Rescue3.asd.docx

  • Uploaded by: Nur Rizky Amelia
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Rescue3.asd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,208
  • Pages: 19
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

FEBRUARI 2019

UNIVERSITAS HALU OLEO

HIPERTENSI RETINOPATI

Oleh: Nur Aidah Rizky Amelia K1A1 11 053

Pembimbing : dr. Melvin Manuel Philips, Sp. M.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019

Hipertensi Retinopati Melvin Manuel Philips, Nur Aidah Rizky Amelia A. Pendahuluan

Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal.1 Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan diastolik > 90 mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati hipertensi.2 Etiopatogenesis

terjadinya

retinopati

hipertensi

adalah

karena

peningkatan tekanan darah yang akan mengakibatkan pembuluh darah retina mengalami beberapa perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah tersebut. Pada tahap awal biasanya belum terdeteksi atau belum terjadi perubahan yang signifikan pada pembuluh darah retina. Tahap selanjutnya sudah mulai terjadi penyempitan dan kelainan fokal pada pembuluh darah retina. Kemudian selain terjadi penyempitan pada pembuluh darah retina dapat juga ditemukan perdarahan retina dan “cotton woll spot”. Setelah itu pada tahap akhir dapat terjadi penyempitan disertai perdarahan pada pembuluh darah retina kemudian terbentuk eksudat dan edema diskus optikus.2

B. Anatomi dan Fisiologi Retina

Gambar 1. Anatomi Mata Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Ia berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencphalon). Pertama-tama vesikel optik terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk

berdinding

ganda,

yang

disebut

optic

cup.

Dalam

perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencefalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.3 Retina merupakan lapisan bola mata yang paling dalam. Secara kasar, retina terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan fotoreseptor (pars optica retinae) dan lapisan non-fotoreseptor atau lapisan epitel pigmen (retinal pigment epithelium/ RPE). Lapisan RPE merupakan suatu lapisan sel berbentuk heksagonal, berhubungan langsung dengan epitel pigman pada pars plana dan

ora serrata. Lapisan fotoreseptor merupakan satu lapis sel transparan dengan ketebalan antara 0,4 mm berhampiran nervus optikus sehingga 0,15 mm berhampiran ora serrata. Di tengah-tengah macula terdapat fovea yang berada 3 mm di bagian temporal dari margin temporal nervus optikus.3 Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina sentralis. Arteri ini berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama-sama dengan nervus optikus dan bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis merupakan arteri utuh dengan diameter kurang lebih 0,1 mm. Ia merupakan suatu arteri terminalis tanpa anastomose dan membagi menjadi empat cabang utama. Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai vaskularisasi. Bagian ini mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari lapisan koroid. Arteri retina biasanya berwarna merah cerah, tanpa disertai pulsasi manakala vena retina berwarna merah gelap dengan pulsasi spontan pada diskus optikus.3 Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari sisi dalam adalah sebagai berikut: 3 1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca. 2. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus

4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar. 5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral. 6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor. 7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid. 8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi. 9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut. 10. Epitelium pigmen retina.

Alur cahaya melalui lapisan retina akan melewati beberapa tahap. Apabila radiasi elektromagnetik dalam spektrum cahaya (380-760 nm) menghantam retina, ia akan diserap oleh fotopigmen yang berada dilapisan luar. Sinyal listrik terbentuk dari serangkaian reaksi fotokimiawi. Sinyal ini kemudian akan mencapai fotoreseptor sebagai aksi potensial dimana ia akan diteruskan ke neuron kedua, ketiga keempat sehingga akhirnya mencapai korteks visual.3

C.

Epidemiologi Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologis telah

dilakukan ke atas sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi antar 2%-15% untuk banyak macam tanda-tanda retinopati. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Ini mungkin disebabkan oleh sensivitas alat yang semakin baik apabila dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik di klinik-klinik. Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam berbanding orang kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih banyak ditemukan pada orang berkulit hitam. Akan tetapi, tidak ada predileksi rasial yang pernah dilaporkan berkaitan kelainan ini hanya saja pernah dilaporkan bahwa hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang Caucasian berbanding orang America Utara. 1,4 D.

Patofisiologi Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami

beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.1,3,5

Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arterivena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai ”copper wiring”.1,5,6,7 Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan selsel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cottonwool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.1,5,6,7 Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu.1,5,6,7

E.

Klasifikasi Retinopati Hipertensi Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939

oleh Keith Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi.2,4,5,8 Tabel 1 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) Stadium Stadium I

Stadium II

Karakteristik Penyempitan ringan, sklerosis dan hipertensi ringan, asimptomatis. Dalam periode 8 tahun : 4 % meninggal Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala dari hipertensi Dalam periode 8 tahun : 20 % meninggal

Stadium III

Stadium IV

Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi ginjal Dalam periode 8 tahun : 80 % meninggal Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal

Dalam periode 8 tahun : 98 % meninggal WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai r e t i n o p a t i hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953) Stadium Stadium 0

Karakteristik Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina

Stadium I

Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks arterioler retina

Stadium II

Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda penyilangan arteriovenous

Stadium III

Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries

Stadium IV

Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries

Tabel 3. Klasifikasi Scheie oleh America Academy of Ophtalmology Stadium Stadium 0 Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV

Karakteristik Tidak ada perubahan Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat Stadium III + papiledema

Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi tergantung dari berat ringannya tanda – tanda yang terlihat pada retina.

Retinopati Mild

Deskripsi

Asosiasi sistemik

Satu atau lebih dari tanda berikut : Penyempitan arteioler menyeluruh atau fokal, AV nicking, dinding arterioler lebih padat (silver-wire)

Asosiasi ringan dengan penyakit stroke, penyakit jantung koroner dan mortalitas kardiovaskuler

Moderate

Retinopati mild dengan satu atau lebih tanda berikut : Perdarahan retina (blot, dot atau flame-shape), mikroaneurisma, cotton-wool, hard exudates

Asosiasi berat dengan penyakit stroke, gagal jantung, disfungsi renal dan mortalitas kardiovaskuler

Accelerated

Tanda-tanda retinopati moderate dengan edema papil dan dapat disertai dengan kebutaan

Asosiasi berat dengan mortalitas dan gagal ginjal

Gambar 2. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 9 )

Gambar 3. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 9)

Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema. (dikutip dari kepustakaan 9)

F.

Diagnosis Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi. Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan simptom pada mata.3,4,5,9 Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema

retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang. 3,4,5,9 Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier. 3,4,5,9

Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.5

G.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi

kerusakan yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah progresivitasnya. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tandatanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi. 2,10

Tabel 5. Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia10 Obat

Dosis

Efek

Lama kerja

Nifedipin (Ca antagonis)

5-10 mg

5-15 menit 4-6 jam

Perhatian khusus Gangguan koroner

Kaptopril (ACE inhibitor)

12,5-2,5

15-30

mg

menit

Klonidin (alfa-2 agonis adrenergik)

75-150

30-60

mg

menit

Propanolol (beta blocker)

10-40 mg

15-30

6-8 jam

Stenosis arteri Renalis

8-16 jam

Mulut kering, mengantuk

3-6 jam

Bronkokonstriksi, blok jantung

menit

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga yang teratur. Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresivitas retinopati hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi seperti oklusi arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena retina merupakan perburukan dari retinopati hipertensi yang tidak terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi eksudat di makula, KWB stadium III, dan sudah terjadi komplikasi maka fotokoagulasi laser dapat dipertimbangkan. 1,10

Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan komplikasi tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina bagian dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen

di bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid ke bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan mengurangi hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina mengakibatkan

mekanisme

autoregulasi

berupa

vasokonstriksi

dan

peningkatan tekanan arteriol, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula. Menurut hukum Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari kompartemen intravaskular ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan, bila berasumsi tekanan onkotik konstan. Penurunan tekanan hidrostatik pada saat yang bersamaan menyebabkan venula konstriksi dan memendek menurut hukum Laplace dan studi Kylstra dkk.11

H.

Komplikasi Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina

sentralis (CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang (BRVO) . Penyebab dari oklusi arteri retina paling umum akibat adanya emboli. Arteri oftalmika merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna. Embolus bisa berasal dari jantung atau arteri karotis yang secara jelas mengarah langsung ke mata. Emboli dari jantung terdiri dari empat tipe, antara lain emboli terkalsifikasi dari katup aorta atau mitral, vegetasi dari endokarditis bakterial, trombus yang berasal dari jantung bagian kiri, dan materi miksomatosa akibat miksoma atrial. Penyakit arteri karotis juga dapat menjadi sumber emboli. Emboli retina dari arteri karotis terdiri dari tiga tipe yaitu emboli kolesterol (plak Hollenhorst), emboli fibrinoplatelet, dan emboli terkalsifikasi.2,12

Gambaran klinis dari oklusi arteri retina dapat berupa oklusi arteri retina sentral, dan oklusi arteri retina cabang. CRAO (oklusi arteri retina sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma, meskipun hal ini dapat disebabkan akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang dialami pasien biasanya bersifat akut dan hilangnya lapang pandang. Tanda-tanda yang dapat ditemukan berupa pupil Marcus Gunn atau amaurotik, retina tampak putih akibat pembengkakan dan terdapat cherry-red spot. Dengan pemeriksaan angiografi menunjukkan penundaan pengisian arteri dan karena terdapat edema retina maka fluoresensi ke bagian koroid tertutupi.BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina menjadi putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan menjernih, tetapi bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan hilangnya lapang pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus juga dapat ditemukan rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi angiografi menunjukkan area yang terlibat menunjukkan gambaran tidak adanya perfusi.12 BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat putih pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.12

I.

Prognosis Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan

penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%, grade III : 80% , grade IV : 98%.10

Daftar pustaka 1. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited

2008

May

21]

:

[8

screens].

Available:

http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310. pdf 2. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreus Section 12. The foundation of The American Academy of Ophtalmology ; 2006 3. Riodan-Eva P. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors. Oftalmologi umum: anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit Widya Merdeka; 1996. 4. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators of cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73 and 74;57-70. [Online]. 2005 Jul 13 [cited 2008 May 21]: [14 screens]. Available from: URL:http://bmb.oxforsjournals.org/cgi/reprint/73-74/1/57 5. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al, editors. Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm 6. Sehu WK, Lee WR, editors. In: Ophtalmic pathology an illustrated guide for clinicians: retina: vascular diseases, degenerations and dystrophies. 1st ed. Carlton Australia, Blackwell Publishing Limited; 2005. p. 204, 213-4 7. Khaw PT, Shah P, Elkington AR, editors. In: ABC of eyes: general medical disorders and the eye. 4th ed. London. BMJ Publishing Group Limited; 2004. p. 69-71

8. Wong TY, et al. The prevalence and Risk Factors of Retinopathy in an Asian Population Without Diabetes. The Singapore Malay Eye Study. 2010 9. Ilyas Sidarat, SpM. Ilmu Penyakit Mata. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta ; 2007 10. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al, editors. Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2015 Oct 26]: [7 screens]. A vailable from: URL: http : //www.emedicine.com/oph/top 488.htm 11. Arsaell Arnasson and Einar Stefansson. Laser Treatment amd The Mechanism of edema Reduction In Retinal Occlusion. Association For Research In Vision and ophtalmology. Vol.41 No.3. University of Iceland. March 2000. 12. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology A Systematic Approach. 4th ed. Oxford. Butterworth Heinemann ; 2000

More Documents from "Nur Rizky Amelia"

Rescue3.asd.docx
December 2019 2
Rescue5.asd.docx
December 2019 5
4. Morning Gastritis.docx
December 2019 4
Flavanon-1.docx
December 2019 18