Resensi Film Good Will Hunting - Anas.docx

  • Uploaded by: riyan asy'ari
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resensi Film Good Will Hunting - Anas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,179
  • Pages: 4
RESENSI FILM GOOD WILL HUNTING Oleh: Anas Farihin (20161770042)

Judul Film Sutradara Produser Penulis Skenario Cerita berdasarkan Pemeran Penyunting Musik Studio Distributor Tanggal Rilis Durasi

: : : : : : : : : : :

Good Will Hunting Gus Van Sant Lawrence Bender Affleck dan Damon Kisah nyata Robin Williams, Matt Damon, Ben Affleck, Minnie Driver, Stellan James Horner Be Gentlemen Company Miramax Film 5 Desember 1997 (USA) 126 menit

Sinopsis : Suatu ketika, Prof. Gerald Lambeau memberikan tantangan kepada para mahasiswanya di Universitas Harvard untuk menyelesaikan persoalan matriks yang sangat rumit yang ditulisnya di papan dinding, di samping kelas. Lalu keesokan harinya, ia menemukan tulisan penyelesaian soal tersebut di papan dan terkejut karena hasilnya benar. Sang dosen bertanya-tanya siapa yang menyelesaikan soal tersebut, namun tidak satu pun mahasiswanya mengaku telah mengerjakannya. Di hari kedua, soal yang lebih sulit tertulis di papan untuk diselesaikan mahasiswa. Kemudian, di saat kampus telah sepi, tak satu pun mahasiswa dapat menyelesaikannya. Akan tetapi, sang dosen dan asistennya yang baru saja keluar dari kelas menemukan seorang lelaki berseragam cleaning service sedang mencoret-coret papan soal tersebut. Dosen itu pun marah dan segera mengejar petugas kebersihan yang kemudian menghilang dan melarikan diri. Ia pun kembali ke depan papan soal dan bersama asistennya melihat coretan apa yang telah ditulis si petugas kebersihan. Rupanya lelaki yang berhasil kabur tersebut bukan mencoret papan soal asal-asalan, akan tetapi dialah yang menyelesaikan soal-soal matematika yang tercantum itu. Dan ajaibnya, semua jawabannya benar. Petugas kebersihan itu bernama Will Hunting. Ia bukanlah seorang mahasiswa, matematikawan, ataupun dosen matematika. Tetapi, dia bisa menyelesaikan soal matematika paling sulit di universitas Harvard dengan cepat dan tepat. Butuh 2 tahun bagi fakultas untuk mencari penyelesaian soal matematika tersebut, namun Will Hunting hanya butuh 2 menit untuk berhasil menemukan jawaban yang tepat untuk soalnya. Pertanyaannya, mengapa seorang jenius seperti Will berakhir menjadi seorang tukang sapu Universitas? Will Hunting adalah lelaki berusia 20 tahun yang tidak suka dengan kehidupan perkuliahan. Ia jauh lebih pintar dari mahasiswa-bahkan dosen-karena memiliki tingkat kecerdasan di atas ratarata. Namun kecerdasannya itu tidak digunakannya dengan baik. Ia lebih memilih hidup seperti berandalan bersama teman-temannya. Menghabiskan waktunya yang tak berguna di bar, menonton pertandingan olahraga, dan terlibat perkelahian antar teman masa kecil. Gaya bahasanya pun kasar dan sering diikuti sumpah serapah. Karena terlibat perkelahian, Will diancam pidana penjara. Ia terselamatkan oleh Prof. Gerald yang bersedia membimbingnya menjadi pribadi lebih baik. Ia bermaksud menjadikan Will seorang matematikawan karena kejeniusannya itu dan menyuruhnya untuk melakukan beberapa sesi terapi. Pada awalnya, Will menolak. Namun, karena tidak ingin dijebloskan di penjara, ia pun mengikuti permintaan Prof. Gerald. Dua orang konselor gagal ketika melakukan konseling terhadapnya. Will dengan sengaja membuat konselor marah karena pada dasarnya ia tidak mau menjalani sesi konseling. Namun, Sean

Macguire, konselor ketiga menggunakan cara yang berbeda dari psikiater yang lain. Ia menggunakan pendekatan Humanistik dan Eksistensial untuk menangani klien yang agresif seperti Will Hunting. Setelah beberapa sesi konseling, Will Hunting akhirnya mau menceritakan masa lalunya yang kelam kepada Sean. Hal-hal yang menyebabkannya sulit memercayai orang-orang, bersikap kasar terhadap orang-orang, bahkan juga kepada teman kencannya sendiri. Analisis patologi tokoh utama Will Hunting merupakan pribadi yang antisosial, karena memiliki perilaku sebagai berikut: - Rasa rendah bersosialisasi, seperti suka berkelahi dan sering menggunakan kata-kata kasar (fuck). - Kecerdasannya pun di atas rata-rata. - Ketidaktulusan. Ketidakmampuan menjalani cinta sejati; mudah putus dengan pacar hanya karena masalalunya diungkit-ungkit. - Tidak ada rasa malu dan menyesal atas perilaku kasarnya. - Tidak memiliki emosi yang mendalam, karena takut tersakiti. - Tidak memiliki rencana hidup. Dia tidak tahu apa yang benar-benar diinginkannya meski telah berkali-kali ditanya oleh Sean. Will sadar dia jenius. Namun, ia lebih memilih menjalani kehidupan sebagai petugas kebersihan atau pekerja proyek daripada harus menjadi ilmuwan ataupun aktifis pendidikan. Metode terapi pada tokoh utama - Terapis/konselor pertama: gagal ketika mewawancarai Will, karena menahan malu akibat dipermalukan Will. Ia dituduh seorang gay yang menggoda Will secara blak-blakan. - Terapis/konselor kedua: gagal karena Will tidak mau menjalani hipnoterapi. Ia mempermainkan sang terapis dengan berpura-pura tidur-terhipnotis. - Terapis/konselor ketiga: berhasil membuat Will meluapkan emosi yang dipendamnya dengan metode terapi: Client Centered Therapy. Client Centered Therapy Client Centered Therapy sering pula dikenal sebagai terapi non-direktif atau berpusat pada pribadi. Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Peran konselor ketiga dalam model pendekatan konseling client centered adalah : 1. Konselor memberi kebebasan pada klien untuk mengekspresikan perasaan-perasaan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya dengan cara: - Menyuruh dosen dan asistennya keluar ruangan agar Will bisa lebih leluasa bercerita. Konselor juga melakukan basa-basi pada Will untuk mendapatkan rapot dengannya (sesi pertama). 2. Konselor tidak memimpin, mengatur atau menentukan proses perkembangan konseling, tetapi hal tersebut dilakukan oleh klien itu sendiri. Itulah mengapa konselor ketiga tidak menyerah hanya karena dibuat marah oleh Will dalam sesi pertama. Bahkan di dalam sesi ketiga, Will dan Sean hanya diam seribu kata sampai sesi konseling berakhir. Jika Will tak mau bicara, maka Sean juga tak mau bicara. Kemudian di sesi keempat, akhirnya Will pun

mau memulai percakapan dengan sebuah cerita lelucon. Sean dan Will pun saling bertukar pikiran mengenai sebuah hubungan percintaan. Will mungkin tidak mau pergi berkencan untuk kedua kalinya karena takut disakiti. Namun, Sean yang sempat merasa kehilangan istri di masa lalu tidak menyesali sedikit pun hubungannya dengan istrinya, meski rasa kehilangan membuat hatinya pilu. 3. Konselor merefleksikan perasaan-perasaan klien, sedangkan arah pembicaraan ditentukan oleh klien. Untuk hal itu, pada sesi kedua, konselor mengajak Will mengobrol di tempat terbuka. Konselor menjelaskan mengapa ia marah karena perkataan Will di sesi pertama dan bagaimana ia mereduksi kemarahannya itu dengan intropeksi diri, serta bagaimana ia bisa membuat dirinya berdamai dengan rasa kehilangan istrinya di masa lalu. Pada sesi ini, konselor hanya fokus membicarakan tentang dirinya sendiri untuk menstimulus Will agar bisa membuka hatinya untuk membicarakan masa lalunya juga. Konselor akan lebih mudah untuk merefleksikan perasaan Will jika dirinya mau sedikit terbuka. Saat Will mulai terbuka, pada sesi keempat, Sean membantu Will untuk merefleksikan apa yang dirasakannya tentang pacarnya. Sehingga Will mulai berani untuk menjalani hubungan lebih serius dengan pacarnya, mengajaknya berkencan untuk yang kedua kalinya. Pada sesi kelima, Will penasaran dengan perasaan Sean tentang istrinya. Ya, Sean memang merasa sakit ditinggal istri, namun tak pernah menyesal karena bertemu dengan istrinya. Ia sangat senang menjalani hari-hari penuh kenangan indah bersama istrinya dulu. 4. Konselor menerima klien dengan sepenuhnya dalam keadaan seperti apapun. Entah Will marah-marah, membentak, diam, bicara, Sean tidak mau menyerah sebelum Will mengungkapkan apa yang sedang dirasakannya. 5. Dalam sesi terakhir, terungkap sudah bahwa penyebab Will menjadi antisosial dan menutup diri adalah karena di masa lalu, ayah angkatnya seringkali memukul dia dengan kunci Inggris. Ia menjadi tidak percaya pada kebanyakan orang dan tak mau menjalani hubungan lebih dalam dengan pacarnya karena takut disakiti lagi. Will pun menangis dan berakhir dalam pelukan Sean sampai dia memutuskan untuk move on. Ia memutuskan untuk melamar pekerjaan sesuai kemampuannya yang jenius, tetapi di hari dia mendapat panggilan wawancara, Will memilih untuk menemui (mantan) pacarnya dan memperbaiki hubungan mereka yang telah rusak.

Related Documents


More Documents from "Seni Asiati"