Odha - Hiv Klp 1.docx

  • Uploaded by: Ramayana
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Odha - Hiv Klp 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,603
  • Pages: 21
PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA ODHA

TUGAS KEPERAWATAN HIV AIDS

oleh Kelompok 1 Anindianti Sukma

162310101133

Gilang Ramadhan

162310101140

Ramayana Lestari Dewi

162310101255

Dies Rut Setyoningsih

162310101260

Fatihul Matlub Ulum

162310101179

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019 i

PRAKATA Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah mengenai “Pengkajian Keperawatan Pada ODHA” untuk memenuhi Tugas Makalah Keperawatan HIV AIDS ini tepat pada waktunya. Dalam pembuatan makalah ini penulis menemukan beberapa kesulitan dan hambatan akan tetapi berkat semangat dan arahan serta bimbingan dari berbagai pihak kami mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Tuhan

Yang

Maha

Esa,

Dosen

penanggungjawab

mata

kuliah

Keperawatan Jiwa Ns. Ahmad Rifai, MS. 2. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan semangat serta dukungan pada

kami dalam menyelesesaikan makalah. 3. Teman-teman Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Jember, khususnya

kelas C angkatan 2016 tercinta. Pemakalah mengakui bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu Pemakalah sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca, guna untuk kesempurnaan tugas makalah ini agar bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Jember, 3 Maret 2019

i

DAFTAR ISI Prakata .............................................................................................................. i Daftar Isi ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan dan Manfaat .............................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3 2.1 Pengkajian ............................................................................................. 3 2.1.1 Biologis ........................................................................................ 3 2.1.2 Psikologis ..................................................................................... 4 2.1.3 Sosial ............................................................................................ 7 2.1.4 Spiritual ........................................................................................ 8 2.1.5 Kultural ........................................................................................ 9 2.2 Pengkajian Fisik .................................................................................... 10 2.3 Pemeriksaan Diagnostik........................................................................ 11 2.4 Tanda dan Gejala .................................................................................. 13 BAB III PENUTUP .......................................................................................... 16 3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 16 3.2 Saran ..................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ODHA adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS, sebagai pengganti istilah penderita yang mengarah pada pengertian bahwa orang tersebut secara positif didiagnosa terinfeksi HIV. HIV merupakan virus penyebab AIDS yang hanya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Fungsi dari sistem kekebalan tubuh itu sendiri sangat vital karena melindungi terhadap segala penyakit. Bila sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan baik atau dirusak oleh virus HIV maka akan berakibat mudah terserang infeksi oportunistik. Secara terus menerus HIV memperlemah sistem kekebalan

tubuh dengan cara menyerang dan

menghancurkan kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T- helper, sel yang membuat zat anti dalam tubuh (Rahakbau, 2016). Jadi, HIV merupakan virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia sehingga imun menjadi lemah dan mudah terserang berbagai penyakit yang dalam tahap lanjut disebut AIDS. Berdasarkan data dari UNAIDS, terdapat 36,9 juta masyarakat berbagai negara hidup bersama HIV dan AIDS pada 2017. Dari total penderita yang ada, 1,8 juta di antaranya adalah anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Selebihnya adalah orang dewasa, sejumlah 35,1 juta penderita. Masih bersumber dari data tersebut, penderita HIV/AIDS lebih banyak diderita oleh kaum wanita, yakni sebanyak 18,2 juta penderita. Sementara laki-laki sebanyak 16,9 juta penderita. Sayangnya, 25 persen di antaranya, sekitar 9,9 juta penderita, tidak mengetahui bahwa mereka terserang HIV atau bahkan mengidap AIDS. Dari data kementrian kesehatan tahun 2018, sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987 sampai dengan bulan Desember 2017 HIV-AIDS telah dilaporkan oleh 421 (81,9%) dari 514 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia jumlah kasus HIV-AIDS dari tahun 2005 sampai dengan 2017 mengalami kenaikan setiap tahunnya dengan total akumulai 280.623 penderita HIV sedangakan penderita AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Desember 2017 berjumlah 102.667 orang. 1

Pengetahuan menganai HIV-AIDS sangat penting bagi perawat dalam melakukan

asuhan

keperawatan

profesional

pada

penderita

HIV-AIDS.

Berdasarkan situasi diatas, kami menuliskan makalah mengenai pengkajian, tanda dan gejala pada orang dengan HIV-AIDS.

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Menjelaskan tanda dan gejala AIDS 2. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan (pengkajian) pada kasus HIV AIDS Manfaat dari penulisan makalah ini adalah : 1. Memahami tentang tanda dan gejala HIV-AIDS 2. Memahami tentang proses pengkajian keperawatan HIV-AIDS

2

BAB II. PEMBAHASAN 2.1 Pengkajian 2.1.1 Biologis Respons Biologis (Imunitas) secara imunologis sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen (APC). Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti terdapat enzim reverse transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA polimerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian membentuk kopi DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan. Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk, maka akan masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim integrase, DNA copi dari virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit CD4+, kemudian bereplikasi yang menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami sitolisis (Stewart, 1997). Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien, juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel – sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel- sel epitel pada usus, dan sel langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel usus adalah diare yang kronis (Stewart, 3

1997). Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru disadari pasien setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesembuhan. Pasien yang terinfeski virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahuntahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000/ul sebelum terinfeksi menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart, 1997).

2.1.2 Psikologis Respons Psikologis (penerimaan diri) pengalaman suatu penyakit akan membangkitkan berbagai perasaan dan reaksi stres, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka dan ketidak pastian menuju pada adaptasi terhadap penyakit. Tahapan reaksi psikologis pasien HIV (Grame Stewart, 1997) adalah seperti terlihat pada tabel berikut: Reaksi

Proses Psikologis

Hal-hal

yang

biasa

dijumpai

Shock (kaget, goncangan Merasa bersalah, marah,

Rasa takut, hilang akal,

batin)

frustasi,

tidak berdaya

rasa

sedih,

susahm acting out. Mengucilkan diri

Merasa cacat dan tidak Khawatir berguna, menutup diri

menginfeksi

orang lain, murung

Membuka status secara

Ingin tahu reaksi orang Penolakan,

terbatas

lain, pengalihan stress, konfrontasi

stress,

ingin dicintai Mencari

orang

yang HIV positif

lain

Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan, campur kepercayaan, penguatan, tangan, dukungan social

percaya

pada pemegang rahasia dirinya.

4

tidak

Status khusus

Perubahan

keterasingan Ketergantungan,

menjadi manfaat khusus, dikotomi kita dan mereka perbedaan menjadi hal (semua yang

orang

dilihat

istimewa, sebagai terinfeksi HIV

dibutuhkan

oleh

yang dan direspon seperti itu),

lainnya.

over identification.

Perilaku mementingkan

Komitmen dan kesatuan Pemadaman, reaksi dan

orang lain

kelompok, memberi

kepuasan kompensasi dan

perasaan

yang

berbagi berlebihan sebagai

kelompok Penerimaan

Integrasi status positive Apatis, sulit berubah HIV

dengan

identitas

diri, keseimbangan antara kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa menyebutkan

kondisi

seseorang

Respons Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit Kubler Ross (1974) menguraikan lima tahap reaksi emosi seseorang terhadap penyakit, yaitu : 1. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional dan dampak emosional dari diagnosa. Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan pasien terhadap sakitnya

atau

sudah

mengetahuinya

dan

mengancam

dirinya.

Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.” Pengingkaran dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan memproyeksikan pada apa yang diterima sebagai alat yang berfungsi sakit, kesalahan 5

laporan laboratorium, atau lebih mungkin perkiraan dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang mencolok tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini merupakan buffer untuk menerima kenyataan yang sebenarnya. Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan segera berubah menjadi fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999). 2. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka fase pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien secara karakteristik dihubungkan dengan marah dan rasa bersalah. Pasien akan mengalihkan kemarahan pada segala sesuatu yang ada disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada dirinya sendiri dan timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan adalah perawat, semua tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut, cerewet, cemberut, tidak bersahabat, kasar, menantang, tidak mau bekerja sama, sangat marah, mudah tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga mengunjungi maka menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan untuk datang, hal ini akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996). 3. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu, pasien akan berfikir dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai timbul rasa bersalahnya dan mulai membina hubungan dengan Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang jelas yaitu pasien menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999). 4. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan marah dan pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. Pasien mencoba perilaku baru yang konsisten dengan keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah kesedihan, tidak berdaya, tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam, kesepian dan waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk mengatakan ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam 6

keluarga intensitas depresi tergantung pada makna dan beratnya penyakit (Netty, 1999). e) Penerimaan dan partisipasi Sesuai dengan berlalunya waktu dan pasien beradapatasi, kepedihan dari kesabatan yang menyakitkan berkurang dan bergerak menuju identifikasi sebagai seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai seorang cacat. Pasien mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak membutuhkan dorongan melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan keterbatasan atau ketidakadekuatan (Hudak & Gallo, 1996). Proses ingatan jangka panjang yang terjadi pada keadaan stres yang kronis akan menimbulkan perubahan adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi dari jaringan atau sel imun yang memiliki hormon kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu lain menderita stres, dalam teori adaptasi dari Roy dikenal dengan mekanisme regulator.

2.1.3 Sosial Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada pasien HIV yang kondisinya sudah sangat parah. Indivdu yang temasuk dalam memberikan dukungan sosial meliput pasangan suami istri,agama,

anak, keluarga,

teman, tim kesehatan, konsselor. Dukungan sosial bermandaat untuk kesehatan dan kesejahteraan, mediator yang penting untuk menyelesaikan masalah seseorang. Perasaan minder dan tidak berguna di masyarakat. Interaksi sosial yaitu perasaan terisolasi/ditolak. Pada interaksi sosial tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut : 1. Tanda-tanda akan terjadi perubahan pada interaksi keluarga dan orang terdekat maupun kegiatan lain yang dimiliki individu. 2. Gejala yang akan ditimbulkan karena sudah terdiagnosa yaitu kehilangan orang terdekat, bahkan keluarga, teman, sahabat. Rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan ditolak, kehilangan pekerjaan, diisolasi, teman, sahabat maupun pasangan yang meninggal 7

karena AIDS. Menanyakan kemampuan bahgaimana untuk tetap hidup mandiri atau tidak mampu untuk membuat rencana. Respon sosial menurut Nursalam (2007) dibagi menjadi 3 hal meliputi : 1. Stigma sosial akan dapat memperparah kndisi depresi dan pandangan negative tentang harga diri pasien 2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV seperti menolak pekerjaan dan hidup serumah yang akan mempengaruh kondisi kesehatan.

Menggunakan

obat-obatan

narkotika

juga

dapat

mengakibatkan kurangnya dukungan sosial dan memperparah stres pasien. 3. Waktu yang cukup lama respons penolakan, emosi, depresi, yang akan memperlambat upaya untuk pencegahan dan pengobatan. Sehingga pasien akan mengonsumsi obat-obatan untuk mengurangi stress yang dialaminya. Respon adaptif sosial bedasarkan

konsep dari Pearlin dan

Aneshense (1998) ada 3 hal yaitu emosi, cemas dan interaksi sosial.

2.1.4 Spiritual Respons adaptif spiritual menurut Nursalam (2011) adalah sebagai berikut : 1. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan. Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam dukungan sosial. Orang bijak mengatakan “hidup tanpa harapan, akan membuat orang putus asa dan bunuh diri”. Perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil apapun kesembuhan, misalnya akan memberikan ketenangan dan keyakinan pasien untuk berobat. 2. Pandai mengambil hikmah. Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan kepada pasien untuk selalu berfikiran positif terhadap semua cobaan yang dialaminya. Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang Pencipta. Pasien harus 8

difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus. Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan selama sakit. 3. Ketabahan hati. Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan ketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu yang mempunyai kepribadian yang kuat, akan tabah dalam menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut biasanya mempunyai keteguhan hati dalam menentukan kehidupannya. Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat menguatkan diri pasien dengan memberikan contoh nyata dan atau mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak; bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada umatNYA, melebihi kemampuannya (Al. Baqarah, 286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua cobaan yang diberikan pasti mengandung hikmah, yang sangat penting dalam kehidupannya.

2.1.5 Kultural Pengkajian Kultural meliputi: 4. Faktor budaya yang berkaitan dengan fenomena yang muncul dimana banyak ibu rumah tangga yang yang kondisi kesehatannya baik tiba-tiba tertular virus HIV /AIDS yang ditularkan oleh suaminya yang sering melakukan hubungan seksual dengan orang lain selain dengan istrinya. 5. Perempuan tidak berdaya serta tidak mempunyai bargaining position (posisi rebut tawar) terhadap perilaku menyimpang suaminya. 6. Kurangnya pengetahuan oleh sebagian besar perempuan akan bahaya yang mengancamnya. Kebijakan

yang

dilaksanakan

oleh

pemerintah

untuk

menanggulangi masalah HIV /AIDS adalah bimbingan sosial tentang pencegahan HIV /AIDS dan memberikan konseling serta pelayanan sosial bagi penderita HIV /AIDS yang tidak mampu. Adanya pemberian pelayanan kesehatan merupakan langkah antisipatif agar kematian dapat 9

dihindari dan harapan hidup dapat ditingkatkan sehngga penderita HIV /AIDS dapat berperan sosial dengan baik dalam kehidupanya.

2.2 Pengkajian Fisik 1. Keadaan Umum -

Bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh klien.

-

Pemeriksaan

berat

badan

dilakukan

pada

setiap

kunjungan.

Kehilangan BB 10% atau lebih mungkin akibat dari sindrom wasting salah satu tanda AIDS . sehingga diperlukan bantuan tambahan gizi yang cukup jika apabila pasien telah kehilangan berat badan. -

Pemeriksaan tanda-tanda vital secara umum mengalami peningkatan suhu tubuh atau demam ketika ada peradangan pada tubuh.

2. Kepala Dikaji adanya vesikel atau tidak, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan. 3. Mata Dikaji adanya vesikel atau tidak, tidak ada massa, dan penurunan penglihatan. 4. Telinga Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan . 5. Hidung Tidak ada sekret, tidak ada lesi. 6. Mulut Di daerah sekitar mulut sangat umum dijumpai infeksi jamur dan luka pada orang yang terinfeksi HIV. Dokter akan melakukan pemerksaan mulut pada setap kunjungan dan pemerksaan gigi minmal 2 kali setahun. 7. Leher

10

Trakea simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis, tidak ada nyeri tekan. 8. Dada Bentuk simetris, pernafasan reguler, tidak ada otot bantu nafas. 9. Abdomen Bentuk simetris, tidak ada benjoan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar. Perkusi suara timpani. Jika abdomen menunjukkan limfa dan hati yang semakin membesar yang disebabkan oleh infeksi baru atau menunjukkan adanya kanker. 10. Genetalia Pada pria daerah yang perlu diperhatikan adalah gland penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Pada wanita daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus vaginalis, dan serviks. Jika timbul lesi maka harus dicatat jenis, bentuk, ukuran,/luas, warna, dan keadaan lesi. Perempuan yang terinfeksi HIV lebih memiliki kelainan sel di serviks daripada perempuan yang tidak terinfeksi HIV. Perubahan yang terjadi pada sel ini dapat diamati dengan tes Pap Smear 11. Ekstremitas Tidak ada luka dan spasme otot. 12. Kulit dan kuku Adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, edema disekitar lesi, dapat pula timbul ulkus, pada infeksi sekunder. Juga dapat timbul diaforesis. Pemeriksaan kulit secara teratur dapat memberikan petunjuk mengenai kondisi yang dapat diobati mulai dari tingkat keparahanya.

2.3 Pemeriksaan Diagnostik Tes diagnostik HIV merupakan bagian dari proses klinis untuk menentukan diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium. Jenis pemeriksaan laboraturium HIV menurut Permenkes No. 87 tahun 2014 berupa: 11

1. Tes Serologi a) Tes Cepat (Rapid Test) Tes cepat dapat mendeteksi baik antibody terhadap HIV-1 maupun HIV-2. Tes cepat dapat dijalankan pada jumlah sampel yang lebih sedikit dan waktu tunggu untuk mengetahui hasil kurang dari 20 menit bergantung pada jenis tesnya dan dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih. b) Tes Enzyme Immunoassay (EIA) atau Tes ELISA Tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan HIV-2. Sampel darah diambil dari permukaan kulit dengan prosedur pengambilan darah pada umumnya yang kemudian samepl darah dimasukkan ke dalam tabung khusus dan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Sampel darah dimasukkan ke cawan petri yang berisi antigen HIV yang merupakan zat asing, seperti virus yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh merespon. Reaksi antigen-antibodi dapat dideteksi dengan perubahan warna sampel darah. Hasil tes HIV dengan ELISA biasanya memakan waktu satu sampai tiga hari bergantung pada tes, laboratorium, ataupun apakah tes dilakukan di rumah. Jika hasil tes positif maka tes selanjutnya dilakukan yaitu tes Western Blot. c) Tes Western Blot Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi kasus yang sulit. Dalam tes ini protein HIV dipisahkan oleh ukuran pada strip tes. Jika tes ini menunjukkan hasil positif, serangkaian pita (band) terdeteksi yang menandakan adanya pengikatan spesifik antibody seseorang terhadap protein virus HIV tertentu. Tes ini hanya dilakukan untuk menindaklanjuti tes skrining yang awalnya positif. Jika tes HIV menunujukkan positif pada tes ELISA, klien mungkin terkena HIV. Namun terkadang tedapat false positive dengan layar ELISA yang berarti bahwa hasil tes menunjukkan bahwa klien

12

sebenarnya tidak terinfeksi virus HIV. Tes Western Blot membutuhkan satu hari untuk dilakukan. 2. Tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR) Tes virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis ibu hamil HIV-positif

yang

baru

melahirkan

serta

bayi

baru

lahir

dan

direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur kurang dari 18 bulan. Jika b ayi dengan pemeriksaan virologis pertama hasilnya positif, maka terapi antiretroviral (ART) harus segera dimulai, pada saat yang bersamaan dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan tes virologis yang kedua. Tes virologis terdiri atas: a) HIV DNA kualitatif (EID) Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada keberadaan antibodi HIV. Tes ini digunakan untuk mendiagnosis bayi. b) HIV RNA kuantitatif Tes ini mendeteksi jumlah virus di dalam darah, dan dapat digunakan untuk pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia. Metode tes HIC dengan PCR ini dilakukan dengan bantuan enzim untuk menggandakan virus HIV dalam darah. Kemudian reaksi kimia akan menandai virus. Penanda ini berbentuk pita (band) yang diukur dan digunakan untuk menghitung jumlah virus. Hasil pengujian RNA biasanya memakan waktu beberapa hari sampai seminggu.

2.4 Tanda dan Gejala Diagnosis infeksi HIV/AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS penderita harus mempunyai sekurang-kurangnya dua gejala mayor dan satu gejala minor (Syafri et al, 2017). 13

Gejala mayor infeksi HIV/AIDS meliputi: a. Berat badan menurun > 10% dalam 1 bulan b. Diare kronik berlangsung > 1 bulan c. Demam berkepanjangan > 1 bulan d. Penurunan kesadaran e. Demensia / HIV ensefalopati Gejala minor infeksi HIV/AIDS meliputi: a. Batuk menetap > 1 bulan b. Dermatitis generalisata Dermatitis eksfoliativa generalisata adalah suatu kelainan kulit dengan gejala berupa eritema dan skuama generalisata yang melibatkan lebih dari 90% permukaan kulit penderita (Yahya, 2009). c. Herpes zoster multi segmental dan berulang Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang bercirikan timbulnya ruam kulit dengan distribusi dermatomal dan disertai rasa nyeri yang hebat (Saragih, 2014). d. Kandidiasis orofaringeal Kandidiasis orofaringeal adalah infeksi oportunistik mukosa yang dalam banyak kasus disebabkan oleh jamur Candida albicans, tetapi dapat pula disebabkan oleh spesies lain seperti Candida glabrata, Candida tropicalis, dan Candida krusei. (Ellepola dan Samaranayake, 2000). e. Herpes simpleks kronik progresif Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010). f. Limfadenopati generalisata 14

Limfadenopati generalisata merupakan pembesaran kelenjar getah bening (KGB) pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris dengan ukuran > 0,5 cm (Jacobs, 2010). g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita h. Retinitis cytomegalovirus Merupakan anggota dari virus herpes, yang dikenal penyebab kebutaan dan kematian pada pasien dengan AIDS lanjut (Heiden et al, 2007).

15

BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pengkajian pada penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan pengkajian respon biologis, psikologis (penerimaan diri), sosial, spiritual, kultural, serta pengkajian fisik. Untuk mengetahui infeksi dari HIV/AIDS dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik tes serologi yang diawali Tes Cepat (Rapid Test), Tes Enzyme Immunoassay (EIA) atau Tes ELISA, dan Tes Western Blot. Serta tes virologis Polymerase Chain Reaction (PCR) yang meliputi tes HIV DNA kualitatif (EID) dan HIV RNA kuantitatif. Tanda dan gejala pada penderita AIDS dibagi menjadi gejala mayor dan gejala minor dimana klien yang didiagnosis AIDS harus mempunyai minimal dua gejala mayor dan satu gejala minor.

3.2 Saran Berdasarkan isi makalah mengenai pengkajian pada penderita HIV/AIDS pembaca diharapkan: 1. Mengenali tanda dan gejala infeksi HIV/AIDS. 2. Memahami berbagai macam pemeriksaan untuk mendeteksi infeksi HIV/AIDS.

16

DAFTAR PUSTAKA Ellepola, A. N. B. dan Samaranayake, L. P. 2000. Antimycotic Agents in Oral Candidosis: An Overview: 1. Clinical Variant. 27(3): 111-2, 4-6. Handoko, Ronny P. 2010. Herpes Simpleks. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M. Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Heiden, David et al. 2007. Cytomegalovirus Retinitis: The Neglected Disease of the AIDS Pandemic. PLoS Medicine. 4(12): 1845-1851. Jacobs, W. The Problem of HIV-related Lymphadenopathy; Lymphadenopathy is A Common Condition in Patients with HIV Infection. CME. 28(8): 364-6. Nursalam dan Ninuk Dian. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika. Saragih. 2014. Herpes Zoster pada Geriatri. Medula Unila. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Shabrina, Andisa. 2018. Apa Saja Jenis Tes HIV yang Mungkin Dianjurkan Dokter?. https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/jenis-tes-hiv/ [Diakses pada 2 Maret 2019] Syarief et al. 2017. Anestesi pada Pasien HIV. Nusantara Medical Science Journal. 1 (2017): 28-32. Yahya, Yulia Farida. 2009. Dermatitis Eksfoliatif sebagai Manifestasi Reaksi Lepra. Palembang: FK Universitas Sriwijaya. Rahakbauw, Nancy. 2016. Dukungan keluarga terhadap kelangsungan hidup ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). INSANI: 64-82. UNAIDS. 2018. UNAIDS data. Genewa: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). 17

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Laporan Perkembangan HIVAIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) Triwulan IV Tahun 2017. Jakarta.

18

Related Documents

Odha - Hiv Klp 1.docx
December 2019 12
Makalah Hiv Klp 1.docx
December 2019 21
Hiv
June 2020 36
Hiv
November 2019 66
Hiv
May 2020 37

More Documents from "Wahyudin"