Refleksi Kasus Oleh Putu Gita.docx

  • Uploaded by: PutHu Dya GitHa
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Refleksi Kasus Oleh Putu Gita.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,833
  • Pages: 12
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD UNDATA PALU

REFLEKSI KASUS “SUSP. FRAMBUSIA”

DISUSUN OLEH:

Putu Gita Diah Savitri N 111 18 066

PEMBIMBING: dr. Nurhidayat, Sp.KK, FINSDV

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD UNDATA PALU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2019

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD UNDATA PALU

I.

IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. Z

Umur

: 42 Tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Tawaeli

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Penjual Bakso

Tanggal Pemeriksaan : 19 Maret 2019

II.

ANAMNESIS 1. Keluhan utama Terdapat benjolan di area wajah, leher dan kulit kepala yang disertai dengan rasa nyeri. 2. Riwayat penyakit sekarang Seorang pasien laki-laki berumur 42 tahun, datang ke poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD UNDATA dengan keluhan rasa nyeri yang dirasakan pada wajah, leher dan kulit kepala yang terdapat benjolan, nyeri yang dirasakan oleh pasien terkadang membuat pasien merasa sulit tidur. Keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa awalnya ia merasa gatal di daerah dahi sebelah kiri, untuk mengatasi rasa gatal tersebut pasien menggaruknya, kemudian timbul adanya bejolan kecil di daerah gatal tersebut, selanjutnya bejolan tersebut berisikan nanah dan awalnya pasien juga mengalami demam. Jumlah benjolan lama kelamaan semakin banyak, menyebar ke daerah dahi sisi kanan, leher dan kulit kepala. Ukuran benjolan

bervariasi, ada yang besar seperti uang koin dan ada yang kecil seperti biji jagung. Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter, namun tidak ada perubahan. 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes, hipertensi dan lainnya. 4. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga pasien yang pernah atau sedang memiliki keluhan seperti yang dialami paasien. III.

PEMERIKSAAN FISIK Status generalis 1. Keadaan umum

: Sakit berat

2. Status gizi

: Baik

3. Kesadaran

: Kompos Mentis

Tanda-tanda vital 1. Tekanan darah

: 120/80 mmHg

2. Frekuensi Nadi

: 90x/menit

3. Frekuensi pernapasan : 20x/menit : 36,5oC

4. Suhu Status Dermatologis Ujud kelainan kulit : 1. Kepala

Terdapat adanya nodul pada daerah kepala, yang berukuran numular, bentuk lesi tidak teratur, permukaan lesi tidak rata, konsistensinya padat dan batas nodul yang tegas. 2. Leher Terdapat adanya nodul dan nodulus pada daerah leher dengan ukuran yang bervariasi, ada yang lentikular dan numular, konsistensi padat, permukaan tidak rata, nodul dan nodulus

memiliki batas yang tegas. Terdapat satu nodul pada bagian leher kiri berukuran numular dengan ujung kehitaman. 3. Wajah Terdapat adanya Nodul dan Nodulus pada daerah wajah yang didominasi pada seluruh daerah dahi. Pada daerah selain dahi, terdapat 1 nodulus pada daerah hidung dan 2 nodulus pada daerah pipi kiri. Nodus dan nodulus pada dahi dengan ukuran yang bervariasi (ada yang lentikular dan numular), berbatas tegas, konsistensi padat dan permukaan lesi tidak rata. Terdapat 1 plak di daerah tengah dahi, berukuran plakat, bentuk tidak beraturan, permukaan lesi tidak rata, batasnya tegas, plak berwarna colelat kehitaman dan terlihat sedikit basah/berair. 4. Ketiak : tidak terdapat ujud kelainan kulit 5. Dada : tidak terdapat ujud kelainan kulit 6. Punggung : tidak terdapat ujud kelainan kulit 7. Perut : tidak terdapat ujud kelainan kulit 8. Selangkangan : tidak terdapat ujud kelainan kulit 9. Ekstremitas atas : tidak terdapat ujud kelainan kulit 10. Ekstremitas bawah : tidak terdapat ujud kelainan kulit 11. Genitalia : tidak terdapat ujud kelainan kulit

IV.

GAMBAR

Gambar 1. Terdapat adanya nodul pada daerah kepala, yang berukuran numular, bentuk lesi tidak teratur, permukaan lesi tidak rata, konsistensinya padat dan batas nodul yang tegas.

Gambar 2. Terdapat adanya Nodul dan Nodulus pada daerah wajah yang didominasi pada seluruh daerah dahi. Pada daerah selain dahi, terdapat 1 nodulus pada daerah hidung dan 2 nodulus pada daerah pipi kiri. Nodus dan nodulus pada dahi dengan ukuran yang

bervariasi (ada yang lentikular dan numular), berbatas tegas, konsistensi padat dan permukaan lesi tidak rata.

Gambar 3. Terdapat 1 plak di daerah tengah dahi, berukuran plakat, bentuk tidak beraturan, permukaan lesi tidak rata, batasnya tegas, plak berwarna colelat kehitaman dan terlihat sedikit basah/berair. Disekitarnya terdapat nodus dan nodulus dengan ukuran yang bervariasi dan penyebarannya tidak beraturan.

Gambar 4. Terdapat adanya nodul dan nodulus pada daerah leher dengan ukuran yang bervariasi, ada yang lentikular dan numular, konsistensi padat, permukaan tidak rata, nodul dan nodulus memiliki batas yang tegas. Terdapat satu nodul pada bagian leher kiri berukuran numular dengan ujung kehitaman.

V.

RESUME Seorang pasien laki-laki berumur 42 tahun, datang ke poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD UNDATA dengan keluhan rasa nyeri yang dirasakan pada wajah, leher dan kulit kepala yang terdapat benjolan, nyeri yang dirasakan oleh pasien terkadang membuat pasien merasa sulit tidur. Keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa awalnya ia merasa gatal di daerah dahi sebelah kiri, untuk mengatasi rasa gatal tersebut pasien menggaruknya, kemudian timbul adanya bejolan kecil di daerah gatal tersebut, selanjutnya bejolan tersebut berisikan nanah dan awalnya pasien juga mengalami demam.

Jumlah benjolan lama kelamaan semakin banyak, menyebar ke daerah dahi sisi kanan, leher dan kulit kepala. Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya dan tidak ada keluarga pasien yang pernah atau sedang memiliki keluhan seperti yang dialami pasien. Berdasarkan pemeriksaan dermatologis ditemukan adanya nodul dan nodulus, yang tersebar pada daerah kulit kepala, wajah, dan leher, dengan ukuran yang bervariasi, bentuk lesi tidak beraturan, permukaannya tidak rata, lesi memiliki batas yang tegas dan konsistensinya padat. Serta terdapat 1 plak di daerah tengah dahi, berukuran plakat, bentuk tidak beraturan, permukaan lesi tidak rata, batasnya tegas, plak berwarna colelat kehitaman dan terlihat sedikit basah/berair. Disekitarnya terdapat nodus dan nodulus dengan ukuran yang bervariasi dan penyebarannya tidak beraturan. VI.

DIAGNOSIS KERJA Susp. Frambusia

VII.

DIAGNOSIS BANDING 1. Sifilis (sifilis tersier) 2. Ektima 3. Ulkus tropikum

VIII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan langsung 2. Pemeriksaan serologis 3. Pemeriksaan histopatologis

IX.

PENATALAKSANAAN Obat pilihan utama untuk pasien dan kontak frambusia adalah benzatin penisilin. Sebagai alternatif pengobatan dapat diberikan tetrasiklin, doksisiklin, dan eritromisin. Jika pasien sudah di diagnosis pasti frambusia dapat diberikan Asitromisin 30 mg/KgBB per-oral. Atau dapat diberikan terapi alternatif

terlebih dahulu yaitu doksisiklin 100 mg, 2 kali sehari per oral dengan lama pemberian yaitu 15 hari . X.

XI.

PROGNOSIS Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungtionam

: dubia ad bonam

Quo ad cosmetikam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

PEMBAHASAN 1. Frambusia Frambusia atau yaws adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif. Banyak dijumpai pada daerah tropis dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi, antara lain di Afrika Utara, Eropa Timur, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Kepulauan Karibia, Indonesia dan Kepulauan sekitar ekuator Asia Tenggara. Di Indonesia penyakit ini lebih banyak ditemukan di beberapa pulau besar dan kecil daerah pesisir maupun pedalaman pada kelompok-kelompok tertentu yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan. Pada musim hujan dengan kelembaban udara yang tinggi, penularan penyakit ini meningkat. Frambusia umumnya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, terutana pada daerah endemik dengan kebersihan perorangann yang kurang dan tingkat sosio-ekonomi yang rendah. Kuman penyebab frambusia adalah Treponema pertenue. Bentuk kumannya sangat mirip dengan Treponema pallidum (kuman penyebab penyakit sifilis). Frambusia ditularkan secara kontak langsung non seksual melalui cairan getah (eksudat) dan serum dari lesi kulit pasien frambusia. Treponema pertenue tidak dapat menembus kulit yang utuh, adanya luka kecil pada kulit, lecet, goresan atau bekas gigitan serangga dapat menyebabkan penetrasi kuman.

Sumber penularan penyakit frambusia sampai saat ini adalah manusia. Kasus dini frambusia merupakan sumber penularan utama kepada orang lain. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penularan frambusia : a. Jarang berganti pakaian b. Bergantian memakai pakaian yang sama dengan pasien c. Kebersihan perorangan dan lingkungan yang buruk d. Tinggal di daerah yang kumuh Gejala klinis menurut stadium perjalanan penyakit : a. Stadium 1 Gejala klinis ditandai dengan timbulnya papul, bisa tunggal (mother yaws) atau lebih dari satu (multipel) pada tempat masuknya kuman. Papul berwarna kemerahan, sering gatal dan tumbuh menjadi besar seperti papiloma (benjolan bertangkai). Permukaan papiloma dapat berbenjol kecil menyerupai bunga kol. Papul berkonfluens menjadi ulkus (koreng) yang basah mengeluarkan getah yang mengandung kuman. Dasar ulkus berbenjol mirip buah stoberi. Setelah mengering, getah tersebut akan membentuk lrusta kekuningan diatas papul atau papiloma sehingga disebut krusto papiloma. Kadang-kadang pada stadium ini bisa terjadi demam atau ngilu sendi disertai dengan pembesaran KGB regional. Setelah 2 sampai 6 bulan kelainan dapat sembuh sendiri dengan sisa berupa atrofi kulit (kulit menjadi menipis dan mengkilat), hipopigmentasi (bercak keputihan seperti panu), atau parut. Keadaan ini disebut stadium laten. Bila stadium 1 tidak diobati, kelainan kulit awal akan hilang sendiri (menjadi laten) dan sewaktu-waktu dapat muncul kembali menjadi stadium 2. b. Stadium 2

Pada stadium 2 terdapat kelainan kulit yang khas, yaitu tersebar luas dan hampir simetris. Selain kelainan kulit juga dapat ditemukan kelainan pada kelenjar getah bening, tulang dan tulang rawan. Kelainan kulit sama seperti stadium 1, namun lebih banyak dan tersebar, juga bisa terjadi kelainan pada tangan dan kaki berupa penebalan (hiperkeratotik), pecah-pecah (fisura), ulserasi disertai rasa nyeri. Dapat timbul peradangan tulang (osteoperiostitis) dan kelainan pada kuku. Kelainan kulit bisa hilang tanpa gejala sisa kemudian masuk ke masa laten II yang berlangsung 5-10 tahun. Kira-kira 10% pasien akan masuk ke stadium 3. Frambusia stadium 1 dan 2 bersifat sangat menular. c. Stadium 3 Biasanya penyakit frambusia akan berakhir pada stadium 2, namun terdapat 10% pasien yang akan berlanjut menjadi stadium 3 (late stadium). Kelainan frambusia pada stadium ini khas berupa gumma. Selain itu dapat juga timbul gangosa, gondou, juxta articular nodes, hiperkeratosis pada telapak tangan dan telapak kaki. Semua kelainan pada stadium 3 ini akan sembuh menjadi skar deformitas dan kontraktur sehingga menyebabkan kecacatan. Gumma adalah benjolan menahun, yang mengalami perlunakan, ulserasi dan destruktif terhadap jaringan dibawahnya. Umumnya terdapat dikulit, namun dapat juga ditulang dan sendi. Dapat mengenai organ dalam, mata, saraf dan sistem kardiovaskular. Stadium 3 ini tidak/kurang menular. Cara yang dilakukan untuk melakukan penegakan diagnosis melalui dua cara : a. Pemeriksaan klinis : diagnosis didasarkan atas pemeriksaan klinissesuai dengan bentuk dan sifat kelainan yang ada.

b. Untuk

kasus-kasus

yang

meragukan

dapat

dilakukan

penegakan diagnosis menggunakan pemeriksaan laboratorium : 

Pemeriksaan langsung : getah yang diambil dari luka (borok) dibuat apusan (smear), difiksasi dengan NaCl kemudian dilihat langsung menggunakan mikroskop lapangan gelap. Sediaan diwarnai dengan giemsa atau wright untuk menyingkirkan kemungkinan adanya parasit lain.



Pemeriksaan serologis : pemeriksaan serologis yang dilakukan adalah sama seperti yang dilakukan pada penyakit sifilis yaitu RPR atau VDRL dan dikonfirmasi dengan TPHA.



Pemeriksaan histopatologi : dengan pewarnaan silver, triponema mudah ditemukan diantara sel epidermal.

Pengobatan pilihan utama untuk pasien dan kontak frambusia adalah benzatin penisilin. Sebagai alternatif pengobatan dapat diberikan tetrasiklin,

doksisiklin

dan

eritromisin.

Secara

epideniologi,

pengobatan yang dianjurkan untuk frambusia adalah sebagai berikut : a. Bila sero positif >50% atau prevalensi frambusia disuatu desa/dusun >50% maka seluruh penduduk harus diobati b. Bila sero positif sebanyak 10-50% atau prevalensi frambusia di suatu desa/dusun 2-5% maka pasien, kontak, dan seluruh anak usia 15 tahun atau kurang harus diobati. c. Bila sero positif <10% atau prevalensi frambusia di suatu desa/dusun <2% maka yang harus diobati hanya pasien, kontak serumah dan kontak yang erat. d. Untuk anak sekolah setiap kali ditemukan kasus maka seluruh murid dalam kelas yang sama harus diobati.

Related Documents


More Documents from ""