Radar Jogja 14 Mei 09, Hal 21

  • Uploaded by: wahyu nugroho
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Radar Jogja 14 Mei 09, Hal 21 as PDF for free.

More details

  • Words: 1,434
  • Pages: 1
RADAR JOGJA

21

Kamis Pahing 14 Mei 2009

Risty Tagor

Punya Mama Sempurna MARAKNYA perceraian di kalangan artis, ternyata, memengaruhi Risty Tagor. Artis pendatang baru itu urung mewujudkan niat untuk menikah di usia muda. Dara kelahiran Jakarta, 12 April 1989 tersebut tak ingin bernasib sama dengan rekannya sesama artis. ’’Sebenarnya, dulu aku sempat berpikir untuk menikah muda. Berhubung melihat banyak yang bercerai, aku jadi mikir dua kali,” kata Risty. Pemeran Andien di film Pocong 2 itu mengatakan, hingga saat ini, dirinya memang ASH/INDO POS/JPNN belum siap pacRisty Tagor aran. Namun, tidak tertutup pintu terhadap pria yang ingin berteman dengannya. ’’Kalau lebih dari sekadar teman, jangan dulu,” ujarnya saat ditemui di Jakarta pekan lalu. Bahkan, untuk menikah muda, putri ketiga di antara empat bersaudara pasangan Tagor Harahap dan Tjut Mutia itu masih perlu banyak belajar, baik dari lingkungan maupun wanita yang sudah menikah muda. Salah satunya sang mama. ’’Aku paling banyak belajar dari mama. Mama itu sempurna banget. Aku ingin niru mama,” jelasnya. (ash/tia/jpnn)

Siapkan Resepsi setelah Pilpres Angelina Sondakh Hamil Muda JAKARTA – Kebahagiaan pasangan Angelina Sondakh dan Adjie Massaid berlipat ganda. Keduanya resmi menikah pada 28 September 2008, status itu pun resmi di mata hukum pada 29 April 2009. Mereka juga kembali lolos menduduki kursi DPR. Dan, saat ini Angie –demikian Angelina bioasa disapa– hamil muda. Disebutkan Maya Tampilang, kakak kandung Angie, usia kandungan adiknya saat ini 14–16 minggu atau sekitar empat bulan. Maya menyatakan, kehamilan itu disambut baik oleh orang tuanya yang selama ini disebut-sebut tidak mendukung pernikahan tersebut. ’’(Orang tua Angie) sangat senang. Mereka bahagia kalau Adjie dan Angie bahagia,’’ ujarnya saat jumpa pers di Butik Bagaya milik Angie kemarin. Untuk melengkapi kebahagiaan, keluarga kedua pihak sudah sepakat merencanakan resepsi setelah pemilihan presiden (pilpres) tahun ini. Resepsi direncanakan digelar dua kali, di Jakarta dan Manado, kampung halaman Angie. ’’Keluarga (kedua pihak) sudah mengadakan pertemuan, syukuran keluarga, kumpul-kumpul di Bali. Itu dilakukan setelah akad nikah. Membicarakan resepsi itu salah satunya,’’ jelas Maya.

LENSA

FEDRIK TARIGAN/NONSTOP/JPNN

KLARIFIKASI: Maya Tampilang membantah bahwa orang tua Angie-Adjie tidak merestui pernikahan keduanya. Prosesi akad nikah Adjie Massaid dan Angelina Sondakh (foto kanan atas)

Maya juga menampik anggapan bahwa orang tua Angie tidak setuju terhadap pernikahannya dengan mantan suami Reza Artamevia itu. ’’Setelah pernikahan, orang tua kami sudah kumpul beberapa kali, termasuk di Bali. Mereka (kedua orang tua) sangat akur, apalagi sama-sama menyukai golf,’’ tuturnya. Meski begitu, saat pernikahan terjadi, Maya mengakui bahwa orang tua Angie tidak hadir. Dirinya yang menjadi salah seorang saksi menjelaskan, pernikahan berlangsung di salah satu rumah Angie di Jakarta. ’’Mas kawinnya cincin indah dengan mata berlian dan seperangkat alat salat,’’ terangnya. Maya pribadi merasa sangat bersyukur dan mendukung rumah tangga Angie bersama Adjie. Menurut dia, pernikahan itu dilandasi rasa saling cinta yang sangat dalam. ’’Pernikahan mereka benarbenar suci. Mereka saling mencintai dan bersatu dalam ikatan pernikahan,’’ ungkapnya. (gen/tia/jpnn)

Novelkan Perilaku Sosial Pantura di Teratak ANDREW WINNING/REUTERS

INGIN PERAN LEBIH SERIUS Dalam foto yang dirilis Reuters kemarin, aktor Ricky Gervais (kiri) dan Ben Stiller berpose di hadapan fotografer saat menghadiri premiere Night at the Museum 2 di Leicester Square, di London, Inggris, Selasa (13/5, Rabu WIB). Stiller mengaku sudah jenuh bermain dalam film komedi. Komedian tersebut ingin peran yang lebih serius. ”Saya terbuka untuk peran apa saja. Tapi, di masa yang akan datang, saya akan lebih tertarik dengan film yang benar-benar berbeda,” katanya. (any/tia/jpnn)

Enam Band Iringi Nomo Koeswoyo JOGJA – Sebanyak enam bands pelestari tembang-tembang Koes Plus bakal tampil bareng di even KPK (Kamis Pestanya Komunitas) Edisi Spesial di Planet Pyramid malam ini. Keenam band tersebut Cutbray Band, Nagari Band, MIPA Plus Band, Hoss Band, Pro Plus Band, dan Music Plus Band pun akan tampil bareng salah satu legenda Koes Bersaudara, yaitu Nomo Koeswoyo. “Nomo secara khusus tampil sebagai kado ulang tahun bos Abad Entertainment, Anang “Batas” Dwiyatmoko,” terang Kelik Kurniawan dari Abad Entertainment. Ya, even ini menjadi momen istimewa bagi pelawak yang juga pelaku hiburan Jogja tersebut. KPK Spesial ini dikemas secara khusus untuk merayakan ulang tahun Anang Batas ke-40. “Even kali ini menggunakan dua buah stage di area yang berbeda, indoor dan outdoor yang berada di garden belakang Planet Pyramid,” ucapnya. Selain penampilan Nomo Koeswoyo, KPK malam ini juga akan memberikan hiburan ekstra dari pelawak-pelawak Jogja seperti Aldo Iwak Kebo, Novi Kaloer, Sugeng Iwak Bandeng, dan Mbah Darmo. “Mereka tak hanya akan mengocok perut penonton dengan guyonannya, tapi juga ikut menyumbangkan suara bersama band-band pengisi acara,” urai Kelik. Suasana malam even spesial yang dipersembahkan bagi para komunitas penggemar Koes Plus ini tak hanya memanjakan Koes Plusmania. “Khusus bagi 200 pembeli tiket pertama yang datang sebelum pukul 19.00 akan mendapatkan hadiah menarik,” tambahnya. (ayu)

YOGYAKARTA

JOGJA - Tahun ini menjadi tahun spesial bagi Evi Idawati, penyair, cerpenis dan novelis Jogja. Setelah me-launching Imajination School, pada bulan ini, novelnya berjudul Teratak pun sudah edar. Teratak yang diterbitkan ISACBook Jogja itu mengambil setting di daerah pantai utara (pantura) Jawa Tengah dari tahun 1975 sampai 1985. Novel ini bertutur tentang realitas masyarakat pantura tentang religiusitas, konflik sosial dan liku-likunya. “Saya berharap buku-buku saya bisa disukai oleh pembaca, tidak hanya cerpen, puisi, tetapi juga novel” kata Evi. Meski setiap harinya ibu tiga anak ini sibuk, Evi tetap menjaga kreativitas menulisnya. Tahun lalu, Evi baru saja meluncurkan buku kumpulan puisinya, Imaji dari Batas Negeri. Teratak bercerita tentang seorang perempuan yang tergerus oleh kekerasan sosial. Budaya, tradisi, dan agama yang dijadi-

kan pedoman untuk melindungi manusia manapun, ternyata tidak bisa diandalkan. Manusia harus survive menjaga dan melindungi dirinya sendiri. “Mengambil puisi Rilke penyair Jerman, manusia membunuh segala,” terangnya. Kemiskinan, urainya, memang menjadi topik yang senantiasa tidak habis di eksplorasi. Karena dari sanalah masalah sosial masyarakat muncul. “Bagaimana seorang ibu memperdagangkan anaknya, terlibat dalam cinta segitiga, suami sengaja memasarkan istrinya sebagai produk atas nama kepentingan untuk penghidupan yang layak. Menyedihkan. Tapi itulah yang terjadi pada masyarakat kita,” lanjutnya. Dikatakan Evi, novel ini juga berbicara tentang kebusukan moral yang sengaja dikemas dan dibungkus rapi, ditutupi, demi keberlangsungan hidup ke depan yang lebih nyaman. Budaya lampau yang akan bisa menjadikan perempuan mampu menjaga dirinya sendiri dan juga anak-

anaknya sebagai generasi penerus. “Untuk menghalau segala kekerasan yang telah menjadi tradisi. Pemaksaan kehendak orangtua terhadap anak, kekejaman seksual, dan banyak kekerasan lainnya yang membudaya dalam masyarakat kita,” kata perempuan yang juga mengajar sastra di ISI dan UAD itu. Keragaman peristiwa tersebut terpotret dalam Teratak. Kisah seorang anak manusia, yang tinggal dalam masyarakat religius, tetapi menamparnya dengan berbagai kekerasan dan kemunafikan. “Karya ini berkisah soal cara yang harus dilalui untuk menemukan kesejatiaan dengan melampaui kekerasan dan kekejaman di dalam masyarakat. Sementara dengung kecintaannya pada Tuhan membuat tokoh ini senantiasa hidup dan terjaga,” pungkas Evi. (ayu) KARYA BARU: Evi Idawati dan novel terbarunya. AGUS WAHYU/RADAR JOGJA

Evolusi The Beatles dari The Banery

M SYUKRON/RADAR JOGJA

MEJENG: Lima personel The Banery saat berkunjung ke kantor Radar Jogja, kemarin (13/5).

JOGJA - Salah satu band tiga besar LA Light Indiefest 2008 yang memiliki keunikan dengan menggunakan dasi kupu-kupu di setiap penampilannya, The Banery, saat ini tengah gencar melakukan promosi pralaunching full album petrtamanya. Band yang digawangi Egi Tama Putra (gitar-vokal), Yudhi Permadi (rhythmvokal), M Rafly (bass-vokal), Nanda (keyboard-vokal) dan M Adam Ali Aqsha (drum) tersebut sedianya akan meluncurkan albumnya pada Juni 2009. Debut album ini berisikan sepuluh lagu dan salah satunya adalah hits yang terdapat di kompilasi LA Light Indiefest volume 3, Karena Dia. “Sebelumnya sih kami sudah menyiapkan 20 buah lagu, namun setelah melalui beberapa proses yang cukup ketat akhirnya terpilih sepuluh lagu untuk mengisi full album kami. Penggarapan album kami ditangani myOyeah music dan artisitik lagu Produced by Krisna J Sadrah,” tegas Yudhi, pemetik rhythm gitar dan vokal saat mengujungi kantor Radar Jogja kemarin (13/5). Jika mendengarkan musik dari The Banery ini, maka terasa sangat kental nuansa tahun 70’an milik The Beatles. Lebih tepatnya, The

Beatles yang dipermak dengan gaya mereka sendiri. “Bisa dikatakan kami adalah evolusi dari The Beatles, dan kami memiliki kekuatan dalam megolah harmonisasi vokal,” jelas kibordis The Banery, Nanda. Berawal dari 2004, band asal Jakarta ini mulai berevolusi baik dari personel maupun nama band. Lalu, sekitar 2006 nama The Banery, nama yang berasal dari inisial masing-masing personelnya saat ini mulai digunakan. Sebagai bentuk eksistensi dalam bermusik yang dinyatakan dengan mengeluarkan album, serta keberhasilan dalam LA Lights Indiefest 2008, ternyata The Banery memiliki proses yang cukup panjang untuk meraih semua itu. Mulai dari pengalaman tampil di acara pernikahan, khitanan, parade 17 Agustus, festival musik, hingga acara perlombaan mewarnai anak-anak. “Perjalanan The Banery selama ini, tidak selalu kisah-kisah yang indah, namun banyak juga kegagalan dan frustasi yang pernah melanda kami. Dan dari itu semua maka The Banery menjadi semakin matang,” ujar Egi Tama Putra yang diamini oleh personel lainnya. (ayu/man)

AMBARRUKMO PLAZA

Related Documents

Jogja 27 Mei
November 2019 12
21 Mei 2009
May 2020 5
Hal 12 ~14.docx
June 2020 10
Asg Mor Mei 09
May 2020 5

More Documents from ""