Referat Astigmatisma.docx

  • Uploaded by: Fernando Chris
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Astigmatisma.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,087
  • Pages: 16
Referat

ASTIGMATISME

Oleh: Flinka Feronika Keles

17014101221

Daryl Glenn Taliwongso

17014101199

Ezra Louis P. Sumampouw

17014101020

Revangga Haezar Thios

17014101284

Masa KKM 28 Januari – 24 Februari 2019

Supervisor Pembimbing dr. Laya Rares, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2019

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul “ASTIGMATISME” telah dikoreksi. disetujui, dan dibacakan pada

Februari 2019

di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Mengetahui, Supervisor Pembimbing

dr. Laya Rares, Sp.M

1

ASTIGMATISME Kelaianan refraksi merupakan salah satu penyebab dari adanya gangguan penglihatan. Secara global, kelainan refraksi yang tidak dikoreksi merupakan penyebab terbanyak dari gangguan penglihatan sebesar 43%. Kelainan refraksi juga menyebabkan kebutaan sebesar 3% di seluruh dunia.1 Kelainan refraksi (ametropia) merupakan keadaan optik di mana berkas paralel cahaya pada keadaan tanpa akomodasi tidak dapat difokuskan pada lapisan sensitif cahaya retina. Terdapat beberapa jenis ametropia yaitu miopia, hipermetropia, astigmatisme dan presbiopia. Jenis ametropia ini dibedakan berdasarkan gangguan spesifik yang terjadi dan tempak cahaya nantinya difokuskan (di depan atau belakang lapisan sensitif cahaya retina, pada satu atau dua meridian). Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai kasus kelainan refraksi berupa astigmatisme.2,3 Astigmatisme merupakan keadaan di mana refraksi tanpa adanya akomodasi terjadi bervariasi pada beberapa meridian pada mata sehingga titik fokus tidak dapat terbentuk pada retina. Pada keadaan ini mata akan menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multipel sehingga akan mengakibatkan penglihatan menjadi kabur sampai berbayang.4,5 Pada penelitian di RSUP Prof Dr. R. D. Kandouw Manado tahun 2016 didapatkan 17,9% dari pasien dengan kelainan refraksi merupakan pasien dengan diagnosis astigmatisme. Dalam studi ini kasus astigmatisme lebih sering

2

ditemukan pada perempuan (420 pasien) dibandingkan laki-laki (222 pasien) dan lebih sering pada kelompok usia 40-65 tahun (55,9%).1

2.1

Definisi Terminologi astigmatisme berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti

tanpa satu titik (‘a’ yang berarti ketiadaan dan ‘stigma’ yang berarti titik). Astigmatisme merupakan kondisi di mana berkas cahaya paralel tidak direfraksikan dengan sama pada semua meridian. Mata astigmatisme bisa dianggap berbentuk seperti bola rugby yang tidak memfokuskan sinar pada satu titik tapi titik multipel. Astigmatisme miopia simplek merupakan keadaan di mana satu meridian utama jatuh tepat di retina (emetropia) dan yang lainnya jatuh di depan retina (miopia).6

2.2

Anatomi Mata merupakan organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita.

Bentuknya hampir bulat dan pada saat lahir memiliki diameter anteroposterior sekitar 17,5 mm dan mencapai sekitar 24 mm pada orang dewasa. Volume bola mata kira-kira 7 cc. Ruang antara mata dan rongga orbita ditempati oleh jaringan lemak. Dinding tulang dari orbita dan jaringan lemak membantu melindungi mata dari cedera.2,4

3

Gambar 1. Anatomi internal mata.7 Pada kasus astigmatisme penyebab umum adalah kelainan bentuk pada kornea. Terkadang ada beberapa kasus dapat dijumpai astigmatisme di mana struktur yang berperan merupakan lensa kristalin.3,5 Kornea merupakan struktur jernih yang trasparan dengan permukaan licin. Diameter kornea pada umumnya 11 – 12 mm. Ketebalan kornea dewasa rata-rata 550 µm di pusatnya. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda yaitu sebagai berikut.2,5 1. Epitel Lapisan ini disusun oleh sekitar lima sampai enam lapisan sel epitel skuamous berlapis dan membentuk sekitar 10% dari ketebalan kornea. Biasanya dapat beregenerasi dalam waktu 7 hari jika rusak.2,7

4

2. Membran Bowman Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih, yang merupakan bagian stroma yang berubah. Membran ini tersusun atas fibril kolagen dan tidak akan beregenerasi bila rusak.2,5 3. Stroma Stroma kornea atau disebut juga substansi propria meyususun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10 – 250 µm dan tinggi 1 – 2 µm di mana diantaranya

terdapat

juluran

sitoplasma

sel

pipih

yang

disebut

keratinosit.7,5 4. Membran Descemet Membran Descemet, yang merupakan lamina basalis endotel merupakan lapisan yang tipis namun kuat. Saat lahir tebalnya sekitar 3 µm dan terus menebal selama hidup, mencapai 10 µm – 12 µm.2,5 5. Endotel Endotel hanya memiliki satu lapisan sel namun lapisan sel ini berperan besar dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Lapisan ini cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan.

5

Gambar 2. Struktur kornea.2

Indeks refraksi kornea 1,37 dan kekuatan dioptrik sebesar + 43 sampai + 45 D. Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagain besar oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari N. Oftalmikus.

2.3

Fisiologi Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk

difokuskan kembali ke sebuah titik peka cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.5

6

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya (misalnya kaca atau air). Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). 5

Gambar 3. Penglihatan pada mata emetrop (normal).4 Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam total pembiasan karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang relatif konstan karena kelengkungan kornea tidak berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh.5

7

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di retina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus saat mencapai retina, bayangan tersebut akan tampak kabur. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, dipergunakan kekuatan lensa yang sesuai. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.5

2.4

Epidemiologi Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. Lima persen

dari pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lakilaki dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia. 1 Pada penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2016 di dapatkan angka kejadian astigmatisme sebesar 17,9% dari total kasus kelainan refraksi. Pada kasus astigmatisme didapatkan bahwa kelompok usia 40-65 tahun merupakan kelompok usia tertinggi yang mengalami astigmatisme sebanyak 359 kasus atau 55,9% dari total kasus astigmatisme. Pada kasus miopia didapatkan jumlah kasus miopia tertinggi didapatkan pada kelompok usia 40-65 tahun dan

8

pada setiap kelompok usia didapatkan perempuan lebih banyak mengalami myopia dibandingkan laki-laki.1

2.5

Etiologi Pada umumnya astigmatisme terjadi akibat adanya kelainan pada lengkung

kornea. Namun, pada bebrapa kasus juga dapat juga terjadi astigmatisme akibat adanya kelainan pada lensa. Kelainan ini dapat ada sejak lahir, diturunkan secara genetik, berkembang seiring dengan bertambahnya usia, atau karena adanya penyakit mata lain ataupun trauma pada mata. Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% sampai dengan 90% dari astigmatisme. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau jaringan parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea. Adanya kelainan pada lensa di mana terjadi kekeruhan pada lensa juga dapat menyebabkan terjadinya astigmatisma. Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisme.5

2.6

Klasifikasi Terdapat beberapa jenis astigmatisme. Berdasarkan posisi garis fokus dalam

retina, astigmatisme dibagi dalam astigmatisme reguler dan astigmatisme

9

irreguler. Pada astigmatisme irreguler titik bias didapatkan tidak teratur. Daya atau orientasi meridian-meridian utamanya berubah sepanjang pupil dan terdapat titik fokus multipel yang menghasilkan gambaran yang sepenuhnya kabur. Pada astigmatisme reguler didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus di mana pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa silindris yang tepat, akan bisa menghasilkan ketajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan yang lain. Bila ditinjau dari letak daya bias, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi dua golongan yaitu Astigmatisme with the rule (bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal) dan againts the rule (Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal. Ditinjau dari letak titik-titik fokus, astigmatisme reguler dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut. 4,5 1. Astigmatisme simpleks Berkas cahaya paralel difokuskan pada retina pada satu meridian dan pada meridian yang lain difokuskan pada depan retina (astigmatisme miopia simpleks) atau pada belakang retina (astigmatisme hipermetropia simpleks).3 2. Astigmatisme compositus Pada jenis ini, berkas cahaya pada kedua meridian sama-sama difokuskan baik pada depan retina (astigmatisme miopia compositus) atau belakang retina (astigmatisme hypermetropia compositus).3

10

3. Astigmatisme mixtus

Berkas cahaya pada satu meridian difokuskan di depan retina dan berkas cahaya pada meridian yang satu difokuskan pada belakang retina. Dengan demikian, pada satu meridian mata bersifat miopik dan pada meridian yang satu hipermetropik.3

Gambar 4. Jenis astigmatisme: astigmatisme miopia simpleks (A); astigmatisme hipermetopia simpleks (B); astigmatisme miopia compositus (C); astigmatisme hipermetropia compositus (D); astigmatisme mixtus.3

2.7

Diagnosis Diagnosis

astigmatisme

dapat

ditegakkan

dengan

anamnesis

dan

pemeriksaan oftalmologi. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala atau keluhan yang dirasakan pasien. Pada umumnya astigmatisme yang kecil tidak memberikan gejala yang akan sampai mengganggu penglihatan atau sampai menyebabkan ketidaknyamanan okular. Namun pada astigmatisme yang lebih berat biasanya dapat menyebabkan ketajaman visual yang buruk. Dapat juga

11

ditemukan adanya kelelahan dan ketegangan pada mata setelah kerja dekat yang singkat serta penglihtan kabur yang berbayang. Pada saat membaca pasien dapat mengeluhkan bahwa huruf-huruf tampak seperti berlari-lari. Selain itu dapat muncul gejala-gejala astenopia di mana mata terasa sakit, adanya nyeri kepala, kelelahan dini dari mata dan terkadang sampai mual atau mengantuk. Sebagai mekanisme

kompensasi

pasien

untuk

melihat,

terkadang pasien

dapat

mengecilkan mata atau memiringkan kepala agar nampak gambaran penglihatan yang lebih jelas.2,3,4 Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan dengan kipas astigmat, retinoskopi, autorefraktor, uji dengan disk Placido dan keratometri atau pemeriksaan topografi korneal lain.3

Gambar 5. Kipas Astigmat; dilihat oleh orang emetrop (A); dilihat oleh orang dengan astigmat (B).3

12

A

B

C

Gambar 6. Disk Placido; pada permukaan kornea normal (A); pada permukaan kornea ireguler (B).

2.8

Penatalaksanaan Kelainan astigmatisme dapat dikoreksi dengan beberapa cara yaitu

penanganan optik dan penanganann dengan koreksi pembedahan. Penanganan optik dapat dilakukan dengan pemberian lensa silinder yang tepat. Kaca mata dengan koreksi keseluruhan kekuatan silinder dan aksis yang tepat dapat digunakan untuk penglihatan jarak jauh dan dekat. Selain dengan kaca mata, penanganan optik dapat dilakukan dengna pemberian lensa kontak. Lensa kontak kaku dapat memperbaiki 2 – 3 dari astigmatisme reguler dan lensa kontak yang lunak dapat memperbaiki astigmatisme kecil, sementar untuk astigmatisme berat harus digunakan lensa kontak. Penanganan dengan pembedahan toric yang dapat dilakukan berupa Astigmatic Keratomy (AK), Photo-astigmatic refractive keratomy (PARK) atau dengan Laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK). Astigmatic Keratomy merupakan tindakan di mana dilakukan insisi pada meridian kornea untuk memperbaiki kelengkungan kornea. PARK dilakukan dengan lase excimer (193

13

nm UV flash) untuk mengubah permukaan kornea. Pada PARK penyembuhan postoperatif lambat dan proses penyembuhan dari defek epitelial dapat menunda kembalinya penglihatan yang baik. Pasien juga dapat merasakan nyeri dan ketidaknyamanan selama beberapa minggu.

LASIK juga menggunakan laser

excimer namun pada proses ini sebelum diberikan laser dibuat flap dengan ketebalan 130 – 160 mikron pada epitel kornea. Pada LASIK nyeri atau ketidaknyamanan post operasi minimal dan kembalinya penglihatan yang baik lebih cepat dibandingkan PARK. Namun LASIK lebih mahal dan membutuhkan skill bedah yang lebih dibanding kan keratomi dan PARK. Juga ada resiko komplikasi terakit dengan flap pada epitel kornea.3

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Kalangi W, Rares L, Sumual V. Kelainan Refraksi di Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juli 2014 – Juli 2016. 2. Widjana N. Refraksi. Dalam : Widjana Nana, editor. Ilmu penyakit mata. Cetakan ke-6; Hal 245-275. 3. American Academy Of Ophtalmology, clinical optics, in Basic Clinical Science Course Section 3, 2005-2006, pp 3-88. 4. Ilyas S. Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta. Balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia. 2005. Hal 10-17. 5. Riordan-Eva P, White OW. Optik dan Refraksi. Dalam : Vaughn DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Editor.Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Penerbit Widya Medika;2000.p.402-406. 6. Kalloniatis M, Luu C. Psychophysics of Vision-Visual Acuity. In : Kolb H, Fernandez E, Nelson R. editors. Webvision The Organization of the Retina and Visual

System.

University

of

Utah.

2005.

Available

at

:

http://webvision.med.utah.edu/KallSpatial.html 7. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.

15

Related Documents

Referat
May 2020 53
Referat Skizoid.docx
April 2020 17
Referat Carotid.docx
November 2019 20
Referat Faringitis.pptx
December 2019 28
Referat Cont.docx
December 2019 26
Referat Hnp.docx
June 2020 17

More Documents from "Nalda Nalda"

Cek List Mata.docx
May 2020 32
13 2-4-2009
December 2019 17
Olympics Unit 08
November 2019 18
Lpcboardminutes-11-2-08a
December 2019 17
Generic Project P&l Template
December 2019 31