RESPONSI
Pembimbing: dr. Een Hendarsih, SpPD, KHOM, FINASIM
Disusun oleh: Rosi Arly Fadila 201510401011023
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSU HAJI SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016
1
LEMBAR PENGESAHAN RESPONSI
Responsi ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi program pendidikan profesi dokter di bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang dilakukan di RSU Haji Surabaya.
Surabaya, Juni 2016 Pembimbing
dr. Een Hendarsih, SpPD, KHOM, FINASIM
2
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan berkat dan rahmatnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan responsi SMF Ilmu Penyakit Dalam. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, rekan sejawat, dan terutama dr. Een Hendarsih, SpPD, KHOM, FINASIM selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi saran, dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan responsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa responsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi memperbaiki kekurangan atau kekeliruan dalam responsi. Semoga responsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surabaya, Juni 2016
Penulis
3
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Identitas pasien .........................................................................................1 1.2 Anamnesis.................................................................................................1 1.3 Pemeriksaan fisik ......................................................................................3 1.4 Pemeriksaan penunjang ............................................................................5 1.5 Diagnosis ..................................................................................................8 1.6 Planning ....................................................................................................8 1.7 Perkembangan harian..............................................................................10 1.8 Resume ...................................................................................................16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................21 2.1 Anemia hemolitik ..................................................................................21 2.2 Limfadenopati colli................................................................................28 BAB 3 PEMBAHASAN ........................................................................................38 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................46
4
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kelenjar Getah Bening Leher dan Daerah Drainasenya ......................34 Gambar 2. Level Kelenjar Getah Bening Leher.....................................................35
5
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kelainan Morfologi Eritrosit ....................................................................25 Tabel 2. Etiologi Limfadenopati ............................................................................28 Tabel 3. Kelompok Kelenjar Getah bening Leher dan Levelnya...........................35
6
BAB I PRESENTASI KASUS 1.1 Identitas pasien 1. Nama
: Tn Y
2. Umur
: 50 tahun
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Alamat
: Kedondong kidul I/73
5. Agama
: Islam
6. Suku
: Jawa
7. Pendidikan
: S1
8. Pekerjaan
: Wiraswasta
9. Status Pernikahan
: menikah
10. No. register
: 775978
11. Tanggal MRS
: 15 Juni 2016
12. Tanggal Pemeriksaan : 17 Juni 2016
1.2 Anamnesis (Autoanamnesis) 1. Keluhan Utama
: Benjolan di leher
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
:
Pasien datang ke IGD RSU Haji dengan keluhan benjolan di leher. Keluhan dirasakan sudah 2 minggu sebelum MRS. Benjolan di rahang bawah kanan dan di bawah dagu. Benjolan muncul tiba-tiba, cepat membesar, teraba lunak, kaku, nyeri (-). Pasien belum minum obat untuk mengurangi benjolan.
7
Pasien juga mengeluh badan terasa lemas. Keluhan dirasakan 1 minggu sebelum MRS. Pasien juga mengeluh matanya berkunang-kunang. Telinga berdenging (-),mual muntah (-), sesak (-). Demam (-),keringat malam hari (+), penurunan BB (+) sebanyak 10 kg dalam 1 bulan ini. BAK lancar, warna kuning pucat, nyeri (-) BAB lancar, warna kuning kecoklatan konsistensi padat, darah (-) 3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
:
- Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, saat ini MRS yang kedua kalinya. MRS 2 minggu yang lalu dan ditransfusi PRC 3 pack muncul demam. Sebelum MRS pasien mengeluh demam sudah 1 bulan dan ada riwayat gigi berlubang. -
Riwayat Diabetes mellitus (+) sudah 6 tahun, rutin suntik lantus 10-0-0
-
Riwayat Hipertensi (-)
-
Riwayat PJK (-)
-
Riwayat asma (-)
-
Riwayat alergi (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) - Keluarga tidak pernah sakit seperti ini - Riwayat Hipertensi (+) - Riwayat Diabetes mellitus (+) - Riwayat PJK (-) - Riwayat asma (-) - Riwayat alergi (-)
8
5. Riwayat Penyakit Sosial (RPsos) 1.3 Pemeriksaan fisik A. Keadaan Umum
: Cukup
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: 456
B. Vital Sign Tensi (T)
: 110/80 mmHg
Nadi (N)
: 82 x/menit
Pernafasan (RR) : 20 x/menit Suhu badan (t)
: 36,0 0 C
Berat badan (BB) : 63 kg Tinggi badan (TB): 183 cm C. Kepala - Leher Rambut dalam batas normal Bentuk kepala dalam batas normal Reflek cahaya (+), isokor Mata cowong (-), anemis (+), ikterus (-), dispneu (-), sianosis (-) Hidung dan mulut dalam batas normal pembesaran KGB (+) Benjolan di rahang kanan bawah : massa (+) padat kenyal uk. 6x8 cm, NT (-), mobile (-) Benjolan di bawah dagu : massa (+), padat kenyal, uk o 3 cm, NT (-), mobile terbatas Deviasi trakea (-), vena jugularis dan tiroid dalam batas normal
9
D. Thoraks Paru
:
Inspeksi: bentuk dada normochest, deformitas (-), pergerakan dinding dada simetris, retraksi ICS (-), tipe nafas regular, pemanjangan ekspirasi (-) Palpasi: nyeri tekan (-), ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus simetris Perkusi: sonor pada kedua lapang paru Auskultasi: vesikuler (+ / +), ronchi (- / -), wheezing (- / -) Jantung : Inspeksi
: iktus tidak tampak, pulsasi precordial (-)
Palpasi
: iktus tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi
: redup, batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-) E. Abdomen Inspeksi
: normal, pulsasi epigastrium (-)
Auskultasi : BU (+) normal Perkusi
: timpani, traube space (+)
Palpasi
: Supel, hepar tidak teraba, lien teraba schuffner III - IV nyeri tekan
-
-
-
10
F. Ekstremitas: Akral hangat kering pucat Edema
-
+ +
+ +
-
CRT < 2 detik 1.4 Pemeriksaan penunjang A. Laboratorium (15/6/2016) Darah Lengkap: Hb
: 5,5 g/dL
MCV
: 81,1 fL
MCH
: 25,9 pg
MCHC
: 32,0 g/dL
RDW-SD
: 54,2 fL
RDW-CV
: 19,8 %
Kesimpulan
: Anemia normokrom normositik
Leukosit
: 4480 /mm3
Diff count o Eo
: 2,2%
o Baso
: 0,4 %
o Neut
: 56,1 %
o Lymph
: 10,9 %
o Mono
: 30,4 %
Hematokrit
: 17,2 %
Trombosit
: 205.000 /mm3
11
Kimia klinik GDA
: 229 mg/dl
BUN
: 18 mg/dl
Kreatinin
: 1,0 mg/dl
Bilirubin direct
: 0,61 mg/dl
Bilirubin total
: 1,77 mg/dl
SGOT
: 28 U/l
SGPT
: 34 U/l
K
: 4,2 mmol/L
Na
: 130 mmol/L
Cl
: 94 mmol/L
Hematologi - Retikulosit
: 4,3 %
Hapusan Darah Tepi - Eritrosit
: kesan jumlah menurun dengan hypochrom
anisositosis - Leukosit
: kesan jumlah normal, tidak tampak sel muda
- Trombosit
: kesan jumlah normal
- Kesan
: Anemia hypochrom anisositosis
- Kemungkinan 1
: Chronic disease anemia
Kemungkinan 2
: Anemia deff besi
FNAB di laboratorium klinik pramita Kesimpulan/Diagnosis : Nodul submandibula dextra dan sinistra Dd malignant lymphoma
12
Metastase undifferentiated B. Laboratorium (16/6/2016) Coomb test direk negative C. Laboratorium (17/6/2016) Darah Lengkap: Hb
: 7,7 g/dL
MCV
: 85,2 fL
MCH
: 27,1 pg
MCHC
: 31,8 g/dL
RDW-SD
: 56,1 fL
RDW-CV
: 18,7 %
Leukosit
: 4990 /mm3
Diff count o Eo
: 0,0 %
o Baso
: 0,0 %
o Neut
: 90,4 %
o Lymph
: 5,6 %
o Mono
: 4,0 %
Hematokrit
: 24,2 %
Trombosit
: 313.000 /mm3
Kimia klinik BSN puasa
: 480 mg/dl
2JPP
: 573 mg/dl
13
1.5 Diagnosis Limfadenopati coli susp. LNH Anemia hemolitik susp. AIHA DM Tipe 2 1.6 Planning A. Diagnosis USG Abdomen Biopsi Foto thorak PA EKG Konsul bedah Konsul jantung Konsul anestesi B. Terapi Infus PZ 21 tpm Transfusi WE 2 pack RCS 3 x 4 unit sc Metilprednisolon 3 x 16 mg C. Monitoring Keadaan umum Vital sign (nadi, TD, RR, suhu) Keluhan pasien DL serial Reaksi transfusi
14
GDP, G2PP D. Edukasi - Memberitahu pasien dan keluarga pasien tentang keadaan pasien, dan penyakit yang diderita. - Memberitahu pasien memgenai pemeriksaan dan terapi yang dilakukan kepada pasien (Indikasi, prosedur, persiapan hingga komplikasi yang mungkin terjadi). - Memberitahukan tentang komplikasi serta prognosis dari penyakit yang diderita pasien.
15
16
1.8 Resume -
Laki-laki, 50 tahun, Tn Y. datang ke IGD RSU Haji tanggal 15 Juni 2016 dengan keluhan benjolan di leher. Keluhan dirasakan sudah 2 minggu sebelum MRS. Benjolan di rahang bawah kanan dan di bawah dagu. Benjolan muncul tiba-tiba, cepat membesar, teraba lunak, kaku, nyeri (-). Pasien belum minum obat untuk mengurangi benjolan.
-
Pasien juga mengeluh badan terasa lemas. Keluhan dirasakan 1 minggu sebelum MRS. Pasien juga mengeluh matanya berkunang-kunang. Telinga berdenging (-), mual muntah (-), sesak (-).
-
Demam (-), keringat malam hari (+), penurunan BB (+) sebanyak 10 kg dalam 1 bulan ini, BAK lancar, warna kuning pucat, nyeri (-), BAB lancar, warna kuning kecoklatan konsistensi padat, darah (-).
-
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, saat ini MRS yang kedua kalinya. MRS 2 minggu yang lalu dan ditransfusi PRC 3 pack muncul demam. Sebelum MRS pasien mengeluh demam sudah 1 bulan dan ada riwayat gigi berlubang. Riwayat Diabetes mellitus (+) sudah 6 tahun, rutin suntik lantus 10-0-0, riwayat Hipertensi (-), riwayat PJK (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-)
-
Keluarga tidak pernah sakit seperti ini, riwayat Hipertensi (+), riwayat Diabetes mellitus (+), riwayat PJK (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-)
-
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra inferior tampak anemis, pembesaran kelenjar getah bening benjolan di rahang kanan bawah : massa (+) padat kenyal uk. 6x8 cm, NT (-), mobile (-), benjolan di
17
bawah dagu : massa (+), padat kenyal, uk o 3 cm, NT (-), mobile terbatas dan splenomegali schuffner III-IV. -
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia gravis (Hb 5,5 g/dl) dengan indeks eritrosit menunjukkan anemia hipokrom mikrositik (MCV 81,1 fl, MCH 25,9 pg dan MCHC 32,0 g/dl) dan pada pemeriksaan hapusan darah tepi eritrosit kesan jumlah menurun dengan hypochrom anisositosis, leukosit kesan jumlah normal, tidak tampak sel muda, trombosit kesan jumlah normal, kesan anemia hypochrom anisositosis dengan 2 kemungkinan, anemia penyakit kronis dan anemia defisiensi besi. Kemudian leukopeni (leukosit 4.480/mm3), penurunan hematokrit (Hct 17,2%), hiperglikemi (GDA 229mg/dl), bilirubin indirek yang sedikit meningkat (bilirubin indirek 1,16 mg/dl) dan peningkatan retikulosit (retikulosit 4,3%).
-
Pasien membawa hasil FNAB dari laboratorium klinik luar rumah sakit dengan kesimpulan nodul submandibula dextra dan sinistra dd malignant lymphoma dan metastase undifferentiated.
-
Dari anamnesis yaitu adanya benjolan di leher yang dirasakan sudah 2 minggu sebelum MRS, di rahang bawah kanan dan di bawah dagu, muncul tiba-tiba, cepat membesar, teraba lunak, kaku, tidak nyeri; pemeriksaan fisik yaitu pembesaran kelenjar getah bening benjolan di rahang kanan bawah : massa (+) padat kenyal uk. 6x8 cm, NT (-), mobile (-), benjolan di bawah dagu : massa (+), padat kenyal, uk o 3 cm, NT (-), mobile terbatas dan hasil biopsi dari laboratorium klinik luar rumah sakit dengan kesimpulan nodul submandibula dextra dan sinistra dd malignant lymphoma dan metastase
18
undifferentiated maka diagnosis pasien ini adalah limfadenopati colli dengan planning diagnosis biopsi. -
Untuk diagnosis kedua disimpulkan pasien terdiagnosis anemia hemolitik karena pada anamnesis didapatkan gejala umum anemia yaitu badan terasa lemas dan mata berkunang-kunang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra inferior tampak anemis, splenomegali schuffner III-IV dan tidak didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia gravis, sedikit peningkatan bilirubin indirek dan peningkatan retikulosit. Planning diagnosisnya adalah tes coomb’s direct.
-
Pasien ini juga didiagnosis dengan DM Tipe 2 karena pasien punya riwayat diabetes dengan pemakaian insulin lantus 10-0-0 dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDA 229 mg/dl.
-
-
Terapi yang diberikan:
Infus RL 14 tpm
Transfusi WE 2 pack
RCS 3 x 4 unit sc
Metilprednisolon 3 x 62,5 mg
Pasien diplanning untuk biopsi namun KU dan gula darah pasien belum stabil, Hb belum naik. Berikut hasil pemeriksaan laboratoriumnya : Darah Lengkap: Hb
: 7,7 g/dL
MCV
: 85,2 fL
MCH
: 27,1 pg
19
MCHC
: 31,8 g/dL
RDW-SD
: 56,1 fL
RDW-CV
: 18,7 %
Leukosit
: 4990 /mm3
Diff count o Eo
: 0,0 %
o Baso
: 0,0 %
o Neut
: 90,4 %
o Lymph
: 5,6 %
o Mono
: 4,0 %
Hematokrit
: 24,2 %
Trombosit
: 313.000 /mm3
Kimia klinik BSN puasa
: 480 mg/dl
2JPP
: 573 mg/dl
Sehingga biopsi ditunda sampai pasien KRS -
Pada tanggal 20 Juni 2016 pasien dipulangkan karena benjolan dileher mengecil dan keluhan umum anemia tidak ada. Keadaan umum pasien stabil dengan hasil laboratorium terakhir tanggal 19 Juni 2016 sebagai berikut :
-
Hb : 8,3 g/dL Leukosit : 6.290 /mm3 Hematokrit : 25,7 % Trombosit : 394.000 /mm3 MCV : 86,0 fL
20
MCH
: 27,8 pg
MCHC
: 32,3 g/dL
RDW-SD : 58,2 fL RDW-CV : 19,5 % Diff count Eo
: 0,0 %
Baso
: 0,0 %
Neut
: 89,7 %
Lymph : 6,8 % Mono
: 3,5 %
Permasalahan: Mengapa pasien ini didiagnosis dengan anemia hemolitik? Adakah hubungan antara anemia hemolitik dengan limfadenopati colli?
21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Hemolitik 2.1.1 Definisi Umur sel darah merah normal adalah 120 hari setelah dikeluarkan dari sumsum tulang. Apabila tidak ada suatu proses penyakit sel darah merahakan dikeluarkan dari sirkulasi melalui proses fagositosis dalam limpa dan hati. Pemecahan sel darah merah sebelum waktunya disebut hemolisis. Anemia hemolitik terjadi apabila sebelum mencapai usia tersebut eritrosit menjadi rusak yang
dapat
disebabkan
oleh
karena
factor
intrakorpuskuler
maupun
ekstrakorpuskuler ( Askandar, 2015). 2.1.2 Etiologi Penyebab intrakorpuskular 1. Kelainan membrane dari sel darah merah (sferositosis herediter; eliptositosis herediter; paroksismal nocturnal hemoglobinuria) 2. Kekurangan enzim (heksokinase, G6PD, piruvat kinase dan porfiria eritropetik kongenital) 3. Kelainan hemoglobin (thalassemia dan anemia sel sabit) Penyebab ekstrakorpuskular 1. Anemia hemolitik autoimun (AIHA) dengan warm antibody (Idiopatik, SLE, leukemia kronik, limfositik dan limfoma), anemia hemolitik autoimun dengan cold antibody (idiopatik, mikoplasma pneumoni, limfoma, paroksismal nocturnal hemoglobinuria, virus, sifilis) 2. Penyakit sistemik
22
3. obat-obatan, bahan kimia, racun tumbuh-tumbuhan 4. Anemia hemolitik pada bayi dan inkompatibilitas ABO ( Askandar, 2015). 2.1.3 Pendekatan Diagnosis a. Anamnesis Penderita anemia hemolitik umumnya datang dengan keluhan lelah, sakit kepala, berdebar, nyeri dada, keluhan gagal jantung dan iskemia dari susunan syaraf pusat. Dari anamnesis kita menduga kemungkinan penyebab kongenital apabila pada bayi atau anak-anak mengidap anemia yang refrakter dengan pengobatan yang konvensional, riwayat keluarga anemia, ikterus, spleenomegali, spleenektomi serta kolesistektomi. Apabila tidak dijumpai riwayat seperti tersebut diatas penderita anemia yang tanpa disertai perdarahan patut dicurigai anemia hemolitik yang didapat (Bakta, 2009). b. Pemeriksaan fisik 1. Anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan kadar hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb < 7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengung (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit
23
di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb < 7 g/dl) (Sudoyo dkk, 2009). 2. Ikterus Ikterus timbul karena peningkatan bilirubin indirek dalam darah sehingga ikterus bersifat acholuric jaundice bahwa dalam urine tidak dijumpai bilirubin. Ikterus dapat hanya ringan tetapi dapat juga berat terutama pada anemia hemolitik pada bayi baru lahir sehingga dapat menimbulkan kern icterus. Ikterus tidak disertai rasa gatal. 3. Spleenomegali Spleenomegali hampir selalu dijumpai pada anemia hemolitik kronik familierherediter kecuali pada anemia sel sabit (sickle cell disease) dimana limpa mengecil karena terjadinya infark. 4. Ulkus kronik pada kaki Ulkus pada kaki dapat dijumpai pada anemia sel sabit dan sferositosis herediter dapat juga dijumpai pada anemia hemolitik kronik familier-herediter yang lain. Pada anemia sel sabit prevalensinya sekitar 5%. Ulkus terjadi di sebelah proksimal malleolus medialis dan lateralis dan sering bersifat bilateral. 5. Gejala klinik akibat penyakit dasar (leukemia, limfoma, SLE) (Bakta, 2009). c. Pemeriksaan Laboratorium (Bakta, 2009) 1. Anemia Penurunan kadar Hb > 1g/dl dalam waktu seminggu tanpa disertai perdarahan merupakan satu petunjuk ke arah anemia hemolitik. 2. Retikulosit
24
Hitung retikulosit merupakan pemeriksaan untuk menunjukkan peningkatan eritropoesis yang paling sering dipakai. Angka normal retikulosit 0,5-1,5% tetapi angka normal yang lebih teliti adalah 0,3-2,5% pada pria dan 0,8-4,1% pada wanita. Peningkatan retikulosit sebanding dengan beratnya proses hemolisis. 3. Hiperbilirubinemia indirek 4. Pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebab hemolisis Kelainan morfologik eritosit Pemeriksaan morfologi eritrosit pada darah tepi merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menentukan etiologi anemia hemolitik.
Tabel 1. Kelainan Morfologi Eritrosit Sel Sferosit
Eliptosit Stomatosit
Akantosit
Ekhinosit
Sel sabit
Sel target
Deskripsi Kelainan klinis Sferis, tampak kecil, Sferositosis herediter, tak ada pucat bagian anemia imunohemolitik, sentral luka bakar, injuri kemikal Sel berbentuk oval Ovalositosis herediter, anemia megaloblastik Bentukan seperti mulut Stomatositosis herediter, pengganti bagian pucat alkoholisme sentral 5-10 spikula dengan Spur cell anemia dengan panjang bervariasi, penyakit hati, jarak dan tebalnya tak abetaliporproteinemia teratur 10-30 spikula yang tak Defisiensi piruvat kinase merata diatas dan gliserat kinase, permukaan sel uremia Sel seperti bulan sabit, Anemia sel sabit terjadi pada keadaan hipoksia Area solid pada bagian Thalassemia, Hb-C ds tengah yang penyakit hati, defisiensi seharusnya pucat LCAT, pasca spleenektomi 25
Skhistosit
Segitiga, bentuk Anemia helmet, fragmentasi mikroangiopatik, uremia, atau sel terdistorsi, hipertensi maligna, kecil-kecil aliran darah mengalami turbulensi
Pemeriksaan tes antiglobulin (coomb’s test/ direct antiglobulin test/DAT) Merupakan tes yang paling banyak digunakan untuk mendiagnosis anemia hemolitik autoimun. DAT positif menunjukkan adanya antibodi yang terdiri atas IgG atau komplemen, terutama C3 yang menyelimuti permukaan eritrosit. Tes ini cukup reliable tetapi sekitar 2-5% kasus AIHA tidak disertai tes coombs positif karena antibody/komplemen yang menyelimuti eritrosit titernya sangat rendah. Pada penderita AIDS tes coombs positif pada 34% kasus tanpa tanda-tanda anemia imunohemolitik. Sekitar 70% kasus AIHA warm antibody menunjukkan DAT positif terhadap igG dan negatif terhadap C3, sekitar 20% menunjukkan positif IgG dan positif terhadap C3 dan 10% menunjukkan anti IgG negative dan positif lemah terhadap C3 (Bakta, 2009). Apabila pemeriksaan tersebut diatas tidak dapat menentukan penyebabnya maka tidak ada cara lain yang sistematis kecuali harus melakukan semua pemeriksaan dibawah ini : Elektroforesis Hb Tes denaturasi panas untuk kelainan hemoglobin Tes askorbat sianida Tes untuk defisiensi piruvat kinase Pemeriksaan G6PD Sucrose waters test dan Ham’s test untuk PNH
26
Apabila dengan pemeriksaan tersebut diatas belum dapat ditentukan juga penyebabnya maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kekurangan enzim-enzim eritrosit atau penderita dengan AIHA yang DAT nya negatif dan pada penderita ini dapat dicoba dengan pemberian prednisone (Askandar, 2015). 2.1.4 Diagnosis Banding 1. Anemia dan retikulositosis (perdarahan, penyembuhan dari kekurangan besi, asam folat dan vit B12) 2. Anemia dan ikterus (eritropoesis yang tidak efektif dan perdarahan dalam jaringan) 3. Ikterus hemolitik tanpa anemia 4. Metastasis ke sumsum tulang 5. Mioglobinuria (Askandar, 2015) 2.1.5 Terapi Pengobatan umum anemia hemolitik antara lain : 1. Pada penderita dengan anemia hemolitik akut (misalnya pada reaksi transfusi) pengobatan ditujukan pada pencegahan syok dan mencegah terjadinya gagal ginjal akut dengan memberikan cairan dan mannitol 2. Splenektomi bermanfaat pada beberapa kasus dengan anemia hemolitik yang kondisi dari sel eritrositnya masih baik dan timbulnya anemia akibat pemecahan berlebih dari limpa, misalnya pada penderita sferositosis herediter. 3. Hormon steroid sangat bermanfaat pada penderita dengan anemia hemolitik autoimun
27
4. Pada anemia hemolitik autoimun yang kronis kadang diperlukan pemberian asam folat 0,15-3,0 mg sehari untuk mencegah terjadinya krisis hemolitik 5. Transfusi darah diberikan atas indikasi vital (washed eritrosit) 6. Apabila terdapat anemia infeksi, bahan kimia, bahan fisika yang diduga sebagai penyebab hendaknya segera diatasi 7. Apabila terdapat penyakit dasar sebagai penyebab hendaknya diobati juga (Askandar, 2015). 2.2 Limfadenopati colli 2.2.1 Definisi Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar dari 1 cm (Ferrer, 1998). Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal (Bazemore, 2002). 2.2.2 Etiologi
Tabel 2. Etiologi Limfadenopati (Bazemore, 2002) Penyebab Karakteristik Diagnostik Keganasan • LimfomaDemam, keringat Biopsi kelenjar malam, penurunan berat badan, asimptomatik LeukemiaMemar, splenomegali Pemeriksaan hematologi, aspirasi sumsum tulang Neoplasma kulit-
Lesi kulit karakteristik
Biopsi lesi
28
Sarkoma Kaposi -
Lesi kulit karakteristik
Biopsi lesi
Metastasis-
Bervariasi tergantung tumor primer Demam, menggigil, malaise Demam, menggigil, atau asimptomatik
Biopsi
Hepatitis, pneumonitis, asimptomatik, influenza-like illness Nyeri, promiskuitas seksual Demam, malaise, splenomegali
Antibodi CMV, PCR
Infeksi• Bruselosis Cat-scratch disease-
CMV-
HIV, infeksi primerLimfogranuloma venereumMononukleosis-
Demam, orofaringeal
Faringitis-
Ruam karakteristik, demam Demam, konstipasi, diare, sakit kepala, nyeri perut, rose spot Demam, keringat malam, hemoptisis, riwayat kontak Demam, ulkus pada tempat gigitan Ruam, ulkus tanpa nyeri
Rubela-
Tuberkulosis-
TularemiaDemam tifoid-
SifilisHepatitis virus-
Kultur darah, serologi Diagnosis biopsi
klinis,
HIV RNA Diagnosis klinis, titer MIF
eksudat Pemeriksaan hematologi, Monospot, serologi EBV Kultur tenggorokan Serologi
PPD, kultur sputum, foto toraks Kultur darah, serologi Kultur darah, kultur sumsum tulang
Demam, mual, muntah, Rapid plasma reagin diare, ikterus Artritis, nefritis, Serologi hepatitis, uji anemia, ruam, fungsi hati penurunan berat badan
Autoimun• Lupus eritematosus Artitis simetris, kaku Klinis, ANA,ds DNA, sistemikpada pagi hari, LED, hematologi demam
Artritis reumatoid-
Perubahan kelemahan otot proksimal
kulit, Klinis, faktor LED,
radiologi, reumatoid,
29
hematologi Dermatomiositis-
Keratokonjungtivitis, gangguan ginjal, vaskulitis
EMG, kreatin kinase serum, biopsi otot
Sindrom Sjogren-
Demam, konjungtivitis, Uji Schimmer, biopsi strawberry bibir, LED, tongue hematologi
Lain-lain/kondisi taklazim• - Penyakit Kawasaki Perubahan kulit, Kriteria klinis dispnea, adenopati hilar Sarkoidosis-
Iatrogenik• - Serum sickness Obat -
Demam, fatigue
urtikaria, ACE serum, foto toraks, biopsi paru/ kelenjar hilus
Limfadenopati asimptomatik
Klinis, kadar komplemen Penghentian obat
2.2.3 Diagnosis Anamnesis • Umur penderita dan lamanya limfadenopati Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat seiring bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan sebagian besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal dan aksila yang teraba. Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau penyebab yang bersifat jinak. Berdasarkan sebuah laporan, dari 628 penderita yang menjalani biopsi karena limfadenopati, penyebab yang jinak dan swasirna (self-limiting)
30
ditemukan pada 79% penderita berusia kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39% penderita di atas 50 tahun. Di sarana layanan kesehatan primer, penderita berusia 40 tahun atau lebih dengan limfadenopati mempunyai risiko keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40 tahun, risiko keganasan sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%. Limfadenopati yang berlangsung kurang dari 2 minggu atau lebih dari 1 tahun tanpa progresivitas ukuran mempunyai kemungkinan sangat kecil bahwa etiologinya adalah keganasan (Bazemore, 2002). • Pajanan Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati. Pajanan binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi dan riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan setelah bepergian dan riwayat vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan dengan limfadenopati persisten, seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus, leishmaniasis, tularemia, bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan rokok, alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan metastasis karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit. Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan limfadenopati. Seksual (Bazemore, 2002). • Gejala yang menyertai Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise dan demam, sering menyertai limfadenopati
servikal
dan
limfositosis
atipikal
pada
sindrom
mononukleosis. Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom. Pada limfoma
31
Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I dan 68% penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada 10% penderita limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis reumatoid,
lupus
eritematosus,
atau
dermatomiositis.
Nyeri
pada
limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang, tetapi spesifik untuk limfoma Hodgkin (Bazemore, 2002). Pemeriksaan Fisik • Karakter dan ukuran kelenjar getah bening Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat (Bazemore, 2002). Tidak ada ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang menjadi tanda kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran kelenjar maksimum 2 cm dan 1,5 cm merupakan batas ukuran yang memerlukan evaluasi lebih lanjut
untuk
menentukan
ada
tidaknya
keganasan
dan
penyakit
granulomatosa (Bazemore, 2002).
32
• Lokasi limfadenopati Limfadenopati daerah kepala dan leher Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati servikal adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati supraklavikula kemungkinan besar (54%-85%) disebabkan oleh keganasan (Bazemore, 2002). Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk limfadenopati akibat infeksi stafilokokus dan streptokokus (Fletcher, 2010). Kelenjar getah bening servikal yang berfluktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda inflamasi atau nyeri yang signifikan merupakan petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae (penyebab cat scratch disease) (Fletcher, 2010). Kelenjar getah bening servikal yang keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok menunjukkan metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring, tiroid, dan esofagus) (Fletcher, 2010). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium non-tuberkulosa Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level. Pembagian ini berguna
33
untuk
memperkirakan
sumber
keganasan
primer
yang
mungkin
bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher (Robbins dkk, 2002) Kelompok kelenjar getah bening leher dan daerah drainasenya dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Kelenjar Getah Bening Leher dan Daerah Drainasenya (Bazemore, 2002)
Pembagian level kelenjar getah bening dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 2.
34
Gambar 2. Level Kelenjar Getah Bening Leher (Robbins dkk, 2002) Tabel 3. Kelompok Kelenjar Getah Bening Leher dan Levelnya (Robbins dkk, 2002) getah bening Kelompok kelenjar Keterangan Level I Sublevel I A (submental)
Sublevel I B (submandibular)
Level II (jugular atas)
Sublevel IIA
Kelenjar getah bening dalam batas segitiga antara m. digastrikus bagian anterior dan tulang hioid. Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari dasar mulut, anterior lidah, anterior mandibula, bibir bawah Kelenjar getah bening dalam batas m.digastrik bagian anterior, m. Stilohioid, dan mandibula. Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari kavum oral, kavum nasal anterior, jaringan lunak wajah, dan glandula submandibularis. Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 atas, nervus asesorius spinalis mulai dari basis kranii sampai bagian inferior tulang hioid. Kelompok ini mempunyai risiko untuk metastasis keganasan dari kavum oral, kavum nasi, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring, dan kelenjar parotis. Terletak di bagian anterior nervus 35
Sublevel IIB
Level III (jugular tengah)
Level IV (jugular bawah)
asesorius spinalis Terletak di bagian anterior nervus asesorius spinalis Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 tengah, mulai bagian inferior tulang hioid sampai bagian inferior kartilago krikoidea Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari kavum oral, nasofaring, orofaring, hipofaring, dan laring Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 bawah, mulai bagian inferior kartilago krikoidea sampai klavikula Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari hipofaring, tiroid, esofagus bagian servikal, dan laring
Level V (posterior triangle group)
Kelenjar getah bening di sekitar nervus asesoris pertengahan bawah dan arteri servikal transversa Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari nasofaring, orofaring, dan struktur kulit pada posterior kepala dan leher
Sublevel VA
Di atas batas inferior arkus krikoideus anterior, termasuk kelenjar asesoris spinal Di bawah batas inferior arkus krikoideus anterior, termasuk kelenjar supraklavikula (kecuali nodus Virchow di level IV) Kelenjar getah bening di antara tulang hioid dan takik suprasternal (suprasternal notch) Kelompok ini mempunyai risiko untuk metastasis keganasan dari tiroid, laring bagian glotis dan subglotis, apeks sinus piriformis, dan esofagus bagian servikal
Sublevel VB
Level VI (anterior triangle group)
36
BAB III PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas 2 permasalahan utama yang diajukan. 1) Mengapa pasien ini di diagnosis dengan anemia hemolitik? 2) Adakah hubungan antara anemia hemolitik dengan limfadenopati colli? Berikut pembahasannya : 1. Mengapa pasien ini didiagnosis dengan anemia hemolitik? Anemia hanyalah suatu sindrom bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity) yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis anemia, tetapi sedapat mungkin kita harus dapat menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Maka tahaptahap dalam diagnosis anemia adalah: (Sudoyo dkk, 2009) -
Menentukan adanya anemia
-
Menentukan jenis anemia
-
Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
-
Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan
Tahapan Menentukan anemia
Klinis adanya Dari
Teori anamnesis Gejala
umum
anemia
didapatkan gejala badan terdiri dari rasa lemah, terasa lemas dan mata lesu, cepat lelah, telinga berkunang-kunang. Pada mendengung
(tinnitus),
37
pemeriksaan didapatkan
fisik mata berkunang-kunang, konjungtiva kaki terasa dingin, sesak
palpebra inferior tampak napas,
dan
dispepsia.
anemis dan kedua telapak Pada pemeriksaan fisik tangan
tampak
Pada
pucat. pasien
tampak
pucat,
pemeriksaan yang mudah dilihat pada
laboratorium didapatkan konjungtiva,
mukosa
anemia
tangan,
gravis
(Hb mulut,
5,5g/dl)
telapak
dan jaringan di bawah kuku
(Sudoyo
dkk,
WHO,
pada
2009). Menurut lelaki
dewasa
Hb
<
13g/dL dikatakan anemia (Bakta, 2009). Menentukan jenis anemia
Pada pemeriksaan indeks Dengan
menggunakan
eritrosit didapatkan MCV parameter
eritrosit
81,1 fL, MCH 25,9 pg, volume korpuskular rataMCHC 32,0 g/dL dengan rata kesimpulan
rata-rata (MCH), anemia
hapusan dapat
darah tepi - Eritrosit
dan
anemia hemoglobin korpuskular
normokrom normositik Pemeriksaan
(MCV)
diklasifikasikan
berdasarkan volume sel :
(MCV:
mikrositik,
38
kesan
jumlah normositik,
atau
menurun
dengan makrositik)
dan
hypochrom
berdasarkan
anisositosis
perbandingan konsentrasi
- Leukosit
:
Hb/jumlah
eritrosit
kesan jumlah normal, (MCH: tidak
tampak
hipokrom,
sel normokrom,
muda
hiperkrom)
- Trombosit
:
kesan jumlah normal - Kesan
:
atau (Silbernagl,
2012). anemia
hipokrom
mikrositer, bila MCV <
Anemia hypochrom 80 fl dan MCH < 21 pg, anisositosis
Anemia
- Kemungkinan 1 : Chronic
normokrom
normositer, bila MCV 80
disease - 95 fl dan MCH 21 - 31
anemia
pg
dan
Anemia
Kemungkinan 2 :
makrositer,
Anemia deff besi
>95 fl (Silbernagl, 2012).
bila
Menentukan etiologi atau Pada pemeriksaan fisik Apabila penyakit dasar anemia
didapatkan splenomegali anemia schuffner III-IV, sedikit spleenomegali peningkatan
MCV
didapatkan dengan tanpa
bilirubin disertai perdarahan maka
39
indirek (bilirubin indirek patut dicurigai anemia 1,16
mg/dl)
peningkatan
dan hemolitik. Pada anemia
retikulosit hemolitik
(retikulosit 4,3%).
terdapat
peningkatan
retikulosit,
yang sebanding dengan beratnya proses hemolisis dimana
angka
retikulosit teliti
normal
yang
adalah
lebih
0,3-2,5%
pada pria dan 0,8-4,1% pada wanita serta adanya hiperbilirubinemia indirek (Bakta, 2009). Untuk
mengetahui Tes ini cukup reliable
anemia hemolitik tipe apa tetapi sekitar 2-5% kasus maka
penulis AIHA tidak disertai tes
mengusulkan tes coomb’s coombs direct
yang
positif
karena
akhirnya antibody/komplemen
dikerjakan pada tanggal yang
menyelimuti
16 Juni 2016 dengan eritrosit titernya sangat hasil negatif. Penulis
tidak
mengusulkan pemeriksaan
rendah (Bakta, 2009). dapat Namun apabila dengan pemeriksaan spesifik diatas
belum
tersebut dapat
40
lainnya
karena
pasien ditentukan
menggunakan BPJS.
juga
penyebabnya
maka
kemungkinan
besar
penyebabnya
adalah
kekurangan enzim-enzim eritrosit atau penderita dengan AIHA yang tes coomb’s
direct
negatif
dan
nya pada
penderita ini dapat dicoba dengan
pemberian
prednisone
(Askandar,
2015). Riwayat keluarga negatif.
Anemia
enzimopati,
membranopati
dan
hemoglobinopati bersifat familier herediter (Bakta, 2009). Keluhan berlangsung
pasien Berdasarkan cepat
(2 penyakit,
awitan kita
dapat
minggu) tanpa disertai menduga jenis anemia tanda-tanda akut
perdarahan tersebut. Anemia yang timbul beberapa
cepat
(dalam
hari
sampai
41
minggu)
biasanya
disebabkan
oleh
perdarahan AIHA
akut
dan
(Sudoyo
dkk,
2009). Pemberian
Kortikosteroid
metilprednisolon
merupakan
memberikan
perbaikan pertama
klinis yang signifikan
terapi
yang
lini
penting
pada AIHA (Askandar, 2015)
Sehingga dari teori tersebut penulis menduga anemia hemolitik Tn. Y dikarenakan anemia hemolitik autoimun (AIHA).
2) Adakah hubungan antara anemia hemolitik dengan limfadenopati colli? Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh Non Hodgkin’s Lymphoma dan limfadenitis TB. Pada lebih dari 50 % kasus AIHA dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). AIHA adalah komplikasi tersering pada kelainan limfoproliferatif, chronic lymphocytic leukemia dan Non Hodgkin’s Lymphoma (Mihir dkk, 2013). Anemia adalah komplikasi tersering dari penderita TB dengan prevalensi anemia pada penderita TB sebesar 16-94%. Penyebab anemia pada TB diduga karena adanya penekanan eritropoiesis oleh mediator inflamasi yaitu IL-6, IFN-γ, IL-1β, TNF-α (Nasution, 2015). TB dapat menimbulkan anemia hemolitik autoimun yang bersifat sementara dengan reaksi tes coomb’s direct positif (Oehadian, 2003).
42
Non
Klinis pasien
Hodgkin’s Limfadenitis TB
Lymphoma Dari
anamnesis Pada
didapatkan
Non
Hodgkin’s Limfadenitis
adanya Lymphoma
terdapat merupakan
benjolan di leher yang pembesaran dirasakan
sudah
2 limfe
TB peradangan
kelenjar pada kelenjar limfe yang menyeluruh. disebabkan
oleh
basil
minggu sebelum MRS, di Termasuk didalam dada, tuberculosis. Peradangan rahang bawah kanan dan abdomen dan pelvis. Juga pada di bawah dagu,
teraba
limfe
pembesaran dileher disebut scrofula,
kelenjar limfe di leher, di yang bawah
kelenjar
ketiak
biasanya
dan sering terjadi
paling (Sutoyo,
selangkangan (American 2010). Cancer Society, 2014) Benjolan muncul tiba- Limfoma non Hodgkin Adanya kemerahan dan tiba,
cepat
membesar, mempunyai karakteristik suhu lebih panas dari
teraba lunak, kaku, tidak terfiksasi nyeri; pemeriksaan fisik terlokalisasi yaitu
dan sekitarnya dengan pada
mengarah
infeksi
bakteri
pembesaran konsistensi padat kenyal (Sutoyo,
2010).
kelenjar getah bening seperti karet serta tidak Limfadenopati memiliki benjolan di rahang kanan nyeri (Bazemore, 2002).
konsistensi
lunak
dan
bawah : massa (+) padat
nyeri yang disebabkan
kenyal uk. 6x8 cm, NT (-
oleh
), mobile (-), benjolan di
(Bazemore, 2002)
inflamasi
bawah dagu : massa (+),
43
padat kenyal, uk o 3 cm, NT (-), mobile terbatas dan hasil FNAB dari laboratorium klinik luar rumah
sakit
kesimpulan
dengan nodul
submandibula dextra dan sinistra
dd
malignant
lymphoma dan metastase undifferentiated Pasien juga mengeluh ada Demam, keringat malam, Demam, keringat malam, keringat malam hari dan dan
penurunan
berat penurunan berat badan,
penurunan berat badan badan lebih dari 10% hemoptisis, sebanyak 10 kg dalam 1 dapat merupakan gejala kontak bulan ini.
limfoma
B
riwayat merupakan
symptom karakteristik dari infeksi
(Bazemore, 2002).
tuberculosis (Bazemore, 2002).
Sehingga dari penjabaran diatas penulis mendiagnosis penyakit Tn. Y dengan limfadenopati colli suspect Non Hodgkin’s Lymphoma dengan planning diagnosis biopsi.
44
DAFTAR PUSTAKA 1.
American
Cancer
Associety.
2014.
Non-Nodgkin
Lymphoma.
Diakses
dari
:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003126-pdf.pdf tanggal : 28 Juni 2016. 2. Askandar T, Setiawan PB, Effendi C, Santoso D, Soegiarto G. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed2. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. RS Pendidikan Dr. Seotomo Surabaya. Hal 367-368 3. Bakta, I Made. 2009. Anemia Hemolitik dalam Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. Hal 50-70
4. Bazemore AW. Smucker DR. 2002. Lymphadenopathy and Malignancy. Am Farm Physician;66:2103-10 5. Ferrer R. 1998. Lymphadenopathy : Differential Diagnosis and Evaluation. Am Farm Physician;58:1315 6. Fletcher RH. 2010. Evaluation of Peripheral Lymphadenopathy in adults. Diakses dari : www.uptodate.com pada : 24 Juni 2016 7. Mihir B shah, Veena Nanjappa, HS Devaraj, KS Sindhu. 2013. Autoimmune Hemolytic
Anaemia
in
Hodgkin’s
Lymphoma.
Diakses
dari
:
http://www.hematologyandoncology.net/files/2013/05/ho0412_feng3.pdf. tanggal 28 Juni 2016. 8. Nasution Denisica S. 2015. Malnutrisi dan Anemia pada Penderita Tuberkulosis
Paru.
Diakses
dari
:
http://jukeunila.com/wp-
content/uploads/2015/11/29-36-SHEBA-DN.pdf. tanggal 28 Juni 2016. 9. Oehadian Amaylia. 2003. Aspek Hematologi Tuberkulosis. Diakses dari : http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/11/aspek_hematologi_tuberkulosis.pdf. tanggal 28 Juni 2016. 45
10. Robbins KT, Clayman G, Levine PA, Medina J, Sessions R. 2002. Neck dissetion classification update Revision proposed by the American Head and Neck Society and the American Academy of Otolaryngology-Head Neck Surgery. Arch otolaryngol Head Neck Surg;128:751-8 11. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. 2012. Hal 30
12. Sudoyo AW, Setiohadi B, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Kelima. Jakarta : Interna Publishing, hal 1185-1204 13. Sutoyo, Eliandy. 2010. Profil Penderita Limfadenopati Servikalis Yang Dilakukan Tindakan Biopsi Aspirasi Jarum Halus Di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Diakses dari : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16862 tanggal
28
Juni 2016
46