BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis, yang menginfeksi paru-paru dan ekstraparu. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Namun, bakteri TB ini juga dapat menyerang setiap bagian dari tubuh seperti tulang belakang, ginjal, dan otak. Jika tidak ditangani dengan baik, penyakit TB bisa berakibat fatal. TB menular melalui udara dari satu orang ke orang lain melalui droplet infection atau dari percikan sputumnya. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai global emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh bakteri ini. Sebagian besar kasus TB (95%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada usia 20-49 tahun. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga dan survei kesehatan nasional, TB menempati ranking nomor 5 sebagai kematian tertinggi di Indonesia. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, pada tahun 2006 Indonesia 1
merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA positif. Dengan demikian, pencapaian target global tersebut merupakan tolak ukur pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama. Dari semua pasien dengan TB, diperkirakan 1,5% memiliki TB milier. Insiden TB milier lebih tinggi pada orang Afrika Amerika di Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial ekonomi, laki-laki lebih tinggi insidennya dari wanita. Diantara orang dewasa dengan immunocompetent, TB milier dapat terjadi kurang dari 2% dari seluruh kasus TB dan 20% dari TB ekstraparu. Penelitian pada hasil otopsi kurang lebih 0,3%-13,3% adalah TB milier, serta 11,9% sampai 40,5% adalah semua jenis kasus TB.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Paru Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi).Fungsinya adalah menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah.Paru-paru terdiri dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas terutama digerakkan oleh otot diafragma (otot yang terletak antara dada dan perut). Saat menghirup udara, otot diafragma akan mendatar, ruang yang menampung paru-paru akan meluas. Begitu pula sebaliknya, saat menghembuskan udara, diafragma akanmengerut dan paru-paru akan mengempis mengeluarkan udara. Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluhpembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum. Masingmasing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralis masing-masing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonalis. Setiap paru-paru memiliki : a. Apeks : tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas clavicula
3
b. Permukaan costo-vertebral : menempel pada bagian dalam dinding dada c. Permukaan mediastinal : menempel pada pericardium dan jantung d. Basis pulmonis : terletak pada diafragma Batas-batas paru : a. Apeks : atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula b. Atas : dari clavicula sampai dengan costae II depan c. Tengah : dari costae II sampai dengan costae IV d. Bawah : dari costae IV sampai dengan diafragma
Pulmo Dextra/Paru Kanan Pulmo dextra sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dexter menjadi tiga lobus : lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Fissura oblique berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissure obliqua pada linea axillaris media.Pulmo dexter mempunyai sepuluh segmen, yaitu tiga buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan lima buah segmen pada lobus inferior.
4
Tiap-tiap segmen ini terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobules. Diantara lobules satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, getah bening, dan saraf.Dalam tiap lobules terdapat sebuah bronkiolus.Di dalam lobules, bronkiolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3mm. Segmen pulmo dextra : a. Lobus superior : -
Segmen apicale
-
Segmen posterior
-
Segmen anterior
b. Lobus medius : -
Segmen lateral
-
Segmen medial
c. Lobus inferior : -
Segmen superior
-
Segmen mediobasal
-
Segmen anterobasal
-
Segmen laterobasal
-
Segmen posterobasal
Hilus pulmonalis dexter terdiri dari : a. Pulmonalis dextra 5
b. Bronchus principales dextra : bronchus lobaris superior, medius dan inferior c. Vv. Pulmonalis dextra d. Nodule lymphideus
Pulmo Sinistra/Paru Kiri Pulmo sinister dibagi oleh fissure oblique dengan cara yang sama menjadi dua lobus :lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister tidak ada fissure horizontalis. Segmen pulmo sinister : a. Lobus superior : -
Segmen apicoposterior
-
Segmen anterior
-
Segmen lingual superior
-
Segmen lingual inferior
b. Lobus inferior : -
Segmen superior
-
Segmen antero medial basal
-
Segmen laterobasal
-
Segmen posterobasal
Hilus pulmo sinister :
6
a. A. pulmonalis sinistra b. Bronchus principales sinistra c. Vv. Pumonalis sinistra d. Noduli lymphoideus Pada pulmo sinister terdapat incisura cardiac yang merupakan lengkung untuk jantung (cardiac notch) dan impression cardiac yang lebih besar, karena 2/3 jantung terletak di pulmo sinistra. 1,2
Gambar 1. Lobus Paru Dextra dan Sinistra
7
Gambar 2. Segmen Paru Dextra dan Sinistra
8
Gambar 4. Gambaran Radiologi Paru Normal
Bronchus Bronchus terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kirakira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus Terdiri dari : •
Bronkus Principalis
•
Bronkus Lobaris
•
Bronkus Segmentalis
Bronckus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih vertikal daripadayang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,
9
danberjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapacabang yang berjalan kelobus atas dan bawah
Gambar6. Pembagian Bronkus
Alveolus Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolusrespiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer.Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris.Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori Kohn.
10
B. Definisi Tuberkulosis
milier
(TB
milier)
merupakan
penyakit
limfohematogen sistemik akibat penyebaran kuman Mycobacterium tuberkulosis dari kompleks primer, yang biasanya terjadi 2-6 bulan setelah infeksi awal. TB milier sering terjadi pada bayi atau anak-anak dengan usia dibawah 5 tahun dan juga pada orang-orang dengan immunocomprimised berat. TB milier dapat mengenai satu atau beberapa organ termasuk otak. Pada gambaran radiologi dapat terlihat kuman basil TB berbentuk millet (padi) ukuran rata-rata 2 mm, lebar 15 mm di paru, 25% pasien dengan TB milier akan melibatkan meningeal. C. Etiologi Penyebab tuberkulosis (TB) adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/ μm. Spesies lain yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah M. bovis, M. kansasi, M. intercellulare. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap trauma kimia dan fisik. Mycobacterium tuberculosis, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih dari 30 anggota genus Mycobacterium yang dikenal dengan baik, maupun banyak yang tidak tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat dekat, yaitu M. bovis, kuman ini menyebabkan
11
tuberkulosis. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. D. Epidemiologi Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai global emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh bakteri ini. Sebagian besar kasus TB (95%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada usia 20-49 tahun. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga dan survei kesehatan nasional, TB menempati ranking nomor 5 sebagai kematian tertinggi di Indonesia. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah
12
430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, pada tahun 2006 Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA positif. Dengan demikian, pencapaian target global tersebut merupakan tolak ukur pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama. Dari semua pasien dengan TB, diperkirakan 1,5% memiliki TB milier. Insiden TB milier lebih tinggi pada orang Afrika Amerika di Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial ekonomi, laki-laki lebih tinggi insidennya dari wanita. Diantara orang dewasa dengan immunocompetent, TB milier dapat terjadi kurang dari 2% dari seluruh kasus TB dan 20% dari TB ekstraparu. Penelitian pada hasil otopsi kurang lebih 0,3%-13,3% adalah TB milier, serta 11,9% sampai 40,5% adalah semua jenis kasus TB. E. Patofisiologi Mycobacterium. tuberculosis ditularkan melalui udara dalam bentuk droplet nukleus yang dapat dikeluarkan pada saat batuk, bersin bahkan saat bercakap-cakap, terutama pada pasien dengan tuberculosis saluran pernapasan. Droplet bertahan di udara selama beberapa jam dan masuk
13
kedalam saluran nafas. Droplet yang terhirup dapat mencapai alveoli untuk melakukan invasi dan menimbulkan infeksi. Mycobacterium tuberculosis mampu berkembang biak dalam jangka waktu mingguan hingga bulanan, mycobacterium tuberculosis kemudian ditelan oleh makrofag alveolar.
Makrofag yang terinfeksi mengeluarkan sitokin
seperti TNF α dan IL-1 serta sitokin lainnya untuk merangsang Monosit dan Limfosit T terutama CD4+ yang akan membentuk IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag lainnya. Proses ini dikenal sebagai Macrophage Activating response
sedangkan sel Th2 CD4+
akan
memproduksi IL 4, IL 5, IL 10 dan IL 13 dan merangsang sistem imun humoral. Tahapan ini dikenal sebagai proses Cell Mediated Immunity. Saluran limfe akan membawa kuman ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks primer. Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh bisa tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Maka akan terjadi penyebaran mycobacterium tuberculosis ke dalam jalur hematogen sehingga timbul mycobacteremia. TB milier dapat berkembang sebagai TB primer atau pasca primer. PadaTB milier mycobacterium tuberculosis tersebar luas sehingga terbentuk nodul
14
diseminata yang berasal dari nekrosis kasease sentral dan epiteloid perifer serta jaringan fibrosa. F. Manifestasi Klinik Manifestasi klinis TB milier bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang paling sering dialami oleh orang yang menderita TB milier adalah penurunan nafsu makan, demam, penurunan berat badan, batuk berdahak, keringat malam, menggigil, nyeri dada, sakit perut, sakit kepala, batuk darah, mual dan diare. TB milier juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering hilang timbul, biasanya mulai meningkat pada sore hari. Menggigil dan badan terasa kaku biasanya sering terjadi pada penyakit malaria, sepsis, namun pada TB milier sering juga ditemukan gejala tersebut. Lebih kurang 50% pasien, limfadenopati superfisial, splenomegali dan hepatomegali akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung terus-menerus, tanpa disertai gejala respiratorik atau disertai gejala minimal, dan foto thoraks biasanya masih normal. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak nafas serta ronkhi atau mengi. Gejala sistemik yang sering muncul karena TB milier merupakan penyakit yang melibatkan banyak organ kelainan kulit berupa tuberkuloid, papula nekrotik, eritema. Tuberkel koroid ditemukan pada pasien, dan jika ditemukan dini dapat menjadi tanda yang sangat
15
spesifik dan sangat membantu diagnosis TB milier, sehingga pada TB milier perlu dilakukan funduskopi untuk menemukan tuberkel koroid. Tuberkel koroid biasanya bersifat bilateral, pucat, lesinya berwarna abu atau kuning yang berukurang kurang dari seperempat optic disc dan terletak 2 cm dari optic disc. TB meningitis juga sering ditemukan pada 10-30% orang dengan TB milier. Sebaliknya sepertiga dari pasien dengan TB meningitis memiliki penyakit yang mendasarinya yaitu TB milier, dalam penelitian juga ditemukan bahwa keterlibatan neurologis pada pasien dengan TB milier yaitu meningitis atau meningoensefalitis TB dengan atau tanpa tuberkuloma. Lesi milier dapat terlihat pada foto thoraks dalam waktu 2-3 minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata di seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm).
16
Gambar 1. Foto thoraks PA pada TB milier
Gambar 2. CT Scan Thoraks pada TB milier
17
J Gambar 3. Tuberkuloma dan TB meningitis
Gambar 4. Tuberkuloma koroid pada TB milier G. Diagnosis Menentukan diagnosis TB milier pada orang dewasa cukup sulit karena manifestasi klinis pada TB milier yang tidak spesifik untuk mendiagnosis seseorang menderita TB milier. Pemeriksaan foto thoraks tidak selalu memberikan gambaran tipikal TB milier,
18
gambaran tipikal pada TB milier biasanya ditemukan pada stadium lanjut dan biasanya pasien datang dengan berbagai komplikasi. Pemeriksaan HRCT relatif sensitif dan menunjukkan gambaran nodul milier yang terdistribusi acak berguna. Pemeriksaan USG, CT scan dan MRI berguna untuk menentukan keterlibatan organ lain (TB ekstraparu). Pada TB milier pemeriksaan funduskopi untuk mencari tuberkel koroid, pemeriksaan histopatologis daei biopsi jaringan, pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis dari sputum, cairan tubuh dan jaringan tubuh lain yang penting dalam memastikan diagnosis. TB milier yang tidak diobati dalam 1 tahun akan berakibat fatal. Diagnosis serta pemberian obat antituberkulosis dapat menyelamatkan nyawa. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis TB milier seperti : 1. Gambaran klinis seperti demam yang biasanya akan meningkat waktu malam hari, penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, takikardi, keringat malam menetap setelah pemberian antitberkulosis selama 6 minggu. 2. Gambaran klasik pada pemeriksaam foto thoraks yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata di seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm).
19
3. Lesi paru berupa gambaran retikulonodular difus bilateral di belakang bayangan milier yang dapat dilihat pada foto thoraks HRCT. 4. Bukti mikrobiologi dan atau histopatologi yang menunjukkan tuberkulosis. Foto Thorax pada TB Milier :
20
CT- Scan Thorax :
21
22
23
H. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium 1. Uji Tuberkulin Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi tuberculosis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria pathogen lainnya. Dasar pada tes tuberculin adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen atau tidak tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada permulaan dan diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan menekan antibodi seluler. Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikan akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri atas infiltran limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dengan antigen tuberculin.
Biasanya
99,8%
pasien
tuberculosis
memberikan reaksi mantoux (+). Negatif palsu biasanya terjadi pada pasien yang berada dalam masa inkubasi, anergi penyakit sistemik berat, menderita TB luas dan berat tes tuberculin yang anergi biasanya ditemukan pada tuberculosis milier dibandingkan dengan TB paru atau TB ekstra Paru.
24
Hasil tes Mantoux ini dibagi dalam:
Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negatif = golongan non sensitivity. Disini peran antibodi humoral paling menonjol
Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan golongan lowgrade sensitivity. Disini peran antibodi humoral masih menonjol
Indurasi 10-15 mm : Mantoux positive = golongan normal sensitivity. Disini peran kedua antibodi seimbang
Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hipersensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol.
2. Pemeriksaan Sputum Tidak semua pasien dengan TB milier akan memberikan manifestasi klinik batuk yang produktif. Tetapi jika terdapat manifestasi klinik batuk yang produktif maka harus dilakukan uji sputum.
Pasien dengan BTA Positif Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA sekurang kurangnya pada 2x pemeriksaan atau satu sediaan sputumnya
25
positif
disertai
dengan
kelainan
radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif atau satu sediaan sputumnya positif disertai dengan biakan positif.
Pasien dengan sputum BTA Negatif Pada
pemeriksaan
sputumnya
secara
mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologisnya sesuai
TB
aktif
atau
pasien
dengan
hasil
pemeriksaan sputum tidak ditemukan kuman BTA sama sekali tetapi pada biakan hasilnya positif. 3. Darah Hasil pada pemeriksaan darah biasanya tidak sensitive dan spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dan hitung jenis dengan pergeseran ke kiri. LED meningkat. Bila penyakit mulai sembuh maka leukosit akan kembali ke normal, LED mulai menurun ke awal. Hasil pemeriksaan darah lain dapat ditemukan juga anemia ringan dengan gambaran normositik normokrom, peningkatan gamma globulin dan penurunan kadar natrium darah. Terjadi supresi sumsum tulang akibat mekanisme imun pada TB milier sehingga dapat menyebabkan pansitopenia.
26
b. Pemeriksaan Radiologis Lokasi lesi tuberkulosis umumnya didaerah apeks paru ( segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru ( misalnya pada tuberkulosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarangsarang pneumonia,gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas tidak terkihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada bagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran
radiologis
lain
yang
sering
menyertai
tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan
27
di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioluscent di pinggir paru/pleura (pneumotoraks). I. Penatalaksanaan Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan program pengendalian TB saat ini adalah OAT lini pertama dan OAT lini kedua disediakan di fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan
pelayanan
pengobatan bagi pasien TB resistan obat. Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan. Tabel 1. OAT Lini Pertama
Obat
Dosis rekomendasi Harian
3 kali per minggu
Dosis
Maksimum
Dosis
Maksimum
(mg/kgBB)
(mg)
(mg/kgBB)
(mg)
Isoniazid (H)
5 (4-6)
300
10 (8-12)
900
Rifampisin
10 (8-12)
600
10 (8-12)
600
(R) Pirazinamid
25 (20-30)
35 (30-40)
15 (15-20)
30 (25-35)
15 (12-18)
15 (12-18)
(Z) Etambutol (E) Streptomisin
28
(S)*
Tabel 2. Pengelompokan obat TB RR/MDR terbaru (WHO 2016) Levofloksasin
Lfx
Moxifloksasin
Mfx
Gatifloksasin
Gfx
Amikasin
Am
Grup B. Obat
Capreomisin
Cm
injeksi lini kedua
Kanamisin
Km
(Streptomisin)*
(S)
Etionamid / protionamid
Eto / Pto
Sikloserin / terizidone
Cs / Trd
Linezolid
Lzd
Clofazimine
Cfz
Grup A. Fluorokuinolon
Grup C. Obat lini kedua utama lainnya
D1
Grup D. Obat
Pirazinamid
Z
Etambutol
E
Isoniazid dosis tinggi
Hdt
Bedaquiline
Bdq
Delamanid
Dlm
Asam p-aminosalisilat
PAS
Imipenem-silastatin
Ipm
Meropenem
Mpm
Amoksisilin-klavulanat
Amx-Clv
D2
tambahan
D3
29
Thioasetazone
T
Kombinasi Obat Paduan OAT yang digunakan untuk pasien TB sensitif adalah OAT Lini 1. OAT Lini 1 dibedakan menjadi kategori 1 dan kategori 2 : 1. Kategori 1 Paduan OAT Kategori 1 yang digunakan di Indonesia adalah 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru : a. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis b. Pasien TB paru terkonfirmasi klinis c. Pasien TB ekstra paru Paduan OAT kategori 1 diberikan selama 6 bulan, dibagi menjadi 2 tahapan yaitu 2 bulan tahap awal dan 4 bulan tahap lanjutan. Paduan OAT Kategori 1 yang disediakan oleh program adalah dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) dan obat lepas (kombipak). Untuk saat ini paduan yang disediakan adalah paduan dengan dosis intermiten. Sedangkan untuk dosis harian yaitu 2(HRZE)/4(HR) sedang dalam proses pengadaan program TB Nasional. Tabel 3. Dosis paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE) /4(HR)3
Berat Badan
Tahap Awal
Tahap Lanjutan
tiap hari selama 56 hari
3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
30 – 37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 2KDT
38 – 54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 2KDT
55 – 70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 2KDT
30
≥ 71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 2KDT
Tabel 4. Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2 HRZE /4H3R3 Dosis per hari / kali Tahap
Lama
Pengobatan Pengobatan
Jumlah
Tablet
Kaplet
Tablet
Tablet
Isoniasid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
@ 300 mgr
@ 450 mgr
@ 500 mgr
@ 250
hari/kali menelan obat
mgr Awal
2 Bulan
1
1
3
3
56
Lanjutan
4 Bulan
2
1
-
-
48
2. Kategori 2 Paduan OAT Kategori 2 yang digunakan di Indonesia adalah 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
atau
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya (pasien pengobatan ulang) yaitu : a. Pasien kambuh. b. Pasien gagal pada pengobatan Kategori I. 31
c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (loss to follow-up). Paduan OAT kategori 2 diberikan selama 8 bulan, dibagi menjadi 2 tahapan yaitu 3 bulan tahap awal dan 5 bulan tahap lanjutan. Paduan OAT Kategori 2 yang disediakan oleh program adalah dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) dan obat lepas (kombipak). Untuk saat ini paduan yang disediakan adalah paduan dengan dosis intermiten. Sedangkan untuk dosis harian yaitu 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E sedang dalam proses pengadaan program TB Nasional. DAFTAR PUSTAKA
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M.,1995., Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit., Edisi 4., Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta.,Hal: 753-762. Bahar., A., 1998., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam., Jilid II., Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta., Hal:715-719 Dorland., 2002.,Kamus Kedokteran Dorland.,Edisi 29.,Penerbit Buku Kedokteran EGC.,Jakarta.,Hal:2306 Daniel., M.T., 1999., Harrison; Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam; Tuberkulosis., Vol 2., Penerbit Buku Kedokteran EGC., Jakarta., Hal: 799-807. Mansjoer, Arief.,2004.,Kapita Selekta Kedokteran.,Jilid I.,Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.,Jakarta., Hal:472-476. Amin, M., Alsagaff, H., Saleh., T.W.B.M., 1996., Ilmu Penyakit Paru., Airlangga University Press., Hal: 13-35. Standar Pelayanan Medis RSUP DR. Sardjito., 2000., Tuberkulosis Paru., Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada., Yogyakarta., Hal 51-53. Corwin., E.J., 2001., Buku Saku Patofisiologi., Penerbit Buku Kedokteran EGC., Jakarta., Hal:414-416. Rasad, S.,Kartoleksono.S.,Ekayuda,I.,2001.,Radiologi Diagnostik., Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.,Jakarta. Simon, G.,1986., Diagnostik Rontgen Untuk Mahasiswa Klinik Dan Dokter Umum.,Penerbit Erlangga.,Jakarta., Hal:280-296.
32
WHO.,1995.,Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum.,Penerbit Buku Kedokteran EGC.,Jakarta., Hal:62 Cool FD, Leith DE. Padaophysiology of cough. Dalam: Clinics in Chest Medicine. Braman SS (ed.). Philadelphia: WB Saunders Co, 1997: 189-95. Fishman AP. Cough. Pulmonary Diseases and Disorders, second edition. New York: McGraw-Hill Co, 1998: 342-6.
33