi kesehatan kepada peserta

3.9.2

Peserta antusias terhadap materi pendidikan kesehatan

3.9.3

Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat pendidikan kesehatan

3.9.4

Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar

3.9.5

Peserta dapat menceritakan dan menyanyikan objek yang ada di gambar dengan benar

3.10 Evaluasi Hasil 3.10.1 Peserta mengetahui tentang manfaat Terapi Kognitif 3.10.2 Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diajukan tentang manfaat Terapi Kognitif

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK TERHADAP KOGNITIF LANSIA DI BALAI PELAYANAN DAN PENYANTUNAN LANJUT USIA BENGKULU Deltari Novitasari STIKES Bhakti Husada Bengkulu Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Bengkulu Telp (0736) 23422 Email: [email protected] ABSTRACT Elderly is part of the growth process, but evolved from infants, children, adults, and eventually grow old. (Lili Ma'rifatul Azizah, 2011). Common in the elderly due to a variety of organ functions decline and death of cells of the body resulting in cognitive impairment. Therapy is one of the group's activities and educational training aimed to provide an overview of the surrounding environment so that the elderly can socialize well (Budi ana Keliat, 2007). In the initial survey dated January 16, 2014 by Agency staff interviewed elderly care and Bengkulu sponsorship. Based on observations and interviews of 10 elderly people are 3 people with severe cognitive impairment, 6 persons who are cognitively impaired and 1 person who had mild cognitive impairment. can be formulated research problems are many elderly who have cognitive disorders and Sponsorship Services Agency Elderly Bengkulu. The purpose of this study was to determine the effect of cognitive therapy group activity against the elderly. This research was conducted at the Center for Elderly Care and Sponsorship Bengkulu from the date of May 28, 2014 until June 28, 2014 The research method used experimentally, with the approach of one group prepost test design. Sampling technique in this study is the total sampling the number of respondents 15 respondents. Data analysis was performed using univariate and bivariate computerized and dependent t-test to see whether there is any effect on the cognitive therapy group activities elderly, results of bivariate analysis showed no effect of cognitive therapy group activity against the elderly get value ρ value 0.000 <α 0.05. From these results it can be concluded there is a

significant influence, Effects of cognitive therapy group activity against the elderly. Recommendations for health workers that this method can be done to the elderly can improve cognitive and the next researcher to know the other group activity therapy on elderly cognitive level. Keywords: therapeutic group activities, the level of cognitive elderly kelompok lanjut usia, makin besar. PENDAHULUAN Di seluruh Dunia jumlah lanjut usia Meningkatnya umur harapan di perkirakan lebih dari 629 juta jiwa hidup membuat jumlah penduduk dan pada tahun 2005-2010 jumlah berumur di atas 60 tahun, yaitu lanjut usia sama dengan jumlah anak

balita. Pada tahun 2025 lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar Indonesia akan menduduki peringkat dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah Republik Rakyat Cina, India dan Amerika Serikat, dengan umur harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008). Permasalahan pada lansia dalam pemeliharaan kesehatan hanya 5% yang di urus oleh institusi, 25% dari semua resep obat-obatan adalah untuk lanjut usia, penyakit-penyakit mungkin ganda dan kronis hampir 40% melibatkan lebih dari satu penyakit (komplikasi sering terjadi), akibat dari ketidakmampuan akan lebih cepat terjadi apabila seorang lanjut usia itu jatuh sakit, respon terhadap pengobatan berkurang, daya tangkal lebih rendah karena proses ketuaan sehingga seorang lanjut usia lebih mudah terkena penyakit, lanjut usia kurang tahan terhadap tekanan mental lingkungan dan fisik (Padila, 2013). Pada lansia sering dijumpai berbagai akibat dari menurunnya fungsi-fungsi organ dan matinya selsel tubuh maka banyak terjadi gangguan kesehatan pada lansia, baik kesehatan fisik maupun kesehatan psikis. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia seperti kulit mulai keriput, rambut beruban, gangguan pada sistem pengelihatan dan mengingat (Noorkasiani, 2009). Kognitif adalah kemampuan memperhatikan, kemamupuan berpikir terorganisasi, memori, dan kemampuan berbahasa (Bennita, 2011). Pada lansia adanya mengalami gangguan kognitif, kemunduran terdapat pada performen terutama pada tugas yang membutuhkan kecepatan dan juga

pada tugas yang memerlukan memori jangka pendek dan disertai dengan gangguan meningat memori jangka panjang (Darmojo, 2009). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu latihan dan pendidikan yang bertujuan memberikan gambaran kepada lansia tentang lingkungan sekitarnya sehingga dapat bersosialisasi dengan baik. Diharapkan dengan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok maka lansia dapat melatih fungsi kognitifnya sehingga mampu meningkatkan tingkat kognitifnya, membuat sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan. (Keliat, 2007). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 16 Januari 2014 melalui staf Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Bengkulu diketahui bahwa jumlah lansia yang berada di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Bengkulu sebanyak 60 orang yang berumur antara 65-90 tahun, yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 35 orang dan perempuan berjumlah 25 orang. Berdasarkan hasil pertanyaan lembar checklist singkat yang di lakukan oleh peneliti dari 10 orang lansia yang mengalami gangguan kognitif adalah 3 orang yang mengalami gangguan kognitif berat, 6 orang yang mengalami gangguan kognitif sedang dan 1 orang yang mengalami gangguan kognitif ringan. Program yang dilaksanakan Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia antara lain pemeriksaan kesehatan dan melaksanakan Terapi aktivitas kelompok sebulan sekali. Peran perawat dibutuhkan dalam membantu lansia yang mengalami

gangguan kognitif agar dapat memusatkan perhatian serta membantu daya ingat para lansia dan dalam pemberian terapi aktivitas kelompok peran perawat dibutuhkan sebagai leader, coleader, fasilitator, observer serta mengevaluasi hasil kegiatan yang dicapai dalam kelompok. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok (TAK) terhadap kognitif lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Bengkulu. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, yaitu suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan adanya keterlibatan penelitian dalam melakukan manipulasi terhadap variable bebas, dengan pendekatan one group pre-post test design (rancangan pra-pasca tes dalam suatu kelompok), test dimana observasi dilakukan sebanyak dua kali, sebelum dan sesudah experiment. Observasi yang dilakuan sebelum experiment (01) disebut pre test dan observasi sesudah experiment (02) disebut post test. Perbedaan 01 dan 02 diasumsikan sebagai efek dari treatment atau experiment. Definisi operasional Terapi Aktivitas kelompok adalah Terapi yang mengajak untuk meningkatkan hubungan interpersonal, mampu mengenal orang lain, waktu, dan tempat. Hasil ukur Terapi Aktifitas Kelompok apabila: 1. Kurang yaitu Jika mengikuti terapi aktivitas kelompok kurang (<) dari 6 kali 2. Baik yaitu Jika mengikut terapi besar

atau sama dengan (≥) 6 kali. Definisi operasional Kognitif Pada Lansia : Gangguan kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan pada lansia. Hasil ukur 1. Gangguan kognitif ringan jika nilai 21-30 2. Gangguan kognitif sedang jika nilai 20-11 3. Gangguan kognitif berat jika nilai < 10 Penelitian ini dilakukan di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Bengkulu tahun 2014. Waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Mei 2014 sampai tanggal 28 Juni 2014. Populasi pada penelitian ini adalah semua lansia yang tinggal di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Bengkulu tahun 2014 yang menderita gaangguan orientasi realita. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pengambilan sampel dilakukan seluruh lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Bengkulu tahun 2014 yang dijadikan sampel yang berjumlah 15 orang. Kriteria yang digunakan: a) Lansia yang berumur lebih dari 60 tahun b) Lansia yang menderita orientasi realita terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah dapat berintraksi dengan orang lain c) Kondisi fisik dalam keadaan sehat d) Lansia yang mengalami gangguan kognitif sedang dan gangguan kognitif berat. Pengumpulan data menggunakan data primer dan data sekunder, pengumpulan data primer dengan menggunakan checklist Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berupa daftar pertanyaan atau checklist sebagaimana terlampir. Adapun

pertanyaan yang diajukan meliputi : 1) Data Umum tentang karakteristik dengan pertanyaan terbuka mengenai nama responden dan umur. 2) Data khusus terdiri dari : Penilaian Peningkatan Kognitif Pada Mini mental State Exam (MMSE) merupakan instrument pengkajian sederhana yang menggunakan untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam berpikir atau menguji aspek kognitif apakah ada perbaikan atau semakin memburuk (Padila, 2013). Analisis secara univariat bertujuan untuk melihat distribusi

statistic deskriptif dari nilai tengah (mean, median) dan nilai variasi (SD, minimal, maximal) dengan Confidental Interval (CI) 95%. Dan Analisa bivariat bertujuan Untuk melihat pengaruh pemberian Terapi Aktivitas Kelompok antara pre dan post test pada setiap variabel. Analisis statistic secara bivariat pada penelitian ini menggunakan uji t berpasangan (Paired T Test). HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Tabel 1 Distribusi analisis pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap tingkat kognitif lansia di Balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu. Katagori gangguan kognitif lansia Mean p value Katagori gangguan kognitif lansia sebelum dilakukan Terapi aktivitas kelompok Katagori gangguan kognitif lansia setelah dilakukan Terapi aktivitas kelompok Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa hasil uji statistik didapatkan p value (0,000) < 0,05. Hal ini menunjukkan Ha di terima dan Ho di tolak, jadi ada pengaruh Terapi aktivitas kelompok (TAK) terhadap kognitif lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Bengkulu. Berdasarkan tabel diatas sebagian kecil responden (20%) mengalami gangguan kognitif berat dan hampir seluruh responden (80%) mengalami gangguan kognitif sedang. Hal ini terjadi karena jawaban respoden pada lembar cheklist masih banyak salah terletak pada pertanyaan orientasi, kalkulasi dan bahasa. Lansia masih banyak

2.20 0.000 1.27

yang mengalami gangguan orientasi/ingatan pada saat di tanya. Berdasarkan umur responden yang berada di Balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu tempat penelitian ini dilakukan ternyata sebagian besar lansia termasuk dalam kategori usia tua (60-74 tahun) dan ada lansia termasuk dalam kategori usia tua (75-89 tahun) menurut Kushariyadi (2012), hal ini berdampak pada perubahan-perubahan yang terjadi pada system saraf pada usia lanjut yaitu berat otak menurun, hubungan persarafan cepat menurun, lambat dalam respon dan waktu untuk berpikir dan membuat usia lanjut

menjadi cepat pikun dalam mengingat sesuatu. Peneliti menilai berdasarkan uraian diatas, bahwa sangat perlunya dilakukan terapi aktivitas kelompok untuk stimulasi kognitif lansia, seperti kita ketahui menurut Tamber Noorkasiani (2009) bahwa pada lansia sering dijumpai berbagai akibat dari menurunnya fungsifungsi organ dan matinya sel-sel tubuh maka banyak terjadi gangguan kesehatan pada lansia, baik kesehatan fisik maupun kesehatan psikis. Teori tersebut menegaskan bahwa semakin tua maka semakin banyak terjadinya gangguan kesehatan pada lansia, demikian juga dengan penelitian ini jika lansia mengalami gangguan kesehatan yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan kognitif maka akan sulit untuk melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan hidup. Padila (2013), menyatakan bahwa gangguan kognitif ini terjadi diakibatkan penyakit-penyakit mungkin ganda dan kronis hampir melibatkan lebih dari satu penyakit (komplikasi sering terjadi), akibat dari ketidakmampuan akan lebih cepat terjadi apabila seorang lanjut usia itu jatuh sakit, respon terhadap pengobatan berkurang, daya tangkal lebih rendah karena proses ketuaan sehingga seorang lanjut usia lebih mudah terkena penyakit, lanjut usia kurang tahan terhadap tekanan mental lingkungan dan fisik. sehingga peneliti melakukan terapi untuk meningkatkan kognitif lansia. Terapi aktivitas kelompok yang dilakukan adalah terapi aktivitas kelompok orientasi realita yang mengeorientasikan lansia terhadap

situasi nyata hal ini bertujuan agar lansia mampu mengenal orang lain, waktu, dan tempat. Berdasarkan tabel 1 bahwa setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok hampir sebagian responden (26,7%) mengalami gangguan kognitif sedang dan sebagian besar responden (73,3%) mengalami gangguan kognitif ringan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami peningkatan kognitif, sehingga menjadi gangguan kognitif ringan. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden (lansia) dapat mengikuti dengan biak, dalam melakukan kegiatan terapi aktivitas kelompok yang diberikan oleh peneliti. Terapi aktivitas kelompok yang telah diterima oleh responden kemungkinan besar dapat di ingat dengan baik, maka responden akan mengetahui tentang keadaan sekitarnya mengenai tentang waktu, orang dan tempat di mana responden itu berada kini. Peningkatan tingkat kognitif bisa dilakukan dengan melakukan Terapi aktivitas kelompok. Keliat (2004) terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu latihan dan pendidikan yang bertujuan memberikan gambaran kepada lansia tentang lingkungan sekitarnya sehingga dapat bersosialisasi dengan baik. Diharapkan dengan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok maka lansia dapat melatih fungsi kognitifnya sehingga mampu meningkatkan tingkat kognitifnya, membuat sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan. Sesuai dengan

teori tersebut bahwa fungsi dari terapi aktivitas kelompok itu penting bagi lansia untuk mengetahui tentang lingkungan yang di tempati sekarang, dimana lingkungan tersebut tempat yang baik atau tidak untuk lansia tersebut. Di dalam melakukan penenlitian, peneliti mendapatkan hasil yaitu pada saat setalah dilakukan terapi aktivitas kelompok sebagian besar responden dapat menjawab lembar checklist dengan benar dikarenakan responden dapat mengingat kembali setelah diberikan stimulus terapi aktivitas kelompok mengenai mengingat orang, tempat dan waktu. Sebagian besar responden dapat mengingat dengan baik. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2012), yang didapatkan bahwa setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok responden yang mendapatkan nilai kognitif ringan lebih banyak Hal ini dikarenakan responden dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok secara aktif sehingga dapat menstimulus kognitif. Berdasarkan analisis pada tabel diatas didapatkan nilai ρ value 0,000 < α 0,05 ini berarti ada pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kognitif lansia. Hipotesis yang di dapatkan dari penelitian ini Ha di terima dan Ho ditolak yang berarti ada pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kognitif lansia di Balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu. Ini dapat di lihat dari terapi aktivitas kelompok yang dilakukan oleh peneliti sebagai perawat yaitu pendekatan secara langsung kepada lansia, masih banyaknya hambatan dalam melakukan pelaksanaan terapi

aktivitas kelompok yang dihadapi oleh peneliti diantaranya kurangnya sarana dan prasarana pendukung dan kodisi lingkungan yang tidak memadai, meskipun menghadapi hambatan tersebut diatas responden tetap antusias untuk melakukan terapi aktivitas kelompok walaupun sering ada beberapa responden tidak dapat melakukan terapi aktivitas kelompok sesuai dengan waktu kontrak yang telah ditentukan sehingga responden yang tidak mengikuti terapi aktivitas yang diadakan maka sebagian responden menyusul melakukan terapi aktivitas kelompok tersebut dikemudian harinya. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan oleh peneliti dalam 6 kali pertemuan, sekali pertemuan dilakukan 3 sesi yaitu sesi orientasi orang, orientasi tempat, orientasi waktu. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dalam 90 menit dan tempat dilaksanakannya terapi aktivitas kelompok di wisma anggrek dan wisma mawar. Dari tiga sesi terapi aktivitas kelompo yang dilakukan banyak responden yang salah menjawab pertanyaan di sesi orientasi waktu. Pada penelitian ini di lakukan terapi aktivitas kelompok dengan menggunakan sampel 15 respoden. Sebelum terapi aktivitas kelompok ada 3 responden yang mengalami gangguan kognitif berat dan setelah di berikan terapi aktivitas kelompok maka 3 responden ini ada peningkatan kognitif sehingga menjadi gangguan kognitif sedang. Sebelum dilakukan terapi aktivias kelompok ada 12 responden yang mengalami gangguan kognitif sedang, lalu setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok maka mengalami

peningkatan kognitif sehingga ada 11 responden mengalami gangguan kognitif ringan dan 1 responden tetap mengalami gangguan kognitif sedang, hal ini karena respoden ini kurang focus dalam memperhatikan dan melakukan terapi aktivitas kelompok, karena penurunan kondisi fisik dan memori responden ini cukup tua sehingga reponden tetap mengalami gangguan kognitif sedang. Sesuai dengan teori menurut Azizah (2011) ada beberapa macam perubahan kognitif salah satunya dalam kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi yang mengalami penurunan pada lansia. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Ada pengaruh antara terapi aktivitas kelompok terhadap kognitif lansia di Balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu SARAN Bagi petugasb balai pelayanaan dan penyantunan lanjut usia Bengkulu diharapkan untuk lebih dapat memperhatikan pelayanan kesehatan fisik bagi lansia khususnya penatalaksanaan kognitif lansia tindakan keperawatan yang bersifat standar maupun tindakan keperawatan seperti terapi aktivitas kelompok, dengan adanya terapi aktivitas kelompok dapat meningkatkan kognitif pada lansia setidaknya di sering dilakukan minimal 1-2 kali dalam seminggu.

DAFTAR PUSTAKA Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Darmajo.. 2009. GERIATRI (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hidayati. 2012. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas terhadap tingkat Kognitif Lansia Demensia di Desa Mapin Kebak Kecamatan Alas Barat, (http//www: jurnal Ners). Keliat. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunita. Jakarta : EGC. Kuhariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika. Noorkasiani, Tamher. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatn. Jakarta : Salemba Medika. Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatri Edisi 3. Jakarta : EGC. Padila, 2011. Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika. Padila. 2013. Proses Penuaan. http://www.jurnalners.com Benita W. 2011. Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Related Documents

Resume
May 2020 0
Resume
May 2020 0
Resume
April 2020 0
Resume
April 2020 0
Resume
April 2020 0
Resume
May 2020 0

More Documents from ""

Resume Demensia.docx
April 2020 4
Atelektasis.docx
April 2020 5
Api Pk Nofi.docx
April 2020 5
Penerjemah Tersumpah
November 2019 23