DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Traktus urinarius dimulai dari pelvis renalis dan berakhir di urethra. Traktus urinarius dibagi menjadi saluran bagian atas (pelvis renalis dan ureter) dan saluran bagian bawah (vesica urinaria dan urethra). Kelainan pada traktus urinarius sering ditemukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), gejalanya dapat menyerupai penyakit lain seperti appendicitis, diverticulitis, cholecystitis. Dengan adanya pemeriksaan radiologi pada traktus urinarius dapat memudahkan dokter untuk mendiagnosis penyakit pada traktus urinarius. Pemeriksaan radiologi traktus urinarius merupakan pemeriksaan yang essensial dalam proses diagnosis dan terapi penyakit urologi. Karena banyak penyakit urologi yang tidak dapat diperiksa hanya dengan pemeriksaan fisik. Dengan pemeriksaan ini didapatkan informasi mengenai anatomi, fungsi dan fisiologi traktus urinarius. Pemeriksaan Radiologi Traktus Urinarius yang konvensional meliputi foto polos abdomen, pielografi intravena, urethrography retrograde. Pemeriksaan radiologi yang mutakhir meliputi ultrasonography, computed tomography, magnetic resonance imaging, nuclear magnetic resonance. Pemeriksaan radiologi konvensional sudah sejak lama digunakan untuk menilai kondisi ginjal, ureter dan vesica urinaria. Saat ini ultrasonografi, CT Scan, MRI menyediakan gambaran jaringan yang lebih baik dibandingkan dengan radiografi konvensional.
1
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Anatomi Traktus Urinarius Sistem kemih terdiri dari dua ren (ginjal) yang terletak pada dinding posterior abdomen, dua ureter yang berjalan ke bawah pada dinding posterior abdomen dan masuk ke pelvis, satu vesica urinaria yang terletak di dalam cavitas pelvis, dan satu urethra yang berjalan melalui perineum.1 II.1.1. Ren Ren terletak pada dinding posterior abdomen di samping kanan dan kiri columna vertebralis dan sebagian besar tertutup oleh arcus costalis. Ren dextra terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ren sinistra, karena adanya lobus hepatis dextra yang besar. Bila diaphragma berkontraksi pada saat respirasi, kedua ren akan turun dengan arah vertical sampai sejauh 1 inci (2,5 cm). Pada margo medialis masing-masing ren yang cekung terdapat celaj vertical yang dibatasi oleh pinggir-pinggir substansi ren yang tebal disebut hilus renalis. Hilus renalis dilalui dari depan ke belakang oleh vena renalis, dua cabang arteri renalis, ureter, dan cabang ketiga arteri renalis. Ren mempunyai selubung sebagai berikut : a. Capsula fibrosa : meliputi ren dan melekat dengan erat pada permukaan luar ren b. Capsula adipose : lemak ini meliputi capsula fibrosa c. Fascia renalis : merupakan kondensasi dari jaringan ikat yang terletak di luar capsula adipose dan meliputi ren serta glandula suprarenalis. Di lateral fascia ini melanjutkan diri sebagai dascia transversalis. d. Corpus adiposum pararenale : terletak di luar fascia renalis dan sering didapatkan dalam jumlah besar. Lemak ini membentuk sebagian lemak retroperitoneal. Capsula adipose, fascia renalis, dan corpus adiposum pararenale menyokong dan memfiksasi ren pada posisinya di dinding posterior abdomen.
2
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
Masing-masing ren mempunyai cortex renalis di bagian luar dan medula renalis di bagian dalam. Medula renalis terdiri atas kira-kira selusin pyramis medullae renalis, yang masing-masing mempunyai basis menghadap cortex renalis dan apex, papilla renalis yang menonjol ke medial. Bagian cortex yang menonjol ke medulla antara pyramis medullae yang berdekatan disebut columna renalis. Bagian bergaris-garis yang membentang dari basis pyramidis renalis menuju ke cortex disebut radii medullares Sinus renalis merupakan ruangan di dalam hilus renalis, berisi pelebaran ke atas dari ureter, disebut pelvis renalis. Pelvis renalis terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis mayor, yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minor. Setiap calyx minor diinvaginasi oleh apex pyramidis renalis yang disebut papilla renalis. Batas-batas pada ren dextra, ke anterior terdapat glandula suprarenal, hepar, bagian kedua duodenum, dan flexura coli dextra. Pada posterior terdapat diafragma, recessus costodiaphragmaticus, costa XII, musculus psoas, musculus quadratus lumborum, dan musculus transversus abdominis. Batasbatas pada ren sinistra, ke anterior terdapat glandula suprarenalis, lien, gaster, pancreas, flexura coli sinistra, dan lengkung-lengkung jejunum. Pada posterior terdapat diaphragm, recessus costodiaphragmaticus pleura, costa XI dan costa XII, musulus psoasm musculus quadratus lumborum,dan musculus transversus abdominis.
Gambar II.1 Permukaan Anterior Ginjal Kanan
Gambar II.2 Struktur Dalam Ginjal Kanan
3
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
II.2.2.
Ureter
Kedua ureter merupakan saluran muscular yang terbentang dari ren ke fascies posterior vesica urinaria. Setiap ureter memiliki panjang sekitar 10 imci (25 cm) dengan diameter kurang dari 0,5 inci (1,25 cm). Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang perjalanannya : a. Di tempat perlvis renalis berhubungan dengan ureter b. Di tempat ureter melengkung pada waktu menyilang ke aperture pelvis superior c. Di tempat ureter menembus dinding vesica urinaria Pada ujung atasnya, ureter melebar membentuk corong disebut pelvis renalis. Bagian ini terletak di dalam hilus renalis dan menerima calices renalis mayor. Ureter keluar dari hlis renalis berjalan vertical ke bawah di belakang peritoneum parietale pada musculus psoas, yang memisahkan dari ujung processus transversus vertebrae lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcation arteria iliaca communis di depan articulation sacroiliaca. Kemudian ureter berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju ke daerah spina ischiadica dan berbelok ke depan untuk masuk ke angulus lateralis vesica urinaria. Batas-batas ureter di dalam abdomen, pada ureter dextra bagian anterior terdapat duodenum, vasa ileocolica, vasa testicularis dextra atau vasa ovarica dexra, dan radix mesenterii intestinum tenue. Pada posterior terdapat musculus psoas dextra, yang memisahkan ureter dari processus transversus vertebrae lumbalis, dan bifurcation arteri iliaca communis. Pada ureter sinistra, bagian anterior terdapat colon sigmoid dan mesocolon sigmoideum, vasa colica sinisra atau vasa ovarica sinistra. Pada bagian posterior terdapat musculus psoas sinistra yang memisahkan ureter dari processus transversus vertebrae lumbalis, dan bifurcation arteri iliaca communis
4
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
Gambar II.3 Anatomi Traktus Urinarius II.1.3. Vesica Urinaria Vesica urinaria terletak tepat dibelakang os pubis di dalam rongga pelvis. Pada orang dewasa kapasitas maksimum vesica urinaria sekitar 500 ml. Vesica urinaria yang kosong berbentuk pyramid, memounyai apex, basis, dan sebuah fascies superior serta dua buah fascies inferolateralis, juga mempunyai collum. Apex vesica urinaria mengarah ke depan dan terletak di belakang pinggir atas symphisis pubis. Apex vesica dihubungkan dengan umbilicus oleh ligamentum umbilicale medianum. Basis atau fascies posterior vesicae menghadap ke posterior dan berbentuk segitiga. Sudut superolateralis merupakan tempat muara ureter, dan sudut inferior merupakan tempat asal urethra. Bila vesica urinaria terisi, bentuknya menjadi lonjong, permukaan superiornya membesar dan menonjol ke atas, ke dalam cavitas abdominalis. Peritoneum yang meliputinya terangkat pada bagian bawah dinding anterior abdomen, sehingga vesica urinaria berhubungan dengan dinding anterior abdomen.
5
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
Pada permukaan inferior vesica urinaria terdapat tunica mucosa yang sebagian besar berlipat-lipat jika vesica urinaria kosong dan lipatan tersebut akan hilang jika vesica urinaria terisi penuh. Area tunica mucosa yang meliputi permukaan dalam basis vesica urinaria dinamakan trigonum vesicae. Sudut superior trigonum ini merupakan tempat muara dari ureter dan sudut inferiornya merupakan orificium urethrae internum. Ureter menembus dinding vesica urinaria secara miring dan keadaan ini membuat fungsinya seperti katup, yang mencegah aliran balik urin ke ren pada waktu vesica urinaria terisi. Tunica muscularis vesica urinaria terdiri atas otot polos yang tersusun dalam tiga lapis yang saling berhubungan disebut sebagai musculus detrusor vesicae. Pada collum vesicae, komponen sirkular dari lapisan otot ini menebal membentuk musculus sphincter vesicae.
Gambar II.4 Vesica Urinaria Pria
Gambar II. 5 Vesica Urinaria Wanita
II.1.4. Urethra Urethra merupakan tabung kecil dari collum vesicae ke luar. Muara urethra pada permukaan luar disebut ostium urethra. a. Urethra Masculina Panjang urethra masculine kurang lebih 8 inci (20 cm) dan terbentang dari collum vesicae ke meatus externus di glans penis. Urethra dibagi menjadi tiga bagian : pars prostatica, pars membranacea, dan pars spongiosa
6
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
Urethra pars prostatica panjangnya kurang lebih 1,25 inci (3 cm) dan mulai dari collum vesicae. Urethra pars prostatica merupakan bagian paling lebar dan berdiameter paling lebar dari seluruh urethra. Urethra pars membranacea panjangnya kurang lebih 0,5 inci (1,25 cm), terletak di dalam diaphragm urogenitale, dikelilingi oleh musculus sphincter urethrae. Bagian ini merupakan bagian paling pendek dan paling kurang dilebarkan. Urethra pars spongiosa panjangnya kurang lebih 6 inci (15,75 cm) dan dikelilingi jaringan erektil di dalam bulbus dan corpus spongiosum penis. Meatus urethrae externus merupakan bagian tersempit dari seluruh urethae.
b. Urethrae Feminina Urethrae feminine panjangnya sekitar 1,5 inci (3,8 cm). Urethrae terbentang dari collum vesicae urinaria sampai meatus urethrae externus, yang bermuara ke dalam vestibulum sekitar 1 inci (2,5 cm) distal dari clitoris. Urethrae menembus musculus sphincter urethrae dan terletak tepat di depan vagina.
Gambar II.6 Anatomi Urethra Pria dan Wanita
7
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
II.2.
Fisiologi Saluran Kemih Ginjal memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluakan sisa-sisa metabolism akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak dalam bentuk urin. Urin dibentuk melalui tiga tahap yaitu proses infiltrasi di glomerulus, proses reabsorbsi, dan proses sekresi a. Proses filtrasi Capsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan garam-garam. b. Proses Reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbponat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. c. Proses sekresi Dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl-dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Setelah dialirkan keluar akan ditampung di vesica urinaria. Kemudian akan terjadi proses mikturisi yaitu proses pengosongan vesica urianria setelah terisi dengan urin. Sistem urinaria bagian bawah dibagi dua yaitu buli dan uretra. Kedua sistem tersebut harus bekerja secara sinergis. Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas mukosa, otot polos detrusor dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter uretra interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter interna ini selalu tertutup pada saat fase penyimpanan dan terbuka pada saat isi buli-buli
8
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
penuh dan saat miksi atau pengeluaran. Kandung kemih memiliki dua fase yaitu fase storage (penyimpanan) dan voiding (pengeluaran). Siklus miksi yang normal dimana kandung kemih dan sfingter urethra bekerja sama mengkoordinasi pada saat fase penyimpanan dan pengosongan. Selama fase penyimpanan, kandung kemih memiliki tekanan rendah sedangkan sfingter uretra mempertahankan resistensi yang tinggi terhadap aliran kemih, agar kandung kemih tertutup. Kandung kemih mampu untuk melakukan akomodasi yaitu meningkatkan volumenya denan mempertahankan tekanan dibawah 15 cm H20 sampai volumenya cukup besar. Saat fase pengeluaran urin, kandung kemih berkontraksi untuk mengeluarkan urin sementara sfingter urin terbuka (dengan tekanan rendah) agar aliran urin tidak terhalang dalam pengosongan kandung kemih. Sistem saluran kemih bagian bawah mendapatkan inervasi dari serabut saraf aferen yang berasal dari buli-buli dan urethra serta serabut saraf eferen berupa sistem parasimpatetik, simpatetik dan somatis. Serabut aferen dari dinding buli-buli menerima impuls stretch reseptor (reseptor regangan) dari dinding buli-buli yang dibawa oleh nervus pelvikus ke korda spinalis S2-4 dan diteruskan sampai ke otak melalui traktus spinotalamikus. Signal ini akan memberikan informasi kepada otak tentang volume urine di dalam buli-buli. Jalur aferen dari sfingter uretra eksterna dan uretra mengenai sensasi suhu, nyeri dan adanya aliran urine di dalam uretra. Impuls ini dibawa oleh nervus pudendus menuju korda spinalis S2-4. Serabut eferen parasimpatetik berasal dari korda spinalis S2-4 dibawa oleh nervus pelvikus dan memberikan inervasi pada otot detrusor. Asetilkolin (Ach) adalah neurontransmitter yang berperan dalam penghantaran signal saraf kolinergik, yang setelah berikatan dengan reseptor muskarinik menyebabkan kontraksi otot detrusor. Peranan sistem parasimpatetik pada proses miksi berupa kontraksi detrusor dan terbuka nya sfingter uretra. Serabut saraf simpatetik berasal dari korda spinalis segmen thorako-lumbal (T10-L2) yang dibawa oleh nervus hipogastrikus menuju buli-buli dan uretra. Terdapat 2 jenis reseptor adrenergik yang letaknya berbeda di dalam buli-buli dan uretra yaitu reseptor α yang banyak terdapat pada leher buli-buli (sfingter interna) dan uretra posterior, serta reseptor adrenergik β yang banyak terdapat pada fundus buli-
9
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
10
buli. Rangsangan pada reseptor adrenergik α menyebabkan kontraksi, sedangkan pada β menyebabkan relaksasi. Sistem simpatis ini berperan pada fase pengisian yang menyebabkan terjadinya relaksasi otot detrusor karena stimulasi adrenergik β dan kontraksi sfingter interna serta uretra posterior karena stimulasi adrenergik α yang bertujuan untuk mempertahankan resistensi uretra agar selama fase pengisian urine tidak bocor (keluar) dari buli-buli. Serabut saraf somatik yang berada di kornu anterior korda spinalis S2-4 yang dibawa oleh nervus pudendus dan menginervasi otot bergaris sfingter eksterna dan otot-otot dasar panggul. Perintah dari korteks serebri (secara disadari) menyebabkan terbukanya sfingter eksterna pada saat miksi. Pada saat buli-buli terisi oleh urine dari kedua ureter, volume buli-buli bertambah besar karena ototnya mengalami peregangan. Regangan itu itu menyebabkan stimulasi pada stretch reseptor yang berada di dinding buli-buli yang kemudian memberikan signal kepada otak tentang jumlah urine yang mengisi bulibuli. Setelah kurang lebih terisi separuh dari kapasitasnya, mulai dirasakan oleh otak adanya urine yang mengisi buli-buli. Pada saat buli-buli sedang terisi, terjadi stimulasi pada sistem simpatetik yang mengakibatkan kontraksi sfingter uretra interna ( menutupnya leher buli-buli) dan inhibisi sistem parasimpatetik berupa relaksasi otot detrusor. Kemudian pada saat buli-buli terisi penuh dan timbul keinginan untuk miksi, timbul stimulasi sistem parasimpatetik dan menyebabkan kontraksi otot detrusor serta inhibisi sistem simpatetik yang menyebabkan relaksasi sfingter interna. Saat miksi terpenuhi terdapat relaksasi sfingter urethra eksterna dan tekanan intravesikal melebihi tekanan intraurethra.
II.3.
Pemeriksaan Radiologi Traktus Urinarius Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : foto polos abdomen, pielografi intravena, pielografi retrograde, cystografi, ultrasonografi, computed tomography (CT-Scan) dan nuclear magnetic resonance (NMR)
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
11
II.3.1. Foto Polos Abdomen Setiap pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya dibuat terlebih dahulu foto polos abdomen. Standar foto polos untuk traktus urianius adalah BNO (Blass Nier Oberzicht) atau KUB (Kidneys, ureters, and bladder). Pemeriksaan dengan foto polos abdomen berguna untuk mendeteksi batu dan kalsifikasi, dan dapat mendeteksi agenesis pada sacral. Kerugian dari foto polos abdomen adalah pasien terpapar radiasi dan sulit untuk mendeteksi batu radiolusen. Pada foto polos abdomen akan terlihat 5 level densitas, yaitu densitas udara, densitas lemak, densitas cairan/jaringan, densitas tulang/kalsifikasi, densitas metal. Semakin padat densitas akan semakin tinggi dan gambaran akan semakin radioopak. Dengan memperhatikan densitas radiography tersebut, struktur intraabdomen dapat dibedakan. Kalsifikasi atau bayangan radioopak dapat merupakan bayangan dari batu di sepanjang traktur urinarius, kalsifikasi divaskular yang disebut phlenolit. Densitas yang meningkat dari struktur tulang dapat disebabkan oleh proses osteoblastik pada metastase karsinoma prostat. Batu asam urat yang bersifat radiolusen dan batu radioopak yang super impose dengan struktur tulang sulit dilihat dengan foto polos abdomen. Gambaran struktur anatomi dapat dilihat pada foto BNO, termasuk ginjal, psoas dan vesica urinaria. Yang harus diperhatikan pada foto ini adalah psoas line jelas dan simetris tatu tidak, pre peritoneal fat line kiri dan kanan intak atau tidak, terdapat bayngan batu radioopak pada lintasan traktus urinarius atau tidak, tulang tervisualisasi intak atau tidak, distribusi udara pada colon baik atau tidak. Foto BNO biasa digunakan bersamaan dengan pielografi intravena.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
Gambar II.7 Gambaran Normal BNO Polos
12
Gambar II.8 Level Densitas Pada BNO Polos
Gambar II.9 Gambaran Batu Radioopak Pada Traktus Urinarius
II.3.2. Pielografi Intravena Pielografi intravena (PIV) adalah visualisasi traktus urinarius dengan menyuntikkan kontras intravena. Pielografi intravena diindikasikan untuk mengidentifikasi anatomi ginjal dan struktur dari pelvis dan calyx ginjal, mengidentifikasi obstruksi pada traktus urinarius seperti obstruksi pada vesico
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
13
ureteric junction atau pelvic ureteric junction. Kerugian dari pielografi intravena adalah pasien terkena radiasi dan diperlukan perisapan dan pemeriksaan untuk memastikan fungsi eksresi ginjal normal atau tidak. Pemeriksaan ini digunakan untuk follow up hematuria dan urolithiasis. Pemeriksaan PIV memerlukan persiapan, yaitu malam sebelum pemeriksaan diberikan kastor oil atau laksans untuk membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal. Untuk mendapakan keadaan dehidrasi ringan, pasien tidak diberikan cairan (minum) mulai dari jam 10 malam sebelum pemeriksaan. Keesokan harinya penderita harus puasa. Bahan kontras adalah Conray (Meglumine iothalamat 60% atau hypaque sodium/sodium diatrizoate 50%), urografin 60 atau 76 mg% (methyl glucamine diatrizoate), dan urografin 60-70 mg%. Dosis urografin 60 mg% untuk orang dewasa adalah 20 ml. Kalau perlu dapat diberikan dosis rangkap yaitu 40 ml. Sebaiknya segera setelah pasien disuntik kontras, kedua uereter dibendung, baru dibuat foto 7 menit. Kemudian bendungan dibuka, langsung dibuat foto diharapkan kedua ureter terisi. Dilanjutkan dengan foto 15 dan 30 menit. Foto 30 menit dibuat dengan film besar untuk menilai seluruh ureter dan kandung kemih. Penilaian PIV normal adalah dengan melihar fungsi sekresi dan eksresi kedua ginjal dalam batas normal, pelvicocalyces system kedua ginjal baik denan ujung kedua calyc cupping, kontras mengisi ureter dextra/sinistra, tidak tampak tanda-tanda obstruksi, vesica urinaria terisi kontras dengan permukaan yang regular, filling defect tidak ada, additional shadow tidak ada Pada pielogram normal didapatkan gambaran bentuk kedua ginjal seperti kacang. Kutub (pool) atas ginjal kiri setinggi Th11, bagian bawah, batas bawah setinggi korpus vertebrae L3. Ginjal kanan letaknya kira-kira 2 cm lebih rendah dari pada yang kiri. Arah sumbu ke bawah dan lateral sejajar dengan muskuli psoas kanan dan kiri. Dengan adanya lemak perineal, ginjal menjadi lebih jelas terlihat. Pelvis renis kemudian dilanjutkan dengan kalik mayor, dari kalik mayor dilanjutkan dengan kalik minor. Jumlahnya bervariasi
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
14
antara 6-14. Kedua ureter berjalan lurus dari pelvis renis ke daerah pertengahan sacrum dan berputar ke belakang lateral dalam suatu arkus, turun ke bawah dan masuk ke dalam dan depan untuk memasuki trigonum buli-buli. Tiga tempat penyempitan ureter yang normal yaitu pada sambungan pelvis dan ureter, ureter dengan buli-buli dan pada persilangan pembuluh darah iliaka
Gambar II.10 Gambar BNO PIV Normal Menit ke 5, 15 dan 30
Gambar II.11 Gambar BNO PIV Normal Menit ke 60 dan Post Voiding
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
15
Kelainan yang dapat terlihat pada pemeriksaan PIV adalah kelainan kongenital
berupa
kelainan
ektopik
pada
ginjal.
Inflamasi
berupa
pyelonephritis chronis, tumor ginjal, batu saluran kemih, metastasis tumor pelvis ke ureter dan vesica urinaria.
Gambar II.12 Gambaran Kelainan Pada Pemeriksaan BNO-IVP II.3.3. Pielografi Retrograde Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukkan bagan kontras radioopak langsung melalui kateter ureter yang dimasukan secara transuretra. Indikasi pielografi retrograde adalah untuk memperlihatkan lokasi, panjang, dan batas bawah dari suatu obstruksi, memperkirakan penyebab obstruksi, memperlihatkan system pelvicocalyces jika tidak dapat dilakukan dengan urografi intravena. Pasien dipasangkan kateter, udara di dalam kateter di keluarkan dan 25% bahan kontras yang mengandung yodium disuntikkan dengan dosis 5-10 ml. Penyuntikan bahan kontras di bawah pengawasan fluoroskopi. Harus dicegah pengisian yang berlebihan, sebab resiko ekstravasasi ke dalam sinus renalis atau intravasasi ke dalam kumpulan saluran-saluran (connecting duct). Ekstravasasi kontras dapat menutupi bagian-bagian yang halus dekat papilla.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
16
Rutin dibuat proyeksi frontal dan oblik. Kemudian kateter diangkat pada akhir pemeriksaan, lalu dibuat foto polos abdomen. Jika ada obstruksi dibuat lagi foto 15 menit kemudian. Komplikasi pada pemeriksaan pielografi retrograde dapat berupa sepsis, perforasi ureter, ekstravasasi bahan kontras, reaksi bahan kontras, hematuria dan anuri berhubung dengan edema pada sambungan ureter dan vesika.
Gambar II.13 Gambar Pielografi Retrograde Normal
Gambar II.14 Gambar Kelainan Filling Defect pada Ureter
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
17
II.3.4. Cystografi Cystografi merupakan teknik pengambilan gambar radiologi pada vesika urinaria dengan pemberian bahan kontras untuk memperjelas gambaran organ tersebut dan sebagai alat penunjang untuk diagnosa terhadap kelainan pada VU.
Evaluasi terhadap cystogram dilakukan dengan memperhatikan
lokasi, bentuk, dan integritas organ, ketebalan dan tektur dinding VU. Cystografi diindikasikan untuk tumor pada Vesica urinaria, trauma pelvic, cystitis, curiga metastasis Ca prostat ke vesica utinaria. Teknik dalam pemeriksaan cystografi adalah dengan dibuat foto polos AP (supine) di daerah pelvic, dengan kateter dimasukkan kontras yang diencerkan NaCl sekitar 250350 cc. Kateter dilepaskan lalu difoto AP, RAO (Right Anterior Oblique), LAO (Left Anterior Oblique). Yang perlu diperhatikan dalam gambaran cystografi adalah filling defect dan additional shadow. Jika ada filling defect dengan tepi irregular perlu dicurigai adanya carcinoma, jika filling defect berbatas tegas dan tepinya licin dapat dicurigai tumor jinak. Pada gambaran cystografi juga dapat terlihat adiditional shadow, dan dapat dicurigai adanya divertikel atau cystocele. Apabila gambaran dinding vesica urinaria tampak irregular dapat discurigai adanya cystitis atau neurogenic gladder.
Gambar II.15 Gambar Normal Cystography
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
18
Gambar II.16 Gambar Kelainan Cystography II.3.5. Ultrasonografi Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) dapat menilai ginjal dan vesica urinaria, genital pria dan prostat. Indikasi tersering pemeriksaan USG adalah infeksi traktus urinarius, haematuria, obstruksi, massa, batu, kelianan kongenital, gagal ginjal dan persiapan untuk transplatasi ginjal. USG sering digunakan untuk membantu mendiagnosis atau untuk tindakan terapi. USG merupakan pemeriksaan yang tidak invasive, bebas radiasi, mudah didapat dan digunakan. USG mampu mengukur panjang dari ginjal, baik dalam mendeteksi nephrolithiasis/urolithiasis dan massa pada ginjal, berguna untuk mendiagnosis pyelonefrits akut. Kerugian dari pemeriksaan USG adalah operator dependent, memiliki sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi kelainan pada parenkim ginjal. Pada USG ginjal merupakan pemeriksaan yang non invasif, tidak bergantung pada faal ginjal, tidak dijumpai efek samping, tanpa kontras, tidak sakit, relative mudah dan cepat dikerjakan. Pada pemeriksaan ginjal kanan, penderita berbaring terlentang dan oenderita diminta untuk menahan napas pada inspirasi dalam. Tujuannya adalah untuk membebaskan hepar dan menampakkan ginjal lebih ke bawah. Ginjal dapat diperiksa dalam penampang membujur dan melintang dengan mengatur letak transduser miring ke bawah lengkung iga kanan, sejajar atau tegak lurus terhadap sumbu ginjal dan menggunakan hepar sebagai jendela
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
19
akustik. Pada keadaan ekspirasi, penampang ginjal dapat diperiksa melalui sela iga sepanjang garis mid-aksiler. Pada pemeriksaan ginjal kiri, gambaran USG paling baik terlihat bila dilakukan pada posisi berbaring miring ke kanan (RLD). Penampang melintang ginjal dapat diperiksa dengan meletakkan transduser di sela iga, dalam keadaan ekspirasi. Penampang koronal dapat diperiksa dengan meletakkan transduser sejajar garis aksiler, melalui daerah pinggang di bawah lengkung iga kiri, oada inspirasi dalam. Ukuran panjang ginjal orang dewasa normal adalah untuk ginjal kanan 8-14 cm (rata-rata 10,74 cm). Ginjal kiri 7-12 cm (rata-rata 11,10 cm). Diameter anteroposterior rata-rata 4 cm dan diameter melintang rata-rata 5 cm. Pada USG ginjal normal, gambaran ginjal terlihat sedikit hipoekoik dibandingkan dengan haepar dan limpa. Lemak perirenal tampak sebagai lapisan yang berdensitas hiperekoik mengelilingi sisi luar ginjal. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medulla. Pada keadaan normal, korteks terlihat lebih hiperekoik dibandingkan dengan medulla. Piramis medulla berisi lebih banyak cairan daripada korteks sehingga terlihat lebih hipoekoik, berbentuk segitiga dengan basis di korteks dan apeksnya di sinus. Pada vesica urinaria yang normal akan terlihat berbentuk segitiga. Ketebalan normal pada dinding vesica urinaria adalah sekitar 2-3 mm saat vesica urinaria terisi penuh. Prostat juga dapat dilihat pada dasar vesica urinaria, terutama jika terjadi pembesaran pada prostat. Bentuk normal prostat seperti kacang dan lengkungan konkaf dari menghadap posterior.
Vesica
seminalis juga dapat dilihat pada bagian posterior dari vesica urinaria. USG pada scrotum juga sering dilakukan untuk melihat adanya massa, hydrocele, tumor.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
20
Gambar II.17 Gambaran Ultrasound Ginjal dan Vesica urinaria Normal
Gambar II.18 Gambaran Ultrasonografi Prostat Normal Kelainan yang dapat dilihat pada ultrasonografi adalah hidronephrosis, dimana terjadi obstruksi saluran kemih menyebabkan dilatasi sistem kolektivus. Sinus ginjal yang hiperekoik bergeser di sekitar pelvis ginjal yang berdilatasi. Pada
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
21
obstruksi berat dapat ditemukan penipisan korteks. Batu yang memberikan gambaran acoustic shadow pada ultrasonografi. Kista ginjal memberikan gambaran khas berbatas tegas, mempunyai batas yang halus/rata, berbentuk bulat atau oval, anekoik dan menghasilkan penguatan akustik. Kista dapat tunggal/multipel.
Gambar II.19 Gambaran Kelainan pada Gambaran Ultrasonografi Ginjal Normal II.3.6. Computed Tomografi Scan Banyak indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan CT Scan pada traktus urinasius, termasuk di dalamnya mengidentifikasi massa di dalam ginjal, tumor pada traktus urinarius, mengenal proses inflamasi dan trauma pada traktus urinarius dan penyebeb obstruksi pada traktus urinarius. CT Scan biasa dilakukan untuk suspek keadaan akut pada traktus urinarius. CT Scan dapat menilai gambaran parenkim renal, dan dapat menilai massa pada ginjal, menilai batu pada ginjal. Kerugian dari penggunaan CT Scan adalah pasien terkena radiasi. Pada parenkim ginjal normal memiliki densitas yang intermediate (menengah), dengan ukuran antara 30 dan 60 HU. Sinus renal dan lemak memliki densitas yang rendah, sekitar -10 sampai -50. Ketika diberikan kontras secara intravena, korteks ginjal akan meningkat kepadatannya pada detik ke 20 sampai 60. Sekitar detik ke 60 sampai 180 parenkim hinjal akan memiliki ddensitas yang tinggi, sekitar 80-120 HU. Setelah ini, kontras akan terlihat pada tubulus kolektifus. Ureter dapat diidentifilasi didaerah retroperitoneal sepanjang musculus psoas. Setelah memasuki daerah pelvis, ureter berjalan kearah posterolateral sampai setinggi spina ischiadica, lalu berjalan kearah anteromedial dan ke
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
22
depan vesica seminalis pada laki-laki atau fornix vagina pada wanita. Vesica urinaria terlihat seperti struktur dinding yang tipis karena adanya lemak dan urin. Vesica seminalis terlihat seperti struktur tubular, terdapat struktur lemak antara vesica urinaria dengan vesica seminalis. Prostat biasanya memiliki densitas yang sama seperti jaringan lunak tetapi sering terlihat adanya kalsifikasi pada prostat, dan gambaran tersebut sering terlihat pada lansia.
Gambar II.20 Gambaran CT Scan Traktus Urinarius Potongan Sagital
Gambar II.21 Gambaran CT Scan Ginjal dan Vesica Urinaria Potongan Axial
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
23
Beberapa kelainan yang dapat diidentifikasi oleh CT Scan adalah kelainan kongenital ginjal seperti horse shoe kidney. Kista pada ginjal yang memberikan gambaran lesi hypodens pada gambaran CT Scan, Batu saluran kemih memberikan gambaran hiperdens pada gambaran CT Scan.
Gambar II.22 Gambaran Kelainan CT Scan Ginjal dan Vesica Urinaria Potongan Axial II.3.7. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI) Ginjal dapat dengan jelas diketahui dengan MR. Jaringan korteks dan parenkim ginjal dapat dibedakan pada gambar T1. Pada T1-weighted, gambaran korteks ginjal memiliki kepadatan yang sama dengan hepar. Pada medulla ginjal (mengandung lebih banyak air) memiliki kepadatan yang lebih rendah dan sama seperti lien. Pada pemeriksaan MRI dapat dilihat kelainan pada ginjal berupa sumbatan ureter, ektasi dari pielum dapat diketahui. Pielum yang melebar dan ureter yang melebar mempunyai sinyal hipointens pada T1 dan hiperintens pada T2 karena banyak mengandung urin. Pada fibropolipomatosis dapat dibedakan dengan kista parapelvis, karena cairan dan lemak dapat dibedakan. Lemak mempunyai sinyal hiperintensif, sedangkan cairan mempunyai sinyal hipointens pada T1. Pada infeksi kronis sukar untuk membedakan medulla dari korteks. Pada infeksi kronis, ginjal tampak mengecil. Pada kista ginjal mudah diketahui bila tanpa infeksi atau perdarahan. Kista mempunyai waktu T1 dan T2 yang panjang. Pada gambar T1 mempunyai sinyal hipointens sedangkan pda T2 hiperintens.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
24
Tumor memiliki sinyal yang intensitasnya tidak homogen dan mempunyai waktu T1 yang lebih panjang dibandingkan dengan jaringan parenkim ginjal yang normal. Juga tumor pseudokapsul dapat diketahui. Perlu zat kontras untuk mengetahui vaskularisasi tumor. MR, seperti CT dan USG, dapat membedakan jaringan padat dengan kista. Akan tetapi MR dapat membedakan stadium tumor ganas lebih baik dari pada CT. Keuntungan lain dari MR ialah dapat mengenal dengan baik penjalaran tumor ke vena renalis dan vena kava. Invasi dini pada vena dapat diketahui sama telitinya pada pemeriksaan angiografi. Juga penjalaran tumor yang menyebabkan thrombus pada vena kava dapat diketahui.
Gambar II.23 Gambaran MRI Trarktus Urinarius
Gambar II.24 Gambaran MRI T2 Polikistik Ginjal Potongan Sagital
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
25
II.3.8. Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Pencitraan organ dengan NMR merupakan pemeriksaan in vivo karena menjadikan organ tubuh sebagai sumber radiasi. Peta energy sumber radiasi tersebut dapat diamati untuk menentukan besar, bentuk dan letak organ serta kelainan-kelaianannya. Renogram sangat bermanfaat untuk menilai kelainan unilateral ginjal, misalnya hipertensi renal, utuhnya pencangkokan arteri renalis, dan lain-lain. Juga untuk mengevaluasi penderita obstruksi uropati, nekrosis tubular, pielonefritis dan glomerulonephritis untuk penderita senditif terhadap media kontras dalam radiologi, pemeriksaan ini sering dilakukan. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Isotop yang digunakan adalah I131 orthohippurate intravena dengan dosis ½ uCi per kg berat badan, memancarkan radiasi gamma 364 kev Persiapan yang perlu dilakukan, tingkat dehidrasi penderita normal. Untuk melindungi tiroid, kepada penderita diberikan larutan lugol sebelum pemeriksaan. Pencatatan yang mulai mencatat 30 detik sebelum disuntikkan, beri tanda pada kertas pencatat pada waktu penyuntikan dimulai. Teruskan pencatatan sampai 30 menit setelah suntukan atau sampai aktivitas tinggal 50% di ginjal. Ginjal normal memberi citra yang homogen, batas ginjal dapat tidak tegas karena pengaruh gerakan waktu bernapas. Tumor ginjal, kista, infark, abses dan kegagalan parenki, karena trauma menunjukkan fokal cold spot pada citra ginjal. Penyakit ginjal yang difus memberikan citra yang tidak merata dan rendah aktivitasnya. Kurva renogram masing-masing ginjal terdiri dari tiga fase, yaitu fase vaskuler, fase sekresi/akumulasi, fase ekskresi. Pemeriksaan renogram dapat menilai fungsi ginjal secara kualitatif, penilaian terhadap kurva renogram berdasarkan bentuk kecuraman kurva tiap fase dan waktu yang dibutuhkan oleh fase tersebut Kelainan fase vaskuler menilai keadaan perfusi vaskuler ke ginjal, waktunya 45 detik. Fase sekresi menunjukkan fungsi absorbs –sekresi sel tubulus contortus proksimal dan glomerulus atau parenkim ginjal bagian
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
26
kortes, waktu sekitar 3-5 menit. Fase ekskresi menilai fungsi ekskresi radiofarmaka ke dalam system pelcio-calyces, waktu klearens atau waktu paruh eksresi akan dicapai sekitar 7-15 menit dimana aktivitas kurva mencapai setengah dari puncak maksimum kurva renogram.
Gambar II.25 Gambaran Renogram Traktus Urinarius
Gambar II.26 Gambaran Kelainan Ektopik Ginjal
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
27
II.3.9. Anterograde Pielografi Teknik atau prosedur pemeriksaan sinar-X sistem urinaria dengan menggunakan media kontras yang dimasukkan melalui kateter yang telah dipasang dokter urologi dengan cara nefrostomi percutan. Tujuan dilakukan pemeriksaan ini untuk memperlihatkan anatomi dan lesilesi tractus urinarius bagian proximal, dilakukan setelah IVP gagal menghasilkan suatu diagnose yang informative/kurang akurat atau metode retrograde kurang memungkinkan, untuk menunjukan terutama gambaran renal pevic dan ureter, menunjukkan obstruksi ureter akibat batu. Indikasi dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk nephrolithiasis, urethrolithiasis, nephritis, pyelonefitis, trauma akut traktus urinarius, hydronefrosis. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukan kontras iodium dan cairan NaCl 100 cc.
Gambar II.27 Gambaran Normal Antegrade Pyelografi
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
28
Gambar II.28 Gambaran Obstruksi Ureter pada Antegrade Pyelografi II.3.10. Urethrogram Urethrogram merupakan suatu prosedur diagnostic pada pasien pria untuk mengidentifikasi kelainan pada urethra akibat trauma atau striktur urethra. Urethrogram biasa digunakan dengan memberikan kontras radioopak melalui uretra untuk menilai apakah terdapat rupture urethra atau striktur uretra. Pemeriksaan ini biasa digunakan para ahli urologi untuk menilai keadaan uretra setelah dilakukan rekonstruksi pada pasien dengan rupture uretra. Pemeriksaan ini diindikasikan untuk keadaan trauma, striktur uretra, evaluasi pasca operasi. Kontraindikasi dari pemeriksaan ini adalah pada pasien yang alergi terhadap kontras radioopak. Gambaran normal pada urethrogram, saat kontras dimasukkan ke uretra seluruh bagian anterior dan posterior uretra harus terisi penuh dengan kontras dan terlihat kontras keluar ke vesica urinaria. Pada kasus trauma yang menyebabkan rupture uretra, akan terjadi ekstravasasi dari kontras keluar. Pada striktur uretra, terlihat gambaran adanya oenyempitan pada uretra atau filling defect pada uretra.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
29
Gambar II.29 Gambaran Normal Uretrogram
Gambar II.30 Gambaran Kelainan Uretra pada Uretrogram II.3.11. Voiding cystourethrography Voiding cystourethrography merupakan radiografi kontras dari vesica urinaria dan uretra selama mikturisi spontan. Voiding cystourethrography berlanjut menjadi gold standar untuk evaluasi pencitraan anak dengan infeksi traktus urinarius, uretra laki-laki, kondisi fungsional vesica urinaria dan dalam mendeteksi refluks vesikoureteral. Indikasi pemeriksaan ini adalah pada kelainan kongenital, striktur, fistula, vesicolithiasis, tumor. Kontraindikasinya adalah pada pasien yang alergi dengan kontras, wanita hamil. Pemeriksaan voiding uretrosistogram yakni buli-buli diisi kontras dahulu sebanyak 150-200 ml, kemudian foto diambil pada waktu miksi. Dari sistouretrogram dapat dikenali adanya tumor atau bekuan darah di dalam buli-buli yang ditunjukkan oleh adanya filling defect, adanya robekan buli-buli yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras ke luar dari buli-buli, adanya divertikel buli-buli, bulibuli neurogenik, dan kelainan pada buli-buli yang lain. Pemeriksaan ini dapat untuk
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
30
menilai adanya inkontinensia stress pada wanita dan untuk menilai adanya refluks vesiko-ureter.
Gambar II.31 Gambaran Normal Voiding Cystourethrogram
Gambar II.32 Gambaran posterior urethral valves II.3.12. CT Urogram Indikasi dilakukan CT Urogram adalah untuk mengevaluasi system kolektivus dari ginjal. Keadaan klinis lain yang perlu dilakukan CT urogram adalah trauma dengan curiga adanya trauma ureter, obstruksi pada ureter. CT urogram juga digunakan pada pascaiperasi untuk mengevaluasi sistem kolektivus dari ginjal.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
Pasien
akan
dimasukan
kontras
yaitu
iodin.
CT
31
urogram
dikontraindikasikan pada pasien yang hamil. Pasien harus dalam keadaan hidrasi yang baik
Gambar II. Gambaran Normal CT Urogram tanpa kontras dan dengan Kontras
Gambar II. Gambaran Nefrolithiasis pada CT Urogram
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
32
BAB III PENUTUP
Traktus urinarius atau sistem urinaria sebagai salah satu sistem tubuh, yang memiliki organ – organ yang kompleks dan rentan terhadap suatu penyakit. Traktus urinarius dimulai dari pelvis renalis dan berakhir di urethra. Traktus urinarius dibagi menjadi saluran bagian atas (pelvis renalis dan ureter) dan saluran bagian bawah (vesica urinaria dan urethra). Terdapatnya kelainan pada suatu organ akan mengganggu proses pembentukan dan pengeluaran dari urine. Pemeriksaan radiologi traktus urinarius merupakan pemeriksaan yang essensial dalam proses diagnosis dan terapi penyakit urologi. Karena banyak penyakit urologi yang tidak dapat diperiksa hanya dengan pemeriksaan fisik. Dengan pemeriksaan ini didapatkan informasi mengenai anatomi, fungsi dan fisiologi traktus urinarius. Terdapat beberapa pilihan pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kelainan atau penyakit pada traktus urinarius, baik yang konvensional maupun yang mutakhir. Pemeriksaan Radiologi Traktus Urinarius yang konvensional meliputi foto polos abdomen, pielografi intravena, pielografi retrograde. Pemeriksaan radiologi yang mutakhir meliputi ultrasonography, computed tomography, magnetic resonance imaging, nuclear magnetic resonance. Masing-masing jenis pemeriksaan tersebut mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing sehingga pemilihan jenis pemeriksaan radiologi yang tepat sangat penting. Gambaran radiologi yang khas pada beberapa penyakit dapat membantu tenaga medis dalam mengetahui letak kelainan, menentukan stadium penyakit dan menjadi pedoman tatalaksana berbagai penyakit.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650
33
DAFTAR PUSTAKA 1. Richard L. Drake, A. Wayne Vogl, Adam W.M. Mitchell (2012) GRAY’S BASIC ANATOMY. Philadelphia : Elsevier Churchill Livingstone. Pg 416-418 2. Richard S. Snell (2012) Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 3. Sutton D, Robinson P. Textbook of Radiology and Imaging. Edisi 7. Great Britain: Churchill Livingstone; 2003. p.543-573. 4. Herring W. Learning Radiology: Recognizing the Basics. Edisi 3. Philadelphia: Elsevier Health Sciences; 2016. 5. Tanaghon E, Smith. General Urology. Edisi 18. United State : McGraw-Hill Companies Inc. 2013 6. Campbell, Walsh. UROLOGY. 11th Edition. Philadelphia: Elsevier Health Sciences; 2016. 7. Arthur C. Guyton, John E. Hall. Textbook of Medical Physiology. 13th Edition. Philadelphia: Elsevier Health Sciences; 2016. 8. Rasad, Sjahrar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018