Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSD Madani Palu Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
REFLEKSI KASUS
DISUSUN OLEH : NISRINA RIHHADATUL AISY N 111 17 088
PEMBIMBING KLINIK dr. Patmawati ,M.Kes, Sp.Kj
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSD MADANI PALU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2018
REFLEKSI KASUS Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Usia Alamat Status pernikahan Pendidikan terakhir Pekerjaan Agama Tanggal Pemeriksaan Tempat Pemeriksaan
: An. P : Laki - laki : 10 tahun : Desa tompe : Dibawah umur : SD :: Islam : 29 Mei 2018 : Ruangan Anggur RSD Madani Palu
I. Deskripsi Status Pasien laki-laki, 10 tahun datang dengan keluhan adanya rasa takut yang sudah dialami sejak ± 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah. Pasien mengatakan ia takut mati, awalnya jika dia merasakan sesak nafas maka rasa takutnya itu muncul. Pasien juga sulit untuk tidur dan terkadang suka menangis dan gelisah karna ketakutannya. Pasien juga mengatakan biasa melihat seluruh teman – temannya keseluruhan berwarna putih hanya pada hari senin saat upacara berlangsung, dan rasa takut itu muncul kembali. Terkadang saat pasien mengalami sesak dan bilang dengan orang dirumah saat itu juga terkadang orang dirumah yang mengatakan ingin mati dan rasa takut pasien bertambah dan langsung menangis. Pasien riwayat konsumsi rokok (-), alkohol (-) dan zat psikoaktif (-) II. Emosi yang Terlibat Kasus ini menarik untuk dibahas karena yang kooperatif dan dsapat menjelaskan masalahnya sehingga ninformasi yang dibutuhkan terkait dengan masalah pasien dapat diketahui. Diagnosis apa yang tepat untuk uraian kasus diatas? dan bagaimana penatalaksanaan yang diberikan? III. Evaluasi a. Pengalaman Baik Pasien tidak menunjukkan rasa curiga kepada pemeriksa, dan pasien sangat kooperatif saat wawancara berlangsung Pengalaman Buruk
Pada saat anamnesis awal pasien tampak ragu- ragu dan tertutup dengan pemeriksaan. IV. Analisis Ansietas merupakan adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang. Ansietas memiliki dua komponen : kesadaran akan sensasi fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran bahwa ia gugup atau ketakutan. Selain pengaruh viseral dan motorik ansietas memengaruhi pikiran, persepsi, dan pembelajaran. Cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya persepsi waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti peritiwa.
a) Diagnosis Multiaksial
Aksis I : -
Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya gejala klinis bermakna seperti berkurangnya kebutuhan tidur pasien, mudah cemas dan gelisah sehingga mengakibatkan penderitaan atau distress, disability dalam pekerjaan dan waktu senggangnya. sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
pasien
mengalami
Gangguan Jiwa. -
Pada pasien tidak ditemukan adanya gangguan realitas, sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa Non Psikotik.
-
Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi
gangguan
medis
umum
sehingga
pasien
didiagnosa Gangguan Jiwa Non Organik. -
Berdasarkan anamnesis diatas bahwa pada pasien didapatkan yaitu susah tidur, rasa takut, sedih sampai menangis kemudian onset terjadinya penyakit kurang lebih 1 bulan. Sehingga pasien di diagnosis dengan Anxietas YTT (F41.9)
Aksis II
Pasien memiliki ciri kepribadian tidak khas
Aksis III Tidak ada diagnosis.
Aksis IV Tidak didapatkan
Aksis V GAF scale 70-61: Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
Penatalaksanaan Gangguan Cemas 1. Psikofarmaka Obat tidak akan menyembuhkan gangguan kecemasan, tetapi cemas yang ada bisa tetap di bawah kontrol. Obat utama yang digunakan untuk gangguan kecemasan adalah antidepresan dan obat anti-kecemasan. Dengan perawatan yang tepat, banyak orang dengan gangguan kecemasan dapat memimpin normal, memenuhi hidup. Karena gangguan bersifat jangka panjang, suatu rencana terapi harus dilakukan dengan teliti. Tiga obat utama yang harus dipertimbangkan untuk terapi gangguan ansietas adalah buspiron, benzodiazepine, dan SSRI. a. Anti depresan Antidepresan dikembangkan untuk mengobati depresi tetapi juga efektif untuk mengatasi gangguan kecemasan. Jenis anti depresan yang digunakan sebagai anti cemas adalah anti depresan golongan SSRI. SSRI (fluoxetine, sertraline, dlln) efek sedasi, otonomik, kardiologi sangat minimal. b. Anti anxietas Terdapat
2
penggolongan
obat
anti
anxietas,
yaitu
golongan
benzodiazepine dan non-benzodiazepin. Anxietas syndrome terjadi karena hiperkativitas dari sistim limbic yang terdiri dari dopaminergic, noradrenergic, serotonergic neurons yang dikendalikan oleh GABAergic
neurons
neurotransmitter.
(gamma
amino
butyric
acid,
suatu
inhibitory
Obat anti anxietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptor nya akan meng-inforce “the inhibitory action of GABA-ergic neuron” sehingga hiperaktivitas yang ada dapat mereda Golongan benzodiazepine sebagai obat anti-anxietas mempunyai ratio terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi dengan toksitas rendah dibanding dengan meprobamate atau Phenobarbital. Benzodiazepine merupakan drug of choice
dari semua obat yang
mempunyai efek anti anxietas, disebabkan spesifitas, potensi dan keamannnya. Beberapa jenis obat anxietas yang ada antara lain adalah : NO. 1.
NAMA OBAT
DOSIS ANJURAN
DIAZEPAM
Oral 2-3x2-5mg/hari
2. 3. 4.
CHLORDIAZEPOXIDE LORAZEPAM CLOBAZAM
Injeksi 5-10mg 2-3x5-10mg/hari 2-3x1mg/hari 2-3x1mg/hari
5.
BROMAZEPAM
3x1,5mg/hari
6.
ALPRAZOLAM
3x0,25-0,5mg/hari
7.
SULPRIDE
2-3x50-100mg/hari
8.
BUSPIRONE
2-3x10mg/hari
9.
HYDROXYZINE
3x25mg/hari
Pada pasien dapat diberikan kalxetin 5 mg 2x1 dan diazepam 1 mg 2x1 karena kalxetin adalah obat anti-depresant golongan SSRI yang mempunyai efek sedasi, otonomik, dan kardiologik sangat minimal, dan juga diberikan diazepam karena onset kerja dari diazepam lebih cepat dibandingkan dengan kalxetin.
2. Psikoterapi cognitive behavioral therapy (CBT) merupakan suatu pendekata psikoterapi yang paling banyak digunakan. CBT berorientasi pada pemecahan masalah
dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan “sekarang” yang memandang individu sebagai pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam proses terapi. Tujuan utama dalam teknik cognitive behavioral therapy (CBT) : a. Membangkitkan pikiran negative/berbahaya, dialog internal (bicara sendiri) dan intrepretasi terhadap kejadian-kejadian yang dialami. Pikiran negative tersebut muncul secara otomatis sering diluar kesadaran pasien apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut maladptive yang menambah berat masalahnya. b. Terapis bersama pasien mengumpulkan bukti yang mendukung atau meyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasarkan atas kesalahan logika, maka program CBT diarahkan untuk membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Pasien dilatih mengenali pikirannya dan mendorong untuk menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur cognitive maladaptive. Menyusun desain eksperimen untuk menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi di dalam proses terapi. Dengan demikian CBT diharapkan dapat berperan dalam mekanisme proteksi agar kecemasan dan depresi tidak mengancam karena pasien dapat belajar mengatasi. Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping obat yang diberikan.
V. Kesimpulan 1. Ansietas merupakan adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan individu tidak amampu intrahat dengan tenang (inability to relax). 2. Pada pasien berikut penatalaksanaan bisa dengan psikofarmaka dan psikoterapi
DAFTAR PUSTAKA 1.
Maslim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
2.
PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
3.
Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4.
Kaplan & Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. EGC : Jakarta