Rangkuman Materi Ibu Wawaimuli .docx

  • Uploaded by: assajadda lizikri
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Rangkuman Materi Ibu Wawaimuli .docx as PDF for free.

More details

  • Words: 13,629
  • Pages: 47
1..PATOFISIOLOGI TERBENTUKNYA DARAH Proses pembentukan sel darah (hemopoiesis) terjadi pada awal masa embrional,sebagian besar pada hati dan sebagian besar pada limpa.Dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung dalam 3 tahap yaitu : a. Pembentukan di saccus vitellinus b. Pembentukan di hati,kalenjar limfe dan limpa c. Pembentukan di sumsum tulang PATOFISIOLOGI DARAH DARAH



Darah merupakan CES, sebagai medium pertukaran zat antar sel didalam tubuh dan lingkungan interna



Darah terdiri komponen sel dan cairan

 

Cairan darah disebut plasma terdiri 91% air dan 9% zat padat Fungsi plasma sebagai medium transport

KOMPONEN PLASMA DARAH  Protein: albumin, globulin,



Faktor pembekuan: fibrinogen, trombin

 

Enzim, hormon



Unsur anorganik: mineral

Unsur organik: lemak netral, fosfolipid, kolesterol, glukosa

KOMPONEN SEL DARAH 1. Eritrosit: transport O2 dan CO2 2. Leukosit: imunitas (fagositosis) 3. Trombosit: hemostasis (pembekuan) HEMATOPOIESIS  Hematopoiesis: proses pembentukan dan pematangan sel darah



Induk sel darah: sel pluripoten

 

Proeritroblas → calon eritosit



Monoblas → calon monosit

 

Meiloblas → calon lekosit bergranula (neutrofil, basofil, eosinofil)

Megakarioblast → calon trombosit

Limfoblas → calon leukosit B dan T



Sel pluripoten → proeritroblas → normoblas basofilik → normoblas polikromatofilik → normoblas ortokromatik → retikulosit →eritrosit



Sel pluripoten → megakarioblas → promegakariosit →megakariosit → trombosit

 

Sel pluripoten → promonosit → monosit

 

Promeilosit → meilosit neutrofilik → metameilosit neutrofilik →neutrofil batang → neutrofil segmen



Sel pluripoten → limfoblas → prolimfosit → pecah jadi 2 macam sel

 

Prolimfosit → bursa ekuivalen → limfosit B → sel plasma

Sel pluripoten → meioblas → promeilosit → pecah jadi 3 macam sel



Promeilosit → meilosit eosinofilik → eosinofil

Promeilosit → meilosit basofilik → basofil

Prolimfosit → timus → limfosit T

PEMERIKSAAN DARAH Hitung sel darah  Eritrosit: 3,6 –5,4 juta /mm3. (polisitemia → diatas normal, anemia → dibawah normal)



Leukosit: 5.000 – 10.000 /mm3, (lekositosis → diatas normal, lekositopenia →dibawah normal)



Trombosit: 150.000 – 350.000 /mm3 (trombositosis → diatas normal, trombositopenia →dibawah normal)

MORFOLOGI SEL DARAH  Anisositosis → menyatakan variasi ukuran sel yang abnormal



Poikilositosis → variasi bentuk sel yang abnormal

 

Polikromasia → eritrosit yang memiliki distribusi warna yang berbeda



Hipokromia → warna pucat, anemia

Normokromia → warna normal, mencerminkan kadar Hb yang normal dalam eritrosit

HEMOGLOBIN  Zat warna darah (dalam eritrosit)

 

Jumlah normal laki-laki : 13,5 – 17,5 g/dl, sedang pada wanita : 12 – 16 g/dl

Jumlah kurang dari normal: anemia Macam hemoglobin: 1. HbA: hemoglobin dewasa normal 2. HbF: hemoglobin fetal 3. HbS: hemoglobin sel sabit 4. Hb: hemoglobin Memphis PEMERIKSAAN DARAH  Hematokrit / volume packed sel: volume darah lengkap yang terdiri dari eritrosit



Normositik: ukuran sel normal



Mikrositik: ukuran sel kecil

 

Makrositik: ukuran sel besar



Retikulosit: eritrosit imatur

Hitung retikulosit: mencerminkan aktifitas sumsum tulang



Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang: untuk memperkirakan dosis kemoterapi dan terapi radiasi pada penderita keganasan hematologik



Analisis sitogenetik perlu untuk diagnosis, pengobatan, respon pengobatan dan potensi remisi (penyembuhan) ERITROSIT  Bentuk lempeng bikonkaf, tidak berinti, dilapisi membran tipis.

 

Jumlah normal eritrosit : 3,6 –5,4 juta /mikro liter.



Umur eritrosit kira-kira 120 hari

Produksi eritrosit dirangsang oleh hormon glikoprotein, eritropoitin (dibuat ginjal)

GANGGUAN ERITROSIT  Anemia: jumlah kurang dari normal



Polisitemia: jumlah eritrosit yang terlalu banyak

 

Anemia bukan diagnosa, tetapi cerminan perubahan patofisiologik Gejala anemia: pucat, tachikardi, bising jantung, angina, iskemia miokard, dispnea, kelelahan

MACAM ANEMIA (KLASIFIKASI MORFOLOGIK)  Anemia normokromik normositik → warna normal (Hb), bentuk normal  Causa: kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis (infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, metastase pd sumsum tulang)  Anemia normokromik makrositik → warna normal (Hb), bentuk besar  Penyebab : defisiensi vit B12, asam folat, kemoterapi kanker  Anemia hipokromik mikrositik: warna kurang (Hb), bentuk kecil  Causa: defisiensi besi, sideroblastik (siderosit: eritosit muda pada sumsum tulang), kehilangan darah banyak, thalasemia (gangguan sintesa globin)  Peningkatan hilangnya eritrosit

1. Perdarahan → trauma, ulkus, polip, keganasan, hemoroid, menstruasi 2. Penghancuran eritrosit (hemolisis) → anemia sel sabit, thalasemia (gangguan sintesis globin), sferositosis (gangguan membran eritrosit), defisiensi enzim (G6PD, piruvatkinase), transfusi, malaria, hipersplenisme, luka bakar, katup jantung buatan



Gangguan produksi eritrosit (diseritropoiesis) 1. Keganasan: metatastik, leukemia, limfoma, meiloma multiple, reaksi obat, zat kimia toksik, radiasi 2. Penyakit kronis: ginjal, hati, infeksi, defisiensi endokrin, defisiensi vit B12, asam folat, vit C, besi

ANEMIA APLASTIK  Anemia aplastik → gangguan pada sel induk di sumsum tulang, produksi sel-nya tidak mencukupi

 

Mengancam jiwa



Pansitopenia



Eritrosit normokromik normositik

Causa: kongenital, idiopatik, virus

Gejala:

 

Anemia: lelah, lemah, nafas pendek

Trombositopenia: ekimosis dan petekie (perdarahan dibawah kulit), epistaksis (mimisan), perdarahan saluran cerna, kemih dan kelamin, sistem saraf



Lekopenia: kerentanan dan keparahan infeksi (bakteri, virus dan jamur) Pengobatan:  Transplantasi sumsum tulang ANEMIA DEFISIENSI BESI  Morfologis: mikrositik hipokromik



Causa: menstruasi, hamil, asupan besi kurang, vegetarian, gangguan absorbsi (gastrektomi), perdarahan (polip, neoplasma, gastritis, varises esofagus, hemoroid)



Gejala: anemi, rambut halus dan rapuh, kuku tipis, rata, mudah patah dan berbentuk seperti sendok (koilonikia), atropi papila lidah, stomatitis



Pengobatan: asupan besi, menghilangkan causa

ANEMIA MEGALOBLASTIK  Morfologis: makrositik normokromik



Causa: defisiensi vitamin B12, asam folat, malnutrisi, malabsorbsi, infeksi parasit (cacing), penyakit usus, keganasan

 

Sumber asam folat: daging, hati, sayuran hijau



Pengobatan: asupan asam folat

Gejala: anemia, glositis (lidah meradang dan nyeri), diare, anoreksia

ANEMIA SEL SABIT  Causa: hemoglobinopati (kelainan struktur) → penyakit genetik autosom resesif



Anemia hemolitik kongenital



Gejala: anemia, infark (penyumbatan),daktilitis (radang tangan, kaki), takikardi, bising, kardiomegali, dekom kordis, stroke, icterus, kolelitiasis



Pengobatan: pencegahan dan simtomatis

POLISITEMIA  Polisitemia → kelebihan eritrosit

 

Polisitemia primer atau vera adalah gangguan meiloproliferatif → yaitu sel induk pluripoten abnormal

Polisitemia skunder terjadi jika volume plasma di dalam hemokonsentrasi) tetapi volume total eritrosit didalam sirkulasi normal

sirkulasi

berkurang

(mengalami

2.. OBAT OBAT YANG DIPERLUKAN UTK ADJUSTMAN DOSIS

Beberapa obat yang memerlukan penyesuaian dosis pada penderita gangguan ginjal antara lain alopurinol, lithium, acyclovir, amantadine, fexofenadine, gabapentin, metoklopramind, ranitidin, rivaroxaban, dan fesoterodine. Beberapa antimikroba yang banyak digunakan yang memerlukan penyesuaian dosis pada penderita gangguan ginjal antara lain cephalexin, amoksisilin, cefuroxime, ciprofloxacin, klaritomisin, levofloxacin, nitrofurantoin, piperacillin/tazobactam, tetrasiklin, serta trimetoprim/sulfametoksazol Antihipertensi Inhibitor ACE dan penghambat reseptor angiotensin merupakan antihipertensi first-line yang digunakan pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2 dan penyakit ginjal kronis tahap awal. Beta-bloker yang bersifat hidrofilik (meliputi atenolol, bisoprolol, dan nadolol) memerlukan penyesuaian dosis pada pasien penyakit ginjal kronis. Agen Hipoglikemik Agen-agen hipoglikemik yang diekskresikan melalui ginjal seperti metformin tidak direkomendasikan jika Scr >1,5 mg/dL pada pria dan >1,4 mg/dL pada wanita. Penting untuk mengawasi secara ketat terjadinya asidosis laktat pasien penyakit ginjal kronis yang menggunakan metformin. Sulfonilurea sepert klorpropamid dan gliburida harus dihindari pada pasien penyakit ginjal kronis stadium 3 hingga 5 karena penggunaannya dapat meningkatkan risiko hipoglikemia. Analgesik Metabolit morfin, tramadol, dan kodein pada pasien penyakit ginjal kronis dapat terakumulasi sehingga menyebabkan efek samping pernapasan. Pengurangan dosis direkomendasikan untuk morfin dan kodein pada pasien dengan nilai CrCl <50 mL/menit. Akumulasi metabolit dapat menyebabkan konsentrasi supraterapeutik dan menyebabkan bahaya yang serius. Interval pemberiab dosis untuk opioid perlu dimodifikasi pada pasien penyakit ginjal kronis. Golongan Statin Terapi golongan statin untuk dislipidemia banyak digunakan pada pasien penyakit ginjal kronis. Atorvastatin dan pravastatin tidak perlu penyesuaian dosis, tetapi rosuvastatin, simvastatin, dan lovastatin perlu penyesuaian dosis bergantung pada keparahan penyakit ginjal kronisnya. Fluvastatin harus digunakan dengan hati-hati pada pasien penyakit ginjal kronis. Mempertimbangkan fungsi ginjal saat diperlukan dapat membantu memastikan terapi yang optimal. Mengawasi nilai CrCl dan GFR dapat mencegah efek samping yang tidak perlu dari obat-obatan yang membutuhkan penyesuaian pada pasien gangguan ginjal.

3..nilai nilai parameter seperti apa untuk GGK

4..KELAS OBAT HIPERTENSI

1. Diuretik Mekanisme kerja obat Golongan diuretik bekerja dengan cara menghambar absorbsi dari garam dan air sehingga mengakibatkan menurunnya tekanan darah. Diuretik sendiri ada 3 macam golongan. a. Golongan diuretik tiazid yang bekerja dengan cara meningkatkan eksresi/pengeluaran Na dan Cl. Contoh dari golongan ini yaitu HCT

b. Golongan diuretik kuat yang bekerja dengan cara menghambat kontranspor Na, K, Cl dan menghambat resorpsi air dan cairan elektrolit. Contoh dari golongan ini yaitu furosemid, asam etakrinat dan bumetamid. c. Golongan diuretik hemat kalium, contoh golongan obat ini yaitu spironolakton, triamteren dan amilorid. 2.

Alfa blockers Golongan Obat ini bekerja dengan cara memblok reseptor alfa adrenergik yang berada pada otot polos pembuluh darah. Golongan ini dibagi menjadi : a. Alfa blockers nonselektif, contohnya yaitu : fentolamin b. Alfa 1 blockers selektif, contoh yaitu: prazosin, terazosin. Doksazosin dll.

3.

Beta blockers Mekanisme kerja: menempati reseptor beta adrenergik. Blokade reseptor ini menyebabkan penurunan aktifitas adrenalin dan noradrenalin. Contoh: atenolol, metoprolol, labetolol dll.

4.

Agonis alfa 2 Mekanisme kerja: menstimulasi reseptor alfa 2 yang berdaya vasodilatasi. Contoh: klonidin

5.

Antagonis kalsium Mekanisme kerja : menghambat pemasukan ion Ca ke dalam sel sehingga penyaluran impuls dan kontraksi dinding pembuluh. Contoh : nifedipin, nikardipin, verapamil, dll.

6.

Penghambat RAS (Renin Angiotensin System Mekanisme kerja : mencegah pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II yang berdaya vasokonstriksi kuat. Selain itu menghambat pembentukan aldosteron yang bersifat retensi garam dan air. Contoh : kaptopril, losartan, benazepril, dll.

7.

Vasodilator Mekanisme kerja : berkhasiat vasodilatasi langsung terhadap pembuluh darah sehingga tekanan darah turun. Contoh : hidralazin dan monoksidil. 5…APA YG DIMAKSUD DENGAN ANGINA

Angina Pectoris adalah suatu kondisi dimana penderita merasakan nyeri di bagian dada yang disebabkan oleh otot-otot jantung yang kurang memperoleh pasokan darah yang umumnya disebabkan karena terjadinya gangguan pada pembuluh darah menuju jantung

PENYEBAB ANGINA ADALAH PENYAKIT ARTERI KORONER PENYEBAB LAIN Stenosis katup aorta (penyempitan katup aorta) * Regurgitasi katup aorta (kebocoran katup aorta) * Stenosis subaortik hipertrofik * Spasme arterial (kontraksi sementara pada arteri yang terjadi secara tiba-tiba) * Anemia yang berat. JENIS-JENIS ANGINA Perlu Anda ketahui pula berdasarkan penyebabnya tersebut, angina pectoris juga dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu stable angina dan unstable angina.

Stable Angina atau Angina Stabil adalah merupakan tipe yang paling umum dari jenis angina pectoris. Munculnya jenis penyakit angin duduk ini biasanya masih bisa diketahui dengan mudah dan bisa diprediksi. Stable angina bisa terjadi ketika seseorang mengerahkan tenaganya secara ekstra untuk beraktivitas dalam waktu kurang dari 5 menit. Untuk mengatasinya sebaiknya segera istirahatkan tubuh Anda dan mengkonsumsi obat yang sesuai dengan gejala yang Anda rasakan Unstable Angina adalah merupakan jenis penyakit angin duduk yang lebih berbahaya tetapi kurang umum terjadi di masyarakat. Lebih parahnya lagi, gejala munculnya unstable angina sulit atau bahkan tidak dapat diprediksi. Rasa nyeri yang diderita oleh penderita unstable angina ini akan berlangsung lebih lama dan terjadi lebih sering. Perlu Anda ketahui, bahwa unstable angina berbeda dengan penyakit jantung yang biasanya juga menimbulkan rasa nyeri di bagian dada. Tetapi unstable angina ini bisa menjadi penyebab timbulnya serangan jantung pada seseorang. PATOFISIOLOGI ANGINA • Iskemia jantung timbul apabila terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen di satu pihak dengan kebutuhan oksigen otot jantung di pihak lain. • Kebutuhan oksigen otot jantung bila terjadi peningkatan frekuensi jantung, kontraktilitas, tekanan darah atau volume ventrikel. . Berkurangnya suplai oksigen pada iskemia jantung menimbulkan gejala angina pektoris atau tanpa gejala (silent PENGOBATAN ANGINA Pengobatan dimulai dengan usaha untuk mencegah penyakit arteri koroner, memperlambat progresivitasnya atau melawannya dengan mengatasi faktor-faktor resikonya. Faktor resiko utama (misalnya peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol), diobati sebagaimana mestinya. Faktor resiko terpenting yang bisa dicegah adalah merokok sigaret. Pengobatan angina terutama tergantung kepada berat dan kestabilan gejala-gejalanya. Jika gejalanya stabil dan ringan sampai sedang, yang paling efektif adalah mengurangi faktor resiko dan mengkonsumsi obatobatan. Jika gejalanya memburuk dengan cepat, biasanya penderita segera dirawat dan diberikan obat-obatan di

rumah sakit. Jika gejalanya tidak menghilang dengan obat-obatan, perubahan pola makan dan gaya hidup, maka bisa digunakan angiografi untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pembedahan bypass arteri koroner atau angioplasti.

STABLE ANGINA Pengobatan dimaksudkan untuk mencegah atau mengurangi iskemia dan meminimalkan gejala. Terdapat 4 macam obat yang diberikan kepada penderita: 1. Beta-blocker Obat ini mempengaruhi efek hormon epinephrine dan norepinephrine pada jantung dan organ lainnya. Beta-blocker mengurangi denyut jantung pada saat istirahat. Selama melakukan aktivitas, Beta-blocker membatasi peningkatan denyut jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan oksigen. Beta-blocker dan nitrat telah terbukti mampu mengurangi kejadian serangan jantung dan kematian mendadak. 2. Nitrat (contohnya nitroglycerin). Nitrat menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah, terdapat dalam bentuk short-acting dan long-acting. Sebuah tablet nitroglycerin yang diletakkan di bawah lidah (sublingual) biasanya akan menghilangkan gejala angina dalam waktu 1-3 menit, dan efeknya berlangsung selama 30 menit. Penderita stable angina kronik harus selalu membawa tablet atau semprotan nitroglycerin setiap saat. Menelan sebuah tablet sesaat sebelum melakukan kegiatan yang diketahui penderita dapat memicu terjadinya angina, akan sangat membantu penderita. Nitroglycerin tablet juga bisa diselipkan diantara gusi dan pipi bagian dalam atau penderita bisa menghirup nitroglycerin yang disemprotkan ke dalam mulut; tetapi yang banyak digunakan adalah pemakaian nitroglycerin tablet sublingual. Nitrat long-acting diminum sebanyak 1-4 kali/hari. Nitrat juga terdapat dalam bentuk plester dan perekat kulit, dimana obat ini diserap melalui kulit selama beberapa jam. Nitrat long-acting yang dikonsumsi secara rutin bisa segera kehilangan kemampuannya untuk mengurangi gejala. Oleh karena itu sebagian besar ahli menganjurkan selang waktu selama 8-12 jam bebas obat untuk mempertahankan efektivitas jangka panjangnya. 3. Antagonis Kalsium Obat ini mencegah pengkerutan pembuluh darah dan bisa mengatasi kejang arteri koroner. Antagonis kalsium juga efektif untuk mengobati variant angina. Beberapa antagonis kalsium (misalnya verapamil dan diltiazem) bisa memperlambat denyut jantung. Obat ini juga bisa digabungkan bersama Beta-blocker untuk mencegah terjadinya episode takikardi (denyut jantung yang sangat cepat). 4. Antiplatelet (contohnya aspirin) Platelet adalah suatu faktor yang diperlukan untuk terjadinya pembekuan darah bila terjadi perdarahan. Tetapi jika platelet terkumpul pada ateroma di dinding arteri, maka pembentukan bekuan ini (trombosis) bisa mempersempit atau menyumbat arteri sehingga terjadi serangan jantung. Aspirin terikat pada platelet dan mencegahnya membentuk gumpalan dalam dinding pembuluh darah, jadi aspirin mengurangi resiko kematian karena penyakit arteri koroner. Penderita yang alergi terhadap aspirin, bisa menggunakan triklopidin.

UNSTABLE ANGINA Pada umumnya penderita unstable angina harus dirawat, agar pemberian obat dapat diawasi secara ketat dan terapi lain dapat diberikan bila perlu.

Penderita mendapatkan obat untuk mengurangi kecenderungan terbentuknya bekuan darah, yaitu: - Heparin (suatu antikoagulan yang mengurangi pembentukan bekuan darah) - Penghambat glikoprotein IIb/IIIa (misalnya absiksimab atau tirofiban) - Aspirin. Juga diberikan Beta-blocker dan nitroglycerin intravena untuk mengurangi beban kerja jantung. Jika pemberian obat tidak efektif, mungkin harus dilakukan arteriografi koroner dan angioplasti atau operasi bypass. Operasi bypass arteri koroner Pembedahan ini sangat efektif dilakukan pada penderita angina dan penyakit arteri koroner yang tidak meluas. Pembedahan ini bisa memperbaiki toleransi penderita terhadap aktivitasnya, mengurangi gejala dan memperkecil jumlah atau dosis obat yang diperlukan. Pembedahan dilakukan pada penderita angina berat yang: - tidak menunjukkan perbaikan pada pemberian obat-obatan - sebelumnya tidak mengalami serangan jantung - fungsi jantungnya normal - tidak memiliki keadaan lainnya yang membahayakan pembedahan (misalnya penyakit paru obstruktif menahun). 6..APA ITU ARITMIA

ARITMIA adalah gangguan pada jantung yang menyebabkan detak jantung menjadi terlalu cepat, terlalu pelan, atau tidak stabil. Kondisi ini bisa terjadi karena sinyal implus yang mengendalikan detak jantung tidak berfungsi dengan benar PEMBAGIAN ARITMIA 1. Gangguan pembentukan Impuls 2. Gangguan penghantar Impuls Jika impuls listrik terganggu atau gagal untuk melewati jalurnya untuk sampai ke bagian bawah jantung, maka kontraksi jantung menjadi tidak beraturan. Kondisi ini yang disebut sebagai aritmia, yang digolongkan menjadi beberapa jenis:     

Barikardia – detak jantung lebih lambat daripada biasanya Fibrilasi atrial / fibrilasi atrium - kontraksi jantung pada bilik atas tidak teratur Fibrilasi ventrikel – kontraksi jantung pada bilik bawah tidak teratur Kontraksi prematur – jantung berdetak terlalu dini Takikardia – detak jantung lebih cepat daripada biasanya

Gejala umum dari aritmia adalah:    

Detak jantung lambat: detak jantung di bawah 60 detak per menit dalam kasus bradycardia Detak jantung cepat: detak jantung di atas 100 detak per menit Debaran di dada Nyeri dada

        

Sesak napas Pusing Berkeringat Pingsan (syncope) atau hampir pingsan Palpitasi (detak jantung seperti terlewat, berdebar) Hentakan pada dada Sesak napas Nyeri atau sesak dada Kelemahan atau kelelahan

Aritmia dapat disebabkan oleh:       

Luka pada jaringan jantung dari serangan jantung sebelumnya Perubahan struktur jantung, seperti dari cardiomyopathy Arteri di jantung tersumbat (penyakit arteri koroner) Tekanan darah tinggi Kelenjar tiroid overaktif (hipertiroid) Kelenjar tiroid underaktif (hipotiroid) Pengobatan dan suplemen tertentu, termasuk obat-obatan bebas dan suplemen nutrisi. Pengobatan Aritmia Ada sebagian pasien aritmia yang tidak membutuhkan pengobatan. Pengobatan biasanya diberikan dokter jika melihat gejala aritmia pasien berpotensi menjadi lebih buruk atau menyebabkan komplikasi. Jenis pengobatan yang dilakukan adalah:

.

Obat-obatan, misalnya obat-obatan penghambat beta yang dapat menjaga denyut jantung agar tetap normal obatnya Bisoprolol, Metoprolol, propranolol. Obat Calcium chanel bloker , Obatobatan ini membantu menurunkan pemompaan jantung sehingga pembuluh darah akan rileks dan memperlambat denyut jantung, Amlodipin , Diltiazem , Nifedipin Ada juga obat-obatan antikoagulan seperti aspirin, warfarin, rivaroxaban, dan debigatran yang menurunkan risiko terjadinya penggumpalan darah dan stroke.



Alat picu jantung dan implantable cardioverter defibrillator (ICD). Untuk menjaga detak jantung tetap normal pada kasus-kasus aritmia tertentu. Alat ini dipasang di bawah kulit dada bagian atas pasien. Ketika alat ini mendeteksi adanya perubahan ritme jantung, alat ini akan mengirim sengatan listrik pendek ke jantung guna menghentikan ritme yang tidak normal tersebut dan membuatnya kembali normal. Kardioversi. Jika suatu kasus aritmia tidak bisa ditangani dengan obat-obatan, kardioversi akan dilakukan. Dokter akan memberikan kejutan listrik ke dada pasien untuk membuat denyut jantung kembali normal. Kardioversi elektrik biasanya diberikan pada kasus aritmia fibrilasi atrium dan takikardia supraventrikular. Metode ablasi. Untuk mengobati aritmia yang letak penyebabnya sudah diketahui. Dokter akan memasukkan sebuah kateter dengan panduan X-ray melalui pembuluh darah di kaki. Ketika kateter berhasil menemukan sumber gangguan ritme jantung, maka alat kecil itu akan merusak bagian kecil





jaringan jantung tersebut.

KLASIFIKASI OBAT ARITMIA VAUGHAN – WILLIAMS A

Klas I Gol Penyekat Na Ia : Quinidin,procainamide Ib :Lidocain,Phenitoin , Mexiletin Ic :Profenon,Flecainamid

B

Klas II..Gol Penyekat Beta Propanolol , Bisoprolol

C

Klass III Gol Obat yg memperpanjang potensi Aksi dan Repolarisasi Amiodaron , Sotalol

D

Klass IV Gol kalsium Antagonis Verapamil , Diltiazem

6..LIPIDEMIA Hiperlipidemia adalah suatu penyakit yang mengakibatkan kadar lemak (kolesterol, trigliserida, atau keduanya) dalam darah meningka sebagai manivestasi kelainan metabolisme atau transportasi lemak/lipid. Lipid atau lemak adalah zat yang kaya akan energi, yang berfungsi sebagai sumber utama dalam proses metabolisme. Hiperlipidemia dapat diklasifikasikan dalam kategori berikut: 1. Hiperlipidemia tipe I/hiperkilomikronemia, merupakan hiperlipidemia yang disebabkan oleh asupan lipid eksogen yang berlebihan ditandai dengan peningkatan kilomikron yang melebihi batas normal. Hiperlipidemia tipe ini dapat diatasi dengan diet rendah lipid, tidak memerlukan terapi farmakologi. 2. Hiperlipidemia tipe IIa/ Hiperkolesterolemia familial ditandai dengan peningkatan LDL darah yang meningkat drastis. Hiperkolesterolemia ini dikatakan heterozigot jika level kolesterol totalnya berkisar antara 275-500 mg/dl. Hiperkolesterolemia heterozigot biasanya akan berkembang menjadi xanthomas pada orang dewasa dan berpeluang menjadi penyakit vaskuler jika ternyata pada golongan usia 30-50 tahun. Sedangkan hiperkolesterolemia dengan level kolesterol total lebih dari 500 mg/dl dikategorikan sebagai hiperkolesterolemia homozigot yang berkembang menjadi xanthomas pada orang dewasa dan menjadi penyakit vaskuler pada anak-anak. Selain itu terdapat juga Hiperkolesterolemia defectif Apo B-100 dan Poligenik hiperkolesterolemia. 3. Hiperlipidemia Tipe IV/ Hipertrigliserida familial yang ditandai dengan peningkata VLDL melebihi batas normal.

4. Hiperlipidemia tipe IIb/ Kombinasi Hiperlipidemia yang ditandai dengan peningkatan LDL dan VLDL melebihi batas normal. Nilai TG berkisar antara 250-750 mg/dl sedangkan kolesterol totalnya antara 250-500 mg/dl. Hiperlipidemia ini umumnya besrsifat asimptomatis sampai terjadi perkembangan penyakit vaskuler. 5. Hiperlipidemia tipe III/ Disbetalipoproteinemia, ditandai dengan peningkatan VLDL dan IDL melebihi batas normal sedangkan nilai LDL normal. TG antara 250-750 mg/dl dan TC antara 250500 mg/dl. Hiperlipidemia ini juga biasanya asimptomatis hingga terjadi perkembangan penyakit vaskuler. Untuk mengetahui adanya gangguan hiperlipidemia dalam diri seseorang maka perlu dilakukan pengukuran profil lemak darah. Profil lemak darah diperoleh melalui pengukuran level lipoprotein darah. Lipoprotein terdiri dari trigliserida, kolesterol, dan phospholipida. Seseorang dapat dikatakan mengalami hiperlipidemia memiliki lebih dari satu kriteria berikut: 1. 2. 3. 4.

Peningkatan kolesterol total (TC : Total Cholesterole) Peningkatan low density lipoprotein (LDL) Peningkatan trigliserida (TG) Penurunan High density lipoprotein (HDL)

Hiperlipidemia Sekunder ETIOLOGI Hiperlipidemia sekunder merupakan gangguan yang disebabkan oleh faktor tertentu seperti penyakit dan obat-obatan. Beberapa jenis penyakit penyebab hiperlipidemia : 1. Diabetus mellitus Penderita NIDDM umumnya akan menyebabkan terjadinya hipertrigliseridemia. Penyebabnya pada glukosa darah tinggi akan menginduksi sintesis kolesterol dan glukosa akan dimetabolisme menjadi Acetyl Co A. Acetyl Co A ini merupakan prekusor utama dalam biosintesis kolesterol. Sehingga akan menyebabkan produksi VLDL-trigliserida yang berlebihan oleh hati dan adanya pengurangan proses lipolisis pada lipoprotein yang kaya trigliserida. 2. Hipotiroidisme Pengaruh hipotiroidisme pada metabolisme lipoprotein adalah peningkatan kadar kolesterol-LDL yang diakibatkan oleh penekanan metabolik pada reseptor LDL, sehingga kadar-LDL akan meningkat antara 180-250 mg/dL. Di samping itu, bila penderita ini menjadi gemuk kaqrena kurangnya pemakaian energi oleh jaringan perifer, maka kelebihan kalori ini akan merangsang hati untuk meningkatkan produksi VLDL-trigliserida dan menyebabakan peningkatan kadar trigliseridajuga. 3. Sindrom nefrotik Sindrom nefrotik akan menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia. Hal ini diakibatkan oleh adanya hipoalbuminemia yang akan merangsang hati untuk memproduksi lipoprotein berlebih.

5. Gangguan hati Sirosis empedu primer dan obstruksi empedu ekstra hepatik dapat menyebabakan hiperkolesterolemia dan peningkatan kadar fosfolipid plasma yang berhubungan dengan

abnormalitas lipoprotein, kerusakan hati yang parah dapat menyebabakan penurunan kadar kolesterol dan trigliserida. Hepatitis akut juga dapat menyebabkan kenaikan kadar VLDL dan kerusakan formasi LCAT.

6. Obesitas Pada orang yang obesitas, karena kurangnya pemakaian energi oleh jaringan perifer akan meyebabkan kelebihan kalori yang dapat merangsang hati untuk menungkatkan produksi VLDLtrigliserida dan peningkatan trigliserida.

Tatalaksana terapi hiperlipidemia 1. 1. Terapi non farmakologi : Diet rendah kolesterol dan lemak jenuh akan mengurangi kadar LDL. Olahraga bisa membantu mengurangi kadar kolesterol LDL dan menambah kadar kolesterol HDL. Biasanya pengobatan terbaik untuk orang-orang yang memiliki kadar kolesterol dan trigliserida tinggi adalah: 1)

Menurunkan berat badan jika mereka mengalami kelebihan berat badan

2)

Berhenti merokok

3)

Mengurangi jumlah lemak dan kolesterol dalam tubuhnya

4)

Menambah porsi olahraga

5)

Mengkonsumsi obat penurun kadar lemak (jika diperlukan)

Jika kadar lemak darah sangat tinggi atau tidak memberikan respon terhadap tindakan diatas, maka dicari penyebabnya yang spesifik dengan melakukan pemeriksaan darah khusus sehingga bisa diberikan pengobatan yang khusus (Balai Informasi Tekhnologi Lipi, 2009).

1. Terapi farmakologi Tabel 5. Terapi Farmakologi (Balai Informasi Tekhnologi Lipi, 2009) 1. Niasin (asam nikotinat) Asam nikotinat mempunyai kemampuan menurunkan lipid yang luas, tetapi penggunaaan dalam klinik terbatas karena efek samping yang tidak menyenangkan. Mekanisme kerja: pada dosis dalam gram, niasin (NYE a sin) merupakan vitamin larut air, menghambat lipolisis dengan kuat dalam jaringan lemak-penghasil utama asam lemak bebas yang beredar. Hati umumnya menggunakan asam lemak dalam sirkulasi sebagai precursor utama untuk sintesis triasilgliserol. Karena itu, niasin menyebabkan penurunan sintesis triasilgliserol yang diperlukan untuk produksi VLDL (lipoprotein densitas sangat rendah). Lipoprotein densitas rendah (LDL, lipoprotein kaya kolesterol) berasal dari VLDL dalam plasma. Karena itu, reduksi VLDL juga mengakibatkan penurunan konsentrasi LDL plasma. Dengan demikian, baik triasilgliserol (dalam VLDL) dan kolesterol (dalam VLDL dan LDL) dalam plasma menjadi rendah. Selanjutnya, pengobatan dengan niasin akan meningkatkan kadar kolesterol-HDL (HDL merupakan karier kolesterol

yang “baik”). Selanjutnya, dengan meningkatkan sekresi aktivator plasminogen jaringan dan merendahkan fibrinogen plasma, niasin dapat mengubah beberapa disfungsi sel endotel penyebab thrombosis yang ada kaitannya dengan hiperkolesterolemia dan aterosklerosis. Penggunaan dalam terapi : niasin merendahkan kadar plasma kolesterol dan triasilgliserol. Karena itu, obat ini berguna pada pengobatan hiperlipoproteinemia tipe II b dan IV, dengan VLDL dan LDL naik. Niasin juga diguanakan untuk pengobatan hiperkolesterolemia lain yang berat, sering dengan kombinasi antihiperlipidemia lain. Selain itu, obat ini merupakan obat antihiperlipidemia paling poten untuk meningkatkan kadar HDL plasma. Farmakokinetik : niasin diberikan per oral. Zat ini diubah dalam tubuh menjadi nikotinamid yang dimasukkan dalam kofaktor nikotinamid adenine dinukleotida (NAD). Niasin adalah derivat nikotinamid dan metabolit lain dikeluarkan dalam urin. Nikotinamid sendiri tidak menurunkan kadar lipid dalam plasma. Efek samping : efek samping niasin yang paling menonjol adalah kemerahan pada kulit (disertai perasaan panas yang tidak nyaman) dan pruritus. Pemberian aspirin sebelum minum niasin mengurangi rasa panas yang diantar oleh prostaglandin. Beberapa pasien juga mengalami mual dan sakit pada abdomen. Asam nikotinat menghambat sekresi tubular asam urat dan karena itu mudah terjadi hiperurisemia dan pirai. Telah dilaporkan adanya gangguan toleransi glukosa dan hepatotoksisitas. 2. Fibrat-Klofibrat dan Gemfibrozil Obat-obat tersebut merupakan derivat asam fibrat dan keduanya mempunyai mekanisme kerja yang sama. Gamfibrozil dalam klinik telah menggantikan klofibrat karena kematian akibat klofibrat lebih tinggi. Kematian tersebut tidak ada hubungannya dengan penyebab kardiovaskular tetapi lebih ganasan atau komplikasi pasca kolesistektomi dan pankreasitis. Mekanisme kerja : Kedua obat menyebabkan penurunan trigliserol plasma dengan memacu aktifitas lipase lipoprotein, sehingga menghidrolisis triasilgliserol pada kilomikron dan VLDL, sehingga dapat mempercepat pengeluaran partikel-partikel ini dari plasma. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa fibrat dapat menyebabkan penurunan kolesterol plasma dengan menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan meningkatkan ekskresi biliar kolesterol ke dalam feses. Fibrat juga merendahkan kadar fibrinogen plasma. Penggunaan Terapi : Fibrat digunakan dalam pengobatan hipertrigliseridemia, menyebabkan penurunan yang signifikan pada kadar triasilgliserol plasma. Klofibrat dan gamfibrozil berguna dalam mengobati hiperlipidemia tipe III (disbetalipoproteinemia), dengan penumpukan partikel lipoprotein densitas sedang (IDL). Pasien dengan hipertrigliseridemia (tipe IV) (VLDL meningkat) atau penyakit tipe V (peningkatan VLDL dan kilomiron) yang tidak responsif dengan diet atau obat lain dapat mengambil manfaat obat-obat ini. Farmakokinetik : Kedua obat diabsorpsi sempurna setelah dosis oral. Klofibrat mengalami esterifikasi menjadi asam klofibrat yang aktif terikat pada albumin dan tersebat luas seluruh jaringan tubuh. Untuk gamfibrizil secara luas menyebar ke seluruh tubuh dan terikat pada albumin juga.Keduanya mengalami biotransformasi sempurna dan dikeluarkan dalam urin sebagai konjugat glukuronida. Efek samping a. Efek Gastrointestinal

Efek samping paling umum adalah gangguan pencernaan ringan. Efek samping akan berkurang dengan berkembangnya terapi. b. Litiasis Karena obat-obat ini meningkatkan ekskresi kolesterol biliar,terdapat predisposisi untuk pembentukan batu empedu. c. Keganasan Pengobatan dengan kolifibrat telah menyebabkan sejumlah keganasan-terkait dengan kematian. d. Otot Miositis atau peradangan otot polos dapat terjadi dengan kedua obat sehingga pelemahan otot atau nyeri otot harus dievaluasi. Meskipun jarang, pasien dengan insufisiensi ginjal mengandung resiko. Miopati dan rhabdomiolisis telah dilaporkan pada beberapa pasien yang menggunakan gamfibrozil dan lovastatin bersamaan. e. Interaksi Obat Kedua fibrat bersaing dengan antikoagulan kumarin dalam pengikatan pada protein plasma, sehingga meningkatkan efek antikoagulan sepintas. Karena itu kadar protrombin perlu dimonitor jika pasien meminum kedua obat ini. f. Kontraindikasi Keamanan obat-obat ini pada ibu hamil atau menyusui belum jelas. Seharusnya obat-obat ini tidak digunakan pada pasien dengan kelainan fungsi hati atau ginjal atau pasien dengan penyakit kandung empedu. 3. Resin pengikat asam empedu : kolestiramin dan kolestipol Mekanisme kerja: kolestiramin dan kolestipol adalah resin pertukaran anion yang terikat pada asam dan garam empedu bermuatan negatif dalam usus halus. Kompleks resin atau asam empedu ini dikeluarkan melalui feses, sehingga mencegah asam empedu kembali ke hati melalui sirkulasi enterohepatik. Berkurangnya konsentrasi asam empedu menyebabkan hepatosit meningkatkan konversi kolesterol ke asam empedu, menyebabkan suplai senyawa ini baik kembali, sebagai komponen penting empedu. Akibatnya, konsentrasi kolesterol intraseluler, mengaktifkan hati untuk meningkatkan ambilan partikel LDL yang mengandung kolesterol, sehingga LDL plasma turun. Ambilan yang miningkat ini dilakukan melalui upregulasi reseptor LDL pada permukaan sel. Penggunaan dalam terapi : resin yang mengikat asam empedu (sering dikombinasi dengan diet atau niasin) adalah obat-obat pilihan dalam mengobati hiperlipidemia tipe II a dan II b. kolestiramin juga dapat meringankan pruritus akibat akumulasi asam empedu pada pasien dengan obstruksi biliar. Farmakokinetik : kolestiramin dan kolestipol diminum per oral. Karena tidak larut dalam air dan merupakan molekul yang sangat bessar (berat molekul lebih dari 106), keduanya tidak diabsorbsi atau dimetabolisme dalam usus. Sebaliknya semua dikeluarkan dalam feses. Efek samping :

a) Efek Gastrointestinal : efek samping paling sering adalah gangguan pencernaan seperti konstipasi, mual dan flatus. b) Gangguan Absorbsi : absorbsi vitamin larut lemak A,D,E,K dapat terganggu jika terdapat dosis resin yang tinggi. Absorbsi asam folat dan askorbat juga dapat berkurang. c) Interaksi Obat : kolestiramin dan kolestipol mengganggu absorbsi beberapa obat dalam usus, misalnya tetrasiklin, fenobarbital, digoksin, warfarin, pravastatin, fluvastatin, aspirin, dan diuretic thiazid. Karena itu, obat-obat harus diminum 1-2 jam sebelum atau 4-6 jam setelah resin pengikat asam empedu ini diminum. 4. Inhibitor HMG – CoA reduktase : Lovastatin, praavastatin, simvastatin, dan

fluvastatin Kelompok antihiperlipidemia yang baru ini menghambat tahap pertama aktifitas enzim dalam sintesis sterol. Analog dengan struktural alamia, asam3-hidroksi-3metil Glutarat (HMG), semua obat dalam grup ini berpacu dalam menghambat hidrosi metil glutaril koenzim A (HMG-CoA reduktase). Kecuali fluvastati, inhibitor HMG reduktase lainnya merupakan modifikasi kimia dari senyawa alamia yang terdapat dalam jamur.

Mekanisme Kerja Inhibisi 1. HMG-CoA reduktase Lovastatin, simvastatin, pravastatin, fluvastain adalah analog 3-tatin dan simvastatin adalah lakton yang dihidrolisis menjadi obat aktif. Pravastatin dan fluvastatin aktif dengan cara demikian. Karena afinitasnya yang kuat terhadap enzim, semua efektif berpacu menghambat HMG-CoA reduktase, tahapan terbatas dalam sintesis kolesterol. Dengan menghambat sintesis kolesterol denovo-, obat akan menghabiskan simpanan kolesterol. 2. Penurunan reseptor LDL Penghapusan kolesterol intraseluler menyebabkan sel meningkat jumlah resepto LDL permukaan sel spesifik yang dapat mengikat dan menginternalisasikan LDL yang beredar. Sehingga, hasil akhir adalah penurunana kolesterolplsama karena sintesis berkurang dan peningkatan katabolisme LDL. Inhibitor HMG-CoA reduktase, seperti kolestiramin , dapat meningkatkan kadar HDL plasma pada beberapa pasien sehingga menurunkanresiko mendapatkan penyakit PJK. Penurunan triasilgliserol juga terjadi sedikit. 3. Penggunaan Dalam Terapi Obat-obat ini efektif dalam menurunkan kadar kolesterol plasma pada semua jenis hiperlipidemia. Namun pasien yang homozigot untuk penyakit hiperkolesterolemia kekurangan reseptor LDL dan oleh karenanya mendapatkan keuntungan sedikit dari obat-obat ini. Perlu diperhatikan bahwa meskipun proteksi diberikan karena pengurangan kadar kolesterol, kira-kira ¼ pasien yang diobati dengan obat ini masih menderita masalah koroner. Karena itu diperlukan strategi tambahan seperti diet, latihan, atau obat tambahan perlu diberikan. Farmakokinetik: pravastatin dan fluvastatin hamper seluruhnya dapat diabsorbsi setelah pemberian oral; dosis oral lovastatin dan simvastatin diabsorbsi 30-50%. Pravastatin dan fluvastatin adalah obat aktif langsung, sedangkan lovastatin dan simvastatin harus dihidrolisis menjadi asam. Karena ekstraksi first pass,

kerja utama obat-obat ini pada hati. Semua mengalami biotransformasi, beberapa produk masih tetap aktif. Ekskresi terjadi terutama melalui empedu dan feses, tetapi pengeluaran melalui urin juga terjadi. Waktu paruh berkisar antara 1,5-2 jam. Efek samping : a) Hati : kelainan biokimiawi fungsi hati telah terjadi dalam penggunaan inhibitor HMG-CoA reduktase. Karena itu, sangat diperlukan menilai fungsi hati dan mengukur kadar serum transaminase secara periodic. Semua akan kembali normal jika obat dihentikan. b) Otot : miopati dan rhabdomiolisis (disintegrasi atau disolusi otot) jarang dilaporkan. Dalam beberapa kasus, pasien biasanya menderita insufisiensi ginjal atau mengambil obat seperti siklosporin, itrakonazol, eritromisin, gemfibrosil atau niasin. Kadar keratin kinase plasma harus diperiksa secara teratur. c) Interaksi obat : inhibitor HMG-CoA reduktase juga meningkatkan kadar kumarin. Sehingga, penting untuk sering mengevaluasi waktu protrombin. d) Kontra indikasi : obat-obat ini merupakan kontraindikasi bagi ibu hamil atau menyusui. Obat-obat ini tidak boleh digunakan pada anak-anak atau remaja. 1. Terapi obat kombinasi Kadang-kadang perlu memberikan 2 antihiperlipidemia untuk mendapatkan penurunan kadar lipid plasma yang signifikan. Sebagai contoh, pada hiperlipidemia terapi II, pasien sering diobati dengan kombinasai niasin ditambah obat pengikat asam empedu, seperti kolestiramin. Kombinasi inhibitor HMG-CoA reduktase dengan zat pengikat asam empedu juga telah menunjukkan manfaat dalam menurunkan kolesterol LDL. 7…GANGGUAN FUNGSI HATI Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostatis tubuh meliputi metabolisme, biotransfromasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi. Penyebab penyakit hati bervariasi , sebagian besar disebabkan oleh virus yang menular secara fekal-oral, parenteral, seksual, efek toksik dari obat-obatan, akohol, racun, jamur dan lain-lain. Klasifikasi Penyakit Hati Penyakit hati dibedakan menjadi berbagai jenis, berikut beberapa macam penyakit hati yang sering ditemukan, yaitu:
 1. Hepatitis

Istilah "hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat- obatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis terdiri dari beberapa Hepatitis A

Hepatitis B

Hepatitis C

-

Darah
 -

1.Inkubasi 2.Penularan

- Fekal-oral Jarang terjadi

Seksual Perinatal

3.Kelompok berisiko

melalui darah/seks

-Pecandu obat Homoseksual Tenaga Kesehatan Resipien darah

4.Diagnosis akut

-

Militer
 -

Penitipan 5.Diagnosis kroni

anak IgM Anti HAV

Hepatitis E

2 minggu – 6 bulan

1-6 bulan 2-4 minggu

Hepatitis D

-Sporadik Seksual : sering

3 minggu – 3 bulan

-

IgM Anti-HBc HBs Ag Anti-HBc total HBs Ag

pada penderita yang bergantiganti pasangan - Perinatal : tak ada laporan

-

Darah
 -

Seksual -Pecandu obat -Penderita hepatitis B

-Pecandu obat IgM AntiTenaga HDV Kesehatan Resipien darah HDV Ag

3-6 minggu Fekal-oral Kontaminasi

-

makanan - Pelancong daerah endemik Klinis

Klinis HCV Ab

jenis : hepatitis A, B, C, D, E, F dan G. Hepatitis A, B dan C adalah yang paling banyak ditemukan. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut (hepatitis A), kronik (hepatitis B dan C) ataupun kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B dan C). Tabel 1 memperlihatkan perbandingan virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Tabel 1. Perbandingan Virus Hepatitis a) Hepatitis A Termasuk klasifikasi virus dengan transmisi secara enterik. Tidak memiliki selubung dan tahan terhadap cairan empedu. Virus ini ditemukan didalam tinja. Berbentuk kubus simetrik dengan diameter 27–28 nm, untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb; termasuk picornavirus, sub- klasifikasi hepatovirus. Menginfeksi dan berreplikasi pada primata non- manusia dan galur sel manusia. Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Penderita hepatitis A akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak akan berlanjut menjadi kronik. Masa inkubasi 15–50 hari, (rata-rata 30 hari). Tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang tinggi

terdapat di negara-negara berkembang. Penularan terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja penderita hepatitis A, misalnya makan buah-buahan atau sayur yang tidak dikelola / dimasak sempurna, makan kerang setengah matang, minum es batu yang prosesnya terkontaminasi. Faktor risiko lain, meliputi : tempat- tempat penitipan/perawatan bayi atau batita, institusi untuk developmentally disadvantage, bepergian ke negara berkembang, perilaku seks oral-anal, pemakaian jarum bersama pada IDU (injecting drug user). Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A yang memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama. Untuk kekebalan yang lebih panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. b) Hepatitis B Manifestasi infeksi Hepatitis B adalah peradangan kronik pada hati. Virus hepatitis B termasuk yang paling sering ditemui. Distribusinya tersebar di seluruh dunia, dengan prevalensi karier di USA <1%, sedangkan di Asia 5– 15%. Masa inkubasi berkisar 15–180 hari, (rata-rata 60–90 hari). Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai kekebalan seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan. Sebanyak 1–5% penderita dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Orang tersebut akan terus-menerus membawa virus hepatitis B dan bisa menjadi sumber penularan. Penularannya melalui darah atau transmisi seksual. Dapat terjadi lewat jarum suntik, pisau, tato, tindik, akupunktur atau penggunaan sikat gigi bersama yang terkontaminasi, transfusi darah, penderita hemodialisis dan gigitan manusia. Hepatitis B sangat berisiko bagi pecandu narkotika dan orang yang mempunyai banyak pasangan seksual. Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, mual dan muntah, kadang- kadang timbul gejala flu, faringitis, batuk, fotofobia, kurang nafsu makan, mata dan kulit kuning yang didahului dengan urin berwarna gelap. Gatal- gatal di kulit, biasanya ringan dan sementara. Jarang ditemukan demam. Untuk mencegah penularan hepatitis B adalah dengan imunisasi hepatitis B terhadap bayi yang baru lahir, menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi, hindari penyalahgunaan obat dan pemakaian bersama jarum suntik. Menghindari pemakaian bersama sikat gigi atau alat cukur, dan memastikan alat suci hama bila ingin bertato melubangi telinga atau tusuk jarum. c) Hepatitis C Hepatitis C adalah penyakit infeksi yang bisa tak terdeteksi pada seseorang selama puluhan tahun dan perlahan-lahan tapi pasti merusak organ hati. Penyakit ini sekarang muncul sebagai salah satu masalah pemeliharaan kesehatan utama di Amerika Serikat, baik dalam segi mortalitas, maupun segi finansial. Biasanya orang-orang yang menderita penyakit hepatitis C tidak menyadari bahwa dirinya mengidap penyakit ini, karena memang tidak ada gejala- gejala khusus. Beberapa orang berpikir bahwa mereka hanya terserang flu. Gejala yang biasa dirasakan antara lain demam, rasa lelah, muntah, sakit kepala, sakit perut atau hilangnya selera makan. . d) HepatitisD 
 Virus Hepatitis D (HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yakni virus RNA yang tidak lengkap, memerlukan keberadaan virus hepatitis B untuk ekspresi dan patogenisitasnya, tetapi tidak untuk replikasinya. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi)

atau sangat progresif. 
 . e) Hepatitis E 
 Gejala mirip hepatitis A, demam, pegal linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit ini akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan hepatitis E melalui air yang terkontaminasi feces. 
 . f) Hepatitis F 
 Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah. 
 . g) Hepatitis G 
 Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan atau hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah dan jarum suntik. 
 2. Sirosis Hati Setelah terjadi peradangan dan bengkak, hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekas luka atau parut kecil. Parut ini disebut "fibrosis" yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut terbentuk dan mulai menyatu, dalam tahap selanjutnya disebut "sirosis". Pada sirosis, area hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi sikatriks. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak dan hati mulai menciut, serta menjadi keras. Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang berkelanjutan, alkohol, perlemakan hati atau penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi seperti muntah dan keluar darah pada feses, mata kuning serta koma hepatikum. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya sirosis hati adalah pemeriksaan enzim SGOT-SGPT, waktu protrombin dan protein (Albumin–Globulin) Elektroforesis (rasio Albumin-Globulin terbalik). 3. Kanker Hati 
 Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma (HCC). HCC merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, C dan hemochromatosis. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi terjadinya kanker hati adalah AFP dan PIVKA II. 
 4. Perlemakan Hati 
 Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5% dari berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi alkohol berlebih, disebut ASH (Alcoholic Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol, disebut NASH (Non Alcoholic Steatohepatitis). Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus perlemakan hati adalah terhadap enzim SGOT, SGPT dan Alkali Fosfatase. 
 5. Kolestasis dan Jaundice 
 Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan produksi dan/atau pengeluaran empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus, juga adanya penumpukan asam empedu,

bilirubin dan kolesterol di hati. 
 Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu pada kulit, membran mukosa dan bola mata (pada lapisan sklera) disebut jaundice. Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin menjadi lebih gelap, sedangkan feses lebih terang. Biasanya gejala tersebut timbul bila kadar bilirubin total dalam darah melebihi 3 mg/dl. Pemeriksaan yang dilakukan untuk kolestasis 
 dan jaundice yaitu terhadap Alkali Fosfatase, Gamma GT, Bilirubin Total dan Bilirubin Direk. 6. Hemochromatosis Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Penyakit ini bersifat genetik atau keturunan. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi terjadinya hemochromatosis adalah pemeriksaan terhadap Transferin dan Ferritin.

7. Abses Hati Abses hati dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau amuba. Kondisi ini disebabkan karena bakteri berkembang biak dengan cepat, menimbulkan gejala demam dan menggigil. Abses yang diakibatkan karena amubiasis prosesnya berkembang lebih lambat. Abses hati, khususnya yang disebabkan karena bakteri, sering kali berakibat fatal. Tanda-Tanda dan Gejala Klinis Adapun gejala yang menandai adanya penyakit hati adalah sebagai berikut: . a) Kulit atau sklera mata berwarna kuning (ikterus). 
 . b) Badan terasa lelah atau lemah. 
 . c) Gejala-gejala menyerupai flu, misalnya demam, rasa nyeri pada seluruh tubuh. 
 . d) Kehilangan nafsu makan, atau tidak dapat makan atau minum. 
 . e) Mual dan muntah. 
 . f) Gangguan daya pengecapan dan penghiduan. 
 . g) Nyeri abdomen, yang dapat disertai dengan perdarahan usus. 
 . h) Tungkai dan abdomen membengkak. 
 . i) Di bawah permukaan kulit tampak pembuluh-pembuluh darah kecil, merah dan 
 membentuk formasi laba-laba (spider naevy), telapak tangan memerah (palmar erythema), terdapat flapping

tremor, dan kulit mudah memar. Tanda-tanda tersebut adalah tanda mungkin adanya sirosis hati. 
 . j) Darah keluar melalui muntah dan rektum (hematemesis-melena). 
 . k) Gangguan mental, biasanya pada stadium lanjut (encephalopathy hepatic). 


. l) Demam yang persisten, menggigil dan berat badan menurun. Ketiga gejala ini 
 mungkin menandakan adanya abses hati. 


Terapi penyakit hati dapat berupa : . Terapi tanpa obat 
 . Terapi dengan obat 
 . Terapi dengan vaksinasi 


.

Terapi transplantasi hati

. 
 Terapi dengan obat Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan cara lain dengan menggunakan obatobatan. Golongan obat yang digunakan antara lain adalah aminoglikosida, antiamuba, antimalaria, antivirus, diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan multivitamin dengan mineral. Aminoglikosida Antibiotik digunakan pada kasus abses hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Preparat ini diberikan tiga kali sehari secara teratur selama tidak lebih dari tujuh hari, atau sesuai anjuran dokter. Gagal pengobatan maka efeknya berkembang ke arah resistensi bakteri terhadap preparat tersebut. Antibiotik kombinasi biasanya digunakan untuk mencegah ketidakaktifan obat yang disebabkan enzim yang dihasilkan bakteri. Obat tersebut biasanya mempunyai derajat keaktifan antibakterial, tapi umumnya digunakan untuk melawan degradasi dari enzim tersebut. Antiamuba Antiamuba seperti dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline, diloxanide furoate, emetine, etofamide, metronidazole, secnidazole, teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang digunakan untuk amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses hati karena amuba dapat diminimalkan. Antimalaria Antimalaria, misalnya klorokuin, dapat juga digunakan untuk mengobati amubiasis. Obat ini mencegah perkembangan abses hati yang disebabkan oleh amuba.
 Antivirus

Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita hepatitis B. Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA. Obat ini mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi kemampuan virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine merupakan analog nukleosida deoxycytidine dan bekerja dengan menghambat pembentukan DNA virus hepatitis B. Pengobatan dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA yang menjadi negatif pada hampir semua pasien yang diobati dalam waktu 1 bulan. Lamivudine akan meningkatkan angka serokonversi HBeAg, mempertahankan fungsi hati yang optimal, dan menekan terjadinya proses nekrosisinflamasi. Lamivudine juga mengurangi kemungkinan terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kanker hati. Profil keamanan lamivudine sangat memuaskan, dimana profil keamanannya sebanding dengan plasebo. Lamivudine diberikan per oral sekali sehari, sehingga memudahkan pasien dalam penggunaannya dan meningkatkan keteraturan pengobatan. Oleh karenanya penggunaan lamivudine adalah rasional untuk terapi pada pasien dengan hepatitis B kronis aktif. Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV) pada koinfeksi hepatitis C, saat ini tersedia ARV gratis di Indonesia. ARV yang tersedia gratis adalah Duviral (Zidovudine + Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine). Sedangkan Efavirenz (Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat terbatas. Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk penderita yang sedang mendapat pengobatan Interferon dan Ribavirin, karena beratnya efek samping terhadap gangguan faal hati. Zidovudine, termasuk Duviral dan Retrovir harus ketat dipantau bila digunakan bersama Ribavirin (untuk pengobatan hepatitis C), karena masing-masing memudahkan timbulnya anemia. Anemia bisa diantisipasi dengan pemberian eritropoetin atau transfusi darah. Neviral dapat mengganggu faal hati. Jadi, kadar hemoglobin dan leukosit serta tes faal hati (SGOT, SGPT, bilirubin, dan lain-lain) harus dipantau ketat. Menurut tim ahli Amerika (DHHS April 2005), Nevirapine walaupun dapat menimbulkan gangguan faal hati, boleh digunakan pada penderita dengan koinfeksi hepatitis C, dengan pemantauan yang seksama. Konsensus Paris 2005 menganjurkan pemberian Pegylated Interferon- Ribavirin selama 48 minggu. Koinfeksi dengan hepatitis C memerlukan penatalaksanaan yang lebih khusus dan komprehensif. Jenis kombinasi ARV juga perlu dipantau lebih ketat terhadap gangguan faal hati, anemia dan leukopenia. Peginterferon dan Ribavirin dalam kombinasi dengan Interferon selain bermanfaat mengatasi hepatitis C juga untuk hepatitis D. Ada juga obat-obatan yang merupakan kombinasi imunologi dan antivirus yang tampaknya dapat menekan kadar virus hepatitis C dalam darah secara lebih efektif dari pada terapi ulang dengan interferon saja. Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat digunakan pada terapi hepatitis B kronik sebagai monoterapi atau terapi kombinasi dengan interferon. Diuretik Diuretik tertentu, seperti Spironolactone, dapat membantu mengatasi edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena menyebabkan ekskresi elektrolit. Obat diuretik lain yang digunakan dalam pengobatan penyakit hati selain Spironolactone adalah Furosemide yang efektif untuk pasien yang gagal memberikan tanggapan terhadap Spironolactone. Obat lain seperti Thiazide atau Metolazone dapat bermanfaat pada keadaan tertentu. Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector.

Golongan ini digunakan untuk melindungi hati dari kerusakan yang lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Kolagogum misalnya calcium pantothenate, L-ornithine-L-aspartate, lactulose, metadoxine, phosphatidyl choline, silymarin dan ursodeoxycholic acid dapat digunakan pada kelainan yang disebabkan karena kongesti atau insufisiensi empedu, misalnya konstipasi biliari yang keras, ikterus dan hepatitis ringan, dengan menstimulasi aliran empedu dari hati. Namun demikian, jangan gunakan obat ini pada kasus hepatitis viral akut atau kelainan hati yang sangat toksik. Multivitamin dengan mineral Golongan ini digunakan sebagai terapi penunjang pada pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya. Biasanya penyakit hati menimbulkan gejala- gejala seperti lemah, malaise, dan lain-lain, sehingga pasien memerlukan suplemen vitamin dan mineral. Hati memainkan peranan penting dalam beberapa langkah metabolisme vitamin. Vitamin terdiri dari vitamin- vitamin yang larut dalam lemak (fat-soluble) seperti vitamin A, D, E dan K atau yang larut dalam air (water-soluble) seperti vitamin C dan B- kompleks. Kekurangan vitamin-vitamin yang larut dalam air dapat terjadi pada pasien dengan penyakit hati tahap lanjut, tetapi hal ini biasanya terjadi karena masukan makanan dan gizi yang kurang atau tidak layak. Penyimpanan vitamin B12 biasanya jauh melebihi kebutuhan tubuh; defisiensi jarang terjadi karena penyakit hati atau gagal hati. Tetapi, ketika masukan gizi makanan menurun, biasanya tubuh juga kekurangan tiamin dan folat. Biasanya suplemen oral cukup untuk mengembalikan tiamin dan folat ke level normal. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak tidak hanya membutuhkan asupan gizi makanan yang cukup tetapi juga pencernaan yang baik serta penyerapan yang baik oleh tubuh. Oleh sebab itu, produksi bilirubin dalam jumlah normal sangat penting. Bilirubin di dalam saluran cerna atau usus dibutuhkan untuk penyerapan vitamin-vitamin larut lemak ke dalam tubuh. Bilirubin bekerja sebagai deterjen, memecah-mecah dan melarutkan vitamin-vitamin ini agar mereka dapat diserap tubuh dengan baik. Jika produksi bilirubin buruk, suplemen oral vitamin-vitamin A, D, E, K mungkin tidak akan cukup untuk mengembalikan level vitamin ke level normal. Penggunaan larutan serupa deterjen dari vitamin E cair meningkatkan penyerapan vitamin E pada pasien dengan penyakit hati tahap lanjut. Larutan yang sama juga dapat memperbaiki penyerapan vitamin A, D, dan K jika vitamin K diminum secara bersamaan dengan vitamin E. Asupan vitamin A dalam jumlah cukup dapat membantu mencegah penumpukan jaringan sel yang mengeras, yang merupakan karakteristik penyakit hati. Tetapi penggunaan vitamin yang larut lemak ini untuk jangka panjang dan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan pembengkakan hati dan penyakit hati. Vitamin E dapat mencegah kerusakan pada hati dan sirosis, menurut percobaan dengan memberi suplemen vitamin E pada tikus dalam jumlah yang meningkatkan konsentrasi vitamin E hati. Tikus-tikus itu kemudian diberi karbon tetraklorida untuk mengetes apakah perawatan dengan vitamin E yang dilakukan sebelumnya dapat melindungi mereka baik dari kerusakan hati akut atau kronis dan sirosis. Suplemen vitamin E meningkatkan kandungan vitamin dalam tiga bagian hati dan mengurangi kerusakan oksidatif pada sel-sel hati, tetapi tidak memiliki dampak perlindungan apapun pada infiltrasi lemak hati. Sirosis juga tampak dapat dicegah dalam kelompok tikus yang diberi suplemen vitamin E. Tampaknya vitamin E memberi cukup perlindungan terhadap nekrosis akibat karbon tetraklorida dan sirosis, mungkin dengan mengurangi penyebaran proses oksidasi lipid dan mengurangi jangkauan kerusakan oksidatif hati. c. Terapi dengan Vaksinasi

Interferon mempunyai sistem imun alamiah tubuh dan bertugas untuk melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C dan D. Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu mencegah berulangnya hepatitis B setelah transplantasi hati. Interferon adalah glikoprotein yang diproduksi oleh sel-sel tertentu dan T- limfosit selama infeksi virus. Ada 3 tipe interferon manusia, yaitu interferon α, interferon β dan interferon γ; yang sejak tahun 1985 telah diperoleh murni dengan jalan teknik rekombinan DNA. Pada proses ini, sepotong DNA dari leukosit yang mengandung gen interferon, dimasukkan ke dalam plasmid kuman E.coli. Dengan demikian, kuman ini mampu memperbanyak DNA tersebut dan mensintesa interferon. Ada juga vaksin HBV orisinil pada tahun 1982 yang berasal dari pembawa HBV, kini telah digantikan dengan vaksin mutakhir hasil rekayasa genetika dari ragi rekombinan. Vaksin mengandung partikel- partikel HBsAg yang tidak menular. Tiga injeksi serial akan menghasilkan antibodi terhadap HBsAg pada 95% kasus yang divaksinasi, namun tidak memiliki efek terhadap individu pembawa. d. Terapi Transplantasi Hati Transplantasi hati dewasa ini merupakan terapi yang diterima untuk kegagalan hati fulminan yang tak dapat pulih dan untuk komplikasi- komplikasi penyakit hati kronis tahap akhir. Penentuan saat transplantasi hati sangat kompleks. Para pasien dengan kegagalan hati fulminan dipertimbangkan untuk transplantasi bila terdapat tanda-tanda ensefalopati lanjut, koagulapati mencolok (waktu prothrombin 20 menit) atau hipoglikemia. Pada pasien dengan penyakit hati kronis dipertimbangkan untuk transplantasi bila terdapat komplikasi-komplikasi yang meliputi asites refrakter, peritonitis bakterial spontan, ensefalopati, perdarahan varises atau gangguan parah pada fungsi sintesis dengan koagulopati atau hipoalbuminemia. Lebih dari 2000 transplantasi hati telah dilakukan sejak tahun 1963. Ada dua tipe utama transplantasi: .

Homotransplantasi auksilaris dimana sebuah hati ditransplantasikan 
 di tempat lain dari hati yang sudah ada dibiarkan tetap ditempatnya. 


.

Transplantasi ortotopik dimana sebuah hati baru diletakkan pada tempat hati yang lama. Yang terakhir ini lebih populer. Transplantasi 
 hati yang berhasil merupakan usaha gabungan medis dan bedah. 


Masa bertahan hidup 1 tahun adalah 60-70% bagi orang dewasa dan 80% pada anak-anak. Transplantasi untuk keganasan memiliki kemungkinan keberhasilan yang lebih buruk daripada untuk penyakit jinak, karena kekambuhan penyakitnya. Transplantasi untuk gagal hati akut pada mereka yang diperkirakan tidak memiliki kemungkinan untuk dapat bertahan hidup misalnya pada gagal hati fulminan akibat hepatitis non A, non B, hepatitis halotan atau keracuran Paracetamol yang disertai dengan koagulopati berat atau bilirubin >100 μmol/L, jika dilakukan sebelum terjadinya edema serebral, memiliki prognosis yang baik. 3.2. Obat untuk Penyakit Hati 6. Obat untuk hepatitis 
 7. Obat untuk komplikasi sirosis hati 


8. Obat untuk mengatasi perlemakan hati 
 9. Obat untuk abses hati 
 a. Obat untuk Hepatitis 1. Lamivudin Indikasi : Hepatitis B kronik.
 Dosis :
 Dewasa, anak > 12 tahun : 100 mg 1 x sehari.
 Anak usia 2 – 11 tahun : 3 mg/kg 1 x sehari (maksimum 100 mg/hari). Efek samping : diare, nyeri perut, ruam, malaise, lelah, demam, anemia, neutropenia, trombositopenia, neuropati, jarang pankreatitis. Interaksi obat : Trimetroprim menyebabkan peningkatan kadar Lamivudine dalam plasma.
 Perhatian : pankreatitis, kerusakan ginjal berat, penderita sirosis berat, hamil dan laktasi.
 Penatalaksanaan : Tes untuk HBeAg dan anti HBe di akhir pengobatan selama 1 
 tahun dan kemudian setiap 3 -6 bulan. 
 Durasi pengobatan optimal untuk hepatitis B belum diketahui, 
 tetapi pengobatan dapat dihentikan setelah 1 tahun jika ditemukan adanya serokonversi HBeAg. 
 - Pengobatan lebih lanjut 3 – 6 bulan setelah ada serokonversi HBeAg untuk mengurangi kemungkinan kambuh. - Monitoring fungsi hati selama paling sedikit 4 bulan setelah penghentian terapi dengan Lamivudine.

2. Interferon α Indikasi : Hepatitis B kronik, hepatitis C kronik Dosis :
 Hepatitis B kronik


a. Interferon α-2a 6 SC/IM, 4,5 x 10 unit 3 x seminggu. Jika terjadi toleransi dan tidak menimbulkan respon setelah 1 bulan, 6 secara bertahap naikkan dosis sampai dosis maksimum 18x10 unit, 3 x seminggu. Pertahankan dosis minimum terapi selama 4-6 bulan kecuali dalam keadaan intoleran.

b.Interferon α-2b 6 6 
 SC, 3 x 10 unit, 3 x seminggu. Tingkatkan dosis 5-10x10 unit, 3 x seminggu setelah 1 bulan jika terjadi toleransi pada dosis lebih rendah dan tidak berefek. Pertahankan dosis minimum terapi selama 4-6 bulan kecuali dalam keadaan intoleran. Hepatitis C kronik Gunakan bersama Ribavirin (kecuali kontraindikasi). Kombinasi Interferon α dengan Ribavirin lebih efektif.
 a. Interferon α-2a dan α-2b 6 SC, 3 x 10 unit 3 x seminggu selama 12 minggu. Lakukan tes Hepatitis C RNA dan jika pasien memberikan respon, lanjutkan selama 6-12 bulan. b. Peginterferon α-2a
 SC, 180 μg 1 x seminggu c.Peginterferon α-2b
 SC, 0,5 μg/kg (1 μg/kg digunakan untuk infeksi genotip 1) 1 x seminggu. Penatalaksanaan : • Peginterferon α-2a dengan Ribavirin untuk infeksi genotip 1. 
 • Peginterferon α dengan Ribavirin, Interferon α dengan Ribavirin 
 untuk infeksi genotip 2 dan 3. 
 • Peginterferon α tunggal untuk pasien dengan kontraindikasi 
 terhadap Ribavirin. 
 • Peginterferon α tunggal : tes Hepatitis C RNA selama 12 minggu, 
 jika ada respon, lanjutkan pengobatan selama 48 minggu. Jika 
 tidak ada respon (positif HCV RNA) hentikan pengobatan. 
 • Tes Hepatitis C RNA 6 bulan setelah penghentian pengobatan 
 untuk melihat respon. 


3. Ribavirin dengan Interferon Indikasi : Hepatitis C kronik pada pasien penyakit hati >18 tahun yang mengalami kegagalan dengan monoterapi menggunakan Interferon α-2a atau α-2b.
 Ribavirin dengan Peginterferon α-2a atau α-2b Untuk Hepatitis C kronik pada pasien > 18 tahun yang mengalami relaps setelah mendapat terapi dengan Interferon α.
 Kontraindikasi :
 Wanita hamil dan suami dari wanita hamil, pasangan yang berencana memiliki anak kandung, mempunyai reaksi alergi terhadap Ribavirin, penyakit jantung berat 6 bulan yang

lalu, haemoglobinopathy, hepatitis autoimun, sirosis hati yang tidak terkompensasi, penyakit tiroid, adanya penyakit atau riwayat kondisi psikiatrik berat, terutama depresi, keinginan atau ada upaya bunuh diri. Perhatian :
 Wanita subur dan pria harus menggunakan kontrasepsi efektif selama terapi 6 bulan sesudahnya, tes hamil harus dilakukan tiap 6 bulan selama terapi. Lakukan tes darah lengkap secara berkala sejak awal terapi. Riwayat penyakit paru atau diabetes mellitus yang cenderung ketoasidosis, gangguan pembekuan darah atau mielosupresi berat. Tes daya visual dianjurkan sebelum terapi pada pasien diabetes mellitus atau hipertensi. Monitor fungsi jantung pada pasien dengan riwayat penyakit jantung kongestif, miokard infark dan gangguan aritmia. Dapat menimbulkan kekambuhan penyakit psoriasis.
 Efek Samping :
 Hemolisis, anemia, neutropenia, mulut kering, hiperhidrosis, asthenia, lemah, demam, sakit kepala, gejala menyerupai flu, kekakuan, berat badan menurun, gangguan GI, artralgia, mialgia, insomnia, somnolen, batuk, dispnea, faringitis, alopesia, depresi. Interaksi Obat : Zidovudine, Stavudine.
 Dosis :
 Ribavirin dengan Interferon α-2b
 6 Interferon α-2b : 3 x 10 unit SC 3 x seminggu dan Ribavirin per hari berdasarkan berat badan : < 75 kg, Ribavirin 400 mg pagi dan 600 mg sore hari
 > 75 kg, Ribavirin 600 mg pagi dan sore hari 
 Ribavirin dengan Peginterferon α-2a
 Peginterferon α-2a : 180 μg SC 1 x seminggu dengan Ribavirin per hari berdasarkan berat badan dan genotip HCV Genotip 1, < 75 kg, 400 mg pagi dan 600 mg malam hari. >75 kg, 600 mg pagi dan malam hari. Genotip 2 dan 3, 400 mg pagi dan malam hari. Ribavirin dengan Peginterferon α-2b Peginterferon α-2b : 1,5 μg/kg SC 1 x seminggu dan Ribavirin berdasarkan berat badan :
 < 65 kg, SC Peginterferon α-2b 100 μg 1 x seminggu, oral Ribavirin 400 mg pagi dan malam hari. 65-80 kg, SC Peginterferon α-2b 120 μg 1 x seminggu, oral Ribavirin 400 mg pagi dan 600 mg malam hari.
 >80-85 kg, SC Peginterferon α-2b 150 μg 1 x seminggu, oral Ribavirin 400 mg pagi dan 600 mg malam hari. > 85 kg, SC Peginterferon α-2b 150 μg 1 x seminggu, oral Ribavirin 600 mg pagi dan 600 mg malam hari 
 Penatalaksanaan : • Ribavirin tidak efektif jika digunakan tunggal. 
 • Ribavirin dengan Peginterferon α untuk infeksi genotip 1.

• Ribavirin dengan Peginterferon α atau Ribavirin dengan Interferon α untuk infeksi genotip 2 dan 3. 
 • Peginterferon α tunggal jika kontraindikasi dengan Ribavirin. 
 • Terapi untuk infeksi 1 dan 4 selama 48 minggu. 
 • Terapi untuk infeksi 2 dan 3 selama 24 minggu. 
 b. Obat untuk komplikasi sirosis hati 1. Asites 


Obat

Dosis per hari

Keuntungan

Spironolactone

100-600 mg

Antagonis aldosteron Slow diuresis

Hiperkalemia, ginekomastia, mengantuk, letargi, ruam, sakit kepala, ataksia, impotensi, jarang agranulositosis.

Efek samping

Furosemide

40-160 mg

Diuresis cepat.

Rasa tidak enak pada abdominal, hipotensi ortostatik, gangguan GI, penglihatan kabur, pusing dehidrasi. Hipo kalemia atau hipo natremia.

Bumetamide

1-4 mg

Diuresis cepat.

Nefrotoksik, dehidrasi, hiponatraemia

Amiloride

5-10 mg

Sebagai agen hemat Kalium atau diuresis lemah, digunakan jika kontraindikasi terhadap Spironolactone

Hiperkalemia, hypoatraemia, hypochloraemia (khususnya waktu dikombinasi dengan thiazid), lemah, sakit kepala, nausea, muntah, konstipasi, impotensi, diare, anoreksia, mulut kering, nyeri perut, flatulen

Metolazone

Dosis awal 5 mg

Berfungsi dalam induksi diuresis dalam kasus resistensi

Hyponatraemia atau hipokalemia

hipokalemia,

Tabel 2 Obat-Obat Untuk Terapi Asites 2. Ensefalopati Hati Obat

Dosis

Lactulose

15-30 ml per oral 2-4 x sehari

Flatulen, rasa tidak enak pada perut, diare, ketidakseimbangan elektrolit

Metronidazole

400-800 mg per oral per hari dalam dosis terbagi

Gangguan GI, mual, anoreksia,
 rasa kecap logam, muntah,

Efek Samping

urtikaria, pruritus

Neomycin

2-4 g per oral per hari dalam dosis terbagi

Nausea, muntah, diare, reaksi alergi, diare, jarang ototoksisitas, nefrotoksisitas

3.Peritonitis Bakterial spontan . Tabel 3. Obat-Obat Untuk Terapi Ensefalopati Hati Obat

Dosis

Kontraindikasi

Efek Samping

Dewasa:
 Oral, 250-500 mg setiap 6 jam. Maksimum 4 g sehari. IM/IV, 500 mg-1g setiap Ampicillin

4-6 jam
 Anak-anak :
 Oral 7,5-25 mg/kg setiap 6 jam sampai 4 g sehari.
 IM/IV, 10-25

Hipersensitivitas terhadap penicillin

Reaksi alergi, anafilaksis, diare, mual, muntah, nyeri abdomen, superinfeksi

Hipersensitivitas terhadap penicillin, sefalosporin atau carbapenem

Pankreatitis, anafilaksis

Hipersensitivitas terhadap penicillin, sefalosporin atau carbapenem

Pankreatitis, anafilaksis

mg/kg setiap 6 jam, maksimum 50 mg/kg setiap 4 jam

Cefotaxime

Ceftriaxone

Dewasa :IV 1-2 g setiap 8-12 jam, maksimum 12 g sehari Anak-anak : IV 25-50 mg/kg setiap 8 jam. Dewasa : IM/IV 1-2 g 1x sehari (atau dalam 2 dosis terbagi), maksimum 4 g sehari. Anak-anak : IM/IV 50 mg/kg 1 x sehari

Tabel 4 Obat-obat untuk terapi Peritonitis Bakterial spontan Obat

Dosis dan pemberian

Somatostatin

250 μg/jam Infus IV selama 48 jam atau lebih jika pasien rebleed

Octreotide

50 μg/jam Infus IV selama 48 jam atau lebih jika pasien rebleed

T erlipressin dengan atau tanpa glyceryl trinitrate 10 mg patch replaced setiap 24 jam

1-2 mg bolus setiap 4-6 jam selama 48 jam.

Vasopressin dengan glyceryl trinitrate 10 mg patch replaced setiap 24 jam 20 unit di atas 15 menit, 0,4 unit per menit infus IV sampai

perdarahan berhenti selama 12 jam. Sumber : Clinical PharmacyTherapeutics, 2003
 Tabel 5. Obat-Obat Untuk Terapi Perdarahan Esofagus c. Obat untuk mengatasi Perlemakan Hati Untuk perlemakan hati dapat digunakan obat-obat yang dapat menurunkan kadar glukosa dan menurunkan kadar lipid.
 Obat- obat tersebut diantaranya :
 1. Insulin-sensitizing agent

Obat

Dosis

Pioglitazone

15-30 mg 1 x sehari, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimum 45 mg 1 x sehari setelah 4 minggu pengobatan tidak menimbulkan efek.

Rosiglitazone

Dosis awal 4 mg 1 x sehari, dapat ditingkatkan sampai 8 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis jika tidak menimbulkan efek setelah 6-8 minggu pengobatan.

Metformin

500 mg 1-3 x sehari, dapat ditingkatkan sampai 850 mg 23 x sehari berdasarkan respon.

Tabel 6 Obat-Obat Yang Termasuk Insulin-Sensitizing Agent 2. Obat yang dapat menurunkan kadar lemak Gemfibrozil Dosis : 600 mg 2 x sehari
 Kontraindikasi : alergi terhadap Gemfibrozil.
 Efek samping : mulut kering, sakit kepala, mialgia, apenditis, impotensi, depresi, urtikaria. 3. Obat-obat yang memperbaiki aliran darah Pentoxifylline Dosis : 400 mg 2-3 x sehari
 Efek samping : nausea, muntah, sakit kepala, angina, palpitasi, jarang hipersensitivitas, ruam, urtikaria, perdarahan, halusinasi. d. Obat untuk Abses Hati

Obat

Dibekacin

Dosis

Dewasa : IM 100 mg/hari
 Anak : 1-2 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis terbagi

Efek samping

Syok, ototoksisitas, nefrotoksisitas

Interaksi Obat Anestesi, diuretik, karbenisilin, sulbenisilin, tikarsilin,

piperasilin Dewasa : 4-5 g/kg/hari terbagi dalam 8-12 Netilmicin

jam
 Anak : 6-7,5 mg/kg/hari terbagi dalam 8 jam

Ototoksisitas, nefrotoksisitas

Obat ototoksik, nefrotoksik,

Ototoksisitas, nefrotoksisitas, alergi

Diuretik, anestetik

Pusing, vertigo, tinitus, telinga berdengung dan kehilangan pendengaran, depresi napas, letargi, gangguan penglihatan, hipotensi, ruam, urtikaria

Obat ototoksik, nefrotoksik, neurotoksik, diuretik poten, anestetik umum

Ototoksisitas, nefrotoksisitas

Diuretik poten, anestetik

Mual, anoreksia, rasa kecap logam, muntah, gangguan GI, urtikaria, pruritus, angioedema, anafilaksis

Alkohol (menimbulkan reaksi seperti disulfiram), meningkatkan efek antikoagulan dengan warfarin

Gangguan neurologi, gangguan GI, anoreksia, rasa logam, reaksi hipersensitif, leukopenia,

Intoleransi alkohol

diberikan selama 7-14 hari Dewasa : 15 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, Kanamycin

maksimum 1,5 g/hari
 Anak : 15 mg/kg/hari dalam dosis terbagi Bayi baru lahir 7,5 mg/kg/hari dalam dosis terbagi

Dewasa : IM/IV 4-7 mg/kg 1 x sehari Anak :
 1 bulan-10 tahun, IM/IV 7,5 mg/kg 1 x sehari atau 2,5 Gentamicin

mg/kg setiap 8 jam
 Anak > 5 tahun 1,52,5mg/kg/hari setiap 8 jam >10 tahun, IM/IV 6 mg/kg 1 x sehari atau 1-2 mg/kg setiap 8 jam

Dewasa : IM/IV 16-24 mg/kg 1 x sehari atau dalam 2-3 dosis terbagi
 Anak > 10 tahun, IM/IV 18 mg/kg Amikacin

1 x sehari atau 15 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis terbagi Infant, anak<10 tahun, IM/IV 22,5 mg/kg 1 x sehari atau 7,5 mg/kg 3 x sehari

Dewasa : 500-750 mg 3 x sehari selama 5-10 Metronidazole

hari
 Anak : 35-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi selama 10 hari

Dewasa : 2 g sebagai dosis tunggal selama 3 hari atau Tinidazole

600 mg 2 x sehari selama 5 hari
 Anak : dosis tunggal 50-60 mg/kg selama

3 hari

sakit kepala, lelah

Dewasa : 1,5 g/hari dalam dosis tunggal atau terbagi Secnidazole

untuk 5 hari
 Anak : 2-30 mg/kg/hari dosis tunggal

Dewasa : hari ke-1 dan ke-2 → 600 mg, hari ke-3 → Kloroquin

300 mg
 Anak : hari ke-1 dan hari ke-2 → 10 mg/kg, hari ke-3 → 5 mg/kg

Rasa kecap logam, glositis, urtikaria, erupsi, bingung, gelisah

Sakit kepala, gatal, ansietas, jarang aritmia

Menimbulkan potensiasi efek warfarin

Fenilbutazon yang menyebabkan reaksi dermatitis

Tabel 7 Obat-Obat Untuk Terapi Abses Hati. 3.3. Masalah Terapi Obat Masalah terapi obat adalah hal-hal berikut : 1. Indikasi yang tidak tepat. a.

Membutuhkan tambahan terapi obat. 


b.

Tidak memerlukan terapi obat. 


2. Terapi obat yang tidak efektif. a.

Minum obat yang salah. 


b.

Minum obat dengan dosis terlalu kecil. 


3. Terapi obat tidak aman 
 4. Minum obat dengan dosis terlalu besar 
 5. Mengalami adverse drug reaction, alergi, idiosinkrasi, toksisitas, interaksi 
 obat dan makanan. 
 6. Tidak taat minum obat. 
 Hati bersama-sama dengan ginjal merupakan organ utama yang terlibat dalam metabolisme dan ekskresi obat. Suatu gangguan pada fungsi salah satu organ itu dapat mengganggu eliminasi sejumlah obat-obatan sehingga pemberian obat- obatan itu perlu dihentikan atau disesuaikan dosisnya. Lebih jauh, kadar obat dalam darah pada penderita penyakit hati dapat meningkat baik karena shunt portalsistemik ataupun karena penurunan kadar protein plasma pengikat obat (misalnya albumin). Pada sebagian besar kasus, obat-obatan dapat digunakan dengan aman pada penderita penyakit hati asalkan :

1. Dosis obat diturunkan bila diketahui bahwa suatu obat mengalami ekskresi 
 atau metabolisme yang bermakna dalam hati. 
 2. Penderita diawasi lebih lanjut secara ketat terhadap tanda-tanda keracunan 
 dan jika dapat diperoleh kadar obat dalam serum atau darah dipantau 
 3. Obat-obat alternatif yang tidak mengalami ekskresi atau metabolisme yang bermakna dalam hati digunakan sebagai pengganti apabila tersedia. 4. Obat-obatan yang berkaitan dengan timbulnya penyakit hati kronik dihindari. Obat-obat di bawah ini hendaknya digunakan dengan hati-hati atau jika mungkin dihindari pada pasienpasien dengan penyakit hati kronis : Acetaminophen Amiodarone
 Chlorpromazine Dantrolene Ethanol
 Halothane
 Isoniazid
 Methyldopa
 Nitrofurantoin
 Oxyphenisatin

Propylthiouracil

Sulfonamida Penggunaan Lamivudine sebagai terapi Hepatitis B kronik Pertimbangan khusus yang harus diperhatikan dalam pengobatan hepatitis B kronik adalah : 1.

- Pada pengobatan hepatitis B kronik pada pasien dewasa dengan kerusakan 
 pada fungsi ginjal, dosis dapat dikurangi. Jika creatinine clearance 30-49 ml/menit dosis yang diberikan adalah 100 mg pada hari pertama kemudian 50 mg 1 x sehari selanjutnya. Jika creatinine clearance 15-29 ml/menit dosis yang diberikan 100 mg pada hari pertama selanjutnya 25 mg 1 x sehari. Jika creatinine clearance 5-14 ml/menit dosis yang diberikan 35 mg pada hari pertama kemudian 15 mg 1 x sehari. Jika creatinine clearance kurang dari 5 ml/menit dosis yang diberikan 35 mg pada hari pertama dan 10 mg selanjutnya. 


2.

- Jika digunakan bersama Zidovudine dapat menimbulkan anemia. Monitoring dan lakukan pemeriksaan darah secara lengkap pada waktu awal pengobatan selanjutnya setiap bulan selama 3 bulan. 


3.

- Jika digunakan bersama Pentamidine secara IV dapat meningkatkan risiko pankreatitis, khususnya pada anak-anak. Monitoring secara teliti dan hindari kombinasi LamivudinePentamidine. 


4.

- Hindari juga kombinasi pengobatan Lamivudine-Zalcitabine.

Penggunaan Interferon α sebagai terapi Hepatitis 


1.

Dosis Interferon α dikurangi sampai 50% jika terjadi efek samping berupa 
 lelah yang mengganggu rutinitas harian, mual yang kadang-kadang disertai muntah, granulositopenia 3 3 (<750/mm ) dan atau trombositopenia (< 50.000/mm ). 


2.

Segera hentikan jika efek samping lelah sampai harus berbaring di tempat tidur dan 3 muntah lebih dari 2 kali sehari, granulositopenia (<750/mm ) dan atau trombositopenia (< 3 30.000/mm ). 


3.

Pengobatan dapat menyebabkan rasa lelah, mengantuk dan bingung. Hindari kegiatan mengendarai atau menggunakan mesin jika mengalami hal tersebut. 


Penggunaan Ribavirin dengan Interferon α sebagai terapi hepatitis 1.

- Pada pasien dengan penyakit kardiovaskular dapat menyebabkan reaksi destabilisasi. Monitoring selama pengobatan dan kurangi dosis oral Ribavirin jika jumlah hemoglobin menurun lebih dari 20 g/l selama 4 mgg. Jika tetap kurang dari 120 g/l setelah 4 minggu maka hentikan pengobatan. 


2.

- Pengobatan bersama Didanosine dapat meningkatkan toksisitas Didanosine. Hindari pemakaian kombinasi Ribavirin-Didanosine. 


3.

- Jika creatinine clearance kurang dari 50 ml/menit maka hindari penggunaan kombinasiRibavirin dengan Interferon α. 


Penggunaan Spironolactone sebagai terapi asites 
 -1. Pengobatan bersama obat yang dapat meningkatkan konsentrasi kalium (misal ACE inhibitor) dapat meningkatkan risiko hiperkalemia. Hindari kombinasinya atau dengan memonitor konsentrasi kalium. 
 2.

-Pada pasien dengan kerusakan ginjal dapat meningkatkan risiko hiperkalemia. Hindari

penggunaan Spironolactone pada pasien dengan kerusakan ginjal berat. 
 - Pada pasien dengan sirosis, Spironolactone dapat memperburuk gagal ginjal, hyperchloreamic metabolic acidosis dan ensefalopati hati. Risiko menjadi lebih besar jika Spironolactone digunakan bersama diuretik lainnya. Penggunaan Antibiotik Penicillin dan Aminogikosida sebagai terapi penyakit hati
 Pada penggunaan antibiotik penicillin dan aminoglikosida pada pengobatan penyakit hati harus diperhatikan kepatuhan dan keteraturan minum obat untuk menghindari bahaya resistensi.

REFERENSI DARI GOOGLE

PARAMETER-PARAMETER FUNGSI HATI 1. Bilirubin Dalam uji laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk. Bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk dengan persamaan; bilirubin indirek = total bilirubin - bilirubin direk. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium diantaranya seperti: makan yang mengandung tinggi lemak. Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin, hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan menurun, dan obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin. Bilirubin dibentuk oleh aktivitas biliverdin reductase pada biliverdin. Bilirubin ketika dioksidasi, maka akan kembali menjadi biliverdin lagi. Siklus ini menunjukkan kemampuan aktivitas antioksidan dari bilirubin. Di dalam darah, bilirubin memiliki dua bentuk yaitu bilirubin direk yang larut dalam air dan bilirubin indirek tidak larut dalam air tapi larut lemak. Nilai normal bilirubin berbeda pada setiap literatur. Nilai normal bilirubin. Nilai Normal μmol/L

mg/dL

5.1–17.0

0.3–1.0

Total bilirubin

2. Waktu Prothrombin (Prothrombin time) Prothrombin time digunakan untuk menetapkan kemampuan membeku darah pada pengukuran dosis warfarin, gangguan fungsi hati, dan dosis vitamin K di dalam tubuh. Range kadar prothrombin time biasanya sekitar 12–18 detik dan range normal untuk INR adalah 0.8–1.2 (Thapa & Walia, 2007). Nilai rujukan untuk prothrombin time (PT): Nilai normal Prothrombin Time (PT)

Laki-laki

Wanita

9.6-11.8 detik

9.5-11.3 detik

3.

Serum albumin

Serum albumin, sering disebut sebagai albumin. Albumin banyak terdapat pada protein plasma manusia. Albumin penting untuk mengatur tekanan osmotik yang mana berperan dalam distribusi cairan tubuh antara bagian intravascular dengan jaringan tubuh. Albumin juga berperan dalam membawa protein dan asam lemak. Albumin merupakan penanda spesifik terhadap fungsi hati, tetapi tidak terlalu berguna dalam kondisi akut (Limdi & Hyde, 2003). Nilai rujukan untuk albumin. Nilai normal Dewasa

Anak-anak

3.8-5.0 g/dL

3.0-5.0 g/dL

Albumin (Alb) 4. Asites Asites merupakan akumulasi cairan lymph pada ruang peritoneal. Asites merupakan salah satu gejala yang tampak pada umumnya dari sirosis. Lebih dari 1,5% pasien sirosis menyebabkan terjadinya asites dalam setiap diagnosa sirosis. Mekanisme perkembangan asites secara pasti belum diketahui (Dipiro, 2005). Asites memiliki tiga tingkatan: ·

Tingkat 1: ringan, asites hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan ultrasound.

·

Tingkat 2: sedang, terlihat sedikit pembengkakkan abdomen yang simetris.

· Tingkat 3: berat, tampak pembengkakkan abdomen yang besar (Moore, Wong, Gines, Bernardi, Ochs, Salerno, Angeli, Porayko, Moreau, Garcia-Tsao, Jimenez, Planas, & Arroyo, 2003) 5.

Ensefalopati Hepatik

Ensefalopati hepatik dikarenakan akumulasi zat-zat beracun pada aliran darah yang normalnya dikeluarkan melalui hati. Ensefalopati sering timbul sebagai gejala dan tanda gangguan hati jaundice (timbulya warna kuning pada kulit dan mata), asites(terakumulasinya cairan pada bagian abdominal), dan peripheral edema (bengkak pada kaki dikarenakan penumpukan cairan pada kulit). Tingkat keparahan ensefalopati hepatik menurut kriteria West Haven: ·

Tingkat 1 (Ringan): terlalu senang ataupun gelisah; kurangnya konsentrasi

·

Tingkat 2 (Lesu): minimal disorientasi terhadap waktu dan tempat.

·

Tingkat 3 (Pingsan): tapi tetap responsif dengan stimulasi verbal, kebingungan.

· 6.

Tingkat 4 (Koma): tidak responsive Enzim-enzim Transferase

Perbandingan antara AST dan ALT dapat menjadi tambahan petunjuk pada beberapa gejala penyakit: ALT>AST terjadi pada gangguan fungsi hati kronis, AST>ALT terjadi pada sirosis hati.

Perbandingan AST:ALT yang besar juga sangat berguna, jika >2 mengindikasikan gangguan fungsi hati dikarenakan alkohol, dan bila perbandingannya <1.0 mengisyaratkan gangguan fungsi hati non-alkohol (Limdi & Hyde, 2003). Nilai rujukan untuk SGOT/AST. Nilai normal Laki-laki

Wanita

8-26 U/L

8-20 U/L

AST (Aspartat aminotransferase)

Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST: · Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai normal): kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa · Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal): obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis · Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal): perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA). Nilai rujukan untuk SGPT/ALT Nilai normal Laki-laki

Wanita

7-46 U/mL

5-35 U/mL

ALT (Alanin aminotransferase)

Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/SGOT adalah: · Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal: hepatitis viral akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia) · Peningkatan 3-10 kali normal: infeksi mononuklear, hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT) · Peningkatan 1-3 kali normal: pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosis biliaris (Thapa & Walia, 2007). 7.

Gamma-Glutamyl Transferase (GGT)

GGT mempunyai hubungan dengan saluran empedu. Peningkatan secara khas terjadi pada kondisi cholestasis dengan peningkatan juga terjadi pada ALP, tetapi bila jumlah ALP normal, maka mengindikasikan terjadinya induksi enzim metabolit hati (Limdi & Hyde, 2003). Kadar normal Gamma-glutamyl transferase (GGT).

Nilai normal Laki-laki

Wanita

10-39 U/mL

6-29U/mL

Gamma-glutamyl transferase (GGT)

8. Alkaline Phosphatase (ALP) Peningkatan jumlah dari ALP di dalam darah biasanya disebabkan oleh kerusakan fungsi hati atau kerusakan tulang. Jumlah enzim ini dapat meningkat tajam seperti pada kasus tersumbatnya saluran empedu. Peningkatan jumlah yang kecil pada darah dapat terjadi pada kondisi pasien kanker dan sirrosis yang menggunakan obat yang merusak hati serta pada penderita hepatitis. Kondisi lain yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah ALP adalah gangguan pada tulang seperti rheumatoid arthritis dan penyembuhan patah tulang. Anak-anak dan remaja juga memiliki jumlah ALP yang tinggi, hal tersebut dikarenakan tulang masih dalam tahap pertumbuhan (Limdi & Hyde, 2003). Kadar normal alkaline phosphatase (ALP). Nilai normal Laki-laki

Wanita

98-251 U/L

81-196 U/L

Alkaline phosphatase (ALP)

Panduan umum dalam peresepan obat pada gangguan hati 1.

Hindari obat-obat hepatotoksik.

2.

Gunakan obat-obat yang aman untuk ginjal sebagai pilihan.

3.

Monitor efek samping obat untuk obat yang aman untuk hati.

4.

Hindari obat yang meningkatkan resiko pendarahan.

5.

Hindari obat-obat sedatif jika ada resiko ensepalopati hepatika.

6. Pada kelainan hati sedang dan berat dapat dilakukan pengurangan dosis untuk obat yang dimetabolisme utama di hati atau meningkatkan interval untuk semua obat yang kurang aman untuk hati. 7.

Jika albumin rendah pertimbangkan untuk menurunkan dosis obat yang ikatan proteinnya tinggi.

8. Obat yang mempengaruhi keseimbangan elektrolit harus digunakan secara hati-hati dan harus dimonitor.

9. Pada pilihannya gunakan obat lama, obat yang dibuat dengan baik, jika dalam pengalaman penggunaan obat menyebabkan gangguan hati. 10. Sedapat mungkin gunakan dosis terendah dan tingkatkan kehati-hatian berdasarkan respon efek sampingnya (Wiffen, 2006).

Jika obat-obatan yang secara prinsipnya dieliminasi oleh hati pada pasien kerusakan fungsi hati, ada beberapa pilihan dalam penatalaksanaan dosis obat, yaitu:   

· · ·

Mengurangi dosis obat dan interval pemberian obat tetap Menggunakan dosis normal dan memperlama interval obat Memodifikasi dosis dan interval pemberian obat.

PENYEBAB DAN RISIKO PENYAKIT Penyakit hati dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang bervariasi. Penyebab-penyebabnya termasuk: –

Kerusakan-kerusakan bawaan sejak lahir atau kelainan-kelainan hati yang hadir pada kelahiran



Kelainan-kelainan metabolisme atau kerusakan dalam proses dasar tubuh



Infeksi-infeksi virus atau bakteri



Alkohol atau keracunan oleh racun



Obat-obat terentu yang merupakan racun bagi hati



Kekurangan Gizi (nutrisi)



Trauma atau luka

HAL-HAL YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBERIAN OBAT YANG DIMETABOLISME DI HATI 

Obat-obat hepatotoksik.

Obat ini umumnya menyebabkan toksik pada pasien dengan gangguan fungsi hati. 

Ikatan protein

Hati merupakan sumber utama dalam sintesis protein plasma (misalnya; albumin).Pada gangguan hati, jumlah protein plasma akan berkurang, sehingga protein yang tersedia untuk berikatan sedikit, dan obat yang

bebas akan banyak. Hal ini dapat meningkatkan efek dan toksisitas, terutama untuk obat yang memiliki indeks terapeutik sempit dan ikatannya dengan protein plasma tinggi. 

Antikoagulan dan obat-obat yang menyebabkan pendarahan.

Hati merupakan tempat utama dalam pembentukan faktor pembekuan darah dan akan terjadi resiko pendaharan pada penderita yang kondisi hatinya buruk.

EFEK PENYAKIT HATI TERHADAP AKTIVITAS FARMAKOLOGI OBAT 1. Perubahan terhadap parameter farmakokinetika obat 2. Perubahan farmakodinamika akibat proses penyakit yang terjadi Efek penyakit hati terhadap farmakokinetika obat terutama disebabkan oleh  

Obat dimetabolisme oleh satu atau lebih enzim pada sel didalam bagian2 hati yang berbeda. Beberapa obat dan metabolitnya diekskresikan melalui sekresi bilier

Penyakit hati dapat mengakibatkan antara lain:    

Akumulasi obat Kegagalan membentuk metabolit aktif/inaktif Peningkatan ba oral Efek lain yang terkait ikatan protein dan fungsi ginjal

TERAPI PADA PENYAKIT HATI    

Terapi tanpa obat Terapi dengan obat Terapi dengan vaksinasi Terapi transplantasi hati

TERAPI TANPA OBAT    

Diet seimbang, jumlah kalori yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan dan aktivitas. Diet rendah protein, banyak makan sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai kemampuan untuk mencegah sembelit Manjalankan pola hidup teratur Konsultasi dengan petugas kesehatan

TERAPI OBAT 

Aminoglikosida:

– untuk abses hati yang disebabkan karena bakteri. Diberikan tiga kali dalam sehari secara teratur selama tujuh hari berturut-turut atau atas anjuran dokter 

Antiamuba:

– dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline, diloxanide furoate, emetine, etofamide, metronidazole, secnidazole, teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang digunakan untuk amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses hati karena amuba dapat diminimalkan  

 









Antimalaria: klorokuin, dapat juga digunakan untuk mengobati amubiasis. Obat ini mencegah perkembangan abses hati yang disebabkan oleh amuba. Antivirus: Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita hepatitis B. Obat ini mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi kemampuan virus hepatitis B berproliferasi. Pengobatan dengan lamivudine akan menghasilkan HBV menjadi negatif pada semua pasien selama 1 bulan. Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV) pada koinfeksi hepatitis C, saat ini tersedia ARV gratis di Indonesia. ARV yang tersedia gratis adalah Duviral (Zidovudine + Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine). Sedangkan Efavirenz (Stocrin) tersedia gratis dalam jumlah yang amat terbatas. Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum untuk penderita sedang mendapat pengobatan Interferon dan Ribavirin, karena beratnya efek samping faal hati. Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat digunakan pada terapi hepatitis B kronik sebagai monoterapi atau terapi kombinasi dengan interferon. Diuretik tertentu, seperti Spironolactone dan furosemid dapat membantu mengatasi edema yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena menyebabkan ekskresi elektrolit Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector, golongan ini digunakan untuk melindungi hati dari kerusakan yang lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Misalnya: kalsium pantotenate, Lornitine-L-aspartate, lactose, metadoxine, phosphatidyl choline, silymarin dan ursodeoxycholic acid Multivitamin dengan mineral, golongan ini digunakan sebagai terapi, Sebagai terapi penunjang pada pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya. Vitamin terdiri dari vitamin larut lemak (A, D, E, K) dan vitamin larut air (C dan B). Terapi dengan Vaksinasi, Interferon mempunyai sistem imun alamiah tubuh dan bertugas untuk melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C dan D. Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu mencegah berulangnya hepatitis B setelah transplantasi hati. Terapi dengan Transplantasi Hati, dewasa ini merupakan terapi yang diterima untuk kegagalan hati fulminan yang tak dapat pulih dan untuk komplikasi-komplikasi penyakit hati kronis tahap akhir. Penentuan saat transplantasi hati sangat kompleks. Para pasien dengan kegagalan hati fulminan dipertimbangkan untuk transplantasi bila terdapat tanda-tanda ensefalopati lanjut, koagulapati mencolok (waktu prothrombin 20 menit) atau hipoglikemia. Pada pasien dengan penyakit hati kronis dipertimbangkan untuk transplantasi bila terdapat komplikasi-komplikasi yang meliputi asites refrakter, peritonitis bakterial spontan, ensefalopati, perdarahan varises atau gangguan parah pada fungsi sintesis dengan koagulopati atau hipoalbuminemia.

PRINSIP PENGGUNAAN OBAT PADA PENDERITA GANGGUAN HATI YANG BERAT:   

Usahakan memilih obat yang eliminasinya melalui ekskresi ginjal. Hindari penggunaan obat depresan SSP, diuretik, obat yang menyebabkan konstipasi, antikoagulan oral, kontrasepsi oral, dan obat hepatotoksik. Lakukan penyesuaian dosis

Obat-obat berikut ini memerlukan perhatian khusus pada penderita gangguan hati: 1. Sedatif (benzodiazepin, opioid) : dapat menimbulkan koma. 2. Diuretik : ensefalopati 3. Warfarin, AINS, aspirin : penurunan atau gangguan produksi faktor pembekuan darah dapat menimbulkan risiko perdarahan 4. INH dan rifampisin : mempengaruhi enzim hati 5. Parasetamol, halotan, isoniazid : terkait dosis

BEBERAPA PILIHAN DALAM PENATALAKSANAAN DOSIS OBAT PADA PASIEN KERUSAKAN FUNGSI HATI   

mengurangi dosis obat tetapi interval dosis normal, menggunakan dosis normal tetapi memperpanjang interval obat, dan memodifikasi dosis serta interval pemberian obat

PERTIMBANGAN DOSIS PADA PENYAKIT HATI Dosis dan interval pemberian obat yang akan diberikan pada pasien dengan gangguan hati harus mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Sifat dan Keparahan Penyakit Jenis dan keparahan penyakit hati mempengaruhi farmakokinetiak obat dalam porsi yang tidak sama besar 1. Eliminasi Obat Secara umum obat dimetabolisme dalam tubuh dalam dua bentuk:  

Fraksi obat yang dieliminasikan dalam bentuk asalnya, fe Fraksi obat yang dimetabolisme, 1-fe

Fraksi ini dapat ditentukan dari klirens hepatik (ClH) dan klirens tubuh total (Cl). Fraksi ini memungkinkan untuk mengetahui klirens total saat fungsi hati berkurang. Obat dengan fe kecil, sangat dipengaruhi oleh fungsi hati 1. Rute Adminitrasi Obat Jika obat mengalami first fast effect sebagian obat akan hilang karena metabolism presistemik dan bioavaibilitasnya akan meningkat. Pengurangan secara terus-menerus terjadi pada kliren hepatic dan pada efek first fast hasilnya kan meningkatkan konsentrasi stdy state untk obat yg diguanakan secara oral. 1. Ikatan Protein Hati mempoduksi albumin dan alfa 1 asam glikoprotein adalh dua senyawa protein yang menikat obat2 asam dan basa terutama dalam darah. Pasien dengan sirosis produksi protein ini berkurang sehingga obat bebas meningkat dlm darah karena kurangnya ikatan protein

1. Laju Darah Hepatik dan Bersihan Intrinsik Aliran darah ke hati menurun pada pasien sirosis karena sel hati digantikan oleh jaringan yang tidak berfungsi yg mana akan meningkatkan tekanan dari dalm organ menyebabkan tekanan vena portal tinggi dan juga aliran darah disekitar hati. Penurunan aliran darah hati menyebabkan sebagian obat tetap mengandalkan sel hati dan menekan kliren hepatic obat sehingga meningkatkan bioavaibilitas obat. 1. Obstruksi Bilier Ekskresi bilier dari beberapa obat dan metabolit terutama konjungat glukoronida akan berkurang. 1. Perubahan Secara Farmakodinamik Sensitivitas jaringan dapat terganggu. 1. Range Terapetik PENENTUAN DOSIS PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT HATI Uji lab terbatas dalam menentukan fungsi hati aspartese aminotransferase dan alanine amino transferase mendeteksi kerusakan sel hati, bukan menunjukkan fungsi hati sedangkan serum bilirubin hanya suatu ukuran untuk menentukan obstruksi bilier. Tak ada tes tunggal yang akurat untuk mengetahui fungsi hati total. Umumnya untuk mengetahui kemampuan hati mematabolime obat yaitu dengan menentukan nilai child pugh pada pasien Penyesuaian dengan menggunakan metode Child`s Pugh score digunakan sebagai suatu pendekatan untuk menyesuaikan dosis pada pasien dengan penyakit hati. Prinsip umum penggunaan obat pada pasien penyakit hati yang berat, adalah : 1. Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui ekskresi ginjal. 2. Hindarkan penggunaan : obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat (terutama morfin), diuretic tiazid dan diuretic kuat, obat-obat yang menyebabkan konstipasi, antikoagulan oral, kontrasepsi oral, dan obat-obat hepatotoksik. 3. Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang eliminasi utamanya melalui metabolism hati, dengan cara 1. menurunkan dosis dengan interval pemberian normal 2. memberikan dosis biasa dengan memperpanjang interval pemberian 3. mengatur besarnya dosis sekaligus interval pemberian Tidak ada pedoman umum untuk menghitung berapa besar dosis yang harus diturunkan, maka gunakan educated guess atau bila ada, ikuti petunjuk dari pabrik obat yang bersangkutan. Kemudian monitor respon klinik pasien, dan bila perlu monitor kadar obat dalam plasma, serta uji fungsi hati pada pasien dengan fungsi hati yang berfluktuasi. Penjelasan beberapa obat yang tidak dibolehkan atau dihindarkan penggunaannya pada pasien penyakit hati : 1. Morfin : merupakan obat yang dimetabolisme terutama pada hati. Jika diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati maka akan memperlama kerja hati dalam metabolisme obat sehingga akan memperparah fungsi hati serta morfin atau golongan opiod lainnya akan terakumulasi pada hati dan

dapat meningkatkan kadar opiod dalam plasma, sehingga dapat meningkatkan efek samping yang mungkin muncul. 2. Diuretic tiazid dan diuretic kuat merupakan obat-obat yang seutuhnya dimetabolisme di hati. 3. Obat-obat hepatotoksik : obat-obat ini akan mempercepat perusakan dari sel-sel hati. PENENTUAN DOSIS BERDASARKAN CHILD`S PUGH SKOR Tes/ gejala

Nilai point 1

Nilai poin 2

Nilai poin 3

Total bilirubin (mg/dl)Serum albumin (g/dl)

< 2.0>3.5

2.0-3.02.8-3.5

>3.0<2.8

<4

4-6

>6

Tidak ada

Samar2

Sedang

Tidak ada

Sedang

Beberapa

Waktu protrombin (sec) Ascites Pembesaran hati Skor 8–9 penurunan sekitar 25% dari dosis awal dari obat-obat yang terutama (60%) dimetabolisme oleh hati. Skor 10 atau lebih penurunan yang signifikan (sekitar 50%) dari dosis awal dari obat-obat yang terutama dimetabolisme oleh hati. Contoh: Dosis lazim dari suatu obat yang 95 % dimetabolisme hati adalah 500 mg setiap 6 jam dan dosis total per hari adalah 2000 mg. Untuk pasien sirosis hati dengan skor 12 (Child-Pugh score), dosis awal harus dikurangi 50% dari dosis awal menjadi 1000 mg/hari. Obat dapat diresepkan pada pasien 250 mg setiap 12 jam. Pasien harus dimonitor ketat untuk efek farmakologis dan efek toksik dari pengobatan, dan dosis dapat disesuaikan sesuai kebutuhan pasien. OBAT-OBAT YANG DIMETABOLISME TERUTAMA PADA ORGAN HATI             

Lidokain Procainamide Quinidine Phenytoin Carbamazepine Valproic acid Phenobarbital Ethosuximide Cyclosporine Tacrolimus Theophyline Diazepam Isoniazid

Beberapa contoh obat-obatan indeks terapi sempit yang lebih dari 60% dieliminasikan pada hati seperti (FDA, 1988): 

Aminophylline

              

Carbamazepine Clindamycin Clonidine Valproic Acid Warfarin sodium Theophylline Guanethidine Quinidine gluconate Isoproterenol Levoxyine Prazosin Procainamide Phenytoin Minoxidil Oxytriphylline

Obat-obat yang menginduksi kerusakan hati:         

ACE inhibitor : gangguan kolestatik PCT : kerusakan sel hati Alkohol : hepatitis dan sirosis Aldesleukin Allupurinol : hepatitis dan kerusakan sel hati Aminoglutetimid : kolestasis Asam amino salisilat : dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas Amiodaron : sirosis dan hepatitis Amoxicilin dan asam klafulanat : kolestasis

Pada BNF 57 tertera banyak obat yang harus dihindari pemakaiannya karena dapat menyebabkan kerusakan pada hati,diantaranya obat golongan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Antivirus : abacavir Antigipertensi : ACE inhibitor NSAID : asiklofenak Antikoagulan : Acenokumarol Opioid analgetik : alfentanil Anxyolitik dan hipnotik : alprazolam Diuretik : golongan thiazid Gol.statin : atorvastatin Kontrasepsi : desogestrol Sulfonilurea : glibenklamid

Related Documents


More Documents from "jehezkiel"