REFERAT KARSINOMA NASOFARING
Disusun Oleh : Lara Meiza Anindia 2012730056
Dokter Pembimbing : dr. Pramusinto Adi, Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK STASE THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat mengenai “Karsinoma Nasofaring” ini tepat waktu. Tidak lupa penulis mengucapkan terimah kasih kepada Dr. Pramusinto Adi, Sp.THT-KL selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan Referat ini. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan laporan refresing ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang membacanya dan bermanfaat pula bagi penulis.
Jakarta, Maret 2017
Anatomi Nasofaring Nasofaring juga disebut Epifaring,Rinofaring.Bentuknya sebagai kotak yang tidak rata dan berdinding enam, dengan ukuran melintang 4 sentimeter, tinggi 4 sentimeter dan ukuran depan belakang 2-3 sentimeter yaitu merupakan rongga dengan dinding kaku di atas,belakang dan lateral.Kedepan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan merupakan ganguan yang sering timbul. Batas – Batas nasofaring - Dinding depan : Koane - Dinding belakang : Merupakan dinding melengkung setinggi Vertebra Sevikalis I dan II. - Dinding atas : Merupakan dasar tengkorak. - Dinding bawah : Permukaan atas palatum molle. - Dinding samping : di bentuk oleh tulang maksila dan sfenoid.
Demikian juga penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba Esthacius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan ditelingah tengah.Kearah belakang dinding melengkung ke atas dan kedepan dan terletak dibawah korpus os sphenoid dan bagian basilar dari
os
oksipital.Nekrosis
akibat
penekanan
mungkin
timbul
ditempat
tempat
tersebut.Dibelakang atas torus tubarius terdapat resesus faring atau fosa Rosenmulleri dan tepat diujung posteriornya terletak foramen laserum.Tumor dapat menjalar kearah intracranial dalam
dua arah masing masing menimbulkan gejala neurologis yang khas.Perluasan langsung melalui foramen laserum kesinus kavernosus dan fosa kranii media menyebabkan gangguan saraf otak III,IV,VI dan kadang kadang II.Sebaliknya penyebaran ke kelenjar faring lateral dan di sekitar selubung karotis /jugularis pada ruang retroparotis akan menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX,X,XI dan XII.Saraf otak ke VII dan VIII biasanya jarang terkena.
Jaringan limfe .Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).Terdapat hubungan bebas melintas garis tengah dan hubungan langsung dengan mediastinum melalui ruang retrofaring.Metastasis jauh sering terjadi. Histologi Nasofaring Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat banyak jaringan limfoid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosid ini sangat erat, sehigga sering disebut " Limfoepitel ".Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaring atas empat macam epitel : 1. Epitek selapis torak bersilia " Simple Columnar Cilated Epithelium " 2. Epitel torak berlapis " Stratified Columnar Epithelium ". 3. Epitel torak berlapis bersilia "Stratified Columnar Ciliated Epithelium" 4. Epitel torak berlapis semu bersilia " Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated Epithelium ".
KNF(Karsinoma Nasofaring) Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. Berdasarkan data laboratorium patologik anatomik tumor ganas nasofaring itu sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit. Karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli sering klai tumor ditemukan terlamabat dan meyebabkan manifestasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.
Definisi Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Epidemiologi Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher terbanyak ditemukan di Indonesia, dan merupakan keganasan terbanyak di Asia. Di Cina selatan karsinoma nasofaring menempati kedudukan tertinggi yaitu dengan prevalensi 39.84/100.000 penduduk. Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan cukup banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska dan tanah hijau, yang diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin yang menggunakan
bahan pengawet nitrosamin. Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah, di RSCM Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 11 kasus. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. Etiologi Ada beberapa faktor yang merupakan penyebab karsinoma nasofaring diantaranya adalah virus Epstein-Barr karena pada semua pasien karsinoma nasofaring didapatkan titer anti virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun. Banyak penyelidikan mengenai perangai dari virus ini dikemukakan, tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini seperti faktor letak geografis, jenis kelamin yang mana tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki, faktor lingkungan dalam hal ini yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas, memakan makanan yang diawetkan (daging atau ikan) terutama pada musim dingin, faktor genetik. Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun 1978. ada tiga jenis bentuk histologik : Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan batubata.
Gejala dan tanda Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata dan syaraf, serta metastasis atau gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor).
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga, tertimbunnya cairan dalam telinga tengah sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa foramen, maka gangguan dari beberapa nervi kranialis dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum ke sinus kavernosus dan fossa kranii media maka akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga timbul gejala berupa diplopia atau neuralgia trigeminal. Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bola sudah terjadi demikian prognosisinya buruk. Diagnosis Persolan doagnostik dengan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyipun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih
jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
Klasifikasi Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO bahwa hanya ada tiga jenis bentuk histologik yaitu karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, karsinoma nonkeratinisasi, karsinoma tidak berdifrensiasi. Untuk penetuan stadium dipakai sistim TNM menurut UICC (Union International Contre Cancer) 2002 T= Tumor primer. T0- Tidak tampak tumor. T1- Tumor terbatas di nasofaring. T2- Tumor meluas ke jaringan lunak T2a
: Perluasan tumor ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa peerluasan ke
parafaring. T2b
: Disertai perluasan ke parafaring.
T3- Tumor mengumor menginvasi struktur tulang dan sinus paranasal. T4- Tumor dengan perluasan intrakarnial dan atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. N= Pembesaran kelenjar getah bening regional Nx- Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai N0- Tidak ada pembesaran.
N1- Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm di atas fossa supraklavikula N2- Metastasis kelenjar getah beming bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm di atas fossa supraklavikula N3- .Metastasis kelenjar getah beniung bMetastasis kelenjar getah beniung bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm atau terletak di dalam fossa supraklavikula N3a
: ukuran lebih dari 6 cm
ilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm atau terletak di dalam fossa supraklavikula N3a
: ukuran lebih dari 6 cm
N3b
: di dalam fossa supraklavikula
M = Metastase jauh Mx- Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0- Tidak ada metastasis jauh M1- Terdapat metastasis jauh Stadium
T
N
M0
Stadium 0
T1s
N
M0
Stadium I
T1
N
M0
Stadium IIA
T2a
N
M0
Stadium IIB
T1
N1
M0
T2a
N1
M0
T2b
N0, N1
M0
T1
N2
M0
T1
N2
M0
T2a,T2b
N2
M0
T3
N2
M0
Stadium III
Stadium IVa
T4
N
M0
Stadium Ivb
Semua T
N3
M0
Stadium III
Semua T
Semua N
M1
Penatalaksanaan Stadium I
: Radioterapi
Satdium II & III
: Kemoradiasi
Stadium IV dengan N < 6cm
: Kemoradiasi
Stadium IV dengan N > 6cm
: Kemoterapi dosis peneuh dilanjutkan kemoradiasi
Terapi Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi adjuvant. Bebagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.
Perawatan Paliatif Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual. Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatastidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Paisen akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk, perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi organ vital akibat metastasis tumor.