Referat Defense Mechanism And Coping

  • Uploaded by: Refian Perdana
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Defense Mechanism And Coping as PDF for free.

More details

  • Words: 5,973
  • Pages: 27
BAB I PENDAHULUAN

Tiap makhluk dalam evolusinya akan mengembangkan dirinya dengan berbagai cara dan mekansime dalam upaya menyesuaikan diri terhadap kondisi kehidupan yang mungkin akan mengancamnya. Penyesuaian diri atau adaptasi sangat penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk yang tertinggi tingkat perkembangannya. Manusia telah mengadakan evolusi dalam penyesuaian anatomis yang bermaksud untuk melindunginya secara structural dan fisiologis. Hal ini untuk membantu kebutuhan bagi afeksi, keamanan pribadi, makna pribadi dan pertahanan terhadap afek yang mungkin akan mengganggu. Melalui periode proses perkembangan, seseorang memerlukan berbagai teknik psikologis guna mempertahankan dirinya. Seseorang membangun rencana pertahanan untuk menangani baik ansietas, impuls, agresif, permusuhan, kebencian maupun frustasi yang akan dihadapinya. Dengan demikian mekanisme atau dinamisme mental berfungsi untuk melindungi seseorang terhadap bahaya yang berasal dari impuls atau afeknya. Istilah mekanisme defensi umum digunakan dalam usaha penyisihan dan ditujukan terhadap dorongan naluri. Dorongan naluri disishkan karena sesungguhnya setiap penyisihan merupakan defense terhadap afek. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu biasanya berusaha sedapat mungkin untuk memenuhi kebutuhnannya, dengan segala kemampuan

fisik dan

intelektual yang ada, di lingkungan tempat ia berada. Hal ini senantiasa menghadapkan individu tersebut masalah, oleh karena kemampuan fisik dan intelektualnya pada saat tertentu dalam batas tertentu, dan lingkungan tidakd engan sendirinya bekerjasama dengannya, meneydiakan hal-hal yang dibutuhkan, bahkan terkadang sebaliknya, justru melawan kebutuhan tersebut. Jadi dalam upaya memenuhi kebutuhannya, individu

1

menghadapi kemungkinan bahwa kebutuhannya tidak dipernuhi, atau tidak terpenuhi dengan memuaskan, atau dengan kata lain terancam kegagalan. Dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, individu selalu atau senantiasa melakukan perbuatan dan berprilaku sedemikian rupa demi tercapainya tujuan tersebut, dan setidaknya menghindarkan atau meminimalkan kegagalan. Untuk hal tersebut, manusia memiliki kemampuan yang besar karena bila seseorang kurang berhasil mencapai pemuasan kebutuhannya dalam realitas dan kurang berhasil menghindarkan ancaman kegagalan dalam realitas, ia dapat “bergeser” ke fantasinya. Untuk menghadapi masalah tersebut, Individu memiliki sepertangkat cara atau metode atau Teknik yang dapat dikerahkan dan akan dipergunakan bila defektif untuk menanggulangi masalah yang sedang dihadapi. Cara-cara ini disebut mekanisme pertahanan atau defensi. Mekanisme defensi dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, Yaitu semua cara penanggulangan masalah, baik yang rasonal maupun irasional, yang sadar maupun nirsadar, yang realistic maupun yang fantastic. Dalam arti sempit, ialah mekanisme yang dipakai ego untuk menyingkirkan ansietas dan yang mengandung potensi pathogen (potensi untuk membentuk gejala psikopatologik) yaitu mekanisme yang berlangsung dengan pemindahan (shift) ke fantasi dan pengolahan fantasi itu dilakukan dengan berbagai cara, yang tidak disadari dan tidak rasional; dalam kepustakaan psikiatri istilah ini lazim dipakai dalam arti sempit. Mekanisme coping juga memiliki fungsi yang sama dengan mekanisme defense yaitu untuk melindungi individu dari konsekuensi emosional

yang kurang

menguntungkan. Akan tetapi, mekanisme coping melibatkan kesadaran dari individu serta tindakan yang dilakukan memiliki tujuan tertentu sementara proses defense terjadi tanpa adanya kesadaran. Hal ini akan lebih dijelaskan dalam tulisan ini kemudian. ‘

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sigmund Freud dan Teorinya Sigmund Freud (1856 - 1939) yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Psikiatri/ Psikologi adalah dokter Austria, lulusan Universitas Wina pada tahun 1881. Setelah bekerja di laboratorium Ilmu Faal di Institut Brucke dan mendalami histologi syaraf, beliau merasa tidak puas dalam menangani kasus-kasus neurotik yang dihadapinya dalam praktek. Selanjutnya ia memutuskan untuk menimba ilmu di Paris pada Institut Saltpetiere yang sangat terkenal itu dibawah bimbingan Charcot. Ia mendalami tehnik hipnotis untuk penyembuhan dan kemudian kembali ke Wina untuk bergabung dengan Joseph Breuer (penemu Hering-Breuer reflex).1 Untuk mempercepat dan menyempurnakan proses penyembuhan, khususnya dalam menangani kasus neurosis, Freud selalu mempergunakan keterangan/ cerita yang diperoleh di bawah pengaruh hipnosis dan membandingkannya dengan cerita yang diperoleh pada waktu melakukan wawancara bebas selama melakukan pemeriksaan anamnestik. Kenyataannya, Freud menemukan bahwa banyak keinginan yang terpendam dan rumit dalam diri masing-masing pasien tersebut yang berwujud suatu keinginan seksual alami, di mana kadang-kadang keinginan ini bertentangan dengan norma masyarakat. Freud juga menyadari bahwa dengan menganalisa seseorang lewat wawancara bebas, dapat dijumpai banyak cerita khayalan atau karangan dari pasien sendiri dan bukan merupakan kenyataan sebenarnya. Hal ini tentunya merupakan suatu kendala tersendiri.1

3

2.2 Topografi Pikiran Freud membagi pikiran menjadi 3 bagian, yaitu : a.

Unconscious (bawah sadar), meliputi segala masalah yang terkena represi. Dengan

kata lain, isi dan proses mental dari bawah sadar dijauhkan dari kesadaran b.

Pre-conscious (alam pra-sadar), meliputi apa yang dilupakan, tetapi dapat diingat

kembali tanpa melalui proses psikoanalisa. c.

Conscious (sadar), ditandai sebagai bagian dari pikiran di mana persepsi yang

berasal dari dunia luar atau dari dalam tubuh atau pikiran dibawa ke alam sadar yang masing-masing memiliki karakter khusus. Freud menekankan bahwa unconscious dan pre-conscious termasuk dua sistem yang berbeda. Sebetulnya pre-conscious membentuk satu sistem dengan conscious. Preconscious bersama kesadaran merupakan Ego. 2,3

2.3 Teori “Libido” Freud melihat semua tingkah laku dari manusia dimotivasi oleh suatu dorongan atau insting, yang secara neurologis dapat direpresentasikan sebagai kebutuhan jasmani/fisik. Pada awalnya dia merujuk hal ini sebagai “life instincts” atau insting untuk hidup. Insting ini terdiri atas : 1) Kehidupan sebagai individu yang memotivasi untuk mencari makanan dan air serta 2) Hidup sebagai spesies yang memotivasi untuk melakukan hubungan seksual. Energi motivasional dari insting ini yang disebut Libido. Freud mendefinisikan libido sebagai “Tenaga dengan mana insting seksual ditampilkan dalam pikiran”, yang berasal dari Bahasa Latin berarti “I desire”. Dalam perkembangannya, libido dapat disalurkan melalui berbagai variasi hidup, dan sampai saat ini dikenal tiga tingkatan yang

4

berbeda pada manusia. Ketiga tingkatan tersebut dikenal sebagai: animal, logika/ rasional serta moral.2 Libido sebagai naluri merupakan salah satu landasan yang dianut oleh Freud dalam mengembangkan teorinya. Menurut Freud terdapat dua naluri utama manusia : 1)

Naluri kehidupan yang disebut Libido atau Eros Dianggap sebagai impuls utama dari kehidupan dan reproduksi. Naluri ini juga

mendorong untuk bertahan hidup dan kelangsungan hidup spesies. Tujuan dari naluri kehidupan ialah “pengikatan” (binding), artinya mengadakan kesatuan yang semakin erat dan karena itu semakin mantap. 2)

Naluri kematian atau nama lainnya Thanatos.

Tujuan dari naluri kematian ialah untuk “menghancurkan” dan “menceraikan” apa yang sudah bersatu, karena tujuan akhir setiap mahluk hidup ialah kembali ke keadaan anorganik. Naluri ini yang akan menimbulkan agresi dalam diri manusia. Sejak kecil sampai dewasa, motivasi manusia selalu dipengaruhi oleh libido. Thanatos mendorong manusia melakukan agresi dan reaksi dengan mengganggap melakukan yang terbaik untuk hari ini. 1

2.4 Perkembangan Psiko-seksual Bagi Freud, dorongan seksual atau libido merupakan dorongan motivasi yang utama. Freud merasa bahwa dorongan primer ini bukan hanya untuk orang dewasa melainkan juga untuk anak-anak bahkan balita. Memang betul bahwa kapasitas untuk terjadi orgasme secara neurologis sudah ada dari sejak lahir. Akan tetapi, Freud tidak hanya berbicara tentang orgasme. Seksualitas tidak hanya berbicara tentang hubungan seksual, tetapi semua sensasi yang memuaskan yang berasal dari kulit. Freud menjelaskan bahwa dalam waktu yang berbeda dalam hidup kita, bagian kulit yang berbeda akan

5

memberikan kenikmatan. Selanjutnya dari teori-teori ini sering disebut dengan zona erogenous. 3 Freud menekankan contoh bahwa pada masa infant ditemukan sensasi yang paling memuaskan adalah menghisap, terutama payudara. Pada faktanya, hamper semua objek yang berada di dekat balita akan dibawa untuk kontak ke area mulut mereka. Oleh karena itu, dari hasil observasi, Freud membentuk teori perkembangan psikoseksual yang dijabarkan sebagai berikut 4 a.

Fase oral (0-1 tahun) Masa oral ini merupakan tahap pertama perkembangan psikoseksual. Pada

masa ini, bayi memperoleh dan merasakan kenikmatan yang bersumber pada daerah mulutnya. Kepuasan dan kenikmatan ini timbul oleh adanya hubungan antara perasaan lapar, atau tidak nyaman, yang kemudian dapat ditenangkan bila bayi tadi memperoleh minuman atau makanan (air susu ibu) yang diberikan kepada bayi. Gangguan yang menimbulkan perasaan tidak/ kurang puas pada daerah mulut ini, akan menyebabkan perkembangan terhenti. Keterpakuan pada tahap ini dapat menimbulkan masalah yang berhubungan dengan kepuasan oral seperti terjadinya kebiasaan menggigit kuku, kebiasaan merokok, peminum minman keras, berciuman secara berlebihan dan sebagainya.Menurut teori Psikoanalisa masa oral ini terdiri lagi dari dua sub-masa, yakni sub-masa pertama ketika bayi tergantung sepenuhnya dari orang lain, yang disebut masa ketergantungan-oral.

Sub-masa

kedua

disebut

dengan

agresivitas-oral

akan

mengakibatkan timbulnya ucapan-ucapan yang agresif ketika sudah besar, termasuk ucapan yang terbuka maupun terselubung. b.

Fase anal (1-3 tahun) Setelah masa oral, anak memindahkan pusat kenikmatan dari daerah mulut ke

daerah anus (dubur). Rangsangan pada daerah anus ini berkaitan erat dengan kegiatan buang air-besar, karena keduanya merupakan sumber kenikmatan secara libidinal. Masa

6

anal ini berhubungan pula dengan soal kebersihan, keteraturan atau kerapian yang ingin diterapkan oleh orang tua kepada anak. Dari sudut perkembangan sosialnya, anak mulai bisa melakukan sendiri beberapa aktivitas yang tadinya harus dilakukan orang lain baginya. Sikap yang terlalu keras dan kaku dari orang tua akan menimbulkan sikap-sikap menentang (negativisme). Bila orangtua selalu membiarkan anak tadi dalam fase ini mengatur sendiri masalah yang berkenaan dengan ‘kebersihan-diri’, akan menimbulkan sikap yang selalu ragu-ragu terhadap diri sendiri dan apa yang akan diperbuatnya. Masa anal ini terbagi menjadi dua sub-masa, yakni : 1)

Bagian pertama yang disebut sub-masa pengeluaran kotoran. Pengeluaran kotoran merupakan kegiatan otot-otot pada daerah anus dan

merupakan sumber kepuasan bagi anak untuk “mengotori” lingkungannya sebagai reaksi terhadap sikap orang lain yang dianggap tidak menyenangkan. Bila terjadi hambatan dalam fase ini, seseorang akan mengekspresikan dirinya dengan cara menentang peraturan; misalnya: sifat tidak rapi, serampangan, sikap masa bodoh. 2)

Bagian kedua sub-masa penahanan kotoran Kegiatan menahan kotoran merupakan kepuasan lain untuk menunjukkan bahwa

ia tidak mau “diatur” oleh orang lain. Fiksasi dalam fase ini menimbulkan sikap kaku, keras kepala, kerapian yang berlebihan. c.

Fase Falik (3-5 tahun)

Pada fase ini, sumber kenikmatan berpindah ke daerah kelamin. 1)

Masa falik pada anak laki-laki Freud percaya bahwa ibu bagi anak laki-laki pada masa ini adalah obyek khusus.

Pada masa tersebut, secara disadari maupun tanpa disadari anak laki-laki ini ingin memiliki/ melakukan hubungan seks. Oleh Freud cinta terhadap ibunya ini disebut Oedipus Complex. Tokoh Oedipus ini sebenarnya diambil dari mitologi Yunani kuno,

7

yang menceritakan seorang putera raja dari Thebes, yang di kemudian hari akan membunuh ayahnya dan mengawini ibunya. Tokoh ayah menjadi saingan dalam memperebutkan ibunya dan karena itu timbul sikap-sikap negatif terhadap ayah. Pada anak laki - mulai timbul perasaan takut bila dihukum oleh ayahnya. Perasaan takut akan dihukum oleh ayahnya ini, dapat juga timbul akibat cinta incest-nya itu. Ketakutan ini dalam terminologi Psikoanalisa dikenal dengan “cemas kastrasi” (Castration-anxiety).

Kemudian

timbul

sikap

menyerah

dari

anak

dan

mengidentifikasikan dirinya pada tokoh ayah. Ayah juga menjadi “figur-manusia” yang diingini, yakni menjadi “ego-ideal”-nya. Bila masa ini tidak berjalan dengan baik maka dapat menimbulkan kekeliruan dalam mencari tokoh indentifikasi. Tidak jarang, pada anak ini dapat timbul kecenderungan homoseksual, karena di satu pihak ia menginginkan pria ideal sebagai pelindung, namun mempunyai kasih sayang seperti sang ibu. 2)

Masa falik pada anak perempuan Pada anak perempuan perkembangannya lebih sulit. Selain itu pada anak

perempuan juga timbul keinginan untuk mengadakan hubungan seks dengan ayahnya. Tokoh ibu menjadi penghalang akan cintanya pada ayahnya. Anak perempuan menyadari bahwa alat kelaminnya kecil sehingga ia merasa bahwa ia sudah terhukum oleh ibunya. Selain itu ia merasa iri hati terhadap anak lelaki karena struktur alat kelamin yang berbeda/ tidak punya. Keadaan ini dikenal sebagai : penis-envy. Bila pada masa ini anak perempuan mengalami masalah maka akan timbul sifat-sifat patologis seperti kecenderungan lesbianistik yang diperlihatkan ketika anak itu meningkat dewasa. Masa ini cukup penting untuk disimak, karena proses identifikasi maupun proses yang terjadi ketika seorang wanita melakukan penilaian terhadap pria di kemudian hari, dipengaruhi oleh fase ini.

d.

Fase Laten (6-12 tahun)

8

Dibandingkan dengan perkembangan yang sangat bergejolak pada masa falik; anak dalam periode ini akan mengalami periode yang jauh lebih teduh dan aman. Walaupun dijumpai beberapa masalah majemuk apabila ditinjau dari berbagai aspek; masa ini perlu dihadapi dengan lebih tenang. Fase ini diperlukan untuk menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan dasar, memperoleh dan menghayati sistem nilai dalam kehidupannya. Ia juga mempelajari landasan dasar agar dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial.

e.

Fase Genital (12 tahun – dewasa muda) Dorongan seks dalam arti sebenarnya mulai muncul. Obyek cinta

berpindah dari cinta-incest ke cinta heteroseksual yang tidak incest, dan ini merupakan pengulangan dan kelanjutan dari apa yang terjadi dari masa falik. Pada masa genital ini terjadi perkembangan pada arah cinta yang lebih dewasa. Kalau sebelumnya, cinta berpusat pada satu arah, yakni pada diri sendiri, maka sekarang cintanya bisa dua arah. Perbedaan norma dalam keluarga dengan kejadian yang diperhatikannya dalam masyarakat (film dan media cetak), sering menimbulkan ketegangan yang berkaitan dengan masalah seks remaja.

2.5.

Id, Ego dan Super Ego Status internal manusia selalu diselimuti dengan kecemasan sebagai produk dari

konflik antar struktur kepribadian yaitu Id, Ego dan Super ego. Kemudian status internal tersebut bermanifestasi ke dalam perilaku kongkrit yang tercermin dalam suatu mekansime pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego. 3,5 a.

The Id (Das Es) Adalah instansi kepribadian yang paling mendasar, orisinil, bersifat impulsif

dan paling primitive yang terdiri dari komponen aspek biologis dan merupakan system

9

original, yaitu suatu realitas psikis yang sesungguhnya, dunia batin atau subyektif manusia dan tidak memiliki koneksi secara langsung dengan realitas obyektif. Pada mulanya, yang ada adalah Id. Id terletak di ketidaksadaran, sehingga tidak bersentuhan langsung dengan realitas. Oleh karena itu, Id dikenal dengan istilah pleasure principal. Pleasure principal berprinsip pada kesenangan dan berusaha menghindari rasa sakit. Setiap bayi yang baru lahir hanya mempunyai naluri hewani saja, di mana individu tadi mempunyai kecenderungan untuk hidup terus atau mati. Hidup terus berarti membangun, mencari prestasi, dan keinginan untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Hidup psikis janin sebelum lahir dan bayi yang baru dilahirkan terdiri dari Id saja. Dan Id itu menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih lanjut. Di dalam Id inilah, prinsip kesenangan/ pleasure principle masih sangat berkuasa. Inti utama dari kecenderungan Id adalah menuntut agar apa yang diinginkannya dapat diperoleh dengan segera. Id berisi hal-hal yang dibawa sejak lahir seprti libido seksualitas dan termasuk juga instink-instink organisme. b.

The Igo (Das Ich) Adalah aspek psikologis karena adanya kebutuhan sinkronisasi antara

kebutuhan Id dengan realitas dunia eksternal. Ego merupakan komponen kepribadian yang bertugas sebagai eksekutor. Ego terbentuk melalui diferensiasi dari Id karena setiap manusia selalu mempunyai kontak dengan dunia luar. Sistem kerjanya memakai prinsip realistic karena struktur keperibadian ini memang bersentuhan langsung dengan realitas eksternal . Ego mengatur interaksi dan transaksi antara dunia internal individu dengan realiitas eksternal. Untuk melaksanakan tugas itu. Ego memiliki tiga fungsi, yaitu reality testing, identify dan defense mechanism. Reality testing adalah kemampuan utama Ego, yaitu untuk mempersepsi realitas. Kemudian Ego akan menyesuaikan diri sedemikian rupa agar dapat menguasai realitas tersebut. Identify adalah fondasi kepribadian. Identitas

10

terbentuk sejak awal kehidupan, mengalami krisis di masa remaja, dan terus berkembang dalam perjalanan hidupnya. Pembentukan identitas terjadi melalui interaksi individu dengan orang - orang yang penting dalam kehidupannya. Ego bertugas untuk mempertahankan kepribadian manusia itu sendiri untuk menjamin penyesuaian dengan alam sekitarnya. Selain itu, Ego dapat dipakai dalam memecahkan masalah pribadi orang tersebut, khususnya bila terjadi konflik dengan dunia realitas atau bila terdapat ketidak-sesuaian antara keinginan yang tidak sinkron secara internal. Ego juga berfungsi mengadakan sintesa dan selalu menyesuaikan diri dengan realitas hidup (reality principle). c.

Super ego (Das Ueber Ich) Adalah aspek sosiologis yang dibentuk melalui jalan internalisasi dalam upaya

menekan dorongan Id. Superego artinya larangan-larangan atau norma-norma yang berasal dari luar (khususnya melalui aturan yang diperoleh dari orang tua, pengasuh, guru, ulama dan mereka yang dihormati dalam masyarakat) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dan seolah-olah dihayati dari dalam. Superego merupakan kekuatan moral dan etik dari kepribadian. Superego merupakan struktur kepribadian (bagian dari dunia internal) yang mewakili nilai - nilai realitas eksternal. Superego memakai prinsip idealistic (idealistic principle) , yakni mengejar hal- hal yang bersifat moralitas. Superego mendorong individu untuk mematuhi nilai - nilai yang berlaku di realitas eksternal. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik antara individu dengan realitas eksternal. Superego diibaratkan sebagai polisi internal yang mendorong kita untuk tidak melanggar nila i dan norma yang berlaku dalam realitas eksternal, dengan atau tanpa orang lain yang mengawasi Superego merupakan dasar hati nurani/ moril, dan memainkan peran sensor/ Censoring principle dalam hidup kita. Apabila terjadi konflik antara keinginan seseorang (yang umumnya menginginkan pemuasan segera, akibat dorongan dari id) dengan norma yang ada dalam masyarakat, maka superego akan berusaha untuk memberi peringatan. Dengan demikian, suatu saat seornag individu dapat saja merasakan emosi-emosi seperti

11

rasa bersalah, rasa menyesal, cemas dan lain-lain. Misalnya: apabila ia mencontek, ia merasakan sesuatu yang tidak nyaman dan merasa bersalah. Dalam pembentukan Superego, menurut Freud: Proses terbentuknya ‘Oedipus-Complex’ memainkan peranan yang besar.

Gambar 2.1 Skema Ego, Superego dan Id 6 2.6 Penggunaan Ego Sebagai Mekanisme Pertahanan Energi Id akan meningkat karena rangsangan sehingga menimbulkan ketegangan atau pengalaman yang tidak menyenangkan dan menguasai ego agar bertindak secara konkrit dalam memenuhi rangsangan tersebut sesegera mungkin. Di sisi lain super ego berusaha untuk menentang dan menguasai ego agar tidak memenuhi hasrat dari id karena tidak sesuai dengan konsep ideal. Dorongan Id yang primitive tersebut bersifat laten pada alam bawah sadar sehingga tidak akan mengendor selama tidak memiliki objek pemuas. Pada taraf-taraf tertentu dorongan ini bisa menjadi destruktif dengan penyimpanganpenyimpangan perilaku.3,5 Ego berada di tengah-tengah antara kebutuhan biologis dan norma. Ketika terjadi konflik, ego menjadi terjepit dan terancam. Perasaan ini disebut kecemasan, sebagai tanda bagi ego bahwa sedang berada dalam bahaya dan berusaha untuk terus bertahan

12

Ada tiga jenis kecemasan tersebut : a. Kecemasan realistic, contohnya melihat ular berbisa di hadapan b.Kecemasan moral, ancaman yang dating dari dunia super ego yang telah terinternalisasi. Contohnya rasa malu, rasa takut mendapat sanksi dan rasa berdosa c. Kecemasan neurotic, perasaan takut yang muncul karena pangaruh dari Id. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan Id dan super ego, namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara inilah yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri atau mekansime pertahanan ego.6 2.7

Pengertian Mekanisme Pertahanan Menurut Sigmund Freud, mekanisme pertahanan ego bersumber dari bawah sadar

yang digunakan ego untuk mengurangi konflik antara dunia internal seseorang dengan realitas eksternal. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan ego untuk menunjukkan proses tidak sadar yang melindungi individu dari kecemasan pemutarbalikkan kenyataan.1-4 Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya. Mekanisme pertahanan ego hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Dalam istilah psikoanalitik yang dikemukankan Freud, istilah mekanisme pertahanan ego cenderung dikonotasikan negatif. Mekanisme ini dianggap maladaptis dan patologis. Namun setelah berkembangny ego psychology, konsepsi mengenai mekanisme pertahanan ego telah berubah. Menurut teori ini, ego defense merupakan mekanisme psikis yang kita perlukan untuk adaptif dengan relaitas eksternal. Bila

individu

menggunakan

mekanisme

pertahanan

sesuai

dengan

tahapan

perkembangannya, maka dikatakan individu tersebut menggunakan mekanisme

13

perthanan yang matang. Bila individu menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak efektif dan tidak sesuai dengan tahapan perkembangannya, dikatakan individu tersebut menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak matang. 2.8

Fungsi Mekanisme Pertahanan Mekanisme pertahanan digunakan sebagai pertahanan diri dalam menghadapi

realitas eksterna yang penuh tantangan. Jika realitas eksterna menuntut terlalu banyak, melebihi kapasitas diri untuk mengatasinya, maka kepribadian akan mengaktifkan defense mechanism. Begitu pula sebaliknya, bila hasrat dan dorongan dari dalam diri terlalu kuat, dan bila dorongan itu akan mengancam keharmonisan relasi individu dengan realitas eksternal, maka defense mechanism akan diaktifkan untuk meredamnya. 6 2.9

Klasifikasi Mekanisme Pertahanan

Berdasarkan buku Kaplan, mekanisme pertahanan ego dikelompokkan menjadi 4 menuru, yaitu matur, immature, dan neurotik dan narsistik-psikotik 8 a. Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Matang(Vaillant) 

Mekanisme ini merupakan mekanisme yang sehat dan adaptif yang terjadi dalam proses kehidupan. Mekanisme ini sangat adaptif secara social dan berguna dalam integrasi kebutuhan personal, kebutuhan social dan relasi interpersonal. Ada beberapa tipe mekanisme defense matur yaitu:

1)

Sublimasi Sublimasi adalah mekanisme yang mengubah atau mentrasformasikan dorongan

- dorongan primitive yang destruktif , baik dorongan seksual dan agresi, menjadi dorongan yang sesuai dengan norma dan budaya yang berlaku di realitas eksternal serta memiliki makna yang konstruktif. Misalnya: dorongan seksual diubah menjadi dorongan kreatif untuk menghasilkan karya seni; dorongan agresi diubah menjadi daya juang untuk mencapai suatu tujuan. 8

14

2)

Kompensasi Kompensasi merupakan upaya untuk mengatasi suatu kekurangan dalam suatu

bidang dengan cara mengupayakan kelebihan di bidang lain secara sadar. Misalnya: seseorang yang tidak memiliki prestasi akademik yang baik memiliki prestasi olahraga yang sangat baik. 3)

Supresi Supresi merupakan satu - satunya mekanisme pertahanan ego yang dilakukan

secara sadar. Dalam beberapa literature, mekanisme supresi dianggap sebagai coping karena mekanisme ini dilakukan secara sadar oleh individu tersebut. Supresi merupakan upaya peredaman kembali suatu dorongan libidinal (dorongan Id) yang berpotensi konflik dengan realitas eksternal. 8 Peredaman dorongan ini dianggap telah melalui suatu pertimbangan rasional. Contoh: salah seorang teman Anto menyinggung dan membangkitkan amarah dan dorongan agresinya. Namun, Anto meredam kembali dorongan untuk bertindak agresi secara impulsif karena akan mengakibatkan dampak yang serius pada relasi saya dengannya. Kemudian, Anto memilih untuk mengungkapkan perasaan secara asertif di waktu yang lebih tepat. 4)

Humor Melalui humor, seseorang dapat mengubah penghayatan akan suatu peristiwa

yang tidak menyenangkan menjadi menyenangkan. Humor juga dapat berfungsi menyalurkan agresivitas tanpa bersifat destruktif. Misalnya: menertawakan diri sendiri ketika apa yang dikehendaki tidak tercapai.

15

5) Antisipasi Merupakan antisipasi secara realistic atau merencanakan masa depan dikarenakan rasa tidak tenang secara internal diri. Hal ini dapat dicontohkan dengan perencanaan yang berlebih, dan antisipasi terhadap semua kemungkinan yang bisa terjadi dari hal tersebut8 6) Altruism Melakukan tindakan yang menguntungkan orang lain untuk mewakili rasa senang dan kepuasan bagi dirinya sendiri. Contohnya orangtua yang anaknya meninggal karena terkena kanker ovarium. Selama masa berbelasungkawa, pasien mendonasikan sejumlah besar uang kepada komunitas yang peduli terhadap kanker ovarium untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan tanda & gejala dari kanker tersebut.

b. Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Tidak Matang (Immature) 

Mekanisme defense ini cukup umum ditemukan pada masa remaja awal dan pada gangguan kejiwaan di orang dewasa. Mekanisme ini biasanya timbul karena ada ansietas terkait dengan intimasi dan kehilangan. Hal ini biasanya akan membaik seiring dengan membaiknya relasi interpersonal dan meningkatnya kematangan kepribadian orang tersebut. 8 Tipe defense imatur yaitu :

1) Introyeksi Mekanisme ini dilakukan dengan cara mengambil alih suatu ciri kepribadian yang ditemukannya pada orang lain. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan struktur kepribadian pada orang yang bersangkutan. Contoh: dalam beberapa organisasi tertentu, senior seri ng memberikan tekanan psikis yang sangat berat kepada anggota baru. Dalam kondisi stress berat, anggota baru tersebut akan lebih mudah mengintroyeksikan tindakan seniornya ini. Untuk

16

perlindungan diri, para anggota baru tersebut mengubah salah satu struktur kepribadiannya, serupa dengan senior yang menyiksanya. 2)

Regresi Regresi artinya mundur secara mental dari suatu tahap perkembangan. Hal ini

dilakukan karena seseorang tidak sanggup atau mengalami kesulitan untuk maju ke tahap perkembangan selanjutnya. Misalnya: seorang bapak paruh baya yang tidak merasa dengan dirinya yang semakin tua, kembali ke fase phallic. Sehingga ia akan menunjukkan kegenitan dan seductiveness. 3) Blocking Digunakan bila seseorang tidak dapat mengatasi emosinya dengan penyangkalan dan represi; dengan demikian fungsinya dihentikan dan dihadang. Mekanisme ini praktis selalu bersifat patologik; misalnya frigiditas sebagai mekanisme defensi terhadap hal ihwal seksual, pasitivitas yang ekstrim pada orang yang sebenarnya sangat bermusuhan atau sangat takut. Emosi yang dihadang demikian dapat disalurkan terhadap obyek atau situasi lain yang tampaknya tak bersangkut paut 4) Acting Out Sebuah usaha untuk melarikan impulse yang dimiliki, meskipun itu tidak layak secara social dalam upaya untuk mencegah supresi dari ansietas tersebut. Contohnya : seorang pria tidak suka untuk pergi ke therapist, kemudian pria tersebut mengatakan bahwa dia “lupa” 5) Somatisasi Konversi defensif yang cenderung merubah impulse menjadi gejala fisik yang sebetulnya tidak nyata. Hal ini dilakukan untuk menghindari diri dari ansietas berlebih.

17

c. Narcissistic-Psychotic Defenses 

Mekanisme defense ini umumnya merupakan bagian dari proses psikotik, akan tetapi bisa juga terjadi pada anak-anak, dewasa atau fantasi. Mekanisme ini membahas dentang avoidans, negating dan mengganggu realita. 8

1)

Denial Denial merupakan suatu mekanisme dengan menyangkal bahwa suatu peristiwa

sungguh-sungguh terjadi. Hal ini dilakukan karena tidak sang gup menerima kenyataan tersebut. Contoh : Wanita yang sudah dijadwalkan untuk dilakukan biopsy payudara mendadak membatalkan janjinya karena dia percaya bahwa dirinya sehatsehat saja. 2) Proyeksi Proyeksi merupakan mekanisme di mana seseorang secara psikis menolak dan mengeluarkan bagian diri yang tidak dikehendakinya. Bagian yang tidak dikehendaki ini tampil pada orang lain. O rang yang melakukan proyeksi tidak dapat mengenali tampilan yang dilihatnya pada orang lain sebagai bagian dari dirinya. Contoh: seseorang yang tidak mengenal hasrat seksual yang bergejolak dalam dirinya akan melihat kebanyakan orang lain berpikir dan bertingkah laku porno.

d. Mekanisme defense neurotik 

Mekanisme defense ini umum terjadi pada orang normal tetapi juga bisa terjadi pada orang dengan gangguan neurosis. Fungsi dari mekanisme ini adalah untuk meredakan efek distress yang biasanya terekspresi dalam perilaku neurotic. Pada beberapa keadaan tertentu, mekanisme ini dapat beradaptasi dan mampu diterima secara sosial.

18

1)

Represi Represi adalah upaya meredam suatu dorongan libidinal yang berpotensi

konflik dengan realitas eksternal. Yang membedakannya dengan supresi adalah represi dilakukan tanpa membiarkannya sadar terlebih dahulu. Oleh karena dorongan yang diredam ini tidak melalui kesadaran, orang yang bersangkutan tidak mungkin mengolahnya secara rasional. Contoh: seseorang yang kurang asertif mungkin akan lebih sering mengggunakan represi untuk meredam kemarahan dan agresivitanya ketika ia tidak berani menolak hal- hal yang tidak disukainya. Dari luar kelihatan sabar, tetapi diketidaksadarannya dipenuhi gejolak amarah. Dibutuhkan energi psikis yang lebih besar untuk melakukan represi dibandingkan dengan supresi. Hal ini dapat menyebabkan kepribadian melemah. Saat kepribadian semakin lemah, represi yang dilakukan semakin tidak efektif. Dorongan yang hen dak diredam seringkali lolos dengan berbagai cara. Misalnya: fenomaslip of the tongue , yaitu ketika suatu ucapan yang netral menjadi agresif ataupun porno. Fenomena latah juga termasuk di dalamnya. Orang yang sungguh - sungguh latah akan mengucapkan kata - kata porno saat ia latah. 2) Reaksi Formasi Reaksi formasi merupakan suatu upaya melakukan hal yang sebaliknya untuk melawan suatu dorongan internal yang dapat menimbulkan konflik. Contoh: seorang yang memiliki hasrat seksual yang tinggi berlaku seolah-olah dia sangat membenci segala sesuatu yang berbau seks. 3) Rasionalisasi Rasionalisasi adalah upaya mendistorsikan persepsinya akan suatu realitas. Pikiran akan memberikan alasan- alasan yang kelihatannya masuk akal. Hal ini dilakukan agar suatu kenyataan yang semula berbahaya dan dapat mengguncang kepribadiannya, menjadi lebih mudah diterima.

19

Misalnya: bagi seorang yang self-esteem nya rapuh, penolakan cinta dari lawan jenis akan mengguncang kepribadiannya. Orang yang bersangkutan kemudian melakukan rasionalisasi dengan mendistorsikan kenyataan. Dia beranggapan bahwa lawan jenis tersebut menolaknya karena merasa tidak layak untuk menjadi kekasihnya. 8 4) Isolasi Isolasi merupakan suatu cara untuk meredam suatu aspek yang dianggap paling berbahaya. Akibatnya, kepribadian menghayati pengalaman tersebut secara parsial tidak utuh. Seorang yang harmonis dengan realitas eksternal dapat menghayati pengalaman hidupnya secara utuh. Keutuhan itu dapat dilihat dari aspek kognitif (pikiran), afektif (perasaan) dan konatif (tingkah laku). Misalnya: ketika seorang mendapat bonus gaji, orang tersebut akan memikirkan hal - hal yang menyenangkan. Perasaan akan gembira dan wajahnya berseri- seri pada hari itu. Pada orang yang melakukan isolasi, contoh: seseorang yang tidak sanggup menerima kenyataan bahwa orang yang paling dikasihinya meninggal tidak merasa sedih dan tidak menunjukkan kesedihan. Yang ada hanyalah perasaan hampa. Sesungguhnya kesedihan yang dialami orang tersebut sangat besar, lebih besar dari yang sanggup ditanggungnya sehingga ia memendamnya. Hal ini tidak sehat karena akan mengganggu kepribadian di masa yang akan datang. 5) Intelektualisasi Mekanisme ini terlalu menonjolkan aspek inteleknya secara berlebihan. Tujuannya untuk mengkompensasi bagian kepribadian lain yang kurang. Contoh: seorang yang kurang terampil menjalin relasi sosial yang hangat dengan orang lain, memperlihatkan upaya yang terlalu besar untuk menonjolkan kepintarannya.

20

6)

Displacement Displacement dilakukan dengan cara mengganti objek yang menjadi

sasaran kemarahan. Misal: seseorang sangat marah terhadap atasannya karena penghinaan yang dilakukan sang atasan. Namun, karena tidak mungkin melampiaskan ke marahannya, dia mengalihkan dorongan tersebut kepada orang lain. Misalnya kepada bawahannya yang mungkin hanya melakukan kesalahan kecil. 7) Controlling Usaha berlebihan untuk meregulasi dari situasi dan memegang control dari lingkungan untuk meredakan ansietas dan menyelesaikan masalah konflik internal dari individu tersebut.

e. Mekanisme Pertahanan Ego yang Tergolong Primitif (Archaic) 1) Splitting Splitting adalah mekanisme yang dilakukan bayi untuk memudahkannya menangani berbagai pengalaman yang dialaminya. Splitting membagi suatu objek atau pengalaman menjadi dua, yakni baik dan buruk. Mekanisme ini tidak mampu melihat daerah abu- abu´ di antaranya. Secara primitif, hal yang menyenangkan akan dihayati baik sedangkan yang tidak menyenangkan akan dihayati tidak baik. 8 Semakin tumbuh dan kepribadian semakin matang, spiltting jarang dilakukan. Mekanisme pertahanan ini biasanya dilakukan oleh orang dengan gan gguan mental yang berat (sering terlihat pada borderline personality disorder. Contoh : Seorang wanita berkata pada dokternya,”hanya dokter dan perawat disini yang peduli terhadap saya, dokter di tempat lainnya tidak peduli dan sangat tidak sabar terhadap saya”.

21

2) Projective Identification Defense mechanism ini jarang ditemui pada kepribadian yang cukup matang. Mekanisme ini akan lebih sering ditemukan dalam kepribadian yang sangat terganggu, misalnya pada pasien skizofrenia. 3) Primitive Idealization Mekanisme ini dilakukan untuk mempertahankan harga diri mendasarnya (basic self-esteem) ketika mengalami ancaman. Hal ini dilakukan dengan mengidealisasikan orang lain dan kemudian mengembangkan kesatuan dengan orang tersebut. Orang yang diidealisasikan akan dipandang sepenuhnya memiliki nilai - nilai positif dan tidak memiliki nilai - nilai negatif sama sekali. Fantasi kesatuan dengan orang tersebut akan membantu menambal harga diri yang terluka. Contoh: seseorang perempuan yang semasa keciln ya tidak pernah mendapat kasih sayang dari orangtua, kemudian mengidealisasikan suaminya. Suaminya dianggap sangat sempurna walaupun kenyataannya sangat kontras dengan idealisasinya tersebut. 4)

Manic Defense Mekanisme pertahanan ego ini dikembangkan oleh Melanie Klein.

Menurut Klein, setiap orang memiliki dua posisi mental. Pertama adalahparanoid- schizoid position, di mana seseorang merasa terpisah dari orang lain. Dia tida dapat menghargai sepenuhnya keberadaan orang lain. Orang lain dipandang sebagai objek - bukan subjek. Orang lain dipandang sebagai ancaman bagi diri atau sarana pemuas kebutuhan semata. Posisi kedua adalahdepressive position, yaitu ketika seorang sepenuhnya menyadari keberadaan orang lain dan memiliki ketergantungan terhadap mereka. Memandang orang lain sebagai subjek yang juga memilikperasaan dan pengalaman - pengalaman manusiawi yang serupa. Menurut Klein, kita beralih dari satu posisi ke posisi yang lain. Saat berada dalam posisi paranoid -skizoid

22

kita cenderung menyakiti orang, baik den gan tindakan aktual maupun khayalan. Saat berada dalam posisi depresi, kita menyadari bahwa kita telah menyakiti orang lain. Kesadaran ini menimbulkan perasaan bersalah dan takut kehilangan orang tersebut. Pada manic defense, seseorang menyangkal bahwa ia sangat tergantung pada orang yang dilukainya. Ia menyangkal takut kehilangan orang tersebut atau menyangkal telah melakukan hal yang merugikan orang tersebut. mekanisme manic defense bersikukuh pada fantasi bahwa ia akan tetap bahagia seorang diri dan tidak membutuhkan orang lain. 5) Undoing Undoing adalah upaya simbolik untuk membatalkan suatu impuls yang telah terwujud

menjadi tingkah laku. Hal ini biasanya dilakukan dengan

melakukan ritual tertentu.Contoh: seseorang tidak dapat menahan diri untuk melakukan masturbasi. Kemudian dia menyesal dan melakukan upaya untuk membersihkan pelanggaran yang dia lakukan dengan suatu ritual, misalnya mandi dan mencuci tangan. Hal ini akan berulang kali dilakukannya bila dia mengulang perbuatan masturbasi.

2.10 Perbedaan coping dan mekanisme defensi Mekanisme defensi dan strategi coping merupakan 2 proses adaptasional yang berbeda. Kedua hal tersebut mampu dibedakan secara jelas berdasarkan basis dari proses psikologi yang terlibat, tetapi tidak dengan hubungan keluaran dari hal-hal tersebut. Kriteria yang secara kritikal membedakan antara mekanisme defensi dan strategi coping adalah status kesadaran/tidak sadar dan proses secara sengaja/tidak sengaja dari suatu hal. 9 Mekanisme defensi adalah mekanisme mental yang merubah suatu persepsi dan berfungsi sebagai proteksi terhadap orang tersebut dari ansietas yang berlebih, baik sumber ansietas tersebut berasal dari persepsi eksternal yang mengganggu ataupun

23

adanya gangguan pada status psikologi secara internal (seperti keinginan, dorongan, atau ketakutan) 7 Mekanisme defensi juga merupakan proteksi terhadap gangguan psikologi inner state. Karena mekanisme defensi memiliki fungsi yang sama dengan mekanisme copying yaitu berfungsi untuk melindungi individu dari konsekuensi emosional yang kurang menguntungkan. Mekanisme coping melibatkan kesadaran, tindakan yang bertujuan sementara proses mekanisme defensi terjadi tanpa adanya kesadaran. Mekanisme copying dilakukan dengan maksud mengelola atau memecahkan situasi masalah, sementara mekanisme defensi terjadi tanpa ada unsur kesengajaan yang sadar. Parker & Endler pada tahun 1996 menjelaskan bahwa kebingungan antara 2 hal ini mulai pada tahun 1960 saat beberapa mekanisme adaptif defensive seperti sublimasi mulai dilabel sebagai aktifitas coping. Haan pada tahun 1977 juga menjelaskan tentang sublimasi dimasukan sebagai mekanisme coping padahal awalnya sublimasi selalu termasuk dalam mekanisme defensi. 9 2.11 7 Pillar dalam mekanisme defensi Siegmun Freud menjelaskan dam membagi mekanisme defensi dalam 7 Pillar utama 6 yaitu 1) Mekanisme defensi merupakan operasi kognitif yang bekerja diluar dari kesadaran a. Proses mekanisme defensi terjadi didalam alam bawah sadar dari manusia dan hal ini terjadi secara spontan dan tak bertujuan secara sadar dari individu tersebut. Mekanisme defensi merupakan mekanisme autoproteksi emosional dari tiap individu manusia. 2) Terdapat kronologi dari pembentukan mekanisme defensi a. Pada waktu awal kehidupan, denial merupakan mekanisme defensi utama. Saat masa kanak-kanak, projeksi yang mendominasi dan pada

24

saat remaja akhir, identifikasi yang mendominasi. Setiap mekanisme defensi memiliki riwayat development nya masing-masing. 3) Defensi merupakan hal yang normal dari fungsi sehari-hari. a. Pengunaan defensi yang matur akan mendukung fungsi individu yang sukses, sebaliknya, penggunaan defensi yang imatur akan berelasi dengan fungsi individu yang kurang baik 4) Dalam kondisi stress, penggunaan mekanisme defensi akan meningkat a. Fungsi utama dari mekanisme defensi adalah untuk melindungi orang tersebut dari ansietas berlebih, kehilangan harga diri dan efek negative lainnya. 5) Defensi yang digunakan dalam kondisi stress akan mereduksi pengalaman dalam kesadaran dari ansietas ataupun efek yang negative dari stress tersebut a. Penggunaan mekanisme defensi memang betul dibutuhkan dalam kondisi stress. Dua orang anak yang di wawancara setelah kejadian yang mengakibatkan temannya meninggal dunia. Anak yang menggunakan mekanisme defensi yang lebih banyak dan lebih matur akan lebih terproteksi dari kesedihan psikologis. 6) Penggunaan defensi akan berelasi dengan proses alam bawah sadar yang berasosiasi dengan kesadaran emosional a. Setiap penggunaan stress-induced defense akan memicu aktifasi dari susunan saraf otonom yang akan menimbulkan efek secara fisik 7) Penggunaaan mekanisme defensi berlebih dan imatur serta defensi yang kurang sesuai dengan usia akan berasosiasi positif dengan psikopathologi a. Penggunaan mekanisme defensi memiliki tujuan untuk memberikan proteksi terhadap ansietas berlebih dan atau kehilangan harga diri merupakan hal yang adaptif. Akan tetapi penggunaan defensi yang berlebih akan menjadikan defensi sebagai suatu karakter. Aksi repetitif pada banyak keadaan berbeda ataupun menggunakan defensi yang tidak sesuai akan mengarah untuk adanya psikopatologi pada individu tersebut. 6

25

BAB III KESIMPULAN

Manusia merupakan makhluk yang tertinggi tingkat perkembangannya sehingga suatu pendekatan terhadap manusia harus menyangkut semua unsur baik organik, psikologik dan sosial. Begitu pula halnya dengan mekansime pertahanan diri, manusia memiliki berbagai macam bentuk. Semua mekansime pertahanan ini dimaksudkan untuk mempertahankan keutuhan pribadi dan digunakan dalam berbagai tingkat dengan bermacam-macam cara. Status internal manusia selalu diselimuti dengan kecemasan sebagai produk dari konflik antar struktur kepribadian yaitu Id, Ego dan Super ego. Kemudian status internal tersebut bermanifestasi ke dalam perilaku kongkrit yang tercermin dalam suatu mekansime pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan Id dan super ego, namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara inilah yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri atau mekansime pertahanan ego. Mekanisme pertahanan dapat dianggap normal dan diperlukan, kecuali bila digunakan secara sangat berlebihan sehingga mengorbankan efisiensi penyesuaian diri dan kebahagiaan individu dan kelompok. Perlu diwaspadai bahwa dengan hanya mengamati satu macam tindakaan belum berarti bahwa perilaku tersebut sudah merupakan suatu jenis pembelaan ego. Tindakan tersebut perlu dipertimbangkan juga kepribadian orang tersebut dan memotivasinya.

26

DAFTAR PUSTAKA 1. Freud, A. (1965). The ego and the mechanisms of defense. New York: International Universities Press. 2. Vaillant (Ed.) Ego mechanisms of defense: A guide for clinicians and researchers. (pp 127-158). Washington, DC: American Psychiatric Press. 3. Cramer, P. (1991a). The development of defense mechanisms: Theory, research and assessment. New York: Springer-Verlag. 4. Cramer, P. (1999a). Ego functions and ego development: Defense mechanisms and intelligence as predictors of ego level. Journal of Personality, 67, 735-760. 5. Bond, M. (1992). An empirical study of defensive styles: The Defense Style Questionnaire. In G.E. 6. Cramer, P. (2008). Seven Pillars of Defense Mechanism Theory. Social and Personality Psychology Compass, 2(5), pp.1963-1981. 7. Costa, P.T., Sommerfield, M.R., & McCrae, R.R. (1996). In M.Zeidner & N.S. Endler (Eds.) Handbook of coping: Theory, research, applications. (pp 44 - 61). Oxford, England: John Wiley & Sons 8. Lubis, B. (2010). Buku Ajar Psikiatri FKUI. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, pp.36-46. 9. Bond, M., Perry, J.C., Gautier, M., Goldenberg, M., Oppenheimer, J., & Simand, J. (1989). Validating the self-report of defense styles. Journal of Personality Disorders, 3, 101-112.

27

Related Documents


More Documents from "youngarien"

Copying Mechanism
October 2019 18
Referat Obgyn.docx
October 2019 33
Lapkas Epipelsi Intractable
October 2019 26
Status Mental.docx
October 2019 23
Referat Amenorea
October 2019 19