RUPTUR GINJAL
I.
PENDAHULUAN Secara anatomis, sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga ekstraperitoneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organ lain. Jika didapatkan cedera organ urogenitalia, harus diperhitungkan pula kemungkinan adanya kerusakan organ lain yang mengelilinginya. Sebagian besar cedera organ genitourinaria bukan cedera yang mengancam jiwa kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim ginjal yang cukup luas dan kerusakan pembuluh darah ginjal(1). Cedera yang mengenai organ urogenitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa trauma tumpul maupun tajam, dan cedera iatrogenik akibat tindakan dokter pada saat operasi atau petugas medik yang lain. Pada trauma tajam, baik berupa trauma tusuk maupun trauma tembus oleh peluru, harus dipikirkan untuk kemungkinan melakukan eksplorasi; sedangkan trauma tumpul sebagian besar hampir tidak diperlukan tindakan operasi(1)
II.
ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yaitu pembuluh darah, system limfatik dan system saraf (1). Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal organ dewasa rata-rata adaah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan(1). Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal, yang melekat pada parenkim ginjal. Diluar kapsul fibrosa terdapat 1
jaringan lemak yang disebelah luarnya dibatasi oleh fasia gerota. Di antara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsula gerota terdapat rongga perirenal.. disebelah kiri ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastase tumor ginjal ke organ sekitarnya. Diluar fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal yang terbungkus oleh peritoneum posterior. (1)
Gambar I. Anatomi ginjal kanan (potongan frontal) (2)
2
Gambar II. Anatomi ginjal kanan (potongan frontal) (2)
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medulla. Korteks ginjal terletak lebih superficial dan didalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal yang terletak lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urine. (1) Ginjal mempunyai beberapa fungsi yaitu (1) : 1. Mengontrol sekresi hormone aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone) yang berperan dalam mengatur jumlah cairan tubuh, 2. Mengatur metabolism ion kalsium dan vitamin D, 3. Menghasilkan beberapa hormone, antara lain: eritropoietin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormone prostaglandin yang berguna dalam berbagai mekanisme tubuh. III.
EPIDEMIOLOGI Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anterior; karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari 3
trauma pada abdomen mencederai ginjal. Cedera ginjal dikaitakan dengan usia muda dan jenis kelamin laki-laki, dengan insiden 4,9 per 100.000 penduduk. (3) IV.
ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME Cedera ginjal dapat terjadi secara (1): a. Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang, b. Tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba didalam rongga retroperitoneum Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk arau luka tembak. Goncangan ginjal didalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain: hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal. (1)
V.
DERAJAT TRAUMA Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi cedera minor, cedera major, dan cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal. Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal dibagi 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupun hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera major (derajat III dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.(1) Tabel I. Penderajatan Trauma Ginjal. (1) DERAJAT
JENIS KERUSAKAN
Derajat I
Kontusio ginjal/hematoma perirenal
Derajat II
Laserasi ginjal terbatas pada korteks
Derajat III
Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin terdapat trombosis arteri segmentalis
4
Derajat IV
Laserasi sampai mengenai system kalises ginjal
Derajat V
Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi thrombosis arteri renalis Ginjal terbelah (shattered)
Gambar III. Grading Trauma ginjal (4)
VI.
DIAGNOSIS a) Gambaran Klinis Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat(1) : 1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu. 2. Hematuria 3. Fraktur costa sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra 4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang 5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas. Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan kerusakan 5
yang terjadi. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopik. Pada trauma major atau ruptur pedikel seringkali pasien datang dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani pemeriksaan IVU karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu harus segera dilakukan eksplorasi laparotomi untuk menghentikan perdarahan. (1) b) Pemeriksaan Radiologi Jenis pencitraan yang diperiksa tergantung pada keadaan klinis dan fasilitas yang dimiliki oleh tempat yang bersangkutan.(1) Banyak penelitian menyebutkan bahwa pasien dengan trauma tumpul dengan hematuria mikroskopik tanpa syok cenderung kurang mengalami cedera ginjal yang parah sehingga tidak diperlukan pemeriksaan radiologi. Pencitraan yang dapat dilakukan pada pasien yang stabil adalah CT-scan.(5) Indikasi pencitraan yang paling luas diterima setelah trauma tumpul abdomen adalah hematuria makroskopik (gross haematuria) atau hematuria mikroskopik ditambah tanda cedera ginjal lain, seperti syok atau luka yang tampak. Hematuria mikroskopik sendiri jarang berkaitan langsung dengan cedera ginjal. Pencitraan pada pasien dengan hematuria mikroskopik diindikasikan bila pasien baru mengalami trauma pada daerah ginjal yang dapat ditemukan beberapa tanda cedera berikut (kontusio/hematoma, fraktur kosta bagian bawah, prosesus transversum atau vertebra torakolumbal). Pada anak yang mengalami trauma tumpul abdomen dan pasien manapun yang mengalami trauma penetrasi harus dievaluasi lebih lanjut meskipun hanya terdapat hematuria mikroskopik.(5) 1) Intravenous Urography Pemeriksaan pencitraan dimulai dari IVU ( dengan menyuntikan bahan kontras dosis tinggi 2 ml/KgBB(1), kontras 60% ionic atau non ionic yang disuntikan secara IV) guna menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal kontralateral. (7) 6
Apabila terdapat dugaan terjadi kebocoran urin, IVU dapat menemukan letak kelainan dan memperkirakan jumlah kehilangan cairan tersebut. Namun, walaupun IVU sangat mudah dan banyak digunakan, harus diingat bahwa IVU memberikan ekspos radiasi yang cukup tinggi sehingga harus dipertimbangkan jika ingin dilakukan pada anak-anak. IVU juga harus diperhatikan pemakaiannya pada orang-orang dengan gangguan fungsi ginjal, nefropati akibat induksi kontras, dan alergi yang mungkin akan sangat berbahaya jika menerima ekspos radiasi(8)
Gambar IV. Terlihat gambar radiografi rupture ginjal spontan. (1) Psoas line kiri terlihat normal (panah hitam), psoas line kanan tidak terlihat (panah merah). (2-3) IVU diambil pada menit ke 15 dan 45, terlihat ekstavasasi meluas di peripelvis dan perirenal(8)
2) Ultrasonografi (USG) Tingkat keparahan pada trauma ginjal sangat beraneka ragam, oleh karena itu terdapat kemungkinan terdeteksi dengan USG. Ada keadaan dimana ruptur ginjal disebabkan oleh trauma langsung, sehingga akan didapatkan darah dan/atau urin yang mengalami ekstravasasi ke perinephric space. Cairan-cairan tersebutlah yang akan diidentifikasi oleh ultrasound. Jika terdapat urin maupun hematoma yang banyak dapat dilakukan drainase secara percutaneus. Penggunaan USG Doppler berwarna juga dapat sangat berguna untuk mendiagnosis ruptur ginjal. Pada pemeriksaan USG Doppler, akan terlihat seperti semburan (jet effect) pada bagian sisi ginjal yang ruptur ketika ada sedikit kompresi oleh urinoma.(8) 7
Gambar V. Penampakan ruptur ginjal spontan. (a,b) terlihat defek berdiameter 4.5 mm pada pelvis renali. (c) penampakan USG Doppler berwarna, terlihat aliran warna pada ginjal yang berhubungan dengan kompresi oleh urinoma(8) 3) CT Scan Sejauh ini CT-Scan adalah modalitas yang paling baik untuk melihat gambaran ruptur ginjal karena informasi yang diberikan berkaitan dengan morfologi dan fungsional ginjal bisa didapatkan dalam satu kali pemeriksaan saja.(9) Pada pasien dengan trauma abdomen, pemeriksaan CT-scan lebih baik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan luas perlukaan dan juga lebih bermanfaat untuk melihat organ retroperitoneum, khususnya ginjal.(10) Gambaran yang mungkin didapatkan pada ruptur ginjal adalah memar atau kontusi ginjal, umunya muncul sebagai gambaran zona focal yang kurang penyangatannya karena ekskresi tubular yang terganggu sementara. Jika terdapat Hematoma intrarenal akan muncul sebagai area yang termarginasi sangat tipis tanpa penyangatan. Untuk Hematoma subscapular biasanya memperlihatkan bentuk lentikular sesuai dengan displacement yang terjadi pada korteks renalis. Jika terdapat perdarahan minor, sisa pendarahan ekstrarenal akan tertahan pada perirenal space dan meluas ke kompartemen-kompartemen retroperitoneal yang saling berdekatan. Laserasi ginjal akan terlihat sebagai sebuah garis atau bentuk irisan (wedge-shape) yang hipodens. “Shattered kidney” adalah laserasi mengelilingi ginjal menghasilkan multiple fragmen.(9) 8
Gambar VI. Tampak ruptur renal bilateral pada pemeriksaan CT-scan potongan axial (dikuti dari Electronic Book of Emergency Radiology) (9)
Gambar VII. Tampak hematoma mengelilingi ginjal kiri dan ekstravasasi material kontras mengindikasikan ruptur renal(9)
9
Gambar VIII. Kontusio renalis dengan hematoma subcapsular (Grade I)(11)
Gambar IX. Hematoma perinephric (Grade II) (11)
10
Gambar X. Laserasi kortikal (Grade III) (11)
Gambar XI. Laserasi system kalises (Grade IV) (11)
11
Gambar XII. Shattered kidney (grade V) (11) VII.
PENATALAKSANAAN Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan untuk melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak memerlukan operasi. Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah(1) a) Konservatif Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urin pada pemeriksaan urine serial.(1) b) Operatif Penanganan operatif pada ruptur ginjal ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya, mungkin dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.(1)
12
VIII.
KOMPLIKASI Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian. Selain itu kebocoran sistem kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urine hingga menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang menimbulkan fistula renokutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau pielonefritis kronis(1)
IX.
PROGNOSIS Dengan follow-up yang dilakukan secara hati-hati, kebanyakan kasus ruptur ginjal memiliki prognosis yang baik, dengan proses penyembuhan yang berlangsung secara spontan dan mengembalikan fungsi ginjal. Pengawasan terhadap excretory urography dan tekanan darah juga dapat menjamin deteksi dan manajemen yang tepat akan kejadian hidronefrosis dan hipertensi.(12)
13
DAFRAT PUSTAKA 1. Purnomo,Basuki B, ed. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto; 2012.p.175-180 2. Velho, Albertina M. Anatomy and physiology series: infrastructure of the kidney. Canterbury : Canterbury Christ Church University.2013. Journal of renal nursing vol 5 no 5 3. Kitrey ND , Djakovic N , et l . EAU guidelines on urological trauma. European Association of Urology. 2016. March. 4. Roriz, D, Abreu, I, et al. Renal Trauma.Journal of European Society of Radiology. 2016. No 1519
5. Muneer, Asif. Genitourinary Trauma, in: Dawson, Chris, and Hugh N Whitfield, eds. ABC of Urology 2nd Edition. United Kingdom: Blackwell Publishing; 2006.p.44-5. 6. Sutton,David, ed. Textbook of Radiology and Imaging 7th Edition Volume II. London: Churcill Livingstone; 2003.p.217,971-6. 7. Brandes, Steven B, McAninch , Jack W. Renal Trauma: A Practical Guide to Evaluation and Management. 2004. The Department of Urology, University of California San Francisco School of Medicine, San Francisco General Hospital, San Francisco, CA 8. Tan,Sinan., Meral Arifoglu, et al, eds. The importance of gray scale and color Doppler ultrasonography in the diagnosis of spontaneous renal pelvis rupture : case report. 2010. Turkish Journal of Urology, 6(4):434-437. 9. Marincek, Borut dan robert F. Dondlinger. Emergency Radiology. [Electronic Book]. Springer; 2007. P. 197-8 10. Frankel, Heidi L. Ultrasound for Surgeons. [Electronic Book]. Texas: Landes Bioscience; 2004. P. 76 11. Lee Young Joon, Oh Nam Soon, et al. Radiologic Clinics of North America. New York: Elsevier Saunders. [Electronic Book]; 2007. P. 581-90 12. Tanagho, Emil A. dan Jack W Mc. Aninch, eds. Smith’s General Urology 17th Edition. [Electronic Book]. USA: McGraw-Hill Companies Inc; 2008. P. 281-8
14