Refarat Sialadenitis Joe Stenly.docx

  • Uploaded by: masjoko
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Refarat Sialadenitis Joe Stenly.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,186
  • Pages: 28
BAB 1 PENDAHULUAN Sialadenitis adalah peradangan pada kelenjar ludah, dalam keadaan normal kelenjar menghasilkan air liur yang penting untuk fungsi dan kesehatan mulut. Sialadenitis awalnya ditandai dengan pembengkakan unilateral atau bilateral secara tiba-tiba disertai dengan nyeri dan tidak dapat dihubungkan dengan pembengkakan karena peristiwa tertentu (misalnya, asupan obat-obatan, peristiwa post-prandial). 1 Durasi episode dapat bervariasi dari beberapa hari hingga berbulan-bulan. Penyebab sialadenitis dari berbagai penyebab seperti infeksi bakteri atau virus untuk etiologi autoimun.1 Sialadenitis akut memiliki onset yang tiba-tiba dengan keluhan bengkak dan terasa nyeri tanpa memiliki riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya atau penyakit autoimun yang mungkin menjadi faktor penyebab sedangkan sialadenitis kronik biasanya tampak pembesaran unilateral dari kelenjar submandibular, pembengkakan dan rasa nyeri tidak separah sialadenitis akut, ada laporan keterlibatan sinkron kelenjar ludah besar dan kecil. Secara klinis, itu dapat berupa gejala atau tanpa gejala, dan sulit untuk membedakan dari tumor.1,2 Tidak ada ras, usia dan jenis kelamin tertentu yang berhubungan dengan predileksi dari penyakit ini, namun sialadenitis secara keseluruhan cenderung terjadi pada usia yang lebih tua dan jarang pada anak-anak dan pada imunitas yang lemah serta pada pasien yang dehidrasi. Penatalaksanaan tergantung pada etiologi yang mendasari, sebagian besar pada tahap awal dilakukan pemberian antibiotik sembari menunggu hasil pemeriksaan lebih dalam untuk memastikan etiologi penyebab sialadenitis.3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Kelenjar Ludah Selaput lendir yang melapisi mulut mengandung sekitar 750 kelenjar ludah minor yang disebut kelenjar bucal yang terdapat mulai dari saluran pernapasan atas, mukosa bibir, pipi, langit-langit, dasar mulut, daerah retromolar, orofaring, pangkal tenggorokan, dan trakea. Kelenjar ludah utama atau mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar submandibula, dan sublingual. Kelenjar saliva mayor berkembang pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana.1

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Ludah.1 1. Kelenjar Ludah Mayor 1.1.a. Kelenjar Parotis Kelenjar parotis merupakan sepasang kelenjar liur terbesar. Letaknya didekat liang telinga dan ramus asendens mandibula. Nervus fasialis setelah keluar dari

foramen stilomastoid masuk ke dalam kelenjar parotis dan bercabang disana. Salurannya yaitu duktus Stenon, menembus m. Bucinator dan bermuara ke dalam rongga mulut kanan dan kiri berhadapan dengan remolare kedua rahang atas. Kelenjar parotis kaya akan saluran getah bening dengan banyak sekali kelenjar getah bening intraglanduer. Serabut saraf parasimpatis berjalan bersama n. Glosofaring sampai ke foramen jugularis dan kemudian terus bersama dengan n. Petrosus superfisial minor menuju ke ganglion optikum. Serabut saraf tadi mencapai kelenjar bersama dengan n. Aurikulotemporal. Di sini, saraf ini mempengaruhi produksi air-liur.1,4 1.b. Kelenjar Submandibula Kelenjar submandibula terletak di sebelah medial tepi bawah rahang, di atas M. Digastrikus dan menempati segitiga yang dibentuk oleh venter posterior dan anterior m. Digastrici. Bagian tengah berhubungan dengan m. Styloglossus dan m. Hyoglossus. M. Mylohyoideus yang membatasi rongga sublingual dan submandibular, merupakan batas superior kelenjar submandibularis. Duktusnya keluar dari perluasan kelenjar submandibularis yang melintasi batas posterior dari m. Mylohyoideus dan memasuki rongga atau ruang subingual. Salurannya, yaitu duktus Whartoni sepanjang kurang lebih 6 cm, berjalan di bawah selaput lendir dasar mulut bersama dengan n. Lingualis dan bermuara di dasar mulut disamping frenulum lidah dalam karunkula. Persyarafannya berasal dari serabut saraf parasimpatis yang melalui kordatimpani dan kemudian mengikuti n. Lingualis mencapai kelenjar. Meskipun lebih kecil dari kelenjar parotis diproduksi air liur 70% di rongga mulut.1,4 1.c. Kelenjar Sublingual Kelenjar sublingual terletak sedikit ke depan dan tepat di sebelah kelenjar submandibula. Keduanya mempunyai satu saluran (duktus) bersama. Kelenjar sublingual menempati rongga sublingual bagian anterior dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut. Aliran dari sublingualis memasuki rongga mulut melalui

sejumlah muara yang terdapat sepanjang plica sublingualis, yaitu suatu lingir mukosa anteroposterior di dasar mulut yang menunjukkanalur dari ductus submandibularis, atau melalui duktus utama (yaitu ductus Bartholin) yang berhubungan dengan ductus submandibularis. Sekresi diproduksi terutama lendir di alam; namun dikategorikan sebagai kelenjar campuran. Berbeda dengan dua kelenjar utama lain, sistem duktus dari kelenjar sublingual tidak memiliki saluran lurik, dan keluar 8-20 saluran ekskretoris. Sekitar 5% dari air liur memasuki rongga mulut berasal dari kelenjar ini.1,4 2. Kelenjar Liur Minor Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600 sampai 1000 kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun keduanya. Masing-masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta lingual. Kelenjar ini juga bisa didapatkan pada kutub superior tonsil palatina (kelenjar Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai darah berasal dari arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar getah bening mengikuti saluran limfatik di daerah rongga mulut. 1,4 B. Fisiologi Kelenjar Ludah Jumlah total produksi air liur setiap hari ialah 600 ml. Sebanyak 70% diproduksi oleh kelenjar submandibula dan 25% oleh kelenjar parotis, yang mengeluarkan air liur pada waktu makan. Air liur mempunyai peranan penting yaitu memungkinkan makanan dikunyah oleh gigi dan dibentuk ke dalam bolus, mengubah karbohidrat menjadi maltosa dengan bantuan enzim ptialin, dan melembabkan lidah dan bagian dalam mulut sehingga memungkinkan lidah bergerak saat berbicara. Pengaturan aliran saliva terutama melalui sistem otonom dan yang paling penting peran saraf parasimpatis. Mekanisme yang tepat dari sekresi saliva tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diyakini berada di bawah pengaruh siklik AMP (Adenosin 3, '5'-cyclic monofosfat) dan mekanisme pengaktifan kalsium fosforilasi.1,4

C. Definisi Sialadenitis Sialadenitis adalah peradangan pada kelenjar ludah, dalam keadaan normal kelenjar menghasilkan air liur yang penting untuk fungsi dan kesehatan mulut. Sialadenitis awalnya ditandai dengan pembengkakan unilateral atau bilateral secara tiba-tiba disertai dengan nyeri dan tidak dapat dihubungkan dengan pembengkakan karena peristiwa tertentu (misalnya, asupan obat-obatan, peristiwa post-prandial). 1 Durasi episode dapat bervariasi dari beberapa hari hingga berbulan-bulan. Penyebab sialadenitis dari berbagai penyebab seperti infeksi bakteri atau virus untuk etiologi autoimun.1 D. Etiologi Sialadenitis 1. Dehidrasi, dan malnutrisi serta sejumlah terapi obat (misalnya: diuretik, antihistamin, antidepresan, dan antihipertensi) dapat mengakibatkan penurunan fungsi dari kelenjar liur sehingga dapat menurunkan produksi saliva. Keadaan ini bisa menyebabkan penyebaran kolonisasi bakteri dari parenkim kelenjar liur melalui sistem ductal (saluran) ke kelenjar liur.5 2. Obstruksi mekanik karena sialolithiasis atau abnormalitas duktus kelenjar liur dapat mengurangi produksi saliva. Keadaan ini dapat menyebabkan seseorang menderita sialadenitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri aerobik khas yang sering menginfeksi pada sialadenitis adalah Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenzae. Basil Gram-negatif termasuk Prevotella berpigmen, Porphyromonas, dan Fusobacterium juga dapat menjadi penyebab pada sialadenitis.5 3. Penyaki auto imun (Sjogren syndrome) disebut juga dengan penyakit Mikulicz dan Sindrom Sicca, merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sel imun dan menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan ludah (saliva). Sjogren Syndrome berhubungan dengan meningkatnya kadar IL-1RA, sebuah interleukin 1 antagonis pada cairan sumsum tulang belakang. Hal ini terkesan bahwa penyakit dimulai dengan meningkatnya aktivitas sistem interleukin 1, diikuti dengan auto regulator IL-1RA untuk mengurangi secara

signifikan dari interleukin 1 ke reseptor. Hal ini menunjukkan bahwa interleukin 1 penyebab pada kelelahan pada penderita Sjogren Syndrome. Meningkatnya IL1RA telah diamati pada CSF dan berhubungan dengan meningkatnya kelelahan, berpengaruh pada cytokine yang berimbas pada gangguan tingkah laku. Pasien dengan Sjogren sindrom sekunder juga selalu menimbulkan gejala dan tandatanda pada penyakit reumatik primer, seperti SLE, RA atau sclerosis sistemik.5 4. Prosedur tindakan pembedahan pada pasien merupakan salah satu faktor predisposisi yang paling umum yang dapat menyebabkan sialadenitis akut di rumah sakit. Anestesi umum dapat mengakibatkan pertumbuhan yang berlebihan dari flora mulut.5 5. Kuttner’s tumor adalah gangguan yang mempengaruhi fibro inflammatory kelenjar liur. Tanda yang muncul seperti tumor jinak dan terutama mempengaruhi kelenjar submandibular.5 6. Virus seperti HIV, Mumps, coxsackievirus, parainfluenza types I dan II, influenza A, juga herpesjuga dapat menjadi penyebab terjadinya sialadenitis. Angka kejadiannya relatif lebih rendah daripada penyebab sialadenitis karena bakteri.5 E. Klasifikasi Sialadenitis 1. Sialadenitis akut Sialadenitis akut akan terlihat secara klinik sebagai pembengkakan atau pembesaran glandula dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta sering juga diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari keadaan sumbatan biasanya lebih mudah ditentukan dengan berdasar pada keluhan subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang terkena sialadenitis akut seringkali dalam kondisi menderita dengan pembengkakan yang besar dari glandula yang terkena. Regio yang terkena sangat nyeri bila dipalpasi dan sedikit terasa lebih hangat dibandingkan daerah dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terliahat ada aliran saliva, biasanya keruh dan purulen.2

Pasien biasanya demam dan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang merupakan tanda proses infeksi akut. Pemijatan glandula atau duktus (untuk mengeluarkan secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bisa ditolerir oleh pasien. Probing (pelebaran duktus) juga merupakan kotraindikasi karena kemungkinan terjadinya inokulasi yang lebih dalam atau masuknya organism lain, yang merupakan tindakan yang harus dihindarkan. Sialografi yaitu pemeriksan glandula secara radiografis mensuplai medium kontras yang mengandung iodine, juga sebaiknya ditunda. Bila terdapat bahan purulen, dilakukan kultur aerob dan anaerob.2 2. Sialadenitis kronis Infeksi atau sumbatan kronis membutuhkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh, yang meliputi probing, pemijatan glandula dan pemeriksaan radiografi. Palpasi pada glandula saliva mayor yang mengalami keradangan kronis dan tidak nyeri merupakan indikasi dan seringkali menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis noduler. Sialadenitis kronis seringkali timbul apabila infeksi akut telah menyebabkan kerusakan atau pembentukan jaringan parut atau pembentukan jaringan parut atau perubahan fibrotic pada glandula.2 Tampaknya glandula yang terkena tersebut rentan atau peka terhadap proses infeksi lanjutan. Seperti pada sialadenotis akut, perawatan yang dipilih adalah kultur saliva dari glandula yang terlibat dan pemberian antibiotic yang sesuai. Probing atau pelebaran duktus akan sangat membantu jika sialolit ini menyebabkan penyempitan duktus sehingga menghalangi aliran bebas dari saliva. Bila kasus infeksi kronis ini berulang-ulang terjadi, maka diperlukan sialografi dan pemerasan untuk mengevaluasi fungsi glandula. Jika terlihat adanya kerusakan glandula yang cukup besar, perlu dilakukan ekstirpasi glandula. Pengambilan submandibularis tidak membawa tingkat kesulitan bedah dan kemungkinan timbulnya rasa sakit sebagaimana pengambilan glandula

parotidea. Karena kedekatannya dengan n. facialis dan kemungkinan cedera selama pembedahan, maka glandula parotidea yang mengalami gangguan biasanya dipertahankan lebih lama daripaa jika kerusakan mengenai glandula submandibula.2 F. Gejala Klinis Beberapa gejala umum dari sialadenitis meliputi :1,2,3 1. Nyeri pada wajah 2. Rasa sakit yang berasal dari seluruh sudut rahang Gejala-gejala dari kondisi ini dapat bervariasi tergantung pada intensitas infeksi. Kebanyakan orang menderita rasa sakit saat membuka mulut. Gejala tambahan yang mungkin muncul adalah :1,2,3 1. Demam 2. Kemerahan pada leher atas dan sisi samping wajah 3. Kesulitan membuka mulut 4. Penurunan rasa saat makan 5. Mulut kering 6. Wajah bengkak

Gambar 2. Tampak klinis ekstra oral pembengkakan pada regio submandibular.3

G. Patofisiologi Sialadenitis Tahap awal sialadenitis ditandai dengan akumulasi bakteri/virus, neutrofil, dan cairan inspissated dalam lumen struktur duktal. Kerusakan epitel duktal menimbulkan sialodochitis (peradangan periductal), akumulasi neutrofil dalam stroma kelenjar, dan selanjutnya nekrosis asinus dan pembentukan mikro abses. Tahap kronis dimulai saat terjadi episode berulang dan ditandai oleh kerusakan lebih lanjut asinus liur dan pembentukan folikel getah bening periductal.1,6 Pada sialadenitis sklerosis kronis, terjadi berbagai tingkat peradangan (dimulai dengan limfositik sialadenitis menyebar menjadi sirosis kelenjar liur yang mengenai sel asinus) yang dapat disebabkan oleh obstruksi dari saluran-saluran air liur oleh microliths, yang menyebabkan infeksi, atau dari reaksi kekebalan melalui pembentukan folikel getah bening sekunder. Pada sialadenitis autoimun, respon terhadap antigen yang tak diketahui pada parenkim kelenjar liur menyebabkan terjadinya aktivasi sel limfosit T dan limfosit B yang dapat menginfiltrasi interstitium, yang kemudian menyebabkan kerusakan asinus dan pembentukan pulau epimyoepithelial. Hal ini meningkatkan kemungkinan pengembangan B-sel limfoma.1,6 H. Diagnosis 1. Anamnesis Hasil pemeriksaan diagnostik dari setiap pembesaran submandibular dimulai dengan mencari riwayat menyeluruh. Mencari tahu onset, durasi gejala, kekambuhan, sejarah operasi baru-baru ini, pencabutan gigi dalam waktu dekat, dan sejarah obat menyeluruh, riwayat bedah mulut, dan riwayat terapi radiasi. Menanyakan terkait demam atau menggigil, penurunan berat badan, kehadiran massa, bilateral atau unilateral,perubahan kulit, dan limfadenopati.1 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik akan di temukan pembengkakan mulai dari daerah sekitar mulut hingga leher bagian atas, menilai ukuran pembesaran kelenjar, bentuk, lokasi, simetris atau tidak dan menilai bagian dalam mulut terutama regio di bawah

lidah, wajah tampak memerah dan nyeri, gejala sistemik lainnya yang dapat ditemukan seperti demam serta penurunan berat badan.1,2,3 3. Pemeriksaan Penunjang 3.1. Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan awal yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, merupakan pemeriksaan sederhana yang dilakukan untuk membantu penegakan etiologi diagnosis. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan peningkatan leukosit sebagai salah satu tanda radang pada sialadenitis karena infeksi bakterial dan dapat pula dilihat apakah merupakan radang yang kronis atau radang akut berdasarkan sel spesifik leukosit.

3.2. Pemeriksaan Radiologis Berbagai modalitas pencitraan dapat digunakan dalam mendiagnosis sialadenitis. Pemilihan modalitas pencitraan yang akan digunakan disesuaikan dengan etilogi penyabab berdasarkan klinis yang ada pada pasien.7 Radiografi dapat digunakan apabila dicurigai terdapat penyumbatan akibat batu, ini merupakan metode paparan radiasi yang murah dengan keterbatasannya. Ultrasonografi juga merupakan metode yang murah, noninvasive, dan merupakan modalitas utama dalam menegakkan diagnosis sialadenitis, tetapi teknik ini harus dikerjakan oleh dokter radiologi. Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus dengan menggunakan kontras. Prosedur pengerjaan sialografi merupakan tindakan yang invasive.7

Gambar 3. Alogaritme penentuan pencitraan umtuk diagnosis spesifik sialadenitis. 3.1.a. Radiografi Salah satu pemeriksaan yang convensional yang simpel adalah radiografi. Dapat dilakukan pengambilan foto anteroposterior, lateral dan obliq, tektik ini digunakan untuk mengevaluasi sialadenitis yang diduga disebabkan oleh penyumbatan karena batu pada duktus kelenjar saliva.1 3.1.b. Ultrasonografi Pada pemeriksaan USG sialadenitis akut akan memberikan gambaran pembesaran kelenjar saliva tampak hipoechoic dengan dilatasi duktus pada awal penyakit dan tahap selanjutnya akan didapatkan fokus abses yang relatif anechoic. Pada sialadenitis kronik akan memberikan gambaran hypoechoic karena jaringan parut fibrosa dengan fokus kistik kecil akibat ekstasia duktus minor. Kadangkadang mikrokalsifikasi terlihat sebagai area echogenik dengan bayangan akustik posterior, kemudian pembesaran duktus sentral dan pembesaran duktus yang irreguler, pada stadium akhir akan ditemukan infiltrasi lemak, estasia duktus dan kehilangan volume.7

Gambar 4. USG pada kelenjar submandibula dengan sialadenitis akut.

Gambar 5. USG pada kelenjar submandibula dengan sialadenitis kronik. 3.1.c. Sialografi Dengan pemeriksaan sialografi dapat mengidentifikasi adanya iregularitas pada dinding duktus, identifikasi adanya polip, mucous plug atau fibrin, serta area granulomatosa. Selain itu dapat pula diidentifikasi adanya kemungkinan obstruksi duktus maupun stenosis. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi

terhadap duktus Stensen dan Wharton. Langkah selanjutnya adalah dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi duktus sudah maksimal, maka dapat dimasukkan kateter sialografi. Pada pemeriksaan sialografi ini digunakan kontras, yang bisa berupa etiodol atau sinografin.5 Sialografi dapat memberikan pemandangan yang jelas pada duktus secara keseluruhan dan dapat memberikan informasi mengenai area yang tidak dapat dijangkau dengan sialoendoskop, misalnya pada area di belakang lekukan yang tajam dan striktur. Kekurangan dari pemeriksaan sialografi adalah paparan radiasi dan hasil positif palsu pada pemeriksaan batu karena adanya air bubble (gelembung udara).5

Gamabar 6. Sialografy kelenjar submandibular dengan kalsifikasi sialolisth pada ductus Wharton.

Gamabar 7. Sialografy kelenjar submandibular dengan stricture. I. Penatalaksanaan

1. Menejemen penanganan mulai dari hidrasi, pemberin antibiotik (oral atau parentral), kompres air hangat dan pijat, sialogogues.1,6 2. Pertimbangan insisi dan drainase dan eksisi kelenjar dalam kasus-kasus refrakter terhadap antibiotik, insisi dan drainase dengan extrasi abses, eksisi kelenjar dalam kasus-kasus sialadenitis akut berulang, serta ekstrasi batu yang menyumbat duktus.1,6

J. Prognosis Prognosis dari penyakit ini umunya bonam, namun tergantung berdasarkan etiologi penyebab penyakit, keadaan imunitas tubuh pasien, penyakit penyerta, respon terhadap pemberian antibiotik, pemilihan terapi dan kepatuhan pengobatan serta riwayat penyakit yang sama atau kekambuhan dan menjadi kronik. K. Differensial Diagnosis Tabel 1. Differensil diagnosis sialadenitis.2

BAB III REFLEKSI KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. Kenje

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 47 Tahun

Pendidikan Terakhir

: SMA

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Dg. Gune Dusun 1, Kinovaro

Tanggak masuk rumah sakit : 17 Desember 2018 B. ANAMNESIS Keluhan utama: Sakit menelan Riwayat penyakit sekarang: Pasien masuk R.S dengan keluhan sakit saat menelan yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, pada awalnya nyeri saat menelan tiba-tiba dirasakan selain itu pasien mengeluhkan mulut hingga leher terasa tidak nyaman seperti biasanya kemudian pada hari ketiga mulai tampak pembesaran atau terasa bengkak di bagian bawah lidah sebelah kiri dan semakin hari semakin membesar hingga tampak bengkak pada bagian leher atas dan rasa nyeri saat menelan yang semakin nyeri hingga membuat pasien sulit berbicara dan makan bahkan minum, pasien juga mengeluhkan sempat demam selama 5 hari pada hari kedua munculnya keluhan. Saat tiba di rumah sakit pasien juga mengeluhkan tidak bila membuka mulut karena pembengkakan yang semakin besar. BAB baik, BAK lancar. Riwayat penyakit terdahulu: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit metabolik atau infeksi menular. Riwayat penyakit dalam keluarga: Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini. C. PEMERIKSAAN FISIK - Keadaan umum: Baik - Kesadaran: Compos Mentis E4 V5 M6 - Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 78 x/menit Pernapasan : 18 x/menit Suhu : 36,9oC

- Kepala : Bentuk Rambut Mata Hidung Telinga Mulut

: normocephal, tampak bengkak pada regio mandibula hingga leher bagian atas, nyeri tekan (+), teraba keras (+). : warna hitam bercampur putih, tidak mudah dicabut : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), isokor (+/+), : rhinorrhea (-/-) : otorrhea (-/-) : bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (sulit dinilai),

stomatitis (sulit dinilai) - Leher : Kelenjar GB : pembesaran kelenjar di daerah rantai jugularis sinistra. Teraba lunak, permukaan licin tidak berbenjol-benjol, tepi regular dan nyeri tekan. Tiroid : pembesaran (-) JVP : tidak dilakukan pemeriksaan - Thoraks - Paru-paru Inspeksi

: bentuk dada kiri dan kanan simetris, retraksi dinding dada (-)

Palpasi

: krepitasi (-), vocal fremitus sama kanan dan kiri

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wh (-/-) - Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi

: ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ S1 dan S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen : Inspeksi

: perut tampak cekung kesan normal

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal Perkusi

: tympani (+), kecuali pada hipokondrium sinistra terdengar bunyi

pekak Palpasi

: Nyeri tekan (-), massa (-)

- Anggota Gerak : Atas

: Akral hangat (+/+), edema (-/-), tidak ada hambatan gerak

Batas : Akral hangat (+/+), edema (-/-),tidak ada hambatan gerak D. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan darah lengkap DARAH LENGKAP

NILAI RUJUKAN

(16 Agustus 2018) WBC RBC

4,8-10,8 4,7-6,1

HGB

22 x 103/mm3 5,7 x 106/uL 16,9 g/dL

HCT

49,4 %

42-52

PLT

14-18 150-450

MCV

269 x 103/mm3 86,5 um3

MCH

29,6 pg

27 – 31

MCHC

34,2 %

33 – 37

Neutrofil

82,6 %

40-74

80-99

2. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) Hasil : -

Makroskopik : Dilakukan 1X puncure pada massa di regio mandibula

-

sinistra, aspirat darah. Mikroskopik : Sediaan hapusan cukup seluler terdiri dari sel epiteloid, 1-2 giant cell, sel-sel radang limfosit, histiosit, latar belakang eritrosit.

Kesimpulan : -

Granulomatous Sialadenitis

3. Pemeriksaan Radiologi (Ultrasonografi Leher)

Deskripsi: -

Tampak pembesaran kelenjar submandibula bilateral. Pembesaran KGB. Soft tissue swelling.

Kesan: -

Hipertrofi submandibula bilateral disertai limfadenopati sugestif sialadenitis.

E. Terapi 1) 2) 3) 4)

IFVD Aminofilin 500 ml/24 jam Ceftriaxone Inj. 2 X 1 mg/IV Metronidazol tab. 3 x 500 mg Bed rest

Analisa Kasus

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan sakit saat menelan yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, pada awalnya nyeri saat menelan tiba-tiba dirasakan selain itu pasien mengeluhkan mulut hingga leher terasa tidak nyaman seperti biasanya kemudian pada hari ketiga mulai tampak pembesaran atau terasa bengkak di bagian bawah lidah sebelah kiri dan semakin hari semakin membesar hingga tampak bengkak pada bagian leher atas dan rasa nyeri saat menelan yang semakin nyeri hingga membuat pasien sulit berbicara dan makan bahkan minum, pasien juga mengeluhkan sempat demam selama 5 hari pada hari kedua munculnya keluhan. Saat tiba di rumah sakit pasien juga mengeluhkan tidak bila membuka mulut karena pembengkakan yang semakin besar. BAB baik, BAK lancar. Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis (GCS 15) dan status gizi baik. Tanda-tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 78 x/menit, pernapasan 18 x/menit dan suhu 36,9

0

C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala

normocephal, tampak bengkak pada regio mandibula hingga leher bagian atas, nyeri tekan (+), teraba keras (+), pada pemeriksaan leher ditemukan kelenjar GB mengalami pembesaran di daerah rantai jugularis sinistra. Teraba lunak, permukaan licin tidak berbenjol-benjol, tepi regular dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil peningkatan leukosit dengan nilai 22 x 103/mm3 dan peningkatan neutrofil yang menindikasikan infeksi bakteri. Pada pemeriksaan radiologik ultrasonografi kesan Hipertrofi submandibula bilateral disertai limfadenopati sugestif sialadenitis yang

juga

sejalan

dengan

pemeriksaan

penunjang

FNAB

dengan

hasil

Granulomatous sialadenitis. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita penyakit sialadenitis. Berdasarkan diagnosis diatas maka akan dibahas sialadenitis yang dikaitkan dengan keluhan dan tanda klinis yang ada pada pasien, sialadenitis adalah peradangan

pada kelenjar ludah, dalam keadaan normal kelenjar menghasilkan air liur yang penting untuk fungsi dan kesehatan mulut. Sialadenitis awalnya ditandai dengan pembengkakan unilateral atau bilateral secara tiba-tiba disertai dengan nyeri dan tidak dapat dihubungkan dengan pembengkakan karena peristiwa tertentu (misalnya, asupan obat-obatan, peristiwa post-prandial).1 Durasi episode dapat bervariasi dari beberapa hari hingga berbulan-bulan. Penyebab sialadenitis dari berbagai penyebab seperti infeksi bakteri atau virus untuk etiologi autoimun.1 Penyebab atau etiologi yang mendasari penyakit ini pada pasien adalah infeksi bakteri karena telah dilakukan pemeriksaan penunjang yang mendukung penegakan diagnosis, dan tergolong dalam sialadenitis akut berdasarkan onset, durasi dan keluhan yang pasien sampaikan yang sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa sialadenitis akut akan terlihat secara klinik sebagai pembengkakan atau pembesaran glandula dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta sering juga diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari keadaan sumbatan biasanya lebih mudah ditentukan dengan berdasar pada keluhan subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang terkena sialadenitis akut seringkali dalam kondisi menderita dengan pembengkakan yang besar dari glandula yang terkena. Regio yang terkena sangat nyeri bila dipalpasi dan sedikit terasa lebih hangat dibandingkan daerah dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terliahat ada aliran saliva, biasanya keruh dan purulen.2 Pasien biasanya demam dan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang merupakan tanda proses infeksi akut. Pemijatan glandula atau duktus (untuk mengeluarkan secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bisa ditolerir oleh pasien. Pada pemeriksaan USG sialadenitis akut akan memberikan gambaran pembesaran kelenjar saliva tampak hipoechoic dengan dilatasi duktus pada awal penyakit dan tahap selanjutnya akan didapatkan fokus abses yang relatif anechoic. Pada sialadenitis kronik akan memberikan gambaran hypoechoic karena jaringan parut fibrosa dengan fokus kistik kecil akibat ekstasia duktus

minor. Kadang-kadang mikrokalsifikasi terlihat sebagai area echogenik dengan bayangan akustik posterior, kemudian pembesaran duktus sentral dan pembesaran duktus yang irreguler, pada stadium akhir akan ditemukan infiltrasi lemak, estasia duktus dan kehilangan volume. Pada pasien ini juga telah dilakukan USG sebagai first line pemeriksaan sialadenitis dimana ditemukan tampak pembesaran kelenjar submandibula bilateral, pembesaran KGB, dan Soft tissue swelling yang sesuai dengan teori mengarahkan pada peradangan akut sialadenitis.

BAB IV KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 47 tahun masuk R.S dengan keluhan sakit saat menelan yang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, pada awalnya nyeri saat menelan tiba-tiba dirasakan selain itu pasien mengeluhkan mulut hingga leher terasa tidak nyaman seperti biasanya kemudian pada hari ketiga mulai tampak pembesaran atau terasa bengkak di bagian bawah lidah sebelah kiri dan semakin hari semakin membesar hingga tampak bengkak pada bagian leher atas dan rasa nyeri saat menelan yang semakin nyeri hingga membuat pasien sulit berbicara dan makan bahkan minum, pasien juga mengeluhkan sempat demam selama 5 hari pada hari kedua munculnya keluhan. Saat tiba di rumah sakit pasien juga mengeluhkan tidak bila membuka mulut karena pembengkakan yang semakin besar. Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis (GCS 15) dan status gizi baik. Tanda-tanda vital tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 78 x/menit, pernapasan 18 x/menit dan suhu 36,9

0

C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kepala

normocephal, tampak bengkak pada regio mandibula hingga leher bagian atas, nyeri tekan (+), teraba keras (+), pada pemeriksaan leher ditemukan kelenjar GB mengalami pembesaran di daerah rantai jugularis sinistra. Teraba lunak, permukaan licin tidak berbenjol-benjol, tepi regular dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil peningkatan leukosit dengan nilai 22 x 103/mm3 yang menindikasikan infeksi bakteri. Pada pemeriksaan radiologik ultrasonografi kesan Hipertrofi submandibula bilateral disertai limfadenopati sugestif sialadenitis yang juga sejalan dengan pemeriksaan penunjang FNAB dengan hasil Granulomatous sialadenitis sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita penyakit sialadenitis. Selanjutnya pasien mendapat terapi berupa pemberian antibiotik ganda dan direncanakan untuk dirujuk ke dokter gigi spesialis bedah mulut untuk mendapatkan terapi bedah. DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar Rajiv, Kumar Amit, Sawal Renu. Sialadenitis – A Salivary Gland Disease. Int. Journal of Pharmaceutical Erudition. 2012. p.16-24. ISSN 2249-3875. 2. KEVIN F. WILSON, MD; JEREMY D. MEIER, MD; and P. DANIEL WARD, MD, MS., Salivary Gland Disorders. 2014. American Family Physician. University of Utah School of Medicine, Salt Lake City, Utah. 3. Rakhi Chandak, Shirish Degwekar, Manoj Chandak, and Shivlal Rawlani. Case Report : Acute Submandibular Sialadenitis. Department of Oral Medicine and Radiology and Department of Conservative Dentistry Sharad Pawar Dental College and Hospital, Datta Meghe Institute of Medical Sciences University. Maharashtra, Sawangi (M), Wardha 442004, India. Volume 2012. ID 615375. 4. FK UNHAS. Buku ajar anatomi biomedik II. Edisi 3. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran UNHAS; 2013. h. 24-27

5. Tamin Susyana, Yassi Duhita. 2011. Penyakit Kelenjar Saliva dan Peran Sialoendoskopi untuk Diagnostik dan Terapi. Dept. Ilmu Penyakit Telinga Tenggorok FK UI RS. Dr. Cipto Mangunkosumo. Jakarta. Indonesia. ORL1. Vol. 41 No.2. 6. Yokovitch Adi. 2018. Submandibular Sialadenitis/Sialadenosis Treatment and Management. Medscape. 7. Reazek A.A.K.A., and Mukherjhi Suresh. 2017. Imaging of Sialadenitis. The Neuroradiology Journal. p. 1-23. Dept. Of Diagnostic Radiology, mansoura Faculty of Medicine. Egypt. doi: 10.1177/1971400916682752.

Related Documents

Joe
April 2020 29
Joe !
November 2019 30
Joe
June 2020 24
Joe
November 2019 40
Joe
May 2020 29

More Documents from ""