RENCANA AKSI NASIONAL HIV DAN AIDS DI PERKANTORAN Rentannya transmisi HIV dilingkungan kerja, membuat dunia kerja dan sektor swasta berperan dalam menciptakan program penanggulan HIV AIDS. Berdasarkan strategi penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2015-2019 yang disusun berdasarkan hasil evaluasi dari tahun 2010-2014 dan sejalan dengan kerangka Rencana Pembangnan Jangka Mengengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 terdapat 4 strategi utama yang terdapat dalam Rencana Strategi Nasional HIV yaitu : 1. Pencegahan komprehensif : strategi ini didefinisikan sebagai bagaimana cara agar seseorang tidak tertular virus HIV, dan apabila telah terjadi penularan orang tersebut dicegah agar tidak sampai masuk ke tahap AIDS dan tidak menjadi sumber penularan baru dan kemudian dapat dimitigasi dapak sosisla ekonomi pada ODHA 2. Continum of Care (CoC) : sasaran populasi kunci mendapatkan progam penanggulangan AIDS secara bekesinambungan mulai dari pencegahan berbasis komunitas sampai mendapatkan pelayanan kesehatan serta layanan rujukan yang komprehensif 3. Populasi kunci : dimana kelompok yang menjadi sasaran primer atau fokus dari pencegaha dan penanggulangan HIV dan AIDS. Populasi ini terdiri dari WPS dan pelanggannya, penasun, LSL, wari, LBT, serta pasangan mereka dimana populasi harus dapat mengakses progam yang dijalankan secara efisien dan efektif 4. Daerah prioritas : daerah prioritas ditentukan agar penanggulangan HIV AIDS berfokus pada daerah yan memilki tingkat resiko penularan HIV yang tinggi, bebasn penyakit yang tinggi sehingga program dapat dijalankan dengan efisien dan efektif untuk menurunkan epidemi HIV Selain dari 4 kunci utama strategi yang dibuat tedapat beberapa rencana aksi untuk mengurangi jumlah kasus HIV yang meliputi : 1. Pencegahan HIV : pencegahan HIV perlu dilakukan terutama pada populasi kunci dibeberapa wilayah dan sektor salah satunya pada tempat kerja. Pendekatan program pencegahan ditempat kerja terbukti telah meningkatkan penyebarluasan informasi yan benar pada kalangan pekerja dan pengusaha sehingga membangun kesadaran untuk meningkatkan komitmen, pastisipasi dalam program dan pemahaman untuk tidak memberikan stigma dan perlakukan diskirminatif kepad pekerja serta dukungan pada pekerja ODHA. Pada wilayah perusahaan pekerja lebih dominan laki-laki, populasi yang rentan seperti lokasi perusahaan yang berdekatan dengan lokalisasi atau hotspot dan berada jauh dari tempat
tinggal merupakan kelompok prioritas untuk diintervensi program seperti program layanan konseling tes HIV bagi pekerja laki-laki beresiko tinggi (LBT) melalui program VCT yang dikembangkan melalui jaringan layanan perusahaan dengan faskes rujukan setempat dengan dukungan instansi / stakeholder terkai seperti dinas ketenagakerjaan, dinas kesehatan, KPA, dan LSM, lalu pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, donor darah dan layanan kesehatan lainna melalui penawaran tes HIV secara selektif terfokus pada populasi yang rentan. Petugas kesehatan yang berada di perusahaan juga perlu dilatih untuk meningkatkan kapasitasya dalam penanggulanan HIV AIDS, Untuk memperkuat program Pencegaha dan penanggulangan HIV & AIDS di tempat kerja dan keberlanjutannya perlu didukung dengan Pokja HIV-AIDS di Tempat Kerja (Pokja Workplace) yang menjadi pola jejaring kerjasama antar stakeholder terkait. Pelaksanaan program pada kalangan pekerja secara umum telah diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Keja dan Transmigrasi RI No. 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Tempat Kerja dan Keputusan Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan No. 20 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis (P2 HIV & AIDS) di Tempat Kerja. Prinsip-prinsip kebijakan dalam regulasi ini sejalan dengan Rekomendasi ILO No 200 Tahun 2010 tentang HIV & AIDS di Dunia Kerja (HIV/AIDS and The World of Work), yang mewajibkan perusahaan menjalankan program P2-HIV AIDS di tempat kerja untuk membuat lingkungan kondusif, memberikan edukasi kepada pekerja, memberikan akses layanan HIV-AIDS pada pekerja yang terkena dan tidak memberikan stigma dan diskriminasi 2. Mengurangi infeksi HIV : meliputi pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dan mengurangi dampak infeksi HIV pada anak 3. Perawatan dukungan dan pengobatan : meningkatkn aksesibiltas tes HIV, menanggulangi stigma dan diskriminasi dalam hal ini adalah di perusahaan atau tempat bekerja, inisisasi dan retensi pengobatan, ketersediaan dan keterjangkauan obat terkait HIV, akselerasi dan impelementasi SUFA (Strategy Use For ARV), Desentralisasi Layanan HIV ke dalam Sistem Layanan Primer, Mitigasi Dampak Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan pada pekerjanya untuk mengurangi angka kejadian kasus HIV dan AIDS adalah sebagai berikut : 1. Pelatihan HIV dan AIDS bagi perusahaan dan tenaga kerja 2. Penyebaran informasi dan edukasi mengenai HIV da AIDS, perilku aman, dan bertanggng jawab melalui tempat kerja
3. Penjangkauan yang terus menerus untuk perilaku sehat meliputi peningkatan pengetahuan dan pemahaman dalam agama, kemampuan menilai risiko dan kemampuan mengakses layanan termasuk menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko sebagai pencegahan 4. Rujukan ke layanan konseling dan manajemen IMS 5. Rujukan ke layanan perawatan, dukungan dan pengobatan. 6. Kampanye anti diskriminasi terhadap pekerja HIV positif di tempat kerja 7. Intervensi struktural, dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan (KPA, sektor kesehatan, sektor tenaga kerja, sektor swasta, pemimpin informal dan sebagainya) dalam bentuk advokasi sektor terkait untuk peningkatan kapasitas dan pengembangan kebijakan yang mendukung, dengan memperhatikan kesetaraan gender
DAFTAR PUSTAKA Siregar, K. 2015. Strategi dan Rencana Nasional 2015-2019 Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Komisi Penanggulagan AIDS https://www.aidsjateng.or.id/peraturan/Final%20SRAN%202010-2014.pdf