Prosiding Seminar Internasional Di Bandung.pdf

  • Uploaded by: Akhir Septian
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Prosiding Seminar Internasional Di Bandung.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 230,348
  • Pages: 404
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES Nomor ISSN: 2541-4143 Kodebar: 977 2541414 00 Tanggal Verifikasi: 19 Oktober 2016 SK ISSN: 0005.25414143/JI.3.1/SK.ISSN/2016.10 Sumber: issn.lipi.go.id

ISSN 2541-4143

Prosiding

The 1st UPI International Conference on Islamic Education

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES Bandung, 26 September 2016

Editors: Prof. Dr. H. Abdul Somad, M.Pd. Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i, M.Ag., M.Pd.I. Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd. Dr. H. Syahidin, M.Pd. Saepul Anwar, S. Pd.I., M.Ag. Agus Fakhruddin, S.Pd., M.Pd. Cucu Surahman, S.Th.I, M.Ag., M.A.

Prodi IPAI dan DPU Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

ALQA 38.16.105 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES Bandung, 26 September 2016 © Prodi IPAI dan DPU Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Diterbitkan oleh Alqaprint Jatinangor (Anggota Ikapi) Jalan Cibeusi Kawasan Pendidikan Jatinangor Sumedang 45363/Bandung 40600 Telepon/Faksimili (022) 778 1645 Pos-el: [email protected] Bekerja sama dengan Prodi IPAI dan DPU Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Setiabudhi No. 229 Telepon (022) 201 3163 Faksimili (022) 201 3651 Bandung Indonesia 40154 http://www.upi.edu CP: HP 082191986838 Pos-el: [email protected] Cetakan Pertama, Muharam 1438H/Oktober 2016

Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 1.

2.

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

PENGANTAR REKTOR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Prof. H. Furqon, M.A., Ph.D.

S

eminar Internasional Pendidikan Islam merupakan kegiatan yang sangat penting mengingat di satu sisi, Pendidikan Agama diyakini memiliki fungsi yang sangat strategis dan krusial dalam upaya membangun moral bangsa (Shindunata, 2000: 216), dan di sisi lain, kenyataan bahwa tantangan yang kian kompleks telah membawa pengaruh negatif dan kontra-produktif bagi tercapainya tujuan Pendidikan Agama. Penguatan Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional, terutama di Sekolah dan Perguruan Tinggi Umum, harus terus diupayakan mengingat masih banyaknya kelemahan-kelemahan yang dirasakan, mulai dari minimnya jumlah jam belajar Agama, kurang meratanya jumlah guru-dosen Pendidikan Agama, kurangnya pengembangan kurikulum Pendidikan Agama, terlalu umumnya pembahasan materi, kurangnya hasil-hasil penelitian dalam Pendidikan Agama, kurangnya inovasi-inovasi metode pengajaran dalam Pendidikan Agama, sampai kepada faktor dana dan politik pendidikan. Abd A‘la (2002) misalnya menengarai ada dua kelemahan Pendidikan Agama. Pertama, dari aspek isi materi, di mana pembahasan Pendidikan Agama terlalu memfokuskan pada persoalan-persoalan agama yang bersifat ritual-formal serta aqidah/ teologi yang terkesan eksklusif. Kedua, dari aspek penilaian yang hanya bersifat karikatif (penilaian yang didasarkan kepada belas kasih, siapa saja yang telah mengikuti pelajaran/ mata kuliah Pendidikan Agama, ia dianggap telah memahaminya. Pendidikan Agama yang lebih menekankan aspek ritual-formal dan penilaian karikatif (simbolis) ini, menurut Abd A’la, alih-alih dapat mencetak peserta didik yang mampu menciptakan kedamaian hidup, keadilan, persamaan kemanusiaan dan nilai-nilai sejenis yang menjadi risalah agama-agama besar, tetapi sebaliknya, justru yang muncul adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kedzaliman, ketidakadilan, dan kekerasan. Sementara menurut Haidar Bagir (2003), kelemahan yang menyebabkan kegagalan Pendidikan Agama adalah karena ia hanya terfokus pada aspek kognisi (intelektualpengetahuan) semata, sehingga ukuran keberhasilan peserta didik hanya dinilai ketika mampu menghafal, menguasai materi, bukan bagaimana nilai-nilai pendidikan agama, seperti nilai keadilan, tasamuh (toleransi), dan silaturrahmi, dihayati (afektif) dan kemudian diamalkan. Pentingnya reafirmasi peranan Pendidikan Agama di sekolah dan bangku kuliah ini juga mengingat derasnya tantangan global yang menghadang generasi bangsa ini. Arus

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

v

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

globalisasi terutama di bidang telekomunikasi dan transportasi telah banyak mengubah kepribadian bangsa ini. Globalisasi seakan telah menjelma menjadi “agama” baru yang menawarkan cara pandang (world view) dan cara hidup (way of life) baru. Kapitalisme, sekularisme, materialisme, konsumerisme, individualisme, dan hedonisme. Efek-efek negatif dari isme-isme itu seperti monopoli, keserakahan, kesenjangan, ketidakadilan, fokus pada materi (duniawi), penyalahgunaan narkoba, pornografi, pornoaksi, dan pergaulan bebas, kini mewabah di tengah-tengah kehidupan bangsa kita. Mencermati berbagai fenomena di masyarakat sekarang ini dan tantangan global yang menghadang, kita harus terus berupaya merevitalisasi peran penting Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dengan Pendidikan Agama diharapkan peserta didik akan memiliki kepribadian yang utama, karena tujuan Pendidikan Agama itu sendiri adalah untuk membentuk insan kamil (manusia sempurna). Penyelenggaraan kegiatan Seminar Internasional Pendidikan Islam ini adalah salah satu ikhtiar merevitalisasi Pendidikan Agama (Islam) dan upaya menyiapkan generasi bangsa yang unggul dan berakhlak mulia. Dengan seminar ini diharapkan teoriteori, konsep-konsep, model-model pembelajaran, dan kebijakan-kebijakan strategis baru terkait Pendidikan Agama Islam dapat dihasilkan untuk menghadapi tantangan, baik lokal, nasional, maupun global. Prosiding ini berisi kumpulan tulisan para presenter dalam acara seminar internasional tersebut. Selamat membaca. [ ]

.

vi

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

P

uji syukur ke hadirat Ilahi Rabb, Seminar Internasional Pendidikan Islam yang digelar untuk pertama kalinya di Universitas Pendidikan Indonesia atas kerja sama Departemen Pendidikan Umum (DPU) FPIPS UPI, Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam (Prodi IPAI) FPIPS UPI, dan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Seluruh Indonesia (DPP ADPISI) telah terlaksana dengan baik pada 26 September 2016. Sebagai bentuk pertanggungjawaban akademik dan dalam rangka menyebarluaskan gagasan yang telah dipresentasikan oleh beragam pakar Pendidikan Islam pada kegiatan tersebut, kami persembahkan Prosiding Seminar Internasional Pendidikan Islam I. Prosiding ini memuat lima puluh judul artikel. Tiga artikel pertama merupakan artikel utama yang kami ambil dari makalah pembicara kunci. Diawali dengan tulisan Prof. H. Furqon, M.A., Ph.D., Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, selaku Keynote Speaker yang mengkaji tentang pedagogi spiritual, dilanjut dengan pemikiran Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. yang termuat dalam artikel dengan judul Islamic Higher Education and Reintegration of Sciences (Responding Challenges of Globalization), dan pemikiran Dr. Fahad bin Matar Alshahrani, M.A. yang mengkaji tentang prinsip-prinsip dasar yang harus dibentuk dalam membangun peradaban dan pendidikan Islam di era global. Kedua pemikir ini merupakan pembicara tamu dalam seminar ini. Artikel selanjutnya disusun secara alfabetis yang merupakan pemikiranpemikiran dari para pemakalah terpilih. Artikel-artikel tersebut ada yang ditulis dalam bahasa Inggris, bahasa Arab, dan juga bahasa Indonesia. Secara garis besar, artikelartikel tersebut memuat lima tema besar, yaitu; 1) Tantangan dan Peluang Pendidikan dan Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi/Sekolah; 2) Model-Model Pendidikan dan Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi/Sekolah; 3) Kebijakan-Kebijakan Strategis terkait Pendidikan dan Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi/Sekolah; 4) Kontribusi Pendidikan dan Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi/Sekolah dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 5) Konsep/Teori Pendidikan Islam Berdasarkan AlQuran dan Hadis. Semoga semua tulisan yang termuat dalam prosiding ini bisa berkontribusi dalam upaya membangun Pendidikan Islam yang adaptif dan siap dalam menghadapi tantangan global. Editor,

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016



ISSN 2541-4143

Prosiding

The 1st UPI International Conference on Islamic Education

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES DAFTAR ISI Pengantar Rektor Universitas Pendidikan Indonesia .................................. v Kata Pengantar .................................................................................................. vii Daftar Isi ............................................................................................................. x ••

KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL

Prof. H. Furqon, M.A., Ph.D....................................................................... ••

ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES: RESPONDING CHALLENGES OF GLOBALIZATION

Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE.................................................................. ••

49 – 56

PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PEMBIASAAN DZIKIR (SEBUAH MODEL PENDIDIKAN PADA THARIQAT TIJANIYAH)

Aceng Kosasih............................................................................................... ••

39 – 48

AT-TASHAWWUR AL-ISLAMY LI AL-WUJUD WA WADZIFATIHI FI ALTARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH

Abbas Manshur Tamam.............................................................................. ••

29 – 38

MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL (BEST PRACTICE DI SD ISLAM IBNU SINA BANDUNG)

Abas Asyafah................................................................................................ ••

21 – 28

TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS DAN BAYANI TERHADAP AYAT AL-QURAN AL-KARIM)

Aam Abdussalam ......................................................................................... ••

11 – 20

AL-TAHSHIN AL-FIKRI WA AL-TSAQAFI LI AL-MUJTAMA’AT ALISLAMIYYAH WA ATSARIHI

Dr. Fahad bin Matar Alshahrani................................................................ ••

1 – 10

57 – 61

PENDIDIKAN SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK

Ade Imelda Frimayanti .............................................................................. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

63 – 68

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

••

NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN GURU (TELAAH PADA UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN)

Agus Fakhruddin ........................................................................................ ••

DAUR AT-TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH FI AT-TA’ZIZY AL-WASATHIYYAH AL-ISLAMIYYAH

Andy Hadiyanto .......................................................................................... ••

85 – 94

FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT MUSLIM DI KOTA PONTIANAK

Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah ................................................. ••

77 – 84

PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI TERHADAP PENINGKATAN SIKAP RELIGIUS MAHASISWA

Ani Nur Aeni .............................................................................................. ••

69 – 75

95 – 103

ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON “SISTEM AMONG”

Bayu Iqbal Anshari, Meisa Yutika, Moh. Dede, dan Ridha Eka Rahayu................................................................................ 105 – 114 ••

TRANSFER OF KNOWLEDGE IN ISLAM: A STUDY OF LABIB AL-SA‛ĪD’S EFFORTS IN PRESERVING THE QUR’ĀN

Cucu Surahman .......................................................................................... 115 – 120 ••

PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR AGAMA; INSPIRASI UNTUK MEMBANGUN HARMONISME MUSLIM DAN NON-MUSLIM

Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah ................................................. 121 – 131 ••

AVEROES: A STUDY OF THE INFLUENCE OF HIS THOUGHTS ON RENAISSANCE

Edi Suresman................................................................................................ 133 – 138 ••

MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA DI PERGURUAN TINGGI

Eka Kurniawati .......................................................................................... 139 – 144 ••

AL-ADALAH WA AL-DHABT LI AR-RAWY FI MANDHUR AL-JARH WA AL-TA’DIL

Elan Sumarna............................................................................................... 145 – 150 ••

LEARNING MODEL OF RELIGIOUS TOLERANCE (A STUDY OF THE INCREASE OF LIFE COHESION FOR STUDENTS)

Endis Firdaus dan Munawar Rahmat ...................................................... 151 – 155 ••

TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF

Fahrudin ...................................................................................................... 157 – 163 x

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

DAFTAR ISI

••

PEMBELAJARAN PAI DENGAN NLP (NEURO-LINGUISTIC PROGRAMING) SEBAGAI BEST PRACTISE PERCEPATAN REVOLUSI MENTAL DI INDONESIA

Helmawati .................................................................................................... 165 – 170 ••

PENDIDIKAN AQIDAH UNTUK ANAK: PAKET PERMAINAN INTERAKTIFALIF AQIDAH UNTUK ANAK

Imas Eva Nurviati ....................................................................................... 171 – 175 ••

STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL THREE IN ONE LICKONA UNTUK MENINGKATKAN AKHLAK MULIA SISWA SD

M. Abdul Somad dan Munawar Rahmat .................................................. 177 – 181 ••

IJTIHAD RASUL SAW (UPAYA MENELUSURI ASAL-USUL SUNNAH SEBAGAI SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM)

Makhmud Syafe’i ....................................................................................... 183 – 189 ••

PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI OPTIMALISASI PROGRAM KEGIATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH

Mokh. Iman Firmansyah ........................................................................... 191 – 195 ••

PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK

Mualimin ..................................................................................................... 197 – 202 ••

ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATION AND THE ISLAMIC EDUCATIONAL INSTITUTION IN THE SPOTLIGHT ON THE MIDST GLOBAL CHALLENGES (PROBLEM AND SOLUTION)

Muhammad Turhan Yani ........................................................................... 203 – 208 ••

PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP LABORATORIUM UPI

Mulyana Abdullah ...................................................................................... 209 – 214 ••

STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” DALAM PERKULIAHAN SEMINAR PAI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN TOLERANSI SE AGAMA PADA MAHASISWA UPI.

Munawar Rahmat ...................................................................................... 215 – 221 ••

STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH FIL ARDHI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN

Munawar Rahmat dan Fahrudin .............................................................. 223 – 229 ••

ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY (LESSONS FROM NURCHOLISH MADJID)

Mushlihin ..................................................................................................... 231 – 235 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

xi

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

••

PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN DAN KONSELING

N. Fathurrohman ........................................................................................ 237 – 243 ••

PESANTREN MANHAJ SALAFI: MODEL BARU SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

Nurhasanah Bakhtiar ................................................................................. 245 – 250 ••

KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM AL-QURAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TEORI PENDIDIKAN ISLAM (STUDI ANALISIS TERHADAP SEPULUH TAFSIR MU’TABAROĦ)

Nurti Budiyanti ........................................................................................... 251 – 257 ••

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (PENDIKAR) KE DALAM MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

Riadi Budiman ............................................................................................ 259 – 263 ••

KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS SYEH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI

Rihlah Nur Aulia ........................................................................................ 265 – 272 ••

KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI PADA PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA: PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM, PENDIDIKAN AGAMA, DAN PENDIDIKAN UMUM

Saepul Anwar .............................................................................................. 273 – 277 ••

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM

Sari Narulita, Embang Syasyadin, dan Sarotul Musabbihah ................. 279 – 285 ••

PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM MENGANTISIPASI TANTANGAN GLOBAL DI KALANGAN MAHASISWA

Shohib Khoiri dan Yedi Purwanto ............................................................ 287 – 292 ••

MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION)

Supa’at ......................................................................................................... 293 – 306 ••

PERAN PAI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN RADIKALISME DI PTU

Supian Ramli dan K. A. Rahman .............................................................. 307 – 312 ••

SISTEM PENDIDIKAN GURU BERBASIS ISLAM

Syahidin ....................................................................................................... 313 – 319 ••

PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DAN GURU BERPRESTASI

Syihabuddin ................................................................................................ 321 – 334 xii

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

DAFTAR ISI

••

MODEL PEMBELAJARAN TADZKIROH UNTUK MENANAMKAN NILAI IMAN DAN TAQWA DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH DASAR

Tedi Supriyadi ............................................................................................. 335 – 340 ••

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA

Wawan Hermawan ..................................................................................... 341 – 345 ••

URGENSI MENANAMKAN POLA PENDIDIKAN EKONOMI YANG DIPERKUAT NILAI-NILAI SYARIAH

Wening Estiningsih, Lindiawatie, dan Anita Ria ...................................... 347 – 352 ••

PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ANAK-ANAK DI MASYARAKAT BALAI GURAH KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT

Wirdanengsih .............................................................................................. 353 – 363 ••

KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH DI KALANGAN MAHASISWA ITB

Yedi Purwanto ............................................................................................. 365 – 371 ••

MAKNA FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN UMUM

Yoyo Zakaria Ansori .................................................................................. 372 – 376 ••

PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI PERGURUAN TINGGI UMUM (PTU) DALAM PERSPEKTIF STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI (SNPT)

Yusuf Hanafi ............................................................................................... 377 – 389

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

xiii

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

INDEKS PENULIS

1. Aam Abdussalam — 29 2. Abas Asyafah — 39 3. Abbas Manshur Tamam — 49 4. Aceng Kosasih — 57 5. Ade Imelda Frimayanti — 63 6. Agus Fakhruddin — 69 7. Andy Hadiyanto — 77 8. Ani Nur Aeni — 85 9. Anita Ria — 347 10. Azyumardi Azra, Prof., Dr., CBE — 11 11. Baidhillah Riyadhi — 95 12. Bayu Iqbal Anshari — 105 13. Cucu Surahman — 115 14. Dewi Anggraeni — 121 15. Edi Suresman — 133 16. Eka Kurniawati — 139 17. Elan Sumarna — 145 18. Embang Syasyadin — 279 19. Endis Firdaus — 151 20. Fahad bin Matar Alshahrani, Dr. — 21 21. Fahrudin — 157, 223 22. Furqon, Prof., M.A., Ph.D. — 1 23. Gumilar Irfanullah — 121 24. Helmawati — 165 25. Imas Eva Nurviati — 171 26. K. A. Rahman — 307 27. Lindiawatie — 347 28. M. Abdul Somad — 177 29. Makhmud Syafe’i — 183 30. Meisa Yutika — 105

xiv

31. Moh. Dede — 105 32. Mokh. Iman Firmansyah — 191 33. Mualimin — 197 34. Muhammad Turhan Yani — 203 35. Mulyana Abdullah — 209 36. Munawar Rahmat — 151, 215, 223 37. Mushlihin — 231 38. N. Fathurrohman — 237 39. Nelly Mujahidah — 95 40. Nurhasanah Bakhtiar — 245 41. Nurti Budiyanti — 251 42. Riadi Budiman — 259 43. Ridha Eka Rahayu — 105 44. Rihlah Nur Aulia — 265 45. Saepul Anwar — 273 46. Sari Narulita — 279 47. Sarotul Musabbihah — 279 48. Shohib Khoiri — 287 49. Supa’at — 293 50. Supian Ramli — 307 51. Syahidin — 313 52. Syihabuddin — 321 53. Tedi Supriyadi — 335 54. Wawan Hermawan — 341 55. Wening Estiningsih — 347 56. Wirdanengsih — 353 57. Yedi Purwanto — 287, 365 58. Yoyo Zakaria Ansori — 372 59. Yusuf Hanafi — 377

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL Prof. H. Furqon, MA., Ph.D. Prof. H. Furqon, MA., Ph.D. (Rektor Universitas Pendidikan Indonesia) (Rektor Universitas Pendidikan Indonesia) A. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN Pada tahun 2010-2035 ini, Indonesia mengalami apa yang disebut dengan bonus PadaHal tahun 2010-2035 Indonesia mengalami apajauh yang disebut dengan bonus demografi. ini terjadi karenaini, jumlah angkatan usia muda lebih banyak dari jumlah demografi. ini terjadiinikarena jumlah usia muda lebih banyak dari jumlah usia tuanya.Hal Fenomena di satu sisi angkatan akan menjadi modaljauh yang sangat berharga bagi usia tuanya. Fenomena ini di satu sisi akan menjadi modal yang sangat berharga bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, tetapi di sisi lain, sebaliknya, ia bisa menjadi kemajuanjuga. dan Bisa kesejahteraan masyarakat, di sisi lain,ini sebaliknya, ia bisa menjadi bencana menjadi anugerah bilatetapi angkatan muda bisa bersikap positif dan bencana juga. Bisa menjadi anugerah bila angkatan muda ini bisa bersikap positif dan benar-benar produktif, dan bisa jadi bencana bila mereka hanya menjadi sumber masalah benar-benar danIni bisa jadi tantangan bencana bila hanya menjadi dan “sampah”produktif, masyarakat. adalah bagimereka dunia pendidikan kita. sumber masalah dan “sampah” masyarakat. Ini adalah tantangan bagi dunia pendidikan Terkait hal ini, fenomena degradasi moral yang mewabahkita. di tengah-tengah Terkait hal ini, fenomena degradasi moral yang mewabah di tengah-tengah masyarakat kita akhir-akhir ini sungguh sangat mengkhawatirkan. Pemberitaan media, baik masyarakat kitaelektronik, akhir-akhir dipenuhi ini sungguh sangatinformasi mengkhawatirkan. Pemberitaanakhlak media,anak baik cetak maupun dengan tentang rendahnya cetak maupun elektronik, dipenuhi dengan informasi tentang rendahnya akhlak anak bangsa ini. Hampir setiap hari media memberitakan kabar buruk itu, mulai dari kasus bangsa ini. penipuan, Hampir setiap hari media memberitakan kabar buruk perkelahian, itu, mulai darisampai kasus perjudian, pencurian, pencabulan, pemerkosaan, perjudian, penipuan, pencurian, pencabulan, pemerkosaan, perkelahian, sampai pembunuhan. Mulai dari ulah kenakalan remaja yang dilakukan oleh anak sekolahan pembunuhan. ulah kenakalan remajadanyang dilakukan oleh anak sekolahan sampai denganMulai kasusdari penyelundupan manusia penyalahgunaan uang negara oleh sampai dengan kasus penyelundupan manusia dan penyalahgunaan uang negara oleh oknum mafia dan pejabat negara. oknum Berita mafia dan pejabatmahasiswa negara. seorang yang membunuh dosennya sendiri di salah satu Berita seorang mahasiswa yang membunuh dosennya sendiri di pendidikan salah satu universitas swasta di kota Medan, benar-benar telah menohok marwah dunia universitas di kotahanyalah Medan, satu benar-benar telahkasus menohok dunia pendidikan kita. Kasus swasta ini mungkin dari banyak yangmarwah menunjukkan rendahnya kita. Kasus ini mungkin hanyalah satu dari banyak kasus yang menunjukkan rendahnya dan atau telah hilangnya rasa hormat dan akhlak seorang murid kepada gurunya yang dan atau telah hilangnya rasa hormat dan akhlak seorang murid kepada gurunya yang muncul ke ruang publik. munculKita ke ruang publik. sebagai praktisi pendidikan di negara ini pantas untuk mempertanyakan Kita sebagai praktisi di pendidikan negara ini kita pantas mempertanyakan apakah ada sesuatu yang salah pendidikan dengan sistem saatuntuk ini? Kenapa murid tidak apakahrasa adatakzim sesuatukepada yang salah dengan sistempola pendidikan kitayang saat ini? Kenapa murid tidak punya gurunya? Apakah pendidikan kita terapkan selama ini punya rasa takzim kepada gurunya? Apakah pola pendidikan yang kita terapkan selama ini telah gagal mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri? Kenapa hal itu semua bisa terjadi? telah gagal tujuan pendidikan itu sendiri?semua Kenapaitu? hal Pertanyaan-pertanyaan itu semua bisa terjadi? Siapa yang mewujudkan harus bertanggungjawab atas terjadinya Siapa yang harus bertanggungjawab atas terjadinya semua itu? Pertanyaan-pertanyaan evaluatif seperti ini saya kira penting untuk kita jawab bersama. evaluatif seperti iniantara saya kira penting kitadengan jawab bersama. Hubungan fakta krisisuntuk akhlak pendidikan ini pantas untuk dikaji Hubungan antara fakta krisis akhlak dengan pendidikan ini pantas untuk dikaji ulang mengingat akan posisi dan fungsi pendidikan yang sangat krusial dalam membina ulang mengingat akan posisi dan fungsi pendidikan yang sangat krusial dalam membina mental dan moral bangsa. Pentingnya pendidikan akhlak (kepribadian) ini sesuai dengan mental dan Pentingnya (kepribadian) ini sesuai dengan pepatah Arabmoral yang bangsa. mengatakan, “sebuahpendidikan bangsa ituakhlak akan bangkit jika akhlak penduduknya pepatah Arab yang mengatakan, “sebuah bangsa itu akan bangkit jika akhlak penduduknya baik, tetapi akan hancur jika akhlak penduduknya hancur.” Pendidikan, terutama baik, tetapiagama, akan diyakini hancur merupakan jika akhlakinstrumen penduduknya Pendidikan, terutama pendidikan pentinghancur.” dalam membentuk kepribadian pendidikan agama, diyakini merupakan instrumen penting dalam membentuk kepribadian bangsa karena pendidikan bukan hanya aktifitas transfer of knowledge (transfer bangsa karena pendidikan bukanproses hanyatransfer aktifitas transfer of knowledge (transfer pengetahuan) tetapi juga merupakan of value and culture (transfer nilai dan pengetahuan) tetapi juga merupakan proses transfer of value and culture (transfer nilai dan budaya), yaitu media untuk membagun kesadaran, kedewasaan, kepribadian, dan akhlak budaya), yaituHal media untukdengan membagun kesadaran, kedewasaan, kepribadian, dan akhlak peserta didik. ini sesuai pengertian pendidikan seperti tertuang dalam Undangpeserta didik. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan seperti tertuang dalam Undangundang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab I, di mana pendidikan adalah pembentuk undang Sisdiknas Tahun 2003 moral, Bab I,maupun di mana pendidikan adalah pembentuk kepribadian bangsa,No. baik20 secara spiritual, sosial. kepribadian bangsa, baik secara spiritual, moral, maupun sosial.

 Keynote 

Speaker Keynote Speaker

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

1

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

Fakta-fakta negatif negatif yang yang terjadi terjadi di di tangah tangah masyarakat masyarakat memang memang bukan bukan sepenuhnya sepenuhnya Fakta-fakta tanggungjawab dunia dunia pendidikan pendidikan (formal), (formal), karena karena masih masih banyak banyak elemen elemen lain lain yang yang terkait, terkait, tanggungjawab baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi. Sebab baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi. Sebab nyatanya, selain selain dari dari masih masih adanya adanya kelemahan kelemahan dunia dunia pendidikan pendidikan kita kita terkait terkait dengan dengan 88 nyatanya, (delapan) Standar Nasional Pendidikan (standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik (delapan) Standar Nasional Pendidikan (standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan), pendidikan), dunia dunia pendidikan pendidikan secara secara umum umum juga juga dihadapkan dihadapkan pada pada tantangan tantangan penilaian eksternal, yang merupakan ekses dari arus globalisasi, kemajuan teknologi informasi, dan eksternal, yang merupakan ekses dari arus globalisasi, kemajuan teknologi informasi, dan transportasi, seperti seperti penyalahgunaan penyalahgunaan internet, internet, tayangan tayangan pornografi pornografi dan dan pornoaksi, pornoaksi, transportasi, peredaran narkoba, perdagangan gelap, dan seterusnya. peredaran narkoba, perdagangan gelap, dan seterusnya. Terlepas dari dari semua semua itu, itu, kita kita selaku selaku praktisi praktisi di di dunia dunia pendidikan, pendidikan, sekali sekali lagi, lagi, harus harus Terlepas selalu melakukan evaluasi dan inovasi, sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai selalu melakukan evaluasi dan inovasi, sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai secara efektif efektif dan dan efisien. efisien. Salah Salah satunya satunya dengan dengan mengembangkan mengembangkan model model pendidikan pendidikan secara berbasis agama (Islam). Pengembangan model seperti ini sangat penting mengingat agama berbasis agama (Islam). Pengembangan model seperti ini sangat penting mengingat agama merupakan sumber budaya dan kearifan lokal bangsa. Hal ini sesuai dengan apa yang merupakan sumber budaya dan kearifan lokal bangsa. Hal ini sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam dalam Undang-undang Undang-undang (UU) (UU) Sisdiknas Sisdiknas Tahun Tahun 2003 2003 Pasal Pasal 11 ayat ayat (2) (2) bahwa bahwa diamanatkan Pendidikan Nasional harus berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Pendidikan Nasional harus berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Indonesia Tahun Tahun 1945 1945 yang yang berakar berakar pada pada nilai-nilai nilai-nilai agama, agama, kebudayaan kebudayaan Republik nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Dalam makalah makalah ini, ini, saya saya menawarkan menawarkan model model pendidikan pendidikan yang yang didasarkan didasarkan pada pada Dalam spiritualitas dan kearifan Islam (Islamic Spirituality and wisdom-based pedagogy). Di spiritualitas dan kearifan Islam (Islamic Spirituality and wisdom-based pedagogy). Di dalamnya dibahas dibahas prinsip-prinsip prinsip-prinsip pedagogi pedagogi spiritual, spiritual, kecakapan kecakapan dan dan karakter karakter yang yang harus harus dalamnya dimiliki oleh seorang pendidik, dan kebiasaan yang seharusnya dilakukan seorang pendidik dimiliki oleh seorang pendidik, dan kebiasaan yang seharusnya dilakukan seorang pendidik dalam kegiatan kegiatan pembelajaran. pembelajaran. Model Model pendidikan pendidikan ini ini diharapkan diharapkan dapat dapat memberi memberi kontribusi kontribusi dalam dalam menyiapkan generasi yang unggul dalam mengisi bonus demografi dan dapat dalam menyiapkan generasi yang unggul dalam mengisi bonus demografi dan dapat mengatasi masalah-masalah terkait krisis moral bangsa seperti diutarakan di atas, terutama mengatasi masalah-masalah terkait krisis moral bangsa seperti diutarakan di atas, terutama untuk mengangkat mengangkat marwah marwah dunia dunia pendidikan pendidikan kita. kita. untuk Dalam penyusunan makalah ini, Al-Quran, Hadits, dan dan kisah-kisah kisah-kisah pedagogik pedagogik Dalam penyusunan makalah ini, Al-Quran, Hadits, Islami (best (best practice) practice) merupakan merupakan sumber sumber rujukan. rujukan. Al-Quran Al-Quran di di sini sini dijadikan dijadikan sebagai sebagai Islami rujukan utama karena ia adalah wahyu Allah SWT yang berfungsi sebagai petunjuk etika, rujukan utama karena ia adalah wahyu Allah SWT yang berfungsi sebagai petunjuk etika, kebijaksanaan, dan dan dapat dapat menjadi menjadi grand grand theory theory (Sutrisno, (Sutrisno, 2006: 2006: 91). 91). kebijaksanaan, B. PENDIDIKAN PENDIDIKAN BERBASIS BERBASIS SPIRITUALITAS SPIRITUALITAS B. Penelitian Daniel Daniel Goleman Goleman (2000) (2000) yang yang menunjukkan menunjukkan pentingnya pentingnya kecerdasan kecerdasan Penelitian emosional bagi kesuksesan seseorang seharusnya membuat para ilmuan dan praktisi emosional bagi kesuksesan seseorang seharusnya membuat para ilmuan dan praktisi pendidikan kita terus mengembangkan pendidikan berbasis spiritualitas (baca: agama). pendidikan kita terus mengembangkan pendidikan berbasis spiritualitas (baca: agama). Pendidikan agama agama ini ini menjadi menjadi penting penting karena karena kecerdasan kecerdasan emosional emosional yang yang dimaksud dimaksud Pendidikan Goleman, seperti kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengatasi frustasi, Goleman, seperti kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengatasi frustasi, mengontrol desakan desakan hati, hati, mengatur mengatur suasana suasana hati hati (mood), (mood), berempati berempati serta serta kemampuan kemampuan mengontrol bekerja sama adalah tiada lain merupakan-di antara-tujuan pendidikan agama (Islam). bekerja sama adalah tiada lain merupakan-di antara-tujuan pendidikan agama (Islam). Pendidikan yang yang berbasis berbasis spiritualitas spiritualitas Islam Islam sejatinya sejatinya bertujuan bertujuan menghasilkan menghasilkan Pendidikan kecerdasan emosional dan—istilah yang kini berkembang yaitu, kecerdasan adversitas kecerdasan emosional dan—istilah yang kini berkembang yaitu, kecerdasan adversitas (Adversity Intelligence), Intelligence), suatu suatu kecerdasan kecerdasan atau atau ketahanan ketahanan seseorang seseorang dalam dalam menghadapi menghadapi (Adversity permasalahan hidupnya. Banyak riset yang menunjukkan adanya hubungan yang kuat kuat permasalahan hidupnya. Banyak riset yang menunjukkan adanya hubungan yang antara spiritualitas spiritualitas dengan dengan kapasitas kapasitas seseorang seseorang dalam dalam hubungannya hubungannya dengan dengan dunia dunia di di antara sekitarnya, yang tercermin dalam bentuk empati, sikap etis, tanggung jawab sosial, sekitarnya, yang tercermin dalam bentuk empati, sikap etis, tanggung jawab sosial, semangat dan dan peduli peduli terhadap terhadap keadilan keadilan sosial sosial (Lindholm (Lindholm and and Astin, Astin, 2008: 2008: 186). 186). semangat Kegagalan pendidikan pendidikan kita kita saat saat ini, ini, seperti seperti dikatakan dikatakan oleh oleh Nata Nata (2003: (2003: 5) 5) di di Kegagalan antaranya adalah karena dunia pendidikan kita selama ini hanya menitikberatkan pada antaranya adalah karena dunia pendidikan kita selama ini hanya menitikberatkan pada 2

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL — [H. Furqon]

kecerdasan intelektual dan kurang perhatian terhadap pembentukan karakter. Padahal dalam Islam,intelektual ilmu bukandan sekedar untuk dikuasaiterhadap dan menjadi wawasan bagi murid Padahal (peserta kecerdasan kurang perhatian pembentukan karakter. didik), tetapi harus menjadi kesadaran dan amalan dalam kehidupannya. dalam Islam, ilmu bukan sekedar untuk dikuasai dan menjadi wawasan bagi murid (peserta didik), tetapi harus menjadi kesadaran dan amalan dalam kehidupannya. C. PENDIDIKAN ISLAM Islam sebagai ISLAM agama mayoritas bangsa Indonesia adalah modal ideologis C. PENDIDIKAN (ideological ini.mayoritas Baik-buruknya moral (akhlak) adalah bangsa modal ini sangat terkait Islamcapital) sebagaibangsa agama bangsa Indonesia ideologis dengan pemahaman dan pengamalan keIslamannya. Oleh karena itu, pendidikan Islam (ideological capital) bangsa ini. Baik-buruknya moral (akhlak) bangsa ini sangat terkait menjadi sangat penting. Menurut Zakiah Daradjat (2000: 28), Pendidikan Islam adalah dengan pemahaman dan pengamalan keIslamannya. Oleh karena itu, pendidikan Islam pembentukan Muslim.Zakiah Pendidikan Islam diarahkan agar terjadi perubahan menjadi sangatkepribadian penting. Menurut Daradjat (2000: 28), Pendidikan Islam adalah sikap dan tingkah laku peserta didik sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. Ramayulis pembentukan kepribadian Muslim. Pendidikan Islam diarahkan agar terjadi perubahan (2010:dan 134)tingkah mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah ajaran untuk membentuk insan sikap laku peserta didik sesuai dengan petunjuk Islam. Ramayulis kamil (manusia paripurna). (2010: 134) mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk insan Berbeda paripurna). dengan spiritualitas yang dikembangkan di Barat yang lebih menekankan kamil (manusia pada pencarian jati diri dan pemaknaan hidup tanpa terkaitdipada agama/keyakinan tertentu, Berbeda dengan spiritualitas yang dikembangkan Barat yang lebih menekankan spiritualitas Islam keyakinan dan tanpa ketundukan Allah SWT.tertentu, Begitu pada pencarian jatimenekankan diri dan pemaknaan hidup terkait pada pada Tuhan, agama/keyakinan juga dengan pendidikan Islam yang tujuan utamanya adalah realisasi ketundukan diri spiritualitas Islam menekankan keyakinan dan ketundukan pada Tuhan, Allah SWT. Begitu secaradengan total kepada AllahIslam SWT,yang baiktujuan pada utamanya level individu, maupun level juga pendidikan adalahmasyarakat, realisasi ketundukan diri kemanusiaan secara luas (the ultimate aim of Muslim education lies in the realization of secara total kepada Allah SWT, baik pada level individu, masyarakat, maupun level complete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at kemanusiaan secara luas (the ultimate aim of Muslim education lies in the realization of large) (Langgulung, 308).on the level of individual, the community and humanity at complete submission1988: to Allah Tujuan pendidikan Islam pada intinya adalah penghambaan total kepada Allah large) (Langgulung, 1988: 308). SWT. Dari tujuan utama ini,Islam makapada akan intinya muncul adalah akhlak penghambaan yang terpuji dalam perilaku Tujuan pendidikan total setiap kepada Allah peserta didik sebagai akibat dari mencontoh sifat-sifat Allah SWT. Akhlak terpuji inilah SWT. Dari tujuan utama ini, maka akan muncul akhlak yang terpuji dalam setiap perilaku yang merupakan hasil akibat utama/produk (the mainsifat-sifat goal/product) pendidikan ini peserta didik sebagai dari mencontoh Allahdari SWT. Akhlak Islam. terpujiHal inilah sesuai dengan misi kenabian Nabi Muhammad SAW, seperti tertuang dalam Hadits yang yang merupakan hasil utama/produk (the main goal/product) dari pendidikan Islam. Hal ini berbunyi: sesuai dengan misi kenabian Nabi Muhammad SAW, seperti tertuang dalam Hadits yang

)������� ����� ����� ���� ���� ���� )������� ����� ����� ��� � ���� ���� Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak.” (Hadits)

berbunyi:

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak.” (Hadits) Kalau kita melihat pada rumusan pendidikan Islam dan tujuannya, maka rasanya tidak ada kurang, pada apalagi salah. Semuanya tampak sempurnamaka danrasanya ideal. Kalauyang kita melihat rumusan pendidikan Islam dan tujuannya, Permasalahannya metode atau caratampak bagaimana tujuan yang tidak ada yang mungkin kurang, terletak apalagi pada salah. Semuanya sempurna dan mulia ideal. tersebut bisa tercapai dengan sempurna. Pedagogi spiritual dirancang untuk Permasalahannya mungkin terletak pada metode atau cara bagaimana tujuan yangmengisi mulia kelemahan tersebut. tersebut bisa tercapai dengan sempurna. Pedagogi spiritual dirancang untuk mengisi kelemahan tersebut. D. PEDAGOGI SPIRITUAL Di Barat sendiri, istilah pedagogi spiritual (spiritual pedagogy) ini memang D. PEDAGOGI SPIRITUAL bukanlah asingistilah atau baru. Kita dapat dengan mudah menemukan judul Diistilah Baratyang sendiri, pedagogi spiritual (spiritual pedagogy) banyak ini memang buku dan artikel yang menggunakan kata spiritual pedagogy ini, misalnya: Teaching bukanlah istilah yang asing atau baru. Kita dapat dengan mudah menemukan banyak judul Mysteries: Foundations of a Spiritual karya Clifford Mayes, Teaching Spiritual buku dan artikel yang menggunakan kataPedagogy, spiritual pedagogy ini, misalnya: Pedagogy: A Survey, Critique and Reconstruction of Contemporary Spiritual Education in Mysteries: Foundations of a Spiritual Pedagogy, karya Clifford Mayes, Spiritual England and Wales, Critique karya Andrew Wright, Heideggerian Mathematics: Badiou's Being Pedagogy: A Survey, and Reconstruction of Contemporary Spiritual Education in and Event as Spiritual Pedagogy, karya Ian Hunter, Spiritual awareness pedagogy: the England and Wales, karya Andrew Wright, Heideggerian Mathematics: Badiou's Being Classroom as Spiritual karya Miller, Athan, dan Aurelie, Toward a Spiritual and Event as Spiritual Reality, Pedagogy, karya IanLisa, Hunter, Spiritual awareness pedagogy: the Pedagogy: as Meaning, Applications Management Education, karya Harlos Classroom SpiritualPractice, Reality, and karya Miller, Lisa,inAthan, dan Aurelie, Toward a Spiritual dan Karen, Meaning, Diverse Perspectives Spiritual Curriculum and Pedagogy, Pedagogy: Practice, andonApplications in Management Education,karya karyaJohnson Harlos dan Karen, Diverse Perspectives on Spiritual Curriculum and Pedagogy, karya Johnson Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

3

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

dan Aostre N, dan Toward a spiritual pedagogy: A conceptual and operational proposal based on five schools of Yoga, karya Velonis dan Ursula Isa. Pedagog Jerman F.W. Foerster (1869-1966), perintis Pendidikan Karakter, juga sejak lama telah menawarkan ilmu pedagogi yang ia sebut dengan Ideal-Spiritual Pedagogy. Dengan istilah ini ia berpendapat bahwa pendidikan itu bukan hanya penyaluran pengetahuan kepada peserta didik, melainkan juga sebuah sarana pembentukan karakter yang didasarkan pada dimensi etis-spiritual (etika dan spiritual seseorang). Apa yang ingin saya tawarkan dengan istilah pedagogi spiritual ini ada persamaanya dengan apa yang dikembangkan di Barat, yaitu pendidikan yang mengintegrasikan kognitif (head/kepala), afektif (hearth/hati), dan behavioral (hand/tangan), tetapi berbeda dalam filsafat yang mendasari dan tujuan akhirnya. Dalam konteks ini pula saya ingin menunjukkan dan mengafirmasi kembali fakta bahwa Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, empat belas abad yang lalu, telah mengajarkan metode pembelajaran yang luar biasa, terutama dalam menanamkan nilai karakter dan akhlak mulia. Apa yang saya kembangkan di sini adalah pedagogi spiritual berdasarkan ajaran luhur Islam. Di kalangan pedagog Muslim sendiri, kita menemukan beberapa karya yang memuat model dan metode pendidikan Islam ini walaupun tentu tidak menggunakan istilah pedagogi spiritual (spiritual pedagogy). Salah satu kitab yang dapat dirujuk karena kepopulerannya adalah kitab yang dikarang oleh al-Zarnuji, yaitu Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum. Dalam kitab tersebut, al-Zarnuji membahas tentang hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamaan ilmu. Selain itu, ia berbicara tentang pentingnya niat dalam mencari ilmu, cara memilih ilmu, guru, teman, serta pentingnya memiliki rasa hormat kepada semua itu. Dalam kitab tersebut, al-Zarnuji menekankan pentingnya aspek adab dalam proses pembelajaran, baik adab batiniyah maupun adab lahiriyah. Selain itu, dalam kitab ini ia—seperti halnya Foerster—menekankan bahwa pendidikan bukan sekedar proses transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan (skill), namun yang terpenting adalah transfer adab (nilai) (Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim). Adapun yang menjadi titik tekan dalam pedagogi spiritual ini adalah adanya kesadaran (awareness) dari pendidik (murabbi) dan peserta didik (mutarabbi) bahwa proses pendidikan/pembelajaran (tarbiyyah/ta’lim) ini bukanlah semata merupakan aktifitas duniawi yang material dan profan tetapi lebih dari itu ia adalah aktifitas yang spiritual, suci, dan transenden, yang dalam segala aspeknya terhubung (connected) dengan zat yang Maha Gaib, Maha Pencipta, dan Maha Pengatur, yaitu Allah SWT. Dalam mengembangkan model pedagogi spiritual ini, tentu yang pertama kali harus dipahami oleh kita adalah bahwa kita, manusia, adalah makhluk yang memiliki dimensi spiritual (ruh). Bahkan inti dari manusia itu sendiri adalah ruhnya (spirit). Kita bisa hidup di muka bumi ini karena Allah telah meniupkan ruh-Nya kepada jasad manusia, sesuai dengan keterangan Al-Quran dalam QS. Shad: 72 dan Al-Hijr:29. Bahkan dalam QS. AlInsan: 1, Allah menjelaskan bahwa manusia (spiritual/ruh) telah diciptakan-Nya jauh sebelum diciptakan waktu. Apabila tubuh (jasmani/basyar) diciptakan dari tanah (QS. Shad: 71) dan akan kembali ke tanah (dikubur), maka ruh (spirit) itu berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah (QS. al-Baqarah: 156). Hal lain yang juga sangat penting untuk dipahami terkait pengembangan pedagogi spiritual ini adalah paradigma Islam yang paling esensial dan fundamental, yaitu tauhid. Tauhid adalah prinsip pertama dan utama serta menjadi acuan bagi prinsip-prinsip yang lain dalam model pedagogi ini. Paradigma tauhid ini meniscayakan bahwa proses pendidikan dan pembelajaran dilakukan dengan menjadikan Allah SWT, zat yang Maha Gaib, sebagai pusat (Allah-centric), baik secara ontologis,epistemologis, maupun 4

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL — [H. Furqon]

aksiologis. Dalam paradigma tauhid ini, Allah diyakini sebagai sumber ilmu, jalan/cara datangnya ilmu, dan tujuan akhir (penggunaan) ilmu. Dalam QS. al-Baqarah : 30, Allah SWT menyatakan bahwa Dia yang mengajarkan ilmu (nama-nama segala sesuatu) kepada Adam (���� ���‫)���� ��� ��س‬. Dalam QS. al-‘Alaq: 5 Allah SWT mengatakan bahwa Dia yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang belum mereka ketahui (���� �� �� ��‫) ��� ���س‬. Begitu juga dalam QS. al-Rahman: 1-2, Allah SWT menyatakan bahwa Dialah yang telah mengajarkan Al-Quran dan mengajarkan penjelasan/bayan (���‫)���ح�ن� ��� ������� ��� ���س�� ���� ��ب‬. Sedangkan bahwa Allah SWT adalah jalan dan cara datangnya ilmu, di antaranya dijelaskan dalam QS. al-Baqarah : 282, bahwa Allahlah yang akan mengajarkan ilmu (�������) kepada manusia dan akan terus mengajarkan (sesuai dengan redaksi katanya yang dinyatakan dalam sighat fiil mudhari), dengan syarat orang tersebut bertaqwa kepada-Nya (�������). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Kahfi : 6 yang menyatakan bahwa Allah yang telah mengajarkan ilmu kepada Nabi Khidir AS. secara langsung (���� ���� ‫)������� �ن‬. Begitu juga keterangan al-Qur’an dalam suratal-‘Alaq: 4, bahwa Allah yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam, mengajarkan mereka sesuatu yang belum mereka ketahui, (���� �� �� ��‫)��� ������� ��� ���س‬. Sebuah Hadits Nabi SAW,

��������‫����ي ��ي ��حسن ����بي‬ Artinya: “Tuhanku telah mengajariku, maka aku mendapatkan sebaik-baik pengajaran.” (Hadits). Juga doa Nabi SAW untuk Ibn Abbas yang berbunyi,

��������������� ����� ‫����� ���� �ي ����ن‬ Artinya: “Ya Tuhanku fahamkanlah ia tentang urusan agama, dan ajari ia takwil.” (Hadits). Hadis tersebut menunjukkan bahwa Allahlah sebaik-baik pendidik dan ilmu itu sematamata datangnya dari Allah SWT. Oleh karena itu, maka kita harus senantiasa memohon (berdoa) kepada Allah untuk diberi ilmu. Sudah semestinya dalam setiap kegiatan pembelajaran, kita memohon kelancaran dan kemudahan dalam menuntut ilmu, dalam memahami dan mengamalkannya. Hal ini sekali lagi menunjukkan keyakinan bahwa Allahlah yang memberi kita (manusia) ilmu pengetahuan. Sementara landasan aksiologis bahwa Allah SWT adalah tujuan pendidikan, di antaranya tersirat dalam QS. ‘Alaq: 1-3, kata (�‫ )��س‬dengan menggunakan huruf ba (�) menunjukkan sebab (‫)سبب‬, kebersamaan (����) sekaligus tujuan (����). Begitu juga dengan kalimat “Tuhanmulah yang Maha Mulia”(����� ����), menunjukkan bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran, serta ilmu yang didapat semata-mata hanya untuk mengagungkan AllahSWT. Hal ini juga sesuai dengan apa yang tertera dalam QS. alFatihah: 2 ( ‫����� � �� �������ن‬/ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam). Sekaitan dengan tujuan dan hasil kegiatan pendidikan dan pembelajaran ini, Abdussalam (2011) ketika menjelaskan QS. al-Thuur: 44-45 mengatakan bahwa Al-Quran menghendaki agar manusia jangan hanya merasa kagum terhadap fenomena alam, ilmu atau penemunya. Kekaguman pada fenomena alam dan ilmu haruslah mengantarkan pada rasa kagum yang lebih hebat kepada Yang Maha Agung. Di sinilah prinsip tauhid membangun keilmuan sekaligus spiritual yang utuh. Tauhid adalah prinsip dan cara pandang yang paling fundamental sekaligus paling komprehensif. Tauhid memandang bahwa alam dan kehidupan merupakan satu kesatuan Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

5

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

yang komprehensif dan integratif, di mana Tuhan (Allah) ditempatkan dan diperlakukan yang komprehensif integratif, mana Tuhan (Allah)Paradigma ditempatkan dan diperlakukan sebagai satu-satunyadan sentral (asal,dirujukan dan tujuan). tauhid ini, menurut sebagai satu-satunya sentral (asal, tujuan). Paradigma tauhid ini, menurut Abdussalam, merupakan payung bagirujukan seluruhdan prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran Abdussalam, dalam Islam. merupakan payung bagi seluruh prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran dalam Islam. E. PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGI SPIRITUAL E. PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGIpedagogi SPIRITUAL Berikut ini adalah prinsip-prinsip spiritual (Abdussalam, 2011) : Berikut ini adalah prinsip-prinsip pedagogi spiritual (Abdussalam, 2011) : 1. Prinsip Syumuliyyah (Komprehensif) 1. Prinsip (Komprehensif) Prinsip Syumuliyyah syumuliyyah meniscayakan bahwa pengembangan konsep dan praktek Prinsipharus syumuliyyah meniscayakan bahwa pengembangan praktek pendidikan meliputi seluruh entitas dan dimensi kehidupan.konsep Dimensidan kehidupan pendidikan harus meliputi seluruh entitas dan dimensi kehidupan. Dimensi kehidupan mencakup dimensi sosial dan individual, dimensi ilmu dan amal, dunia dan akhirat, mencakup sosialdan danlain individual, dimensi ilmu dan amal,perhatian dunia dan akhirat, akal, jasad dimensi dan ruhiyah, sebagainya. Semuanya menjadi pendidikan akal, jasad dan ruhiyah, dan lain Semuanya menjadi perhatian pendidikan dan pembelajaran, sepanjang ada sebagainya. kaitan, fungsional dan bermakna bagi pengembangan dan pembelajaran, sepanjangsecara ada kaitan, fungsional dan bermakna bagi pengembangan manusia dan kehidupannya menyeluruh. Prinsip ini berbanding sejajar dengan manusia danyang kehidupannya secara menyeluruh. Prinsip ini berbanding sejajar dengan syumuliyah menjadi karakteristik ajaran Islam. syumuliyah menjadi karakteristik ajaran spiritual Islam. Islam ini, menurut Abdussalam, Prinsipyang syumuliyyah dalam pedagogi Prinsip adanya syumuliyyah dalamfundamental pedagogi spiritual ini, menurut Abdussalam, menandakan perbedaan dengan Islam pendidikan yang dikembangkan menandakan adanya perbedaan fundamental dengan pendidikan yang dikembangkan dengan paradigma sain Barat yang sekuler. Prinsip syumuliyyah menetapkan segala dengan sain Barat menetapkan sesuatu, paradigma baik yang nampak atauyang yangsekuler. abstrak, Prinsip sebagai syumuliyyah objek ilmu dan pendidikansegala yang sesuatu, baik yang nampak atau yang abstrak, sebagai objek ilmu dan pendidikan yang sah, sedangkan prinsip sains Barat modern menetapkan bahwa objek-objek ilmu sah, sedangkan prinsip sains Barat modern menetapkan bahwa objek-objek ilmu yang sah hanya segala sesuatu yang dapat diobservasi atau diamati oleh indra. Sedangkan sah hanya segala sesuatu yang dapat diobservasi atau diamati oleh indra. Sedangkan segala objek yang ada di luar jangkauan panca indra (five senses) dianggap tidak sah segala sebagaiobjek objekyang ilmu.ada di luar jangkauan panca indra (five senses) dianggap tidak sah sebagai objek ilmu. 2. Prinsip Takamuliyah (Integratif) 2. Prinsip Takamuliyahini (Integratif) Prinsip takamuliyyah adalah prinsip yang menunjukkan bahwa pengembangan Prinsip takamuliyyah ini adalah menunjukkan bahwa pengembangan teori dan praktek pedagogi spiritual prinsip Islam yang dibangun atas prinsip keterpaduan yang teori praktek pedagogi spiritual Islam dibangun atasspiritual prinsip Islam keterpaduan yang sangatdan kokoh. Dengan landasan tauhidullah, pedagogi memandang sangat Dengan landasan tauhidullah, pedagogi spiritualsatu Islam memandang bahwa kokoh. alam dan kehidupan secara keseluruhan merupakan kesatuan yang bahwa alam dan secara keseluruhan kesatuan yang menempatkan Allahkehidupan sebagai sentral (asal, rujukan danmerupakan tujuan)-nya.satuKeterpaduan menempatkan sentral (asal, dan tujuan)-nya. Keterpaduan yang dibangun atas Allah dasar sebagai paradigma tauhid ini rujukan menyangkut pengembangan sumber-sumber dibangun atas dasar belajar, paradigma tauhid ini menyangkut pengembangan sumber-sumber belajar, pengalaman maupun pengembangan aspek-aspek kepribadian manusia. belajar, pengalaman belajar, maupun pengembangan aspek-aspek kepribadian manusia. Pengembangan sumber belajar tidak mengakui adanya dikotomi antara ayat-ayat Pengembangan sumber belajar tidak Pengembangan mengakui adanyapengalaman dikotomi antara ayat-ayat qauliyah dengan ayat-ayat kauniyah. belajar tidak qauliyah kauniyah. Pengembangan pengalaman tidak mengakui dengan dikotomiayat-ayat antara teori dan praktek, ilmu dan amal, empirik belajar dan intuitif. mengakui dikotomi antara teori dan praktek, ilmumengakui dan amal,adanya empirik dan intuitif. Pengembangan aspek-aspek kepribadian ini tidak dikotomi antara Pengembangan aspek-aspek kepribadian ini tidak mengakui adanya dikotomi antara jasadiyah, aqliyyah dan ruhiyyah. jasadiyah, aqliyyah dan ruhiyyah. Prinsip takamuliyyah ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan hakikat Prinsip takamuliyyah ini mencakup hakikat hal-hal yang berkaitan manusia sebagai kesatuan tubuh-jiwa-ruh, manusia sebagai dengan makhlukhakikat yang manusia sebagai kesatuan tubuh-jiwa-ruh, hakikat manusia sebagai makhluk yang memiliki saling ketergantungan, berkaitan dengan pengembangan objek atau sumber memiliki saling ketergantungan, berkaitan pengembangan objek belajar. atau sumber pembelajaran, dan berkaitan dengan metode dengan pembelajaran dan pengalaman pembelajaran, dan berkaitan dengan metode pembelajaran dan pengalaman belajar. 3. Prinsip Tawazuniyyah (Keseimbangan) 3. Prinsip Tawazuniyyah (Keseimbangan) Prinsip tawazuniyah (keseimbangan) ini adalah prinsip bahwa pendidikan harus Prinsip tawazuniyah (keseimbangan) semua ini adalah prinsip bahwa harus mampu menempatkan dan memperlakukan entitas secara tepatpendidikan dan proporsional, mampu dan yang memperlakukan semua tepat dan proporsional, terutamamenempatkan di antara entitas memiliki arah yangentitas seringsecara dipandang berhadapan atau terutama di antara entitas yang memiliki arah yang sering dipandang berhadapan atau berlawanan, seperti antara maddiyyah (materialistik) dengan ruhiyah (spiritualistik), berlawanan, seperti antara maddiyyah (materialistik) dengan ruhiyah (spiritualistik), 6

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL — [H. Furqon]

dunyawiyyah (keduniaan) dengan ukhrawiyyah (keakhiratan), fardiyyah (individualistik) dengan ijtimaiyyah (kolektivistik), dan sebagainya. Dengan prinsip ini, pendidikan harus mampu mengembangkan seluruh potensi dan kepentingan manusia secara seimbang. Potensi atau kepentingan-kepentingan 'aqliyyah (nalar), ruhiyyah (spiritual), jasadiyyah (fisikal), insaniyyah (kemanusiaan), ilahiyyah (ketuhanan), dunyawiyyah (keduniaan), ukhrawiyyah (keakhiratan), nazhariyyah (teori), tathbiqiyyah (praktek), ilmiyyah (ilmu), 'amaliyyah (amal), dan sebagainya harus dikembangkan dan diberdayakan secara proporsional sesuai dengan kodrat dan tujuan penciptaan (keberadaan)-nya. Dengan paradigma tauhid yang mencakup prinsip syumuliyah, takamuliyah, dan tawazuniyah ini, diharapkan kegiatan pendidikan dan pembelajaran dapat mencetak para peserta didik yang memiliki kesadaran spiritual dan memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya dan alam semesta secara luas. Hal ini sesuai dengan visi Islam ini sendiri sebagai rahmatan lil ‘alamin (QS. al-Anbiya: 107). Prinsip Rabbaniyyah (Ketuhanan) Prinsip Rabbaniyyah berarti bahwa pendidikan harus menempatkan Rabb atau nilai-nilainya sebagai rujukan dan tujuan utama. Dengan prinsip ini, pendidikan hendaknya diarahkan pula untuk melihat dan menghayati kehadiran serta keterlibatan Rabb dalam seluruh fenomena, khususnya fenomena atau materi yang dipelajari. Pendidikan tidak hanya berujung pada penemuan ilmu atau perolehan keterampilan. Pendidikan seyogyanya berangkat dan berujung pada nilai-nilai ketuhanan sehingga keseluruhan proses, tujuan, dan pengembangkan kehidupan yang dihasilkannya merupakan pengintegrasian dari entitas bumi dengan entitas langit. Prinsip rabbaniyah ini merupakan perincian dari prinsip tauhid di atas. Menurut Ahmad Madkur, prinsip ini mencakup dua hal, yaitu sebagai sumber dan tujuan pendidikan dalam Islam. Pertama, bahwa seluruh yang dikembangkan dalam proses pendidikan harus bersifat rabbany, yakni sesuai dengan tuntunan Allah Rabbul ‘alamin. Kedua, bahwa tujuan akhir dari seluruh upaya pendidikan harus diarahkan untuk mencapai ridla-Nya, sebab keselamatan dan kesempurnaan hidup manusia yang hakiki terletak padanya (Madkur, 2002: 81). Prinsip ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran harus dijalani karena Allah SWT sebagai Rabbul ‘alamin. Baik pendidik maupun peserta didik harus menyadari bahwa menuntut ilmu adalah perintah-Nya. Sebagaimana Sabda Nabi SAW, 4.

)������( ����� � ‫��� ����م ����� ع�� �� ���م‬

Artinya: “Menuntut ilmu itu kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah.” (Hadits). Sesuai dengan prinsip ini pula, seharusnya pendidik (guru) mencontoh sifat-sifat Allah, sebagai Sang Murabbi (pendidik) sejati, seperti mencontoh dan memiliki sifat rahman (kasih). Sebagai sang Pendidik, Allah menampilkan diri-Nya sebagai zat yang Maha Pengasih. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. al-Rahman: 1-2,

)�( ��� ْ�����ْ ‫�����ْ �� �ن (�) �ع�� �م‬

Artinya: “1. (Tuhan) yang Maha pemurah, 2. yang telah mengajarkan Al Quran.” Prinsip Rahmaniyah Yang dimaksud dengan rahmaniyyah sebagai prinsip pedagogi spiritual adalah bahwa kasih sayang seyogyanya menjadi cara pandang dan pola sikap dalam pengembangan seluruh komunikasi dan interaksi pendidikan. Kasih sayang pendidik harus terbaca dan terapresiasi oleh peserta didik melalui tindakan-tindakan edukatifnya. 5.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

7

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

Dengan prinsip rahmaniyyah, maka pengembangan komunikasi dan interaksi pendidikan lebih bersifat “telaten”, yakni tindakan-tindakan (edukatif) yang mengandung intensitas kasih sayang, dan ketulusan. inilah Dengan prinsip rahmaniyyah, makakesungguhan pengembangan komunikasiHubungan dan interaksi yang kemudian akan menumbuhkan rasa percaya kesediaan dari peserta didik untuk pendidikan lebih bersifat “telaten”, yakni dan tindakan-tindakan (edukatif) yang mencerap nilai-nilai dan mengidentifikasikan dirinya kepada harapan-harapan mengandung intensitas kasih sayang, kesungguhan dan ketulusan. Hubungan inilah pendidiknya. yang kemudian akan menumbuhkan rasa percaya dan kesediaan dari peserta didik untuk mencerap nilai-nilai dan mengidentifikasikan dirinya kepada harapan-harapan 6. Prinsip Uswiyyah (Keteladanan) pendidiknya. Yang dimaksud dengan prinsip Uswiyyah adalah bahwa nilai-nilai yang tercermin pada di atas (seperti rahmaniyyah, rabbaniyyah, dan sebagainya) harus 6. prinsip-prinsip Prinsip Uswiyyah (Keteladanan) terwujud secara konkrit dalam bentuk prilaku nyata. sayang, Yang dimaksud dengan prinsip Uswiyyah adalah bahwaIntensitas nilai-nilai kasih yang tercermin kesungguhan, ketulusan dan(seperti keberpihakannya kepada nilai-nilaidan luhur harus terbaca pada prinsip-prinsip di atas rahmaniyyah, rabbaniyyah, sebagainya) harus oleh peserta didik secara utuh dan konkrit dari keseluruhan penampilan pendidik. Di terwujud secara konkrit dalam bentuk prilaku nyata. Intensitas kasih sayang, sinilah pendidik harus mampu tampil sebagaikepada uswahnilai-nilai hasanah luhur (teladan). kesungguhan, ketulusan dan keberpihakannya harusSeorang terbaca pendidik harus mampu menampilkan diri dan seluruh prilakunya untuk menjadi rujukan oleh peserta didik secara utuh dan konkrit dari keseluruhan penampilan pendidik. Di bagi peserta didik dalam pengembangan kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang sinilah pendidik harus mampu tampil sebagai uswah hasanah (teladan). Seorang diagungkannya. Tanpa menampilkan prinsip uswiyyah prinsip-prinsip lain bisa kehilangan pendidik harus mampu diri danini, seluruh prilakunya untuk menjadi rujukan kekuatan utamanya dalam membina kepribadian. bagi peserta didik dalam pengembangan kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang Hal ini sejalan dengan kehadiran Nabi ini, SAWprinsip-prinsip yang merupakan bagi diagungkannya. Tanpa prinsip uswiyyah lainsosok bisateladan kehilangan umatnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ahzab: 21, kekuatan utamanya dalam membina kepribadian.

Hal � ��� � �� dengan � Nabi � ��‫ي‬sejalan ‫� ��س‬teladan �ْ ���‫ل‬ ‫��� �� �� �� �ك‬ �� ْ��‫ه� �� ْ�لي‬ )��ini ��‫ي��ْ و‬SAW �� �‫ �س���ح ل‬merupakan ‫ه� ��س �ْ� ح �ح‬ ���‫ ْن �ك‬yang ��‫ه� �ك‬ �‫ �ك��� ل� �� ْم ف‬bagi � kehadiran � sosok umatnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ahzab: 21, Artinya:“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik � � �‫ه‬ � ��� � �� ‫ �� �ك‬bagi � ��mengharap ‫س �ْ� ح �ح �س���ح‬Allah � ��‫( �ك��ي‬yaitu) ‫( ��س‬kedatangan) ��‫ل��� ْ� �ك��� ل� �� ْم ف‬ �� �� ��� �� ْ��‫ ْ�لي‬yang �� �‫ه‬ )�� ‫(ل� �� ْن �ك��� ي��ْ و‬rahmat) � orang �‫ه‬ � dan bagimu hari kiamat dan Dia menyebut Artinya:“Sesungguhnya telahbanyak ada pada (diri)Allah.” Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapTakamuliyah, (rahmat) Allah dan (kedatangan) Prinsip-prinsip tersebut di atas(Syumuliyyah, Tawazuniyyah, dan hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” seterusnya), itu merupakan hasil pengkajian Abdussalam (2011) yang serius terhadap konsepPrinsip-prinsip ta’lim (‫ )���يم‬dalam al-Qur’an. Penelitian ini menyimpulkan konsep ta’lim tersebut di atas(Syumuliyyah, Takamuliyah,bahwa Tawazuniyyah, dan (‫)���يم‬ lebih bermakna pembelajaran (instructing), bukan pengajaran (teaching). seterusnya), itu merupakan hasil pengkajian Abdussalam (2011) yang serius terhadap Menurut Abdussalam, tiga prinsip pertama memandu konsep ta’lim (‫)���يم‬ dalam al-Qur’an. Penelitian ini berfungsi menyimpulkan bahwapengembangan konsep ta’lim pendidikan Islam dalam memandang dan memperlakukan seluruh entitas, sedangkan (‫ )���يم‬lebih bermakna pembelajaran (instructing), bukan pengajaran (teaching). tiga prinsip kedua memandu tiga pengembangan komunikasi edukatif (Abdussalam,2011). Menurut Abdussalam, prinsip pertama berfungsi memandu pengembangan Selain enam prinsip tersebut, Abdussalam menemukan tiga prinsip yang memandu pendidikan Islam dalam memandang dan memperlakukan seluruh entitas, sedangkan pengembangan strategi pendidikan dan pembelajaran. Ketiga prinsip(Abdussalam,2011). itu adalah: prinsip tiga prinsip kedua memandu pengembangan komunikasi edukatif wasaliyyah (kemediaan), di mana pendidikan itu harus memberdayakan sumber belajar Selain enam prinsip tersebut, Abdussalam menemukan tiga prinsip yang memandu atau media (yang juga pendidikan bermakna kemandirian), prinsip istimrariyyah (kontinyu), di pengembangan strategi dan pembelajaran. Ketiga prinsip itu adalah: prinsip mana proses pendidikan itu berlaku secara terus menerus, sepanjang hidup manusia atau wasaliyyah (kemediaan), di mana pendidikan itu harus memberdayakan sumber belajar selama bumi (yang berputar, prinsip waqi'iyyah (kontekstual), di mana pendidikan harus atau media jugadan bermakna kemandirian), prinsip istimrariyyah (kontinyu), di menapak pada kenyataan dan hadir sebagai solusi terhadap pemasalahannya. mana proses pendidikan itu berlaku secara terus menerus, sepanjang hidup manusia atau selama bumi berputar, dan prinsip waqi'iyyah (kontekstual), di mana pendidikan harus F. KECAKAPAN PEDAGOGI menapak pada kenyataan dan hadirSPIRITUAL sebagai solusi terhadap pemasalahannya. Dari pembahasan tentang prinsip-prinsip pedagogi spiritual di atas, maka seorang pendidik harus memiliki PEDAGOGI kecakapan danSPIRITUAL kebiasaan sebagai berikut : F. KECAKAPAN 1. Dari Seorang pendidiktentang selalu membersihkan dan menjaga hendak pembahasan prinsip-prinsip hati pedagogi spiritual niatnya di atas, ketika maka seorang mengajar agar tetap lurus ikhlas karena Allah SWT. Hal ini penting karena dalam pendidik harus memiliki kecakapan dan kebiasaan sebagai berikut : segala sesuatu tergantung pada niatnya ����������); 1. Islam, Seorang pendidik selalu membersihkan hati (�‫��ل�ي‬ dan menjaga niatnya ketika hendak mengajar agar tetap lurus ikhlas karena Allah SWT. Hal ini penting karena dalam Islam, segala sesuatu tergantung pada niatnya (�‫;)���������� ��ل�ي‬ 8

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL — [H. Furqon]

2. Seorang pendidik selalu berdoa memohon bantuan Allah SWT dalam proses agar selalu Allahberdoa senantiasa memberi kemudahan, kelancaran, dan 2. pembelajaran Seorang pendidik memohon bantuan Allah SWT dalam proses pemahaman baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta didik; pembelajaran agar Allah senantiasa memberi kemudahan, kelancaran, dan 3. Seorang pendidik selalu mendoakan kebaikan pemahaman baik bagi dirinya sendiripeserta maupundidik bagidemi peserta didik; mereka. Untaian doa selalu mereka panjatkan ke hadirat Allah SWT di setiap saat (tidak terbatas di 3. Seorang pendidik selalu mendoakan peserta didik demi kebaikan mereka. Untaian kelas). Terkait hal ini, banyakkeketerangan dalam khazanah keilmuan Islam, bahwa doa selalu mereka panjatkan hadirat Allah SWT di setiap saat (tidak terbatas di doa adalah unsur yang sangat penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran, kelas). Terkait hal ini, banyak keterangan dalam khazanah keilmuan Islam, bahwa seperti terlihat dalam Nabipenting SAW untuk Abbas ra. Ada kisah menarik dari doa adalah unsur yangdoa sangat dalamIbn proses pendidikan dan pembelajaran, pesantren, yaitudalam tentang seorang kyai yang ketuakisah pengurus (lurah seperti terlihat doa Nabi SAW untuk Ibnmenyuruh Abbas ra. Ada menarik dari santri) untuk menuliskan nama-nama santri yang nakal. Kemudian lurah santri itu pesantren, yaitu tentang seorang kyai yang menyuruh ketua pengurus (lurah menyerahkan 10 nama santri yang nakal. sekianKemudian lama, si lurah santri) untuk menuliskan nama-nama santriSetelah yang nakal. lurah santri santri itu heran kenapa Sang Kyai tidak menghukum 10 orang santri itu. Untuk mengobati menyerahkan 10 nama santri yang nakal. Setelah sekian lama, si lurah santri itu rasa itu kemudian langsung bertanya Sang Kyai,mengobati “kenapa heranherannya kenapa Sang Kyai tidakiamenghukum 10 orangkepada santri itu. Untuk mereka tidak dihukum?”, dan dijawab oleh Sang Kyai, “saya sebut mereka dalam rasa herannya itu kemudian ia langsung bertanya kepada Sang Kyai, “kenapa setiap dandihukum?”, munajat saya Allah merekadoa tidak dankepada dijawab olehSWT.” Sang Kyai, “saya sebut mereka dalam 4. Seorang pendidik selalu menjadi teladan (uswah setiap doa dan munajat saya kepada Allah SWT.” hasanah) bagi peserta didiknya, dalam hal intelektual, emosional, spiritual, profesional. Dengan ini, 4. baik Seorang pendidik selalu menjadi teladan (uswahmaupun hasanah) bagi peserta didiknya, pendidik/guru/dosen menjadi pantas untuk dihargai dan dihormati. Karena ini baik dalam hal intelektual, emosional, spiritual, maupun profesional. Dengan ini, pula, marwah pendidik dan pendidikan kita naik kembali; pendidik/guru/dosen menjadi pantas untuk dihargai dan dihormati. Karena ini 5. Seorang pendidik selalu didik untuk selalu mengingat pula, marwah pendidik danmengingatkan pendidikan kitapeserta naik kembali; keberadaan Allah, mengagungkan, dan bersyukur kepada-Nya. Hal mengingat ini sesuai 5. Seorang pendidik selalu mengingatkan peserta didik untuk selalu dengan prinsip bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran harus keberadaan Allah, mengagungkan, dan bersyukur kepada-Nya.ituHal ini karena sesuai Allah, bersama Allah, dan untuk Allah; dengan prinsip bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran itu harus karena 6. Seorang pendidik selalu Allah, bersama Allah, danmengingatkan untuk Allah; peserta didik untuk meluruskan niat agar senantiasa melakukan segala sesuatu karena Allah SWT; 6. Seorang pendidik selalu mengingatkan peserta didik untuk meluruskan niat agar 7. Seorang selalu mengingatkan peserta senantiasapendidik melakukan segala sesuatu karena Allah didik SWT; untuk memulai aktifitas Bismillahirrahmanirrahim; 7. belajar Seorangdengan pendidik selalu mengingatkan peserta didik untuk memulai aktifitas 8. Seorang pendidik selalu mengajak peserta didik untuk berdoa, memohon bantuan belajar dengan Bismillahirrahmanirrahim; petunjuk Allahselalu dalammengajak proses menuntut 8. dan Seorang pendidik peserta ilmu; didik untuk berdoa, memohon bantuan 9. Seorang pendidik harus berusaha untuk mengajar dari hati (qalbu to qalbu dan petunjuk Allah dalam proses menuntut ilmu; kasihuntuk sayangmengajar (rahmaniyah). Ekspresi, ucapan, dan 9. communication), Seorang pendidikdengan haruspenuh berusaha dari hati (qalbu to qalbu tindakan seorang pendidik haruslah baik, lembut, dan santun; communication), dengan penuh kasih sayang (rahmaniyah). Ekspresi, ucapan, dan 10. Seorang harus selalu mengajak peserta dan didiksantun; untuk melihat, mengenali, tindakan pendidik seorang pendidik haruslah baik, lembut, merenungi, dan mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah melihat, di jagatmengenali, raya ini. 10. Seorang pendidik harus selalu mengajak peserta didik untuk Karena tujuandan pendidikan dan pembelajaran hakikatnya hanya merenungi, mempelajari tanda-tanda itu kekuasaan Allah di untuk jagat mengenal raya ini. Allah; Karena tujuan pendidikan dan pembelajaran itu hakikatnya hanya untuk mengenal 11. Seorang Allah; pendidik harus selalu mengajak peserta didik untuk meningkatkan sebagai hasil proses belajar peserta tadi. Karena dan 11. ketaqwaan Seorang pendidik harus dari selalu mengajak didiktujuan untukpendidikan meningkatkan pembelajaran itu hakikatnya hanya untuk mengenal Allah dan taqwa kepada-Nya; ketaqwaan sebagai hasil dari proses belajar tadi. Karena tujuan pendidikan dan pembelajaran itu hakikatnya hanya untuk mengenal Allah dan taqwa kepada-Nya; G. PENUTUP pendidikan seperti ini mungkin bukan sesuatu yang baru, tetapi G. Model PENUTUP penerapannya ini sungguh sangat yangyang kini mewabah di Model saat pendidikan seperti inidibutuhkan. mungkin Krisis bukan moral sesuatu baru, tetapi tengah bangsa, terutama generasi muda kita bukanlah karena buruknya sistem pendidikan penerapannya saat ini sungguh sangat dibutuhkan. Krisis moral yang kini mewabah di yang terapkan saat ini, tetapimuda lebih kita karena apa yang kitaburuknya lakukan sistem sudah kehilangan tengahkita bangsa, terutama generasi bukanlah karena pendidikan esensinya. yang kita terapkan saat ini, tetapi lebih karena apa yang kita lakukan sudah kehilangan Paradigma sekuler-materialistik-hedonis yang terus merasuki pikiran bangsa ini esensinya. tampaknya telah menggeser nilai-nilai spiritual-religius mereka sehinggapikiran apa yang mereka Paradigma sekuler-materialistik-hedonis yang terus merasuki bangsa ini tampaknya telah menggeser nilai-nilai spiritual-religius mereka sehingga apa yang mereka Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

9

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

lakukan, termasuk dalam aktifitas pendidikan dan pembelajaran, hanya dilihat dari kaca mata duniawi semata, dengan angka dan rupiah sebagai ukurannya. Sebagai bangsa yang memegang falsafah hidup berdasarkan agama, kita yakin bahwa kemajuan bukan semata diukur dengan kemajuan material, tetapi kemajuan yang hakiki adalah di saat bangsa ini bisa menyelaraskan seluruh aktifitas hidupnya dengan tuntunan agama, sehingga keberkahan hidup dapat diraih dan kebahagian dapat dirasa. Wallahu a’lam.

REFERENSI Al-Quran Hadits Abdussalam, Aam. (2011). Pembelajaran dalam al-Qur’an al-Karim (Studi Bayani terhadap Konsep Ta’lim dalam al-Qur’an. Bandung: Disertasi UIN Sunan Gunung Djati. Baqy, Muhammad Fuad Abd al-. (2007). al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an alKarim. Kairo: Dar al-Hadits. Daradjat, Zakiah. (2000). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara. Goleman, Daniel. (2000). Emotional Intelligence (terj.). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama. Langgulung, Hasan. (1988). Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, cet. II. Lindholm, J. A. & Astin, H. S. (2008). “Spirituality and pedagogy: Żaculty’s Spirituality and Use of Student-Centered Approaches to Undergraduate Teaching.” The Review of Higher Education 31 (2), 185-207. Madkur, Ali Ahmad. (2002). Manhaj al-Tarbiyah fî al-Tashawwur al-Islami. Kairo: Dar al-Fikr al-Arabî., cet. I. Nahlawi, Abdurrahman An-. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (terj.). Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. II. Nata, Abuddin. (2003). Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. Ramayulis. (2010). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia. Sutrisno. (2006). Pendidikan Islam yang Menghidupkan (Studi Kritis terhadap Pemikiran Pendidikan Fazlur Rahman). Yogyakarta: Kota Kembang. Tafsir, Ahmad. (1992). Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda Karya. Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. Zarnuji, Syeikh Burhanuddin al-. Ta’lim Muta’allim Thariq al-Ta’allum. Maktab alRahmaniyyah.

10

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC HIGHER EDUCATION ISLAMIC HIGHER EDUCATIONAND ANDREINTEGRATION REINTEGRATION OF OF SCIENCES SCIENCES (Responding Challenges of Globalization) (Responding Challenges of Globalization) Prof.Dr. Dr.Azyumardi AzyumardiAzra, Azra,CBE CBE* Prof.

“In the early centuries of Islamic civilization, the broadest possible learning was widely supported by orthodox Muslim precepts. However, in time, an opposing doctrinal trend gained strength. Not only the limitation but also the “dangers” of knowledge were increasingly described by religious authorities…Limits to the scope of permissible learning eventually came to be defined by religious scholars, and philosophical and scientific investigation came under increasing attack” (Turner 1995:18). The Noble Prize Winner for Physics, Mohammed Abdus Salam, rightly maintains that there is almost no question that among all civilizations in the present time on this planet, science is weakest in the lands of Islam. In his opinion, the danger of this weakness cannot be underestimated since social development and even the survival of a society depends directly on its strength in science and technology in the condition of the present age. Therefore, Muslim societies have a little chance to survive in the very competitive age of globalization unless they seriously address this grave problem. The weaknesses of science in the Muslim world as whole can be seen in a number of rough indicators that are available since the 1980s when many Muslim countries began to modernize their economy. By and large, up until today, Muslim countries are classified as ‘third world countries’; only few of them can be included among developing countries, let alone ‘developed’ and ‘advanced’ countries. As a result, there is a lot of retardation of social development in the Muslim world. Most of Muslim countries are producers of raw materials such as oil, natural gas, rubber, palm oil, food grain, cotton, and sugar cane. The nature of the economy in most Muslim countries is, therefore, basically extractive or agricultural. Manufacturing that can produce a great deal of added values is only a minor part of the total economy of most Muslim countries. There is little doubt that advanced scientific methods are badly needed for oil and natural gas extraction, mining and agriculture; and these do create a lot of demand for learning and developing innovation and new techniques. But up until today, the technology for extraction and further processing are continuously imported from non-Muslim countries. The case is also the same with agriculture; Muslim countries are lagged in research and development of agriculture and agribusiness compared to such country as Thailand, for instance. In short, the overall importance of science to increase production and added values in the Muslim world is peripheral, and incentives for indigenous growth are small and insignificant. The fact that scientific research and development are very weak in most of Muslim countries related to another sorry reality; that is, the science as an institution has not existed in an encouraging manner in most of the Islamic world. While in the West and other countries, institutions of science continue to flourish in response to the era of globalization, in most Muslim countries their growth is much slower. In most of the 

Invited Speaker

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

11

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

Muslim countries, compared with the rest of the world, the number of research institutions in science is very much lower; the budget spend in scientific programs is almost insignificant; the size of the scientific community and the productivity of the scientists are also considerably lower. Some of these weaknesses have a lot to do with the state of education in the Muslim world. Scientific research and development and, therefore the growth and decay of science as an institution in society, are inescapably connected with education. In general, education in most Muslim countries is dominated by social sciences and humanities; the number of faculties, departments and programs in science is relatively limited. Worse still, in the teaching processes, rote learning tends to dominate not only in social sciences and humanities, but also in science teaching. It is clear that to a significant degree, the survival of rote learning in educational institutions of contemporary Muslim world shows that many Muslims still believe that knowledge is something to be acquired rather than discovered and developed; therefore, the attitude of mind is passive and receptive rather than creative and inquisitive. Furthermore, all knowledge comes to be viewed as unchangeable and all books tend to be memorized or even venerated. A. PAST LEGACY AND MUSLIM RESPONSES The fact that Muslim countries in general are very much behind in the fields of science is indeed an historical irony. There is no need to dwell on the great and significant contribution of Muslim scientists to human civilization in the medieval period. One can draw an inexhaustible list of Muslim scientists who were hailed not only from the Arab region, but also from Bukhara, Khurasan, Andalusia and many other regions; they wrote their works not only in religious sciences (al-`ulum al-diniyyah), but also on various branches of rational and empirical sciences. Commenting on the achievement of Muslim scientists, George Sarton in his famous work, Introduction to the History of Science, says that it will suffice to evoke a few glorious names without contemporary equivalents in the West: Jabr ibn Hayyan, al-Kindi, al-Khawarizmi, al-Farghani, al-Razi, Thabit ibn al-Qurra, al-Battani, al-Farabi, al-Mas`udi, al-Biruni, Ibn Sina, Ibn al-Haytham and many others; a magnificent array of names, which it would not be difficult to extend. Sarton concludes, “if any one tells you that the Middle Ages were scientifically sterile, just quote these men to him, all of whom flourished within relatively short period, between 750 to 1100”. With regards to the achievements of these Muslim scientists, the irony of the backwardness of the Muslim world today is even bitter. In the midst of rapid progress of modern and contemporary science, many Muslims maintain their suspicion towards science. In many quarters of the Islamic world, science still seems to be regarded as an intellectual and empirical exercises alien to and incompatible with Islam. This unfortunate perception and attitude have of course been inherited by the Muslim world since the 12th century at least, during which period the opposition against science grew rapidly among the fuqaha’ (jurists) and mutakallimun (theologians) who were generally regarded as the true representatives of Islamic orthodoxy. There are many instances of suspicions among many orthodox scholars towards rational and empirical sciences. Ibrahim Musa (d. 1398), a leading Andalusian scholar, for instance, came to the conclusion that the average orthodox theologian regarded that only those sciences as worthwhile that were necessary to, or useful for, religious practice (`ibadah). All other sciences were without value and would only lead Muslims away from the straight path. A more prominent scholar, Ibn Taymiyyah, believed that `ilm refers only to knowledge that derives from the Prophet; he regards everything else either as useless or 12

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES ... — [Azyumardi Azra]

no science at all, even though it might be called by name. The opposition of the Muslim orthodox to rational and empirical sciences, in the end created a seemingly unbridgeable gap between the so-called “religious sciences” derived from the “signs” of the Qur’an (“al-ayat al-Qur’aniyyah”) on the one hand, and “non-religious sciences” derived from the “signs of being” (al-ayat al-kawniyyah) on the other. This kind of division and dichotomy can be observed in educational institutions in many parts of the Muslim world today. This dichotomy of sciences is undoubtedly also responsible for the backwardness of science and technology in the Muslim world. There has been continuing debates among Muslim scholars and leaders on these issues and on how to respond to the ever increasing progress of sciences among other nations and countries in the age globalization. Faced with a fundamental crisis and only too manifest continued decline of the Muslim world, three distinct responses have emerged from within Islamic civilization in the colonial and post-colonial periods. To borrow the characterizations of Eqbal Ahmad, elaborated further by Pervez Hoodbhoy, they are : restorationist, reconstructionist, and pragmatist responses. The latest two groups are, I would argue, basically have similar position. These categories can provide a useful analytical framework within which one can examine the problems and possibilities of developing a science-oriented society in the Muslim world. The restorationist response seeks to idealized version of the past, and locates all failures, defeats and backwardness of Muslims to their deviation from the true path, that is genuine and pristine Islam in the period of the Prophet and his companions (sahabah, or the salafs). This group of Muslims basically opposes the foundations and appearance of modern, secular, scientific thought and methods. One of the most articulate spokespersons on matters of science and modernity is Maryam Jameelah, a Jewish convert to Islam. In her opinion, all pursuits of science and modernism are identical with idolatry; modern science is guided by no moral value, but naked materialism and arrogance. The whole branch of knowledge and its application is contaminated by the same evil. Science and technology are totally dependent upon the set of ideals and values cherished by its members, in the case of modern sciences is the West. She concludes that “if the roots of the tree are rotten, the tree is rotten; therefore all its fruits are rotten”. Another prominent leader of this group and even much more influential is Abu alA`la al-Mawdudi, the leader of Jama`at-i-Islami of Pakistan. He bitterly criticizes modern sciences that have been produced by the West. He maintains that geography, physics, chemistry, biology, zoology, geology, and economics are taught in modern education system without reference to God and the Prophet Muhammad. Therefore they become a source of Muslims’ straying from the truth. He argues that reflection on the nature of modern education immediately reveals some contradiction with the nature of Islamic education. He concludes that “you teach them science which is devoid of reason and slave of the senses”. The second group, the reconstructionist as well as the pragmatist stand in the opposite side of the restorationist. Their position is essentially to reinterpret certain teachings of Islam in order to reconcile the demands of modern civilization with Islam. This group argues that Islam in the period of the Prophet and his companions was revolutionary, progressive and rational. Muslims’ backwardness in later period of Muslim history was a direct result of superstitious beliefs and rejection of reason in favor of blind obedience to old and archaic tradition. One representative of this group was Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) who proposes that since the Qur’an was the word of żod and since scientific truths were manifestly correct, then any contradiction between religion and science could only be Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

13

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

apparent and not real. Criticizing Muslims’ tendency to read old religious books while ignoring scientific ones, Ahmad Khan suggests that Muslims should adopt modern sciences in order for them to resolve their problems. Another prominent thinker of the constructionist and pragmatist groups was Jamal al-Din al-Afghani (1838-1897). He was of course a bitter enemy of Western colonialism, but there is no doubt that he was also enchanted with the power of modern science that he regarded as the secret of the strength of the Western world. In a lecture in Calcutta in 1882, al-Afghani says that if someone looks into the question of Muslims’ inability to confront the West, then he will see that science rules the world. There was, is, and will be no ruler in the world but science; the benefits of science are immeasurable. Al-Afghani furthermore believes that Islam brought with it a spirit of scientific inquiry. He argues that the first Muslims had no science, but thanks to Islam, a philosophic spirit arose among them. This was why they acquired in a short time all the sciences with particular subjects that they translated from the Syriac, Persian, and Greek into the Arabic language. B. REINTEGRATION OF SCIENCES This paper basically argues that in order for Muslims to able to compete in the age of globalization, there should be an adoption of new paradigm of Islamic education. In that context, it is good to quote Nasr who persuasively argued that sciences in Islam are based on the idea of transcendent unity, which is the heart of Islamic revelation. In fact, the aim of all the Islamic sciences is to show the unity and interrelatedness of all that exists. So that, in contemplating the unity of the cosmos, human being may be led to the unity of the Divine Principle. That is why Muslim scientists believe that rational and empirical knowledge will lead naturally to the affirmation of the Divine Unity. With regards to that argument, the unifying perspective of Islam has never allowed various forms of knowledge to be cultivated independently each other. There is, however, hierarchy of knowledge in which every form of knowledge from that of material substances to the highest metaphysics is organically interrelated. The rise of sciences in Islamic civilization and their later development is inconceivable without the ever present spirit of the Islamic revelation; and the manner this revelation has moulded the minds, actions, and surroundings of Muslims scientists and civilizations responsible for the creation and cultivation of the sciences. Again, sciences came into being among Muslim scientists from a wedding between the spirit that originated from the Qur’anic revelation and the existing sciences of various civilizations which the Muslims inherited. This is particularly true in regard to the kawniyyah (nature) sciences from the Greek, Chaldean, Persian, Indian and Chinese. However, in the process of transmission of the sciences, Muslim scientists transmuted them through spiritual power of Islam into a new substance, at once different from and continous with what had existed before. The international and cosmopolitan nature of the Islamic civilization, derived from the universal character of the Islamic revelation, enabled it to create the first science of a truly international nature in human history. Muslim scientists united these sciences into a new corpus of sciences, which was to grow over the centuries and became part and parcel of Islamic civilization. As far as sciences are concerned, the present challenges of Islamic education are two-folds. Firstly, sciences that have been separated from spiritual and ethical values and, therefore, to some extent are harmful even for the future of human being and the universe. Through various levels of Islamic education, this kind of sciences should be reconciled with religious and spiritual values, so that they can bring the utmost benefit for human being and all universe (rahmah li al-‘alamin). Secondly, the marginality of (general) 14

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES ... — [Azyumardi Azra]

sciences vis-à-vis the so-called “religious sciences”. The challenge of Islamic education here is to bring general sciences into mainstream of Islamic perspective of `ilm as a whole. The reconciliation and reintegration between the two groups of sciences—the sciences that derived from the ayat al-Qur’aniyyah and those derived from the ayat kawniyyah—means the return to the transcendent unity of all knowledge. The cultivation of integrated sciences in the Muslim world is clearly dependent on an educational system which allows the transmission and implantation of knowledge in all its forms in an integrated and holistic manner. Islamic educational system should emphasize all of the religious sciences, but at the same time it also includes all other forms of knowledge and sciences. C. REINTEGRATION OF SCIENCES: INDONESIAN CASE In the context of the whole discussion above, it is relevant to cite the model developed by Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta which devotes itself to integration of sciences mentioned above. This integration is based on faith, knowledge and good deeds. The paradigm of scientific integration is the basis for the development of the university, so that it can contribute significantly to the progress of social development of the nation. The creation of UIN is an end product of a long struggle among IAIN dan MORA’s circles. One of the most important hurdles is legal constraint. According to various regulations concerning higher education and particularly Indonesian law of education of 1989, ‘institut’ (institute) such as IAIN has a limited mandate compare to ‘universitas’ (university). The law states that ‘institut’ is a higher educational institution that is allowed to teach only in a certain field of knowledge; while ‘universitas’ can provide education in virtually all branches of knowledge. Therefore, the mandate of IAIN as an Islamic higher education since the time of its foundation is limited to the so-called ‘Islamic religious sciences’; therefore, it is against law if IAIN offers academic programs outside of the boundaries of the so-called Islamic religious sciences. But it is important to make it clear that even though IAIN is an institute of Islamic religious sciences, it is not a ‘seminary’; it is basically a liberal institute that prepares Muslim youth to work as teachers of not only Islamic instruction at madrasahs, pesantrens and public schools, but also teachers of English, for instance. Many IAIN graduates also work as social and NGO activists, journalists, political activists, leaders of socio-religious organizations, and kiyai at pesantren. With the liberalization of Indonesian politics following the fall of President Soeharto an ever increasing number of IAIN graduates become leaders of political parties and of members of legislature bodies at national and local levels. In this respect, there is little doubt only that IAIN has played a crucial role in the modernization of Indonesian Muslim society. First of all, IAIN has made possible for children of santri (practicing Muslims) families to get ‘modern’ Islamic higher education that allows them to achieve not only educational mobility, but also social and economic mobility; IAIN, no doubt, has contributed significantly to the so-called ‘intellectual boom’ that has been taking place in Indonesia since the late 1970s. Furthermore, one cannot ignore the role of IAIN graduates in the modernization of Islamic educational institutions such as madrasahs, pesantrens, and sekolah Islam (Islamic schools) as well as in the development of other Islamic institutions such as Islamic courts, Islamic banking and others. Despite its important role, there is a lot of dissatisfaction among IAIN circles of the limited academic mandate to deal only with the so-called Islamic religious sciences. There Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

15

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

is a number of important reasons behind the efforts to convert IAIN to UIN. First, more and more Muslims realized that the long standing dichotomy between the Islamic religious sciences and ‘secular’, or better, ‘general’ sciences, cannot be maintained any longer, since essentially there is no separation in Islam between the sacred and the profane. The dichotomy—if not separation—had created negative consequences for the life of Muslims as a whole. Second, the development program that was launched from the early 1970s onward in Indonesia has produced an increasing need of a greater role of Muslims in almost all walks of life. In the popular discourse since the 1970s, Muslims should not become the ‘objects’ of development; they should become the ‘subject’ of national development. But it is clear that they cannot fulfill that role satisfactorily unless they are better prepared in all branches of knowledge. Third, the transformation of most of madrasahs into ‘public schools’ with Islamic characters as stated by the national education law of 1989 has far-reaching consequences for IAIN and STAIN. Now, if the graduates of secondary madrasah (Madrasah Aliyah/MA), particularly of divisions of natural sciences and of social science, wish to continue their studies to IAIN, then the IAIN itself must provide similar academic programs. But this is of course beyond the traditional mandate of IAIN. As a result, since 1997 the number of prospective students and, therefore, students admitted, at IAIN and STAIN has been decreasing continuously. At a more philosophical level, at least in UIN Jakarta, the conversion of IAIN to UIN is based on the idea of reintegration of the so-called Islamic religious sciences and ‘secular’ sciences. There is no need here to discuss again the origins of this dichotomy in the history of knowledge in Islam. What is important is from the UIN Jakarta perspective is that all sciences epistemologically come from God, the All-Knowledgeable, through the ‘ayat Qur’aniyyah’ (Qur’anic verses) and the ‘ayat kawniyah’, the signs of żod that are spread all over the universe. Muslims needs to learn the ‘ayat Qur’aniyyah’ and the ‘ayat kawniyyah’ at the same time, since through the study of the two ayats, Muslims will be able to acquire various kind of knowledge and sciences that are necessary for their lives. The concept of reintegration of sciences at the UIN Jakarta is conducted at three levels at least: first, at philosophical and epistemological levels, mentioned above; second, at the level of curriculum; third, at the level of faculty and academic programs. It should be clear, therefore, that the conversion is not based on the idea of the ‘Islamization of knowledge’ that has been a subject of discussion and debate among certain Muslim scholars since the early 1980s. Again, from the UIN Jakarta perspective, the idea of ‘Islamization of knowledge’ is to a large extent questionable, since all knowledge and sciences are already Islamic. Natural sciences are of course already bases on universal principles; while if certain theories in social sciences and humanities are mostly Westernbased, then the need is not to ‘Islamize’ them, but to develop theories that are based on Muslim social and cultural realities. Based on all of the above-mentioned reasons, the idea of conversion of IAIN to UIN has its strong basis. Maintaining the existing form or mandate of IAIN will make it very difficult for it to survive. Therefore, the mandate of IAIN needs to be expanded; if the direct conversion to UIN is not possible, then the IAIN should be given a wider mandate, meaning to maintain the institute status, but at the same time is officially allowed by Ministry of National Education (MONE) to open ‘non-religious’ academic programs. The wider mandate concept was in fact adopted by MORA and MONE as ‘bridging’ stages in the transformation of IAIN Jakarta, IAIN Yogyakarta, STAIN Malang, IAIN Pekanbaru, IAIN Bandung, and IAIN Makasar to UIN. Later, a number of other IAINs followed the 16

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES ... — [Azyumardi Azra]

suit in 2013 and as of the end 2015 there are 11 UINs across Indonesia. The result of the transformation is clear. To take UIN Syarif Hidayatullah Jakarta that was the earliest to have been converted in May 20th, 2002 as an example, now the UIN Jakarta consists of not only religious faculties, but also ‘non religious’, or better natural and social sciences and humanities faculties. More than that, even the tradition religious faculties are combination of religious and non-religious departments or programs. The complete faculties of UIN Jakarta as the following: Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences; Faculty of Syariah and Law; Faculty of Ushuluddin and Philosophy; Faculty of Adab and Humanities; Faculty of Dakwah and Communication; Faculty of Islamic Studies (Dirasat Islamiyyah); Faculty of Psychology; Faculty of Economics and Social Sciences; Faculty of Science and Technology; Faculty of Medicine and Health Sciences; and Graduate School. With the new status, UIN Jakarta since 2003 has participated in the national entrance examination (SPMB/Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) which is carried out by the Indonesian association of state universities, in addition to local entrance examination conducted internally at UIN Campus. This participation allows UIN Jakarta to recruit students more widely, or more precisely, nationally and internationally. And according to statistics released by the national committee of SPMB, based on score achieved by its prospective students, UIN Jakarta in 2003 SPMB was ranked 14th in natural sciences and 16th in social sciences out of 48 participating university. In 2004, UIN Jakarta was the 5th most competitive university among 49 state universities participated in SPMB in such programs as Information and Communication Technology (ICT), Management, Accountancy, Psychology, Medical and Health Sciences. Again, a number of consequences of this transformation is also clear; the most important among them is that these UINs have included the opening of new academic programs that are beyond the religious sciences that are traditionally taught at IAINs and STAINs. These new programs are, for instance, mathematics, biology, computer sciences, medical and health sciences, and other natural and basic sciences. The decision of Indonesian government in that crucial transformation in one way or another reflects the long standing aspiration within government circles and Muslim society to have modern Islamic universities that will in turn contribute even greater to the creation of a modern and democratic Indonesia. Greater opportunities for Islamic higher education institutions, no doubt, will be possible only if the mandate of these institutions is not confined to religious sciences only, but to include also other sciences that are necessary for Indonesians to improve their lives. REFERENCES Azra, Azyumardi, 2006b & 2004, “Żrom IAIN to UIN: Islamic Studies in Indonesia”, paper presented at International Workshop “Voices of Islam in Europe and Southeast Asia”, The Regional Studies Program, Institute of Liberal Arts, Wailalak University, Nakhon Sri Thammarat, Thailand, 20-22 January, 2006; and at Conference “The Idea(l) of an Indonesian Islamic University: Contemporary Perspective”, MORA of Indonesia and CIDA Canada, Yogyakarta, 9-11 December 2004. Azra, Azyumardi, 2004, The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern `Ulama’ in the Seventeenth and Eighteenth Century, Crows Nest, Aust; Honolulu; Leiden: Asian Studies Association of Australia (AAAS) & Allen & Unwin; Hawaii University Press; KITLV. Azra, Azyumardi, 2004b, “International and Domestic Networking of the UIN (State Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

17

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

Islamic University) Jakarta”, paper presented at “Żorum Indonesia-United States Partnership for International Education”, The Embassy of the Republic of Indonesia, Washington DC, April 28-30, 2004. Azra, Azyumardi, 2003a, “Reintegration of Sciences in Islam”, paper presented at International Conference of Islamic Universities League, “Scientific Methods in Islam”, Jakarta, 23-25 September, 2003. Azra, Azyumardi, 2003b, “Pengembangan Ilmu-ilmu KeIslaman”, paper presented at National Symposium “Pengembangan Ilmu-Ilmu KeIslaman”, IAIN Wali Songo, Semarang, 10-11 July, 2003. Azra, Azyumardi, 2002, “The Making of Islamic Studies in Indonesia”, in Jabali & Jamhari (eds.), Islam in Indonesia: Islamic Studies and Social Transformation. Azra, Azyumardi, 2002b, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi”, Jakarta: Penerbit Kompas. Azra, Azyumardi, 2000a, “IAIN di Tengah Paradigma Baru Perguruan Tinggi”, in Hidayat & Prasetyo (eds.), Problem & Prospek IAIN: Antologi Pendidikan Tinggi Islam, Jakarta: Ditperta, Depag RI. Azra, Azyumardi, 2000b. “Pengelompokan Disiplin Ilmu Agama: Perspektif IAIN”, in Abdullah et al, 2000, Antologi Studi Islam: Teori dan Metodologi, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga. Azra, Azyumardi, 1999, “Studi-studi Agama di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri”, in A. Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos. Azra, Azyumardi, 1999b, Esei-esei Pendidikan Islam dan Intelektual Muslim, Jakarta: Logos. Alhabshi, Syed Othman & Nik Mustapha Nik Hassan (eds.), 1998, Islam: Knowledge and Ethics, Kuala Lumpur: IKIM. Gutas, Dimitri, 1999, Greek Thought, Arabic Culture: The Graceo-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early Abbasid Society, London: Routledge. Hoodbhoy, Pervez, 1991, Islam and Science: Religious Orthodoxy and the Battle for Rationality, London: Zed Books Ltd. Mirza, Md. R. & Mohd. Iqbal Siddiqui, 1997, Muslim Contribution to Science, Noida: New Era Publishers. Nakosten, Mehdi, 1996, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Surabaya: Risalah Gusti. Nasr, Seyyed Hossein, 1987, Science and Civilization in Islam, Second Edition, Cambridge, U.K: The Islamic Texts Society. Nasr, Seyyed Hossein, 1976, Islamic Science: An Illustrated Study, [London]: World of Islam Festival Publishing Co. Sarton, George, 1927-48, Introduction to the History of Science, 3 vols, Baltimore: The Williams and Wilkins Co. Turner, Howard R., 1995, Science in Medieval Islam, Austin: University of Texas Press. Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE, born on March 4, 1955, is Professor of history and was Director Prof. Dr. Azyumardi born on March 4, 1955,University, is ProfessorJakarta, of history and was(January Director of Graduate School, Azra, Syarif CBE, Hidayatullah State Islamic Indonesia of Graduate 2015); School,and Syarif Hidayatullah Islamic University, Jakarta, Indonesia (January 2007-March was also Deputy forState Social Welfare at the Office of Vice-President of the Republic of Indonesia (April 20,Social 2009).Welfare at the Office of Vice-President of the 2007-March 2015); and was 2007-October also Deputy for rector(April of Syarif Hidayatullah RepublicHe of was Indonesia 2007-October 20, State 2009).Islamic University for two terms (1998-2002 and 2002-2006). He earned his MA in Middle Eastern Studies, MPhil history He was rector of Syarif Hidayatullah State Islamic University forand twoPhD termsdegrees (1998 –in2002 and all from Columbia University in the City of New York (1992) with the dissertation “The 2002 – 2006). He earned his MA in Middle Eastern Studies, MPhil and PhD degrees in history all 18

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES ... — [Azyumardi Azra]

from Columbia University in the City of New York (1992) with the dissertation “The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Networks of Middle Eastern and Malay-Indonesian `Ulama’ in the 17th and 18th Centuries”. In May 2005 he was awarded Doctoral Degree Honoris Causa in Humane Letters from Carroll College, Montana, USA. He was fellow at Oxford Centre for Islamic Studies (OXCIS, 1994 – 5); a Honorary Professorial Fellow, University of Melbourne, Australia (2004 – 9); a member of Board of Trustees, International Islamic University, Islamabad, Pakistan (2004-on); a member of Academic Development Committee, Aga Khan International University-Institute for the Study of Muslim Civilisations (AKU-ISMC), London (2006 – 9); and Chief, Auditory Board, Bogor Agricultural University (Bogor, Indonesia, 2008-on). He has been involved as a member of selection committees for research awards, such as SEASREP (Southeast Asia Studies Research Exchange Program), The Nippon Foundation & The Asia Center, Tokyo (1998 – 9). He is also a member of Advisory/Management Board of Asian Research Foundation (ARF), Bangkok (2005-on); Asian Scholarship Foundation (ASF), Bangkok (2007-on); The Habibie Centre Scholarship (Jakarta, 2005-on); Asian Public Intellectual (API) Fellowship Program, The Nippon Foundation, Tokyo (2007-on); and Indonesian International Education Foundation (IIEF, Jakarta 2007-on). He is also a member of Indonesian National Research Council (DRN, 2004-on); a life-time member of Indonesian Academy of Sciences (AIPI); member of American Academy of Religion (AAR); and President of International Association of Historians of Asia (IAHA, 2010 – 12). In addition, he is a member of advisory board of a number of international institutions such as Partnership for Governance Reform in Indonesia (2004-on); the Multi-Faith Centre (MFC), Griffith University, Brisbane, Australia (2005-on); the US Institute of Global Ethics and Religion (2004-on); Centre for the Study of Contemporary Islam (CSCI), University of Melbourne, Melbourne (2005-09); Centre for Islamic Law and Society, University of Melbourne (2008-on); the UN Democracy Fund/ UNDEF, New York (2006-08); US LibforAll (2006-on). He is also member of the Tripartite Forum [governments, UN offices and Civil Society organizations] for Interfaith Cooperation for Peace, Development and Human Dignity, launched at the UN in New York on March 24, 2006; member of the Board of International IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance, Stockholm 2007 – 13); member of Board of Governors, Bali Democracy Forum (BDF)/Institute for Peace and Democracy (IPD), Jakarta/Bali, 2008-on); member of Council of Faith, World Economic Forum, Davos (2008-on), and chairman of Asian Muslim Action Network (AMAN, Bangkok, 2012-on). He is editor-in-chief, Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies (1994on); advisory board of Journal of Qur’anic Studies (SOAS, London, 2005-on), Journal Usuluddin (Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 2005 on); Journal Sejarah (Universiti Malaya, 2006-on); Australian Journal of Asian Law (2008-on); Journal of Islamic Advanced Studies (Kuala Lumpur, 2008-on); Journal of Royal Asiatic Society (JRAS, London 2009-on); Journal Islamic Studies (IIUI, Islamic Research Institute, Islamabad, 2010-on); Akademika: Journal of Southeast Asia Social Sciences and Humanities (Universiti Kebangsaan Malaysia, 2010-on); and Journal of Islamic Studies (Oxford Centre for Islamic Studies, 2013-on). He has been international visiting fellow at the Azhar University, Cairo; Leiden University; Oxford University; University of Philippines; New York University; Columbia University; University of Melbourne, and many others. He regularly presented papers on various subjects at national and international conferences. He has published 23 books; numerous chapters in internationally edited books; his English books are The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia, Crows Nest, Australia: Asian Studies Association of Australia and Allen & Unwin; Honolulu: University of Hawai’i Press; Leiden: KITLV Press, 2004; co-editor, Sharia’ and Politics in Indonesia, Singapore: ISEAS, 2005; Indonesia, Islam and Democracy, Jakarta & Singapore, ICIP & Equinox, 2006; Islam in the Indonesian World: An Account of Institutional Development, Bandung: Mizan International, 2007; contributing editor, Islam beyond Conflict: Indonesian Islam and Western Political Theory, London: Ashgate, 2008; coProsiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

19

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

editor, The Varieties of Religious Authority: Changes and Challenges in 20th Century Indonesian Islam, Singapore: ISEAS, 2010; contributing-editor, Indonesia dalam Arus Sejarah: Jilid III, Kedatangan dan Peradaban Islam (Indonesia in the Stream of History: Volume III, The Coming and Civilization of Islam), Jakarta: Ministry of Education and Culture & Ichtiar Baru-Van Hoeve, 2012 and co-contributing editor, Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia: Institusi dan Gerakan (The History of Indonesian Islamic Culture: Institutions and Movements), Jakarta: Ministry of Education and Culture, 2015. He is also co-chair of United Kingdom-Indonesia Muslim Advisory Council, formed at the end of 2006 by British PM Tony Blair and Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono. He has been regularly invited to meet top level foreign dignitaries who visited Indonesia, among others: President George W Bush (October 2003); US State Secretaries, Colin Powell, Condoleezza Rice, and Hillary Clinton; Prince Charles, PMs Tony Blair and David Cameron; Australian PMs John Howard, and Kevin Rudd; New Zealand Prime Minister Helen Clark; and Dutch Prime Minister Jan Peter Balkenende. In 2004 he was awarded the prestigious Miegunyah Distinguished Award from University of Melbourne. Then in conjunction with the commemoration of Indonesian independence (August 17, 1945), on August 15, 2005, he was awarded by Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono the ‘Bintang Maha Putra Utama’ [lit, the Star of the Greatest Son of the Soil], the highest star for Indonesia civilian, for his significant contribution to the strengthening of moderate Islam in the country. Early that year, in conjunction with its 50th year anniversary, The Asia Foundation (TAF) also awarded him for his outstanding contribution to the modernization of Indonesian Islamic education. Then in August 2010 he was awarded the Royal Honorary Title CBE (Commander of the Most Excellent Order of British Empire) by Her Majesty Queen Elizabeth for his great contribution to inter-faith and inter-civilisation dialogues. In August 2014 he was awarded ‘Commendations 2014’ from Japanese Foreign Ministers for his significant roles in the promotion of mutual understanding between Japan and Indonesia; on September 18, 2014, he was awarded the prestigious 2014 Fukuoka Prize Academic for his outstanding contribution to international cross-cultural understanding; and he was also selected to receive the ‘MIPI Award 2014’ ’from the Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (Indonesian Society for the Science of Governance). On June 25, 2015, he was honored as ‘Dedicated Intellectual 2015’ by Harian Kompas, the largest and most influential daily in Indonesia; and on August 21, 2015 he was awarded ‘Achmad Bakrie Award XIII’ on Social Thought. In 2009 he was selected as one of ‘The 500 Most Influential Muslim Leaders’ in scholarly field by the Prince Waleed bin Talal Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University, Washington DC and The Royal Islamic Strategic Studies Centre, Amman, Jordan under direction of Professors John Esposito and Prof Ibrahim Kalin. In addition, he is known as a leading public intellectual commenting on national/international in newpapers and TVs on various current issues ranging from religious, political, cultural and educational to international relations. He can be reached at: [email protected] and/or [email protected]

20

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

‫�ل���ين �ل���� ��ل���ف� ل�����ع�� ����مي� ������‬ ‫ف� �ل ��ق� �لع�ل�� �ل�ع��� �ت��ي�ت��‬ ‫ف�� �ن م�� �ل����ن�‬

‫‪‬‬

‫������ ب�سم �ل���ع� �ل�س���‬ ‫مع�� �لع��� ���امي� ��لع�بي� ب����ت�‬ ‫أ‪� .‬ل���م�‬ ‫�ل���ع� ���امي� �ع�� ���� ت���� بين ���س�� �م�ي�� �ل������ ���� ���� ��� �ل��ي�‬ ‫����� �� ���ت� �� حي���� �� ��س���‪.‬‬ ‫ف�ن خ���� ������ ‪ -‬فا شك‪� ��� -‬ل�حي� �ل���� ��� �لع�� ب����� ������ �����ي�ت�� م� بي����‬ ‫�ل��ي�� ب��‪.‬‬ ‫ل�لك �ع�م �ا ��ي� ل��م ت�ك �ل����� ���س��ي� �ت��ي��� �ا ب�لع�م �ل��ي� �ل���� ��� �ص��‬ ‫(‪)1‬‬ ‫���‬ ‫س��� �م� ل� إم ي� إع�� إم‪��� � ‬ل� تع�ل��‪�� ‬أ� إن �� �� ه� �ع�� إيك� �ل ��� �‬ ‫�� إن �‬ ‫�ب��ي� ������ �ل�ي�� ��� ��� تع�ل��‪� ‬ع�َ �م إ �‬ ‫� �ل ه� �ع�� إيك� ع ��ظي ���‪.)2(‬‬ ‫�ل� إ� ���� �� �ع�َ ��ك� �م� ل� إم ت� ��نإ ت� إع�� �م �� �ك��� ف� إ‬ ‫�� �‬ ‫ل�لك ص�� � ������ �تع�ل� �� م� ف� ���� ل��� ���لك �ن ���� ل�� �ل�ع�م� م� م� في��‬ ‫� �ج ��ي �ع�‪�)3( ‬م ��� بع� �لك‪:‬‬ ‫من ���� ����� ���س��� ���� تع�ل�� ‪‬ه ��� �لَ ��� �خ�� �‬ ‫ق ل� ��م َم� ف�� إ��� إ� �‬ ‫(‪)4‬‬ ‫‪�� ‬ا� ت� ْ� �س �� ْ‬ ‫� ب� ْع �� ��صْ ا� �ح��� ��ل� �� ْم خ� ْي �� ل� �� ْم ��� �����م �م ْ� �م��ين� ‪. ‬‬ ‫�� ف�� ����ْ �‬ ‫ف�� م� م�� �� �ي�ي� �ل�ع�م� م� �ل�ي��‪.‬‬ ‫��ف��� ���َ‬ ‫�� ��نَ� �خ�� إ���� �ك إم �منإ �� �ك �� ��أ� إن��� �� �ج �ع إ���� �ك إم �‬ ‫�ف� ��� �����‪‬ي�� أ�يّ ��� �ل�َ �‬ ‫ش �ع���� ��ق������ �ل ل��� �ع �‬ ‫ه� أ� إت��� �ك إم ���َ َ‬ ‫أ� إك �� �م �� إم �ع إ� �� َ‬ ‫ه� �ع��ي �م �خ��ي ��‪ ،)5(‬ت�ص� �ل���ع� ف� تع�م� �ل��� م� بع��م� ب��‬ ‫�ل��� �ن �����م ���ي�ت�م ����ف��م �������م‪.‬‬ ‫(ف��� �� خ�� � ��� ‪����� ‬ل� �ل� ����� ��� ��ي�� ب����� �ل������ ف���� ب������ ���ي�‬ ‫�م����� ��لك ف� ������ �ل������ �ل��حي� ��ل�س���‪�� .‬ع� �لك �ا����� ����� ��� ����� من بع���‬ ‫ف��� �ا����� ��� �ل��� �ل����� ب�� ح�� من ��ح���� فسن ل�� �ل����ين �لا�م� ل�ع�� ح�����‬ ‫�ح����� ������ت��‪.‬‬ ‫����س�� ب�لك ��� ��س� م���� بعا��� ���ي�� م����� ف� مس����ت��� ��ت����ت��� ����ف���‬ ‫م�� �� ���� ��ا م� ��ل���� �م ف� م��ح� ���ت� ف� ���ت�� ح�� ���� ���� ف� م���ع�‪.‬‬ ‫���� �لعا��� �� م� ت�ع� ل��س�� ح���� �������� ا ��� ل� ����� �ف� �ل���ب� ��ي�‬

‫ُ‪ َ1‬سورة العلق‪ ،‬جزء من آية‪.َ5ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ2‬سورة البقرة‪ ،‬جزء من آية‪.َ29ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ3‬سورة البقرة‪ ،‬جزء من آية‪.َ29ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ4‬سورة اأعراف‪ ،‬اآية‪.َ56ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ5‬سورة ا��را�‪ ،‬آية‪.َ13ُ :‬‬ ‫‪21‬‬

‫‪Invited Speaker‬‬

‫‪‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 21 – 28‬‬

‫����� ���‪�� ������ ���� ،‬ف����‪.)6( )����� ��������� ����� ،‬‬ ‫������ ��������� ������‬ ‫�‬ ‫ف�������� �������� �������� ف� �������� �������� ��������� �������� ��� ���� ���������‬ ‫��������� ���������‪.‬‬ ‫�� ����� ������� ������� ������� ���������‬ ‫������� ���� ������� ��������� ���� ��� ���� �������� ���������‪������ ���� ،‬‬ ‫���������‪.������ ���� ��� ���� ���� �� ���� �� ،‬‬ ‫ف�� ��� ���� �� �������‪ ،����� ����� ����� ،���� ����� ،‬ف��� ��� �� �� �� ����ح‬ ‫���� �� � ح‬ ‫� �����‪.���� ����� ���� �� ،�� �� �� ��� ،‬‬ ‫���� ف�� �� ��� ���� ����� ������ ������ ��������� ف� ������� ������� �� �������‬ ‫��� ����� ����� �������‪ ����� ������ ،‬ف� �������‪، ����� �� ���� �� ���� �� �� ����� ،‬‬ ‫��� ���� (���� ���� ���� ����� �����)(‪.)7‬‬ ‫ف������� ��������� ��������‪ ��� ������� ،���� ��� ،‬ف���‪� ������ ������ ،‬ف���� ����‬ ‫ف��� ����� �� ��� ‪ ��-‬ف� ���‪������� ����� �� �� ��������� �������� ،�������� �������� ،-‬‬ ‫��������� ������� ��� ������ ������� �����ف�(‪�������� ،������� ��������� �� ����� ��� ،)8‬‬ ‫�������� ف����� ������ �� ������ ��������‪ ������ ،‬ف� ����� ������� ������� ������� ��� ���‬ ‫����� �� ��� ����‪ ،‬ف��� ����� �� ����� ������� ��������� �� ف� ������ ���� ����� ������‪،‬‬ ‫������� ��� ���� �� ������� �����‪�������� ������ ���� ،�������� ،��������� ،������ ،‬‬ ‫�������� ��� ��� �� ��� ����� ��� �����ف�� ���� �������‪.�������� ����� ����� ������� ،‬‬ ‫����� ���� ��� ������� ��������� ������� ����� ��� ������� ��������‬ ‫‪���������� ������� �� ������� -1‬‬ ‫������ ����� ������ ������� �������‪��� ��� ���� ،���� �� ��� ���� ���� ������ ����� ،‬‬ ‫������� �� ���� ���� ������� ��� �������� ����� ���� ������ ��������� ����� ��� ���‬ ‫������� ���� ������ ����� �� ����� �� �����‪ ����� ���� ،‬ف� ����� ������� ��� ������ ��‬ ‫��� ��� �� ف� ���� ������ ������ ��� ف�� �� ����� ������ ������ ����� �������(‪.)9‬‬ ‫‪���������� ������� �� ������� -2‬‬ ‫�� ��� ������� ����� �� ��� �����‪������ ،������ �� -������ ������ � � ���� ��� ،‬‬ ‫�����‪� �������� �������� ،‬ف� ���� �������� �����‪ ،‬ف��� ����� �� ���� ������ ������� ���‬ ‫���� ���� ���� ����� ������‪،������� ��� ������� ��� ��� ������ .������� �� ���� ��� ،‬‬ ‫ُ‪ َ6‬القضايا اإسامية امعاصرة ي ام�ظمات الدولية وت���ها ي العا�ات الدولية والسلم العامي‪ ،‬فهد بن مطر الشهراي‪ ،‬رسالة دكتورا�‪ ،‬ي �سم الدراسات‬ ‫اإسامية امعاصرة �امعة اإمام حمد بن سعود اإسامية‪1436‬ه ــ‪.‬‬ ‫ُ‪ َ7‬السلسلة الصحيحة‪ ،‬األباي‪ ،75/1 ،‬و�ال في�‪:‬روا� الب�ار� ي "اأد� امفرد"‪ ،‬ر�م ا�دي� ُ‪ ،َ273‬و ابن سعد ي‬ ‫"الطبقات"ُ‪ ،َ192/1‬و ا�اكم ُ‪ ،َ613/2‬و أمد ُ‪ ،َ318/2‬و ابن عساكر ي" تاريخ دمشق" ُ‪ َ6/276‬من طريق ابن عجان عن‬ ‫القعقاع بن حكيم عن أي صاح عن أي هريرة مرفوعا‪.‬‬ ‫ُ‪ َ8‬انظر‪ :‬ت�ظيم اإسام للمجتم�‪ ،‬حمد أبو �هرة‪ ،‬د‪.‬ط‪ُ ،‬دار الفكر العري‪ ،‬القاهرة‪1975 ،‬مَ‪ ،‬ص‪.31-30‬وانظر‪ :‬ع�اية القر�ن �قو�‬ ‫اإنسان "دراسة مو�وعية وفقهية"‪� ،‬ي�� عبدالسام أبو الفضل‪ ،‬ط‪ُ ،1‬دار ا�دي�‪ ،‬القاهرة ‪ -‬مصر‪1429 ،‬هـ‪2008-‬مَ‪.2/30 ،‬‬ ‫ُ‪ َ9‬انظر‪ :‬اإسام وامشكات السياسية امعاصرة‪ ،‬مال الدين حمود‪ ،‬ط‪ُ ،1‬دار الكتا� امصر� اللب�اي‪1413 ،‬هـَ‪ ،‬ص‪.266‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪22‬‬

‫] ‪AL-TAHSHIN AL-FIKRI WA AL-TSAQAFI .. — [Fahad bin Matar Alshahrani‬‬

‫ف���‪ �( :‬ف�ل �ع�بي ��� ����ي �� ب������)(‪.)10‬‬ ‫‪ ������ -3‬في ��عاق�� ���������‪:‬‬ ‫�ل��ي� �ل�ي يع�ي�� ����� في �لع�ق� ��و���عي� هي ������� ق���� �ل��� ��ل��� ��لع�ل‬ ‫في �ل���ي� ��لع�ل ب�ب� �لع�ق� ب�ل�ي�� ��� ت���� ل���� �ل��� �ل�ي ح���� ����� ��ل�ي لي�‬ ‫في�� ت���� �ت��� ع�� �ل��لق �� �لي� في�� تع �� ع�� �ل��� �ل�ي ��ع�� ه �م���� �� تع �� ع��‬ ‫����ين� ف�ل��ي� ه�� ت�� ع�� ت���� ح�ي� ����ين‪.‬‬ ‫��ل��ب� في��‪ :‬ع�� ت���� ح��� �ل����ي�� �ل��� ل�����‪� :‬لع�ل ��ل��� ��ل��� ��لع��‬ ‫��ل�ين� ف�� ��ع��� ع�� �ح�ه�� ��� ه�� م��ل�� ل���ي� �لب��ي� ��� �م�����‪.‬‬ ‫ل�لك ���� ب����� ��ع������ ع�� ������� ه� ي�� ت��ي�� ��و���� ف�ل ل�ي� �ب���‬ ‫��عي��� �م م� ه� ح�ل� �ق� ���� ه � ع�� �ل����� �ل�ي ق�� س�ب����‪ -‬في��‪(:‬ف���ق� ْم ��وْ ��ك� ل���ّي �ن‬ ‫�ح��ي�� � ف� ْ‬ ‫ق �‬ ‫� ���� �‬ ‫ه�)(‪� )11‬ي��� ‪( :‬كل م���� ���� ���‬ ‫�� �ع�� ْي��� � �� ت� ْب �� �‬ ‫ه� �ل���ي ف��� �� �ل�� �‬ ‫يل‪12‬ل�)�� ْ� �‬ ‫(‬ ‫������‪ ،‬فأب��� �����ن� �� �����ن� �� �����ن�) ‪.‬‬ ‫�� م� ي�ب� ت�ك ��ع������� �ح�ي� �لع�ق�� ��و���عي�� ه�‪�� :‬م� ب�ل�ع��� ��ل��ي عن‬ ‫�ل����� �ل�� ي��� ب� ��م�� �من ي��� ع�� ‪-‬ب��ي�� �ل��مي�‪� �-‬م م� ي��� ب� �ل����� م� بع�� ‪-‬‬ ‫���‬ ‫ب��ي�� ت��عي�‪ �-‬حي� ي��� ه تع�ل�‪ْ �� (:‬ل�� ��ن ّم� �� ْم �� �م�ح ي� ْ� �ع��� ��ل�� ْ�ل ��ي �ْ� ��ي��ْ �م����� ب� ْ�ل �� ْع� �‬ ‫��ي� ْ����ْ �� ع ��ن ْ�ل ��� �� �� � ����� ٰل���ك� ه� �م ْ�ل �� ْ�������� ) (‪.)13‬‬ ‫�ي��� ‪� ( :‬م�� �ل �������م في �ح��� �� َ‬ ‫���‬ ‫�� � إ‬ ‫س����� ��‪ ،‬ف�أ � �‬ ‫س�� ����� ��� �‬ ‫ه �� إ� ���ق�� ف���‪� ،‬ك��ل ق� �‬ ‫س��� ���‪ ،‬ف��� ���� في ��س���� ��� �س���� إ�� من ����� �م ّ��� ��� �منإ‬ ‫��م �� إ‬ ‫��م ��إاه��‪� ،‬بع �‬ ‫ب� إع �‬ ‫������� ���ق� � ��� إم ن�� �� �منإ ف��ق���� ف�� � ��� �ك� �ه إم �م� �� ������ �ه�����‬ ‫ف��ق�� إم‪ ،‬ف�����‪� �� :‬ن� �� �� إق�� في ن� �‬ ‫(‪)14‬‬ ‫�ه���� ����ع��‪��� ،‬إ �� ���� ��� ����� �� إم ن� �� إ�� �ن� �� إ�� ����ع� �) ‪.‬‬ ‫(‪)15‬‬ ‫�� �ك ب�� ه�� �ل�عل ي��م في �ب� �ب��� �لع�ق�� ��و���عي�� ب�� ل�� من ح�ي� ف��ي�‬ ‫��ي��ي� ��ق����ي� ��و���عي� ����في� ��ي��ي�� ت���ه� �ل��ب� ��ل��� ��ل���ي� �و�� �ل���ف�‬ ‫��ل���ل� ��ف� �ل��م ��ل��ي�� ��ل�����‪.‬‬ ‫‪ �������� -4‬في ��عاق�� ���������‪:‬‬ ‫�� �ل������ ����مي� في �ل����� ��ب� �لع�ق� بين �ف���� ل�ي ��ق� ح���� في �ل���ي�‬ ‫���� �ي���� ه�� ��� ع�ف�� م� فع��� �ل������ �ل��ب�� من �ل��يي� �لع���� بين �لب�� ��و����م‪.‬‬ ‫ف��� ����� �ق�� �ل������ في �ل���� بين �لب��� ��� �ل��ي� ي���� ب�ل م� �هب� ه ��ب����‬ ‫ُ‪ َ10‬مس�د اإمام أحـمد‪ ،‬رقم ا�دي� ُ‪ُ ،َ23536‬دار إحياء الراث العري‪1414 ،‬هـ‪1993-‬مَ‪.411/5 ،‬‬ ‫ُ‪ َ11‬سورة الروم‪ ،‬آية‪.َ30ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ12‬صحيح البخاري‪ ،‬كتاب ا��ا��‪ ،‬باب إ�ا أسلم ال�� فمات هل ي�ل� عليه وهل يعر� على ال�� اإسام‪ ،‬رقم ا�دي�‪،َ1292ُ :‬وي‬ ‫كتاب التفسر – باب تفسر سورة الروم‪ ،‬رقم ا�دي�‪ .1792 / 4ُ َ4497ُ :‬صحيح مسلم‪ ،‬كتاب القدر‪ ،‬باب معى كل مولود يولد‬ ‫على الفطرة وحكم موت أطفال الكفار وأطفال امسلم�‪ ،‬رقم ا�دي�ُ‪.2047 / 4 َ2658‬‬ ‫ُ‪ َ13‬سورة آل عمران‪ ،‬آية‪.َ104ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ14‬صحيح البخاري‪ ،‬كتاب الشركة‪ ،‬باب هل يقرع ي القسمة‪ ،‬رقم ا�دي�‪،َ2493ُ :‬وأخرجه أيضا ي كتاب الشهادات‪ ،‬باب القرعة ي‬ ‫امشكات‪ ،‬رقم ا�دي�‪ ،َ2686ُ :‬بلفظ‪) :‬مثل امدهن ي حدود اه والواقع فيها‪.َ...‬‬

‫ُ‪ َ15‬انظر‪ :‬ا�ُريات ي الشريعة اإسامية مقار�ة باإعان العام� �قو� اإ�سان‪ ،‬خالد سليم عبدالفتا�‪ُ ،1� ،‬م�شورات ا�ل� ا�قوقية‪،‬‬ ‫بروت‪2012 ،‬مَ‪ ،‬ص‪.35-23‬‬ ‫‪23‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 21 – 28‬‬

‫�تع�ل�‪ -‬م� �ل���� ��ل����‪� ،‬لي� ��� ت�يي� ���� ��� ��خ�‪� ،‬م ق�� �لع�ق�� �ي� �لب��‪،‬‬ ‫��ب� �ل���� �لع�� ل�م‪� ،‬ق�� �ي�� �ل���� ��ل��وب�� ل�م ��� ت�يي�‪ ،‬ي��� تع�ل�‪ (:‬ي�� ��ي���� �ل�����‬ ‫ه� �� ْت��� �ك ْم � �� �� �‬ ‫��ن�� خ� �� ْ���� �كم ّم� �� �ك �� ����ن�� ٰ� �� �و �ع ْ���� �ك ْم �شع���� ��ق�ب���� �ل ل��� �ع� ��ف��� � �� �� �� ْك �� �م �� ْم �ع� �� �‬ ‫ه� �ع��ي حم‬ ‫خ� ب�ي ح�)(‪ ،)16‬ك�� ف�� �ل������ �ي��م ف� ������ �ل��عي� ��� ت�يي� ل����ن� ��و���عي� ��‬ ‫�����ي�‪ ،‬ك�� ق�� ‪ ����) :‬أ��� ���ين ����م أ��م ك���� ��� س�� في�م ����ي� ��ك��‪ ���� ،‬س��‬ ‫في�م ����ي� أ��م�� ع�يه ����‪�� ،‬يم ه �� أ� ف���� ب�� م��� س��� ����� ي���)(‪���� .)17‬‬ ‫�ل������ م�ب�� ع�� �ل����ي� ��ي� �ل����ي� ف� �ل���� ��ل��وب�� ��ل���ي�‪.‬‬ ‫�� م� ي�� ��ش��� �لي� �� �ل�كي�� �ل��ي�� ��ل��ي� �ل�� ���ي� ع�ي�� �لع�ق�� ��و���عي�‬ ‫ﲭ(‪،)18‬‬ ‫����مي� �� �لع�ي�� ��ل�ي�� ف��خ�� �ل��ي�ي� ت��� في��‪ ،‬ك�� ق�� ه تع�ل�‪��:‬ﲫﲬ �‬ ‫���خ�� �ن�� ���ي� ع�� ن�ي� �ل��ع� � ��عل �ل����� ��ل��م���� ��و���� �ل���ي��‪��� ،‬م�‬ ‫��ل�ع��� ��ل��� ع� �ل���� ��ل�����‪��� ،‬خ�� تب�� ع�� �ل��ب� �لي� ع�� �ل��ي�� ��لع���‪،‬‬ ‫ك�� ف� �ل��ي� �ل��ي�‪( :‬ا ��خ��� ����� ح�� ��م���‪� ،‬ا ��م��� ح�� ���ب��‪ ،‬أ�ا أ���م ع��‬ ‫(‪)19‬‬ ‫س�� �م‪� ،‬ا ي� إظ�� ��ه�‪� �� ،‬ا‬ ‫س�� �م أ� �خ� � إ� �� إ‬ ‫�ي� ��� ف������ ���ب���م� أف��� ��س�� بي��م) ‪� ،‬ق�ل� ‪ �( :‬إ� �� إ‬ ‫س�� �م �ك إ�ب���‪ ،‬ف� َ� �� َ‬ ‫�� �� أ� �خي �ه‪� ،‬ك��� َ‬ ‫���� �ه‪� �� ،‬منإ ف� َ� �� ع�نإ �م إ‬ ‫ي� إ‬ ‫ه� �ع إ�ه�‬ ‫ه� ف�ي �ح �‬ ‫س�� ��ه‪� �� ،‬منإ �ك��� ف�ي �ح �‬ ‫(‪)20‬‬ ‫س� ����� َ‬ ‫ه� ي� إ� �� � إ���ي�� �م ��) ‪.‬‬ ‫س� ��� �م إ‬ ‫س�� ���‪� ،‬‬ ‫� ي� إ� �� � إ���ي�� �م ��‪� �� ،‬منإ �‬ ‫�ك إ�ب��� �منإ �ك ��ب�� �‬ ‫�م� ت�� �ل���� �ل������‪�� ،‬ل��ي� �ل�بي�� �ل�� ك�ن� ت�� �لع�ق� �ل��ي�� ��لع�ي�� ‪-‬ف� ن��‬ ‫�ل�ق�‪� �� ،-‬ن�� لم ت��ل ����م ��ن��ني�‪� ��� ،‬ل��� ع� ع�����م‪� ،‬م���م‪� ،‬ن���م‪� ،‬م� ي����‬ ‫��� �لع�ق� م� ���� ���وب��� ف�ب�� �لع�ق� م� و�� مب�� �ل��ي� ف� �ع���� �����‪� � :‬ك���‬ ‫ف� �ل�ي��(‪.)21‬‬ ‫�� ���ي��‪�� :‬من ���س�م ���س� ������ ���س��ي�‬ ‫ع��م� خ�� ه � �ل���‪� ،‬ل�م�م �����م� ��ل�����‪� ،‬يبي� ل�م ������م ف� �ل�ي��‪� ،‬ع����‬ ‫����‪� ،‬م� �ل��ي� م� خ���م‪ ،‬ف�ن� ق� ��� ل��� �ل��� �لب��ي� �ل��� �ل��ي� ل�� ق� ي��ي�� ��‬ ‫ي�� ���‪� ���� ،‬ي��� �� �ي� �ي���‪.‬‬ ‫ف����� �ي� ���� �ش��� ��ل���‪� ��� ،‬ي� ���� �ت��� ������� ف�� ت��ل ���� ��� ��ن���‪،‬‬ ‫��م� ��ل م� ي�ب�� ن��� ��ي�� مع�ف��‪.‬‬ ‫�� م� ��م م� �ع��� �� ����� ل����� ع�� ��م ��م� ��ف���‪ ،‬م� ي�ع�� ��ل��ن� �ل���� (�لع���)‬ ‫��ل��ن� �ل����‪.‬‬ ‫أ�ا�‪:������ ������ :‬‬

‫�� م� ��وب� ه � �� �ل���� ع�� �ل���� �ل��ي��‪� ،‬ل�� ف�� ع�ي�� �لب�� ���ت���� ل�م‪ ،‬ي���‬ ‫‪(:‬ك� م���� ي��� ع�� ������‪ ،‬ف�ب��� ي�����ه أ� ي�����ه أ� ي��س��ه)(‪.)22‬‬ ‫ُ‪ َ16‬سورة ا��را�‪ ،‬آية‪.َ13ُ:‬‬ ‫ُ‪ َ17‬صحيح البخاري‪ ،‬كتاب ا��و�‪ ،‬باب ��� السار� ال�ري� و��� وال��� عن ال��اعة � ا��و�‪ ،‬ر�م ا��ي�ُ‪.َ1688‬‬ ‫ُ‪ َ18‬سورة ا��را�‪ ،‬جزء من آية‪.َ10ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ19‬صحيح مسلم‪ ،‬كتاب ا��ا�‪ ،‬باب بيا� �� ا ي��� ا��ة �ا ام�م�و�‪ ،‬ر�م ا��ي�ُ‪.َ56‬‬ ‫امسلم امسلم وا يسلم�‪ ،‬ر�م ا��ي�ُ‪ ،َ2310‬صحيح مسلم‪ ،‬الر والصلة‬ ‫ُ‪ َ20‬صحيح البخاري‪ ،‬كتاب امظام والغصب‪ ،‬باب ا يظلم‬ ‫ُ‬ ‫وا��اب‪ ،‬ر�م ا��ي�ُ‪.َ2580‬‬ ‫ُ‪ َ21‬سورة البقرة‪ ،‬جزء من آية‪.َ256ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ22‬صحيح البخاري‪ ،‬صحيح مسلم‪ ،‬و�� سب� �ر�� � �ر�‪ :‬مو�� ا�س�� من ال���ا� ااجتماعية‪.‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪24‬‬

AL-TAHSHIN AL-FIKRI WA AL-TSAQAFI .. — [Fahad bin Matar Alshahrani ]

����� ���� ��� ��� ������ ���� ،������� ،������� ���� ���� � ��� ���� ������� ������� �� ������ ���� �� ��� ،������� ������ ������ �� �������� ������ ������� ���� � ،���� .����� �� ���� ����� ������ �� ����� ���� ���� ���� ،����� ���� �� ���� ������ ������ ���� ��� �� ������ ���� ���� ���� �� ��������� ������ ،����� ����� �� �� ���� ������ ������ ����� ����� ����� �� ����� ���� ��� ،������� ����� ��� ������ �������  ������ ����� ��  ������� ���� ������ ����� ���� ���� .����� ����� ������ ����� �� ��� ��� ������� �������� ������ ��� ����� ���� ���‫��ني��� �ل��ن� �ل�س‬

������� �� ������ ،������� ������ ������ ،����� ���� �� ������ ������� ����� ��� �� ����� � �� ��� ������� ������� �� -�� ����- ������ ،�������� ،������� ����� ���� �� ،������ ������ ���� ����� ���� ������� ،� ���� ��� �������� ،������� ������� �� ��� ����� ��������� ����� �� ����� ،����� ٰ ‫س‬ ‫ ���� ������ ( �منإ أ� إج �ل ��ل�ك� �ك�� إ���� ���� ٰ� ب���� �� إ‬،������ ���� ،������ � �‫س �����ي �ل أ�نَه� �منإ ق��� �ل ن� إ‬ � �‫س� ب� �غ إي �� ن� إ‬ .)23((�‫�� �ج ��ي �ع‬ � َ�‫�� �ج ��ي �ع� �� �منإ أ� إحي����� ف� ��أ�نَ ��� أ� إحي�� �ل‬ � َ�‫� ف� ��أ�نَ ��� ق��� �ل �ل‬ � �‫أ� إ� ف‬ � �‫س� �� ف�� إ��� إ‬ ����� ��� ��� ��������� ����� �� �� ����� ���� �� ،������ ���� ������� �������� ����� �������� ����� ��������� ������� ��� ،���� ������ ����� �-������ ���� ��- ������� .�������� �� ���� ،����� ���� ��� ������ �� ،������� ������ ������ �� ،������� ���� ��� ������� ������� �� ��������� ������ ���� ��� �� ،����� ������� ����� ،�� ���� ،���� ،����� �� .������ ���� ���� ���� ،�������� ،������ ���� ،����� ���� ��� ������� �� ������ �� ������ ���� �� ����� �� ،������� ��� ������ ����� ������ �� .������ ���� ���� ��� ����� ������� ������ ،���� �������� ،���� ������ ��� ����� ،������ ����� ����� ���� �� ��� ،������� �������� ���� �� ���� �� ��� ���� ������ ��� ���� ���� �������� �������� ��� ���� ����� ��� ��� ����� ��� ��� .������ ����� �� ��������� ������ ������ ������ ������ �� ���� ��� ،����� ���� ������ �� ����� ،����� ��� ���� �� ���� � ������ ��� ��� �������� ������� ��� � �� ���� ����� ���� �� ������� ������� � �� ������� ،����� �������� ����� ��� ،���� ����� ��� ���� -1 .����� �� �������� ����� ��� �� ����� �� ����� ،�������� ���� ��� ،������ ������ ���� -2 .)������( ������ �� ������ ،������ ����� ����� ��� ��������� �������� �� ���� �� ����� ��� ����� ���� ،����� ������� �� ������ ������ ������ ������ �� ����� ��� ��������� ����� ������ ����� ������� ������ ���� ،������� ������ ���� ���� ������� �� �� ������� ������ ��� ���� ���- ������ ����� ���� �� ،��� ������ ������ ��� ����� ،����� ���� ����� ����� ،������ ����� ��� �� ،����� �� ������ ��� ������� ���� ��� �� ،������ ������� ��� -������� �� ������� �� ������ ��� ����� ����� ��� �� ،�������� ����� ���� �� ��� ،������� ������ ،������ ������� ����� ،������� ،������ ��� ،������ �� ������� ،��������� ،������� ������� ،��� ��� ����� ��� ��� ������ ��� �� ������� ،�������� ����� ���� ����� ���� ������� .������� ���� ������� ��� ���� ������ ��� ������ ������ �������� ������� ��� ���� .َ32ُ :‫ آية‬،‫َ سورة امائدة‬23ُ Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

25

‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 21 – 28‬‬

‫������ �����م� ��� ����� ��� ������� ��������� ������� �������� ������م� ����ن�‬ ‫������� ك� ������� �������� ���� ���� ���ي� ������ ����������‬ ‫���� ��� ��� ل�� ����� �ل����� ���������� ��ل��� �ل����� ��ل������ ل����� ���� �������‬ ‫�ل����� �ل������ ���� ��� �ل����� �� ��� ل�� ����� �ل��� �ل�� ���� ل�� ��� �ل����� ��� ������‬ ‫�ل��� ������ ��� �ل� �ل����� �� �ل���� ل����� �ل���� ��� ل� ��� ��� ل��� �� ���� �ل� ��‬ ‫��ل����� ��ل����� ل����� �ل���� �ل������ ��������� ��� �ل��� ����� �� ���� ����� ل����� ���‬ ‫�ل��� ��� ������ �� �ل�������(‪.)24‬‬ ‫�� �ل������� ����� �ل� ��� ������� �� ���� ��� ���� ��ل�� �� ��� ���� ��ل�� ��‬ ‫�ل����� ��ل����� ��ل���� ��ل����� ل�ل� ���� ����� ����� �� ����� ���� �������� ���������‬ ‫��ل��� ���� ��� ���� � ���ل�� ���� �ل��� ��ل����� �� �ل���� �� ��� �ل��� �� ����� � ��‬ ‫�� ��� �ل����� �� ������ ��� ���� ���� ل����� ��� �� ��ل� ���ل�‪( :‬ي�� �� ّي ��� ��َ ��ين� آ �م���� �� �إخ����‬ ‫� إ� �م �ك�فَ��)(‪.)25‬‬ ‫ف�� �� ّ‬ ‫��ل���� �ل���� ��� ��� �� �� ���ل� ��� �ل������ ���� �ل���� �ل������ ��ل������ �� �‬ ‫���ل� ����� �ل������ ��� �ل����� �ل������ �ل�� ���� ������� ���� ��ل��� ��ل�����‬ ‫�� ����� �� ����� �����ف� ����م� �آ��� ������ن ������ ف� ��������� ������� ��������‬ ‫ل� � ����� �ل����� ������� ��ل��� ��ل������ �ل������� ���� ��� �� ���� � ��ل� ��� �����‬ ‫���� ‪�� �� ‬ل� ‪���  � ���� �)26(﴾����� :‬ل� ‪� �� ��������� ‬ل��� ���� ���ل�‪��� ���( :‬‬ ‫���� ����)(‪� �� ���� �)27‬ل��� �ل����� ��ل� ‪( :‬من ي�� � �� خ���� ي���� ف� ���ين)(‪.)28‬‬ ‫�� ���� �ل���ل� �ل����� ��ل���� ��� �� ��� ��� ‪� � ���� (‬ل��� ����� ���� ��ل��� ����� �ل���‬ ‫������(‪.)29‬‬ ‫ل�ل� ��� ل�� ����� ����� �������� ل������ ‪� ���-‬ل�‪� -‬ل������ ����� ���� �ل�����‬ ‫��ل���� ل������ ����� �ل���� �ل����� ����� ل�� �����‪.‬‬ ‫��ل����� ������� ���� �ل���� ��� �ل���� �ل����� �� ���� �ل������� ����� ����� ���‬ ‫����� �ل���� �ل����� ���������� ���� ���� ل�� ��� ���� ��� ��� �ل���� ����� �� ���‬ ‫��� � ��� �� ���� ������ ل�� ������ �� �ل��� �ل����� ��� ����� ������ ��� �ل����� ��� ���‬ ‫�� ������ ������ ����� �����‪.‬‬ ‫ل�� ������� �ل����� ������� �� ������� ��� ��� ����� �ل��� �� �ل������ �����‬ ‫��������� �� �ل��� �ل����� ��� ����� �ل��� �ل������ ��� �ل���� �� ����� ���� �ل��� �ل��‬ ‫��� � �ل��� ���� ������ ��ل� ��� �� ���� �ل��� �ل���� ��ل�����(‪.)30‬‬ ‫ُ‪ َ24‬انظر ‪ :‬فقه ا�وليات ودور� ي ا�كم عل� القضايا السياسية ا�عاصرة‪ ،‬الباحثة‪� /‬ادية را�ي‪ ،‬رسالة دكتورا�‪� ،‬ر م�شورة‪ُ ،‬جامعة ا�ا� �ضر‪،‬‬ ‫با��ة ‪ -‬ا�زا�ر‪1427 ،‬هـ‪2006 -‬مَ‪ ،‬ص‪.167-152‬‬ ‫ُ‪ َ25‬سورة البقرة‪ ،‬آية‪.َ208ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ26‬سورة العلق‪ ،‬جزء من آية‪.َ1ُ:‬‬ ‫ُ‪ َ27‬سورة طه‪ ،‬آية‪.َ114ُ :‬‬ ‫ُ‪ َ28‬روا� الب�اري‪ ،‬كتا� اإمارة‪ 152/6 ،‬ي ا�هاد‪ ،‬ومسلم ُ‪ َ1037‬ي اإمارة‪ ،‬من حديث معاوية بن أي سفيان ‪.‬‬ ‫ُ‪ َ29‬سورة اجادلة‪ ،‬جزء من آية‪.َ11ُ:‬‬ ‫ُ‪َ30‬‬

‫انظر‪ :‬إسهامات مراكز البحوث العلمية ي دعم العمل الدعوي‪ ،‬الباحث‪ /‬فهد بن مطر الشهراي‪ ،‬رسالة ماجستر‪� ،‬ر م�شورة‪ُ ،‬جامعة‬

‫اإمام حمد بن سعود اإسامية‪ ،‬كلية الدعوة واإعامَ‪.‬وانظر‪ :‬إدارة الثقافة وقضايا معاصرة‪ ،‬عبدالكرم بكار‪ ،‬ط‪ُ ،1‬دار السام‪ ،‬القاهرة‪،‬‬ ‫‪1431‬هـ‪2010-‬مَ‪ ،‬ص‪.95‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪26‬‬

‫] ‪AL-TAHSHIN AL-FIKRI WA AL-TSAQAFI .. — [Fahad bin Matar Alshahrani‬‬

‫��� ���� ��� ����� ������ ������� �� �� ������ ����� ����� ������ ��� ��� �� ����‬ ‫������ �������� ������ �������� ��� ����� ������ ������ ���� ������� �����‪.‬‬ ‫د���� �� ����� ���� ����� ������� ������� ������ �������� �������� �� ����� ���������‬ ‫�� ���� ����� ������� �������� ��� ����� ��������� ���� ��� ��� ������ ��� ��� ��������‬ ‫������ ���� ���� ���� ������ ��� ����� �� ����� ������� �������� �������� ������ ������‬ ‫������‪����� �...������ ���� ������� �������� ��� ��������� ������� �������� ���� ��� �...‬‬ ‫���� ������ ����� ����� �� ��� ���� ��� �������� ��� ����� �������� ���� ����� �� ���� ����‬ ‫(‪)31‬‬ ‫����� �������� ����� �� ����� �� ��� ���� �������� ������� �������د ‪.‬‬ ‫�������� �� ��������� �������� ������ ������� ��� ����� �������� �� ���� ��� ���� ������‬ ‫�� ������� �� ������� ������� �������� ���� ������� ����(‪.)32‬‬ ‫د���� ���� ����� ������ �� ����� ������� �������� ����� ���� ������‪���� ��� �...‬‬ ‫����� ������� ������� ������ ���� ������ �������� ������� ����������� ����� �����‬ ‫���������� �������� �� ����� �������� ���������د(‪.)33‬‬ ‫�� ��� ���� �� ��������� ������� �������� ������� ��������� ���������� ���������‬ ‫���������� ���� �� ��� ������ �������� ����� � ������ ���� ����� ������ ��� ��� �� ����‬ ‫������ �� ������ �������� �������� �������������� ��������‪.‬‬ ‫��� ����� ������ ������ ��� ���� �� ���� ������� ������ �� ������ �������� �� ���‬ ‫����� ������ ����� ������� ��� ������ ������� ���� د����� ������ �������� ����� ����‬ ‫������� ������ �������� ���� ������د� ��� ������ ������� ����� د������ �� ������� �������‬ ‫������ ������ ������� ��� ���� ������� �� ��� ��� ���� �������د� ��� ������ ������� �������� ��‬ ‫���� ������ ��� �������� ���� �������� د���� ������ ��������د(‪.)34‬‬ ‫����� ����� ��� �������� ������ ����� �������� ������� ��� ������� �������� ������� ������‬ ‫�������� ������ ��������� �� ���� �������� ���� ����� ��� �������� ������ ����� ������‬ ‫����� ������� ����� ������ ��������‪.‬‬ ‫��� ���� ����� ����� ������ ���� ‪ ���� ��� ��1969/1389‬د�� ����� ����� ���������‬ ‫���������‪������� ��� ���� ���� ���������� �������� ������� ����� ����� ��� ����� �� ..‬‬ ‫�������� ������ ������ ������� ������� �� ������� ������ ������� ����� ���� ���� �����‬ ‫�������� ������ �� ������ ��� ���� �����د(‪.)35‬‬ ‫ُ‪ َ31‬العلوم والف�ون ي ا�ضارة اإسامية‪ ،‬تا� السر أمد حران‪ ،‬ص‪ ،37-36‬مرجع سابق‪.‬‬

‫ُ‪ َ32‬وه�ا� مصادر �افعة قد ألف� ي قرون سابقة قد حقق� وطبع� وترجم لبعض�ا واستفيد م��ا‪ ،‬وهي عل� سبيل امثال‪ :‬السياسة الشرعية ي‬ ‫إصاح الراعي والرعية‪ ،‬أي العبّاس ابن تيمية‪ ،‬واأحكام السل�ا�ية والوايات الدي�ية‪ ،‬للقا�ي أي ا�سن علي بن حمد اماورد� الشافعي‪،‬‬ ‫واأحكام السل�ا�ية‪ ،‬للقا�ي أي يعل� حمد بن ا�س� الفرا� ا��بلي‪ ،‬وكتا� اأحكام السل�ا�ية للقا�ي أبو يعل� الفرا�‪ ،‬وكتا� �رير‬ ‫اأحكام ي تدبر أهل اإسام‪ ،‬لإمام بدر الدين بن ماعة‪.‬‬ ‫ُ‪ َ33‬أزمة البحث العلمي ي مصر والوطن العري‪ ،‬حمد مسعد ياقوت‪ ،‬ط‪ُ ،1‬دار ال�شر لل�امعات‪1428 ،‬هـَ ص‪.17‬وانظر‪ :‬تاري� ال��م‬ ‫وا�ضارة اإسامية‪ ،‬فتحية ال��او�‪ ،‬ط‪ُ ،14‬دار الفكر العري‪1424 ،‬ه‪2004-‬مَ‪ ،‬ص‪.15‬‬ ‫ُ‪ َ34‬اإعان اإسامي �قوق اإ�سان‪ ،‬م��مة امؤ�ر اإسامي‪ ،‬الصادر عن امؤ�ر التاسع عشر لوزرا� �ارجية الدول العربية‪ ،‬قرار رقم ‪،19/49‬‬ ‫‪1991‬م‪ُ ،‬امادة ‪ُ ،َ9‬امادة ‪ُ َ16‬امادة ‪ ،َ22‬مرجع سابق‪ ،‬ص‪ .132-125‬انظر�صوص ااتفاقية ا�اصة با�قوق ااقتصادية‬ ‫وااجتماعية والثقافية ُحق التعليم‪ ،‬كأساس للحقوق الثقافيةَ‪ ،‬للمرجع‪ :‬دراسة مقار�ة حول اإعان العامي �قوق اإ�سان‪ ،‬و�صوص اميثاق‬

‫الدو� ا�اص با�قوق ااقتصادية وااجتماعية والثقافية‪ ،‬سعيد حمد با�اجة‪ ،‬ط‪ُ ،1‬مؤسسة الرسالة‪ ،‬القاهرة‪1985 ،‬مَ‪ ،‬ص‪.65‬‬

‫ُ‪ َ35‬و�ا�ق ام��مات الدولية واإسامية والعربية‪ ،‬د‪ .‬عبدالرمن الضحيان‪ ،‬ط‪ُ ،1‬أها‪1411 ،‬هـ‪1991-‬مَ‪ ،‬ص‪.114‬‬ ‫‪27‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 21 – 28‬‬

‫��� ����� ����� ������ ������ ��� ��� ������� د������ ��� ����� �� �����‬ ‫����� ����� ������ ������ ��� ��� ������� د������ ��� ����� �� �����‬ ‫��� (‪36‬‬ ‫�������د‬ ‫‪��� ������ ��� ���� ��������� ������ ����� ��� ������� �������� �� ��� ���� �))36‬‬ ‫�������د( � ���� ��� �� �������� ������� ��� ����� ������ ��������� ���� ��� ������ ���‬ ‫������ ������� �� ������ ��� ����� ��������� ���� ����� ������ �� ������ ���� �� �� ����‬ ‫������ ������� �� ������ ��� ����� ��������� ���� ����� ������ �� ������ ���� �� �� ����‬ ‫����� ���� ����� ������ ������� �������� ���� ������� �� ������� ��� ���� ����� ������� ��‬ ‫����� ���� ����� ������ ������� �������� ���� ������� �� ������� ��� ���� ����� ������� ��‬ ‫������� ������ ��������‬ ‫������� ������ ��������‬ ‫�� �������‬ ‫�� �������‬ ‫��� ������� ������ ������ ��� ����� ������� ���������� ������� ������� �� ���� ����� ����‬ ‫��� ������� ������ ������ ��� ����� ������� ���������� ������� ������� �� ���� ����� ����‬ ‫������ �������� �� ������ ��� ���� �� ����� �������‬ ‫������ �������� �� ������ ��� ���� �� ����� �������‬ ‫����� ����� ������� �� �� ����� ����� ������ �� ������ ��� �� ����� ����� �������‬ ‫����� ����� ������� �� �� ����� ����� ������ �� ������ ��� �� ����� ����� �������‬ ‫������� �� ������ �������‬ ‫������� �� ������ �������‬ ‫����� ��� ������� ������ ������ �� ������ �� ������ ������� �������� ������ �����‬ ‫����� ��� ������� ������ ������ �� ������ �� ������ ������� �������� ������ �����‬ ‫������� �� ������ ������ ���� �� ������ �� ������� �� �������‬ ‫������� �� ������ ������ ���� �� ������ �� ������� �� �������‬ ‫�������� �� ������ ��������‬ ‫�������� �� ������ ��������‬ ‫‪�� ������ �������� ����� �� ����� ������� ������ ������ �� ������ ������ � ��� ����� -1‬‬ ‫‪�� ������ �������� ����� �� ����� ������� ������ ������ �� ������ ������ � ��� ����� -1‬‬ ‫������ �������� ������� ������ ������� �����‬ ‫������ �������� ������� ������ ������� �����‬ ‫‪�������� ������ �� ������ ������ � ����� -2‬‬ ‫‪�������� ������ �� ������ ������ � ����� -2‬‬ ‫‪���� ������� ������� ��� ������� ������ ��� -3‬‬ ‫‪���� ������� ������� ��� ������� ������ ��� -3‬‬ ‫‪���������� ���� ������� ������� ������ ������ �� ��� ����� -4‬‬ ‫‪���������� ���� ������� ������� ������ ������ �� ��� ����� -4‬‬ ‫‪�������� ����� ������� �������� �� ���� ���� � ��� ����� ���� ����� -5‬‬ ‫‪�������� ����� ������� �������� �� ���� ���� � ��� ����� ���� ����� -5‬‬ ‫‪���������� ������ ��� ������� -6‬‬ ‫‪���������� ������ ��� ������� -6‬‬ ‫‪��������� ����� ����� ��� ������� -7‬‬ ‫‪��������� ����� ����� ��� ������� -7‬‬ ‫‪������ ����� �������� (����� ��� ���������� ���������� �������� �������� ��� ������� -8‬‬ ‫‪������ ����� �������� (����� ��� ���������� ���������� �������� �������� ��� ������� -8‬‬ ‫�����������)�‬ ‫�����������)�‬ ‫‪����� ������� ������ �������� ������ �� ������ ������ -9‬‬ ‫‪����� ������� ������ �������� ������ �� ������ ������ -9‬‬ ‫‪��� ���� ���� ����� ��� �� ��������� ������ -11‬‬ ‫‪��� ���� ���� ����� ��� �� ��������� ������ -11‬‬

‫ُ‪36‬‬ ‫‪ ََ36‬ا�ما�ة العامة ����ة ا���ر اإسام�‪ُ ،‬د‪ ،َ�.‬م���ة ا���ر اإسام�‪ ،‬جدة‪ .‬وانظر� و�ا�� ا����ا� الدولية واإسامية والعربية‪ ،‬د‪.‬‬ ‫ُ ا�ما�ة العامة ����ة ا���ر اإسام�‪ُ ،‬د‪ ،َ�.‬م���ة ا���ر اإسام�‪ ،‬جدة‪ .‬وانظر� و�ا�� ا����ا� الدولية واإسامية والعربية‪ ،‬د‪.‬‬ ‫عبدالرمن الضحيان‪ ،‬ط‪ُ ،1‬أها‪1411 ،‬هـ‪1991-‬مَ‪ ،‬ص‪.114‬‬ ‫عبدالرمن الضحيان‪ ،‬ط‪ُ ،1‬أها‪1411 ،‬هـ‪1991-‬مَ‪ ،‬ص‪.114‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪28‬‬

TAFSIR TAFSIR TARBAWI TARBAWI TAFSIR TARBAWI TAFSIR TARBAWI (Pendekatan (Pendekatan Paedagogis Paedagogis dan dan Bayani Bayani terhadap terhadap Ayat Ayat Al-Quran Al-Quran Al-Karim) Al-Karim) (Pendekatan Paedagogis dan Bayani terhadap Ayat Al-Quran Al-Karim) (Pendekatan Paedagogis dan Bayani terhadap Ayat Al-Quran Al-Karim) Aam Abdussalam Aam Abdussalam Aam Abdussalam Universitas Universitas Pendidikan Pendidikan Indonesia Indonesia Aam Abdussalam Universitas Pendidikan Indonesia Email: Email: [email protected] [email protected] Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT

The The Qur’an Qur’an hashas introduced introduced itself itself as as guidance. a guidance. It guaranteed guaranteed It guaranteed Human’s Human’s realreal happiness happiness throughout throughout The Qur’an has introduced itself as aa guidance. It Human’s real happiness throughout eras. eras. The The effort effort to to interpret interpret the the Qur’an Qur’an continuously continuously is is an an inevitable inevitable due due to to the the development development of of The The Qur’an hastointroduced itselfQur’an as a guidance. It guaranteed Human’s throughout eras. effort interpret the continuously is an inevitable duereal to happiness the development of Human’s Human’s life life and and the the characteristics characteristics of of the the Qur’an Qur’an itself. itself. The The interpretation interpretation of of the the Qur’an Qur’an inofin eras. Thelife effort interpret the Qur’an is an The inevitable due to the Human’s andtothe characteristics of continuously the Qur’an itself. interpretation of development the Qur’an in educational educational perspective, perspective, as as one one of of its its main main missions, missions, seems seems lack lack compared compared to to the the development development of Human’s life and the characteristics of the Qur’anseems itself.lack Thecompared interpretation the Qur’anofinof educational perspective, as one of its main missions, to theofdevelopment other other kinds kinds ofperspective, of interpretation. interpretation. This This article article deals deals with with some some questions questions related related to to to Tafsir Tafsir Tarbawi: Tarbawi: what what educational as one ofarticle its main missions, seems lack compared the development of other kinds of interpretation. This deals with some questions related to Tafsir Tarbawi: what is Tafsir is Tafsir Tarbawi?, Tarbawi?, what what is the is the approach approach used?, used?, and and how how it is it applied? is applied? These These questions questions are are going going to other kinds of interpretation. This article deals with some questions related to Tafsir Tarbawi: what is Tafsir Tarbawi?, what is the approach used?, and how it is applied? These questions are going to to be answers answers in in thisthis article. article. Based Based onon literature literature study study about about the development development ofquestions of Tafsir Tafsir Tarbawi, Tarbawi, theto the isbe Tafsir Tarbawi?, what is the approach used?, and how itthe isthe applied? Theseof are going be answers in this article. Based on literature study about development Tafsir Tarbawi, the development development of of Islamic Islamic education education thoughts, thoughts, and and the the underpinning underpinning sciences sciences in in interpreting interpreting the the be answers inofthis article.education Based onthoughts, literature and studytheabout the development Tafsir Tarbawi,the the development Islamic underpinning sciencesof in interpreting Qur’an, Qur’an, conclude I conclude thatthat what what is is meant meant byby Tafsir Tafsir Tarbawi Tarbawi is is systematic-thematic a systematic-thematic study study to to the the development of Islamic education thoughts, andTarbawi the underpinning sciences in interpreting the Qur’an, II conclude that what is meant by Tafsir is aa systematic-thematic study to the Islamic Islamic sources, sources, especially especially the the Qur’an Qur’an and and Prophetic Prophetic Tradition, Tradition, which which is is developed developed by by using using Qur’an,sources, I conclude that what meant and by Tafsir Tarbawi is a systematic-thematic to the Islamic especially the isQur’an Prophetic Tradition, which is developedstudy by using pedagogic pedagogic approach approach and and aimed aimed at at developing developing Islamic Islamic Education Education sciences. sciences. It is It developed is developed to give give Islamic sources, especially the Qur’an and Prophetic Tradition, which is developed by using pedagogic approach and aimed at developing Islamic Education sciences. It is developed to to give foundation, foundation, meaning, meaning, direction direction for for all all educational educational components components and and processes. processes. At At least, least, there there are pedagogic approach and aimed at developing Islamic Education sciences. It is developed to give foundation, meaning, direction for all educational components and processes. At least, there areare two two approaches approaches which which can can be be used used in all this in this study: study: pedagogic pedagogic andand bayani bayani approach. approach. foundation, meaning, direction forin educational components and processes. At least, there are two approaches which can be used this study: pedagogic and bayani approach. two approaches which can be used in this study: pedagogic and bayani approach.

Key Key Word: Word: Tafsir, Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah, tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah, bayaniyah, wahdiyah,and wahdiyah,and pedagogic. pedagogic. Key Word: Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah, wahdiyah,and pedagogic. Key Word: Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah, wahdiyah,and pedagogic. ABSTRAK ABSTRAK ABSTRAK ABSTRAK Alquran Alquran telah telah menyediakan menyediakan diridiri sebagai sebagai petunjuk petunjuk yang yang menjamin menjamin keutuhan keutuhan dandan kebahagiaan kebahagiaan hidup hidup Alquran telah menyediakan diri sebagai petunjuk yang menjamin keutuhan dan kebahagiaan hidup manusia manusiatelah secara secara hakiki hakikisepanjang sepanjang sepanjang zaman. zaman. Upaya Upaya penafsiran penafsiranAlquran Alquran Alquransecara secara secara terus terusmenerus menerus menerus Alquran menyediakan diri sebagai petunjuk yang menjamin keutuhan dan kebahagiaan hidup manusia secara hakiki zaman. Upaya penafsiran terus merupakan merupakan keniscayaan keniscayaan dari dari perkembangan perkembangan kehidupan kehidupan dan dan karakteristik karakteristik Alquran Alquran itu itu sendiri. sendiri. manusia secara hakiki sepanjang zaman. Upaya penafsiran Alquran secara terus menerus merupakan keniscayaan dari perkembangan kehidupan dan karakteristik Alquran itu sendiri. Penafsiran Penafsiran Alquran Alquran dalam dalam perspektif perspektif pendidikan, pendidikan, sebagai sebagai salah salah satu satu misi misi utamanya, utamanya, masih masih sangat sangat merupakan keniscayaan dari perkembangan kehidupan dan karakteristik Alquran itu sangat sendiri. Penafsiran Alquran dalam perspektif pendidikan, sebagai salah satu misi utamanya, masih kurang kurang dibanding dibanding dengan dengan pengembangan pengembangan tafsir-tafsir tafsir-tafsir corak corak lainnya. lainnya. Padahal Padahal kebutuhan kebutuhan pada pada tafsir tafsir Penafsiran Alquran dalampengembangan perspektif pendidikan, sebagai satuPadahal misi utamanya, kurang dibanding dengan tafsir-tafsir corak salah lainnya. kebutuhanmasih pada sangat tafsir corak corak ini ini sudah sudah sangat sangat mendesak mendesak dihubungkan dihubungkan dengan dengan kenyataan kenyataan bahwa bahwa pendidikan pendidikan selama selama iniini kurang dengan pengembangan tafsir-tafsir corak lainnya.bahwa Padahal kebutuhanselama pada tafsir corak inidibanding sudah sangat mendesak dihubungkan dengan kenyataan pendidikan ini lebih lebih banyak banyak menggunakan menggunakan konsep konsep dan dan teori teori pendidikan pendidikan Barat Barat yang yang sekuler. sekuler. Apa Apa yang yang dimaksud dimaksud corakbanyak ini sudah sangat mendesak dihubungkan dengan Barat kenyataan selama ini lebih menggunakan konsep dan teori pendidikan yang bahwa sekuler.pendidikan Apa yang dimaksud dengan dengan tafsri tafsri tarbawi, tarbawi,apa apaapa pendekatan pendekatan yang yang digunakannya, digunakannya, dan danbagaimana bagaimana bagaimana langkah-langkah langkah-langkah lebih banyak menggunakan konsep dan teori pendidikan Barat dan yang sekuler. Apa yang dimaksud dengan tafsri tarbawi, pendekatan yang digunakannya, langkah-langkah pengkajiannya? pengkajiannya? Inilah Inilah pertanyaan-pertanyaan pertanyaan-pertanyaan yang yang ingin ingin dijawab dijawab dalam dalam artikel artikel ini. ini. Melalui Melalui kajian kajian dengan tafsri tarbawi, apa pendekatan yang digunakannya, dan bagaimana langkah-langkah pengkajiannya? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam artikel ini. Melalui kajian literatur literatur tentang tentang perkembangan perkembangan tafsir tafsir tarbawi, tarbawi, perkembangan perkembangan pemikiran pemikiran tentang tentang pendidikan pendidikan Islam, Islam, pengkajiannya? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam artikel ini. Melalui kajian literatur tentang perkembangan tafsir tarbawi, perkembangan pemikiran tentang pendidikan Islam, dan dan ilmu-ilmu ilmu-ilmu penunjang penunjang dalam dalam penafsiran penafsiran Alquran, Alquran, penulis penulis dapat dapat menyimpulkan menyimpulkan bahwa bahwa yang yang literatur tentang perkembangan tafsir tarbawi,Alquran, perkembangan pemikiran tentang pendidikan Islam, dan ilmu-ilmu penunjang dalam penafsiran penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dimaksud dengan dengan tafsir tafsir tarbawi tarbawi adalah adalah kajian kajian sistimatis sistimatis tematis tematis terhadap terhadap sumber-sumber sumber-sumber kedan ilmu-ilmu penunjang dalam adalah penafsiran Alquran, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tafsir tarbawi kajian sistimatis tematis terhadap sumber-sumber ke-keIslaman, Islaman, khusunya khusunya al-Quran al-Quran dan dan Sunnah, Sunnah, yang yang dikembangkan dikembangkan dengan dengan menggunakan menggunakan cara cara pandang pandang dimaksud dengan al-Quran tafsir tarbawi adalahyang kajian sistimatis tematis sumber-sumber keIslaman, khusunya dan Sunnah, dikembangkan denganterhadap menggunakan cara pandang paedagogik paedagogik dandan diarahkan diarahkan untuk untuk membangun membangun ilmu ilmu pendidikan pendidikan Islam Islam dalam dalam rangka rangka melandasi, melandasi, Islaman, khusunya al-Quranuntuk dan Sunnah, yang ilmu dikembangkan dengan menggunakan cara pandang paedagogik dan diarahkan membangun pendidikan Islam dalam rangka melandasi, mamaknai mamaknaidan dan danmengarahkan mengarahkan mengarahkan seluruh seluruh komponen komponen dandan proses prosespendidikan. pendidikan. pendidikan. Setidaknya Setidaknya adaadadua duadua paedagogik dan diarahkan untuk membangun ilmu pendidikan Islam dalam rangka melandasi, mamaknai seluruh komponen dan proses Setidaknya ada pendekatan pendekatan dalam dalam melakukan melakukan kajian kajian tersebut, tersebut, yaitu yaitu pendekatan pendekatan paedagogik paedagogik dan dan pendekatan pendekatan bayani. bayani. mamaknai dan mengarahkan seluruh komponen dan proses pendidikan. Setidaknya ada dua pendekatan dalam melakukan kajian tersebut, yaitu pendekatan paedagogik dan pendekatan bayani. pendekatan dalam melakukan kajian tersebut, yaitu pendekatan paedagogik dan pendekatan bayani.

Kata Kata Kunci Kunci Tafsir, : Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah, tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah, bayaniyah, wahdiyah, wahdiyah,dan dandan paedagogis. paedagogis. Kata Kunci :: Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah, wahdiyah, paedagogis. Kata Kunci : Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah, wahdiyah, dan paedagogis. A.A.PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. A. Sekalipun PENDAHULUAN Sekalipun Sekalipuntafsir tafsir tafsirAl-Quran Al-Quran Al-Quran telah telah telahmencapai mencapai mencapairatusan ratusan ratusanjudul, judul, judul,karya-karya karya-karya karya-karyayang yang yang diturunkan diturunkan daripadanya daripadanya telah telah mencapai mencapai ribuan ribuan bahkan bahkan jutaan jutaan tema, tema, tidak tidak berarti berarti bahwa bahwa Sekalipun tafsirtelah Al-Quran telah mencapai ratusan judul, karya-karya yang diturunkan daripadanya mencapai ribuan bahkan jutaan tema, tidak berarti bahwa seluruh seluruh nuansa nuansa makna makna yang yang dimilikinya dimilikinya telah telah habis. habis. Penafsiran Penafsiran Al-Quran Al-Quran akan akan terus terus diturunkan daripadanya telahdimilikinya mencapai ribuan bahkanPenafsiran jutaan tema, tidak berarti seluruh nuansa makna yang telah habis. Al-Quran akan bahwa terus seluruh nuansa makna yang dimilikinya telah habis. Penafsiran Al-Quran akan terus Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

29

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

diperlukan sepanjang roda perkembangan kehidupan terus berputar. Al-Quran telah menyediakan diri untuk menjadi petunjuk yang menjamin keutuhan dan kebahagian hidup manusi secara hakiki sepanjang zaman. Pengembangan penafsiran Al-Quran secara terus menerus merupakan keniscayaan dari perkembangan kehidupan dan karakteristik Al-Quran itu sendiri. Kemajuan dan keunggulan umat Islam di dunia akan sangat tergantung pada sejauhmana mampu beriteraksi dan menerapkan ajaran Al-Quran pada kehidupan mereka dalam arti seluas-luasnya. Akan tetapi, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Ghazali (2009: 24-25), bahwa pada beberapa abad belakangan ini, Al-Quran tak ubahnya laksana sungai yang kekeringan atau padang pasir yang tandus dan gersang. Sekarang ini, sudah sangat sulit menemukan orang yang benar-benar berpegang pada Al-Quran. Akibatnya, kebudayaan yang dihasilkanyapun tidak mempunyai dasar yang jelas dan identitasnyapun tidak dapat dipegangi. Bahkan, menurutnya, budaya impor yang tidak bermanfaat itu, dijadikan sebagai identitas diri atau mode yang sesuai dengan tren zaman dan menjadi kebanggaan. Beliau menyeru umat Islam untuk kembali kepada Al-Quran. Kembali pada Al-Quran tentu harus dimulai dengan mengkajinya kembali, dengan syarat tidak ada dikotomis. Harun Nasution menyatakan, bahwa keresahan timbul selama ini karena konsepkonsep Barat yang didasarkan atas fisafat yang sekuler dibawa melalui pendidikan modern kedalam masyarakat agamis kita di Indonesia. Tidak perlu ditegaskan lagi bahwa sekulerisme adalah musuh terbesar dari agama dan dengan sendirinya tidak sejalan dengan falsafah Pancasila kita (Nasution. 1989:290). Sedangkan Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa kajian pendidikan Islami di perguruan tinggi Islam selama ini lebih banyak mengadopsi konsep-konsep pendidikan Barat ketimbang memproduksi sendiri. Padahal, menurutnya pendidikan Barat adalah pendidikan yang berdasarkan rasionalisme, yakni suatu paham yang menyatakan bahwa kebenaran itu diperoleh dan diukur dengan akal (Tafsir, 2006:277). Inipun merupakan ungkapan lain dari istilah yang lebih sering digunakan, yaitu pendidikan sekuler. Sementara Mujib menjelaskan bahwa dalam menganalisis masalah pendidikan, para ahli selama ini cenderung mengambil teori-teori dan falsafah pendidikan Barat. Sedangkan falsafah pendidikan Barat, menurutnya bercorak sekuler yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan, padahal masyarakat Indonesia lebih bersifat religius (Mujib, 2006:2). Dalam mengjelaskan pentingnya pengkajian pendidikan Islam, Al-Kailani mengemukakan beberapa sebab. Antara lain, bahwa pendidikan yang dikembangkan oleh manusia di berbagai belahan dunia adalah pendidikan Barat, yakni pendidikan yang berdasarkan prinsip-prinsip pemikiran materialisme dan tidak memberi ruang bagi hal lain di luar mareri (Al-Kailani, 2005:5). Bahkan Azra (dalam Tafsir, 2006:281) menyatakan kekecawaannya yang mendalam tentang kurangnya kajian terhadap ilmu pendidikan Islam. Beliau menyatakan bahwa kajian kependidikan Islam tampaknya merupakan bidang yang berlum tergarap secara serius. Dapat dinyatakan bahwa pendidikan sesungguhnya merupakan misi utama diturunkannya Al-Quran . Di satu sisi Al-Quran dinyatakan sebagai Hudan (petunjuk atau pembimbing) yang menjamin mengantarkan manusia memperoleh kehidupan terbaik, dan di lain sisi Allah menyatakan diri-Nya sebagai Rabb al-'Alamin (Tuhan semesta alam). Abul 'Ala Al-Maududi, dalam bukunya Al-Mushthalaha al-Arba'ah fie al-Quran mengkaji makna kata Rabb dalam Al-Quran secara spesifik dan komprehensif. Beliau (tt.: 23) berpendapat bahwa makna pokok yang paling mendasar dari istilah tersebut adalah tarbiyah (pendidikan). Begitu juga pendapat Al-Ashfahani (tt.I: 375), bahwa makna asal dari istilah Rabb adalah tarbiyah, yang didefinisikannya sebagai "upaya membimbing secara bertahap untuk mencapai tarap kesempurnaan perkembangan". 30

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS ... — [Aam Abdussalam]

Kajian atau tafsir pendidikan dari Al-Quran telah mulai muncul sejak tahun 1970, seperti yang dilakukan oleh Abdul Fatah Jalal (1970), Abdurrahman al-Nahlawi (1989), Abdurahman Saleh (1991) dan lain sebagainya. Akan tetapi kajian atau tafsir tersebut baru dalam bentul tafsir maudhu’i (tematik). Sedangkan tafsir tarbawi yang analitis (tahlili) saat ini sedang mulai mencari bentuk, terutama ditinjau dari segai metodologi analisisnya (istinbat). Oleh karen itu, artikel ini akan berusaha menjawab pertanyaan: Apa yang dimaksud atau pengertian tafsir tarbawi? Pendekatan apa yang digunakan untuk menghampiri ayat sehingga memungkin mampu mengungkap pesan-pesan edukatifnya? Bagaimana langkah-langkah analisisnya? B. PENGERTIAN TAFSIR TARBAWI Dalam sejarah kebudayaan dan peradaban Islam, tafsir menempati posisi dan peran yang sangat penting. Istilah tafsir telah memiliki makna spesifik, yaitu tafsir Al-Quran. Semua upaya yang dikembangkan oleh orang muslim dalam rangka mengaktualisasikan Islam, pada hakikatnya dapat dikatakan sebagai upaya menjelaskan (tafsir) kandungan dan pesan-pesan Al-Quran. Sunnah Rasul yang mencakup perkataan, perbuatan dan pembiaran Rasulullah saw. adalah tafsir atas Al-Quran (QS.16: 44). Al-Quran telah menyediakan diri sebagai rujukan untuk segala sesuatu, paling tidak pada tataran prinsip-prinsip dasar, ia adalah gagasan dan solusi global untuk memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia (QS.16: 89). Penafsiran Al-Quran terjadi sejak awal Al-Quran diturunkan. Pada mulanya penafsiran Al-Quran sangat terbatas pada segi kebahasaan, seperti arti kosa kata atau maksud suatu ungkapan. Akibat semakin meluasnya Islam dan banyaknya kalangan non Arab yang masuk Islam, di samping kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, maka penjelasan mengenai keistimewaan dan kedalaman kandungan teks Al-Quran menjadi sangat signifikan. Dari sini muncullah tafsir Al-Quran becorak sastra bahasa. Semakin luas pergaulan dan wawasan orang Islam, terutama dengan masuknya buku dari luar (Yunani) yang banyak diwarnai pemikiran filsafi, maka muncullah tafsir yang bercorak filsafi. Berkembangnya ilmu fikih pun memberi corak lain pula kepada penafsiran AlQuran, yakni tafsir bercorak hukum. Tatkala kehidupan muslim terasa menjadi gersang dari nilai-nilai ruhaniah, maka muncul upaya pemaknaan Al-Quran dari segi sufistik (tafsir bercorak tasawuf). Kemajuan ilmu dan teknologi pun mengundang para ahlinya menafsrikan Al-Quran dari sudut pandangnya (tafsir bercorak ilmiah). Lahirnya Muhammad 'Abduh yang kemudian diikuti oleh Sayid Qutub memunculkan tafsir bercorak lain lagi, yakni tafsir yang berorientasi pada masalah sosial-budaya-kemasyarakatan. Kenyataan ini membuktikan bahwa penafsiran Al-Quran dapat dipengaruhi oleh keahlian penafsirnya sebagai suatu keniscayaan dari perkembangan kehidupan dan problematikannya. Di sinilah Al-Quran dan tafsirnya tampil sebagai jawaban dan solusinya. Al-Quran akan terus memberi kesempatan kepada manusia dengan segala kondisi dan problematikannya untuk dapat berdialog dan bertanya kepada Al-Quran. Ia senantiasa memberi kemungkinan-kemungkinan memunculkan makna-makna yang bersifat solutif. Semakin dalam pengkajiannya maka semakin indah dan menarik mutiaramutiara yang diberikannya. Abdullah Darraz mengemukakan ungkapan yang indah tentang Al-Quran : "Alquran bagaikan mutiara di mana setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang tepancar dari sudut yang lain. Jika dilihat oleh orang lain, tidak mustahil ia dapat melihat pancaran yang lebih banyak daripada yang anda lihat". Dunia pendidikan menempati posisi sentral dalam pengembangan dan penataan kehidupan dalam arti seluas-luasnya. Walau kadang-kadang pendidikan dipandang secara sempit dengan sebelah mata, sehingga perhatian dan perlakuan kepadanya tidak Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

31

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

sebagaimana mestinya. Pendidikan inilah yang sesungguhnya memberi pondasi, makna dan arah dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan memiliki kontribusi terbesar terhadap kualitas suber daya manusia. Maka, pendidikan ini pulalah yang memiliki tanggung jawab terbesar atas kebobrokannya. Karena itu, sepatutnyalah pendidikan mendapat perhatian yang serius dan proporsional. Jika pendidikan menjadi kata kunci dan titik awal untuk segala perubahan dan perbaikan menyangkut seluruh segi kehidupan, maka pencerahan dunia pendidikan dengan cahaya Islam bagi orang muslim jauh lebih penting dari pada pengajaran agama Islam yang kadang dikembangkan secara parsial. Disadari atau tidak, bahwa pendidikan di republik ini dikembangkan dari paradigma sekuler yang secara subtansial mengandung kontradiktif dengan Islam. Ironis memang, negara mayoritas muslim merasa asing dengan pendidikan Islami. "Pendidikan Islam" di sini berbeda dengan pengajaran agama Islam. Akibat kemajuan ilmu dan teknologi, Barat telah merasakan kering dan gersangnya kehidupan dari nilai-nilai yang sesungguhnya lebih esensial baginya. Kemajuan ilmu dan teknologi yang bersifat sekuler, materialisme dan hedonisme telah mengantarkan kepada kehidupan yang penuh gemerlapan dunia pada satu sisi, dan kelaparan ruhaniah serta kenestapaan spiritual di lain sisi. Akibatnya kemajuan keduniaan sama sekali tidak mampu menciptaan kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang hakiki, melainkan berbalik menjadi alat yang menjatuhkan dan menjerumuskan kehidupannya. Karena itulah, akhir-akhir ini di Barat banyak yang lari ke dunia meditasi, sekedar untuk mengobati dan mencari kesejukan dalam hidup. Tidak diragukan lagi bahwa kondisi seperti itu hanyalah merupakan akibat dari pendidikan yang dilaksanakannya. Belajar daripadanya - kalau bukan karena kesadaran religiusitas - orang-orang muslim sepatutnya melandasi dan mencahayai seluruh proses dan komponen pendidikannya dengan nilai-nilai agama. Dalam kontek kehidupan modern dewasa ini, tafsir pendidikan seyogyanya telah lahir baik secara tahlili (analitis) maupun maudhu'i (tematis), dalam rangka memberikan jawaban, masukan dan solusi terhadap problematika dunia pendidikan yang kini tengah dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Secara tematis sudah cukup banyak kajian-kajian pendidikan yang secara khusus dikembangkan dari sumber-sumber ke-Islaman. Namun dibanding dengan kajian-kajian pendidikan yang diturunkan dari sumber-sumber non Islam masih belum mencapai tahap yang signifikan untuk dibandingkan. Itulah mungkin sebabnya kajian-kajian tersebut belum mampu memengaruhi atau menggeserkan paradigma pendidikan (sekuler) yang selama ini dikembangkan. Yang dimaksud dengan tafsir pendidikan di sini adalah kajian sistimatis terhadap sumber-sumber ke-Islaman, khusunya Alquran dan Sunnah, yang dikembangkan dengan menggunakan cara pandang paedagogik dan diarahkan untuk membangun ilmu pendidikan Islam dalam rangka melandasi, mamaknai dan mengarahkan seluruh komponen dan proses pendidikan. "Kajian sistimatis" maksudnya bahwa pengkajian atau penggalian makna dilakukan sesaui dengan metodologis yang berlaku dalam dunia tafsir dan secara ilmiah dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian, pemunculan aspek atau makna paedagogis tidak bersifat pemaksaan ayat. "Cara pandang paedagogik" ditempatkan sebagai instrumen yang bertugas menangkap makna dan moment pendidikan yang terkandung dalam suatu teks atau nuasa psikologis paedagogis yang hidup di dalam teks tersebut. Adalah logis jika dua orang yang memiliki latar belakang disiplin ilmu berbeda mengapresisai berlainan terhadap sutu peristiwa yang sama. Artinya, kemungkinan perbedaan temuan apresiasi tersebut dapat diungkapkan secara rasional dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah. 32

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS ... — [Aam Abdussalam]

"Membangun ilmu pendidikan Islam", ditempatkan sebagai tujuan teoritis dari kajian ini. Disiplin ilmu pendidikan telah diakui kemapanannya sejak lama. Mulai dari segi filosofi, teori dan prakteknya telah tersusun secara sistimatis. Tapi, disiplin ilmu pendidikan Islam masih tertatih-tatih dalam perjuangan. Kajian tentang pendidikan Islam memang sudah ada, tapi untuk menentukan konsep dasarnya saja seakan-akan belum terwujudkan. Di sinilah upaya pengkajian semacam ini, secara teoritis memiliki urgensi yang sangat stategis. "Melandasi, memaknai dan mengarahkan seluruh komponen dan proses pendidikan" ditempatkan sebagai tujuan praktis dari pengkajian ini. Telah lama pendidikan di Republik ini dilandasi dan diarahkan oleh paradigma pragmatisme dan behaviorisme, yang membawa akibat kepada penataan berbagai komponennya menjadi bersifat sekuler, makanistis dan materialistis. Ini pun sesungguhnya hanya merupakan suatu akibat dari fakta bahwa umat Islam belum mampu merumsukan dan menjabarkan konsep (teori-teori) pendidikannya secara gamblang dan sistimatis. Kenyataan ini menempatkan kajian ini dan yang serupa akan menjadi penting adanya. C. PENDEKATAN PENAFSIRAN Yang dimaksud dengan pendekatan dalam tafsir tarbawi ini adalah cara pandang dalam menghampiri ayat dan atau cara memasuki ayat agar kajian mampu menyentuk lubuk ayat sehingga cara pandang suatu disiplin ilmu dapat memasuki ruang makna ayat secara absah. Dengan demikian, maka makna yang dikembangkannya benar-benar makna yang terkandung di dalamnya, bukan makna yang hanya dikait-kaitkan atau diada-adakan. Setidaknya ada dua pendekatan yang dikembangkan dalam kajian tafsir ini, yaitu pendekatan paedagogis dan pendekatan bayani. 1. Pendekatan Paedagogis Pendekatan paedagogis adalah cara pandang kependidikan yang dikembangkan dalam menghampiri dan memahami ayat atas dasar asumsi bahwa pendidikan merupakan misi utama Al-Quran. Fungsi utama Al-Quran adalah hudan atau hidayah (petunjuk atau pembimbing). Kata hudan/hidayah memiliki dua makna asal yaitu tindakan bimbingan dan kelembutan (Ibn Faris. 1979: VI:42). Jadi fungsi utama AlQuran adalah bimbingan yang disertai dengan kelembutan. Upaya atau tindakan bimbingan dengan lembut merupakan strategi inti dalam proses pendidikan. Selanjutnya dihubungkan dengan konsep Rabb sebagai konsep paling komprehensif yang merujuk kepada Allah, yang ternyata memiliki hubungan generik dengan makna pendidikan. Abul 'Ala Al-Maududi, dalam bukunya Al-Mushthalahat al-Arba'ah fie al-Quran mengkaji makna kata Rabb dalam Al-Quran secara spesifik dan komprehensif. Beliau (1969: 23) berpendapat bahwa makna pokok yang paling mendasar dari istilah Rabb adalah tarbiyah (pendidikan). Begitu juga pendapat Al-Ashfahani (2111.I: 375), bahwa makna asal dari istilah Rabb adalah tarbiyah, yang didefinisikannya sebagai "upaya membimbing secara bertahap untuk mencapai tarap kesempurnaan perkembangan". Bagitu pula Imam Baidhawi (2001.I: 28) dan Al-Alusi (1994.I: 80) menafsirkannya dengan makna yang sama. Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan merupakan misi utama Al-Quran. Atas dasar itu maka pendekatan paedagogis terhadap Al-Quran dapat memandang ayat sebagai fenomena paedagogis. Melalui ayat apapun, yakni ayat qauliyah (Al-Quran ) dan ayat kauniyah (fenomena alam), Allah berkomunikasi dengan manusia, di mana misi utamanya adalah tarbiyah (mendidik) manusia. Dalam komunikasi tarbiyah Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

33

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

tersebut, tersebut, Allah Allah selalu selalu hadir hadir sebagai sebagai murabbi murabbi (pendidik) (pendidik) dan dan manusia manusia sebagai sebagai mutarabbi mutarabbi (terdidik). Jika konstelasi komunikasi tersebut selalu menempatkan (terdidik). Jika konstelasi komunikasi tersebut selalu menempatkan Allah Allah sebagai sebagai murabbi dan manusia sebagai mutarabbi, maka jelas komunikasi tersebut murabbi dan manusia sebagai mutarabbi, maka jelas komunikasi tersebut adalah adalah komunikasi komunikasi edukatif. edukatif. Atas Atas dasar dasar itulah itulah komunikasi komunikasi atau atau ayat ayat tersebut tersebut sah sah dipandang dipandang sebagai sebagai fenomena fenomena paedagogis, paedagogis, dimana dimana daripadanya daripadanya dapat dapat dianalisis dianalisis komponenkomponenkomponen komponen pendidikannya. pendidikannya. Setiap Setiap ayat ayat atau atau fenomena fenomena paedagogis paedagogis paling paling tidak tidak mengandung tiga komponen pendidikan, yaitu pendidik, terdidik dan pesan atau nilai. mengandung tiga komponen pendidikan, yaitu pendidik, terdidik dan pesan atau nilai. Pendidikan Pendidikan tidak tidak terjadi terjadi dalam dalam kekosongan, kekosongan, melainkan melainkan terjadi terjadi pada pada suatu suatu situasi situasi psikologis yang dihayati bersama oleh pendidik dan terdidik. Artinya bahwa tindakan psikologis yang dihayati bersama oleh pendidik dan terdidik. Artinya bahwa tindakan pendidikan pendidikan itu itu harus harus terjadi terjadi setelah setelah adanya adanya pemahaman pemahaman yang yang tepat tepat dari dari pendidik pendidik terhadap situasi psikologis yang sedang dialami terdidik. Jika tindakan terhadap situasi psikologis yang sedang dialami terdidik. Jika tindakan paedagogis paedagogis seorang seorang pendidik pendidik tepat tepat dan dan sesuai sesuai dengan dengan situasi situasi psikologis psikologis terdidik, terdidik, maka maka tindakan tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan yang benar secara paedagogis. tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan yang benar secara paedagogis. Dan Dan jika jika tidak tidak tepat, maka tindakan tersebut termasuk tindakan yang salah secara paedagogis. Maksud tepat, maka tindakan tersebut termasuk tindakan yang salah secara paedagogis. Maksud dari dari uraian uraian ini ini adalah adalah bahwa bahwa ketika ketika akan akan menghampiri menghampiri dan dan mengkaji mengkaji ayat ayat sebagai sebagai fenomena peadagogis, tidak bisa hanya diraba-raba dari permukaan redaksi fenomena peadagogis, tidak bisa hanya diraba-raba dari permukaan redaksi ayat, ayat, melainkan melainkan harus harus mampu mampu masuk masuk pada pada situasi situasi psikologis psikologis yang yang terkandung terkandung dalam dalam ayat ayat tersebut. Untuk memasuki situasi psikologis ayat perlu bantuan pendekatan lain, yaitu tersebut. Untuk memasuki situasi psikologis ayat perlu bantuan pendekatan lain, yaitu pendekatan pendekatan bayani. bayani. 2. 2. Pendekatan Pendekatan Bayani Bayani (Retorik) (Retorik) Pendekatan Pendekatan bayani bayani adalah adalah cara cara memasuki memasuki ayat ayat dengan dengan mengoperaikan mengoperaikan kaidahkaidahkaidah gaya bahasa Arab agar pemahaman mampu masuk ke dalam kaidah gaya bahasa Arab agar pemahaman mampu masuk ke dalam situasi situasi psikologis psikologis yang yang terkandung terkandung dalam dalam ayat. ayat. Atau Atau menggunakan menggunakan istilah istilah Bint Bint Syathi Syathi (tt.: (tt.: 17) 17) masuk masuk ke ke dalam dalam ruh ruh makna. makna. Sekalipun Sekalipun pendekatan pendekatan bayânî bayânî telah telah dikembangkan dikembangkan sejak sejak Imâm Imâm Zamakhsyarî Zamakhsyarî dalam dalam tafsîrnya tafsîrnya Al-Kasysyâf, Al-Kasysyâf, tapi tapi yang yang pertama pertama mengklaim mengklaim menggunakan menggunakan pendekatan pendekatan bayânî bayânî dalam dalam menafsirkan menafsirkan Al-Quran Al-Quran adalah adalah ‘Aisyah ‘Aisyah Abdurrahmân Abdurrahmân yang yang dikenal dengan sebutan Bint Al-Syâthî. Sebagai guru besar untuk studi Al-Quran dikenal dengan sebutan Bint Al-Syâthî. Sebagai guru besar untuk studi Al-Quran di di Universitas Universitas Qurawiyin Qurawiyin di di Maroko, Maroko, Bintu Bintu Syâthî Syâthî telah telah menulis menulis tafsîr tafsîr dua dua jilid jilid tafsîr tafsîr untuk untuk surat-surat surat-surat tertentu, tertentu, yaitu yaitu Al-Tafsîr Al-Tafsîr al-Bayânî al-Bayânî lili al-Qur’ân al-Qur’ân al-Karîm. al-Karîm. Pada Pada pengantar pengantar terbitan terbitan pertama pertama tahun tahun 1962, 1962, beliau beliau mengemukakan mengemukakan bahwa bahwa tafsîr tafsîr bayânî bayânî yang yang dikembangkannya dikembangkannya itu itu merupakan merupakan upayanya upayanya dalam dalam menyingkap menyingkap kemu’jizatan kemu’jizatan Al-Quran Al-Quran yang yang abadi. abadi. Ia Ia melakukan melakukan segala segala upaya upaya untuk untuk memahami memahami teks teks Al-Quran Al-Quran secara secara mendalam sehingga mampu menguak dasar dan jiwa kebahasaanya dengan mendalam sehingga mampu menguak dasar dan jiwa kebahasaanya dengan menyingkap menyingkap setiap setiap kata kata bahkan bahkan setiap setiap harkatnya harkatnya sesuai sesuai dengan dengan gaya gaya bahasa bahasa dan dan kehendak kehendak Al-Quran Al-Quran sendiri. sendiri. Dikatakannya, Dikatakannya, bahwa bahwa pada pada prosedur prosedur operasionalnya, operasionalnya, penafsiran penafsiran ini ini merupakan merupakan kajian kajian tematik tematik yang yang difokuskan difokuskan pada pada satu satu topik, topik, di di mana mana semua semua ayat ayat terkait terkait dikumpulkan, dikumpulkan, dan dan setelah setelah menentukan menentukan makna makna leksikalnya leksikalnya dilakukan dilakukan pengkajian pengkajian terhadap terhadap cara cara dan dan gaya gaya Al-Quran Al-Quran dalam dalam menggunakan menggunakan kata kata dan dan ungkapannya. ungkapannya. Diakuinya, Diakuinya, bahwa bahwa pendekatan pendekatan (bayânî) (bayânî) dan dan prosedur prosedur tersebut tersebut telah telah digunakan digunakan secara secara sukses sukses dan dan memuaskan memuaskan oleh oleh sebagian sebagian temannya temannya dalam dalam melakukan melakukan kajian kajian terhadap terhadap AlAlQuran tentang tema-tema yang mereka pilih untuk penulisan tesis dan disertasi (Bint Quran tentang tema-tema yang mereka pilih untuk penulisan tesis dan disertasi (Bint Syathi. Syathi. tttt :: 17-18) 17-18) Sekalipun Sekalipun kajian kajian ini ini mengoperasikan mengoperasikan kaidah-kaidah kaidah-kaidah gaya gaya bahasa bahasa Arab, Arab, tapi tapi tidak tidak berarti berarti dioperasikan dioperasikan untuk untuk mendikte mendikte atau atau membatasi membatasi makna makna Al-Quran, Al-Quran, melainkan melainkan berfungsi berfungsi untuk untuk menyingkap menyingkap tabir-tabir tabir-tabir kebahasaan kebahasaan (balaghiyah) (balaghiyah) yang yang sering sering menyelimuti menyelimuti makna. makna. Dengan Dengan demikian, demikian, makna makna itu itu muncul muncul dari dari karakter karakter kata, kata, kalimat, kalimat, konfiguratif konfiguratif dan dan gaya gaya bahasanya, bahasanya, bukan bukan sesuatu sesuatu yang yang dipaksakan dipaksakan atau atau didatangkan didatangkan dari dari luar luar dengan dengan cara cara pentakwilan pentakwilan kata kata lain. lain. Makna Makna yang yang munculpun munculpun bisa bisa melebihi melebihi makna makna 34

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS ... — [Aam Abdussalam]

yang ada dalam batas-batas kaidah kebahasaan tersebut. Betapapun kaidah-kaidah kebahasaan itu telah mapan, tetap tidak dapat membatasi kemutlakan Al-Quran yang telah disiapkan untuk memberi solusi terbaik bagi problematika kehidupan manusia sepanjang zaman. Pendekatan bayani ini dipilih oleh penulis karena memiliki kelebihan atau paling tidak dapat melakukan kajian teks dengan karakteristik sebagai berikut : a. Ayat dibiarkan bicara sendiri. Bentuk kata, bentuk kalimat dan karakter konfiguratif redaksinya dibiarkan apa adanya, dan makna dilacak dari segi gaya bahasanya; b. Kata kunci atau konsep inti dari suatu kalimat atau ayat dilacak dari makna linguistik aslinya, dan selanjutnya dibandingkan dengan makna-makna yang dikembangkan dalam Al-Quran, hadits dan penafsiran-penafsiran ulama. c. Tidak tergesa-gesa menakwilkan kata lain yang ditambahkan pada susunan AlQuran, sekalipun sifatnya penafsiran. Pendekatan ini memandang bahwa redaksi dan susunan kalimat dalam Al-Quran telah final, sempurna dan merupakan mu'jizat. Jika kaidah-kaidah yang ada sudah tidak memadai atau pengkajian belum menemukan pemahaman yang jelas, maka sesungguhnya karena keterbatasan pengetahuan dan pemahaman manusia. Di sini pengembangan kaidah kebahasaan bisa terjadi; d. Hubungan antar kalimat bahkan antar ayat yang kadang-kadang terasa seperti loncat-loncat dilacak dengan baik dan teliti, sehingga hubungan-hubungan tersebut mampu menciptakan keserasian yang indah dalam membangun suatu konsep atau pemikiran yang komprehensif dan integral; e. Generalitas makna selalu menjadi semangat kajian dengan pendekatan bayani ini. Sekalipun Al-Quran mampu berkomunikasi secara konkrit dengan situasi yang ada, generalitas maknanya merupakan jiwa dari pernyataan-pernyataannya, sebab Al-Quran disediakan sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia secara menyeluruh yang menyebrangi batas-batas ruang dan waktu. f. Dengan pendekatan bayani, tafsir-tafsir yang ada dapat dikembangkan, dikokohkan atau bahkan dikoreksi. Karena itu tafsir-tafsir yang ada harus ditempatkan sebagai kemungkinan-kemungkinan yang dapat diberikan oleh AlQuran. g. Dengan pendekatan bayani, situasi psikologis yang hidup dalam suatu kalimat atau ayat dan semangat yang dikandungnya akan terungkap tanpa pentakwilan atau penyisipan kata di luar teks asli Al-Quran. Maka dengan sendirinya, situasi komunikasi edukatif akan menampakkan benang merahnya, karena pembinaan manusia secara utuh menjadi misi utama Al-Quran itu sendiri; h. Dalam pengoperasian pendekatan bayani ini, penerapan kaidah-kaidah balaghiyah akan nampak secara dominan. Maka, makna-makna tersurat yang tersembunyi dalam bentuk kata, bentuk kalimat, pemenggalan kalimat, penggunaan kata sambung atau tanpa kata sambung menjadi bagian penting dalam analisisnya. D. LANGKAH-LANGKAH PENAFSIRAN Penafsiran Al-Quran merupakan upaya atau proses ilmiah yang harus dipertanggungjawabkan secara metodologis. Penafsiran Al-Quran tidak bisa berdasar perkiraan, melainkan harus dasar ilmu yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya. Rasulullah saw. Bersabda : Barangsiap berkata tentang Al-Quran tanpa dasar ilmu, maka ia silahkan mempersiapkan tempat tinggalnya dari api neraka. Berangkat dari dua pendekatan penafsiran di atas, dengan mengadaptasi langkah penerapan tafsir maudhu'i Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

35

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

yang dikembangkan oleh Abdul Hay Al-Farmawiy, maka langkah-langkah kajian dalam tafsir tarbawi meliputi langkah-langkah : 1. dikembangkan Menetapkan atau suatu tema atau topik dari suatu surah atau gugus yang olehmengasumsikan Abdul Hay Al-Farmawiy, maka langkah-langkah kajian dalam ayat yang akan ditafsirkan dengan melihat konsep utama yang muncul pada surah tafsir tarbawi meliputi langkah-langkah : ayat-ayatatau bersangkutan. 1. atau Menetapkan mengasumsikan suatu tema atau topik dari suatu surah atau gugus 2. Melacak linguistik asli untuk setiapkonsep kata kunci pada surah ataupada ayat surah yang ayat yangmakna akan ditafsirkan dengan melihat utama yang muncul akan ditafsirkan. Ada enam kamus yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut. atau ayat-ayat bersangkutan. adalah Al-Shahhah al-Lughah, tulisan 2. Kamus-kamus Melacak maknatersebut linguistik asli (1). untuk setiap katafiekunci pada surah atauAl-Jauhari, ayat yang tahun 1003 M. (2).Mu'jam al-Lughah, tulisan Ibn Faris, tahun 1004 M. akan ditafsirkan. Ada enam Maqâyîs kamus yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut. (3). Mufradât Alfazh al-Qur'an, tulisan Al-Asfahani, tahun 1108 M. (4)Al-Jauhari, Lisan alKamus-kamus tersebut adalah (1). Al-Shahhah fie al-Lughah, tulisan Arab, Ibn(2).Mu'jam Manzhur, tahun 1711 M. (5) Tâjtulisan al-'Arûs Jawâhir tahun tulisan 1003 M. Maqâyîs al-Lughah, Ibnmin Faris, tahunal-Qâmûs, 1004 M. tulisan Az-Zabîdî, tahun 1790. (6). Al-Mu'jam al-Wasît, tahun (3). Mufradât Alfazh al-Qur'an, tulisan Al-Asfahani, tahuntulisan 1108 Al-Najjar, M. (4) Lisan al1965. Arab, tulisan Ibn Manzhur, tahun 1711 M. (5) Tâj al-'Arûs min Jawâhir al-Qâmûs, 3. Mengkaji asep-aspek balaghiyah yangAl-Mu'jam muncul pada surah tulisan atau ayat bersangkutan. tulisan Az-Zabîdî, tahun 1790. (6). al-Wasît, Al-Najjar, tahun Kajian tersebut terutama berhubungan dengan bentuk dan jenis kata, bentuk dan 1965. kalimat, dan hubungan antar kalimat atausurah antaratau ayat.ayat Istilah-istilah dan 3. karakteristik Mengkaji asep-aspek balaghiyah yang muncul pada bersangkutan. kaidah-kaidah berhubungan dengan masalah tersebut Kajian tersebutyang terutama berhubungan dengan bentuk dan sebaiknya jenis kata, diungkapkan bentuk dan secara tertulis. Tujuannya, agar makna-makna muncul dapat karakteristik kalimat, dan hubungan antar kalimat yang atau antar ayat.daripadanya Istilah-istilah dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apabila pengkajian serupa dilakukan oleh kaidah-kaidah yang berhubungan dengan masalah tersebut sebaiknya diungkapkan pihak dengan menggunakan yang samayang akanmuncul menghasilkan makna dapat yang secaralain tertulis. Tujuannya, agarkaidah makna-makna daripadanya sama pula. dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apabila pengkajian serupa dilakukan oleh 4. Menganalisis penafsiran-penafsiran yang oleh makna tafsir-tafsir pihak lain dengan menggunakan kaidah yangtelah samadikembangkan akan menghasilkan yang terdahulu. sama pula. Tafsir-tafsir yang dianalisis diutamakan tafsir-tafsir yang banyak aspek gaya bahasa (balaghah) penafsirannya, tafsir 4. mengembangkan Menganalisis penafsiran-penafsiran yang telahdalam dikembangkan olehseperti tafsir-tafsir Zamakhsyari, al-Alusi, al-Razi, Asyur dan lain sebagainya. terdahulu. Tafsir-tafsir yang al-Biqo'i, dianalisisIbn diutamakan tafsir-tafsir yang banyak 5. Melacak surah atau ayat-ayat lain yang memiliki kaitan langsung secara konseptual mengembangkan aspek gaya bahasa (balaghah) dalam penafsirannya, seperti tafsir dengan surah yang akanal-Razi, ditafsirkan. Zamakhsyari, al-Alusi, al-Biqo'i, Ibn Asyur dan lain sebagainya. 6. hubungan atau segi-segi kaitan antara kaitan surah langsung atau ayat secara yang konseptual ditafsirkan 5. Mencari Melacak surah atau ayat-ayat lain yang memiliki dengan ayat-ayat lain sebagai penafsir. surah yang akan ditafsirkan. 7. hadists-hadist yang memberi pengayaan danayat penjelasan dalam 6. Melacak Mencari hubungan atau segi-segi kaitan antara surah atau yang ditafsirkan menafsirkan surah atau ayat bersangkutan. dengan ayat-ayat lain sebagai penafsir. 8. sikap terhadapyang penafsiran yang ada, dan pilihan yang dalam akan 7. Menentukan Melacak hadists-hadist memberi pengayaan danpenafsiran penjelasan digunakan. Apabila makna yang digunakan sesuai dengan penafisran yang ada, menafsirkan surah atau ayat bersangkutan. sebagaimana Apabila penafsiran berbeda dari 8. sebaiknya Menentukandikatakan sikap terhadap penafsiranaslinya. yang ada, dan pilihan penafsiran yang akan penafsiran yang ada, perlu dikemukakan alasan-alasan penafsirannya secara utuh. digunakan. Apabila makna yang digunakan sesuai dengan penafisran yang ada, Penafsiran-penafsiran ada dipandang sebaiknya dikatakan yang sebagaimana aslinya. sebagai Apabilakemungkinan-kemungkinan penafsiran berbeda dari kekayaan oleh Al-Quran yang sah dan absah secara metodologis. penafsiranyang yangdiberikan ada, perlu dikemukakan alasan-alasan penafsirannya secara utuh. 9. Menarik implikasi edukatif. bayani mampu masuk pada situasi psikologis Penafsiran-penafsiran yang Kajian ada dipandang sebagai kemungkinan-kemungkinan bahkan situasi edukatif yangyang hidupsah dalam suatu secara surah atau ayat. Maka kekayaan yang komunikasi diberikan oleh Al-Quran dan absah metodologis. munculnya komponen-komponen 9. dengan Menarik sendirinya, implikasi edukatif. Kajianaspek bayanidan mampu masuk pada situasipendidikan psikologis merupakan suatu konsekwensi logisyang daripadanya. Pendekatan yang bahkan situasi komunikasi edukatif hidup dalam suatu surahpaedagogis, atau ayat. Maka menempatkan konsep-konsep pendidikan yang berkembang dewasa ini sebagai dengan sendirinya, munculnya aspek dan komponen-komponen pendidikan instrumen, penguat dan label atau istilah bagi maknamerupakan menjadi suatu konsekwensi logispemberian daripadanya. Pendekatan paedagogis, yang maknanya. Secara metodologis, dilâlah muthâbaqah, dilâlah tadhommun, dan menempatkan konsep-konsep pendidikan yang berkembang dewasa ini sebagai dilalah iltizâm adalah penguat makna-makna yang lazim label diangkat Al-Quran. instrumen, menjadi dan pemberian ataudariistilah bagi Al-Sa'di makna(I:28) memandang kaidah-kaidah merupakan yang sangat maknanya. Secara bahwa metodologis, dilâlah tersebut muthâbaqah, dilâlahkaidah tadhommun, dan penting bermanfaat dalam menafsirkan dilalah dan iltizâm adalah makna-makna yang Al-Quran. lazim diangkat dari Al-Quran. Al-Sa'di (I:28) memandang bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan kaidah yang sangat penting dan bermanfaat dalam menafsirkan Al-Quran. 36

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS ... — [Aam Abdussalam]

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI E.1. KESIMPULAN Kesimpulan DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan a. Tafsir tarbawi adalah kajian sistimatis terhadap sumber-sumber ke-Islaman, a. khusunya Tafsir tarbawi adalahdan kajian sistimatis terhadap sumber-sumber ke-Islaman, Al-Quran Sunnah, yang dikembangkan dengan menggunakan khusunya Al-Quran dan dan Sunnah, yang dikembangkan dengan cara pandang paedagogik diarahkan untuk membangun ilmumenggunakan pendidikan cara pandang paedagogik dan diarahkan untuk membangun ilmu pendidikan Islam dalam rangka melandasi, memaknai dan mengarahkan seluruh komponen Islam dalam rangka melandasi, memaknai dan mengarahkan seluruh komponen dan proses pendidikan. dan proses pendidikan. b. Untuk pengembangan tafsir tarbawi paling tidak memerlukan dua pendekatan, b. yaitu Untukpendekatan pengembangan tafsir tarbawi paling tidak memerlukan dua pendekatan, paedagogis dan pendekatan bayani. Pendekatan paedagogis yaitu pendekatan paedagogis dan pendekatan bayani. Pendekatan paedagogis adalah cara pandang kependidikan yang dikembangkan dalam menghampiri dan adalah caraayat pandang kependidikan yang dikembangkan dalam menghampiri dan memahami atas dasar asumsi bahwa pendidikan merupakan misi utama Almemahami ayat atas dasar asumsi bahwa pendidikan merupakan misi utama AlQuran. Sedangkan pendekatan bayani adalah cara memasuki ayat dengan Quran. Sedangkan pendekatan bayani adalah cara memasuki ayat dengan mengoperaikan kaidah-kaidah gaya bahasa Arab agar pemahaman mampu mengoperaikan kaidah-kaidah Arabdalam agarayat. pemahaman mampu masuk ke dalam situasi psikologisgaya yangbahasa terkandung masuk ke dalam situasi psikologis yang terkandung dalam ayat. c. Pengembangan tafsir tarbawi yang tepat dan komprehensif akan menjadi solusi c. atas Pengembangan tafsir tarbawi kontemporer yang tepat dan komprehensif akanpengembangan menjadi solusi problematika pendidikan yang muncul akibat atas problematika pendidikan kontemporer yang muncul akibat pengembangan dan implementasi konsep pendidikan sekuler. dan implementasi konsep pendidikan sekuler. 2. Rekomendasi 2. a.Rekomendasi Pengembangan tafsir tarbawi sampai saat ini masih sedang mencari bentuk. a. Secara Pengembangan tafsir muncul tarbawi sejak sampaitahun saat 1970, ini masih bentuk. tematis telah tapi sedang masih mencari bersifat parsial. Secara tematis telah muncul sejak tahun 1970, tapi masih bersifat Artinya bahwa ayat yang dikaji untuk mendukung tema yang dibahas parsial. masih Artinya bahwa ayat yang dikaji untuk mendukung tema yang dibahas masih belum menyeluruh. Akibatnya kesimpulannya pun tidak cukup mencakup belum menyeluruh. Akibatnya kesimpulannya pun tidak cukup mencakup seluruh permasalahannya. Oleh karena itu, masih perlu pengembangan tafsir seluruh secara permasalahannya. karena itu, masih yang perlu telah pengembangan tafsir tarbawi tematis, baikOleh menyangkut tema-tema dikaji terdahulu tarbawi secara tematis, baik menyangkut tema-tema yang telah dikaji terdahulu maupun tema-tema baru sesuai perkembangan kebutuhan. maupun tema-tema sesuai perkembangan kebutuhan.ini. Pengkajian konsep b. Tafsir tarbawi tahlilibaru (analitis) baru muncul akhir-akhir b. dan Tafsir tarbawi tahlili (analitis) baru muncul akhir-akhir ini. Pengkajian konsep komponen pendidikan dari ayat masih belum menampakkan metodologi dan dan komponen pendidikan dari ayat masih belum menampakkan metodologi dan hasil yang jelas. Konsep pendidikan yang dihasilkan baru bersifat implikatif, hasil yang jelas. Konsep pendidikan yang dihasilkan baru bersifat implikatif, tidak diturunkan dari ayat secara jelas sesuai metodologi tafsir yang absah. Dua tidak diturunkan dari ayat secara metodologi tafsir yang absah. Dua pendekatan yang penafsiran di atasjelas bisa sesuai menjadi jawaban atas kelemah tersebut. pendekatan yang penafsiran di atas bisa menjadi jawaban atas kelemah tersebut.

REFERENSI REFERENSI Al-Quran al-Karim dan terjemah Al-Quran Abdurrahaman al-Karim dan terjemah Abdullah, Shaleh. (1991) Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut alAbdullah, Abdurrahaman Shaleh. (1991) Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut alQuran serta Implementasinya, Bandung: Diponegoro Quran serta Implementasinya, Bandung: Diponegoro Abdul Fatah Jalal, (1988),: Azas Pendidikan Islam, (Terjemah: Herry Noer Ali), Bandung : Abdul Diponegoro. Fatah Jalal, (1988),: Azas Pendidikan Islam, (Terjemah: Herry Noer Ali), Bandung : Diponegoro. Abu al-Qâsim, t.th. Al-Râgib al-Ashfahânî. “Mufradât Alfazh al-Qur’ân”. Al-Maktabah Abu al-Qâsim, t.th. Al-Râgib al-Ashfahânî. “Mufradât Alfazh al-Qur’ân”. Al-Maktabah al-Syâmilah. Damaskus: Dar al-Qalam. al-Syâmilah. Damaskus: Dar al-Qalam. Aisyah Abdurrahmân Bint al-Syâthî, Al-Tafsîr al-Bayânî li al-Qur’ân al-Karîim, (t.t : Dar Aisyahal-Ma’arif. Abdurrahmân t.th),Bint cet.al-Syâthî, ke-5, hlm.Al-Tafsîr 17-18. al-Bayânî li al-Qur’ân al-Karîim, (t.t : Dar al-Ma’arif. t.th), cet. ke-5, hlm. Al-Baidhowî, Nashiruddîn. t.th “Anwar17-18. al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl”. Al-Maktabah alAl-Baidhowî, Nashiruddîn. t.th “Anwar al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl”. Al-Maktabah alSyâmilah. t.t. t.tp. Syâmilah. t.t. t.tp.bin Nashir bin. 2000. Taisîr al-Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm Al-Sa’dî, Abdurrahmân Al-Sa’dî, Abdurrahmân bin Nashir bin.Żahd. 2000. Taisîr al-Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannân. t.t. : Majma’ Malik al-Mannân. t.t. : Majma’ Malik Żahd. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

37

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

Al-Maududi, Abul A'la, (1969), Al-Mabadi al-Asasiyah li Fahmil Quran. Jakarta: AlMajlisul 'ala al-Indunisi lid-Da'wah al-Islamiyah. Al-Nahlawi, Abdurrahman, (1989), Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat. Bandung: Diponegoro Ghazâlî, Muhammad. 2008. Al-Qur’ân Kitab Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan Kitab Suci dalam Konteks Masa Kini. terj. Masykur Hakîm. Bandung: Mizan Pustaka. Harun Nasutian, (1989), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. DR. Harun Nasution. Bandung: Mizan Muhammad Al-Alusi, (tt),: Ruhul Ma'ani fie Tafsiril Quranil Karim. Bairut: Dar Ihya Turasts al-Islami. Mujib, Abdul dan Mudzakkir. Jusuf. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Predana Media. Nasution, Harun. 1995. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan. Tafsir, Ahmad. 2006. Fislsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani. Rohani dan Kalbu. Bandung: Remaja Rosdakarya. Zakariyâ, Abu al-Husain Ahmad Ibn Żâris. 1979. “Mu’jam Maqâyîs al-Lugah”. AlMaktabah al-Syâmilah.t.t: Dar al-Fikr.

38

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL (Best Practice di SD Islam Ibnu Sina Bandung) Abas Asyafah Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT This study starts from the question: “How Full Day School model is developed from best practice of Ibnu Sina Islamic Elementary School, Bandung?.” This main problem is then focused into some questions, such as: (1) how is the overview of educational institution of Ibnu Sina Islamic Elementary School, Bandung? (2) how is the overview of the educational interaction in this school? (3) how is the pattern of Islamic personality development conducted in this school?. The results of this investigation can be used to develop Full Day School model which is recently studied in Indonesia. This study employs a descriptive method with qualitative approach. The object of this research is Ibnu Sina Elementary Islamic School (Islamic Full Day School) which is located in Lembah Asri Street No. 1 Bandung. The data are collected with interview, observation, and documentation technic. The data collected are analyzed and described.

Key Word: Elementary School and Islamic Full Day School. ABSTRAK Studi ini berawal dari masalah pokok "Bagaimana model Full Day School dikembangkan dari best practice SD Islam Ibnu Sina Bandung? Lalu masalah pokok ini difokuskan lagi menjadi: (1) Bagaimana gambaran lembaga pendidikan SD Islam Ibnu Sina Bandung? (2) Bagaimana gambaran interaksi edukatif pada SD tersebut? (3) Bagaimana pola pengembangan kepribadian Islami yang dilksanakan di SD tersebut?, sehingga keseluruhan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan model Full Day School yang akhir-akhir ini di Indonesia sedang banyak dipelajari. Kajian ini menggunakan metoda deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Objek penelitian ini adalah SD Ibnu Sina (Islamic Full Day School) yang beralamat di Jalan Lembah Asri No. 1 Bandung. Adapun teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan wawancara, observasi serta pemanfaatan dokumentasi. Setelah data diperoleh lalu dianalisis dan menghasilkan deskriftif tentang Model Full Day School.

Kata Kunci: Sekolah Dasar dan Islamic Full Day School. A. PENDAHULUAN Akhir-akhir ini full day school sedang ramai dibicarakan di negeri ini, terutama pasca menteri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melontarkan wacana ini. Masyarakat muslim juga ramai membicarakan model Islamic full day shool yang sesungguhnya sudah banyak lembaga yang melaksanakannya. Upaya pendidikan memang jangkauannya luas, karena pendidikan tidak hanya bersifat mengajar dalam arti hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, melainkan -dan ini yang lebih penting- membina atau mengembangkan kepribadian peserta didik itu, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, baik yang sifatnya kurikuler maupun non kurikuler. Seluruh aspek kejiwaan (kognitif, afektif dan psikomotor) harus berkembang secara padu, harmonis dan seimbang. Penekanan hanya pada salah satu aspek saja berarti tidak mendidik manusia Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

39

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

secara secara kaffah kaffah (sempurna), (sempurna), dan dan akan akan mengakibatkan mengakibatkan disharmoni disharmoni yang yang akan akan menimbulkan menimbulkan perilaku yang merugikan dirinya dan juqa masyarakatnya. Pada kebanyakan Sekolah perilaku yang merugikan dirinya dan juqa masyarakatnya. Pada kebanyakan Sekolah Dasar Dasar (SD) (SD) di di Nusantara Nusantara ini ini belum belum memanfaatkan memanfaatkan waktu waktu di di luar luar jam jam pelajaran pelajaran (akademik) (akademik) pada pada sore hari, walaupun ada juga yang sudah memanfaatkannya namun belum terkoordinasikan sore hari, walaupun ada juga yang sudah memanfaatkannya namun belum terkoordinasikan secara secara baik. baik. Dalam Dalam keadaan keadaan seperti seperti ini, ini, diperlukan diperlukan suatu suatu pendekatan pendekatan yang yang cocok cocok untuk untuk itu, itu, pendekatan yang sudah dan sedang dilaksanakan perlu diperkaya, best practice dari pendekatan yang sudah dan sedang dilaksanakan perlu diperkaya, best practice dari lembaga lembaga yang yang sudah sudah melaksanakan melaksanakan dipandang dipandang perlu perlu digali digali dan dan dipublikasikan, dipublikasikan, sehingga sehingga semakin banyak "menu" yang dapat dipilih sebagai alternatif untuk memperbaiki semakin banyak "menu" yang dapat dipilih sebagai alternatif untuk memperbaiki praktik praktik pendidikan. pendidikan. SD SD Ibnu Ibnu Sina Sina lahir lahir sebagai sebagai respon respon atas atas kebutuhan kebutuhan masyarakat masyarakat (khususnya (khususnya para para orang orang tua, ayah dan ibu karir) yang sehari-harinya sibuk bekerja. Mereka mengharapkan tua, ayah dan ibu karir) yang sehari-harinya sibuk bekerja. Mereka mengharapkan macam macam pendidikan pendidikan dasar dasar yang yang unggul unggul dalam dalam berbagai berbagai aspek, aspek, lembaga lembaga pendidikan pendidikan yang yang mampu mampu menggantikan tanggung jawab orang tua dan menggantikan kehadirannya di tengah-tengah menggantikan tanggung jawab orang tua dan menggantikan kehadirannya di tengah-tengah anak-anaknya anak-anaknya tatkala tatkala sibuk sibuk bekerja, bekerja, lembaga lembaga pendidikan pendidikan yang yang mampu mampu memberikan memberikan dasardasardasar dasar kepribadian kepribadian Islami Islami untuk untuk pendidikan pendidikan lanjutannya, lanjutannya, serta serta mampu mampu bersaing bersaing dalam dalam seleksi masuk SLTP unggulan di tengah persaingan yang semakin ketat. Lembaga seleksi masuk SLTP unggulan di tengah persaingan yang semakin ketat. Lembaga ini ini patut patut dikaji dikaji sebagai sebagai model model SD SD Islamic Islamic Full Full Day Day School School untuk untuk pengembangan pengembangan kepribadian kepribadian Islami. Islami. Adapun Adapun masalah masalah umum umum yang yang timbul timbul adalah; adalah; Bagaimana Bagaimana gambaran gambaran umum umum SD SD Ibnu Ibnu Sina Sina (Islamic (Islamic Full Full Day Day School) School) yang yang dijadikan dijadikan sebagai sebagai "kasus"? "kasus"? Dari Dari masalah masalah ini ini dikembangkan dikembangkan beberapa beberapa pertanyaan pertanyaan penelitian penelitian (Research (Research Question): Question): 1) 1) Bagaimana Bagaimana gambaran gambaran umum umum lokasi lokasi sekolah? sekolah? 2) 2) Bagaimana Bagaimana gambaran gambaran umum umum personil personil Sekolah? Sekolah? 3) 3) Bagaimana gambaran umum sarana dan prasarana Sekolah? Untuk mengetahui Bagaimana gambaran umum sarana dan prasarana Sekolah? Untuk mengetahui gambaran gambaran tentang tentang interaksi interaksi edukatif, edukatif, maka maka diajukan diajukan pertanyaan pertanyaan penelitian penelitian 4) 4) Bagaimana Bagaimana pengajarannya pengajarannya ?? 5) 5) Bagaimana Bagaimana pengaturan pengaturan waktunya waktunya ?? 6) 6) Bagaimana Bagaimana hubungan hubungan murid murid dengan sesamanya, guru, dan pimpinan Sekolah? Sedangkan untuk mengetahui gambaran dengan sesamanya, guru, dan pimpinan Sekolah? Sedangkan untuk mengetahui gambaran tentang tentang pembinaan/pengembangan pembinaan/pengembangan kepribadian kepribadian Islami, Islami, maka maka pertanyaan pertanyaan inti inti penelitian penelitian yang diajukan adalah: 7) Bagaimana pola pembinaan nilai mencintai ilmu pengetahuan? yang diajukan adalah: 7) Bagaimana pola pembinaan nilai mencintai ilmu pengetahuan? 8) 8) Bagaimana Bagaimana pola pola pembinaan pembinaan nilai nilai keikhlasan keikhlasan beramal beramal ?? 9) 9) Bagaimana Bagaimana pola pola pembinaan pembinaan nilai kesederhanaan ? 10) Bagaimana pola pembinaan nilai kedisiplinan ? nilai kesederhanaan ? 10) Bagaimana pola pembinaan nilai kedisiplinan ? 11) 11) Bagaimana Bagaimana pola pola pembinaan pembinaan nilai nilai kernandirian kernandirian ?? dan dan 12) 12) Bagaimana Bagaimana pola pola pembinaan pembinaan nilai nilai rehabilitasi? rehabilitasi? Sedangkan Sedangkan tujuan tujuan kajian kajian ini ini adalah adalah untuk untuk mendapatkan mendapatkan gambaran gambaran tentang tentang pola pola pengembangan kepribadian Islami di SD Ibnu Sina sebagai embrio untuk pengembangan pengembangan kepribadian Islami di SD Ibnu Sina sebagai embrio untuk pengembangan Islamic Islamic Full Full Day Day School. School. Hal Hal ini ini perlu perlu dilakukan, dilakukan, karena karena hasilnya hasilnya dapat dapat digunakan digunakan oleh oleh beberapa beberapa kalangan, kalangan, antara antara lain: lain: 1) 1) SD SD yang yang bersangkutan bersangkutan dapat dapat melihat melihat gambaran gambaran tentang tentang kegiatan-kegiatan kegiatan-kegiatan pengembangan pengembangan kepribadian kepribadian Islami Islami yang yang mungkin mungkin mereka mereka sendiri sendiri belum belum menyadarinya, menyadarinya, para para pengelola pengelola pendidikan pendidikan dapat dapat mempertahankan mempertahankan dan dan bahkan bahkan meningkatkan meningkatkan kegiatan-kegiatan kegiatan-kegiatan yang yang dipandang dipandang baik baik untuk untuk pengembangan pengembangan kepribadian kepribadian Islami Islami serta serta memperbaiki memperbaiki hal-hal hal-hal yang yang dinilai dinilai kurang kurang kondusif, kondusif, dan dan 2) 2) Dengan Dengan ditemukannya pola pengembangan kepribadian Islami di SD ini dapat memperkaya ditemukannya pola pengembangan kepribadian Islami di SD ini dapat memperkaya alternatif alternatif cara cara pembinaan pembinaan keagamaan keagamaan di di lembaga-lembaga lembaga-lembaga pendidikan pendidikan lain lain terutama terutama untuk untuk pengembangan Islamic Full Day School. pengembangan Islamic Full Day School. B. B. KAJIAN KAJIAN KONSEPTUAL KONSEPTUAL Yusuf Yusuf dan dan Nurihsan Nurihsan (2007: (2007: 5) 5) menuliskan menuliskan teori teori kepribadian kepribadian sebagai sebagai “perangkat “perangkat asumsi tentang kualitas tingkah laku manusia beserta definisi empirisnya”. Terkait asumsi tentang kualitas tingkah laku manusia beserta definisi empirisnya”. Terkait dengan dengan pengembangan pengembangan kepribadian kepribadian seorang seorang anak anak di di sekolah, sekolah, Mahfudz Mahfudz (2001: (2001: 153) 153) menyatakan menyatakan 40

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL ... — [Abas Asyafah]

bahwa ketika anak masuk sekolah, pada saat itulah pengaruh-pengaruh sekolah dan masyarakat yang lebih luas mulai efektif berlaku dalam mengembangkan kepribadiannya dan membentuk sistemnya yang bersifat moral maupun sosial. Pada lingkungan sekolah, terjadi pengaruh-pengaruh pengajaran, pencerdasan, panutan yang baik, situasi-situasi sosial, dan pola kehidupan yang secara umum mendominasi kepribadian anak, bertemu dengan pengaruh-pengaruh fitrah, keturunan, serta lingkungan rumah tangga, dan juga dengan fenomena-fenomena perkembangan jasmani dan akal. Adapun pola kepribadian dapat dirujuk pendapat Hurlock (1986:20) bahwa pola kepribadian seseorang itu merupakan satu penyatuan struktur yang multi dimensi yang terdiri atas “self-concept” sebagai inti dan “traits” sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respons. Salah satu “trait” yang besar pengaruhnya terhadap “self concept” sebagaimana dinyatakan Hurloch (1986:20) adalah “religious afiliation”. Adlany (https://teosophy. wordpress.com/2009/11/26) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kesempurnaan perbuatan insan dan kepercayaan kepada Tuhan (agama). Semakin tinggi kepercayaannya kepada Tuhan maka semakin intens pula hubungannya kepada-Nya, dan ini berkonsekuensi pada semakin sempurna pengamalannya atas ajaran-ajaran agama. Selanjutnya, walaupun sepintas lalu kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun banyak hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan. Perubahan tersebut terutama dipengaruhi oleh faktor fisik dan lingkungan (Yusuf dan Nurihsan (2007:11). Menurut Mujib (2007:388) bahwa pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua pendekatan, 1) pendekatan konten (materi) yaitu serangkaian metode dan materi dalam pengembangan kepribadian yang secara hirarkis dilakukan oleh individu, dari jenjang terendah menuju jenjang yang paling tinggi untuk peningkatan kepribadiannya, asumsinya adalah fastabiqul khairaat; 2) pendekatan rentang kehidupan, yaitu serangkaian prilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia, asumsinya adalah bahwa dalam setiap rentang kehidupan, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus diperankan menurut jenjang usia. C. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN Studi ini menggunakan metoda deskriptif, pendekatan kualitatif dan dengan teknik observasi, wawancara, studi dokumenter serta dilengkapi dengan kajian pustaka maka diperoleh temuan-temuan objektif-empirik dari lapangan dengan penelusuran data untuk memecahkan permasalahan sampai pada fokus masalah. Data dari lapangan tersebut setelah diolah, kemudian dianalisis dan dibahas. D. TEMUAN DAN PEMBAHASAN 1. Latar Belakang Pendirian SD Ibnu Sina Sebagaimana telah dituliskan di atas, bahwa berdirinya SD Ibnu Sina sebagai respons terhadap dampak globalisasi dan derasnya arus informasi yang menghajatkan SDM masa depan yang siap bersaing, mampu menjawab berbagai tantangan sains dan teknologi sekaligus pula dapat menepis berbagai kendala negatif yang akan muncul. Hal tersebut di atas terasa menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak untuk segera diwujudkan, salah satunya melalui lembaga pendidikan SD unggul (RQ 1a). Sebagai SD unggul diharapkan menjadi pondasi awal melahirkan SDM yang berkualitas. Umumnya, SD yang ada dinilai belum dapat memenuhi kebutuhan dan tantangan, karena belum tersentuh berbagai aspek kepribadian dan nilai-nilai secara maksimal dalam proses belajar mengajar pada anak didik Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

41

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

khususnya di di tingkat tingkat dasar dasar dikarenakan dikarenakan pendidikan pendidikan dasar dasar kita kita secara secara umum: umum: a) a) belum belum khususnya banyak berbicara tentang penguasaan sains dan teknologi; b) kurang memberi peluang banyak berbicara tentang penguasaan sains dan teknologi; b) kurang memberi peluang ruang kreatif kreatif dan dan inovatif inovatif yang yang makin makin besar; besar; c) c) tidak tidak mengakar mengakar pada pada tradisi-tradisi tradisi-tradisi ruang keilmuan yang yang berpandangan berpandangan ke ke depan; depan; d) d) belum belum membentuk membentuk budaya budaya berani berani bersaing; bersaing; e) e) keilmuan output pendidikannya belum berbicara tentang etos Islami; dan f) tidak membina output pendidikannya belum berbicara tentang etos Islami; dan f) tidak membina kepribadian Islami Islami secara secara kaffah. kaffah. (RQ (RQ 1b) 1b) kepribadian Lebih sepesifik sepesifik lagi, lagi, menurut menurut salah salah seorang seorang pendiri pendiri SD SD Ibnu Ibnu Sina Sina (RQ (RQ 01, 01, c) c) lahirnya lahirnya Lebih lembaga pendidikan SD Ibnu Sina karena terdorong oleh: Pertama, kebutuhan lembaga lembaga pendidikan SD Ibnu Sina karena terdorong oleh: Pertama, kebutuhan lembaga pendidikan yang yang mampu mampu memberikan memberikan jawaban jawaban atas atas kebutuhan kebutuhan dan dan harapan harapan masyarakat masyarakat pendidikan (para orang tua muslim karir) yang sehari-harinya sibuk bekerja, yakni mengharapkan (para orang tua muslim karir) yang sehari-harinya sibuk bekerja, yakni mengharapkan pendidikan dasar dasar yang yang unggul unggul dalam dalam berbagai berbagai aspek, aspek, yang yang mampu mampu menggantikan menggantikan tanggung tanggung pendidikan jawab orang tua dan menggantikan kehadirannya di tengah-tegah anak-anaknya tatkala jawab orang tua dan menggantikan kehadirannya di tengah-tegah anak-anaknya tatkala sibuk bekerja, lembaga pendidikan yang mampu memberikan dasar-dasar kepribadian sibuk bekerja, lembaga pendidikan yang mampu memberikan dasar-dasar kepribadian Islami untuk untuk pendidikan pendidikan lanjutannya, lanjutannya, serta serta mampu mampu bersaing bersaing dalam dalam seleksi seleksi masuk masuk SLTP SLTP Islami unggulan ditengah persaingan yang semakin ketat. Kedua, memberikan lapangan unggulan ditengah persaingan yang semakin ketat. Kedua, memberikan lapangan pekerjaan dan dan peluang peluang kepada kepada para para sarjana sarjana (lulusan (lulusan PT) PT) yang yang ingin ingin mengabdikan mengabdikan ilmunya ilmunya pekerjaan dalam bidang pendidikan. Ketiga, ikut serta membangun bangsa dan mencerdaskan anak dalam bidang pendidikan. Ketiga, ikut serta membangun bangsa dan mencerdaskan anak bangsa bersama bersama pemerintah pemerintah melalui melalui pendidikan pendidikan dasar dasar Islami Islami yang yang memiliki memiliki keunggulan keunggulan bangsa dalam berbagai aspek. dalam berbagai aspek. 2. Sistem Sistem Pendidikan Pendidikan SD SD Ibnu Ibnu Sina Sina 2. Secara umum umum SD SD Ibnu Ibnu Sina Sina merupakan merupakan suatu suatu sistem sistem dan dan sifatnya sifatnya terbuka. terbuka. Amirin Amirin Secara (1984:30) mendefinisikan bahwa sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dengan (1984:30) mendefinisikan bahwa sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan dengan lingkungannya; komponen-komponennya komponen-komponennya dibiarkan dibiarkan mengadakan mengadakan hubungan hubungan keluar keluar dari dari lingkungannya; "batas luar" luar" sistem. sistem. SD SD Ibnu Ibnu Sina Sina sebagai sebagai sistem sistem terbuka terbuka memiliki memiliki ciri-ciri ciri-ciri yang yang unik, unik, "batas yaitu mempunyai masukan (input) dan keluaran (out put), memelihara dirinya dalam yaitu mempunyai masukan (input) dan keluaran (out put), memelihara dirinya dalam keadaan yang yang stabil stabil (steady (steady state), state), mengatur mengatur diri diri sendiri sendiri (self (self regulation), regulation), mempunyai mempunyai keadaan kapasitas untuk memperoleh hasil yang sama dari kondisi yang berbeda dan oleh oleh kapasitas untuk memperoleh hasil yang sama dari kondisi yang berbeda dan penggunaan proses proses yang yang berbeda berbeda (equifinality), (equifinality), memelihara memelihara dirinya dirinya melalui melalui interaksi interaksi dari dari penggunaan sub-sub sistem yang fungsional (interaksi dinamic), memelihara dirinya melalui umpan sub-sub sistem yang fungsional (interaksi dinamic), memelihara dirinya melalui umpan balik (feed (feed back), back), adanya adanya pemisahan pemisahan diri diri (regregasi) (regregasi) yang yang progresif progresif dan dan mekanismenya mekanismenya balik juga progresif, serta adanya usaha untuk melawan entropi kehancuran (negentropi). SD juga progresif, serta adanya usaha untuk melawan entropi kehancuran (negentropi). SD Ibnu Sina memiliki bagian-bagian yang terdiri dari piranti keras (hardware) dan piran Ibnu Sina memiliki bagian-bagian yang terdiri dari piranti keras (hardware) dan piran lurtak (software) (software) yang yang terhimpun terhimpun dan dan tergantung tergantung satu satu sama sama lainnya, lainnya, menurut menurut aturan aturan lurtak tertentu dan semuanya berproses untuk mencapai tujuan penyelenggaraan sekolah. Dengan tertentu dan semuanya berproses untuk mencapai tujuan penyelenggaraan sekolah. Dengan demikian kita kita dapat dapat melihat melihat adanya adanya unsur-unsur unsur-unsur murid, murid, pimpinan pimpinan sekolah, sekolah, para para guru, guru, tata tata demikian tertib, buku-buku pelajaran, sarana dan prasarana pendidikan, lingkungan sosial sekolah, tertib, buku-buku pelajaran, sarana dan prasarana pendidikan, lingkungan sosial sekolah, lingkungan alam alam sekolah, sekolah, dan dan lain-lain. lain-lain. lingkungan Adapun visi SD Ibnu Sina adalah adalah "Menjadi "Menjadi lembaga lembaga Pendidikan Pendidikan Dasar Dasar Islami Islami Adapun visi SD Ibnu Sina unggulan, terpadu terpadu dan dan terkemuka terkemuka yang yang mendapat mendapat pengakuan pengakuan dan dan dukungan dukungan masyarakat masyarakat unggulan, dalam rangka mempersiapkan anak didik yang berkualitas melalui pembinaan anak-anak dalam rangka mempersiapkan anak didik yang berkualitas melalui pembinaan anak-anak usia sekolah dasar" (RQ 01, e). Sedangkan misinya dapat dirinci sebagai berikut: usia sekolah dasar" (RQ 01, e). Sedangkan misinya dapat dirinci sebagai berikut: a. Menyelenggarakan Menyelenggarakan program program Pendidikan Pendidikan Dasar Dasar Islami Islami unggulan unggulan dan dan terpadu terpadu yang yang dapat dapat a. dijadikan sebagai wadah pendidikan dan pembinaan anak usia SD sebagai pondasi dijadikan sebagai wadah pendidikan dan pembinaan anak usia SD sebagai pondasi awal dalam dalam menumbuhkembangkan menumbuhkembangkan iman, iman, ilmu ilmu dan dan amal. amal. awal b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan berperan sebagai sebagai sumberdaya sumberdaya b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan berperan pendidikan dasar dasar Islami Islami yang yang berkualitas. berkualitas. pendidikan 42

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL ... — [Abas Asyafah]

Sejalan dengan latar belakang berdirinya SD Ibnu Sina, maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: Pertama,berdirinya menghasilkan lulusan a) Sejalan dengan latar belakang SD Ibnu Sina,berkualitas maka tujuanyang yangbercirikan: ingin dicapai memiliki aqidah benar dan kuat; b) beribadah benar dan istiqomah; c) berakhlak mulia; d) adalah sebagai berikut: Pertama,berdirinya menghasilkan lulusan a) Sejalan dengan latar belakang SD Ibnu Sina, berkualitas maka tujuanyang yangbercirikan: ingin dicapai memiliki wawasan yang luas; e) kreatif dan inovatif; f) cakap/terampil; dan g) memiliki aqidahberikut: benar dan kuat; b)menghasilkan beribadah benar dan istiqomah; berakhlak mulia; a) d) adalah sebagai Pertama, lulusan berkualitasc) yang bercirikan: berkepribadian Islami. Kedua, membantu dan inovatif; bersama f)pemerintah dalam dan upaya memiliki wawasan yang luas; e) kreatif dan cakap/terampil; g) memiliki aqidah benar dan kuat; b) beribadah benar dan istiqomah; c) berakhlak mulia; d) menyukseskan program wajib belajar 9 tahun, dengan memberikan program bea siswa bagi berkepribadian Islami. membantu dan inovatif; bersama f)pemerintah dalam dan upaya memiliki wawasan yangKedua, luas; e) kreatif dan cakap/terampil; g) siswa berprestasi yang kurang mampu. (RQ 01; f). Visi, misi, danprogram tujuan tersebut di bagi atas menyukseskan program wajib belajar 9 tahun, dengan memberikan bea siswa berkepribadian Islami. Kedua, membantu dan bersama pemerintah dalam upaya dicerminkan dengan logo SD Ibnu Sina sebagai berikut (RQ 01; g): siswa berprestasi yang kurang mampu. (RQ 01; f). Visi, misi, danprogram tujuan tersebut di bagi atas menyukseskan program wajib belajar 9 tahun, dengan memberikan bea siswa dicerminkan dengan logo SD Ibnu Sina sebagai berikut (RQ 01; g): siswa berprestasi yang kurang mampu. (RQ 01; f). Visi, misi, dan tujuan tersebut di atas dicerminkan dengan logo SD Ibnu Sina sebagai berikut (RQ 01; g):

SD Ibnu Sina memiliki keunikan dalam sistem pendidikan, yaitu merupakan sekolah terpadu, full day keunikan school. Sekolah terpadu, artinya adanya dalam SDdan IbnuIslamic Sina memiliki dalam sistem pendidikan, yaitu keterpaduan merupakan sekolah hal-hal materi,Islamic pembinaan, operasional, keterpaduan antara kurikulum baku nasionaldalam yang terpadu, full day school. Sekolah terpadu, artinya adanya keterpaduan SD dan Ibnu Sina memiliki keunikan dalam sistem pendidikan, yaitu merupakan sekolah berlaku dengan sistem pendekatan islami, pengintegrasian antara pendidikan agama dan hal-hal materi, pembinaan, operasional, keterpaduan antara kurikulum nasionaldalam yang terpadu, dan Islamic full day school. Sekolah terpadu, artinya adanya baku keterpaduan umum diperkaya oleh kurikulum yayasan yang sesuai kebutuhan, serta berlakudengan denganpembinaan, sistem pendekatan islami, pengintegrasian antaradengan pendidikan agamayang dan hal-hal materi, operasional, keterpaduan antara kurikulum baku nasional (RQ 01; h) keterpaduan pembinaan baik kognitif, afektif dan psikomotornya. umum dengan diperkaya oleh kurikulum yayasan yang sesuai dengan kebutuhan, serta berlaku dengan sistem pendekatan islami, pengintegrasian antara pendidikan agama dan (RQ 01;kebutuhan, h) karakteristik keterpaduan pembinaan baik afektif dan psikomotornya. Adapun Islamic Full-Day School artinya SD Ibnu Sinadengan memiliki umum dengan diperkaya olehkognitif, kurikulum yayasan yang sesuai serta sebagai berikut: 1) Penyelenggaraan pendidikan sekolah dengan spirit dan nuansa nilai01; h) karakteristik keterpaduan baik kognitif, afektif dan psikomotornya. Adapunpembinaan Islamic Full-Day School artinya SD Ibnu Sina(RQ memiliki nilai ajaran Islam dalam berbagai aspeknya. Para murid ditempatkan pada suatu sebagai berikut:Islamic 1) Penyelenggaraan pendidikan dengan dan nuansa nilaiAdapun Full-Day School artinya sekolah SD Ibnu Sina spirit memiliki karakteristik lingkungan pendidikan yang memiliki nuansa kehidupan islami secara maksimal baik nilai ajaran Islam dalam berbagai aspeknya. Para murid ditempatkan pada suatu sebagai berikut: 1) Penyelenggaraan pendidikan sekolah dengan spirit dan nuansa nilaikuantitas maupun kualitasnya. 2) Pesertanuansa didik dapat berinteraksi secara maksimal edukatif lebih lingkungan yangberbagai memiliki islami secara baik nilai ajaran pendidikan Islam dalam aspeknya. kehidupan Para murid ditempatkan pada suatu lama (sehari penuh dari pukul 08.00 s.d. 16.00 Wib) dengan para pendidik dan lingkungan kuantitas maupun kualitasnya. 2) Peserta didik dapat berinteraksi secara edukatif lebih lingkungan pendidikan yang memiliki nuansa kehidupan islami secara maksimal baik pendidikan, sehingga transformasi nilai ilmu dapat lebihpara optimal. 3) Meminimalkan lama (sehari penuhkualitasnya. dari pukul 08.00 s.d. dan 16.00 dengan pendidik lingkungan kuantitas maupun 2) Peserta didikWib) dapat berinteraksi secaradan edukatif lebih dampak negatif yang timbul dari semakin deras dan transparannya informasi dan budaya. pendidikan, sehingga transformasi nilai dan ilmu dapat lebih optimal. 3) Meminimalkan lama (sehari penuh dari pukul 08.00 s.d. 16.00 Wib) dengan para pendidik dan lingkungan (RQ 01; i) dampak negatif yang timbul dari semakin deras transparannya informasi dan budaya. pendidikan, sehingga transformasi nilai dan ilmudan dapat lebih optimal. 3) Meminimalkan (RQ 01; i) Pola Pendidikan SD Ibnu Sina adalahderas terpadu, dan berkesinambungan, yaitu dampak negatif yang timbul dari semakin dandinamis transparannya informasi dan budaya. proses pendidikan universal, komprehensif dan integral untuk memelihara fitrah, (RQ 01; i) Pola Pendidikan SD Ibnu Sina adalah terpadu, dinamis dan berkesinambungan, yaitu menumbuhkembangkan dan memperbaiki potensi pribadi kearah pribadi muslim prosesPola pendidikan komprehensif dansetiap integral memelihara fitrah, Pendidikanuniversal, SD Ibnu Sina adalah terpadu, dinamis danuntuk berkesinambungan, yaitu yang kaffah serta kokoh. (RQ 01; j). Pengembangan SD Ibnu Sina mengacu pada pola: menumbuhkembangkan dan memperbaiki potensi setiap pribadi kearah pribadi muslim proses pendidikan universal, komprehensif dan integral untuk memelihara fitrah, Pertama, Allah, artinya kegiatan mencari ilmu adalah yang kaffahdilandaskan serta kokoh.kepada (RQ memperbaiki 01;perintah j). Pengembangan SD Ibnu Sinakearah mengacu pada pola: menumbuhkembangkan dan potensi setiap pribadi pribadi muslim berdasarkan diktum bahwa semuanya berasal dari Allah dan bahwa semua aktivitas Pertama, Allah, artinya kegiatan yang kaffahdilandaskan serta kokoh. kepada (RQ 01;perintah j). Pengembangan SD Ibnu Sina mencari mengacuilmu padaadalah pola: haruslah dilakukan dalam kerangka ibadah. Kedua, lingkungan Islami baik secara fisik berdasarkan diktum bahwa semuanya berasal dari Allah dan bahwa semua Pertama, dilandaskan kepada perintah Allah, artinya kegiatan mencari ilmuaktivitas adalah maupun kultural. Ketiga, membiasakan kegiatanlingkungan Islami sejak dari niat memulainya haruslah sosio dilakukan ibadah. Kedua, Islami baik secara fisik berdasarkan diktum dalam bahwakerangka semuanya berasal dari Allah dan bahwa semua aktivitas maupun ketika mengisi PBM itu sendiri. Belajar yang Islami dan mempelajari ilmu-ilmu maupun sosio kultural. Ketiga, membiasakan kegiatan Islami sejak dari niat memulainya haruslah dilakukan dalam kerangka ibadah. Kedua, lingkungan Islami baik secara fisik yang Islami, yakni mencakup pencarian ilmu yang mengharapkan ridha Allah dan maupun ketika mengisi PBM proses itumembiasakan sendiri. Belajar yang Islami dan mempelajari ilmu-ilmu maupun sosio kultural. Ketiga, kegiatan Islami sejak dari niat memulainya ditunjang oleh upaya dari pihak guru dan tenaga ahli lainnya, tanpa melupakan peran orang yang Islami, yakni mencakup proses pencarian mengharapkan ridha ilmu-ilmu Allah dan maupun ketika mengisi PBM itu sendiri. Belajarilmu yangyang Islami dan mempelajari tua, untuk melahirkan model sain dan teknologi yang telah melewati proses Islamisasi. ditunjang olehyakni upaya dari pihakproses guru dan tenaga ilmu ahli lainnya, tanpa melupakan yang Islami, mencakup pencarian yang mengharapkan ridhaperan Allahorang dan (RQ 01; k). melahirkan model sain dan teknologi yang telah melewati proses Islamisasi. tua, untuk ditunjang oleh upaya dari pihak guru dan tenaga ahli lainnya, tanpa melupakan peran orang (RQ untuk 01; k).melahirkan model sain dan teknologi yang telah melewati proses Islamisasi. tua, (RQ 01; k). Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

43

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

3. Raw Raw Input Input Pendidikan Pendidikan 3. Adapun raw raw input input berupa berupa peserta peserta didik. didik. Sejak Sejak berdiri berdiri tahun tahun ajaran ajaran 1994/1995 1994/1995 mulai mulai Adapun menerima murid murid baru baru dan dan pindahan. pindahan. Sistim Sistim penerimaan penerimaan melalui melalui seleksi seleksi khusus khusus yang yang menerima didesain oleh SD Ibnu Sina. Adapun latar belakang ekonomi orang tua (wali) murid SD didesain oleh SD Ibnu Sina. Adapun latar belakang ekonomi orang tua (wali) murid SD Ibnu Sina sebagian besar dari golongan ekonomi menengah ke atas, sedangkan sebagian Ibnu Sina sebagian besar dari golongan ekonomi menengah ke atas, sedangkan sebagian kecil berasal berasal dari dari golongan golongan ekonomi ekonomi menengah menengah ke ke bawah. bawah. Latar Latar belakang belakang pekerjaan pekerjaan orang orang kecil tua bervariasi, antara lain sebagai pegawai negri, pegawai swasta, pengusaha, wiraswasta tua bervariasi, antara lain sebagai pegawai negri, pegawai swasta, pengusaha, wiraswasta dan lain-lain lain-lain yang yang umumnya umumnya mereka mereka sibuk sibuk bekerja bekerja seharian seharian dari dari mulai mulai Senin Senin sampai sampai dan Jumat. Sedangkan latar belakang agama orang tua/keluarga murid SD Ibnu Sina semuanya Jumat. Sedangkan latar belakang agama orang tua/keluarga murid SD Ibnu Sina semuanya beragama Islam Islam yang yang beragam beragam namun namun tingkat tingkat pemahaman pemahaman serta serta madzhabnya madzhabnya bervariatif. bervariatif. beragama 4. Lingkungan Lingkungan Sekolah Sekolah 4. yang berlokasi berlokasi di di SD Ibnu Ibnu Sina Sina saat saat ini ini berada berada di di sebuah sebuah areal areal seluas seluas ++ 4500 4500 m m22 yang SD daerah Padasuka Cicaheum Bandung. Tanah tersebut adalah milik salah seorang pendiri daerah Padasuka Cicaheum Bandung. Tanah tersebut adalah milik salah seorang pendiri yayasan yang yang memberikan memberikan pinjaman pinjaman secara secara cuma-cuma cuma-cuma sampai sampai batas batas waktu waktu yang yang tidak tidak yayasan ditentukan, setengah dari luas tanah tersebut dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan. ditentukan, setengah dari luas tanah tersebut dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan. Lingkungan sekolah sekolah tersebut tersebut sangat sangat asri asri dan dan alamiah. alamiah. Karena Karena tanahnya tanahnya masih masih cukup cukup luas luas Lingkungan memiliki keleluasaan keleluasaan dan dan kelayakan kelayakan untuk untuk dapat dapat menciptakan menciptakan suatu suatu lingkungan lingkungan memiliki pendidikan yang kondusif guna menunjang hasil belajar yang optimal. pendidikan yang kondusif guna menunjang hasil belajar yang optimal. 5. Kurikulum Kurikulum 5. Adapun kurikulum kurikulum SD SD Ibnu Ibnu Sina Sina dideskripsikan dideskripsikan sebagai sebagai berikut: berikut: Pertama, Pertama, program program Adapun pengajaran pendidikan pendidikan keagamaan keagamaan yang yang terdiri terdiri dari dari :: Akidah Akidah Akhlak, Akhlak, Fiqh, Fiqh, Sirah, Sirah, Praktek Praktek pengajaran Ibadah, Hafalan : Al Quran, Hadits, Doa). Kedua, program pendidikan umum baku Ibadah, Hafalan : Al Quran, Hadits, Doa). Kedua, program pendidikan umum baku nasional yang yang diperkaya diperkaya dengan dengan nuansa nuansa Islami. Islami. Ketiga, Ketiga, muatan muatan yayasan yayasan yang yang dianggap dianggap nasional perlu untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan (Baca Tulis Al Quran, perlu untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan (Baca Tulis Al Quran, Hafalan Al Quran Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Kreativitas, Praktikum Sains , Komputer). Hafalan Al Quran Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Kreativitas, Praktikum Sains , Komputer). Keempat, ekstra ekstra kurikuler kurikuler yakni yakni materi materi penunjang penunjang untuk untuk menambah menambah wawasan, wawasan, kemampuan kemampuan Keempat, dan kepribadian anak (misalnya Seni Musik dan Tari, Olah Raga, dsb.). Untuk mencapai dan kepribadian anak (misalnya Seni Musik dan Tari, Olah Raga, dsb.). Untuk mencapai hasil yang yang optimal, optimal, isi isi kurikulum kurikulum disampaikan disampaikan tidak tidak hanya hanya di di dalam dalam kelas kelas tetapi tetapi juga juga hasil dikembangkan model-model pengajaran di luar kelas seperti : observasi langsung, dikembangkan model-model pengajaran di luar kelas seperti : observasi langsung, pengenalan profesi profesi dan dan lingkungan, lingkungan, serta serta ditambah ditambah dengan dengan live live skill skill program program (program (program pengenalan pembinaan dan pengembangan minat, bakat dan keterampilan hidup, seperti seni, olah pembinaan dan pengembangan minat, bakat dan keterampilan hidup, seperti seni, olah raga, outbond, outbond, membuat membuat alat alat peraga, peraga, dsb.). dsb.). Sedangkan Sedangkan program program kokurikuler kokurikuler di di SD SD Ibnu Ibnu raga, Sina meliputi: 1) Pengenalan Lingkungan, 2) Pengenalan Profesi, 3) Praktikum Sains, 4) Sina meliputi: 1) Pengenalan Lingkungan, 2) Pengenalan Profesi, 3) Praktikum Sains, 4) Pramuka, 5) 5) Mabit Mabit (Malam (Malam Bina Bina Iman Iman dan dan Taqwa), Taqwa), 6) 6) Latihan Latihan Dasar Dasar Kepemimpinan Kepemimpinan Pramuka, (LDK), 7) Pemeriksaaan Kesehatan, dan 8) Pesantren Ramadhan. Sedangkan program (LDK), 7) Pemeriksaaan Kesehatan, dan 8) Pesantren Ramadhan. Sedangkan program ekstra kurikuler di SD Ibnu Sina meliputi: 1) Sepak Bola, 2) Basket, 3) Badminton, 4) ekstra kurikuler di SD Ibnu Sina meliputi: 1) Sepak Bola, 2) Basket, 3) Badminton, 4) Catur, 5) 5) Bela Bela Diri, Diri, 6) 6) Seni Seni Lukis, Lukis, Rupa Rupa dan dan Tari, Tari, 7) 7) Jurnalistik, Jurnalistik, 8) 8) Memasak, Memasak, dan dan 9) 9) Catur, English Club. Selain program tersebut di atas, SD Islam Ibnu Sina juga melaksanakan English Club. Selain program tersebut di atas, SD Islam Ibnu Sina juga melaksanakan program inklusi inklusi yaitu yaitu dengan dengan mengikutsertakan mengikutsertakan anak-anak anak-anak yang yang berkebutuhan berkebutuhan khusus khusus program untuk belajar bersama-sama dengan anak yang sebayanya di sekolah, dengan penanganan untuk belajar bersama-sama dengan anak yang sebayanya di sekolah, dengan penanganan khusus anak-anak anak-anak berkebutuhan berkebutuhan khusus khusus yang yang pada pada akhirnya akhirnya akan akan menjadi menjadi bagian bagian dari dari khusus masyarakat sekolah, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif." masyarakat sekolah, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif." 6. Pengelola Pengelola dan dan Sarana Sarana prasarana prasarana 6. SD Islam Islam Ibnu Ibnu Sina Sina dikelola dikelola oleh oleh 25 25 orang orang pendidik pendidik yang yang memiliki memiliki latar latar belakang belakang SD pendidikan yang sesuai dan memadai dari berbagai disiplin ilmu, didukung oleh dua orang pendidikan yang sesuai dan memadai dari berbagai disiplin ilmu, didukung oleh dua orang tenaga TU TU Sekolah Sekolah dan dan dua dua orang orang penjaga penjaga sekolah. sekolah. Adapun Adapun sarana sarana dan dan prasarana prasarana SD SD tenaga 44

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL ... — [Abas Asyafah]

Islam Ibnu Sina memiliki 12 ruang kelas, 1 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah dan wakil, 1 ruang TU dan Administrasi, 1 ruang sanggar pramuka, 1 ruang UKS, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang kantin, 1 area kamar mandi dan tempat wudhu, masjid, halaman bermain. 7. Disain Pendidikan untuk Pengembangan Kepribadian Islami Disain pendidikan yang menggambarkan rencana program pengembangan kepribadian Islami dapat terjadi dengan perencanaan (by designed), yaitu aktivitas pendidikan yang secara sadar dirancang untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan pandangan hidup Islami yang selanjutnya diwujudkan dalam sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual maupun mental dan spiritual. Disain merupakan langkah awal dalam upaya pendidikan yang merupakan salah satu wahana yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik menuju jalan kehidupan yang disediakan oleh Sang Penciptanya, dan peserta didik sendiri yang akan memilih, memutuskan, dan mengembangkan jalan hidup dan kehidupan yang telah dipelajari dan dipilihnya. Pendidik dalam konteks pengembangan kepribadian Islami berupaya untuk memilihkan, menetapkan, dan mengembangkan metode-metode pendidikan/ pembelajaran yang memungkinkan dapat membantu kemudahan, percepatan, pembiasaan, dan kesenangan peserta didik mempelajari Islam untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup agar memiliki kepribadian yang kafah. Tugas perancang dan pengembang pendidikan Islami adalah berupaya untuk menata dan mengatur bagaimana agar pendidikan yang direncanakan itu dapat membuat peserta didik butuh belajar, mau belajar, terdorong untuk belajar, memudahkan belajar, dan tertarik untuk terus-menerus belajar sesuai dengan kondisi yang ada untuk mencapai hasil pendidikan yang diharapkan. Dalam upaya untuk pengembangan kepribadian Islami, rancangan ini mencakup interaksi dengan semua sumber belajar yang mungkin dapat dipakai untuk mencapai hasil pendidikan yang diinginkan secara bermakna bagi kehidupan mereka serta berkembangnya kepribadian Islami secara sehat. Memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode/ pendekatan pendidikan yang cocok dengan kondisi yang ada untuk mencapai hasil pendidikan yang diharapakan merupakan tugas disainer juga. Upaya tersebut berpijak pada empat hal pokok, yaitu: (1) tujuan pendidikan Islami untuk pengembangan kepribadian Islami yang, (2) isi pendidikan Islami harus diikuti oleh peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, (3) sumber pendidikan Islami yang tersedia dan dapat mengantarkan pesan pendidikan Islami yang lebih efektif dan efisien, dan (4) karakteristik peserta didik yang belajar baik sebelum belajar (masukan) maupun sesudah proses pendidikan (keluaran). Ditemukan sembilan ayat (pola) dalam mendesain pendidikan pengembangan kepribadian Islami, yaitu: 1) beranjak dari pemecahan masalah dan alternatif pemecahannya, 2) mengacu pada keunggulan kualitas pendidikan Islami, 3) mengacu pada pendekatan sistem, 4) mengacu pada teori pendidikan, 5) mengacu pada perhatian individual, 6) mengacu pada hasil pendidikan, 7) mengacu pada kemudahan, 8) mengacu pada interelasi variabel pendidikan Islami, dan 9) mengacu pada kualitas dan ketepatan metode pendidikan Islami. 8. Sistem Pendidikan untuk Pengembangan Kepribadian Islami SD Ibnu Sina merupakan sistem terbuka. Adapun karakternya dapat didentifikasi dengan keunikannya berupa keterpaduan, sekolah sehari penuh (full day school), Islami (Islamic), dan sekolah unggulan dan lain-lain. Untuk mencapai keunggulan tersebut, maka strategi yang dikembangkannya mengacu pada pola: (a) dilandaskan kepada tauhidullah, Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

45

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

semua aktifitas pendidikan berdasar dan tertuju kepada Allah, (b) lingkungan Islami baik secara maupun sosio berdasar kultural, dan (c) membiasakan (d) belajar semua fisik aktifitas pendidikan tertuju kepada kegiatan Allah, (b)Islami, lingkungan Islamiyang baik Islami ilmu-ilmu Sebagaikegiatan Sistem, Islami, Sekolah(d) mengupayakan secara dan fisikmempelajari maupun sosio kultural,yang (c) Islami. membiasakan belajar yang beberapa aspek: (a) memeliharan keberadaan dan peningkatan kualitas secaramengupayakan stabil (steady Islami dan mempelajari ilmu-ilmu yang Islami. Sebagai Sistem, Sekolah state), (b)aspek: memiliki keunggulan keberadaan mengatur diri secara bebassecara dan stabil kreatif(steady (self beberapa (a) memeliharan dan sendiri peningkatan kualitas regulation), (c) mendudukkan dan mempunyai kapasitas untuk memperoleh hasil yang state), (b) memiliki keunggulan mengatur diri sendiri secara bebas dan kreatif (self sama (equifinality), (d) interaksidan dinamik dan progresif, danuntuk (e) memelihara kelangsungan regulation), (c) mendudukkan mempunyai kapasitas memperoleh hasil yang lembaga. sama (equifinality), (d) interaksi dinamik dan progresif, dan (e) memelihara kelangsungan lembaga. a. Input. Hal-hal yang mempengaruhi pengembangan kepribadian Islami ditinjau dari input adalah: pertama latar pengembangan belakang orang kepribadian tua siswa (family); para siswa a. variabel Input. Hal-hal yang mempengaruhi Islami ditinjau dari berasal keluarga beragama Islam, tingkat mapan, keluarga yang variabeldari input adalah:yang pertama latar belakang orangekonomi tua siswa (family); para siswa sukses karir, komit pada perjuangan Islam, dan keluarga menjaga hubungan berasaldalam dari keluarga yang beragama Islam, tingkat ekonomiyang mapan, keluarga yang baik sekolah. itu Islam, dapat dan mempengaruhi suasana suksesdengan dalam karir, komitKesemuanya pada perjuangan keluarga yangpenciptaan menjaga hubungan pendidikan untuk pengembangan kepribadian Islami. Kedua faktor fisik parasuasana siswa; baik dengan sekolah. Kesemuanya itu dapat mempengaruhi penciptaan bentuk fisikuntuk yang pengembangan normal-ideal, kepribadian memiliki daya tarikKedua (cakap, cantik, dan siswa; lucu), pendidikan Islami. faktor fisik para terlindungi kesehatannya, makanan/minumannya terkondisikan secara baik, lingkungan bentuk fisik yang normal-ideal, memiliki daya tarik (cakap, cantik, dan lucu), alam dan sosialnya sehat. makanan/minumannya Semua ini merupakan variabel fisik yang untuk terlindungi kesehatannya, terkondisikan secaramendukung baik, lingkungan pengembangan kepribadian siswa. Ketiga intelektualitas dan kapasitas belajarnya; alam dan sosialnya sehat. Semua ini merupakan variabel fisik yang mendukung untuk kualitas intelektual ditentukan siswa. sejak dalam kandungan ibu, dandan masa balita. Peran orang pengembangan kepribadian Ketiga intelektualitas kapasitas belajarnya; tua dalam memanipulasi variabel penentu intelektualits besar sekali. Selanjutnya kualitas intelektual ditentukan sejak dalam kandungan ibu, dan masa balita. Peran orang keadaan ini memanipulasi akan berpengaruh pada pengembangan kepribadian Keempat, citatua dalam variabel penentu intelektualits besarsiswa. sekali. Selanjutnya cita merupakan yang dirancang. Sebelum masuk SD orang tua mengharapkan keadaan ini akantujuan berpengaruh pada pengembangan kepribadian siswa. Keempat, citaanaknya ingin jadi apa, yang kemungkinan anak dapat merancang Hubungan cita merupakan tujuan dirancang. Sebelum masuk SD untuk orang dirinya. tua mengharapkan cita-cita perilaku signifikan, dengan demikian maka akan pula anaknya dengan ingin jadi apa, kemungkinan anak dapat merancang untuksemakin dirinya. besar Hubungan pengaruh yang ditimbulkan oleh cita-cita terhadap kepribadian. cita-cita dengan perilaku signifikan, dengan demikian maka akan semakin besar pula pengaruh yang ditimbulkan oleh cita-cita terhadap kepribadian. b. Instrumental Input. Sarana dan prasarana yang memadai, lingkungan kampus yang asri, sejuk, edukatifInput. dan Sarana Islami dan merupakan yang kondusif untuk pengembangan b. Instrumental prasaranakeadaan yang memadai, lingkungan kampus yang asri, kepribadian secara Islami. Seluruh orang yang terlibat dalam lembaga pendidikan sejuk, edukatif dan Islami merupakan keadaan yang kondusif untuk pengembangan teridentifikasi sebagai muslim yang orang memiliki kepribadian Islamilembaga yang relatif sehat. kepribadian secara Islami. Seluruh yang terlibat dalam pendidikan Mereka ramah-ramah, komunikatif, suka memberikan nasehat, murah senyum, tegas, teridentifikasi sebagai muslim yang memiliki kepribadian Islami yang relatif sehat. disiplin, shaleh, penyabar, semangat,suka penuh perhatian/peduli, dan memiliki Mereka ramah-ramah, komunikatif, memberikan nasehat, sportif, murah senyum, tegas, sikap kepemimpinan yang baik. Mereka penuh menggunakan simbol-simbol diri secara Islami; disiplin, shaleh, penyabar, semangat, perhatian/peduli, sportif, dan memiliki berpakaian muslim-mulimah, makan-minum berdasarkan etika Islami, diri berbicara sikap kepemimpinan yang baik. Mereka menggunakan simbol-simbol secara santun, Islami; menunjukkan kedewasaan sebagai pendidikberdasarkan muslim-muslimah, nama-nama berpakaian muslim-mulimah, makan-minum etika Islami, berbicara mereka santun, menunjukkan nama-nama Islami. Pola muslim-muslimah, lingkungan pendidikan SD ini kondusif menunjukkan simbol kedewasaan sebagai pendidik nama-nama mereka penting untuk perkembangan kepribadian menunjukkan simbol nama-nama Islami. para Polasiswa. lingkungan pendidikan SD ini kondusif penting Proses untuk perkembangan kepribadian para siswa. c. Proses. pendidikan untuk pengembangan kepribadian Islami diupayakan sesuai Keunikan dimiliki lembaga mempengaruhi nuansa proses c. dengan Proses. yang Prosesdidisain. pendidikan untuk yang pengembangan kepribadian Islami diupayakan sesuai edukakatif Islami yangKeunikan merasa betah di lingkungan sekolah. Ada empat komponen dengan yang didisain. yang dimiliki lembaga mempengaruhi nuansa proses program pendidikan berkaitan dengan pendidikan yaitu program intra komponen kurikuler, edukakatif Islami yang merasa betahproses di lingkungan sekolah. Ada empat ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler, dan program inklusi. Kempat komponen program ini program pendidikan berkaitan dengan proses pendidikan yaitu program intra kurikuler, bersinergi untuk tujuan pendidikan. Secara integratif antara lainprogram ditujukan ko-kurikuler, danmencapai ekstra kurikuler, dan program inklusi. Kempat komponen ini untuk pengembangan kepribadian Islami yangSecara sehat. integratif Program antara ko-kurikuler, ektra bersinergi untuk mencapai tujuan pendidikan. lain ditujukan kurikuler dan inklusi didisain untuk menyenagkan siswa. Oleh ko-kurikuler, karenanya sangat untuk pengembangan kepribadian Islami yang sehat. Program ektra mengesankan demikian mampu siswa. membangkitkan minat, sangat bakat, kurikuler dan mereka. inklusi Kesan didisainyang untuk menyenagkan Oleh karenanya keterampilan prilaku lainnya. sinilah strategisnya pendidikan pengembangan mengesankan dan mereka. Kesan yangDidemikian mampu membangkitkan minat, bakat, kepribadian paralainnya. siswa. Di sinilah strategisnya pendidikan pengembangan keterampilanIslami dan bagi prilaku kepribadian Islami bagi para siswa. 46

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL ... — [Abas Asyafah]

d. Out put. Dalam system pendidikan Islami yang menginginkan berkembangnya siswa system secara pendidikan sehat dapat Islami diketahui evaluasi berkembangnya terhadap para d. kepribadian Out put. Dalam yangmelalui menginginkan lulusannya. kepribadian Islamievaluasi yang sehat atau tidak? kepribadian Apakah siswa mereka secara sudah sehat memiliki dapat diketahui melalui terhadap para Dalam aspek apa saja yang sudah berhasil, dalam aspek apa saja yang belum? Mengapa lulusannya. Apakah mereka sudah memiliki kepribadian Islami yang sehat atau tidak? berhasil? Mengapa belum, apa yang mestiaspek oleh lembaga itu dipertahankan, dan Dalam aspek apa saja yangprogram sudah berhasil, dalam apa saja yang belum? Mengapa program apa yang harus diperbaiki. Hasil evaluasi serta analisisnya ini dijadkan feed berhasil? Mengapa belum, program apa yang mesti oleh lembaga itu dipertahankan, dan back. Adapun faktor-faktor penting Hasil untuk evaluasi dilakukan adalah (a) menentukan standar program apa yang harus diperbaiki. serta analisisnya ini dijadkan feed sebagai ukuran, (b) evaluasi terhadap jalannya program berdasarkan rencana yang back. Adapun faktor-faktor penting untuk dilakukan adalah (a) menentukan standar ditetapkan, (c) membandingkan hasil yangjalannya diperoleh denganberdasarkan standar yangrencana diminta,yang (d) sebagai ukuran, (b) evaluasi terhadap program melakukan koreksi/perbaikan terhadap penyimpangan, dan (e) ditetapkan, (c)tindakan membandingkan hasil yang diperoleh dengan standar yang diminta, (d) membandingkan hasil akhir (out put) dengan masukan (input). melakukan tindakan koreksi/perbaikan terhadap penyimpangan, dan (e) membandingkan akhirMengembangkan (out put) dengan masukan (input). 9. Hasil Pendidikanhasil dalam Kepribadian Islami. 9. Hasil Kepribadian Islami. dari respons para BaikPendidikan tidaknya dalam sebuahMengembangkan produk umumnya dapat diketahui pelanggannya. Demikian halnya dalam menilai dapat outputdiketahui SD ini dari diketahui melalui Baik tidaknya sebuah produk umumnya respons para penelusuran data tentang kepuasan pelanggannya. pelanggannya. Demikian halnya dalam menilai output SD ini diketahui melalui Kepuasan Akademikpelanggannya. Siswa; Siswa mendapat nilai rapot yang baik, sering penelusuran dataPrestasi tentang kepuasan mendapatkan hadiah karena prestasiSiswa; akademik, segala tugas nilai akademik dapatbaik, dikerjakan Kepuasan Prestasi Akademik Siswa mendapat rapot yang sering secara baik, lembaga dapat meluluskan dengan hasil baik–amat baik, memperoleh NEM mendapatkan hadiah karena prestasi akademik, segala tugas akademik dapat dikerjakan pada dan lulusannya diterimadengan di SLTPhasil unggul. secarajajaran baik, atas, lembaga dapat meluluskan baik–amat baik, memperoleh NEM Kepuasan Penyelenggara Pendidikan; Keberhasilan pendidikan berarti pada jajaran atas, dan lulusannya diterima di SLTP unggul. menggambarkan mereka. Beberapa indikator kepuasan lembaga yang mepengaruhi Kepuasan kinerja Penyelenggara Pendidikan; Keberhasilan pendidikan berarti kepribadian Islami para siswa: (1) anak didiknya berhasil mencapai tujuan pendidikan, (b) menggambarkan kinerja mereka. Beberapa indikator kepuasan lembaga yang mepengaruhi mampu melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi,berhasil (3) pendidik berhasil memberikan dasar kepribadian Islami para siswa: (1) anak didiknya mencapai tujuan pendidikan, (b) dan bekal untuk kehidupan siswa di masa depan, (4) lulusannya shaleh/shalehah dan takwa mampu melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, (3) pendidik berhasil memberikan dasar kepada Allah dankehidupan (5) ilmunya dapat bermanfaat. dan bekal untuk siswa di masa depan, (4) lulusannya shaleh/shalehah dan takwa kepada Allah danPara (5) ilmunya bermanfaat. Kepuasan Lulusan;dapat Indikator yang terungkap antara lain (1) mereka senang dan bangga terhadap (2) memahami arti kehidupan, menjadisenang orang Kepuasan Para almamaternya, Lulusan; Indikator yang terungkap antara lain(3) (1) mereka yang baik-baik, menyukai orang baik dan membahagiakan orang lain, (4) lebih mandiri dan bangga terhadap almamaternya, (2) memahami arti kehidupan, (3) menjadi orang dan dan (4) mengidolakan Nabidan Muhammad, (5) menyenangi olah yangdewasa, baik-baik, menyukai orang baik membahagiakan orang lain, (4)raga/kesehatan lebih mandiri /musik /lingkungan, dan (6) mencintai IPTEK. dan dewasa, dan (4) mengidolakan Nabi Muhammad, (5) menyenangi olah raga/kesehatan /musikKepuasan /lingkungan, danTua; (6) mencintai IPTEK. Orang Secara garis besar kepuasan orang tua siswa terhadap lulusan sekolah terungkap antaraTua; lain:Secara (1) Siap menghadapi masa orang aqil balig dan masa remaja, (2) Kepuasan Orang garis besar kepuasan tua siswa terhadap lulusan disiplin, patuh pada aturan, (3) mampu memahami prinsip-prinsip ajaran Islam, (4) taat sekolah terungkap antara lain: (1) Siap menghadapi masa aqil balig dan masa remaja, (2) beribadah, (5) tidak simbol seorang muslim, (6) cerdas ajaran dalam Islam, pergaulan, (7) disiplin, patuh pada melepaskan aturan, (3) mampu memahami prinsip-prinsip (4) taat taat dan hormat pada orang tua dan sayang pada yang lebih muda, dan ( 8) mendapatkan beribadah, (5) tidak melepaskan simbol seorang muslim, (6) cerdas dalam pergaulan, (7) pendidikan yangpada berkenjutan. hasil pendidikan dengan keberhasilan taat dan hormat orang tuaJadi, dan sayang pada yangyang lebihditandai muda, dan ( 8) mendapatkan akademik, penyelenggara kepuasan siswa dengan yang sudah menjadi pendidikankepuasan yang berkenjutan. Jadi, pendidikan, hasil pendidikan yangpara ditandai keberhasilan alumni serta kepuasan orang tua, secara empirik menggambarkan kepribadian Islami para akademik, kepuasan penyelenggara pendidikan, kepuasan para siswa yang sudah menjadi lulusan tersebut. alumni lembaga serta kepuasan orang tua, secara empirik menggambarkan kepribadian Islami para lulusan lembaga tersebut. E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI E.Keberhasilan KESIMPULAN DAN REKOMENDASI pendidikan sangat ditentukan oleh desain/atau perencanaan pendidikan yang baik, pelaksanaan pendidikan benar dan serta kontrol yang ketat melalui Keberhasilan pendidikan sangatyang ditentukan olehtepat, desain/atau perencanaan pendidikan evaluasi dan feed back yang membawa dampak pada berbaikan yang baik,program pelaksanaan pendidikan yang benar dan tepat, serta kontrol yang ketatprogram melalui pendidikan. Kajian ini baru mampu memotret secara empirik langkah-langkah sistematik evaluasi program dan feed back yang membawa dampak pada berbaikan program pendidikan. Kajian ini baru mampu memotret secara empirik langkah-langkah sistematik Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

47

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

pendidikan pengembangan kepribadian Islami oleh salah satu lembaga pendidikan. Untuk itu perlu diperluas dan diperdalam lagi dengan penelitian lanjutan. Bagi pihak SD Ibnu Sina seyogyanya menjadikan hasil studi ini sebagai bahan evaluasi untuk kemajuan lembaga serta dapat dijadikan dokumentasi tertulis yang suatu saat nanti bermanfaat. Sekolah seyogyanya mengupayakan disain program pendidikan untuk mengembangkan kepribadian Islami para siswa secara sistematik dan dapat terukur secara akurat. Masih butuh memantapkan kemampuan guru secara profesional untuk pengembangan kepribadian Islami para siswanya yang didesain tersebut. Memaksimalkan fungsi evaluasi program pendidikan sangat baik untuk pengembangan kepribadian Islami. Pimpinan sekolah dapat memanfaatkan model pendidikan untuk pengembangan kepribadian Islami ini sebagai gambaran awal, namun perlu untuk dikembangkan lebih baik lagi. Bagi lembaga pendidikan lain, model pendidikan untuk pengembangan kepribadi Islami ini dapat dijadikan bahan renungan, kajian, dan contoh bila akan diterapkan di lembaga yang bersangkutan. Model ini nampaknya cocok diterapkan bagi lembaga yang memiliki karakter atau keunikan seperti SD kasus untuk pengembangan model ini, tetapi untuk lembaga yang tidak memiliki karakter yang sama/mirip model ini dapat diterapkan setelah adanya modifikasi seperlunya.

DARTAR PUSTAKA Adlany, https://teosophy. wordpress.com/2009/11/26 Hurlock, E.B. (1986). Personality Development. Mc Graw-Hill. United State of America. Mujib, A, (2006), Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta, Rajagrafindo Persada. Yusuf, Sy. dan Nurihsan J., (2007), Teori Kepribadian, Universitas Pendidikan Indonesia dan Rosydakarya, Bandung.

48

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

������� ������� �� ������� ������ ������ ������ ���� ����� ���� ��������� ����� ����� ��� ����� - ������ �������� - ������� ������� ��� [email protected] :���������� ������

������ ������ �� �������� �����‫�������� �������� ت���� ت����� ����� ��� ������� ������ ����� �� ��ت‬ ���� ������� ������� ���� ��� ������� ��‫����� ������ �� ������ ������� ����� ���� �������� ����� ت‬ ���� �� ���� ��� ������ ���� �������� ������� ������ ��� ��� ����� ������� ����� ����� ���� ������� ����� ��� ���� ������ ���� �������� ������ ������ �������� ������� �� ����� ��� � ������ ����‫����� ت‬ ���� ��� �������� �� ������ ������ ������ ����� ���� ������� ������ ���� ��� ��‫������� ������� ��ت‬ ��� ��� ���� ������� ��� ������� ����� ���� ����� ���� ���� �� ��� �������� ������ ����� ������� ������� �������� �������� ������� ������ ������ ������ ��� ����� ���� ��� ����� ������� ������� �� ������ ����‫ت‬ ���� ������ ������� ������� �� ������ ������ ������ ������ ����� �������� �������� �������� ���������� ������� ����� ������� .����� ������� ������ ������ �������� :������ ������� ABSTRAK Dunia pendidikan dihadapkan pada masalah, seperti kemerosotan moral, suburnya aliran keagamaan menyimpang, serta sikap dan perilaku umat yang tidak sejalan dengan ajaran Islam itu sendiri. Problem itu sering dituduhkan sebagai akibat dari mandulnya pendidikan agama Islam, bahkan dianggap telah gagal. Penelitian kualitatif kepustakaan ini mencoba untuk mencari akar konseptual dari persoalan serius ini. Hasilnya menunjukkan, ia diakibatkan oleh absennya Islam sebagai worldview. Islamic worldview itu sendiri terdiri dari komponen akidah, syariah, akhlak, dan teori pengetahuan. Akibatnya, dunia pendidikan telah kehilangan pendidikan agama Islam itu sendiri. Islamic worldview menjadi solusi karena karakternya yang menggerakkan seluruh aktivitas manusia, dan merupakan sarana terbaik dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan. Dalam hal ini, proses perubahan perilaku dalam pendidikan Islam membutuhkan tiga prangkat penting, yaitu: sistem transformasi pengetahuan Islam yang sahih, komitmen pada epistemologi Islam, dan ketundukan pada sumber-sumber Islamic worldview, yaitu Al-Quran, sunnah, sumber-sumber hukum lainnya, serta pandangan-pandangan para ulama yang otoritatif. Kata Kunci: Pendidikan, Islamic worldview, dan agama Islam.

������� .‫أ‬ ������� ������� ������� ��� ����� ����� ����‫�������� �������� ���������� ت‬ ������� ��‫��ت����� �������� �� ������ ����� ������ �� ������ ������� ����� ���� �������� ت‬ ����� ���� �� ������ ���� ��� �������� ������� ���� ���� �������� ������� ������� ���� ��� ��‫ت‬ ���� ��� ���� ����� ��‫�� ������� �������� ��� ت��� ��� ������ �������� �������� ������� ��ت‬ ������� ����� �� ������ ����� �� �������� ��‫����� ��� ��� ��� ���� ���� �� ���� �� ت‬ ��� ���� ��� ��� ����� ��� ���� �� ����� ���� �� ��� �������� ������ ������� ����� ����� �� ���‫��� � �� ������� �� ت�������� ����� ������ ��� ����� ��� ����� ������� ����� � ت‬ Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

49

‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 49 – 56‬‬

‫(‪)1‬‬ ‫ن��س�م‪)1( .‬‬

‫��ل����� ��� ��ا� �ل��بي� ��سامي� �ن�� ا ت��� ��ي���� �ا ب��ل �ي �لع��ي�‬ ‫��ل����� ��� ��ا� �ل��بي� ��سامي� �ن�� ا ت��� ��ي���� �ا ب��ل �ي �لع��ي�‬

‫ن��س�م‪.‬‬ ‫�ل��ب�ي�‪.‬‬ ‫�ل��ب�ي�‪.‬‬ ‫�ه�� �لب�� ي��� م���ب� ك�ي� �ي� يسع� �لب��� لب�� �ل���� عن ���� �ل��بي� �ل�ي�ي�‬ ‫�ه�� �لب�� ي��� م���ب� ك�ي� �ي� يسع� �لب��� لب�� �ل���� عن ���� �ل��بي� �ل�ي�ي�‬ ‫��سامي� ل�� �ل��سس�� �ل��ب�ي� �لع�م� ب���يل ������ ��ل�ب��� �ل���� �ي ب��� �ل��ب‪� ،‬من �م‬ ‫��سامي� ل�� �ل��سس�� �ل��ب�ي� �لع�م� ب���يل ������ ��ل�ب��� �ل���� �ي ب��� �ل��ب‪� ،‬من �م‬ ‫��نه ���س� م��بي�‪� .‬ه� ب�� ي��� ع�� �ا����� ب�� �ل���� �ل���ل �ي ع��ي� ت�ب�ي� ��� ب�� �ل�س��‬ ‫��نه ���س� م��بي�‪� .‬ه� ب�� ي��� ع�� �ا����� ب�� �ل���� �ل���ل �ي ع��ي� ت�ب�ي� ��� ب�� �ل�س��‬ ‫ﷺ ك�� �سب��‪ ،‬م��� ��� ��م �ل�بي ﷺ ل��� �ل�س�ل�‪� ،‬ت���ه �ي ��ي� ���نب ش��ه‬ ‫ﷺ ك�� �سب��‪ ،‬م��� ��� ��م �ل�بي ﷺ ل��� �ل�س�ل�‪� ،‬ت���ه �ي ��ي� ���نب ش��ه‬ ‫��يم) (�ل��م �‪� ،)4 :]68‬ه�� ����� �� � س�� ع���� ����‪( :‬ي� ���‬ ‫ق‬ ‫(���ن� �ك� ل� � �ع��‬ ‫ﷺ‪ ���� .‬تع�ل�‪:‬‬ ‫ق عع �‬ ‫تع�ل�‪� :‬‬ ‫�� � �خخ���� �‬ ‫�� � �يم) (�ل��م �‪� ،)4 :]68‬ه�� ����� �� � س�� ع���� ����‪( :‬ي� �� � ��‬ ‫(���نك� ل �ع‬ ‫ﷺ‪���� .‬‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫ق �س�� �‬ ‫ْ�ل �� ْ� �م��ين� �� ْنب���ي��ي عن �خ��‬ ‫ه� ﷺ� ��لت‪� ��( :‬ل� �سْت�‬ ‫ق‬ ‫ْت� ت� � ْ� ْ ��� � ْ�ل ْ�� ��ْ�ْ ��� �) ��ت ب��� ��‪�� ،‬لت‪� � ���( :‬خ�� � �‬ ‫�‬ ‫ق �س�� �‬ ‫ق‬ ‫ه� ﷺ� ��لت‪�( :‬لس ت� ��� �ل� ��� �) ��ت ب���‪�� ،‬لت‪ ���( :‬خ� �‬ ‫ْ�ل �� ْ� �م���ين� �� ْنب���ي��ي عن �خ�� �‬ ‫ن�ب� ّي‬ ‫ه� ﷺ ك�� ْ�ل ْ�� ��ْ ��� )‪ ))22((.‬ل�� ت�س� ��سا� ل�� �ي ش�� �ل����ي �ه� �ل��بي ����به‪،‬‬ ‫ي �‬ ‫ه� ﷺ ك�� �ل��ْ ��� )‪ .‬ل�� ت�س� ��سا� ل�� �ي ش�� �ل����ي �ه� �ل��بي ����به‪،‬‬ ‫ن�ب� ّ‬ ‫��ل�ع��� �ل�ب�ني� �ل���ل� ع�� �ل�س�� �ب���� �ل� ����به ت��لت ت����ي� �ل� �لع�ل ��لس���‪�� ��� .‬‬ ‫��ل�ع��� �ل�ب�ني� �ل���ل� ع�� �ل�س�� �ب���� �ل� ����به ت��لت ت����ي� �ل� �لع�ل ��لس���‪�� ��� .‬‬ ‫��م� ع�� ش� ��نه ي�� �ال� ����� ع�� �� �ل��بي� �ل��سس� ع�� �ل���� ��سامي ل����� �سب‬ ‫��م� ع�� ش� ��نه ي�� �ال� ����� ع�� �� �ل��بي� �ل��سس� ع�� �ل���� ��سامي ل����� �سب‬ ‫م���� �لب�� هي �ل����� ن��� �ل��بي� ��سامي�‪��� .‬لت ع����‪:‬‬ ‫م���� �لب�� هي �ل����� ن��� �ل��بي� ��سامي�‪��� .‬لت ع����‪:‬‬ ‫�� �ل���‬ ‫��‪��� ��� ،‬‬ ‫��� ح ح من ْ�ل ْ ���� �� ��ل‪� ،‬ي��‬ ‫(�ن�� ن��� �� �� � �� �� م� ن��� �� م�ه‬ ‫��� ���� �‬ ‫م�ه سس �‬ ‫�ي�� ���� ْ ْكك � ��� ْ�ل ْ�ل � ������� �� �� � ����ل�ل���� �‬ ‫�� ْ�ل���‬ ‫���‬ ‫‪،‬‬ ‫��‬ ‫‪،‬‬ ‫�ل‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�ل‬ ‫من‬ ‫���‬ ‫(�ن�� ْ ن��� �� � �� ��‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫م� نْ�ل ْ��� �� � ��ا �� �� ْ�ل ْ �� ��� ��‪�� ،‬ل��ْ ن��� �� �� � �� �� �ش ْي �ء �ا ت� ْ‬ ‫� ��ب��� ْ�ل ْ�� ْ� �� ل� ����ل� ��� �ا ن� �� �‬ ‫���‬ ‫� �ل ْ�� ْ� ��‬ ‫�‬ ‫��س �ْا�‪ ،‬ن‬ ‫�ل�‬ ‫�‬ ‫�ل� ْ �‬ ‫��س �ْا � ��‪ ،‬ن��� �� �ل �� �ا �� ���ل �� ��� ��‪�� ،‬ل��ْ ن��� �� � �� �� �ش ْي �ء �ا ت� ْ� ��ب��� �ل�� ْ� �� ل���ل�� �ا ن� �� �‬ ‫� �ل�� ْ� ��‬ ‫�‬ ‫�� ح‬ ‫� ّ‬ ‫�� �ب���‪�� ،‬ل� ��ْ ن��� �� �ا ت ْ ْ��ن� ��� ل� ����ل� ��� �ا ن� �� �‬ ‫�ل�ن�� �� �ب���‪ .‬ل�� ن��� �� ب� �� ����� � ع�� �م �� �� �� ﷺ ����نّ ّي‬ ‫ي ل�ل� � ��� �‬ ‫��ي�ي���ح‬ ‫ّ‬ ‫�‬ ‫�� ْب���‪�� ،‬ل�ْ ن��� �� �‬ ‫�‬ ‫���‬ ‫� �‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫م‬ ‫ع��‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫ب‬ ‫�‬ ‫ن‬ ‫ل��‬ ‫�‪.‬‬ ‫�‬ ‫ب‬ ‫�‬ ‫��‬ ‫ن‬ ‫�ل�‬ ‫�‬ ‫ﷺ‬ ‫ن‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫س�� �عا��ت���من�ْ�� �ع ��ل�ه�� ْلم�� ���لاسن�� �� �ع�� �� � ْ�ه�� ���� � �م�� )‪� ،‬م� �ن ���� ل� ْ‬ ‫��� � � ْ�ل ْب��� � �� � ���ل�ّ ّ �س �� �ء �ا ���ن�‬ ‫تس‬ ‫� �ل ْ �عب�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫ب� (((ب�ب�‪3‬لْ)لْ �ل�لس�� �ع� �م�ْ �ع ��ه� ْم ���لس�� �ع� � ْ�ه�� ��� �م�� )‪� ،‬م� ن��� ل� ْ‬ ‫��� �لب�� �� � ���ل� �س� �ء �ا ��ن�‬ ‫�ل �ع‬ ‫تس �‬ ‫ع ْ� ����)‪)3( .‬‬ ‫� �ع ْ� ����)‪.‬‬ ‫����� �لب��� ل���بع� ���ي�� ��لب��� �ي م���� �لب�� �لم ي�� ب��� م��ب�� ل������‬ ‫����� �لب��� ل���بع� ���ي�� ��لب��� �ي م���� �لب�� �لم ي�� ب��� م��ب�� ل������‬ ‫ت��م�‪� ،‬ا بع� �لب��� �ل����ل م���‪:‬‬ ‫ت��م�‪� ،‬ا بع� �لب��� �ل����ل م���‪:‬‬ ‫ب�� ��مه ���� ���ني ه�‪ .�.‬ب��مع� �سامي� س���� ���ن� بع���� د�ل��بي� ��سامي� ��ل‬ ‫ب�� ��مه (‪��� ����)4‬ني ه�‪ .�.‬ب��مع� �سامي� س���� ���ن� بع���� د�ل��بي� ��سامي� ��ل‬ ‫�يل خي� �م�د‪�� �� ����� ،‬بت �� �يل خي� �م� ل�ي�م �ال���� ب�ل�ب��� ��سامي� ي���� ب�ل����‬ ‫�يل خي� �م�د‪�� �� ����� )4(،‬بت �� �يل خي� �م� ل�ي�م �ال���� ب�ل�ب��� ��سامي� ي���� ب�ل����‬ ‫��سامي ل�����‪.‬‬ ‫��سامي ل�����‪.‬‬ ‫�ب�� ��مه ��� م��� ن�� ��� ���� بع���� �ل��س�� ��لع��ي� �ل��ب�ي� ل�سي� م��� ن�يب‬ ‫�ب�� ��مه ��� م��� ن�� ��� ���� بع���� �ل��س�� ��لع��ي� �ل��ب�ي� ل�سي� م��� ن�يب‬ ‫�لع���((‪� ،))55‬ه� ب�� �يم يعب� عن ��س�� �لع��� ���ي�� �ل�� ��� ب���ي� �ل���� ��سامي‬ ‫�لع��� ‪� ،‬ه� ب�� �يم يعب� عن ��س�� �لع��� ���ي�� �ل�� ��� ب���ي� �ل���� ��سامي‬ ‫ل�����‪� ،‬من �م ��نه ي��� ب���ي� �ل��بي� ��ق �لك �ل���� �ي ��� �لع��� ��ي خب�ته �ل��ب�ي�‪.‬‬ ‫ل�����‪� ،‬من �م ��نه ي��� ب���ي� �ل��بي� ��ق �لك �ل���� �ي ��� �لع��� ��ي خب�ته �ل��ب�ي�‪.‬‬ ‫�يسع� ه�� �لب�� ل���ب� ع�� س��لين ��يسين �ه��‪ :‬م� ه� �ل���� ��سامي ل������ �م�‬ ‫�يسع� ه�� �لب�� ل���ب� ع�� س��لين ��يسين �ه��‪ :‬م� ه� �ل���� ��سامي ل������ �م�‬ ‫��ي��ه �ي �ل��بي� ��سامي�� ��لي�م ه�� �لب�� �ل������‪.‬‬ ‫��ي��ه �ي �ل��بي� ��سامي�� ��لي�م ه�� �لب�� �ل������‪.‬‬ ‫�� ����� ������ ������ ������‬ ‫�� ����� ������ ������ ������‬ ‫�ل���� ��سامي ل����� يع�ب� م����� ��ي�� ل����� ��يم ��� ��سا� ��ته‪� ،‬لعل سي� ��ب‬ ‫�ل���� ��سامي ل����� يع�ب� م����� ��ي�� ل����� ��يم ��� ��سا� ��ته‪� ،‬لعل سي� ��ب‬ ‫��� من ��� من ع���ء �ل�س��ين ب���ي� ه�� �ل����� ل��عبي� عن �ه�ي� �ل���� �ي �ل��� ��سامي‪،‬‬ ‫��� من ��� من ع���ء �ل�س��ين ب���ي� ه�� �ل����� ل��عبي� عن �ه�ي� �ل���� �ي �ل��� ��سامي‪،‬‬ ‫ب�ع�ب�� �� ل�سا� خ����ه �م��م�ته �ل�ي ت���� ع�� ي������ ��خ��� من �ل�ي�ن� ��ل��س��‪.‬‬ ‫ب�ع�ب�� �� ل�سا� خ����ه �م��م�ته �ل�ي ت���� ع�� ي������ ��خ��� من �ل�ي�ن� ��ل��س��‪.‬‬ ‫�م���� �لك �ل���� �ي ��يه ه� �لع�ي� ��سامي�‪� �� ،‬لع�ي� �ي ��سا� لم ت�ن �ي ي�� من ��ي��‬ ‫�م���� �لك �ل���� �ي ��يه ه� �لع�ي� ��سامي�‪� �� ،‬لع�ي� �ي ��سا� لم ت�ن �ي ي�� من ��ي��‬ ‫)‪ (11‬عب��‪ ،‬م���‪ .‬ع��� ‪ ،‬م���‪�� .)1993( .‬ع��� �ل��م�� ل��ي� م��� عب��‪� ،‬ل��ه� ‪� ��� :‬ل����‪119 � ،3 � ،‬‬ ‫‪746‬م���‪�� .)1993( .‬ع��� �ل��م�� ل��ي� م��� عب��‪� ،‬ل��ه� ‪� ��� :‬ل����‪119 � ،3 � ،‬‬ ‫ع��� ‪،‬‬ ‫��ي�م���‪.‬‬ ‫))‪ ((2‬عب��‪،‬‬ ‫مس�م‪/1 ،‬‬ ‫‪2‬‬ ‫‪746‬‬ ‫‪/‬‬ ‫‪1‬‬ ‫مس�م‪،‬‬ ‫��ي�‬ ‫))‪�� ((33‬ي� �لب����‪4717/4 ،‬‬ ‫)(‬ ‫‪4717/4 Sultan‬‬ ‫‪�Agung,‬لب����‪،‬‬ ‫‪�� xliv,‬ي�‬ ‫‪(44) Rohani, Ahmad H. M. (2009). Pendidikan Islam Menuju Generasi Khoiru Ummah.‬‬

‫‪Rohani,‬‬ ‫‪H. M. (2009). Pendidikan Islam Menuju Generasi Khoiru Ummah. Sultan Agung, xliv,‬‬ ‫‪( ) No.‬‬ ‫‪118, Ahmad‬‬ ‫‪Juni-Agustus‬‬ ‫‪No. 118,‬‬ ‫‪Juni-Agustus‬‬ ‫‪Daud,‬‬ ‫‪Wan Mohd Nor. (1998). The Education Philosophy and Practice of Syed Muhammad‬‬ ‫‪(55) Wan‬‬ ‫‪Daud,‬‬ ‫‪WanAn‬‬ ‫‪Mohd‬‬ ‫‪Nor. (1998).‬‬ ‫‪Education‬‬ ‫‪and Practice‬‬ ‫‪of Syed International‬‬ ‫‪Muhammad‬‬ ‫‪( ) Wan‬‬ ‫‪Naquib‬‬ ‫‪Al-Attas‬‬ ‫‪Exposition‬‬ ‫‪of The The‬‬ ‫‪Original‬‬ ‫‪ConsepPhilosophy‬‬ ‫‪of Islamization,‬‬ ‫‪Kuala Lumpur:‬‬ ‫‪Naquib‬‬ ‫‪Al-Attas‬‬ ‫‪An‬‬ ‫‪Exposition‬‬ ‫‪of‬‬ ‫‪The‬‬ ‫‪Original‬‬ ‫‪Consep‬‬ ‫‪of‬‬ ‫‪Islamization,‬‬ ‫‪Kuala‬‬ ‫‪Lumpur:‬‬ ‫‪International‬‬ ‫)‪Institute of Islamic and Civilization (ISTAC‬‬ ‫)‪Institute of Islamic and Civilization (ISTAC‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪50‬‬

AT-TASHAWWUR AL-ISLAMY LI AL-WUJUD ... — [Abbas Manshur Tamam]

����� ،�����‫ �� �� ������ �� �������� �ل������ ����� ���ل� �ل��� ��ل‬،���� ����� ����� ������� �����‫ ��� ��� ��� �� ������� د������ �ل����� �ل‬،��� ����‫ ������ �ل‬،������ ����� ����� ������ ����� ���� �� ����� ��� ،�����‫�ل�� ���� �� ��� �ل���� ����� �ل� �ل���� �ل��� ل‬ .)6(‫ ��� ���� ��� ��� �ل���� ���� ������ �� ��� ���������د‬،����� �� ،��������� ���‫ �� �ل‬Worldview �� ����‫����� ������� ������� ��� ���� �ل���� ل‬ ������ ����‫ ل���ل� ��� ��� �ل‬،�����‫ �� �ل���� ل‬،������‫�ل���� �ل� �ل���� ��� ��� ��� ������� �ل‬ �� worldview �� �‫ �ل‬،Roderick Ninian Smart ����� ����� ���� .�����‫�� �ل‬ �������� ����‫د ������� ��ل��� ��� �� �� ���� �� �ل���� �ل���� �ل���� ل������ �ل‬ �������‫ �ل� ��� د���� ���� �� �ل‬Thomas F. Wall ��� ����� ���� .)7(‫������� ��������د‬ Alparslan ������� �����‫ ��� ��� �ل‬.)8(‫ ��ل���� �ل�����د‬،����‫ ��ل‬،���� �� ������� .���‫ �ل� ���� د��� ����� ل���� ���� ������ ��� �� �ل� �ل���� �ل���� ��ل����ل‬Acikgence .)9(‫�� ���� ���� �ل������ �������� ���� �� ����� ل�����د‬ ��� ،����� ����� ��� �����‫���� ���� ������ ��� �ل������� �ل���� ل������� ������� ������ ل‬ .�����‫ ��� ����� �ل����� �ل‬،���������� �����‫���� ������ ��� ���� ���� ������ �� ����� �ل‬ ����� ���� ،�������� �����‫����� ��� �ل����� ��� ����� ����� �� �ل����� ��ل��� ��� �ل‬ ���� �‫ ��� ل‬،����‫��� ���� ���� �� �ل����� ��ل����� �ل������ ��ل����� �ل�� ���� ����� �� �ل‬ ������ ����‫ ل��� ���� ����� ��� ����� �ل���� ل����� �� ������ ل‬،�����‫�ل����� ���� ��� �ل‬ .�����‫��� ���� ���� ����� ������� ل‬ �� �� ،�����‫���� ���� ����� ��� ��� ��� ��� ��� �ل�� �ل������ �� ����� �ل����� ل‬ �� ����‫����� �ل����� ����� ������ �ل��� ��� ����� ��ل������� ل�ل� ��� ����� ��� ���� �ل‬ ‫ �ل� �� د���� ����� ل�����د‬،������� ����‫�ل���� ل� ����� ����� ل������ ��� �ل������� �ل‬ ����‫ �� �ل���� ل‬worldview ���� ��‫��� �ل����� �ل�� ����� �ل���� ��� ������� ��� ��ل‬ ����‫ل�� �ل������ ������ ���� �� �ل���� �� �ل��� �ل���� ���� ��� �ل���� �ل����� �ل���� ��ل‬ ���� ���� ���� �� ��� ،������‫���ل� �� �ل������ ل������ �ل���� �ل���� ���ل� ������ �ل‬ �‫ ������� ���� ل�ل� ��� �ل��� ���� �� �ل��� �ل���� ��� ��ل‬.���� �����‫�ل��� ل���ل� ��� ��ل� �ل‬ ����‫ �� �� ���� ����� ل����� ���� �ل���� �ل� �ل‬،����‫�ل���� ��ل���� �ل���� �ل�� ���� ��ل‬ .)10(����‫ �� ���� �ل���� ����� ل‬،������� ����‫ ��� �� ��� �� ����� �ل���� �ل������ ��ل‬،��� ������ ����� ��� ��‫ �� �ل‬-����� ���� ������ ������ ��‫�ل‬- �����‫����� �������� �ل����� ��� �ل��� ��ل‬ ��‫ ���� ����� ���� ����� ل����� ����� د��� ����� ل����� ��ل����� �ل‬،����‫�ل���� �� ����� ل‬ .)11(‫���� ���� ������ ��� ������ ����� �ل����د‬ .������‫����� �� �ل���� ���� ��� �ل���� �ل���� ��� � ����� �ل���� ��ل���� �ل���� �ل‬ ���� ���� �����‫ ��� �ل‬.�������� ����� ��� ����‫��� ��� ����� ل� ����� ��� ل������ �ل��� ��ل‬ �� � ��� ��� ،�������‫�ل����� د����� ��ل������ �� �� ��� ������ �ل��� ��ل���� �� ��� �ل‬

7

41 � ،����‫ �ل������ ��� �ل‬،������ ����‫ ������ �ل‬.)1997( .��� ،��� (6)

( ) Smart, Ninian. (n.d). Worldview: Crosscultural Explorations of Human Belief, New York: Charles Sribner’s sons, p. 1-2. (8) Wall, Thomas F. (2001). Thinking Critically About Philosophical Problem: A Modern Introduction, Australia: Wadsworth, Thomson Learning, p. 532. (9) Zarkasyi, Hamid Fahmi. Worldview, p. 10-11; From Acikgence, Alparslan. (1996). The Framework for A History of Islamic Philosophy. Al-Shajarah. Journal of The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), vol. I, No. 1-2, p. 6. (10) Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (2001). Prolegomena To The Metaphysics of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, p. 1. (11) Ibid, p. 2. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

51

‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 49 – 56‬‬

‫�ول ب�ع�ف�ه ��اع���� ب�و���‪�� .‬ل��و���� ت��ل‪�� :‬نس��‪�� ،‬ل���‪�� ،‬ل�ا���‪� ،‬س��� �ل����ق��‪،‬‬ ‫��ل���ن�� ��خ�� من س����� ��فا� ���� �ب���‪ ،‬ب�� ي����ه كل �لك من �سب�� �مسبب��‬ ‫�ح�ك�� ك�ني� م�����‪ .‬ف�ل ه�� ���ي�� ي��� ع�ي�� �سم‪� :‬ل ��� ���‪� �� ،‬ل���‪�..‬ن�� في �ل��ي�� م���ف�‬ ‫ل���� د�ل�و��د في�ب�ي �� ت��ل كل م� يس�� م�و���د(‪ )12‬من �ل����ق��‪.‬‬ ‫�م���� �ل���� ل��و�� ي�� �� ي��ف� في ��ته �لع��ص� �ل��م� ���بع�‪:‬‬ ‫���� �ل���هيم �لع��ي� ل��‬ ‫‪ ΩϮΟϮϟ΍ Ϧϋ ΔϴγΎγϷ΍ ϢϴϫΎϔϤϟ΍ -1‬مع�� �لك �� �ل���� ل��و�� ي ّ‬ ‫��نس�� عن �لع�لم �ل���وي �ن�سه‪ .‬ت�ك �ل���هيم ب���ب� ع�ي�� ��نس�� �نه ي��� �ل� �ل���‬ ‫�ي��م ���ي�� ب�����ه�‪ ،‬في��ل� من ت�ك �ل���� مب��� �� قيم ح�� ي���� �ل���� ل��و��‬ ‫ب���� ‪ paradigm‬في �ل��� ��ل��ني�(‪� .)13‬ع�� سبيل �ل���� ا ي���� ك�ي� من �ل��� ب��‬ ‫���� �ل���� �يع����� �� �ل���� هي �ح�ه� �ل��و��‪ ،‬ت�ك �لع�ي�� ت��� ب�م �ل� ع�� �اك����‬ ‫(�ق��ل��� �م� �ه �ي �� �ا‬ ‫ب�ل�ب��� ��خاقي� �ن�� ا ت��ب� في ��ي�م ب���نين �ل����‪ ،‬ف��� تع�ل� ع��م‪� :‬‬ ‫�حي��ت���� �ل �� ْني�� ن� �� �‬ ‫�� ��ن��ْ ي�� �� �م� ي� ْ��� ����� �� �ا �ل �� ْه �� �� �م� ل���م ب� ��ل�ك� �م ْن �ع ْ� �م �� ْ� ه� ْم �� �ا ي�������� ) (�ل��ثي�‬ ‫[‪� .) 24 :]45‬ع�� ع�� �لك ه��� �ن�� يع��ف�� ب�� ���� �ل����‪ ،‬في�م��� ب�� �ما���ه‬ ‫��لي�� ��خ�‪ ،‬في���م�� في حي�ت�م ب�ل�ب��� ��خاقي� �ن�� ت��ب� م� �ل�ي�� ��خ��ي�‪.‬‬ ‫ه� بن �ع �� �� �ضي ه ع���� ق��‪�� :‬خ� �� �س�� �‬ ‫���م� ك�� ��� عن عب� �‬ ‫ه� ﷺ ب� �� ْ� ��ب�ي‪،‬‬ ‫يل)‪� .‬ك�� �بن �ع �� �� ي���‪ْ �� ���( :‬م �سيْت� فا ت� ْ��� ���ْ‬ ‫ف���‪� ( :‬ك ْن في �ل �� ْني�� �ك��ن�ك� غ‬ ‫��ي�� �� ع��ب� �� �سب� �‬ ‫�‬ ‫(‪)14‬‬ ‫ضك� ‪� �� ،‬م ْن �حي��ت�ك� ل� ���ْ ت�ك� )‪.‬‬ ‫�ل �‬ ‫�ب � �‬ ‫ص ����ك� ل� �� �� �‬ ‫��‪�� ���� ،‬صْ ب��ْ ت� فا ت� ْ�� ����ْ ْ�ل �� �س� ��‪� �� ،‬خ ْ� من �‬ ‫‪� .ξϗΎϨΘϟ΍ϡΪϋϭϪΑΎθΘϟ΍ϭϖϓ΍ϮΘϟ΍ -2‬ل���� ل��و�� ي�� �� ي��� م���ب�� حيث ي���ف� و�ي�‬ ‫م��ن�ته �اع����ي� ��ل���ي� �ن��� قي�ه ح�� ي��� خ�لي� عن �ل�ع��� ��ل���ق�‪��� .‬م� ك��‬ ‫ي��له تع�ل� عن �ل���� �ل��يم �ه� �ل���� ل����� ��سامي ل��و��‪� :‬‬ ‫(ه� ن� �� �� ��حْ �سن�‬ ‫ث �ك���ب� �م�� ���ب��� �م���ن� �ي ت� ْ� �� �ع�� �م ْ�ه� �و��� �� �ل� ��ين� ي� ْ� ���ْ �� ��ب��� ْم ث� �م ت��� �‬ ‫ين �و��� ��ه� ْم ��ق����ب��� ْم ��ل��‬ ‫ْ�ل �� ��ي �‬ ‫ه� ي� ْ� ��� ب� �ه �م ْن ي� ���� �� �من ي��ْ ��لْ �‬ ‫ه� ��ل�ك� ه���� �‬ ‫�� ْك �� �‬ ‫ه� ف� ��� ل�ه� �م ْن ه�� ��) (�ل�م� [‪،)23 :]39‬‬ ‫ه� ل� �� �و �� ْ‬ ‫�ق�� تع�ل�‪��( :‬ف�ا� ي��� ��ب������ ْ�ل���ْ ��� ��ل��ْ �ك��� �م ْن �ع� �� �غي �ْ� ه‬ ‫�� ف�ي �ه ْ‬ ‫�خ��ا�ف� �ك��ي��) (�ل�س��‬ ‫[‪.)82 :]4‬‬ ‫‪� .ΔϠϣΎθϟ΍ϢϴϫΎϔϤϟ΍ -3‬ل���� ل��و�� ي�� �� ي��� �ي�� م��هي�� ��ما يع�ل� كل �� عن حي��‬ ‫��نس��‪� �� .‬ل���� ل��و�� ب���ب� ��س�� �اع����� ل��� ��نس�� �ف��ه �ح��ه ع�� كل‬ ‫م� ي�� ع�يه‪� ،‬ي�خ� مع�� في كل ��� من حي�ته �ي��� م�ق�� ت��هه‪ .‬ح�� ��� ك�� �ل����‬ ‫ل��و�� ق�ص�� ع�� بع� م��ن�� �ل�ي��‪ ،‬سي��� ه��� م��ا في �ل�ي�� خ�لي� عن ت����‪.‬‬ ‫ف��� ��سا� لي��� ت���� ��ما ل��و��‪� ،‬ه� ك�� ق�� �ل�ي� م���� �����‪��( :‬ل��يع�‬ ‫هي �ل��� �ل�ي ��ع�� ه �� ��� �ص�ل�� لي�خ� ��نس�� ب�� ن�سه في عاق�ه ب�به‪� ،‬عاق�ه‬ ‫(‪)15‬‬ ‫ب�خيه �ل�س�م‪� ،‬عاق�ه ب�خيه ��نس��‪� ،‬عاق�ه ب�ل���‪� ،‬عاق�ه ب�ل�ي��)‪.‬‬ ‫‪� .ϥΎδϧϹ΍ΓΎϴΣϲϓΓήϴΒϛϥΎδϧϹ΍ΔϠΌγ΃ϞϜϟΔΑΎΟϻ΍ήϓϮϳ -4‬ه�� م� ق�له وي�� �ل�ي�� ‪James‬‬ ‫‪�( : H. Olthius‬ل���� ل��و�� �ف�ل م��هيم ل��ي� ق�� �س��� �ل�ي��‪ ،‬م�ل من �ن�� �� ��‬ ‫م�و��� �ل� �ين �سي�� هل ��له م�و��� كي� �ك�� سعي��� �م� ه� �ل�ي� ��ل���‪� (16).)..‬ا‬ ‫�ك �� ��و�ب� �ل������ عن ت�ك ��س��� ت��� �ل� صي�غ� �ل���� �ل����� عن �ل�و��‪،‬‬ ‫��لع�� ص�ي�‪.‬‬ ‫�لب��ي‪ ،‬م��� سعي�‪ .)1997( .‬كب�� �لي�ي�ي�� �ل��ني�‪ ،‬بي���‪� ��� :‬ل��� �ل�ع�ص�‪(12) 243 � ،‬‬ ‫‪ .‬عب� �ل��ضل‪ ،‬ف��ي‪ .)1977( .‬ق�م�� �ل��ني‪-‬ع�بي‪ ،‬بي���‪ :‬م��ب� لب���‪ .‬ل����‪ :‬م�� ‪ ،Götz‬و�� ‪Schregle‬س�ي��ل )‪(13‬‬ ‫��ن�ل� ��ي��� �‪1378 .� ،�.�.‬‬ ‫)‪ (14‬ص�ي� �لب����‪6153/5 ،‬‬ ‫)‪ ،����� (15‬م����‪�� .)2111( .‬سا� ع�ي�� ���يع�‪� ،‬ل��ه��‪� ��� :‬ل����‪11 � ،‬‬ ‫‪Olthius, James H. (1985). On Worldviews, Christian Scholar’s Review. 15, no. 2, p. 153-164‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫)‪(16‬‬

‫‪52‬‬

‫]‪AT-TASHAWWUR AL-ISLAMY LI AL-WUJUD ... — [Abbas Manshur Tamam‬‬

‫���� ن��ن� �ل� ��سا� ك���� ل��و�� ل�و�ن�� ي���ك و�يع ت�ك �لع��ص�‪� ،‬ي��ف� ل�يه كل‬ ‫�ام��ني�� ل���ثي� ع�� حي� ��نس�� ع��� ��ع����� ��و��ن� �س��ك�‪.‬‬ ‫�� ������ ����� ������ ������ ������ �� ������� ��������‬ ‫���� ح�يث ص�ي� ي�� ع�� م��ن�� ��سا�‪ ،‬ع�� �نه ع�ي� �ش�يع� ��خا� �ن��� مع�في‪،‬‬ ‫�ي��ف� ل�يه ثاث� ع��ص� �ئيس� في �ل��بي� ��� �ل��ن� �ل�ع�في ��ل��ن� �ل�و��ني ��ل��ن� �لع��ي‬ ‫ل�نس��‪� ���� .‬ل��يث م� ي�ي‪:‬‬ ‫� ق��‪ :‬ب� ْي�� ��� ن��ْ �ن �ع ْ� �� �س�� �‬ ‫ه� ﷺ ����� ي��ْ �� �� ْ� ���� �ع �ع�� ْي��� �� �و حل �ش ��ي ��‬ ‫عن �ع ��� بن ْ�ل�� ��� �‬ ‫س �ل�‬ ‫ْ�ف�ه� �م��� �� �ح ح� ح�� �و�� �‬ ‫�� �ل�ّي�� �‬ ‫� �ش ��ي �� �س ��� �� �ل �� �ع �� �ا ي ���� ع�يه ��ث� �� �ل �س�� �� �ا ي�ع �‬ ‫ب�ي� �‬ ‫ض �ع �ك� � ْي �ه ع�� ف� �� �� ْي �ه‪� ،‬ق��‪ :‬ي� م��� �� ْخب��ْ ن�ي عن‬ ‫�ل�بي ﷺ ف�� � ْس�� �� �� ْكب��� ْي �ه �ل� �� ْكب��� ْي �ه �� �� �‬ ‫(��س �ْا �� �� ْ� ت� ْ��� �� �� ْ� �ا ��ل�ه� �ا ه ���� �� �م �� ���� �س�� �‬ ‫��س �ْا ��� ف��� �س�� �‬ ‫ه�‬ ‫ه � ﷺ‪� ْ :‬‬ ‫ْ�‬ ‫���� ‪�� ،‬ت� �� �� ْ�لب�يْت� �� � ْس����عْت� �ليه‬ ‫ﷺ‪�� ،‬ت���ي �م �ل� ��ا �‪�� ،‬ت� ْ�ت� �ي �ل �� �ك� �‪�� ،‬ت���� �� �� �م �‬ ‫��� ق��‪��ْ �( :‬‬ ‫�‬ ‫ص �� ْقت� ‪ ،‬ق��‪ :‬ف� �ع �� ْب��� له ي�سْ��ل�ه� ��ي �‬ ‫�سب�يا)‪ .‬ق��‪� :‬‬ ‫��ي �� �‬ ‫�� ّ�ق�ه�‪ .‬ق��‪ :‬ف�� ْخب��ْ ن�ي عن ْ �‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ت� ْ� �من� ب� �‬ ‫�� خ� ي �ْ� �� �� �ش ّ� ��)‪ .‬ق��‪:‬‬ ‫���‪� �� ،‬م �ائ� ���� �ه‪� �� ،‬ك��ب� �ه‪� �� �� ،‬س�� �ه‪��� ،‬لي��ْ �� ْ�� �خ ��‪�� ،‬ت� ْ� �من� ب��ل��� �‬ ‫��� ق��‪ �ْ ��( :‬ت� ْعب� �� �‬ ‫ه� �ك��ن�ك� ت ������‪ ،‬ف�� � ْ� لم ت� �� ْن ت ������ ف�نه‬ ‫�‬ ‫��حْ �س �‬ ‫ص �� ْقت� ‪ .‬ق��‪ :‬ف�� � ْخب��ْ ن�ي عن ْ �‬ ‫ْ‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫ي� ����� )‪ .‬ق��‪ :‬ف�� ْخب��ْ ن�ي عن �لس�� �ع ��� ق��‪( :‬م� �ل �� ْس��� �� ع��� ب�� ْع�� �م من �لس��ئ� �ل)‪ .‬ق��‪ :‬ف�� ْخب��ْ ن�ي‬ ‫��ل����‬ ‫عن �م��ت��� ق��‪ �ْ ��( :‬ت��� �� ْ��� �م�� ��ب������‪ �ْ ���� ،‬ت� ��� ْ�ل ����� � ْ�لع ���� � ْ�ل �ع�ل��� ��ع�� �� �ل ��� �� ي����� �‬ ‫ق ف���ب� ْ� �‬ ‫ت �م��يه�‪ ،‬ث� �م ق�� لي ي� �ع ����‪��( :‬ت� ْ� ��� من �لس��ئ�ل��) ق�ت ه‬ ‫��)‪ .‬ق��‪ :‬ث� �م � ْن���� �‬ ‫في ْ�لب� ْ�ي�‬ ‫�‬ ‫(‪)17‬‬ ‫�� ��س��ل�ه� �� ْع�� �م‪ .‬ق��‪( :‬ف�نه �وب �ْ�ي �ل ��ت�� �ك ْم ي� �ع�ّ �� �� ْم ��ي�� �� ْم)‪.‬‬ ‫�ش�� ��� �ل��يث �ل� عاق� م�ي�� بين �ل���� ��سامي ل��و�� ��ل��بي� ��سامي�‪ .‬ف�لس��� عن‬ ‫��حس�� بع� �لس��� عن ��ي��� ���سا� ي�� ع�� ��� �ل��بي�‪ ،‬ع�� �� ا ت��� �ل�ع�ف� عن ��ي���‬ ‫���سا� م��� �ل�ع�ف�‪ ،‬في�ب�� �� ي��� �ل� �ل����� في���� م���� �ل��ن� �ل�و��ني ��لس��كي‪.‬‬ ‫ف���� ف�� بين �ل�ع�يم ��ل��بي�‪ ،‬حيث ي��� �ل�ع�يم �ل� كس� �ل�ع��م�� �ل����ك�� ��� �ل����‬ ‫�ل� ت��ي� �ل��ق� ��لس���‪�� ،‬ل��بي� ت��م ب��� في كس� �ل�ع��م��‪ .‬ق�� �لع���‪ :‬دا تس�� ع��ي�‬ ‫�ك�س�� �ل�ع�ف� دت�بي�د م� لم ت���� �ل�ع�ف� �ل���سب� ع�� �ل��� ��خاقي �ل�� ي�ل� �� ي��� في‬ ‫�ل��� �ل�� ي��سبه م� �س�يه �ن� ب����‪� .‬يع�� ���� �ل���� �ل��ي� �ل�� ي�بع من �ان�ب��‬ ‫�ل��تي �ل��ئم ع�� �ل�ع�ف� �ل��بع� من �ل����د(‪ .)18‬ب�ع�� آخ� �� �ل����� �ل��ي�� ل��ي� ��سامي�‬ ‫ت���� �ل� ع�ل ت�ب��‪ .‬ك�� �� �ل���� ي�وع �ل� �و�� مع��� ��س�� في ن�س �ل��� ��ي ت���‬ ‫م�ق�ه �ت��� س��كه‪� ���� .‬ل�ع��� ت���� من مع��م��‪�� ،‬ف���‪�� ،‬ع������ ي�ي�ي�‪���� ،‬ح�� �ل�‬ ‫�ي� �لك‪ ،‬ي�تب� بع��� ببع� في شب��� ع��ه‪� ،‬ت��� ��ي�� ت��ي� له‪� ���� ،‬ل��ي�� في �ل���ي�‬ ‫ت�عل �ل��س ش��ي� ��� م�ق� ��ض� ���� ق��ي� ف��ي� �� س��كي� �ي���� في �����‪.‬‬ ‫�من ثم ف�ل��بي� ب��و� �ل� ثاث� �م�� في تع�يل س��� ��ف���‪:‬‬ ‫‪������� ������� ������ ������ ������ ����� -1‬‬ ‫ا م��ح� في �� ح�ك� ع��ي� ت�ل�� ل�� �ل�س��ين م�تب�� ب���� �ل��آ� �ل�� ي��� و�يع‬ ‫�ل���� �ل�ع�في في م��حل ت��ي��م‪��� .‬تب�ت �ل��ك� ب�ع���م ���� ��� �س�� ه ﷺ �ل��‬ ‫ف�� ل�م ب�� �ل�ع�م‪� ،‬نه ��ي�� من ���ئ� �ل�س�ل�‪� �� ��( :‬ل� ��� ب� �ع �‬ ‫ث ف�ي ْ��� ّميّين� �� �س�ا ّم ْ��� ْم ي� ْ����‬ ‫ين) (�ل��ع� �‪:]62‬‬ ‫��� �� ْ�ل �� ْ� ���� ����� �ك�ن��� �من ق� ْب �ل ل���ي �‬ ‫�ع�� ْي �� ْم آي��ت� �ه ��ي��� ّكي �� ْم ��ي� �ع�ّ ���� �م ْ�ل ��� �‬ ‫ض �ا �� �مب� �‬ ‫‪.)2‬‬ ‫)‪ (17‬ص�ي� مس�م‪8/1 ،‬‬

‫‪18‬‬

‫‪( ) Al-Attas, Prolegomena, p. 16.‬‬

‫‪53‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 49 – 56

���� ������� ���� ،���� ����� ��� ����� ����� �� ���� ����� ‫��� ��� ����� ﷺ‬ �������� ���� ،������ �������� ����� ���� ����� ������� ������� ������ ������� ������ ��� ����� ��� ���� ������� ������� ���� .��������� ������� ��� ���� ����� ���� ��� �� �� ��������� ������� ������ ��� ،��������� ��������� �������� ������ ����� �� �������� ����� ���� ���� ������� ������ ���� ��� ��� �� ��� ���� ������� ��� .������ ����� �� ،������ ����� �� ����� ��� ��� ���� ������ ������� ������� ������� ��‫ �� د‬.‫ﷺ‬ ،������ �� ���� ���� ��� ����� ������ ������ ��� ���� �� ��� ��� ����� � ،‫����� ����� ﷺ‬ ���� �� ،������ ����� �� ���� ����� ���� ������ ���� ������ ��� ��� �� ��� �� ��� �� ������ �� ������� ������ ����� .)19(‫�� ��� ������ ������ ���� ��� ���� ������ �� ������د‬ ����� ��� ������� ������ ������ �� ������� �� ���� ������ ���� ،������� ����� ������ ������� ����� ���� ������� ������� �� ��� ����� ،������ ������ �� ��������� ���� ���� ���� �� ���� ���� ������ ��� .�������� ������� ������ �� ������ ������ �� ��� �� ���� ���� ���� ،�������� ������� �� ������� ������� �� ������� ������ �� ����� ����� �� ���‫����� د‬ .)20(‫���� �� ����� �� ����� ������ ���� ��� ��� ����� �� ����� ��� �����د‬ ���� ������ ����� ���� ���� ������� �� �� ���� ������ ����� ������� �������� ���� ������ �������� ‫ ��� ��ه� ����� ﷺ‬،����� ��� �� ������� ������� ��� ����� �� ������ ������� ������� ،�������� ���� �� �������� �� ������ ����� ����� �� ������ ������ ،���� ����� �� �� ،������ ������ �� ������ ���� �������� ������� ������ �� ����� ���� ��� ��� �� ��� .������ ������ �� ������ �������� �� ������ ������� ��� ���� ��� ��� ����� �� ،���� ��� ��� ��� ��� � �������� ������ ��� ���‫��� ������ ����� د‬ ،���� �� �������� ��� ����� �� �� ��� ������� ،����� ������ ،������ ������� ����� ����� �������� ������� �������� ������� ������ ���� ��� �� ������ ��������� ������� ��� ��� �� ������ �� ������� �� ��� ���� .)21(‫ �� ������ ������� ��������د‬،������� ����� ��� .)22(������� ������ �� ���� �� �� ���� ������� ������ ���� �� ��� ������ �������� ������ ������� �������� �������� ������� -2 ������� ����� ��� ���� ���� ��� ������� ������ ������ ��� ������ �� ������� ������ �� � ���� ������ ����� �� ������ ������ �� ����� � �� ������� ������� ،��� .)������( ���� �� ����� ������ ����� �� ������ ،����� ��� ����� �� ������ ������ ،���� ���� ������� ���� ��� .�������� �������� ����� ������ ،����� �� ������ ����� �� ������ ������ ��� ،���� ����� ���� ��� .��������� ������ ������ .���� ���� ���� ��� ،������ ������ ������ ��� ���� ���� ��� .������� ������ ������ ،�������� ������� ���� ������� ��� ��� ������ ���� ��� �� ‫�������� ���� ����� ����� ﷺ‬ ����� ��� �� ����� ����� � ���� ،����� ������ ��� ���� ����� ����� � ���� ��� .���� � ��� ��� ������ ��� ��� �� ������� ������� .������� ����� ���� �� ���� ���� ���� ��� �� ��� ���� ���� � ���� �� ��� ������ ،����� ����� ����� �� ����� ���� ����� ������� ������� �� �� ������ ���� ��� ��� ������� 447 � ،������ ������ ��� ������ ،����� ��� �� ����� .)�.� ،��( .���� ���� ،���� ������ ������ ��� ������ ������ ��� 21 � ،�������� ����� ������� ��� �������� ،����� �� ������ ������ .)199( .������ ��� ،����������

54

(19) (20) (21) (22)

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

‫]‪AT-TASHAWWUR AL-ISLAMY LI AL-WUJUD ... — [Abbas Manshur Tamam‬‬

‫�ل����‪ ،‬ه��� �م� آ�� م��ب� ���� �ل���ب �ل���ف� �ه� �ل���ي�‪ ��� .‬ي��� ف� �ل���� ��� من‬ ‫�ل����‪ ،‬ه��� �م� آ�� م��ب� ���� �ل���ب �ل���ف� �ه� �ل���ي�‪ ��� .‬ي��� ف� �ل���� ��� من‬ ‫�ا����� �ين �ل��� ��ل��� �ه‪ ،‬ف�� ي��� ل���� ��ي� ه��� من �ل���ف� ����مي�‪ ،‬ل��ه ف� ���‬ ‫�ا����� �ين �ل��� ��ل��� �ه‪ ،‬ف�� ي��� ل���� ��ي� ه��� من �ل���ف� ����مي�‪ ،‬ل��ه ف� ���‬ ‫�ل��� ي���� ����� �ي���� �ه �ل�����‪�� .‬ل��� ��ي� ف�� ي��� له ��� ��ي� ف� �ل���ف�‬ ‫�ل��� ي���� ����� �ي���� �ه �ل�����‪�� .‬ل��� ��ي� ف�� ي��� له ��� ��ي� ف� �ل���ف�‬ ‫����مي� ل��ه ي���� ����ه‪.‬‬ ‫����مي� ل��ه ي���� ����ه‪.‬‬ ‫‪������ ������ ����� ������ ���� -3‬‬ ‫‪������ ������ ����� ������ ���� -3‬‬ ‫لن ي��ب� �ل���� من ه��ي� �ل��آ� ��� ك�� ��لي� من �ل����‪��� ��� ،‬ل�‪��� ( :‬ل�ك� ْْ�ل ����‬ ‫ْب‬ ‫���‬ ‫ا� ���ييْب�‬ ‫ي��ب� �ل���� من ه��ي� �ل��آ� ��� ك�� ��لي� من �ل����‪��� ��� ،‬ل�‪�( :‬ل�ك� (�ل ������� ا� � �‬ ‫لن لّ ْ‬ ‫�‬ ‫فيه ه���‬ ‫‪� ،))23‬ي��� ��‬ ‫�����ين� ) (�لب��� �‪��� .)2 :]2‬ي� ف��ه� �ل���� ���له‪ :‬د�ل����� م�����د(‪23‬‬ ‫�‬ ‫ف��ي ��ه ه��� لّ ْ� ������ين� ) (�لب��� �‪��� .)2 :]2‬ي� ف��ه� �ل���� ���له‪ :‬د�ل����� م�����د ‪� ،‬ي��� ��‬ ‫�ل��آ� ا ي���� �ه �ا من ك�� ���� ������� ���� ل���� ه��ي�ه‪ �������� ،‬ي���� ل�ب�� م�ي� من‬ ‫�ل��آ� ( ا ي���� �ه �ا من ك�� ���� ������� ���� ل���� ه��ي�ه‪ �������� ،‬ي���� ل�ب�� م�ي� من‬ ‫�ل���ي�‬ ‫‪ .))24‬في�ب �� ي�� �ل��من من �ل��آ� م��� ������ ��ل���ي� ل�� م� ��� �ه‪ ���� ،‬ي����‬ ‫�ل���ي�(‪ . 24‬في�ب �� ي�� �ل��من من �ل��آ� م��� ������ ��ل���ي� ل�� م� ��� �ه‪ ���� ،‬ي����‬ ‫�ل��� ��ل����� �� ������� �� ������‪ �� ،‬ك��� ك���� � �ل���ي� ل��� ه� ����‪�� ،‬ل����� من ك�‬ ‫�ل��� ��ل����� �� ������� �� ������‪ �� ،‬ك��� ك���� � �ل���ي� ل��� ه� ����‪�� ،‬ل����� من ك�‬ ‫��� ���‪�� ��� ،‬ن م����‪ :‬د��� ���� � ي��� (ي�� ���ي���� �ل�� ��ين� آ �م�����) ف����� ���ك‪ ،‬ف��ه �ي�‬ ‫‪)25‬د��� ���� � ي��� (ي�� �ي���� �ل ��ين� آ �م���) ف����� ���ك‪ ،‬ف��ه �ي�‬ ‫��� ���‪�� ��� ،‬ن م����‪:‬‬ ‫���ل� ف� م����� من �ل��آ�‪���� ،‬‬ ‫��م� �ه‪�� ���� �� �� ،‬هد((‪� .)25‬ي��� ��ن م���� ����� �ل����‬ ‫��م� �ه‪�� ���� �� �� ،‬هد ‪� .‬ي��� ��ن م���� ����� �ل���� ���ل� ف� م����� من �ل��آ�‪���� ،‬‬ ‫ا ي����� �ل��آ� م����� ل������ �ل���ي�‪ �� ،‬ي�����ه ��� م��� ل��ك �ل�����‪ ،‬ف��ه ��ب���‬ ‫ا ي����� �ل��آ� م����� ل������ �ل���ي�‪ �� ،‬ي�����ه ��� م��� ل��ك �ل�����‪ ،‬ف��ه ��ب���‬ ‫ه� �����‪� ،‬ك��� ���ب ��ه�� ف� ���ي� �ل�ي�� �لب��ي�‪�� :‬ه�� ��ب��� �م� من ��� ����‬ ‫ه� �����‪� ،‬ك��� ���ب ��ه�� ف� ���ي� �ل�ي�� �لب��ي�‪�� :‬ه�� ��ب��� �م� من ��� ����‬ ‫�ل����‪�� ،‬ه ����‪��� ،‬يه ������ ف� �ل���� ���ل�‪���� ،‬ب�� �� �ل��� لي�� �ي�� آ�� ���‬ ‫�ل����‪�� ،‬ه ����‪��� ،‬يه ������ ف� �ل���� ���ل�‪���� ،‬ب�� �� �ل��� لي�� �ي�� آ�� ���‬ ‫�ل���� �ل�����ي� ل����يه �ل��آ��‪.‬‬ ‫�ل���� �ل�����ي� ل����يه �ل��آ��‪.‬‬ ‫ل�لك ف�� م��ل� ����� م�ل�ا� �ل��آ� ��ي�����ه‪ ،‬لي�� م��� ف�� �ل���ه ��ب����ه‪�� ،‬‬ ‫ل�لك ف�� م��ل� ����� م�ل�ا� �ل��آ� ��ي�����ه‪ ،‬لي�� م��� ف�� �ل���ه ��ب����ه‪�� ،‬‬ ‫لي�� م��� �ل���ي� �ل��ي� ل���آ�‪��� ،‬ه� من �لك ه� ������� �ل��� ���ي� من �ل�����‬ ‫لي�� م��� �ل���ي� �ل��ي� ل���آ�‪��� ،‬ه� من �لك ه� ������� �ل��� ���ي� من �ل�����‬ ‫��ل���ك�� ��ل�����‪���� ،‬ه ��ك �ل�� ���ب� ���له‪ � ���� .‬من �� ���� �ل���ي� �ل����ب�‬ ‫��ل���ك�� ��ل�����‪���� ،‬ه ��ك �ل�� ���ب� ���له‪ � ���� .‬من �� ���� �ل���ي� �ل����ب�‬ ‫ل����ه ه� ��ب� �ل���� من ����ه �ل��آ�ي�‪� .‬من �� ي���ب ������ ��ن ����� ���ن �ل���ه‬ ‫ي���ب ������ ��ن ����� ���ن �ل���ه‬ ‫�ل���� من ����ه �ل��آ�ي�‪.‬‬ ‫ل����ه ه� ��ب�‬ ‫�من ����ْ��ل��� ْ‬ ‫فيه‪� ( :‬ك����ح ������ ْْل����� ��ل�� ْيك� �مب�� �� ح‬ ‫�) (� �‪� �� �� .)29 :]38‬ل���‬ ‫��� ْْلب��‬ ‫� ّلّي� ��������� آي���� �ه ��ل�ي��� ��� ��ك ��‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫ْ‬ ‫ح‬ ‫�‬ ‫�) (� �‪� �� �� .)29 :]38‬ل���‬ ‫فيه‪� ( :‬ك����ح ���� ل����� ��ل ْيك� �مب�� ��� لي�������� آي���� �ه �ل�ي���ك �� ��ْ ل�� ��لب�� �‬ ‫م��� �ل���ف� �لب����‪�� ،‬ل�� ����م� م� ���ه��‪���� ،‬ب ف� ��ي� �ل���ف�‪،‬‬ ‫�ل��آ�� ا ي��� �ل�‬ ‫�ل��آ�� ا ي��� �ل� م��� �ل���ف� �لب����‪� ،‬ل�� ����م� م� ���ه��‪���� ،‬ب ف� ��ي� �ل���ف�‪،‬‬ ‫����� ي���ب �ل��آ� �ل��� من ���� �ل���ف�‪.‬‬ ‫����� ي���ب �ل��آ� �ل��� من ���� �ل���ف�‪.‬‬ ‫�� �������‬ ‫�� �������‬ ‫��� �لب�� �ل� �ه� ����� في�� ي��‪:‬‬ ‫��� �لب�� �ل� �ه� ����� في�� ي��‪:‬‬ ‫‪� -1‬ل���� ل����� ي���� من �ا����� ��ل��� �ك� م� ه� ك��ن ف� �ل���ب �ل���� �ل����‬ ‫‪� -1‬ل���� ل����� ي���� من �ا����� ��ل��� �ك� م� ه� ك��ن ف� �ل���ب �ل���� �ل����‬ ‫ل����� �ا������ �������‪� ،‬م���� �ل���� ل����� ي�ب �� ي��ف� ف� ���ه �ل�����‬ ‫ل����� �ا������ �������‪� ،‬م���� �ل���� ل����� ي�ب �� ي��ف� ف� ���ه �ل�����‬ ‫�ل��م� ������‪� ،‬ه� ��ه �ل���هي� �����ي� �ن �ل����‪� ،‬ل���ف� ��ل����ه ���� �ل�����‪��� ،‬ه‬ ‫�ل��م� ������‪� ،‬ه� ��ه �ل���هي� �����ي� �ن �ل����‪� ،‬ل���ف� ��ل����ه ���� �ل�����‪��� ،‬ه‬ ‫م��هي� ��م��‪� ،‬ي�ف� �ا���� ل�� ����� ������ كبي�� ف� �ي�� ������‪ ������ .‬ي��ف� ف�‬ ‫م��هي� ��م��‪� ،‬ي�ف� �ا���� ل�� ����� ������ كبي�� ف� �ي�� ������‪ ������ .‬ي��ف� ف�‬ ‫���ه ��ك �ل����� ��ي���‪.‬‬ ‫���ه ��ك �ل����� ��ي���‪.‬‬ ‫‪ -2‬م���� �ل���� ����م� ل����� ي���� ف� �ل��ي�� ��ل��ي�� ������ ��ل���� �ل���ف�‪،‬‬ ‫‪ -2‬م���� �ل���� ����م� ل����� ي���� ف� �ل��ي�� ��ل��ي�� ������ ��ل���� �ل���ف�‪،‬‬ ‫ك�� ي��� من ��ي� �ب�ي� �ي� ي��� �لي�� ����� ����� ل����ي� �ل�� ���� �ل���ب‬ ‫ك�� ي��� من ��ي� �ب�ي� �ي� ي��� �لي�� ����� ����� ل����ي� �ل�� ���� �ل���ب‬ ‫�ل���ف� ��ل������ ��ل����‪� ،‬ه� ����� �ل� ���� �م�� ف� ���ي� ���� ��ف���‪� ،‬ه�‬ ‫�ل���ف� ��ل������ ��ل����‪� ،‬ه� ����� �ل� ���� �م�� ف� ���ي� ���� ��ف���‪� ،‬ه�‬ ‫����� �ل���� �ل���� �ل��ي� ل����ف� ����مي�‪�� ،‬ال���� ��ل���ي� �ل���في� ����مي�‪،‬‬ ‫����� �ل���� �ل���� �ل��ي� ل����ف� ����مي�‪�� ،‬ال���� ��ل���ي� �ل���في� ����مي�‪،‬‬ ‫����� ������ ل���� �ل���� ����م�‪.‬‬ ‫����� ������ ل���� �ل���� ����م�‪.‬‬ ‫�������‬ ‫�������‬ ‫‪(23‬‬ ‫)‪23‬‬ ‫)‬ ‫‪((24‬‬ ‫)‪24‬‬ ‫‪((25‬‬ ‫))‬ ‫)‪(25‬‬ ‫‪55‬‬

‫�ل����‪� ��� ،‬لب�ك��‪ .).�.�( .‬م���� �ل���ي� ������ �ل���ي� (���ي� �ل����)‪� ،‬ل��ه��‪ :‬م��ب� �لب��� �ل��ب�‪11� ،1� ،‬‬ ‫‪.12‬م���� �ل���ي� ������ �ل���ي� (���ي� �ل����)‪� ،‬ل��ه��‪ :‬م��ب� �لب��� �ل��ب�‪11� ،1� ،‬‬ ‫(�‪.).�.‬‬ ‫�ل���� ���‬ ‫�ل����‪،‬‬ ‫�لب�ك��‪� ،.‬‬ ‫�ل����‪1� ،‬‬ ‫‪.‬‬ ‫‪12‬‬ ‫�‬ ‫‪،‬‬ ‫‪1‬‬ ‫�‬ ‫�ل����‪،‬‬ ‫�ل����‬ ‫��ن ك�ي�‪����� ،‬ي� �ن ���(‪��� .)1411‬ي� �ل��آ� �ل��ي� (���ي� ��ن ك�ي�)‪� ،‬ي���‪� ��� :‬ل���‪255 � ،2 � ،‬؛‬ ‫‪255 � ،2 �.43‬؛‬ ‫�ل���‪،‬‬ ‫�ل��آ�‬ ‫‪.)1411‬‬ ‫���(‬ ‫�����ي� �ن‬ ‫��ن‬ ‫(�‪.).�.‬‬ ‫م���‪.‬‬ ‫��� �ن‬ ‫ك�ي�‪� ���،‬ل��ن‬ ‫�ل������‪،‬‬ ‫��� �‬ ‫�ي���‪،� �:‬‬ ‫ك�ي�)‪�،‬ل���ي�‪،‬‬ ‫��ن �ل��ب‬ ‫(���ي� ���‬ ‫�ل��ي��ي���‪:‬‬ ‫��ل�ي��‪،‬‬ ‫���ي��ل���‬ ‫�ل������‪� ��� ،‬ل��ن ��� �ن م���‪� .).�.�( .‬ل��� ��ل�ي��‪� ،‬ي���‪� ��� :‬ل��ب �ل���ي�‪.43 � ،� � ،‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 49 – 56

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (2001). Prolegomena To The Metaphysics of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC Olthius, James H. (1985). On Worldviews, Christian Scholar’s Review. 15, no. 2 Rohani, Ahmad H. M. (2009). Pendidikan Islam Menuju Generasi Khoiru Ummah. Sultan Agung, xliv, No. 118, Juni-Agustus Smart, Ninian. (n.d). Worldview: Crosscultural Explorations of Human Belief, New York: Charles Sribner’s sons Wall, Thomas F. (2001). Thinking Critically About Philosophical Problem: A Modern Introduction, Australia: Wadsworth, Thomson Learning Wan Daud, Wan Mohd Nor. (1998). The Education Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas An Exposition of The Original Consep of Islamization, Kuala Lumpur: International Institute of Islamic and Civilization (ISTAC) Zarkasyi, Hamid Fahmi. Worldview. From Acikgence, Alparslan. (1996). The Framework for A History of Islamic Philosophy. Al-Shajarah. Journal of The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), vol. I, No. 1-2

����� ��� ������ ،)���� ��� �����( ������ ������ ����� .)1411(��� �� ������� ،���� ��� ��� ������ ،)������� ����( ������� ������ ������ .)1987( .������� �� ���� ،������� ���� ��� ������� ����� ��� ������ ،������� ��������� ���� .)1997( .���� ���� ،������ �������� ����� ������� ��� �������� ،����� �� ������ ������ .)199( .������ ��� ،���������� ������ ،����-������ ����� .)1977( .���� ،������ ��� .Götz ��� ،Schregle ������ .�.�.� ������ ������ ��� ������ .����� ����� ������ ��� �������� ،������ ����� ����� .)2111( .����� ،����� ������ ��� �������� ،���� ���� ����� ������� ������ .)1993( .���� ،����� .���� ،���� ������ ��� �������� ،������ ������ ������ .)1997( .��� ،��� ������� ����� ��� ������ ،������� ����� .).�.�( .���� �� ��� ����� ��� ،�������� ������ ������ ����� ��� ������ ،���� ���� .).�.�( .���������� ������ �� ���� ،���� ������ ����� �������� ،)������ �����( ������� ������ ������� ����� .).�.�( .������� ��� ،������ ������ ������ ������ ��� ������ ،����� ��� �� ����� .)�.� ،3�( .���� ���� ،����

56

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PEMBIASAAN DZIKIR (Sebuah Model Pendidikan Pada Thariqat Tijaniyah) PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PEMBIASAAN DZIKIR (Sebuah Model Pendidikan Pada Thariqat Tijaniyah) Aceng Kosasih Universitas Pendidikan Indonesia Aceng Kosasih Email: [email protected] Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT Recently, moral degradation emerges. The truth, honesty, justice, brotherhood, and ABSTRACT affection have been covered by evil, deception, oppression, and deviation. There are many Recently, moraland degradation emerges. honesty,appears justice,not brotherhood, and corruption, collusion, manipulation. This The moraltruth, degradation only in adults, affection been Parents, covered teachers, by evil, deception, oppression, and deviation. There are many but also inhave students. religious figures, and society have been complaining corruption, and manipulation. This moral degradation onlyand in adults, some studentscollusion, who are naughty, stubborn, drinking alcohol, engaging appears in a gangnot fight, so on. but also students. Parents, teachers, religious figures,education and society have be been complaining Those allinare to be the reasons that religious character should paid attention. some students who are naughty, stubborn, drinking Mysticism alcohol, engaging in a gang fight,toand so on. Thariqat Tijaniyah is one of schools of Islamic (Tasawuf) that tries build its Those all religious are to be the reasonsthrough that religious should be paidthis attention. adherent character Dzikr character recitationeducation in regular. Through Dzikr Thariqat Tijaniyah one of schools of Islamic Mysticism (Tasawuf) that tries to build its recitation regularly,isikhwan’s (adherent of Thariqat Tijaniyah) character is built. This adherent religious character through recitation in regular. Through this Dzikr article is the result of my research aboutDzikr the Process of Dzikr costumarization in Ikhwan recitationTijaniyah regularly,inikhwan’s (adherent of Boarding Thariqat Tijaniyah) built. This This Thariqat Darussalam Islamic School, Jaticharacter Barang is Brebes. article isisthe result of with my research about the Process of Dzikr costumarization in Ikhwan research qualitative descriptive analytic method. The data collection is conducted Thariqat Tijaniyah in Darussalam School, Jati Barang Brebes. This by using: 1) participative observationIslamic technic,Boarding 2) interview, 3) documentation, 4) literature research qualitative with descriptive method.shows The data is conducted study, andis 5) triangulation. The result analytic of the research thatcollection the process of Dzikr by using: regularly 1) participative observation 2) interview, 3) documentation, 4) literature recitation in Ikhwan Thariqattechnic, Tijaniyah is conducted with reciting wird lazimah, study,wadzifah, and 5) triangulation. The result of the research shows that the process of Dzikr wird and wird hailallah. recitation regularly in Ikhwan Thariqat Tijaniyah is conducted with reciting wird lazimah, wirdWord: wadzifah, and wird hailallah. Key Religious character, Dzikir, Thariqat Tijaniyah. Key Word: Religious character, Dzikir, Thariqat Tijaniyah. ABSTRAK Dewasa ini banyak bermunculan gejala kemerosotan akhlak. Kebenaran, kejujuran, keadilan, ABSTRAK persaudaraan dan kasih sayang sudah tertutup oleh kebatilan, penipuan, penindasan dan penyelewengan. Di sana sini banyakgejala terjadikemerosotan korupsi, kolusi dan manipulasi. kemerosotan Dewasa ini banyak bermunculan akhlak. Kebenaran, Gejala kejujuran, keadilan, akhlak tersebutdan bukan saja sayang menimpasudah kalangan dewasa, telah menimpa kalangan persaudaraan kasih tertutup olehmelainkan kebatilan,juga penipuan, penindasan dan pelajar. Orang tua,Dipendidik, agama dankorupsi, masyarakat mengeluhkan sebagian pelajar penyelewengan. sana sinitokoh banyak terjadi kolusibanyak dan manipulasi. Gejala kemerosotan yang nakal,saja keras kepala,kalangan mabuk-mabukan, tawuran, juga dantelah sebagainya. semua akhlakberperilaku tersebut bukan menimpa dewasa, melainkan menimpaItukalangan menjadi alasan bahwa pendidikan karakter religius harus mendapat perhatian. Thariqat Tijaniyah pelajar. Orang tua, pendidik, tokoh agama dan masyarakat banyak mengeluhkan sebagian pelajar sebagai salah satu nakal, madzhab dalam tasawuf berupaya membangun religius penganutnya yang berperilaku keras kepala, mabuk-mabukan, tawuran, karakter dan sebagainya. Itu semua melalui pembiasaan dzikir. Melalui pembiasaan dzikir itulah watak dan karakter ikhwan pada menjadi alasan bahwa pendidikan karakter religius harus mendapat perhatian. Thariqat Tijaniyah Thariqat Tijaniyah bisa dibina. Makalah iniberupaya merupakan hasil penelitian penulis tentang Proses sebagai salah satu madzhab dalam tasawuf membangun karakter religius penganutnya Pembiasaan Dzikir pada Ikhwan Thariqat Tijaniyah di Pondok Jati Barang melalui pembiasaan dzikir. Melalui pembiasaan dzikir itulah Pesantren watak danDarussalam karakter ikhwan pada Brebes. bersifat menggunakan deskriptif ThariqatPenelitian Tijaniyahini bisa dibina.kualitatif Makalahdengan ini merupakan hasil Metode penelitian penulis analitis. tentang Untuk Proses menghimpun data dilakukan dengan menggunakan: Teknik Pesantren Observasi Darussalam partisipatif, Jati 2) Teknik Pembiasaan Dzikir pada Ikhwan Thariqat Tijaniyah 1) di Pondok Barang Wawancara, 3) Teknik Dokumentasi, 4) Teknik Studi Pustaka, dan 5) Triangulasi. Hasil penelitian Brebes. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan Metode deskriptif analitis. Untuk menunjukkan bahwa proses pembiasaan dzikir terhadap Ikhwan Thariqatpartisipatif, Tijaniyah 2) dilakukan menghimpun data dilakukan dengan menggunakan: 1) Teknik Observasi Teknik dengan pengamalan wirid lazimah, wirid danPustaka, wirid hailallah. Wawancara, 3) Teknik Dokumentasi, 4) wadzifah, Teknik Studi dan 5) Triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembiasaan dzikir terhadap Ikhwan Thariqat Tijaniyah dilakukan Kata Kunci: Karakter religius, dzikir, danwadzifah, Thariqat dan Tijaniyah. dengan pengamalan wirid lazimah, wirid wirid hailallah. Kata Kunci: Karakter religius, dzikir, dan Thariqat Tijaniyah. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

57

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 57 – 61

A. LATAR BELAKANG Dunia modern saat ini pada satu sisi ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sementara pada sisi yang lain ditandai dengan kemerosotan akhlak. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah menjadi barang yang langka. Sebaliknya penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan terjadi dimana-mana. Gejala kemerosotan akhlak tersebut, dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, melainkan juga telah menimpa kalangan pelajar. Orang tua, guru dan masyarakat banyak mengeluhkan sebagian pelajar yang berperilaku nakal, keras kepala, mabuk-mabukan, tawuran, pesta obat-obatan terlarang, dan sebagainya. Ini adalah kenyataan yang sangat menakutkan bagi orang tua yang masih memiliki iman. Apa yang sesungguhnya sedang terjadi di dunia pendidikan? Mengapa dunia pendidikan seperti kurang memperhatikan aspek moral anak didiknya? Padahal beberapa dekade terakhir ini, berbagai komponen dan aspek pendidikan telah mengalami lonjakan kemajuan yang spektakuler. Kurikulum dan strategi pembelajaran ditinjau dan diperbaharui setiap tahun. Kualifikasi tenaga pengajar ditingkatkan minimal Sarjana Strata 1 (S1). Fasilitas dan berbagai media pendidikan dan lain sebagainya mengalami pengembangan secara signifikan, jauh meningkat dibanding dengan kondisi 10 apalagi 20 tahun yang lalu. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah mengantarkan ilmu dan teknologi ke tingkat yang sangat maju. Dengan temuan-temuan ilmu dan teknologi, berbagai pekerjaan tidak lagi dikerjakan secara manual, semuanya serba mudah dan praktis. Akan tetapi di sisi lain, ternyata kemajuan ilmu dan teknologi telah membuat jurang yang menjebak manusia itu sendiri, manusia telah kehilangan makna dan tujuan hidup yang sebenarnya. Karena mereka telah dijauhkan dari akar-akar keagamaan dan dikikis dari keterikatannya kepada Sang Pencipta. Ini adalah fenomena munculnya penyakit ruhani. Padahal ilmu dan teknologi secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiannya. Ilmu dan teknologi harus bisa mendorong manusia pada pengakuan atas kemahabesaran Sang Pencipta hingga membawa kepada ketaatan dan ketundukan kepada-Nya. Kondisi di atas hendaknya memacu kita untuk lebih menekankan pentingnya pendidikan karakter, hususnya karakter religius. Berikut ini penulis mencoba akan memaparkan sebuah model pendidikan karakter religius melalui pembiasaan dzikir yang diterapkan pada ikhwan Thariqat Tijaniyah. B. METODE PENELITIAN Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis terhadap ikhwan Thariqat Tijaniyah di Pondok Pesantren Darussalam, Brebes. Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi partisipatif, wawancara dan dokumentasi, studi pustaka, dan triangulasi. C. PEMBAHASAN Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan pengertian pendidikan bahwa pendidikan pada hakekatnya suatu usaha yang didasari untuk pengembangan kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional adalah Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan dan perubahan zaman. Bahkan dalam Pasal 3 dikemukakan 58

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS ... — [Aceng Kosasih]

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pada UU Sisdiknas di atas, ada hal yang menarik perhatian penulis yakni pendidikan di Indonesia berfungsi membentuk watak, karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat yang akan tercermin dari pribadinya yang berakhlak mulia. Adapun karakter berasal dari bahasa Yunani yakni karasso yang berarti cetak biru, format dasar, sidik seperti dalam sidik jari. Dalam bahasa Arab, karakter disebut akhlak atau tabi’at (Maksudin, 2013: 1). Sedangkan secara terminologis, Samani dan Hariyanto (2013: 41) mengemukakan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan Maksudin (2013: 3) mengartikan karakter sebagai ciri khas setiap individu berkenaan dengan jati dirinya (daya qolbu) yang merupakan saripati kualitas batiniah/rohaniah, cara berpikir, cara berperilaku (sikap dan perbuatan lahiriah) hidup seseorang dan bekerja sama baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara. Sehingga, karakter religius dapat diartikan cara pandang atau berprilaku yang khas dari tiap individu yang sesuai atau tidak bertentangan dengan ajaran agama, yang dalam bahasa agama disebut akhlakul karimah. Jadi pendidikan karakter religius dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai yang bersumber dari agama pada peserta didik sehingga nilai itu melekat dalam kepribadianya (peserta didik itu berakhlakul karimah). Model pendidikan karakter religius banyak dikembangkan oleh berbagai lembaga pendidikan, termasuk pesantren dan thariqat. Di bawah ini penulis akan memaparkan model pendidikan karakter religius melalui pembiasaan dzikir yang dilakukan pada ikhwan Thariqat Tijaniyah. Menurut bahasa, dzikir artinya mengingat, menyebut, dan mengenang. Adapun yang dimaksudkan dengan dzikir dalam amaliah agama adalah mengingat atau menyebut asma Allah. Lawan dzikir adalah ghaflah, yakni lupa atau lalai dari mengingat atau menyebut asma Allah. Dalam makna yang lebih luas, dzikir ialah sikap kita secara totalitas yang selalu ingat kepada ajaran Allah SWT (El Sulthani, 1997: 6). Lebih jauh, Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Asy-Syadziliy al-Iskandary dalam kitabnya Miftahul-Falah wa Misbahul-Arwah Bi Fadhlillah Al-Karim Al-Fattah seperti dikutip AlHaddad (2009: 263) menjelaskan bahwa dzikir adalah cara untuk menghindari kelalaian dan kelupaan dengan terus menerus menghadirkan hati bersama Al-Haq. Dzikir juga dapat berarti menyebut-nyebut asma Allah, dengan hati dan lidah. Dzikir harus selalu dilakukan oleh seorang muslim karena dengan dzikir seseorang akan selalu ingat Allah dan akan merasakan kehadiran Allah. Pada situasi seperti ini dia akan tercegah untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan aturan Allah. Pada Thariqat Tijaniyah (Kosasih, 2011: 6-11), ada kewajiban bagi penganutnya untuk melakukan dzikir, yaitu: pertama, wirid lazimah, yang diamalan 2 kali dalam sehari semalam, pagi dan sore dan dilaksanakan secara munfarid (perseorangan), bacaannya tidak boleh dikeraskan; kedua wirid wadzifah, yang diamalkan 1 kali dalam sehari semalam; dan ketiga wirid hailallah, yang diamalkan 1 kali dalam satu minggu. Waktu pelaksanaan wirid lazimah dalam sehari semalam 2 kali yaitu; waktu yang pertama sesudah shalat ashar sampai waktu isya, bila ada udzur waktunya sampai waktu subuh dan apabila sampai waktu shubuh belum mengamalkannya, maka wajib di qadha; waktu yang kedua sesudah shalat shubuh sampai waktu dhuha akhir. Jika ada udzur, Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

59

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 57 – 61

waktunya sampai waktu maghrib. Dan apabila sampai waktu maghrib belum diamalkan, maka wajib qadha. Wirid lazimah yang kedua ini lebih utama jika ditaqdim, yaitu diamalkan sebelum waktu shubuh. Apabila waktu shubuh belum selesai, maka harus diteruskan sampai selesai, dan setelah shalat shubuh harus mengamalkannya lagi. Waktu taqdim kurang lebih satu jam 30 menit setelah shalat isya. Pelaksanaan wirid lazimah adalah sebagai berikut; pertama, niat, yaitu berniat mengamalkan wirid lazimah (pagi hari dan sore hari); kedua membaca istighfar 100 kali; ketiga membaca shalawat 100 kali dengan sighat apapun. Namun lebih utama kalau membaca shalawat faith; keempat membaca tahlil, yakni bacaan: ‫ � ��ه ��ه‬99 kali, kemudian ditutup dengan bacaan:

‫� ��ه �� ه ���� ��� � ه ���ه ��� ه‬

Pelaksanaan wirid wadzifah sehari semalam hanya satu kali, yakni ba'da maghrib dan dilakukan secara berjamaah. Hal itu sesuai dengan aturan di Thariqat Tijaniyah bahwa apabila di daerahnya ada Ikhwan Tijani, maka wirid wadzifah harus diamalkan dengan ijtima’ (berjamaah). Pelaksanaan wirid wadzifah adalah sebagai berikut ; pertama, membaca niat untuk mengamalkan wirid wadzifah; kedua membaca Istighfar 30 kali dengan sighat:

������ ���� �� �� ‫������ ه ������ ���� � ��ه‬

Ketiga membaca shalawat fatih 50 kali; keempat membaca tahlil, yakni bacaan: ‫� ��ه ��ه‬ 99 kali, kemudian ditutup dengan bacaan:

‫� ��ه ��ه ���� ��� � � � ���� ��� ه‬

Dan terakhir membaca Shalawat Jauharat al-Kamal. Adapun pelaksanaan wirid Hailallah dalam satu minggu diamalkan satu kali, yakni setelah shalat ashar hari jumat, yakni sekitar 1 jam sebelum maghrib sampai waktu maghrib. Dan yang dibaca adalah ‫ � ��ه ��ه‬paling sedikit 1000 kali dan paling banyak 1600 kali. Apabila di daerahnya ada Ikhwan Tijani, maka melaksanakan wirid hailallah harus dengan ijtima (berjamaah), dan apabila ada udzur sehingga tidak mengamalkan wirid hailallah, maka tidak wajib diqadha. D. KESIMPULAN Pendidikan karakter religius dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai yang bersumber dari agama pada peserta didik sehingga nilai itu melekat dalam kepribadianya (peserta didik itu berakhlakul karimah). Ikhwan Tijani di Pondok Pesantren Darussalam melakukan pendidikan karakter melalui pembiasaan dzikir, yakni dengan pengamalan wirid, baik lazimah, wadzifah, maupun hailallah. Dengan dzikir-dzikir tersebut, Ikhwan Tijani akan selalu ingat Tuhan dan merasakan kehadiran Tuhan. Pada keadaan seperti ini, karakter religius akan menjadi bagian dari kepribadiannya, mereka akan tercegah untuk melakukan perbuatan-perbuatan terlarang. REFERENSI Al-Haddad, Habib Alwi bin Ahmad bin al-Hasan bin Abdullah bin Alwi. (2009). Mutiara Zikir dan Do'a. Bandung. Pustaka Hidayah. El Sulthani, Mawardi Labay. (1997). Dzikir dan Do'a dalam kesibukan. Jakarta. Pesantren Modern Al Iman Yayasan Al-Mawardi. GBHN Tahun 1973 1st UPISistem International Conference on Islamic Education 2016 Prosiding 60 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 The tentang Pendidikan Nasional. Kosasih, Aceng. (2011). Model Internalisasi Nilai Dzikir pada Ikhwan Thariqat Tijaniyah. Bandung: Disertasi SPs UPI. Maksudin, (2013), Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

REFERENSI Al-Haddad, Habib Alwi bin Ahmad bin al-Hasan bin Abdullah bin Alwi. (2009). Mutiara Zikir dan Do'a. Bandung. Pustaka Hidayah. PENDIDIKAN RELIGIUS ... — [Aceng Kosasih] El Sulthani, Mawardi Labay. (1997). Dzikir dan Do'a dalamKARAKTER kesibukan. Jakarta. Pesantren Modern Al Iman Yayasan Al-Mawardi. GBHN Tahun 1973 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kosasih, Aceng. (2011). Model Internalisasi Nilai Dzikir pada Ikhwan Thariqat Tijaniyah. Bandung: Disertasi SPs UPI. Maksudin, (2013), Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Samani, Muchlas dan Hariyanto, (2013), Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

61

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK Ade Imelda Frimayanti Universitas Lampung Email: [email protected] ABSTRACT The attitude formation is a learning dimension that has been overlooked in Indonesia, including the establishment of a spiritual attitude. Lack of attention to the formation of the spiritual attitude of students has implicated in moral crisis. The formulation of the problem in this study is how is the spiritual attitude of student education?. The main purpose of research is to determine the educational efforts of spiritual attitudes of students. This type of research is literature study with a qualitative approach and inductive data analysis. The result of this research is there are some efforts to be conducted to establish spiritual attitudes of student: (1) applying learning activities that are integrated with Islamic religious education; (2) increasing students’ religious activity in the school environment; (3) giving full attention to the religious motivation of student; (4) activating emotional intelligence of students through real activity (5) enhancing the participation of parents to establish an active communication between schools and parents.

Keyword: Education, Spiritual Attitude, Students ABSTRAK Pembentukan sikap merupakan dimensi belajar yang selama ini kurang diperhatikan di Indonesia termasuk diantaranya pembentukan sikap spiritual. Kurangnya perhatian pada pembentukan sikap spiritual peserta didik berimplikasi pada krisis akhlak. Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pendidikan sikap spiritual peserta didik?, sehingga tujuan utama penelitian adalah untuk mengetahui upaya pendidikan sikap spiritual peserta didik. Jenis penelitian ini adalah studi pustaka dengan pendekatan kualitatif dan analisis data secara induktif. Hasil penelitiannya adalah ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sikap spiritual peserta didik yaitu (1) melakukan kegiatan pembelajaran terintegrasi dengan pendidikan agama Islam (2) meningkatkan aktivitas keberagamaan peserta didik di lingkungan sekolah (3) memberikan perhatian yang penuh terhadap motivasi beragama peserta didik (4) mengaktifkan kecerdasan emosional peserta didik melalui aktivitas nyata (5) meningkatkan peran serta orangtua dengan menjalin komunikasi aktif antara sekolah dan orangtua peserta didik.

Kata Kunci: Pendidikan, Sikap Spiritual, Peserta Didik A. PENDAHULUAN Pembentukan sikap merupakan dimensi belajar yang selama ini kurang diperhatikan di Indonesia. Sistem pendidikan Indonesia kurang memperhatikan pembentukan sikap peserta didik, dan lebih berfokus untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan semata, sehingga berimplikasi pada krisis akhlak. Terjadinya beberapa kasus pelecehan agama yang dilakukan peserta didik seperti yang terjadi di Seragen 6 (enam) orang siswa SMP memeragakan shalat pakai sepatu dan bercanda di Mushala dengan alasan hanya “iseng” saja (Joglosemar.co/ Selasa 07-06-2016). Juga terjadi di Metro Lampung beberapa remaja mengunggah foto melecehkan shalat berjamaah sambil bermain dan telanjang dada (Jejamo.com/21 Juli 2016). Kasus penistaan agama Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

63

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 63 – 68

juga terjadi di Tolitoli Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh beberapa siswa di SMA 2 Tolitoli melakukan praktik shalat diselingi gerakan erotis dengan lagu ‘one more night’ bahkan salah satu siswa mempraktikkan gaya masturbasi (Pojoksatu.id/Jumat 08 April 2016). Dengan demikian, sikap dan karakter peserta didik Indonesia berada pada taraf kritis, sehingga negara harus melakukan usaha untuk memperbaiki keadaan tersebut. Usaha sistematis yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan pembentukan sikap sebagai hasil belajar di dalam sistem pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, tujuan utama dan pertama dalam pendidikan di Indonesia adalah membentuk sikap spiritual dalam diri peserta didik. Peserta didik yang memiliki sikap spiritual yang baik akan mampu menunjukkan perilaku yang senantiasai didasarkan kepada keyakinannya kepada Allah SWT yang diwujudkan melalui pelaksanaan ajaran agama Islam dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagaimana yang dikemukakan Muhammad Muhyidin bahwa seorang anak yang memiliki sikap spiritual yang baik akan menjadikan agama sebagai paradigma dalam kehidupannya dan senantiasa berada dalam kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa dan raga (Muhyidin, 2014: 289). Pendidikan sikap spiritual merupakan tanggung jawab guru khususnya guru pendidikan agama Islam, karena inti dari upaya membentuk sikap spiritual adalah menanamkan nilai-nilai agama pada diri anak (Marjuq, 2010: 289). Tugas guru pendidikan agama Islam antara lain menanamkan nilai-nilai agama tersebut dalam diri peserta didiknya. Untuk itulah dalam makalah ini akan dikaji lebih lanjut mengenai beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam memberikan pendidikan sikap spiritual peserta didik. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pendidikan sikap spiritual peserta didik?”, sehingga dari makalah ini akan diketahui beberapa upaya yang dilakukan dalam membentuk sikap spiritual peserta didik. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka, yaitu segala upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh dan menghimpun segala informasi tertulis yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penelitian jenis ini salah satunya memuat beberapa teori yang saling berkaitan secara kukuh serta didukung oleh data-data dari sumber pustaka berupa jurnal penelitian ilmiah, disertasi, tesis, skripsi, laporan penelitian ilmiah, buku teks yang dapat dipertanggungjawabkan asal usulnya, makalah, laporan/kesimpulan seminar, catatan/rekaman diskusi ilmiah, tulisan-tulisan resmi terbitan pemerintah dan lembagalembaga lain, peraturan-peraturan, dan sumber-sumber lain yang kemudian dianalisis secara induktif untuk menghasilkan kesimpulan penelitian. C. KAJIAN TEORI Dalam Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, sikap spiritual adalah menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. Dengan demikian, sikap spiritual peserta didik adalah perilaku peserta didik yang senantiasai didasarkan kepada keyakinannya kepada Allah SWT yang diwujudkan dengan melaksanakan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu tanda seseorang yang memiliki sikap spiritual tinggi yaitu dia selalu berhubungan dengan kekuatan Yang Maha Besar, dia bisa merasakan keberadaan-Nya dan bisa mendapatkan kekuatan-Nya yang tak terbatas, kemudian kekuatan itu dimanfaatkan untuk meraih kebaikan bagi dirinya dan memberikan kebaikan kepada orang lain (Aman, 2013: 30). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa ciri-ciri sikap spiritual peserta didik ruang lingkupnya luas dan universal yang tidak hanya mencakup dimensi habluminallah tetapi juga hablumminannas, dengan indikator: menerima, menanggapi, 64

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK — [Ade Imelda Frimayanti]

menghargai, menghayati, menghayati, dan dan mengamalkan mengamalkan nilai-nilai nilai-nilai agama. agama. Agar Agar sikap sikap spiritual spiritual dimiliki dimiliki menghargai, dan menjadi menjadi bagian bagian tak tak terpisahkan terpisahkan dalam dalam diri diri peserta peserta didik, didik, maka maka perlu perlu dilakukan dilakukan dan pendidikan sikap spiritual. Menurut Elmubarok (2009: 12), pendidikan sikap spiritual pendidikan sikap spiritual. Menurut Elmubarok (2009: 12), pendidikan sikap spiritual adalah bantuan bantuan terhadap terhadap peserta peserta didik didik agar agar menyadari menyadari dan dan mengalami mengalami nilai-nilai nilai-nilai religius religius adalah serta menempatkannya secara integral dan keseluruhan hidupnya. serta menempatkannya secara integral dan keseluruhan hidupnya. Pendidikan sikap sikap spiritual spiritual mempunyai mempunyai posisi posisi yang yang penting penting dalam dalam membentuk membentuk sikap sikap Pendidikan spiritual dalam diri peserta didik. Karena hanya melalui pendidikan sikap spiritual, peserta spiritual dalam diri peserta didik. Karena hanya melalui pendidikan sikap spiritual, peserta didik akan akan menyadari menyadari pentingnya pentingnya nilai-nilai nilai-nilai religius religius dalam dalam kehidupan. kehidupan. Muhibin Muhibin Syah Syah didik (1997: 86) juga menegaskan, bahwa pendidikan yang mementingkan kecakapan sikap (1997: 86) juga menegaskan, bahwa pendidikan yang mementingkan kecakapan sikap spiritual akan akan menumbuhkan menumbuhkan kesadaran kesadaran beragama beragama yang yang mantap. mantap. Ia Ia akan akan menolak menolak spiritual melakukan perbuatan yang tidak berakhlak bahkan berusaha mencegahnya dengan segenap melakukan perbuatan yang tidak berakhlak bahkan berusaha mencegahnya dengan segenap daya dan upayanya. Dengan pendidikan sikap spiritual, peserta didik tidak hanya akan daya dan upayanya. Dengan pendidikan sikap spiritual, peserta didik tidak hanya akan menjadi generasi generasi yang yang memiliki memiliki pengetahuan pengetahuan dan dan penguasaan penguasaan teknologi teknologi akan akan tetapi tetapi menjadi menjadikan pengetahuan dan teknologi tersebut semakin meningkatkan keimanan, menjadikan pengetahuan dan teknologi tersebut semakin meningkatkan keimanan, ketakwaan dan dan akhlak akhlak yang yang mulia mulia dalam dalam kehidupan kehidupan pribadi pribadi maupun maupun di di masyarakat. masyarakat. ketakwaan D. HASIL HASIL PENELITIAN PENELITIAN DAN DAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN D. Berikut upaya upaya yang yang dapat dapat dilakukan dilakukan untuk untuk membentuk membentuk sikap sikap spiritual spiritual peserta peserta didik. didik. Berikut 1. 1.

Model Pembelajaran Pembelajaran Teintegrasi Teintegrasi Model Model pembelajaran terintegrasi adalah adalah suatu suatu model model pembelajaran pembelajaran yang yang Model pembelajaran terintegrasi mengintegrasikan atau atau menyatupadukan menyatupadukan seluruh seluruh unsur unsur dalam dalam pembelajaran pembelajaran mulai mulai dari dari mengintegrasikan kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai pada kegiatan evaluasi pembelajaran. kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai pada kegiatan evaluasi pembelajaran. Sebagaimana yang yang dikemukakan dikemukakan Fogarty Fogarty (1991: (1991: 76) 76) pembelajaran pembelajaran terintegrasi terintegrasi Sebagaimana merupakan pendekatan pendekatan pembelajaran pembelajaran yang yang memadukan memadukan empat empat atau atau lebih lebih mata mata pelajaran pelajaran merupakan dengan memprioritaskan konsep, keterampilan atau sikap yang dapat diintegrasikan dari dengan memprioritaskan konsep, keterampilan atau sikap yang dapat diintegrasikan dari setiap mata mata pelajaran pelajaran yang yang bertolak bertolak dari dari tema tema sentral. sentral. setiap 2. Aktivitas Keberagamaan di Lingkungan Sekolah 2. Aktivitas Keberagamaan di Lingkungan Sekolah Aktivitas keagamaan keagamaan di di sekolah sekolah adalah adalah upaya upaya terwujudnya terwujudnya nilai-nilai nilai-nilai ajaran ajaran Aktivitas agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga warga di di sekolah sekolah tersebut tersebut (Muhaimin, (Muhaimin, 2008: 2008: 287). 287). Langkah Langkah konkrit konkrit untuk untuk seluruh mewujudkan aktivitas keagamaan di sekolah menurut teori Koentjaraningrat, upaya mewujudkan aktivitas keagamaan di sekolah menurut teori Koentjaraningrat, upaya pengembangan dalam dalam tiga tiga tataran, tataran, yaitu yaitu tataran tataran nilai nilai yang yang dianut, dianut, tataran tataran praktik praktik pengembangan keseharian, dan dan tataran tataran simbol-simbol simbol-simbol budaya budaya (Muhaimin, (Muhaimin, 2006: 2006: 157). 157). keseharian, 3. Meningkatkan Motivasi Beragama Peserta Didik 3. Meningkatkan Motivasi Beragama Peserta Didik Motivasi beragama beragama adalah adalah dorongan dorongan atau atau usaha usaha seseorang seseorang untuk untuk melaksanakan melaksanakan Motivasi prinsip kepercayaan terhadap Tuhan, baik secara fisik lahiriyah maupun psikis prinsip kepercayaan terhadap Tuhan, baik secara fisik lahiriyah maupun psikis batiniyah. Seseorang Seseorang yang yang memiliki memiliki motivasi motivasi beragama beragama akan akan memberikan memberikan respons respons batiniyah. terhadap sesuatu yang diyakini sebagai realitas mutlak, kemudian diungkapkan dalam terhadap sesuatu yang diyakini sebagai realitas mutlak, kemudian diungkapkan dalam bentuk pemikiran, pemikiran, perbuatan, perbuatan, dan dan komunitas komunitas kelompok kelompok (Kadir, (Kadir, 2003: 2003: 44). 44). bentuk 4. Meningkatkan Kecerdasan Emosional Peserta Didik 4. Meningkatkan Kecerdasan Emosional Peserta Didik Goleman (2000:512) (2000:512) mendefinisikan mendefinisikan kecerdasan kecerdasan emosional emosional adalah adalah kemampuan kemampuan Goleman seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi; menjaga keselarasan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi; menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, diri, empati empati dan dan keterampilan keterampilan sosial. sosial. Dengan Dengan demikian, demikian, peserta peserta didik didik yang yang motivasi cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan tetapi juga mampu cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan tetapi juga mampu memahami apa apa makna makna dari dari rasa rasa tersebut. tersebut. Dapat Dapat melihat melihat diri diri sendiri sendiri seperti seperti orang orang lain lain memahami melihat, serta mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan oleh orang melihat, serta mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan oleh orang lain dapat dapat dirasakannya dirasakannya juga. juga. kecerdasan kecerdasan emosional emosional peserta peserta didik didik akan akan berpengaruh berpengaruh lain Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

65

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 63 – 68

terhadap peningkatan sikap spiritual peserta didik sebagaimana hasil penelitian terhadap peningkatan sikap spiritual peserta didik sebagaimana hasil penelitian King&Ames (2004: 703). King&Ames (2004: 703). 5. Kerjasama Sekolah dan Orangtua Peserta Didik 5. Kerjasama Sekolah dan Orangtua Peserta Didik Keluarga adalah ladang terbaik dalam penyemaian nilai-nilai agama. Orangtua Keluarga adalah ladang terbaik dalam penyemaian nilai-nilai agama. Orangtua memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilaimemiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilainilai agama dapat ditanamkan dalam jiwa anak. Karena itu fungsi keluarga berkaitan nilai agama dapat ditanamkan dalam jiwa anak. Karena itu fungsi keluarga berkaitan langsung dengan aspek-aspek keagamaan, budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, langsung dengan aspek-aspek keagamaan, budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan (Djamarah, 2014: 22). sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan (Djamarah, 2014: 22). Oleh karena itu ketika peserta didik memasuki usia sekolah bukan berarti pendidikan Oleh karena itu ketika peserta didik memasuki usia sekolah bukan berarti pendidikan agama dalam keluarga sudah selesai, akan tetapi harus tetap memiliki keterpaduan dan agama dalam keluarga sudah selesai, akan tetapi harus tetap memiliki keterpaduan dan kesinambungan antara pendidikan di sekolah dan keluarga sehingga peserta didik terus kesinambungan antara pendidikan di sekolah dan keluarga sehingga peserta didik terus menerus dalam lingkungan proses pendidikan baik di sekolah maupun dalam menerus dalam lingkungan proses pendidikan baik di sekolah maupun dalam lingkungan keluarga. lingkungan keluarga. Pendidikan sikap spiritual di dalam kelas terwujud dalam pelaksanaan Pendidikan sikap spiritual di dalam kelas terwujud dalam pelaksanaan pembelajaran yang terintegrasi, baik integrasi dalam tujuan (sikap, keterampilan, dan pembelajaran yang terintegrasi, baik integrasi dalam tujuan (sikap, keterampilan, dan pengetahuan), integrasi dalam materi (yang menjadikan agama sebagai core), integrasi pengetahuan), integrasi dalam materi (yang menjadikan agama sebagai core), integrasi dalam metode/media (pengembangan semua potensi intelektual, moral, dan spiritual), dalam metode/media (pengembangan semua potensi intelektual, moral, dan spiritual), dan integrasi dalam evaluasi pembelajaran (menjadikan aspek spiritual dan moral dan integrasi dalam evaluasi pembelajaran (menjadikan aspek spiritual dan moral sebagai penilaian tertinggi). Ginanjar menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia hanya sebagai penilaian tertinggi). Ginanjar menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia hanya menekankan sisi intelektual/kognitif, padahal sisi EQ dan SQ (afektif) adalah yang menekankan sisi intelektual/kognitif, padahal sisi EQ dan SQ (afektif) adalah yang terpenting. Oleh karena itu, sudah saatnya pembelajaran bukan hanya berorientasi pada terpenting. Oleh karena itu, sudah saatnya pembelajaran bukan hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual (IQ) saja, tetapi juga berorientasi pada kecerdasan emosional kecerdasan intelektual (IQ) saja, tetapi juga berorientasi pada kecerdasan emosional (EQ) dan juga kecerdasan spiritual (SQ) dalam satu kesatuan yang terintegrasi sehingga (EQ) dan juga kecerdasan spiritual (SQ) dalam satu kesatuan yang terintegrasi sehingga akan tercapai keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ. Hasil studi Litbang Agama dan akan tercapai keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ. Hasil studi Litbang Agama dan Diklat Keagamaan tahun 2000 menunjukkan bahwa pendidikan sikap spiritual akan Diklat Keagamaan tahun 2000 menunjukkan bahwa pendidikan sikap spiritual akan lebih berhasil apabila pembelajaran dilaksanakan dengan prinsip keterpaduan moral lebih berhasil apabila pembelajaran dilaksanakan dengan prinsip keterpaduan moral knowing, moral feeling, dan moral Action (Muhaimin, 2008: 66). knowing, moral feeling, dan moral Action (Muhaimin, 2008: 66). Pendidikan sikap spiritual di lingkungan sekolah diwujudkan dalam berbagai Pendidikan sikap spiritual di lingkungan sekolah diwujudkan dalam berbagai aktivitas keagamaan di sekolah, seperti membaca doa bersama sebelum dan selesai aktivitas keagamaan di sekolah, seperti membaca doa bersama sebelum dan selesai belajar, tadarus Al-Quran sebelum memulai kegiatan belajar, shalat berjamaah, lomba belajar, tadarus Al-Quran sebelum memulai kegiatan belajar, shalat berjamaah, lomba keagamaan, dan lainnya. Aktivitas keagamaan di sekolah ini diyakini ampuh dalam keagamaan, dan lainnya. Aktivitas keagamaan di sekolah ini diyakini ampuh dalam meningkatkan sikap spiritual peserta didik. Hasil penelitian Muhaimin (2009: 301) meningkatkan sikap spiritual peserta didik. Hasil penelitian Muhaimin (2009: 301) menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang dilaksanakan secara terprogram dan rutin di sekolah dapat mentransformasikan dan dilaksanakan secara terprogram dan rutin di sekolah dapat mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai agama secara baik pada diri peserta didik. Sehingga menginternalisasikan nilai-nilai agama secara baik pada diri peserta didik. Sehingga agama menjadi sumber nilai dan pegangan dalam bersikap dan berperilaku baik dalam agama menjadi sumber nilai dan pegangan dalam bersikap dan berperilaku baik dalam lingkungan pergaulan, belajar, olah raga, dan lain-lain. lingkungan pergaulan, belajar, olah raga, dan lain-lain. Pendidikan sikap spiritual di lingkungan keluarga diwujudkan dengan komunikasi Pendidikan sikap spiritual di lingkungan keluarga diwujudkan dengan komunikasi aktif antara orangtua peserta didik dan guru sehingga kegiatan pendidikan sikap aktif antara orangtua peserta didik dan guru sehingga kegiatan pendidikan sikap spiritual tidak hanya dilaksanakan di lingkungan sekolah akan tetapi juga di lingkungan spiritual tidak hanya dilaksanakan di lingkungan sekolah akan tetapi juga di lingkungan keluarga. Artinya selama 24 jam peserta didik mendapatkan pendidikan sikap spiritual keluarga. Artinya selama 24 jam peserta didik mendapatkan pendidikan sikap spiritual setiap harinya. Untuk itu menurut Hamalik (2005: 32), dengan keterpaduan antara setiap harinya. Untuk itu menurut Hamalik (2005: 32), dengan keterpaduan antara lingkungan sekolah dan kelurga diharapkan terbentuknya kepribadian yang bulat dan lingkungan sekolah dan kelurga diharapkan terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh. utuh. Pendidikan sikap spiritual peserta didik juga harus dilakukan dalam diri peserta Pendidikan sikap spiritual peserta didik juga harus dilakukan dalam diri peserta didik itu sendiri, sehingga peserta didik melakukan proses pendidikan sikap spiritual didik itu sendiri, sehingga peserta didik melakukan proses pendidikan sikap spiritual dalam dirinya dengan dirinya sebagai guru sekaligus sebagai peserta didik. Peserta didik dalam dirinya dengan dirinya sebagai guru sekaligus sebagai peserta didik. Peserta didik dilatih untuk dapat mendidik sikap spiritual dalam dirinya sendiri, sehingga dimanapun dilatih untuk dapat mendidik sikap spiritual dalam dirinya sendiri, sehingga dimanapun 66

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK — [Ade Imelda Frimayanti]

dan dan kapanpun kapanpun dengan dengan masalah masalah dan dan hambatan hambatan apapun, apapun, peserta peserta didik didik mampu mampu mengontrol, mengontrol, mengarahkan, dan membimbing dirinya sendiri. Oleh karena itu meningkatkan mengarahkan, dan membimbing dirinya sendiri. Oleh karena itu meningkatkan motivasi motivasi beragama dan kecerdasan emosional peserta didik merupakan upaya agar peserta beragama dan kecerdasan emosional peserta didik merupakan upaya agar peserta didik didik mampu mampu melakukan melakukan pendidikan pendidikan sikap sikap spiritual spiritual dalam dalam dirinya dirinya sendiri. sendiri. Sebagaimana Sebagaimana yang yang dikemukakan Jalaluddin (2015: 90) bahwa motivasi beragama bisa mendorong dikemukakan Jalaluddin (2015: 90) bahwa motivasi beragama bisa mendorong seseorang seseorang untuk untuk lebih lebih memahami memahami dan dan memaknai memaknai secara secara mendalam mendalam ajaran-ajaran ajaran-ajaran yang yang telah diberikan Tuhan lewat utusannya. Arifin (2015: 243) menyakan bahwa ketegangan telah diberikan Tuhan lewat utusannya. Arifin (2015: 243) menyakan bahwa ketegangan emosi, emosi, peristiwa peristiwa yang yang menyedihkan menyedihkan dan dan keadaan keadaan yang yang tidak tidak menyenangkan menyenangkan berpengaruh besar dalam sikap remaja terhadap masalah keagamaan dan akhlak. berpengaruh besar dalam sikap remaja terhadap masalah keagamaan dan akhlak. E. E. KESIMPULAN KESIMPULAN Sesuai Sesuai dengan dengan masalah masalah yang yang telah telah dirumuskan, dirumuskan, temuan temuan dalam dalam penelitian penelitian adalah adalah ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sikap ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sikap spiritual spiritual peserta peserta didik didik yaitu yaitu (1) (1) melakukan melakukan kegiatan kegiatan pembelajaran pembelajaran terintegrasi terintegrasi dengan dengan pendidikan pendidikan agama agama Islam (2) meningkatkan aktvitas keberagamaan peserta didik di lingkungan Islam (2) meningkatkan aktvitas keberagamaan peserta didik di lingkungan sekolah sekolah (3) (3) memberikan perhatian yang penuh terhadap motivasi beragama peserta didik (4) memberikan perhatian yang penuh terhadap motivasi beragama peserta didik (4) mengaktifkan mengaktifkan kecerdasan kecerdasan emosional emosional peserta peserta didik didik melalui melalui aktivitas aktivitas nyata nyata (5) (5) meningkatkan peran serta orangtua dengan menjalin komunikasi aktif antara sekolah meningkatkan peran serta orangtua dengan menjalin komunikasi aktif antara sekolah dan dan orangtua orangtua peserta peserta didik. didik. Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil penelitian penelitian tersebut tersebut maka maka disimpulkan disimpulkan bahwa bahwa agar agar pendidikan pendidikan sikap sikap spiritual spiritual efektif efektif dan dan efisien efisien mencapai mencapai keberhasilan keberhasilan tujuan tujuan dengan dengan optimal, optimal, maka maka dalam pelaksanaannya pendidikan sikap spiritual tidak hanya dilakukan proses dalam pelaksanaannya pendidikan sikap spiritual tidak hanya dilakukan proses pendidikan pendidikan di di dalam dalam kelas, kelas, tetapi tetapi juga juga pendidikan pendidikan sikap sikap spiritual spiritual di di lingkungan lingkungan sekolah, sekolah, pendidikan sikap spiritual di lingkungan keluarga, dan pendidikan pendidikan sikap spiritual di lingkungan keluarga, dan pendidikan sikap sikap spiritual spiritual di di dalam diri peserta didik. dalam diri peserta didik. REFERENSI REFERENSI Undang-Undang Undang-Undang No. No. 20 20 Tahun Tahun 2003 2003 tentang tentang Sistem Sistem Pendidikan Pendidikan Nasional Nasional Arifin, Arifin, B. B. S. S. (2015). (2015). Psikologi Psikologi Agama. Agama. Bandung: Bandung: Pustaka Pustaka Setia. Setia. Jalaluddin. (2015). Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers. Jalaluddin. (2015). Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers. King. King. P.M, P.M, & & Ames. Ames. L.F. L.F. (2004). (2004). Religion Religion as as aa Resources Resources for for Positive Positive Youth Youth Development: Religion, Social Capital, and Moral Outcomes. Developmental Development: Religion, Social Capital, and Moral Outcomes. Developmental Psychology. Psychology. Muhaimin. Muhaimin. (2009). (2009). Pengembangan Pengembangan Kurikulum Kurikulum dan dan Pembelajaran: Pembelajaran: Upaya Upaya Reaktualisasi Reaktualisasi Pendidikan Islam. Malang: LKP21. Pendidikan Islam. Malang: LKP21. ________. ________. (2008). (2008). Paradigma Paradigma Pendidikan Pendidikan Islam: Islam: Upaya Upaya Mengefektifkan Mengefektifkan Pendidikan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. ________. ________. (2006). (2006). Nuansa Nuansa Baru Baru Pendidikan Pendidikan Islam, Islam, Merangkai Merangkai Benang Benang Kusut Kusut Dunia Dunia Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Marjuq, Marjuq, M. M. I.I. (2010). (2010). Rahasia Rahasia Kedasyatan Kedasyatan ESQ; ESQ; Memompa Memompa Diri Diri dengan dengan Pendekatan Pendekatan Spiritual. Yogyakarta: Pustaka Rama. Spiritual. Yogyakarta: Pustaka Rama. Muhyidin, Muhyidin, M. M. (2014). (2014). Melesatkan Melesatkan Kecerdasan Kecerdasan Anak Anak dengan dengan Kecerdasan Kecerdasan Jiwa. Jiwa. Depok: Depok: Braja Pustaka. Braja Pustaka. Kadir, Kadir, M. M. A. A. (2003). (2003). Ilmu Ilmu Islam Islam Terapan. Terapan. Yogyakarta: Yogyakarta: Pustaka Pustaka Pelajar. Pelajar. Hamalik, O. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Hamalik, O. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Bumi Aksara. Aksara. Fogarty, P.R. (1991). How to Integrate the Curricula. Palatine Fogarty, P.R. (1991). How to Integrate the Curricula. Palatine Illionis Illionis Skylight Skylight Publishing. Publishing. Ramayulis. Ramayulis. (2013). (2013). Psikologi Psikologi Agama. Agama. Jakarta: Jakarta: Kalam Kalam Mulia. Mulia. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

67

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 63 – 68

Aman, S. (2013). Tren Spiritualitas Millenium Ketiga. Banten: Ruhamah. Djamarah, S. B. (2014) Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga: Upaya Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak. Jakarta: Rineka Cipta. Elmubarok, Z. (2009). Membukan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta.

68

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN GURU (Telaah pada Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen) Agus Fakhruddin Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT Teachers have strategic position in nations character building efforts. In fact until now, our nation still suffers character crisis. There are many phenomena of immorality behaviors. A nation character is identified by education which has characters, and it is developed by teachers who have characters too. We need a teacher management which is based on character. We need teacher management policies which has characters. Then, the question is had our teacher management policies have characters? If yes, what such character values in it? This research try to study about character values in National policies of teacher management which focus on law Number 14 year 2005 about teachers and lecturers. The result show that National policies of teacher management contain character values. Teacher professionalism is the core values of the policies, and competence, faithful, good moral, wise democratic, and so on.

Keyword: policy content, teacher professionalism ABSTRAK Guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki peran yang strategis dalam upaya membangun karakter bangsa. Faktanya hingga saat ini bangsa kita masih mengalami krisis karakter. Beragam perilaku pelanggaran moral, baik yang dilakukan mulai dari tataran masyarakat kecil, kaum terdidik, sampai pejabat negara, menjadi fenomena yang memprihatinkan. Bangsa yang berkarakter salah satunya ditandai dengan pendidikan yang berkarakter, dan pendidikan yang berkarakter dibangun oleh guru-guru yang berkarakter. Untuk menghasilkan guru yang berkarakter dibutuhkan pengelolaan guru yang berorientasi karakter, dan pengelolaan guru yang berorientasi karakter hanya akan didapatkan jika didukung dengan kebijakan pengelolaan guru yang juga berorientasi karakter. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kebijakan pengelolaan guru saat ini sudah berorientasi karakter. Jika sudah berorientasi karakter, lantas nilai-nilai karakter apa saja yang terkandung didalamnya. Studi ini berupaya mengkaji secara mendalam tentang nilai-nilai karakter yang terkandung dalam konten kebijakan nasional pengelolaan guru. Kajian difokuskan pada telaah konten Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hasil kajian menunjukkan bahwa konten kebijakan nasional pengelolaan guru didalamnya telah memuat nilai-nilai karakter secara ideal. Nilai karakter utama yang dikembangkan dalam konten kebijakan ini adalah profesionalisme guru yang kemudian diturunkan dalam karakter-karakter pendukung, diantaranya, kompeten, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, teladan, komunikatif, taat norma dan nilai. Kata kunci : konten kebijakan, profesionalisme guru

A. PENDAHULUAN Salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah pembangunan karakter bangsa. Misi pembangunan nasional memposisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

69

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 69 – 75

delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks. Untuk mencapai hal tersebut, pembangunan karakter bangsa harus dilakukan melalui pendekatan sistematik dan integratif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa. Salah satu komponen bangsa yang memiliki peran sentral dalam pembangunan karakter bangsa adalah pendidikan. Ketika berbicara pendidikan tidak bisa dilepaskan dari guru. Guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki peran yang strategis dalam upaya membangun karakter bangsa. Suryadi (2014:88) menyatakan bahwa guru merupakan faktor yang paling inti dalam memicu kualitas pendidikan. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendidikan yang bermutu sangat bergantung pada guru yang bermutu. Namun faktanya hingga saat ini, bangsa kita masih mengalami krisis karakter. Beragam perilaku pelanggaran moral, baik yang dilakukan mulai dari tataran masyarakat kecil, kaum terdidik, sampai pejabat negara, menjadi fenomena yang memprihatinkan. Apakah fenomena ini mencerminkan kegagalan para guru dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai pendidik? Bangsa yang berkarakter salah satunya ditandai dengan pendidikan yang berkarakter, dan pendidikan yang berkarakter dibangun oleh guru-guru yang berkarakter. Untuk menghasilkan guru yang berkarakter dibutuhkan pengelolaan guru yang berorientasi karakter, dan pengelolaan guru yang berorientasi karakter hanya akan didapatkan jika didukung dengan kebijakan pengelolaan guru yang juga berorientasi karakter. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kebijakan pengelolaan guru saat ini sudah berorientasi karakter? Jika sudah berorientasi karakter, lantas nilai-nilai karakter apa saja yang terkandung didalamnya. Kebijakan memiliki peran yang strategis dalam pencapaian suatu tujuan. Syafaruddin (2008) menyatakan betapa pentingnya keberadaan kebijakan dalam suatu organisasi karena kebijakan dijadikan sebagai pedoman perilaku dalam berbagai aktivitas strategis untuk mencapai tujuan organisasi. Artinya baik dan buruknya kebijakan akan berdampak pada proses perilaku organisasi dalam beraktivitas. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang bijaksana. Dalam kebijaksanaan terdapat nilai-nilai karakter. Maka kebijakan yang baik adalah kebijakan yang berorientasi karakter. Studi ini berupaya mengkaji secara mendalam tentang nilai-nilai karakter yang terkandung dalam konten kebijakan nasional pengelolaan guru. Kajian difokuskan pada telaah konten UndangUndang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian literatur (literatur research). Data yang akan dianalisis berupa konten kebijakan nasional pengelolaan guru yang termaktub dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pengumpulan data dilakukan Conference on Islamic Education 2016 The 1st UPI International 70 melalui studi dokumen dengan Prosiding cara mengumpulkan dan memilah konten kebijakan yang terkait dengan pengelolaan guru, menemukan dan kemudian mengkaji konten kebijakan yang relevan yang tertera dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Data yang ditemukan kemudian dibahas dan dianalisis untuk menemukan nilai-nilai karakter yang

B. METODE PENELITIAN KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL ... — [Agus Fakhruddin] Penelitian ini merupakanNILAI-NILAI penelitian literatur (literatur research). Data yang akan dianalisis berupa konten kebijakan nasional pengelolaan guru yang termaktub dalam B. METODE PENELITIAN B. METODE PENELITIAN Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pengumpulan data dilakukan B. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian literatur (literatur research). Data yang yang akan melaluiPenelitian studi dokumen dengan cara mengumpulkan dan memilah kontenData kebijakan ini merupakan penelitian literatur (literatur research). yang akan dianalisis berupa konten kebijakan nasional pengelolaan guru yang termaktub dalam Penelitian ini merupakan literatur (literatur research). Data yang akan terkait dengan pengelolaan guru, penelitian menemukan dan kemudian mengkaji konten kebijakan dianalisis berupa konten kebijakan nasional pengelolaan guru yang termaktub dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.guru Pengumpulan data dilakukan dianalisis berupa konten kebijakan nasional pengelolaan yang termaktub dalam yang relevan yang tertera peraturan perundang-undangan tersebut. yang Undang-undang No. 14 tahundalam 2005 tentang Guru dan Dosen. Pengumpulan dataData dilakukan melalui studi dokumen dengan cara mengumpulkan dan memilah konten kebijakan yang Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pengumpulan data dilakukan ditemukan kemudian untuk menemukan karakter yang yang melalui studi dokumendibahas dengandan caradianalisis mengumpulkan dan memilahnilai-nilai konten kebijakan terkait dengan pengelolaan guru, menemukan dan kemudian mengkaji kebijakan melalui studi dokumen dengan cara mengumpulkan dan memilah kontenkonten kebijakan yang terkandung didalamnya. terkait dengan pengelolaan guru, menemukan dan kemudian mengkaji konten kebijakan yang relevan tertera guru, dalammenemukan peraturan perundang-undangan tersebut. yang terkait dengan yang pengelolaan dan kemudian mengkaji kontenData kebijakan yang relevan yang tertera dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Data yang C. TEMUAN DAN PEMBAHASAN ditemukan kemudian dibahasdalam dan dianalisis menemukan nilai-nilai karakter yang relevan yang tertera peraturan untuk perundang-undangan tersebut. Data yang ditemukan kemudian dibahas dan dianalisis untuk menemukan nilai-nilai karakter yang terkandung didalamnya. ditemukan kemudian dibahas dan dianalisis untuk menemukan nilai-nilai karakter yang Undang-undang terkandung didalamnya. no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen memuat 8 bab dan 84 terkandung pasal. Babdidalamnya. I, II, dan berisi ketentuan umum, kedudukan, fungsi, dan tujuan, serta C. TEMUAN DANIIIPEMBAHASAN C. TEMUAN DAN PEMBAHASAN prinsip profesioalitas guru dan dosen. Bab IV secara khusus mengatur tentang guru, C. TEMUAN DAN PEMBAHASAN Undang-undang no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosententang memuat 8 bab danbab 84 kemudian dilanjutkan dengan V yang khusus dosen. Undang-undang no. 14bab tahun 2005secara tentang guru mengatur dan dosen memuat 8 babTiga dan 84 pasal. Undang-undang Bab I, bab II, dan III berisi ketentuan umum,guru kedudukan, fungsi, dan 8tujuan, no. 14dan tahun tentang dan dosen memuat bab danserta 84 terakhir, yaitu VI, III VII, VIII2005 berturut-turut mengatur tentang sanksi, ketentuan pasal. Bab I, II, dan berisi ketentuan umum, kedudukan, fungsi, dan tujuan, serta prinsip Bab profesioalitas dan dosen. Babumum, IV secara khusus fungsi, mengatur pasal. II, dan guru III berisi ketentuan kedudukan, dan tentang tujuan, guru, serta peralihan, danI, ketentuan penutup. prinsip profesioalitas guru dan dosen. Bab IV secara khusus mengatur tentang guru, kemudian dilanjutkan dengan babdosen. V yangBab secara tentang dosen. Tigaguru, bab prinsip profesioalitas guru dan IV khusus secara mengatur khusus mengatur tentang kemudian dilanjutkan dengan bab V yang secara khusus mengatur tentang dosen. Tiga bab Mengacu kepada konten undang-undang guru dan dosen, maka secara garis besar, terakhir, yaitu bab VI,dengan VII, dan VIII berturut-turut mengatur kemudian dilanjutkan bab V yang secara khusus mengaturtentang tentangsanksi, dosen.ketentuan Tiga bab terakhir, yaitu bab VI, VII, dan VIII berturut-turut mengatur tentang sanksi, ketentuan konsep guru dalam kerangka undang-undang guru dan dosen dapat digambarkan sebagai peralihan,yaitu dan ketentuan penutup. terakhir, bab VI, VII, dan VIII berturut-turut mengatur tentang sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. berikut : dan ketentuan penutup. peralihan, Mengacu kepada konten undang-undang guru dan dosen, maka secara garis besar, Mengacu kepada konten undang-undang guru dan dosen, maka secara garis besar, 1. Pengertian, kedudukan, fungsi, dan tujuan guru konsep Mengacu guru dalam kerangka undang-undang dan dosen dapat digambarkan kepada konten undang-undang guru dan dosen, maka secara garissebagai besar, konsep guru dalam kerangka undang-undang guru dan dosen pendidik dapat digambarkan sebagai Dalam perspektif undang-undang, guru diartikan sebagai profesional dengan berikut :guru dalam kerangka undang-undang guru dan dosen dapat digambarkan sebagai konsep berikut : utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan tugas berikut : peserta didik pada 1. mengevaluasi Pengertian, kedudukan, fungsi, danpendidikan tujuan guruanak usia dini, jalur pendidikan formal, 1. Pengertian, kedudukan, fungsi, dan menengah. tujuan guru Dalam eksistensinya, guru mempunyai pendidikan dasar, dan pendidikan Dalam perspektif undang-undang, guru diartikan sebagai pendidik profesional dengan 1. Dalam Pengertian, kedudukan, fungsi, danguru tujuan guru sebagai perspektif undang-undang, diartikan pendidik profesional dengan kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,menilai, pendidikan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan Dalamutama perspektif undang-undang, guru diartikan mengarahkan, sebagai pendidik profesional dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anakmengarahkan, usia dini, jalur pendidikan formal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan sertifikat pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam eksistensinya, guru mempunyai mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dantersebut pendidikan menengah. Dalam eksistensinya, guru pendidik. berfungsi untuk meningkatkan martabat danmempunyai peran guru kedudukanKedudukan sebagaidantenaga profesional pada Dalam jenjangeksistensinya, pendidikan dasar, pendidikan pendidikan dasar, pendidikan menengah. guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada untuk jenjangmeningkatkan pendidikan dasar, pendidikan sebagai agen pembelajaran yangusia berfungsi mutu pendidikan menengah, dan pendidikan anak dinipada padajenjang jalur pendidikan formal yang diangkat kedudukan sebagai tenaga profesional pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalursistem pendidikan formal yang diangkat nasional dan bertujuan untuk melaksanakan pendidikan nasional dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan sertifikat menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang sertifikat diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. pendidik. Kedudukan tersebut berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Kedudukan tersebut berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan pendidik.agen Kedudukan tersebutyang berfungsi untukuntuk meningkatkan martabat dan pendidikan peran guru pembelajaran berfungsi meningkatkan mutu 2. sebagai Prinsip guruuntuk nasionalprofesionalitas dan pembelajaran bertujuan melaksanakan sistem pendidikan nasional dan sebagai agen yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional dan bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. nasional dantujuan bertujuan untuk melaksanakan sistem dan Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang pendidikan dilaksanakannasional berdasarkan mewujudkan pendidikan nasional. mewujudkan tujuan pendidikan nasional. profesionalitas. Berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas, maka guru 2. prinsip-prinsip Prinsip profesionalitas guru 2. Prinsip profesionalitas guru dituntut untuk; memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki 2. Prinsip gurubidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan Profesi profesionalitas guru merupakan komitmen untuk meningkatkan pendidikan, ketakwaan berdasarkan dan akhlak Profesi guru merupakan bidangmutu pekerjaan khususkeimanan, yang dilaksanakan prinsip-prinsip profesionalitas. Berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas, maka guru Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan mulia; memiliki kualifikasi akademik dan prinsip-prinsip latar belakang profesionalitas, pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas. Berdasarkan maka guru dituntut tugas; untuk;profesionalitas. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki prinsip-prinsip Berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas, maka guru bidang yangpanggilan diperlukanjiwa, sesuai bidang tugas; dituntut untuk;memiliki memilikikompetensi bakat, minat, dandengan idealisme; memiliki komitmenuntuk; untuk memiliki meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, akhlak dituntut minat, panggilan jiwa, danketakwaan idealisme;dan memiliki memiliki tanggung jawabbakat, atasmutu pelaksanaan tugas keprofesionalan; komitmen untuk meningkatkan pendidikan, keimanan, ketakwaan memperoleh dan akhlak mulia; memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan dengan akhlak penghasilan yangkualifikasi ditentukan akademik sesuai dengan kerja; memiliki kesempatan untuk mulia; memiliki dan prestasi latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang memiliki tugas; memiliki kompetensi diperlukan sesuai dengan sesuai bidangdengan tugas; mulia; kualifikasi akademikyang dan latar belakang pendidikan bidang tugas; memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; memilikitugas; tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperoleh bidang memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; memiliki kesempatan untuk memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; memiliki kesempatan untuk penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; memiliki kesempatan untuk Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

71

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 69 – 75

mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. 3. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru Dalam aktualisasinya, guru wajib ; memiliki kualifikasi akademik yang diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma; memiliki empat kompetensi guru yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi; memiliki sertifikat pendidik; sehat jasmani dan rohani; serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 4. Hak dan Kewajiban Guru Dalam melaksanakan tugas keprofesional, guru berhak; memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan; memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan, memeproleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, dan/atau memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya juga guru berkewajiban; merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. 5. Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru Berkaitan dengan pengangkatan, penempatan, dan pemindahan tugas guru, secara sistem pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian, guru juga dapat dipindah tugaskan atas dasar perintah otoritas atau permohonan guru yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam kaitannya dengan pemberhentian, guru dapat diberhentikan dari jabatannya dengan hormat dan tidak dengan hormat. Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru apabila; meninggal dunia, mencapai batas usia pensiun, 72

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL ... — [Agus Fakhruddin]

atas permintaan sendiri, sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus menerus selama dua belas bulan, atau berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan. Guru juga dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru apabila; melanggar sumpah dan janji jabatan, melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama satu bulan atau lebih secara terus menerus. 6. Pembinaan, pengembangan, penghargaan, dan perlindungan guru Pembinaan dan pengembangan guru mencakup pembinaan dan pengembangan profesi dan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan dan pengembangan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sedangkan pembinaan dan pengembangan karir guru meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Berkaitan dengan penghargaan dan perlindungan, guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan. Guru juga berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas yang meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum yang mencakup perlindungan hukum terhadap tindakan kekerasan, ancaman, dan perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi yang mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. 7. Organisasi profesi dan kode etik guru Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen yang berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Organisasi profesi guru ini mempunyai kewenangan untuk; menetapkan dan menegakkan kode etik guru, memberikan bantuan hukum kepada guru, memberikan perlindungan profesi guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional. Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik guru yang berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan. Bila kita kaji secara mendalam, pada dasarnya konten undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ini sudah secara eksplisit memuat nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dalam pengelolaan guru. Nilai karakter utama yang ingin Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

73

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 69 – 75

dikembangkan dalam pengelolaan guru di Indonesia adalah profesionalisme guru. Dari dikembangkan dalaminipengelolaan guru di Indonesia adalahkarakter profesionalisme guru. Dari nilai karakter utama kemudian diturunkan pada nilai-nilai pendukung. nilai karakter utama ini kemudian diturunkan pada nilai-nilai karakter pendukung. Nilai karakter utama dan nilai-nilai karakter pendukung tersebut dapat diuraikan Nilai karakter utama dan nilai-nilai karakter pendukung tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : sebagai berikut : 1. Profesionalisme Guru sebagai Nilai Karakter Utama Karakter profesional sebagaiNilai karakter utama yang dikembangkan dalam konten 1. Profesionalisme Guru sebagai Karakter Utama kebijakan profesional guru pada hakikatnya berfungsi untukyang meningkatkan martabat dankonten peran Karakter sebagai karakter utama dikembangkan dalam guru sebagai agen pembelajaran diharapkan akan berdampak pada peningkatan kebijakan guru pada hakikatnya yang berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran mutu sebagai pendidikan sebagai untuk akan melaksanakan pendidikan guru agen nasional pembelajaran yangupaya diharapkan berdampaksistem pada peningkatan nasional dan mewujudkan pendidikan nasional. mutu pendidikan nasionaltujuan sebagai upaya untuk melaksanakan sistem pendidikan Suryadi dan (2014) mengkajitujuan berbagai hasil nasional. penelitian dan ditemukan bahwa guru nasional mewujudkan pendidikan merupakan faktormengkaji yang paling inti dalam memacu kualitas pendidikan, sehingga Suryadi (2014) berbagai hasil penelitian dan ditemukan bahwa guru peningkatan faktor kualitasyang profesi guruinti adalah sebuah keniscayaan. lanjut dikatakan merupakan paling dalam memacu kualitas Lebih pendidikan, sehingga bahwa sebagai faktorprofesi tunggalguru dalam upaya peningkatan mutu Lebih pendidikan, yang peningkatan kualitas adalah sebuah keniscayaan. lanjut guru dikatakan bermutusebagai adalahfaktor harga tunggal yang tidak dapat ditawar-tawar dan untuk meningkatkan bahwa dalam upaya peningkatanlagi, mutu pendidikan, guru yang mutu guruadalah maka harga guru harus bermutu yang profesional. tidak dapat ditawar-tawar lagi, dan untuk meningkatkan Menurut (Supardi, 2013) profesionalisme dalam suatu pekerjaan mutu guru Djojonegoro maka guru harus profesional. ditentukanDjojonegoro oleh tiga faktor penting, yaitu; keahlian khusus Menurut (Supardi, 2013) memiliki profesionalisme dalam yang suatudipersiapkan pekerjaan oleh program keahlianyaitu; ataumemiliki spesialisasi; memiliki untuk ditentukan oleh pendidikan tiga faktor penting, keahlian khususkemampuan yang dipersiapkan memperbaiki yankeahlian dimiliki;atau dan memiliki penghasilan memadai. untuk oleh programkemampan pendidikan spesialisasi; memilikiyang kemampuan memperbaiki kemampan yan dimiliki; dan memiliki penghasilan yang memadai. Karakteristik profesional sebagai karakter utama guru secara lebih rinci kemudian diuraikan dalam nilai-nilai karakter pendukung. Karakteristik profesional sebagai karakter utama guru secara lebih rinci kemudian 2. Nilai-Nilai diuraikan dalamKarakter nilai-nilaiPendukung karakter pendukung. Nilai-nilai Karakter karakter Pendukung pendukung yang merupakan turunan dari profesionalisme guru 2. Nilai-Nilai sebagai nilaikarakter karakterpendukung utama dapatyang diidenifikasikan sebagai berikut : Nilai-nilai merupakan turunan dari profesionalisme guru a. kompeten; guru yang profesional adalah guru yang kompeten, yang memiliki sebagai nilai karakter utama dapat diidenifikasikan sebagai berikut yaitu : seperangkatguru pengetahuan, keterampilan, yang harus dimiliki, dihayati, a. kompeten; yang profesional adalah dan guruperilaku yang kompeten, yaitu yang memiliki dikuasai, dan diaktualisasikan olehdan guru melaksanakan tugas seperangkat pengetahuan, keterampilan, perilakudalam yang harus dimiliki, dihayati, keprofesionalan. pada periode sebelumnya orang dapat menjadi dikuasai, dan Jika diaktualisasikan oleh guru sembarang dalam melaksanakan tugas guru, maka dengan profesionalisme hanya orang-orang keprofesionalan. Jikamenerapkan pada periodependekatan sebelumnya sembarang orang dapat menjadi yang maka memiliki kompetensilah dapat dikatakan sebagaihanya guru orang-orang profesional. guru, dengan menerapkanyang pendekatan profesionalisme Kompetensi yangkompetensilah harus dimiliki yang oleh guru profesional lompetensi, yang memiliki dapat dikatakanmencakup sebagai empat guru profesional. yaitu kompetensi pedagogik, sosial, kompetensi kepribadian, dan Kompetensi yang harus dimiliki kompetensi oleh guru profesional mencakup empat lompetensi, kompetensi pofesional. yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan b. kompetensi Kompetensipofesional. pedagogik mensyaratkan seorang guru memiliki karakter cerdas dan menguasai pedagogik wawasan mensyaratkan keilmuan pendidikan dan memiliki pembelajaran, b. Kompetensi seorang guru karakter mulai cerdas dari dan perencanaan,wawasan proses pembelajaran, evaluasi menguasai keilmuan dampai pendidikan danpembelajaran. pembelajaran, mulai dari c. perencanaan, Kompetensi proses kepribadian secara dampai lebih detail mensyaratkan nilai-nilai karakter pembelajaran, evaluasi pembelajaran. guru secara yang harus dalam kehidupan kesehariannya c. kepribadian Kompetensi seorang kepribadian lebihtercermin detail mensyaratkan nilai-nilai karakter yang meliputiseorang karakter-karakter beriman dan bertakwa; berakhlak mulia; arif dan kepribadian guru yang ;harus tercermin dalam kehidupan kesehariannya bijaksana; demokratis; mantap; berwibawa; stabil; dewasa; jujur; sportif; teladan; yang meliputi karakter-karakter ; beriman dan bertakwa; berakhlak mulia; arif dan introsprektif, dan futuristik. bijaksana; demokratis; mantap; berwibawa; stabil; dewasa; jujur; sportif; teladan; d. Kompetensi mengarahkan guru pada nilai-nilai karakter ; komunikatif; ramah, introsprektif,sosial dan futuristik. santun, taat nora nilai, dan cinta kebersamaan. d. Kompetensi sosialdan mengarahkan gurukasih pada dalam nilai-nilai karakter ; komunikatif; ramah, e. santun, Kompetensi profesional gurukebersamaan. pada nilai karakter penguasaan taat nora dan nilai,menitik dan cintaberatkan kasih dalam bidang ilmu yang menjadimenitik tanggungberatkan jawabnya. e. Kompetensi profesional guru pada nilai karakter penguasaan bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya. 74

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL ... — [Agus Fakhruddin]

D. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara yuridis konseptual undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara ekplisit sudah bermuatan dan berorientasi karakter. Profesioalisme guru adalah karakter utama yang akan dikembangkan dalam pengelolaan guru di Indonesia, dan diikuti dengan karakter-karakter pendukung lainnya seperti kompeten, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, teladan, komunikatif, dan taat norma dan nilai.

Daftar Pustaka Syafaruddin 2008, Efektifitas Kebijakan Pendidikan, Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif, Rineka Cipta, Jakarta Supardi 2013, Sekolah Efektif, Konsep Dasar dan Praktiknya, PT Raja Grafindo, Jakarta Suryadi, Ace 2014, Pendidikan Indonesia Menuju 2025, Outlook : Permasalahan, Tantangan dan Alternatif Kebijakan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, Sekretariat Jenderal Depdiknas RI, Jakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

75

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

‫��� ������� ������� �� ����� ������� �������‬ ‫أ�������������‬ ‫�����*������� �������‬ ‫��� ������� �������‬ ‫��م��*������ �����م��‬ ‫����م��‪-‬‬ ‫��������‬ ‫��� �������� أ���‬ ‫‪*Email: [email protected]‬‬

‫��� �������� ����م��‪��-‬م�� ������ �����م��‬

‫أ‪������� .‬‬ ‫���م� ����� �� ����� ������ ����� �� �������� ���� �� ����� ����� م� ��� ����� �������‬ ‫�������‬ ‫م� ���� � ���� �� ���� ��� �� ���� ���� ����� �������� ���� ����� ��� ������� ���‬ ‫أ‪��������.‬‬ ‫������‬ ‫�������‬ ‫�����‬ ‫�����‬ ‫��م���‬ ‫������م�‬ ‫��������‬ ‫‪�������11‬‬ ‫�����‬ ‫��� ���‬ ‫������ م�‬ ‫����� �����‬ ‫����� ��‬ ‫������ ����‬ ‫��������‬ ‫�������‬ ‫���م� �����‬ ‫����� ������‬ ‫م������م�‬ ‫������‬ ‫������‬ ‫�����������م��‬ ‫�������‬ ‫����‬ ‫م�م���‬ ‫�����������‬ ‫‪2111‬‬ ‫������� ���‬ ‫��������‬ ‫������������‬ ‫�������� ����‬ ‫�������‬ ‫���������‬ ‫�������� ��‬ ‫���������������‬ ‫���� �‬ ‫�����‬ ‫����������‬ ‫������‬ ‫���م����‬ ‫���� ����‬ ‫م��� �������‬ ‫����‬ ‫����� ������ ��� ������� ‪������ 11‬‬ ‫���������‬ ‫������‬ ‫�����‬ ‫م����م���‬ ‫�������� �م�‬ ‫��������‬ ‫��������� ��‬ ‫�������‬ ‫م���‬ ‫���������������‬ ‫��� �����‬ ‫������� ���‬ ‫����� ������‬ ‫�������‬ ‫������م��‬ ‫�����������‬ ‫������ �����‬ ‫���� ���‬ ‫��� ���‬ ‫������م���‬ ‫‪��� 2111‬‬ ‫������� �������� ������ ������ ����� �����‬ ‫�� ��‬ ‫������� ����‬ ‫م���������‬ ‫����� م�‬ ‫������‬ ‫���� �����‬ ‫������������‬ ‫����� ���‬ ‫���� ����‬ ‫�������‬ ‫����‬ ‫�����‬ ‫م�� �����‬ ‫م����������‬ ‫������������‬ ‫����������‬ ‫��� ���‬ ‫������� م�‬ ‫������ �����‬ ‫������ ����‬ ‫�����م�‬ ‫��������� �� ��‬ ‫�������‬ ‫��� ����‬ ‫����� ���‬ ‫����������‬ ‫��������‬ ‫��������‬ ‫������ ������� ����� �� �� ������� �������� ������ ������ ����� �����‬ ‫����� �����‬ ‫����� م�‬ ‫������‬ ‫��‬ ‫����� �‬ ‫�������� �����‬ ‫������ �����‬ ‫�������‬ ‫�������� �����‬ ‫�����م�‬ ‫�����‬ ‫م���������‬ ‫�� م��‬ ‫�������‬ ‫����� ����‬ ‫����� م�‬ ‫������� �����‬ ‫�����م�م������� ����‬ ‫����������� ���م� �������� ������� ��������� ��� ����� �� ������‬ ‫��������م���‬ ‫�����������������‬ ‫������‬ ‫�����‬ ‫����� م�‬ ‫��� ���‬ ‫������� ���‬ ‫م��� �������‬ ‫��������‬ ‫���� ����‬ ‫����� � ��‬ ‫����م����‬ ‫���� ��‬ ‫�����������‬ ‫�����������������‬ ‫������ �����‬ ‫�������‬ ‫�����‬ ‫��������� ���‬ ‫�م�‬ ‫��‬ ‫���������‬ ‫�������‬ ‫�����‬ ‫������ ��‬ ‫�����‬ ‫���م��� �����‬ ‫��� �����‬ ‫������‬ ‫�م������� ��م�‬ ‫م������‬ ‫������‬ ‫�����‬ ‫���������‬ ‫���������‬ ‫�������‬ ‫��������‬ ‫�����‬ ‫م���‬ ‫������ ���������‬ ‫����������‬ ‫�����‬ ‫������ ����‬ ‫��� م�‬ ‫�����‬ ‫����� �����‬ ‫����‬ ‫������‬ ‫���� ����� م� �����‬ ‫�����������‬ ‫���������‬ ‫��� ���‬ ‫������� ���‬ ‫�� ��‬ ‫����������‬ ‫���� ����‬ ‫���������‬ ‫��‬ ‫����� ������‬ ‫����� ����‬ ‫������ ��‬ ‫�����‬ ‫����� ���‬ ‫��������‬ ‫������‬ ‫م��� ��‬ ‫����� ���‬ ‫������ ��‬ ‫������� �������‬ ‫�� ������‬ ‫������‬ ‫�����‬ ‫����‬ ‫�����‬ ‫م���� ���‬ ‫��م� ������‬ ‫�م�������‬ ‫م������‬ ‫������ م���� ��� �����‬ ‫�����‬ ‫م�‬ ‫����‬ ‫���‬ ‫����‬ ‫م��‬ ‫������‬ ‫���‬ ‫�������‬ ‫����‬ ‫����‬ ‫��������‬ ‫������ ���� ������� �� ����� ����� ����� م� ������ ���� ����� ����� ������‬ ‫����‬ ‫������‬ ‫���‬ ‫��‬ ‫������‬ ‫�����������‬ ‫م���‬ ‫�� ���‬ ‫������‬ ‫م���������‬ ‫����� ���������‬ ‫����� ���‬ ‫�����‬ ‫����� ���� ������ ������ ��‬ ‫���������‬ ‫�����‬ ‫���� ���‬ ‫��������‬ ‫������‬ ‫��� م���‬ ‫����‬ ‫�������� ���‬ ‫�������‬ ‫��� ������ م�� ���� ��� ���� م� ����� ������ م���� ��� �����‬ ‫�������‬ ‫�������������� ����‬ ‫��������‬ ‫�������‬ ‫�����‬ ‫������م�‬ ‫�������������‬ ‫��������‬ ‫��‬ ‫������ ����‬ ‫������� ���‬ ‫������ ��‬ ‫������ ���‬ ‫�����������‬ ‫���� م���‬ ‫���� ������‬ ‫��������������‬ ‫����� �������‬ ‫����� ���‬ ‫�� ������ ���� �� ������ ������� ������� ��� �م���� ���� �����‬ ‫�������������‬ ‫��������� ��������‬ ‫�����‬ ‫����‬ ‫��������‬ ‫���‬ ‫�������������‬ ‫��� ���‬ ‫����� �م�‬ ‫������م��������‬ ‫�������� ���م�‬ ‫�������������‬ ‫��������‬ ‫������ ���‬ ‫������� ���� ���‬ ‫������‬ ‫��������‬ ‫�������‬ ‫��������� ����‬ ‫�� ��������‬ ‫��������‬ ‫��������‬ ‫����م��‬ ‫��������������‬ ‫���������������‬ ‫�������������‬ ‫����������‬ ‫������ ����‬ ‫���� �����‬ ‫�م����‬ ‫������� ���‬ ‫م�������‬ ‫�����������‬ ‫����� ��‬ ‫�������� ������‬ ‫�����‬ ‫م�‬ ‫��� ��� �‬ ‫�������������‬ ‫��� م���‬ ‫�������������‬ ‫��������‬ ‫�����‬ ‫������ ��� �‬ ‫�� ��‬ ‫�������� ���‬ ‫�������� �م�‬ ‫���م� �������‬ ‫��������‬ ‫������ ���‬ ‫�����������‬ ‫�������‬ ‫�� �������‬ ‫���������‬ ‫����� م���‬ ‫��������� ������� ����م�� �������� ��������‬ ‫�����‬ ‫������������‬ ‫�������م���‬ ‫������� ������ �����‬ ‫������ ����‬ ‫������‬ ‫�� �� ��� � ������� ����� ����� ������ ���� ��� م��� �������� ������� ��� ��� � �� م�‬ ‫������� ������� ������ ��������� �� �������‬ ‫������������ �‬ ‫����� م���‬ ‫�‪.‬‬ ‫���� ���� ����� �� ����� ���� م��� ������ م������ �� م������� � ���� م���� ���� ��� ��‬ ‫�������‬ ‫�����‬ ‫�� ����� ����� ���� ��� م��� ����� ����� ��� ���� ������� ���� ���‬ ‫م���� �) �‬ ‫�‪.‬م���‬ ‫‪6‬‬ ‫����‬ ‫������ ��‬ ‫��� ����‬ ‫�) ���‬ ‫����‪,‬‬ ‫����� ����‬ ‫���������‬ ‫����� ��‬ ‫م������ ��‬ ‫م������‬ ‫م����‬ ‫م������� � ����‬ ‫��� ��‬ ‫م������‬ ‫������‬ ‫������م���‬ ‫����� ����� ����‬ ‫����� ��‬ ‫����‬ ‫�������‬ ‫������� �‬ ‫������‪� ,‬‬ ‫��� م��‬ ‫م��������‬ ‫‪���6‬‬ ‫���� ���‬ ‫�������‬ ‫��������� ����‬ ‫����� �����‬ ‫��� �����‬ ‫���� م���‬ ‫����) ���‬ ‫��������‬ ‫����‬ ‫م�������) �‬ ‫���‬ ‫�����‬ ‫���� ‪)�,‬‬ ‫������ �‬ ‫�����‬ ‫����� �����‬ ‫�����‪)� ,‬‬ ‫��� ����‬ ‫����‬ ‫���م���‬ ‫����م��‬ ‫���� ��‬ ‫������‬ ‫��������������‬ ‫����) ���‬ ‫����‪,‬‬ ‫������‬ ‫�� �����‬ ‫��� ��‬ ‫�����‬ ‫�����‬ ‫������‬ ‫م� ���� م��‬ ‫�����������‬ ‫���������‬ ‫���� ���‬ ‫����م�م��‬ ‫م� ���‬ ‫���)‬ ‫�� �‪,‬‬ ‫�������‬ ‫��� ����‬ ‫�������‬ ‫������� �‬ ‫������‬ ‫�������‪)� ,‬‬ ‫��� م�� �‬ ‫���‬ ‫����� �����‬ ‫���‬ ‫��� �� ��� ��� �‪��� ����� ��� ���� ���� )�, � ������ �� ������ ��� ����� ����� )� ,‬‬ ‫����� ������� �‪ )� ,‬م� ��� ������� ����م�م�� ��� ������ ������ م� ���� م�� ������ ��� �����‬ ‫‪*Email: [email protected]‬‬

‫‪77‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 77 – 84

‫      ا  ل وا  وا وا  وا‬1.‫ ا وا‬ :­‫ ووردت دة "و" ­ ا‡أن ا‰ وˆ‡† ­ …„ اƒ‚ وه‬.‫وا‬ ö 3 Ν ä ‹ø =n æ t Α ã θ™ ß § 9#$ β t θ3 ä ƒt ρu ¨ Ä $Ψ¨ 9#$ ’?n ã t u #! ‰ y κp à− #( θΡç θ6 à Gt 9jÏ $Ü V ™ y ρu πZ Β¨ &é Ν ö 3 ä ≈Ψo =ù èy _ y 7 y Ï9≡‹ x .x ρu " ”‫ و‬-1 ϵø‹t7É)tã 4’n?tã Ü=Î=s)Ζtƒ £ϑÏΒ tΑθß™§9$# ßìÎ6®Ktƒ tΒ zΝn=÷èuΖÏ9 ωÎ) !$pκön=tæ |MΖä. ÉL©9$# s's#ö7É)ø9$# $oΨù=yèy_ $tΒuρ 3 #Y‰‹Îγx© Ĩ$¨Ψ9$$Î/ ©!$# χÎ) 4 öΝä3oΨ≈yϑƒÎ) yì‹ÅÒã‹Ï9 ª!$# tβ%x. $tΒuρ 3 ª!$# “y‰yδ tÏ%©!$# ’n?tã ωÎ) ¸οuÎ7s3s9 ôMtΡ%x. βÎ)uρ 4

­ ‫( وآ و” ه  ا ل – و” ه‬143 ‫ ∪∩ " )رة ا‡ة‬ÒΟŠÏm§‘ Ô∃ρâts9 2

.™‫› š و‬

‫ ∪∩ " )رة ا‡ة‬tÏFÏΨ≈s% ¬! (#θãΒθè%uρ 4‘sÜó™âθø9$# Íο4θn=¢Á9$#uρ ÏN≡uθn=¢Á9$# ’n?tã (#θÝàρ≈ym" ”‫ ا‬-2 † ‫ ¡‰ ا „ إ أž† ­ ا وا   œة ا” أي أ‬¢‫( و‡ ذه‬238 3 ‫و …ه‬ ( z≈yϑ÷ƒF{$# ãΝ›?‰¤)tã $yϑÎ/ Νà2ä‹Ï{#xσムÅ3≈s9uρ öΝä3ÏΖ≈yϑ÷ƒr& þ’Îû Èθøó¯=9$$Î/ ª!$# ãΝä.ä‹Ï{#xσãƒ

Ÿω" ‫ أو‬-3

( 7πt6s%u‘ ãƒÌøtrB ÷ρr& óΟßγè?uθó¡Ï. ÷ρr& öΝä3ŠÎ=÷δr& tβθßϑÏèôÜè? $tΒ ÅÝy™÷ρr& ôÏΒ tÅ3≈|¡tΒ Íοu|³tã ãΠ$yèôÛÎ) ÿ…çµè?t≈¤s3sù y7Ï9≡x‹x. 4 öΝä3oΨ≈yϑ÷ƒr& (#þθÝàxôm$#uρ 4 óΟçFøn=ym #sŒÎ) öΝä3ÏΨ≈yϑ÷ƒr& äοt≈¤x. y7Ï9≡sŒ 4 5Θ$−ƒr& ÏπsW≈n=rO ãΠ$u‹ÅÁsù ô‰Ågs† óΟ©9 yϑsù

‫( " وآ أو ه ¦­ إ‬89 ‫ ة‬¥‫ ∪∩ )رة ا‬tβρãä3ô±n@ ÷/ä3ª=yès9 ϵÏG≈tƒ#u öΝä3s9 ª!$# ßÎit7ム∩∪ tβθßsÎm7|¡è@ Ÿωöθs9 ö/ä3©9 ≅è%r& óΟs9r& öΝßγäÜy™÷ρr& tΑ$s% " :28 ‰‡‫ و ­ رة ا‬,‰† š‫ ا ل اي أ‬

›‫ أو أš‡ و™  ˆ أن © †¨ ا  إ™ و‬ª‫و ه –­ آ "أو"  أ‬ 5 ‫ وآ ورد ­ رة ادت‬,œ‡™‫ا  ™‡ š ا  ا‡وž © وا‬ 4

.‫¯ء ا  ®‚ ا¬š اء‬° ¦‫ ∪∈∩ ­ ا و‬$èº Ηø d s µÏ /Î  z Ü ô ™ y θu ùs

‫ وه‬، ‫اظ وا‬³‫وأ ا ”´ "ا”" ¦­ إ اذ › و  ا” ا‬ ‫ ا ž وا¶…ة وšان‬،ž ‫‚ ­ اازن  ا  وا‬°‫ا ازž  ا‡ وا‡ و ا‬ ‫ا¬رض و¯آ ا ¸ وا™ع ”ت ا žو ا©œل „دة ا¬…او و  ا د‬ ‫  ا”     ا”­ ه ا  ادل ا  ­ ال‬º ‡ ‫ وإذا أ‬5.‚°‫وا‬  ¨‫š وذ¼ آ‬°‫ و©‡ ا © ا د أو ا‬،­ƒ‫ وا¡ إ  ه ‡ س وو‬،‡‫ا‡ وا‬ .‫ ا„دة ا žو وا¬…او‬¢„‫أ® آ‬

‫ي‬  ‫ الوسطية‬،‫ وانظر ايضا ع„ي محمد الصالبي‬13-12.‫( ص‬2011 ،‫ صناعة الفكر‬:‫ )بوت‬،‫ الوسطية والاعتدال‬،‫ محمد يتيم‬1 17-16.‫( ص‬1999 :‫ دار البيارق‬:‫ عمان‬،‫القرآن الكريم‬ 21-20‫ ص‬،‫ي القرآن الكريم‬  ‫ الوسطية‬،‫ ع„ي محمد الصالبي‬2 15 .‫ ص‬،‫ الوسطية والاعتدال‬،‫محمد يتيم‬3 25-24 .‫ ص‬،‫ي القرآن الكريم‬  ‫ الوسطية‬،‫ع„ي محمد الصالبي‬4 9-7.‫ ص‬،(2004 :‫ مكتبة الشروق الدولية‬:‫ )القاهرة‬،–—‫ مقاالت الغلو الدي—– والالدي‬،‫محمد عمارة‬5 78

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

‫]‪DAUR AT-TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH ... — [Andy Hadiyanto‬‬

‫وا ه ااط ا  اي       ا   وا ‪ .‬و اا ه‬ ‫اآ –ˆ• ‰رة أن أهŽ ا  Œ‹ ا†ˆŠا ‰ˆ‡ †… ا„‪‚  ƒ  ‬ت ا€ا­‪  ‬و ت‬ ‫اŠل و™˜ا أن ‪‹–Š ¢‬ة ƒ ا€ع ا ل وا˜… اŠل‪ ‹ž Ÿ .‬اا اˆƒ œز‬ ‫ا‪ Œ¢‬د وا‪ ‰¢‬د ‰ˆ‡ ااط ا  وه ا ‪ ƒ ¥‬ا„ح ‰ˆ‡ ا ˆ‹ ƒ ا™ ع ا‪£‬اه‬ ‫وƒ ™ اŠŽ اي دم Œا†‪  ‬ا€ع‪ 6.‬و أف اوي ©  ا ا¨œ‬ ‫–‪ ²‬ا ‹ƒ اي ‪ ²³‬ا ص ا„­ ƒ ا‪°‬ن وا  ¯ إ†ر و ء ا ‹ ا«ˆ‪ 7.‬إن‬ ‫ا إذن ه ا ‪ ƒ ¥‬ا¨¯اط وا ‪ ¥³‬وه آˆ ن ™´ن إ‡ Š ‡ ™„وز ا˜‹ ¯ ا ‹ƒ‪.‬‬ ‫™€ آˆ ا¨¯اط إ‡ اة ا‹  ا ا‹ة ا  ™د ´ ‪ ²‬إ‡ ا €‹د وا ‪ ¯  ‬ا Š  ‰ƒ‬ ‫‰¸‪ • ³‬ا‹ ‪ .‬وأ ا ‪ ¯ Ž· ¯ ¥³‬ا  و ا¨هل وا ‚‪«´¶  ‬م وا ا€‰  ‹‰‬ ‫إ‡ ا ‪ º‬وا™ ع ا‪¹‬هاء‪.‬‬ ‫  اوي »œ» ‹ارس ´ل  ‹ ا€Š وا» ن  ‪³ ™ ²‬ن ˆ إ¯ا† أو‬ ‫™‪ ³‬و™ˆŸ ا‹ارس ه‪ :‬ا‹ر ا‪£‬ه ا  ™Ž ا¨¯اط وا‹ر اŠœ– ا  ™Ž إ‡‬ ‫ا ‪ ¥³‬وا‹ر ا  ™ ‪ ²‬وه ا‹ر ا‪ ƒ 8.‬ه  «ƒ ال ¾ن ƒ ‪£‬ه‬ ‫ا ™ ول ا ص ا‹  ™ و‪ ƒ  „ ¢‬اŠŽ وا Ž ‪  ‬ا‰ة اوح ا‹  اي  ·ˆ•‬ ‫ ‹ ا€Š‪.‬‬ ‫ت‪ .‬ت ا  ا‬ ‫ „ˆ‡ ا ‹ƒ ا ¯ ا ا´ ا«·ة  ‪:²‬‬ ‫‪ -1‬اازن  اة وا ر‬ ‫™  اŠ‹ة ا¨œ ¨ن ‪ •À‬وا´‹ وه اب وا … وا‹ ˆ«ن وا ˆŒت اي‬ ‫‪ Ã‬آ·ˆ• žء‪ ² .‬أن ا¨œم  ‪‹ Â‬رة ا‪ Á‬و إراد™• إ‪ ¢‬أ–• ‪  ¢‬ك ا¨–ن آ­  دون ا© ر‬ ‫وإرادة‪ .‬ا ‪£‬ة ا ¯ اŠ‹ة ™ى أن ا¨œم ‪   ‡€  ¢‬ا‹ر ­ ¯ ا‪ Å‬آ أ–• ‪¢‬‬ ‫ ‰ˆ‡ ©‪ ¥‬وا´‹ ‪  ‬ا„ ‪ .‬إن ا¨œم ¯ –‪ £‬ا Šˆ  أن ا‪Œ Á‬در ‰ˆ‡ آŽ žء‬ ‫و ˆ«ن و«ƒ ا‪–Ç Š Á‬ن ´… ا‪ ©¢‬ر ¯ „‪¢‬ت  زل ا‪‹Œ ƒ‰ ²¯ Á‬ر™• اˆ‬ ‫˜«‪ .‬وإ‰ء ا¨–ن ´… ا‪ ©¢‬ر  ™‪ •ˆ‰ º‬ا„اء واŠب‪.‬‬ ‫و™Šˆ  ا أن ا‪ ‡Š™ Á‬و‰‹ ا س „  وا ر ‪ º‬أ‰• ¯‪ £– ¯ Á‬ا¨œم‬ ‫ذو ‪³‬ت ا„ل وا„œل‪ .‬ها ا‪ ‰¢‬د س ¯ –‪ ó‬ا¨–ن ا€Šر ب وا ف ƒ ا‪Á‬‬ ‫¯ –‪ ó‬اŒ‪ ƒ‰ ˆ

 ،É‬ا‹–ت ا‪©¹‬ى ا  ™ آ ‰ˆ‡ –‪ º‬ا„œل  أدى إ‡ ود‬ ‫ا ن ا€‪ ƒ  ‬ا¨–ن ور• ´ ‡ ˜ ج ا¨–ن ¨Œ اŠœŒ ‪  ‬ر• إ‡ وˆ ™• إ•‬ ‫ز‪ .‡³‬آ أن ا¨œم ‪ º– ¯ Ë  ¢‬ل ا … ¯˜‪  º‬أدى إ‡ ا ‪²‬ون وا هŽ ¯‬ ‫اŠ د‪.‬‬ ‫‪ -2‬ا€ن ­‪  ‬ا و    ا‬ ‫إن ا ™‪ «˜ ƒÌ‬ا€Š و ه و™‚ ‪ ˜  Ž« ²‬ج إ• ا ˆ…‪ .‬و  ‪²Š³‬‬ ‫وŒ ‪ .²‬و‪²‬ا ¯ ™‪¾ ƒÌ‬ن ا€Š ا¨œ ™ ‚ƒ آŽ ¯• ر´ Š د و™‬ ‫‰ˆ‪ ²‬و™ ‪ .² ‰ ³‬آ أ–‪¾ ƒ ‡ˆ‰ ²‬ن آŽ ´« ž‰ • ´« و ‹ ƒ ™€Š•‪ .‬و‬ ‫أ–ل ا‪ ‰ž Á‬إ‪‚ ¢‬ن © ا ˆ… وˆ˜ ‪ ¯ ²‬ا‹– وا‪©Í‬ة‪.‬‬

‫‪6‬محمد عمارة‪ ،‬مقاالت الغلو الدي والالدي‪،‬ص‪8 .‬‬ ‫‪ 7‬يوسف القرضاوي‪ ،‬دراسة ي فقه مقاصد الشريعة‪) ،‬القاهرة‪ :‬دار الشروق‪ ،(2012 :‬ص‪41-40 .‬‬ ‫‪8‬يوسف القرضاوي‪ ،‬دراسة ي فقه مقاصد الشريعة‪ ،‬ص‪40-39.‬‬ ‫‪79‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 77 – 84‬‬

‫و  ه   ا د ان ا  م ا ف  ه ا دون اج‬ ‫ ‪   .‚ƒ ‬ا­ ‪ ‰† ‬اˆ ا…ي ه ا  ا†ف وا…„‪ .‬و ا ‬ ‫اآ…  ا†‰ اوŒ ‰ ه ا  ار ا”رج  ’ا‪ ‘ ‬اŽŒم‪Š‹ .‬‬ ‫¡­’ Ÿ ‪ ž ‬واا ة ‪ ›ˆ ‬ا ‹Š  وšت دؤو‪ –‹  — Š ‬و‹–‬ ‫ أ‪ ¤¥‬ا‪  –  ¤‬أرض اا ‪.‬‬ ‫‪ -3‬ا ة ا   أر ا وا‬ ‫ا‹Š ¡‪ ª‬إ ¬«ون ا  وا‹ة ‪ª‬ة ازŠ  Š š ¨ وš ¡­‘‪‹¦ƒ š ،‬ن ‬ ‫ا‹…ان وš إ¯ر ‹‚‪ .‬آ ‚ —‚ و¡  رة اŒ ‪: 9-8‬‬ ‫" &‪" ∩∪ tβ#u”Ïϑø9$# (#ρçÅ£øƒéB Ÿωuρ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ šχø—uθø9$# (#θßϑŠÏ%r&uρ ∩∪ Èβ#u”Ïϑø9$# ’Îû (#öθtóôÜs? ωr‬‬

‫¶ ا  ا  ا وا‪µ‬ذ ‪  ‬ا‪°‬ل ا أ ه ا‪ ، ²‬آ ‪ ±‬ا‪°‬م‬ ‫  اšˆر  و‪ ‚¥‬اŽرض ا‪¦ ‬ء ’ة ا‪ ،²‬وذŸ آ‚ ‪ˆ ‬ط أن š ¡–‹ ا ‹  ذآ ا‪.²‬‬ ‫دام ا¬¦ ‪ Œ  ‹  ‬ود ذآ ا‪  ° ²‬ذŸ‪.‬‬ ‫ا  ا ا‪µ‬ي ه  ت ا‪°‬م  ا‪­ Š‹º‬د وا† Š‪ ¤‹¹­¡ š .‬اŒ ‬ ‫  Œب ا¾¯‪  .‬ا‪°‬م ­د Œ½ اš¯‹ر وا»ف  Œ ود ¼‪ ‹º  ‚‹Œ°‬و»Š‬ ‫ا†‪ ¤ .‬إن ‚ Œ‪º‬ق و ‚ ا—‹ – دون ا ي  Œ½ ا¾¯ أي ‚ وا‪‰¥‬‬ ‫šŒام ا¾¯ ا‪µ‬ي ‚ Œ½ أ‪.‚ ‹— ¹‬‬ ‫‪ -4‬اازن  ا   ا واا‬ ‫إن ا‪¹‬رة ا‪¹Œ Š‹°‬رة اž إذ أ– ¡—‪  Â‬اž ا– آ‪ Á‬ا‪† .Šº±‬ء‬ ‫ا‪ĺ‬ن  ة اس إ ا‪ ‹º‬ا‪  ±‬أ‪ ¤¥‬ا‹ة اŽ‪ ¤¹‬وه ا‹ة ا ¡‹  ا­‪ª‬ة‬ ‫وا‪ ‹º‬اوŒ‹Š‪   .‬ون ا‪ĺ‬ن واŠ  آ„ ا‪¹‬رة ا‪ .Š‹°‬و   ‪ Å ‬اس أن‬ ‫ا‪ Šº±‬وا‪¹‬رة ا‪ ‹ »¡ Š‹°‬ورد  ا‪ĺ‬ن واŠ و آ‪   ¤‬د ‹– – ‪ Š  ‬و‬ ‫آ‪ .Š°’ Š   ¤‬و— اž ‹را و واŒ‹ ا ‪ ‹‹º‬ا‪ª‬اه اŽ‹Š واš‪¤ Š‹ ¥‬‬ ‫ا‹ ا š ¡—  ا‪º‬أن واŠ ’Š‪.‬‬ ‫ آن ا‪ĺ‬ن وزال † ‪ ،Šº±‬و‚  ­‪ È‬ا „ ‪ °  ÆÇ‬ت واا ‬ ‫وا‪‹º‬ت ا …ل ‹–‪ ¡ .‬رج اˆ و ‪ Š‹¹‬ا‪ Ê‬واخ ‪¡ Æ‬ي أ—ب ا…ول  –‬ ‫ا‪ĺ‬ن آ– د‹‪  ¤‬أ‚ هك ا‪ ¤‬أ¯ى š ‪   ‬اšهم ‪  – ‬اءة ا‪º‬أن واŠ‪.‬‬ ‫و ذŸ أن اž  أ‹—‚ و ¡‚ ‪ÆÇ¡ ÆÇ‬ا آ—‹ا ‪ ‹ ‬ت واا ‪ Í‬ا …ل ‹–‬ ‫ا‪ĺ‬ن واŠ‪ .‬و ‪ ‹ Æ‬ا —ر ا‪ĺ‬ن † ‪ ¶­ -‹ºÆ‬اء‪ĺ -‬ن ‪ º‬م ات ا Š‬ ‫Œ‹  ا—‹‪ ŠÎ‬وا‪ª‬وف ا ‹ˆ–‪.‬‬ ‫إن ا  ا š ‪ º‬س اž آ‪ ‚Ç‬ا‚ ا½ ا‪µ‬ي ‪ ‚ ‬أ¨‪» „º‬در ا‪½›º‬‬ ‫اŽ¯ى‪ .‬و‚ š ى اا  ود‹‹Š ا‹ة ‹را وŒ‹ ا Œ‪º‬ق ا½ وإ‪ ‬ل ا—ƒ‪†‹ ،¤‬‬ ‫ا  ا ‪ ‹ ‬اž ‪ ‚¦‹» ‬وا‹ق أو اا  ا‪µ‬ي ­–  ’ء‪ Ï‬اž‪ º .‬م ا‹Š‬ ‫¡­‹ا ¡‹­‹ ‪ĺ‬ن أي ا­‹ ا‪µ‬ي ‪º‬م  اž – ¬‪ °‬و­‹‪ ¹‬و– ا‹ ت‬ ‫ار”‹Š ا آ„ ¡ و „ ا…ول وا‹ ت اا ‹Š واا ‪ Í‬ا‹Š ا ­– ‹– اž‬ ‫Œ‹‪.‬‬ ‫‪ -5‬اازن  ا   ا ‬ ‫و أه †šت و¡†‹ت ا‹Š  ا» ااه ا…ام ا ل  ا‪‹¨  Š °‬‬ ‫ا‹‪ .‬و — ا‹Š  ه‪µ‬ا ا†ل م ا‪º‬ط  اšء ام ¬   ر‪ ‬ن‬ ‫ا‹ أو ا‪º‬ط  اš  اء  ¨‹ ا‹‪ .‬و‪¥ º‬ءت ه‪ ϵ‬ا‹Š  ا‪‹¨  Š °‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪80‬‬

DAUR AT-TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH ... — [Andy Hadiyanto]

óΟs9uρ ÈÏd‰9$# ’Îû öΝä.θè=ÏG≈s)ムöΝs9 tÏ%©!$# Çtã ª!$# â/ä38yγ÷Ψtƒ ω ": ‫ا  وا ل ا‬ $yϑ¯ΡÎ)

∩∪ tÏÜÅ¡ø)ßϑø9$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) 4 öΝÍκös9Î) (#þθäÜÅ¡ø)è?uρ óΟèδρ•y9s? βr& öΝä.Ì≈tƒÏŠ ÏiΒ /ä.θã_Ìøƒä†

#’n?tã (#ρãyγ≈sßuρ öΝä.Ì≈tƒÏŠ ÏiΒ Οà2θã_t÷zr&uρ ÈÏd‰9$# ’Îû öΝä.θè=tG≈s% tÏ%©!$# Çtã ª!$# ãΝä39pκ÷]tƒ "∩∪ tβθßϑÎ=≈©à9$# ãΝèδ šÍׯ≈s9'ρé'sù öΝçλ°;uθtFtƒ tΒuρ 4 öΝèδöθ©9uθs? βr& öΝä3Å_#t÷zÎ) ‫  م أب ا ت اى  داا  ن ا  و  ن‬ ­€‫‚   ا‬  ‫ ‚ Œف ا   ‘Ž ا Œف اŠˆ†‰ واˆ† … ‚‡ €†… ا „  اƒن‬. ‫€  “ ا‬ $\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4s\Ρé&uρ 9x.sŒ ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $¯ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ " ”‡†• ‚ ‫أ—Ž ا رف‬ ‫…× ∪∩" )€رة‬Î7yz îΛÎ=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& ¨βÎ) 4 (#þθèùu‘$yètGÏ9 Ÿ≅Í←!$t7s%uρ (13 ‫اˆات‬ “  ‫ ‚  ™ „Œ… ا‬، ‫ž ا€­… „  اŠœ ام ا دل وا  › ا‬ …­€‫ ‚†Ÿة ا‬.…‫ إذ  ƒن „Œ… ¡… وا‬،¤‫¨ا  „Œ… ااوة وا¡§¦ء دا‬ ‫ „Œ… ا  •§ ا  „Œ… ˆ « اœ… وا Œم‬ ‚ Ž‚ ،‫ • اŠŽ وا©ع‬ª .… ‫  §  ® اŒ…  ƒن „Œ… ¨ ود‬ª‫وا¡آ… وƒ ­رات ا‬ ‫   ا‬-6 ‫ وا†¡ي إذ‬ ±²‫ ا‬³‡†‫‚   ها‬.”‡†„ µ©¶ ‫ا€­…  ¡† ¸ ا   „  ا¶ · وا‬ „­‫ و• ا وŠ †©ا و‬،‫ ا وŠ  ا‬:‫ل‬²‚ ‫ أ• € وذا إ ا‬¹• œ  ¡†‫أو ا‬ . ‫ ا‬ ‚  ‫ ا‬º‫ ا‬µ ‫ ‚‡‡  أ—Ž آ‬ ‚ · ‫ ‚€­…  • ا†¼ص و‬.© ¶ Š‫و‬ Ž‫ ا‬ ‚ ‫ ا ­¡· •ون ا هŽ وا ‡ون‬ ‚ …‫ ه ا   ا½ي  “ •و‬ ­ ‫‚   ا‬ .‫• ­ ¡ت ا ع‬ :…¾‫ † ا¶ذ ا¾ت ا‬ §¡†‚   ‫ ا‬ ‚ …­€‫و أ—Ž ­¡· ا‬ ‫ ا   ا  إ ار ا‬-1 .…¦²  ¿¼‫ „    اƒ” ا‬µ € “  ‫¼ ا رع و هف ا‬² …‚ ‫إن‬ ‫† ن و‬² Ž¡ ‫ أœال ا†س‬ „‫ إذ أن ا ا‬. ¤‫‚œƒم ا „…  ™  ج ا  “ ا ا‬ .„ ‫ و—• أو‬ „ “ ‫ أن اƒ” ور‬ ­€‫ ى ا   ا‬.”ƒœ “‫و‬ ‫ء أ و‬ ­ € ‫ €‚ ا‬-2 ¡ˆ ‫ل إ‬ª ‫ن‬±²‫ ن ا‬. œ‫ ا‬ª• ¸   ‫ • ت ا‬Æ‫أي ©ض ا€­… ر•¸ ا‬ …È•  ‚ ‫ل‬ª ‫ن‬±²‫‚… إ أن ا‬Å• ®‫ ذ‬.‫ء • Ž دة ا†س‬ºÆ• ‫¦… أو ه‬² Šœ ‫ال أو‬Ç  ‫رئ ‚‡” ا ق‬²‫ ­ «  ا‬Æ‫ن ‚‡” ا‬˕ ‫ل‬²‫ أو • ¼ر ƒ ا‬.‡¡ž … ²„ ‡• ‫ت‬ÌË . œ‫ول ا‬ª ™‫ اž… و‬µ‫ وا‬ ¶ ‫ا ر‬ ‫† ا…„ة‬ ‫ ا…‰  ا…  اˆ‡ وا‬-3 .”ƒ‫ ا€ †¡ط ا‬ ‚ ‫ ا€ … ا §ة‬ ‫¼ ا‘•™ و ه‬²‫ •  ه ا‬ª ‫Š •  ا‬ §  ¼²‫ و€ … †Ž ا‬Î‫ واƒ” •„ ¡ر‬.”ƒœ “ ‫¼ ا‘•™ ه ا® وار‬²‚ Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

81

‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 77 – 84‬‬

‫€ ا­ وا‪ ‬ن‪ ،‬و  أن ا آن  وى    ا  و إ اى‪ .‬ه‬ ‫‪  ‬ا‘ر ا”“ أˆ’ وا‹‪Ž ،‘Ž Š ‬ع ‰ أن ‹‪ †ˆ‰ Š ‬وه ‡† ا…داة ا ‪ ‬‬ ‫˜€ه žœ› š ت اا– دا ˜— – ا…ˆ†‪.‬‬ ‫‪ -4‬ا   ا  ت إ ا  ادات وات‬ ‫ل ا‪ ¢£‬و واŽ”  اŸ ء ا…ˆ† Ž اŸدات واŸ’ت ا‰ت إ‪ ¥‬اŸ ‬ ‫وا”ˆ وا‹‪ ،Š ‬ا ‘ ‪ ¥‬أن هك  ه §’ف ا…ˆ†‪ .‬وا…ˆ† Ž اŸدة اŸ دون‬ ‫ا‰ت إ‪ ¥‬اŸ  وا”ˆ‪ ŠŸ ،‬آ†  ‪£‬ع ‰  و  ا‹‪ Š ‬وا”ˆ و ا…هاف إ‰ أن‬ ‫ا¯ œن  ®  œ› ¬Ÿ« ˜‪ ª ‬أو ˜”“‪ Ž ª‬ا©† وا ‹‪ Š ‬اŸدات‪  .‬ه‬ ‫Ž‪’ ‹˜ › š˜  š³‬ت ‪ Ž Š ž ‘ š ²‬اŸ’ت و ˜ض وب ˜آ † أن‬ ‫˜¶‪ µ‬ا”ˆ وا‹‪ Š ‬ا ˜‘ إى‪ .‬و‪ Ž  ‬اŸدة Žض ا‪ š³‬وب ا‰­ام ‬ ‫ ‘م ا ‪£ ‬ف ”ˆ‪ ª‬وž‪    …  ‬ن  ا…ر ا’ ‪   ·ž ž Ž  ‬ن ‬ ‫ا…ر ا‪.”ž‰ Ž  ‬‬ ‫ث‪ .‬إدة  ا  ا   ا  ا ‬ ‫˜Ÿ ا  ا‪ †º³‬ا €س ا”Š وو˜¸› اœ ك ى اار‪ Ž .³‬ا¯‪ ’³‬‬ ‫دور Š Ž ˜Ÿ­­ ا”Š ا  و ˜‪  ‬ا ا¯‪ ’³‬ا ه Ž ž”” ا… ˜“«‬ ‫ب"ا‪ š³‬وا‰‘ال"‪ .‬و ‰ ˜‪  ‬ا ا¯‪ «Ÿ˜ ¥ ‘ ’³‬اš’ب ’‪ µ‬ا‪ š³‬‬ ‫وا‰‘ال  † ‰  أن ˜Ÿى و½ ا ا¯‪ ’³‬إ‪ Š”˜ ¥‬ا“ر ا‪¼ ˜ ˜ ‘ † ‬‬ ‫ا ˆ ا¯‪ «   Ž ’³‬ا › žة ا¯ œن‪.‬‬ ‫و أن دة ا ا¯‪ ˜ ‰ ’³‬إ‪­˜ ¥‬و اار‪ Ÿ ³‬ت آ‡ة ‘ ان‬ ‫ا¯‪ † ’³‬ه ˜ف إ‪  ˜ ¥‬اار‪  ³‬اŸ† ŸŠ ا¯‪’³‬م Ž ˆرة ˜‪ – ¥£‬روž‬ ‫ا‡ و˜€ات ا­ ا‹آ ‪ Ž ،‬ا¯‪  ‰ ’³‬أن ˜رس š” و آ ˜¶  ‬ ‫ا‪ ¥ ‘ š³‬أرض اا–  ه ˜­ ا¯‪’³‬م ©  رž  Ÿ ‪ .‬و أ† ذ¼ Ž€ أن‬ ‫˜ا‘‪ ¥‬ا”ط ا Ž ˜ر‪ À‬أو ˜Ÿ Š ا ا¯‪ ’³‬أ‰ وه‪:‬‬ ‫‪ -1‬ا آ ‚ ا€­ ا‪ ‬‬ ‫ž· ‰   ا‘ة ا‰§’Žت ا‡”Ž و ا‰‘ ى اار‪    ’Ž ³‬ا¯‪ ’³‬‬ ‫ ˜رŠ ‘ ‪ Š˜ ¥‬اž ا¯ وŽ”  œت ا‰‘ وا‡”Ž ا   ‪ .‬و  ه ŽŸ­ز‬ ‫ا ا¯‪ ’³‬و‘ اار‪© ³‬ن ا§’Žت ا آ  œ ا¯ œن Ž ا‪Ÿ³‬ب ž” ا‪Ã‬‬ ‫اš ” ) ‘رة ‘ ا Ÿ‪³ ‬ت ا Ž ا‪Ä‬ة  وزا Ÿدة(‪ .‬وذ¼ Ÿ أن أŠ اار‪³‬ن © ‬ ‫هك ا‡ا وا€ات Ž ˜ŸŠ ا¯‪’³‬م‪‡Ž .‬ا ه ه ا و ا¸ي اءى دا‪Ž º‬‬ ‫˜ ˜ŸŠ ا¯‪’³‬م ‘ ‪ «   ¥‬اš”ت اŸ  ‪‘ Ž .‬رة ‘ اوح ا ˜ل ‘ ‪ ¥‬ود‬ ‫ا œ ا¯  وا¯‪ Ž ’³‬أ‘ل ا¯ œن‪ .‬وا€ات ˜  Ž ا§’Žت اš”ت ŸŠ‬ ‫ا¯‪’³‬م …ن ا¯ œن ®ل ‘ ‪ Ÿ¢ ¥‬ا‰§’ف‪.‬‬ ‫‪ -2‬ا… ا„‬ ‫‰   ˜ر‪ À‬اŸŠ ا ‪”‘ – ›³˜  ‬ل اš    « œاه‪ .‬وه ˜ز‬ ‫أه ا‪ ³‬ام ا”رت اŸ  ا‹‡ Ž ˜Ÿ Š ا ا¯‪’  ، ’³‬ف ˜Ÿ   ا¸ي‬ ‫œ ‪ † £‬دو‪ . ˜É‬وŠ ˜”Š ا ت واŸ ت ‘ ا Ž دة ا ا¯‪† £ ’³‬‬ ‫¬‘ دون أي ž‪ —œ Š ‬و‪É‬ض Ÿ ‪ .‬و‘ ˜Ÿد اار‪³‬ن ‘ ‪ ¥‬ا˜ ذ «‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

‫‪82‬‬

‫]‪DAUR AT-TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH ... — [Andy Hadiyanto‬‬

‫    ا رات    ا    ه أر     ا‬ ‫و ه أر ا†  د ره ا ا„ƒ‚   ا€­‪. ‬‬ ‫‪ -3‬إدراج روح اار  ا‬ ‫ – ‚ ا•‪ ‬ب   ول ع ا‘ ‪  ‬ت ا   Žار ا دئ وا ‹Š ا  ءة‬ ‫ ه  ا ا˜ — ا‘ ‪     ‬ا وا ‪ .‬وذ™  ‚   ‹Š‬ ‫ا ت اŸ ž  Š  دون ا‪ Ž¡£‬ز و ر¡ Ÿ ž اœ م  أو ا ‬ ‫  Ž ا ‪ .‬و ‘‪ ‬ل اŽار  رس اار­ن – ا‪  ‘£‬ف وا‪  ¨£‬ف إذ ن ‪¥‬ن‬ ‫ا‪  ‘£‬ف ‪ – ‚ £‬وه  ­ اŽ ة و  ذ™ ‪     ‬ا«  Ž‪ ª‬ا‪  ¨£‬ف‬ ‫œ¡– ‚ورة إ¡« ¡ ود  ¡® ا‹¬‪.‬‬ ‫‪ -4‬إاز ا  ا  ‬ ‫و ه‪±‬ا أن ا‪ °‬اœ­ ­   ا ‚ ا€­‪  ‬ه ¯‚س ا ا ا   ‬ ‫Ÿ ž ا« ‹ ت‪ .‬و‪     £‬ا€­‪ ‬م إ‪  £‬ا ‚‪  ª‬اœداة و اف   ول‬ ‫اص ا‚أ¡ وا« ا ‪ .‬وه  رب اار­ن  ا ‚ وا‪ £‬ر   ول ا‪،³‬‬ ‫‪‹   ‬ا  ا‪ µ‬ه‚ دون ا‪ ‚µ‬إ ا ˜ أو اŽ ا وراءه ‪ .‬و €  إ ذ™   ‚‬ ‫ا€­‪    £  ‬ا ‚آ   اŠŸ ا  وذ™  ‘‪ ‬ل  ا¸ ¡·‬ ‫ا‚و‪ º‬ى ا• ‪ .‬إذ ‪  ‚  £‬ا ‚ ا€­‪    ‬اار­    ‬ ‫ا€­‪ ‬م وإ ن ¡ Ž«·  ‪  –  £‬اآ « ب ا¼  وا ا ‚ورا إ اœ‘‪ ‬ق‬ ‫ا  ¸  اŠŸ ا ¸ ا« ‪.‬‬ ‫‪  -5‬ر ا ‬ ‫ أ†  ا  ­• ا€­‪     ‬أن ود ا  ا ا•‪ ‬ب  رة  ‬ ‫ا   ا¸ا¡· ا   و ا  و   ه ا ر‘ وا‪  ‬رŸ ‪ .‬آ  ¿ – إ¾ ح‬ ‫‚ورة  ا   ‪º‬ود‪ Á‬ا رŸ‪‚¿ ,‬س ا ‪¥‬ن ا‘ ‪  ‬ت اœ م إ¡ ه ¡ ¸ ‬ ‫  ا« ‹ ت ا« ­ وا« وا‪   †£‬وا¼  و ¯‚ه ‪.‬‬ ‫و رة أ‘‚ي  أ†  ا­• ا€­‪ ‚    ‬ا€­‪      ‬ه‪ Â‬ا ‬ ‫ا ¾ •‪ ‬ب  و  ا وا  •  ا  ‪ ³‬و « ا¡‬ ‫وا رŸ ‪ Å‬ا  Ž ة ا ‪ .Ä‬و¯ ب ا– ‪¡¥‬ا اŸ  ­اء  ‪ – ª‬اŠ‚ع أو –‬ ‫اا‹— ه  أآ ‚ اœ­ ب ا «‚ ا¿ أو ا «·‪ .‬و ‚ ž ا ‪ ‚ƒ¥‬ا واي‬ ‫Š ب  اœ­ ب ا«„و  ا¾ž ا وا ا‪±‬آر  أ د‪ Á‬اŸ ‪.‬‬ ‫ج‪ .‬ا ‬ ‫ ا Ž ت ا«   ا Ÿ‪¥ ³‬ن ا  ا­• ه ا  ا‪±‬ي  Š — •‚ة‬ ‫ا€¡« ن‪ .‬وه ا  ا‪±‬ي Ž‪ ­Æ Ç‬م ˜‪   – º ‬ن وز‪ .‬و ‘‪ ‬ل ا­•  ‚ز ‹ ‬ ‫ا€­‪ ‬م  ž و اآ· •رات ا و‪ « ‬ت اŽ ة‪ .‬و أ‪ †º‬ام إ اœ ل ا‬ ‫وا ‚ ا    ا  ا­•  أ† Ž‪ ª‬ا«‪ ‬م وا‚‪ º‬وا ‚آ  ‪  º‬ا‚د‬ ‫وا‪   †£‬وا‪.‬‬ ‫و  ‚ ا€­‪  ‬دور   ¡Š‚ و¯‚س و ا­• ا€­‪ ، ‬و أ† ذ™ ‪  ‬‬ ‫ إ دة ˜ ¯  Ž‪  È‬اار­ن   وا ‪ .‬ل آ ا  ا– ا‪ ª‬وا‹‪ª‬‬ ‫‪83‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 77 – 84

‫م   و   آ ا رة اار    د و آت‬ ‫ ا‬ .€‚‫ا‬

‫اا‬ 2004 ،‫ €† ا…وق‬:‫اهة‬،‫ €‹ت اŠ ‰ ا واد‬،‫€   رة‬ 1999 ،ŒŽ‘‫ دار ا‬:‫  ن‬،†‫ ا‰”  ا“ن ا‬،•–‫  €  ا‬ 2006 ،‫ دار ا…وق‬:‫ اهة‬، …‫ درا  ˜ €— ا‬،‫‰› اšوي‬ 2011 ،•‫ ا‹œ…ر ا‬:‫ •وت‬،‫ ا‰” وا‹ال‬،  € ، ‫ €آ‚ ا¡‚ة  را‬: £‫ او‬،€ ‫هة ا†‘  ا ¡ Ÿ ا‬¢ ،€‫ ا ”› ا‬ 2010 2002 ، ‫ €† ا…وق او‬:‫ اهة‬، ‰‫م  – ا‬ ‫ ا‬،‫ ي ز‚وق‬£ ‫€ ‰د‬ §1435 ،‫ €آ‚ ا•‰ث وارات • ¡ ان‬:‫ اض‬،‫ ˜ ا‰ق‬،‫€آ‚ ا‰ث وارات‬

‫ €¡ ‰ ا‰ث  اوة او‬،”‫ €‘‰€ و‬: € ‫ ا‰” ا‬،(‫ب‬ª€) ‰œ‫أœي هد‬ 2015 €‰†‫ € آ ا‬،”‫€ €‘‰€ و‬ ‫‰ل ا‰” ا‬£ Ÿ‫ دار اأ  … وا‰ز‬:®‰†‫ ا‬، € ‫–– ا¯€ ا‬° ”‰‫ ا‬،œ‰œ‫ ا‬±‘‫€  أ•‰ ا‬ 2014 Charles Kimball, Kala Agama Jadi Bencana, Jakarta: Mizan, 2013 Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran, Jakarta: Mizan, 2011

84

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN TERHADAP PENINGKATAN SIKAP RELIGIUS MAHASISWAPAI TERHADAP PENINGKATAN SIKAP RELIGIUS (Studi Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan MAHASISWA Indonesia) (Studi Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia) Ani Nur Aeni Ani Nur AeniIndonesia Universitas Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT Islamic Religious Education (PAI) is a compulsory subject in all Genaral Higher Education Islamic Religious Education (PAI)Education is a compulsory all Genaral Education (University). In Islamic Religious (PAI), Thesubject Qur’aninshould be usedHigher as a source and (University). Islamicis Religious (PAI), Qur’an should be of used a source and reference. TheInQur’an important Education to understand. A The correct understanding the as content of The reference. Qur’an is important to and understand. A correct of the of The Qur’an willThe greatly affect the attitudes the correct practiceunderstanding in everyday life, and content vice versa. To Qur’an awill greatly affect the attitudes the correct in everyday vice versa. To obtain correct understanding of Theand Qur’an whichpractice have an impact onlife, theand improvement of obtain a correct understanding of The Qur’an which have an impact on the improvement of attitude, I applied model of teaching derived from The Qur’an, namely the model of Fahm Alattitude, This I applied derived fromofThe model of inFahm AlQur’an. studymodel aims of to teaching reveal the influence theQur’an, model namely of FahmtheAl-Qur’an Islamic Qur’an. This study (PAI) aims to reveal the influence of the model of Fahm Al-Qur’an in uses Islamic Religious Education course to increase religious attitude of the students. This study an Religious Education to increase attitude of the students. This group study uses an experimental method(PAI) True course Experimental typereligious design with pretest-posttest control design. experimental type followed design with pretest-posttest control group The populationmethod in this True studyExperimental are students who Islamic Religious Education (PAI) design. course The populationPendidikan in this study are students followed Islamic Religious Education course in Universitas Indonesia (UPI)who in the second semester of the academic year(PAI) 2014-2015. in Universitas Indonesia (UPI) in the stratified second semester the academic year 2014-2015. The sampling Pendidikan was conducted by proportionate randomofsampling where samples were The sampling wasfrom conducted by proportionate random sampling where were taken two classes each faculty, they are to stratified be used as an experimental group samples and a control taken two classes from faculty, they are to results be used experimental group and1)a there control group, so the number of each sample is 8 classes. The of as thisanstudy can be concluded: is group, so the of attitudes sample isof8students classes. The thisnot study can be of concluded: 1) there in is an increase ofnumber religious who results use andofdo the model Fahm Al-Quran an increase of religious attitudes students who use andincrease do not of thereligious model ofattitudes Fahm Al-Quran in Islamic Religious Education (PAI)ofcourse in UPI, 2) the of students Islamic (PAI) course in UPI,than 2) the religious of of students who useReligious the modelEducation of Fahm Al-Quran is greater the increase students of who do not attitudes use model Fahm who use the model of Fahm Al-Quran greater than in theUPI. students who do not use model of Fahm Al-Quran in Islamic Religious Educationis(PAI) course Al-Quran in Islamic Religious Education (PAI) course in UPI.

Keywords: Fahm Al-Quran, Islamic Religious Education (PAI), Religious Attitude. Keywords: Fahm Al-Quran, Islamic Religious Education (PAI), Religious Attitude. ABSTRAK ABSTRAK Mata kuliah PAI merupakan mata kuliah wajib di setiap Perguruan Tinggi Umum. Dalam proses Mata kuliah PAI merupakan mata kuliah wajib di setiap Tinggiperkuliahan. Umum. Dalam proses perkuliahan Al-Quran harus dijadikan sumber danPerguruan sebagai bahan Al-Quran perkuliahan Al-Quran harus dijadikan sumber dan sebagai bahan perkuliahan. Al-Quran penting untukPAI dipahami. Pemahaman yang benar terhadap isi kandungan Al-Quran akan sangat penting untukterhadap dipahami. Pemahaman yang benar terhadap kandungan Al-Quran akan sangat berpengaruh sikap dan bentuk pengamalan yang isi benar dalam perwujudan kehidupan berpengaruhdemikian terhadap pula sikapsebaliknya. dan bentuk pengamalan yangpemahaman benar dalamyang perwujudan kehidupan sehari-hari, Untuk memperoleh benar terhadap Alsehari-hari, demikian pula Untuk memperoleh yang benar terhadapyang AlQuran yang berdampak padasebaliknya. adanya peningkatan sikap, makapemahaman diterapkan model pembelajaran Quran yang berdampak pada adanya maka diterapkan model yang bersumber dari Al-Quran, yaitu peningkatan model fahmsikap, Al-Quran. Penelitian ini pembelajaran bertujuan untuk bersumber dari pengaruh Al-Quran,model yaituFahm model fahm pada Al-Quran. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan Al-Quran perkuliahan PAI terhadap peningkatan mengungkapkan pengaruhPenelitian model Fahm Al-Quran pada perkuliahan PAI terhadap peningkatan sikap religius mahasiswa. ini menggunakan metode eksperimen jenis True Experimental sikap religius Penelitian ini menggunakan metode eksperimen True Experimental dengan desainmahasiswa. Pretest-Posttest Control Group Design. Populasi dalamjenis penelitian ini adalah dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design. Populasi penelitian 2014-2015. ini adalah mahasiswa UPI yang mengikuti mata kuliah PAI pada semester genapdalam tahun akademik mahasiswa UPI yang dilakukan mengikuti dengan mata kuliah PAI pada semester genap tahunsampling akademikyaitu 2014-2015. Pengambilan sampel Proportionate stratified random sampel Pengambilan dilakukanfakultas dengan sejumlah Proportionate random sampling sampel diambil dari sampel masing-masing dua stratified kelas, untuk dijadikan satuyaitu kelompok diambil daridanmasing-masing kelas, untuk dijadikan satu Hasil kelompok eksperimen satu kelompokfakultas kontrol, sejumlah sehingga dua jumlah sampel sebanyak 8 kelas. dari eksperimeninidan satudisimpulkan: kelompok kontrol, sehingga jumlah sikap sampelreligius sebanyak kelas. Hasilyang dari penelitian dapat 1) Terjadi peningkatan pada8 mahasiswa penelitian ini dan dapat disimpulkan: 1) Terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan yang tidak menggunakan model Fahm Al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI, menggunakan yang tidak menggunakan model Al-Quran pada PAI di lebih UPI, 2) Peningkatandan sikap religius pada mahasiswa yangFahm menggunakan modelperkuliahan Fahm Al-Quran 2) Peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm Al-Quran lebih Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

85

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

besar dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan model Fahm Al-Quranpada perkuliahan PAI di UPI.

Kata Kunci: Fahm Al-Quran, PAI, Sikap Religius A. PENDAHULUAN Mata kuliah PAI merupakan mata kuliah wajib di setiap Perguruan Tinggi Umum. Dalam proses perkuliahan PAI, al-Quran harus dijadikan sumber dan sebagai bahan perkuliahan. Al-Quran penting untuk dipahami, dan pemahaman yang benar terhadap isi kandungan al-Quran akan sangat berpengaruh terhadap sikap dan bentuk pengamalan yang benar dalam perwujudan kehidupan sehari-hari, demikian pula sebaliknya pemahaman yang salah akan berdampak pula pada salahnya sikap dan pengamalan. PAI secara jelas mengemban misi pewaris dan penyadaran nilai, maka mata kuliah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dari mata kuliah lainnya. Nilai, moral, dan etika adalah esensi yang terdapat di dalamnya dan itu semua harus menjadi komitmen dari setiap tindakan pendidikan yang dilakukan dalam pembelajaran mata kuliah itu. Tujuan PAI yang dinyatakan oleh Syahidin (2003, hlm. 3) mengarah pada aspek sikap. Sikap yang diharapkan tercapai adalah sikap baik yang dibingkai dengan ranah religius. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai salah satu perguruan tinggi umum yang memiliki motto ilmiah, edukatif dan religius memiliki tugas yang sangat mulia untuk melahirkan para mahasiswa yang memiliki nilai ilmiah, edukatif dan religius. Religius sebagai salah satu bagian dari motto tersebut menjadi fokus perhatian dalam mata kuliah PAI. Untuk memperoleh pemahaman yang benar terhadap al-Quran yang berdampak pada adanya peningkatan sikap, maka diterapkan model pembelajaran yang bersumber dari al-Quran, yaitu model Fahm al-Quran. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh model Fahm al-Quran pada perkuliahan PAI terhadap peningkatan sikap religius mahasiswa. Adapun masalah penelitian dirumuskan dalam tiga point pertanyaan, yaitu: 1) Apakah terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran dalam perkuliahan PAI di UPI? 2) Apakah terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang tidak menggunakan model Fahm al-Quran dalam perkuliahan PAI di UPI? 3) Apakah terjadi perbedaan peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran dengan mahasiswa yang tidak menggunakan model Fahm al-Quran dalam perkuliahan PAI di UPI? B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Jenis eksperimen yang digunakan adalah jenis eksperimen True Experimental dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa UPI yang mengikuti mata kuliah PAI pada semester genap tahun akademik 2014-2015. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan Proportionate Stratified Random Sampling, yaitu sampel diambil dari empat fakultas (FPEB, FPMIPA, FPIPS, dan FPOK) sejumlah dua kelas, untuk dijadikan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol, sehingga jumlah sampel berdasarkan jumlah kelas sebanyak 8 kelas. Adapun pemilihan sampel dilakukan dengan cara random dari kelas/jurusan/program studi yang ada pada setiap fakultas, dengan memilih kelas/jurusan/program studi yang memiliki karakteristik yang sama. 86

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI ... — [Ani Nur Aeni]

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes, dengan alat berupa soal tes pretest dan posttest jenis skala sikap (skala likert). Data yang telah diperoleh dari tes tersebut diolah dengan skala penilaian untuk pernyataan positif Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Netral (N) = 3, Tidak Setuju (ST) = 2, Sangat Tidak Setuju (STS) = 1, sedangkan untuk pernyataan negatif Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Netral (N) = 3, Tidak Setuju (ST) = 4, Sangat Tidak Setuju (STS) = 5. Dengan skala nilai tersebut diperoleh skor ideal 75 (5 X 25 pernyataan). Untuk menghitung nilai digunakan rumus: Nilai = Skor Perolehan X 100 Ideal Setelah diperoleh nilai lalu dilakukan analisis data hasil tes dengan menggunakan statistik inferensial. Adapun perhitungannya menggunakan bantuan program Excel dan SPSS for Windows versi 16. Disamping itu digunakan pula angket skala likert tentang penilaian mahasiswa terhadap penggunaan model Fahm al-Quran. Angket ini digunakan untuk mendapatkan data guna mendukung jawaban penelitian dari rumusan masalah nomor satu dan tiga. C. KAJIAN TEORETIS 1. Model Fahm Al-Quran Secara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam arti lain, Madjid dan Andayani (2012, hlm. 115) menyebutkan bahwa model juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya. Model Pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2012, hlm. 51). Sedangkan Joyce & Weil (1980, hlm.1) menyebutkan bahwa “A model of teachingis a plan or pattern that can be used to shape curriculum (long-term ourses of students), to design instructional materials, and to guide instructionalin the classroom and other settings” model pembelajaran adalah rencana atau pola yang dapat digunakan untuk menyusun kurikulum (program jangka panjang siswa), untuk merancang bahan ajar, dan untuk mengarahkan pengajaran dalam kelas dan pengaturan lainnya). Setiap model pembelajaran mengarahkan pendidik dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran memiliki lima unsur dasar (Joyce & Weil, 1980, hlm. 15-16), yaitu Syntax, Sosial System, Principles of Reaction, Support System, Instructional and Nurturant Effects. Sedangkan Rusman (2013, hlm 136) menyebutkan bahwa model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan belajar mengajar di kelas. d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan (1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4) sistem pendukung. e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman pembelajaran yang dipilih. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

87

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

Model pembelajaran Fahm al-Quran adalah kerangka konseptual tentang proses pembelajaran yang digunakan untuk memahami al-Quran melalui tahapan terjemah, Modelal-nuzul, pembelajaran Fahm al-Quran konseptual tentangberbagai proses tafsir, asbab dan analisis gramatikaladalah bahasakerangka Arab, dengan melibatkan pembelajaran yang digunakan untuk memahami al-Quran melalui tahapan terjemah, unsur pendukung berupa guru/dosen, siswa/mahasiswa, tujuan, bahan ajar, metode, tafsir, al-nuzul, dan analisis gramatikal bahasa Arab, dengan melibatkan berbagai media,asbab dan evaluasi. unsur pendukung berupa guru/dosen, siswa/mahasiswa, bahan ajar, Model pembelajaran Fahm al-Quran ini merupakantujuan, pengembangan darimetode, metode media, dan evaluasi. tadabbur qurani (Asyafah, 2010, hlm. 118). Langkah inti dalam model Fahm al-Quran FahmAsbabun al-Quran ini merupakan pengembangan dariArab, metode adalah Model TABT pembelajaran (Tarjamah, Tafsir, Nuzul, Analisis Gramatikal Bahasa dan tadabbur qurani (Asyafah, 2010, hlm. 118). Langkah inti dalam model Fahm al-Quran Tafsir), dari empat langkah tersebut targetnya adalah akan berdampak pada pemantapan adalah TABT (Tarjamah, Tafsir, Asbabun Analisis Gramatikal Arab, dan iman dan akan terjadi perubahan sikapNuzul, berupa peningkatan sikapBahasa religius. Model Tafsir), dari empat tersebut targetnya akan berdampak pemantapan pembelajaran Fahmlangkah al-Quran ini salah satunyaadalah diterapkan pada prosespada perkuliahan mata iman dan akan terjadi perubahan sikap berupa peningkatan sikap religius. Model kuliah PAI, dengan tujuan mahasiswa mampu memahami isi al-Quran pada materipembelajaran Fahm al-Quran ini salah satunya diterapkan padadiwujudkan proses perkuliahan mata materi yang terdapat pada perkuliahan PAI. Pemahamannya dalam bentuk kuliah PAI,interpret, dengan tujuan mampu memahami isi al-Quran pada tersebut materitranslate, explain,mahasiswa describe, summarize, dan extrapolate. Indikator materi yang terdapat pada perkuliahan PAI. Pemahamannya diwujudkan dalam merupakan penjabaran dari indikator fahm menurut Bloom yang disebut denganbentuk istilah translate, interpret, explain, describe, summarize, dan extrapolate. Indikator tersebut comprehension dan indikator fahm menurut Sudjana (2008, hlm. 51). Dalam merupakan dari indikator fahmal-Quran menurut pada Bloom yang perkuliahan disebut dengan menerapkanpenjabaran model pembelajaran Fahm proses PAIistilah perlu comprehension dan indikator fahm menurut Sudjana (2008, hlm. 51). Dalam memperhatikan komponen-komponen yang terkait dengannya, yaitu: 1) menerapkan model 2) pembelajaran Fahm al-Quran proses perkuliahan PAI perlu Siswa/Mahasiswa; Guru/Dosen; 3) Tujuan; 4) pada Isi pelajaran/Materi; 5) Metode; 6) memperhatikan komponen-komponen yang terkait dengannya, yaitu: 1) Media; 7) Evaluasi. Siswa/Mahasiswa;Gambar 2) Guru/Dosen; 3) Tujuan; 4) Isi pelajaran/Materi; 1. Syntax Model Pembelajaran Fahm Al-Quran 5) Metode; 6) Media; 7) Evaluasi. Gambar 1. Syntax Model Pembelajaran Al-Quran Gambar 1. Syntax Model Pembelajaran Fahm Al-Quran

88

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI ... — [Ani Nur Aeni]

2. Perkuliahan PAI 2. Perkuliahan PAI Kedudukan PAI dalam kurikulum nasional pendidikan tinggi adalah merupakan Kedudukan PAI dalam kurikulum nasional pendidikan tinggi adalah merupakan mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang beragama Islam di seluruh PTU, mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang beragama Islam di seluruh PTU, di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan tinggi negeri di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kepribadian muslim maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kepribadian muslim secara utuh, yakni selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan secara utuh, yakni selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan mereka sebagai ahli dalam bidang ilmu agama. mereka sebagai ahli dalam bidang ilmu agama. Pasal 37 ayat (2) UU No. 20/2003 menyatakan bahwa kuriukulum pendidikan Pasal 37 ayat (2) UU No. 20/2003 menyatakan bahwa kuriukulum pendidikan wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Tiga wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Tiga mata pelajaran wajib ini mengisyaratkan tujuan pendidikan nasional untuk mewujudkan mata pelajaran wajib ini mengisyaratkan tujuan pendidikan nasional untuk mewujudkan manusia Indonesia yang religius, bangsa yang menghargai warganegaranya dan manusia Indonesia yang religius, bangsa yang menghargai warganegaranya dan identitas kebangsaan dengan bahasa nasionalnya. identitas kebangsaan dengan bahasa nasionalnya. Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal mahasiswa memasuki kehidupan pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal mahasiswa memasuki kehidupan bermasyarakat. Menurut Arifin (1986, hlm. 64) Mata kuliah ini merupakan pendamping bermasyarakat. Menurut Arifin (1986, hlm. 64) Mata kuliah ini merupakan pendamping bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamanya bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamanya sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam mewujudkan keberadaannya di tengah masyarakat. mewujudkan keberadaannya di tengah masyarakat. 3. Sikap Religius 3. Sikap Religius Sikap religius merupakan hasil dari internalisasi nilai agama. Alim (2006, hlm. Sikap religius merupakan hasil dari internalisasi nilai agama. Alim (2006, hlm. 10) menjelaskan bahwa internalisasi nilai agama merupakan suatu proses memasukkan 10) menjelaskan bahwa internalisasi nilai agama merupakan suatu proses memasukkan nilai agama secara penuh ke dalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan nilai agama secara penuh ke dalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan ajaran agama. Internalisasi nilai agama terjadi melalui pemahaman ajaran agama secara ajaran agama. Internalisasi nilai agama terjadi melalui pemahaman ajaran agama secara utuh, dan diteruskan dengan kesadaran akan pentingnya ajaran agama, serta utuh, dan diteruskan dengan kesadaran akan pentingnya ajaran agama, serta ditemukannya posibilitas untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata. ditemukannya posibilitas untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata. PAI sebenarnya lebih banyak menonjolkan aspek nilai. Dari segi isi, agama PAI sebenarnya lebih banyak menonjolkan aspek nilai. Dari segi isi, agama terdiri dari seperangkat ajaran yang merupakan perangkat nilai-nilai kehidupan yang terdiri dari seperangkat ajaran yang merupakan perangkat nilai-nilai kehidupan yang harus dijadikan barometer para pemeluknya dalam menentukan pilihan tindakan dalam harus dijadikan barometer para pemeluknya dalam menentukan pilihan tindakan dalam kehidupannya. Nilai-nilai ini secara popular disebut nilai agama. Nilai agama menurut kehidupannya. Nilai-nilai ini secara popular disebut nilai agama. Nilai agama menurut Sauri dan Firmansyah (2010) secara hakiki merupakan nilai yang memiliki dasar Sauri dan Firmansyah (2010) secara hakiki merupakan nilai yang memiliki dasar kebenaran paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang lainnya. Nilai agama kebenaran paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang lainnya. Nilai agama bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai-nilai agama bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai-nilai agama merupakan seperangkat standar kebenaran dan kebaikan. Standar Kebenaran dan merupakan seperangkat standar kebenaran dan kebaikan. Standar Kebenaran dan kebaikan ini yang dijadikan pedoman bagi setiap orang yang mengaku beragama dalam kebaikan ini yang dijadikan pedoman bagi setiap orang yang mengaku beragama dalam mengatur kehidupannya. mengatur kehidupannya. Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai luhur yang ditransfer dan diadopsi ke dalam Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai luhur yang ditransfer dan diadopsi ke dalam diri. Oleh karena itu, seberapa banyak dan seberapa jauh nilai-nilai agama bisa diri. Oleh karena itu, seberapa banyak dan seberapa jauh nilai-nilai agama bisa mempengaruhi dan membentuk sikap serta perilaku seseorang sangat tergantung dari mempengaruhi dan membentuk sikap serta perilaku seseorang sangat tergantung dari seberapa dalam nilai-nilai agama terinternalisasikan di dalam dirinya. Semakin dalam seberapa dalam nilai-nilai agama terinternalisasikan di dalam dirinya. Semakin dalam nilai–nilai agama terinternalisasikan di dalam diri seseorang, kepribadian dan sikap nilai–nilai agama terinternalisasikan di dalam diri seseorang, kepribadian dan sikap religiusnya akan muncul dan terbentuk. Jika sikap religius sudah muncul dan terbentuk, religiusnya akan muncul dan terbentuk. Jika sikap religius sudah muncul dan terbentuk, maka nilai-nilai agama akan menjadi pusat nilai dalam menyikapi segala sesuatu dalam maka nilai-nilai agama akan menjadi pusat nilai dalam menyikapi segala sesuatu dalam kehidupan. Ketaatan terhadap ajaran agama seorang mahasiswa dapat tercermin dari kehidupan. Ketaatan terhadap ajaran agama seorang mahasiswa dapat tercermin dari sikap religiusnya, untuk itulah berbagai aspek yang berkenaan dengan agamanya itu sikap religiusnya, untuk itulah berbagai aspek yang berkenaan dengan agamanya itu perlu dikaji secara seksama dan mendalam, sehingga dapat membuahkan pemahaman perlu dikaji secara seksama dan mendalam, sehingga dapat membuahkan pemahaman keagamaan yang komprehensif. Dengan kualitas pemahaman yang komprehensif, keagamaan yang komprehensif. Dengan kualitas pemahaman yang komprehensif, seseorang akan terbimbing pola pikir, sikap dan segala tindakan yang diambilnya. seseorang akan terbimbing pola pikir, sikap dan segala tindakan yang diambilnya. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

89

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

Internalisasi nilai-nilai agama ke dalam diri mahasiswa memerlukan proses. Proses internalisasi ini perlu diupayakan oleh yang bersangkutan, tidak sepantasnya mengandalkan kepada faktor agama hidayah, untuk mengupakan salah Internalisasi nilai-nilai ke kesanggupan dalam diri mahasiswa memerlukaniniproses. satunya adalah melalui pembiasaan untuk menampilkan nilai-nilai agama. Proses internalisasi ini perlu diupayakan oleh yang bersangkutan, tidak sepantasnya Ketaatankepada seseorang terhadap agamanyauntuk dapatmengupakan tercermin dari mengandalkan faktor hidayah,ajaran kesanggupan ini sikap salah religiusnya. Untuk mengukur dan melihat bahwa seseorang itu menunjukkan sikap satunya adalah melalui pembiasaan untuk menampilkan nilai-nilai agama. religiusKetaatan atau tidak, dapat dilihat dari ajaran ciri-ciriagamanya atau karakteristik sikap religius. Ada seseorang terhadap dapat tercermin dari sikap beberapa hal Untuk yang dapat dijadikan seseorang. Alim (2006,sikap hlm. religiusnya. mengukur danindikator melihat sikap bahwareligius seseorang itu menunjukkan 12) merumuskan indikator sikap religius dengan: komitmen terhadap perintah dan religius atau tidak, dapat dilihat dari ciri-ciri atau karakteristik sikap religius. Ada larangan bersemangat mengkaji ajaransikap agama, aktif seseorang. dalam kegiatan beberapa agama, hal yang dapat dijadikan indikator religius Alimkeagamaan., (2006, hlm. menghargai simbol-simbol keagamaan, akrab dengan kitab suci, mempergunakan 12) merumuskan indikator sikap religius dengan: komitmen terhadap perintah dan pendekatan agama dalam menentukan ajaran aktif agama dijadikan sebagai sumber larangan agama, bersemangat mengkaji pilihan, ajaran agama, dalam kegiatan keagamaan., pengembangan ide. menghargai simbol-simbol keagamaan, akrab dengan kitab suci, mempergunakan Sementara hlm 57)pilihan, dalam ajaran kaitannya pengembangan nilai religius pendekatan agama Aeni dalam(2014, menentukan agama dijadikan sebagai sumber pada pendidikan karakter bagi mahasiswa merumuskan indikator sikap religus pengembangan ide. diantaranya adalah Aeni membiasakan ucapan kalimatkaitannya thayyibah, afsus salam (menyebarkan Sementara (2014, hlm 57) dalam pengembangan nilai religius salam), berpenampilan (berpakaian) Islami. pada pendidikan karakter bagi mahasiswa merumuskan indikator sikap religus Perwujudan nilai religius ucapan adalah kalimat dalam bentuk sikapafsus dan salam perilaku. Sikap dan diantaranya adalah membiasakan thayyibah, (menyebarkan perilaku religius seseorang layaknya seperti keimanan yang terkadang mengalami salam), berpenampilan (berpakaian) Islami. fluktuasi, walaupun sebenarnya yang diharapkan adalah tetap tetapiSikap fluktuasi Perwujudan nilai religius adalah dalam bentuk sikap konsisten, dan perilaku. dan ini tak dapat terhindarkan. Hal ini dikarenakan adanya faktor yang dapat menyebabkan perilaku religius seseorang layaknya seperti keimanan yang terkadang mengalami naik turunnya sikap religius seseorang. fluktuasi, walaupun sebenarnya yang diharapkan adalah tetap konsisten, tetapi fluktuasi ini tak dapat terhindarkan. Hal ini dikarenakan adanya faktor yang dapat menyebabkan D. HASIL naik turunnyaPENELITIAN sikap religius seseorang. D. PENELITIAN 1. HASIL Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Menggunakan Model FahmPENELITIAN Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI yang Menggunakan Model D.1. HASIL Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa Hasil pretest kelompok eksperimen yang berjumlah 145 mahasiswa, memiliki 1. Fahm Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI yang Menggunakan Model nilai rata-rata sebesar 83,87. Adapun nilai terbesar Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI diyang UPI diperoleh adalah 97 dan nilai terkecilHasil yang diperoleh adalah 66. pretest kelompok eksperimen yang berjumlah 145 mahasiswa, memiliki Hasil posttest kelompok eksperimen yang berjumlah 145 mahasiswa, nilai rata-rata sebesar 83,87. Adapun nilai terbesar yang diperoleh adalah 97 memiliki dan nilai nilai rata-rata sebesar 88,32. Adapun nilai terbesar yang diperoleh adalah 100 dan nilai terkecil yang diperoleh adalah 66. terkecilHasil yang diperoleh adalah 63. posttest kelompok eksperimen yang berjumlah 145 mahasiswa, memiliki Dari hasil perhitungan, terdapat 4,45. Untuk melihat apakah nilai rata-rata sebesar 88,32. Adapun nilaiselisih terbesarsebesar yang diperoleh adalah 100 dan nilai selisih tersebut signifikan atau tidak, maka dilakukan perhitungan uji normalitas. Dari terkecil yang diperoleh adalah 63. hasil perhitungan normalitas terdapat data pretest kelompok PDari hasil uji perhitungan, selisih sebesar eksperimen 4,45. Untukdiperoleh melihat nilai apakah value (Sig.) = 0,024. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α, sehingga Ho selisih tersebut signifikan atau tidak, maka dilakukan perhitungan uji normalitas. Dari ditolak. Artinya, nilai data pretest eksperimen berdistribusi tidak normal. hasil perhitungan uji normalitas datakelompok pretest kelompok eksperimen diperoleh nilai PDari hasil perhitungan uji normalitas data posttest kelompok eksperimen diperoleh value (Sig.) = 0,024. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α, sehingganilai Ho P-value (Sig.) = 0,000. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilaitidak α, sehingga ditolak. Artinya, nilai data pretest kelompok eksperimen berdistribusi normal. Ho ditolak Artinya, nilai posttestdata kelompok tidak normal. Dari hasil perhitungan ujidata normalitas posttesteksperimen kelompok berdistribusi eksperimen diperoleh nilai Dari hasil perhitungan uji Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,000. Karena P-value (Sig.) = 0,000. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α, sehingga P-value (Sig.) nilainya kecil dari nilai nilai α, sehingga Ho ditolak. Ho ditolak Artinya, nilai lebih data posttest kelompok eksperimen berdistribusi tidak Artinya, normal. Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok Dari hasil perhitungan uji Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,000. Karena eksperimen. P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai nilai α, sehingga Ho ditolak. Artinya, Berdasarkan data diatasrata-rata maka dinyatakan bahwa Terdapat perbedaan uraian yang signifikan nilai pretest dan terjadi posttestpeningkatan kelompok sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran pada eksperimen. perkuliahan PAI di UPI. Berdasarkan uraian data diatas maka dinyatakan bahwa terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI. 90

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI ... — [Ani Nur Aeni]

2. Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Tidak Menggunakan Fahm Al-Quran dalam pada Perkuliahan PAI diyang UPI Tidak Menggunakan 2. Model Peningkatan Sikap Religius Mahasiswa Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI Hasil pretest kelompok kontrol yang berjumlah 137 mahasiswa, memiliki nilai rata-rata sebesar 81,36. Adapun nilai terbesar yang diperoleh adalah 96 dan nilai terkecil 2. diperoleh Peningkatan yang adalahSikap 67. Religius pada Mahasiswa yang Tidak Menggunakan Model Fahm Al-Quran PAI137 di UPI Hasil posttest kelompok dalam kontrolPerkuliahan yang berjumlah mahasiswa, memiliki nilai pretest kelompok kontrol berjumlah 137 mahasiswa, rata-rataHasil sebesar 83,54. Adapun nilai yang terbesar yang diperoleh adalah memiliki 100 dan nilai rata-rata sebesar 81,36. Adapun nilai terbesar yang diperoleh adalah 96 dan nilai terkecil terkecil yang diperoleh adalah 60. yang diperoleh adalah 67. Dari hasil perhitungan, terdapat selisih sebesar 2,18. Untuk melihat apakah Hasil posttest kelompok kontrol yangdilakukan berjumlahperhitungan 137 mahasiswa, memiliki nilai selisih tersebut signifikan atau tidak, maka uji normalitas. Dari rata-rata sebesar 83,54. Adapundata nilaipretest terbesar yang diperoleh adalah 100 nilai hasil perhitungan uji normalitas kelompok kontrol diperoleh nilaidan P-value terkecil (Sig.) =yang 0,01.diperoleh Karena adalah P-value60.(Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α, sehingga Ho hasil nilai perhitungan, terdapat selisiheksperimen sebesar 2,18. Untuk melihat apakah ditolak.Dari Artinya, data pretest kelompok berdistribusi tidak normal. selisih tersebut signifikan atau tidak, data makaposttest dilakukan perhitungan uji normalitas. Dari hasil perhitungan uji normalitas kelompok eksperimen diperoleh Dari nilai hasil perhitungan uji normalitas pretest kelompok diperoleh nilai P-value P-value (Sig.) = 0,200. Karena data P-value (Sig.) nilainyakontrol lebih besar dari nilai nilai α, (Sig.) = 0,01. Karena P-value lebih kecil dari nilai α, sehingga Ho sehingga Ho diterima. Artinya,(Sig.) nilai nilainya data posttest kelompok kontrol berdistribusi ditolak. Artinya, nilai data pretest kelompok eksperimen berdistribusi tidak normal. normal.Dari hasil perhitungan uji U Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.) = Dari perhitungan uji normalitas kelompok eksperimen diperoleh nilai 0,01.hasil Karena P-value (Sig.) nilainya data lebihposttest kecil dari nilai nilai α, sehingga Ho ditolak. P-value (Sig.) = 0,200. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih besar dari nilai nilai α, Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok sehingga kontrol. Ho diterima. Artinya, nilai data posttest kelompok kontrol berdistribusi normal.Dari hasil perhitungan U Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.) = Berdasarkan uraian dataujidiatas maka dinyatakan bahwa terjadi peningkatan 0,01. (Sig.) nilainya dari nilai nilai sehingga Ho ditolak. sikap Karena religiusP-value pada mahasiswa yang lebih tidak kecil menggunakan modelα, Fahm al-Quran pada Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok perkuliahan PAI di UPI. kontrol. 3. Perbedaan Peningkatan Sikap yang Berdasarkan uraian data diatas maka Religius dinyatakan pada bahwa Mahasiswa terjadi peningkatan Menggunakan Model yang Fahmtidak Al-Quran denganmodel Mahasiswa yang Tidak sikap religius pada mahasiswa menggunakan Fahm al-Quran pada Menggunakan Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI perkuliahan PAI di UPI. 3. Perbedaan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Menggunakan Hasil n-gainPeningkatan kelompok kontrol yang berjumlah 137 mahasiswa, memiliki nilai Fahm dengan Mahasiswa yang diperoleh Tidak Model 3. Model Perbedaan Peningkatan Sikap Religius pada Menggunakan Mahasiswa yang rata-rata sebesar 2,04.Al-Quran Adapun nilai n-gain terbesar yang adalah 32 dan nilai Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI Model adalah Fahm -17 Al-Quran n-gain Menggunakan terkecil yang diperoleh Berikutdengan adalah Mahasiswa deskripsi dariyang data Tidak n-gain Menggunakan Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI kelompok kontrol. Hasil n-gain yang yang berjumlah 137 mahasiswa, memiliki nilai n-gain kelompok kelompok kontrol eksperimen berjumlah 145 mahasiswa, memiliki rata-rata sebesar 2,04. Adapun nilai n-gain terbesar yang yang diperoleh diperoleh adalah adalah 21 32 dan nilai nilai rata-rata sebesar 4,20. Adapun nilai terbesar n-gain yang diperoleh -17 lengkap Berikut hasil adalahgain deskripsi dari data n-gain terkecilterkecil yang diperoleh adalahadalah -12 (data kelompok eksperimen kelompok terdapat kontrol. pada lampiran 35) Berikut adalah deskripsi dari data kelompok Hasil n-gain eksperimen 145 Untuk mahasiswa, memiliki eksperimen.Dari hasilkelompok perhitungan, terdapat yang selisihberjumlah sebesar 2,16. melihat apakah nilai 4,20.atau Adapun yang diperoleh adalah 21 dan nilai selisihrata-rata tersebutsebesar signifikan tidak, nilai makaterbesar dilakukan perhitungan uji normalitas. Dari terkecil yang diperoleh adalah -12 (data lengkap gain(Sig.) kelompok hasil perhitungan uji U Mann-Whitney diperoleh nilaihasil P-value = 0,001.eksperimen Karena Pterdapat pada lampiran 35)dari Berikut adalah deskripsi dari Artinya, data kelompok value (Sig.) nilainya lebih kecil nilai nilai α, sehingga Ho ditolak. terdapat eksperimen.Dari hasil perhitungan, selisih sebesar 2,16. Untuk melihat apakah perbedaan yang signifikan gain nilaiterdapat kelompok kontrol dan eksperimen. selisih tersebut signifikan tidak, maka dilakukan perhitungan normalitas. sikap Dari Berdasarkan uraianatau data diatas maka dinyatakan bahwa uji peningkatan hasil perhitungan uji U Mann-Whitney diperoleh nilai P-value = 0,001.lebih Karena Preligius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm(Sig.) al-Quran besar value (Sig.) nilainya kecil dari nilai nilaimenggunakan α, sehingga Ho ditolak. Artinya, terdapat dibandingkan denganlebih mahasiswa yang tidak model Fahm al-Quran pada perbedaan perkuliahanyang PAIsignifikan di UPI. gain nilai kelompok kontrol dan eksperimen. Berdasarkan uraian data diatas maka dinyatakan bahwa peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan model Fahm al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

91

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

E. PEMBAHASAN 1. Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Menggunakan Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI Dari hasil perhitungan uji Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,000. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai nilai α = 0,05, sehingga Ho ditolak. Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok eksperimen. Pernyataan ini dapat pula diartikan bahwa perkuliahan di kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Fahm al-Quran telah berhasilkan meningkatkan kemampuan mahasiswa, terlihat dari hasil tes awal (pretest) dibandingkan dengan hasil posttest, terjadi peningkatan. Jika dilihat dari makna belajar maka keberhasilan hasil test akhir (posttest) tersebut tidak semata-mata sebagai penentu keberhasilan belajar. Karena pada intinya belajar itu adalah adanya perubahan tingkah laku (Majid, 2014, hlm. 107). Sejalan dengan pernyataan ini Syah (2007, hlm. 68) mengutarakan bahwa belajar secara umum dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Keberhasilan perkuliahan di kelas eksperimen sangat dipengaruhi pula oleh diterapkannya model pembelajaran Fahm al-Quran di kelas ini, hal ini diperkuat oleh pendapat Syah (2007, hlm. 68) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran adalah faktor pendekatan belajar dengan pernyataannya yang menyatakan bahwa “faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar yang meliputi strategi, dan metode yang digunakan untuk mempelajari materi-materi pelajaran”. 2.

Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Tidak Menggunakan Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI Dari hasil perhitungan uji u diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,01. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α = 0,05, sehingga Ho ditolak. Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok kontrol. Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa mahasiswa di kelas kontrol yang menerima materi perkuliahan PAI tanpa menggunakan model pembelajaran Fahm al-Quran memperoleh peningkatan hasil belajar (posttest) dari kemampuan awal (pretest). Hal ini dapat dipahami karena pada saat pelaksanaan penelitian ini, materi tentang taqwa telah mereka dapatkan sebelumnya, kemudian mendapatkan penguatan kembali pada saat dilakukannya penelitian ini, sehingga mereka mendapatkan materi ini dua kali dari dua dosen yang berbeda, yaitu dosen pengampu dan penulis. Dilihat dari peningkatan ini maka dapat diartikan pula bahwa pembelajaran di kelas kontrol telah berhasil. Keberhasilan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagaimana yang diakui oleh Asyafah (2011, hlm. 71) yaitu manusia, tujuan, bahan ajar, waktu, dan saran belajar. 3.

Perbedaan Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Menggunakan Model Fahm Al-Quran dengan Mahasiswa yang Tidak Menggunakan Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI Dari hasil perhitungan uji t diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,001. Karena Pvalue (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α = 0,05, sehingga Ho ditolak. Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan gain nilai kelompok kontrol dan eksperimen. Hal ini berarti bahwa model pembelajaran Fahm al-Quran memiliki dampak yang positif terhadap proses dan hasil perkuliahan, baik berupa instructional effect (berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan), yaitu memahami al-Quran berdasarkan langkah TABT sehingga tercapai tujuan iman dan taqwa yang diwujudkan dalam perubahan sikap 92

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI ... — [Ani Nur Aeni]

berupa peningkatan sikap religius, maupun nurturant effect (sebagai dampak pengiring), yaitu berupa terjadinya peningkatan sikap religius. Hal ini dikarenakan model pembelajaran Fahm al-Quran memiliki beberapa keunggulan sebagaimana yang dinyatakan oleh para mahasiswa melalui angket. Berdasarkan hasil rekapitulasi angket didapat bahwa hampir seluruh mahasiswa (di atas 98%) memberikan tanggapan yang positif (baik sekali) terhadap model pembelajaran Fahm al-Quran, sementara yang memberikan tanggapan negatif hanya sebagian kecil saja (1,38%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Fahm al-Quran memiliki kualitas baik sekali, hal ini merujuk pada pendapat Johnson (dalam Trianto, 2012, hlm 55) bahwa. Untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk sebagaimana dinyatakan oleh aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berfikir kreatif. Sedangkan aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan. Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat dipastikan berlangsung baik. Dari hasil angket juga diperoleh 98,62% menyatakan bahwa model pembelajaran Fahm al-Quran menarik. Dikarenakan di dalam proses perkuliahan banyak komponen yang terlibat yaitu mahasiswa, dosen, metode, materi, media, tujuan, maka pernyataan “menarik” menurut mahasiswa bisa jadi dikarenakan salah satu komponen tersebut, misalnya komponen metode. F. SIMPULAN 1. 2. 3.

Terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm Al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI. Terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm Al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI. Peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm AlQuran lebih besar dibandinangkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan model Fahm Al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI.

REFERENSI Aeni, A. N. (2014). Pendidikan Karakter Untuk Mahasiswa PGSD. Bandung: UPI Press. Alim, M. (2006). Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Arifin, (1986). Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama. Semarang: Toha Putra. Asyafah, A. (2010). Pengembangan Metode Tadabur Qurani Dalam Pembelajaran Agama Islam (Studi Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Tahun 2009/2010). (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Asyafah, A. (2011). Metode Tadabur Qurani Dalam Pembelajaran Agama Islam. Bandung: CV. Maulana Media Grafika. Joyce, B & Weil, M. (1980). Models Of Teaching. Fifth Edition. USA: Allyn and Bacon A Simon & Scuster Company. Majid, A & Andayani, D. (2012). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Majid, A. (2014). Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

93

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

Rusman. (2013). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Sauri, S, dan Firmansyah, H. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: Arfindo Raya. Sudjana, N. (2008). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosydakarya. Syah, M. (2007). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Syahidin. (2003). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Proyek Dikti. Trianto. (2012). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

94

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT MUSLIM DI KOTA PONTIANAK FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELITRiyadhi* MUSLIM DINelly KOTA PONTIANAK Baidhillah dan Mujahidah Politeknik Negeri Pontianak Baidhillah Riyadhi* * Email: [email protected] Nelly Mujahidah Politeknik Negeri Pontianak *Email: [email protected] ABSTRACT Lately, excellent schools increase and are considered as a social phenomenon. In Islamic societies, there are also Muslim elite school term. This school has a characteristic in teaching science and technology and at the same time emphasising on religiosity and piety through the Islamic subject matter. Among the problems discussed in this paper, are: 1) How is the background of the establishment of the Muslim elite schools in Pontianak (SD Muhammadiyah 2, SD Islam Al-Azhar 21, SDIT Al-Mumtaz)? 2) How is the management of the Muslim elite schools in Pontianak (SD Muhammadiyah 2, SD Islam Al-Azhar 21, SDIT Al-Mumtaz)? The method used in this research, is qualitative descriptive method. Descriptive research method is a research using observation, interviews or questionnaires regarding the present situation. Descriptive method used for this study seeks describe the phemonenon of elit Muslim schools in Pontianak. This national phenomenon also appears in Pontianak city. The development of Muhammadiyah Elementary School 2, AlAzhar 21 Islamic Elementary School, and SDIT (Islamic Integrated Elementary School) Almumtaz can represent this phenomenon. These three education institutions have made great contributions to the emerging Muslim scholars generation in Pontianak. All three have been acknowledged its existence by the community and were able to give a foundation for the existence of professional, excellent, and competitive Islamic educational institutions.

Keyword: Phenomenon, Elit Islamic School, Pontianak ABSTRACT Sekolah-sekolah elit akhir-akhir ini banyak muncul sehingga menjadi sebuah fenomena sosial. Di tengah masyarakat Muslim, bahkan ada istilah sekolah elit Muslim. Sekolah ini memiliki ciri khas dalam pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dan pada saat yang sama juga menekankan nilai-nilai keagamaan dan keshalehan melalui mata pelajaran Agama. Di antara masalah-masalah yang dibahas di dalam makalah ini adalah: 1) bagaimana latar belakang berdirinya sekolah elit Muslim di Pontianak (SD Muhammadiyah 2, SD Islam Al-Azhar 21, SDIT Al-Mumtaz)?; dan 2) bagaimana manajemen sekolah Muslim di Pontianak (SD Muhammadiyah 2, SD Islam Al-Azhar 21, SDIT Al-Mumtaz)?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatifdeskriprif. Metode penelitian deksriptif adalah penelitian yang menggunakan observasi, wawancara, atau kuisioner terkait situasi objek penelitian secara hati-hati. Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini mencoba mendeskripsikan fenomena sekolah elit Muslim yang saat ini terjadi di Pontianak. Perkembangan sekolah elit seperti SD Muhammadiyah 2, SD Islam AlAzhar 21, dan SDIT Al-mumtaz dapat merepresentasikan fenomena ini. Ketiga institusi pendidikan ini telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemunculan generasi terpelajar Muslim di Pontianak. Ketiganya telah dikenal eksistensinya oleh masyarakat dan telah mampu meletakkan fondasi bagi keberadaan institusi pendidikan Islam yang profesional, unggul, dan kompetitif.

Kata Kunci: Fenomena, Sekolah Islam Elit, Pontianak Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

95

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 95 – 103

A. PENDAHULUAN Pada era tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan sulit untuk menemukan sekolah A. PENDAHULUAN di kotaPada Pontianak yangtujuh berbasiskan dan diminati oleh masyarakat. Banyak keluarga era tahun puluhan Islam dan delapan puluhan sulit untuk menemukan sekolah muslim terutama dari golongan menengah ke atas yang alergi terhadap sekolah Islam. di kota Pontianak yang berbasiskan Islam dan diminati oleh masyarakat. Banyak keluarga Sehingga pada waktu itu lazim adanya apabila banyak keluarga muslim yang muslim terutama dari golongan menengah ke atas yang alergi terhadap sekolah Islam. menyekolahkan sekolah yang dikelola manajemen Sehingga pada putra waktuputri itu mereka lazim di adanya apabila banyak oleh keluarga muslimKristen, yang terutama di tingkat dasar (SD). Sebut saja perguruan Bruder, Gembala Baik, Imanuel dan menyekolahkan putra putri mereka di sekolah yang dikelola oleh manajemen Kristen, Suster. Bisa jadi hal ini dilakukan melihat kenyataan bahwa tata kelola dan kurikulum yang terutama di tingkat dasar (SD). Sebut saja perguruan Bruder, Gembala Baik, Imanuel dan digunakan memang menjanjikan dan dianggap bermutuyang dan Suster. Bisaoleh jadi sekolah-sekolah hal ini dilakukantersebut, melihat kenyataan bahwa tata kelola dan kurikulum sangat professional. digunakan oleh sekolah-sekolah tersebut, memang menjanjikan dan dianggap bermutu dan Selanjutnya seiring perkembangan zaman dan kesadaran masyarakat, maka sangat professional. akhirnya sedikit demi sedikitperkembangan bermunculanlahzaman sekolah-sekolah bermutu yang berbasiskan Selanjutnya seiring dan kesadaran masyarakat, maka Islam, dan semua dikelola oleh pihak swasta tapi dibawah izin dinas pendidikan. Untuk akhirnya sedikit demi sedikit bermunculanlah sekolah-sekolah bermutu yang berbasiskan membedakannya yang ada tapi juga dibawah yang dikelola oleh pendidikan. swasta akanUntuk tetapi Islam, dan semua dengan dikelolaMadrasah oleh pihak swasta izin dinas dibawah izin kementerian agama. yang ada juga yang dikelola oleh swasta akan tetapi membedakannya dengan Madrasah Artikel ini akan melihat dibawah izin kementerian agama. dan menelusuri lebih jauh lagi, bagaimana eksistensi sekolah-sekolah dapat dan dikatakan sangat lebih popular tersebut. Adapun yang menjadi Artikel iniIslam akanyang melihat menelusuri jauh lagi, bagaimana eksistensi bahan kajian kami SD Muhammadiyah, Islamtersebut. Al-Azhar 21, dan alsekolah-sekolah Islamadalah yang dapat dikatakan sangat SD popular Adapun yangSDIT menjadi Mumtaz. Adapun alasan pemilihan tersebut adalah mengingat ketiga SD tersebut samabahan kajian kami adalah SD Muhammadiyah, SD Islam Al-Azhar 21, dan SDIT alsama popular di mata masyarakat Kota Pontianak danmengingat –meminjam istilah AzraMumtaz. Adapun alasan pemilihan tersebut adalah ketiga SDAzyumardi tersebut samadapatlah digolongkan ke dalam “sekolah elit muslim”. Selain itu, ketiga SD tersebut sama popular di mata masyarakat Kota Pontianak dan –meminjam istilah Azyumardi Azramemiliki digolongkan karakteristikketersendiri yang cukup khas, sehingga dapatketiga diharapkan akan dapatlah dalam “sekolah elit muslim”. Selain itu, SD tersebut ditemukan dinamika perkembangan yang tentunya menarik untuk dijadikan bahan kajian. memiliki karakteristik tersendiri yang cukup khas, sehingga dapat diharapkan akan ditemukan dinamika perkembangan yang tentunya menarik untuk dijadikan bahan kajian. B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode deskriptif B. METODE PENELITIAN kualitatif. Metode penelitian deskriptif adalah “ penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitianyang ini, menggunakan yaitu metode observasi, deskriptif wawancaraMetode atau angket mengenai keadaan sekarang ini, mengenai subjek yang sedang kita kualitatif. penelitian deskriptif adalah “ penelitian yang menggunakan observasi, teliti”. Metode deskriptif digunakan karena penelitian ini berusaha mendepskripsikan atau wawancara atau angket mengenai keadaan sekarang ini, mengenai subjek yang sedang kita menggambarkan permasalahan yangkarena terjadipenelitian pada saat ini sekarang. pada dasarnya teliti”. Metode deskriptif digunakan berusahaSehingga mendepskripsikan atau penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam menggambarkan permasalahan yang terjadi pada saat sekarang. Sehingga pada dasarnya penelitian ini ini adalah adalah penelitian melalui penelusuran dokumentasi, observasi, dan wawancara. penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Analisis data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mencari dan mengatur penelitian ini adalah melalui penelusuran dokumentasi, observasi, dan wawancara. secara Analisis sistematis berbagai data yang telah terhimpun untuk menambah pemahaman data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mencari dan mengatur terhadap suatu objek yang diteliti. Oleh karena itu, pekerjaan pengumpulan data harus secara sistematis berbagai data yang telah terhimpun untuk menambah pemahaman langsung diikuti dengan menuliskan, mengedit, mengklasifikasikan, mereduksi, dan terhadap suatu objek yang diteliti. Oleh karena itu, pekerjaan pengumpulan data harus menyajikan yang akhirnya sebagaimengedit, analisis data. langsung diikuti dengan disebut menuliskan, mengklasifikasikan, mereduksi, dan menyajikan yang akhirnya disebut sebagai analisis data. C. PEMBAHASAN Pandangan Ibnu Khaldun tentang Pendidikan C. 1.PEMBAHASAN Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata1. Pandangan Ibnu Khaldun tentang Pendidikan semataMenurut bersifat Ibnu pemikiran dan ilmu perenungan yangbukanlah jauh dari aspek-aspek pragmatis di Khaldun, pendidikan suatu aktivitas yang sematadalam kehidupan, tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di menjadi ciri khas jenis Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun dalam kehidupan, tetapiinsani. ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosialyaitu yang a. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan; menjadi ciri khas jenis insani. Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun yaitu b. Menyiapkan Menyiapkan seseorang seseorang dari dari segi segi keagamaan; akhlaq; a. c. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial; b. Menyiapkan seseorang dari segi akhlaq; d. Menyiapkan Menyiapkan seseorang seseorang dari dari segi segi kemasyarakatan vokasional atau pekerjaan; c. atau sosial; d. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan; 96

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT ... — [Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah]

e. f.

Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran; Menyiapkan seseorang dari segi kesenian. Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan yaitu: a. Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu. b. Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman. c. Pembinaan pemikiran yang baik. Dalam hal metode pengajaran, Ibnu Khaldun mengemukakan enam prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu: a. prinsip pembiasaan b. prinsip tadris (berangsur-angsur) c. prinsip pengenalan umum d. prinsip kontinuitas e. memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik f. menghindari kekasaran dalam mengajar 2.

Pandangan Imam Al-Ghazali tentang Pendidikan Al-Ghazali adalah penganut paham idealisme yang konsekuen terhadap agama sebagai dasar pandangannya. Tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau mendapatkan kedudukan yang menghasilkan uang. Sehingga ditetapkanlah ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan, yaitu dengan kriteria sebagai berikut: a. Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri; b. Guru jangan mengharapkan materi sebagai tujuan utama; c. Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuan menuntut ilmu semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah; d. Guru harus mendorong muridnya agar mencintai ilmu yang bermanfaat; e. Di hadapan muridnya guru harus memberikan contoh yang terbaik yaitu berakhlaqul karimah; f. Guru harus mengamalkan yang diajarkannya; g. Guru harus memehami minat, bakat dan jiwa anak didiknya; h. Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya. Dari uraian di atas, tampaklah bahwa para ulama terdahulu mementingkan pendidikan yang berimbang. Antara jiwa raga, mental spiritual dan kemaslahatan duniawi. Sumber ajar yang utama adalah ayat-ayat Allah, baik yang tertuang dalam al-qur’an maupun yang terbentang di alam semesta ini. Ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. Lembaga pendidikan Islam di Indonesia terus mengalami perkembangan mulai zaman kemerdekaan hingga saat ini. Berbagai penelitian akhirnya memunculkan istilah pesantren, madrasah dan sekolah sebagai representasi perjalanan panjang lembaga pendidikan di tanah air. Lahir dan berkembangnya lembaga pendidikan tersebut tidak bisa dilepaskan dari kisah politik, ekonomi, dan sosial budaya yang mengirinya. Lembaga pendidikan Islam ini tumbuh dan berkembang pesat, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh masyarakat (baca: swasta). Sejak awal abad ke-20, gagasan modernisasi Islam menemukan momentum. Pendidikan direalisasikan dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan modern. Gagasan tersebut menuntut adanya modernisasi sistem pendidikan Islam. Perkembangan Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

97

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 95 – 103

mencolok mencolok yang yang terjadi terjadi pada pada tahun tahun 90-an 90-an adalah adalah munculnya munculnya sekolah-sekolah sekolah-sekolah Islam Islam elit elit muslim muslim yang yang dikenal dikenal sebagai sebagai ”sekolah ”sekolah Islam”. Islam”. Sekolah-sekolah Sekolah-sekolah itu itu mulai mulai menyatakan menyatakan diri diri secara secara formal formal dan dan diakui diakui oleh oleh kalangan kalangan Muslim Muslim sebagai sebagai “sekolah “sekolah unggulan” unggulan” atau atau sekolah sekolah Islam Islam unggulan. unggulan. Sekolah Sekolah Islam Islam unggulan unggulan tersebut tersebut seakan seakan menjawab menjawab tuntutan tuntutan modernisasi modernisasi pendidikan. pendidikan. Lahirnya Lahirnya lembaga lembaga pendidikan pendidikan Islam Islam unggulan unggulan dewasa dewasa ini ini merupakan merupakan buah buah dari dari gagasan gagasan modernisasi modernisasi Islam Islam di di Indonesia. Indonesia. Menurut Menurut Azyumardi Azyumardi (1999 (1999 ;; 69), 69), fenomena fenomena ini ini dianggap sebagai pola baru santrinisasi di Indonesia. dianggap sebagai pola baru santrinisasi di Indonesia. Secara Secara umum, umum, lembaga lembaga pendidikan pendidikan Islam Islam unggulan unggulan diformat diformat dengan dengan model model dan dan gaya modern tanpa meninggalkan nilai-nilai pendidikan tradisional atau konvensional gaya modern tanpa meninggalkan nilai-nilai pendidikan tradisional atau konvensional sebelumnya. sebelumnya. Bahkan, Bahkan, lembaga lembaga pendidikan pendidikan Islam Islam unggulan unggulan mencoba mencoba menawarkan menawarkan bentuk bentuk sintesa sintesa baru baru yang yang mengkolaborasi mengkolaborasi antara antara tujuan tujuan pendidikan pendidikan umum umum dengan dengan tujuan tujuan pendidikan (agama) Islam yang sepadan. Bentuk sintesa ini kemudian diiringi dengan pendidikan (agama) Islam yang sepadan. Bentuk sintesa ini kemudian diiringi dengan dukungan dukungan kualitas kualitas akademik, akademik, sumber sumber daya daya manusia manusia (SDM), (SDM), sarana sarana prasarana, prasarana, sumber sumber pendanaan yang kuat serta penciptaan lingkungan yang baik. Kalau melihat gejala pendanaan yang kuat serta penciptaan lingkungan yang baik. Kalau melihat gejala dan dan nuansa nuansa kebangkitan kebangkitan lembaga lembaga pendidikan pendidikan Islam Islam unggulan unggulan nampaknya nampaknya pada pada wilayah wilayah praksis praksis baru baru muncul muncul tahun tahun 1980-an 1980-an atau atau 1990-an. 1990-an. Baik Baik madrasah madrasah maupun maupun sekolah sekolah Islam Islam unggulan unggulan mengadopsi mengadopsi dari dari sistem sistem pendidikan pendidikan umum, umum, yang yang hal hal itu itu merupakan merupakan warisan warisan dari dari sistem sistem pendidikan kolonial Belanda. Kemudian dilakukan modernisasi dari para pelaku pendidikan kolonial Belanda. Kemudian dilakukan modernisasi dari para pelaku dan dan praktisi praktisi pendidik pendidik orang orang muslim muslim dengan dengan menambahkan menambahkan porsi porsi materi materi agama agama Islam Islam lebih lebih banyak. banyak. Jika Jika kita kita perhatikan, perhatikan, sekolah-sekolah sekolah-sekolah tersebut tersebut dikatakan dikatakan sebagai sebagai sekolah sekolah “elite” “elite” Islam Islam dikarenakan dikarenakan beberapa beberapa hal hal yang yang mendasarinya. mendasarinya. Baik Baik dari dari segi segi sarana sarana dan dan prasarana prasarana maupun maupun dari dari segi segi akademis akademis serta serta pendanaan. pendanaan. Dalam Dalam beberapa beberapa kasus, kasus, hanya hanya siswa-siswa siswa-siswa yang yang terbaik terbaik saja saja yang yang dapat dapat diterima. diterima. Sedangkan Sedangkan guru guru yang yang mengajar mengajar pun pun hanyalah hanyalah mereka yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan melalui seleksi yang kompetitif. mereka yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan melalui seleksi yang kompetitif. Sekolah-sekolah Sekolah-sekolah tersebut tersebut dikelola dikelola oleh oleh manajemen manajemen yang yang baik baik dengan dengan berbagai berbagai fasilitas fasilitas yang memadai dan lengkap seperti perpustakaan, ruang komputer, masjid dan sarana yang memadai dan lengkap seperti perpustakaan, ruang komputer, masjid dan sarana olah olah raga, raga, dan dan akhirnya akhirnya menuntut menuntut juga juga bayaran bayaran yang yang tidak tidak sedikit sedikit dari dari orang orang tua tua murid. murid. Eksistensi Eksistensi sekolah sekolah Islam Islam unggulan unggulan tersebut tersebut diharapkan diharapkan mampu mampu menjawab menjawab tantangan tantangan dan tuntutan modernisasi, kemajuan globalisasi dan informasi. Hadirnya dan tuntutan modernisasi, kemajuan globalisasi dan informasi. Hadirnya lembaga lembaga pendidikan pendidikan Islam Islam unggulan unggulan dalam dalam konstelasi konstelasi nasional nasional sempat sempat memancing memancing perhatian perhatian dan dan perbincangan dari berbagai pakar dan ahli pendidikan untuk menangkap makna terhadap perbincangan dari berbagai pakar dan ahli pendidikan untuk menangkap makna terhadap gejala gejala dan dan fenomena fenomena yang yang terpendam terpendam dibalik dibalik itu. itu. Hal Hal ini ini wajar, wajar, karena karena sistem sistem pendidikan pendidikan nasional masih dianggap belum mampu menunjukkan mutu pendidikan yang nasional masih dianggap belum mampu menunjukkan mutu pendidikan yang signifikan. signifikan. Bahkan Bahkan perubahan perubahan kurikulum kurikulum oleh oleh pemerintah pemerintah yang yang terbilang terbilang terlalu terlalu sering sering seperti seperti hanya hanya merupakan ajang try and error bagi para penentu kebijakan. merupakan ajang try and error bagi para penentu kebijakan. 3. 3.

Sekolah Sekolah Unggulan Unggulan Departemen Departemen Pendidikan Pendidikan Nasional Nasional telah telah pula pula menetapkan menetapkan sejumlah sejumlah kriteria kriteria yang yang harus dimiliki sekolah unggul. Meliputi: Pertama, masukan (input) yaitu siswa harus dimiliki sekolah unggul. Meliputi: Pertama, masukan (input) yaitu siswa diseleksi diseleksi secara secara ketat ketat dengan dengan menggunakan menggunakan kriteria kriteria tertentu tertentu dan dan prosedur prosedur yang yang dapat dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah : (1) prestasi belajar superior dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah : (1) prestasi belajar superior dengan dengan indikator indikator angka angka rapor, rapor, Nilai Nilai Ebtanas Ebtanas Murni Murni (NEM, (NEM, sekarang sekarang nilai nilai UN), UN), dan dan hasil hasil tes prestasi akademik, (2) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas, (3) tes prestasi akademik, (2) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas, (3) tes tes fisik, fisik, jika jika diperlukan. diperlukan. Kedua, Kedua, sarana sarana dan dan prasarana prasarana yang yang menunjang menunjang untuk untuk memenuhi memenuhi kebutuhan kebutuhan belajar belajar siswa siswa serta serta menyalurkan menyalurkan minat minat dan dan bakatnya, bakatnya, baik baik dalam dalam kegiatan kegiatan kurikuler kurikuler maupun maupun ekstra ekstra kurikuler. kurikuler. Ketiga, Ketiga, lingkungan lingkungan belajar belajar yang yang kondusif kondusif untuk untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkung berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkung fisik fisik maupun maupun sosial-psikologis. sosial-psikologis. Keempat, Keempat, guru guru dan dan tenaga tenaga kependidikan kependidikan yang yang menangani menangani 98

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT ... — [Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah]

harus unggul unggul baik baik dari dari segi segi penguasaan penguasaan materi materi pelajaran, pelajaran, metode metode mengajar, mengajar, maupun maupun harus komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu perlu diadakan insentif tambahan guru komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu perlu diadakan insentif tambahan guru berupa uang uang maupun maupun fasilitas fasilitas lainnya lainnya seperti seperti perumahan. perumahan. Kelima, Kelima, kurikulum kurikulum dipercaya dipercaya berupa dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa seusianya. seusianya. Keenam, Keenam, kurun kurun waktu waktu belajar belajar lebih lebih lama lama dibandingkan dibandingkan sekolah sekolah lain. lain. siswa Karena itu perlu ada asrama untuk memaksimalkan pembinaan dan menampung para Karena itu perlu ada asrama untuk memaksimalkan pembinaan dan menampung para siswa dari dari berbagai berbagai lokasi. lokasi. Di Di kompleks kompleks asrama asrama perlu perlu adanya adanya sarana sarana yang yang bisa bisa siswa menyalurkan minat dan bakat siswa seperti perpustakaan, alat-alat olah raga, kesenian menyalurkan minat dan bakat siswa seperti perpustakaan, alat-alat olah raga, kesenian dan lain lain yang yang diperlukan. diperlukan. Ketujuh, Ketujuh, proses proses belajar belajar mengajar mengajar harus harus berkulitas berkulitas dan dan dan hasilnya dapat diertanggungjawabkan (accountable) baik kepada siswa, lembaga hasilnya dapat diertanggungjawabkan (accountable) baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat. masyarakat. Kedelapan, Kedelapan, sekolah sekolah unggul unggul tidak tidak hanya hanya memberikan memberikan manfaat manfaat maupun kepada peserta didik di sekolah tersebut, tetapi harus memiliki resonansi sosial kepada kepada peserta didik di sekolah tersebut, tetapi harus memiliki resonansi sosial kepada lingkungan sekitarnya. sekitarnya. Kesembilan, Kesembilan, nilai nilai lebih lebih sekolah sekolah unggul unggul terletak terletak pada pada perlakuan perlakuan lingkungan tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan dan perluasan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingn dan konseling yang pengayaan dan perluasan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingn dan konseling yang berkualitas, pembinaan pembinaan kreatifitas kreatifitas dan dan disiplin. disiplin. berkualitas, Berdasarkan kriteria tersebut maka tidaklah tidaklah mudah mudah menggolongkan menggolongkan sebuah sebuah Berdasarkan kriteria tersebut maka sekolah termasuk termasuk dalam dalam katagori katagori unggul. unggul. Bukan Bukan sekedar sekedar penampilan penampilan fisik fisik dan dan hal hal kasat kasat sekolah mata lainnya yang bisa menjadi indikator unggul. Hal ini berarti butuh telaah lebih jauh mata lainnya yang bisa menjadi indikator unggul. Hal ini berarti butuh telaah lebih jauh agar kita kita bisa bisa menggolongkan menggolongkan suatu suatu lembaga lembaga pendidikan pendidikan (sekolah) (sekolah) dapat dapat dikatakan dikatakan agar unggul. Tidak mungkin juga sebuah sekolah dapat serta merta begitu saja dikatakan unggul. Tidak mungkin juga sebuah sekolah dapat serta merta begitu saja dikatakan unggul pada pada saat saat berdirinya. berdirinya. Dibutuhkan Dibutuhkan bukti bukti nyata nyata dan dan harus harus teruji teruji oleh oleh waktu. waktu. unggul Masyarakat sebagai “konsumen” tentunya punya hak untuk menilainya. Dalam konteks Masyarakat sebagai “konsumen” tentunya punya hak untuk menilainya. Dalam konteks lembaga pendidikan, pendidikan, istilah istilah unggulan unggulan dapat dapat dilekatkan dilekatkan pada pada Sekolah Sekolah yang yang pada pada lembaga akhirnya terdapat adanya keinginan dan gairah baru dilingkungan organisasi untuk akhirnya terdapat adanya keinginan dan gairah baru dilingkungan organisasi untuk melakukan inovasi inovasi menjadi menjadi lebih lebih baik baik kualitasnya kualitasnya dan dan unggul unggul dari dari sekolah sekolah lainnya. lainnya. melakukan Usaha ini ini menuntut menuntut sekolah sekolah bukan bukan hanya hanya harus harus memiliki memiliki cita-cita cita-cita dan dan keinginan keinginan saja, saja, Usaha tapi sekolah tersebut harus selalu memiliki prestasi. Dengan demikian tercapai tapi sekolah tersebut harus selalu memiliki prestasi. Dengan demikian tercapai keunggulan dalam dalam segala segala aspeknya. aspeknya. keunggulan 4. Kurikulum, Kurikulum, Pola Pola Pembelajaran, Pembelajaran, dan dan Program Program Tambahan Tambahan 4. Ketiga sekolah sekolah Islam Islam yang yang kami kami teliti teliti merupakan merupakan sekolah sekolah bukan bukan madrasah. madrasah. Ketiga Dalam artian secara hirarki mereka tdak berada dalam naungan dan pembinaan Dalam artian secara hirarki mereka tdak berada dalam naungan dan pembinaan kementerian Agama. Agama. Kurikulum Kurikulum yang yang digunakan digunakan adalah adalah kurikulum kurikulum diknas, diknas, demikian demikian kementerian pula pengawasan dan garis koordiansis mereka. Hal ini berarti mereka harus merancang pula pengawasan dan garis koordiansis mereka. Hal ini berarti mereka harus merancang kurikulum yang yang bernafaskan bernafaskan Islam Islam secara secara mandiri, mandiri, terlepas terlepas dari dari mata mata pelajaran pelajaran kurikulum pendidikan agama agama Islam Islam yang yang sudah sudah diwajibkan diwajibkan dalam dalam kurikulum. kurikulum. Penyususnan Penyususnan dan dan pendidikan kontruksi kurikulum selalu dilakukan dengan mempertimbangkan rancangan yang kontruksi kurikulum selalu dilakukan dengan mempertimbangkan rancangan yang memiliki dimensi dimensi keseimbangan keseimbangan antara antara pelajaran pelajaran umum umum dengan dengan pelajaran pelajaran agama, agama, antara antara memiliki aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, dan juga antara aspek teoritis dan praktis. aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, dan juga antara aspek teoritis dan praktis. Dalam rangka rangka peningkatan peningkatan kualitas kualitas pendidikan pendidikan di di sana, sana, dilakukan dilakukan pengembangan pengembangan dalam dalam Dalam bidang kurikulum. Selain itu, salah satu faktor yang menjadi cirri khas keunggulan yang bidang kurikulum. Selain itu, salah satu faktor yang menjadi cirri khas keunggulan yang dimiliki sekolah sekolah ini ini adalah adalah nuansa nuansa keagamaan keagamaan dalam dalam kurikulum kurikulum yang yang mereka mereka gunakan. gunakan. dimiliki Dalam merancang kurikulum, ketiga sekolah ini membentuk tim yang bertugas Dalam merancang kurikulum, ketiga sekolah ini membentuk tim yang bertugas untuk menyusun kurikulum materi agama yang kemudian dikenal dengan kurikulum untuk menyusun kurikulum materi agama yang kemudian dikenal dengan kurikulum plus, holistik holistik atau atau terpadu. terpadu. Ditambah Ditambah pula pula kurikulum kurikulum cirri cirri khas khas masing masing masing masing yang yang plus, mencerminkan yayasan yang menaunginya. Seperti kemuhammadiyahan di SD mencerminkan yayasan yang menaunginya. Seperti kemuhammadiyahan di SD Muhammadiyah 2, 2, kurikulum kurikulum al-azhar al-azhar pusat pusat untuk untuk SD SD Al-Azhar Al-Azhar 21, 21, dan dan kurikulum kurikulum Muhammadiyah Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

99

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 95 – 103

JSIT (Jaringan Sekolah Islam Terpadu) pada SDIT Al-Mumtaz. Rancangan kurikulum didasarkan olehSekolah tolak ukur pada siswa dipada bidang pendidikan agama, dengan kriterianya JSIT (Jaringan Islam Terpadu) SDIT Al-Mumtaz. Rancangan kurikulum sebagai berikut: didasarkan oleh tolak ukur pada siswa di bidang pendidikan agama, dengan kriterianya a. berikut: Taat ibadah, mampu berzikir, berdoa dan pandai membaca al-qur’an dan sebagai menghafalnya; a. Taat ibadah, mampu berzikir, berdoa dan pandai membaca al-qur’an dan b. menghafalnya; Memiliki akhlak yang baik terhadap Allah dan makhlukNya; c. Memiliki Mampu bermuamalah dalam kehidupan masyarakat; b. akhlak yang baik terhadap Allah dan makhlukNya; d. Mampu Meyakini kebenaran Islam; c. bermuamalah dalam kehidupan masyarakat; e. Meyakini Memiliki pengetahuan yang menyeluruh dan terpadu tentang Islam; d. kebenaran Islam; f. Memiliki pengetahuan daya tahan yang dan menyeluruh peka terhadap ajaran tentang atau paham e. dan terpadu Islam; yang dapat mengubah daya akidah; f. Memiliki tahan dan peka terhadap ajaran atau paham yang dapat g. mengubah Mampu melakukan akidah; amr ma’ruf nahi munkar dengan baik dan benar; h. Mampu melakukan membacaamr Al-quran baik baik dandanbenar, g. ma’ruf nahidengan munkar dengan benar; berusaha menghafalkannya, menghayati dan mengamalkan h. Mampu membaca Al-quran dengan baikisinya; dan benar, berusaha Memiliki toleransi menghayati sosial, dermawan senang berinfaq. i. menghafalkannya, dan mengamalkan isinya; untuk bidang umum sekolah telah berinfaq. menerapkan kurikulum Depdiknas i. Kurikulum Memiliki toleransi sosial, dermawan senang secara Kurikulum murni dan untuk diorientasikan padasekolah pengembangan iptek. Akan tetapi Depdiknas nilai-nilai bidang umum telah menerapkan kurikulum keIslaman tercermin pada proses pada pembelajaran dan muatannya. Padatnya secara murni dan diorientasikan pengembangan iptek. Akan tetapi kurikulum nilai-nilai yang diterapkan memiliki pada penambahan jam belajar yang lebih lama keIslaman tercermin pada konsekuensi proses pembelajaran dan muatannya. Padatnya kurikulum dari sekolah biasa. yang diterapkan memiliki konsekuensi pada penambahan jam belajar yang lebih lama Pengembangan mendasar yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam dari sekolah biasa. kaitannya dengan penyelenggaran pembelajaran di sekolah upaya "desentralisasi Pengembangan mendasar yang telah dilakukan olehadalah lembaga pendidikan Islam kurikulum", yaknipenyelenggaran kurikulum yangpembelajaran berbasis kekhasan masing-masing Hal ini kaitannya dengan di sekolah adalah upayasekolah. "desentralisasi terlihat pada yakni kurikulum yang dipakai di ketigakekhasan sekolah yang diteliti. Setiap sekolah kurikulum", kurikulum yang berbasis masing-masing sekolah. Haltetap ini menggunakan kurikulumyang yangdipakai telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam halsekolah ini mengacu terlihat pada kurikulum di ketiga sekolah yang diteliti. Setiap tetap pada keputusan menteri yang pendidikan dan kebudayaan RI. AkanDalam tetapi hal masing-masing menggunakan kurikulum telah ditetapkan oleh pemerintah. ini mengacu juga menambahkan kurikulum dengandan cirikebudayaan khas keIslaman, sepertitetapi pada masing-masing madrasah yang pada keputusan menteri pendidikan RI. Akan berada di bawah naungan Kementerian Agama. akhlak, dan Bahasa juga menambahkan kurikulum dengan ciri khas Misalnya keIslaman,al-Quran, seperti pada madrasah yang Arab. di Mata pelajaran iniKementerian termasuk dalam kurikulum mulok dan wajib diikuti semua berada bawah naungan Agama. Misalnya al-Quran, akhlak, dan Bahasa peserta Mata didik. pelajaran Selain itu ini jugatermasuk dibuat program khusus yang juga wajib diikuti sepertisemua TPA Arab. dalam kurikulum mulok dan wajib diikuti dan Tahfiz pembelajaran alqur’an. Mampu membaca dan peserta didik.untuk Selain mengintensifkan itu juga dibuat program khusus yang juga wajib diikuti seperti TPA menghafal dengan baik dan benar. Mampu melaksanakan ibadah dengan baik. dan Tahfizal-Qur’an untuk mengintensifkan pembelajaran alqur’an. Mampu membaca dan Memiliki akhlak mulia dan budi Ketiga hal inimelaksanakan menjadi target utamadengan kompetensi menghafal al-Qur’an dengan baikpekerti. dan benar. Mampu ibadah baik. keIslamanakhlak para mulia lulusan. tidak semua sekolah initarget mencantumkan istilah Memiliki danWalaupun budi pekerti. Ketiga hal ini menjadi utama kompetensi ‘terpadu’, tetapi dasarnya ada keinginan untuksekolah mengintegrasikan kurikulumistilah yang keIslaman para pada lulusan. Walaupun tidak semua ini mencantumkan mereka gunakan. Keterpaduan yang utama adalah pada penanaman nilai-nilai ‘terpadu’, tetapi pada dasarnya ada keinginan untuk mengintegrasikan kurikulum yang keIslaman, baik dalam hal ibadah maupun sikap atau akhlakul mereka gunakan. Keterpaduan yang utama adalah padakarimah. penanaman nilai-nilai Aspek menarik yang dikembangkan di sekolah keIslaman, baikterpenting dalam hal dan ibadah maupunsebagaimana sikap atau akhlakul karimah. Islam ini adalah membangun tatanan sosio-kultur dalam tatanandipergaulan Aspek terpenting dan menarik sebagaimanasekolah, yang dikembangkan sekolah antar warga sekolah. Sekolah berusaha yangpergaulan benuansa Islam ini adalah membangun tatanan membangun sosio-kultur tatanan sekolah,sosio-kultur dalam tatanan Islami. Mulaisekolah. dari cara berpakaian, bergaul, dan berinteraksi antar guru, siswa orang antar warga Sekolah berusaha membangun tatanan sosio-kultur yang dan benuansa tua, semua nilai-nilai keIslaman. Norma dan yang Islami. Mulaidilandasi dari cara oleh berpakaian, bergaul, dan berinteraksi antarnilai-nilai guru, siswa dan dianut orang adalah normadilandasi keIslaman, memprogramkan jamaah bagi para tua, semua olehcontohnya: nilai-nilaisekolah keIslaman. Norma dan sholat nilai-nilai yang dianut siswa, norma tata pergaulan antara siswa dan guru memprogramkan yang didasarkan sholat pada jamaah nilai-nilai akhlak adalah keIslaman, contohnya: sekolah bagi para Islam, tata siswa menyapa teman ucapan salam, bahkan akhlak dalam siswa, pergaulan antara siswaatau dan guru guru dengan yang didasarkan pada nilai-nilai mengenakan guruguru dan dengan siswa setiap harisalam, diwajibkan berbusana Islam, siswa seragam menyapasekolah temanpun atau ucapan bahkan dalam muslim. Untuk itu peran sangat dalam rangka mengenakan seragam sekolahserta pun semua guru danguru siswa setiapmenentukan hari diwajibkan berbusana pelembagaan praktik nilai-nilai keIslaman. dalam Dalam rangka hal ini muslim. Untuk itu ibadah peran serta serta persosialisasian semua guru sangat menentukan pelembagaan praktik ibadah serta persosialisasian nilai-nilai keIslaman. Dalam hal ini 100

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT ... — [Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah]

bukan bukan hanya hanya tugas tugas guru guru agama agama saja, saja, melainkan melainkan juga juga tanggungjawab tanggungjawab semua semua guru guru dan dan staf di lingkungan sekolah. staf di lingkungan sekolah. Kendala Kendala dihadapi dihadapi pihak pihak sekolah sekolah manakala manakala harus harus membiasakan membiasakan kemandirian kemandirian pada pada anak didik. Hal ini dikarenakan mereka berlatar belakang keluarga yang anak didik. Hal ini dikarenakan mereka berlatar belakang keluarga yang berasal berasal dari dari orang orang tua tua “mampu”. “mampu”. Kebiasan Kebiasan selalu selalu dilayani dilayani di di rumah, rumah, selalu selalu terpenuhi terpenuhi segala segala kebutuhannya, kebutuhannya, dan dan tidak tidak pernah pernah merasakan merasakan kesulitan kesulitan hidup hidup (terutama (terutama dalam dalam hal hal materi) materi) menjadi ciri khas mereka. Ketika harus berada di sekolah dan mentaati segala menjadi ciri khas mereka. Ketika harus berada di sekolah dan mentaati segala peraturan peraturan dan dan norma norma yang yang ada ada munculah munculah sikap sikap kurang kurang perduli. perduli. Hal Hal ini ini terutama terutama terjadi terjadi di di kelaskelaskelas rendah. Harapan sekolah bahwa pendidikan yang dilakukan kurang lebih kelas rendah. Harapan sekolah bahwa pendidikan yang dilakukan kurang lebih enam enam tahun di pendidikan dasar ini dapat membentuk kepribadian mereka menjadi tahun di pendidikan dasar ini dapat membentuk kepribadian mereka menjadi lebih lebih mandiri, mandiri, baik baik dalam dalam beribadah beribadah maupun maupun dalam dalam belajar. belajar. Pembiasaan Pembiasaan terus terus menerus menerus dan dan kerja sama dengan orang tua menjadi solusi yang selalu diupayakan. Penerapan hidden kerja sama dengan orang tua menjadi solusi yang selalu diupayakan. Penerapan hidden curriculum curriculum menjadi menjadi sebuah sebuah tantangan tantangan bagi bagi pihak pihak sekolah. sekolah. Kegiatan Kegiatan ekstrakurikuler ekstrakurikuler untuk untuk membina membina minat minat dan dan bakat bakat siswa siswa juga juga dilakukan dilakukan secara kontinyu. Setiap siswa diwajibkan mengikuti kegiatan tersebut baik dibidang secara kontinyu. Setiap siswa diwajibkan mengikuti kegiatan tersebut baik dibidang seni seni (olah (olah vokal, vokal, seni seni tari, tari, mewarnai, mewarnai, menggambar menggambar // melukis), melukis), olahraga olahraga (renang, (renang, karate, karate, futsal, futsal, bulu bulu tangkis, tangkis, catur), catur), atau atau keterampilan keterampilan lainnya lainnya (tata (tata boga, boga, kerajinan kerajinan tangan). tangan). Semua kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa Semua kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa berupa berupa sikap sikap sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli dan menyalurkannya dalam sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli dan menyalurkannya dalam kegiatan kegiatan yang yang positif. positif. Beberapa Beberapa program program unggulan unggulan sekolah sekolah ini ini juga juga dilakukan dilakukan secara secara berkala. berkala. Seperti Seperti kepramukaan, outing class, out bond, perkemahan, mabit, kewirusahaan kepramukaan, outing class, out bond, perkemahan, mabit, kewirusahaan (bazaar (bazaar dan dan market day). Program – program seperti ini untuk menambah kepercayaan diri siswa market day). Program – program seperti ini untuk menambah kepercayaan diri siswa dan dan membina membina mental mental keberanian keberanian mereka. mereka. Selain Selain itu itu juga juga berfungsi berfungsi sebagai sebagai arena arena rekreasi rekreasi dan dan silaturahmi. silaturahmi. Kegiatan-kegiatan Kegiatan-kegiatan ini ini juga juga membutuhkan membutuhkan sumber sumber daya daya manusia dan dana yang tidak sedikit. Program seperti ini menjadi pembeda dengan manusia dan dana yang tidak sedikit. Program seperti ini menjadi pembeda dengan sekolah sekolah lain lain yang yang ada ada di di kota kota Pontianak. Pontianak. 5. 5. Ekpektasi Ekpektasi Masyarakat Masyarakat Melihat Melihat kondisi kondisi dewasa dewasa ini, ini, maka maka terdapat terdapat banyak banyak alasan alasan dan dan pertimbangan pertimbangan bagi bagi keluarga muslim dalam hal menentukan pendidikan anak-anknya. Mempercayakan keluarga muslim dalam hal menentukan pendidikan anak-anknya. Mempercayakan pendidikan pendidikan pada pada satu satu lembaga lembaga tertentu tertentu biasanya biasanya juga juga tergantung tergantung pada pada pola pola pikir pikir dan dan tingkat sosial ekonomi seseorang. Setidaknya jika kita cermati ada lima aspek yang tingkat sosial ekonomi seseorang. Setidaknya jika kita cermati ada lima aspek yang menentukan menentukan orang orang tua tua dalam dalam memilih memilih sekolah sekolah bagi bagi putra putra // putrinya, putrinya, yaitu yaitu :: a. a. Kemampuan Kemampuan guru guru dalam dalam mentransfer mentransfer ilmu. ilmu. b. Lingkungan pergaulan siswa, b. Lingkungan pergaulan siswa, c. c. Sarana Sarana dan dan prasarana, prasarana, d. Citra sekolan d. Citra sekolan dan dan e. e. Penanaman Penanaman nilai-nilai nilai-nilai agama. agama. Saat ini, kesadaran orangtua Saat ini, kesadaran orangtua muslim muslim sudah sudah mulai mulai percaya percaya kepada kepada sekolah sekolah Islam Islam unggulan. Karena sekolah atau madrasah tersebut menawarkan mutu dan unggulan. Karena sekolah atau madrasah tersebut menawarkan mutu dan memberikan memberikan prospek prospek yang yang pasti pasti bagi bagi anak-anak anak-anak mereka mereka untuk untuk melanjutkan melanjutkan pendidikan pendidikan hingga hingga ke ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Lebih lanjut, orang tua muslim jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Lebih lanjut, orang tua muslim percaya percaya lingkungan lingkungan sekolah sekolah elit elit Islam Islam lebih lebih aman aman dibandingkan dibandingkan dengan dengan lingkungan lingkungan sekolah sekolah umum. Misalnya, jarang terjadi ada tawuran antar siswa dan para guru yang umum. Misalnya, jarang terjadi ada tawuran antar siswa dan para guru yang relatif relatif terbilang terbilang “shaleh”. “shaleh”. Secara Secara faktual, faktual, pembenahan pembenahan lembaga lembaga pendidikan pendidikan Islam Islam yang yang dilakukan dilakukan mengalami perubahan secara terus menerus. Tentunya ini terjadi karena mengalami perubahan secara terus menerus. Tentunya ini terjadi karena pengaruh pengaruh yang yang amat kuat dari luar seperti; persaingan pendidikan formal dan globalisasi yang sangat amat kuat dari luar seperti; persaingan pendidikan formal dan globalisasi yang sangat Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

101

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 95 – 103

dan dan menuntut menuntut adanya adanya perubahan perubahan itu itu sendiri. sendiri. Konsep Konsep yang yang ditawarkan ditawarkan lembaga lembaga pendidikan Islam elit seperti di atas merupakan salah satu solusi yang alternatif pendidikan Islam elit seperti di atas merupakan salah satu solusi yang alternatif agar agar mampu mampu memberikan memberikan terobosan terobosan pendidikan pendidikan Islam Islam lebih lebih maju maju dan dan kompetitif. kompetitif. Substansi Substansi lain lain yang yang bisa bisa menunjang menunjang adalah adalah bagaimana bagaimana lembaga lembaga pendidikan pendidikan Islam Islam dapat dapat melibatkan melibatkan tiga tiga unsur unsur pelaksana, pelaksana, yakni yakni keluarga, keluarga, sekolah sekolah dan dan masyarakat. masyarakat. Kondisi Kondisi faktual faktual obyektif obyektif pendidikan pendidikan saat saat ini, ini, ketiga ketiga unsur unsur pelaksana pelaksana tersebut tersebut belum belum berjalan berjalan secara secara sinergis sinergis di di samping samping masing-masing masing-masing unsur unsur tersebut tersebut juga juga belumlah belumlah berfungsi berfungsi secara secara benar. benar. Sinergi Sinergi negatif negatif antar antar ketiganya, ketiganya, memberikan memberikan pengaruh pengaruh kualitas kualitas proses proses pendidikan pendidikan secara secara keseluruhan. keseluruhan. Dalam Dalam perspektif perspektif ekonomi ekonomi dan dan sosiologis, sosiologis, munculnya munculnya sekolah sekolah unggulan unggulan Islam Islam elitis diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh internal elitis diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh internal umat umat Islam Islam sendiri. sendiri. Persoalan Persoalan tersebut tersebut yakni yakni keprihatinan keprihatinan terhadap terhadap mutu mutu pendidikan pendidikan Islam yang rendah dan sekaligus memberi solusi terhadap tantangan Iptek Islam yang rendah dan sekaligus memberi solusi terhadap tantangan Iptek dan dan Imtak. Imtak. Sebagai Sebagai sekolah sekolah elit, elit, mereka mereka kebanyakan kebanyakan merebak merebak di di daerah daerah perkotaan. perkotaan. Dan Dan jika jika dilihat dilihat dari kaca mata ekonomi dan sosiologi, sekolah elit memang pangsa pasarnya adalah dari kaca mata ekonomi dan sosiologi, sekolah elit memang pangsa pasarnya adalah anak-anak anak-anak dari dari orangtua orangtua yang yang taraf taraf penghidupannya penghidupannya sudah sudah relatif relatif mapan. mapan. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan pijakan yang yang jelas jelas tentang tentang tujuan tujuan dan dan hakikat hakikat pendidikan, pendidikan, yakni yakni memberdayakan memberdayakan potensi potensi fitrah fitrah manusia manusia yang yang condong condong kepada kepada nilai-nilai nilai-nilai kebenaran kebenaran dan dan kebajikan kebajikan agar agar ia ia dapat dapat memfungsikan memfungsikan dirinya sebagai hamba (QS. Al-Dzariyat: 56), yang siap menjalankan dirinya sebagai hamba (QS. Al-Dzariyat: 56), yang siap menjalankan risalah risalah yang yang dibebankan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah: dibebankan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). 30). Oleh Oleh karena karena itu itu pendidikan pendidikan berarti berarti merupakan merupakan suatu suatu proses proses membina membina seluruh seluruh potensi potensi manusia manusia sebagai makhluk yang beriman dan bertaqwa, berfikir, dan berkarya sebagai makhluk yang beriman dan bertaqwa, berfikir, dan berkarya untuk untuk kemaslahatan diri dan lingkungannya. kemaslahatan diri dan lingkungannya. Lembaga Lembaga pendidikan pendidikan Islam Islam memegang memegang peranan peranan penting penting dalam dalam menciptakan menciptakan generasi Islam sebagaimana dimaksud. Format sekolah yang menjanjikan generasi Islam sebagaimana dimaksud. Format sekolah yang menjanjikan perbaikan perbaikan masa masa depan depan adalah adalah sekolah sekolah yang yang memiliki memiliki paradigma paradigma pendidikan pendidikan yang yang maju maju dan dan visioner. Pendidikan haruslah mampu menumbuhkan dan mengembangkan potensi visioner. Pendidikan haruslah mampu menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah fitrah peserta peserta didik didik yang yang memiliki memiliki sederet sederet keunggulan keunggulan kompetitif kompetitif guna guna menghadapi menghadapi segala tantangan ke depan. Semoga kehadiran sekolah Islam seperti segala tantangan ke depan. Semoga kehadiran sekolah Islam seperti ini ini selain selain menjadi menjadi kebanggaan muslim kota Pontianak, juga dapat menjadi solusi alternatif bagi kebanggaan muslim kota Pontianak, juga dapat menjadi solusi alternatif bagi umat umat Islam Islam di di Indonesia Indonesia dalam dalam melahirkan melahirkan generasi generasi insan insan kamil, kamil, manusia manusia paripurna, paripurna, seperti seperti yang yang dicita-citakan. dicita-citakan. Bagaimanapun, Bagaimanapun, kehadiran kehadiran sekolah sekolah Islam Islam elit elit yang yang ada ada di di kota kota Pontianak Pontianak merupakan “menu” pendidikan Islam yang tersaji di hadapan umat. Sehingga ekspektasi merupakan “menu” pendidikan Islam yang tersaji di hadapan umat. Sehingga ekspektasi masyarakat masyarakat yang yang tinggi tinggi seharusnya seharusnya dibarengi dibarengi dengan dengan kesadaran kesadaran para para elit elit pengelola pengelola lembaga tersebut. Namun akhirnya sebagian orang akan menyoroti sekolah lembaga tersebut. Namun akhirnya sebagian orang akan menyoroti sekolah unggulan unggulan elitis elitis seperti seperti ini ini adalah adalah sekolah sekolah eksklusif eksklusif bahkan bahkan diskriminatif. diskriminatif. Namun Namun demikian demikian terlepas terlepas dari dari segala segala kelebihan kelebihan dan dan kekurangannya, kekurangannya, sekolah sekolah Islam Islam tetap tetap masih masih menyimpan tanda tanya besar bagi kelangsungan generasi masa depan. Waktulah menyimpan tanda tanya besar bagi kelangsungan generasi masa depan. Waktulah yang yang akan akan membuktikan membuktikan eksistensi eksistensi mereka. mereka. Menanggapi Menanggapi ekspektasi ekspektasi masyarakat masyarakat yang yang tinggi, tinggi, maka maka diharapkan diharapkan para para pengelola pengelola sekolah sekolah Islam Islam ini ini haruslah haruslah memiliki memiliki ruh ruh perjuangan perjuangan dalam dalam mendidik. mendidik. Jangan Jangan sampai sampai terjebak terjebak dalam dalam lingkaran lingkaran komersialisasi komersialisasi pendidikan pendidikan yang yang menitikberatkan menitikberatkan perjuangan perjuangan dengan dengan profit profit dan dan keuntungan, keuntungan, atau atau pada pada agenda agenda politis politis tertentu. tertentu. Besar Besar harapan harapan semoga semoga sekolah-sekolah sekolah-sekolah Islam Islam ini ini menjadi menjadi lembaga lembaga penghasil penghasil ulama ulama sekelas sekelas al-Kindi, al-Kindi, al-Farabi, al-Farabi, alal- Biruni, Biruni, al-khawrizmi, al-khawrizmi, alalghazali, ghazali, Ibnu Ibnu Sina, Sina, Ibnu Ibnu Rusyd Rusyd di di masa masa mendatang. mendatang. Ulama Ulama yang yang mampu mampu membaca membaca ayatayatayat ayat Allah Allah SWT SWT di di muka muka bumi bumi ini, ini, baik baik yang yang tersurat tersurat maupun maupun tersirat tersirat untuk untuk kemaslahatan kemaslahatan umat umat manusia. manusia. 102

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

D. KESIMPULAN FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT ... — [Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah] 1. Sejarah berdirinya sekolah Islam elit di Pontianak tidak terlepas dari fenomena sosial yang ada pada masanya. Kesadaran elit muslim akan pentingnya lembaga pendidikan berbasiskan nilai-nilai keIslaman menjadi momentum penting D. KESIMPULAN lahirnya berdirinya sekolah-sekolah Islam terpadu. 1. Sejarah sekolah Islam elit di Pontianak tidak terlepas dari fenomena 2. sosial Visi misi sekolah disusun untuk sekolah itu benar-benar unggul. Visi-misi yang ada pada masanya. KesadaranIslam elit muslim akan pentingnya lembaga dan tujuan yang hendak dicapai olehkeIslaman lembaga itu bukan momentum sekadar slogan dan pendidikan berbasiskan nilai-nilai menjadi penting nama, melainkan mengemban amanah yang mulia untuk melahirkan lulusan lahirnya sekolah-sekolah Islam terpadu. yangmisi mutunya Visi-misi dan tujuan 2. Visi sekolahbaik. disusun untuk sekolah Islamitu itu kemudian benar-benardiimplementasikan unggul. Visi-misi sebagai acuan dan nilai-nilai bagi para pimpinan, guru dan karyawan serta para dan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga itu bukan sekadar slogan dan siswa untuk mendasari setiap aktifitas danyang kegiatan pembelajarannya. nama, melainkan mengemban amanah mulia untuk melahirkan lulusan 3. yang Kurikulum, dantujuan program dilaksanakan mutunyapola baik.pembelajaran Visi-misi dan itu tambahan kemudian telah diimplementasikan berdasarkan pembelajaran yang integratif. Mengkolaborasikan sebagai acuan konsep dan nilai-nilai bagi para pimpinan, guru dan karyawan serta para kurikulum pemerintah dan kurikulum yang dirancang secara mandiri. Dengan siswa untuk mendasari setiap aktifitas dan kegiatan pembelajarannya. tujuan terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dengan tetap berlandaskan 3. Kurikulum, pola pembelajaran dan program tambahan telah dilaksanakan pada nilai-nilaikonsep keIslaman. berdasarkan pembelajaran yang integratif. Mengkolaborasikan kurikulum pemerintah dan kurikulum yang dirancang secara mandiri. Dengan tujuan terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai keIslaman. REFERENSI Al-Qur'an dan Terjemahnya Azra, A. (1999). Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju mellinium Baru. Jakarta: Logos. REFERENSI Noeng Muhajir, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin. Al-Qur'an dan Terjemahnya Sugiyono, 2012, Memahami Kualitatif, Alfabeta. Azra, A. (1999). PendidikanPenelitian Islam; Tradisi dan Bandung: Modernisasi Menuju mellinium Baru. http://dirosahku.blogspot.com/2013/04/konsep-pendidikan-dalam-islam.html (Diakses Jakarta: Logos. pada tanggal 17/11/14). Noeng Muhajir, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin. http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/05/18/115906-prof-arief-rachmanSugiyono, 2012, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta. ada-sepuluh-ciri-sekolah-unggul (Diakses pada tanggal 17/11/14). (Diakses http://dirosahku.blogspot.com/2013/04/konsep-pendidikan-dalam-islam.html pada tanggal 17/11/14). http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/05/18/115906-prof-arief-rachmanada-sepuluh-ciri-sekolah-unggul (Diakses pada tanggal 17/11/14).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

103

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION EDUCATION LEARNING LEARNING DESIGN DESIGN BASED BASED ON ON "SISTEM "SISTEM AMONG" AMONG" ISLAMIC *, Meisa Meisa Yutika Yutika22,, Bayu Iqbal Iqbal Anshari Anshari11*, Bayu Ridha Eka Eka Rahayu Rahayu22 Moh. Dede Dede11,, Ridha Moh. 1 1 Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia 2 2 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati *Email: [email protected] [email protected] *Email: ABSTRACT ABSTRACT Today, Islamic Islamic education education learning learning design design tends tends to to be be teacher teacher centered, centered, so so the the end end result result is is only only Today, transfer of knowledge. One of learning designs that can be applied in teaching Islamic education is transfer of knowledge. One of learning designs that can be applied in teaching Islamic education is Among system. system. Among Among system system is is initiated initiated by by Ki Ki Hajar Hajar Dewantara. Dewantara. It It is is an an education education system system which which Among is implemented by providing the freedom for students to act freely based on the rules, including the is implemented by providing the freedom for students to act freely based on the rules, including the Quran and Hadith. So, the system can develop Student’s confidence, aspiration and activities. Quran and Hadith. So, the system can develop Student’s confidence, aspiration and activities. Among system system consists consists of of three three principles, principles, those those are: are: nontoni nontoni (observe), (observe), niteni niteni (recall/memorize), (recall/memorize), Among and nirokaken (imitate). Among system aims to build students to be faithful and devote devote man, man, and nirokaken (imitate). Among system aims to build students to be faithful and physically and spiritually independent, virtuous, intelligent and skilled, physically and mentally physically and spiritually independent, virtuous, intelligent and skilled, physically and mentally healthy, to to become become aa good good citizen, citizen, responsible responsible for for religion religion and and homeland. homeland. The The problem problem to to be be healthy, discussed is how to design Islamic education learning with Among system. Three basic principles of discussed is how to design Islamic education learning with Among system. Three basic principles of Among system require active participation and appreciative of teachers of Islamic education. This Among system require active participation and appreciative of teachers of Islamic education. This system is is expected expected to to bring bring about about an an excellent excellent muslim, muslim, competent, competent, and and able able to to actualize actualize the the values values system of Islam as rahmatan lil Alamin. of Islam as rahmatan lil Alamin.

Keyword: Learning Learning Design, Design, Islam, Islam, Islamic Islamic Education, Education, Among Among system system Keyword: ABSTRAK ABSTRAK Dewasa ini, ini, desain desain pendidikan pendidikan agama agama Islam Islam cenderung cenderung teacher teacher centered centered sehingga sehingga hasil hasil akhirnya akhirnya Dewasa adalah transfer of knowlegde semata. Salah satu desain pembelajaran yang bisa diterapkan dalam adalah transfer of knowlegde semata. Salah satu desain pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran PAI adalah Sistem Among. Sistem Among digagas oleh Ki Hajar Dewantara, pembelajaran PAI adalah Sistem Among. Sistem Among digagas oleh Ki Hajar Dewantara, merupakan sistem sistem pendidikan pendidikan yang yang dilaksanakan dilaksanakan dengan dengan memberikan memberikan kebebasan kebebasan kepada kepada peserta peserta merupakan didik untuk bertindak leluasa asalkan sesuai dengan aturan, termasuk Quran dan Hadis. Sehingga, didik untuk bertindak leluasa asalkan sesuai dengan aturan, termasuk Quran dan Hadis. Sehingga, sistem ini ini dapat dapat menumbuhkembangkan menumbuhkembangkan rasa rasa percaya percaya diri, diri, aspirasi, aspirasi, dan dan aktivitas aktivitas peserta peserta didik. didik. sistem Sistem Among Among terdiri terdiri dari dari tiga tiga prinsip, prinsip, yaitu: yaitu: nontoni nontoni (melihat), (melihat), niteni niteni (mengingat), (mengingat), dan dan nirokaken nirokaken Sistem (meniru). Sistem among bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi manusia beriman dan (meniru). Sistem among bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka lahir batin, berbudi luhur, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan bertaqwa, merdeka lahir batin, berbudi luhur, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohani agar agar menjadi menjadi anggota anggota masyarakat masyarakat yang yang baik, baik, bertanggung bertanggung jawab jawab atas atas agama agama dan dan tanah tanah air. air. rohani Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana desain pembelajaran pendidikan agama Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana desain pembelajaran pendidikan agama Islam dengan dengan Sistem Sistem Among. Among. Tiga Tiga prinsip prinsip dasar dasar sistem sistem among among menuntut menuntut peran peran aktif aktif dan dan apresiatif apresiatif Islam guru PAI. PAI. Sistem Sistem ini ini diharapkan diharapkan melahirkan melahirkan pribadi pribadi muslim muslim yang yang unggul, unggul, kompeten kompeten serta serta mampu mampu guru mengaktualisasikan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin. mengaktualisasikan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin.

Kata Kunci: Kunci: Desain Desain Pembelajaran, Pembelajaran, Islam, Islam, Pendidikan Pendidikan Agama Agama Islam, Islam, Sistem Sistem Among Among Kata

A. INTRODUCTION INTRODUCTION A. Today, the Islamic Islamic education education learning learning design design tends tends teacher-centered teacher-centered so so the the end end Today, the result only transfer of knowledge. Whereas in Indonesia, learning design embraces two result only transfer of knowledge. Whereas in Indonesia, learning design embraces two curriculum (KTSP (KTSP and and Kurikulum Kurikulum 2013) 2013) are are demanding demanding student-centered student-centered learning. learning. curriculum Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

105

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

According Mahfudin (2013: 154), KTSP was developed based on the Law of National Education System Number 20 Year 2003 (UU Sisdiknas 2013) with the following principles: 1) centered on the needs and interests of students; 2) varied and integrated; 3) responsive to development of science and technology; 4) relevant with needs of life; 5) comprehensive and continuous; 6) lifelong learning (life long education); 7) balance between national interests and regional interests. So in Kurikulum 2013, learning more emphasis on involvement of student to grow their potential (Mayasari, 2014: 13). from two curriculum, it seems that learning requires active role in students. So that teachers act as facilitators in the learning process leads students to active for achieve the learning objectives, including the Islamic education learning in high school. Islamic Education as a coaching lesson for religious and morality aspect are expected to produce muslims generation who were cognitively intelligent, moral, and social (Syahidin, 2014: 12). In reality, Learning of Islamic Education in high school is not made to increase cognitively knowledge be meaning and value. Islamic education rated not educate comprehensively, providing all aspects of competency in a balanced way, but tends to teach and make up ability in memorize and complete the exams only (Abduh, 2015). Students lacking or not able to sense, appreciate and apply the moral values taught in schools (Putra & Lisnawati, 2012: 11). Buchori (1992) adds failure of Islamic education learning is caused educational practice were attentive to cognitive aspects of religious values and ignore to coaching aspect of affective and conative-volitive, such as the willingness and determination to practice the values of religious teaching. These conditions make a gap between knowledge and practice. This fact was agreed by Basuni (2004) that Islamic education tends to emphasize the cognitive aspect (thinking) rather than affective (taste) and psychomotor (behavior). So, studying as a process of Islamic education did not attract for students, this is caused by the various components in the Islamic education learning itself. From various highlights which presented by experts of education, looks problematic in Islamic Education learning lies on the question is how Islamic education learning design is not limited to the aspects of knowledge but able to provide inspiration and practice (Choiri & Fitriani, 2011: 310). It is caused the success educating students in learning of Islamic education isn’t only measured in the value with numerical symbol, but success of transforming the Islamic and moral values to their students. Here, exemplary and morality of teacher will largely determine the success of learning of Islamic education (Sahniar, 2016). Teacher as a figure who respected and emulated should provide exemplary students. It has long been suggested by the great thinkers of education in Indonesia, Ki Hajar Dewantara through model of Sistem Among. Concept of the model include a principle that students is seen as subject who have an important position; students have freedom in accordance with the nature; there should be no compulsion in the learning process; learning occurs in a pleasant conditions; teacher should appreciate anything of students; and learning is meant to instill good character (Subandiyah, 2012: 3). The principles of Sistem Among can be applied to designing Islamic education learning in global era. Aligned with one of Strategic Plan from Ministry of Education and Culture (Kemendikbud) on the Plan of National Long-Term Development (RPJPN) 20052025 about “Identity and National Character". Strengthening identity and national character through Sistem Among in Islamic education learning is expected to support nawacita of Jokowi-Jusuf Kalla who want to revolutionize the national character, strengthen diversity and strengthen social restoration in Indonesia (Kemendikbud, 2015). Sistem Among consider any activities should be done by students. Islamic education learning process with Sistem Among is designed to adjust the students through 106

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON ... — [Bayu Iqbal Anshari dkk.]

nontoni (observe), niteni (memorize, recall), and nirokaken (imitate). Through three stages are expected of Islamic education may bring unpleasant impression for students. In addition, the development of self-confidence, aspirations, and activities of students expected to bring character as a human being faithful and devoted, independent inner and outer, virtuous, intelligent and skilled, as well as physically and mentally healthy in order to become a member of the good citizenship, responsible of religion, and the welfare of the homeland. So expectations of Islamic education in giving birth muslims generation are superior, competent and able to actualize the values of Islam rahmatan lil alamin. B. RESEARCH METHODS The study used a qualitative approach in the process of collecting and processing data. A qualitative approach is methodology to investigating the phenomenon of social and human problems. Bogdan & Taylor (in Moleong, 2008: 3) argue that qualitative approach is a procedure who produces descriptive data in the form of words written or spoken of phenomena observed. So, excavation efforts in the application of the Sistem Among on Islamic education learning in high schools assessed with the help of the literature such as books and journals, research reports, and other relevant literature. The purpose of writing to be discussed is exposure of the Islamic education learning design with Sistem Among. Analysis methods with literature reviews. it can be conducted by investigating all data obtained from documents, records, files, and other things that have been documented and proven reliability. One of the advantages of this method is easy to replace reference because the data source are fixed. To making documentations guide are containing guidelines outlines the data helped facilitate with assessment framework to applied in paper (Djauhary, 2013). To support the above statement, research was conducted in SMA Negeri 1 Babakan and SMK Negeri 12 Bandung. After observing the implementation of the Islamic education learning in the classroom and interviews with Islamic education teachers, some things were found: (1) teacher is not able to develop a lesson plan (RPP) PAI, especially for young teachers; (2) teacher is not able to choose compatible learning materials; (3) teacher tend to use monotone technique (exp. discourse); (4) teacher rely on textbooks from government as the main teaching materials; (5) the teacher is not able to create innovations with a variety of media, (6) assessment is carried out only to measure students cognitive aspects. (7) lowness Islamic literacy, so required extra energy for teaching (especially in reading and understanding the Quran), (8) habituation of Islamic behavior is still low. C. LITERATURE REVIEW 1. Sistem Among The term among is derived from the Javanese word meaning ‘care’, momong means 'nurturing' and pamong means 'nanny' (Kamus Besar Bahasa Jawa, 2002). The word momong, among, and ngemong has the same meaning that is ‘care’, ‘nurturing’, and ‘nanny’. Sistem Among is one of the educational model in Tamansiswa proposed by Ki Hajar Dewantara since 1922. However, people are more familiar with the term tut wuri handayani. In Great Regulations and Charter of Tamansiswa Chapter IV on 12th article, Sistem Among as a educational model is founded on the foundations of kinship, based on: 1) nature (as a prerequisite for achieving progress in fast and good); and 2) freedom (as a prerequisite for changing and moving inner strength till childs have strong personality and be able to think and act independently). In management, Sistem Among as known as paguron meaning school (Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, 1989: 31). Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

107

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

Spirit of brotherhood in Sistem Among is implemented based on love to others, respect and appreciate values of diversity, mutual help, democracy, and as a mean to build unity. Based on the values of freedom and nature, Sistem Among gives freedom to students for develop themselve accordance with their character (Hadiwijoyo, et al., 2005: 15). Sistem Among placing students as the most important aspect in the learning process. Ki Hajar Dewantara refer students as a manifestation that should be appreciated (Subandiyah, 2015: 276). it forbids any coercion in the learning process, although the main objective practicing self-discipline. Because compulsion potentially eliminating the spirit of freedom in education. The basic purpose of Sistem Among to familiarize good manners to students; build a harmonious communication between teachers and students in creating a leader figure (ngemong) (Suwignyo, 2009: 8-9). Teachers are expected to encourage motivation and initiative of students when together (ing madya mangun karsa), and teachers able to be a role model, mentor, and an example in front of students (ing ngarsa sung tuladha) (Surjomihardjo, 1986 in Suwignyo, 2009: 3). It learning process requires teachers to expert in material and skills for students through nontoni, niteni, and nirokaken (observe, remember/recall, and imitate). 2.

Islamic Education Islamic education is an attempt to create and nurture the students to understand many doctrines of Islam as a whole and goal of live, which in turn can practice and make Islam as way of life (Zakiyah Darajdat (in Majid & Andayani, 2004: 13). Whereas Joseph Tayar (in Majid & Andayani, 2004: 13) defines Islamic education as a conscious effort the older generation to transfer of experiences, knowledges, competences, and skills to the younger generation to become a person fear Allah. Arifin (1991: 13) also said that Islamic education is the educational system that can give a person's ability to lead his life in accordance with the Islamic visions, because values of Islam have been animating and coloring shades of his personality (Gafar & Jamil, 2003: 37). So, it can be seen that delivering of Islamic education by teacher and reception by students are corelated think among teacher and students to believing in existence of the doctrines then to understood, internalized and then practiced or applied, but there also are demands to respect beliefs of others. If look at the purpose of Islamic education accordance with the goal of human life itself, which is reflected in the words of Allah on Surah Az-Zariyat: 56.

� �ْ �� �� �‫�� �م‬ �� ��� �‫س �� �ا ل�ي� ْعب‬ � ‫�� ْن‬ � ْ �� ‫ت ْ�ل �� �ن‬

“And I did not create the jinn and mankind except to worship Me” (Q.S Az-Zariat: 56).

Therefore the purpose of Islamic education should be directed to the achievement of final goal, which is to form a human being who always worship to Allah in all aspects on his life (Joseph & Anwar, 1992: 11). Whereas Islamic education in high school level aims to increase confidence, comprehension, appreciation and practice of students about Islam to be human who is faithful and devoted to Allah SWT, and certain noble in personal life, society, nation and state, as well as for continuing education at higher level (Assyidiq, 2015: 16). D. RESULTS The study focuses on the urgency of Islamic education in high school level, because in this level on human development is referred to as mid-adolescence with range 15-18 108

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON ... — [Bayu Iqbal Anshari dkk.]

years (Rumini & Sundari, 2004: 53). Teens already behave to get psychological satisfaction and seek identity (Hariyanto, 2011). Related with that, Islamic education learning in high school is expected to provide assistance and strengthen character to forming ideal Muslims personality through selection learning design based on exemplary, such as Sistem Among. As an educational model, Sistem Among describes the steps (syntax) are used by teacher in educating students from the beginning to the end of learning. Syntax serves to outline the model or the phase of learning about how education is run (Joyce & Weil, 1992: 16). The education model is the philosophical basis of any overall approach and beliefs about learning, instruction, and content (Bussinger, 2011). Syntax of Islamic education model with Sistem Among include nontoni, niteni, and nirokaken. The meaning of nontoni is seeing or observing is modeled by teacher through modeling in front of students. From observing activity, students trying to niteni (memorize, recall to understand). After they understand, students try to nirokaken or imitate (teacher make self as a model to observed) (Subandiyah, 2015: 275). Should be noted that imitations activity does not mean that students have a passive attitude because they just do imitations. In this case, imitate is giving an understanding of the model or example shown previously. then, students create something (innovation) in accordance with their creativity. Each student has freedom to do things according for their nature and talent, as long as the accordance rules of the Quran, the Hadith, rules of school and the learning objectives are contained in Plan of Goals Learning (RPP PAI). In honing creativity in students, coercion avoided, which allowed just punishment when students make mistakes. So, collective agreement between teacher and students on Islamic education learning is indispensable. Wherease student activities, whatever they do should be appreciated by teacher, even teacher should not be oppose to hard, just do recalling only. With this principle, at the same time, students are expected to learn be respect others, including other people's opinions, either verbally or in writing. Here is table 1 that presented description of the Islamic learning design with Sistem Among. Table 1. Syntax Sample to Apply Sistem Among on Islamic Education Learning Syntax Student Activities Teacher Activities Students see (in the sense of Preparing itself as a model for observing) an example or the students and at the same model of the observations time prepare the other made by the teacher, and not materials (according to only through the sense of sight Nontoni (Observe) destination), for example, but also through hearing, pictures/ movies, literatures, including a feeling of including behavior in front of involvement on observing the students. model ● Students memorize/ recall model or example. For ● Provide opportunities for example, with a note to students to find all understand the necessary information to characteristics of the understand the model were Niteni (Memorize/ Recall) model. Notes obtained observed. from nontoni, or just rely ● Provide opportunities for on memory skills of students to discuss who students. gets. ● Students discuss the Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

109

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

results of observations teachers. ● Students give input.

Nirokaken (Imitate)

their with

● Students imitate an bserved object. ● Students are free to move accordance with the talent and knowledge without any coercion, but should obey the rules.

● Provide greater opportunities for students to move accordance with their talents and knowledge. ● Provide guidance to students and remind if the students are wrong. ● Appreciate works produced by students.

Based on the table 1 can be explained that Sistem Among make teacher to inculcate Islamic values (akhlakul karimah) for students as easily. for illustration, the Sistem Among model will be applied to the Islamic education in odd semester of 11th grade on basic competencies "Tolerance and Harmony". In applying nontoni (observing), during the learning, teacher asking student conditions (including the background), it is important when first time the teacher teaching in the classroom (for example, when the new school year). After knowing some students have different religious background, teacher gives students a choice to stay or not during PAI learning and teacher must respect the decision. Knowing there are different students, teacher should be able to appreciate the different students by keeping the oral and actions so as not to hurt their feelings.The teacher gives an example of diversity led to harmony. so, social competence and literacy of teacher play a dominant role in generating exemplary figure for students. Students see the model, then niteni (understanding) the importance of promoting tolerance and harmony among human beings. Both of these processes can’t be separated from the process of imitating (nirokaken). Students are free to act in maintaining harmony accordance with their creativity, without removing the concept and rules regarding tolerance and harmony in Islam. Thus, in application of Sistem Among, pattern of teacher-centered learning can reduce. At the same time demanding teacher creativity in presenting a good model for students and the model is able to be imitated by students. Based on the illustration, teacher can also learn how the meaning of "freedom" is not always a negative impact on the lives of students. Students forged to know their rights and duties in religion and environment. Sistem Among with the three principles can create pattern of communication between teacher and students harmonious. Islamic education teachers are not only open to giving love, but understand how their role in the Islamic application in daily life of students (Al-Hamd & Hamd, 2011). E. DISCUSSION In the process to building character of Indonesian Muslims generation which high competitiveness needs to be supported by the involvement of all stakeholders in the educational ecosystem. As subjects on internalizing values of Islam, Islamic education in Indonesia has a major role to grow the Islamic skills. It is what distinguishes the function and purpose of Islamic education in Indonesia with other countries in the Middle East, Europe and America (Fathoni, 2015). Amin (2015) explains in European and America countries, Islamic education only as an instrument to creating social cohesion. Whereas in the countries of the Middle East, 110

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON ... — [Bayu Iqbal Anshari dkk.]

Islamic education to form a virtuous man. In Indonesia, Islamic education has the goal of Islamictoeducation to formbeings a virtuous man. In Indonesia, Islamic education has (create the goalthe of both, create human knowledgeable and foster social cohesion both, to of create beings and knowledgeable and foster socialoncohesion the balanced life human in the society) form a virtuous personality spiritual (create and moral balanced of life in the society) and form a virtuous personality on spiritual and moral (Haedari in Fathoni, 2015). In effort to realize this goal, teacher as one of the components (Haedari in Fathoni, 2015).needs In effort to realize thisdesign goal, teacher as exemplary one of the components in educational ecosystem to seek learning based on and able to in educational ecosystem needs to seek learning design based on exemplary andimprove able to accommodate the noble goal. Because an exemplary could build relationships, accommodate noblethe goal. Because an exemplary could build credibility, andthe increase influence (DePorter, in Naim, 2009: 35) relationships, improve credibility, and increase the influence (DePorter, in Naim, 2009: 35) Islam considers that the Sistem Among by Ki Hadjar Dewantara aligned or relevant Islam that the Sistem Among by Ki Dewantara aligned or relevant to concept of considers Islamic education in general, it can beHadjar seen from some bases aspect of Ki to concept of Islamic education in general, it can be seen from some bases aspect of Ki Hajar to implementing education (Wahyudi, 2013: 116). Three principles in Sistem Among Hajar to implementing education (Wahyudi, 2013: 116). Three principles in Sistem Among can be applied in Islamic education, because it implicitly has in common with the can be applied in Islamic education, becausea itgood implicitly in common with The the principles of learning in Islam which provide model has (Asyafah, 2012: 10). principles of learning in Islam which provide a good model (Asyafah, 2012: 10). The principle of nontoni in learning is also contained in Surah Al-Ahzab: 21 and Surah Al principle of nontoni in learning is also contained in Surah Al-Ahzab: 21 and Surah Al Mumtahanah: 4. Mumtahanah: 4.

� �� ‫ه� �� ْ�لي��ْ �� ْ�� �خ �� �� �� �ك‬ � ��‫ه� ��س �ْ� ح �ح �س���ح ل� �� ْن �ك��� ي��ْ و‬ � ��� ��‫ه� �ك��ي‬ � ‫ل��� ْ� �ك��� ل� �� ْم ف�ي ��س‬ � ْ � � � ‫ح‬ ْ ‫ح‬ � ْ � � � � ْ� ‫ه‬ � ‫ك‬ � � � ‫خ‬ �� � ‫ي‬ ‫�ل‬ � � �‫ي‬ � ‫ك‬ ‫ه‬ �� ‫و‬ ‫ي‬ ‫ك‬ ‫ن‬ � ‫ل‬ � � ‫س‬ ‫ح‬ �ْ ‫س‬ � ‫ه‬ ��� �ْ ���‫ل‬ ْ� ��� � � � � � � � � � � �‫ �ك��� ل� �� ْم ف‬for � Messenger � of Allah� an excellent � ‫ي ��س‬pattern “There has certainly� been � for you� in � the “There whose has certainly been forand youthe in Last the Day Messenger of Allah an excellent pattern for anyone hope is in Allah and [who] remembers Allah often.” (Q.S. anyone whose hope is in Allah and the Last Day and [who] remembers Allah often.” (Q.S. Al-Ahzab: 21) Al-Ahzab: 21)

� �� ْ ‫ق� ْ� �ك�ن‬ �‫ه‬ � �� ‫�ت �ل� � �� ْم ���س �ْ� ح ح �ح �س�� ح�ح ف�ي ��ب �ْ�� ��ي �م ��� �ل� ��ين� �م �عه� �� ْ ْ� �ق�� �ل��� ل� ����ْ �م �� ْم �� �ن�� ب ���آ �ء �م ْ ْ� � �� ْم �� �م ��� ت� ْعب� ����� �م ْن‬ ��‫�� �ه‬ ْ ْ � � � � ْ ‫� �مت� �� ْ ْ�م �م����ن���ب �ب��آ �ء‬ ‫ي� �م��ب �ْ�ْ�ل� �ع ���ي �م‬ ْ�ٰ �� �‫�ع�ه� �ء�����ب�ق���ل�� �حل‬ � � ‫ين� ْغ �م‬ � ���‫�ت ��ل ْم� ْم ���ب��س�� �ْ� ب� ْي�� �ح��� �س� ���ب� ْيف‬ ‫��� �م� ���حْ ْم �� ���� �م��� ��ا ت ق�ع�ْب�� �������ب � �مْ��ن ��ي� �م ���ب�ي �ه‬ ‫��� � ���ل �� �� ْ�لب‬ ‫ق� �ك ْ����ْ �كن���ن ب‬ � � � � � � ‫��� � �� ْ�لب� ْغ‬ � � � � � ‫�ق�ي�ْ �� �� ��ب �ْ�� ��ي �م ���ب�ي �ه‬ � ‫ك ��لب� ْيك��� �� ��ممن� ْ�ل �ع‬ � ����‫� �ك�����ْْس��ن�� ْغ�� ب� �� �� � ْ�م ل� ��ك�ب�� ���� �م�ب� ْي���� ْ�م‬ ���‫�� ��ب�ن ْب‬ ��� ‫ه�� ��م ْن �ش ْي �ء‬ �‫�ب��� �ء�� � �عب�� ْي��ك� ت��ح ��� ٰ �ك� ْ����ت ْ��� ���مل�� ْيك‬ � ‫��� �� ����ل� ْحْي ��ك��� ْ ْ�ل�� ��ا‬ � �‫ن‬and ��‫ �ء ���ب���� �ع‬in‫ش ْي‬ �‫�� �� �� ل‬when � ‫ه� �م ْن‬ � ��‫� �� ْم‬with �� ‫�ي‬ ‫�ل� ْيك� �ل‬for ��� ���you ‫ك� ��ن� ْب‬an ‫ ����ل� ْي‬excellent ����ْ ‫ ْيك� ت� �� �ك‬pattern ‫ل�ك� �م‬those ‫ك‬ ‫ك� �� �م‬him, ‫��� ْس�� ْغ‬ � �� been “There has already Abraham “There hastoalready been for you anwe excellent pattern in Abraham him, when they said their people, ‘Indeed, are disassociated from youand andthose fromwith whatever you they saidother to their are disassociated from and from whatever you worship thanpeople, Allah .‘Indeed, We havewedenied you, and there hasyou appeared between us and worship other than Allah . We have denied you, and there has appeared between us and you animosity and hatred forever until you believe in Allah alone’ except for the saying of you animosity hatred forever until believe infor Allah for[power the saying of Abraham to hisand father, ‘I will surely askyou forgiveness you,alone’ but I except have not to do] Abraham to his father, will surely forgiveness I have notto[power do] for you anything against‘I Allah . Our ask Lord, upon Youfor weyou, havebut relied, and You wetohave for you anything against Allah . Our Lord, upon You we have relied, and to You we have returned, and to You is the destination’.” (Q.S. Al-Mumtahanah: 4). returned, and to You is the destination’.” (Q.S. Al-Mumtahanah: 4). Whereas the principle of niteni also harmonious with the principles of education in Whereas the principle of niteni also harmonious with the principles of education in Islam. Niteni mentioned in Surah Al Jatsiyah: 13 and Surah Yunus: 101. Islam. Niteni mentioned in Surah Al Jatsiyah: 13 and Surah Yunus: 101.

� � �ْ ��‫� ْ�ل‬ ������� �ْ �‫ك ف�ي �ه ب�� � ْم �� �� ��ل��� ْب�� �غ�� �م ْن ف��ْ �� �ه ��ل� �ع�� �� ْم ت‬ � �� ْ����‫ه� � �ل� ��� �س �� �� ل� �� �م ْ ْ�لب��ْ �� ل‬ ْ ْ � � � � ْ � � � � � � � � ْ � ْ�‫ن ف‬is‫ �م‬in��the �� ‫�� �ه‬that ‫ل��� ْب��غ‬heavens �� �� �� ‫ �ه ب�� ْم‬and ‫�ك ف�ي‬all �‫� �ل‬ �� ْ���is�‫ �� ل‬onْ��‫ب‬the ‫� �م �ل‬earth. ‫ �س� �� ل‬It��is �������to�‫م ت‬you �‫ه‬ ْ ��‫ل �ع‬all � that � ‫ �ل‬all “And He has subjected haskindness subjected to you that isthere in theare heavens all athat is onwho the think earth.deeply.” It is all a“And favorHeand from Him.allIndeed signs inand it for people a favor and kindness (Q.S. Al-Jatsiyah: 13)from Him. Indeed there are signs in it for a people who think deeply.” (Q.S. Al-Jatsiyah: 13)

ْ �� � � �‫� ��� �م� ت� ْغ��ي ْ��ي‬ ‫ق� �ل � ْن‬ �����‫�� ���ل�� �� �� ع ْ�ن ق��ْ �� �ا ي ْ�� �م‬ � ��� � �� ‫������ �م� ��� ف�ي �ل �س‬ � � ْ�ْ���� � � � ْ ْ ْ � � � � � � ْ ْ � � ‫م‬ �� ‫ي‬ ‫ا‬ � ‫ق‬ ‫�ن‬ ‫ع‬ � � � ‫�ل‬ � �� ‫ي‬ �� ‫ي‬ � ‫غ‬ ‫ت‬ � ‫م‬ �� �� � � � �� � ‫س‬ � ‫�ل‬ ‫ي‬ ‫ف‬ � � � ‫م‬ ��� � � ‫ق� �ل � ْن‬ � ��� ْ� � � � � � � � � � � � warners “Say, ‘Observe what is in the heavens and earth.’ But� of� no avail will� be signs or “Say, ‘Observe in the heavens and earth.’ to a people who what do notis believe.” (Q.S. Yunus: 101)But of no avail will be signs or warners to a people who do not believe.” (Q.S. Yunus: 101) Then the principle of nirokaken as the last step of the Sistem Among accordance the principle of nirokaken as theoflast step of the Sistem Among inaccordance with theThen principle of encouraging the practice Islamic learning is contained Surah Al with the principle of encouraging the practice of Islamic learning is contained in Surah Al Saff verse 2-3 (Asyafah, 2012: 10). Saff verse 2-3 (Asyafah, 2012: 10).

� �� �ْ ‫ي�� ��ي���� �ل� ��ين� آ �م���� ل� �م ت����ل���� �م� ا ت� ْ� �ع����� (�) �كب ��� �م ْ��� �ع‬ (�( �����‫ه� �� ْ� ت����ل��� �م� ا ت� ْ� �ع‬ � �� �ْ ‫ي�� ��ي���� �ل� ��ين� آ �م���� ل� �م ت����ل���� �م� ا ت� ْ� �ع����� (�) �كب ��� �م ْ��� �ع‬ (�( �����‫ه� �� ْ� ت����ل��� �م� ا ت� ْ� �ع‬

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

111

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

“O “O you you who who have have believed, believed, why why do do you you say say what what you you do do not not do? do? Great Great is is hatred hatred in in the the sight of Allah that you say what you do not do.” (Q.S. Al Saff: 2-3) sight of Allah that you say what you do not do.” (Q.S. Al Saff: 2-3) When When view view closely, closely, there there is is aa meeting meeting point point between between Islamic Islamic education education and and Sistem Sistem Among. Among. Because Because learning learning model model with with Sistem Sistem Among Among means means the the Islamic Islamic education education learning learning can can be be carried carried out out openly, openly, lovingly, lovingly, freely freely accordance accordance with with the the rules rules (the (the Quran, Quran, Hadith, Hadith, school rules, and norms of decency), and protect students with coolness and comfort school rules, and norms of decency), and protect students with coolness and comfort of of mind mind in in harmony harmony with with the the principles principles of of education education in in Islam Islam which which create create aa virtuous virtuous and and noble noble human. human. Islamic Islamic education education learning learning based based on on Sistem Sistem Among Among require require active active participation participation and and appreciative from the teacher. Teacher expects to change the style of teaching be studentappreciative from the teacher. Teacher expects to change the style of teaching be studentcentered centered (students (students as as subjects subjects and and objects objects of of study), study), because because Sistem Sistem Among Among model model seeks seeks out the intimate communication between teacher and students. In addition, application out the intimate communication between teacher and students. In addition, application of of Sistem Sistem Among Among is is aa development development effort effort in in improving improving the the quality quality of of Islamic Islamic education education learning learning appropriate appropriate for for the the Indonesian Indonesian context. context. Thus, Thus, this this model model is is expected expected to to build build muslim are superior, competent, and able to actualize values of Islam rahmatan lil Alamin muslim are superior, competent, and able to actualize values of Islam rahmatan lil Alamin without without forgetting forgetting cultures cultures of of the the homeland. homeland. F. F. CONCLUSION CONCLUSION Islamic Islamic education education learning learning requires requires an an innovation innovation on on delivery delivery to to students. students. As As the the system was initiated by the father of education in Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Sistem system was initiated by the father of education in Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Sistem Among Among has has been been adapted adapted to to the the socio-cultural socio-cultural conditions conditions of of Indonesia. Indonesia. The The principles principles of of Sistem Among are nontoni (observe), niteni (memorize/recall), and nirokaken Sistem Among are nontoni (observe), niteni (memorize/recall), and nirokaken (imitate). (imitate). These These principles principles can can improve improve the the dignity dignity of of Islamic Islamic education education in in our our country. country. Sistem Sistem Among not only serve as a means of character development, but also improve Among not only serve as a means of character development, but also improve the the quality quality of of education, including Islamic education in Indonesia, and efforts to achieve Islamic education, including Islamic education in Indonesia, and efforts to achieve Islamic education education learning learning model model appropriate appropriate to to Indonesian Indonesian Context Context and and concept concept of of "think "think globally globally act locally". In addition, Sistem Among in islamic education able to create act locally". In addition, Sistem Among in islamic education able to create patterns patterns of of student-centered learning and make students excited to receiving Islamic education in high student-centered learning and make students excited to receiving Islamic education in high school. school. Thus, Thus, Indonesia Indonesia hopes hopes to to give give birth birth Muslims Muslims generation generation are are superior, superior, competent competent and able to actualize the values of Islam rahmatan lil alamin able to be realized. and able to actualize the values of Islam rahmatan lil alamin able to be realized. This This study study is is expected expected to to provide provide inspiration inspiration for for the the development development of of further further educational studies, particularly in the innovation development of Islamic education educational studies, particularly in the innovation development of Islamic education learning learning model model is is patterned patterned Indonesian. Indonesian. The The emphasis emphasis on on the the importance importance of of an an exemplary exemplary teacher figure and giving love to students in application of Islamic values in teacher figure and giving love to students in application of Islamic values in their their life. life. Likewise, Likewise, students students not not only only become become the the object object of of life, life, but but also also as as aa subject subject that that is is able able to to reach reach their their goal goal by by maintaining maintaining and and developing developing the the Islamic Islamic and and social social values values in in society. society. ACKNOWLEDGEMENT ACKNOWLEDGEMENT Thanks Thanks to to our our lecturers lecturers in in UPI UPI and and UIN UIN SGD, SGD, Islamic Islamic education education teachers teachers in in SMAN SMAN 11 Babakan (Mr. Farid & Mr. Zezen) and SMKN 12 Bandung (Mrs. Titin Rohayatin), Babakan (Mr. Farid & Mr. Zezen) and SMKN 12 Bandung (Mrs. Titin Rohayatin), and and Millary Agung Widiawaty. Millary Agung Widiawaty. REFERENCES REFERENCES Al-Hamd, Al-Hamd, M. M. & & Hamd, Hamd, H.R. H.R. (2011). (2011). Koreksi Koreksi Kesalahan Kesalahan Mendidik Mendidik Anak Anak (M. (M. Muhtadi, Muhtadi, Trans.). Solo: Nabawi Publishing. Trans.). Solo: Nabawi Publishing. Amin, Amin, K. K. (2015). (2015). “Siaran “Siaran Pers Pers mengenai mengenai Perhelatan Perhelatan Pentas Pentas PAI PAI Nasional Nasional VII VII 2015”. 2015”. Opening Ceremony Speech on Pentas PAI VII. Jakarta: Tidak Diterbitkan. Opening Ceremony Speech on Pentas PAI VII. Jakarta: Tidak Diterbitkan. Arifin, Arifin, H. H. M. M. (1991). (1991). Ilmu Ilmu Pendidikan Pendidikan Islam. Islam. Jakarta: Jakarta: Bumi Bumi Aksara. Aksara. 112

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON ... — [Bayu Iqbal Anshari dkk.]

Assyidiq, U. A. (2015). Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Mojo Kediri. Unpublished Undergraduate Thesis FKIP IAIN Tulungagung. Asyafah, A. (2012). Handout SPAI: Pendidikan Islam. Retrieved August 6th, 2016, from Direktori UPI. Basuni, M. M. (2004). “Pendidikan Agama Belum Capai Tujuan”, Tempo Magazine, November 24th, 2004. Buchori, M. (1992). “Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Umum,” Paper on Islamic National Seminar at IKIP Malang, February 24th, 1992. Bussinger, A. (2011). Defining Education: Models and Methods. Retrieved August 16th, 2016, from http://naturalfamilytoday.com/education/defining-education-modelsand-methods/ Choiri, M. M. & Fitriani, A. (2011). “Problematika Pendidikan Islam sebagai Sub Sistem Pendidikan Nasional di Era Global”. Al-Tahrir Journal. Vol.11, No. 2. 308-313. Departemen Agama RI. (2012). Al Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Penerbit Al Kahfi. Djauhary, T. 2013. Problematika Pendidikan Keluarga dan Sekolah dalam Mencerdaskan 2016., from Anak Didik. Retrieved Juli 29th, http://lektur.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=38&It emid=61 Fathoni, A. (2015). Perbedaan Tujuan Pendidikan Agama di Indonesia dengan Negara 2016, from Lain. Retrieved August 10th, http://www.nu.or.id/post/read/61531/perbedaan-tujuan-pendidikan-agama-diindonesia-dengan-negara-lain Gafar, I. A & Jamil, M. (2003). Reformulasi Rancangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo. Hadiwijoyo, S. et al. (2005). Pendidikan Ketamansiswaan Jilid 1, 2, 3. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. Hariyanto, 2011. Perkembangan Psikologis Remaja. Retrieved August 14th, 2016, from http://belajarpsikologi.com/perkembangan-psikologis-remaja/ Joyce, B. & Weil, M. (1992). Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon, Pearson Education Inc. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Rencana Strategis Kementerian dan Kebudayaan 2015-2019. Jakarta: Kemendikbud. Mahfudin, H. A. (2013). “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Menengah Atas (SMA)”. Allemania Jounal. Vol. 2, No. 2 January 2013. 152-158. Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. (1989). Peringatan Seratus Tahun Ki Hadjar Dewantara: Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya. Yogyakarta: MLPT. Majid, A. & Andayani, D. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mangunsuwito, S. A. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Bandung: Yrama Widya. Mayasari, N. C. (2014). Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Ekonomi pada SMA Negeri di Kabupaten Sleman. Unpublished Undergraduated Thesis, FE UNY, Yogyakarta. Moleong, L. J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Naim, N. (2009). Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rumini, S. & Sundari, S. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Saheeh International. (2004). The Quran with English Meanings. Jeddah: al Muntada al Islami. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

113

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

Sahniar. (2016). Urgensi Keteladanan Seorang Guru kepada Muridnya. Retrieved Juli 29th, 2016, from http://www.pontianakpost.com/urgensi-keteladanan-seorang-gurukepada-muridnya Subandiyah, H. (2012). Rekonstruksi Pendidikan (Kumpulan Pemikiran tentang Perlunya Merekonstruksi Pendidikan di Indonesia). Surabaya: Unesa University Press. Subandiyah, H. (2015). “The Instructional Design Of Literary Appreciation Based on the Concepts of Sistem Among”. Paper on International Seminar of Literation Power and Creative Industry. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Suwignyo, H. (2009). Manifestasi Tindak Tutur Pembelajaran Among dalam Wacana Kelas. Unpublished Doctoral Disertation, PPS Universitas Negeri Malang. Syahidin. (2014). Pendidikan Agama Islam Kontemporer. Bandung: Yayasan Masyarakat Indonesia Baru IKAPI. Wahyudi, I. (2013). Konsep Pendidikan Humanistik Ki Hadjar Dewantara dalam Perspektif Pendidikan Islam. Undergraduate Thesis, IAIN Walisongo Semarang. Yusuf, T & Anwar, S. (1992). Metodelogi & Pengajaran Agama & Bahasa Arab. Jakarta: Raja Grafindo.

114

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TRANSFER OF KNOWLEDGE IN ISLAM (A Study of Labib Al-Sa‛īd’s Efforts in Preserving the Qur’ān) Cucu Surahman Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT This paper scrutinizes Labib al-Sa‘id’s efforts in preserving the Qur’an. By investigating Sa‘id’s roles, we will understand Muslim scholars’ effort in transferring knowledge in Islam (especially in preserving the Qur’an), since the Companions’ era up to now. Based on analyses to Sa‘id’s work, I conclude that in Islam, knowledge (the Qur’an) was transmitted through both oral and written transmission. In addition to the written transmission, oral tradition played an important role in transmitting knowledge (the Qur’ān). In traditional Islam, memorizing the Qur’an is synonymous with learning it. Besides, Muslim scholars have benefited from novel inventions (technology) and used them in transferring Islamic knowledge (in Labib al-Sa‘id’s case is the using of recorder in recording ten Readings of the Qur’ān). Keywords: Preserving the Qur’ān, transfer of knowledge, oral and written tradition.

ABSTRAK Tulisan ini mengkaji usaha Labib al-Sa‘id dalam menjaga al-Qur’an. Dengan melakukan penyelidikan terhadap peran Labib al-Sa‘id ini, kita akan memahami usaha para sarjana Muslim dalam mentransfer pengetahuan dalam Islam (terutama dalam menjaga al-Qur’an), mulai dari zaman para sahabat sampai saat ini. Berdasarkan analisa terhadap karya Labib al-Sa‘id, saya berkesimpulan bahwa dalam Islam, pengetahuan (al-Qur’an) ditransmisikan baik melalui cara lisan maupun tulisan. Selain dari transmisi secara tertulis, tradisi lisan berperan sangat penting dalam mentransmisi pengetahuan (dalam hal ini, al-Qur’an). Dalam tradisi Islam, menghafal al-Qur’an sama artinya dengan mempelajarinya. Di samping itu, sarjana-sarjana Muslim memanfaatkan penemuan-penemuan baru (teknologi) dan menggunakannya dalam mentransfer pengetahuan (dalam kasus Labib al-Sa‘id adalah penggunaan mesin perekam dalam merekam sepuluh ragam bacaan al-Qur’an). Kata Kunci: Menjaga al-Qur’an, transfer pengetahuan, tradisi lisan dan tulisan.

A. INTRODUCTION Muslims believe that their Holy book, the Qur’ān, has been being preserved by żod since it was revealed till to the youngest day (The Qur’an, 15: 9). Yet they also hold that żod’s preservation of the Qur’ān comes to manifest in human’s idea and action. Based on this stance, Muslim scholars throughout history have been taking role in maintaining the Qur’ān. This enterprise is considered as an obligation and responsibility. Besides, by doing so they also believe that they would gain a great reward from God. Historically speaking, the Qur’ān which is printed by media press and bounded between two covers as found today is resulted from long nurture of human activities. When the Prophet Mu�ammad passed away, the Qur’ān remained in scattered forms of leather, parchment, scapulae (shoulder bones of animals) and the stalks of date palms (Al-Suyuthi, 1318 AH: 58). It was not compiled yet because the revelation was on going process till to the last day of the Prophet. The collection and codification of Qur’ānic verses was first Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

115

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 115 – 120

held in the reign of Caliph Ab� �akr and then for the second time in the era of Caliph ‘Uthmān b. ‘Affān. To maintain the Qur’ān, Muslim scholars have regulated complicated rules in handling and reciting the Qur’ān (Nawawi, 1996, Denny, 1989: 17-18) have published and standardized the Qur’ān (Morgan, 210: 33) and even recorded it (Sa’id, 1987). Related to the efforts of Muslims in preserving the Qur’ān, either its text or its recitation, varied ceremonies, festivals, and competitions have been being held until today. This paper will scrutinize Labib al-Sa‘id’s efforts in preserving the Qur’ān, both its text and recitation. Żor the first time, he also initiated to record ten Readings of the Qur’ān. By investigating al-Sa‘id’s roles, we can understand the attitudes of Muslims (Islamic scholars) in transferring knowledge in Islam, since the Companions’ era up to date. By doing so, we can also understand how Muslim scholars benefited from novel inventions and used them on behalf of Islam (in Labib al-Sa‘id’s case is the using of recorder in recording ten Readings of the Qur’ān). B. METHODOLOGY This research is qualitative research which is based on library research. The data are gained from books, journal articles, articles, and so on. Sa’id’s book, The Recited Book is the main source, while the others are secondary sources. In this research I analyzed Sa’id’s Book and then identified and described Sa’id’s effort in preserving the Qur’an. C. RESULT AND DISCUSSION 1. Labib al-Sa‘id’s al-Muṣḥaf al-Murattal (the Recited Qur’an) Labib al-Sa‘id is an Egyptian scholar and also a muqri. Little known about his life, yet from his own book, al-�u��a� al-Murattal (Rauf and Berger, 1975), he was president of the administrative board of the General Association for the Preservation of the żlorious Qur’ān (al-Jam‘iya al-‘Ᾱmma li al-�u�a�a�āt ‘alā al-Qur’ān al-Karīm) of Egypt. He was the first one who initiated to record the Qur’ān in its entirety. Żurthermore, he intended to record not only �af� Reading, the popular Reading in Egypt at that time, but also extended it to the seven mutawattir and three mashhur Readings. His idea was a respond to some challenges related to the Qur’ān at his time. As a scholar, he felt worry to some problems such as the scarcely of the Qur’ān readers, the contamination of modern music to the Qur’ānic recitation, and some attacks coming from the Outsiders. In the 1950s, Labib al-Sa‘id (under the auspice of the Ministry of Religious Endowments) began to record the eighty ways (turuq) of recitations of the Qur’ān (Żisher and Abedi, 1990: 108). Although many Egyptian Muslims preferred to �af� Reading as the only acceptable one, he steadfastly sought to record, document, and preserve all the authoritative Readings. The result of the recording process was broadcasted by a special radio station, Idā’at al-Qur’ān al-Karīm. This effort was aimed partly at counteract the attempts of ones who wanted to damage the Qur’ān (Nelson, 2001: 142). Labib Sa‘id’s Idea in Preserving the Qur’ān Labib al-Sa‘id’s idea about the Qur’ān is totalistic. He believes that what he did in nurturing the Qur’ān is a historical responsibility as a Muslim in maintaining his religion. This effort is regarded as a continuous process of preservation from the early Islam to nowadays. As a Muslim he also believes that this effort is a lofty endeavor before God and he holds that it would be rewarded (Sa’id: 25-27). 2.

116

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TRANSFER OF KNOWLEDGE IN ISLAM: A STUDY OF LABIB ... — [Cucu Surahman]

What Labib al-Sa‘id did according to him is similar to what the Companions, especially Ab� �akr and ‘Uthmān, did. He saw that many murqis (the Qur’ān readers) passed away and many of them have no successors. He thought that this phenomenon was terrifying. Their death means that their expertise, particularly in Qur’ānic recitations, was dying as well. This problem was getting worse with the fact that many institutions, including al-Azhār University, which previously regulated a strict requirement of admission, have no longer put the memorizing of the whole Qur’ān as prerequisite (Sa’id: 83-85). It means that there was a decline in term of producing the Qur’ān reader. Labib al-Sa‘id thought that it was danger. In addition, al-Sa‘id saw that there was a more dangerous challenge at that time. He found that there was an evidence of efforts of the Outsiders to damage the Qur’ān. They produced and disseminated a version of the Qur’ān within it contains some errors and mistakes in some places (Sa’id: 472). He also found some Orientalists who— according to him—attacked the validity and legitimacy of the Qur’ān. In his book, al����af�al-Murattal, he has dealt with them due to countering attack and falsifying their ideas. Labib al-Sa‘id’s ideas and projects are related to the three aspects: preservation (�if�), inculcation (ta‘līm), and protection (difā‘). They are: (a). preserving the Qur’ān from damage, changes, and lost, both in term of its text and recitation; (b). inculcating it to the younger generation, meaning producing more the Qur’ān readers; and (c). protecting it from Outsiders’ attack trying to change the content of the Qur’ān or making some doubts pertinent to its originality and legitimacy. Written and Oral Transmission of the Qur’ān Labib al-Sa‘id holds that the Qur’ān was transmitted through both oral and written transmission. He believes that the compiler of the Qur’ān has established the authentic text of the Qur’ān on the basis of a dual witness, i.e. on the basis of both written material and the oral tradition. Although Muslims emphasized more on the oral tradition, it should not be supposed that written text had been amended (Sa’id: 60). AlSa‘id argues that the Qur’ān was transmitted primarily based on materials which had been written down in the Prophet’s era (Sa’id: 25-27). He says that the Qur’ān was written down by the scribes immediately after it was revealed. It was written down in some materials such as thin flat stone, leafless palm branches, shoulder bones of the camels or ship, pieces of hide, parts of camel saddles, and pieces of tanned leather (Sa’id: 38-39). He says that there is evidence where the Prophet himself gathered the s�ras and indicated its order to his Companions. He holds that it is extremely remote that the Qur’ān was compiled with erroneous possibilities for it was compiled by a number of Companions who had known the Qur’ān and had memorized it in the presence of the Prophet. This stance is also based on belief in the integrity and loyalty of the Companions to the Qur’ān. Their devotion and faithfully to the letter of the Qur’ān have never been questioned (Sa’id: 21). According to him, the compilation of the Qur’ān was undertaken based on strict principles, both in Ab� �akr and ‘Uthmān reign. In the codification of Ab� �akr, the materials were gathered with such requirements as: it must have been originally written down in the presence of the Prophet; the acceptance was not only based on memory, but also on writing; there must be witnessed by at least two persons testifying that the Prophet had recited it; and the verse was not abrogated by the Prophet (Sa’id: 44). While in the period of ‘Uthmān, the codification was held under some principles, such 3.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

117

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 115 – 120

as: using Ab� �akr’s recension as the basis; wider range of material was considered; emphasizing on the dialect of Quraysh; for collective enterprise purpose, everybody who possessed a portion of the Qur’ān should not be passed over; any doubt was dispelled by consulting it to persons who knew and learned it from the Prophet; and the process of codification was supervised directly by ‘Uthmān himself (Sa’id: 71-73). Up to this point, we could say that Labib al-Sa‘id emphasized so much on Islamic tradition. His belief and background influenced so deep to his ideas in guarding the validity and the legitimacy of the Qur’ān. As a traditionalist, his beliefs in żod, in the Prophet, in the preserved Qur’ān, and in the trustworthiness of the Companions are put before the other arguments. Therefore this inevitably resulted in different conclusion compared to his counterparts. This point of departure is also clearly seen in his stance pertinent to the orthography of the Qur’ān. He believe that żod preserves the Qur’ān in details, no innovation in its orthography, modification and updating of the Qur’ānic script to make it more readable inconsistent with the role of oral tradition of Qur’ānic recitation and other related sciences, modern edition of ‘Uthmānic text was supplied with vocalization to minimize difficulties. He says that the uniqueness of ‘Uthmānic text sometimes could be rationalized, it philologically gives some advantages, the written forms of the words is not necessary to reflect exactly the pronunciation of the words, it bring the reader to learn the Qur’ān not only from the written text, but also from the teacher (Qur’ān reader) who can teach how to recite the written text correctly (oral tradition) (Sa’id: 7173). In Labib al-Sa‘id’s view, oral tradition played an important role in transmitting the Qur’ān. Muslim even more emphasized on it than on the written one. Labib says that besides its written transmission, the Qur’ān was transmitted from generation to generation by word of mouth (oral tradition). He says that this oral transmission was quite independent from its written one (Sa’id: 132, Schoeler: 81, and Rafi‘i: 247). The independence of the Qur’ānic recitation as oral tradition could be seen from the attitude of Muslim scholars who have disallowed any reliance upon the written text alone in learning the Qur’ān to avoid WD‫ۊ܈‬ƯI(misreading the words) (Sa’id: 132, Zwettler: 14). The nature of the oral transmission in Islam is related to the belief that the Qur’ān is żod’s word which was verbally revealed from żod, heard and repeated by the Prophet Mu�ammad, and preserved in his heart. This tradition is also confirmed with some terms used and familiar in Muslim community (Denny: 8). According to Labib al-Sa‘id, in traditional Islam memorization of the Qur’an is synonymous with learning it. To learn the Qur’an means to learn it by heart (memorization) (Sa’id: 57). Muslims stressed on the important of memorizing the Qur’an in early life of their children. It is not surprised then if Imām al-Shafi‘ī could memorized the whole Qur’an at seven of his age and Imām al-Suy��ī at eight. Memorization of the Qur’an was continuously maintained across the centuries. It is informed that centers or schools for memorization were established across the Muslim world (Sa’id: 59). Oral tradition was considered as a discipline of memory. It is not a creative process, but a conserving and transmitting process. Oral tradition of Qur’ānic recitation was at the center of Islamic corporate and individual piety (Denny: 5). Labib says, without memorization there can be no oral tradition (Sa’id: 57). Related to the reliability of oral tradition in Muslim community, Frederick M. Denny criticizes Western scholars who underestimated the orality. He says that it is simply a product of blindness both to Muslim practices and special nature of the Qur’ān (Denny: 13). Further, he says that orality in Muslim community does not mean a lack, 118

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TRANSFER OF KNOWLEDGE IN ISLAM: A STUDY OF LABIB ... — [Cucu Surahman]

since orality and literacy have coexisted throughout Islamic history (Denny: 13). In his book, �� ��t��d��ti�� t� th� �adith, John Burton, even says that the method of memorization (oral tradition) in transmitting the Qur’ān has mitigated the worst peril of relying solely on written records (Burton: 27). Pertaining to the question why is oral tradition still used, Labib al-Sa‘id says that there are tree reasons: first, the less authority of the diacritical points and vocalization compared to the bare, unmarked ‘Uthmānic text; second, oral tradition is the only way to preserve the essential character of the Qur’ān as something recited, something orally delivered, be preserved; third, only by oral tradition can the art of chanting the Qur’ān (tajwīd) be conveyed (Sa’id: 56). Considering the nature of Qur’ān and the the important of oral tradition in transmitting it, Labib al-Sa‘id initiated to record it by taking an advantage of modern invention of recorder. By recording the Qur’ān, he intended not only to preserve a particular reading of the Qur’ān, but also included the mutawattir and mashhur Readings. This endeavor is likely taken since al-Sa‘id believes that the Qur’ān embraces ten recitations (Readings). They were transmitted orally from the Prophet himself (Sa’id: 53). Responding some opinions questioning about the validity of the variant Readings, in his book he provides a lot of authoritative sources, taken from the Qur’ān, the �ad�th (the �rophetic tradition), and ijmā‘ (consensus). Labib al-Sa‘id saw that the authoritative (the mutawattir and mashhur) Readings tradition was dying due to the decrease of the Qur’ān Readers (Sa’id: 67). By his recording project, he wanted to increase the number of the Qur’ān Readers so that the Readings remain in mutawattir chain; the mutawattir Readings can be preserved and the mixing between them and shādhdh Readings can be avoided. Labib al-Sa‘id’s effort in recording all the authoritative Readings of the Qur’ān did not always run well, there were of course obstacles and challenges. The main challenge came from Shaykh al-A�hār, Shaykh Ma�m�d Shal��� worrying that the recording would stir up confusion and dissension among Muslims (Sa’id: 84). Responding to this challenge, Labib defends his project by saying that all the authoritative Reading are acceptable, the Prophet himself approved it, and the authoritative Readings have been used by Muslims over the centuries. Furthermore, he says that one who reputes any one of the authoritative Readings is similar to they who refute the Qur’ān itself. According to him, it is important for the Arab world to revive its language and ancient heritage by using Egyptian resources in the field of Qur’ānic recitation and scholarship (Sa’id: 8586). D. CONCLUSION Based on excursion above, it sheds light that knowledge is transferred in varied forms. In case of the Qur’ān, it was initially revealed verbally and could only be heard. It then evolved to be more tangible. It was written down and could be read. Some fixations were undertaken to make the Qur’ān as perfect as we can find nowadays. These activities reflect that what we find as a complicated thing in our life is not as innately such. It is nurture, not nature. The process of nurturing something is stimulated by varied reasons. In case of nurturing the Qur’ān, Muslim scholars looked at it as a religious calling. It is regarded as a religious obligation and noble act. Muslims believe that guarding the Qur’ān brings about a great award in front of God. What Labib al-Sa‘id did in preserving the Qur’ān is an excellent example of it. He has defended the legitimacy of ‘Uthmānic canon, argued against ones who undermined its validity, and initiated to record ten Readings of the Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

119

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 115 – 120

Qur’ān. Although, it is clear that his beliefs in Islamic doctrines highly influenced his ideas and appear to be subjective. However, Labib al-Sa‘id’s effort in nurturing the Qur’ān by recording it came from his reflection and ideas that the Qur’ān as we find today is original. It comes to us down through both a reliable oral and written transmissions. One might be agree or disagree to his ideas. But however one could not ignore his roles related to the Qur’ān nowadays. Though, the success of his efforts could not be measured definitely. The recited text (al-Mu��af al-Murattal) was coined by him. His idea in recording the Qur’ān, direct or indirectly brings about a further results, such as the betterment of recitation of the Qur’ān among layman; the increasing number of Qur’ān reader, memorizer, and reciter; the prevalent influence of Arabic language in Muslim world; and the solidity of Muslim brotherhood worldwide.[ ] REFERENCES The Qur’ān Burton, John. (1994). An �ntroduction to the �adith. UK: Edinburgh University Press. Denny, Frederick M. (January, 1989). Qur’ān Recitation: A Tradition of Oral Performance and Transmission, in Oral Tradition, Volume 4, Issue 1-2 . Fisher, Michael M. J. and Abedi, Mehdi. (1990). Debating Muslims: Cultural Dialogue in Post-modernity and Tradition. Madison: The University of Wisconsin Press. McAuliffe, Jane Dammen, ed., Enscyclopedia of the Qurán, vol. III, (Leiden-Boston: Brill, 2003) Morgan, Diane, Essential Islam: A Comprehensive Guide to Belief and Practice, (California: Greenwood Publishing Group, 2010) Nawawī, al-, Abī Zakariā Yahyā ibn Saraf. (1996 AD/1417 AH). al-Tibyān fi Ᾱdāb Hamalat al-Qur’ān. Bairut: Dar Ibn �a�m. Nelson, Kristina. (2001). The Art of Reciting The Qur’ān. Egypt: The American University Press. Sa’īd, al-, Labib. (1975a). The Recited Koran; A History of The First Recorded Version, (New Jersey: The Darwin Press, _____________. (1975b). al-Jam’ al-�aut al-Awwal lī al-Qur’ān al-Karīm aw al-Mu��af al-Murattal; Bawā’ithuhu wa mukhaṭṭaṭātuhu. Egypt: Dār al-Kātib al-‘Arabī li alTab’at wa al-Nashr, n.y. Schoeler, Gregor. (no year). The Oral and The Written in Early Islam. Routledge Taylor and Francis Group. Suy��i, al-, Jalāl al-Dīn. (1318 AH). Al-Itqān fī 'Ul�m al-Qur'ān, Vol. I. Egypt: Al-A��ār. __________________. (1318 AH). Al-Itqān fī 'Ul�m al-Qur'ān, Vol. II. Egypt: Al-A��ār. Zwettler, Michael, The Oral Tradition of Classical Arabic Poetry, (USA: Ohio State Press: 1978)

120

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR AGAMA PASANG SURUT HUBUNGAN AGAMA (Inspirasi untuk Membangun Harmonisme ANTAR Muslim dan Non-Muslim) (Inspirasi untuk Membangun Harmonisme Muslim dan Non-Muslim) Dewi Anggraeni* dan Gumilar Irfanullah Dewi Anggraeni* Gumilar Universitasdan Negeri JakartaIrfanullah Universitas Negeri Jakarta *Email: [email protected] *Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT Throughout history of Islamic discourse, history of Islam seems to be more telling political Throughout expansionist history of Islamic discourse, history of with IslamChristian seems toduring be more movements, ambitions and boring feud the telling Middlepolitical Ages. movements, expansionist ambitions and boring feud with Christian during the Middlefound Ages. Islamic history is military successes and achievements in expansion territory. Muslim Islamic history is military successes and achievements in expansion territory. Muslim found political momentum after the establishment of the state in Medina and after Islam spread over political after thePeninsula. establishment of the state in Medina andbeginning after Islamhas spread the bordermomentum of the Arabian Islamic civilization from the beenover a the border Arabian - Peninsula. Islamic civilization from theexpanding beginningitshas beentoa challenge forofthetheEuropean Christian civilization when Islam was power challenge for the European - Christian civilization when Islam was expanding its power to Spain, and then continued to Eastern Europe by the Ottoman Turks in the future. Throughout Spain, and then continued to Eastern Europe by the Ottoman Turks in the future. Throughout the Middle Ages, there was a heated confrontation between these two civilizations, transformed the Middle Ages, there was a heated confrontation between these two civilizations, transformed into a crusade that has spilled blood for two centuries. This article deals with a question: what is intohistorical a crusadelesson that has spilled blood for two centuries. This article deals with a question: what the that can be taken? or we read history merely to entertain ourselves byis the historical lesson that can be taken? or we read history merely to entertain ourselves by watching the events of the rise and fall of nations, thoughts, and the rude stories about the death the events of the rise and fall of nations, thoughts, and the rude stories about the death ofwatching the king?. of the king?.

Keyword: Relation, Islamic civilization, Religion Keyword: Relation, Islamic civilization, Religion ABSTRAK ABSTRAK Sepanjang sejarah diskursus Islam, sejarah Islam tampak lebih menceritakan gerakan-gerakan Sepanjang sejarah diskursus dan Islam, sejarah Islam tampak menceritakan gerakan-gerakan politik, ambisi para penjajah, perseteruan dengan kaum lebih Kristiani selama abad Pertengahan. politik, ambisi para penjajah, dan perseteruan dengan kaum Kristiani selama abad Pertengahan. Sejarah Islam adalah kesuksesan-kesuksesan dan prestasi militer di wilayah ekspansi. Kaum Sejarah Islam adalah kesuksesan-kesuksesan dan prestasi militer di wilayah ekspansi. Kaum Muslim menemukan momentum politiknya setelah mendidrikan negara di Madinah dan setelah Muslim menemukan momentum politiknya setelahArab. mendidrikan negara di Madinah dan adalah setelah Islam menyebar ke seluruh perbatasan Jazirah Peradaban Islam sejak awal Islam menyebar ke seluruh perbatasan Jazirah Arab. Peradaban Islam sejak awal adalah tantangan bagi peradaban Kristen Eropa ketika Islam meluaskan kekuasaannya ke Spanyol, tantangan bagi peradaban Kristen Eropa ketika Islam meluaskan kekuasaannya ke Spanyol, kemudian ke Eropa Timur oleh Turki Utsmani. Sepanjang abad Pertengahan, ada konfrontasi kemudian Eropadua Timur oleh Turki Sepanjang abad Pertengahan, ada konfrontasi yang sengitkeantara peradaban ini,Utsmani. yang berujung pada “perang suci” (crusade) yang yang sengit antara dua peradaban ini, yang berujung pada “perang suci” (crusade) yang menumpahkan darah selama dua abad. Artikel ini membahas pertanyaan: Apa pelajaran sejarah menumpahkan darah selama dua abad. Artikel ini membahas pertanyaan: Apa pelajaran sejarah yang bisa diambil? Atau kira membaca sejarah hanya sebagai hiburan dengan menonton yang bisanaik diambil? Atausebuah kira membaca sejarah hanya hiburan dengan peristiwa turunnya bangsa, pemikiran, dan sebagai cerita kekerasan tentang menonton matinya peristiwa naik turunnya sebuah bangsa, pemikiran, dan cerita kekerasan tentang matinya seorang raja?. seorang raja?.

Kata kunci: Hubungan, Peradaban Islam, Agama Kata kunci: Hubungan, Peradaban Islam, Agama A. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN Sepanjang diskursus kesejarahan, sejarah Islam nampaknya lebih banyak Sepanjang diskursus kesejarahan, sejarah Islam nampaknya banyak menceritakan pergerakan-pergerakan politiknya, ambisi ekspansionis dan lebih perseteruanmenceritakan pergerakan-pergerakan politiknya, ambisi ekspansionis dan perseteruanperseteruan membosankan dengan kristen selama abad pertengahan. Sejarah Islam perseteruan membosankan dengan militer kristen dan selama abad pertengahan. Sejarahdaerah Islam adalah keberhasilan-keberhasilan capaian-capaian perluasan adalah keberhasilan-keberhasilan militer dan capaian-capaian perluasan daerah kekuasaan. Agama Islam menemukan momentum pollitisnya setelah pendirian negara di kekuasaan. Agamadan Islam menemukan momentum pollitisnya setelah pendirian Yatsrib (Madinah) setelah itu melebar melewati perbatasan Jazirah Arab. negara Fase inidi Yatsrib meminjam (Madinah) bahasa dan setelah itu melebar melewati perbatasan Jazirah Arab. Fase ini bahkan, Toynbee, disebut-sebut permulaan kemunduran “peradaban” bahkan, meminjam bahasa Toynbee, disebut-sebut permulaan kemunduran “peradaban” Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

121

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

Islam (Subhi, 1975, hal. 285). Peradaban Islam sejak semula, telah menjadi tantangan Islam (Subhi, 1975, hal. 285). Peradaban Islam sejak semula, telah menjadi tantangan bagi Kristen-Eropa ketika agama Muhammad ini menjadi meluaskan sayap Islam peradaban (Subhi, 1975, hal. 285). Peradaban Islam sejak semula, telah tantangan bagi peradaban Kristen-Eropa ketika agama Muhammad ini meluaskan sayap kekuasaannya ke Spanyol, dilanjutketika ke Eropa TimurMuhammad oleh orang-orang Turki Ottoman di bagi peradaban Kristen-Eropa agama ini meluaskan sayap kekuasaannya ke Spanyol, dilanjut ke Eropa Timur oleh orang-orang Turki Ottoman di kemudian hari. Sepanjang abad pertengahan, terjadi konfrontasi yang memanas antara kekuasaannya ke Spanyol, dilanjut ke Eropa Timur oleh orang-orang Turki Ottoman di kemudian hari. Sepanjang abad pertengahan, terjadi konfrontasi yang memanas antara dua peradaban ini, yang puncaknya menjelma terjadi menjadi Perang Salib yang mengalirkan kemudian hari. Sepanjang abad pertengahan, konfrontasi yang memanas antara dua peradaban ini, yang puncaknya menjelma menjadi Perang Salib yang mengalirkan banyak darah selama duapuncaknya abad lamanya. Lalu, menjadi apakah sejarah dijejali peristiwadua peradaban ini, yang menjelma Perang hanya Salib yang mengalirkan banyak darah selama dua abad lamanya. Lalu, apakah sejarah hanya dijejali peristiwaperistiwa seperti itu? Apa pelajaran dari sejarah yang bisa diambil manusia? Tanya banyak darah selama lamanya. apakah hanya dijejali peristiwaperistiwa seperti itu? dua Apaabad pelajaran dariLalu, sejarah yangsejarah bisa diambil manusia? Tanya sejarawan Will Durant, apakah membaca sejarah hanya untukdiambil menghibur diri dengan peristiwa seperti itu? Apa pelajaran dari sejarah yang bisa manusia? Tanya sejarawan Will Durant, apakah membaca sejarah hanya untuk menghibur diri dengan menonton peristiwa naik dan turunnya bangsa-bangsa, pemikiran-pemikiran, dan ceritasejarawan peristiwa Will Durant, membaca sejarah hanya untuk menghibur diri menonton naik apakah dan turunnya bangsa-bangsa, pemikiran-pemikiran, dandengan ceritacerita menyedihkan tentang kematian para raja? (Durant,pemikiran-pemikiran, 1968, hal, 11). menonton peristiwa naik dan turunnya bangsa-bangsa, dan ceritacerita menyedihkan tentang kematian para raja? (Durant, 1968, hal, 11). Lalu, apakahtentang sejarah agamapara Islam sendiri1968, kebanyakan dengan cerita menyedihkan kematian raja?itu (Durant, hal, 11). berisi Lalu, apakah sejarah agama Islam itu sendiri kebanyakan berisi dengan peperangan “kafir”, nalarsendiri Barat-Kristen sejak berisi dulu melihat Lalu,dengan apakahagama sejarah agamasehingga Islam itu kebanyakan dengan peperangan dengan agama “kafir”, sehingga nalar Barat-Kristen sejak dulu melihat Islam sebagai orang-orang barbar tidak bertuhan yang mengancam kerajaan Yesus di peperangan agama barbar “kafir”,tidak sehingga nalar Barat-Kristen duluYesus melihat Islam sebagaidengan orang-orang bertuhan yang mengancam sejak kerajaan di bumi. sekali memang, barbar prestasi Islambertuhan di bidangyang politik dan militer membuat BaratIslam Jelas sebagai orang-orang mengancam kerajaan Yesus di bumi. Jelas sekali memang, prestasitidak Islam di bidang politik dan militer membuat BaratKristen gentar dan tanpa sadar menyimpan image negatif tentang Islam dan bumi. Jelas sekalidan memang, di bidang politiknegatif dan militer membuat Kristen gentar tanpa prestasi sadar Islam menyimpan image tentang IslamBaratdan pemeluknya. Sejak abad pertengahan, jagat Eropa memandang Islam sebagai Kristen gentar dan tanpa sadar menyimpan image negatif tentang Islam dan pemeluknya. Sejak abad pertengahan, jagat Eropa memandang Islam sebagai permasalahan serius. abad Peradaban Islam dilihat sebagai peradaban yang lebihsebagai maju pemeluknya. Sejak pertengahan, jagat Eropa memandang Islam permasalahan serius. Peradaban Islam dilihat sebagai peradaban yang lebih maju daripada apa yang dicapai kristen. Islam deretan capaian yang sulit permasalahan serius. Peradaban Islam menciptakan dilihat sebagai peradaban lebihdikejar maju daripada apa yang dicapai kristen. Islam menciptakan deretan capaian yang sulit dikejar oleh peradaban barat baikkristen. itu di Islam bidangmenciptakan arsitektur, hukum, sastra, filsafat dandikejar ilmu daripada apa yang dicapai deretan capaian yang sulit oleh peradaban barat baik itu di bidang arsitektur, hukum, sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan. Kekalahan Eropa dan Barat-Kristen di bidang militer juga membantu oleh peradaban barat baikEropa itu didan bidang arsitektur,dihukum, dan ilmu pengetahuan. Kekalahan Barat-Kristen bidang sastra, militerfilsafat juga membantu masyarakat Eropa memandang Islam sebagai ancaman. Gambaran negatif Islam terus pengetahuan. Kekalahan Eropa dan Barat-Kristen di bidang militer juga membantu masyarakat Eropa memandang Islam sebagai ancaman. Gambaran negatif Islam terus menerus berkembang bahkan masih menyisakan jejaknya hari ini. Pandangan ini masyarakat Eropa memandang Islam sebagai ancaman. Gambaran negatif Islam terus menerus berkembang bahkan masih menyisakan jejaknya hari ini. Pandangan ini menciptakan gambaran bahkan orang-orang (saracens), bangsa Afrika menerus berkembang masihmuslim menyisakan jejaknya hariMoor ini. (muslim Pandangan ini menciptakan gambaran orang-orang muslim (saracens), bangsa Moor (muslim Afrika Utara dan Andalusia), serta orang-rang Turki sebagai iblis. Michael Frasetto menulis menciptakan gambaranserta orang-orang muslim bangsa MoorFrasetto (muslimmenulis Afrika Utara dan Andalusia), orang-rang Turki(saracens), sebagai iblis. Michael bahwa gambaran muslim di beberapa literatur Eropa abad pertengahan sebagai menulis bangsa Utara dan Andalusia), serta orang-rang Turki sebagai iblis. Michael Frasetto bahwa gambaran muslim di beberapa literatur Eropa abad pertengahan sebagai bangsa pagan berhala,dipengecut, danEropa pemuja tuhan palsu (Frasetto & Blanks, bahwapenyembah gambaran muslim beberapatamak literatur abad pertengahan sebagai bangsa pagan penyembah berhala, pengecut, tamak dan pemuja tuhan palsu (Frasetto & Blanks, 1999, hal. 3). pagan hal. penyembah berhala, pengecut, tamak dan pemuja tuhan palsu (Frasetto & Blanks, 1999, 3). Tapi, bersamaan dengan image negatif yang dikembangkan masyarakat Eropa 1999, hal. 3). Tapi, bersamaan dengan image negatif yang dikembangkan masyarakat Eropa tentang Tapi, umat Islam, sejarah juga image memperlihatkan adanya pertemuan masyarakat intelektual antara dengan negatif yang dikembangkan Eropa tentang umat bersamaan Islam, sejarah juga memperlihatkan adanya pertemuan intelektual antara Barat-Kristen dengansejarah Timur-Islam. Beberapa sarjana Eropa menunjukkan ketertarikan tentang umat Islam, juga memperlihatkan adanya pertemuan intelektual antara Barat-Kristen dengan Timur-Islam. Beberapa sarjana Eropa menunjukkan ketertarikan mereka terhadap literatur Islam dan Beberapa arab dengan mempelajari bahasa, sastra dan ilmu Barat-Kristen dengan Timur-Islam. sarjana Eropa menunjukkan ketertarikan mereka terhadap literatur Islam dan arab dengan mempelajari bahasa, sastra dan ilmu pengetahuan yangliteratur dihasilkan jagat Adanyamempelajari hubungan intelektual ini barangkali mereka terhadap Islam danIslam. arab dengan bahasa, sastra dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan jagat Islam. Adanya hubungan intelektual ini barangkali bisa dilihat dengan jelas dalam aktivitas Peter Yang Mulia bersama kawan-kawannya pengetahuan yang dihasilkan jagat Islam.Peter Adanya hubungan intelektual ini barangkali bisa dilihat dengan jelas dalam aktivitas Yang Mulia bersama kawan-kawannya seperti Robert dari Ketton, yangaktivitas melakukan konsultasi dengan sarjana muslim dalam bisa dilihat dengan jelas dalam Peter Yang Mulia bersama kawan-kawannya seperti Robert dari Ketton, yang melakukan konsultasi dengan sarjana muslim dalam menerjemahkan Al-Quran dalam bahasa konsultasi latin (Frasetto & Blanks, 1999, hal. 4). seperti Robert dari Ketton, ke yang melakukan dengan sarjana muslim dalam menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa latin (Frasetto & Blanks, 1999, hal. 4). Bernard Lewis melihat setidaknya ada dua tujuan yang dijadikan acuan para sarjana, menerjemahkan Al-Quran ke dalam latin yang (Frasetto & Blanks, hal. 4). Bernard Lewis melihat setidaknya adabahasa dua tujuan dijadikan acuan1999, para sarjana, yang kebanyakan biarawan dan pendeta mempelajari Islam. Bernard Lewis melihat setidaknya ada duagereja, tujuandalam yang dijadikan acuan para Pertama sarjana, yang kebanyakan biarawan dan pendeta gereja, dalam mempelajari Islam. Pertama adalah untuk melindungi umat kristiani dari ajakan masuk Islam, kedua untuk mengajak yang kebanyakan biarawan pendeta dalam Islam, mempelajari Islam.mengajak Pertama adalah untuk melindungi umatdan kristiani darigereja, ajakan masuk kedua untuk muslim untukmelindungi bergabung dengan agama dari Kristen (Lewis, 1993, 85).kedua untuk mengajak adalah untuk umat kristiani ajakan masuk Islam, muslim untuk bergabung dengan agama Kristen (Lewis, 1993, 85). ini barangkali menjelma bagaimana sebenarnya muslimFakta untuksejarah bergabung dengan agama Kristenmenjadi (Lewis,paradox, 1993, 85). Fakta sejarah ini barangkali menjelma menjadi paradox, bagaimana sebenarnya karakteristik keduamenjelma kubu tersebut pada abad pertengahan? Alauddin Fakta hubungan sejarah ini antar barangkali menjadi paradox, bagaimana sebenarnya karakteristik hubungan antar kedua kubu tersebut pada abad pertengahan? Alauddin Samarrai dan Ernest Kaulbach melihat adanya dominasi pertukaran inteketual yang karakteristik hubungan antar kedua kubu tersebut pada abad pertengahan? Alauddin Samarrai dan Ernest Kaulbach melihat adanya dominasi pertukaran inteketual yang lebih berperan penting dalam melihat interaksi antara dominasi Barat-Kristen dengan Timur-Islam Samarrai dan Ernest Kaulbach pertukaran inteketual yang lebih berperan penting dalam interaksiadanya antara Barat-Kristen dengan Timur-Islam daripada konfrontasi militer dan politik. Adanya rasa ketertarikan antar kedua lebih berperan pentingmiliter dalamdan interaksi Barat-Kristen dengan antar Timur-Islam daripada konfrontasi politik.antara Adanya rasa ketertarikan kedua peradaban dalam sains, militer literaturdan dan politik. filsafat adalah lebih penting daripadaantar peperangan daripada konfrontasi Adanya rasa ketertarikan kedua peradaban dalam sains, literatur dan filsafat adalah lebih penting daripada peperangan antar keduanya. Ada semacam sintesa dan perpaduan antara tradisidaripada arab danpeperangan latin. Para peradaban dalam sains, literatur dan filsafat adalah lebih penting antar keduanya. Ada semacam sintesa dan perpaduan antara tradisi arab dan latin. Para sarjana kristen secara sadar meminjam intelektual muslim. Selama ke-12Para M, antar keduanya. Ada semacam sintesa tradisi dan perpaduan antara tradisi arab abad dan latin. sarjana kristen secara sadar meminjam tradisi intelektual muslim. Selama abad ke-12 M, banyak teolog kristen yang meminjam mempelajari Al-Quran dan muslim. terjemahan arab abad atas teks-teks sarjana kristen secara sadar tradisi intelektual Selama M, banyak teolog kristen yang mempelajari Al-Quran dan terjemahan arab atas ke-12 teks-teks banyak teolog kristen yang mempelajari Al-Quran dan terjemahan arab atas teks-teks 122

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

kuno (Frasetto & Blanks, 1999, hal. 6). Adanya geliat ketertarikan untuk mengkaji tradisi dan budaya kedua kubu ini 6). menciptakan sebuah dimensi fakta sejarah yang kuno (Frasetto & antar Blanks, 1999, hal. Adanya geliat ketertarikan untuk mengkaji dinamis. tradisi dan budaya antar kedua kubu ini menciptakan sebuah dimensi fakta sejarah yang Dapat dilihat secara umum bahwa pada abad pertengahan, Barat telah dinamis. memandang muslim, pagan pertengahan, penyembah patung, Dapatbangsa dilihat secarasaracens, umum sebagai bahwa bangsa pada abad Barat barbar telah dan rakus. Pencitraan antagonistik ini menyeruak ketika Barat digempur patung, oleh ekspansi memandang bangsa muslim, saracens, sebagai bangsa pagan penyembah barbar militer umat Islam sejak abad ke-7. Barat yangketika diwakiliki “jagat dan rakus. Pencitraan antagonistik ini menyeruak Barat dengan digempur oleh kristen”, ekspansi christendom, ketika perbatasan mereka di “jagat wilayahkristen”, Timur militer umat telah Islam merinding sejak abadketakutan ke-7. Barat yang diwakiliki dengan jatuh mengenaskan ke tangan ketakutan bangsa muslim. milikmereka kristen di di wilayah kawasan Timur Hilal christendom, telah merinding ketika Tanah perbatasan Subur (fertile crescent), Mesir bangsa dan Afrika UtaraTanah satu persatu tumbang tidak berdaya jatuh mengenaskan ke tangan muslim. milik kristen di kawasan Hilal dihadapan ekspansi pasukan muslim. Beruntung, sebelum abadberdaya ke-15 Subur (fertile crescent), Mesir dan Afrika Utara Konstantinopel satu persatu tumbang tidak mampu bertahan daripasukan seranganmuslim. muslim.Beruntung, Di wilayahKonstantinopel kristen bagian sebelum barat, semenanjung dihadapan ekspansi abad ke-15 Iberia sudah ditaklukkan muslimmuslim. sejak tahun 710. Delapan tahun setelahnya, umat Islam mampu bertahan dari serangan Di wilayah kristen bagian barat, semenanjung hampir menguasai sebagian besarsejak kepulauan dan Delapan melintas tahun ke pegunungan di Iberia sudah ditaklukkan muslim tahun 710. setelahnya,Pyrenees umat Islam Prancis. Gerak mereka terbendung pada tahun 732 ketika dihadang oleh pasukan hampir menguasai sebagian besar kepulauan dan melintas ke pegunungan Pyrenees di Charles pertempuran Poitiers. Namun, ketakutan yang oleh dialami jagat Prancis. Martel Gerak dimereka terbendung pada tahunditengah 732 ketika dihadang pasukan Eropa dan Baratdiinilah, dunia kesarjanaan arab mulai menggeliat di Eropa. di Charles Martel pertempuran Poitiers. Namun, ditengah ketakutan yang Waktu dialamiitu, jagat beberapa di dunia Eropa kesarjanaan Barat, para arab biarawan seriusdi mempelajari Eropa danmonasteri Barat inilah, mulai gereja menggeliat Eropa. Waktubahasa itu, di Arab, menerjemahkan Al-Quran danpara mempelajari teks-teks Islam lainnya. Tujuan beberapa monasteri di Eropa Barat, biarawan gereja serius mempelajari bahasa mereka, seperti yang dikatakan Bernard adalahteks-teks untuk menyelamatkan jiwaTujuan umat Arab, menerjemahkan Al-Quran dan Lewis, mempelajari Islam lainnya. kristiani agar tidak juga sebagai sarana untuk mengajak umat mereka, seperti yangberpaling dikatakanagama, Bernard Lewis, adalah untuk menyelamatkan jiwaIslam umat memeluk agama Kristen. Meskipun, mereka sadar kristiani agar tidak berpaling agama,pada jugabeberapa sebagai abad sarananantinya, untuk mengajak umatbahwa Islam motif tersebut ternyata tidak ada gunanya sekaliabad dan nantinya, jelas-jelasmereka mustahil. memeluk agama Kristen. Meskipun, padasama beberapa sadar bahwa Barangkali hubungan yang relatif harmonis dandan simpatik ini tidak banyak dilirik motif tersebut ternyata tidak ada gunanya sama sekali jelas-jelas mustahil. dalam Barangkali sejarah. Kontribusi muslim yang positifdandisimpatik bidang ini pengembangan ilmu hubungan yang relatif harmonis tidak banyak dilirik pengetahuan, kemanusiaan peradaban jugapositif seakanditertelan Sejarah yang dalam sejarah. Kontribusidanmuslim yang bidanggaungnya. pengembangan ilmu “hilang” inilahkemanusiaan yang ingin diungkap oleh penulis. Penulis yakin sejarah peradaban pengetahuan, dan peradaban juga seakan tertelan gaungnya. SejarahIslam yang menyimpan pesan-pesan simpatik yang ingin disampaikannya kepada dunia. “hilang” inilah yang ingin yang diungkap oleh penulis. Penulis yakin sejarah peradaban Islam Dominasi peran Eropa-Barat dalam klaim yang sejarahnya penyumbang peradaban menyimpan pesan-pesan yang simpatik ingin sebagai disampaikannya kepada dunia. untuk duniaperan sebaiknya dibaca dalam ulang. klaim Peran sejarahnya Islam, sebagaimana peran peradaban arab, Dominasi Eropa-Barat sebagai penyumbang peradaban Persia, India,sebaiknya China, dilupakan sedemikian rupa sebagaimana dan sejarahnya hanya ditampilkan untuk dunia dibaca ulang. Peran Islam, peran peradaban arab, sebatas peperangan dan ekspansi Lebih lagi,hanya membaca sejarah Persia, pentas India, panggung China, dilupakan sedemikian rupa politik. dan sejarahnya ditampilkan Islam hati-hati diharapkan bisa ekspansi memberikan bukti-bukti memuaskan sebatasdengan pentas panggung peperangan dan politik. Lebih lagi,yang membaca sejarah bahwa penyebaran Islam diharapkan yang fantastis tidak terjadi bukti-bukti melalui ancaman dan Islam dengan hati-hati bisaitu,memberikan yang pedang memuaskan tombak. bahwa penyebaran Islam yang fantastis itu, tidak terjadi melalui ancaman pedang dan tombak. B. HARMONISME ISLAM DI MADINAH B. Islam HARMONISME ISLAM DI MADINAH di Madinah bisa disebut sebagai penampakan geliat Islam awal. Madinah memperlihatkan siapa sosok Muhammad yang beberapa tahun saja Islam sejak misi Islam di Madinah bisa disebut sebagai penampakan geliat awal.agamanya Madinah lahir, mampu menggebrak Romawi. Dalam telaahnya yangsejak simpatik terhadap memperlihatkan siapa sosok pintu Muhammad yang beberapa tahun saja misi agamanya Muhammad, bahwa semakin lahir, mampuMontgomery menggebrak Watt pintu menyimpulkan Romawi. Dalam telaahnya yangseseorang simpatik mengkaji terhadap Muhammad dan sejarah Islam awal, ia akan semakin terkesima kagum oleh capaianMuhammad, Montgomery Watt menyimpulkan bahwa semakin seseorang mengkaji capaiannya menjelma seorang agawaman yang Muhammadyang dan begitu sejarahcepat. IslamMuhammad awal, ia akan semakinmenjadi terkesima kagum oleh capaiandihormati, di begitu satu sisicepat. dia adalah negarawan dan administrator ulungagawaman yang membuat capaiannyatapi yang Muhammad menjelma menjadi seorang yang Watt menyebutnya sebagai “anak cucu Adam terbaik” (Watt, 1956, hal.yang 334-335). Di dihormati, tapi di satu sisi dia adalah negarawan dan administrator ulung membuat Madinah, Muhammad memperlakukan masyrakat arab(Watt, Yahudi dengan kesetaraan. Watt menyebutnya sebagai “anak cucu Adam terbaik” 1956, hal. 334-335). Di Perjanjian yang dibuat memperlakukan Muhammad relatif diterima oleh dengan suku-suku Yahudi Madinah, Muhammad masyrakat arabbaik Yahudi kesetaraan. Madinah Nadhir, Bani Quraiza danditerima Bani Qainuqa. Salahsuku-suku satu isi perjanjian Perjanjianseperti yang Bani dibuat Muhammad relatif baik oleh Yahudi Madinah seperti Bani Nadhir, Bani Quraiza dan Bani Qainuqa. Salah satu isi perjanjian Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

123

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

tersebut berbunyi: “Yahudi yang merelakan dirinya untuk kemakmuran kita, maka tersebut harus berbunyi: “Yahudi dirinya untuk kemakmuran kita, harus maka mereka dilindungi dari yang segalamerelakan macam penghinaan dan kebencian. Mereka mereka harus segalakita. macam penghinaan dan kebencian. harus memiliki hak dilindungi yang samadari dengan Mereka seyogyanya membentukMereka satu negara memiliki umat hak yang dengan Mereka seyogyanya membentuk negara bersama Islam.sama Mereka jugakita. diperkenankan menjalankan praktik satu keagamaan bersamadengan umat Islam. Mereka juga umat diperkenankan menjalankan praktik keagamaan mereka bebas sebagaimana Islam. Mereka diharuskan melindungi kota mereka dalam denganmelawan bebas sebagaimana umat(Durant, Islam. Mereka diharuskan melindungi kota Yatsrib semua musuh” 1950, hal. 168). Berbekal dorongan Yatsrib dalam melawan musuh” persamaan, (Durant, 1950, hal. 168). dorongan dari Al-Quran, Muammadsemua menawarkan egalitarian, dan Berbekal menjunjung tinggi dari asasi Al-Quran, Muammad egalitarian, dan menjunjung hak manusia. Pidato menawarkan Muhammad persamaan, di Arafah pada 9 Dzulhijjah misalnya, tinggi jelas hak asasi manusia.mengakui Pidato Muhammad Arafah pada 9 tentang Dzulhijjah misalnya, jelas sekali Muhammad persamaan di HAM. Pengakuan bangsa Arab tidak sekali Muhammad mengakui persamaan Pengakuan tentang bangsaderajat Arab tidak melebihi keutamaannya dari bangsa lain.HAM. manusia dinyatakan memiliki yang melebihi keutamaannya dari bangsa dinyatakan memiliki derajat yang sama dan hak yang sama (Karim, 2015,lain. hal. manusia 73). sama dan hak yang samapenggiringan (Karim, 2015,pasukan hal. 73).Islam ke luar jazirah arab mulai terlihat Rekaman upaya Rekaman upaya penggiringan ke luar jazirah arab mulai di negara Madinah. Muhammad telahpasukan mampuIslam mengumpulkan pasukan raksasaterlihat yang di negara Muhammad telah mampu pasukan yang terdiri dari Madinah. 30.000 pejuang yang diantaranya ada mengumpulkan 10.000 penunggang kuda.raksasa Muhammad terdiri dari 30.000 yang diantaranya 10.000 tapi penunggang kuda. Muhammad melepas mereka kepejuang Tabuk untuk menghadangada Romawi sejarah mencatat tidak ada melepas mereka Tabuk untuk menghadang Romawi tapipembebasan sejarah mencatat tidak ada konfrontasi yang ke berarti pada peristiwa tersebut. Sebelum Mekah (Fathu konfrontasi yang berarti pada sudah peristiwa tersebut. Sebelum pembebasan Mekah (Fathu Makkah), Muhammad bahkan mengirimkan utusan-utusan damai untuk mengajak Makkah),kawasan Muhammad bahkankesudah mengirimkan damai untuk raja-raja bergabung dalam barisannya. utusan-utusan Ketika wafat pada tahun 11mengajak Hiriyah, raja-rajaArab kawasan bergabung ke dalam barisannya. wafat pada tahun 11 musyrik Hiriyah, Jazirah sampai Oman berada di bawah benderaKetika Muhammad. Orang-orang Jazirah Arab sampai Oman berada bawah bendera Orang-orang arab, umat kristen dan Yahudi kinidimenerima Islam Muhammad. sehingga membentuk satu musyrik ummah arab, siap umatmembebaskan kristen dan Yahudi kini menerima yang kawasan-kawasan lain Islam di luarsehingga arabia. membentuk satu ummah yang siap membebaskan kawasan-kawasan lain di luar arabia. Kebanggaan bangsa arab kepada Muhammad sudah mulai terlihat sejak masa Kebanggaan bangsa arabUmar kepada Muhammad mulai Raja terlihat sejak masa klasik. Seperti kata-kata utusan ketika menjawabsudah pertanyaan Persia tentang klasik. SepertiMereka kata-kata utusan Umar ketika menjawab pertanyaan Persia tentang Muhammad. mengatakan: “Dulu kami memakan serangga,Raja kalajengking dan Muhammad. Mereka mengatakan: kami memakan serangga, dan ular. Kami menganggapnya sebagai “Dulu makanan. Agama kami ialah salingkalajengking membunuh satu ular. Kami menganggapnya sebagai Agama kami ialah saling satu sama lain. salah satu dari kami adamakanan. yang mengubur hidup-hidup bayimembunuh perempuannya sama lain. satu merebut dari kamijatah ada makanan yang mengubur hidup-hidup bayiAllah perempuannya karena takutsalah ia akan kami. Lalu kemudian mengutus karena takut ia akan merebut jatahketahui makanan kami. Lalu kemudian Allah mengutus kepada kami seseorang yang kami nasabnya, wajahnya, tempat kelahirannya. kepadalalu kami seseorang kami yang rasa kamipercaya ketahui kepadanya nasabnya, wajahnya, tempat kelahirannya. Allah memberikan dan mengikutinya.” żustave le Allahsetelah lalu memberikan kami rasa percaya kepadanyabahwa dan mengikutinya.” żustave le Bon menulis rentetan prestasi Muhammad, Muhammad adalah orang Bon setelah menulis rentetan prestasi Muhammad, bahwa Muhammad adalah orang paling besar yang pernah diketahui sejarah (Le Bon, t.t., 115-116). paling besar yang pernah diketahui sejarah (Le Bon, t.t., 115-116). C. ISLAM PADA MASA PENAKLUKAN C. Nampaknya ISLAM PADA paraMASA penerusPENAKLUKAN Muhammad, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, Nampaknya para penerus Muhammad, Abudalam Bakar,memontum Umar, Utsman Ali, terkhusus Umar, mengetahui bahwa mereka yaitu berada yangdantepat. terkhususbisa Umar, beradaraksasa dalam yang memontum yang tepat. Mereka saja mengetahui telah sadar bahwa mereka dua kerajaan menjelma menjadi Mereka bisa saja di telah sadar bahwa dua kerajaan raksasa menjelma menjadi imperium terbesar muka bumi itu tengah mengalami masa yang kemunduran disebabkan imperium terbesar di muka bumi itu tengah masa kemunduran disebabkan peperangan yang tidak berkesudahan selama mengalami berabad-abad. Imperium Romawi dengan peperangan yang tidak berkesudahan berabad-abad. Imperiumdengan Romawikerajaan dengan ibukotanya Konstantinopel sedang selama direpotkan oleh peperangan ibukotanya Konstantinopel sedang oleh peperangan dengan kerajaan Sassania di Timur. Nasib serupa jugadirepotkan dialami christendom di Spanyol. Perpecahan Sassanialama-lama di Timur.mulai Nasibmenggerogoti serupa juga kerajaan dialami christendom di Spanyol. Perpecahan agama Visigoth di sana. Momentum inilah agamadigunakan lama-lamaoleh mulai menggerogoti kerajaan Visigoth Momentum inilah yang Umar untuk meluaskan sayap Islam di ke sana. kawasan-kawasan milik yangimperium digunakan olehitu. Umar untuk Islam ke kawasan-kawasan milik dua besar Suriah jatuhmeluaskan ke tangah sayap panglima perang terkenal yang bernama dua imperium besar itu. Suriah jatuh ke tangah panglima perang terkenal yang bernama Khalid pada peperangan Yarmuk. Sedangkan Irak jatuh ke tangan panglima besar Khalid pada jatuh ke tangan panglimaDisusul besar Mutsanna bin peperangan Haritsan danYarmuk. Sa’d bin Sedangkan Abi WaqoshIrak pada peperangan Qadisiyah. Mutsanna bin Haritsan dan Sa’d Waqosh padadan peperangan Qadisiyah. Disusul dengan jatuhnya Palestina, kota bin suciAbi umat kristiani, ladang gandum Bizantium, dengan yang jatuhnya Palestina, kristiani, dandilihatkan ladang gandum Bizantium, Mesir, tunduk kepada kota Amr suci bin umat Ash. Tapi, perlu di sini seperti apa Mesir, yang tunduk kepada Amr bin Ash. Tapi, tersebut. perlu dilihatkan sini seperti apa bentuk penaklukkan arab ke wilayah-wilayah Banyak dimeyakini bahwa bentuk penaklukkan arab ke wilayah-wilayah tersebut. Banyak meyakini bahwa 124

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

pergerakan arab menaklukkan kawasan-kawasan itu adalah sebagai bentuk agresi pergerakan arab menaklukkan kawasan-kawasan itu apabila adalah kita sebagai bentuk sejarah agresi agama, penjajahan, dan pemaksaan keyakinan. Namun, menelusuri agama,hati-hati, penjajahan, pemaksaan keyakinan. Namun, apabila kita menelusuri sejarah lebih ada dan beberapa catatan yang menyebutkan proses-proses simpatik dan lebih hati-hati, ada beberapa yang menyebutkan proses-proses simpatik dan menarik apabila ditarik sebagai catatan salah satu bukti ke”adab”an Islam. menarikGustav apabilaleditarik sebagaimenarik salah satu bukti ke”adab”an Islam. Bon dengan memaparkan bagaimana sebenarnya bangsa arab le Bonpenaklukan, dengan menarik memaparkan bagaimana sebenarnya bangsayang arab sebelumGustav melakukan mereka terlebih dahulu mengirim utusan-utusan sebelum melakukan penaklukan, mereka terlebih dahulu mengirimyang utusan-utusan membawa syarat-syarat untuk disetujui bersama. Perlakuan simpatik yang juga membawa syarat-syarat bersama. yanglembut simpatik juga diperlihatkan oleh khalifahuntuk Umardisetujui bin Khattab yang Perlakuan berlaku lemah terhadap diperlihatkan oleh khalifah bin Khattab yang berlaku lembut penduduk Yerusalem ketika Umar ditaklukkan pasukan arab pada lemah tahun 638 M. terhadap Sebuah penduduk Yerusalem ketika sekali ditaklukkan arab pada tahun 638 salib M. Sebuah prilaku yang sangat berbeda denganpasukan apa yang dilakukan pasukan ketika prilaku yang sangat berbeda sekali dengan apa yang dilakukan pasukan salib ketika mereka merebut Yerusalem beberapa abad sebelumnya. Umar menjanjikan keamaan merekapenduduk merebut Yerusalem, Yerusalem Umar beberapa sebelumnya.umat Umar menjanjikan keamaan untuk jugaabad memerintahkan Islam untuk mengormati untuk penduduk Yerusalem, Umar juga memerintahkan umat Islam untuk mengormati gereja dan harta benda mereka, di samping mengharamkan melakukan ibadah di tempat gereja dan harta(Le benda mereka, di samping melakukan ibadah di tempat ibadah mereka Bon, t.t., 134-135). Le mengharamkan Bon ingin menegaskan bahwa penaklukanibadah mereka Bon, t.t.,karakteristik 134-135). Le Bonunik inginyang menegaskan bahwa penaklukanpenaklukan arab(Le memiliki yang tidak akan ditemukan pada penaklukan arab memiliki karakteristik yang unik yang arab. tidak akan ditemukan pada penakluk-penakluk lain yang datang setelah bangsa Ini bisa dibuktikan penakluk-penakluk yang setelahjagat bangsa arab. Turki Ini bisa bahwasanya bangsa lain barbar yangdatang menguasai Romawi, dan dibuktikan selainnya, bahwasanya bangsa yang negara menguasai Turkitidak danmendirikan selainnya, meskipun mereka bisabarbar mendirikan yangjagat besar,Romawi, tapi mereka meskipunperadaban. mereka bisa mendirikan negara yangarab, besar,mereka tapi mereka tidak mendirikan sebuah Berbeda dengan bangsa dengan sangat cepat sebuah peradaban. Berbeda dengan bangsa banyak arab, mereka dengan sangat agama cepat membangun peradaban baru, hal yang menarik orang untuk merangkul membangun peradaban baru, hal yang menarik banyak orang untuk merangkul agama ini, bahasa, dan peradabannya. ini, bahasa, peradabannya. Hal dan serupa mendapatkan penegasannya dalam tulisan Thomas Arnold, yang Hal serupa penegasannya Arnold, yang mengatakan bahwa mendapatkan kesuksesan masuknya Islam dalam ke bumitulisan Mesir Thomas disebabkan penduduk mengatakan bahwa kesuksesan masuknya Islam kesudah bumi lama Mesirmembenci disebabkan penduduk lokal mau menerima mereka. Bangsa Koptik Mesir orang-orang lokal mau menerima Bangsa Koptik Mesir sudah membenci Bizantium yang tidakmereka. saja menerapkan administrasi yanglama opresif, tetapi orang-orang juga keras Bizantiumwacana yang tidak saja Umat menerapkan yangYakobit, opresif, yang tetapimembentuk juga keras terhadap ideologis. kristen administrasi penganut aliran terhadap wacana ideologis. Umat kristen penganut Yakobit, mayoritas umat kristen di Mesir, telah ditekan olehaliran faham ortodoxyang dan membentuk tak jarang mayoritaskepada umat kristen di Mesir, telah ditekan oleh ortodox dan takpasukan jarang berakhir penyiksaan dan penganiayaan. Bagi faham mereka, penaklukan berakhir kepada penyiksaan penganiayaan. Bagi mereka, beragama penaklukan pasukan Muhammad dianggap sebagaidan pembawa kebebasan kehidupan yang tidak Muhammad sebagaisatu pembawa kebebasan beragama yangibadah tidak pernah merekadianggap rasakan selama abad lamanya. Amrkehidupan sendiri menjamin tempat pernah mereka rasakan selama satu abad lamanya. Amr sendiri menjamin tempat ibadah dan cara beribadah mereka (Arnold, 1913, hal. 83). dan cara hal. 83). Diberibadah dataran mereka Irak, (Arnold, warisan 1913, kejayaan Mesopotamia dan terakhir Sasania, Di dataran Irak, warisan kejayaan Mesopotamia terakhir Sasania, masyarakat Persia memilih masuk agama Islam disebabkan dan beberapa faktor yang masyarakat Persia memilih masuk agamaumat IslamIslam disebabkan beberapa faktor yang dinamis, tidak karena takut akan dominasi atau ancaman pedang mereka. dinamis, tidak karena takut akan dominasi Islam atau ancaman pedang Faktor kebangsaan pada masyarakat Persia umat juga memerankan andil. Cara jitu mereka. Husein Faktormenikahi kebangsaan masyarakat Persia juga memerankan Caraorang jitu Husein yang Sahrpada Banu, puteri Yazdirzid III cukup banyak andil. membuat Persia yang menikahi Banu,keputeri III cukup banyakarab membuat Persia tertarik dan ikut Sahr bergabung dalamYazdirzid barisan ahlul bait. Bangsa masih orang membiarkan tertarikPersia dan ikut bergabung ke dalam ahlul bait. Bangsa arabBeberapa masih membiarkan orang memegang teguh agamabarisan dan keyakinan lama mereka. kelompok orang Persiamasih memegang teguhmenyembah agama dan keyakinan lama mereka. Beberapa kelompok masyarakat ada yang api. Tempat peribadatan mereka tentu saja masyarakat masih adaoleh yangkekhilafahan. menyembahTanah api. Tempat mereka saja tidak diganggu gugat taklukanperibadatan adalah milik para tentu penakluk, tidak diganggu gugat oleh kekhilafahan. Tanah taklukan adalah milikhanya para menerima penakluk, tetapi mereka meninggalkannya untuk diurus penduduk lokal, mereka tetapi mereka meninggalkannya untuk diurus lokal, 1996, mereka hanya bagian keuntungannya sebagai pajak tanah ataupenduduk kharaj (Hasan, hal. 183).menerima bagian keuntungannya sebagai pajak tanah atau kharaj (Hasan, 1996, hal. 183). D. ISLAM PADA MASA KETURUNAN UMAYAH D. Muawiyah ISLAM PADA MASA KETURUNAN bin Abi Sufyan mendeklarkan UMAYAH diri sebagai raja pertama dalam sejarah Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai raja pertama dalamUmayah sejarah awal perpolitikan Islam. Ambisimendeklarkan lama yang diri terpendam dalam keluarga awal perpolitikan Islam.ketika Ambisi lama yang terpendam dalam keluarga Umayah menemukan tempatnya Muawiyah memindahkan basis pemerintahan dari menemukan tempatnyakota ketika Muawiyah memindahkan basis pemerintahan dari Madinah ke Damaskus, eksotik warisan Romawi. Pemerintahan Umayah nantinya Madinah ke Damaskus, kota eksotik warisan Romawi. Pemerintahan Umayah nantinya Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

125

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

menjelma menjadi mesin politik yang membantu menyebarkan ajaran Muhammad ini ke tempat-tempat terjauh di bumi. Karim (2015, hal. 114) menyebutkan sampai mana pada masamenjadi pemerintahan Bani Umayah peta Islam melebar ke ajaran Timur Muhammad sampai Kabul, menjelma mesin politik yang membantu menyebarkan ini Kandahar, Ghazni,terjauh Balkh, di bahkan Bukhara. Selain itu kota Samarkand dan ke tempat-tempat bumi.sampai Karim kota (2015, hal. 114) menyebutkan sampai mana Tirmizmasa jugapemerintahan menjadi wilayah Di selatan, tepi pada Bani kekuasaannya. Umayah peta Islam melebartentaranya ke Timur sampai sampai ke Kabul, sungai SindGhazni, (Shinhu/Indus). Di front barat panglima bernama Uqbah dan bin Kandahar, Balkh, bahkan sampai kota Bukhara.Umawiyah Selain itu kota Samarkand Nafi’ menaklukkan Carthage ibu kota Byzantium di Ifriqiyah dan mendirikan masjid Tirmiz juga menjadi wilayah kekuasaannya. Di selatan, tentaranya sampai ke tepi bersejarah Pasukan Muawiyah juga berhasil menguasai pulau Rhodes, sungai SindQayrawan. (Shinhu/Indus). Di front barat panglima Umawiyah bernama Uqbah bin Sijikas, Kreta dan pulau-pulau lain di Laut Tengah. Nafi’ menaklukkan Carthage ibu kota Byzantium di Ifriqiyah dan mendirikan masjid Ketika buku sejarah banyak menceritakan prestasi-prestasi politik danRhodes, militer bersejarah Qayrawan. Pasukan Muawiyah juga berhasil menguasai pulau Daulah Kreta Umawiyah, dan bagaimana kisahTengah. mengenaskan cucu Rasulullah Saw, yaitu Sijikas, dan pulau-pulau lain di Laut Husein Ketika dibunuhbuku di padang pasukan Yazid, putera Muawiyah, adamiliter cerita sejarahKarbala banyak oleh menceritakan prestasi-prestasi politik dan lain yangUmawiyah, menarik untuk dari wilayah paling ujung di Rasulullah Barat, di semenanjung Daulah dan diangkat bagaimana kisah mengenaskan cucu Saw, yaitu yang kemudian namaKarbala Al-Andalus, Andalusia. Di sana, proses asimilasi Husein dibunuh diberi di padang oleh pasukan Yazid, putera Muawiyah, adabudaya, cerita dialog antar budaya, dandiangkat transmisi akan berlangsung selama 800 tahun lain yang menarik untuk darikeilmuan wilayah paling ujung di Barat, di semenanjung lamanya. Gubernur di kawasan Ifriqiyah, al-Ghafiqi yang kemudian diberi Umawiyah nama Al-Andalus, Andalusia. Di sana,Abdurrahman proses asimilasi budaya, membawa pasukannya menembus wilayah-wilayah Iberia hingga mencapai utara dialog antar budaya, dan transmisi keilmuan akan berlangsung selama batas 800 tahun yang berjarak tidak jauh dari Paris. Gerakan al-Ghafiqi berhasil dibendung oleh Charles lamanya. Gubernur Umawiyah di kawasan Ifriqiyah, Abdurrahman al-Ghafiqi Martel di pertempuran Pergerakan arab yang fantastis di Iberia ini memendam membawa pasukannya Poitiers. menembus wilayah-wilayah Iberia hingga mencapai batas utara rasa takut pada benak orang-orang Kristen-Eropa. Tapi, di satu waktu, mereka juga yang berjarak tidak jauh dari Paris. Gerakan al-Ghafiqi berhasil dibendung oleh Charles merasa ditertarik terhadap teknologi dan pemikiran Islam. Charlamgne Great, atau Martel pertempuran Poitiers. Pergerakan arab yang fantastis di IberiaThe ini memendam Charles kemudian Kristen-Eropa. hari akan menjadi yang paling terkagumrasa takutyang padaAgung, benak di orang-orang Tapi,orang di satu waktu, mereka juga kagum terhadap karya pemikiran teknologi yang dihasilkan pihak musuh (Morgan, merasa tertarik terhadap teknologidan dan pemikiran Islam. Charlamgne The Great, atau t.t., 33). yang Pertemuan barat-kristen dengan timur-Islam di Iberia Charles Agung,antara di kemudian hari akan menjadi orang yang palingmenciptakan terkagumhubungan yang kompleks dari seketar hubungan yang konflik dan perebutan kagum terhadap karya pemikiran dan teknologi dihasilkan pihak kekuasaan. musuh (Morgan, Damaskus,antara ibukotabarat-kristen Dinasti Umawiyah, ketertarikan di akan budaya lain juga t.t., 33).DiPertemuan dengan timur-Islam Iberia menciptakan menemukan momentumnya, di tengah data-data sejarah mengenai kebrutalan para raja hubungan yang kompleks dari seketar hubungan konflik dan perebutan kekuasaan. Umawiyah. Khalifah Abdul Malik bin Marwan misalnya, yang memerintah Di Damaskus, ibukota Dinasti Umawiyah, ketertarikan akan budayaantara lain 705juga 715, membeli gereja yang berumur dua abad dan menggantikannya dengan masjid menemukan momentumnya, di tengah data-data sejarah mengenai kebrutalan para raja Umayah. DiKhalifah bagian depan masjid, nampak terlihatyang model Greko-Romawi Umawiyah. Abdul(façade) Malik bin Marwan misalnya, memerintah antara yang 705dipahat berdasarkan Seorang arabmenggantikannya Andalus pada abad 12 pernah 715, membeli gereja gaya yang Byzantium. berumur dua abad dan dengan masjid menceritakan kepadadepan kita bentuk masjid agung tersebut: Umayah. Di bagian (façade) masjid, nampak terlihat model Greko-Romawi yang “Negeri terkenal itu Sham. IaSeorang adalah arab surgaAndalus dunia tanpa diragukan lagi, dipahat berdasarkan gayaialah Byzantium. pada abad 12 pernah dikarenakan bangunannya yang bagus, tanahnya yang bersinar-sinar, buah-buahan menceritakan kepada kita bentuk masjid agung tersebut: yang banyak, dan air tengahsurga kota terdapat gereja Romawi yang “Negeri terkenal itu yang ialah melimpah. Sham. Ia Di adalah dunia tanpa diragukan lagi, berpengaruh, yang bernama Gereja Maria. Gereja ini adalah gereja terbaik setelah dikarenakan bangunannya yang bagus, tanahnya yang bersinar-sinar, buah-buahan gerejabanyak, di Yerusalem. tersebut sekali, aneh yang dan airBangunan yang melimpah. Diramai tengah kota memuat terdapatgambar-gambar gereja Romawi yang yang menarik pikiran, menyihir pandangan. berpengaruh, yang bernama Gereja Maria. Gereja ini adalah gereja terbaik setelah Di negeri ini juga terdapat 20 sekolah, dua maristan (rumah gambar-gambar sakit) yang lamaaneh dan gereja di Yerusalem. Bangunan tersebut ramai sekali, memuat baru. Rumah sakit yang baru itu yang paling besar dan ramai. Pengelolaannya yang menarik pikiran, menyihir pandangan. membutuhkan 15 dinar perhari. Para dua dokter pagi-pagi sudah berdatangan Di negeri ini juga terdapat 20 sekolah, maristan (rumah sakit) yang lama dan melayani memerintahkan saja yang untuk para pasien yang baru.pasien. Rumah Mereka sakit yang baru itu yang apa paling besar danbaik ramai. Pengelolaannya berupa obat-obatan dan makanan membutuhkan 15 dinar perhari. yang Parasesuai. dokter pagi-pagi sudah berdatangan dan Dan sesuatu yang Mereka paling agung yang pernah kami yangpasien tidak melayani pasien. memerintahkan apa sajalihat, yangialah baikbangunan untuk para bisa dideskripsikan oleh lidah, ialah al-masjid al-jami’, tiang-tiangnya, masuk ke berupa obat-obatan dan makanan yang sesuai. tengah masjid, qubah yang berada di pernah tengah kami seakan bolaialah di dalam bola yang lebih Dan sesuatu yang paling agung yang lihat, bangunan tidak besar (Morgan, t.t., hal. 37). bisa dideskripsikan oleh lidah, ialah al-masjid al-jami’, tiang-tiangnya, masuk ke tengah masjid, qubah yang berada di tengah seakan bola di dalam bola yang lebih besar (Morgan, t.t., hal. 37). 126

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

Khalifah Umar bin Abdul Aziz barangkali turut ikut menjadi wakil masa gemilang DaulahUmar Umawiyah ini. Aziz Di samping perbaikan yangmenjadi radikalwakil di sistem Khalifah bin Abdul barangkali turut ikut masa administrasi negara, penetapan pajak, pengangkatan pejabat, Umar juga gemilang Daulah Umawiyah ini. Di samping perbaikan yang radikal dimenaruh sistem perhatian terhadap golongan minoritas khawarij, shi’ah danUmar orang-orang mawali administrasi negara, penetapan pajak,seperti pengangkatan pejabat, juga menaruh (non-arab yang tidak mendapatkan hak yang sama semenjak kekhilafahan berdiri). perhatian terhadap golongan minoritas seperti khawarij, shi’ah dan orang-orang mawali Hukum ditegakkan dengan tegas tanpa bulu. semenjak Toleransi kekhilafahan juga meningkat. Jika (non-arab yang tidak mendapatkan hakpandang yang sama berdiri). pada al-Walid, gereja Saint Thomas di Damaskus dijadikan masjid, maka pada masa Hukum ditegakkan dengan tegas tanpa pandang bulu. Toleransi juga meningkat. Jika Umar II, gereja gereja itu dikembalikan kepada umat kristen. Pajakmasjid, tinggi maka yang diterapkan pada al-Walid, Saint Thomas di Damaskus dijadikan pada masa Muawiyah dan Hajjaj kepada penduduk Nazran, oleh Umar II dikurangi. Umar Umar II, gereja itu dikembalikan kepada umat kristen. Pajak tinggi yang diterapkan melarang keras pengrusakan gereja dan memberikan kebebasan untuk praktek Muawiyah dan Hajjaj kepada penduduk Nazran, oleh Umar II dikurangi. Umar keagamaan lain (Karim, 2015, hal. 134). dan memberikan kebebasan untuk praktek melarang keras pengrusakan gereja keagamaan lain (Karim, 2015, hal. 134). E. MASA AUFKLARUNG ISLAM DAN KEHANCURAN BAGHDAD E. MASA AUFKLARUNG ISLAM DAN KEHANCURAN BAGHDAD pemerintahanISLAM Dinasti Umayah menyaksikan gejolak pemberontakan E. Penghujung MASA AUFKLARUNG DAN KEHANCURAN BAGHDAD dan propaganda yang semakin memanas dan mengancam keutuhan monarki warisan Penghujung pemerintahan Dinasti Umayah menyaksikan gejolak pemberontakan Muawiyah bin Abu Sufyan tersebut. Pada tahun 739, revolusikeutuhan besar kelompok dan propaganda yang semakin memanas dan mengancam monarkiKhawarij warisan meletup dahsyat sepanjang Afrika Utara (Bennison, 2009, hal. 24), sehingga memutus Muawiyah bin Abu Sufyan tersebut. Pada tahun 739, revolusi besar kelompok Khawarij akses Dinasti Umayah di Andalusia dari Timur Tengah, terkhusus Damaskus. meletup dahsyat sepanjang Afrika Utara (Bennison, 2009, hal. 24), sehingga Kerajaan memutus Umayah yang kelelahan tidak mampu lagi merebut kota-kota penting di Afrika Utara. akses Dinasti Umayah di Andalusia dari Timur Tengah, terkhusus Damaskus. Kerajaan Lebih lagi,yang gempuran selanjutnya datanglagi darimerebut arah barat. Revolusi yang di lebih berbahaya Umayah kelelahan tidak mampu kota-kota penting Afrika Utara. ini dipimpin oleh keturunan paman nabi Muhammad Abbas bin Abdul Muthalib yang Lebih lagi, gempuran selanjutnya datang dari arah barat. Revolusi yang lebih berbahaya mulai merangkul kelompok ahlul bait, pengikut setia Ali dan simpatisan Bani Hashim ini dipimpin oleh keturunan paman nabi Muhammad Abbas bin Abdul Muthalib yang untuk pemerintahan Umayah yangsetia despotik dansimpatisan dianggap telah mulai menggulingkan merangkul kelompok ahlul bait, pengikut Ali dan Bani merebut Hashim hak kekhilafahan (Karim, 2015, hal. 143). Dimulai di Khurasan, perbatasan untuk menggulingkan pemerintahan Umayah yang despotik dan dianggap telah merebut kekhilafahan bagian (Karim, Timur Laut, revolusi itu dipimpin oleh Abu Muslim alhak kekhilafahan 2015, hal. bersejarah 143). Dimulai di Khurasan, perbatasan Khurasani dan berhasil menggiring pasukannya menuju Kufah pada tahun 748. kekhilafahan bagian Timur Laut, revolusi bersejarah itu dipimpin oleh Abu Muslim Di alKufah, pejuang memproklamirkan Abumenuju ‘AbbasKufah al-Saffah Khurasani dan revolusi berhasil ini menggiring pasukannya padasebagai tahun khalifah 748. Di pertama. Denganrevolusi benderainidi memproklamirkan tangan khalifah baru, Mesopotamia Kufah, pejuang Abu mereka ‘Abbas bergerak al-Saffah ke sebagai khalifah dan menghancurkan pasukan khalifah terakhir Umawiyah, Marwan II, pada pertama. Dengan bendera di tangan khalifah baru, mereka bergerak ke Mesopotamia pertempuran menentukan di dekatkhalifah sungai Zab, sungaiUmawiyah, yang mengalir menujuII, sungai dan menghancurkan pasukan terakhir Marwan pada Tigris. Marwan yang kabur ke Mesir berhasil dibunuh pasukan Abbasiyah enam sungai bulan pertempuran menentukan di dekat sungai Zab, sungai yang mengalir menuju kemudian. Adiknya Ja’farberhasil al-Manshur memindahkan ibu kota kekhilafahan Tigris. Marwan yangAbbas, kaburAbu ke Mesir dibunuh pasukan Abbasiyah enam bulan Islam ke kota kedamaian, Baghdad pada tahun 762 M (Karim, 2015, 144). kemudian. Adiknya Abbas, Abu Ja’far al-Manshur memindahkan ibuhal. kota kekhilafahan Pada eraBaghdad Abbasiyah Islam melihat geliat di Islam ke kotapermulaan kedamaian, padainilah, tahunjagat 762 M (Karim, 2015, hal. kebangkitan 144). berbagaiPada aspek, seperti seni, ilmu pengetahuan atau sains yang mencakup berbagai permulaan era Abbasiyah inilah, jagat Islam melihat geliat kebangkitan di bidang termasuk matematika, geografi, astronomi dan berbagai aspek, kedokteran, seperti seni,ilmu ilmuoptik, pengetahuan ataukaligrafi, sains yang mencakup berbagai filsafat. Bidang keagamaan juga menemukan momentum kebangkitannya di bidang bidang termasuk kedokteran, ilmu optik, matematika, kaligrafi, geografi, astronomi dan ilmu-ilmu keIslaman seperti Ushul Fiqih, Hadits, Ilmu Hadits, Tafsir, Ilmu filsafat. Bidang keagamaan juga Fiqh, menemukan momentum kebangkitannya di Tauhid bidang (Kalam) dan sebagainya. Baghdad menyaksikan penerjermahan karya-karya klasik dari ilmu-ilmu keIslaman seperti Ushul Fiqh, Fiqih, Hadits, Ilmu Hadits, Tafsir, Ilmu Tauhid Yunani, China, Persia dan menyaksikan Romawi. Menghasilkan ribuan buku diklasik berbagai (Kalam) India, dan sebagainya. Baghdad penerjermahan karya-karya dari bidang ilmu pengetahuan. Sigrid Hunke, seorang orientalis Jerman mengatakan bahwa Yunani, India, China, Persia dan Romawi. Menghasilkan ribuan buku di berbagai peristiwa lompatan yang besar dalam tangga peradaban yang dicapai oleh “penghuni” bidang ilmu pengetahuan. Sigrid Hunke, seorang orientalis Jerman mengatakan bahwa gurun pasir tersebut patut menjadi perhatian dalam sejarah pemikiran manusia. Hunke peristiwa lompatan yang besar dalam tangga peradaban yang dicapai oleh “penghuni” menulis bahwa ibnu al-Nadim, sejarawan dandalam seorang penjual buku di manusia. Baghdad Hunke waktu gurun pasir tersebut patut menjadi perhatian sejarah pemikiran itu, pernah mengkatalogkan daftar ilmu pengetahuan dalam 10 jilid Di dalamnya menulis bahwa ibnu al-Nadim, sejarawan dan seorang penjual bukubuku. di Baghdad waktu memuat nama-nama buku yang diterbitkan dalam bahasa arab yang membahas filsafat, itu, pernah mengkatalogkan daftar ilmu pengetahuan dalam 10 jilid buku. Di dalamnya astronomi, matematika, ilmu bumi, kimia, dan kedokteran sampa itu. Waktu itu, memuat nama-nama buku yang diterbitkan dalam bahasa arab yangsaat membahas filsafat, astronomi, matematika, ilmu bumi, kimia, dan kedokteran sampa saat itu. Waktu itu, Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

127

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

seorang yang bernama Abu al-Qasim sudah menemukan prinsi-prinsip bedah yang seorang yang Abu al-Qasim sudah menemukan Arab, prinsi-prinsip bedah yang terkenal sampaibernama beberapa abad. Al-Biruni, Aristotelesnya pernah menjelaskan terkenal sampai abad. Al-Biruni, Aristotelesnya pernah bagaimana bumi beberapa berputar mengelilingi matahari. SementaraArab, al-Hasan bin menjelaskan al-Haitsam, bagaimana bumi berputar mengelilingi matahari. Sementara al-Hasan bin al-Haitsam, berhasil menemukan hukum-hukum pada bidang optik dan membuktikannya secara berhasil menemukan hukum-hukum pada bidang optik dan membuktikannya secara empiris di menara Kairo. Apa yang telah dicapai bangsa arab waktu itu, kata Hunke, empiris di menara Kairo. yangmanapun telah dicapai bangsa arab waktu 1993, itu, kata tidak pernah dirasakan olehApa bangsa di belahan dunia (Hunke, hal.Hunke, 354). tidak pernah dirasakan oleh bangsa manapun di belahan dunia (Hunke, 1993, hal. 354). Banyak yang mengatakan bahwa aufklarung ini bermula dari mimpi khalifah AlBanyak yang mengatakan bahwa aufklarung ini bermula dari mimpi khalifah Mamun bertemu Aristoteles. Dalam mimpi itu Al-Mamun menanyakan apa Alitu Mamun bertemu Aristoteles. Dalam mimpi itu Al-Mamun apabaik itu kebaikan. Aristoteles menjawabnya bahwa kebaikan adalah apa menanyakan yang dipandang kebaikan. Aristotelestidak menjawabnya bahwa adalah dipandang baik oleh akal, kemudian ada lagi selain itu.kebaikan Cerita yang bisa apa saja yang legenda itu nyatanya oleh akal, kemudian tidak ada lagi selain itu. Cerita yang bisa saja legenda itu nyatanya memang memberikan gambaran tentang apa yang diperbuat kemudian oleh sang memang Sejarawan memberikan gambaran apa merupakan yang diperbuat kemudian oleh sang khalifah. menulis bahwatentang al-Ma’mun khalifah yang menggalakan khalifah. Sejarawan menulis bahwa al-Ma’mun merupakan khalifah yang menggalakan gerakan penerjemahan karya-karya filsafat klasik dari bahasa Yunanu, Syriak ke dalam gerakanarab. penerjemahan karya-karya filsafat klasik dari bahasa tokoh Yunanu, Syriak kekalam, dalam bahasa Setiap minggu, al-Mamun gemar mengundang agama, ahli bahasafilsafat arab. Setiap minggu,Islam al-Mamun mengundangpertemuan tokoh agama, ahli kalam, pakar dan keilmuan lainnyagemar untuk menghadiri dan mengadakan pakar filsafat dan keilmuan Islam lainnya untuk menghadiri pertemuan dan mengadakan diskusi yang kaya seputar keagamaan dan perdebatan-perdebatan teologi spekulatif diskusi yang kaya seputar keagamaan teologi spekulatif lainnya. Ketertarikan al-Mamun terhadapdan ilmuperdebatan-perdebatan pengetahuan inilah yang mendorongnya lainnya. Ketertarikan al-Mamun terhadap ilmu pengetahuan inilah yang mendorongnya membangkitkan geliat intelektual di kalangan umat Islam dan menghadiakan masa membangkitkan kalangan Islam dan masa keemasan untuk geliat dinastiintelektual Abbasiyahdidan agama umat Muammad. Padamenghadiakan masanya, Baghdad keemasan untuk dinasti Abbasiyah dan agama Muammad. Pada masanya, Baghdad menjadi tempat tujuan akademis yang dijejali para pecinta ilmu pengetahuan dari segala menjadi tempat tujuanbukan akademis dijejalidan parakhalifah pecinta ilmu dari patron segala penjuru. Al-Mamun sajayang politikus yang pengetahuan hanya menjadi penjuru. Al-Mamun bukan saja politikus dan khalifah yang hanya menjadi patron pencerahan, tetapi dirinya juga adalah orang yang cinta akan ilmu pengetahuan. Ketika pencerahan, tetapi dirinya jugaByzantium, adalah orangal-Mamun yang cintatidak akanmeminta ilmu pengetahuan. berhasil mengalahkan tentara peti berisi Ketika emas, berhasil mengalahkan tentara Byzantium, al-Mamun tidak meminta peti berisi tetapi naskah buku Almagest karya astronom Yunani Ptolemi tentang emas, ilmu tetapi naskah buku Almagest karya astronom Yunani Ptolemi tentang ilmu perbintangan. perbintangan. Diceritakan tidak lama setelah khalifah bertemu Aristoteles dalam mimpinya, ia Diceritakan tidakyang lama berdarah setelah khalifah mimpinya,aku ia memanggil menterinya Persia: bertemu “Thahir Aristoteles yang setia,dalam sesungguhnya memanggil menterinya yang tempat berdarahpusat Persia: “Thahir yangbesar setia,disesungguhnya aku ingin membangun sebuah belajar yang Baghdad untuk ingin membangun sebuah tempat pusat belajar yang besar di Baghdad untuk mendukung daya fikir, penafsiran yang bebas, filsafat, ilmu pengetahuan, matematika mendukung dayaKirimlah fikir, penafsiran yang mendatangkan bebas, filsafat, buku-buku ilmu pengetahuan, matematika dan astronomi. utusan untuk utama yang ada di dan astronomi. Kirimlah utusan untuk mendatangkan buku-buku utama yang di Byzantium dan Persia. Ambil semua buku tersebut supaya aku bisa membangunada pusat Byzantium danitu. Persia. Ambil semua buku tersebut supayahandal aku bisa membangun pembelajaran Datangkanlah penerjemah-penerjemah supaya merekapusat bisa pembelajaran itu. Datangkanlah penerjemah-penerjemah handal supaya mereka menerjemahkan semua ilmu itu ke dalam bahasa arab. Pusat ilmu ini aku beri nama bisa bait menerjemahkan semua ilmu ke dalam arab.menjalankan Pusat ilmu ini aku beri nama bait al-hikmah.” Menterinya yangitu setia, Thahirbahasa langsung perintah sang khalifa. al-hikmah.” yang Thahir langsung menjalankan perintah sang khalifa. Ia datangkanMenterinya para ilmuan dansetia, pemikir terbaik seperti al-Khawarizmi, yang kemudian Ia datangkan para ilmuan dan pemikir terbaik seperti al-Khawarizmi, yang kemudian hari dijuluki Abu al-Jabar, karena menjadi pendiri sistem bilangan arab. Baitul Hikmah hari dijuluki Abu saudara-saudara al-Jabar, karena menjadi pendiri arab. Baitul Hikmah juga kedatangan Banu Musa. Di sistem masa bilangan depan mereka akan menjadi juga kedatangan saudara-saudara Banu Musa. Di masa depan mereka akan menjadi ulama matematika, astronom dan pencipta alat dan mesin. Turut pula bergabung ke ulama jajaran matematika, dan pencipta alatdokter dan mesin. Turut pula bergabung ke dalam ilmuanastronom adalah Hunein bin Ishak, dari kalangan kristen Nestorian, dalam jajaran ilmuan adalah Hunein bin Ishak, dokter dari kalangan kristen Nestorian, yang di kemudian hari menerjemahkan buku-buku karya Galen dan filsafat Yunani ke yang dibahasa kemudian menerjemahkan karya Al-Mamun Galen dan filsafat Yunaniapa ke dalam arab.hari Salah satu peziarah buku-buku arab pada masa menceritakan dalam bahasa arab. Salah satu peziarah arab pada masa Al-Mamun menceritakan apa yang ia lihat di Baghdad, sebagaimana dinukil oleh ahli geografi Islam abad-IX, alyang ia lihat Baghdad, sebagaimana dinukil oleh ahli geografi Islam abad-IX, alYa’qubi, dalamdibukunya al-Buldan: Ya’qubi, dalam bukunya al-Buldan: “Aku memulai dengan Irak karena ia adalah pusat dunia dan pusar bumi. Aku “Aku memulai dengan Irak adalahkota pusat dan pusar Aku sebutkan Baghdad karena ia karena adalah ia jantung Irakdunia dan kota besar bumi. yang tidak sebutkan Baghdad karena ia adalah jantung kota Irak dan kota besar yang tidak tandingannya baik di barat atau di timur bumi, tak ada yang mampu menandingi tandingannya di barat atau di timur tak ada yang mampu menandingi keluasan kota, baik kebesaran, bangunan, air danbumi, kejernihan udaranya. Penduduknya diisi keluasan kota, kebesaran, bangunan, air dan kejernihan udaranya. Penduduknya diisi oleh berbagai macam golongan manusia dari berbagai daerah. Baghdad didatangi oleh berbagai macam golongan manusia dari berbagai daerah. Baghdad didatangi 128

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

orang-orang yang berasal dari kota terjauh. Mereka lebih memilih Baghdad daripada orang-orang yang berasal terjauh. lebihlebih memilih tanah air mereka. Tidak dari ada kota seorang alimMereka pun yang alimBaghdad dari paradaripada ilmuan tanah air mereka. Tidak adaadalah seorang alimterbaik, pun yang lebih alim para ilmuan Baghdad. Ahli riwayatnya yang begitu juga ahlidari kalamnya, ahli Baghdad. Ahli riwayatnya adalah yang terbaik, begitu juga ahli kalamnya, ahli gramatikalnya, dan qari-Al-Quran nya. Tidak ada ahli mantik yang lebih pandai gramatikalnya, dan qari-Al-Quran ada ahli yang lebihada pandai daripada ahli mantik Baghdad, juganya. ahli Tidak ibadahnya, ahli mantik zuhudnya. Tidak yang daripada ahli mantik Baghdad, juga ahli ibadahnya, ahli zuhudnya. Tidak ada yang lebih pintar fiqih daripada ahli fiqih Baghdad, begitu pula khatibnya, penyairnya dan lebih pintar fiqih daripada(Morgan, ahli fiqiht.t., Baghdad, begitu pula khatibnya, penyairnya dan orang-orang jenakanya” hal. 56-57) orang-orang jenakanya” (Morgan, t.t., hal. 56-57) Ketika dunia menyaksikan kegemilangan kota Baghdad, sejarah juga mencatat Ketika menyaksikan kegemilangan kota dunia, Baghdad, juga mencatat kegemilangan dunia lain yang menggeliat di bagian barat yaitusejarah semenanjung Iberia, kegemilangan lain yang menggeliat di bagian barat dunia, yaitu semenanjung atau Andalusia. Di ibu kotanya, taman-taman yang luas dibangun, yangIberia, oleh atau Andalusia.sang Di ibu kotanya, taman-taman dibangun, yang oleh Abdurrahman, khalifah, taman itu diberi yang nama luas Rusafa. Pada tahun 786, Abdurrahman, sang khalifah, taman itu Kordoba. diberi nama Rusafa. Pada 786, Abdurrahman membangun masjid agung Kegemilangan bumitahun Andalusia, Abdurrahman membangun masjid Kordoba. Kegemilangan dengan ibu kotanya Kordoba ini diagung kemudian hari membuat penulisbumi baratAndalusia, menyebut dengan ibu kotanya Kordoba ini di kemudian hari membuat penulis barat menyebut Kordoba sebagai The Ornament of The World (Ornamennya dunia). Sejarah Andalusi Kordoba Ornament of Thepenting, World (Ornamennya dunia). Sejarah diwarnai sebagai berbagaiThemacam peristiwa dinamika perseteruan antara Andalusi kerajaan diwarnai berbagai macam peristiwa penting, dinamika perseteruan antara kerajaan Kristen di Utara dengan penguasa muslim, hidup berdampingan yang relatif harmonis Kristen di Utara dengan penguasa hidupSejak berdampingan yang relatifatas harmonis antara tiga agama (Islam, kristen muslim, dan Yahudi). penaklukan muslim Iberia antara tiga agama (Islam, kristen dan Yahudi). Sejak penaklukan muslim atas Iberia pada tahun 711 oleh Thariq bin Ziyad dan masuknya ratu Issabela pada tahun 1492, pada tahun 711 olehmenyaksikan Thariq bin Ziyad dan masuknya Issabeladipada tahun 1492, semenanjung Iberia meriahnya karya-karyaratu memukau bidang arsitektur, semenanjung menyaksikan karya-karya memukau di bidang arsitektur, musik, sastra,Iberia filsafat, kedokteranmeriahnya dan ilmu pengetahuan. musik, sastra, filsafat, kedokteran dan ilmu pengetahuan. Sepertinya halnya sejarah bangsa dan peradaban lain, masa aufklarung Islam Sepertinya halnya bangsa dan peradaban lain, masa aufklarung juga nampaknya mulai sejarah melihat lamat-lamat kehancuran ketika dunia Islam mulai juga nampaknya mulai melihat lamat-lamat kehancuran ketika dunia mulai menyaksikan pergerakan berbahaya dari arah China pada abad ke-13. Bangsa Mongol menyaksikan berbahayasalah dari arah pada abad ke-13. Bangsa mulai bersatupergerakan di bawah komando satu China orang paling menakutkan dalam Mongol sejarah, mulai bersatu di bawah komando salah satu orang paling menakutkan dalam sejarah, Jengis Khan. Bangsa nomaden ini diketahui ahli dalam menggunakan belati dan pedang. Jengis nomaden ini diketahui dalam menggunakan belati Jengiz dan pedang. MerekaKhan. juga Bangsa ahli dalam melepaskan panasahli ketika sedang menaiki kuda. Khan Mereka juga ahli dalam melepaskan panas ketika sedang menaiki kuda. Jengiz Khan bergerak ke wilayah Islam di Asia tengah. Dimulai dengan penghancuran kerajaan bergerak ke wilayah di Asia tengah. Dimulai dengan penghancuran kerajaan Khawarizmshah yang Islam dipimpin Alauddin Muhammad. Pada tahun 1219, Jenghiz Khan Khawarizmshah yang dipimpin Alauddin Muhammad. Pada tahun 1219, Jenghiz Khan resmi melancarkan peperangan atas tanah-tanah Islam sepanjang Transoxiana. Sebuah resmi melancarkan peperangan tanah-tanah Islam sepanjang Transoxiana. pasukan Sebuah pasukan yang dipimpin anak atas Jengiz Khan, Juju, berhasil menghancurkan pasukan yang berjumlah dipimpin 400.000 anak Jengiz Khan, pasukan Alaudin yang di dekat Jand.Juju, Shah berhasil bergerak menghancurkan terus menuju Samarkand. Alaudin yang berjumlah 400.000 di dekat Jand. Shah bergerak terus menuju Samarkand. Anaknya yang lain, Jagatai, membumihanguskan Otrar. Sementara Khan sendiri Anaknya lain, Jagatai, membumihanguskan Sementara Khan sendiri bersama yang pasukannya melulunlantakkan Bukhara Otrar. sampai rata dengan tanah. bersama pasukannya melulunlantakkan Bukhara sampai rata dengan tanah. Perempuannya diperkosa, dan sebanyak 30.000 laki-laki disembelih. Ketika Khan Perempuannya diperkosa, dan sebanyak disembelih. Khan kembali ke Mongolia dan menikmati 500 30.000 istri danlaki-laki ratusan selirnya, lalu Ketika meninggal di kembali ke Mongolia dan menikmati 500 istri dan ratusan selirnya, lalu meninggal di atas tempat tidurnya, anaknya sekaligus penerusnya Ogotai mengirim pasukan sekitar atas tempat tidurnya, sekaligus penerusnya Ogotai mengirim pasukan sekitar 300.000 orang untuk anaknya menggempur Diarbakr yang dipegang Jalaluddin. Setelah kota 300.000 orang untuk menggempur Diarbakr yang dipegang Jalaluddin. Setelah kota hancur, pasukan Mongol meratakan Azerbaijan, Mesopotamia Utara, Georgia dan hancur, Mongol meratakan Azerbaijan, Utara,keGeorgia dan Armeniapasukan pada tahun 1234. Cucu Jengiz Khan, Mesopotamia Hulagu, bertolak Iran untuk Armenia tahun 1234. Assasin. Cucu Jengiz Hulagu, bertolak dan ke Balkh, Iran untuk menumpaspada pemberontakan HulaguKhan, melintas Samarkand lalu menumpas pemberontakan Assasin. Hulagu melintas Samarkand dan Balkh, lalu menghancurkan markas besar Assasin di bukit Alamut. Sekarang tujuan mereka menghancurkan markas besar Assasin di bukit Alamut. tujuankota-kota mereka semakin jelas, yaitu meratakan kota kedamaian, Baghdad,Sekarang sama seperti semakin jelas, yaitu meratakan kota kedamaian, Baghdad, sama seperti kota-kota lainnya (Durant, 1950, hal. 339-340). lainnya Will (Durant, 1950, hal. 339-340). Durant mendeskripsikan dengan baik bagaimana proses tersebut Will Durant mendeskripsikan dengan baikterakhir bagaimana proses tersebut berlangsung. Sehingga sampailah waktunya khalifah Baghdad, al-Musta’shim berlangsung. Sehingga sampailah waktunya khalifahHulagu terakhirberjejer Baghdad, al-Musta’shim billah, gemetar ketika melihat ratusan ribu pasukan mengerikan di luar billah, gemetar ketika melihat ratusan ribu pasukan Hulagu berjejer mengerikan di luar benteng Baghdad. Setelah satu bulan pengepungan, Hulagu bersama pasukannya benteng Baghdad. Setelah satu bulan pengepungan, Hulagu bersama pasukannya memasuki Baghdad pada Februari 1258. Selama 40 hari, Hulagu melancarkan aksi memasuki Baghdad pada Februari 1258. Selama 40 hari, Hulagu melancarkan aksi Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

129

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

pembantaian dan pembunuhan; sebanyak 800.000 penduduk terbunuh. Ribuan pembantaian dan pembunuhan; terbunuh. Ribuan cendekiawan, ulama, saintis, dansebanyak penyair 800.000 bernasib penduduk mengenaskan. Perpustakaan cendekiawan, ulama, saintis, dan penyair bernasib mengenaskan. Perpustakaan dihancurkan, ratusan ribu jilid buku dilalap api. Durant menyebut bahwa dalam sejarah, dihancurkan, ratusan ribu jilid buku dilalap api. Durant menyebut bahwa dalam sejarah, tidak ada sebuah peradaban yang mengalami kehancuran yang begitu tiba-tiba terjadi. tidak ada sebuahsaja peradaban yang mengalami kengerian kehancuran yang begitu tiba-tiba Dalam 40 tahun dunia telah menyakiskan tersebut. Mereka datang terjadi. bukan Dalammenetap, 40 tahuntapi sajauntuk duniamembunuh, telah menyakiskan kengerian tersebut. Mereka datang untuk membantai dan mengangkut kekayaan dan bukan harta untuk menetap, tapi untuk membunuh, membantai dan mengangkut kekayaan dan harta rampasan ke Mongolia. rampasan ke Mongolia. F. PENUTUP F. Sejarah PENUTUP barangkali memperlihatkan gerak peradaban yang muncul, berkembang Sejarah hancur. barangkali gerak peradaban muncul, berkembang lalu kemudian Adamemperlihatkan yang mengatakan bahwa sejarahyang tidak ada hubungannya lalu kemudian hancur. Ada yang mengatakan bahwa sejarah tidak ada hubungannya dengan masa sekarang. Sejarah ibarat sebuah episode yang telah usai dalam perjalanan dengan masa sekarang. Sejarah ibaratdunia sebuah episode yang telah usaiperadaban dalam perjalanan manusia kemudian berpindah menuju baru. Namun yang jelas, apapun, manusia kemudian berpindah menuju dunia baru. Namun yang jelas, peradaban apapun, Islam termasuk di dalamnya, bukan diisi oleh teriakan-teriakan dalam peperangan, dan Islam termasuk dalamnya, bukanpenaklukan. diisi oleh teriakan-teriakan dalam peperangan, dan darah-darah yangdimengalir setelah Peradaban dibangun oleh sistem sosial darah-darah yang mengalir setelah penaklukan. Peradaban dibangun oleh yang sistemterjaga sosial yang menyebarkan kreativitas kultural. Peradaban berisi sistem politik yang menyebarkan kreativitas berisiekonomi, sistem politik yangmelalui terjaga melalui adat, moral dan hukum. kultural. PeradabanPeradaban adalah sistem yang dijaga melalui adat, moral dan hukum. Peradaban adalah sistem ekonomi, yang dijaga melalui keberlangsungan produksi. Ia juga merupakan kreativitas kultural, melalui kebebasan, keberlangsungan juga merupakan kreativitas ia kultural, melaluidialami kebebasan, pertumbuhan ide, produksi. sastra, adatIaistiadat, seni dan bagaimana diungkapkan, dan pertumbuhan ide, sastra, adat istiadat, seni dandari bagaimana ia manusia diungkapkan, dialami dan termanfaatkan. Peradaban adalah benang rumit hubungan (Durant & Ariel, termanfaatkan. Peradaban adalah benang rumit dari hubungan manusia (Durant & Ariel, 1968, 167). 1968, 167). Peradaban Islam lebih kompleks daripada catatan tentang peperangan, perebutan Peradaban Islam lebih kompleks daripada atas catatan tentang peperangan, perebutan kekuasaan, ekspansi militer, dan pembunuhan nama agama. Peradaban Islam kekuasaan, ekspansi militer, dan pembunuhan atas interaksi nama agama. Islam menyimpan sejarah yang “hilang”, sejarah tentang yang Peradaban simpatik antara menyimpan sejarah yang “hilang”, sejarah tentang interaksi yang simpatik antara penganut agama yang berbeda. Sejarah Islam mencatat adanya geliat intelektual yang penganut agama yangmanusia berbeda.menuju Sejarah gerbang Islam mencatat adanya geliat intelektual yang terhormat, membawa renaissance yang dipimpin Eropa di terhormat,hari. membawa manusia renaissance yang yang dipimpin Eropa di kemudian Peradaban Islam menuju juga diisigerbang oleh hubungan-hubungan dinamis, tidak kemudian hari.para Peradaban Islam juga diisi oleh hubungan-hubungan yang dinamis, tidak statis, antara pemeluk agama, keyakinan dan aliran pemikiran. Terminologi statis, antara para pemeluk keyakinan dan terlalu aliran menyederhanakan pemikiran. Terminologi “bentrokan peradaban” menjadiagama, semacam upaya yang gejala “bentrokan menjadi semacam upaya rumit yang terlalu menyederhanakan gejala sejarah dan peradaban” kondisi sosio-politik yang sejatinya dan dinamis. Teori Huntington sejarah clash dan kondisi sosio-politik yang sejatinya rumitbarangkali dan dinamis. Teori Huntington tentang of civilization antara Islam dan Barat hanya di dasari dari tentang clash of civilization antara Islam dan Barat barangkali hanya di dasari keyakinan bahwa negara dan budaya akan selalu “membutuhkan” konflik. Padahaldari di keyakinan bahwa negara untuk dan budaya akandan selalu “membutuhkan” konflik. Padahal di balik sana ada keinginan berdamai kerinduan hidup berdampingan dengan balik sana ada keinginan untuk berdamai dan kerinduan hidup berdampingan dengan pihak yang tengah mengalami konflik. pihak yang tengah mengalami konflik. REFERENSI REFERENSI REFERENSI Amin, A. (1997). Dhuha al-Islam Jilid 1. Kairo: Maktabah al-Usrah. Amin, A. Dhuha al-Islam Jilid of 1. Islam. Kairo: Maktabah al-Usrah. and Company. ltd, Arnold, T.(1997). W. (1913). The Preaching London: Constable Arnold,m.T. W. (1913). The Preaching of Islam. London: Constable and Company. ltd, m. A. K. (2009). The Great Caliphs, The Golden Age of the Abbasid Empire. Bennison, Bennison, K. (2009). The Great Caliphs, The Golden Age of the Abbasid Empire. YaleA.University Press. University Durant, Yale W. (1950). ThePress. Age of Faith, a History of Medieval Civilization-Christian, Durant,Islamic, W. (1950). The Age of Faith, a History of Medieval Civilization-Christian, and Judaic-from Constantine to Dante: AD. 325-1300. New York: Islamic, Judaic-from Constantine to Dante: AD. 325-1300. New York: Simon andand Schuster. Simon and Schuster. _________. (1993). Durus al-Tarikh, terj. Ali Shalash. Kairo: Dar Su’ad al-Shabah. _________. (1993). al-Tarikh, terj. of AliHistory. Shalash. Kairo: DarSimon Su’adand al-Shabah. Durant, W dan Ariel.Durus (1968). The Lessons New York: Schuster. Durant, W dan Ariel. (1968). The Lessons of History. New York: Simon and Schuster. 130

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

Frassetto, M. dan David R. Blanks. (1999). Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe. New York: St. Martin’s Press. Hasan, H. I. (1996). Tarikh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’i, vol 1. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah. Hunke, S. (1993). Shams al-‘Arab Tastha’u ‘Ala al-Gharb, terj. Bahasa arab oleh Faruq Baidhun dan Kamal Dasuki. Beirut :Dar al-Jail dan Dar al-Afaq al-Jadidah. Karim, A. (2015) Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara. Le Bon, G. (t.t.). Hadharah al-‘Arab, terj. Adil Zu’air. Kario: Isa al-Bab al-Halabi. Lewis, B. (1993). Islam and The West. New York: Oxford University Press, Inc. Morgan, M. H. (t.t.). Tarikh Dhai’. Kairo: Nahdhah Misr. Subhi, A. M. (1975). Fi Falsafat al-Tarikh. Iskandariah: Muassasah al-Tsaqafah alJami’iyah. Watt, W. M. (1956). Mohamed at Medina. London: Clarendon Press.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

131

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

AVEROES: A Study of The Influence of His Thoughts on Renaissance AVEROES: A Study of The Influence of His Thoughts on Renaissance Edi Suresman Universitas Pendidikan Indonesia Edi Suresman Email: [email protected] Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT

This article discusses about great contributions of a Moslem scholar, Averoes, to the development of science and technology in the West. The objectives of the writing of this article This(1).article discusses greatof contributions of a Moslem scholar, Averoes,Averoes; to the are to introduce the about biography a prominent Moslem scholar and philosopher, development of science and technology in the West. The objectives of the writing of this (2). to understand his teachings; and (3). to find out the influence of his thoughts, toarticle both are (1). to introduce the biography of a prominent Moslem scholar and philosopher, Averoes; Islamic and Western worlds. The problems to discuss in this paper are: (1). what are the most (2). to understand teachings; (2). andhow (3). istothe find out theofinfluence ofteachings his thoughts, to both important teachings his of Averoes?; influence Averoes’s on scientific Islamicorand Western discuss in this paper are: what most world, what is in worlds. Europe The well problems known astoRenaissance Age?; and (3).(1). how areare thethe West’s important teachings of Averoes?; (2). how is the influence of Averoes’s teachings on scientific attitudes toward Averoes’s teachings?. Based on this study, it can be concluded that: (1) world, or is what is in Europe known as Renaissance Age?; how thoughts-based are the West’s Averoism basically a schoolwell of thought that brought about an and Ibn (3). Rusyd’s attitudes toward Averoes’s teachings?. Based on this study, it can be concluded (1) reformation movement emerging in Europe; (2) Ibn Rusyd’s thoughts penetrated that: Europe Averoism is basically a school of thought that brought about an Ibn Rusyd’s thoughts-based through those youths who were studying at Cordova, Secilla, Malaga, and Granada universities, reformation in Europe; Rusyd’s thoughts was penetrated Europe as well as themovement translationemerging of Ibn Rusyd’s works(2) intoIbn Latin; (3) Averoism sponsored and through those youths who were studying Malaga, Granada universities, developed by Western scholars and thusatitCordova, played a Secilla, great role in theand process of the birth of as well as the of communities Ibn Rusyd’s to works intocivilization; Latin; (3) Averoism was sponsored and Renaissance thattranslation led Europe modern and (4) Ibn Rusyd is a great developed by Western scholars and thus it played a great role in the process of the birth of Moslem scholar and philosopher in the West where he is known as Averoes. Renaissance that led Europe communities to modern civilization; and (4) Ibn Rusyd is a great Moslem scholar and philosopher in the West where he is known as Averoes.

Key Words: Averoes, Averoism, Moslem scholar, Renaissance

Key Words: Averoes, Averoism, Moslem scholar, Renaissance ABSTRAK ABSTRAK Artikel ini mendiskusikan tentang kontribusi besar dari seorang sarjana Muslim bernama Ibn Rusyd (Averoes) terhadap perkembangan ilmu dan teknologi di Barat. Tujuan penulisan artikel Artikel ini :mendiskusikan tentang biografi kontribusi besar dari seorang sarjana Muslim Muslim terkenal, bernama Ibn Ibn ini adalah (1). memperkenalkan seorang sarjana dan filosof Rusyd (Averoes) terhadap perkembangan ilmu dan teknologi di Barat. Tujuan penulisan artikel Rusyd; (2). memahami ajaran-ajarannya; dan (3). mengidentifikasi dan menemukan pengaruh ini adalah : (1). memperkenalkan biografi sarjanaBarat. dan filosof Muslim terkenal, Ibn pemikiran-pemikirannya baik terhadap Duniaseorang Islam maupun Masalah-masalah yang akan Rusyd; (2). memahami mengidentifikasi dan yang menemukan pengaruh dibahas dalam artikel iniajaran-ajarannya; adalah: (1). apadan saja(3). ajaran-ajaran Ibn Rusyd paling penting?; pemikiran-pemikirannya baik terhadap Dunia Islam maupun Barat. Masalah-masalah yang (2). bagaimana pengaruh ajaran-ajaran Ibn Rusyd terhadap dunia ilmu pengetahuan atau akan apa dibahas dalamdikenal artikel dengan ini adalah: (1). apa saja(kebangkitan)?; ajaran-ajaran Ibn yang paling penting?; yang di Barat Era Renaissance danRusyd (3). bagaimana sikap Barat (2). bagaimana pengaruh Ibn Rusyd penelitian terhadap dunia ilmuyang pengetahuan atau apa terhadap ajaran-ajaran Ibnajaran-ajaran Rusyd?. Berdasarkan kualitatif penulis lakukan, yang di Barat dikenal dengan Era Renaissance (kebangkitan)?; dan (3). bagaimana sikap dapat disimpulkan bahwa: (1) Averoism pada dasarnya adalah sebuah madzhab pemikiran Barat yang terhadap ajaran-ajaran Ibn Rusyd?. Berdasarkan penelitian kualitatif yang penulis lakukan, didasarkan pada ajaran-ajaran Ibn Rusyd yang kemudian menghasilkan gerakan reformasi di dapat disimpulkan bahwa: Averoism pada adalah sebuah madzhabyang pemikiran Eropa; (2) pemikiran Ibn (1) Rusyd masuk kedasarnya Eropa melalui para pemuda belajaryang di didasarkan Cordova, pada ajaran-ajaran Ibn Rusyd yang kemudian gerakan reformasi di universitas Secilla, Malaga, dan Granada, dan jugamenghasilkan melalui penerjemahan karya-karya Eropa; (2) pemikiran Ibn Rusyd masuk ke Eropa melalui para pemuda yang belajar di Ibn Rusyd ke dalam bahasa Latin; (3) Averoism disokong dan dikembangkan oleh para sarjana universitas Cordova, Secilla, Malaga, dan Granada, dan juga melalui penerjemahan karya-karya Barat dan kemudian memerankan peran penting dalam proses kelahiran Renaissance Ibn Rusyd ke dalam bahasa Latin; (3) Averoism danperadaban dikembangkan oleh dan para(4) sarjana (kebangkitan) yang membawa masyarakat Eropadisokong ke dalam modern; Ibn Barat dan kemudian memerankan peran penting dalam proses kelahiran Renaissance Rusyd adalah sarjana dan filosof Muslim besar di Barat di mana dia dikenal dengan sebutan (kebangkitan) yang membawa masyarakat Eropa ke dalam peradaban modern; dan (4) Ibn Averoes. Rusyd adalah sarjana dan filosof Muslim besar di Barat di mana dia dikenal dengan sebutan Averoes.

Kata Kunci: Ibn Rusyd, Averoisme, Sarjana Muslim, Renaissance

Kata Kunci: Ibn Rusyd, Averoisme, Sarjana Muslim, Renaissance Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

133

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 133 – 138

A. INTRODUCTION Many people forget the great contributions of past Moslem scholars. We often A. INTRODUCTION hear that the development of science and technology came initially from West. It Many people forget the great contributions of pastand Moslem scholars. We Islam often implies that Moslems are always prototyped as ignorant colonized. In fact, A. INTRODUCTION hear that long the development of sciences. science and came initiallyby from West. It has since ago developed One technology of which was pioneered a prominent implies that Moslems are always prototyped as ignorant colonized. In fact, MoslemMany scholar and philosopher, Averoes. people forget the great contributions of pastand Moslem scholars. We Islam often has since long ago developed One technology of which pioneered by a in prominent A lot Moslems, even Moslem scholars, do notwas recognize Averoes, spite of hear that theofdevelopment of sciences. science and came initially from West. It Moslem scholar and philosopher, Averoes. his high influence on the thoughts, to both Muslim and Western worlds. Based on the implies that Moslems are always prototyped as ignorant and colonized. In fact, Islam A lot of ago Moslems, even sciences. Moslem scholars, do nothim, recognize Averoes, in spite of background above, the author was driven the result of awhich may has since long developed One to of study which was pioneered by prominent his high influence on the thoughts, to both Muslim and Western worlds. Based on the hopefully be utilized by Moslem intellectuals in developing their scholarship further. Moslem scholar and philosopher, Averoes. background above, the author waswas driven study result may The of this paper (1). totointroduce the the biography of awhich prominent A lotobjective of Moslems, even Moslem scholars, do nothim, recognize Averoes, in spite of hopefully be utilized intellectuals in developing their scholarship further. Moslem scholar and philosopher, Averoes; (2). to and understand his teachings; and on (3).the to his high influence on by theMoslem thoughts, to both Muslim Western worlds. Based objective this paper (1). to the biography of awhich prominent find outThe the influence of his thoughts, to both Muslim Western worlds. background above, the author waswas driven tointroduce studyand him, the result may Moslem scholar andformulation philosopher, Averoes; to understand hisscholarship teachings; and are (3).the to The problems (2). toindiscuss in this paper is: (1). what hopefully be utilized by Moslemofintellectuals developing their further. find out the influence of his to(2). both Muslim Western most important teachings ofthoughts, Averoes?; is theand influence ofworlds. Averoes’s teachings The objective this paper was (1).how to introduce the biography of a prominent The of Averoes; problems to discuss in this paper is: and (1). (3). what are on scientific world, or in Europe well known as Age?; are Moslem scholar andformulation philosopher, (2). to Renaissance understand his teachings; andhow (3).the to most important teachings ofthoughts, Averoes?; is theand influence ofworlds. Averoes’s teachings West’s attitudes over Averoes’s teachings? find out the influence of his to(2). bothhow Muslim Western on scientific world, or in Europe well known as Renaissance Age?; are The formulation of problems to discuss in this paper is: and (1). (3). whathow are the West’s attitudes over Averoes’s teachings? METHODS mostB.important teachings of Averoes?; (2). how is the influence of Averoes’s teachings This research qualitative approachAge?; according to Sugiyono on scientific world, oruses in Europe wellapproach. known asThis Renaissance and (3). how are (2011: 12) is also called as interpretive approach since the data resulted from this B. METHODS West’s attitudes over Averoes’s teachings? research qualitative approach.toward This approach to Sugiyono researchThis is more dealtuses with the interpretation the data according found in the field. In (2011: 12) is also called as interpretive approach since the data resulted from this addition, according to Putra and Lisnawati, this qualitative approach design is usually B. METHODS research is more dealtuses with the interpretation toward the data according found in 28). theSugiyono field. In more global, not detail, and much moreapproach. flexible (Putra Lisnawati, 2012: This research qualitative This & approach to addition,12) according to Putraasand Lisnawati,approach this qualitative approach design is usually (2011: is also called interpretive since the data resulted from this more not detail, more flexible (Putra Lisnawati, 2012: C.global, RESULT AND DISCUSSION research is more dealt and withmuch the interpretation toward&the data found in 28). the field. In a. according Averoes’stoBiography and Worksthis qualitative approach design is usually addition, Putra and Lisnawati, Averoes born inmuch Cordova 1126 to(Putra a family of lawyers. His28). grandmother C.global, RESULT AND DISCUSSION more notwas detail, and moreinflexible & Lisnawati, 2012: and parents served asBiography judges of and Supreme a. Averoes’s WorksCourt. The name ‘Averoes’ is a western Averoes was born in Cordova in to a family of lawyers. His grandmother version for Arabic ‘Ibn Rusyd’. Thus, name Averoes is actually Ibn Rusyd. C. RESULT AND DISCUSSION 1126 and parents served of and Supreme Court. The ‘Averoes’ is a western His full nameasBiography isjudges Abu Al-Walid Muhammad Ibnname Ahmad Ibn Muhammad Ibn a. Averoes’s Works version for ‘Ibn Rusyd’. Thus, name Averoes is actually Ibn Rusyd. AhmadAveroes IbnArabic Rusyd. During youth times, hetostudied Islamic theology, laws, was born inhis Cordova in 1126 a family of lawyers. His Islamic grandmother His mathematics, full nameasisjudges Abu Al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Ibn medicine, astronomy, literature philosophy. In Muhammad 1169, was and parents served of Supreme Court.andThe name ‘Averoes’ is a he western Ahmad Ibnjudge Rusyd. During his in youth times, he studied Islamic Ibn theology, appointed in ‘Ibn Seville, and 1182name in Cordova. version for Arabic Rusyd’. Thus, Averoes is actually Rusyd.Islamic laws, medicine, mathematics, astronomy, and Ibn philosophy. In Muhammad 1169,famous he was He was well known asAl-Walid a criticliterature of Aristotle philosophy, and also in His full name is Abu Muhammad Ahmad Ibn Ibn appointed in Seville, and 1182times, in Cordova. medicine. His works are highly influential inhe Europe andIslamic were translated Latinlaws, and Ahmad Ibnjudge Rusyd. During his in youth studied theology,into Islamic was well known as a critic of Aristotle also in Hebrew.HeThe thoughts of Ibn Rusyd have later developed in Europeand in isfamous so medicine, mathematics, astronomy, literature and philosophy, philosophy. In what 1169, hecalled was medicine. His works highly influential inofEurope were translated into Latinasanda Averoism judge school ofare thought which great and influence on Renaissance appointed in Seville, and in 1182 was in Cordova. Hebrew. thoughts of Ibn Rusyd have of later developed in Europeand in what so called reformation movement which lifted Europe from dark nature. HeThe was well known as a critic Aristotle philosophy, also isfamous in Averoism school thought which wasinofEurope great influence on Renaissance asand He His wrote theofsummary interpretation of most żreek philosophers’ works. Ina medicine. works are highlyand influential and were translated into Latin reformation which lifted Europe from darklater nature. medicine,The hemovement wrote a of book “al-Kulliat”, translated into Latin Hebrew. thoughts Ibn entitled Rusyd have later developed in Europe in what is soentitled called HeInwrote theofsummary and interpretation of“Tahafut most żreek philosophers’ Ina Colliget. philosophy, he wrote books entitled al-Tahafut” and works. “FaslasalAveroism school thought which was of great influence on Renaissance medicine, wrote a which book entitled “al-Kulliat”, later translatedEurope into Latin Maqal”. Inhelaw, he wrote a book entitled “Bidayah pays entitled a close reformation movement lifted Europe from darkal-Mujtahid”. nature. Colliget. Inwrote philosophy, he wrote entitledof“Tahafut al-Tahafut” and works. “Fasl alattention Ibn Rusyd. Heto the summary and books interpretation most żreek philosophers’ In Maqal”. Inhelaw, he wrote a book entitled “Bidayah al-Mujtahid”. pays entitled a close medicine, wrote a book entitled “al-Kulliat”, later translatedEurope into Latin attention to Rusyd. he wrote books entitled “Tahafut al-Tahafut” and “Fasl alColliget. InIbn philosophy, Maqal”. In law, he wrote a book entitled “Bidayah al-Mujtahid”. Europe pays a close attention to Ibn Rusyd. 134

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

AVEROES: A STUDY OF THE INFLUENCE OF ... — [Edi Suresman]

b. The Essence of Averoism Averoism is a term used in West that refers to Ibn Rusyd and his thoughts. It b. The Essence of Averoism began to be appreciated in 13thin century. to Rusyd Paul Edward Averoism is a term used West thatAccording refers to Ibn and his (1987:224), thoughts. It th Averoism is a term that West scholars assigned to a certain interpretation of Aristotle’s began to be appreciated in 13 century. According to Paul Edward (1987:224), doctrines. In other words, Averoism is essentially an understanding of Averoism is a term that West scholars assigned to a certain interpretation of Aristotle’s Aristotle’s philosophy in accordance to Ibn Rusyd’s interpretation. doctrines. In other words, Averoism is essentially an understanding of Aristotle’s The in most importanttoteachings of Averoism are as follows: philosophy accordance Ibn Rusyd’s interpretation. 1. Relationship between Philosophy (Reason) and Syariat (Divine Revelation) The most important teachings of Averoism are as follows: Ibnbetween Rusyd suggested that there isand no contradiction between divine 1. Relationship Philosophy (Reason) Syariat (Divine Revelation) revelation (syariat) and reason (philosophy). The two are compatible and Ibn Rusyd suggested that there is no contradiction between divine complementary. Philosophy is recommended by The religion, a functionand of revelation (syariat) and reason (philosophy). two because are compatible philosophy is to make a speculation on tangible image and to continuously complementary. Philosophy is recommended by religion, because a function of think of it asislong as it brings about knowledge on the Creator. philosophy to make a speculation on tangible image and to continuously The establishment of the law is based on Quran verses, among think of it as long as it brings about knowledge on the Creator. others;…. Meaning: The establishment of the law is based on Quran verses, among “Then let think, hey you who are of reason.” (Q.S. 59:2). others;…. Meaning: “Don’t they learn what existent in both heavens and earth kingdoms “Then let think, hey youare who are of reason.” (Q.S. 59:2). and everything that Allah SWT creates?” (Q.S. 7:185). “Don’t they learn what are existent in both heavens and earth kingdoms Syariat commands to undertake investigations on anything tangible and to and everything that us Allah SWT creates?” (Q.S. 7:185). take lesson from it. us Such investigations should be carried out bytangible any rationally Syariat commands to undertake investigations on anything and to reasoning processes. The main target of syariah philosophically is as a means take lesson from it. Such investigations should be carried out by any rationally of achieving both trueThe theories actions (al-ilmu bil hag Wal ‘amal haq). reasoning processes. mainand target of syariah philosophically is asbil a means of achieving both true theories and actions (al-ilmu bil hag Wal ‘amal bil haq). 2. Interpretation by Ta’wil way on Quran Ibn Rusyd asserted that divine revelation was sent down to all human 2. Interpretation by Ta’wil way on Quran beings to their that own divine capacityrevelation of understanding content. Ibnaccording Rusyd asserted was sentitsdown to According all human to Ibn Rusyd, humankind can be divided into three groups: philosophers, beings according to their own capacity of understanding its content. According theologians, andhumankind laymen (general are those who use to Ibn Rusyd, can be public). divided Philosophers into three groups: philosophers, demonstrative methods; are of lower level, in that theologians, and laymentheologians (general public). Philosophers are they thosebegin whofrom use dialectic methods rather than scientific truths. And laymen are rhetorical demonstrative methods; theologians are of lower level, in that they begin from people who simply absorb throughtruths. examples writtenare thoughts. dialectic methods rather anything than scientific Andand laymen rhetorical

people who simply absorb anything through examples and written thoughts. 3. Theory of Universal Human Soul Sustainability after Being Separated from or Her Body and Human Theory of Eternity and Material 3. His Theory of Universal Soul Sustainability afterForm BeingPotential Separated from Ibn Rusyd suggested that reason and soul are a unity. The body may die, His or Her Body and Theory of Eternity and Material Form Potential but both reason and soul should stay alive. Therefore, meant by resurrection Ibn Rusyd suggested that reason and soul are a unity. The body may die, day is spiritual resurrection. As for material forms, it is said that the nature was but both reason and soul should stay alive. Therefore, meant by resurrection created after being inexistent, but both forms (materials) and times are going day is spiritual resurrection. As for material forms, it is said that the nature was on forever. is in accordance content of Surah paragraph 7, created afterThis being inexistent, butwith boththe forms (materials) andHud times are going meaning as follows: on forever. This is in accordance with the content of Surah Hud paragraph 7, “And it follows: is Him who created heavens and earth in six phases, and His meaning as kingdom that)who has been on waters, Him to test were among “And (before it is Him created heavensfor and earth in who six phases, and you His of better deeds, and if you say: “This is nothing more than a real magic.” kingdom (before that) has been on waters, for Him to test who were among(Q.S. you 11:7). of better deeds, and if you say: “This is nothing more than a real magic.” (Q.S. 11:7). The Entry of Averoes’s Thoughts into Europe contact of Ibn Rusyd’s into Europe was triggered by AlTheThe Entry of Averoes’s Thoughtsthoughts into Europe Muwahidun żovernment’s stance which disliked him, andwas he was thus arrested The contact of Ibn Rusyd’s thoughts into Europe triggered by AlMuwahidun żovernment’s stance which disliked him, and he was thus arrested Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

135

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 133 – 138

and then ostracized to Lucena, south of Cordova. The Khalifah instructed that all his books be burnt and shouldn’t be read. and then ostracized to Lucena, south of Cordova. The Khalifah instructed that all Duringbe the ostracizing time,beIbn his books burnt and shouldn’t read.Rusyd had been steadily teaching and writing, so that lots of Jew visited him to learn.had Ibn Rusyd’s works can still be During the ostracizing time, Ibn Rusyd steadily teaching and then ostracized to Lucena, south of Cordova. Thebeen Khalifah instructed thatand all found in Hebrew thanks to the endeavors of his disciples in the ostracizing site. writing, lotsand of shouldn’t Jew visited his bookssobethat burnt be him read.to learn. Ibn Rusyd’s works can still be Other factor that brought Ibn Rusyd’s to Europe is the the many European found in Hebrew thanks to the endeavors of hishad disciples in ostracizing site. During the ostracizing time, Ibninfluence Rusyd been steadily teaching and youths who came to study in Andalus, entering universities in Cardova, Sevilla, Other factor that brought Ibn Rusyd’s influence to Europe is the many European writing, so that lots of Jew visited him to learn. Ibn Rusyd’s works can still be Malaga, and Granada. youths came to study entering Sevilla, found inwho Hebrew thanks to in theAndalus, endeavors of his universities disciples in in theCardova, ostracizing site. History has told that the first university in Europe is Paris University, found Malaga, and Granada. Other factor that brought Ibn Rusyd’s influence to Europe is the many European in 1231. Ibncame Rusyd’s books are an obligatory course. It Paris is only hundreds years History has told theinfirst university in Europe is found youths who to that study Andalus, entering universities in University, Cardova, Sevilla, later that Europe has 18 (eighteen) universities. in 1231. Ibn Rusyd’s books are an obligatory course. It is only hundreds years Malaga, and Granada. laterHistory that Europe has that 18 (eighteen) universities. has told the first university in Europe is Paris University, found c. European Attitudes to Averoism in 1231. Ibn Rusyd’s books are an obligatory course. It is only hundreds years the presence Averoism, the atmosphere of Europe since 13th century c. With European Attitudes to Averoism later that Europe has 18of(eighteen) universities. became into two namely: Withdivided the presence of groups, Averoism, the atmosphere of Europe since 13th century One into group Ibn Rusyd’s thoughts, most of which became divided two that groups, namely: c. First: European Attitudes toresisted Averoism th which consisted of Church clerics. First: One groupofthat resistedtheIbn Rusyd’s ofthoughts, most13of century With the presence Averoism, atmosphere Europe since Second: Another group that namely: supported Ibn Rusyd’s thoughts, which Church consisted ofinto Church clerics. became divided two groups, clerks called atheist. Second: Another group supported Rusyd’s thoughts,most which First: One group that that resisted Ibn Ibn Rusyd’s thoughts, of Church which According to Philip K. Hitti (1956) and Fergillius Ferm (1961), the clerks called atheist. consisted of Church clerics. presence of Averoism led the(1956) division ofFergillius Europe into three groups, According to group Philip that K. to Hitti Ferm (1961), the Second: Another supported Ibnand Rusyd’s thoughts, which Church namely: presence of Averoism led to the division of Europe into three groups, clerks called atheist. First: Stronglytoresisting group, of prominent traditional namely: According Philip K. Hitticonsisting (1956) and Fergillius Jews Fermof(1961), the school of thought, prominent church clerks, and Islamic scholars of jabariah First: Strongly resisting group, consisting of prominent Jews of traditional presence of Averoism led to the division of Europe into three groups, school of thought. thought, prominent church clerks, and Islamic scholars of jabariah namely: Second: Proponent group, thoseconsisting who suggested that human have a school of thought. First: Strongly resisting group, of prominent Jewsbeings of traditional freedom of utilizing their reason, the prominent advocate of which is Sigera Second: Proponent group, those who suggested that human beings have school of thought, prominent church clerks, and Islamic scholars of jabariah van Brabant. freedom utilizing their reason, the prominent advocate of which is Siger school ofof thought. Third: Moderate group, pioneered by Thomas Aquinas, who acknowledged van Brabant. Second: Proponent group, those who suggested that human beings have a sensory,Moderate natural knowledge. Third: group, by prominent Thomas Aquinas, acknowledged freedom of utilizing theirpioneered reason, the advocatewho of which is Siger sensory, natural knowledge. van Brabant. In 1270-1277, Averoism teachingsbypresented by Siger who Van acknowledged Brabant were Third: Moderate group, pioneered Thomas Aquinas, condemned by Paris Archbishop. Afterwards, Siger left the university and were then In 1270-1277, Averoism teachings presented by Siger Van Brabant sensory, natural knowledge. was detainedby within prisonAfterwards, till dead in 1284. condemned ParisPapacy Archbishop. Siger left the university and then According to Mercia Elliade (1991: 567), afterSiger the Van dead Brabant of Sigerwere van was In detained within Papacy prison till dead in 1284. 1270-1277, Averoism teachings presented by Brabant the school of thought was then steadily developed by John of Jandun According to Archbishop. Mercia Elliade (1991: 567), the university dead of Siger van condemned by Paris Afterwards, Sigerafter left the and then who detained deified reason and set prison aside revelation. The school of thought was Brabant the school thought wasdivine then steadily developed by John of Jandun was within of Papacy till dead in 1284. developed byreason Peterto Abebard and Roger Bacon as well. who deified and set aside divine revelation. The the school thought According Mercia Elliade (1991: 567), after deadof of Siger was van developed Peter Abebard andwas Roger as well. Brabant thebyschool of thought thenBacon steadily developed by John of Jandun d. of Averoism Renaissance whoInfluence deified reason and set on aside divine revelation. The school of thought was In thinking, people generally escaped d. Influence of Renaissance Averoism Renaissance developed by Peter Abebardon and Roger Bacon as well. church and scholasticism constraints. In one hand, Renaissance people extolled times they considered In thinking, Renaissance people generally escapedpast church and scholasticism as glorious, but in other Renaissance hand they were hopeful for past the future they considered aspired to constraints. In one hand, people extolled times they d. Influence of Averoism on Renaissance rebuild. as glorious, but in other hand they were hopeful for the future they aspired to In thinking, Renaissance people generally escaped church and scholasticism Averoism is Ibn Rusyd’s work originally conducted in honor of rebuild. constraints. In one hand, Renaissance people extolled past times they considereda contributed greatly to weakening West communities from very long sleep. Averoism Rusyd’s work originally inthey honor of toa as glorious, butisin Ibn other hand they were hopeful forconducted the their future aspired contributed greatly to weakening West communities from their very long sleep. rebuild. Averoism is Ibn Rusyd’s work originally conducted in honor of a contributed greatly to weakening West communities from their very long sleep. 136

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

AVEROES: A STUDY OF THE INFLUENCE OF ... — [Edi Suresman]

According to Mucthar Kusumaatmadja (1991: 112), Basics of Renaissance thought were originated in Averoism’s great (1991: influence, in Basics that foroffour centuries According to Mucthar Kusumaatmadja 112), Renaissance Ibn Rusyd’s ideas dominated the intellectuals in Europe. thought were originated in Averoism’s great influence, in that for four centuries According to dominated Harun Nasution (1985:74-75), it is from the classic period Ibn Rusyd’s ideas the intellectuals in Europe. Moslem that Westerns learnt to be broad-minded in whenthe Europe hadperiod been According to Harun Nasution (1985:74-75), ittime is from classic veiled narrow-minded atmosphere, absence ofintolerance onEurope minorities, and Moslembythat Westerns learnt to be broad-minded time when had been atmosphere of thought oppression. veiled by narrow-minded atmosphere, absence of tolerance on minorities, and According to Philipoppression. K. Hitti (1964:611), Michael Scot, one of the advocates atmosphere of thought of Averoism, has introduced and itsMichael culturesScot, to Sicilia andadvocates Italy by According to Philip K. HittiIslam (1964:611), one of the bringing request by khalifah Abu Yakub for an interpretation of Aristotle’s of Averoism, has introduced Islam and its cultures to Sicilia and Italy by works, then by khalifah Abu Yakub for an interpretation of Aristotle’s bringingbutrequest the works works, but thenof Aristotle on both biology and zoology that had been the subject of Ibn critiques, is the original of Renaissance Italy. theRusyd’s works of Aristotleand on itboth biology andemergence zoology that had been theinsubject In its further development, Renaissance movement grew across continental of Ibn Rusyd’s critiques, and it is the original emergence of Renaissance in Italy. Europe. In its further development, Renaissance movement grew across continental Europe. D. CONCLUSION D. CONCLUSION From the discussion presented above, it can be concluded that: (1) Averoism is basically a school of thought that brought Ibn Rusyd’s thoughts-based From the discussion presented above, it about can bean concluded that: (1) Averoism is reformation movement emerging in Europe. The hearth of the teaching is the basically a school of thought that brought about an Ibn Rusyd’s thoughts-based understanding of Aristotle’s philosophies. addition, Rusyd successfully reformation movement emerging in Europe.In The hearth Ibn of the teaching is the converged philosophy and religion; (2) Ibn Rusyd’s thoughts penetrated Europe through understanding of Aristotle’s philosophies. In addition, Ibn Rusyd successfully those youths who wereand studying at Cordova, Secilla,thoughts Malaga,penetrated and Granada universities, converged philosophy religion; (2) Ibn Rusyd’s Europe through as well as the translation of Ibn Rusyd’s works into Latin, and then made as an those youths who were studying at Cordova, Secilla, Malaga, and Granada universities, obligatory at Paris of University; (3) Averoism wasLatin, sponsored and developed as well astextbook the translation Ibn Rusyd’s works into and then made as by an Western scholars and thus it played a great role in the process of the birth Renaissance obligatory textbook at Paris University; (3) Averoism was sponsored and developed by that led scholars Europe communities to modern and (4)ofIbn is a great Western and thus it played a great civilization; role in the process the Rusyd birth Renaissance Moslem scholar and philosopher in the West where he is known as Averoes. that led Europe communities to modern civilization; and (4) Ibn Rusyd is a great Moslem scholar and philosopher in the West where he is known as Averoes. REFERENCE Ahmad, Zainal Abidin, 1975. Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakarta : Bulan-Bintang. REFERENCE Edward, Paul, 1987. The1975. Encyclopedia of Philosophy, London Ahmad, Zainal Abidin, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakarta: Macmillan. : Bulan-Bintang. Elliade, Mercia, 1991. The Encyclopedia of Religion, York : Macmillan Edward, Paul, 1987. The Encyclopedia of Philosophy, LondonNew : Macmillan. Elliade, Publishing. Mercia, 1991. The Encyclopedia of Religion, New York : Macmillan Ferm, Fergillius, 1961. A History of Philosophical System, New Jersey : Littlefield & Publishing. Co. Ferm, Fergillius, 1961. A History of Philosophical System, New Jersey : Littlefield & Hitti, Philip K, 1956. A History of The Arabs, London : Macmillan & Co. Ltd. Co. Khan, Muhammad Abdurrahman, Muslim to Science Hitti, Philip K, 1956. A History of tt. The Arabs,Contribution London : Macmillan & and Co. Culture, Ltd. Delhi: Idarah Adabiah Khan, Muhammad Abdurrahman, tt. Muslim Contribution to Science and Culture, Kusumaatmaja, Mochtar, 1991. Tradisi dan Pembaharuan di Negeri Sedang Delhi: Idarah Adabiah Berkembang, Jakarta: Kusumaatmaja, Mochtar, 1991.BP-7 Tradisi dan Pembaharuan di Negeri Sedang Musa, Muhammad Yusuf, 1988. Bayna al-Din Wa al-Falsafatifi Ra’yiIbn Rusyd Wa Berkembang, Jakarta: BP-7 alFalasifatiYusuf, al-Ashri al-Wasith, Beirut:Wa Al-Ashral al - Hadits. Musa, Muhammad 1988. Bayna al-Din al-Falsafatifi Ra’yiIbn Rusyd Wa Nasution,alFalasifati Harun, 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta : UI al-Ashri al-Wasith, Beirut: Al-Ashral al - Hadits. Nasution,Press. Harun, 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta : UI ---------------------, 1985. Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta : Bulan-Bintang. Press. Noer, Deliar, 1982.1985. Pemikiran Politik Negeri Barat, Rajawali. ---------------------, Falsafat dan di Mistisisme DalamJakarta Islam,: Jakarta : Bulan-Bintang. Noer, Deliar, 1982. Pemikiran Politik di Negeri Barat, Jakarta : Rajawali. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

137

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 133 – 138

Poeradisastra, S. J, 1986. Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, Jakarta : P 3 M. Putra, N, & Lisnawati, S. 2012. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, Qasim, Mahmud, 1967. Falsafat Ibn Rusyd Wa Atsaraha fi al-Tafkir al-Gharbi, Sudan : Jamilah Ummi Darman. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) . Bandung: Alfabeta. Syarif, MM, 1966. A History of Muslim Philosophy, Wicshade Harasowife. --------------------, 1992. Para Filosof Muslim, Bandung : Mizan.

138

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA DI PERGURUAN TINGGI Eka Kurniawati MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS Universitas Lampung KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA Email: [email protected] DI PERGURUAN TINGGI Eka Kurniawati Universitas Lampung The purpose of this study is to find design of module for Islamic Education (PAI) course Email:the [email protected] ABSTRACT

based on the Indonesian Qualification Framework (IQF) in higher education. This study is expected to provide contribution to Islamic education lecturers who work with IQF-based ABSTRACT module for Islamic Education (PAI) course in higher education. It was carried out with qualitative method; an approach which focus on natural and fundamentally naturalistic The purposeTherefore, of this study to find as thefield design of The module for Islamic Education (PAI) course symptoms. it is is so-called study. research steps, are: 1) preliminary study, based on theand Indonesian in Education higher education. This in study is 2) planning designingQualification an IQF-basedFramework module for(IQF) Islamic (PAI) course higher expected provide contribution to Islamic whoresult workofwith IQF-based education,toand 3) improving the design of the education IQF-based lecturers module. The the study is an module for module IslamicofEducation (PAI) course higherthat education. It was carried education out with IQF-based Islamic Education (PAI)incourse can be used by Islamic qualitative method; an Itapproach which focus on natural and fundamentally lecturers and students. is recommended to lecturers to increase their students’naturalistic ability by symptoms. it is so-called as fieldFramework study. The research steps, are: 1) preliminary referring toTherefore, the Indonesian Qualification (IQF) through Islamic Education study, (PAI) 2) planning and designing an IQF-based module for Islamic Education (PAI) course in higher learning process. education, and 3) improving the design of the IQF-based module. The result of the study is an IQF-based of Islamic EducationFramework (PAI) courseBased, that can be used Islamic Education education Keyword:module Indonesian Qualification Module forbyIslamic lecturers and students. It is recommended to lecturers to increase their students’ ability by Course, Higher Education referring to the Indonesian Qualification Framework (IQF) through Islamic Education (PAI) learning process.

ABSTRAK

Keyword: Indonesian Qualification Framework Based, Module for Islamic Education Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain modul mata kuliah pendidikan agama Islam Course, Education berbasis Higher Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) di perguruan tinggi. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan konktribusi bagi para tenaga pendidik (dosen)

ABSTRAK terkait dengan modul pembelajaran mata kuliah Pendidikan Agama Islam berbasis KKNI di

perguruan tinggi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu pendekatan dalam Penelitian bertujuanyang untukberorientasi mendapatkan desain modul mata kuliah pendidikan Islam melakukaninipenelitian pada gejala-gejala yang bersifat alamiahagama dan bersifat berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) di perguruan tinggi. Manfaat naturalistik yang mendasar. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini disebut dengan field study. penelitian ini diharapkan dapat memberikan bagi Tahap para tenaga pendidik (dosen) Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah konktribusi sebagai berikut: pertama dilakukan studi terkait dengantahap modul pembelajaran mata kuliah Pendidikan Agamamodul Islam PAI berbasis KKNI di pendahuluan, kedua, melakukan perencanaan dan penyusunan berbasis KKNI perguruan tinggi. Penelitian ini menggunakan kualitatif,desain yaitu suatu dalam di perguruan tinggi, tahap ketiga, dilakukan metode penyempurnaan modulpendekatan mata kuliah PAI melakukan penelitian yang berorientasi gejala-gejala yangsatu bersifat dan bersifat berbasis KKNI di perguruan tinggi. Hasilpada penelitian ini adalah modulalamiah PAI berbasis KKNI naturalistik yang mendasar. Olehdisebab itu, penelitian semacam disebut dengan study. di perguruan tinggi yang dapat gunakan oleh dosen PAI daninimahasiswa yang field mengambil Langkah-langkah penelitiantinggi. ini adalah sebagai berikut: Tahap pertama studi mata kuliah PAIdalam di perguruan Peneliti merekomendasikan kepada dilakukan pendidik untuk pendahuluan, tahap kedua, melakukan perencanaan dan penyusunan modul PAI berbasis KKNI meningkatan kemampuan mahasiswa sesuai dengan kerangka kualifikasi Nasional Indonesia di perguruan tinggi, tahap ketiga, (KKNI), melalui pembelajaran PAI. dilakukan penyempurnaan desain modul mata kuliah PAI berbasis KKNI di perguruan tinggi. Hasil penelitian ini adalah satu modul PAI berbasis KKNI di perguruan tinggi yang dapat di gunakan oleh dosen PAI dan Modul mahasiswa yang mengambil Kata Kunci: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Pendidikan Agama mata kuliah PAI di perguruan tinggi. Peneliti merekomendasikan kepada pendidik untuk Islam, Perguruan Tinggi meningkatan kemampuan mahasiswa sesuai dengan kerangka kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), melalui pembelajaran PAI.

Kata Kunci: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Modul Pendidikan Agama Islam, Perguruan Tinggi Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

139

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 139 – 144

A. PENDAHULUAN Pemerintah terus berusaha membuat peraturan yang menjadi dasar berpijak bagi A. jenjang PENDAHULUAN setiap pendidikan agar pembelajaran di sekolah-sekolah menjadi tepat sasaran. Salah satu usaha pemerintah tersebut adalah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden bagi No. Pemerintah terus berusaha membuat peraturan yang menjadi dasar berpijak 8setiap Tahun 2012 pendidikan tentang Kerangka Kualifikasi diNasional Indonesiamenjadi (KKNI)tepat - Indonesia jenjang agar pembelajaran sekolah-sekolah sasaran. Qualifiction Framework (IQF), di adalah dalamnya KKNI adalah kerangka Salah satu usaha pemerintah tersebut denganmenyatakan mengeluarkan Peraturan Presiden No. penjenjangan kerja yang menyandingkan, mengintegrasikan 8 Tahun 2012kualifikasi tentang Kerangka Kualifikasi Nasionalmenyetarakan, Indonesia (KKNI) - Indonesia sektor pendidikan dan pelatihan dalam rangka pemberianKKNI pengakuan Qualifiction Framework (IQF), kerja di dalamnya menyatakan adalahkompetensi kerangka kerja dengan jabatan kerja kerja di berbagai KKNI menempatkan lulusan sarjana S1 dan penjenjangan kualifikasi yang sektor. menyandingkan, menyetarakan, mengintegrasikan D4 dimasukkan pada 6 dimana pembelajaran jenjang kompetensi antara lain sektor pendidikan danlevel pelatihan kerjatujuan dalamdari rangka pemberianpada pengakuan mampu memanfaatkan IPTEKS, menguasai mampu lulusan mengambil keputusan kerja dengan jabatan kerja di berbagai sektor.konsep KKNI teoritis, menempatkan sarjana S1 dan strategis dan bertanggung jawab sesuai tujuan bidangdari pengetahuan yangpada ia kuasai. MKWU D4 dimasukkan pada level 6 dimana pembelajaran jenjang antara PAI lain merupakan salah satu mata kuliah yang mengemban tugas mampu dari pemerintah yang tertera mampu memanfaatkan IPTEKS, menguasai konsep teoritis, mengambil keputusan dalam KKNI memiliki kewajiban untukbidang menyusun pembelajaran sesuai dengan amanah strategis dan bertanggung jawab sesuai pengetahuan yang ia kuasai. MKWU PAI yang telah disalah tetapkan merupakan satudalam mata KKNI. kuliah yang mengemban tugas dari pemerintah yang tertera Di sisi memiliki lain, Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi dalam KKNI kewajiban untuk menyusun pembelajaran sesuai dengan amanah Umum (PTU) dinilai dalam oleh masyarakat Indonesia belum efektif untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan KKNI. pembelajaran dalam KKNI tersebut.Agama Hal iniIslam dapat(PAI) dilihatdipada gejala-gejala Di sisi yang lain, tertera Penyelenggaraan Pendidikan Perguruan Tinggi yang diseputar kuliahbelum PAI di perguruan umum di Umumada (PTU) dinilaipenyelenggaraan oleh masyarakatmata Indonesia efektif untuk tinggi mencapai tujuan Indonesia, dimulai dari dalam permasalahn yang timbul kampus seperti pembelajaran yang tertera KKNI tersebut. Hal inidari dapateksternal dilihat pada gejala-gejala beragamnya karakter mahasiswa yang dimata bawakuliah dari daerah dan dari internal yang ada diseputar penyelenggaraan PAI masing-masing di perguruan tinggi umum di kampus yaitudimulai jumlah dosen PAI yang sedikit sesuaidari dengan jumlah mahasiswa yang Indonesia, dari permasalahn yangtidak timbul eksternal kampus seperti besar. Besarnya jumlah mahasiswa pada setiap PTU dan ini dari tentu saja beragamnya karakter mahasiswa yang diyang bawaditerima dari daerah masing-masing internal mempengaruhi prosesdosen pembelajaran kelastidak terutama mata kuliah wajib umum kampus yaitu jumlah PAI yang di sedikit sesuaipada dengan jumlah mahasiswa yang seperti yang wajib diambilyang oleh diterima mahasiswapada muslim baruPTU di PTU. besar. MKWU BesarnyaPAI jumlah mahasiswa setiap ini Kenyataan tentu saja dilapangan ditemukan dihadapi pada pada matamata kuliah PAI di Perguruan mempengaruhi proses permasalahan pembelajaran yang di kelas terutama kuliah wajib umum Tinggi yangdiambil dilakukan kelas-kelas besar seperti adalah MKWUpembelajaran PAI yang wajib olehdalam mahasiswa muslimbesar, baru adanya di PTU.kelas Kenyataan pada MKWU PAI ini permasalahan disebabkan oleh MKWU sebagai kuliah dilapangan ditemukan yangdianggapnya dihadapi pada mataPAI kuliah PAI dimata Perguruan umum sehingga beberapa yang pihakdilakukan universitas sering mengabungkan mahasiswa dari Tinggi adalah pembelajaran dalam kelas-kelas besar, adanya kelas besar berbagai program untuk mengambil mata kuliahMKWU ini. Disisi terbatasnya rasio pada MKWU PAIstudi ini disebabkan oleh dianggapnya PAIlain, sebagai mata kuliah jumlah PAI beberapa dibandingpihak jumlah mahasiswa memaksa pihak universitas umum dosen sehingga universitas sering mengabungkan mahasiswauntuk dari menugaskan dosen-dosen fakultas yang tidak kompetensi sebagai dosen rasio PAI berbagai program studi untuk mengambil matamemiliki kuliah ini. Disisi lain, terbatasnya mengajar PAI di PTU. Kondisi-kondisi pembelajaranmemaksa MKWU pihak PAI diuniversitas atas merupakan jumlah dosen PAI dibanding jumlah mahasiswa untuk permasalahan-permasalahan pokok yang yang tidak timbul dalam kompetensi pembelajaransebagai MKWU PAIPAI di menugaskan dosen-dosen fakultas memiliki dosen perguruan tinggidiumum. mengajar PAI PTU. Kondisi-kondisi pembelajaran MKWU PAI di atas merupakan Dalam rangka itu semua, untuk menunjang cita-citapembelajaran mulia yang ada dalamPAI KKNI permasalahan-permasalahan pokok yang timbul dalam MKWU di dan menyelaraskannya perguruan tinggi umum. dalam pembelajaran MKWU PAI pemakalah tertarik untuk membuat suaturangka modul itu MKWU berbasis KKNIcita-cita di perguruan sehingga Dalam semua,PAI untuk menunjang muliatinggi, yang ada dalamterlihat KKNI sejauh mana tingkat kebermaknaan misi yang diemban olehPAI kurikulum Mata tertarik Kuliah Wajib dan menyelaraskannya dalam pembelajaran MKWU pemakalah untuk Umum Islam menjadi tinggi, salah satu mata terlihat kuliah membuatPendidikan suatu modulAgama MKWU PAI(MKWU-PAI) berbasis KKNIyang di perguruan sehingga penyangga akhlak mulia, mengintegrasikan sejauh manaterbentuknya tingkat kebermaknaan misi serta yang dapat diemban oleh kurikulumhasil Matapendidikannya Kuliah Wajib dengan kerjaAgama dalam Islam rangka(MKWU-PAI) mendapatkan kompetensi kerjasalah sesuai dengan Umum pelatihan Pendidikan yang menjadi satu matajabatan kuliah kerja di berbagai sektor. penyangga terbentuknya akhlak mulia, serta dapat mengintegrasikan hasil pendidikannya dengan pelatihan kerja dalam rangka mendapatkan kompetensi kerja sesuai dengan jabatan B. diMETODE PENELITIAN kerja berbagai sektor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kwalitatif yang merupakan suatu B. METODE PENELITIAN pendekatan dalam melakukan penelitian yang beroriantasi pada gejala-gejala yang bersifat Penelitian ini menggunakan pendekatan kwalitatif yang merupakan suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang beroriantasi pada gejala-gejala yang bersifat 140

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS ... — [Eka Kurniawati]

alamiah dan bersifat naturalistik yang mendasar. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini alamiah dan bersifat naturalistik yang mendasar. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini disebut dan dengan field study (Muhammad Nazir,1986:159). Sumber data penelitian ini alamiah bersifat yang mendasar. Oleh sebab Sumber itu, penelitian semacam ini disebut dengan field naturalistik study (Muhammad Nazir,1986:159). data penelitian ini berupa draft pedoman Mata Kuliah Wajib Nazir,1986:159). Umum PendidikanSumber Agama data Islampenelitian di Perguruan disebut dengan field study (Muhammad ini berupa draft pedoman Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi dan pedoman bahan ajar MKWU-PAI, yang dikeluarkan oleh Dirjen Direktorat berupa pedoman bahan Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama di Direktorat Perguruan Tinggi draft dan pedoman ajar MKWU-PAI, yang dikeluarkan olehIslam Dirjen Pendidikan Tinggi, Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentangoleh Kerangka Kualifikasi Tinggi dan pedoman bahan ajar MKWU-PAI, yang dikeluarkan Dirjen Direktorat Pendidikan Tinggi, Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan bukuNo. yang berkaitan dengan materi atau bahan ajar Pendidikan Tinggi, Peraturan 8 Tahun 2012dengan tentangmateri Kerangka Nasional Indonesia (KKNI) Presiden dan buku yang berkaitan atau Kualifikasi bahan ajar MKWU PAI. Nasional Indonesia (KKNI) dan buku yang berkaitan dengan materi atau bahan ajar MKWU PAI. MKWU PAI. C. HASIL PENELITIAN

C. HASIL PENELITIAN C. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan terciptanya satu modul PAI berbasis KKNI di C. Hasil HASIL PENELITIAN penelitian menunjukkan terciptanya satu modul PAI berbasis KKNI di perguruan tinggi yang dapat di gunakan oleh dosen satu PAI modul dan mahasiswa yang mengambil Hasil penelitian menunjukkan PAI berbasis KKNI di perguruan tinggi yang dapat di gunakanterciptanya oleh dosen PAI dan mahasiswa yang mengambil mata kuliah PAI di perguruan tinggi, sehingga dapat PAI membantu dosen danyang mahasiswa tepat perguruan tinggi yang dapat di gunakan oleh dosen dan mahasiswa mengambil mata kuliah PAI di perguruan tinggi, sehingga dapat membantu dosen dan mahasiswa tepat waktu dan mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran MKWU PAI terutama pada kelasmata kuliah PAI diuntuk perguruan tinggi, sehingga dapat membantu dan mahasiswa tepat waktu dan mudah mencapai tujuan pembelajaran MKWUdosen PAI terutama pada kelaskelas besar di perguruan tinggi. Adapun ruang lingkupMKWU materi pada Modul MKWU-PAI waktu dan mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI terutama pada kelaskelas besar di perguruan tinggi. Adapun ruang lingkup materi pada Modul MKWU-PAI sebagai berikut. kelas besar di perguruan tinggi. Adapun ruang lingkup materi pada Modul MKWU-PAI sebagai berikut. Modul 1. Bagaimana Mempelajari Islam di Perguruan Tinggi; sebagai berikut. Modul 1. Bagaimana Mempelajari Islam di Perguruan Tinggi; Modul 1. 2. Bagaimana Bagaimana Mempelajari Manusia Bertuhan; Modul Islam di Perguruan Tinggi; Modul 2. Bagaimana Manusia Bertuhan; Modul 3. Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan; Modul 2. Bagaimana Manusia Bertuhan; Modul 3. Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan; Modul 3. 4. Bagaimana Bagaimana Agama Mengintegrasikan Iman, Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan Modul Menjamin Iman, Kebahagiaan; Modul 4. Bagaimana Mengintegrasikan Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan Kamil; Modul 4. Bagaimana Mengintegrasikan Iman, Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan Kamil; Modul 5. Bagaimana Membangun Paradigma Quranik untuk Kehidupan Modern; Kamil; Modul 5. Bagaimana Membangun Paradigma Quranik untuk Kehidupan Modern; Modul 5. 6.Bagaimana Membumikan Islam di Indonesia; Modul BagaimanaMembumikan Membangun Paradigma Quranik untuk Kehidupan Modern; Modul 6.Bagaimana Islam di Indonesia; Modul 6.Bagaimana 7. BagaimanaMembumikan Islam Membangun Persatuan dalam Keberagaman; Modul Islam di Indonesia; Modul 7. Bagaimana Islam Membangun Persatuan dalam Keberagaman; Modul 8: Bagaimana Kontribusi Islam dalam Pengembangan Peradaban Dunia; Modul 8: 7. Bagaimana Membangun Persatuan dalam Keberagaman; Modul Bagaimana Islam Kontribusi Islam dalam Pengembangan Peradaban Dunia; Modul 9. Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Moderenisasi; Modul 9. 8: Bagaimana Bagaimana Islam Kontribusi Islam dalam Pengembangan Peradaban Dunia; Modul Menghadapi Tantangan Moderenisasi; Modul 10. Bagaimana Pengembangan Budaya Islam melalui Masjid Kampus; Modul 10. 9. Bagaimana Menghadapi Tantangan Modul BagaimanaIslam Pengembangan Budaya IslamModerenisasi; melalui Masjid Kampus; Modul 11. Islam Sebagai Rahmatan lil’alamin: Rangkuman, Proyek Kerja dan Evaluasi; Modul 11. 10. Bagaimana Pengembangan Budaya Islam melalui Proyek MasjidKerja Kampus; Modul Islam Sebagai Rahmatan lil’alamin: Rangkuman, dan Evaluasi; ModulPembelajaran 11. Islam Sebagai Rahmatan lil’alamin: Rangkuman, Proyek KerjaKKNI dan Evaluasi; dengan menggunakan modul MKWU PAI berbasis ini lebih di Pembelajaran dengan menggunakan modul MKWU PAI berbasis KKNI ini lebih di arahakan pada pembelajaran yang menerapkan pendekatan berbasis prosesinikeilmuan Pembelajaran dengan menggunakan modul MKWU PAI berbasis lebih di arahakan pada pembelajaran yang menerapkan pendekatan berbasis KKNI proses keilmuan (scientific/ epistemologic approach) dengan sintakmatik generik sebagai berikut. arahakan pada pembelajaran yang dengan menerapkan pendekatan proses keilmuan (scientific/ epistemologic approach) sintakmatik generik berbasis sebagai berikut. 1. Mengamati (scientific/ epistemologic approach) dengan sintakmatik generik sebagai berikut. 1. Mengamati 2. Mengamati Menanya 1. 2. Menanya 3. Menanya Mengumpulkan informasi 2. 3. Mengumpulkan informasi 4. Mengasosiasi informasi 3. Mengasosiasi Mengumpulkan 4. 5. Mengkomunikasikan 4. Mengkomunikasikan Mengasosiasi 5. 5.Pendekatan Mengkomunikasikan tersebut dapat dikemas dalam berbagai model pembelajaran yang Pendekatan tersebut dapat dikemas dalam berbagai model pembelajaran yang secara psikologis-pedagogis memiliki karakter pembelajaran yang mengaktifkan tersebut dapat dikemaskarakter dalam berbagai model yang pembelajaran yang secara Pendekatan psikologis-pedagogis memiliki pembelajaran mengaktifkan mahasiswa (student active learning) sebagai peserta didik sekaligus orang dewasa. secara psikologis-pedagogis memiliki karakter pembelajaran yang mengaktifkan mahasiswa (student active learning) sebagai peserta didik sekaligus orang dewasa. Dengan pendekatan ini, mahasiswa difasilitasi untuk lebih banyak melakukan proses mahasiswa (student ini, active learning) difasilitasi sebagai peserta didikbanyak sekaligus orang dewasa. Dengan pendekatan mahasiswa untuk lebih melakukan proses membangun pengetahuan (epistemological approaches) melalui transformasi pengalaman Dengan pendekatan ini, mahasiswa difasilitasi untuk melalui lebih banyak melakukan proses membangun pengetahuan (epistemological approaches) transformasi pengalaman dalam berbagai model antara lain sebagai berikut. membangun pengetahuan (epistemological approaches) melalui transformasi pengalaman dalam berbagai model antara lain sebagai berikut. 1. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning/PBL): merupakan dalam1. berbagai model antara lain sebagai berikut. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning/PBL): merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah yang kompleks merupakan dan nyata 1. model Pembelajaran Berbasisyang Masalah (Problem-Based pembelajaran menggunakan masalah Learning/PBL): yang kompleks dan nyata untuk memicu pembelajaran sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan model memicu pembelajaran yang menggunakan masalah dan nyata untuk pembelajaran sebagai langkah awal yang dalamkompleks mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. untuk memicu pembelajaran mengintegrasikan pengetahuansebagai baru. langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

141

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 139 – 144

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Projek Belajar Pendidikan Agama Islam (Project Citizen): merupakan model pembelajaran pemecahan masalah MKWU PAI berbasis porto folio dengan fokus kajian masalah kehidupan masyarakat dari sudut pandang pengalaman agama dan menjalankan agama yang disajikan dalam bentuk simulasi dengar pendapat (simulated public hearing). Studi Kasus (Case Study): merupakan model pembelajaran dengan cara memfasilitasi mahasiswa dengan suatu atau beberapa kasus, atau memilih kasus baru untuk dicari pemecahannya sesuai dengan kompetensi dasar yang sedang dibahas. Kerja lapangan (Work Experiences/ Service Learning): merupakan model pembelajaran yang memusatkan perhatian pada bahan kajian yang terkait langsung dengan kompetensi dasar yang dipelajari di luar kampus (extra-mural activities) Tugas kelompok (Syndicate Group): merupakan model pembelajaran dengan pemberian tugas kepada kelompok mahasiswa berdasarkan minat dengan fokus tugas tertentu dalam rangka menyusun rekomendasi dalam bentuk makalah yang akan disajikan dalam suatu forum. Debat (Controversial Issues): merupakan model pembelajaran yang memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan berpikir dan berkomunikasi secara kritis dan produktif. Mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari, misalnya, empat orang. Di dalam kelompok tersebut mahasiswa melakukan perdebatan tentang topik tertentu. Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning): merupakan model pembelajaran berbentuk proses belajar kelompok yang memberi peluang kepada setiap anggota untuk menyumbangkan pemikiran dan / atau pengalaman, berupa data / informasi, hasil kajian, pengalaman, ide baru, sikap, pendapat umum, kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan penguasaan kompetensi dasar. Bola Salju Menggelinding (Snow-balling Process): merupakan model pembelajaran melalui pemberian tugas individual, kemudian berpasangan. Selanjutnya dicarikan pasangan yang lain sehingga semakin lama anggota kelompok semakin besar seperti bola salju yang menggelinding. Model ini digunakan untuk mendapatkan jawaban pemecahan masalah yang dihasilkan dari mahasiswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok yang lebih kecil dengan dimensi masalah sederhana dan secara berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar dengan masaalah yang lebih kompleks. Dari proses tersebut, pada akhirnya dapat dirumuskan bersama dua atau tiga jawaban yang telah disepakati dan dinilai paling tepat menurut pemikiran kolektif.

Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui manfaat modul pembelajaran MKWU PAI berbasis KKNI, ditemukan beberapa keunggulan dan keterbatasan modul pembelajaran MKWU PAI berbasis KKNI. Keunggulannya adalah sebagai berikut. 1. Modul sangat membantu dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran MKWU PAI. 2. Dilihat dari isi dan arah pendekatan pembelajaran yang gunakan pada modul mahasiswa terlibat aktif dalam pembelajaran baik antar anggota kelompok maupun dengan pendidik. 3. Kondisi kelas akan menjadi hidup, karena masing-masing kelompok diskusi menganalisis topik kuliah dan menghubungkan topik pelajaran dengan proyek kerja yang tertera dalam modul. 142

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS ... — [Eka Kurniawati]

4. Pendidik (dosen), akan terbantu dan lebih aktif sebagai fasilitator dalam 4. Pendidik (dosen), akanPAI terbantu dan mengamati lebih aktifsecara sebagai fasilitator dalam pembelajaran MKWU dan dapat langsung kesesuaian pembelajaran MKWU PAI dan dapat mengamati secara langsung kesesuaian temuan proyek kerja dengan perilaku nyata mahasiswa. kerjaditugaskan dengan perilaku nyata mahasiswa. 5. temuan Proyek proyek Kerja yang menjadi habit hidup dalam sehari-hari terutama 5. Proyek Kerja yang ditugaskan menjadi habit hidup dalam sehari-hari terutama dalam lingkungan kampus. lingkungan 6. dalam Pendidik (dosen) kampus. dan kelompok lain dapat mengevaluasi temuan Proyek Kerja 6. Pendidik (dosen) danmahasiswa kelompokapakah lain dapat mengevaluasi temuandengan Proyekproyek Kerja salah satu kelompok sudah sesuai atau belum salah satu kelompok mahasiswa apakah sudah sesuai atau belum dengan proyek yang diinginkan di dalam modul. diinginkan di dalam 7. yang Terjadi kesepakatan antaramodul. dosen dan mahasiswa untuk tetap menjadikan temuan 7. Terjadi kesepakatan antara dosen dankelompoknya. mahasiswa untuk tetap menjadikan temuan proyek kerja mahasiswa pada setiap proyek kerja mahasiswa pada setiap kelompoknya. Keterbatasan modul MKWU PAI berbasis KKNI antara lain: 1) terbatasnya Keterbatasan modul MKWU PAIpembelajaran berbasis KKNI antara 1) terbatasnya keberanian dosen untuk membuat modul MKWU PAI lain: . 2) Bagi dosen PAI keberanian dosen untuk membuat modul pembelajaran MKWU PAI . 2) Bagi dosen PAI yang menggunakan metode belajar klasik atau ceramah modul sulit untuk diterapkan yang belajar klasik proyek atau ceramah modul sulitmelalui untuk kelompokditerapkan karenamenggunakan setiap modul metode memiliki tugas-tugas yang diselesaikan karena setiap modul memiliki tugas-tugas proyek yang diselesaikan melalui kelompokkelompok diskusi, 3)Membutuhkan kesiapan dan kejelian pendidik atau dosen dalam kelompok diskusi, kesiapan kejelian pendidik dalam menganalisis setiap 3)Membutuhkan bab -bab yang ada di dalamdan modul, mahasiswa danatau ikutdosen bertanggung menganalisis setiap bab -bab yang ada di dalam modul, mahasiswa dan ikut bertanggung jawab terhadap hasil temuannya. jawab terhadap hasil temuannya. . . D. KESIMPULAN D. KESIMPULAN Modul MKWU PAI berbasis KKNI sangat urgen dalam pembelajaran MKWU PAI Modul MKWU PAI berbasis KKNI sangat urgentinggi, dalam dimana pembelajaran MKWU demi terselenggaranya pembelajaran PAI diperguruan mahasiswa S1 PAI dan demi terselenggaranya PAI diperguruan tinggi,kerja dimana S1 dan D4 berada pada levelpembelajaran 6 yaitu penjenjangan kualifikasi yangmahasiswa menyandingkan, D4 berada pada level 6 yaitu penjenjangan kualifikasi kerja yang menyetarakan, mengintegrasikan sektor pendidikan dan pelatihan kerjamenyandingkan, dalam rangka menyetarakan, mengintegrasikan sektordengan pendidikan kerja dalam pemberian pengakuan kompetensi kerja jabatandan kerjapelatihan di berbagai sektor, danrangka hal ini pemberian pengakuan kompetensi kerja dengan jabatan kerja di berbagai sektor, dan hal ini sangat sesuai dengan tujuan mulia MKWU PAI, yaitu untuk meningkatkan pemahaman, sangat sesuai dengan tujuan muliaajaran MKWUIslam PAI, yaitu meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan secarauntuk komprehensif (kaffah) dalam penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam secara komprehensif (kaffah) dalam pengembangan keilmuan, profesi, dan kehidupan bermasyarakat. pengembangan keilmuan, profesi, dan kehidupan bermasyarakat. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Cet II. Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,Tinggi, 2008, Cet II. Andi Hadianto, Konsep Pengembangan Materi PAI Pendidikan Bandung: Bahan Andi Hadianto, Konsep Pengembangan Materi PAI Pendidikan Tinggi, Bandung: Bahan Pelatihan Tentang Kajian Substansi Materi PAI, 2016. Pelatihan Tentang Substansi Materi 2016. dan Pengajaran, Bandung: Cece Wijaya dkk, UpayaKajian Pembaharuan dalam PAI, pendidikan Cece Wijaya dkk, Upaya Pembaharuan dalam pendidikan dan Pengajaran, Bandung: Remaja Karya, 1988. RemajaPengembangan Karya, 1988. Bahan ajar. Bahan Kuliah Online, Bandung: Direktori UPI Ilham Anwar, Ilham Anwar, Pengembangan Bahan ajar. Bahan Kuliah Online, Bandung: Direktori UPI Bandung, 2010. Bandung, 2010.dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Kementerian Hukum Kementerian Hukum HakTentang Asasi Manusia, Indonesia Nomar 8 Tahundan 2012 Kerangka Peraturan KualifikasiPresiden NasionalRepublik Indonesia, Jakarta: Nomar 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Jakarta: Lembar Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 24. Lembar Negara Republik Indonesia Undang-Undang tahun 2012 Nomor 24. Kementerian Sekretaris Negara Indonesia, Republik Indonesia Nomor 20 Kementerian Sekretaris Negara Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Lembar NegaraNomor Republik tahun 2003No Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Lembar Negara Republik Indonesia 78, 2003. Indonesia No 78, 2003. Muhammad Nazir, Metode Penelitian, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986. Muhammad Nazir, Penelitian Metode Penelitian, Bandung: Remaja 1986. Sugiyono, Metode Kuantitatif, Kualitatif, dan Rosdakarya, R&D, Bandung: Alfabeta, Cet-20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, Cet-20 2014. 2014. Tim Pengembangan Kurikulum Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI, Tim Pengembangan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI, Pedoman MataKurikulum Kuliah Wajib Umum (MKWU) Pendidikan Agama Islam (PAI) di Pedoman Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Pendidikan Agama Islam (PAI) di Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

143

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 139 – 144

Perguruan Tinggi, Jakarta: Bahan Pelatihan Tentang Kurikulum MPK PAI Berbasis KKNI, 2014. Winkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: Media Abadi, 2009. http://eprints.unsri.ac.id/1456/1/Artikel_JPM_2008. Jurnal Pendidikan Matematika 2(2). Pp 35-44 ISSN 1978-0044 accessed on 27 Novenber 2012. http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan. Diakses tanggal 08 Maret 2012. http://www.adb.org/sites/default/files/publication/156821/education-indonesia-risingchallenge.pdf.

144

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

�������� ����� ����� �� ������ ������ ������� ‫اا وا  اوي  ر اح وا‬ ���‫���� �� �� إ‬ ‫ر اح وا‬  ‫اا وا  اوي‬ َْ  ‫أن‬ ������� �������� ������� َْ  ‫أن‬ ‫ا  او‬ Email: [email protected] Email: [email protected]

ABSTRAK

 ‫ا  او‬

Email: [email protected] Tsiqat dalam arti keadilan dan kedhabitan merupakan syarat mutlak di antara syarat-syarat Tsiqat dalam arti dimiliki keadilan oleh dan kedhabitan merupakan syarat mutlak di antara syarat-syarat ABSTRAK lainnya yang harus rawi hadis. Hal demikian, ditujukan dalam rangka lainnya kehormatan yang harus dimiliki olehsehingga rawi hadis. Hal demikian, ditujukan dalam memelihara rawi hadis berujung dengan maqbulnya hadisrangka yang memelihara kehormatan rawi hadis sehingga berujung dengan maqbulnya hadis Tsiqat dalam arti keadilan dan kedhabitan merupakan syarat mutlak di antara syarat-syarat mereka riwayatkan. Dalam hal ini, seorang rawi yang tercela kehormatannya, dalamyang arti mereka riwayatkan. Dalam hal seorang rawi yang tercela kehormatannya, dalam arti lainnya yang harus olehini,kecerdasannyapun rawi hadis. Hal demikian, ditujukan dalam rangka keadilannya cacat ataudimiliki dan bahkan mendapat kritik (mendapat jarh) keadilannya cacat atau dan bahkan kecerdasannyapun mendapat kritik (mendapat jarh) memelihara rawi hadis hadisyang sehingga berujung dengan maqbulnya hadis yang maka berujungkehormatan pada mardudnya diriwayatkan. maka berujung pada mardudnya hadis yang diriwayatkan. mereka riwayatkan. Dalam hal ini, seorang rawi masalah yang tercela kehormatannya, dalam arti Ada 3 hal yang diusung sebagai rumusan dalam penelitian ini, yaitu Ada 3 hal yang diusung sebagai rumusan masalah dalam kritik penelitian ini, yaitu keadilannya cacat atau dan bahkan kecerdasannyapun (mendapat jarh) bagaimanakah kaidah “seluruh sahabat itu adil” dalammendapat implementasinya?, bagaimana bagaimanakah kaidah “seluruh sahabat itu adil” dalam implementasinya?, bagaimana maka berujung pada mardudnya hadis yang keseharian diriwayatkan. duduk masalahnya, bahwa dalam kehidupan sahabat, di antara mereka ada yang duduk masalahnya, bahwa dalam kehidupan keseharian sahabat, di antara merekaini, ada yang Ada 3dalam hal yang diusungdansebagai rumusan masalah dalam penelitian yaitu terjebak percekcokan bahkan dalam periwayatan hadis di antara satu terjebak dalam percekcokan dan bahkan dalam periwayatan hadis di antara satu dengan dengan bagaimanakah kaidah “seluruh sahabat itu adil” dalam implementasinya?, bagaimana yang yang lainnya ada ada yangyang saling mengingkari?, dandanbagaimana lainnya saling mengingkari?, bagaimana halnya halnya dengan dengan generasi generasi duduksahabat masalahnya, bahwa dalamdengan kehidupan keseharian sahabat, di antara mereka ada yang setelah dalam kaitannya keadilan dan kedhabitan mereka, setelah sahabat dalam kaitannya dengan keadilan dan kedhabitan mereka,apakah apakah sama sama terjebak dalam percekcokan dan bahkan dalam periwayatan hadis di antara satu dengan dengan halnya sahabat sebagaimana dipaparkan di diatas? penelitian ini dengan halnya sahabat sebagaimana dipaparkan atas?Selanjutnya Selanjutnya penelitian ini yangdilakukan lainnya ada yang saling mengingkari?, dan bagaimana halnya dengan generasi dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan (Library Research) atau Contents dengan menggunakan metode kepustakaan (Library Research) atau Contents setelah sahabat dalam kaitannya dengan keadilan dan kedhabitan mereka, sama Analysis yangyang ditujukan untuk menjelaskan konsep dhabith dan rawi Analysis ditujukan untuk menjelaskan konsep dhabith dankeadilan keadilanapakah rawi dalam dalam dengan halnya sahabat sebagaimana dipaparkan di atas? Selanjutnya penelitian ini persfektif Ilmu Ilmu Jarh Jarh wa wa Ta’dil. AdaAda 3 3kesimpulan persfektif Ta’dil. kesimpulanyang yangdapat dapat diketengahkan diketengahkan dari dari dilakukan dengan metode kepustakaan (Library Research) atausenantiasa Contents penelitian ini, yaitu : bahwa keadilan sahabatsebagai sebagai suatu sifat yang yang senantiasa penelitian ini, yaitumenggunakan : bahwa keadilan sahabat suatu sifat Analysis yang ditujukan untuk menjelaskan konsep dhabith dan keadilan rawi dalam berdampingan dengan kedhabitannya adalah ditujukandalam dalamperiwayatan periwayatanhadis; hadis; bahwa bahwa berdampingan dengan kedhabitannya adalah ditujukan persfektif Ilmu Jarh wa Ta’dil. Ada 3 kesimpulan yang dapat diketengahkan dari walaupun sahabat dalam kaidah hadis termasuk kepada merekayang yangadil adilseluruhnya, seluruhnya, walaupun sahabat dalam kaidah ilmuilmu hadis termasuk kepada mereka penelitian yaitu : bahwa keadilandi sahabat sebagai suatu sifat senantiasa hal tidak ini ini, tidak menggugurkan kewajiban di antaramereka merekauntuk untuksaling salingyang control dalam hal ini menggugurkan kewajiban antara control dalam berdampingan dengan kedhabitannya adalah ditujukan dalam periwayatan hadis; bahwa kedhabitan mereka khusus dalam proses periwayatan hadis; dan bahwa untuk generasi kedhabitan mereka khusus dalam proses periwayatan hadis; dan bahwa untuk generasi setelah sahabat ( tabi’in dan penelaahan rawi darisudut sudut adildan dandhabithnya dhabithnya walaupun sahabat dalam ilmual-tabiin) hadispenelaahan termasuk kepada mereka yang adil seluruhnya, setelah sahabat ( tabi’in dankaidah tabi’tabi’ al-tabiin) rawi dari adil mutlak harus dilaksanakan demi otentitisitas hadis yang diriwayatkan. hal ini tidak menggugurkan kewajiban di antara mereka untuk saling control dalam mutlak harus dilaksanakan demi otentitisitas hadis yang diriwayatkan. kedhabitan mereka khusus dalam proses periwayatan hadis; dan bahwa untuk generasi Katasahabat Kunci :(Dhabith, ‘adalah, Ilmu Jarh wa Ta’dil rawi dari sudut adil dan dhabithnya setelah tabi’in dan tabi’ penelaahan Kata Kunci : Dhabith, ‘adalah, Ilmual-tabiin) Jarh wa Ta’dil mutlak harus dilaksanakan demi otentitisitas hadis yang diriwayatkan. ABSTRAK

             ­         

Kata Kunci : Dhabith, ‘adalah, Ilmu Jarh wa Ta’dil

������ ����� ����� �� ��� �����‫����� �� ��� �� ���� ������ ���� ���� ���� ي‬ :  ‚ƒ  „  …† ‡ˆ ‰ Š‹  ‡Œ Ž‘’ “”  �� ������� ��� �� ��� ����� ������ �‫��� �� ���ي� ������ ������ �� ���ي‬              ­          ����-1��� • ”–— ˜… ™ š ‡ˆ �›��� …œ ž“����� …“Ÿ ¡™ ‫��� ������ ؟‬: ���� ���� ����� ���“”-1   ‚������� ƒ  „  …†��‡ˆ�‫����ي‬ ‰ Š‹  ‡Œ Ž‘’ ‰  ¤ ¥ ¤ ˜“‰ ¦¥ˆ  §¨¢  ©£     “£Ÿ …Ÿ š ’ ‡ˆ ¢ˆ ¡™ -2 ����� ��� �������� ������� �� �� ��� ����� �� ������� ���� �� ��‫ ��� ��ي‬-2 • ”–— ˜…���� ™ š  ‡ˆ ›…œ ž“�…“Ÿ ¡™ -1 ‫ي��� ��� ������� ���� ��� ؟‬ ��� ���� • ˜…�™��� š ª ���� ˜ ’ ��‰������ ��� ¤ ��˜“‰ ���� �����§¨¢  ��� �  ���� ��� �������  ¤ ¥ ¦¥ˆ  ©£    ����� “£Ÿ …Ÿ š ’ ‡ˆ ¢ˆ���  ¡™ --32 ‫����� �������� ��� ������� ����� ������� ؟‬ • ˜… ™ š ª ˜ ’

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

145

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 145 – 150

                 ­ € -3 ‚  ƒ„…  Ÿ ‹„¡ ¢  („˜ ™) ›œ  ž†„  ‡ ˆ‰ Š‹ŒŽ ‘ ،“”  •– ‹„  £Œ¨©ª « ¬Œ  ž®   £Œ¤ ¥… ¦§ : ± ، ‡ ˆ‰  Ž„ª„ ¯–¯ ˜ ž ª ª .¢ ´‹µ ³  ¥… ¦§   ² -1

®ª ¸›„  ¸¹ª„   «     ¶ ·›   ² -2 ²º» ²º   ²Œ‘  ¼     -3 ‹„ £Œ¨ , ، : ´   - ®  ­ºŒ ²˜‹ ² ± º ®˜¾ ´‹µ ¿  ²˜º ² ÀÁ Ÿ Έ  Œ¤ ±  ½ ĝ Å ¿Œ Æ º " ²˜‹ ²œ  ­ ®˜¾ ² ÀŽ ©‹ ¬Œ ª  ©  ´‹µ ³ „ « © È ̅  ‰ ºÍ„‹ Ì ,„˜ Å  •Œ‰ Å ´‹µ É Ê ‰ ²˜‹ ˆÄ  ‡ ³› ‹›Ë‹ ˆº  ´‹µ (159 :1981 , À­‡ ) "É µ ² ºÏ ´‹µ · ª »‹  ,Å ª”  ˜ ι ‡ ) Ô‡ Õք ‡ × „… ‹Œ‹ ² ÀР̝ ˆ‰Ä  ´‹µ ¬Œ‹ ² ¬Œ Ñ­„Ò‹ ² ‰Ó › ‡ (80 :1979 , Մ

® ¿Œ ‹  ‹„ ‰˜ ®„  ؃ª ® ¬Œ £ŒÐ ²  ® ‹ £Œ¨   (92 :1979 , Մ) ®„ ½ ڝ ž Û Ü Âê ²×‹ Ý ،̽ ō„‡   ‹„  Âê ‰ Ù Ì ¯   (92 :1979 , Մ) Ö à ª áÍ ڝ ž Û ‘ ‚ ³ ÀÖº  ߤ ‹  ‘ Þƪ Œ­ " ‚‹„ £Œ¨ ©ª «  „ ¿Œ Ñ  ½ Šá € " ± ˜Ã‡ Šã‘ £ŒÃ   â 146

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

AL-ADALAH WA AL-DHABT LI AR-RAWY FI MANDHUR ... — [Elan Sumarna]

:         ،    Œ Ž‘€‚ ƒ „­ … †‡ ˆ‰ƒŠ ‹ ƒ  ­ .1 ” • – • —“ ˜…–‡ ™ š›  œ“ž Ÿ  ¡ ž  ƒ … ’ †‡  ‰‡“  ­ .2 Œƒž ƒ „­ … †‡ ™¢ Ž‰ ’ ™—  ­ ƒž £‘ Ÿ ¤¥ ™¢ ¦ ™— ” • – • —“ ˜…–‡ ƒž ¤Ž‘€  ­ .3 Œ §¨ ƒ …

    - :‫„ „ ﳘ‬¥ „— †‚ † ª «‚¬® ˜‘  ® Ž     ‡ ƒ  … ¬® -1 • ¤ ­ ¯° ±„² • ¡– •—“  ³­  ¡ ™„¥ ´ ‡ … †‡ ™  ­ : ž‚ •   ­ ™‰· ”µ ‚  ž ”‚‘  ƒ¶ š†Å̧‘ 9≈|¡ômÎ*Î/ Νèδθãèt7¨?$# tÏ%©!$#uρ Í‘$|ÁΡF{$#uρ tÌÉf≈yγßϑø9$# zÏΒ tβθä9¨ρF{$# šχθà)Î6≈¡¡9$#uρ 4 #Y‰t/r& !$pκÏù tÏ$Î#≈yz ã≈yγ÷ΡF{$# $yγtFøtrB “Ìôfs? ;M≈¨Ζy_ öΝçλm; £‰tãr&uρ çµ÷Ζtã (#θàÊu‘uρ öΝåκ÷]tã ª!$# (100 :  “—) ãΛÏàyèø9$# ã—öθxø9$# y7Ï9≡sŒ :  ‰· ”¸‰ƒ’ ¹ ™—  ” • ¡– • —“   ¡Á¥ْ ³َ ÃÁÀ» ®َ ،¡ِ»…– º ‡َ Â‘ ¾ ‚َ َ ،¡ِ»…– º ‡َ Â‘ ¾ ‚َ َ» :»™À»—» ”Áºَ» ُ• À– » ِ• ُ¾—“» ََ :ََ ،»·» ‰º·» ¾ ¡ِ‡َ Ÿº » ¦Ê® ® ˓´‘ ”’·Ì‡) «”¾ َ¥Áَ³ َ» ،º™Á ƒÁ ’» ‡َ ƒÅ ¾ Éَ “» ±º ‡َ » ،ȑ» َ ƒÇ ’¾ ُ‡ ¦َ ¸ْÁ »Æ¥َ ْ³‡َ ™º ُ­»ƒ»’‡َ †Å ‡َ º َ ÁƒÁ »ِ ( 80 Ï : 6 Î ™—  ” • – ‘  ˜…–

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

147

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 145 – 150

 ­ ( 92 :1979 )                . ‰„ Š‚ €‚  ƒ„  …†‡  …†‡  : ŒŽ ‘’ “ƒ  ”ƒ   •     Ž–— ˜  • •    ™  ‡ ‡  š› œž • ¦ – ¦  §™ ¨© –  Š’ Ÿ ž   ¡ ¢ ‰ £ “ƒ ¤ ¥†‘  Œ    –ª «¬™® –  ž ¯ž  °„ ¦ §™ ±†²„  ³´—  ³ µ    § ³ ™ ¶ † ·‰ ·¸ ’ Œ    Š   ‡   — ”‰ Š‚  Ÿ  ( 86 ,ƒ‘  ,˜·¹ ) ·›º¹ » ž™  ±‘ £  ¼ †ƒ §· Á¯‚ ž¤  §‘ ± Â ¾¿ƒ À™   –      “Ž ‘  –´€ µ ½ : §  ³ ¦ – ¦  §™  “à ³·› ˜¯  Š    ·  †¸ œ Ł –   ³ Ƹ ÇÈ œ‰ Š¸ É    †¤§   °Â  ¬Ä§ ·‰ " " ƒ¬  ”‰ \ Ž²Ì ¼·€‚ ’ £ ž™  ³´ ͠΍ ƒ ¦ –Ë™     ·  – ¥†§   ¯ž (28 : 1981 ,¥²¹†)    ™  ž· – Œ ƒ ±  – ‡  „ ³ §™ ¦ †Ð   – „ ƒ  Ï®—„  §  ³ ¦ – ¦  §™   ‰ “ µ²Ì  ·Š ”™   ³ ± ˜¯ €¹ ®†¹ ¦ – ҃  Ó : э    ƒ ¦ –Ë™ —Ô Ï·´   .³ž Ž† µ¯ ѹ  : .  † ž µ¯ ŸÂ  ®   §  ³ ¦ – ¦  §™  ˜™  ¼· ·ž   ‰  ·‚Õ Š‚ ֑ƒ Š ¬  ‡   ¼  ¦ – ³´ э —Ô ³×‘´  ¼· ·ž  ”™   ¯ž ."·²¸ ‰¸ †ƒ¬ ؆   "  §  ³ .   œ‘Ù  ¥ƒ¬ ž ·Ú  ¬

148

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

AL-ADALAH WA AL-DHABT LI AR-RAWY FI MANDHUR ... — [Elan Sumarna]

.                    ­€    ‚ƒ -2 Š‹ ˆ  ŒŽ  ‘    ŒŽ  ’Š  “  … ” •   „…† ‡ ˆ‰  –—  ˜™ š›  œ† žŸ  ž ‡ ¡‰¢ ‚š£ ¤ ¥ ¦ § ¨‹— €Ž © ” ª… ‘  ”  ’£ ª Ÿ «© ” €  ¢£€ ’¬ € ¤

’ ¤ Ÿ ­€ € ˜® ª… ¡ ž  ²  „…†  ¯’€ •   •   ¯’€ „…† •©  ¬° ±  ’ — .µ… ‚…€ ¨…¶ •—… — ¨ · ¡Ÿ¸   ¹  ­€š£¸ ² ™º » (5 : ž ) • ’ · © µ…‹ ‚’ ¼ ©š›   ­ Ÿ ½ ¾ „…†  — ¨ ·   © © ( 11 : ¡ ž ) …žŸ€ ·º „…† : € ( 94-93 : 1979 ) š ²  œ¸ ¿…À ¬¢¬ ¼ „ † ²¥ €  : ž ,µ¼) ¨…—   ª… Á £ œ¸ ¨  ¡¨   µ  µ’   .1 (52 •   „…†  ± à   .2 ¡€  ğ … Å  ‡ à   .3 ” ¯’ ¾ ‘ ¾ ’¥ ¦ Æ— Ǩ  … ¨ –— ª…  ’£ ¯’‰ € È   …“ ­€ ˜¸ (  ¹Ë · — Ì ) ¡Š ͺ ’¬ ’¬ ’¬ É ‡¬ € … …£¸

ž€ ‰ • Ä€ (¦ Æ  Ì ) ¡Š ͺ ˜™ š›  »¸  ¹  »¸ € ‚š£¸ ¤

ž€  -  : € Î Ï к   ž’ © ” .œÒ ¦ ÆÈ œ к ÓÔ  œÑ§    .1  Õ € ‘ ¾ œ ” ¼ ‘ ¾ ­ Ÿ ½ œÑ§  ¦ Æ ¯  ” œ¸   .2      ²   × Ö  •§ © ©  §  € ‰؀ ‰ Ÿ   …   ‘ ¾ €  .3 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

149

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 145 – 150

 -   ­: ‚ ƒ  ,(   ,(  ) -       , “š›  ­ : Žœ­ ,Ž‘’ “”• Ž– “‡  —˜ ™ ,( Œ 1981 = ‹ 1400 ) † ‡ ˆ‰‡ ,„‚…ƒ  Ž ¤ : ¥ž , ¡Ÿ¢ Œ ‚ “‡ – £­ ,(1979) Ÿ ” ,ž :  ƒ  ,Ÿ‰  ¨Ž© “‡ ª« ,(  ) Ÿ ¦–™  „§   Žœ   Ÿ £™ ,“   ¦‚ ¥­¬® ¥ …ƒ  ­ ¥ … : ²ŸŽ ,¯°  «…”® ±‰­ ,(1988), -  ¯’    ,¯Žœ­ ¥ …ƒ  ­ ,  ƒ  ,    ³‡Ž , (   ) -    ‚ ¦¢   ¥¢  , ¥­¬®

150

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

LEARNING MODEL MODEL OF OF RELIGIOUS RELIGIOUS TOLERANCE TOLERANCE LEARNING (A Study Study of of the the Increase Increase of of Life Life Cohesion Cohesion for for Students) Students) (A Endis Firdaus* Firdaus* and and Munawar Munawar Rahmat Rahmat Endis Universitas Pendidikan Pendidikan Indonesia Indonesia Universitas *Email: [email protected] [email protected] *Email: ABSTRACT ABSTRACT This research aims to describe the learning model of Religious Tolerance of the students by This research aims to describe the learning model of Religious Tolerance of the students by analyzing the learning experience of Islamic Religious Education (IRE) subjects. The main issue of analyzing the learning experience of Islamic Religious Education (IRE) subjects. The main issue of this research is the students’ changing aspect to enhance the students’ religious tolerance attitude. this research is the students’ changing aspect to enhance the students’ religious tolerance attitude. Several big multi-ethnic cities in Indonesia are the object of this research. The research finding Several big multi-ethnic cities in Indonesia are the object of this research. The research finding shows that the task–based learning where Moslem students conduct an exploration study to shows that the task–based learning where Moslem students conduct an exploration study to understand basic different understandings in order to enhance their religious tolerance attitude. understand basic different understandings in order to enhance their religious tolerance attitude. First, they get direct experiences through observation and interview conducted in worship places First, they get direct experiences through observation and interview conducted in worship places and from religious figures (clerics) observed. Second, the students get direct feedback from the and from religious figures (clerics) observed. Second, the students get direct feedback from the teacher and their peer about their experiences in other worship places (churches) and their teacher and their peer about their experiences in other worship places (churches) and their knowledge obtained through interview. Third, the students can strengthen their faith and religious knowledge obtained through interview. Third, the students can strengthen their faith and religious tolerance. These three aspects could contribute to the understanding and belief which can enhance tolerance. These three aspects could contribute to the understanding and belief which can enhance students’ tolerance attitude toward adherents of different religions. students’ tolerance attitude toward adherents of different religions.

Keyword: Learning Learning Model, Model, pluralism, pluralism, Religious Religious Tolerance. Tolerance. Keyword: ABSTRAK ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengungkap model pembelajaran Toleransi Beragama Siswa dengan Penelitian ini bertujuan mengungkap model pembelajaran Toleransi Beragama Siswa dengan menganalisis pengalaman pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Masalah utama menganalisis pengalaman pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Masalah utama dari penelitian ini adalah aspek perubahan siswa untuk menumbuhkan sikap toleran beragama dari penelitian ini adalah aspek perubahan siswa untuk menumbuhkan sikap toleran beragama siswa. Kota-kota besar multi etnik di Indonesia menjadi objek penelitian ini. Temuan menunjukkan siswa. Kota-kota besar multi etnik di Indonesia menjadi objek penelitian ini. Temuan menunjukkan bahwa pembelajaran melalui penugasan di mana siswa mengadakan studi eksplorasi pemahaman bahwa pembelajaran melalui penugasan di mana siswa mengadakan studi eksplorasi pemahaman dasar yang berbeda agar dapat meningkatkan sikap toleran keagamaannya. Pertama, Siswa dasar yang berbeda agar dapat meningkatkan sikap toleran keagamaannya. Pertama, Siswa memperoleh pengalaman langsung dari praktik observasi dan wawancara dari tempat ibadah dan memperoleh pengalaman langsung dari praktik observasi dan wawancara dari tempat ibadah dan tokoh agama masing-masing objek. Kedua, siswa ini mendapat umpan balik secara langsung dari tokoh agama masing-masing objek. Kedua, siswa ini mendapat umpan balik secara langsung dari guru dan teman sebaya mengenai pengalaman mereka di tempat ibadah dan mendapatkan guru dan teman sebaya mengenai pengalaman mereka di tempat ibadah dan mendapatkan pengetahuan agama hasil wawancara. Ketiga, siswa dapat memantapkan keyakinan dan toleransi pengetahuan agama hasil wawancara. Ketiga, siswa dapat memantapkan keyakinan dan toleransi beragamanya. Ketiga aspek tersebut memberikan pemahaman dan keyakinan dapat bertoleransi beragamanya. Ketiga aspek tersebut memberikan pemahaman dan keyakinan dapat bertoleransi dengan pemeluk agama yang berbeda. dengan pemeluk agama yang berbeda.

Kata kunci: kunci: Model Model pembelajaran, pembelajaran, pluralisme, pluralisme, toleransi toleransi beragama. beragama. Kata A. THE THE STUDY STUDY A. This Learning Learning Model Model taken taken from from the the teaching teaching and and learning learning process process on on the the Study Study of of This Islamic Education Education in in Indonesia. Indonesia. The The goal goal of of this this study study is is to to enhance enhance the the students’ students’ basic basic Islamic religious tolerance (understanding) in order to have good faith and good understanding. religious tolerance (understanding) in order to have good faith and good understanding. There are are 106 106 students students who who took took this this study study (from (from four four classes). classes). The The teaching teaching and and learning learning There process is is done done once once aa week week during during the the semester. semester. There There are are two two hours hours in in each each meetings meetings process during 5 weeks. The rest of the meeting (each one hour) is done to do the exploration study during 5 weeks. The rest of the meeting (each one hour) is done to do the exploration study on the the field. field. On On the the first first meeting meeting the the teacher teacher presented presented the the Theory Theory of of Religions Religions Study Study in in on the form of discussion from the students’ study of literature. On the second step, the the form of discussion from the students’ study of literature. On the second step, the Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

151

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 151 – 155

students doing the exploration in the church to verify the first meeting result. The students doing the exploration in the church to verify the first meeting result. The exploration is done by doing the observation and holding an interview toward the exploration is done by doing the observation and holding an interview toward the clergymen of the Christian. There are five steps that the students should follow. The first is clergymen of the Christian. There are five steps that the students should follow. The first is plan session. On the first step they decide to choose the location. The second step is plan session. On the first step they decide to choose the location. The second step is making the guidance session, material observation, and preparing lists of interview which making the guidance session, material observation, and preparing lists of interview which will be used in the learning process. These two earlier steps are carried out and discussed will be used in the learning process. These two earlier steps are carried out and discussed in front of the teacher and the peers. On the discussion activities, there are presenter groups in front of the teacher and the peers. On the discussion activities, there are presenter groups and the discussant ones. The third step is doing the exploration study. All the learning and the discussant ones. The third step is doing the exploration study. All the learning process, the materials, and the result of students’ leaning process are recorded. They fill the process, the materials, and the result of students’ leaning process are recorded. They fill the evaluation form, record the event to be discussed and evaluated. The fourth step is evaluation form, record the event to be discussed and evaluated. The fourth step is Discussion session. The teacher and/ or the group of peers in this step talk about the Discussion session. The teacher and/ or the group of peers in this step talk about the students’ works and their result in the form of intensive discussions. These can become as students’ works and their result in the form of intensive discussions. These can become as a feedback and important points given to the students as an improvement and reflection. a feedback and important points given to the students as an improvement and reflection. The instrument of evaluation gives the chance to the students to observe the tasks and the The instrument of evaluation gives the chance to the students to observe the tasks and the discussions objectively. The fifth step, Final Evaluation. In this session the students discussions objectively. The fifth step, Final Evaluation. In this session the students arrange the learning report based on the feedback given on the previous steps. This last arrange the learning report based on the feedback given on the previous steps. This last step gives the students a chance to make a self-evaluation towards the change of their step gives the students a chance to make a self-evaluation towards the change of their perceptions. In this session they should pay attention to the feedback they get from the perceptions. In this session they should pay attention to the feedback they get from the teacher and/or their peer. The teacher evaluates all the activities discusses the important teacher and/or their peer. The teacher evaluates all the activities discusses the important point of change starts from their first religious tolerance attitude to their attitude after doing point of change starts from their first religious tolerance attitude to their attitude after doing their exploration study. their exploration study. B. PARTICIPANTS AND METHODS B. PARTICIPANTS AND METHODS The 106 participants been taken from four classes. All of them are the students in The 106 participants been taken from four classes. All of them are the students in Senior High School in Indonesia. The data taken from the teaching and learning process in Senior High School in Indonesia. The data taken from the teaching and learning process in the class and the task- based Exploration Study given. The students visit their face to face the class and the task- based Exploration Study given. The students visit their face to face classes, literature studies, discussion, and task-based exploration study. The students classes, literature studies, discussion, and task-based exploration study. The students implement this using the observation method by holding the interview to the clergymen or implement this using the observation method by holding the interview to the clergymen or church leaders. These qualitative data was being transcript and translated into English. church leaders. These qualitative data was being transcript and translated into English. Member checking is done to verify the accurateness of those data. Member checking is done to verify the accurateness of those data. C. FINDINGS C. FINDINGS 1. Religious Tolerance (Understanding) Gained by Doing A Direct 1. Religious Tolerance (Understanding) Gained by Doing A Direct Observation Observation The data taken from the students’ direct observation tells the dramatic change in The data taken from the students’ direct observation tells the dramatic change in their conviction toward their religious tolerance attitude and the face to face method their conviction toward their religious tolerance attitude and the face to face method with other adherent of different religion. At first, in those activities, they report the with other adherent of different religion. At first, in those activities, they report the limited knowledge about the process method, faith, and the knowledge of the religious limited knowledge about the process method, faith, and the knowledge of the religious tolerance. They didn’t realize how can the direct observations make them aware about tolerance. They didn’t realize how can the direct observations make them aware about the religious tolerance (understanding)? Although they had learned about the Islamic the religious tolerance (understanding)? Although they had learned about the Islamic Teaching theories for three semesters in the schools, they haven’t understood yet about Teaching theories for three semesters in the schools, they haven’t understood yet about religious tolerance (understanding). Though they have heard about the religious religious tolerance (understanding). Though they have heard about the religious tolerance, they still doubt, and asked 'is the theory in one hand and the social in practice tolerance, they still doubt, and asked 'is the theory in one hand and the social in practice in other hand run effectively in the society?’. The students also declared about the in other hand run effectively in the society?’. The students also declared about the importance of using of various direct observation strategy in exploring the physical and importance of using of various direct observation strategy in exploring the physical and spiritual experiences. But, it is not as complicated as they think theoretically. It is great spiritual experiences. But, it is not as complicated as they think theoretically. It is great that after doing the observation, they are not only having a better understanding than that after doing the observation, they are not only having a better understanding than before which is totally different with its theory. They also learn how to feel spiritual before which is totally different with its theory. They also learn how to feel spiritual experiences. As the students they reflect: "They learned that the tolerance is not a single experiences. As the students they reflect: "They learned that the tolerance is not a single 152

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

LEARNING MODEL OF RELIGIOUS TOLERANCE (A STUDY OF ... — [Endis Firdaus dan Munawar Rahmat]

activity activity to to do, do, but but it it is is aaa take take and and give give activities. activities. It It also also needs needs to to understand understand each each other. other. activity to do, but it is take and give activities. It also needs to understand each other. And those are very helpful to support the real true tolerance. The students can And those those are are very very helpful helpful to to support support the the real real true true tolerance. tolerance. The The students students can can use use And use another different strategy. For example, the discussion to get more ideas to be another different strategy. For example, the discussion to get more ideas to be another different strategy. For example, the discussion to get more ideas to be implemented on the religious tolerance. They can also use their mind or ideas implemented on on the the religious religious tolerance. tolerance. They They can can also also use use their their mind mind or or ideas ideas in in implemented in evaluating the grade of their tolerance. It shows that they are not only enhancing their evaluating the grade of their tolerance. It shows that they are not only enhancing their evaluating the grade of their tolerance. It shows that theyconcrete are not ideas only enhancing their knowledge about the attitude, but also in creating more in applying the knowledge about the attitude, but also in creating more concrete ideas in applying the knowledge about the attitude, butwith alsoitsinstrategy creatingpractice. more concrete ideas in applying the balance of the knowledge theory Their same positive faith also balance of the knowledge theory with its strategy practice. Their same positive faith also balance of the knowledge theory with itsmodel strategy practice. Their same positive faith also appear and they realize that the learning of tolerance is very flexible and effective appear and they realize that the learning model of tolerance is very flexible and effective appear and theythe realize that theitlearning model of tolerance is from very flexible and effective after after they they had had the the experience experience itit and and get get the the direct direct guidance guidance from from the the researcher researcher about about after they had experience and get the direct guidance the researcher about how to implement every step of the task they had planned. how to to implement implement every every step step of of the the task task they they had had planned. planned. how 2. Religious Tolerance through Direct Interview 2. Religious Religious Tolerance Tolerance through through Direct Direct Interview Interview to to the the Source Source from from Different Different 2. to the Source from Different Religion. Religion. Religion. The The other other real real changes changes in in the the basic basic faith faith of of the the students students lay lay on on the the main main focus focus The other real changes in the basic faith of the students lay on the main focus from the sources on the field and their role in learning process. The students believe from the the sources sources on on the the field field and and their their role role in in learning learning process. process. The The students students believe believe that that from that the knowledge and their accurate of their understanding are the most important thing the knowledge and their accurate of their understanding are the most important thing the knowledge and their accurate of their understanding are the most important thing they they should should have. have. In In this this process, process, they they put put themselves themselves as as learner learner who who can can see see through through they should have. In this process, they put themselves as learner who can see through real real live live that that they they could could help help each each other other to to enhance enhance their their competencies competencies on on their their own own real live that they could help each other to enhance their competencies on their own religious teaching. They complain on how difficult to talk to face to face with the religious teaching. teaching. They They complain complain on on how how difficult difficult to to talk talk to to face face to to face face with with the the one one religious one who has aa different religion. They are not only should be responsible to have aa religious who has different religion. They are not only should be responsible to have religious who has a different religion. They are not time only should be responsible towho haveembraces a religiousa tolerance, but also have to spend much to evaluate the source tolerance, but also have to spend much time to evaluate the source who embraces tolerance,religion. but alsoInhave tothis spend much timethetostudents evaluatemuch the source who embracesonaa different fact, practice helps to make aa reflection different religion. In fact, this practice helps the students much to make reflection on different religion. In fact, thisa practice helps the students muchout to the make a reflection on their practice and enhancing better understanding and carry process approach their practice and enhancing a better understanding and carry out the process approach their practice and enhancing a better understanding and carrybelief out the process approach focusing focusing on on interview interview strategy. strategy. Besides, Besides, it it changes changes their their belief belief about about the the religious religious focusing on interview strategy. Besides, it changes their about the religious tolerance. The students reflect that the interview motivates them to think out the box tolerance. The students reflect that the interview motivates them to think out the box of of tolerance. The students reflect that the interview motivates them to think out the box of their different religious belief. They also declare their strong interest in using this their different different religious religious belief. belief. They They also also declare declare their their strong strong interest interest in in using using this this their method, and learn much from implementing the interview strategy. This can be found in method, and learn much from implementing the interview strategy. This can be found in method, and learn much from implementing the interview strategy. This can be found in the class discussion of the students and the source from different religion as a strategy in the class class discussion discussion of of the the students students and and the the source source from from different different religion religion as as aa strategy strategy in in the strengthen the argumentations of the existence of religious tolerance. They explain strengthen the argumentations of the existence of religious tolerance. They explain strengthenthat the this argumentations of the existence of religious tolerance. They explain intensely, strategy is useful for the students to create more ideas to extend the intensely, that this strategy is useful for the students to create more ideas to extend the intensely, that this strategy is useful for the students to create more ideas to extend the religious tolerance. Moreover, some students are being inspired by the use of this religious tolerance. Moreover, some students are being inspired by the use of this religious and tolerance. Moreover, some students are being inspired by the task. use of this strategy said that they want to use this learning strategy in different In the strategy and said that they want to use this learning strategy in different task. In the strategy and said that they want to use this learning strategy in different task. In the reflection session they make a conclusion that 'some strategies of exploration study reflection session session they they make make aa conclusion conclusion that that 'some 'some strategies strategies of of exploration exploration study study is is reflection is very useful for motivating the students’ interest and enhancing their cooperation as in very useful for motivating the students’ interest and enhancing their cooperation as in verypeer useful for motivating the students’ interest and enhancing their cooperation as in the the peer peer review review activity activity or or brainstorming. brainstorming. They They want want to to use use this this strategy strategy in in learning learning the review activity or brainstorming. They want to use this strategy in learning another another case case for for themselves themselves and and for for other other subject. subject. another case for themselves and for other subject. 3. 3. Religious Religious tolerance tolerance trough trough aaa feedback feedback reflection reflection discussion discussion 3. Religious tolerance trough feedback reflection discussion The change of teaching and learning process using The change change of of teaching teaching and and learning learning process process using using task-based task-based exploration exploration study study The task-based exploration study also caused by the result of discussion on the field. After practicing this, they state also caused caused by by the the result result of of discussion discussion on on the the field. field. After After practicing practicing this, this, they they state state their their also their opinions that they have experienced itit directly and actively engage in the process of opinions that they have experienced directly and actively engage in the process of opinions practice. that theyThey haveare experienced it directly and actively engage in the process As of learning openly being the receiver of the knowledge passively. learning practice. practice. They They are are openly openly being being the the receiver receiver of of the the knowledge knowledge passively. passively. As As learning the students, they explain that their new role help them to realize the importance of the students, they explain that their new role help them to realize the importance of the students, they explain with that other their new role using help them to realize the importance of sharing the responsibility students the different strategy, as engaging sharing the responsibility with other students using the different strategy, as engaging sharing the responsibility withthe other students using the different strategy, as engaging the the students students in in discussion. discussion. By By the the presence presence of of the the audience audience of of discussants. discussants. Some Some of of them them the students in discussion. By presence of the audience of discussants. Some of them become the discussants with the opposite opinion. This goal is to strengthen their become the discussants with the opposite opinion. This goal is to strengthen their become the discussants with the opposite opinion. This goal is to strengthen their findings in the field since they will get the different arguments. So, the source has findings in in the the field field since since they they will will get get the the different different arguments. arguments. So, So, the the source source has has to to findings to present their findings and being prepared to have the opponent with totally different in present their findings and being prepared to have the opponent with totally different in present their findings and being prepared to have the opponent with totallythedifferent in the knowledge and attitude. Those are the valuable source to change students’ the knowledge knowledge and and attitude. attitude. Those Those are are the the valuable valuable source source to to change change the the students’ students’ the Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

153

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 151 – 155

attitude from the lankness of tolerance being the one who has more knowledge, better understanding andlankness apply it. of tolerance being the one who has more knowledge, better attitude from the understanding and apply it. D. DISCUSSION AND CONCLUSION D. DISCUSSION AND CONCLUSION This research investigates the change of the Moslem students’ religious tolerance after doing practice of exploration study of in the the Moslem church. Most studies have found that This the research investigates the change students’ religious tolerance teacher beliefs the outcome experiences andhave theirfound practices after doing the directly practice affect of exploration studyofin learning the church. Most studies that (Teng, 2016). of opportunity of learning teachers in professional learning dialogue teacher beliefsLack directly affect the motivation outcome of experiences and their practices lies in the setting itself motivation (Qiao & Yu, The problem withlearning the teachers and (Teng, 2016). Lackofoflearning opportunity of 2016). teachers in professional dialogue students located in the Muslim face of pluralism aspects ( particularly tolerance ) emerging lies in the setting of learning itself (Qiao & Yu, 2016). The problem with the teachers and from a distinctive character faith and Islamic culture (Wielandt, The students located in the Muslimthat faceisofofpluralism aspects ( particularly tolerance 1993). ) emerging findings shows thatcharacter this practice the and students’ attitude and(Wielandt, the knowledge from a distinctive that enhance is of faith Islamic culture 1993).about The the religious tolerance though the direct experience done,attitude the feedback given by the teacher findings shows that this practice enhance the students’ and the knowledge about andreligious their peer from their experience Exploration gives the by students rich the tolerance though the direct study. experience done, theStudy feedback given the teacher experience for understanding themselves when they meet Study with the different live. Since and their peer from their experience study. Exploration gives the students rich living in this and country in this when world they need meet a safe, peaceful, comfortable, and experience fornation understanding themselves with the different live. Since prosperous. of them disturb something thiscomfortable, nation to beand in living in thisAll nation and often country in thisbyworld need awhich safe, makes peaceful, trouble. Radicalism, extremism, physical and terrorism is considered as ina prosperous. All of them often disturb by harassment, something which makes this nation to be mean which puts the society in danger. In a harassment, long way of the of mankind, there were trouble. Radicalism, extremism, physical and history terrorism is considered as a the rightness claims done byin groups religions. Here the competition, mean which puts the society danger.of In any a long way of the history of mankind, radicalism, there were extremism, harassment, intolerance, even terrorism Allradicalism, of these the rightnessphysical claims done by groups of any religions. Here the happened. competition, become the cause of the unconducive condition which by happened. cracking theAll religion and extremism, physical harassment, intolerance, even marked terrorism of these its conflict (Hookofetthe al,unconducive 2016). These things which made lots of sufferings cannotand be become the cause condition marked by crackingwhich the religion stooped until(Hook peopleetrealize how importance of togetherness. experience of Indonesian its conflict al, 2016). These things made lots ofThe sufferings which cannot be people inuntil facing the bad suffering in past events on any kindThe of disasters as in in stooped people realize how importance of togetherness. experience of Tsunami Indonesian Aceh and Yogyakarta. sufferings suffering, or 'the pain from the people in facing the badThese suffering in past show eventsthe on global any kind of disasters as in Tsunami in world'and as aYogyakarta. religion challenge all the religions (Singgih, 2016, p. 129). Thepain study which Aceh These to sufferings show the global suffering, or 'the from the is discussed in this religious how to conduct teaching learning world' as a religion challengetolerance to all theresearch, religions is(Singgih, 2016, p.a129). The and study which process in order that the students having good is attitude. a nation which has is discussed in this religious tolerance research, how toIndonesia conduct aas teaching and learning been gradually introduced the secular curriculum in some religious schools and built the process in order that the students having good attitude. Indonesia as a nation which has accreditation by thetheone who could give the influence on the way how to teach been graduallysystem introduced secular curriculum in some religious schools and built the them (Künklersystem & Lerner, 2016). togetherness understanding religion and accreditation by the one So, whothe could give the in influence on the our way how to teach other (Künkler formed a&meaningful thingSo,inthe religious tolerance. We run the our world religion for politics them Lerner, 2016). togetherness in understanding and conservatism example inthing Economics field, tolerance. foreign policy, and the the world social for issues) and other formed (for a meaningful in religious We run politics religious commitment. Some conservatism andthethe strong beliefand of conservatism (for example in researches Economicsshow field, that foreign policy, and social issues) the religion have a connection with the lack of the (Hookand et al, religious commitment. Some researches show thattolerance conservatism the2016). strongHowever, belief of in this case,have it can be prevent with by enhancing and other the religion a connection the lack ofdeep the understanding tolerance (Hook et knowing al, 2016).each However, thatthis all case, religions teach the peacefulness, happiness, and wisdoms.and So, knowing it is needed hold in it can be prevent by enhancing deep understanding eachtoother an activity whichteach could us closer,happiness, side by side this society. Indonesia, the that all religions thebring peacefulness, and in wisdoms. So, it In is needed to hold ideology of which Pancasila, will not ask about the of pluralism can be accepted, but only an activity could bring us closer, sideclaim by side in this society. In Indonesia, the after boarding the horizon to enclose experience the disaster, to ideology of Pancasila, will of not rationality ask about the claim ofother pluralism can befrom accepted, but only makeboarding it possible, the newofvision of religious tolerance (Singgih, 2016, p. disaster, 111). This after the horizon rationality to enclose other experience from the to analytical reflectivethe could the of students giving the idea(Singgih, of conducting in make it possible, newmake vision religious tolerance 2016,peaceful p. 111).live This a better religious tolerance in their live. giving Although small scale, this experience gives analytical reflective could make theown students thein idea of conducting peaceful live in little religious suggestion which inistheir useful attitude of this religious tolerance. a better tolerance ownfor live.enhancing Althoughthe in small scale, experience gives the scope of this very limited, it betterofto religious continue totolerance. the next aConsidering little suggestion which is experience useful for isenhancing thesoattitude experience. the Thescope experience could be isdone the scope, participant, andtostudy of Considering of this experience veryin limited, so it better to continue the next longitudinal to giveexperience a better understanding and better religious tolerance. experience. The could be done in theattitude scope,of participant, and study of longitudinal to give a better understanding and better attitude of religious tolerance. 154

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

LEARNING MODEL OF RELIGIOUS TOLERANCE (A STUDY OF ... — [Endis Firdaus dan Munawar Rahmat]

Disclosure statement No potential conflict of interest was reported by the author. REFERENCES Hook et al, J. N. (2016). Intellectual humility and religious tolerance. Intellectual humility and religious tolerance:TheJournal of Positive Psychology, 11:(5), 1-7. doi:10.1080/17439760.2016.1167937 Künkler, M., & Lerner, H. (2016). A private matter? Religious education and democracy in Indonesia and Israel. British Journal of Religious Education, 1-29. doi: 01416200.2015.1113933 Qiao, X., & Yu, S. (2016). Enhancing professional learning communities through knowledge artefacts in mainland China. Journal of Education for Teaching, 42(1), : 110-113. doi:10.1080/02607476.2015.1135229 Singgih, E. G. (2016). Suffering as Ground for Religious Tolerance. Exchange -(45), 111129. doi:10.1163/1572543X-12341396 Teng, L. S. (2016). Changes in teachers’ beliefs after a professional development project for teaching writing: two Chinese cases. Journal of Education for Teaching, 42:(1), 106-109. doi:10.1080/02607476.2015.1135228 Wielandt, R. (1993). Islamic Religious Education in a Pluralist Society. British Journal of Religious Education, 15(2), 50-57. doi: 10.1080/0141620930150209

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

155

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK HAMBA ALLAH YANG MUKHLISH Fahrudin Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT Understanding the concept of tauhidullah correctly is an unconditional for all Muslims in order to avoid them from polytheism. Muslims nowadays fall into polytheism because they do not understand the concept of tauhidullah correctly in accordance with Allah and His Prophet guidance. The purpose of the writing of this article is to let Muslim know and understand the concept of tauhidullah correctly according to Allah and His Prophet guidance as well as according to tasawuf perspective. The approach used in this research is qualitative approach by studying various related literatures, and analyszing the data by using descriptive analytic method. The result of this research is as follow: (1) Tauhidullah in tasawuf perspective is different to tauhidullah in Ulama’s perspective in general. In tasawuf perspektive, tauhidullah means not only believing Allah is the only One, but also implanting the belief in our heart that in reality there is no existence but Allah, because in reality all things in this universe is only the shadows of Allah’s existence; and (2) The belief of tauhidullah is very important because by implanting this concept of tahuid we will avoid polytheism and become a mukhlis (straight) servant, one who can serve Allah straightly because of Allah.

Keyword: Tauhidullah, tasawuf, and mukhlish. ABSTRAK Memahami konsep tauhidullah secara benar merupakan hal yang mutlak bagi setiap umat Islam agar terhindar dari kemusyrikan. Umat Islam saat ini banyak yang terjerumus ke dalam kemusyrikan, karena mereka tidak memahami konsep tauhidullah dengan benar sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Tujuan penulisan makalah ini agar umat Islam mengetahui dan memahami konsep tauhidullah dengan benar menurut Allah dan Rasul-Nya dan juga tauhidullah dalam perspektif tasawuf. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, dengan mengakaji berbagai literatur yang terkait, sedangkan dalam menganalisis data yang diperoleh menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini yaitu berikut: (1) Tauhidullah dalam perspektif tasawuf berbeda dengan tauhidullah dalam pandangan ulama pada umumnya. Dalam perspektif tasawuf, tauhidullah diartikan bukan hanya mengesakan Allah, melainkan kita harus menanamkan keyakinan dalam hati bahwa secara hakiki tidak ada yang ada kecuali hanya Allah, karena pada dasarnya semua yang ada di alam ini hanyalah merupakan bayang-bayang dari wujud Allah, (2) Keyakinan tentang tauhidullah merupakan hal yang sangat penting , karena dengan menanamkan ketauhidan kita akan terhindar dari kemusyrikan dan akan menjadi hamba yang mukhlis, yakni hamba yang dapat menyembah Allah dengan mengikhlashkan agama sepenuhnya hanya kepada Allah.

Kata Kunci: Tauhidullah, tasawuf, dan mukhlish. A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemahaman tentang tauhidullah merupakan hal yang sagat penting bagi setiap umat Islam, karena tauhidullah merupakan inti dari ajaran Islam dan merupakan satu-satunya Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

157

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 157 – 163

aqidah aqidah yang yang diajarkan diajarkan oleh oleh para para Rasulullah Rasulullah kepada kepada umatnya. umatnya. Dengan Dengan memahami memahami konsep konsep tauhidullah secara benar, maka umat Islam akan beriman kepada Allah Yang Mahas tauhidullah secara benar, maka umat Islam akan beriman kepada Allah Yang Mahas Esa Esa dan dan dapat dapat mentauhidkan-Nya, mentauhidkan-Nya, sehingga sehingga terhindar terhindar dari dari kemusyrikan kemusyrikan sebagai sebagai dosa dosa yang yang paling paling besar besar dan dan tidak tidak ada ada ampunannya ampunannya dari dari Allah. Allah. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat ayat-ayat yang yang menjelaskan menjelaskan agar agar umat umat manusia manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu yang menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu yang lain. lain. Semua Semua Rasulullah Rasulullah mulai mulai dari dari Nabi Nabi Adam Adam sampai sampai dengan dengan Nabi Nabi Muhammad Muhammad dan dan peneruspeneruspenerusnya penerusnya mengajarkan mengajarkan kepada kepada umatnya umatnya agar agar menyembah menyembah hanya hanya kepada kepada Allah. Allah. Namun Namun demikian, tidak semua umat manusia itu menganut keyakinan tauhidullah, bahkan demikian, tidak semua umat manusia itu menganut keyakinan tauhidullah, bahkan masih masih banyak banyak di di atara atara umat umat Islam Islam yang yang belum belum memahami memahami tauhidullah tauhidullah dengan dengan benar, benar, sehingga sehingga masih masih banyak banyak umat umat Islam Islam yang yang menyekutukan menyekutukan Allah. Allah. Sehubungan dengan itu, Sehubungan dengan itu, maka maka penulis penulis tergerak tergerak untuk untuk mengkaji mengkaji apa apa sebenarnya sebenarnya tauhidullah itu, bagaimanakah ajaran aqidah yang disampaikan oleh para Rasulullah tauhidullah itu, bagaimanakah ajaran aqidah yang disampaikan oleh para Rasulullah pada pada umatnya umatnya sejak sejak zaman zaman Nabi Nabi Adam Adam sampai sampai dengan dengan Nabi Nabi Muhammad Muhammad dan dan juga juga para para peneruspeneruspenerusnya, penerusnya, dan dan bagaimanakah bagaimanakah tauhidullah tauhidullah dalam dalam pandangan pandangan ahli ahli tasawuf tasawuf yang yang dianggap dianggap sebagai orang yang dekat dengan Allah. sebagai orang yang dekat dengan Allah. Dengan Dengan mengakaji mengakaji tauhidullah tauhidullah ini ini diharapkan diharapkan dapat dapat memberikan memberikan pencerahan pencerahan dan dan pemahaman yang benar kepada umat Islam dan para pembaca tentang tauhidullah pemahaman yang benar kepada umat Islam dan para pembaca tentang tauhidullah dalam dalam pandangan pandangan para para ulama, ulama, tauhidullah tauhidullah dalam dalam Al-Qur’an Al-Qur’an yang yang diajarkan diajarkan oleh oleh para para Rasulullah, Rasulullah, dan tauhidullah dalam pandangan ahli tasawuf, sehingga dapat mengantarkannya dan tauhidullah dalam pandangan ahli tasawuf, sehingga dapat mengantarkannya menjadi menjadi hamba hamba Allah Allah yang yang mukhlish. mukhlish. Dalam Dalam mengkaji mengkaji tauhidullah tauhidullah ini, ini, penulis penulis menggunakan menggunakan pendekatan pendekatan kualitatif kualitatif dengan mengkaji berbagai literatur, khususnya Al-Qur’an dan buku-buku dengan mengkaji berbagai literatur, khususnya Al-Qur’an dan buku-buku tauhid tauhid yang yang ditulis oleh para ulama muslim, serta buku-buku yang ditulis oleh para ahli ahli tasawuf. ditulis oleh para ulama muslim, serta buku-buku yang ditulis oleh para ahli ahli tasawuf. Metode Metode analisa analisa yang yang digunakan digunakan adalah adalah metode metode deskriptif, deskriptif, yakni yakni penulis penulis berusaha berusaha menganalisis dan mendeskripsikan apa-apa yang ditemukan dalam literatur menganalisis dan mendeskripsikan apa-apa yang ditemukan dalam literatur tersebut, tersebut, sehingga sehingga menghasilkan menghasilkan suatu suatu karya karya ilmiah ilmiah dengan dengan judul judul Tauhidullah Tauhidullah dalam dalam Perspektif Perspektif Tasawuf Tasawuf sebagai sebagai Upaya Upaya Membentuk Membentuk Hamba Hamba Allah Allah yang yang Mukhlish. Mukhlish. B. B. KAJIAN KAJIAN TEORITIS TEORITIS TENTANG TENTANG TAUHIDULLAH TAUHIDULLAH Berbicara tentang tauhidullah tidak Berbicara tentang tauhidullah tidak lepas lepas dari dari pembicaraan pembicaraan tentang tentang keimanan, keimanan, karena hal yang paling utama yang harus kita iman ialah iman kepada Allah. karena hal yang paling utama yang harus kita iman ialah iman kepada Allah. Iman Iman kepada kepada Allah sangat penting bagi umat Islam, karena tanpa didasari dengan keimanan ibadah Allah sangat penting bagi umat Islam, karena tanpa didasari dengan keimanan ibadah yang yang kita kita kerjakan kerjakan akan akan sia-sia. sia-sia. Sekaitan Sekaitan dengan dengan itu, itu, Al-Qarni Al-Qarni (2007: (2007: 25) 25) menjelaskan menjelaskan bahwa: bahwa: “Orang-orang “Orang-orang yang yang sebenarnya sebenarnya paling paling sengsara sengsara yaitu yaitu mereka mereka yang yang miskin miskin iman iman dan dan mengalami krisis keyakinan”. Apa yang dikatakan oleh Al-Qarni itu sesuai mengalami krisis keyakinan”. Apa yang dikatakan oleh Al-Qarni itu sesuai dengan dengan kenyataan. kenyataan. Kalau Kalau kita kita perhatikan perhatikan kehidupan kehidupan umat umat manusia manusia yang yang tidak tidak memiliki memiliki iman, iman, mereka itu selamanya akan berada dalam kesengsaraan, kepedihan, kemurkaan, mereka itu selamanya akan berada dalam kesengsaraan, kepedihan, kemurkaan, dan dan kehinaan. Sebenarnya tidak ada sesuatu yang dapat membahagiakan jiwa, kehinaan. Sebenarnya tidak ada sesuatu yang dapat membahagiakan jiwa, membersihkannya, membersihkannya, mensucikannya, mensucikannya, membuatnya membuatnya bahagia, bahagia, dan dan mengusir mengusir kegundahan kegundahan darinya, selain keimanan yang benar kepada Allah swt atau dengan darinya, selain keimanan yang benar kepada Allah swt atau dengan kata kata lain, lain, kalau kalau hidup hidup tanpa iman akan terasa hambar dan tidak bermakna. tanpa iman akan terasa hambar dan tidak bermakna. Iman Iman kepada kepada Allah Allah yaitu yaitu beriman beriman kepada kepada Dzat Dzat Allah Allah Yang Yang Ghaib Ghaib (yu’minuna (yu’minuna bil bil ghaib), yang wajib wujud-Nya dan sangat dekat dengan manusia, bahkan lebih dekat dari ghaib), yang wajib wujud-Nya dan sangat dekat dengan manusia, bahkan lebih dekat dari urat urat nadi nadi yang yang ada ada di di leher. leher. Selain Selain itu, itu, iman iman kepada kepada Allah Allah berarti berarti seorang seorang muslim muslim harus harus mempercayai dan meyakini bahwa “La Ilaha Illallah” (Tiada Tuhan kecuali Allah) Yang mempercayai dan meyakini bahwa “La Ilaha Illallah” (Tiada Tuhan kecuali Allah) Yang Maha Maha Esa, Esa, Esa Esa Dzat-Nya, Dzat-Nya, Esa Esa Sifat-Nya, Sifat-Nya, dan dan Esa Esa Af’al-Nya. Af’al-Nya. Iman Iman kepada kepada Allah Allah merupakan inti dari keimanan seseorang, karena tanpa beriman kepada Allah hidup merupakan inti dari keimanan seseorang, karena tanpa beriman kepada Allah hidup seseorang seseorang akan akan menjadi menjadi hampa. hampa. Iman Iman merupakan merupakan fondasi fondasi dalam dalam kehidupan kehidupan seseorang, seseorang, 158

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF — [Fahrudin]

yang dapat menentukan baik buruknya prilaku orang itu, dan inti iman itu terletak pada kalimat “La ilaha illallah”. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh AlMaududi (1983: 68), bahwa: “Di atas kalimat la ilaha illallah inilah berdiri tegak bangunan Islam seseorang”. Oleh karena itu, sepatutnya manusia menerima dengan ikhlas dan mengimani Allah dengan sebenar-benarnya dengan meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah dan berusaha untuk mentauhidkannya. Apakah tauhid itu? Secara etimologis, tauhid berasal dari kata wahhada– yuwahhidu- tauhid, yang artinya keesaan. Tauhidullah, artinya mengesakan Allah. Maksudnya, menanamkan keyakinan dalam hati bahwa tidak ada Tuhan yang harus kita sembah kecuali Allah Yang Maha Esa. Tauhid yaitu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya (Asmuni, 1996: 1). Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah wajib bagi setiap muslim, karena tanpa mempelajari ilmu tauhid seseorang tidak akan bisa mengenal Tuhan dengan yakin dan mengesakan-Nya. Asmuni (1996: 3) mengatakan bahwa para ulama sepakat hukum mempelajari ilmu tauhid itu wajib bagi setiap muslim, dan kewajiban itu bukan hanya didasarkan rasio, karena tauhid merupakan dasar pertama dan utama dalam Islam, tetapi justru didasarkan pada dalil-dalil naqli, Al-qur’an dan Hadits. Kalau kita baca sejarah, Rasulullah selama hayatnya berjuang dengan gigih menegakkan tauhid di tengah masyarakat yang hidup dalam kekafiran dan kemusyrikan. Beliau mengajak umat manusia untuk bertauhid dan memberikan pendidikan ketauhidan secara terus menerus kepada para sahabat dan pengikutnya. Beliau memberikan contoh kongkrit dan teladan yang baik bagaimana sikap hidup manusia bertauhid yang tercermin dalam perkataan, sikap hidup, kepribadian, dan perilaku beliau sehari-hari. Di dalam Al-qur’an banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang keesaan Tuhan, di antaranya: "Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)" (QS.2: 255). "Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku" (QS. Thaha: 14). "Allah, tiada Tuhan selain Dia Sang pemelihara Arsy Agung" (QS. An-naml: 26). Di dalam ayat-ayat Al-qur’an di atas, Allah memulai dengan menyebut nama-Nya. Dia menafikan yang lain dan menetapkan nama-Nya. Walaupun namanya yang lain yang diungkapkan itu hanya merupakan sifat dari nama ini (Allah). Jika Dia mengungkapkanNya dengan kalimat "huwa", kalimat itu kembali kepada-Nya. Ia berasal dari nama Allah dan kembali kepada-Nya. Ajaran tauhid itu intinya terletak pada pengakuan bahwa “La ilaha illallah”. Pengakuan tentang “la ilaha illallah” tersebut, harus dapat mengantarkan kita untuk menjadikan Allah itu satu-satunya yang harus kita sembah, yang harus kita tuju, dan yang harus kita jadikan tempat berlindung dan tempat memohon. Pengakuan akan tauhid, yakni mengakui Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah adalah sangat penting, karena tanpa adanya pengakuan itu manusia akan jatuh ke dalam kemusyrikan. Kalimat tauhid ini apabila selalu melekat dalam hati setiap muslim, maka syetan-syetan pun menjauh darinya. Sejalan dengan ini, Al-Jailani (2010: 225) dalam nasihatnya menjelaskan: Wahai manusia, siksalah setan-setan kalian dengan keikhlasan dari dalam hati ketika mengucapkan la ilaha illa Allah. Kalimat tersebut merupakan kalimat tauhid yang dapat membakar setan manusia dan juga setan jin, sebab lafadz tersebut merupakan api yang membakar bagi para setan dan menjadi cahaya penerang bagi orang-orang bertauhid. Oleh karena itu, ketika seseorang mengucapkan kalimat tersebut di dalam hatinya harus meniadakan segala sesuatu selain Allah, karena bagaimana lidah kita bisa mengucapkan la ilaha illa Allah, kalau di dalam hatinya sekian banyak Tuhan yang Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

159

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 157 – 163

dijadikan sebagai sandaran. Sia-sia saja lafadz tauhid yang diucapkan dengan lisan, sedangkan di dalam hatinya terjadi kemusyrikan. Sia-sia saja kita membersihkan badan, sedangkan hati dipenuhi oleh najis. Seorang muwahhid sejati dapat menyiksa syetannya, sedangkan orang yang musyrik akan disiksa oleh syetannya sendiri. Keikhlasan adalah intisari dari setiap perkataan dan perbuatan. Jika itu ditinggalkan, maka yang ada adalah kulit tanpa isi. Kulit hanya layak dilalap oleh api. Keikhlasan dalam tauhid dapat memadamkan kerakusanmu dan dapat mematahkan brutalnya nafsumu. Jangan menghadiri tempat yang dapat mengobarkan api watakmu, sehingga dapat menghanguskan rumah agama dan keimananmu. Jangan mendatangi tempat-tempat yang mengakibatkan kelakuan keji hawa nafsu dan setan, karena itu dapat menghilangkan agama, keimanan, dan keyakinanmu. C. HASIL PENELITIAN 1. Tauhidullah dalam Perspektif Tasawuf Dalam ajaran Islam, kalimat "la ilaha illa Allah" itu biasa disebut dengan kalimat tauhid, karena di dalamnya mengandung keyakinan akan keesaan Allah. Ia disebut kalimat tauhid karena menunjukkan adanya penolakan terhadap semua bentuk kemusyrikan secara mutlak. Pemahaman tauhidullah dalam pandangan tasawuf berbeda dengan pandangan pemahaman tauhidullah pada umumnya. Tauhidullah dalam pandangan tasawuf bukan hanya menyakini bahwa tiada Tuhan slain Allah, melainkan tauhidullah itu kita harus menanamkan keyakinan dalam hati bahwa secara hakiki tidak ada yang ada kecuali Allah (la maujuda illa Allah), dan kita harus menafikan segala sesuatu selain Allah, karena segala sesuatu selain Allah pada dasarnya hanyalah merupakan bayang-bayang dari wujud Allah itu sendiri. Manusia, binatang, bumi, langit, dan yang lainnya semuanya ciptaan Allah, dan pada akhirnya akan hancur, dan yang kekal dan abadi hanya Allah. Hal ini didasarkan kepada firman Allah: “Kullu syaiin halikun illa wajhah” (segala sesuatu itu akan hancur kecuali Dzat Allah) (QS.Alqashash: 88). Dalam ayat yang lain, Allah menjelaskan: “Kullu man ‘alaiha fanin wa yabqa wajhu rabbik” (setiap orang dan apa saja yang melekat padanya semuanya fana (tidak ada), dan yang kekak adalah Dzat Tuhanmu (QS.Ar-rahman: 26-27). Dalam pandangan tasawuf, khususnya tasawuf syathariah seperti yang dikemukakan oleh Muttaqin (2014: 18), kalimat “la ilaha illa Allah” disebut kalimat nafi itsbat. Nafi maksudnya bahwa selain Diri Tuhan itu sesungguhnya nafi, tidak ada, termasuk wujud jiwa raganya sendiri. Itsbat yaitu menetapkan (mengitsbatkan) bahwa hanya Diri Tuhanlah yang sesungguhnya ada dan wajib wujud-Nya, dan itulah tauhid. Sejalan dengan itu, Affandi (2007: 9) menjelaskan bahwa: “Tauhid itu ialah satu-satuNya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya, yakni Dzat Al-żhaib” yang Allah asma-Nya. Artinya, bagaimanakah kita menanamkan keyakinan dalam hati bahwa secara hakiki yang ada itu hanya Allah. Konsekuensinya, kalau kita masih merasa wujud, maka itu termasuk kepada dosa besar, karena dianggap menyekutukan Tuhan. Dalam sebuah keterangan yang sering dijadikan rujukan dalam tasawuf syathariah dijelaskan: “Wujuduka dzanbun kabirun wala yunqashu dzanbun akhor” (wujud-mu yang kamu aku (merasa wujud) itu merupakan dosa besar, dan tidak ada dosa lain yang lebih besar dari itu). Kita sadari, bahwa pada dasarnya manusia itu tidak bisa apa-apa kalau tidak bersama Allah. “la haula wala quwwata illa billah”. Kalau kita bergerak, pada dasarnya itu adalah gerak Allah. Kalau kita melempar, pada dasarnya Allahlah yang melempar, dan lain-lainnya, dan itulah sebenarnya tauhid yang murni. Namun begitu, kita selaku manusia dalam hidup ini pasti masih merasa wujud, buktinya kalau kita lapar kita makan, kalau dipukul pasti sakit, dan lain-lainnya. Karena merasa wujud itu merupakan 160

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF — [Fahrudin]

dosa besar, maka kita selaku manusia harus terus menerus beristighfar kepada Allah, memohon ampun kepada-Nya. Tauhidullah itu merupakan inti dari ajaran tasawuf. Kita sering mendengar istilah “fana” dan “baqa” dalam tasawuf. Apabila seseorang sudah bisa menafikan dirinya, maka muncullah “baqa” suatu keyakinan bahwa yang ada hanyalah Tuhan Yang Maha Kekal dan Abadi. Dengan demikian, maka akan datang suatu keyakinan bahwa perbuatannya merupakan perbuatan Tuhan, penglihatannya merupakan penglihatan Tuhan, pendengarannya merupakan pendengaran Tuhan. Al-Jailani (2010: 410) sebagai salah seorang ahli sufi yang sangat terkenal menjelaskan bahwa yang dimaksud tauhidullah itu ialah “mengesakan Allah Azza wa Jalla, sehingga tidak ada lagi yang tersisa di dalam hati walaupun hanya setitik kecuali Allah”. Jadi, tauhidullah itu bagaimana kita berusaha menafikan segala sesuatu apa saja di dalam hati kita kecuali hanya Allah, karena secara hakiki yang ada hanyalah Allah. Ibnu Athaillah yang terkenal sebagai seorang ahli ma’rifat dan sekaligus sebagai sufi dalam bukunya Rahasia Kecerdasan Tauhid (2011: 137) mengungkapkan bahwa para ahli makrifat memberi tafsiran yang beragam terhadap kalimat "la ilaha illa Allah". Pertama, dalam pandangan Ibn Abbas, "la ilaha illa Allah" maknanya bahwa tidak ada yang memberikan manfaat, tidak ada yang bisa mendatangkan bahaya, tidak ada yang dapat memuliakan, tidak ada yang dapat menghinakan, tidak ada yang dapat memberi, dan tidak ada pula yang dapat menolak kecuali Allah. Kedua, makna "la ilaha illa Allah" ada yang mengartikan bahwa tidak ada yang diharapkan anugerahnya, tidak ada yang patut ditakuti siksanya, tidak ada yang patut diharapkan perlindungannya, tidak ada yang patut diyakini kemurahannya, tidak ada yang patut dilaksanakan perintahnya, tidak ada yang layak dimintai ampunannya, tidak ada yang patut dijauhi larangannya, serta tidak ada yang dihormati kemuliannya selain Allah. Ketiga, kalimat "la ilaha illa Allah" ada juga yang memaknai sebagai pertanda adanya makrifat dan tauhid dalam diri seseorang lewat lisan yang memuji dan mengakui Penguasa Yang Agung. Jika seorang hamba mengucapkan la ilaha illa Allah, berarti mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang memiliki kenikmatan, anugerah, karunia, kekuatan, keabadian, keagungan, keluhuran, keterpaksaan, pujian, murka, da ridha selain Allah. Dialah yang menguasai alam semesta ini, Pencipta generasi terdahulu dan generasi akhir zaman, Dialah yang memberi pembalasan di hari kemudian. Keempat, ada juga yang memberi makna kalimat la ilaha illa Allah bahwa hanya kepada Allah sajalah kita berharap dan menaruh rasa cemas. Hanya Dia yang mampu melapangkan kesempitan dan kesulitan. Kalimat la ilaha illa Allah di atas, tentu bukan hanya sekedar ucapan dalam lisan, melainkan ucapan yang disertai dengan keyakinan dalam hati bahwa sesungguhnya tidak ada yang maujud kecuali Dzat Allah Yang Maha Esa. Dzat Yang Ghoib yang wajib Wujud-Nya yang keberadaannya sangat dekat dengan kita, bahkan lebih dekat daripada urat nadi yang di leher. Oleh karena itu, memahami tauhid tidak bisa hanya atas dasar pemikiran sendiri, melainkan harus berdasarkan petunjuk Rasul Allah. Kalau memahami tauhid didasarkan kepada pemikiran sendiri, maka pasti akan sesat. Sehubungan dengan itu, Athaillah lebih lanjut mengatakan bahwa barang siapa menuju Allah tanpa meneladani rasul-Nya, tauhidnya tidak benar dan menyimpang, sedangkan barang siapa yang menuju Allah berdasarkan tuntunan-Nya dan tuntunan Rasul-Nya, maka tauhidnya benar dan lurus. Barang siapa mengenal Allah dengan landasan iman, ia tentu menaati-Nya. Barang siapa mengenal Allah dengan landasan keyakinan, ia tentu mengutamakan-Nya. Dan barang siapa mengenal Allah dengan landasan tauhid, ia tentu mengangungkan-Nya. Adapun orang yang ma'rifatnya tidak membuat dirinya semakin mengenal Allah dan sifat-Nya serta tidak menambah hakikat Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

161

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 157 – 163

tauhid baginya, ia terhijab. Orang yang terhijab adalah orang yang kehilangan, dan keimanan para ulama bersumber dari ilmu yang yakin. Kalimat la ilaha illa Allah merupakan kalimat penafian dan penetapan. Ia merupakan penafian yang meniadakan seluruh sifat baru (bermula), cacat, dan fana, serta penetapan yang mengharuskan keberadaan seluruh sifat suci, sempurna dan tak bermula. Barang siapa yang melihat eksistensi Allah sebagai Dzat yang bermula dan melihat segala sesuatu selain-Nya sebagai makhluk yang bermula, ia telah melihat keazalian-Nya serta berkata: Aku tidak melihat sesuatu pun melainkan Allah telah ada sebelumnya. Barang siapa yang melihat Allah sebagai Dzat yang abadi dan melihat makhluk sebagai sesuatu yang fana, ia telah menyaksikan rasasia keabadian-Nya seraya berkata, aku tidak melihat sesuatu pun melainkan Allah tetap ada sesudahnya. Barang siapa melihat Allah sebagai Dzat yang memiliki pengetahuan dan kekuasaan serta melihat makhluk sebagai sesuatu yang bodoh, lemah, dan terbata, maka ia telah menyaksikan perbuatan dan pengetahuan-Nya yang komprehensif seraya berkata, aku tidak melihat sesuatu pun melainkan Allah ada bersamanya. Dari beberapa pandangan para ahli tentang tauhidullah seperti yang diungkapkan di atas, dapat dipahami bahwa tahuhidullah dalam pandangan tasawuf itu ialah menafikan segala sesuatu selain Allah dengan menanamkan keyakinan dalam hati bahwa sesungguhnya “la maujuda illa Allah” (tidak ada ada yang ada kecuali Allah). Dengan demikian, konsekuensinya: (1) bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah, (2) tidak ada yang dituju dalam hidup ini, kecuali Allah. Maksudnya, bahwa ibadah kita hidup kita, mati kita, dan segala aktivitas kita harus ditujukan kepada Allah, dan semata-mata karena mengharap ridha Allah, (3) tidak ada yang berhak dijadikan tempat berlindung dan memohon sesuatu kecuali Allah, (4) tidak ada daya dan kekuatan kecuali Allah daya dan kekuatan Allah, dalam arti bahwa manusia itu tidak punya daya dan kekuatan apa pun kecuali bersama Allah (la haula wala quwwata illa billah). Tauhidullah sebagai Upaya Membentuk Hamba Allah yang Mukhlis Hamba Allah yang mukhlish ialah hamba Allah beriman kepada Allah Yang Maha Esa dan mentauhidkan-Nya, sehingga ia dapat beribadah dengan ikhlash sematamata hanya karena Allah. Menjadi haba yang mukhlish itu sangat penting, karena dengan menjadi hamba yang mukhlish, maka ia hidupnya tidak akan dapat digelincirkan ke dalam jurang kesesatan oleh Iblis. Apabila keyakinan tentang tauhidullah sudah tertanam dalam hati setiap orang Islam, maka akan terhindar dari prilaku musyrik dan akan menjadi hamba yang mukhlis, yakni hamba yang dapat menyembah Allah dengan penuh keikhlasan. Mengikhlashkan semua pengabdiannya, shalatnya, zakatnya, puasanya, dan segala perbuatannya sematamata hanyalah untuk Allah dan semata-mata mencari ridha Allah. Dan hamba yang mukhlis itulah sebagai hamba Allah yang tidak akan tergelincirkan oleh godaan Iblis, atau dengan kata lain mereka itulah orang yang akan selamat dari tipu daya iblis di dunia ini, sehingga dapat mengantarkannya untuk dapat kembali kepada Allah dengan selamat, memperoleh kebahagiaan di sisi-Nya. 2.

E. KESIMPULAN Tauhidullah, artinya mengesakan Allah. Maksudnya, menanamkan keyakinan dalam hati bahwa tidak ada Tuhan yang harus kita sembah kecuali Allah, tiada Tuhan yang harus kita tuju dalam hidup ini kecuali Allah, tiada Tuhan yang harus kita jadikan tempat berlindung dan tempat kita memohon kecuali Allah. Tauhidullah merupakan satu-satunya akidah yang diajarkan oleh semua para Rasulullah mulai dari Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad. Semua para Nabi dan 162

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF — [Fahrudin]

para Rasul menyeru kepada umatnya agar menyembah hanya kepada Allah, dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu yang lain. Tauhidullah dalam pandangan ahli ma’rifat berbeda dengan tauhidullah dalam pandangan ulama pada umumnya. Dalam pandangan ahli ma’rifat, tauhidullah diartikan bukan hanya mengesakan Allah, melainkan kita harus menanamkan keyakinan dalam hati bahwa secara hakiki tidak ada yang ada kecuali hanya Allah (la maujuda illa Allah), dan semua yang ada di alam ini hanyalah merupakan bayang-bayang dari wujud Allah. Dalam pandangan ahli ma’rifat, khususnya ahli ma’rifat dalam tasawuf syathariyah apabila kita merasa wujud itu merupakan dosa besar, tetapi karena hampir semua orang merasakan itu dan tidak bisa menghindarkannya, maka konsekuensinya kita harus memperbanyak istighfar untuk bertaubat kepada Allah. REFERENSI Afandi, Mohamad Munawar (2007), Ilmu Syathariah Jalan Menuju Tuhan, Tanjung Anom Nganjuk: Pondok Sufi. Al-Jailani, Syaikh Abdul Qadir (2010), Fathur Robbani: Mensucikan Jiwa Membuat Hati Menjadi Tenang dan Damai (terj. Zenal Muttaqin), Bandung: Jabal. Al-Qarni, 'A. (2007), La Tahzan: Jangan Bersedih (terj.), Jakarta: Qisthi Press. Al-Qur'an dan Terjemah (1984), Jakarta: Kemeterian Agama Republik Indonesia. Asmuni, Y. (1996), Ilmu Tauhid, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Athaillah, I. (20011), Terapi Makrifat: Rahasia Kecerdasan Tauhid (terj.), Jakarta: Zaman. Muttaqien, Muhammad Anwar (2014), Pedoman dan Tuntunan Mencapai Derajat Muqarrabien, Tanjung Anom Nganjuk: Yayasan Sirrul Albab. Shihab, M. Quraish (1999), Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

163

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBELAJARAN PAI DENGAN NLP (NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING) SEBAGAI BEST PRACTICE PERCEPATAN REVOLUSI MENTAL DINLP INDONESIA PEMBELAJARAN PAI DENGAN (NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING) SEBAGAI BEST PRACTICE PERCEPATAN REVOLUSI MENTAL DI Helmawati INDONESIA Universitas Islam Nusantara Helmawati Email: [email protected] Universitas Islam Nusantara Email: [email protected]

ABSTRACT The focus of this research is Learning of Islamic Religious Education with NLP (Neuro-Linguistic Programing) as Best Practice of Mental Revolution Acceleration in Indonesia. The theory underlying this study is learning theory with NLP technique to build best human character which is applied in Islamic Religious Education. The purpose of this study is to describe how to learn Islamic Religious Education with NLP techniques as Best Practice of Mental Revolution Acceleration in Indonesia. The approach taken is qualitative-descriptive approach. It describes how important to understand and gain unconscious mind and to build communication skill as educator in learning process, such as rapport skill, pacing and leading.

Keyword: Learning, NLP (Neuro-Linguistic Programing), Character ABSTRAK Fokus kajian ini adalah tentang Pembelajaran PAI dengan NLP (Neuro-Linguistic Programing) sebagai Best Practise Percepatan Revolusi Mental di Indonesia. Teori yang melandasi kajian ini adalah teori pembelajaran dengan NLP yang diterapkan dalam materi pelajaran atau materi kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI). Sementara tujuan dari kajian ini adalah untuk mendeskripsikan, bagaimana pendidik dapat mencapai tujuan pembelajaran PAI dengan teknik NLP (NeuroLinguistic Programing) sebagai Best Practise Percepatan Revolusi Mental di Indonesia. Pendekatan yang dilakukan adalah kualitatif deskriptif tentang bagaimana pentingnya memahami dan mengoptimalkan pikiran bawah sadar, serta membangun kemampuan komunikasi sebagai tenaga pendidik dalam proses pembelajaran seperti membangun rapport skill, pacing and leading.

Kata Kunci: Pembelajaran, NLP (Neuro-Linguistic Programing), Karakter A. PENDAHULUAN Karaker generasi muda perlu dibentuk agar mampu menjadi individu yang baik dan pemimpin di kemudian hari. Pendidikan yang berhasil tidak terlepas dari proses pembelajarannya, khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Agar proses pembelajaran berhasil ada suatu teknik yang mampu mempermudah dan mempercepat membentuk karakter mulia, yaitu dengan teknik NLP (Neuro-Linguistic Programing). Karakter atau akhlak merupakan perihal utama yang dibentuk melalui ajaran Islam. Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw dalam rangka memperbaiki akhlak (karakter) manusia. Akal yang merupakan kelebihan yang diberikan Allah membantu manusia menentukan apakah dirinya akan menjadi manusia yang berakhlak mulia atau tidak. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

165

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 165 – 170

Pengaruh globalisasi khususnya budaya luar negeri, seperti bahaya paham-paham radikal, gaya hidup materialis-hedonis, obat-obat terlarang, dan pergaulan bebas berpengaruh terhadap kehancuran bangsa dan negara. Hal senada diperkuat pemerhati pendidikan seperti Thomas Lickona. Thomas Lickona dalam Character Matters (2013) menyatakan bahwa kesehatan bangsa dalam beberapa abad mendatang bergantung pada bagaimana keseriusan untuk berkomitmen terhadap pendidikan karakter ini. Seorang filsuf Yunani, Heraclitus menyatakan bahwa karakter membentuk takdir seseorang dan takdir tersebut menjadi takdir seluruh masyarakat. Pada karakter warga negara pun terletak kesejahteraan bangsa. Selain itu, Lance Morrow menyatakan bahwa karakter atau moral berpengaruh terhadap peradaban; peradaban bisa naik dan jatuh. Peradaban jatuh ketika moral memburuk, ketika masyarakat gagal dalam menyampaikan kebaikan atau kekuatan karakter kepada generasi berikutnya. Berdasarkan pengamatan sejarawan Arnold Toynbee dinyatakan bahwa dari 21 peradaban penting, 19 hancur bukan oleh penaklukan dari luar akan tetapi disebabkan oleh pembusukan moral dari dalam. Terjadinya krisis moral manusia banyak dipengaruhi akibat proses pembelajaran yang masih sangat didominasi oleh peningkatan aspek kognitif belaka (Megawangi, 2007), sehingga pencapaian tujuan pendidikan karakter terhambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Daniel Goleman (1999) yang menyatakankan bahwa pendidikan selama ini cenderung terlalu menekankan arti penting dari nilai akademik, kecerdasan otaknya atau IQ saja. Hal ini cenderung menimbulkan krisis moral atau buta hati akibat pendidikan yang hanya mengandalkan logika saja. Akibatnya anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi, tumbuh dalam kesepian, lebih mudah marah, lebih sulit di atur, cenderung cemas dan agresif. Pendidikan seharusnya membawa manusia pada pribadi berkarakter; yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Namun, hasil (output) pendidikan yang dapat dilihat sekarang ini belum mampu merealisasikan tujuan pendidikan bagi peserta didik. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil pendidikan di Indonesia. Terutama faktor sumber daya manusia dan gempuran budaya melalui era globalisasi, serta belum turunnya ideologi bangsa ini pada tataran praktis sistem pendidikan nasional. Islam memberikan sinyal bahwa karakter menjadi modal bagi manusia untuk hidup bahagia dunia dan akhirat. Kemudian, berdasarkan hasil penelitian para pakar pendidikan dan psikologi Barat lebih dari satu abad yang lalu menyatakan bahwa karakter atau akhlak atau moral lebih tinggi dari kecerdasan (intelektual). Itulah mengapa sebabnya kita senang melihat anak-anak tumbuh dengan memiliki karakter yang baik atau akhlak mulia. Helmawati (2014) menyatakan bahwa semua orangtua ingin memiliki anak yang sukses dan berakhlak mulia. Akhlak mulia atau moral yang tinggi merupakan karakter yang diharapkan orangtua dari anak-anaknya. Anak yang baik akhlaknya selain memiliki stabilitas hidup, juga akan memberikan kebahagiaan pada orangtua di dunia dan akhirat. Sementara anak yang buruk akhlaknya akan membuat hidupnya dan orangtuanya sengsara di dunia dan akhirat. Muchlas Samani dan Hariyanto (2014) mengukuhkan bahwa kesuksesan setelah dewasa lebih penting daripada prestasi di sekolah. Dan semua kesuksesan tersebut didasarkan atas karakter yang kuat dalam diri seorang individu. Dengan demikian, tidak diragukan lagi kebenaran bahwa pendidikan religious (PAI) disinyalir menjadi obat bagi permasalahan rendahnya akhlak mulia. Pendidikan Agama, khususnya Agama Islam sebagaimana yang telah difirmankan Allah Swt bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad Saw dalam rangka memperbaiki akhlak (karakter) 166

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBELAJARAN PAI DENGAN NLP (NEURO-LINGUISTIC PROGRAMING) ... — [Helmawati]

manusia. Selanjutnya fokus bahasan utama dalam kajian ini adalah bagaimana manusia. Selanjutnya fokus utama NLP dalamsebagai kajianbest ini practice adalah percepatan bagaimana pembelajaran Pendidikan Agamabahasan Islam dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan NLP sebagai best practice percepatan revolusi mental di Indonesia. revolusi mental di Indonesia. B. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM B. Pembelajaran PEMBELAJARAN AGAMA berasalPENDIDIKAN dari kata belajar. SecaraISLAM etimologi, dalam KBBI (1999) berasal kata belajar. dalam KBBI (1999) belajar Pembelajaran memiliki beberapa arti,dari diantaranya: (1) Secara berusahaetimologi, memperoleh kepandaian atau belajar(2) memiliki arti, diantaranya: (1)atau berusaha memperoleh kepandaian oleh atau ilmu; berlatih;beberapa (3) berubah tingkah laku tanggapan yang disebabkan ilmu; (2) berlatih; (3) pembelajaran berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Sementara didefinisikan sebagai suatu proses, cara menjadikan pengalaman. Sementara didefinisikan sebagai suatu proses, cara menjadikan orang atau mahluk hidup pembelajaran belajar. orang atau mahlukAunurrahman hidup belajar. (2012), Burton dalam sebuah buku ”The Guidance of Mengutip Mengutip Aunurrahman Burton dalam sebuah buku ”The Guidance of Learning Activities” merumuskan(2012), pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada Learning Activities” merumuskan belajardengan sebagaiindividu, perubahan laku pada diri individu berkat adanya interaksipengertian antara individu dantingkah individu dengan diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu, dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam buku lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam suatu buku Educational Psychology, H.C. Witherington, mengemukakan bahwa belajar adalah Educational H.C. Witherington, mengemukakan belajar suatu perubahan di Psychology, dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai bahwa suatu pola baruadalah dari reaksi perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian ataudiri suatu pengertian. berupa PAI kecakapan, sikap,Agama kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian. (Pendidikan Islam) merupakan pendidikan yang bersumber dari ajaran PAI Al-Qur’an (Pendidikandan Agama Islam) merupakan pendidikan yang bersumber daridikenal ajaran Islam yaitu Hadits. Mengutip Syahidin, dkk (2014), di Indonesia Islambahwa yaitu ajaran Al-Qur’an Hadits. Mengutip Syahidin, dkk (2014), Indonesia dikenal luas Islamdan terdiri atas tiga disiplin, yaitu: akidah, syariat,didan akhlak. Akidah luas bahwa ajaran Islam terdiri atas berhubungan tiga disiplin, yaitu: akidah, syariat, Syariat dan akhlak. Akidah merupakan dimensi Islam yang dengan keimanan. merupakan merupakan dimensi Islam yang dengan berhubungan dengan keimanan. Syariat merupakan dimensi Islam yang berhubungan ketentuan hubungan manusia dengan Allah, dimensi Islam yang berhubungan dengan ketentuan hubungan manusia dengan saudara seagama, saudara sesama manusia, serta hubungan dengan alam besarAllah, dan saudara seagama, manusia, serta hubungan alambaik besar dan kehidupan. Adapunsaudara akhlak sesama membicarakan baik-buruknya suatudengan perbuatan, secara kehidupan. Adapun akhlak membicarakan baik-buruknya suatu perbuatan, baik secara parsial (masing-masing perbuatan) maupun komparatif (memilih satu dari dua atau lebih parsial (masing-masing perbuatan yang baik). perbuatan) maupun komparatif (memilih satu dari dua atau lebih perbuatan yang yang baik).utama dalam belajar sehingga dapat membentuk anak atau peserta Metode Metodemanusia yang utama belajar sehingga yaitu dapatmetode: membentuk anak memberikan atau peserta didik menjadi yang dalam manusiawi diantaranya motivasi, didik menjadi manusia yang manusiawi diantaranya yaitu metode: memberikan contoh atau teladan, pembiasaan, dan pelatihan. Helmawati (2016)motivasi, menyatakan bahwa contoh atau teladan, pembiasaan, dan pelatihan. Helmawati (2016) menyatakan karakter yang akan ditanamkan hendaknya disampaikan dengan metode yang bahwa tepat karakter tujuan yang akan hendaknya disampaikan dengan metode tepat sehingga dapat ditanamkan tercapai. Begitu juga dalam membentuk karakter anak yang diperlukan sehingga tujuan dapat tercapai. Begitu juga dalam membentuk karakter anak diperlukan berbagai macam metode karena ada banyak karakter yang perlu dimiliki oleh anak dalam berbagai macam metode karena ada banyak karakter yangdan perlu dimiliki oleh anak mengarungi kehidupannya sehingga akan selamat dunia akhirat. Metode, caradalam atau mengarungi kehidupannya sehingga akan selamat dunia dan akhirat. Metode, cara atau strategi yang dapat membentuk anak berkarakter diantaranya adalah: 1) sedikit pengajaran strategi yang dapat membentuk anak berkarakter diantaranya atau teori, 2) banyak peneladanan, 3) banyak pembiasaan atau adalah: praktek,1)4)sedikit banyakpengajaran motivasi, atau5)teori, 2) banyakdan peneladanan, 3) banyak dan pengawasan penegakan aturan yangpembiasaan konsisten. atau praktek, 4) banyak motivasi, dan 5) pengawasan dan penegakan aturan yang konsisten. C. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN NLP C. SEBAGAI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMMENTAL DENGAN NLP BEST PRACTICE PERCEPATAN REVOLIUSI SEBAGAI PRACTICE PERCEPATAN diuraikan REVOLIUSI MENTAL Dalam lamanBEST http://nlpindonesia.com/about_nlp bahwa NLP atau NeuroDalam laman http://nlpindonesia.com/about_nlp diuraikan bahwainternal NLP atau NeuroLinguistic Programming adalah teknologi yang mempelajari struktur seseorang Linguistic Programming adalah teknologi yang mempelajari struktur internal seseorang dan bagaimana struktur tersebut bisa didesain untuk tujuan yang bermanfaat bagi orang dan bagaimana struktur tersebut bisamempunyai didesain untuk tujuan yangyang bermanfaat bagi orang tersebut. Dalam NLP, setiap perilaku struktur internal mendukungnya. tersebut. Dalam NLP, setiap perilaku mempunyai struktur internal yang mendukungnya. NLP sering disebut sebagai teknologi yang mempelajari operasional dunia secara NLPkarena sering disebut yang mempelajari operasional dunia secara subyektif, dunia sebagai internalteknologi seseoranglah yang kemudian mempengaruhi subyektif, karena dunia internal seseoranglah yang kemudian mempengaruhi pengalamannya di dunia eksternal. Jadi prinsip sederhananya adalah bagaimana mendesain pengalamannya duniainternal eksternal. Jadi prinsip sederhananya adalah mendesain secara subyektif didunia seseorang, untuk mendapatkan hasilbagaimana yang diinginkan di secaraeksternal. subyektif dunia internal seseorang, untuk mendapatkan hasil yang diinginkan di dunia dunia eksternal. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

167

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 165 – 170

Belajar adalah kata kunci yang paling penting dalam pendidikan, sebab tanpa belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Dengan belajar manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Karena kemampuan belajar itu pula manusia berfungsi menjadi khalifah di muka bumi. Belajar menjadikan manusia dapat mengembangkan serta meningkatkan peradaban dan martabatnya. Dan dengan belajar pula dapat mempertahankan eksistensi manusia di tengah-tengah persaingan hidup. Sayyid Quthub menyatakan setidaknya ada tiga faktor yang dapat merevolusi perubahan perilaku (pembelajaran berhasil): 1. Jadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber pegangan (pedoman) hidup (way of life); 2. Implementasikan apa yang ada dalam Al-Qur’an; 3. Membuang jauh-jauh masa jahiliyah (masa lalu yang negatif/menyimpang dari ajaran Islam). Saat ini, pendidikan di Indonesia terlalu menekankan pada aspek kognitif. Bukan hanya ditujukan pada siswa atau peserta didik, para pendidik pun dalam pelatihanpelatihan lebih banyak menekankan pada aspek penguasaan pedagogik, seperti pembuatan RPP dan penilaian. Sedangkan kompetensi yang seharusnya dikembangkan dan disiapkan untuk para pendidik baik guru maupun dosen selain kompetensi pedagogik adalah kompetensi kepribadian, sosial, dan professional. Fenomena yang terjadi seperti pada pelatihan-pelatihan, penguasaan para pendidik terlalu banyak difokuskan pada pengembangan kompetensi pedagogik, sementara potensi kepribadian dan sosial kurang tergali. Dan jika benar-benar dianalisis bahwa permasalahan utama dalam keberhasilan proses pendidikan sebenarnya bukan terletak pada kompetensi pedagogik seorang pendidik, tetapi lebih pada permasalahan kepribadian dan sosial atau cara berkomunikasi yang kurang tergali. Kemampuan kognitif hanya akan membuat peserta didik berada dalam posisi “learning to know”. Sementara learning to do dan learning to be tidak dapat hanya mengandalkan kemampuan kognitif, sehingga diperlukan upaya atau strategi dan teknik untuk membuat anak menjadi learning to do dan learning to be secara mudah. Salah satu teknik untuk mempermudah belajar dan membantu percepatan revolusi mental adalah penggunaan NLP. NLP ini merupakan teknik yang memberdayakan secara optimal kemampuan pikiran bawah sadar yang sejatinya berfungsi memproses: kebiasaan, perasaan, memori permanen (ingatan jangka panjang), persepsi, kepribadian, intuisi, kreativitas, dan keyakinan. Pikiran Sadar (yang membantu meningkatkan kemampuan kognitif atau logis) mempunyai empat fungsi utama, yaitu: 1) mengenali informasi yang masuk dari panca indra, 2) membandingkan dengan memori, 3) menganalisa, dan 4) memutuskan respon spesifik terhadap informasi tersebut. Kondisi inilah yang menjadi perhatian untuk digali, yaitu kondisi pembinaan para pendidik dan peserta didik yang lebih ditekankan pada kompetesi kepribadian dan sosial. Seperti diketahui pendidikan sejatinya adalah pembinaan dan pembentukan kepribadian atau karakter mulia. Selain itu berdasarkan penelitian bahwa kecerdasan kognitif hanya berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang hanya kurang lebih 20% sebagaimana keberhasilan pikiran sadar manusia hanya memberikan kontribusi terhadap kesuksesan hanya sebesar 10%. Yang paling besar pengaruhnya terhadap keberhasilan manusia dalam kehidupannya adalah bagaimana mengelola kecerdasan emosi dan spiritualnya. Agar tujuan pendidikan berhasil membantuk manusia mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya, maka perlu strategi dan teknik NLP yaitu mengoptimalkan 168

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBELAJARAN PAI DENGAN NLP (NEURO-LINGUISTIC PROGRAMING) ... — [Helmawati]

pikiran bawah bawah sadar sadar dengan dengan bahasa bahasa yang yang dipahami dipahami otak. otak. Agar Agar ajaran ajaran Islam Islam mampu mampu pikiran menjadi pedoman pedoman hidup hidup mayoritas mayoritas masyarakat masyarakat Indonesia Indonesia yang yang beragama beragama Islam, Islam, maka maka menjadi penggunaan bahasa yang ada dalam Al-Qur’an dapat menjadi solusi utama sehingga penggunaan bahasa yang ada dalam Al-Qur’an dapat menjadi solusi utama sehingga karakter manusia manusia dapat dapat dibentuk. dibentuk. karakter Strategi dan teknik yang dapat dapat digunakan digunakan dalam dalam berkomuniksi berkomuniksi seperti seperti rapport rapport skill, skill, Strategi dan teknik yang pacing and and leading leading penting penting untuk untuk dimiliki dimiliki para para pendidik pendidik sebagai sebagai kompetensi kompetensi utama utama selain selain pacing pedagogik. Program-program yang dirancang berbasis NLP sebagai strategi percepatan pedagogik. Program-program yang dirancang berbasis NLP sebagai strategi percepatan revolusi mental mental ini ini membantu membantu pembentukan pembentukan karakter karakter lulusan lulusan lembaga lembaga pendidikan pendidikan agar agar revolusi terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa bahwa pendidikan pendidikan nasional nasional berfungsi berfungsi mengembangkan mengembangkan kemampuan kemampuan dan dan menyatakan membentuk watak watak serta serta peradaban peradaban bangsa bangsa yang yang bermartabat bermartabat dalam dalam rangka rangka mencerdaskan mencerdaskan membentuk kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi menjadi kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar manusia yang yang beriman beriman dan dan bertakwa bertakwa kepada kepada Tuhan Tuhan Yang Yang Maha Maha Esa, Esa, berakhlak berakhlak mulia, mulia, manusia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. jawab. Dengan Dengan menggunakan menggunakan teknik teknik NLP NLP proses proses pembelajaran pembelajaran dapat dapat bertanggung membantu peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia dan mampu hidup mandiri membantu peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia dan mampu hidup mandiri dengan menumbuhkan menumbuhkan potensi potensi psesifik psesifik yang yang dimilikinya. dimilikinya. dengan D. SIMPULAN SIMPULAN D. Pembentukan karakter karakter mulia mulia pada pada manusia manusia tidak tidak hanya hanya dapat dapat dicapai dicapai dengan dengan Pembentukan mengisi ranah atau kompetensi kognitifnya saja. Ranah kognitif hanya mampu menumbuhmengisi ranah atau kompetensi kognitifnya saja. Ranah kognitif hanya mampu menumbuhkembangkan nalar nalar atau atau kemampuan kemampuan logika. logika. Keberhasilan Keberhasilan dan dan kesuksesan kesuksesan manusia manusia banyak banyak kembangkan ditentukan oleh kemampuan pengendalian diri yakni melalui kecerdasan emosional dan ditentukan oleh kemampuan pengendalian diri yakni melalui kecerdasan emosional dan spiritual. Kemampuan Kemampuan mengendalikan mengendalikan diri diri merupakan merupakan indikator indikator akhlak akhlak mulia. mulia. spiritual. Untuk mampu menumbuhkan karakter mulia itu perlu suatu teknik atau atau best best Untuk mampu menumbuhkan karakter mulia itu perlu suatu teknik practice dalam dalam proses proses pembelajaran. pembelajaran. Salah Salah satu satu teknik teknik tersebut tersebut adalah adalah penerapan penerapan NLP NLP practice (Neuro-Linguistic Programing). NLP mempermudah dan mempercepat perubahan (Neuro-Linguistic Programing). NLP mempermudah dan mempercepat perubahan kepribadian dan dan komunikasi komunikasi dalam dalam proses proses pembelajaran. pembelajaran. kepribadian Kemampuan atau keterampilan dalam menguasai menguasai teknik teknik NLP NLP perlu perlu Kemampuan atau keterampilan dalam disosialisasikan. Untuk Untuk itu itu penulis penulis mengembangkan mengembangkan dalam dalam program program yang yang ditawarkan ditawarkan disosialisasikan. melalui 10 program berbasis NLP. Program ini diusung sebagai best practice untuk melalui 10 program berbasis NLP. Program ini diusung sebagai best practice untuk mewujudkan percepatan revolusi mental di Indonesia. mewujudkan percepatan revolusi mental di Indonesia. REFERENSI REFERENSI Aunurrahman, 2012, 2012, Belajar Belajar dan dan Pembelajaran, Pembelajaran, Bandung: Bandung: Alfabeta. Alfabeta. Aunurrahman, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, Kamus Besar Bahasa Indonesia Indonesia (KBBI), (KBBI), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, Kamus Besar Bahasa Jakarta: Balai Balai Pustaka. Pustaka. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Republik Indonesia, Indonesia, 2003, 2003, Undang-Undang Undang-Undang Republik Republik Departemen Pendidikan Nasional Indonesia Nomor Nomor 20 20 Tahun Tahun 2003 2003 tentang tentang Sistem Sistem Pendidikan Pendidikan Nasional, Nasional, Jakarta. Jakarta. Indonesia Goleman, Daniel, 1999, Emotional Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustakan Utama. Goleman, Daniel, 1999, Emotional Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustakan Utama. Helmawati, 2014, 2014, Pendidikan Pendidikan Keluarga Keluarga (Teoritis (Teoritis dan dan Praktis), Praktis), Bandung: Bandung: PT PT Remaja Remaja Helmawati, Rosdakarya. Rosdakarya. Helmawati, 2016, Pendidik Pendidik Sebagai Sebagai Model Model “Menjadikan “Menjadikan Anak Anak Sehat, Sehat, Beriman, Beriman, Cerdas, Cerdas, Helmawati, 2016, dan Berakhlak Berakhlak Mulia”, Mulia”, Bandung: Bandung: Rosdakarya. Rosdakarya. dan Lickona, Thomas, 2013, Character Matters (terjemahan: Persoalan Persoalan Karakter), Karakter), Jakarta: Jakarta: Lickona, Thomas, 2013, Character Matters (terjemahan: Bumi Aksara. Aksara. Bumi Megawangi, Ratna, 2007, Pendidikan Pendidikan Karakter, Karakter, Jakarta: Jakarta: Indonesia Indonesia Heritage Heritage Foundation. Foundation. Megawangi, Ratna, 2007, Samani, Muchlas Muchlas dan dan Hariyanto, Hariyanto, 2014, 2014, Pendidikan Pendidikan Karakter Karakter ”Konsep ”Konsep dan dan Model”, Model”, Samani, Bandung: Remaja Rosdakarya. Bandung: Remaja Rosdakarya. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

169

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 165 – 170

Syahidin, dkk, 2014, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan direktorat Jenderl Perguruna Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. http://nlpindonesia.com/about_nlp

170

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN AQIDAH UNTUK ANAK PENDIDIKAN AQIDAHALIF UNTUK ANAK PAKET PERMAINAN INTERAKTIF AQIDAH UNTUK ANAK PAKET PERMAINAN INTERAKTIF ALIF AQIDAH UNTUK ANAK Imas Eva Nurviati Imas Eva Nurviati Yayasan Nurul Fikri, Bogor Yayasan Nurul Fikri, Bogor Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT Aqidah (belief) is an abstract thing for kids. All this time, the learning of Aqidah (belief) for kids, Aqidah (belief) is anchildhood, abstract thing for kids. All this time,learn the to learning of Aqidah (belief) of forbelief kids, especially for early is always doctrinal. They memorize the principles especially for early childhood, is alwaysofdoctrinal. They and learn memorize the principles belief (iman), Islam, syahadat (the profession faith), shalat, sotoon. This learning activity isofalmost (iman), Islam, syahadat (the profession ofactually faith), shalat, andofsolearning on. This activity is almost in cognitive area. While aqidah (belief) is the goal in learning which the kids must have in cognitive area. While aqidah (belief) is actually the goal of learning in which the kids must have it in their personality. Thus, how to teach aqidah (belief) to the kids as a process and the result is it in their personality. Thus, how to teach aqidah (belief) to the kids as a process and the result is they have a good belief in pracatice and behaviour that is easy to measure. In this writing, I want to they have a good belief in pracatice and behaviour that is easy to measure. In this writing, I want to describe how to teach aqidah (beleif) to early childhood. Here I explain an approach of learning, describe to teachgame aqidah (beleif) This to early childhood. Here I explain of learning, i.e. ALIFhow interactive package. package will stimulate teacheranorapproach parents to be more i.e. ALIFininteractive game package. Thisofpackage stimulatebased teacher or parents more creative teaching aqidah Islam (belief Islam) will continously on The Quran to andbeHadits creative in teaching aqidah (kids). Islam In (belief Islam) activity, continously based on The Quran and Hadits interactively to the students everyoflearning teacher is given a module on how to interactively to the students (kids). In every learning activity, teacher is given a module on how to make a game which is a process of giving an understanding about an abstract idea with analogy, make a game which is a process of giving an understanding about an abstract idea with analogy, storytelling, and so on. storytelling, and so on.

Keyword: Learning, Aqidah, Early Childhood, ALIF interactive game Keyword: Learning, Aqidah, Early Childhood, ALIF interactive game ABSTRAK ABSTRAK Aqidah merupakan sesuatu yang abstrak buat anak. Selama ini pembelajaran Aqidah (agama) untuk Aqidah merupakan yang abstrak buat anak.bersifat Selamadoktrin. ini pembelajaran Aqidah menghapalkan (agama) untuk anak terlebih siswasesuatu pendidikan dini usia selalu Mereka belajar anak terlebih siswaIslam, pendidikan dini usia shalat, selalu dsb. bersifat doktrin. Mereka belajar menghapalkan rukun iman, rukun syahadat, bacaan Kegiatan belajar tersebut hampir seluruhnya rukun iman, rukun Islam, syahadat, bacaan shalat, dsb. Kegiatan belajar tersebut hampir seluruhnya ada pada tataran kognitif. Sementara aqidah sesungguhnya merupakan hasil belajar yang harus ada pada tataran kognitif. Sementara aqidah sesungguhnya merupakan hasil belajar yang harus dimiliki anak setelah mereka belajar berbagai pengetahuan tersebut. Lalu,bagaimana mengajarkan dimiliki anak setelah mereka belajar berbagai pengetahuan tersebut. Lalu,bagaimana mengajarkan aqidah kepada anak yang berupa proses dan memperoleh hasil belajar berupa pemilikan aqidah aqidah kepada yang memperoleh hasil belajar berupa pemilikan oleh anak dalamanak bentuk danberupa sikap proses perilakudan yang lebih mudah diukur. Dalam tulisan ini sayaaqidah akan oleh anak dalam dan sikap perilaku yang lebihuntuk mudahusia diukur. tulisanDiini sini saya kami akan menjelaskan carabentuk bagaimana pendidikan aqidah dini Dalam diajarkan. cara satu bagaimana pendidikan aqidah untuk dini diajarkan. Di sini kami menjelaskan salah pendekatan pembelajaran, yaitu paketusia permainan interkatif ALIF. Paket ini menjelaskan salah satu pendekatan pembelajaran, yaitu paket permainan interkatif ALIF. Paket ini akan menstimulus guru atau orang tua untuk lebih kreatif lagi menyajikan pembelajaran aqidah akan menstimulus guru atau orang tua untuk lebih kreatif lagi menyajikan pembelajaran aqidah Islam yang berkesinambungan berdasarkan Al-Quran dan Hadits yang interaktif kepada siswa. Islamsetiap yang pembelajaran, berkesinambungan berdasarkan Al-Quran danmenyajikan Hadits yang interaktif kepada siswa. Pada guru diberi pedoman bagaimana permainan yang merupakan Pada setiap pembelajaran, diberi pedoman menyajikan merupakan proses pemahaman kepada guru sesuatu yang abstrak bagaimana dengan metode analogi,permainan cerita, danyang lain-lain. proses pemahaman kepada sesuatu yang abstrak dengan metode analogi, cerita, dan lain-lain.

Kata Kunci: Pembelajaran, Aqidah, Anak Usia Dini, Permainan Interaktif ALIF Kata Kunci: Pembelajaran, Aqidah, Anak Usia Dini, Permainan Interaktif ALIF A. PENDAHULUAN A. Pendidikan PENDAHULUAN adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah dan Pendidikan adalah tanggung jawab orang tua, pendidikan sekolah dan masyarakat. Kesamaan tujuan pendidikan danbersama terutama antara kesamaan isi dari itu masyarakat. Kesamaan tujuan pendidikan dan terutama kesamaan isi dari pendidikan itu sendiri merupakan hal yang utama. Keberhasilan adalah keniscayaan bila antara ketiga sendiri merupakan hal yang utama. Keberhasilan adalah keniscayaan bila antara ketiga pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan berjalan sendiri-sendiri atau bahkan pihak diserahkan yang bertanggung jawab hanya ke sekolah saja.terhadap pendidikan berjalan sendiri-sendiri atau bahkan hanya diserahkan ke sekolah saja. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

171

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 171 – 175

Aqidah merupakan merupakan sesuatu sesuatu yang yang abstrak abstrak bagi bagi anak. anak. Selama Selama ini ini pembelajaran pembelajaran Aqidah Aqidah (agama) (agama) untuk untuk anak anak terlebih terlebih siswa siswa pendidikan pendidikan dini dini usia usia selalu selalu bersifat bersifat doktrin. doktrin. Aqidah Mereka belajar menghapalkan rukun iman, rukun Islam, syahadat, bacaan shalat, dan Mereka belajar menghapalkan rukun iman, rukun Islam, syahadat, bacaan shalat, dan sebagainya. Kegiatan Kegiatan belajar belajar tersebut tersebut hampir hampir seluruhnya seluruhnya ada ada pada pada tataran tataran kognitif. kognitif. sebagainya. Sementara aqidah sesungguhnya merupakan hasil belajar yang harus dimiliki anak setelah Sementara aqidah sesungguhnya merupakan hasil belajar yang harus dimiliki anak setelah mereka belajar belajar berbagai berbagai pengetahuan pengetahuan tersebut. tersebut. Lalu, Lalu, bagaimana bagaimana mengajarkan mengajarkan aqidah aqidah mereka kepada anak yang berupa proses dan memperoleh hasil belajar berupa pemilikan aqidah kepada anak yang berupa proses dan memperoleh hasil belajar berupa pemilikan aqidah oleh anak anak dalam dalam bentuk bentuk dan dan sikap sikap perilaku perilaku yang yang lebih lebih mudah mudah diukur. diukur. Perlu Perlu kita kita garis garis oleh bawahi bahwa bukan hapal rukun iman tujuan pembelajaran aqidah kita kepada siswa, bawahi bahwa bukan hapal rukun iman tujuan pembelajaran aqidah kita kepada siswa, tetapi bagaimana bagaimana anak anak beriman beriman sesuai sesuai dengan dengan karakter karakter dan dan perkembangan perkembangan usianya. usianya. tetapi Pendidikan aqidah aqidah merupakan merupakan pendidikan pendidikan dasar dasar yang yang harus harus diajarkan diajarkan kepada kepada anak anak Pendidikan sejak dini bahkan sejak dalam kandungan. Pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah sejak dini bahkan sejak dalam kandungan. Pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah cara bagaimana bagaimana pendidikan pendidikan aqidah aqidah untuk untuk usia usia dini. dini. cara B. PEMBAHASAN PEMBAHASAN B. Penanaman aqidah aqidah sejak sejak umur umur dini dini menjadi menjadi suatu suatu kemestian kemestian dengan dengan beberapa beberapa Penanaman alasan sebagai sebagai berikut: berikut: alasan 1. Untuk Untuk Menjaga Menjaga dan dan Mengarahkan Mengarahkan Kefitrahannya Kefitrahannya 1. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Bukhari dari dari Abu Abu Hurairah Hurairah Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Bukhari “Sesungguhnya setiap setiap anak anak dilahirkan dilahirkan dalam dalam keadaan keadaan fitrah, fitrah, orang orang tuanyalah tuanyalah yang yang “Sesungguhnya menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi” menunjukkan bahwa sangat mungkin menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi” menunjukkan bahwa sangat mungkin seorang bayi bayi yang yang telah telah lahir lahir dengan dengan spot spot keimanan keimanan pada pada jiwanya jiwanya di di kemudian kemudian hari hari seorang menjadi tertutupi tertutupi oleh oleh spot-spot spot-spot kefasikan kefasikan dan dan kekafiran kekafiran oleh oleh karena karena pengaruh pengaruh menjadi lingkungannya (orang tua dan masyarakat). Sehingga wajib bagi kita untuk senantiasa lingkungannya (orang tua dan masyarakat). Sehingga wajib bagi kita untuk senantiasa mengusahakan supaya supaya nilai-nilai nilai-nilai keimanan keimanan ditanamkan ditanamkan dan dan diajarkan diajarkan semenjak semenjak usia usia mengusahakan dini atau dengan kata lain memberikan bi’ah atau lingkungan yang mendukung dini atau dengan kata lain memberikan bi’ah atau lingkungan yang mendukung berjalannya nilai-nilai nilai-nilai keimanan. keimanan. Dengan Dengan demikian demikian diharapkan diharapkan nilai nilai keimanan keimanan yang yang berjalannya sudah ada pada diri setiap anak dapat terpelihara karena adanya dominasi nilai sudah ada pada diri setiap anak dapat terpelihara karena adanya dominasi nilai keimanan pada pada lingkungannya. lingkungannya. keimanan 2. Pemenuhan Pemenuhan Volume Volume Otak Otak dengan dengan Iman Iman 2. Banyak ahli pendidikan mengatakan bahwa masa masa usia usia dini dini adalah adalah golden golden year, year, Banyak ahli pendidikan mengatakan bahwa karena pada saat itu banyak hal, tentunya yang sederhana-sesuai dengan tingkat karena pada saat itu banyak hal, tentunya yang sederhana-sesuai dengan tingkat kemampuan berfikir, berfikir, yang yang bisa bisa diserap diserap oleh oleh otak otak anak-anak. anak-anak. Alangkah Alangkah sangat sangat indah indah kemampuan manakala yang diserap anak-anak ini adalah nilai-nilai yang akan menghantarkan manakala yang diserap anak-anak ini adalah nilai-nilai yang akan menghantarkan mereka menuju menuju nilai nilai keimanan. keimanan. Pendidikan Pendidikan aqidah aqidah dengan dengan penggunaan penggunaan metode metode yang yang mereka tepat, sesuai dengan tingkat kefahaman anak, akan sangat membantu mempermudah tepat, sesuai dengan tingkat kefahaman anak, akan sangat membantu mempermudah anak menyerap menyerap nilai nilai kebenaran kebenaran tersebut tersebut dengan dengan kata kata lain lain diharapkan diharapkan volume volume otak otak anak anak anak dapat didominasi nilai keimanan. dapat didominasi nilai keimanan. 3. Calon Calon Generasi Generasi Umat Umat 3. Tentunya anak-anak anak-anak kelak kelak diharapkan diharapkan dapat dapat menjadi menjadi pemegang pemegang tongkat tongkat estafet estafet Tentunya pemakmur bumi (khalifah) dan tentunya mempunyai kualitas spiritual, mental dan fisik pemakmur bumi (khalifah) dan tentunya mempunyai kualitas spiritual, mental dan fisik yang dapat diandalkan. Penanaman nilai keimanan sejak dini diharapkan dapat yang dapat diandalkan. Penanaman nilai keimanan sejak dini diharapkan dapat memperkuat cengkraman cengkraman akar akar keimanan keimanan yang yang sudah sudah ada ada menjadi menjadi lebih lebih kuat kuat lagi lagi memperkuat sehingga tidak akan mudah tercabik saat mengalami badai cobaan dalam kehidupannya. sehingga tidak akan mudah tercabik saat mengalami badai cobaan dalam kehidupannya. 4. Perintah Perintah dari dari Allah Allah 4. Terlepas dari dari alasan-alasan alasan-alasan tersebut tersebut di di atas, atas, bahwa bahwa memberikan memberikan pendidikan pendidikan Terlepas keimanan atau aqidah kepada anak-anak adalah salah satu kewajiban bagi setiap orang keimanan atau aqidah kepada anak-anak adalah salah satu kewajiban bagi setiap orang 172

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN AQIDAH UNTUK ANAK: PAKET PERMAINAN ... — [Imas Eva Nurviati]

dewasa. Sebagaimana dalam QS. 66:6; 31:12-19; 20:132 bahwa orang tua harus mengajari anak-anaknya semenjak dini untuk tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, yang berarti mengajarkan anak tentang makna KeEsaan Allah dewasa. Sebagaimana dalam QS. 66:6; 31:12-19; 20:132 bahwa orang tua harus (Tahuhidullah). Sehingga wajar kalau pada masa salfus shaleh mereka berusaha keras mengajari anak-anaknya semenjak dini untuk tidak mempersekutukan Allah dengan memberikan pendidikan keimanan yang memadai untuk anak-anak mereka baik diajar sesuatu apapun, yang berarti mengajarkan anak tentang makna KeEsaan Allah langsung dirumah atau dikirim ke lembaga-lembaga pendidikan (Tahuhidullah). Sehingga wajar kalau pada masa salfus shaleh mereka berusaha keras Penanaman aqidah untuk anak tentu saja membutuhkan metode yang tepat memberikan pendidikan keimanan yang memadai untuk anak-anak mereka baik diajar sesuai dengan usia anak. Metode Permaianan Interaktif–Penanaman Aqidah untuk anak langsung dirumah atau dikirim ke lembaga-lembaga pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran di kelas Penanaman aqidah untuk anak tentu saja membutuhkan metode yang tepat maupun di rumah oleh orang tua. Insya Allah. sesuai dengan usia anak. Metode Permaianan Interaktif–Penanaman Aqidah untuk anak merupakan salah satu cara yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran di kelas C. PAKET PERMAINAN INTERAKTIF ALIF –AQIDAH UNTUK ANAK maupun di rumah oleh orang tua. Insya Allah. Paket yang terdiri dari 2 buah buku petunjuk mengajar Aqidah untuk guru dan 1 paket alat peraga yang dapat dipergunakan dalam menjawab pertanyaan C. PAKET PERMAINAN INTERAKTIF ALIFpembelajaran, –AQIDAH UNTUK ANAK tersebut. Paket ini akan menstimulus guru atau orang tua untuk lebih kreatif lagi Paket yang terdiri dari 2 buah buku petunjuk mengajar Aqidah untuk guru dan 1 menyajikan pembelajaran yang interaktif kepada siswa. Pada setiap pembelajaran, guru paket alat peraga yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran, menjawab pertanyaan diberi pedoman bagaiman menyajikan permainan yang merupakan proses pemahaman tersebut. Paket ini akan menstimulus guru atau orang tua untuk lebih kreatif lagi kepada sesuatu yang abstrak dengan metode analogi, cerita, puzzle, dan sebagainya. menyajikan pembelajaran yang interaktif kepada siswa. Pada setiap pembelajaran, guru Mengapa Pendidikan Aqidah? diberi 1.pedoman bagaiman menyajikan permainan yang merupakan proses pemahaman Ada yang beberapa pendidikan Aqidah dibuatkan paket kepada sesuatu abstrakalasan dengankenapa metode analogi, cerita, puzzle, yang dan sebagainya. permainana interkatifnya. Alasan tersebut adalah: 1. Mengapa Pendidikan Aqidah? a. Aqidah Islam adalah dasar yang sangat penting dalam pendidikan Agama Islam; Ada beberapa alasan kenapa pendidikan Aqidah yang dibuatkan paket b. Aqidah Islam sangat penting dalam membentuk kepribadian Islami; permainana interkatifnya. Alasan tersebut adalah: c. Aqidah Islam perlu ditanamkan sejak usia dini, agar kepribadian anak berkembang a. Aqidah Islam adalah dasar yang sangat penting dalam pendidikan Agama Islam; berdasarkan nilai-nilai Islami. b. Aqidah Islam sangat penting dalam membentuk kepribadian Islami; Mengapa c. 2.Aqidah IslamPermainan? perlu ditanamkan sejak usia dini, agar kepribadian anak berkembang a. berdasarkan Anak menunjukkan keingintahuan yang besar nilai-nilai Islami. b. Permainan interaktif akan merangsang keingintahuan anak 2. Mengapa Permainan? c. Permainan interaktif dapat mengarahkan perkembangan intelektual a. Anak menunjukkan keingintahuan yang besar d. Dalam permainan beberapa aspek perkembangan anak (fisik, intelektual, b. Permainan interaktif akan merangsang keingintahuan anak emosional, sosial, bahasa, kepribadian) secara Latar Belakang c. Permainan interaktif dapat mengarahkan perkembangan intelektual e. Dasar Pemikiran d. Dalam permainan beberapa aspek perkembangan anak (fisik, intelektual, 3.emosional, Tujuan sosial, bahasa, kepribadian) secara Latar Belakang Memberi kesempatan kepada seluruh anak, orang tua dan guru agar terlibat e. Dasar Pemikiran secara aktif dalam proses pendidikan aqidah Islam yang berkesinambungan berdasarkan 3. Tujuan Al Quran dan Hadits. Memberi kesempatan kepada seluruh anak, orang tua dan guru agar terlibat 4. aktif Sasaran Umum secara dalam proses pendidikan aqidah Islam yang berkesinambungan berdasarkan Berdasar pada falsafah penyusunan paket ini, yaitu Q.S. Luqman ayat 12-19, Al Quran dan Hadits. sasaran yang ingin dicapai yang juga merupakan skenario besar dalam pelaksanaan 4. Sasaran Umum pendidikan aqidah menggunakan paket ALIF. Sasaran umum Paket Pendidikan Aqidah Berdasar pada falsafah penyusunan paket ini, yaitu Q.S. Luqman ayat 12-19, ini adalah untuk menanamkan pemahaman bahwa sasaran yang ingin dicapai yang juga merupakan skenario besar dalam pelaksanaan a. Allah Maha pencipta pendidikan aqidah menggunakan paket ALIF. Sasaran umum Paket Pendidikan Aqidah Siswa memiliki kompetensi bahwa Allah satu-satunya zat yang harus disembah. ini adalah untuk menanamkan pemahaman bahwa Insya Allah pemilikan kompetensi ini akan membuat siswa memiliki aqidah yang a. Allah Maha pencipta bersih dan tidak melakukan perbuatan syirik. Siswa memiliki kompetensi bahwa Allah satu-satunya zat yang harus disembah. b. Allah Maha Pemberi Rizki Insya Allah pemilikan kompetensi ini akan membuat siswa memiliki aqidah yang bersih dan tidak melakukan perbuatan syirik. b. Allah Maha Pemberi Rizki Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

173

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 171 – 175

b. Allah Maha Pemberi Rizki Siswa memiliki kompetensi bersyukur kepada Allah atas segala yang telah dinikmati dan diperolehnya. Siswa memiliki yakin Allah maha pengasih dan penyayang pada umatnya. Siswa juga memiliki keyakinan bahawa segala sesuatu yang didapatnya merupakan pemberian dari Allah. Rasa syukur itu, diekspresikan oleh siswa melalui amalan-amalan sehari-hari, seperti mengucapkan ucapan syukur, berterima kasih, menghormati orang lain dan makhluk lain, mau berbagi, dsb. c. Allah Maha Mengetahui Siswa memiliki komtensi selalu merasakan pengawasan Allah (muroqobatullah). a. b. c. d. e.

5. Aktivitas Pendidikan Pemahaman Aqidah diberikan melalui berbagai kegiatan interaktif di kelas, sehingga diharapkan terbentuknya kepribadian Islami dalam diri anak; Kepribadian Islami dibangun dengan menanamkan nilai-nilai Islami secara sistematis dan berulang-ulang; Mendorong anak untuk melaksanakan perilaku-perilaku Islami; Pengembangan konsep Islami dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari; Agar tujuan itu tercapai, maka ajaran-ajaran Islam harus secara konsisten dilaksanakan tidak hanya oleh santri, tapi juga oleh ustad di sekolah dan oleh orang tua di rumah;

a. b. c. d. e. f. g. h. i.

6. Metode Penyampaian Cerita, didukung grambar peraga; Permainan memilih gambar; Teka-teki gambar; Pemeranan; Pengamatan aktivitas; Tanya jawab dan penjelasan; Melatih dan mempraktekkan; Diskusi; Permainan analogi;

a. b. c.

7. Topik-Topik Bahasan Mengenal Allah d. Kalimat syahadat e. Malaikat f.

j.

Penjelasan, didukung ayat Al Qur’an; k. Kartu bergambar; l. Prakarya: mewarnai, melipat, menggunting, menggambar, menulis; m. Penghargaan; n. Aktivitas di rumah di bawah pengarahan orang tua.

Kitabullah Nabi dan Rasul Manusia

g.

Surga

8. Terdapat dalam Paket Ini a. Menggunakan metode modern terbaru yang telah sukses teruji di Eropa, Amerika dan Timur Tengah; b. Mengadopsi metode Montessori; c. Santri terlibat secara aktif selama proses belajar-mengajar; d. Memperhatikan dan merangsang aspek-aspek lain perkembangan anak; e. Topik-topik aqidah dipilih secara sistematis sesuai dengan tingkat pemahaman anak; f. Metode dan kedalaman materi dipilih serta dirancang sesuai dengan tingkat perkembangan dan pemahaman anak pada kelompok usia 5-7 tahun; g. Disesuaikan dengan kebutuhan di Indonesia; h. Disusun dalam format yang mudah dibaca dan dimengerti; i. Dilengkapi dengan berbagai alat bantu mengajar; j. Tersedia kertas kerja santri yang dapat diperbanyak. 174

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN AQIDAH UNTUK ANAK: PAKET PERMAINAN ... — [Imas Eva Nurviati]

D. PENUTUP Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melaksanakan pendidikan aqidah, dari paket permainan interaktif ALIF ini, kami menyampaikan salah satu pendekatan pembelajarannya saja dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang dapat membawa hal abstak menjadi konkrit. Wallahu a’lam bil shawab.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

175

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL THREE IN ONE LICKONA UNTUK MENINGKATKAN AKHLAK MULIA SISWA SD STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL THREE IN ONE LICKONA UNTUK MENINGKATKAN AKHLAK MULIA SISWA SD M. Abdul Somad* dan Munawar Rahmat Universitas Pendidikan Indonesia M. Abdul Somad* dan Munawar Rahmat *Email: [email protected] Universitas Pendidikan Indonesia *Email: [email protected] ABSTRACT Moral learning method is actually quite a lot. This method was already developed. However, in Indonesia, studies about the development of moral learning to improve the noble character of students can be said to be rare, especially in its implementation. Elementary school teachers tend to be conventional, it is difficult to accept, learn, and apply innovative teaching methods, especially in the field of moral learning. Moral learning model of Lickona’s three in one is quite popular among researchers and observers of moral. The model integrates three moral domains, namely moral knowing, moral feeling, and moral action. Moral education in elementary schools, including noble character education, tend to develop cognitive domain (knowledge about moral), do not develop the domain of their feeling and action. The research aims to produce a model of moral learning of Lickona’s three in one to increase the noble character of elementary school students. The method used is a classroom action research. The instruments used are guidelines for observation, interview, and inventory. Data are processed qualitatively and quantitatively. The study found, based on the trial of the limited model, Lickona’s three in one model proofs its effectivity in improving the noble character of elementary school students.

Keyword:

Primary School, moral teaching model, model of Lickona’s three in one

ABSTRAK Metode pembelajaran moral sebenarnya cukup banyak. Metode ini pun sudah banyak dikembangkan. Tapi di Indonesia studi pengembangan pembelajaran moral untuk meningkatkan akhlak mulia anak-anak dapat dikatakan langka. Terlebih-lebih implementasinya. Guru-guru Sekolah Dasar (SD) cenderung konvensional, sulit menerima, mempelajari, dan mengaplikasikan metode-metode pembelajaran inovatif. Terlebih-lebih lagi metode pendidikan inovatif di bidang pembelajaran moral. Model pembelajaran moral three in one ala Lickona cukup populer di kalangan peneliti dan pemerhati moral. Model ini mengintegrasikan tiga domain moral, yakni moral knowing, moral feeling, dan moral action. Pendidikan moral di SD, termasuk pendidikan akhlak mulia, cenderung hanya mengembangkan domain kognitif saja (pengetahuan tentang moral), tidak mengembangkan domain feeling dan action-nya. Penelitian ini bertujuan menghasilkan model pembelajaran moral three in one Lickona untuk meningkatkan akhlak mulia siswa SD. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Adapun instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan inventori. Data diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menemukan, berdasarkan uji-coba model secara terbatas, model pembelajaran moral three in one Lickona terbukti efektif dalam meningkatkan akhlak mulia siswa SD.

Kata kunci: Sekolah Dasar, akhlak mulia, model pembelajaran moral, model three in one Lickona Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

177

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 177 – 181

A. PENDAHULUAN Kerusakan akhlak dewasa ini melanda hampir semua kalangan dan semua usia. Kerusakan akhlak bukan hanya terjadi di kalangan remaja dan orang dewasa, tapi melanda juga anak-anak. Kasus kekerasan pada anak-anak terjadi di mana-mana, di kota ataupun di desa. Faktor penyebabnya pun sulit dideteksi. Tapi faktor keluarga dan sekolah tetap menjadi faktor utamanya. Sebabnya, orang tua merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam pendidikan anak; sementara pihak sekolah diberi amanah khusus untuk mencerdaskan dan membina moralitas anak-anak. Metode pembelajaran moral sebenarnya cukup banyak. Metode ini pun sudah banyak dikembangkan. Tapi di Indonesia studi pengembangan pembelajaran moral untuk meningkatkan akhlak mulia anak-anak dapat dikatakan langka. Terlebih-lebih implementasinya. Guru-guru SD cenderung konvensional, sulit menerima, mempelajari, dan mengaplikasikan metode-metode pembelajaran inovatif. Terlebih-lebih lagi metode pendidikan inovatif di bidang pembelajaran moral. Model pembelajaran moral three in one ala Lickona cukup populer di kalangan peneliti dan pemerhati moral. Lickona (1992) mengintegrasikan tiga domain moral, yakni moral knowing, moral feeling, dan moral action. Tapi menurut Akbar (2009-2011) Lickona belum sampai berpikir pada memecahkan persoalan bagaimana pembelajaran nilai dan karakter di kelas. Atau, belum sampai bagaimana nilai-nilai tertentu diajarkan tersendiri melalui pembelajaran di kelas. Selain itu pembelajaran agama perlu kaya dengan nilai-nilai ilahi (Sauri, 2011), atau karakter inti sufistik (Rahmat & Fahrudin, 2014). Pembelajaran di SD pun perlu berbasis pendidikan yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan (Kemdiknas, 2011). Pendidikan moral di SD, termasuk pendidikan akhlak mulia, cenderung hanya mengembangkan domain kognitif saja (pengetahuan tentang moral), tidak mengembangkan domain feeling dan action-nya. Studi ini berupaya mengembangkan model pembelajaran moral three in one Lickona dalam pembelajaran pendidikan agama Islam tema meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang di kelas V SD Lab School Universitas Pendidikan Indonesia. B. METODE PENELITIAN Adapun proses action research, menurut Kemmis & Mc Taggart (1988), dimulai dengan: (1) perencanaan, kemudian (2) melakukan aksi, kemudian (3) mengobservasi dampak dari aksi, dan terakhir (4) melakukan perenungan tentang efektivitas dan efisiensi perencanaan dan aksi yang telah dilakukan. Bila (dengan keempat langkah pada Putaran I tersebut) kurang berhasil, maka lakukanlah Putaran II. Langkah-langkahnya sebagaimana dalam Putaran I, yakni dimulai dengan: (1) perencanaan yang baru, kemudian (2) melakukan aksi yang baru, kemudian (3) mengobservasi dampak dari aksi yang baru, dan terakhir (4) melakukan perenungan tentang efektivitas dan efisiensi perencanaan dan aksi Putaran II. Demikianlah seterusnya hingga ditemukan hasil yang memuaskan. Secara teoritis, action research bisa dilakukan dalam beberapa putaran. Setelah Putaran I gagal, lakukan Putaran II. Jika gagal lagi, lakukan Putaran III. Dan seterusnya. (Somad & Rahmat, 2009). Pada tahap pertama, planning, guru SD membuat perencanaan pembelajaran. Kemudian, tahap kedua, acting, dosen melakukan tindakan pengajaran. Pada tahap ini pertama kali dosen mengikuti proses pengajaran dalam skenario pembelajaran yang disusun oleh tim peneliti. Tapi dalam tahap acting yang kedua kali dan selanjutnya lebih berdasarkan seni mengajar masing-masing (dengan tetap mengacu pada skenario model). Lalu tahap ketiga, observing, guru SD mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Terakhir, tahap keempat, reflecting, tim peneliti bersama guru pelaku implementasi model 178

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL ... — [M. Abdul Somad dan Munawar Rahmat]

menimbang tingkat keberhasilan penggunaan model pembelajaran. Jika dipandang belum menimbang tingkat keberhasilan penggunaan pembelajaran. Jikamelakukan dipandangPutaran belum berhasil, maka dilakukan revisi terhadap setiapmodel tahapan kegiatan untuk berhasil, maka dilakukan revisi terhadap setiap tahapan kegiatan untuk melakukan Putaran II dan seterusnya. II dan seterusnya. C. TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN C. Pada TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PTK ini pendidikan karakter menggunakan model pendidikan nilai/karakter Pada PTK ini pendidikan karakter menggunakan model pendidikan nilai/karakter yang dikembangkan oleh Lickona. Karakter yang akan dikembangkan yakni pembinaan yang dikembangkan oleh Lickona. Karakter yang akan dikembangkan yakni pembinaan meminta maaf dan memaafkan. Model pembelajaran mengikuti Akbar (2009-2011 dan meminta maaf dan memaafkan. Model pembelajaran mengikuti Akbar (2009-2011 dan 2011) Adapun media pembelajaran adalah permen. 2011) Adapun media pembelajaran adalah permen. 1. Tahap Perencanaan 1. Pada Tahaptahap Perencanaan ini diungkapkan tujuan dan langkah-langkah pembelajaran. Tujuan Pada tahap ini diungkapkan tujuanbagi dananak-anak langkah-langkah pembelajaran. Tujuan pembelajaran kepatuhan terhadap peraturan kelas V SD, agar anak-anak: pembelajaran kepatuhanarti terhadap peraturan bagi anak-anak kelas V SD, agar anak-anak: a. Memahami meminta maaf atas kesalahan. a. Memahami arti meminta maaf atas kesalahan. b. Menjelaskan akibat kalau tidak ada saling memaafkan. b. ada saling memaafkan. c. Menjelaskan Menjelaskan akibat akibatkalau jika tidak seseorang (masyarakat) tidak meminta maaf atas c. Menjelaskan akibat jika seseorang (masyarakat) tidak meminta maaf atas kesalahan. kesalahan. d. Berpengalaman meminta maaf dan memaafkan kesalahan. d. meminta maaf dan memaafkan kesalahan. e. Berpengalaman Menghargai moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan. e. Menghargai moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan. 2. Tahap Aksi 2. Tahap Tahap aksi, Aksi yakni pembinaan moral meminta maaf dan memaafkan kesalahan Tahap aksi, yakni pembinaan moral meminta maaf danLickona. memaafkan kesalahan melalui model pendidikan karakter yang dikembangkan oleh Pembinaan ini melalui model pendidikan karakter yang dikembangkan oleh Lickona. Pembinaan ini dilakukan melalui mengambil permen. dilakukan melaluiproses mengambil permen. pada PTK ini pertama-tama dilakukan klarifikasi Aktivitas pembelajaran proses padamengetahui PTK ini pertama-tama klarifikasi tentangAktivitas pemahaman, nilaipembelajaran dan sikap untuk sejauh mana dilakukan sikap meminta maaf tentang pemahaman, nilai dan sikap untuk mengetahui sejauh mana sikap meminta maaf dan memaafkan kesalahan yang dimiliki oleh masing-masing anak (dengan instrumen dan memaafkan kesalahan yang dimiliki oleh masing-masing anak (denganSD) instrumen observasi dan wawancara). Dari hasil klarifikasi (pengalaman di beberapa terlihat observasi dan wawancara). Dari hasil klarifikasi (pengalaman di beberapa SD) terlihat masih banyak anak-anak yang belum memahami moralitas meminta maaf dan memaafkan masih banyak anak-anak yang belumsehingga memahami moralitas maaf dan memaafkan kesalahan yang ada di sekitarnya, mitra penelitimeminta (GURU) melakukan diskusi kesalahan yang ada di sekitarnya, sehingga mitra peneliti (GURU) melakukan diskusi dengan anak-anak serta memberikan pengalaman belajar berupa permainan dalam dengan anak-anakmoral sertameminta memberikan pengalaman berupa memperkenalkan maaf dan memaafkanbelajar kesalahan dalampermainan kehidupan dalam anakmemperkenalkan moral meminta maaf dan memaafkan kesalahan dalam kehidupan anakanak. anak. Langkah pertama, membagi permen. Sebelum kegiatan dimulai anak-anak Langkah pertama, permen. Sebelum kegiatan dimulai anak-anak mengerjakan pre-tes (secara membagi sampling) untuk mengukur sejauh mana sikap meminta maaf mengerjakan pre-tes (secara sampling) untuk mengukur sejauh mana sikap meminta maaf dan memaafkan yang dimiliki oleh masing-masing anak-anak. GURU kemudian dan memaafkan yang dimiliki oleh masing-masing GURU kemudian melakukan apersepsi. dengan cara bertanya pada anak-anakanak-anak. sebagai berikut: melakukan apersepsi. dengan cara bertanya pada anak-anak sebagai berikut: GURU mulai melakukan diskusi dengan anak-anak dengan memberikan GURU mulai mengenai melakukan diskusimeminta denganmaaf anak-anak dengankesalahan memberikan pertanyaan-pertanyaan moralitas dan memaafkan yang pertanyaan-pertanyaan mengenai moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan yang ada di sekitar anak-anak. Anak-anak dengan semangat dan antusias menjawab dan ada di sekitar anak-anak. Anak-anak dengan semangatoleh danGURU. antusias menjawab dan memberikan tanggapan tentang pertanyaan yang diberikan Anak-anak tampak memberikan tanggapan tentang pertanyaan yang diberikan oleh GURU. Anak-anak tampak antusias dalam melakukan diskusi dengan GURU serta temannya. GURU memberi antusias dalam melakukan diskusi dengan GURU serta temannya. GURU memberi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan moralitas meminta maaf dan memaafkan pertanyaan-pertanyaan yang dan berkaitan dengan moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan kepada anak-anak jawaban anak-anak bervariasi. kesalahan kepada anak-anak dan jawaban anak-anak bervariasi. GURU : Apa yang kalian ketahui tentang meminta maaf? GURU yangmaaf kalianatas ketahui tentang meminta maaf? Dawud :: Apa Meminta kesalahan. Dawud : Meminta maaf atas kesalahan. Robi : Meminta maaf atas kekeliruan. Robi :: Meminta maaf atasmeminta kekeliruan. Tini Kalau salah harus maaf. Tini : Kalau salah harus meminta maaf. GURU : Apa kesalahan itu? GURU : Apa kesalahan itu? Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

179

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 177 – 181

Hasna Winda Hasna Dila Winda Tia Dila Jajang Tia Siswa Jajang

: Perbutan yang keliru. :: Perbuatan yangkeliru. salah Perbutan yang :: Perbuatan orang lain. Perbuatan yang yang menyakiti salah :: Memfitnah orang lain. Perbuatan yang menyakiti orang lain. :: Mengejek Memfitnahorang oranglain. lain. :: Dan seterusnya Mengejek orang..... lain.

Siswa

: Dan seterusnya ..... Dari tanya jawab tersebut GURU dapat mengetahui seberapa pengetahuan anakanak mengenai moralitas dandapat memaafkan kesalahan. Terlihat dari jawabanDari tanya jawab meminta tersebut maaf GURU mengetahui seberapa pengetahuan anakjawaban anak-anak kebanyakan berkaitan dengan kesalahan yang bersifat Setelah anak mengenai moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan. Terlihatumum. dari jawabanGURU contoh yang terdapat di sekolah anak-anak mencari contohSetelah yang jawabanmeminta anak-anak kebanyakan berkaitan denganbarulah kesalahan yang bersifat umum. ada di sekitar sekolah misalnya tata tertib GURU meminta contoh yang terdapat disekolah. sekolah barulah anak-anak mencari contoh yang Setelah melakukan diskusi GURU segera menyiapkan permen dengan jumlah 40 ada di sekitar sekolah misalnya tata tertib sekolah. buah dan mengajak anak-anak melaksanakan sebuah permen permaianan. Saat GURU Setelah melakukan diskusiuntuk GURU segera menyiapkan dengan jumlah 40 menginformasikan akan melakukan permainan anak-anak langsung semangat dan antusias. buah dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan sebuah permaianan. Saat GURU Apa lagi saat GURUakan mengeluarkan anak-anak langsung gaduh dan maju depan menginformasikan melakukan permen permainan anak-anak langsung semangat danke antusias. semua. Hingga GURU sering mengingatkan untuk duduk kembali di tempatnya masingApa lagi saat GURU mengeluarkan permen anak-anak langsung gaduh dan maju ke depan masing. semua. Hingga GURU sering mengingatkan untuk duduk kembali di tempatnya masingmasing.GURU segera membagi permen menjadi dua bagian di tempat yang berbeda. Permen GURU tersebutsegera di taruhmembagi di lantai dimana mudah untukdimenjangkaunya. Permen permenanak-anak menjadi dua bagian tempat yang berbeda. ditaruh lantai di dantaruh dibagi pada dimana dua tempat sehingga anak-anak tidak terlalu berdesakPermendi tersebut di lantai anak-anak mudah untuk menjangkaunya. Permen desakan. ditaruh di lantai dan dibagi pada dua tempat sehingga anak-anak tidak terlalu berdesakGURU mengingatkan anak-anak bahwa pada permainan tadi ada anak-anak yang desakan. mungkinGURU secaramengingatkan tidak sadar menyakiti temannya. GURU kemudiantadi mendiskusikan tentang anak-anak bahwa pada permainan ada anak-anak yang moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan. mungkin secara tidak sadar menyakiti temannya. GURU kemudian mendiskusikan tentang moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan. 3. Tahap Observasi 3. GURU Tahap memberikan Observasi pesan moral kepada anak-anak tentang pentingnya meminta maaf dan memaafkan kesalahan. rumah ada anak-anak peraturan keluarga; di masyarakat ada GURU memberikan pesan Di moral kepada tentang pentingnya meminta peraturan peraturan kesalahan. RW, peraturan Desa; di peraturan sekolah; dan kita selalu maaf danRT, memaafkan Di rumah adasekolah peraturan keluarga; di masyarakat ada saja melakukan kesalahan. Coba kalau tidak ada moralitaas akan terjadi kekacauan peraturan RT, peraturan RW, peraturan Desa; di sekolah peraturan sekolah; dan kitabahkan selalu pertengkaran, sebagaimana yang kalau kamu tidak alamiada ketika mengambil permenkekacauan tanpa peraturan. saja melakukan kesalahan. Coba moralitaas akan terjadi bahkan Tapi setelah dibuat peraturanyang yangkamu disepakati kamu kan permen menjaditanpa nyaman. Tidak pertengkaran, sebagaimana alami bersama, ketika mengambil peraturan. perlu takut kebagian, tidak perlu berdesak-desakan, tidak perlu ada keributan. Tapi setelah dibuat peraturan yang disepakati bersama, kamu kan menjadi nyaman. Tidak perlu takut kebagian, tidak perlu berdesak-desakan, tidak perlu ada keributan. 4. Tahap Perenungan iniPerenungan dapat dikatakan berhasil. Oleh karena itu model pembelajaran Lickona 4. PTK Tahap dalam PTK pembinaan moralitas meminta memaafkan yangLickona telah ini dapat dikatakan berhasil.maaf Oleh dan karena itu model kesalahan pembelajaran ditetapkan cukup berhasil. dalam pembinaan moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan yang telah Dampak ditetapkan cukuplainnya berhasil.adalah anak-anak menjadi aktif dan partisipatif, selama proses pembelajaran, berpikir ketikamenjadi merekaaktif harus yang Dampak lainnyasecara adalahkreatif anak-anak danmemecahkan partisipatif, masalah selama proses mereka hadapi dalam proses pembelajaran, berusaha dan kerja keras dalam menyelesaikan pembelajaran, berpikir secara kreatif ketika mereka harus memecahkan masalah yang tugas, berbagai hidup anak-anak seperti kesadaran diri untuk merekadan hadapi dalamkecakapan proses pembelajaran, berusaha dan tumbuhnya kerja keras dalam menyelesaikan meminta maaf dan memaafkan, kemauan dan kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan tugas, dan berbagai kecakapan hidup anak-anak seperti tumbuhnya kesadaran diri untuk bekepatuhan moralitas kemauan untuk sebuah membangun teori sendiri—mereka dapat meminta maafterhadap dan memaafkan, dan kemampuan berkomunikasi dan ketrampilan menemukan teori sendiri bahwa “meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang itu bekepatuhan terhadap moralitas untuk sebuah membangun teori sendiri—mereka dapat penting”, serta, suasana pembelajarannya punmaaf sangatdan menyenangkan anak-anak.orang Artinya, menemukan teori sendiri bahwa “meminta memaafkan kesalahan itu model Lickonaini memenuhi prinsip “belajar yang menyenangkan”. Model pembelajaran penting”, serta, suasana pembelajarannya pun sangat menyenangkan anak-anak. Artinya, model Lickonaini memenuhi prinsip “belajar yang menyenangkan”. Model pembelajaran

180

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL ... — [M. Abdul Somad dan Munawar Rahmat]

ini sangat baik untuk digunakan dalam membelajarkan anak-anak untuk meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang lain. D. SIMPULAN Berdasarkan uji-coba model secara terbatas model pembelajaran moral three in one Lickona terbukti efektif dalam meningkatkan akhlak mulia siswa SD. Dengan materi meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang anak-anak kelas 5 SD terbukti mampu melakukan tindakan moral meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang. REFERENSI Akbar, Sa`dun (2009-2011). Efektivitas Model pendidikan nilai Lickona dalam Pembelajaran Karakter di Sekolah Dasar: Berdasarkan Uji Coba Model di SD Merjosari 3 Malang. Penelitian Multy Years yang dibiayai DIKTI, Malang: Universitas Negeri Malang. Akbar, Sa`dun (2011). “Strategi Pembelajaran Nilai dan Karakter: Strategi Peningkatan Tahap Perkembangan Moral). Artikel dalam Workshop Pendidikan Nilai, diselenggarakan oleh DPP Asosiasi Dosen dan Sarjana Pendidikan Nilai Indonesia (DPP ADSPENSI), di Isola Resort UPI Bandung, September 2011. Kemdiknas (2011). Panduan Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PembelajaranAktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional. Kemmis, S. & McTaggart, R. (1988). The Action Research Planner. Deakin University. Lickona, T. (1992). Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books. Rahmat, Munawar & Fachrudin (2014), Studi Model Pembelajaran Qurani berbasis Karakter Inti Sufistik dalam Perkuliahan PAI untuk Meningkatkan Akhlak Mulia Mahasiswa, Laporan Penelitian yang dibiayai BOPTN 2013 dan 2014, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UPI. Sauri, Sofyan (2011). Urgensi Pendidikan Nilai dan Karakter dalam Grand Design Pendidikan Nasional, Makalah yang dipresentasikan dalam Workshop Pendidikan Menghidupkan Nilai di Sekolah. Diselenggarakan oleh The Creative Institute Garut, di Hotel Sabda Alam Garut, 9 Pebruari 2011. Somad, HM Abdul & Rahmat, Munawar (2009), Cara Mudah Menyusun Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Jatinangor Bandung: ALQA Prisma Interdelta.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

181

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

IJTIHAD RASUL SAW IJTIHAD RASUL SAW (Upaya Menelusuri Asal-Usul Sunnah sebagai Sumber dan Dalil Hukum Islam) (Upaya Menelusuri Asal-Usul Sunnah sebagai Sumber dan Dalil Hukum Islam) Makhmud Syafe’i Makhmud Syafe’i Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT In the history of Prophet, we know that our Prophet, Muhammad PBUH, has two identities; as a In the history know that our Prophet, Muhammad has two identities; a prophet and asof aProphet, human we being (al-basyar). His experiences and PBUH, ideas, more or less, playedasan prophet humanmany beingproblems (al-basyar). experiences more less,bring played an importatand roleasina facing and His obstacles in his and life.ideas, He did notoronly żod’s importat role in facing many problems and obstacles in his life. He did not only bring żod’s message, he had also desires and passions to apply his experience and idea to answer the problem message, he had desires andrevelation passions to applydid hisnot experience to answer the problem he was facing in also his life. When (wahy) come to and him,idea he did a reasoning activity he was facing in his life. When revelation (wahy) did not come to him, he did a reasoning activity (ijtihad). This article try to find the root of reasoning activity he ever did. Taking a lesson from (ijtihad). This article try to find the root of reasoning activity he ever did. Taking a lesson from Prophet history, therefore, ijtihad is one of choices we can do as our Prophet ever did. Prophet history, therefore, ijtihad is one of choices we can do as our Prophet ever did.

Keyword: Basyariyat al-Rasul, Prophethood, infallible, revelation. Keyword: Basyariyat al-Rasul, Prophethood, infallible, revelation. ABSTRAK ABSTRAK Dalam sejarah Nabi, kita mengetahui bahwa Nabi kita Muhammad SAW memiliki dua identitas; Dalam sejarah kitaorang mengetahui bahwa Nabi kita Muhammad SAWbeliau, memiliki dualebih, identitas; seagai nabi danNabi, sebagai biasa (al-basyar). Pengalaman dan ide-ide kurang telah seagai nabi dan sebagai orang biasa (al-basyar). Pengalaman dan ide-ide beliau, kurang lebih, telah berperan penting dalam menghadapi banyak masalah dalam hidupnya. Beliau tidak hanya berperan menghadapi banyak masalah dalam tidak hanya membawapenting risalah dalam Allah, tetapi beliau juga memiliki hasrat dan hidupnya. keinginan Beliau untuk menggunakan membawa risalah Allah, tetapi beliau juga memiliki hasrat dan keinginan untuk menggunakan pengalaman dan idenya dalam menjawab masalah-masalah yang sedang beliau hadapi dalam pengalaman danKetika idenya dalam menjawab masalah-masalah yang sedang dalam kehidupannya. wahyu (wahy) tidak datang, beliau melakukan ijtihad.beliau Tulisanhadapi ini mencoba kehidupannya. Ketika wahyu (wahy) tidak datang, beliau melakukan ijtihad. TulisanNabi ini mencoba menemukan akar aktivitas ijtihad yang pernah beliau lakukan. Berkaca dari sejarah tersebut, menemukan akar aktivitas ijtihad yang pernah beliau lakukan. Berkaca dari sejarah Nabi tersebut, maka oleh karena itu ijtihad adalah salah satu pilihan yang kita bisa lakukan seperti halnya Nabi maka karena itu ijtihad adalah salah satu pilihan yang kita bisa lakukan seperti halnya Nabi pernaholeh lakukan. pernah lakukan.

Kata Kunci: Basyariyat al-Rasul, Nubuwwah, al-Ismah, Wahyu. Kata Kunci: Basyariyat al-Rasul, Nubuwwah, al-Ismah, Wahyu. A. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN Tradisi Islam menempatkan hadis sebagai pengurai1 al-Quran yang mempunyai Tradisi Islam menempatkan hadis sebagai pengurai1 al-Quran yang mempunyai otoritas sangat tinggi sehingga terkadang muncul kesan adanya ‘pemaksaan’ perujukan otoritas sangat tinggi sehingga terkadang muncul kesan adanya ‘pemaksaan’ perujukan 1 1

Ada perbedaan dalam pemakaian kata ‘pengurai’ atau ‘penjelas’ dengan ‘tafsir atau ‘penafsiran’. ‘Penguraian’ atau Ada perbedaan dalam pemakaian atau ‘penjelas’ dengan ‘tafsir atau ‘penafsiran’. atau ‘penjelasan’ merupakan keterangankata atau‘pengurai’ penjabaran suatu sikap atau gagasan baik melalui praktek ‘Penguraian’ langsung (‘amali) ‘penjelasan’ merupakan keterangan atau penjabaran suatu sikap atau gagasan melalui merupakan praktek langsung (‘amali) maupun uraian lainnya (gayr ‘amali:qawli atau taqiri). Sementara ‘tafsir’ atau baik ‘penafsiran’ keterangan atau maupun uraian lainnya (gayr ‘amali:qawli atau melalui taqiri). Sementara atau ‘penafsiran’ atau penjelasan terhadap suatu sikap atau gagasan uraian dari‘tafsir’ sudut pandang tertentu merupakan dari banyakketerangan sudut pandang penjelasan terhadap sikap atau gagasan melalui bisa uraian dari sudut pandang tertentu (penafsiran dari banyak merupakan sudut pandang yang mungkin ada. suatu ‘peng-uraian’ atau ‘penjelaasan’ dilakukan melalui ‘penafsiran’ satu yang mungkin ada. ‘peng-uraian’ atau ‘penjelaasan’ bisa dilakukan melalui ‘penafsiran’ (penafsiran merupakan satu diantara cara/proses menjelaskan), namun ‘tafsir’ atau ‘penafsiran’ lebih luas cakupannya, seluas sudut pandang yang diantara cara/proses menjelaskan), namun ‘tafsir’ atau ‘penafsiran’ cakupannya, sudutpenjelasan, pandang yang ada sebanyak penafsir yang menafsirkannya. Meskipun keduanyalebih bisaluas dipahami sedangseluas memberi tapi ada sebanyak penafsir yang menafsirkannya. Meskipun keduanya bisa dipahami sedang memberi penjelasan, tapi objektifitas dan subjektifitasnya tampak kentara. Begitu pula yang terjadi dalam kaitannya dengan fungsi dan tugas objektifitas dan subjektifitasnya tampakKalam-Nya kentara. Begitu pula yang terjadi dalam kaitannya dengan fungsi dan tugas kerasulan: Allah-lah yang menjelaskan baik melalui firman-Nya ataupun melalui perilaku dan ucapan nabi, kerasulan: Allah-lah yang tanggungngan menjelaskan Kalam-Nya melalui firman-Nya ataupun melalui dan ucapan nabi, Kemudian,sesungguhnya Kami-lah baik penjelasanya (QS.Al-Qiyamah:19). Kamiperilaku tidak mengutus seorang Kemudian,sesungguhnya Kami-lah penjelasanya (QS.Al-Qiyamah:19). tidak mengutus seorang rosul pun, kecuali dengantanggungngan bahasa kaumnya agar ia[bisa] memberi penjelasan kepadaKami mereka...(QS.Ibrahim:4). Dan rosul kecuali dengan al-zikr bahasaagar kaumnya ia[bisa]kepada memberi penjelasan kepada mereka...(QS.Ibrahim:4). Dan kami pun, turunkan kepadamu kamu agar menjelaskan manusia...dan kami menurunkan al-Kitab kepadamu, kami turunkan kepadamu al-zikr agar kamumereka menjelaskan kepada manusia...dan kami menurunkan kepadamu, kecuali agar engkau menjelaska kepada (QS.Al-Nahl:44 dan 64). Bandingkan denganal-Kitab dan mereka tiada kecuali agarsuatu engkau menjelaska mereka (QS.Al-Nahl:44 dan 64). Bandingkan dan mereka membawa ‘matsal’ (contohkepada gagasan, persoalan, usulan, kecaman,dan sejenisnya)dengan kepadamu, kecuali tiada Kami membawa suatu ‘matsal’ (contoh persoalan, usulan, kecaman,dan sejenisnya) kecuali Kami berikan kepadamu kebenaran yanggagasan, lebih baik (QS.Al-Furqan:33). Dalam ayat ini, nabi kepadamu, memberi penafsiran, tapi berikan kepadamu kebenaran yang lebih baik (QS.Al-Furqan:33). Dalam ayat ini, nabi memberi penafsiran, tapi

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

183

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 183 – 189

ketika menggunakanya sebagai sandaran penafsiran tertentu terhadap Al-Quran atau realita. Hadis ini sering dipaksa dalam persoalan-persoalan yang tak tampak relevansinya. Bahkan, tak jarang ‘hantam-hantaman’ oleh kelompok-kelompok yang bertikai. Keagungan Nabi yang luar biasa, terkadang, ‘membuat lupa’ umatnya bahwa beliau juga manusia biasa yang bisa berbuat kesalahan. Kisah tentang kemurkaan ‘Umar ibn alKhatab2 ketika mendengar berita bahwa Nabi saw telah meninggal, merupakan satu di antara bentuk ‘kelupaan’ ini. Muhammad saw adalah manusia biasa, disamping tentu saja nabi dan utusan Allah dengan segala wahyu dan kelebihannya. Dalam kehidupan sehari-hari, dari sisi ini, Muhammad akan memilki dua identitas: sebagai seorang nabi dan rasul, juga sebagai manusia biasa yang tak bisa lepas dari persoalan dan problematika kehidupan. Pengalaman hidup, percobaan dan gagasan manusiawinya, sedikit banyak akan berperan dalam usaha menghadapi persoalan dan problematika ini. Dan, karena beliau bukan hanya sekedar penyampai pesan semata, beliau juga memilki keinginan dan dorongan untuk menerapkan pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasanya sebagai satu bentuk jawaban atas problematika dan persoalan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa wahyu tidak turun setiap saat dalam semua persoalan yang ada. Hal ini menunjukan bahwa wahyu tidak turun setiap saat dalam semua persoalan kehidupan. Penyampaian gagasan dan pandangan yang bukan berasal dari wahyu inilah yang termasuk dalam kategori ‘ijtihad’ Nabi yang kemudian melahirkan istilah yang dikenal dengan “Sunnah Ghayr al-Tasyri’iyyah”. Dan, sekali lagi ini bukanlah hal yang aneh, bahkan sangat wajar, selama beliau masih disebut sebagai manusia. Ijtihad Nabi menunjukkan kebenaran Ilahi yang mengatakan nabi adalah manusia yang diutus untuk manusia pula, “Katakan! Mahasuci Tuhanku,bukankah aku hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”3 (3). Ini menunjukan, sifat-sifat dan ciri-ciri kemanusiaan seorang nabi masih tetap melekat dan bekerja aktif meskipun telah menjadi seorang rasul maupun nabi. Rasul atau nabi tetap manusia dan tidak berubah menjadi malaikat atau juga tidak bisa digambarkan dengan sosok lain. Pengkajian teks-teks agama seakan telah menjadi sebuah keniscayaan, agar semboyan al-Islam salih li kulli zaman wa makan menjadi nyata, bukan sekedar pemanis bibir sementara realita berkata beda. Kaitan pengkajian teks dengan pencapaian semboyan adalah, hanya teks-teks yang lulus uji dan benar-benar merupakan teks otentik yang berhak menjadi sandaran legal bagi perujukan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, bukan sembarang teks yang tak jelas diketahui juntrungnya. Membiarkan teks-teks tersebut tetap berada dalam kubangan realita sehari-sehari adalah pengkhianatan terhadap teks teks itu sendiri. Teks-teks itu lahir bukan untuk disimpan atau dibiarkan di atas awang-awang, tapi untuk diterapkan dalam praktek kehidupan dan realita sehari-hari. Syariat yang dibawa Muhammad memilki kesempurnaan hukum yang diperlukan oleh masyarakat kesempurnaan hukum yang diperlukan oleh masyarakat dalam semua penafsiran itu diberikan atas persoalan-persoalan yang diajukan oleh penentang-nya bukan kepada apa yang dibawa dari Tuhanya, wahyu. Kesimpulannya, jika yang dilakukan Nabi merupakan penjabaran dari wahyu, maka itu berarti penjelasan bukan penafsiran, sementara jika penjabarannya karena persoalan yang dibawa kaumnya, bisa jadi, yang dilakukan adalah tafsiran beliau,sudut pandang beliau. Dan, sudut pandang beliau adalah sebaik-baik penafsiran ketika penafsiran itu merupakan ilham dari Tuhan sebagaimana ayat di atas. Juga perhatikan dalam kamus-kamus pada entri b-y-n dan f-s-r , Kamus Besar Bahasa Indonesia, entri jelas,urai, tafsir. 2 Umar dengan lantang berkata di dalam masjid, “orang-orang munafik menyangka Rasullah saw telah meninggal dunia. Demi Allah! Rasul tidak akan mati, tetapi beliau pergi menju Tuhanya seperti halnya Musa bin Imran, yang meninggalkan kaumnya selama 40 malam dan kembali lagi pada kaumnya setelah dikabarkan meninggal dunia. Demi Allah! Rasul saw akan kembali seperti kembalinya Musa. Beliau akan memotong tangan dan kaki orang-orang yang menyangkannya telah mati”, DR. Muhammad Husein Haikal, Hayat Muhammad Shallallahi, ‘Alaihi wa sallam, cet XXII, hal 400 (Cairo, Dar al-Ma’arif,2000) 3 QS. Al-Isra’ [17]: 93

184

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

IJTIHAD RASUL SAW ... — [Makhmud Syafe’i]

bidang. Kesempurnaan di sini, tidak harus diartikan sebagai kemampuannya menhadapi segala sesuatu yang baru dan tanpa dibatasi waktu, sehingga mencakup pula masa mendatang, akan tetapi bisa dipahami dengan: keberadaan syariat datang lengkap dengan prinsip umum dan kaidah-kaidah pokok yang mampu menghadapi segala persoalan yang timbul dan berubah seiring dengan perubahan waktu situasi dan kondisi. Mengetahui betapa pentingnya ijtihad demi menjawab tantangan-tatangan dan problematika kehidupan, dan agar praktek yang ada tak terpisah sama sekali dari sandaran keagamaanya atau nilai-nilai holistik ilahi, maka pengkajian terhadap masalah ijtihad ini pun menjadi hal yang tak dapat dielakan. Seberapa jauh kelegalan ijtihad ini mengikat perilaku manusia. Dengan alasan-alasan tersebut, tulisan singkat ini berusaha menemukan akar pembenaranya dalam praktek kehidupan beragama. Untuk itu, ijtihad Nabi merupakan fenomena yang coba dikemukan sebagai pilahan-pilihan. B. IJTIHAD RASUL SAW Dalam bahasa Indonesia, ijtihad diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syara’ mengenai kasus yang menyelesainya belum tertera dalam Al-Qur’an dan Sunnah (KBBI). Dalam bahasa Inggris, ijtihad didefinisikan dengan : (arabic “effort”) in islamic law, the idependent or original inter-pretation of problems not precisely covered by the Qur’an, Hadith (tradition concerning the Prophet’s life and utterances (Encyclopedia Britanica). Sementara dalam bahasa aslinya, dimana kata dan istilah tersebut digunakan, kata ijtihad merupakan bentuk mashdar (kata dasar, infinitif) yang berarti bazlu al-wus’i (al Razi, 1992); mencurahkan upaya/ usaha, kemampuan/kekuatan; kerja keras, sungguhsungguh4. Secara bahasa, ijtihad dalam istilah keilmuan (terminologis) menurut Ibn Hajar adalah usaha sungguh-sungguh untuk mengetahui hukum syara’ (bazlu al-wusi altawassuli ila m’arifah al-hukm al-syar’i) (Jayb, 1998:71). Nadiyah, yang mengutip definisi ijtihad dari Taj al-‘Arus menyimpulkan bahwa secara etimologi ijtihad bisa diartikan dengan “mengerahkan segala upaya untuk memperoleh apa yang hendak dicapai, baik berupa suatu yang bersifat inderawi (hissi), seperti: perjalanan dan pekerjaan maupun sesuatu yang maknawi (ma’nawi), seperti mengeluarkan hukum atau teori; yang bersifat akal , syara, maupun bahasa” (al Umri, 1987:11). Wahbah dalam bukunnya Usul al-Fiqih al-islami merangkum beberapa definisi ijtihad dari pakar semisal al-Ghazali dan al-Baydawi. Dia juga sampai pada pendapat bahwa Ijtihad mempunyai kaitan yang sangat erat dengan faqih dan fuqaha’, bahkan alGhazali cenderung mendefinisikan ijtihad dengan segala upaya mujtahid dalam pencapaian ilmu yang berhubungan dengan hukum-hukum syariat (al Zuhayli, 1998:10661067). Sedangkan al-Qadwi al-Baydawi mendefinisikannnya dengan menemukan hukumhukum syariat.Sehingga kesimpulannya ialah ambilan (istinbath) hukum-hukum syariat dari dalil-dalilnya secara terperinci dalam masalah syara. C. PENDAPAT ULAMA SEPUTAR IJTIHAD RASUL Para ahli hadis umunya menyepakati bahwa ijtihad Nabi pasti terjadi, dengan alasan ketika ada pertanyaan atau suatu peristiwa dihadapkan kepada Rasul, beliau 4

Bandingkan terjemahan bahasa Indonesianya dalam Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor Qamus “Krapyak” al-‘ashri: Arab-Indonesia dalam entri-entri yang berkaitan, yaitu bazl, wus’i dan ijtihad (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum dan Pondok Pesantren Krapyak).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

185

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 183 – 189

memberikan jawaban tanpa menunggu datangnya wahyu. Meskipun, dalam beberapa kasus Nabi perlu menunggu wahyu untuk memberikan jawaban atau respon. Begitu pula pendapat mayoritas ulama Ushul, semisal Malik Syafi’i dan Ahmad (al Umri, 1997:157158). Sementara kalangan Hanafiyah berpendapat, ijtihad Rasul dibenarkan setelah melalui proses penggunaan wahyu, jika tak datang wahyu, maka ijtihad Rasul dibenarkan dan diperintahkan (al Zuhayli, 1998:1058). Dalam literatur-literatur rujukan, ketika membahas permaslahan ini, pembagian diperinci kepada boleh atau tindaknya ijtihad Nabi (jawaz al-ijtihad) dan terjadi atau tidaknya ijtihad itu terjadi, cara otomatis ijtihad itu dibenarkan. Karena Nabi tidak akan melakukan perbuatan yang dilarang oleh syari’at. Jika pendapat para ulama di atas mengakui adanya ijtihad Nabi secara mutlak, baik dalam masalah keduniaan maupun dalam masalah agama dan syariat, di sana juga di temukan pendapat yang menentang kemutlakan ijtihad Nabi ini jika berkaitan dengan masalah-masalah syariat dan keagamaaan mereka tidak mengakui adanya ijtihad ini. Mereka ini adalah Ibn Hazm dari mazhab Dahiri, sebagian besar ulama ilmu kalam aliran Asy’ariyyah, sebagian besar aliran Mu’tazillah dan Jubaiyyah (al Zuhayli, 1998:1085). D. PENGARUH ISMAH DAN WAHYU DALAM IJTIHAD RASUL SAW Pokok persoalan dan perbedaan di antara para ulama di atas bisa jadi dikarenakan adanya doktrin kemaksuman (ismah, keterajagaan Nabi dari perbuatan salah) dan wahyu ini. Di antara alasan ulama ulama yang menentang adanya ijtihad Nabi adalah karena adanya wahyu yang bisa saja diminta turun oleh Nabi ketika menghadapi suatu permasalahan, dan doa atau permintaan Nabi tak akan ditolak oleh Tuhan (al Umri, 1987:160). Karena alasan adanya wahyu yang bisa di minta turun inilah ijtihad Nabi menurut pendapat yang mengingkarinya tidak bisa dibenarkan karena ijtihad hanya bernilai zhann, sementara Nabis bisa mampu memperoleh yang qath’i dengan meminta turunya wahyu. Hal ini tentu berbeda dengan ijtihad-ijtihad selain Nabi, karena mereka tak mampu meminta datangnya kepastian tersebut (wahyu). Doktrin kedua, kemaksuman Nabi banyak berpengaruh pada kemungkinan benar dan salahnya hasil ijtihad Nabi. Jika Nabi ismah, maka mustahil beliau akan melakukan kesalahan, ijtihad beliau pasti benar, baik dalam masalah dunia maupun masalah agama. “Rasul Saw. tak pernah salah dalam melakukan ijtihad, beliau selalu benar dalam ijtihadnya”, begitu di antaranya pendapat al-Baidawi dan al-Razi (al Zuhayli, 1998:109091).“Yang benar, ijtihad Nabi Saw. tidak pernah salah. Karena derajat kenabian tak membenarkan kesalahan ada dalam ijtihad Nabi”, demikian Ibn Sabki. Selanjutnya, permasalahan dan perbedaan timbul ketika ternyata ada beberapa ijtihad Nabi yang tidak sesuai dengan realita, kasarnya beliasu salah dalam melakukan ijtihad. Melihat realita ini, pendapat jumhur ulama terasa lebih realistis ketika membolehkan adanya kesalahan dalam ijtihad Nabi atas permasalah-permasalahan yang tak dibimbing oleh wahyu. Namun begitu, kesalahan yang mungkin terjadi dalam ijtihad Rasul tak berati mencemarkan kesempurnaan dan mengurangi kemuliaan rasul, juga tak berarti ijma’ umat lebih tinggi kedudukannya (perlu diingat, ijma’ umat tak mungkin salah) daripada ijtihad Rasul, karena derajat kenabian (martabat al-nubuwwah) tak lebih rendah daripada umat. Dan, juga, jika ada ijtihad rasul, maka ijma’ tak bisa dijadikan dalil mendahului nash. Ijtihad rasul ada pada posisi nash. “Iz hadastukum ‘an allahi syai’in fa khuzu bih, fa inni id ukadzdibu ala allahi.” Dari Hadis ini maka bisa disimpulakan, ketika Nabi menjelaskan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan agama, maka bisa dipastikan yang beliau katakan adalah benar meskipun 186

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

IJTIHAD RASUL SAW ... — [Makhmud Syafe’i]

ijtihadnya. Karena jika sampai terjadi kesalahan, maka akan datang wahyu yang membenarkannya. Di sinilah derajat kenabian, nubuwwah dan kemaksuman menemukan relevansinya. Jadi, kemaksuman rasul tidak meliputi persoalan-persoalan duniawi yang tak pernah diberitahukan sebelumnya oleh wahyu, semisal pengetahuan tentang huruf atau tulis menulis, pertanian, ilmu matematika; juga dugaan-dugaan beliau mengenai persoalanpersoalan tersebut (al Khaliq, 1997:142). Dimana adakalanya beliau berijtihad atau berpendapat tentang masalah kedunian dan salah, kemudian datang wahyu mengoreksi pendapat tersebut. Dan ada kalanya beliau salah berpendapat dalam maslah keduniann wahyu tak datang membenarkannnya. E. IJTIHAD-IJTIHAD NABI (Al Umri, 1987:83-116) 1. Ijtihad Nabi Dalam Masalah Keduniaan Ketika rasul sampai di madinah beliau menjumpal penduduk yang sedang melakukan penyerbukan pada pohon kurma. Rasul tampak kurang menyukai perbuatan itu, lalu melarang mereka melakukan hal tersebut. Ternyata, buah kurma yang dihailkan menjadi jelek tak memuaskan. Ketika itu rasul bertanya: “Beritahu aku, kenapa buahmu menjadi seperti ini?” mereka menjawab: “Anda melarang kami melakukan penyerbukan, sedangkan kualitas kurma bersumber dari situ”. Rasul bersabda: “Kalian lebih tahu urusan duniamu dan aku lebih tau dengan urusan agamamu”. Hadis ini menunjukan betapa sisi manusiawi Nabi tetap melekat. Dalam syarhnya, Iman Namawi sepakat dengan Ibnu Khaldun yang mengatakan: “Dalam urusan penghidupan, seperti kedokteran dan pertanian, Rasul Saw. Berpendapat menurut pendapat orang-orang di sekitarnya, yang merupakan hasil dari eksperimeneksperimen dan kebiasaan (adat), tidak berasal dari wahyu” dalam peristiwa di atas, tampak adanya ‘gagasan manusiawi’ Muhammad Saw. Mengenai kurma yang bisa saja menimbulkan kesalahan. Hal ini mungkin dikarekanakan kondisi Nabi yang lahir dan tumbuh di Makkah5, di mana penduduknya kurang mengenal ilmu cocok tanam kurma. Ijtihad Nabi Saw. yang lain dapat terlihat dalam hadits berikut. Bukhari dan muslim meriwaytkan dari Aisyah Ra, beliau berkata: “Suatu ketika rasul saw meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy dan berada bersamanya, lalu giliranku dan hafsah, maka ia bertanya pada Rasul Saw: “Tidak, tapi saya minum madu bersama Zainab, saya tidak akan mengulanginya lagi, saya telah berjanji padamu, maka jangan memberi tahu tentang hal ini” maka turunlah ayat: ”Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang allah menghalalkannnya bagimu, kamu mencari kesengan hati isteri-istrimu dan allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian untuk membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Mah Mengetahui lagi Maha Penyayang”. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan pada (Aisyah) dan Allah memberitahukan (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagai (yang dicritakan Allah kepadanya) dan menyebunyikan sebagian (yang diceritakan Allah kepadanya)dan menyebunyikan sebegaian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala Muhammad memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah), lalu Hafsah bertanya: “Siapakah yang memberitahukan hal ini pada anda?” Nabi menjawab: Telah 5

Seperti ungkapan Ibrahim As, dalam penyebutanya terhadap Mekkah,.. bi wadin ghayri dzi zar’in...” (QS Ibrahim;37)

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

187

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 183 – 189

diberitahukan padaku Allah yang mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. Al Tahrim: 1diberitahukan padaku Allah yang mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. Al Tahrim: 13) 3) Ketika Nabi menghadapi para permuka Quraisy dengan pengharapan agar Ketika Nabi menghadapi para permuka Quraisy dengan pengharapan agar mereka masuk Islam, datanglah Abdullah Ibnu Ummi maktum yang buta kepada Nabi. mereka masuk Islam, datanglah Abdullah Ibnu Ummi maktum yang buta kepada Nabi. Dia datang untung menanyakan beberapa ajaran Islam. Lalu Nabi bermuka masam dan Dia datang untung menanyakan beberapa ajaran Islam. Lalu Nabi bermuka masam dan berpaling darinya. Maka turunlah: “Dia (muhammad) bermuka masam dan berpaling. berpaling darinya. Maka turunlah: “Dia (muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya”. (Qs. 'Abasa: 1-2) Karena telah datang seorang buta kepadanya”. (Qs. 'Abasa: 1-2) 2. Ijtihad Nabi dalam Strategi Perang 2. Ijtihad Nabi dalam Strategi Perang Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari ibnu ‘abbasdari umar Ibnu al Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari ibnu ‘abbasdari umar Ibnu al khattab, ia berkata: khattab, ia berkata: “Ketika terjadi penawanan pada perang Badar dan Umar berkata: “Bagaimana “Ketika terjadi penawanan pada perang Badar dan Umar berkata: “Bagaimana pendapat kalian tentang para tawanan perang Badar tersebur?” Abu Bakar menjawab: pendapat kalian tentang para tawanan perang Badar tersebur?” Abu Bakar menjawab: “Wahai Rasulullah, mereka adalah anak keturunan paman dan kerabat (mu). Menurut “Wahai Rasulullah, mereka adalah anak keturunan paman dan kerabat (mu). Menurut saya, kita mengambil tebusan saja dari merka, agar kita bisa memperkuat kedudukan saya, kita mengambil tebusan saja dari merka, agar kita bisa memperkuat kedudukan kita atas orang-orang kafir, dan semoga allah menunjukan Islam pada mereka”. Lalu kita atas orang-orang kafir, dan semoga allah menunjukan Islam pada mereka”. Lalu Rasul bertanya: “Bagaimana pendapatmu, wahai ibnu al-Khattab?” ‘Umar menjawab: Rasul bertanya: “Bagaimana pendapatmu, wahai ibnu al-Khattab?” ‘Umar menjawab: “Tidak demi Allah, saya tidak sependapat dengan Abu Bakar. Menurut saya , jika “Tidak demi Allah, saya tidak sependapat dengan Abu Bakar. Menurut saya , jika engkau memungkinan maka kita ‘pukul leher-leher mereka’, mereka adalah para engkau memungkinan maka kita ‘pukul leher-leher mereka’, mereka adalah para pemimpin dan pendukung kaum kafir” Maka Rasul lebih mengunggulkan pendapat Abu pemimpin dan pendukung kaum kafir” Maka Rasul lebih mengunggulkan pendapat Abu Bakar, dari pendapatku. Keesokannya, aku mendatangi Rasul dan Abu Bakar yang Bakar, dari pendapatku. Keesokannya, aku mendatangi Rasul dan Abu Bakar yang sedang duduk sambil mngis. Aku berkata: “Wahai Rasullullah, beritahu padaku apa sedang duduk sambil mngis. Aku berkata: “Wahai Rasullullah, beritahu padaku apa yang membuat anda dan sahabat anda menangis? Jika tidak apa penyebabkan engkau yang membuat anda dan sahabat anda menangis? Jika tidak apa penyebabkan engkau menangis?” Rasulullah berkata: “Saya menagis, karena saya telah menganjurkan pada menangis?” Rasulullah berkata: “Saya menagis, karena saya telah menganjurkan pada sahabatku untuk mengambil tebusan dari para tawanan itu, telah tampak bagiku siksa sahabatku untuk mengambil tebusan dari para tawanan itu, telah tampak bagiku siksa mereka lebih dekat dari pohon ini”. Maka turunlah ayat: “Tidak selayaknya bagi mereka lebih dekat dari pohon ini”. Maka turunlah ayat: “Tidak selayaknya bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda dunia, sedangkan Allah menghendaki (pahala) bumi. Kamu menghendaki harta benda dunia, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs. Al Anfal:67) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs. Al Anfal:67) Ibnu Hisyam berkata bahwa telah dikatakan: “Salman al-Farisi yang Ibnu Hisyam berkata bahwa telah dikatakan: “Salman al-Farisi yang berkebangsaan Persia mengusulkan pada Nabi untuk menggali parit. Ia berkata: “Di berkebangsaan Persia mengusulkan pada Nabi untuk menggali parit. Ia berkata: “Di Persia, jika kita terkepung, maka kita akan masuk kedalam parit.” Kemudian, Rasul Persia, jika kita terkepung, maka kita akan masuk kedalam parit.” Kemudian, Rasul memerintahkan penggalian parit di sekeliling Madinah, dan beliau ikut serta dalam memerintahkan penggalian parit di sekeliling Madinah, dan beliau ikut serta dalam penggalian sebagai support kaum muslimin. Mereka pun berhasil menuntaskan penggalian sebagai support kaum muslimin. Mereka pun berhasil menuntaskan perkerjaan tersebut sebeum kaum musyrikin tiba.” perkerjaan tersebut sebeum kaum musyrikin tiba.” Sebagaian orang-orang munafik meminta izin pada Nabi Saw. agar Sebagaian orang-orang munafik meminta izin pada Nabi Saw. agar diperbolehkan tidak mengikuti Perang Tabuk66 dan Nabi mengizinkan mereka, walaupun diperbolehkan tidak mengikuti Perang Tabuk dan Nabi mengizinkan mereka, walaupun alasan yang mereka ajukan lemah. Maka turunlah ayat: “Kalau yang kamu serukan alasan yang mereka ajukan lemah. Maka turunlah ayat: “Kalau yang kamu serukan pada mereka adalah keuntungan yang mudah di peroleh dan perjalanan yang tidak pada mereka adalah keuntungan yang mudah di peroleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh pastilah mereka mengikutimu. Tapi, tempat yang dituju itu amat jauh seberapa jauh pastilah mereka mengikutimu. Tapi, tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka, mereka akan bersumpah dengan nama Allah ‘jikalau kami sanggup terasa oleh mereka, mereka akan bersumpah dengan nama Allah ‘jikalau kami sanggup tentulah kami benrgkat bersama-sama’, mereka mebinaasakan diri mereka sendiri dan tentulah kami benrgkat bersama-sama’, mereka mebinaasakan diri mereka sendiri dan allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta” (QS. Al-Taubah [9]: 42). berdusta” (QS. Al-Taubah [9]: 42).

6 6

Dikenal juga dengan Perang Al-Usr, terkenal dengan cuacanya yang sangat panas dan penuh dengan rintangan terjadi Dikenal dengan pada bulanjuga rajab, tahunPerang 9 H. Al-Usr, terkenal dengan cuacanya yang sangat panas dan penuh dengan rintangan terjadi pada bulan rajab, tahun 9 H.

188

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

IJTIHAD RASUL SAW ... — [Makhmud Syafe’i]

REFERENSI Al-khaliq, A. (1997). Hujjiyah al- Sunnah. Manshurah: dar al-wafa’. Al-Razi, A.Q., (1992), Mukhtar al-Shihah. Lebanon: Maktabah Lubnan. Al-Umri N.S. (1987). Ijtihad Al-rasul. Beirut: Muassasah al- Risalah. Al-Zuhayli, W. (1998). Usul al-Fiqh al-Islami. Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir. Encyclopedia Britannica (CD vers.), entri ijtihad. Haikal, M.H. (2000). Hayat Muhammad Shallallahi, ‘Alaihi wa sallam. Cairo: Dar alMa’arif Jayb, S.A. (1998). Al-Qamus Al-Fiqhi Lughatan wa Isthilahan. Damaskus-Syaria: Dar alFikr Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, entri ijtihad.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

189

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA SISWA PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA PROGRAM SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI OPTIMALISASI SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PROGRAM KEGIATAN PENDIDIKAN AGAMA OPTIMALISASI ISLAM DI SEKOLAH KEGIATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH Mokh. Iman Firmansyah Mokh. Iman Firmansyah Universitas Pendidikan Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT This article results from my research on the phenomena of violence cases committed by Senior This article from researchOne on of thethose phenomena of isviolence committed by among Senior High Schoolresults Students in my Indonesia. violences tawurancases (in group fighting High School Students in Indonesia. One of those violences is tawuran (in group fighting among students). Many cases of tawuran happening today have existed long years ago and every year it students).between Many cases of tawuran todaymust havequickly existedbe long yearsbyago and every year it happens two schools. Thishappening phenomenon solved taking a preventive happensthrough betweenoptimatization two schools. of Thisthephenomenon must Religious quickly beEducation solved by (Pendidikan taking a preventive action role of Islamic Agama action through optimatization of the rolevalues of Islamic ReligiousThe Education (Pendidikan Islam/PAI) in the process of internalizing to the students. optimatization of the Agama role of Islam/PAI) the processinofthree internalizing values to the students. The extracurricular optimatization of the roleand of PAI can beinconducted forms, i.e. intracurricular activity, activity, PAI can be conducted threeofforms, i.e. intracurricular activity, extracurricular and school cultivation. In theinform intracurricular activity, teacher of PAI should use activity, an approach school cultivation. form ofwho intracurricular activity, teacher of PAIattitude, should use approach that regards studentInasthe a subject can construct his/her knowledge, and an behaviours. that regards student as a subject who can construct his/her knowledge, attitude, and behaviours. Through extracurricular activity, a mentor can optimalize students’ religious potencies and Through extracurricular a mentor optimalize students’ potencies passions. School can alsoactivity, take some policy can programs that can pave areligious way in the processand of passions. School canvalues, also take somecultivation policy programs internalizing Islamic as school process. that can pave a way in the process of internalizing Islamic values, as school cultivation process.

Keyword: Character Education, Anti- violence, Senior High School Student Keyword: Character Education, Anti- violence, Senior High School Student ABSTRAK ABSTRAK Artikel ini merupakan hasil telaah terhadap fenomena-fenomena kasus kekerasan yang dilakukan ArtikelSMA ini merupakan hasil telaah fenomena-fenomena kasus kekerasan yang dari dilakukan siswa di Indonesia. Salah satuterhadap bentuk kekerasan itu adalah tawuran. Tidak sedikit kasus siswa SMA di terjadi Indonesia. Salah itu adalah tawuran. Tidaktahun sedikitrutin dariterjadi kasus tawuran yang selama ini satu telahbentuk terjadikekerasan selama bertahun-tahun dan setiap tawuran yang terjadi selama ini telah terjadi selama bertahun-tahun dan setiap tahun rutin terjadi antar dua sekolah. Fenomena ini harus segera diselesaikan dengan upaya preventif melalui antar dua sekolah. Fenomena ini harus segera upaya preventif melalui optimalisasi peran pembelajaran pendidikan Agamadiselesaikan Islam (PAI) dengan dalam menginternalisasikan nilaioptimalisasi (PAI) dalam menginternalisasikan nilainilai kepada peran siswa.pembelajaran Optimalisasi pendidikan peran PAI Agama ini dapatIslam dilakukan tiga bentuk kegiatan yakni nilai kepada Optimalisasi peran PAI dapat dilakukan dalam tiga bentuk intra kegiatan yakni kegiatan intrasiswa. kurikuler, ektra kurikuler, danini pembudayaan sekolah. Dalam kurikuler, kegiatan kurikuler, ektrapendekatan kurikuler, dan sekolah. guru PAIintra harus melakukan yangpembudayaan berbasis pada siswa Dalam sebagaibentuk subjekintra yangkurikuler, mampu guru PAI harus sendiri melakukan pendekatansikap, yang berbasis pada siswa sebagai subjek yang mampu mengkontruksi pengetahuan, dan perilaku-perilaku. Melalui kegiatan ekstra mengkontruksi sendiri pengetahuan, sikap, dan perilaku-perilaku. Melalui kegiatan kurikuler, pembina dapat mengotimalkan bakat dan peminatan keagamaan siswa. Sekolahekstra pun kurikuler, pembina dapat mengotimalkan bakat dan peminatan keagamaan siswa. pun dapat mengeluarkan program-program kebijakan yang dapat memperlancar proses Sekolah internalisasi dapat mengeluarkan kebijakan yang dapat memperlancar proses internalisasi nilai-nilai Islami yakniprogram-program dengan pembudayaan sekolah. nilai-nilai Islami yakni dengan pembudayaan sekolah.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Anti kekerasan, Siswa SMA Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Anti kekerasan, Siswa SMA A. PENDAHULUAN A. Frekuensi PENDAHULUAN kasus kekerasan di kalangan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Frekuensi kasus kekerasan di kalangan siswasatu Sekolah Menengah Atas sekolah (SMA) semakin tinggi. Tawuran antar pelajar baik di dalam sekolah maupun antar tinggi. Pelaku Tawuran antar pun pelajar baik dalam satulaki-laki; sekolah pelajar maupunperempuan antar sekolah semakin tinggi. tawuran tidak lagidididominasi pun semakin tinggi. Pelaku tawuran pun tidak lagi didominasi laki-laki; pelajar perempuan pun tidak sedikit yang terlibat. tidak sedikit terlibat. Dalamyang laman www.harnas.com (2015) terdapat data dari klaster (pengelompokan www.harnas.com terdapat dataanak dari korban klaster (pengelompokan kasus) Dalam dalam laman lingkungan pendidikan (2015) dari KPAI untuk tawuran pelajar kasus) dalam lingkungan pendidikan dari KPAI untuk anak korban tawuran pelajar Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

191

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 191 – 195

menunjukkan, pada 2011 terdapat 20 kasus, 2012 terdapat 49 kasus, 2013 terdapat 52 kasus, 2014 terdapat 113 kasus, 2015 ada 37 kasus. Anak pelaku tawuran pelajar, pada 2011 terdapat 64 kasus, 2012 ada 82 kasus, 2013 ada 71 kasus, 2014 terdapat 46 kasus, dan 2015 terdapat 62 kasus. Bila melihat data tersebut, ada kemungkinan untuk terus bertambah pada 2015. Anak korban kekerasan sekolah yang menerima kekerasan fisik dan psikologi, pada 2011 terdapat 56 kasus, 2012 terdapat 130 kasus, 2013 terdapat 96 kasus, 2014 terdapat 159 kasus, dan 2015 ada 55 kasus. Anak pelaku kekerasan di sekolah yang terdata KPAI, pada 2011 ada 48 kasus, 2012 ada 66 kasus, 2013 terdapat 63 kasus, 2014 ada 67 kasus, dan 2015 sampai saat ini baru 39 kasus. Dari data itu, seolah-olah terjadi peniruan perilaku negatif dari tahun-tahun. Terdapat paradigma yang negatif dari beberapa siswa bahwa tidak disebut hebat apabila tidak ikut terlibat dalam tawuran. Peniruan-peniruan tersebut adalah bentuk imitasi perilaku negatif dari generasi ke generasi. Teori imitasi ini dikemukakan Thomas Lickona dimana terdapat pandangan umum masyarakat dimana setiap orang telah menyimpangkan sistem yang berlaku maka menjadi orang bodoh apabila tidak mengikuti perilaku tersebut. Artikel ini menelaah fenomena-fenomena kekerasan yang dilakukan siswa SMA dianalisis dengan teori imitasi perilaku Thomas Lickona dan teori proposisi kejahatan dari Edwin H. Sutherland. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Kajiannya lebih memfokuskan pada kajian pustaka. Teori yang kaji adalah teori imitasi perilaku menurut Thomas Lickona dan teori proposisi kejahatan dari Edwin H. Sutherland. Kedua teori ini digunakan sebagai pisau analisis fenomena-fenomena kekerasan yang terjadi pada siswa SMA. Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988: 111). C. PEMBAHASAN 1. Pembahasan tentang Karakter Secara etimologis karakter berasal dari bahasa Yunani yakni karasso yang berarti cetak biru, format dasar, sidik seperti dalam sidik jari. Dalam bahasa Arab, karakter disebut akhlak atau tabi’at (Maksudin, 2013: 1). Sedangkan secara terminologis terdapat beberapa pengertian tentang karakter. Samani dan Hariyanto (2013: 41) mengemukakan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Tafsir (2010) mengemukakan istilah karakter sama dengan istilah akhlak dalam Islam. Dalam pandangan Islam akhlak itu adalah pengetahuan, sikap yang sesuai dengan pengetahuan itu, dan perilaku yang sesuai dengan pengetahuan dan sikap itu. Dengan demikian pendidikan karakter itu memiliki esensi dan makna sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak (Fathurrohman, et.al., 2013: 15). Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter memiliki pengertian sebagai berikut: Pertama, karakter merupakan akhlak yang nampak pada diri seseorang yang merupakan implementasi kesesuaian antara pengetahuan dan sikap. Kedua, karakter merupakan akhlak yang memiliki kaitan hubungan manusia sebagai hamba, pribadi, sosial, dan bagian dari alam. 192

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA SISWA ... — [Mokh. Iman Firmansyah]

2.

Karakter membutuhkan Proses Pendidikan Akar dari membutuhkan semua tindakanProses yang Pendidikan jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak 2. Karakter pada hilangnya karakter. Karakter adalah sandangan fundamental yang memberikan dari membutuhkan semua tindakanProses yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak 2. Akar Karakter Pendidikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian. Oleh pada hilangnya karakter. Karakter yang adalah sandangan fundamental yang memberikan Akar dari semua tindakan jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak karena itu, penting melakukan pendidikan karakter. kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam yang kedamaian. Oleh pada hilangnya karakter. Karakter adalah sandangan fundamental memberikan Menurut Helen G. Douglas dikutip Samani dan Hariyanto (2013: 41) karena itu, penting melakukan pendidikan karakter. kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian. Oleh menyebutkan bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun Menurut G. Douglas dikutip Samani dan Hariyanto (2013:secara 41) karena itu, pentingHelen melakukan pendidikan karakter. berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, menyebutkan bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara Menurut Helen G. Douglas dikutip Samani dan Hariyanto (2013: 41) tindakan demi tindakan. Sama halnya dengan penegasan Maksudin (2013: 6)pikiran, bahwa berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi menyebutkan bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara karakter demi tidak tindakan. terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi membutuhkan proses. Proses yang tindakan Samahari halnya dengan penegasan Maksudin (2013: 6) pikiran, bahwa berkesinambungan hari demi melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi dimaksudtidak adalah upayasecara pembinaan melalui pendidikan karakter. proses. Proses yang karakter tiba-tiba, tetapi membutuhkan tindakanPendidikan demi terjadi tindakan. Sama halnya akan dengan penegasan Maksudin 6) bahwa karakter merupakan upaya pendidikan yang (2013: diarahkan untuk dimaksud adalah upaya pembinaan melalui pendidikan karakter. karakter tidak terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi membutuhkan proses. Proses yang menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang menggambarkan karakter bangsa. Pendidikan karakter merupakan upaya pendidikan yang diarahkan untuk dimaksud adalah upaya pembinaan melalui pendidikan karakter. Karena itu pembelajarannya diarahkan untuk membawa mahasiswa kepada pengenalan menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang menggambarkan karakter bangsa. Pendidikan karakter merupakan upaya pendidikan yangke diarahkan untuk nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya pengamalan nilai Karena itu pembelajarannya diarahkan untuk membawa mahasiswa kepada pengenalan menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang menggambarkan karakter bangsa. secara nyata. Untuk penghayatan sampai kepada praktis, perlu adanya satu peristiwa nilai secara kognitif, nilaipengamalan secara afektif, danmahasiswa akhirnya kekepada pengamalan nilai Karena itu pembelajarannya diarahkan untuk membawa pengenalan batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri mahasiswa, yaitu munculnya secara nyata.kognitif, Untuk penghayatan sampai kepada praktis, perlu adanya satu peristiwa nilai secara nilaipengamalan secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai keinginan yang penting sangat yang kuat harus (tekad) untukdalam mengamalkan nilai. Langkah untuk batin yang amat terjadi diri mahasiswa, yaitu munculnya secara nyata. Untuk sampai kepada pengamalan praktis, adanya satuJadi peristiwa membimbing mahasiswa membulatkan tekad inimengamalkan disebut perlu langkah konatif. dalam keinginan yang sangat kuat (tekad)terjadi untukdalam nilai. Langkah untuk batin yang amat penting yang harus diri mahasiswa, yaitu munculnya pendidikan karakter, urut-urutan langkah yanginiharus terjadi ialah konatif. langkah Jadi pengenalan membimbing mahasiswa membulatkan disebut langkah dalam keinginan yang sangatlangkah kuat memahami (tekad) tekad untuk mengamalkan nilai.secara Langkah untuk nilai secara kognitif, dan menghayati nilai afektif, dan pendidikan karakter, urut-urutan langkah yang harus terjadi ialah langkah pengenalan membimbing mahasiswa membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Jadi dalam langkah pembentukkan tekad secara konatif. demikian, pembinaan karakter nilai secara kognitif,urut-urutan langkah memahami danDengan menghayati nilai langkah secara afektif, dan pendidikan karakter, langkah yang harus terjadi ialah pengenalan pada dasarnya adalah membimbing mahasiswa untuk secara sukarela mengikatkan diri langkah pembentukkan tekad secara konatif. Dengan demikian, pembinaan karakter nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan pada dasarnya nilai atau adalah “voluntary personal commitment to values”. pada membimbing mahasiswa untuk secara sukarela mengikatkan diri langkah pembentukkan tekad secara konatif. Dengan demikian, pembinaan karakter pada nilai atau “voluntary personal commitment to values”. 3. dasarnya Filosofiadalah Urgensi Pembinaanmahasiswa Karakter pada pada membimbing untuk Siswa secaraSMA sukarela mengikatkan diri Secara filosofis, pendidikan karakter yang diharapkan Kementerian Pendidikan pada atau “voluntary personal commitment to values”. 3. nilai Filosofi Urgensi Pembinaan Karakter pada Siswa SMA Nasional (2010: 9) adalah: filosofis, karakter yang diharapkan Kementerian Pendidikan 3. Secara Filosofi Urgensi pendidikan Pembinaan Karakter pada Siswa SMA a.(2010: Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia Nasional 9) adalah: Secara filosofis, pendidikan karakter yang diharapkan Kementerian Pendidikan dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; a. (2010: Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia Nasional 9) adalah: b. dan Mengembangkan kebiasaan dan perilakubudaya peserta didik yang terpuji dan warganegara yang memiliki nilai-nilai dan karakter bangsa; a. Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektifbudaya pesertabangsa didik sebagai manusia sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi yangterpuji religius; b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang dan dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budayajawab dan karakter bangsa; c. sejalan Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tradisi tanggung peserta didik sebagai dengan nilai-nilai universal dan budaya bangsa yang religius; b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan generasi penerus bangsa; c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan jawab peserta didik sebagai sejalan dengan nilai-nilai universal dan tanggung tradisi budaya bangsa yang religius; d. generasi Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, penerus bangsa; c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai kreatif, berwawasan kebangsaan; dan d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, generasi penerus bangsa; e. kreatif, Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar berwawasan kebangsaan; dan didik d. Mengembangkan kemampuan peserta menjadi manusia mandiri, yang aman, jujur,lingkungan penuh kreativitas dan persahabatan, sertayang dengan rasa e. Mengembangkan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar kreatif, berwawasan kebangsaan; dan kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). aman, jujur,lingkungan penuh kreativitas dansekolah persahabatan, serta dengan rasa e. yang Mengembangkan kehidupan sebagai lingkungan belajar kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). yang aman, jujur, yang penuhHarus kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa 4. Nilai-Nilai Karakter Ditanamkan pada Siswa SMA kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan Terdapat 18Karakter nilai-nilai karakter yang digariskan(dignity). pemerintah 4. Nilai-Nilai yang Harus Ditanamkan pada Siswa yang SMAharus dimiliki siswa yakni: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja (6) Terdapat 18Karakter nilai-nilaiyang karakter yang digariskan pemerintah yang haruskeras, dimiliki 4. Nilai-Nilai Harus Ditanamkan pada Siswa SMA Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Toleransi, Rasa ingin(4) tahu, (10) Semangat kebangsaan, siswa yakni: (1) 18 Religius, (2)karakter Jujur, (3) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Terdapat nilai-nilai yang digariskan pemerintah yang harus dimiliki (11) Cinta tanah air, (12) Menghargai prestasi, (13) Bersahabat/komunikatif, (14) Cinta Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa ingin tahu, (10) Semangat kebangsaan, siswa yakni: (1) Religius, (2) (16) Jujur, (3) Toleransi, (4)(17) Disiplin, Kerja keras, (6) damai, (15)tanah Gemar Peduli lingkungan, Peduli (5) sosial, dan danCinta (18) (11) Cinta air, membaca, (12) Menghargai prestasi, (13) Bersahabat/komunikatif, (14) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa ingin tahu, (10) Semangat kebangsaan, Tanggung (Kementerian(16) Pendidikan Nasional, 2010). damai, (15)jawab Gemar Peduli lingkungan, (17) Peduli sosial, dan(14) danCinta (18) (11) Cinta tanah air,membaca, (12) Menghargai prestasi, (13) Bersahabat/komunikatif, Tanggung (Kementerian Pendidikan 2010). damai, (15)jawab Gemar membaca, (16) Peduli Nasional, lingkungan, (17) Peduli sosial, dan dan (18) Tanggung jawab (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010). Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

193

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 191 – 195

5.

Analisis Teori Proposisi Proses Terjadinya Kejahatan dan Teori Imitasi Perilaku Negatif Thomas Lickona Perilaku tawuran dan perpeloncoan terjadi rutin setiap tahun. Dua SMA di Jakarta selama puluhan tahun terlibat tawuran. Jarak kedua sekolah tersebut tidaklah jauh (hanya 200 meter). Berbagai upaya dari pihak kepolisian sudah dilakukan namun tetap saja tawuran terus terjadi (http://jurnalsrigunting.wordpress.com, Oktober 2012). Dalam jurnal tersebut terdapat analisis dari Edwin H. Sutherland yang menjelaskan sembilan proposisi proses terjadinya kejahatan, yang terdiri atas: Pertama, Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari. Secara negatif berarti perilaku itu tidak diwariskan. Kedua, Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. Ketiga, Bagian terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan terjadi dalam kelompok personal yang intim. Keempat, Ketika perilaku kejahatan terjadi maka seseorang itu termasuk telah mempelajari teknik dan motif melakukan kejahatan. Kelima, Arah dan motif dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari peraturan hukum. Keenam, Seseorang menjadi delinkuen (berperilaku negatif/jahat sebagai pergolakan mental yang labil) karena ekses pola-pola pikir yang lebih melihat aturan hukum sebagai pemberi peluang melakukan kejahatan daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus dipatuhi dan ditaati. Ketujuh, Asosiasi diferensial bervariasi dalam frekuensi, durasi, prioritas serta intetitasnya. Kedelapan, Proses mempelajari perilaku jahat diperoleh melalui hubungan dengan pola-pola kejahatan dan mekanisme yang lazim terjadi. Kesembilan, Sementara perilaku jahat merupakan ekspresi dari kebutuhan nilai umum, namun tidak dijelaskan bahwa perilaku yang bukan jahat pun merupakan ekspresi. Kesembilan proposisi Sutherland tersebut memiliki persinggungan dengan teori imitasi perilaku Thomas Lickona. Lickona (2010) mengemukakan pandangan umum masyarakat dimana setiap orang telah menyimpangkan sistem yang berlaku maka menjadi orang bodoh apabila tidak mengikuti perilaku tersebut. “Pewarisan” tawuran antar pelajar yang terjadi secara rutin dapat mengakibatkan ekses negatif bagi siswa lain sebagai generasi selanjutnya. Sebutan tidak “tenggang rasa” teman dan demi membela “sekolahnya” mereka dengungkan ketika terlibat dalam suatu tawuran. Mereka telah menjadi bagian dari sistem kekerasan tersebut. Dalam upaya menangkal ini, tentu berbagai upaya penting dilaksanakan, termasuk pendekatan agama. Lickona (2010) mengemukakan semakin religius seseorang, semakin kurang ketertarikan mereka untuk terlibat dalam perilaku moral yang masih diragukan kebenarannya, dan semakin muda seseorang, semakin tinggi ketertarikan mereka untuk mengetahui dan mencoba perilaku moral yang sebenarnya masih diragukan kebenarannya. Secara psikologi agama, siswa SMA berada pada masa keragu-raguan (skeptis). Sekolah merupakan lembaga penting bagi siswa untuk meyakinkan siswa dalam penghayatan ruhaniahnya sehingga siswa tidak terlibat dalam perilaku-perilaku kekerasan. Di sinilah peran mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah wajib dioptimalkan. 6.

Pendidikan Karakter Siswa SMA dengan Optimalisasi Internalisasi Nilai Agama Islam Terdapat tiga bentuk kegiatan penting berkaitan dengan pendidikan karakter siswa SMA melalui optimalisasi internalisasi nilai agama Islam di sekolah. Ketiga bentuk itu adalah intra kurikuler, ekstra kurikuler, dan pembudayaan. Pertama, pada kegiatan intra kurikuler, guru pendidikan agama Islam (PAI) harus mengubah paradigma pembelajarannya dari pendekatan yang berpusat pada guru 194

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA SISWA ... — [Mokh. Iman Firmansyah]

(teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered). Kini pendekatan itu lebih dikenal dengan sebutan student centered learning (SCL). Dalam mempraktikkan pendekatan SCL ini harus didukung dengan strategi inquiry learning/discovery learning. Pada strategi ini masalah-masalah siswa dapat diteliti oleh diri siswa itu sendiri dari mulai akar penyebabnya sampai tahapan-tahapan pemecahannya. Hasil itu kemudian dikonfirmasikan kepada nilai-nilai Islami melalui dalil-dalil wahyu. Temuan ilmiah oleh siswa dan disempurnakan dengan nilai-nilai kewahyuan itu pada gilirannya dapat menimbulkan pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif. Kedua, dalam kegiatan ekstra kurikuler di sekolah yang berkaitan pengembangan bakat dan peminatan keagamaan siswa. Ketiga, dalam kegiatan pembudayaan, sekolah dapat mengeluarkan kebijakankebijakan yang dapat membiasakan siswa memiliki karakter yang baik dengan pendekatan keagamaan. Bentuk kegiatan tersebut dapat berupa tadarus Quran dalam memulai pembelajaran, dan lain sebagainya. D. KESIMPULAN Perilaku kekerasan dalam bentuk tawuran yang dilakukan para siswa SMA dilakukan secara turun temurun. Perilaku tersebut merupakan imitasi dari siswa-siswa sebelumnya. Pewarisan ini harus segera dihentikan dengan penegakan aturan yang jelas dan tegas. Di samping itu upaya preventif melalui optimalisasi pendidikan agama Islam di sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan intra kurikuler, ekstra kurikuler, dan pembudayaan sekolah. Sehingga demikian, aksi kekerasan dalam bentuk tawuran dapat diminimalisir. REFERENSI Kementerian Pendidikan Nasional (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, Jakarta: Pusat Kurikulum. Lickona, Thomas, (2010), Education for Character (Mendidik untuk Membentuk Karakter), Cetakan-2, Jakarta: Bumi Aksara. Maksudin, (2013), Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nazir, Mohammad, 1988, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pathurrohman, Pupuh, et.al., (2013), Pengembangan Pendidikan Karakter, Bandung: Refika Aditama. Samani, Muchlas dan Hariyanto, (2013), Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosdakarya. Tafsir, Ahmad, (2010), Makalah: Pendidikan Karakter Berbasis Agama, Workshop Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Agama, Yogyakarta 08-10 April 2010. http://jurnalsrigunting.wordpress.com, Pelajar Tawuran (Lagi), Oktober 2012, Diakses 26 September 2016. http://www.harnas.co/2015/09/22/di-balik-marak-kekerasan-di-sekolah, Diakses 26 September 2016.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

195

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK Mualimin Mualimin Universitas Lampung Universitas Lampung Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT Prosocial behavior is important to pay attention and make improvement since there are many cases Prosocial behavior is important to pay attention and make improvement since there are many cases occuring in the field of education show that prosocial behavior of students is low. Therefore, it occuring in the field of education show that prosocial behavior of students is low. Therefore, it must be made various efforts in shaping the prosocial behavior of students. The formulation of the must be made various efforts in shaping the prosocial behavior of students. The formulation of the problem in this research is how is the effort to establish the prosocial behavior of students?, so, the problem in this research is how is the effort to establish the prosocial behavior of students?, so, the purpose of the study is to find some efforts in the formation of prosocial behavior of students. This purpose of the study is to find some efforts in the formation of prosocial behavior of students. This research uses library research with qualitative approach and inductive data analysis. The results of research uses library research with qualitative approach and inductive data analysis. The results of the study is to establish the prosocial behavior of students, things to do are: (1) increasing the the study is to establish the prosocial behavior of students, things to do are: (1) increasing the intelligence quotient (IQ) students, (2) improving emotional intelligence (EQ) students, and (3) intelligence quotient (IQ) students, (2) improving emotional intelligence (EQ) students, and (3) improving spiritual intelligence (SQ) students. By increasing IQ, EQ and SQ students, the efforts to improving spiritual intelligence (SQ) students. By increasing IQ, EQ and SQ students, the efforts to establish the prosocial behavior of students will be more effective and efficient. establish the prosocial behavior of students will be more effective and efficient.

Keyword: Formation, Behavior, Prosocial, Students Keyword: Formation, Behavior, Prosocial, Students ABSTRAK ABSTRAK Perilaku prososial penting untuk mendapat perhatian dan pembenahan mengingat banyak kasus Perilaku prososial penting untuk mendapat perhatian dan pembenahan mengingat banyak kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan menunjukkan perilaku prososial peserta didik yang rendah. yang terjadi dalam dunia pendidikan menunjukkan perilaku prososial peserta didik yang rendah. Untuk itu perlu kiranya dilakukan berbagai upaya dalam membentuk perilaku prososial peserta Untuk itu perlu kiranya dilakukan berbagai upaya dalam membentuk perilaku prososial peserta didik. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya pembentukan perilaku didik. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya pembentukan perilaku prososial peserta didik?, sehingga tujuan penelitian adalah untuk menemukan beberapa upaya prososial peserta didik?, sehingga tujuan penelitian adalah untuk menemukan beberapa upaya dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian library research dengan pendekatan kualitatif dan analisis data induktif. Hasil penelitian adalah library research dengan pendekatan kualitatif dan analisis data induktif. Hasil penelitian adalah untuk membentuk perilaku prososial peserta didik hal-hal yang dilakukan adalah: (1) meningkatkan untuk membentuk perilaku prososial peserta didik hal-hal yang dilakukan adalah: (1) meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik, (2) meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) peserta kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik, (2) meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) peserta didik, dan (3) meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) peserta didik. Dengan meningkatkan IQ, didik, dan (3) meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) peserta didik. Dengan meningkatkan IQ, EQ, dan SQ peserta didik maka upaya pembentukan perilaku prososial peserta didik akan lebih EQ, dan SQ peserta didik maka upaya pembentukan perilaku prososial peserta didik akan lebih efektif dan efisien. efektif dan efisien.

Kata Kunci: Pembentukan, Perilaku, Prososial, Peserta Didik Kata Kunci: Pembentukan, Perilaku, Prososial, Peserta Didik A. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN Perilaku prososial masyarakat Indonesia berada dalam taraf kritis, bahkan sikap Perilaku prososial masyarakat Indonesia berada dalam taraf kritis, bahkan sikap kritis perilaku prososial tersebut sudah merambah ke dalam dunia pendidikan di Indonesia, kritis perilaku prososial tersebut sudah merambah ke dalam dunia pendidikan di Indonesia, sehingga negara harus melakukan rekonsepsi untuk memperbaiki keadaan tersebut. sehingga negara harus melakukan rekonsepsi untuk memperbaiki keadaan tersebut. Sebagaimana contoh salah satu kasus akhir-akhir ini banyak kejadian atau kecurangan Sebagaimana contoh salah satu kasus akhir-akhir ini banyak kejadian atau kecurangan yang terjadi di dunia pendidikan. Banyaknya perilaku yang tidak seharusnya dilakukan yang terjadi di dunia pendidikan. Banyaknya perilaku yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang pendidik, seperti memberi bocoran soal, memberikan jawaban pada saat ujian oleh seorang pendidik, seperti memberi bocoran soal, memberikan jawaban pada saat ujian akhir nasional berjalan, serta memberikan peluang kepada anak didiknya saling bertukar akhir nasional berjalan, serta memberikan peluang kepada anak didiknya saling bertukar jawaban ketika ujian, serta masih banyak lagi perilaku prososial yang seharusnya tidak jawaban ketika ujian, serta masih banyak lagi perilaku prososial yang seharusnya tidak dilakukan, akan tetapi hal ini banyak ditemui, demi membantu anak didiknya. Contoh dilakukan, akan tetapi hal ini banyak ditemui, demi membantu anak didiknya. Contoh kasus yang terjadi yaitu kecurangan Ujian Negara di Malang. Kasus kecurangan yang kasus yang terjadi yaitu kecurangan Ujian Negara di Malang. Kasus kecurangan yang Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

197

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 197 – 202

dilakukan oleh para guru agar membantu siswa dengan cara memberikan kunci jawaban dilakukan oleh para guru agar membantu siswa dengan cara memberikan kunci jawaban (NN, 2006). dilakukan oleh para guru agar membantu siswa dengan cara memberikan kunci jawaban (NN, 2006). Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam memperbaiki keadaan tersebut adalah (NN, 2006). satu usaha yang dapat sebagai dilakukan dalam memperbaiki keadaan tersebut dengan Salah menjadikan perilaku/sikap hasil proses pembelajaran peserta didik adalah dalam Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam memperbaiki keadaan tersebut adalah dengan menjadikanIndonesia. perilaku/sikap sebagaiitu hasil proses pembelajaran peserta didik dalam sistem pendidikan Oleh karena dalam Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 denganpendidikan menjadikanIndonesia. perilaku/sikap sebagaiitu hasil proses pembelajaran peserta didik dalam sistem Oleh karena dalam Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013 tentang kerangka Indonesia. dasar danOleh struktur kurikulum SMA/MA rumusan kompetensi inti sistem pendidikan karenakurikulum itu dalam SMA/MA Permendikbud Nomorkompetensi 68 Tahun 2013 tentang kerangka dasaryang dan indikator struktur rumusan inti memasuki sikap sosial salah satunya perilaku prososial menjadi tujuan tentang kerangka dasaryang dan indikator struktur salah kurikulum SMA/MA inti memasuki sikap pendidikan sosial perilaku rumusan prososial kompetensi menjadi tujuan dalam kurikulum diindikator Indonesia.salah satunya memasuki sikap sosial yang satunya perilaku prososial menjadi tujuan dalam kurikulum pendidikandikutip di Indonesia. Myers sebagaimana oleh Sarwono (2002: 328) menyatakan bahwa perilaku dalam kurikulum pendidikandikutip di Indonesia. Myers sebagaimana oleh Sarwono menyatakan bahwa perilaku prososial adalah hasrat untuk menolong orang lain(2002: tanpa 328) memikirkan kepentingan sendiri. Myers sebagaimana dikutip oleh Sarwono (2002: 328) menyatakan bahwa perilaku prososial adalahyang hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri. Bagi seseorang mempunyai perilaku prososial yang tinggi memberikan suatu bantuan prososial adalahyang hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan bantuan sendiri. Bagi seseorang mempunyai prososial yangdikala tinggi memberikan dengan tidak melihat situasi dan perilaku kondisi apapun, baik orang tersebutsuatu mampu atau Bagi seseorang yang mempunyai perilaku prososial yang tinggi memberikan suatu bantuan dengan tidak melihat situasi dan kondisi apapun, baik dikala orang tersebut mampu atau tidak mampu, ketika banyak orang ataupun dia sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan dengan tidak melihat situasi dan kondisi apapun, baik dikala orang tersebut mampu atau tidak mampu, ketika banyak dia sendiri. Sebagaimana Comte dalam Prasetyo (2015)orang bahwaataupun setiap orang yang hidup di mukayang bumidikemukakan ini memiliki tidak mampu, ketika banyak orang ataupun dia sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan Comte dalam Prasetyo (2015) bahwa setiap orang yang hidup di muka bumi ini memiliki sebuah tanggung jawab(2015) moral bahwa untuk melayani umatyang manusia sepenuhnya, sehingga setiap Comte dalam Prasetyo setiap orang hidup di muka bumi ini memiliki sebuah tanggung jawabsikap moraldan untuk melayani umat manusia sepenuhnya, sehingga setiap orang harus memiliki perilaku yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, sebuahharus tanggung jawabsikap moraldan untuk melayani manusia sepenuhnya, sehingga setiap orang memiliki perilaku yangumat tidak hanya mementingkan diriprososial sendiri, tetapi lebih mengutamakan kepentingan oranglain. Oleh karena itu, perilaku orang harus memiliki sikap dan perilaku yang tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi lebih hal mengutamakan kepentingan karena itu, perilaku merupakan yang harus dilakukan dan oranglain. perlu untukOleh ditanamkan kepada setiap prososial manusia tetapi lebih hal mengutamakan kepentingan oranglain. Oleh karena kepada itu, perilaku prososial merupakan yang harus dilakukan dan perlu untuk ditanamkan setiap manusia (peserta didik), karena padadilakukan dasarnyadan manusia adalahditanamkan makhluk sosial yang tidak dapat merupakan hal yang harus perlu untuk kepada setiap manusia (peserta didik), karena pada dasarnyaprososial manusia adalah makhlukkehidupan sosial yang tidak dapat hidup sendirian. Selain itu perilaku akan membuat manusia aman (pesertasendirian. didik), karena pada dasarnyaprososial manusiaakan adalah makhlukkehidupan sosial yang tidak aman dapat hidup Selain itu perilaku membuat manusia tentram dan damai. hidup sendirian. Selain itu perilaku prososial akan membuat kehidupan manusia aman tentram dan damai. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pembentukan perilaku tentramRumusan dan damai. masalah penelitian adalah bagaimana pembentukan prososial peserta masalah didik?, dalam sehingga tujuan ini utama dalam penelitian ini adalahperilaku untuk Rumusan dalam penelitian ini adalah bagaimana pembentukan prososial peserta didik?, sehingga tujuan utama dalam penelitian ini adalahperilaku untuk menemukan beberapa upaya dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik. prososial peserta didik?, tujuan utama dalam penelitian inididik. adalah untuk menemukan beberapa upayasehingga dalam pembentukan perilaku prososial peserta menemukan beberapa upaya dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik. B. METODE PENELITIAN B. Penelitian METODE ini PENELITIAN menggunakan metode studi pustaka atau kajian pustaka. Kajian B. Penelitian METODEini PENELITIAN menggunakan studioleh pustaka atau untuk kajianmemperoleh pustaka. Kajian pustakaPenelitian adalah segala upaya yangmetode dilakukan peneliti dan ini menggunakan metode studi pustaka atau kajian pustaka. Kajian pustaka adalahsegala segalainformasi upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh dan menghimpun tertulis yang relevan dengan masalah yang diteliti. pustaka adalahsegala segalainformasi upaya yang dilakukan oleh peneliti memperoleh dan menghimpun tertulis yangbeberapa relevan dengan untuk masalah Penelitian jenis ini salah satunya memuat gagasan atau teoriyang yang diteliti. saling menghimpun segala informasi tertulis yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penelitian jenis kukuh ini salah beberapa atau teori yang saling berkaitan secara serta satunya didukungmemuat oleh data-data darigagasan sumber pustaka. Penelitiansecara jenis kukuh ini salah satunya memuat beberapa gagasan atau teori yang saling berkaitan serta didukung oleh data-data dari sumber pustaka. Sumber pustaka sebagai bahan kajian dapat berupa jurnal penelitian ilmiah, berkaitan secara kukuh serta didukung oleh data-data dari sumber pustaka. Sumber pustaka sebagai bahanpenelitian kajian dapat berupabuku jurnalteks penelitian disertasi, tesis, skripsi, laporan ilmiah, yang ilmiah, dapat Sumber pustaka sebagai bahanpenelitian kajian dapat berupabuku jurnalteks penelitian ilmiah, disertasi, tesis, skripsi, laporan ilmiah, yang dapat dipertanggungjawabkan asal usulnya, makalah, laporan/kesimpulan seminar, disertasi, tesis, skripsi, asallaporan penelitian ilmiah,laporan/kesimpulan buku teks yangseminar, dapat dipertanggungjawabkan usulnya, makalah, catatan/rekaman diskusi ilmiah, tulisan-tulisan resmi terbitan pemerintah dan lembagadipertanggungjawabkan asal tulisan-tulisan usulnya, makalah, laporan/kesimpulan seminar, catatan/rekaman diskusi ilmiah, resmi terbitan pemerintah lain. dan lembagalembaga lain, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan dan sumber-sumber Beberapa catatan/rekaman diskusi ilmiah, tulisan-tulisan resmi terbitan pemerintah dan lembagalembaga lain, peraturan-peraturan, lain. Beberapa data-data pustaka tersebut dibahasketetapan-ketetapan secara mendalam dan dansumber-sumber teliti, dalam rangka sebagai lembaga lain, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan dan sumber-sumber lain. Beberapa data-data pustaka tersebut gagasan dibahas atau secara mendalam dandianalisis teliti, dalam rangka sebagai pendukung atau penentang teori awal yang secara induktif untuk data-data pustaka tersebut gagasan dibahas atau secara mendalam dandianalisis teliti, dalam rangka sebagai pendukung atau penentang teori awal yang secara induktif untuk menghasilkan kesimpulan penelitian. pendukung atau penentangpenelitian. gagasan atau teori awal yang dianalisis secara induktif untuk menghasilkan kesimpulan menghasilkan kesimpulan penelitian. C. LITERATUR REVIEW C. LITERATUR Menurut Sears REVIEW (dalam Desmita, 2014: 235) pengertian perilaku prososial secara C. Menurut LITERATUR REVIEW Sears (dalam Desmita, 2014: 235) pengertian perilaku untuk prososial secara luas meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan menolong Menurut Searsbentuk (dalam Desmita, 2014: 235) pengertian perilaku untuk prososial secara luas meliputi segala tindakan yang dilakukan atau direncanakan menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Lebih lanjut Rushton (dalam luas meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain,2014: tanpa memperdulikan si penolong. Lebih lanjut Rushton (dalam Desmita, 237) menyatakanmotif-motif bahwa tingkah laku prososial merupakan tindakan orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Lebih lanjut Rushton (dalam Desmita, 2014: 237) menyatakan bahwa tingkah laku prososial merupakan tindakan menolong yang tidak mementingkan diri sendiri atau pamrih dan merupakan tindakan menolong Desmita, 2014: 237) menyatakan bahwa tingkah laku prososial tindakan menolong yang mementingkan diripengertian sendiri atau pamrihdipahami dan tindakan termotivasi oleh tidak tindakan sendiri. Dari tersebut bahwamenolong perilaku menolong yang tidak mementingkan diripengertian sendiri atau pamrihdipahami dan tindakan menolong termotivasi oleh tindakan sendiri. Dari tersebut bahwa perilaku prososial merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan tanpa paksaan tetapi termotivasi oleh tindakan sendiri. Dari pengertian tersebutdengan dipahami perilaku prososial merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang tanpabahwa paksaan tetapi prososial merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan tanpa paksaan tetapi 198

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK — [Mualimin]

timbul dari dalam hatinya untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan sebuah imbalan dari orang yang ditolongnya. Sementara itu Brigham (dalam Desmita, 2014: 237) mengemukakan wujud dari perilaku prososial meliputi: murah hati (charity), persahabatan (frendship), kerja sama (cooperation), menolong (helping), penyelamatan (rescuing), pertolongan terdekat oleh orang terdekat (bystander intervention), pengorbanan (sacrificing), dan memberi (sharing). Lebih lanjut Bringham (1991: 277) menyatakan jenis-jenisperilaku prososial dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yakni: (1) persahabatan (2) kerjasama (3) menolong (4) bertindak jujur (5) berderma. Dari teori di atas dapat disimpulkan jenis-jenis perilaku prososial meliputi: perilaku menolong, bekerjasama, berbagi rasa, peduli terhadap orang lain, dan jujur. Timbulnya perilaku prososial dalam diri peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu (1) tindakan menolong dikarenakan tunduk pada otoritas eksternal, (2) tindakan menolong dikarenakan timbul dari inisiatif diri sendiri (Dasmita, 2014: 243). Dengan demikian perilaku prososial peserta didik dapat berkembang dengan melalui afektif, kognitif, hubungan dengan orang tua, moral dan permainan yang di alami oleh peserta didik semenjak dari usia kanak-kanak hingga remaja. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembentukan perilaku prososial peserta didik dimulai dengan meningkatkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual peserta didik. 1. Meningkatkan Kecerdasan Intelektual Peserta Didik Menurut Howard Gardner, kecerdasan intelektual adalah kemampuan untuk memecahkan dan menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan AlfredBinet dan Theodore Simon membagi kecerdasan intelektual menjadi tiga komponen: (1) Kemampuan seseorang untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, (2) Kemampuan seseorang untuk mengubah arah tindakan jika tindakan sudah dilakukan, (3) kemampuan untuk mengkritik dirinya sendiri (Effendi, 2005: 81). Kecerdasan intelektual dapat disimpulkan sebagai kemampuan berpikir seseoarang secara abstrak dalam memecahkan masalah dengan menggunakan simbol-simbol verbal, kemampuan untuk berani mengkritik dirinya sendiri agar dapat mengubahnya kearah tindakan lebih baik dengan cara menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari. Hasil penelitian para ahli yang membahas tentang kecerdasan intelektual yang mengukur keberhasilan seseorang di masyarakat. Seseorang dapat dikatakan cerdas intelektualnya apabila dia mampu bersosialisasi dengan baik dengan lingkungan masyarakatnya. Sebagaimana yang dinyatakan Daniel żoleman (2007: 121) “seorang yang dapat berperilaku sosial dengan baik, ketika ia memiliki pengetahuan tentang sosial, kemampuan mendengarkan dan empati secara bersama-sama dapat meningkatkan perilaku menolong”. 2. Meningkatkan Kecerdasan Emosional Peserta Didik Bar-On (dalam Goleman, 2000: 180) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai rangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Sedangkan Goleman (2007: 121) memandang kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi; menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dipahami bahwa kecerdasan emosional meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

199

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 197 – 202

emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Jadi orang yang cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan tetapi juga mampu memahami apa makna dari rasa tersebut. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat,serta mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan oleh orang lain dapat dirasakannya juga. 3. Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik Kecerdasan spritual merupakan kemampuan seseorang yang memiliki suatu kecakapan transenden, dan mempunyai kesadaran yang tinggi untuk menjalani kehidupan dengan menggunakan sumber-sumber spritual untuk memecahkan masalah hidup dengan menggunakan akhlak, serta mampu berhubungan baik dengan penciptanya, manusia, alam, dan dirinya sendiri. Toto Asmara (dalam Yusuf dan Nurihsan, 2010: 246) mendefinisikan kecerdasan spiritual (atau yang disebutnya kecerdasan ruhani) yaitu kecerdasan yang berpusat pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah SWT dan seluruh ciptaan-Nya. Selanjutnya menurut Ary Ginanjar Agustian (2004: 57), kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanief), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dipahami bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memaknai setiap prilaku dan kegiatan sebagai ibadah dan kemampuan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks dan makna yang lebih luas serta berprinsip hanya karena Allah SWT. Seseorangyang memiliki kecerdasan spiritual adalah orang yang dalam hidupnya bersikap jujur, penuh energi, memiliki motivasi yang tinggi, spontan, tidak penuh curiga, terbuka menerima hal-hal baru, senang belajar, mudah memaafkan, tidak mendendam, berani mencoba hal-hal baru serta tidak mudah putus asa jika mengalami atau menghadapi kegagalan dalam kehidupan berkeluarga dan berorganisasi. Membentuk perilaku prososial peserta didik maka hal pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kecerdasan intelektual peserta didik. Dengan meningkatnya kecerdasan intelektual peserta didik, akan memiliki pemahaman tentang cara dan bagaimana serta pentingnya bersosialisasi dengan baik bagi dirinya dan orang lain. Pengetahuan yang ia miliki akan menjadi pendorong bagi dirinya untuk berperilaku prososial dengan baik. Upaya kedua yang dapay dilakukan dalam membentuk perilaku prososial peserta didik adalah meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik. Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu menampilkan perilaku prososial yang baik pula. Karena salah satu indikator seseorang yang memiliki kecerdasan emosional adalah memiliki rasa empati dan simpati yang tinggi akan penderitaan orang lain yang kemudian akan diwujudkan dalam perilaku prososial. Sebagaimana yang dikemukakan Arnold (dalam Goleman 2003: 47) bahwa banyak bukti yang memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan atau dalam menangkap aturan-aturan tak tertulis yang menentukan dalam politik organisasi. Pembentukan perilaku prososial selanjutnya dilakukan dengan meningkatkan kecerdasan spiritual peserta didik. Peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual akan terdorong melakukan perbuatan menolong orang lain dengan mengharap Ridho Allah SWT selain dikarenakan perilaku prososial diperintahkan dalam ajaran agama. Sebagaimana yang dikemukakan Jacobi (2004: 34) bahwa seseorang yang memiliki spiritualitas tinggi 200

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK — [Mualimin]

akan mempunyai keterampilan sosial yang lebih baik yang berkontribusi pada perilaku prososial. Selain itu spiritualitassosial dapat yang berfungsi faktorberkontribusi pelindung seseorang untuk akan mempunyai keterampilan lebihsebagai baik yang pada perilaku melakukan perilaku antisosial dan membuat individu condong ke perilaku prososial. prososial. Selain itu spiritualitas dapat berfungsi sebagai faktor pelindung seseorang untuk Temuan tersebut membuktikan hanya bisa melakukan perilaku antisosial dan membuatbahwa individuperilaku condongprososial ke perilakutidak prososial. dilakukan oleh seseorang yang mempunyai spIritual yang tinggi, emosional yang tinggi Temuan tersebut membuktikan bahwa perilaku prososial tidak hanya bisa ataupun intelektual yang tinggi, akan tetapi perilaku dipengaruhi oleh ketiga hal dilakukan oleh seseorang yang mempunyai spIritual prososial yang tinggi, emosional yang tinggi tersebut. Dengan ketiga hal tersebut maka dipandang perlu untuk menjaga dan ataupun intelektual yang tinggi, akan tetapi perilaku prososial dipengaruhi oleh ketiga hal membimbing keseimbangan antara kecerdasan emosional. Apabila tersebut. Dengan ketiga hal tersebut makaintelektual, dipandangspritual perlu dan untuk menjaga dan ketiga hal itu berjalan dengan seimbang maka dapat diramalkan perilaku prososial peserta membimbing keseimbangan antara kecerdasan intelektual, spritual dan emosional. Apabila didikakan baik. ketiga hal itu berjalan dengan seimbang maka dapat diramalkan perilaku prososial peserta Hasil penelitian tersebut relevan dengan hasil penelitian Wati (2010) yang hasilnya didikakan baik. ada hubungan yang segnifikan antara dengan Intellegence Quotient Wati (IQ),(2010) Emotional Quotient Hasil penelitian tersebut relevan hasil penelitian yang hasilnya (EQ), dan SpritualQuotient (SQ) dengan kenakalanQuotient remaja. Juga penelitian M. ada hubungan yang segnifikan antara Intellegence (IQ), dalam Emotional Quotient As’ad Djalali (2012) dengan hasilnya ada hubungan positif antara kecerdasan emosional, (EQ), dan SpritualQuotient (SQ) dengan kenakalan remaja. Juga dalam penelitian M. kecerdasan spritual prososial. As’ad Djalali (2012)dangan denganperilaku hasilnya ada hubungan positif antara kecerdasan emosional, Berdasarkan temuan penelitian, teori dan penelitian relevan tersebut disimpulkan kecerdasan spritual dangan perilaku prososial. bahwa Berdasarkan untuk membentuk prososial didik, maka perhatian terutama temuanperilaku penelitian, teori peserta dan penelitian relevan tersebutguru disimpulkan guru pendidikan agama Islam hendaknya memperhatikan kecerdasan intelektual, bahwa untuk membentuk perilaku prososial peserta didik, maka perhatian guru terutama kecerdasan emosional, dan Islam kecerdasan spiritualmemperhatikan peserta didik. Ketiga kecerdasan peserta guru pendidikan agama hendaknya kecerdasan intelektual, didik tersebut harus ditingkatkan terlebih dahulu agar upaya pembentukan perilaku kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual peserta didik. Ketiga kecerdasan peserta prososial peserta didik dapat dilaksanakan denganagar hasilupaya yangpembentukan optimal sesuai yang didik tersebut harus ditingkatkan terlebih dahulu perilaku diinginkan.peserta didik dapat dilaksanakan dengan hasil yang optimal sesuai yang prososial diinginkan. E. KESIMPULAN Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka kesimpulan yang E. KESIMPULAN diperoleh adalah untuk membentuk perilaku prososial pesertaini, didik hal-hal yang dilakukan Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian maka kesimpulan yang adalah: (1) meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik, (2) meningkatkan diperoleh adalah untuk membentuk perilaku prososial peserta didik hal-hal yang dilakukan kecerdasan (EQ)kecerdasan peserta didik, dan (3) meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) adalah: (1) emosional meningkatkan intelektual (IQ) peserta didik, (2) meningkatkan peserta didik. Dengan meningkatkan IQ, EQ, dan SQ peserta didik maka upaya kecerdasan emosional (EQ) peserta didik, dan (3) meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) pembentukan perilaku prososial peserta didik akan lebih efektif dan efisien. peserta didik. Dengan meningkatkan IQ, EQ, dan SQ peserta didik maka upaya pembentukan perilaku prososial peserta didik akan lebih efektif dan efisien. REFERENSI Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Kritik MI, EI, SQ, AQ, & Successful REFERENSI Intelegence Atas IQ, (Bandung:Abad Alfabeta, Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan 21, 2005) Kritik MI, EI, SQ, AQ, & Successful Ary Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual Question. Intelegence Atas IQ, (Bandung: Alfabeta, 2005)(Jakarta: Arga, 2004) Bringham, C., SocialEmotional Psychology, (New Question. York: Edisi II, Harper Ary GinanjarJ. Agustian, Spiritual (Jakarta: Arga,Colling 2004) Publisher Inc, 1991) Bringham, J. C., Social Psychology, (New York: Edisi II, Harper Colling Publisher Inc, Daniel 1991) Goleman, Social Intelligence, Alih Bahasa Hariono, (Jakarta: 2007) Daniel Goleman, Goleman, Social Kecerdasan Manusia, (Jakarta: 2000) 2007) Daniel Intelligence, Alih BahasaGramedia, Hariono, (Jakarta: _________, Kecerdasan Emosional. (Jakarta: Gramedia Pustaka Daniel Goleman, Kecerdasan Manusia, (Jakarta: Gramedia, 2000)Utama, 2003) Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT.Utama, Remaja2003) Rosdakarya, Cet. _________, Kecerdasan Emosional. (Jakarta: Gramedia Pustaka 2014)Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Desmita,Ke-5, Psikologi Jacobi,Ke-5, L. J.2014) Psychological ProtectiveFactors and Social Skills : An Examination of and Prosocial Behavior, (National Communication Association: 2004)of Jacobi, Spirituality L. J. Psychological ProtectiveFactors and Social Skills : An Examination M. As’ad Djalali, Persona, Jurnal Psikologi Indonesia September 2012, Vol. 1, No. 2 Spirituality and Prosocial Behavior, (National Communication Association: 2004) Prasetyo, A.B. Persona, E. http://alislamiyah.uii.ac.id/2013/02/28/aku-memberi-maka-aku-adaM. As’ad Djalali, Jurnal Psikologi Indonesia September 2012, Vol. 1, No. 2 mengapa-seseorang-memiliki-sifat-dan-perilaku-menolong/, diunduh pada hari Prasetyo, A.B. E. http://alislamiyah.uii.ac.id/2013/02/28/aku-memberi-maka-aku-adasenin tanggal 3 November 2015 mengapa-seseorang-memiliki-sifat-dan-perilaku-menolong/, diunduh pada hari senin tanggal 3 November 2015 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

201

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 197 – 202

Rofi’ah Indah Wati, Hubungan Antara Kecerdasan Intelegensi, Kecer-dasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual dengan Kenakalan Remaja. (Tesis,Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2010) Sarwono, S. W., Psikologi Sosial, Individu Dan Teori-Teori Psikologi Sosial. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)

202

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATION AND THE ISLAMIC ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATIONON AND THE ISLAMIC EDUCATIONAL INSTITUTION IN THE SPOTLIGHT THE MIDST EDUCATIONAL INSTITUTION THE SPOTLIGHT ON THE MIDST GLOBAL IN CHALLENGES GLOBAL (ProblemCHALLENGES and Solution) (Problem and Solution) Muhammad Turhan Yani Muhammad Turhan Yani State University of Surabaya University of Surabaya Email:State [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT

The term Islamic Education is usually understood as an academic subject or course in Public Higher Education in Perguruan Umum), as well as an institution The term Islamic (Pendidikan Education isAgama usuallyIslam understood as an Tinggi academic subject or course in Public such as Madrasah, Boarding School, and Islamic Religious College (Perguruan Tinggi Higher Education (Pendidikan Agama Islam in Perguruan Tinggi Umum), as well as anKeagamaan institution Islam). education, both in theand sense of anReligious academicCollege subject(Perguruan or course and as anKeagamaan institution such as Islamic Madrasah, Boarding School, Islamic Tinggi has a problem needs both to beinresolved in oforder for the Islamic in the has an Islam). Islamic that education, the sense an academic subject education or course and as future an institution appeal and even will give maximum contribution to the students or the college students and has a problem that needs to be resolved in order for the Islamic education in the future has the an community at large. of globalization today are also must be faced by and Islamic appeal and even will The give challenges maximum contribution to the students or the college students the education with its all The potencies. Therefore in this paper it will elaborated of community at large. challenges of globalization today are be also must be some facedproblems by Islamic Islamic education both as a subject in Public Higher Education (Pendidikan Agama Islam in education with its all potencies. Therefore in this paper it will be elaborated some problems of Perguruan Tinggi Umum) as an institution the midst of today's(Pendidikan global challenges, try to Islamic education both asand a subject in PublicinHigher Education Agama and Islam in find the solution. Perguruan Tinggi Umum) and as an institution in the midst of today's global challenges, and try to find the solution.

Keyword: Islamic education, global challenges, problem, solution. Keyword: Islamic education, global challenges, problem, solution. ABSTRAK ABSTRAK Istilah pendidikan Islam biasanya dipahami sebagai mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di Perguruan Tinggi Umum (PTU), dan juga sebagai seperti madrasah, pesantren, Istilah pendidikan Islam biasanya dipahami sebagaisuatu matainstitusi pelajaran di sekolah atau mata kuliahdan di Perguruan Tinggi Tinggi Umum Keagamaan (PTKI). Pendidikan Islam,seperti baik dalam arti pesantren, sebagai mata Perguruan (PTU),Islam dan juga sebagai suatu institusi madrasah, dan pelajaran atau mataKeagamaan kuliah maupun sebagai suatu institusi memiliki problem yang dicarikan Perguruan Tinggi Islam (PTKI). Pendidikan Islam, baik dalam artiperlu sebagai mata solusinya atau agar mata ke depan pendidikan Islam memiliki daya tarik dan bahkan memberikan pelajaran kuliah maupun sebagai suatu institusi memiliki problem yang perlukontribusi dicarikan maksimal agar kepada anak pendidikan didik atauIslam mahasiswa pada memberikan umumnya. Tantangan solusinya ke depan memilikidan dayamasyarakat tarik dan bahkan kontribusi globalisasi saat ini juga menjadikan pendidikan Islam perlu merespon dengan kesiapan potensi maksimal kepada anak didik atau mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Tantangan yang dimiliki. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai problematika globalisasi saat ini juga menjadikan pendidikan Islam perlu merespon dengan kesiapan potensi pendidikan Islam mata kuliah di ini Perguruan Tinggi lebih Umum (PAI di PTU) dan juga yang dimiliki. Olehsebagai karena itu dalam tulisan akan diuraikan lanjut mengenai problematika pendidikan Islam Islam sebagai sebagai mata institusi di tengah tantangan globalisasi dicarikan pendidikan kuliah di Perguruan Tinggi Umum saat (PAIini, di untuk PTU) dan juga solusinya. Islam sebagai institusi di tengah tantangan globalisasi saat ini, untuk dicarikan pendidikan solusinya.

Kata kunci: Pendidikan Islam, tantangan global, problematika, solusi Kata kunci: Pendidikan Islam, tantangan global, problematika, solusi A. INTRODUCTION A. INTRODUCTION Islamic education, both in the sense of a academic subject or courses and as an institution has aeducation, problem that needs to be resolved in order forsubject the Islamic education Islamic both in the sense of a academic or courses and in as the an future has appeal and even giving maximum contribution to the students or the college institution has a problem that needs to be resolved in order for the Islamic education in the students the community at large. The challenges of globalization todayorare make future hasand appeal and even giving maximum contribution to the students thetocollege Islamic education needs to respond to the readiness of its potential. Therefore in this paper students and the community at large. The challenges of globalization today are to make will elaborate on the problems of Islamic in Public Higher Islamic education needs to respond to theeducation readiness as of aitssubject potential. Therefore in Education this paper will elaborate on the problems of Islamic education as a subject in Public Higher Education Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

203

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 203 – 208

(PAI in PTU) and Islamic education as an institution in the midst of today's global challenges, to find a solution. B. THE PROBLEMATIC OF ISLAMIC EDUCATION AS ACADEMIC SUBJECT IN PTU AND SOLUTIONS There are some problems that can be associated with PAI in PTU in this paper. First, the weight of Islamic Religious Education (PAI) credits in most of the Public Higher Education (PTU) still in weighs of 2 credits that have not been able to optimize the PAI target/destination in college. It is in the practice of the class is a problem of its own if it is associated with PAI in PTU destination that focuses on the development aspect of the intellectual, moral, and spiritual. On the basis of this reality then the solution is need for development outside the classroom in the form of support activities to achieve the PAI target/destination in PTU in case the addition of credits difficult to realize. Second, PAI learning in PTU some are still in a class of large/ excessive number of college students in class that are not effective. Though the ratio of the ideal class for Bachelor’s Degree generally ranges between 40-45 students per class, but in fact most of the course there is the number of students in one class to 60 students. On the basis of this reality, the solution necessary for effective classroom management and adequate so that classes can take place effectively. Third, PAI methods/learning strategies in PTU some are still monotonous, so less to make students to participate actively and even saturated. Though, the lecturers are demanded to be able to evoke the spirit of the students in learning. On the basis of this reality, the solution methods CBMA needs to be implemented and developed (How Active Student Learning) in the form of class model variants that could motivate students. Fourth, the PAI material in PTU partially attributed to problems contextually. It is ultimately less meaningful learning because religions material is basically has to learn in direct contact with daily life, whether in the context of intellectual development as well as real life experience. On the basis of this reality, the solution needs to be developed Multi perspective study as IDI concept (Islam for Discipline) so that the class has been more helpful. Fifth, some students still consider PAI subjects only as supplement/complement subjects. Among the indicator is some students do not make the PAI book as a must-have handbook. On the basis of this reality then the solution is necessary to strengthen the position of PAI subjects through the assignment of students outside the campus in a variant form of activities that the student has the responsibility to implement. Sixth, student assessment is not only tied to aspects of learning in the classroom, but PAI lecturers need to investigate the track record of student-related to PAI purposes. For very likely have a portfolio that boasts a student, whether related to the skills and experience of life that reflects aspects of religiosity. Therefore, this is where the necessary assessment that can record tracks/student activities in a comprehensive manner. This can be done by recording daily/weekly regarding student activities undertaken by the students themselves honestly, peer assessment, and reporting student portfolios. C. PROBLEMS OF THE ISLAMIC EDUCATIONAL INSTITUTION AND SOLUTIONS Independence of a nation can not be separated from society independence (SDM), and the independence of a society can not be separated from the independence of the individual members of the public. While the independence of the community members also can not be separated from the process and experience of educational path. In this context, 204

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATION AND THE ISLAMIC ... — [Muhammad Turhan Yani]

Islamic education becomes one of the educational experiences that are passed by the majority of Indonesian Muslims. Islamic education becomes one of the educational experiences that are passed by the In the context of today's majority of Indonesian Muslims. global challenges, the ideal Islamic education is able to build self-reliance. What is meant here challenges, is the attitude self-reliance in tough,isdoes In the context of today's global the of ideal Islamic education ablenot to always depends on other parties, able to live a life challenge, have entrepreneurial spirit, build self-reliance. What is meant here is the attitude of self-reliance in tough, does not and courage to on compete. The question is whether the Islamic duringspirit, this always depends other parties, able to live a life challenge, have education entrepreneurial emphasis on aspects such? If Islamic education is already doing so, this profile of Islamic and courage to compete. The question is whether the Islamic education during this education canaspects give hope for IftheIslamic future education in responseistoalready the challenges globalization. emphasis on such? doing so,ofthis profile of Islamic Today people expect to future Islamic educationtointhe order to make in terms of education can give hope for the in response challenges of changes globalization. processToday and the future orientation. In terms of orientation, there are not many Islamic people expect to Islamic education in order to make changes in terms of educational that give In young students to live a there better are quality theirIslamic future process andinstitutions the future yet orientation. terms of orientation, not of many through education path yet nowthat (ingive Madrasah boarding schools). life can be educational institutions young and students to live a betterQuality quality of of their future passed a person has onenow major life, and namely independence. throughifeducation path (in capital Madrasah boarding schools). Quality of life can be Islamic education normatively already directed that Muslims can develop their passed if a person has one major capital life, namely independence. potential. But this ideal expectation has already not beendirected able to bethat realized by Islamic educational Islamic education normatively Muslims can develop their institutions, practitioners, and also the government. Institutionally the non formal some potential. But this ideal expectation has not been able to be realized by Islamic educational boarding schools are already for independence kids his students, institutions, practitioners, anddoing also the thedebriefing government. Institutionallyofthe nonor formal some among examples of boarding schools mentioned here are Sidogiri boarding in Pasuruan, boarding schools are already doing the debriefing for independence of kids or his students, East Java, this boarding involves a lot ofmentioned his students to engage in concrete in the among examples of boarding schools here are Sidogiri boarding in economic Pasuruan, field, suchthis as boarding operatinginvolves the cooperative and economic empowerment of the East Java, a lot of hisoptimally students to engage in concrete in the economic people. field, such as operating the cooperative optimally and economic empowerment of the people.What formal Islamic education institutions such as Madrasah and other Islamic schoolsWhat are? formal According to the observations of thesuch author of the majority of Islamic Islamic education institutions as Madrasah and other Islamic education are According still a lot of that are more to of touch religious schools are? to activities the observations of thelikely author the the majority of aspects Islamic alone, while other aspects associated with the life skills they have not worked optimally. education are still a lot of activities that are more likely to touch the religious aspects Aheadother of Islamic survive that have can give people optimally. hope for the alone, while aspects education associatedthat withwill the life skillsisthey not worked future, while still struggling in the religious aspect alone without a balanced development Ahead of Islamic education that will survive is that can give people hope for the of life skills abandoned is that? peopledevelopment now expect future, whilewill stillbestruggling in by thesociety. religiousWhy aspect aloneBecause withoutmany a balanced of Islamic is able by to society. provideWhy spiritual simultaneously of life skills education will be abandoned is that?enlightenment Because manyand people now expect performing the functions of empowerment in improving the quality of life, such as not to of Islamic education is able to provide spiritual enlightenment and simultaneously depend on others, have independent spirit, resilient, and others. If such are not done performing the functions of empowerment in improving the quality of things life, such as not to by the institution of Islam is by itself the community will leave. depend on others, have independent spirit, resilient, and others. If such things are not done Is an ironic, decades in boarding by the institution of when Islamsomeone is by itself the community willschools leave. or MI, MTS, MA and PTA graduates turned out afterwards that he can not be independent, soul, MA not working, Is an ironic, when someone decades in boarding schools orfragile MI, MTS, and PTA not able toturned live aout better life andthat others. When becomes our treats, then in graduates afterwards he can not circumstances be independent, fragile soul, not working, fact Islam ever educate education they have a moral responsibility to provide a solution. not able to live a better life and others. When circumstances becomes our treats, then in Indeed, notever all boarding schools/PTA as it is, but life skillstorelated future fact Islam educate education theygraduates have a moral responsibility providetoathe solution. of their lives to be developed. Certainly notasaniteconomic to be indicators of Indeed, not allneed boarding schools/PTA graduates is, but lifeproblem skills related to the future aofperson's independence, but the issue was required by every member of intellectuals in the their lives need to be developed. Certainly not an economic problem to be indicators of hold of lifeindependence, in the future. but the issue was required by every member of intellectuals in the a person's To realize the independence of intellectual’s beings in the context of Islamic hold of life in the future. education, the author’s solutions is Islamicbeings education needs to optimize the To according realize thetoindependence of intellectual’s in the context of Islamic management functions are planning, organizing, actuating, controlling (POAC). These education, according to the author’s solutions is Islamic education needs to optimize the functions are functions not merelyarereinforcement into the (internal education) but (POAC). it must also to management planning, organizing, actuating, controlling These orientation to the outside (external education). An example, first, how to design a profile of functions are not merely reinforcement into the (internal education) but it must also to educational of Islam that formal and Thena from orientation toinstitutions the outside graduates (external education). An example, first,informal? how to design profilethe of beginning was to do the analysis based on the needs and expectations of society. The draft educational institutions graduates of Islam that formal and informal? Then from the will be reference educators Needs expectations of society will beginning was to dotothe analysis and basedmanagers. on the needs and and expectations of society. The draft will be reference to educators and managers. Needs and expectations of society will Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

205

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 203 – 208

certainly need to be seen in the context of modern society without losing the aspect of spirituality which is characteristic of Islamic education. Second, after designing a profile of graduates of Islamic education, organization and coordination need to be done well by the components of Islamic education. This is where the need for division of labor based on competence and performed collaboratively. This is no longer day of "ewuh pakewoh" element when it should not involve a family member, a close friend, because they are incompetent. Professional principle of duty needs to be realized by reference to the safeguards that have been outlined. Third, in running programs that are well designed, should be done in cooperation with various parties so that implementation runs smoothly. An example boarding school or Madrasah bring an economic practitioner to give enlightenment to the madrasah/boarding components on the purposes of having spirit of independence to make it happen. The author welcomes when the Directorate of Islamic Education the Ministry of Religious Affairs took Ciputra to enlighten/supplies entrepreneurial spirit to the faculty of religion lecturers in Public Higher Education (PTU) and the lecturers in PTAI. Fourth, after all the program is run, it is necessary to evaluate both short-term evaluation (during the educational process is still in progress) and long term (after the students pass) whether they can move better survival or become lazy and unemployed. On the basis of this evaluation it is necessary to re planning on Islamic education process that makes them so. D. ISLAMIC EDUCATIONAL INSTITUTION IN SPOTLIGHT OF GLOBALIZATION MIDST It is a fact that the people of Indonesia majority are Muslim was not proportional to the condition of Islamic education, which tends to be underestimated, even considered "missed the train". This perception is not really one hundred percent the fault of people who look, but also an error of Muslim intellectual himself in "presenting" the performance of Islamic education. Indeed normatively, Islamic education concept is ideal, is the effort to develop a wide range of human potential in a variety of things based on the values of Islam. However, the normative concept has not been able to be embodied in the reality of life in the community of the world, including Indonesia, so the logical consequence that happens is Islamic education becomes scorn of Muslim community in Indonesia, even the people of the world. Institutionally, Islamic education in Indonesia of which is represented by the boarding school (non-formal), madrassah and other Islamic schools (formal). Islamic educational institutions of this kind can survive in Indonesia, even from time to time have increased in terms of quantity, but the quality has not matched the increase. Of course this general fact, do not overlook several Islamic institutions that have been able to compete with "secular" schools/colleges. However, this amount is not proportional to the number of existing Islamic institutions and Muslim population of Indonesia. Human Resources in Islamic education has an important role in "presenting" Islamic education quality and contain the impression of "teasing" the public as an expression of a sponsor on a television, "the first impression is so tempting, then it's up to you". This expression is true if adopted can raise awareness of how important the working men of skill (education managers, caregivers, teachers, students, vested interests, and others) to achieve a higher quality of Islamic education. Public scorn against the real Islamic education can not be separated from the quality of human resources and the products of the institutions. Therefore, it is here that 206

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATION AND THE ISLAMIC ... — [Muhammad Turhan Yani]

needs to be done based on the imaging quality of human resources, education and learning processes, and product education to be proud. In the present context, Islamic education needs to show the product to be proud. Certainly the product is not such products factory/company, but graduates can continue their survival, unable to compete, handy for the family, society, religion, country and nation. So far, Islamic education is still much more concerned about the sustainability of its institutions rather than thinking about the products, for example, there are several educational institutions of Islam (LPI) which has pegged the cost of education for their students in large nominal, but the graduates produced not get maximum attention. Of course this issue into the public doubts the moral responsibility of Islamic education. It should be recognized that the product LPI graduates has not been much a place in the heart of Indonesia's Muslim population, the opposite happens that students who pass "secular" public schools/PT more proud. Of course this fact is not something that is wrong, because they get something more in terms of the institutions. It is precisely this reality became a whip motivation for Islamic education in order to reflect on and immediately fix the weaknesses found in him. The tendency of modern society is very rational, that thinking about the future without ignoring the religious life. The question is whether the Islamic education is able to realize the desire of the modern society? Among the future life is desired economic independence and ability. Changes made by the Islamic educational institutions has been more touching internal institutional side, such as building facilities, learning tools, and others, while matters related to the future needs of their students are not yet apparent. This situation is exacerbated by the views of Indonesian society, including the world of work that has not glanced products/graduates of Islamic education. Even some graduates of Islamic educational institutions (madrasah and boarding schools) still get discriminated against.When that happens, who is actually responsible? Certainly not just managers and government alone, but all parties have a responsibility to make Islamic education as an honor, and even love so when we are asked by a friend, where does your child study? We proudly answered my son's school in madrassah X or X Islamic schools, not the other way my child studies only at this school, because the public schools rejected. Such answers can certainly be said to distort the Islamic education. E. CONCLUSION The author is fully aware that someone’s un-independency certainly not solely for education in its path, but also nothing to do with the character of the individual concerned. However, on the other hand, one of the main functions of Islamic education is to develop the human potential, it is thus the authors believe that Islamic education is able to realize the independence of human intellectuals as a solution to face the challenges of globalization. Naturally this responsibility should receive the support and attention of the Muslim community and the government as well as one of the stakeholders of Islamic education. Wa Allah A’lam bi al-Shawab. REFERENCES Bawani, Imam. 2001.Pendidikan Islam di Indonesia (Beberapa Problema dan Alternatif Jalan Keluarnya). Naskah pidato pengukuhan guru besar di IAIN Sunan Ampel 10 Februari 2001. Buchori, Mochtar, ”Pendidikan Islam di Indonesia : Problem Masa Kini dan Perspektif Masa Depan”. Jurnal PRISMA. Jakarta : LP3ES. Hidayat, Komarudin dkk. 2000. Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Jakarta : Depag RI. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

207

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 203 – 208

Luth, Thohir,2008. Skala Prioritas Bahan AjarMata Kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU). Makalah disampaikan dalam Seminar Orientasi PAI di PTU se- Jawa Timur di Universitas Brawijaya, 17 April 2008. Mughni, Syafiq A., 2008. Pendekatan Pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU). Makalah disampaikan dalam Seminar Orientasi PAI di PTU se- Jawa Timur di Universitas Brawijaya, 17 April 2008. Muhaimin, 2007. Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta : Raja Grafindo, 2007. Yani, Muhammad Turhan. 2009. Fenomena Keagamaan di Perguruan Tinggi Umum, Surabaya : Unesa University Press. ------------- 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi Umum.Jurnal Penelitian Keislaman, Volume 5, No.2, Juni 2009. LPPM-IAIN Mataram. Yani, Muhammad Turhan, dan Abdullah, M Husni.Madrasah di Perkotaan (Surabaya); Kajian Antara Idealitas dan Realitas. Jurnal Pendidikan Islam “At-Tarbawi” Volume 6, No. 2,Nop 2007. STAIN Surakarta

208

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SMP LABORATORIUM UPI Mulyana Abdullah Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT How actually the role of the Islamic Religious Education in Junior High School (SMP) Laboratorium Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) which can build its student’s character is the main focus of this study. The method used in this research is qualitative or qualitative research (naturalistic inquiry) oriented to the natural and fundamental phenomena that occur on the subject of research. In collecting data, researcher used the technique of in-depth interviews and documentation study. The results of this study indicate that the students character formation in SMP Laboratorium UPI which is in accordance with the objectives of Islamic education derived from the character which is the main purpose of education in Islam. This is in line with the need to implement character education at school to create a great, dignified and respected nation. In addition to the intellectual and skill elements, Islamic Religious Education in the school has a very vital role in shaping better character of students and therefore they will always adhere religious values and norms as well as social norms, especially as an Indonesian citizen.

Keyword: Islamic Religious Education, Character Education, Junior High School (SMP) Laboratorium UPI ABSTRAK Bagaimana sebenarnya peran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Laboratorium Universitas Pndidikan Indonesia (UPI) dapat membangun karakter peserta didiknya merupakan fokus utama dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif atau qualitative researach (naturalistic inquiry) yang berorientasi pada fenomena alami dan mendasar yang terjadi pada subjek penelitian. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan karakter peserta didik di SMP Laboratorium UPI yang sesuai dengan tujuan Pendidikan Agama Islam berasal dari akhlak yang merupakan pilar utama dari tujuan pendidikan di dalam Islam, hal ini senada dengan latar belakang perlunya diterapkan pendidikan karakter di sekolah yaitu untuk menciptakan bangsa yang besar, bermartabat dan disegani. Di samping unsur intelektualitas dan skill, Pendidikan Agama Islam di sekolah ini memiliki peran yang sangat vital dalam membentuk karakter peserta didik yang lebih baik dan senantiasa mentaati nilai-nilai dan norma-norma agama dan sosia,l khususnya sebagai bangsa Indonesia.

Kata kunci: pendidikan agama Islam, pendidikan karakter, SMP Laboratorium UPI A. PENDAHULUAN Ditinjau dari segi konsep, pendidikan dipandang sebagai suatu proses untuk membina dan mengantarkan peserta didik agar dapat menemukan kemandiriannya, sehingga pendidikan menjadi suatu aktivitas pendewasaan diri seseorang, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

209

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 209 – 214

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1). Bagi bangsa Indonesia sendiri, pendidikan warga negaranya merupakan sesuatu hal yang vital yang akan mampu meningkatkan harkat, derajat, martabat bangsa Indonesia di mata bangsa-bangsa lain di dunia. Meskipun konsep pendidikan dan pembelajaran yang diterapkan selama ini di Indonesia cukup ideal, namun pada kenyataannya tidak jarang “orang-orang terpelajar” yang menunjukkan perilaku yang terlepas dari spiritualitas dan moralitas, bahkan kecenderungannya menunjukkan mewabahnya mutual distrust (Pawenang, 2010, hlm. 132). Fenomena seperti itu begitu jelas terlihat dalam keseharian kita sebagai masyarakat Indonesia. Tidak hanya pada kalangan orang dewasa, tetapi juga telah merambah pada perilaku remaja dan anak-anakyang tampak dalam bentuk kenakalan remaja dan anak-anak, bahkan hal yang paling kecil seperti kebiasaan mencontek untuk mendapatkan nilai yang tinggi seakan-akan telah menjadi hal yang lumrah. Ini menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan mereka masih terjadi ketimpangan antara pembangunan intelektual (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik)dengan sikap-perilaku (afektif), dimana aspek kognitif dan psikomotor lebih mendapatkan prioritas dibandingan dengan aspek afektif. Di sinilah sistem pendidikan di Indonesia dirasa perlu untuk kembali menekankan pentingnya penerapan pembangunan karakter peserta didik yang berakhlak dan bermoral sesuai dengan nilai dan norma sosial dan agama yang menjadi dasar kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara. Di sini pula lah pentingnya penerapan pendidikan agama Islam dalam proses pendidikandi Indonesia dalam menumbuhkembangkan akidah melalui pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt, dan mewujudkan manuasia Indonesia yang taat beragamadan berakhlak mulia. Melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) inilah karakter akhlak dan moral peserta didik dibangun dan dikembangkan, ini berarti bahwa pendidikan karakter bagi peserta didik merupakan bagian integral dari pendidikan agama Islam itu sendiri. Berkenaan dengan penerapan mata pelajaran pendidikan agama Islam ini, SMP Laboratorium UPI mengamban misi mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif, kreatif, beriman dan berahlak mulia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di era globalisasi, serta menanamkan sifat percaya diri, tanggap, dan mampu mengatasi masalah, memiliki keimanan danketaqwaan yang kuat (Profil SMP Laboratorium UPI, 2015). Dengan misinya ini, maka pendidikan agama Islam sangat berperan penting dalam membangun karakter peserta didiknya. Bagaimana sebenarnya peran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI ini dapat membangun karakter peserta didiknya? Inilah yang menjadi daya tarik bagi penulis untuk mengkaji lebih jauh mengenai peran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam membangun karakter peserta didik di SMP Laboratorium UPI. B. METODE PENELITIAN Secara keseluruhan, penggunaan metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatifatau qualitative researach (naturalistic inquiry) yang menurut Bogdan dan Biklen (1982, hlm. 2) naturalistic inquiryberorientasi pada fenomena alami dan mendasar yang terjadi pada subjek penelitian. Penggunaan metode ini didasarkan atas pertimbangankesesuaian antara hakikat metode penelitian dengan subjek yang diteliti. 210

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM ... — [Mulyana Abdullah]

Dalam prosesnya, penelitian kualitatif ini akan mengalami perkembangan, khususnya dalam hal masalah yang diteliti, yang semuanya tergantung pada perkembangan temuan yang terjadi di lapangan. Sementara itu, selaras dengan pendapat Sugiyono (2012, hlm. 216) bahwa dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi. Dengan demikian, maka subjek penelitian yang ditetapkan sebagai informan atau nara sumber dalam penelitian ini adalah seorang guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan siswa kelas IX SMP Laboratorium UPI. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penerapan Nilai-nilai Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI SMP Laboratorium UPI sebagai salah satu lembaga pendidikan dasar dengan visi menjadikan Sekolah Menengah Pertama yang memiliki keunggulan akademis, sosial dan religi serta menjadi wahana bagi pengembangan pendidikan bertaraf nasional dan internasional menuju terwujudnya insan indonseia yang cerdas, kompetitif, kreatif, mandiri, beriman dan berahlak mulia, sehingga mampu bersaing di era global ini mengemban empat misi utama penyelenggaraan pendidikannya, salah satu di antaranya adalah melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar bertaraf nasionaldan internasional yang berazaskan religius, serta menanamkan sifat percaya diri, tanggap, dan mampu mengatasi masalah, memiliki keimanan danketaqwaan yang kuat (Profil SMP Laboratorium UPI, 2015). Dengan misinya tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan di SMP Laboratorium UPI yang didasarkan pada kurikulum kurikulum nasional dan muatan lokal yang ditetapkan sekolah ini ditunjang dengan jam pelajaran tambahan berupa kegiatan kokurikuler pada beberapa mata pelajaran, termasuk baca tulis Al-quran sebagai jam tambahan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, di samping penanaman nilai-nilai kognitif seperti pengetahuan tentang Alquran dan hadits, aqidah, akhlak, dan fikih, serta nilai-nilai psikomotor seperti keterampilan baca-tulis Al-quran, juga ditanamkan nilai-nilai sikap dan perilaku yang selaras dengan ajaran Islam dengan lebih menitikberatkan pada pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan materi pelajaran. Nilai-nilai inilah yang menjadi nilai-nilai karakter yang diupayakan untuk ditanamkan dalam setiap proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa SMP Laboratorium UPI, termasuk bagi siswa kelas IX, dimana siswa dibina untuk senantiasa mengetahui, mencintai, dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak menyimpang dari ajaran Islam secara utuh. Mengetahui hal-hal yang selaras dengan ajaran Islam di sini berarti mengembangkan kemampuan siswa untuk menyimpulkan atau meringkaskan sesuatu dan sengaja memilih sesuatu yang benar untuk dilakukan, sehingga siswa yang bersangkutan menyukai/menyenangi sesuatu itu, dan pada akhirnya mengamalkan/menerapkannya dalam setiap aktivitas kehidupannya. Inilah yang menurut Aristoteles (Ryan dan Bohlin, 1999, hlm. 5) disebut dengan practical wisdom (kebijakan praktis). Memiliki kebijakan praktis di sini berarti mengetahui apa yang diperlukan dalam bertingkah laku yang benar sesuai dengan ajaran Islam, dalam hubungannya dengan orang lain, dengan diri sendiri, dan terutama dengan Khalik-nya. Berkaitan dengan pendidikan karakter sebagai pendidikan suatu kebajikan, penerapan nilai-nilai karakter melalui Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI dilandaskan pada suatu pemahaman bahwa Islam memandang tujuan pendidikan itu mencakup tiga hal, yaitu mencapai manusia yang memiliki karakteristikhilmun, yaitu kesanggupan atau kemampuan untuk menolak argumentasi orang yang bodoh dengan Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

211

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 209 – 214

menggunakan bahasa yang santun; waro’, yaitu hati-hati, tidak rakus, rendah hati, yang dapat membentengi darisantun; perbuatan maksiat; khusnul khuluq.Hal ini menegaskan menggunakan bahasadiri yang waro’, yaitu dan hati-hati, tidak rakus, rendah hati, yang bahwa pendidikan berperan menanamkan akhlakulmahmudah atauiniakhlak terpuji dapat membentengi diri dari dalam perbuatan maksiat; dan khusnul khuluq.Hal menegaskan dan meninggalkan akhlakul mazmumah atau akhlak tercela. Pendidikan karakter ini telah bahwa pendidikan berperan dalam menanamkan akhlakulmahmudah atau akhlak terpuji diterapkan sejak zaman Rasulullah saw atau yangakhlak tercermin dariPendidikan pribadi beliau sebagaimana dan meninggalkan akhlakul mazmumah tercela. karakter ini telah difirmankan Allah Swt. dalam surat al-Ahzab ayat 21: diterapkan sejak zaman Rasulullah saw yang tercermin dari pribadi beliau sebagaimana difirmankan Allah Swt. dalam surat al-Ahzab ayat 21: ô‰s)©9tβ%x.öΝä3s9’ÎûÉΑθß™u‘«!$#îοuθó™é&×πuΖ|¡ymyϑÏj9tβ%x.(#θã_ötƒ©!$#tΠöθu‹ø9$#uρtÅzFψ$#tx.sŒuρ©!$##Z ÏVx. ô‰s)©9tβ%x.öΝä3s9’ÎûÉΑθß™u‘«!$#îοuθó™é&×πuΖ|¡ymyϑÏj9tβ%x.(#θã_ötƒ©!$#tΠöθu‹ø9$#uρtÅzFψ$#tx.sŒuρ©!$##Z ÏVx. Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi yang (diri) mengharap (rahmat) dan (kedatangan) Artinya: “Sesungguhnya telah orang ada pada Rasulullah itu Allah suri teladan yang baik hari kiamat dan bagi dia banyak Allah.” (rahmat) Allah dan (kedatangan) bagimu (yaitu) orang menyebut yang mengharap Akhlak yang dan dimaksud di sini berhubungan hari kiamat dia banyak menyebut Allah.” dengan gejala jiwa yang dapat menimbulkan tertentu. diPerilaku inilah yangdengan akan gejala memperlihatkan Akhlak perilaku yang dimaksud sini berhubungan jiwa yangapakah dapat seseorang tersebut berakhlak terpujiPerilaku atau berakhlak tercela.akan Berkaitan dengan pendidikan menimbulkan perilaku tertentu. inilah yang memperlihatkan apakah karakter peserta didik, tercapainya tujuan pendidikan iniBerkaitan melibatkandengan peran pendidikan dari semua seseorangbagi tersebut berakhlak terpuji atau berakhlak tercela. pihak seperti orangtua, sekolah, dan masyarakat. Semua itu untuk dari membantu karakter bagi peserta didik, tercapainya tujuan pendidikan ini dibutuhkan melibatkan peran semua peserta didik diharapkan ,sebagai mana di jelaskan dalam sabda rosululloh saw pihak seperti orangtua, sekolah, dan masyarakat. Semua itu dibutuhkan untuk membantu peserta didik diharapkan ,sebagai mana di jelaskan dalam sabda rosululloh saw Artinya: “Tidak ada seorang anak pun, kecuali dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah menjadikannya Yahudi,dilahirkan Nasrani, dan Bukhori). Artinya: “Tidak ada yang seorang anak pun, kecuali atasMajusi…(H.R fitrah. Maka kedua orang Itulah sebabnya, Pendidikan Agama Islamdan di Majusi…(H.R SMP Laboratorium UPI tuanyalah yang guru menjadikannya Yahudi, Nasrani, Bukhori). senantiasa terus berupaya mengembangkan berbagai strategi untuk mengintegrasikan Itulah sebabnya, guru Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI penanaman nilai-nilai karakter dalam pembelajaran Pendidikan bagi peserta senantiasa terus berupaya mengembangkan berbagai strategiAgama untuk Islam mengintegrasikan didiknya. penanaman nilai-nilai karakter dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi peserta didiknya. 2. Peran Pendidikan Agama Islam dalam membina karakter siswa SMP UPI Agama Islam dalam membina karakter siswa SMP 2. Laboratorium Peran Pendidikan Masa remaja adalah Laboratorium UPI usia transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa remaja, individuusia sedang mengalami masa kegoncangan jiwa. Dalam periode Masa seorang remaja adalah transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada ini mereka digelisahkan oleh perasaan yang ingin melawan orang tua, keinginan kuat untuk masa remaja, seorang individu sedang mengalami masa kegoncangan jiwa. Dalam periode mandiri ketikaoleh dihadapkan padaingin kenyataan hidupkuatsebagai ini merekanamun digelisahkan perasaan yang melawan dan orangkesulitan tua, keinginan untuk konsekuensinya mereka menjadi goyah, serta adanya masalah pergaulan dengan sesama mandiri namun ketika dihadapkan pada kenyataan dan kesulitan hidup sebagai remaja. Secara langsung maupun goyah, tidak kondisi ini akan memaksamereka untuk mencari konsekuensinya mereka menjadi serta adanya masalah pergaulan dengan sesama bantuan diluar dirinya suatu kekuatan diyakini mampu menolongnya. Jika remaja. Secara langsungberupa maupun tidak kondisiyang ini akan memaksamereka untuk mencari mereka salah langkah akan sangat berbahaya karena dapat menjerumuskan mereka dalam bantuan diluar dirinya berupa suatu kekuatan yang diyakini mampu menolongnya. Jika pergaulan yang tidak sehat. Dalamberbahaya keadaan seperti agama merupakan penolong yang mereka salah langkah akan sangat karenaitu dapat menjerumuskan mereka dalam sangat ampuh untuk mengembalikan ketenangan dan keseimbangan jiwanya, sebagai pergaulan yang tidak sehat. Dalam keadaan seperti itu agama merupakan penolong yang pengisi filsafat hidupnya dimana agamaketenangan bagi remajadan memiliki fungsi yang sangat penting sangat ampuh untuk mengembalikan keseimbangan jiwanya, sebagai yaitu untuk penenang jiwa.dimana agama bagi remaja memiliki fungsi yang sangat penting pengisi filsafat hidupnya Akarpenenang permasalahan yaitu untuk jiwa. yang timbul dari kekurang-senangan peserta didik terhadap materi pelajaran keagamaan yang di sekolah pada minimnya motivasi untuk mendalami Akar permasalahan timbulterletak dari kekurang-senangan peserta didik terhadap agama secara lebih intens dan pelajaran agama yang mereka dapat di sekolah kurang materi pelajaran keagamaan di sekolah terletak pada minimnya motivasi untuk mendalami memberikan dan solusi praktis dalam mereka.Hal menyebabkan agama secaraaplikasi lebih intens dan pelajaran agamakeseharian yang mereka dapat diinisekolah kurang PAI dianggap materi yang tidak penting dan hanya menjadi pelengkap pembelajaran saja, memberikan aplikasi dan solusi praktis dalam keseharian mereka.Hal ini menyebabkan dan pembelajaran dilakukan didalam kelas saja yang hanya mendapat PAI bahkan dianggap materi yang PAI tidakhanya penting dan hanya menjadi pelengkap pembelajaran saja, jatah 2 jam pelajaran setiapPAI minggu, ironis lagi evaluasi dengan dan bahkan pembelajaran hanyalebih dilakukan didalam kelasPAI sajahanya yangdilakukan hanya mendapat tes tertulis. jatah 2 jam pelajaran setiap minggu, lebih ironis lagi evaluasi PAI hanya dilakukan dengan tes tertulis. 212

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM ... — [Mulyana Abdullah]

Pola pembelajaran terhadap materi PAI diatas sudah saatnya diubah. Guru yang Pola pembelajaran terhadap materi PAI diatas sudah saatnya diubah. Guru yang menjadiPola ujung tombak keberhasilan sebuah pembelajaran harus diubah. menyadari pembelajaran terhadap materi PAI diatas sudah saatnya Gurubahwa yang menjadi ujung tombak keberhasilan sebuah pembelajaran harus menyadari bahwa tanggung jawabnya terhadap keberhasilan pembelajaran PAI tidak hanya pada tataran Pola pembelajaran terhadap materi PAI diatas sudah saatnya diubah. Guru yang menjadi ujung tombak keberhasilan sebuah pembelajaran menyadari bahwa tanggungsaja,tetapi jawabnya terhadap keberhasilan pembelajaran PAI harus tidak hanya pada kepada tataran kognitif tidak kalah penting adalah bagaimana memberikan kesadaran menjadi ujung tombak keberhasilan sebuah pembelajaran harus menyadari bahwa tanggung jawabnyatidak terhadap pembelajaran PAI tidak hanya pada tataran kognitif saja,tetapi kalahkeberhasilan penting adalah bagaimana memberikan kesadaran kepada siswa akan akhlak dan moralitas. Disinilah kreatifitas guru Pendidikan Agama Islamkepada SMP tanggung jawabnya terhadap keberhasilan pembelajaran PAI tidak hanya pada tataran kognitif saja,tetapi tidakmoralitas. kalah penting adalah bagaimana memberikan kesadaran siswa akan akhlak dan Disinilah kreatifitas guru Pendidikan Agama Islam SMP Laboratorium UPI dan berupaya menerapkan sistem dan strategi pembelajaran PAI Islam yangkepada tidak kognitif saja,tetapi tidak kalah penting adalah bagaimana memberikan kesadaran siswa akan akhlak moralitas. Disinilah kreatifitas guru Pendidikan Agama SMP Laboratorium UPI berupaya menerapkan sistem dan strategi pembelajaran PAI yang tidak hanya diajarkan didalam kelasmenerapkan saja,Disinilah tetapi sistem juga memotivasi memfasilitasi pembelajaran siswa akan akhlak dan moralitas. kreatifitas guru dan Pendidikan Agama Islam SMP Laboratorium UPI berupaya dan strategi pembelajaran PAI yang tidak hanya diajarkan didalam kelas saja, tetapi juga memotivasi dan memfasilitasi pembelajaran agama Islam diluar kelas melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dan Laboratorium UPI berupaya menerapkan sistem dan strategi pembelajaran PAI yang tidak hanya didalamkelas kelasmelalui saja, tetapi juga memotivasi yang dan memfasilitasi pembelajaran agamadiajarkan Islamlingkungan diluar kegiatan-kegiatan bersifat keagamaan dan menciptakan sekolah yang religius dan tidak terbatas oleh jam pelajaran.Ibnu hanya diajarkan didalam kelasmelalui saja, tetapi juga memotivasiyang dan memfasilitasi pembelajaran agama Islamlingkungan diluar kelas kegiatan-kegiatan bersifat keagamaan dan menciptakan sekolah yang religius dan tidak terbatas oleh jam pelajaran.Ibnu Shina Risalah al-Siyâsah mensyaratkan Gurujam ditentukan oleh agama dalam Islamlingkungan diluar kelas melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dan menciptakan sekolah yang religius danprofesionalitas tidak terbatas oleh pelajaran.Ibnu Shina dalam Risalah al-Siyâsah mensyaratkan profesionalitas Guru ditentukan oleh kecerdasan, agamanya, akhlaknya, kharisma dan wibawanya.Oleh karena itu salah menciptakan lingkungan sekolah yang religius dan tidak terbatas oleh jam pelajaran.Ibnu Shina dalam agamanya, Risalah al-Siyâsah mensyaratkan profesionalitas Guru karena ditentukan oleh kecerdasan, akhlaknya, kharisma dan wibawanya.Oleh itu salah satuproses mendidik yang penting adalah keteladanan. Guru harus mampu menerapkan Shina dalam Risalah al-Siyâsah mensyaratkan profesionalitas Guru ditentukan oleh kecerdasan, agamanya, akhlaknya, kharisma dan wibawanya.Oleh karenamenerapkan itu salah satuproses agamadalam mendidik yang penting adalah keteladanan. Guru harus mampu nilai-nilai kehidupannya sebelum mengajarkan nilai-nilai agama tersebut kecerdasan, agamanya, akhlaknya, kharisma dan wibawanya.Oleh karena itu salah satuproses mendidik yang penting adalah keteladanan. Guru harus mampu menerapkan nilai-nilai agamadalam kehidupannya sebelum mengajarkan nilai-nilai agama tersebut kepada siswa. Karena ia akan menjadi model yang nyata bagi siswa. Disinilah pentingnya satuproses mendidik yang penting adalah keteladanan. Guru harus mampu menerapkan nilai-nilai agamadalam kehidupannya sebelum mengajarkan nilai-nilai agama tersebut kepada siswa. Karena ia akan menjadi model yang nyata bagi siswa. Disinilah pentingnya dukungan dari semuaiapihak. Karena model didalam metode siswaagama dilatih untuk nilai-nilai agamadalam kehidupannya sebelum mengajarkan nilai-nilai tersebut kepada siswa. akan menjadi yang nyata pembiasaan bagi siswa. Disinilah pentingnya dukungan dariKarena semuadiri pihak. Karena didalam metode pembiasaan siswa dilatih untuk mampu membiasakan berprilaku baik dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. kepada siswa. iapihak. akan menjadi model yang nyata pembiasaan bagi siswa. Disinilah pentingnya dukungan dariKarena semuadiri Karenabaik didalam metode siswa dilatih untuk mampuBerkenaan membiasakan berprilaku dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. dengan itu, proses belajar mengajar diterapkan didalam pendidikan dukungan dari semua pihak. Karena didalam metode pembiasaan siswa dilatih untuk mampu membiasakan diri berprilaku baik dimana saja, yang kapan saja dan dengan siapa saja. Berkenaan dengan itu, proses belajar mengajar yang diterapkan didalam pendidikan akhlak melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI mampuBerkenaan membiasakan diri itu, berprilaku baik dimana saja,yang kapanditerapkan saja dan dengan siapa saja. dengan proses belajar mengajar didalam pendidikan akhlak melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI diarahkan lebih pembelajaran kepada bukan mengajar hanya sebabatas mengajar. Dalam hal UPI ini, Berkenaan dengan mendidik, itu, proses belajar yang diterapkan didalam pendidikan akhlak melalui Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium diarahkan lebih proses kepada pembelajaran mendidik, bukan hanya sebabatas mengajar. Dalam hal ini, mendidikberarti lebih diarahkan kepada bimbingan dan nasihat. akhlak melalui Pendidikan Agama sebabatas Islam di mengajar. SMP Laboratorium UPI diarahkan lebih pembelajaran kepada pembelajaran mendidik, bukan Dalam ini, mendidikberarti proses lebih hanya diarahkan kepada bimbingan dan hal nasihat. Membimbing dan menasehati berarti mengarahkan peserta didik terhadap pembelajaran diarahkan lebih kepada mendidik, bukan hanya sebabatas mengajar. Dalam hal ini, mendidikberarti pembelajaran lebih diarahkan kepada dan nasihat. Membimbing danproses menasehati berarti mengarahkan peserta didikbimbingan terhadapmenyampaikan pembelajaran nilai-nilai sebagai tauladan dalam kehidupan nyata, jadi bukan sekedar mendidikberarti proses pembelajaran lebih diarahkan kepada bimbingan dan nasihat. Membimbing dan menasehati berarti mengarahkan peserta didik sekedar terhadapmenyampaikan pembelajaran nilai-nilai sebagai tauladan dalam kehidupan nyata, jadi bukan sesuatu yang bersifat pengetahuan saja. Mendidik dengan memberikan perhatian berarti Membimbing dan menasehati berarti mengarahkan peserta didik terhadap pembelajaran nilai-nilai sebagai tauladan dalam kehidupan nyata,dengan jadi bukan sekedarperhatian menyampaikan sesuatu yang bersifat pengetahuan saja. Mendidik memberikan berarti senantiasa memperhatikan dan selalu mengikuti perkembangan anak padaperhatian prilaku seharinilai-nilai sebagai tauladan dalam kehidupan nyata, jadi bukan sekedar menyampaikan sesuatu yang bersifat pengetahuan saja. Mendidik dengan memberikan berarti senantiasaHal memperhatikan dan selalu mengikuti perkembangan anak pada prilaku sehariharinya. ini jugapengetahuan dapat dijadikan dasar perkembangan evaluasi gurupada bagi keberhasilan sesuatu yang bersifat saja. Mendidik dengan bagi memberikan perhatian berarti senantiasa memperhatikan dan selalu mengikuti anak prilaku sehariharinya. Hal ini juga dapat dijadikan dasar evaluasi bagi guru bagi keberhasilan pembelajarannya. Karena hal yang terpenting dalam proses pembelajaran PAI adalah senantiasa memperhatikan dan selalu mengikuti perkembangan anak pada prilaku sehariharinya. Hal ini Karena juga dapat dijadikan dasar dalam evaluasi bagi pembelajaran guru bagi keberhasilan pembelajarannya. hal yang terpenting proses PAI adalah adanya prilaku yang baik terpenting dalam kehidupan sehari-harinya wujud dari harinya.perubahan Hal ini Karena juga dapat dijadikan dasar evaluasi bagipembelajaran guru sebagai bagi keberhasilan pembelajarannya. hal yang dalam proses PAI adalah adanya perubahan prilaku yang baik dalam kehidupan sehari-harinya sebagai wujud dari aplikasi pengetahuan yang telah didapat. pembelajarannya. Karena hal yang terpenting dalam sehari-harinya proses pembelajaran PAI adalah adanya perubahan prilaku yang baik dalam kehidupan sebagai wujud dari aplikasi pengetahuan yang telahterhadap didapat. prestasi siswa dalam pembelajaran Pendidikan apresiasi adanya Bentuk perubahan prilaku yang didapat. baik dalam kehidupan sehari-harinya sebagai wujud dari aplikasi pengetahuan yangguru telah Bentuk apresiasi guru terhadap prestasi siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam diapresiasi SMPyang Laboratorium UPI prestasi ini adalah adanya umpa balik yang positif yaitu aplikasiBentuk pengetahuan telah didapat. guru terhadap siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI ini adalah adanya umpa balik yang positif yaitu dengan memberikan dan hukuman (reward-punishment). diberikan Bentuk guru terhadap prestasi siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam diapresiasi SMP ganjaran Laboratorium UPI ini adalah adanya umpa balikGanjaran yang positif yaitu dengan memberikan ganjaran dan hukuman (reward-punishment). Ganjaran diberikan sebagai apresiasi guruganjaran terhadapdan prestasi sedangkan diberikan jika siswa Agama Islam di SMP Laboratorium UPI siswa ini adalah adanyahukuman umpa balik yang positif yaitu dengan memberikan hukuman (reward-punishment). Ganjaran diberikan sebagai apresiasi guru terhadap prestasi siswa sedangkan hukuman diberikan jika siswa melanggar aturan yang telah ditentukan, tetapi hukuman disini bukan berarti dengan dengan memberikan ganjaran dan hukuman (reward-punishment). Ganjaran diberikan sebagai apresiasi guru prestasi siswa sedangkan hukuman diberikan jikadengan siswa melanggar aturan yangterhadap telah mental ditentukan, tetapi hukuman disinihukuman bukan berarti kekerasan atau merendahkan siswa, tetapi lebih kepada yang sifatnya sebagai apresiasi guru terhadap prestasi siswa sedangkan hukuman diberikan jika siswa melanggar aturan yang telah mental ditentukan, hukuman disinihukuman bukan berarti dengan kekerasan Metode atau merendahkan siswa,tetapi tetapi lebih dalam kepada yang sifatnya mendidik. reward dan punishmentini dibutuhkan pembelajaran PAI dengan melanggar aturan yang telah ditentukan, tetapi hukuman disini bukan berarti kekerasan atau merendahkan siswa, tetapi lebih dalam kepadapembelajaran hukuman yang mendidik. Metode reward danmental punishmentini dibutuhkan PAIsifatnya dengan Tujuan agar anak selalu termotivasi untuk belajar. Pemberian pengetahuan tentang aqidah kekerasan atau merendahkan mental siswa, tetapi lebih kepada hukuman yang mendidik. Metode rewardtermotivasi dan punishmentini dibutuhkan dalampengetahuan pembelajaran PAI sifatnya dengan Tujuan agar anak selalu untuk belajar. Pemberian tentang aqidah yang benar menjadi dasartermotivasi yang palinguntuk utamabelajar. dalam penanaman akhlak pada anak. mendidik. Metode reward dan punishmentini dibutuhkan dalam pembelajaran PAI dengan Tujuan agar anak selalu Pemberian pengetahuan tentang aqidah yang benar menjadi dasar yang paling utama dalam penanaman akhlak pada anak. Tujuan utama daritermotivasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di pada SMPanak. Laboratorium Tujuan agarmenjadi anak selalu belajar. pengetahuan tentang aqidah yang benar dasar yang palinguntuk utama dalam Pemberian penanaman akhlak Tujuan utama dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI ini adalah pembentukankarakter pada diri peserta didik yang akan tercermin dalam yang benar menjadi dasar yang paling utama dalam penanaman akhlak pada anak. Tujuan utama dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI ini adalah pembentukankarakter pada diri peserta didik yang akan tercermin dalam tingkah laku dan pola mereka dalam kehidupan Itulah sebabnya utama daripiker pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMP Laboratorium UPI iniTujuan adalah pembentukankarakter pada diri peserta didiksehari-hari. yang di akan tercermin dalam tingkah laku dan pola piker mereka dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya pembelajaran tidak menjadi tanggung jawab guru PAIakan seorang diri, tetapi UPI ini adalah pembentukankarakter pada diri peserta didik yang tercermin dalam tingkah laku PAI dan pola hanya piker mereka dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya pembelajaran PAI tidak hanya menjadi tanggung jawab guru PAI seorang diri, tetapi dibutuhkan dukungan darihanya seluruhmereka komunitas disekolah, masyarakat, lebih lagi tingkah laku dan tidak pola piker dalam kehidupan sehari-hari. Itulahpenting sebabnya pembelajaran PAI menjadi tanggung jawab guru PAIdan seorang diri, tetapi dibutuhkan dukungan dari seluruh komunitas disekolah, masyarakat, dan lebih penting lagi adalah orang tua. Di sini pula SMP Laboratorium UPI tertuntut untuk mampu pembelajaran PAI tidak hanya menjadi tanggung jawab guru PAIdan seorang diri, tetapi dibutuhkan dukungan darisini seluruh komunitas disekolah, masyarakat, lebih penting lagi adalah orang tua. Di pula SMP Laboratorium UPI tertuntut untuk mampu mengkoordinir serta pembelajaran PAI terhadap pihak-pihak lain dibutuhkan dukungan darisini seluruh disekolah, masyarakat, dan lebih penting lagi adalah orang tua. mengkomunikasikan Di pulakomunitas SMPpola Laboratorium UPI untuk mampu mengkoordinir serta mengkomunikasikan pola pembelajarankepribadian PAI tertuntut terhadap pihak-pihak lain untuk saling mendukung dan menjaga demi terbentuknya peserta didik yang adalah orang serta tua. mengkomunikasikan Di sini pula SMPpola Laboratorium UPI tertuntut pihak-pihak untuk mampu mengkoordinir pembelajarankepribadian PAI terhadap lain untuk saling mendukung dan menjaga demi terbentuknya peserta didik yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur. demi Karena tanpa kerjasama terkaitpeserta antar usur-unsur mengkoordinir serta mengkomunikasikan polaterbentuknya pembelajaran PAI terhadap pihak-pihak lain untuk saling mendukung dan menjaga kepribadian yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur. muda Karena tanpa yang kerjasama terkait antar didik usur-unsur tersebut mustahil akan tercipta generasi (remaja) berkualitas. untuk saling dan menjaga terbentuknya kepribadian yang berakhlak danmendukung berbudi pekerti luhur. demi Karena tanpa kerjasama terkaitpeserta antar didik usur-unsur tersebut mustahil akan tercipta generasi muda (remaja) yang berkualitas. berakhlak dan berbudi pekerti luhur. Karena tanpa kerjasama terkait antar usur-unsur tersebut mustahil akan tercipta generasi muda (remaja) yang berkualitas. tersebut mustahil akan tercipta generasi muda (remaja) yang berkualitas. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

213

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 209 – 214

D. KESIMPULAN Eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan dalam Lampiran UU no 22 tahun 2006, didalamnya terdapat kurikulumpendidikan agama Islam dengan tujuan pembelajarannya adalahmenghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman,takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dankeharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradabanbangsa yang bermartabat. Materi pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI sebagai wujud pendidikan karakter pada peserta didik di titik beratkan mengajarkan Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidupnya, mengajarkan fiqih sebagai rambu-rambu hukumdalam beribadah, mengajarkan sejarah Islam sebagai sebuah keteladanan hidup, dan mengajarkan akhlak sebagai pedoman prilaku manusiaapakah dalam kategori baik ataupun buruk. Dengan materi yang telah diberikan tersebut diharapkan dapat mewujudkan karakter peserta didik yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan menjadi tujuan dari Pendidikan Agama Islam tersebut.

REFERENSI Afandi, R. (2011) Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Pedagogia. vol. 1 (1). 11 Desember 2011. hal. 85-98. Al Ghazaly, I. (2000)Minhajul’abidin. terjemahan. K.H. Abdullah bin Nuh, Menuju Mukmin Sejati. Bogor: Yayasan Islamic Center al-Ghazaly. Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. (1982). Qualitative Research to Education: An Introduction to Theory and Methode. Boston: Alyn & Bacon, Inc. Daradjat, Z. (1992), Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hasan, S. H., dkk. (2010) Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: BPLP Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional. Kementrian Pendidikan Nasional(2006)Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam. Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books. Pawenang, S. (2010) Epistimologi Keilmuan Teoantroposentrik-Integralistik, Suhuf. vol. 22 (2). November 2010. hal. 132-141. Republik Indonesia (2003) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ryan, K. and Bohlin, K. E.(1999)Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: JOSSEY-BASS A Wiley Imprint. Sardiman A.M., dkk. (2004)Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan Sosial PS02.Jakarta: Direktorat PLP. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suwito (2004)Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih. Yogyakarta: Belukar. Zuhairini dan Ghafir, A.(2004)Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Malang: UM Press.

214

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” DALAM PERKULIAHAN SEMINAR PAI STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” SE-AGAMA DALAM UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN TOLERANSI PERKULIAHAN SEMINAR PAI MAHASISWA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA UPI DAN TOLERANSI SE-AGAMA PADA MAHASISWA UPI Munawar Rahmat Munawar Rahmat Universitas Pendidikan Indonesia. Universitas Pendidikan Indonesia. Email: [email protected] Email: [email protected]

ABSTRACT Problems of religious harmony in Indonesia until now is still discoursive. State Constitution guarantees religious freedom for every citizen. The religious leaders of the nation have often spoken about the need for citizens to practice religion according to their faith and respect other different faiths. At university, term religious harmony is one of the competencies and educational purposes in the national curriculum. However, this term seems weak in implementation. In fact, intolerance and disharmony behavior is pertinent in Indonesia, including in universities. Intrareligious intolerance in Indonesia is still very high. Adherents of different sects are accused as heresy and infidel. Their houses of worship are forcibly closed. The results of previous studies show that the pattern of Islamic activist student tend to be exclussive and potentially radical. The research aims to produce learning model of “typology of sect" in the SPAI (Seminar Pendidikan Agama Islam) lecture to improve the understanding of religion and religious tolerance for student of UPI. The most appropriate methods and approach is classroom action research (CAR). This study found that sect typology learning model proved its effectivity in increasing the understanding and religious tolerance to other schools (madzhab).

Keyword:

Lectures models, school/sect typology, religious understanding, religious tolerance to other schools/sect.

ABSTRAK Masalah kerukunan hidup beragama hingga sekarang di Indonesia masih merupakan cita-cita dan wacana. Konstitusi Negara menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negara. Para tokoh bangsa dan pemuka agama sering mendengungkan perlunya warga negara untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing serta menghargai agama penganut agama berbeda. Di universitas term kerukunan hidup beragama merupakan salah satu kompetensi dan tujuan pendidikan dalam kurikulum nasional. Hanya tampaknya term ini lemah dalam implementasi. Buktinya sikap intoleran dan tidak rukun justru menghiasi masalah sosial-agama di Indonesia, termasuk di perguruan tinggi. Masalah intoleransi se-agama di Indonesia masih sangat tinggi. Penganut mazhab berbeda dicap sesat dan kafir. Rumah-rumah ibadah mereka ditutup paksa. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan, corak berpikir keagamaan mahasiswa aktivis Islam cenderung eksklusif dan berpotensi radikal. Penelitian bertujuan ‘menghasilkan’ model pembelajaran “tipologi mazhab” dalam perkuliahan Seminar agama untuk meningkatkan pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Metode/pendekatan penelitian yang paling tepat adalah classroom action research (CAR). Penelitian inii menemukan, model pembelajaran tipologi mazhab terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa UPI.

Kata kunci: Model perkuliahan, tipologi mazhab, pemahaman agama, toleransi seagama Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

215

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 215 – 221

A. PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN Kerukunan antar umat seagama, dalam hal ini sesama penganut Islam, masih menjadi masalah di Indonesia. Pembakaran masjid, pesantren, dan rumah pemuka Islam oleh para demonstran yang berbeda mazhab dan keyakinan religius cukup menghiasi fenomena sosial-keagamaan kita hingga akhir-akhir ini. Kasus pengusiran warga Syi`ah di Sampang (Madura), kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Pandeglang (Banten), dan kasus kekerasan terhadap penganut tarekat Tijaniyah di Sukabumi selatan merupakan fenomena gunung es. Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifudin dalam sebuah wawancara di MetroTV (September 2014) memberikan pernyataan khusus tentang perlunya menyelesaikan kasus Sampang ini. Syafi`i (2006) mengungkapkan, gerakan radikalisme agama akhir-akhir ini merambah kepada masyarakat dengan begitu cepat. Fenomena ini banyak dipengaruhi oleh media-media kanan yang banyak bermunculan di masyarakat. Media seperti itu seringkali menghembuskan berita-berita yang sinis terhadap ajaran di luar kelompoknya. “Kondisi itu diperkeruh pula oleh pengkhutbah di masjid-masjid”, keluh Syafi’i. “Mereka ini seringkali mengkhutbahkan agama bukan dengan wajah kedamain, melainkan dengan kutukan, penyesatan, dan penghinaan terhadap kelompok-kelompok non mainstream. Akibatnya umat menjadi terpengaruh dan terprofokasi.” żejala radikalisme agama yang berkembang di masyarakat, lanjut Syafi`i, ditandai oleh beberapa hal: Pertama, kecenderungan untuk menafsirkan teks secara leterlek dengan mengabaikan konteks; kedua, adanya orientasi pada penegakan syari`ah, atau syariah minded; dan ketiga, adanya kecenderungan anti pluralisme. Pandangan Syafi`i dibenarkan oleh Mujani. Hasil penelitiannya membuktikan adanya kecenderungan radikalisme agama akhir-akhir ini. Menurutnya paling tidak ada 1 (satu) dari 10 orang Indonesia yang menyetujui aksi-aksi kekerasan dan terorisme itu. Artinya ada 1% dari 240 juta masyarakat Indonesia yang menyetujui aksi tersebut. Berarti ada lebih kurang 24 juta orang Indonesia yang melindungi para teroris itu. Masyarakat yang intoleran tentu akan jauh lebih banyak lagi. Hal ini didukung pula dengan fakta bahwa masyarakat muslim masih memandang rendah agama dan mazhab yang berbeda, antara lain dikupas oleh Thalib (2014) dalam artikelnya Toleransi Beragama. Di kampus perguruan tinggi, Rahmat (2006) menemukan lebih separoh responden mahasiswa UPI memiliki corak berpikir keagamaan yang eksklusif (53%). Sekitar seperempatnya memiliki corak berpikir keagamaan yang inklusif (26%) dan tidak jelas corak berpikir keagamaannya (21%). Temuan penelitian ini diperkuat dengan penelitian Syahidin dan Rahmat (2009) dengan sampel yang lebih luas pada beberapa perguruan tinggi di Jawa Barat. Tokoh agama menyebut mahasiswa eksklusif dan radikal sebagai kelompok sempalan. Mereka justru ingin mengamalkan dan mendakwahkan Islam yang “asli” sebagaimana yang diamalkan masyarakat Muslim awal di zaman Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin, tentunya menurut pemahaman mereka. Pakaian jilbab bercadar bagi perempuan dan pakaian damis serta jenggot bagi laki-laki adalah pakaian Muslim ala Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin yang wajib dipraktekan oleh kaum Muslimin sekarang. Jika tidak, berarti telah mengingkari Islam dan mengikuti thaghut. Dalam tataran politis mereka memandang pemerintahan yang bukan Islam sebagai pemerintahan thaghutyang harus dilawan. (Azra, 2002; Ali, 2002; Mukawi, 2002). Untuk meningkatkan pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa diperlukan model perkuliahan yang inovatif. Model studi tipologi mazhab diduga akan dapat meningkatkan pemahaman para mahasiswa terhadap ajaran Islam perspektif mazhab berbeda, juga dapat meningkatkan toleransi terhadap ajaran mazhab yang berbeda-beda. Studi ini bertujuan menghasilkan model pembelajaran studi tipologi mazhab dalam 216

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” DALAM ... — [Munawar Rahmat]

perkuliahan Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan pemahaman dan toleransi para mahasiswa terhadap mazhab yang berbeda. B. METODE STUDI TIPOLOGI MAZHAB Metode ini diadopsi dari metode tipologi agama Ali Syari`ati. Ia mengatakan metode tipologi merupakan sebuah metode yang dipakai secara luas di Eropa untuk mengetahui dan memahami tipe-tipe manusia. Dalam konteks ini, Syari`ati mengembangkan metode khusus untuk mengkaji agama, yang bahkan dapat dipakai untuk mengkaji semua agama. Metode ini memiliki dua ciri penting, yaitu: pertama. mengidentifikasi aspek-aspek agama yang utama; dan kedua, membandingkan aspek-aspek agama ini dengan aspek-aspek yang sama dalam agama lain. (Dabla, 1991-1992). Menurut Syari`ati ada 5 (lima) aspek yang perlu diperbandingkan, sebagai berikut: 1. Tuhan atau Tuhan-tuhan dari masing-masing agama, yakni yang dijadikan obyek penyembahan oleh para penganutnya. 2. Rasul (Nabi) dari masing-masing agama, yaitu orang yang memproklamasikan dirinya sebagai penyampai agama. 3. Kitab Suci dari masing-masing agama, yaitu dasar dan sumber hukum yang dinyatakan oleh agama itu. 4. Situasi kemunculan Nabi dari tiap-tiap agama dan kelompok manusia yang diserunya, karena pesan tiap Nabi berbeda-beda. 5. Individu-individu pilihan yang dilahirkan setiap agama, yaitu figur-figur yang telah dididiknya dan kemudian dipersembahkan kepada masyarakat dan sejarah. Tujuan utama metode tipologi adalah agar umat beragama memahami agama sendiri dengan membandingkannya secara objektif dengan agama lain dan bersikap toleran terhadap agama dan penganut agama lain. Metode tipologi ini bisa diimplementasikan juga untuk memahami Islam perspektif mazhab yang berbeda. Makna mazhab dalam metode tipologi ini bukanlah mazhab-mazhab teoritis semacam mazhab fikih dan teologi. Makna mazhab dalam studi tipologi adalah mazhab-mazhab yang ril ada di masyarakat: ada ulamanya, ada jamaahnya, dan ada ajarannya. Mazhab-mazhab yang dimaksud misalnya Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Islam Sunni, Islam Syi`ah, Wahabi, Islam Sufi (tarekat), Islam pada umumnya (Islam syare`at), dan lain-lain. Studi tipologi mazhab perlu mengungkap aspek-aspek utama mazhab, lalu membandingkan aspek utama mazhab A dengan mazhab lainnya. Aspek utama mazhab yang diperbandingkan harus menggambarkan tipe mazhab. Untuk mengimplementasikan metode ini digunakan penelitian tindakan kelas atau classroom actionresearch. Adapun prosesnya mengikuti Kemmis & Mc Taggart (1988), dimulai dengan: (1) perencanaan, kemudian (2) melakukan aksi, kemudian (3) mengobservasi dampak dari aksi, dan terakhir (4) melakukan perenungan tentang efektivitas dan efisiensi perencanaan dan aksi yang telah dilakukan. Kemudian bilakurang berhasil, maka lakukanlah Putaran II. Langkah-langkahnya sebagaimana dalam Putaran I, yakni dimulai dengan: (1) perencanaan yang baru, kemudian (2) melakukan aksi yang baru, kemudian (3) mengobservasi dampak dari aksi yang baru, dan terakhir (4) melakukan perenungan tentang efektivitas dan efisiensi perencanaan dan aksi Putaran II (Somad & Rahmat, 2009). C. PEMBAHASAN Langkah-langkah pembelajaran dengan penelitian tindakan kelas dapat diuraikan sbb. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

217

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 215 – 221

1.

Perencanaan Tujuan perkuliahan agar mahasiswa memahami ajaran Islam secara lebih luas dan mendalam dengan cara mengkaji ajaran Islam perspektif Islam Sufi dan Islam syare`at dengan pendekatan/metode “studi tipologi mazhab”. Bahan kuliah yang dipersiapkan menyangkut 5 aspek ajaran, yakni guru mursyid, murid dan tingkatannya, cara mengenal Allah (ma`rifat billah), zikir, dan talqin zikir. 2. Pelaksanaan Untuk memudahkan kajian, untuk memahami ke-5 aspek ajaran mahasiswa bisa membuka google, karena aspek-aspek ajaran ini – sebagaimana berbagai masalah keagamaan lainnya – banyak terdapat di google. Tapi mahasiswa harus memilih situs-situs resmi, seperti situs NU, situs Muhammadiyah, situs Persis, atau situs-situs universitasuniversitas Islam dan pondok-pondok pesantren. Makalah yang dipresentasikan mahasiswa sebagai berikut. Islam Sufi dan Islam umum (Islam syare`at) memiliki perspektif berbeda tentang ke-5 aspek ajaran ini. Perspektif Islam Sufi, menjalankan agama harus dibimbing oleh Guru Mursyid. Sebabnya, dia adalah manusia yang dibentuk oleh Allah sebagai ahli zikir. Mereka menjadi Guru Mursyid dengan cara ditunjuk dan dididik secara khusus oleh Guru Mursyid sebelumnya, dan seterusnya hingga Guru Mursyid pertama ditunjuk dan dididik khusus oleh Nabi Muhammad SAW. Guru Mursyid bertugas men-talqin zikir kepada orang yang memintanya, memenuhi perintah Allâh dalam QS. 16/An-Nahl ayat 43 dan QS. 21/AlAnbiya ayat 7:Fas`aluu ahladz dzikri inkuntum laa ta`lamuun (maka bertanyalah kepada ahli zikir jika kamu tidak mengetahui – Tuhan dan ilmu zikir. Makna ahli zikir perspektif tasawuf adalah orang yang ahli berzikir, yakni Guru Mursyid. Guru Mursyid menjadi ahli zikir karena mendapat perlimpahan dari Guru Mursyid sebelumnya. Jadi, Guru Mursyid haruslah dipilih oleh Guru Mursyid sebelumnya, yang silsilahnya sambung menyambung (ittishal) hingga Rasûlullah Saw. (Alba dan Suchrowardi, 2005: 134). Betapa pentingnya berguru, sampai-sampai Syekh Abdul Qodir Jailani mengatakan, “orang yang tidak memiliki żuru, maka iblislah gurunya”. Syekh (Guru Mursyid), lanjut beliau, adalah jalan menuju kepada Tuhan dan petunjuk serta pintu masuk bertemu kepadaNya. “Karena itu seorang murid tidak dapat tidak selain harus memiliki żuru (Syekh).” (Afandi, 2009: 55). Kemudian Syekh Abdul Qodir Jailani menegaskan: Wajib bagi murid terus menerus berada di bawah bimbingan Syekh (Guru Mursyid) dan mengikuti bimbingannya dan meyakininya sebagai wasilah dan wasithah (perantara) antara dia dan Tuhan `Azza wa Jalla, sekaligus sebagai thaqiqah (jalan) dan menjadi sebab dapat mengantarkannya sampai bertemu Tuhannya. Ibarat seseorang yang berkeinginan bertemu Raja dan dia sendiri tidak mengenal Raja tersebut, maka sudah tentu dia menghadapi hijab (rintangan; menemui tembok penghalang). Hendaklah seseorang masuk (untuk bertemu Raja) melalui pintu dan jangan sekali-kali memanjat tembok dari belakang. Cara ini tidak akan membawanya bertemu Raja. (Afandi, 2009: 56). Bahkan Imam Ghazali menegaskan, bahwa wajib bagi murid yang menempuh tarekat (jalan tasawuf) mencari Guru, walau ia seorang Ulama Besar (Afandi, 2009: 55). Islam syare`at tidak mengenal Guru Mursyid. Adapun mereka yang mengenalnya berpendapat tidak perlu punya Guru Mursyid. Tapi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (2016) berpesan kepada para generasai muda untuk tidak hanya terpaku pada informasi yang tersaji di dunia maya (internet) dalam menggali dan mempelajaripengetahuan agama.“Saya berharap, generasi muda dalam mempelajari agama, tidak hanya terpaku dan mengandalkan internet. Belajarlah agama kepada para pakar, para ustadz dan para ulama yang telah teruji dan mampu memahi esensi dan substansi agama,” kata Menag saat menjadi pembicara pada Pelantikan Pengurus Lembaga 218

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” DALAM ... — [Munawar Rahmat]

Kemahasiswaan tingkat Universitas Masa Bhakti 2016 dan Seminar “Deradikalisasi di Media Sosial” di Auditorium Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di Ciputat, Tangsel, Banten, Kamis (28/01). Menurutnya, esensi agama adalah memanusiakan manusia dan mensejahterakan masyarakat. Inti agama adalah perdamaian dan kasih sayang. Untuk itu, Menag berharap para generasi muda lebih selektif dalam menerima informasi yang berkembang di dunia maya. Sementara itu KH Aceng Zakaria (2008), Pimpinan Pusat Persatuan Islam, menjelaskan makna ahli zikir dalam QS. 16/An-Nahl ayat 43 bukanlah orang yang suka membaca kalimat zikir seperti membaca laailaha illallah 1.000 kali, dsb, tapi ahli dzikir di sini maksudnya ialah (orang) yang menguasai al-Qur’an dan Sunnah. Mengapa al-Qur’an dikatakan dzikr, karena al-Qur’an berfungsi sebagai pengingat penggugah, dan penyadar. Dan arti dzikir itu sendiri ialah ingat, sadar. Adapun makna zikir adalah: Al-Quran, shalat (wajib dan sunat), shalat jum`at, dan dzikrullah. Ibarat seorang istri yang berpesan kepada suaminya yang mau pergi ke luar kota. Seorang suami disebut ingat istrinya jika ia sepulang dari luar kota membawa oleh-oleh yang dipesan istrinya. Jadi, berzikir adalah menjalankan pesan-pesan (perintah-perintah) Allah SWT. Demikianlah keempat aspek ajaran lainnya: murid dan tingkatannya, ma`rifat billah,zikir, dan talqin zikir dikaji sebagaimana pengkajian aspek guru mursyid. 3.

Evaluasi Setelah mendeskripsikan kelima aspek ajaran perspektif Islam Sufi dan Islam syare`at, mahasiswa kemudian melakukan pembahasan titik-temu dan perbedaan kedua mazhab yang dibandingkan. Tentang aspek pertama, guru mursyid, mahasiswa terlebih dahulu membeberkan ringkasannya. Islam Sufi memandang penting guru mursyid, sementara Islam syare`at tidak memandang penting guru mursyid. Makna “ahli zikir” dalam QS 16/An-Nahl ayat 43 dan QS. 21/Al-Anbiya ayat 7 oleh KH Aceng Zakaria dimaknai sebagai Al-Quran, shalat, shalat jum`at, dan dzikrullah. Kedua pandangan berbeda itu perlu dikritisi. Apa makna “ahli” dalam kedua ayat tersebut? Makna ahli dapat diibaratkan “ahli kubur”. Siapa ahli kubur itu? Ialah orang yang selama-lamanya tinggal di dalam kubur. Jadi ahli zikir adalah orang yang selama-lamanya berzikir (zikirnya banyak), yang dalam QS 3/Ali Imran ayat 190-191 (tentang ulul albab) disebutkan “selala berzikir ketika berdiri, duduk, ataupun berbaring”. Maksudnya selama terjaga ia terus-menerus berzikir. (Rahmat, 2015: 93-94). Diartikan orang yang menguasai Al-Quran dan Sunnah pun bisa diterima. Siapakah Ahli Al-Quran dan Sunnah itu? Tentunya adalah orang yang benar-benar menguasai dan mengamalkan Al-Quran dan Sunnah. Persoalan kedua tentang makna “ahli” itu, siapakah orang/pihak yang menentukan bahwa seseorang itu ahli zikir atau ahli/menguasai Al-Quran dan Sunnah? Dalam Islam Sufi ditegaskan Guru Mursyid itu dipilih dan dididik secara khusus oleh Guru Mursyid sebelumnya, sambung-menyambung hingga ada Guru Mursyid pertama yang dipilih dan dididik secara khusus oleh Rasulullah SAW. Bagaimanakah halnya dengan “ahli” AlQuran dan Sunnah, siapakah yang memilihnya? Logikanya seorang ahli haruslah disahkan oleh ahli sebelumnya. Jadi seharusnya ahli Al-Quran pun dipilih oleh ahli Al-Quran sebelumnya hingga ada ahli Al-Quran yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW. Tentang ilustrasi pesan istri kepada suaminya, bagaimanakah jika seorang suami memenuhi semua pesan istrinya (yakni membawa oleh-oleh yang dipesannya) tapi hatinya lebih mengingat-ingat wanita lain? Dengan demikian menjalankan pesan Allah seperti membaca syahadat, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan hajji ke baitullah bagi yang mampu tapi hatinya mengingat-ingat selain Allah maka orang Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

219

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 215 – 221

seperti ini sulit dikatakan berzikir. Tapi tetap makna menjalankan pesan harus dilaksanakan. Jadi kedua pandangan ini sebenarnya saling melengkapi. seperti ini sulit dikatakan berzikir. Tapi tetap makna menjalankan pesan harus dilaksanakan. Jadi kedua pandangan ini sebenarnya saling melengkapi. 4. Renungan Mahasiswa terbukti memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang Islam Sufi dan 4. Renungan Islam syare`at. Selain itu mahasiswa pun tampak bersikap toleran terhadap mazhab yang memilikimemahami pengetahuan yang lebih luas tentang Islam Sufijuga dan berbeda.Mahasiswa Mahasiswaterbukti bukan sekedar perbedaan kedua mazhab tapi berhasil Islam syare`at. Selain itu mahasiswa tampak terhadap mazhab yang menemukan titik-temu di antara keduapun mazhab yangbersikap berbedatoleran itu. berbeda. Mahasiswa bukan sekedar memahami perbedaan kedua mazhab tapi berhasil juga menemukan titik-temu di antara kedua mazhab yang berbeda itu. D. KESIMPULAN Model pembelajaran “studi tipologi mazhab” terbukti efektif dalam meningkatkan D. KESIMPULAN pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa. Dengan tema pembelajaran Islam Sufi Model “studi syare`at) tipologi mazhab” terbukti efektif dalam meningkatkan dan Islam padapembelajaran umumnya (Islam dengan pendekatan “studi tipologi mazhab” pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa. Dengan tema pembelajaran Islam Sufi mahasiswa berhasil meningkatkan pengetahuan agama dan sikap toleran terhadap mazhab dan Islam padaMahasiswa umumnya terbukti (Islam syare`at) dengan pendekatan tipologi mazhab” yang berbeda. mengetahui pandangan kedua“studi mazhab tentang perlumahasiswa berhasil meningkatkan pengetahuan agama dan sikap toleran terhadap mazhab tidaknya guru mursyid, murid dan tingkatannya, ma`rifat billah,zikir, dan talqin zikir yang berbeda. Mahasiswa terbukti mengetahui pandangan kedua mazhab tentang perluperspektif Islam Sufi dan Islam pada umumnya. Mahasiswa pun memiliki keyakinannya tidaknyaada guru tingkatannya, ma`rifat billah,zikir, dan talqin zikir sendiri, yangmursyid, condongmurid kepadadan Islam Sufi, tapi kebanyakan condong kepada Islam pada perspektif Islam Sufi dan Islam pada umumnya. punpandangan memiliki keyakinannya umumnya.Namun demikian mahasiswa memahamiMahasiswa dan menerima mazhab yang sendiri, ada yang condong kepada Islam Sufi, tapi kebanyakan condong kepada Islam pada berbeda. umumnya.Namun demikian mahasiswa memahami dan menerima pandangan mazhab yang berbeda. REFERENSI Al-Quran dan Terjemahnya (dalam Digital Quran versi 3.1) REFERENSI Afandi, Abdullah Khozin (2009). Tasawuf: Menghidupkan Hati Bersinar. Surabaya: Visi Al-QuranHumanika. dan Terjemahnya (dalam Digital Quran versi 3.1) Afandi, Abdullah Khozin (2009). “Żenomena Tasawuf: Menghidupkan Hati Bersinar. Visi Ali, Mohammad Daud (2002), ‘Sempalan’ Keagamaan di Surabaya: PTU: Sebuah Humanika. Tantangan Bagi Pendidikan Agama Islam”. Dalam Żuaduddin & Cik Hasan Bisri, Ali, Mohammad DaudDinamika (2002), Pemikiran “ŻenomenaIslam ‘Sempalan’ Keagamaan di PTU:Logos. Sebuah Editor (2002). di Perguruan Tinggi.Ciputat: Tantangan Bagi Pendidikan Agama Islam”. Dalam Żuaduddin & Cik Hasan Bisri, Azra, Azyumardi (2002). Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme & Editor (2002). Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi.Ciputat: Logos. Pluralisme.Jakarta: RajaGrafindo Persada. Azra, Azyumardi Konflik Baru Peradaban: & Dabla, Bashir A.(2002). (1991-1992). Dr. Antar Ali Syari`ati danGlobalisasi, MetodologiRadikalisme Pemahaman Pluralisme.Jakarta:Bambang RajaGrafindo Persada. Jurnal Al-Hikmah No.4, Bandung, Islam.Terjemahan Gunawan. Dabla, Yayasan Bashir A.Muthahhari, (1991-1992). Dr. Ali Syari`ati 1412/Nopember dan Metodologi 1991-Februari Pemahaman Rabi` Al-Tsani-Sya`ban Islam.Terjemahan Bambang Gunawan. Jurnal Al-Hikmah No.4, Bandung, 1992. Muthahhari, Rabi` Pesantren: Al-Tsani-Sya`ban 1412/Nopember Dhofier, Yayasan Zamachsyari (1994). Tradisi Studi Tentang Pandangan1991-Februari Hidup Kiai. 1992. Jakarta: LP3ES. Dhofier, Zamachsyari (1994). TradisiThe Pesantren: Studi Tentang Hidup Kiai. Kemmis, S. & McTaggart, R. (1988). Action Research Planner.Pandangan Deakin University. Jakarta: LP3ES. Mukawi, Tanwir Y. (2002). “Żenomena ‘Sempalan’ Keagamaan di PTU: Sebuah Kemmis,Tantangan S. & McTaggart, R. (1988). Agama The Action Research Deakin University. Bagi Pendidikan Islam”. DalamPlanner. Żuaduddin & Cik Hasan Bisri, Mukawi, Editor Tanwir Y. (2002). “Żenomena ‘Sempalan’ Keagamaan di PTU: Sebuah (2002). Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi.Ciputat: Logos. Tantangan (2006). Bagi Pendidikan Agama Islam”. DalamMahasiswa ŻuaduddinAktivis & Cik Hasan Rahmat, Munawar “Corak Berpikir Keagamaan Islam Bisri, UPI: Editor (2002). Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi.Ciputat: Logos. Dari Corak Berpikir Yang Eksklusif, Inklusif, Hingga Liberal”. Laporan Rahmat, Penelitian, Munawar LPPM (2006).Universitas “Corak Berpikir Keagamaan Mahasiswa Aktivis Islam UPI: Pendidikan Indonesia. Dari Corak Berpikir Yang Eksklusif, Inklusif, Liberal”. Laporan Rahmat, Munawar (2015). Pendidikan Insan Kamil. Bandung:Hingga Celtics Press bekerja sama Penelitian, LPPM Universitas Pendidikan Indonesia. dengan Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Indonesia. Rahmat, Munawar Insan Kamil. Bandung: Celtics Press bekerja sama Saifuddin, Luqman(2015). Hakim Pendidikan (Menteri Agama RI) (2014). “Wawancara MetroTV dengan dengan Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Indonesia. Tema Radikalisme Beragama”. Ditayangkan September 2014. Saifuddin, Luqman Hakim (Menteri Agama RI) (2014). “Wawancara MetroTV dengan Tema Radikalisme Beragama”. Ditayangkan September 2014. 220

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” DALAM ... — [Munawar Rahmat]

Saifuddin, Luqman Hakim (Menteri Agama RI) (2016). “Belajar Agama pada Ulama, Bukan di Dunia Maya”. Tersedia dalam http://kemenag.go.id/index.php?a= berita&id=326992, 28 Januari 2016. Somad, HM Abdul & Rahmat, Munawar (2009), Cara Mudah Menyusun Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Jatinangor Bandung: ALQA Prisma Interdelta. Syafi`i (2006). “Radikalisme Beragama”. Tersedia dalam www.islamlib.com (20 Maret 2006). Syahidin &Rahmat, Munawar (2009). “Corak Berpikir Keagamaan Mahasiswa di Jawa Barat: Dari Corak Berpikir Yang Eksklusif, Inklusif, Hingga Liberal”. Laporan Penelitian, LPPM Universitas Pendidikan Indonesia. Thalib, Al Ustadz Ja'far Umar (2014). “Toleransi Beragama”. Tersedia dalam http://indonesiaindonesia.com/f/51596-toleransi-beragama (15 Oktober 2014). Zakaria, K.H. Aceng (Pimpinan Pusat Persatuan Islam) (2008). “Makna Dzikir dalam AlQuran”. Tersedia dalam https://pwkpersis.wordpress.com/ 2008/04/28/maknadzikir-dalam-al-quran/ (28-04-2008)

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

221

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH FIL ARDHI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH FIL ARDHI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN Munawar Rahmat* dan Fahrudin

ABSTRACT

Universitas Pendidikan Indonesia Munawar Rahmat* dan Fahrudin *Email: [email protected] Universitas Pendidikan Indonesia *Email: [email protected]

ABSTRACT What is the meaning of khalifah fil ardhi in the Qur’an? Who is the khalifah fil ardhi? Does khalifah fil ardhi refer to human beings in general or refer to a particular man who holds the What is the meaning of khalifah fil ardhi the Qur’an? Who is (mufassir) the khalifahdiffer fil ardhi? Doesin highest range in religious position? The inQur’anic interpreters to Sufis khalifah fil ardhi to human beingsfilinardhi. general or Qur’anic refer to ainterpreters particular tend man to who holds the understanding therefer meaning of khalifah The interpret that highest in isreligious position? The Qur’anic interpreters differ to vicegerent Sufis in khalifahrange fil ardhi human beings in general, i.e. Prophet Adam and(mufassir) his offspring as His understanding the meaning of are khalifah fil ardhi. The Wali, Qur’anic interpreters tend and to interpret that on earth. Among them there Prophets, Apostles, Shiddiqin, the pious devout man. khalifah fil ardhi is human beings in general, i.e. Prophet Adam and his offspring as His vicegerent While Sufis interpret that khalifah fil ardhi is żod’s representative on the earth. Are the meaning of on earth. Among them and therethe areother Prophets, Apostles, Wali, Shiddiqin, the pious andofdevout man. term khalifah fil ardhi terms related to it derived from thematic study the Qur’an? While Sufisaims interpret that khalifah ardhi is of żod’s representative on the the meaning of The study to understand thefilmeaning khalifah fil ardhi and theearth. other Are related terms in the term khalifah and thestudy other of terms it derived from thematic study of the Qur’an basedfilonardhi a thematic the related Qur’antoand its implications for education. TheQur’an? method The aims to understand the meaning ardhi on andthematic the otherstudy related terms in it theis usedstudy in this research is thematic study of of thekhalifah Qur’an.filBased conducted, Qur’an based a thematic study of the fil Qur’an its implications for education. method found that theon meaning of term khalifah ardhi and is Rasulullah, not human beings in The general. This used in this is thematic study such of theas:Qur’an. Based meaning on thematic study in conducted, it isis finding has research pedagogical implications, the primary of belief His angels found that the meaning of term khalifah fil ardhi is Rasulullah, not human beings in general. This following their attitude in which angels could obey to Allah and His Prophet, and do not imitate finding hasare pedagogical implications, such toas:Adam. the primary meaning of belief in His angels is devil who arrogant refusing to prostrate following their attitude in which angels could obey to Allah and His Prophet, and do not imitate devil who areMethod arrogantof refusing to prostrate Adam. Keyword: thematic study oftothe Qur’an, khalifah fil ardhi, pedagogical

implications Keyword: Method of thematic study of the Qur’an, khalifah fil ardhi, pedagogical implications ABSTRAK ABSTRAK Apa makna khalifah fil ardhi dalam Al-Quran? Siapakah khalifah fil ardhi itu? Apakah khalifah fil ardhi itu menunjuk kepada manusia pada umumnya ataukah manusia tertentu yang menyandang Apa makna khalifahkeagamaan? fil ardhi dalam Al-Quran? Siapakah fil ardhipendapat itu? Apakah khalifah fil jabatan tertinggi Ulama tafsir dan ulamakhalifah sufi berbeda tentang makna ardhi itu menunjuk kepada manusia pada umumnya ataukah manusia tertentu yang menyandang khalifah fil ardhi. Ulama tafsir cenderung memaknai khalifah fil ardhi sebagai manusia pada jabatan tertinggi keagamaan? Ulama tafsir dansebagai ulamawakil sufi Tuhan berbeda pendapat tentang makna umumnya, yakni Nabi Adam dan anak-cucunya di bumi. Di antara mereka itu khalifah fil Rasul, ardhi. Ulama tafsir cenderung memaknai ardhi sebagai manusia ada Nabi, Wali, Shiddiqin, orang-orang saleh,khalifah dan ahlifil ibadah. Sementara ulamapada sufi umumnya, NabifilAdam anak-cucunya sebagai wakilApakah Tuhan dimakna bumi. khalifah Di antarafilmereka itu memaknaiyakni khalifah ardhidan sebagai wakil Tuhan di bumi. ardhi dan ada Nabi, Rasul, Wali,berkaitan Shiddiqin, orang-orang saleh, dan ahlitematik ibadah.Al-Quran? SementaraPenelitian ulama sufi term-term lain yang dengannya berdasarkan studi ini memaknai khalifah fil makna ardhi sebagai Tuhan bumi. Apakah makna khalifah fil ardhidalam dan bertujuan memahami khalifahwakil fil ardhi dan di term-term lain yang berkaitan dengannya term-term yang berkaitan dengannya berdasarkan studi tematik Al-Quran? Penelitian ini Al-Quran lain berdasarkan studi tematik Al-Quran serta implikasinya terhadap pendidikan. Metode bertujuan memahami makna khalifah fil ardhi dan term-term lain yang berkaitan dengannya dalam yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi tematik Al-Quran. Berdasarkan pada studi Al-Quran berdasarkan studi tematik Al-Quran serta implikasinya terhadap pendidikan. tematik yang telah dilakukan, penelitian ini menemukan bahwa makna khalifah fil ardhiMetode adalah yang digunakan dalam penelitian ini adalahTemuan studi tematik Al-Quran. Berdasarkan pada bahwa studi Rasulullah, bukan manusia pada umumnya. ini mengandung implikasi pedagogis, tematik dilakukan, ini menemukan makna khalifah fil yang ardhi rela adalah makna yang utamatelah beriman kepadapenelitian para malaikat-Nya adalah bahwa meneladani para malaikat taat Rasulullah, bukan manusia padameneladani umumnya. iblis Temuan mengandung pedagogis, kepada Rasulullah dan jangan yanginimenolak sujud implikasi karena sombong dan bahwa merasa makna beriman kepada para malaikat-Nya adalah meneladani para malaikat yang rela taat dirinyautama lebih baik daripada Rasulullah. kepada Rasulullah dan jangan meneladani iblis yang menolak sujud karena sombong dan merasa dirinya lebih baik daripada Rasulullah. Kata kunci: Metode ‘studi tematik Al-Qur’an, khalifah fil ardhi, implikasi pedagogis

Kata kunci: Metode ‘studi tematik Al-Qur’an, khalifah fil ardhi, implikasi pedagogis Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

223

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 223 – 229

A. PENDAHULUAN Apa makna khalifah fil ardhi dalam Al-Quran? Siapakah khalifah fil ardhi itu? Apakah khalifah fil ardhi itu menunjuk kepada manusia pada umumnya ataukah manusia tertentu yang menyandang jabatan tertinggi keagamaan? Ulama tafsir dan ulama sufi berbeda pendapat tentang makna khalifah fil ardhi. Ulama tafsir cenderung memaknai khalifah fil ardhi sebagai manusia pada umumnya (Shihab, 2007: 142; Thabathaba`i, 2010: 228-231). Ibnu Mas`ud (Isawi, 2009: 173,180), Asy-Syaukani (2008: 254), dan Ibnu Katsir (Abdullah, 2009: 100) menjelaskan, maksud manusia di sini adalah Nabi Adam dan anakcucunya sebagai pengendali bumi, sebagai wakil administratif Tuhan di bumi. menyebutkan, di antara mereka itu ada Nabi, Rasul, Wali, Shiddiqin, orang-orang saleh, dan ahli ibadah. Sementara ulama sufi memaknai khalifah fil ardhi sebagai wakil Tuhan di bumi (Al-Qurthubi, 2007: 615-616). Demikian juga term-term lain yang berkaitan dengan term khalifah fil ardhi dalam QS. 2/Al-Baqarah ayat 30-34, seperti makna al-asma`a kullaha (nama-nama seluruhnya) dalam kalimat “dan Dia (Tuhan) mengajari (Adam) alasma`a kullaha“ dan makna sujud dalam kalimat “sujudlah kalian (hai malaikat) kepada Adam” dimaknai secara berbeda oleh ulama tafsir dan ulama sufi. Apakah makna khalifah fil ardhi dan term-term lain yang berkaitan dengannya berdasarkan studi tematik AlQuran? Studi bertujuan memahami makna khalifah fil ardhi dan term-term lain yang berkaitan dengannya dalam Al-Quran berdasarkan studi tematik Al-Quran serta implikasinya terhadap pendidikan. B. METODE “STUDI TEMATIK Al-QURAN” Al-Quran dipahami oleh ulama dengan menggunakan dua metode, bil-ma`tsuratau bil-manqul dan bir-ro`yi. Tafsir bil-ma`tsur adalah penjelasan Nabi terhadap suatu term. Tafsir ini disepakati paling benar. Sayangnya sangat sedikit. Ulama kemudian memperluas tafsir bil-ma`tsurshahabi. Oleh karena itu al-Qattan (2001: 482) dan ash-Shiddiqie (1980: 227) menyebutkan tafsir bil-manqul sebagai metode penafsiran dengan cara mengambil rujukan pada Al-Quran, hadist Nabi, dan kutipan sahabat serta tabi`in. Namun para sahabat dan tabi`in tetap melakukan ijtihad. Dalam bahasa Quraish Shihab (1996: 71), mereka berijtihad sebagai keterpaksaan karena Nabi telah wafat. Tapi bil-ma`tsur shahabi mengandung kelemahan. Ash-Shiddiqie (1972: 220) menyebut 4 kelemahan tafsir ini: pertama, banyak ditemukan riwayat-riwayat yang disisipkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan tujuan merusak Islam; kedua,banyak ditemukan penyusupan oleh aliranaliran yang dianggap menyimpang; ketiga, tercampur aduknya riwayat-riwayat yang shahih dengan yang lemah; dan keempat, banyak ditemukan riwayat Isra`iliyat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akhirnya Ulama mengembangkan metode tafsir bil-ro`yi dengan dibuatnya kaidah-kaidah yang disepakati bersama(Ash-Shiddiqie, 1980: 227). Metode tafsir ini hanya bisa diimplementasikan oleh para ulama dan pakar Al-Quran. Studi ini menggunakan metode “studi tematik Al-Quran”, sejenis metode maudhu`i (tematik) yang dikembangkan dari Al-Qarafi (Khozin Afandi, 2001). Walau metode ini lebih mudah tapi tetap saja ketat. Al-Qarafi menetapkan 3 standard untuk menafsirkan term-term dalam Al-Quran, yakni bahwa makna sebuah term harus: (1) sesuai dengan pengertian bahasa daritradisi masyarakat zaman Nabi Muhammad SAW; (2) sesuai semantik bahasa; dan (3) upaya menemukan arti yang diyakini sesuai dengan kehendak Allah. Bagi mahasiswa umum kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan AlQurandan Terjemahnya dalam Digital Quran versi 3.1. (Rahmat, 2015: 81). Adapun termterm yang perlu menggunakan studi tematik Al-Quran ini terutama pokok-pokok agama (masalah keimanan dan peribadatan). Langkah-langkah kerja implementasi metode “Studi Tematik Al-Quran” sbb: 224

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH ... — [Munawar Rahmat dan Fahrudin]

1. 2. 3.

4.

Klik folder Digital Quran versi 3.1 Klik file LOVE (warna Hijau) Cari term-term yang diinginkan, bisa Bahasa Arab (huruf Arab) bisa Bahasa Indonesia (huruf Latin). Misal, term KHALIFAH. Caranya, klik cari (Arab), kemudian tulis khalifah dengan cara klik huruf kho (�), lam (�), ya (�), fa (‫)ف‬, dan ta marbuthoh ( ). Akan muncul di layar (bawah) term (�� ��‫ ) ف‬atau khalifah = 2 items. Klik juga terjemah Al-Quran dengan cara: Klik cari (Ind/Eng),kemudian ketik KHALIFAH, maka akan muncul di layar (bawah) term khalifah = 5 items. Term khalifah (juga term-term lainnya) dalam Bahasa Indonesia lebih banyak karena merupakan terjemahan langsung dari term khalifah, juga derivatnya (khola`if dan istakhlafa). Untuk menyimpulkan makna sebuah term perlu diingat: (a) Al-Quran adalah kitab petunjuk “beragama yang lurus”, kitab petunjuk memasuki Hari Akhir dengan selamat dan bahagia, bukan berbicara tentang dunia; dan (b) kadang-kadang perlu dikaji pula ayat-ayat sebelumnya atau sesudahnya; dan kadang-kadang perlu dikaji pula term-term lain yang dapat lebih mempertegas makna sebuah term.

C. PEMBAHASAN Term khalifah dengan semua derivatnya terdiri dari 6 ayat. Dengan bantuan tabel implementasi studi tematik Al-Quran, term khalifah fil ardhi memiliki makna berikut. Sebaiknya teks ayat Al-Quran dan terjemahnya dikutip semua. Tapi bagi mahasiswa umum boleh dikutip terjemahnya saja. Tabel 1. Makna Khalifah Fil Ardhi Berdasarkan Metode “Studi Tematik Al-Quran”

QS. ... No. ayat ... Teks Al-Quran & Terjemahnya 1

2:30

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak men-jadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang selalu membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah; padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu

Pesan ayat 1. Tuhan menyampaikan rencana-Nya kepada para malaikat, yakni akan selalu menjadikan “seorang” khalifah fil ardhi 2. Malaikat mengajukan keberatan mengapa khalifah itu dari kalangan manusia. Alasannya, manusia selalu membuat kerusakan dan menumpahkan darah 3. Malaikat mengusulkan agar khalifah itu (salah seorang) dari kalangan malaikat

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

Kesimpulan sementara Khalifah fil ardhi memiliki kedudukan yang tinggi. Jabatan ini hanya pantas disandang oleh orang yang selalu bertasbih memuji Tuhan dan mensucikan-Nya; tidak pantas disandang oleh orang yang suka membuat kerusakan dan menum-pahkan darah. Karena itu para malaikat keberatan mengapa Tuhan akan mengang-kat khalifah-Nya itu salah seorang manusia, seharusnya salah sseorang 225

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 223 – 229

ketahui."

4. Tuhan mengetahui apa yang tidak diketahui malaikat

malaikat. Tapi Tuhan menegaskan, Dia mengetahui apa yang tidak diketahui para malaikat 2 6:165 dan Dia-lah yang menjadikan 1. Allah telah menjadi- Allah telah kamu khalifah-khalifah di bumi kan para khalifah di menjadikan khalifahdan Dia meninggikan sebagian muka bumi khalifah di muka kamu atas sebagian (yang lain) 2. Allah meninggikan bumi beberapa dera-jat, untuk derajat sebagian mengujimu tentang apa yang manusia atas diberikan-Nya kepadamu. sebagian lainnya. Sesungguhnya Tuhanmu amat Tujuannya sebagai cepat siksaan-Nya dan ujian sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 3 7:129 Kaum Musa berkata: "Kami 1. Pengikut Nabi Musa merasakan telah ditindas (oleh Fir'aun) penderita-an sebelum kamu datang kepada ditindas Fir`aun kami dan sesudah kamu datang. baik sebelum Musa men-jawab: "Mudahataupun sesudah mudahan Allah membinasakan datangnya Nabi musuhmu dan men-jadikan Musa. kamu khalifah di bumi; maka Allah akan melihat bagaimana 2. Nabi Musa berdo`a "Semoga Allah perbuatanmu. mem-binasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi” 4 27:62 Atau, siapakah yang 1. Allah-lah yang memperkenan-kan (doa) orang mem-perkenankan yang dalam kesulitan apabila ia do`a dan yang berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan menghilangkan kesusahan, dan kesusahan yang menjadikan kamu sebagai 2. Allah juga yang khalifah di bumi? Apakah di men-jadikan samping Allah ada Tuhan (yang seseorang sebagai lain)? Amat sedikitlah kamu khalifah di bumi mengingati(Nya). 5 35:39 Dia-lah yang telah menjadikan 3. Allah telah menjadikamu khalifah-khalifah di muka kan para khalifah di bumi. Barangsiapa yang kafir, muka bumi maka (akibat) kekafirannya 4. Orang yang kafir menimpa dirinya sendiri; dan adalah orang yang kekafiran orang-orang yang kafir merugikan dirinya itu tidak lain hanyalah akan sendiri 226

Untuk menghilangkan penderitaan kaumnya Nabi Musa berdo`a "Mudahmudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi”

Allah-lah yang menjadikan seseorang sebagai khalifah di muka bumi, sebagai-mana Allah mengabul-kan do`a orang yang berdo`a kepada-Nya

Allah telah menjadikan khalifahkhalifah di muka bumi. Adapun orang yang kafir (menolak khalifah-khalifahNya) maka kekafiran

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH ... — [Munawar Rahmat dan Fahrudin]

menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orangorang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka. 6 38:26 Hai Daud, sesungguhnya Kami 1. Allah menjadikan menjadikan kamu khalifah di Nabi Daud sebagai muka bumi, maka berilah khalifah fil ardhi keputusan di antara manusia 2. Nabi Daud dengan adil, dan janganlah kamu diperintah Allah mengikuti hawa nafsu, karena ia untuk memberi akan menyesatkan kamu dari keputusan secara jalan Allah. Sesungguhnya adil orang-orang yang sesat dari jalan 3. Nabi Daud dilarang Allah akan mendapat azab yang mengikuti hawa berat, karena mereka melupakan nafsu, karena akan hari perhitungan. menyesatkannya dari jalan Allah

mereka itu hanya menambah murka Tuhan

Nabi Daud sebagai khalifah fil ardhi

Dari 6 ayat tentang term khalifah fil ardhi dalam tabel di atas, ayat yang paling jelas dan rinci menjelaskan makna term ini adalah QS 2/Al-Baqarah ayat 30-34. Ayat-ayat ini menerangkan tiga term yang saling berkaitan, yakni khalifah fil ardhi, malaikat, dan iblis. Makna khalifah fil ardhi menjadi jelas dan gamlang dengan mengkaji term malaikat dan iblis. Ayat 30 sudah jelas: (1) Tuhan akan selalu mengangkat seseorang sebagai khalifahNya dari kalangan manusia; (2) para malaikat berpendapat watak khalifah fil ardhi harus selalu bertasbih memuji Allah dan mensucikan-Nya; (3) para malaikat menyaksikan, bukan memprediksi (karena ayat ini menggunakan fi`il mudhore), bahwa watak manusia itu buruk. Dengan demikian Nabi Adam bukanlah manusia pertama melainkan Nabi/Rasul pertama. Dari ayat 30 dan ayat-ayat berikutnya akan ditemukan makna yang paling tepat untuk khalifah fil ardhi adalah Rasulullah; (4) para malaikat mengusulkan agar salah seorang dari mereka dijadikan khalifah fil ardhi, karena malaikat mempunyai watak yang baik; dan (5) Tuhan menegaskan bahwa Dia mengetahui apa yang tidak diketahui oleh para malaikat. Kalimat ini mengandung makna: (a) benar bahwa watak khalifah fil ardhi haruslah baik. Tapi tidak cukup dengan baik saja, khalifah fil ardhi harus menguasai ilmu agama sebagai shirothol mustaqim, sebagaimana dijelaskan dalam ayat 31-34; (b) khalifah fil ardhi dalam pengertianRasulullah haruslah dapat ditaati dan diteladani oleh manusia, jin, dan malaikat. Manusia dapat dilihat oleh malaikat, jin, dan manusia (sehingga perintahperintahnya dan teladannya dapat dimengerti dan dilihat oleh malaikat, jin, dan manusia); sementara malaikat hanya dapat dilihat oleh malaikat lagi, tidak bisa dilihat oleh manusia; dan (c) karena malaikat berwatak baik memang di kemudian hari ada salah seorang malaikat yang Tuhan jadikan Rasulullah, yakni Rasul untuk mengangkat seorang manusia menjadi Nabi dan Rasul, yakni malaikat Jibril. Ayat 31 menjelaskan, Nabi Adam (sebagai khalifah/Rasul pertama) diajari Tuhan al-asma`a kullaha. Para ahli tafsir mengutip pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas`ud tentang makna al-asma`a kullaha, yakni nama-nama segala sesuatu seluruhnya, baik yang besar maupun yang kecil. Ibnu Abbas menambahkan, Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama segala sesuatu, termasuk nama wadah dan cemeti, sampai mangkuk besar dan alat untuk memerah susu, antara lain dalam Tafsir Ibnu Mas`ud (Isawi, 2009: 182-183), Tafsir Ibnu Katsir (Abdullah, 2009: 105), Tafsir Ath-Thabari (2007: 564-565), dan Tafsir Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

227

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 223 – 229

Fi Zhilalil Quran (Sayyid Quthb, 2008: 68). Adapun Al-Maraghi (1992: 137-144) Fi Zhilalil Quran Quthb, 2008: 68).nama-nama Adapun Al-Maraghi (1992: 137-144) menjelaskan makna (Sayyid al-asma`a kullaha adalah Allah dan ilmu kekhalifahan, menjelaskan makna al-asma`a kullaha adalah nama-nama Allah dan ilmu kekhalifahan, yang diajarkan Allah melalui ilham baik secara bertahap ataupun sekaligus. Thabathaba`i yang Allah melalui ilham baikmemiliki secara bertahap ataupun sekaligus. Thabathaba`i (2010:diajarkan 231) menambahkan, manusia sejumlah potensi dan mewujudkannya (2010: 231) menambahkan, manusia memiliki sejumlah potensi dan mewujudkannya dalam kehidupan ril. Ini merupakan sebuah proses yang tak berkesudahan, merupakan dalam kehidupan Ini merupakan sebuah proses tak berkesudahan, merupakan keajaiban yang takril. pernah henti. Jika dikaitkan denganyang ketinggian derajat khalifah fil ardhi keajaiban yang tak pernah henti. Jika dikaitkan dengan ketinggian derajat khalifah fil ardhi dalam ayat 30, penjelasan Al-Maraghi lebih tepat. Tapi harus dikaitkan dengan tugas-tugas dalam ayat 30, dalam penjelasan Tapi harusdalam dikaitkan tugas-tugas kekhalifahan arti Al-Maraghi kerasulan, lebih bukantepat. kekhalifahan artidengan pemimpin dunia. kekhalifahan dalamAdam arti (juga kerasulan, bukandankekhalifahan arti pemimpin dunia. Maksudnya, Nabi Nabi-nabi Rasul-rasul dalam sesudahnya) selalu diajari alMaksudnya, Nabiyakni Adamilmu (jugajalan Nabi-nabi dan Rasul-rasul sesudahnya) selalu alasma`a kullaha, lurus menuju Tuhan. Ketepatan makna inidiajari berkaitan asma`a kullaha, yakniternyata ilmu jalan menujual-asma`a Tuhan. Ketepatan ini berkaitan dengan para malaikat tidak lurus mengetahui kullaha inimakna (ayat 32-33). dengan Ayat para malaikat tidak mengetahui kullaha ini (ayat 34-nya, ternyata para malaikat diperintahal-asma`a sujud kepada Nabi Adam32-33). (Nabi Adam 34-nya, para malaikat diperintah sujud kepada Nabi Adam (Nabi sebagaiAyat khalifah, bukan Nabi Adam sebagai manusia). Tentu saja makna sujud yangAdam lebih sebagai khalifah, bukan Nabi Adam sebagai manusia). Tentu saja makna sujud yang lebih tepat adalah sujud dalam arti taat, bukan sujud dalam arti menyembah. Maksudnya para tepat adalah sujud dalam taat, bukan sujud Semua dalam malaikat arti menyembah. Maksudnya para malaikat diperintah untuk arti mentaati Rasulullah. sujud. Tapi iblis menolak malaikat diperintah untuk mentaati Rasulullah. Semua malaikat sujud. Tapi iblis menolak untuk sujud karena dia sombong dan merasa lebih baik (daripada khalifah fil untuk sujud karena sombong lebih QS baik2/al-Baqarah (daripada khalifah fil ardhi/Rasulullah). Adadia 4 ayat lainnyadan yangmerasa sama dengan ayat 34 ini, ardhi/Rasulullah). Ada 4 ayat lainnya yang sama dengan QS 2/al-Baqarah ayat 34 ini, yakni QS 7/Al-A`raf ayat 11, QS 17/Al-Isra ayat 61, QS 18/Al-Kahfi ayat 50, dan QS yakni QS ayat 7/Al-A`raf 20/Thaha 116. ayat 11, QS 17/Al-Isra ayat 61, QS 18/Al-Kahfi ayat 50, dan QS 20/Thaha ayat 116. D. KESIMPULAN D. KESIMPULAN Dari kajian tentang term khalîfah fil ardhi dihubungkan dengan term malaikat dan Dari tentang term ayat khalîfah fil ardhi dihubungkan dengan term malaikat dan iblis dalam kajian QS 2/Al-Baqarah 30-34 dan ayat-ayat lainnya dapatlah disimpulkan iblis QS 2/Al-Baqarah ayatRasulullah, 30-34 dan bukan ayat-ayat lainnyapada dapatlah disimpulkan bahwadalam khalîfah fil ardhi adalah manusia umumnya. Ketika bahwa khalîfah fil ardhi adalah Rasulullah, bukan manusia pada umumnya. Ketika diperintah untuk sujud kepada khalîfah fil ardhi semua malaikat rela sujud. Makna sujud di diperintah sujud kepada khalîfah fil ardhi semua malaikat Makna sujud di sini bukanuntuk menyembah melainkan mentaati Rasulullah. Adapun rela iblissujud. menolak untuk sujud. sini bukan menyembah melainkan mentaati Rasulullah. Adapun iblis menolak untuk sujud. Ia sombong dan merasa lebih baik daripada khalîfah fil ardhi/Rasulullah. Ia sombong dan merasa lebih baik daripada khalîfah fil ardhi/Rasulullah. QS. Al-Baqarah ayat 30-34 mengandung implikasi pedagogis perlunya meneladani QS. Al-Baqarah 30-34 mengandung implikasi pedagogis perlunya para malaikat yang relaayat sujud kepada Rasulullah. Orang-orang beriman perlu meneladani belajar dari para sujud terhadap kepada Rasulullah. Orang-orang beriman perlu belajarAllah dari sikapmalaikat tunduk yang para rela malaikat Rasulullah. Apa saja yang diperintahkan sikap para malaikat terhadap Rasulullah. Apatidak sajapernah yang diperintahkan Allah melaluitunduk Rasul-Nya para malaikat selalu mentaatinya membantah ataupun melalui selalu mentaatinya tidakberiman. pernah membantah ataupun enggan. Rasul-Nya Sikap inilahpara yangmalaikat perlu diteladani oleh orang-orang enggan. Sikap inilah yang perlu diteladani oleh orang-orang beriman. REFERENSI REFERENSI Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI. (dalam Al-Quran Digital versi 3.1) Al-Quran Terjemahnya, Departemen Agama (dalam Al-Quran Digital versi 3.1) Abdullah dan bin Muhammad bin Abdurrahman bin RI. Ishaq Alu Syaikh (2009). Lubabut Tafsir Abdullahmin bin Ibni Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh (2009). Lubabut Tafsir Katsir. Terjemahan M. Abdul Ghoffar dengan judul Tafsir Ibnu Katsir. min IbniPustaka Katsir.Imam Terjemahan M. Abdul Ghoffar dengan judul Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Asy-Syafi`i, Cetakan ketujuh. Bogor: Pustaka Imam (2009). Asy-Syafi`i, Cetakan Isawi, Muhammad Ahmad Tafsir Ibnu ketujuh. Mas`ud. Terjemahan Ali Murtadho Isawi, Muhammad Ahmad (2009). Tafsir Ibnu Mas`ud. Terjemahan Ali Murtadho Syahudi. Jakarta: Pustaka Azzam. Syahudi. Jakarta: Pustaka Azzam. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa (1992), Tafsir Al-Maraghi, terjemahan Anwar Rasyidi dkk, Al-Maraghi, AhmadPT Mustafa Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Karya (1992), Toha Putra, Cetakan kedua. terjemahan Anwar Rasyidi dkk, PT Karya”Makna Toha Putra, Cetakan kedua. AFKAR. Edisi XV/Ahad Afandi, Semarang: Khozin(2001). Wasilah”.Majalah Afandi, Pahing/05/2001. Khozin(2001). ”Makna Wasilah”.Majalah AFKAR. Edisi XV/Ahad Pahing/05/2001. al-Qattan, Manna’ Khalil (2001). Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Terjemahan Mudzakir AS. al-Qattan,Bogor: Manna’ KhalilLitera (2001). Studi Qur’an. Terjemahan Mudzakir AS. Pustaka Antar Nusa,Ilmu-ilmu Cetakan ke-6. Bogor: Pustaka Litera AntarAl-Jami` Nusa, Cetakan ke-6. Al-Quran (Tafsir Al-Qurthubi). al-Qurthubi, Syekh Imam (2007). li Ahkaam al-Qurthubi, Syekh Imam (2007). Al-Jami` li Ahkaam Al-Quran (Tafsir Al-Qurthubi). Terjemahan Fathurrahman dkk. Jakarta: Pustaka Azzam. Terjemahan Fathurrahman dkk. Jakarta: Pustaka Azzam. 228

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH ... — [Munawar Rahmat dan Fahrudin]

Quthb, Sahid Sayyid (2008). Tafsir Fi Zhilalil Quran. Terjemahan As`ad Yasin dkk. Jakarta: Gema Insani Press. Rahmat, Munawar (2015). Implementasi Metode Studi Tematik Al-Quran untuk Memahami Makna Beriman kepada Para Malaikat. Jurnal Ta`lim, Volume 13 No. 1 Maret 2015. ash-Shiddieqy, Hasbi (1980). Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang. ash-Shiddieqy, Hasbi (1972). Ilmu-Ilmu Al-Quran. Jakarta: Bulan Bintang. Shihab, M. Quraisy (2007). Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, Cetakan kesebelas. Shihab,M. Quraisy (1996).Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan. Asy-Syaukani, Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad (2008).Tafsir Fathul Qadir.Terjemahan Amir Hamzah Fachruddin & Asep Saefullah. Jakarta: Pustaka Azzam. Ath-Thabari, Muhammad, Abu Ja`far bin Jarir (2007). Jami` Al-Bayan `an Ta`wil Ayi AlQuran. Terjamahan Ahsan Askan dengan judul Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam Thabathaba`i, Sayid Muhammad Husain (2010). Al-Mizan.Terjemahan Ilyas Hasan. Jakarta: Penerbit Lentera.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

229

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY (Lessons from Nurcholish Madjid) (Lessons from Nurcholish Madjid) Mushlihin Mushlihin Universitas Negeri Jakarta Universitas Negeri Jakarta Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT This study attempts to examine Nurcholish Madjid’s ideas on democratic education. It This study attempts to he examine Madjid’s ideas on democratic education. It mainly questions how bases Nurcholish such education and linked it to the Islamic teachings, mainly questions how he bases such education and linked it to the Islamic teachings, through which he constructed his concept on democratic education. By doing a library through he on constructed hisMadjid’s conceptown on democratic education. By doing library research which primarily Nurcholish works, this study demonstrates thata he first research primarily on Nurcholish Madjid’s own works, this study demonstrates that he first developed the education based on the West theories of liberal democracy and democratic developed the looking educationat based West theories of liberal andthedemocratic socialism. By the ideonofthe musyawara or syura in thedemocracy Quran, and historical socialism. By looking at the ide of musyawara or syura in the Quran, and historical facts of the prophet he then saw that democracy was in line with Islam based the on which, he facts of the he then saw democracy was in in the linedemocratic with Islameducation. based on which, he insisted the prophet implementation of anthat academic freedom insisted the implementation of an academic freedom in the democratic education. Keyword: Nurcholish Madjid, Democratic Education, Musyawara or Syura Keyword: Nurcholish Madjid, Democratic Education, Musyawara or Syura ABSTRAK ABSTRAK Penelitian ini mencoba untuk menguji ide-ide Nurcholish Madjid mengenai konsep Penelitian ini mencoba untuk menguji ide-ide Nurcholish Madjid mengenai konsep pendidikan demokratis. Penelitian ini terutama mempertanyakan bagaimana ia meletakkan pendidikan demokratis. Penelitian ini terutama mempertanyakan bagaimana ia meletakkan landasan pendidikan demokratis dan mengkaitkannya dengan ajaran Islam. Dengan landasan pendidikan demokratis dan mengkaitkannya dengan ajaran Islam. Dengan melakukan penelitian perpustakaan terutama pada karya-karya Nurcholish Madjid sendiri, melakukan penelitian perpustakaan terutama pada karya-karya Nurcholish Madjid sendiri, penelitian ini menunjukkan bahwa ia pertama kali mengembangkan pendidikan demokratis penelitian ini menunjukkan bahwa ia pertama kali mengembangkan pendidikan demokratis berdasarkan pada teori-reori Barat, demokrasi liberal dan sosialisme demokratis. berdasarkan pada teori-reori Barat, demokrasi liberal dan sosialisme demokratis. Selanjutnya, dengan melihat ide Musyawara atau Syura dalam Quran, dan fakta-fakta Selanjutnya, dengan melihat ide Musyawara atau Syura dalam Quran, dan fakta-fakta sejarah nabi Muhammad SAW. ia kemudian melihat bahwa demokrasi sejatinya sejalan sejarah nabi Muhammad SAW. ia kemudian melihat bahwa demokrasi sejatinya sejalan dengan nilai-nilai Islam, dan atas dasar ini, ia menganjurkan dengan sangat akan adanya dengan nilai-nilai Islam, dan atas dasar ini, ia menganjurkan dengan sangat akan adanya kebebasan akademik dalam upaya mewujudkan pendidikan demokratis. kebebasan akademik dalam upaya mewujudkan pendidikan demokratis. Kata Kunci: Nurcholish Madjid, Pendidikan Demokrasi, Musyawara atau Syura Kata Kunci: Nurcholish Madjid, Pendidikan Demokrasi, Musyawara atau Syura A. THE RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND DEMOCRACY A. Issues THE RELATIONSHIP EDUCATION AND DEMOCRACY on education and BETWEEN democracy had been the concerns of Nurcholish Madjid Issues on education and democracy had been the concerns of Nurcholish Madjid ever since he was young. In his early writing, to answer the question of what the real goal ever since he was young. In his early writing, to answer the question of what the real goal of education was, and how an education achieved it, the young Nurcholish Madjid of education was, and how an education achieved it, the young Nurcholish Madjid introduced Alan Simpson’s idea of liberal education. According to this idea, whatever the introduced Alan Simpson’s idea of liberal education. According to this idea, whatever the kind of education it was, it should be capable of forming and creating an intelligent and kind of education it was, it should be capable of forming and creating an intelligent and liberal human being. Although, the term ‘liberal’ was commonly perceived as a word with liberal human being. Although, the term ‘liberal’ was commonly perceived as a word with a negative connotation at the time, Nurcholish Madjid insisted on the significance of such a negative connotation at the time, Nurcholish Madjid insisted on the significance of such an education, which, in his view, included knowledge, skills, and values.11 Concerning the an education, which, in his view, included knowledge, skills, and values. Concerning the idea of democracy and its relationship with education, the young Nurcholish Madjid idea of democracy and its relationship with education, the young Nurcholish Madjid 1 1

Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran Nurcholish ‘Muda’, Bandung: Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran Nurcholish ‘Muda’, Bandung: Mizan, 1993, pp. 30-1 Mizan, 1993, pp. 30-1

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

231

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 231 – 235

referred to Willy Eichler’s theory of dynamic democratic socialism, by which he analysed democracy and social justice in Indonesia. The theory expounded that democracy and social justice could not be formulised into static and final ideals, but they were growing values in the form of progressive processes that followed a continuum. In this sense, a society was not democratic, unless it constantly underwent the ongoing process of democratisation, which increasingly respected and acknowledged human rights.2 Furthermore, neither democracy nor social justice would be present within a society, unless all members of the society were equally granted their respective rights. Among other things, education was of the most paramount significance, since it had the broadest and strongest effects on society.3 For this reason, Nurcholish Madjid argued that in a democratic society, there in the first place should be education, before fulfilling other rights. Without so doing, building democracy and education was but like building a sandcastle. In Indonesia, as stated in the preamble of the constitution, one of the independence goals was to develop the mentality of all Indonesian citizens. However, in the case of education for Indonesian Muslim society, Nurcholish Madjid observed that it was only from the beginning of the 1960s, that Muslim students entered universities in Indonesia. In the 1970s, many of them graduated, and in the latter part of the decade they started to have children, which then influenced significantly the emergence of Islamic education in Indonesia, ranging from Islamic kindergarten (TK Islam), Islamic elementary school (SD Islam), Islamic junior high school (SMP Islam), to Islamic senior high school (SMU Islam).4 Although Muslim education was largely marginalised before, this recent development demonstrated an increasing democratisation process in education for Indonesian Muslim society, which was obviously very significant for further development of Indonesian Islam. B. VIEWS ON DEMOCRACY Before examining Nurcholish Madjid’s view on how education, as a human capital investment, plays a significant role in building democracy in Indonesia, particular attention is first devoted to further elaborating and defining his view on democracy, which, as discussed earlier, had been his concern since he was young. With regard to the idea, which naturally came from the West, Nurcholish Madjid actually referred to various sources, which he did not have problems to accept. Apart from Willy Eichler, he also referred to other Western scholars, such as Robert N. Bellah, Alexis de Tocqueville, Albert Camus, S.I. Benn, R.S. Peters, T.V. Smith, Eduard C. Lindeman, and Eric Fromm. However, as a Muslim thinker and reformer, Nurcholish Madjid then employed and further developed the idea of democracy in accordance with Islam. In general, in the view of Nurcholish Madjid, democracy did not oppose Islam. Conversely, it was indeed in line with Islamic teachings. In this regard, he referred to the Islamic concept of mushâwara or syûrâ (consultation or deliberation).5 The concept was one of the main topics of, and central to, the Qur’ânic teachings. Nurcholish Madjid argued that as a principle, mushâwara did not stand on its own. Instead, it closely linked to other Ibid., pp. 194-5. See also Nurcholish Madjid (1984), “Our Political Ideals”, in: Rudy Harisyah Alam and Ihsan Ali-Fauzi, o. c., p. 190, and idem, “Demokrasi adalah Sebuah Proses”, in: Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, pp. 493-5 3 Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran Nurcholish ‘Muda’, p. 195 4 Nurcholish Madjid, “Membangun Pendidikan Umat Islam”, in: Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, pp. 493-5 5 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Jakarta: Paramadina, 2005, pp. 118-9 2

232

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY ... — [Mushlihin]

principles, concerning human characteristics, such as fitrî (holy or pure), hanîf (tendency to the truth), and da’îf (weakness). As a person who was pure and tendentious to the truth, a human was constantly potentially right and good, and therefore, his/her arguments should be heard and respected. However, at the same time, a human was also weak, and therefore, he/she should listen to others as well. This was the mechanism of mushâwara, which should be carried out in order to solve any problem, especially when dealing with a public one.6 Thus, in the process of mushâwara, everybody should respect and listen to each other. Mushâwara recognises all voices and grants the freedom of speech, in the sense that everyone has the right to express his/her arguments. However, he/she can not compel others to follow his/her arguments. Mushâwara is a collaborative path to the truth. Based on the verse of Al ‘Imran/3:159,7 Nurcholish Madjid insisted that one should follow this way, if not, he/she was an arbitrary dictator and, as such, an enemy of society.8 Nurcholish Madjid pointed out that in dealing with societal or worldly matters, the Prophet Muhammad himself, as an apostle guided by a revelation, was commanded by Allah to perform mushâwara and firmly carry out the decision with submission to God. Nurcholish Madjid maintained that the early Muslim society (Madîna society), led by the Prophet and his four wise successors, was the best example of how the principle of mushâwara is used as the basis of a democratic society.9 Moreover, as he argued, from the perspective of a deeper understanding of Islamic teachings, mushâwara was not only a form of humanity, for it was based on a mutual respect among people, but also a form of tawhîd (divinity) and taqwâ (piety), since it reflected a modesty of the participants, which meant that in mushâwara, there was not a claim of superiority over others, but humbleness and awareness that it was only God who was superior, not others. 10 Indeed, Nurcholish Madjid described Madîna society, as an egalitarian and participatory society, resembled the picture of a fair, open, and democratic society, as portrayed in modern concepts of society and politics.11 C. ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY On 10 September 2001 Nurcholish Madjid delivered a speech on “Education for Democracy” at the University of Paramadina, in which he first further elaborated on freedom as the result of the reform after the collapse of Suharto’s regime. Nurcholish Madjid indicated that it was really only in a free atmosphere, without any pressure of any kind, that there was a greater chance for the truth to emerge. However, as he argued, creating freedom for the truth needed a long-term effort which was constantly consistent with the principles of morals and ethics. Such an effort was, for instance, human capital investment or education.12 Nurcholish Madjid, “Żilsafat Musyawarah”, in: Adi Badjuri, Dalam Pelita Hati: Nurcholish Madjid, Abdul Gafur, Abdurrahman Wahid, Jakarta: Pustaka Kartini, 1989, pp. 67-8 7 It is part of the Mercy of Allah that thou dost deal gently with them Wert thou severe or harsh-hearted, they would have broken away from about thee: so pass over (Their faults), and ask for ((Allah)'s) forgiveness for them; and consult them in affairs (of moment). Then, when thou hast taken a decision put thy trust in Allah. For Allah loves those who put their trust (in Him). 8 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995, p. 194 9 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernenan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989, p. 59 10 Ibid., pp. 59-60 11 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, p. 114 12 Nurcholish Madjid, “Pendidikan untuk Demokrasi”, in: Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 1, No. 3, May, 2002, p. 282 6

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

233

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 231 – 235

According to Nurcholish Madjid, education for democracy included all education in the spirit of freedom for civilisation, as the fulfilment of the primordial agreement between a human being and God, namely living in voluntary and peaceful submission to Him, by which, as described by Nurcholish Madjid, one could achieve a perfect peace (salâm) and integrity of heart, soul, and mind (qalbun salîm).13 Here, it can be understood that Nurcholish Madjid obviously emphasised two important aspects in education for democracy: the important role of freedom in education, by which he meant academic freedom; and the search for a happily primordial condition, in which human beings find their humanistic integrity. Nurcholish Madjid felt that all educational activities for building democracy should be carried out on the basis of academic freedom, which, in his opinion, ranked with freedom of speech, freedom of press, and freedom of worship, as an essential characteristic of a democratic society. According to Nurcholish Madjid, academic freedom was a social life value, characterised by humanity, maintained and liberated. In this respect, he identified that a teacher or lecturer had three dimensions of academic freedom. In the first place, he was free to conduct scholarly research towards a reliable and trustworthy conclusion. Secondly, he was free to convey his findings and research in accordance with his particular specialised field. Finally, he was free to publish the result of his research, so that his colleagues and society could benefit from it, as well as criticise it. While academic freedom for students included the right to be taught in trustworthy fashion, the right to form their own conclusion, based on their research, the right to express and listen to an argument, and the right to make known their choice of whatever particular field of study they were interested in.14 Although both teacher and student had such academic freedom, they had to always use their rights with responsibility. A teacher was, for instance, not allowed to teach anything which could mislead their students. For its paramount significance in developing sciences and civilisation, as practiced by advanced countries, Nurcholish Madjid encouraged seriously maintaining and protecting the use of academic freedom in education. He then further developed the idea of academic freedom by relating it to the concept of the mind, in Islam. According to him, the mind was far more important than reason (‘aql). With their mind, human beings had an instinctive capability to reach wisdom, however distant, which was on a higher plane than mere science. It was with this mind that Adam, a perfect human being in the primordial world, was able to receive żod’s instruction about all names (al-asmâ’ kullahâ), and for this capability, he served as żod’s caliph (khalîfa) on earth.15 Unfortunately, as Nurcholish Madjid observed, the academic freedom was unconsciously limited by over-specialisation, which was the result of the modern concept of higher education, that heavily devoted itself to fulfilling the demands of a practical modern life, which required an expertise in a particular field. This narrow, rigid, and parochial specialisation in turn, as Nurcholish Madjid argued, would lead to a narrow horizon for humanity, would dwarf personality, and decrease creativity.16 To overcome this problem, Nurcholish Madjid proposed a classical Islamic humanistic education that reintroduced ‘liberal arts’ into the educational agenda. In particular, he insisted on the great significance of humanitarian teachings, including the studies of civilisation and culture. Of particular importance were the studies of philosophy and religion.17 13

Ibid., p. 289 Ibid., p. 283 15 Ibid., pp. 285-286 16 Ibid. 17 Ibid., pp. 287-288 14

234

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY ... — [Mushlihin]

REFERENCES Madjid, Nurcholish, Islam Kemodernenan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989 _____, “Żilsafat Musyawarah”, in: Adi Badjuri, Dalam Pelita Hati: Nurcholish Madjid, Abdul Gafur, Abdurrahman Wahid, Jakarta: Pustaka Kartini, 1989 _____, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran Nurcholish ‘Muda’, Bandung: Mizan, 1993 _____, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995 _____, “Pendidikan untuk Demokrasi”, in: Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 1, No. 3, May, 2002 _____, “The Potential of National Cultural Support for Socio-Political Reform in Indonesia”, in: Rudy Harisyah Alam and Ihsan Ali-Fauzi, The True Face of Islam: Essays on Islam and Modernity in Indonesia, Ciputat: Voice Center Indonesia (VCI), 2003 _____, “Our Political Ideals”, in: Rudy Harisyah Alam and Ihsan Ali-Fauzi, The True Face of Islam: Essays on Islam and Modernity in Indonesia, Ciputat: Voice Center Indonesia (VCI), 2003 _____, Indonesia Kita, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004 Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Jakarta: Paramadina, 2005 _____, “Demokrasi adalah Sebuah Proses”, in: Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, Center for Spirituality and Leadership (CSL), and Mizan, 2006 _____, “Membangun Pendidikan Umat Islam”, in: Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, Center for Spirituality and Leadership (CSL), and Mizan, 2006

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

235

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN DAN KONSELING BERNUANSA BIMBINGAN DAN KONSELING N. Fathurrohman N. Fathurrohman Fakultas Agama Islam (FAI) Unsika Fakultas Agama Islam (FAI) Unsika Email: [email protected] Email: [email protected]

ABSTRACT ABSTRACT There are three roles that should be implemented when teacher is carrying out the process of There areand three roles that should implemented when teacher is carrying outtothe of teaching learning, namely as abeteacher, who transfers the science according theprocess discipline teaching andaslearning, namely as adoteacher, who transfers the science according the discipline of science; an educator, who not only teach, but also bring the student to become the best of science; as an do not This only is teach, but also bringbythe student become best person aspects of educator, life; as a who supervisor. not implemented most teachers. All the teachers person aspects of give life; as a supervisor. This is nottoimplemented alctually should guidance and counseling the student, by notmost onlyteachers. the taskAllofteachers Islamic alctually giveteacher. guidance and counseling to the student, not only the task of Islamic Religiousshould Education Religious Education teacher.

Keyword: Teaching and learning process, Islamic education, Guidance and counselling, Keyword: Teaching and learning process, Islamic education, Guidance and counselling, teachers of subjects teachers of subjects ABSTRAK ABSTRAK Terdapat tiga peran Guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang harus dilaksanakan, Terdapat tiga sebagai peran Guru dalam dimana melaksanakan proses ilmu belajarpengetahuan mengajar yang harus dilaksanakan, yaitu peran pengajar, mentransfer sesuai dengan disiplin yaitu peran sebagai pengajar, dimana mentransfer ilmu sekedar pengetahuan sesuaidandengan ilmunya, peran sebagai pendidik, dimana tugasnya tidak mengajar, peran disiplin sebagai ilmunya, peran sebagai pendidik, dimana tugasnya tidakyang sekedar mengajar, danaspek peranhidup sebagai pembimbing dimana mengarahkan peserta didik menjadi terbaik pada setiap dan pembimbing dimana peserta didik menjadi yang terbaik setiap aspek dan kehidupannya. Peranmengarahkan menjadi pembimbing inilah yang masih belum pada dilaksanakan olehhidup sebagian kehidupannya. Peran menjadikhususnya pembimbing inilah yang masih belum dilaksanakan oleh sebagian besar guru mata pelajaran, guru mata pelajaran PAI, karena guru mata pelajaran besar gurupandangan mata pelajaran, khususnya pelajaran adalah PAI, karena mata pelajaran memiliki yang keliru yaitu guru tugasmata membimbing tugas guru Bimbingan dan memiliki yang yaitu tugas membimbing adalah tugas guru Bimbingan dan Konseling,pandangan bukan tugas gurukeliru mata pelajaran. Konseling, bukan tugas guru mata pelajaran.

Kata Kunci: Proses belajar mengajar, Pendidikan Agama Islam, Bimbingan dan Kata Kunci: konseling, Proses belajar mengajar, Pendidikan Agama Islam, Bimbingan dan Guru mata pelajaran konseling, Guru mata pelajaran A. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN Fenomena kualitas pendidikan di Indonesia secara perorangan memang telah diakui Fenomena oleh kualitas pendidikan dilain Indonesia secara memang telahberbagai diakui keberadaannya bangsa-bangsa di dunia, hal perorangan ini dibuktikan dengan keberadaannya oleh bangsa-bangsa lain di dunia, hal ini dibuktikan dengan berbagai kegiatan akademik, seperti lomba Olympiade Matematika, Fisika, Bumi Antariksa, kegiatan sepertidan lomba Olympiade Matematika, Fisika, Bumi Antariksa, Teknologiakademik, dan Informatika Merakit Robot. Sedangkan kegiatan non-akademik, seperti Teknologi dan Informatika dan Merakit Robot. Sedangkan kegiatan non-akademik, seperti cabang olagraga (bulutangkis, sepak bola ditingkat Asia). Indonesia selalu muncul menjadi cabang olagraga (bulutangkis, sepak bola ditingkat Asia). Indonesia muncul menjadi pemenang. Namun, ketika dikomulatifkan secara keseluruhan bangsaselalu Indonesia masih jauh pemenang. Namun, ketika dikomulatifkan secara keseluruhan bangsa Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga dalam pencapaian prestasi di bidang akademik, hal dibandingkan dalam pencapaian prestasi diSumber bidang Daya akademik, hal ini dibuktikannegara-negara dengan hasil tetangga laporan UNICEP tentang Peringkat Manusia ini dibuktikan dengan hasil laporan UNICEP tentang Peringkat Sumber Daya Manusia tahun 2010 bangsa Indonesia termasuk ke dalam kategori Medium Human Development tahun 2010 bangsa Indonesia ke dalam kategori Human Development yaitu rangking ke-108. Laporantermasuk tersebut secara lengkap dapatMedium diperhatikan bagan berikut: yaitu rangking ke-108. Laporan tersebut secara lengkap dapat diperhatikan bagan berikut: Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

237

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 237 – 243

Selanjutnya berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia 2015 Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Selanjutnya berdasarkan Laporan (UNDP), Pembangunan Manusia 2015 Program Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara dengan besaran 0,684 atau sama Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan tahun sebelumnya. Posisi Indonesia sama dengan Gabon (salah0,684 satu atau negara di Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara dengan besaran sama Afrika yang merdeka pada 1960). dengan tahun sebelumnya. Posisi Indonesia sama dengan Gabon (salah satu negara di AfrikaDari yanghasil merdeka padatersebut 1960). dapat ditarik benang merahnya bahwa hasil pendidikan laporan bangsaDari Indonesia masihtersebut jauh dibandingkan negara-negara tetangga, bahkan bangsa hasil laporan dapat ditarik benang merahnya bahwa hasil pendidikan Indonesia SDM-nya ditempat yang kritis, yaitu bisa masuk ke dalam kategori Low Human bangsa Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga, bahkan bangsa Development. Indonesia SDM-nya ditempat yang kritis, yaitu bisa masuk ke dalam kategori Low Human Development. Guru Pendidikan Agama Islam yang ketika masa perkuliahannya hanya memperoleh mata kuliah bimbingan Agama konseling 2 SKS waktu 4 tahun atau 8 semester dan Guru Pendidikan Islam yangselama ketikakurun masa perkuliahannya hanya memperoleh ditambah dengan paradigma yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling di mata kuliah bimbingan konseling 2 SKS selama kurun waktu 4 tahun atau 8 semester dan sekolah-sekolah, urusan layanan bimbingan dan konseling adalahdan tugas pokok dan ditambah dengandimana paradigma yang keliru tentang layanan bimbingan konseling di fungsi guru bimbingan dan konseling. Hal inilah persepsi Guru mata pelajaran yang keliru, sekolah-sekolah, dimana urusan layanan bimbingan dan konseling adalah tugas pokok dan karena guru membimbing merupakan salah Hal satuinilah peranpersepsi guru yang harus dilakukan, tidak fungsi bimbingan dan konseling. Guru mata pelajaranartinya yang keliru, hanya mendidik dan mengajar saja. karena membimbing merupakan salah satu peran guru yang harus dilakukan, artinya tidak hanyaPermasalahannya, mendidik dan mengajar saja. untu menghadapi ketertinggalan kualitas SDM, menghadapi era perdagangan bebas Asia untu atau Masyarakat Asia (MEA), dayamenghadapi saing disegala Permasalahannya, menghadapi Ekonomi ketertinggalan kualitas dan SDM, era bidang dalam hidup dan kehidupan, maka peran guru sebagai pendidik, pengajar dan perdagangan bebas Asia atau Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), dan daya saing disegala pembimbing dilaksnakan padaperan saat melaksanakan proses pembelajaran di bidang dalamwajib hidupsinergis dan kehidupan, maka guru sebagai pendidik, pengajar dan kelas dan luar kelas. Apalagi dengan imbas perkembangan budaya barat melalui gaya pembimbing wajib sinergis dilaksnakan pada saat melaksanakan proses pembelajaran di hidup masyarakat (khususnya peserta didik), Guru mata pelajaran Pendidikan Agama kelas dan luar kelas. Apalagi dengan imbas perkembangan budaya barat melalui gaya Islam yang selama ini menjadi pasukan yang mata selalu pelajaran bertemu dengan peserta didik hidup masyarakat (khususnya peserta terdepan didik), Guru Pendidikan Agama memiliki peran yang sangat penting untuk dapat meningkatkan SDM dan Persaingan Islam yang selama ini menjadi pasukan terdepan yang selalu bertemu dengan peserta didik melalui perannya sebagai pembimbing. memiliki peran yang sangat penting untuk dapat meningkatkan SDM dan Persaingan melalui perannya sebagai pembimbing. Sebagai pengajar, guru berperan memberikan transfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada seluruh peserta didik memberikan tanpa pilih kasih atau ilmu diskriminasi, sedangkan Sebagai pengajar, guru berperan transfer pengetahuan yang berperan sebagai pendidik, guru seyogyanya memberikan sesuatu yang terbaik sebagai dimilikinya kepada seluruh peserta didik tanpa pilih kasih atau diskriminasi, sedangkan individu yang digugu dan ditiru. sebagai pembimbing inilah yangsebagai belum berperan sebagai pendidik, guruSelanjutnya seyogyanyaperan memberikan sesuatu yang terbaik dilakukan guru dalam kegiatan proses belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar individu yang digugu dan ditiru. Selanjutnya peran sebagai pembimbing inilah yang belum kelas, bahkan peran kegiatan yang ketiga guru berpersepsi bahwa ditugas dilakukan guru dalam prosesinilah belajarkebanyakan mengajar baik di dalam kelas maupun luar membimbing adalah tugasnya guru bimbingan dan konseling. kelas, bahkan peran yang ketiga inilah kebanyakan guru berpersepsi bahwa tugas membimbing adalah tugasnya guru bimbingan dan konseling. B. METODE PENELITIAN B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif desainnya bersifat umum, dan berkembang sesuaiPendekatan dengan situasi di lapangan. Hal Penelitian ini berubah-ubah menggunakan atau pendekatan kualitatif. kualitatif desainnya itu dijelaskan oleh Sugiyono (2011, hlm. 12) bahwa metode ini disebut juga dengan bersifat umum, dan berubah-ubah atau berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Hal metode interpretive karena data hasilhlm. penelitian lebihmetode berkenaan denganjuga interpretasi itu dijelaskan oleh Sugiyono (2011, 12) bahwa ini disebut dengan terhadap data yang ditemukan di lapangan. metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadapDitambahkan data yang ditemukan di lapangan. oleh Putra dan Lisnawati yang mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif biasanya bersifat global, tidak terperinci, tidak pasti dan Ditambahkan oleh Putra dan Lisnawati yang mengungkapkan bahwa fleksibel (Putra & Lisnawati, hlm. global, 28). penelitian kualitatif biasanya2012, bersifat tidak terperinci, tidak pasti dan

desain sangat desain sangat

fleksibel (Putra & Lisnawati, 2012, hlm. 28). 238

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN ... — [N. Fathurrohman]

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Peranan Guru sebagai Pembimbing Peranan (role) guru artinya keseluruhan perilaku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Guru mempunyai peranan yang luas, baik di sekolah, di keluarga, maupun di masyarakat. Guru merupakan faktor utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru banyak sekali memagang berbagai jenis peranan yang mau tidak mau harus dilaksanakan sebagai seorang guru. Natawidjaja (1984:59) mengatakan bahwa guru mempunyai peranan dan kedudukan kunci di dalam keseluruhan proses pendidikan –terutama dalam pendidikan formal– bahkan dalam pembangunan masyarakat pada umumnya. Moody (dalam Natawidjaja, 1984:59) memberikan tulisan yang sangat mendukung terhadap peranan guru baik di sekolah maupun di masyarakat, yaitu: “....the success of organized society depend largely upon the teacher. She must be conscious that she is performing the highest type of service and that her profession must be on as high a level as that of any other. A teacher’s personality plays a most important part in her teaching success.” Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembimbing diartikan sebagai : (1) orang yang membimbing; pemimpin; penuntun; (2) yang dipakai untuk membimbing seperti pengantar (ilmu pengetahuan) (1988:117). Selanjutnya Mapiarre (2002:6) mengatakan bahwa pembimbing atau konselor adalah menunjuk pada orang, person, yang menyediakan bantuan. Berdasarkan uraian di atas, jadi sebagai pembimbing, guru seyogyanya melaksanakan tugas di sekolah dengan berfungsi sebagai pendidik dan pengajar dan berfungsi sebagai pembimbing, artinya dalam hal ini guru tidak semata-mata hanya memberikan materi pelajaran saja, melainkan lebih jauh dari itu. Hal ini berlaku bagi semua guru mata pelajaran yang selama ini masih belum tertarik terhadap peran sebagai pembimbing pada saat proses belajar-mengajar. Koran Kampus ITB dalam menumbuhkan wacana beda pendapat dalam pengajaran menyampaikan bahwa: “żuru yang menonjol adalah sebagai Teacher (pengajar), sebaiknya ke depan, guru lebih dituntut sebagai coach, conselor, dan learning manager, yang harus mampu membimbing siswa belajar” (Edisi April 2003). Sehubungan tugas atau peran guru sebagai pembimbing, Natawidjaja (2008) menyampaikan ada tiga tugas pokok guru, yaitu: a. Tugas Profesional, yaitu tugas yang berkenaan dengan profesinya. Tugas ini mencakup tugas mendidik (mengembangkan pribadi siswa), mengajar (untuk mengembangkan intelektual siswa), melatih (untuk mengembangkan keterampilan siswa) dan mengelola ketertiban sekolah sebagai penunjang ketahanan sekolah. b. Tugas Manusiawi (Human Responsibility), yaitu tugas sebagai manusia. Dalam hal ini, guru bertugas mewujudkan dirinya untuk ditempatkan dalamkegiatan kemanusiaan dan sesuai dengan martabat manusia. c. Tugas kemasyarakatan (Civic Mission) yaitu tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Dalam hal ini, guru bertugas membimbing siswa menjadi warga negara yang baik, sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945, dan GBHN. Tiga tugas pokok guru di atas, dalam kegiatan belajar-mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, melainkan menjadi sebuah sistem yang saling berhubungan. Dengan Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

239

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 237 – 243

demikian, guru tidaklah sekedarsekedar menyampaikan materi belaka, menerapkan metodemetode yang yang demikian, guru tidaklah menyampaikan materi belaka, menerapkan cocok, cocok, mengevaluasi pekerjaan siswa dan tugas lainnya yang tidak tercermin seperti tugas mengevaluasi pekerjaan siswa dan tugas lainnya yang tidak tercermin seperti tugas di atas,di melainkan guru adalah pribadinya, yaitu keseluruhan penampilannya serta serta atas, melainkan guru adalah pribadinya, yaitu keseluruhan penampilannya perwujudannya dengan siswa. perwujudannya dengan siswa. Natawidjaja (1998: (1998: 32-33) 32-33) menyampaikan perananperanan guru yang dalam dalam Natawidjaja menyampaikan guruharus yangdilakukan harus dilakukan PBM diPBM dalam dikelas, dalamyaitu: kelas, yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.

Wakil (termasuk pandangan moralnya) a. masyarakat Wakil masyarakat (termasuk pandangan moralnya) Hakim (memberi penilaian) b. Hakim (memberi penilaian) Sumber (proses,(proses, pengetahuan, dan keterampilan) c. Sumber pengetahuan, dan keterampilan) Penolong (memberi bimbingan bagi kesulitan siswa) siswa) d. Penolong (memberi bimbingan bagi kesulitan Detektif (menemukan pelanggaran aturan) e. Detektif (menemukan pelanggaran aturan) Pelerai (menyelesaikan perselisihan diantaradiantara siswa) siswa) f. Pelerai (menyelesaikan perselisihan Obyek identifikasi bagi siswa g. Obyek identifikasi bagi siswa Penawar kecemasan (membantu siswa untuk kepercayaan diri sendiri) h. Penawar kecemasan (membantu siswamemiliki untuk memiliki kepercayaan diri sendiri) Penunjang kekuatan ego (membantu siswa untuk memiliki kepercayaan diri sendiri) i. Penunjang kekuatan ego (membantu siswa untuk memiliki kepercayaan diri sendiri) Pemimpin kelompok (membantu iklim kelompok) j. Pemimpin kelompok (membantu iklim kelompok) Pengganti orang tua (bertindak sebagaisebagai tempat tempat mengeluh bagi anak-anak muda) muda) k. Pengganti orang tua (bertindak mengeluh bagi anak-anak Sasaran kemarahan siswa (bertindak sebagaisebagai tempat tempat agresi yang dari frustasi l. Sasaran kemarahan siswa (bertindak agresitimbul yang timbul dari frustasi yang diciptakan orang dewasa) yang diciptakan orang dewasa) m. Teman dalam kepercayaan (membangun hubungan yang hangat dengan dengan anak dan saling m. Teman dalam kepercayaan (membangun hubungan yang hangat anak dan saling mempercayai) mempercayai) n. Obyek (memenuhi kebutuhan psikologis anak). anak). n. perhatian Obyek perhatian (memenuhi kebutuhan psikologis Ternyata tugas guru materi materi saja atau Ternyata tugasdalam guru kelas dalambukan kelas hanya bukan memberikan hanya memberikan sajahanya atau hanya tertuju tertuju kepada kepada kegiatankegiatan instruksional saja, akan tetapi banyak perannya yang harus instruksional saja, akan tetapi banyak perannya yang harus dilakukan yang berisikan hubungan antar probadi siswa untuk siswa. siswa. dilakukan yang berisikan hubungan antar probadi siswamembimbing untuk membimbing DenganDengan demikian, guru memegang peran peran kunci kunci yang paling utama, utama, artinya artinya demikian, guru memegang yang paling keberhasilan PBM banyak tergantung dari pihak (guru) itu sendiri. Salah satu halsatu hal keberhasilan PBM banyak tergantung daripengajar pihak pengajar (guru) itu sendiri. Salah yang paling adalah adalah mengenal dan menerapkan berbagai aspek psikologis dalam dalam yang strategis paling strategis mengenal dan menerapkan berbagai aspek psikologis keseluruhan proses proses pendidikan, khususnya PBM seperti berperan sebagaisebagai pembimbing keseluruhan pendidikan, khususnya PBM seperti berperan pembimbing dalam PBM. dalam PBM. 2.

Pelaksanaan BK bagiBK Guru PAI PAI 2. Pelaksanaan bagiMata GuruPelajaran Mata Pelajaran Pelaksanaan bimbingan dan konseling bagi guru mata PAI berbeda dengan dengan Pelaksanaan bimbingan dan konseling bagi gurupelajaran mata pelajaran PAI berbeda guru bimbingan dan konseling, sebagian perbedaannya dapat diperhatikan bagan berikut: guru bimbingan dan konseling, sebagian perbedaannya dapat diperhatikan bagan berikut:

PERBEDAAN PELAKSANAAN BK BK PERBEDAAN PELAKSANAAN ANTARA GURUGURU BK DAN MATAMATA PELAJARAN ANTARA BKGURU DAN GURU PELAJARAN

No 1

2 240

PAI PAI Guru BK NoGuru Mata GuruPelajaran Mata Pelajaran Guru BK Program Pelaksanaan tidak dibuat Program Pelaksanaan dibuat dibuat Program Pelaksanaan 1 Program Pelaksanaan tidak dibuat secara khusus, melainkan secara khusus dalam bentuk secara khusus dalam bentuk secara khusus, melainkan dilaksanakan secara includ dalamdi dalam programprogram kerja guru BKguru BK kerja dilaksanakan secaradiinclud PBM PBM Tempat khusus pelaksanaan BK tidakBK Memiliki tempat khusus 2 Tempat khusus pelaksanaan tidak Memiliki tempat yang khusus yang Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN ... — [N. Fathurrohman]

3

4

5 6

ada, melainkan ruang kelas ketika disebutRuang denganBK Ruang BK ada, melainkan di ruang di kelas ketika disebut dengan PBM berlangsung PBM berlangsung 3 Waktu pelaksanaan BK dilakukan Waktu pelaksanaan diprogram Waktu pelaksanaan BK dilakukan Waktu pelaksanaan diprogram pada saat PBM dengan memberikan pada saat PBM dengan memberikan panggilanpanggilan khusus ataudidik peserta didik datang khusus atau peserta datang sendiri untuk menyampaikan sendiri untuk menyampaikan dan permasalahan. keluhan, keluhan, dan permasalahan. 4 Pemberian bimbingan hanya ruang Pemberian bimbingan yang Pemberian bimbingan hanya ruang Pemberian bimbingan yang lingkup bidang akademik pada mata menyeluruh, yaitu bidang lingkup bidang akademik pada mata menyeluruh, yaitu bidang yang diampunya. akademik, pribadi, pelajaranpelajaran yang diampunya. akademik, pribadi, sosial dansosial dan karir. karir. 5 Pemberian bimbingan Pemberian bimbingan Pemberian bimbingan lebih lebih Pemberian bimbingan lebih lebih cenderung cenderung kepada individual. cenderung klasikal klasikal cenderung kepada individual. 6 Jika permasalahan cenderung sulit Jika permasalahan cenderung sulit Jika permasalahan cenderung sulit Jika permasalahan cenderung sulit dipecahkan, guru mata pelajaran dipecahkan, guru BK dapat dipecahkan, guru mata pelajaran dipecahkan, guru BK dapat dapat mereveral ke guru BK mereveralmereveral ke ahli yang lebih dapat mereveral ke guru BK ke ahli yang lebih profesional. profesional.

Dariperbedaan tabel perbedaan atas ternyata pelaksanaan bagimata gurupelajaran mata pelajaran Dari tabel di atas di ternyata pelaksanaan BK bagiBKguru merupakan bagian dalam pelaksanaan PBM, oleh karena itu setiap guru mata pelajaran merupakan bagian dalam pelaksanaan PBM, oleh karena itu setiap guru mata pelajaran seyogyanya melaksanakan denganrasa penuh rasa tanggungjawab. seyogyanya melaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Peran bimbingan yang dilakukan guruPBM dalammerupakan PBM merupakan satu kompetensi Peran bimbingan yang dilakukan guru dalam satu kompetensi guru guru yang terpadu dalam keseluruhan kompetensi pribadinya. Dalam hal ini peran bimbingan yang terpadu dalam keseluruhan kompetensi pribadinya. Dalam hal ini peran bimbingan merupakan kompetensi penyesuaian interaksional, yang merupakan kemampuan merupakan kompetensi penyesuaian interaksional, yang merupakan kemampuan guru guru untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik siswa dan suasana belajar siswa. untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik siswa dan suasana belajar siswa. Hal ini Hal ini diperkuat oleh Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Pendidikan diperkuat oleh Pedoman Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Sistem Pendidikan Tenaga Tenaga Kependidikan (P4SPTK) di Indonesia yang disebut dengan Profil Kemampuan Kependidikan (P4SPTK) di Indonesia yang disebut dengan Profil Kemampuan Dasar Dasar Guru, dimana poin mengenal dan program pelayanan BK serta Guru, dimana tertuangtertuang poin mengenal fungsi fungsi dan program pelayanan BK serta menciptakan iklimyang belajar yang serasi. menciptakan iklim belajar serasi. Agarproses dalambelajar-mengajar proses belajar-mengajar bermakna, guru harus memperhatikan Agar dalam bermakna, guru harus memperhatikan hal-hal hal-hal sebagai berikut: sebagai berikut: a. Perlakuan siswa sebagai yang memiliki untuk berkembang a. Perlakuan terhadapterhadap siswa sebagai individuindividu yang memiliki potensi potensi untuk berkembang maju serta mampu mengarahkan dirinyauntuk sendirimandiri. untuk mandiri. dan majudan serta mampu mengarahkan dirinya sendiri b. Sikap positif dan wajar terhadap siswa. b. Sikap positif dan wajar terhadap siswa. c. Perlakuan siswahangat, secara ramah, hangat, rendah ramah,hati, rendah dan menyenangkan. c. Perlakuan terhadapterhadap siswa secara danhati, menyenangkan. d. Pemahaman siswa secara empatik. d. Pemahaman siswa secara empatik. e. Penghargaan siswa sebagai e. Penghargaan terhadapterhadap martabatmartabat siswa sebagai individuindividu f. Penampilan diriikhlas secara(genuince) ikhlas (genuince) depan siswa. f. Penampilan diri secara di depandisiswa. g. Kekongkritan dalam menyatakan diri. g. Kekongkritan dalam menyatakan diri. h. Penerimaan siswa apa adanya h. Penerimaan siswa apa adanya i. Perlakuan siswa secara i. Perlakuan siswa secara terbuka terbuka j. Kepekaan yang dinyatakan olehdan siswa dan membantu menyadari j. Kepekaan terhadapterhadap perasaanperasaan yang dinyatakan oleh siswa membantu menyadari perasaan itu. perasaan itu. k. Kesadaran bahwa mengajar tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap k. Kesadaran bahwa tujuan bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran (materi) saja, melainkan menyangkut seluruh pengembangan bahan pengajaran (materi) saja, melainkan menyangkut seluruh pengembangan siswa siswa yang lebih dewasa. menjadimenjadi individuindividu yang lebih dewasa. l. Penyesuaian diri terhadap l. Penyesuaian diri terhadap keadaankeadaan khusus khusus Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

241

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 237 – 243

Perlakuan guru guru di di atas atas merupakan merupakan salah salah satu satu unsur unsur yang yang dapat dapat mempengaruhi mempengaruhi Perlakuan kegiatan PBM, PBM, keberhasilan keberhasilan siswa siswa akan akan kurang, kurang, jika jika nuansa nuansa perlakuan perlakuan terhadap terhadap siswa siswa di di kegiatan atas diabaikan oleh seorang guru dalam perannya sebagai pembimbing. atas diabaikan oleh seorang guru dalam perannya sebagai pembimbing.

D. KESIMPULAN KESIMPULAN D. Guru memiliki memiliki tiga tiga peran peran yang yang harus harus dijalankan dijalankan secara secara bersamaan bersamaan dalam dalam pelaksanaan pelaksanaan Guru PBM, yaitu yaitu sebagai sebagai pengajar, pengajar, pendidik pendidik dan dan pembimbing. pembimbing. Namun, Namun, kenyataannya kenyataannya hampir hampir PBM, seluruhnya guru mata pelajaran hanya melaksanakan tugas mengajar dan mendidik seluruhnya guru mata pelajaran hanya melaksanakan tugas mengajar dan mendidik sedangkan membimbing membimbing diabaikan diabaikan perannya perannya karena karena berpikir berpikir bahwa bahwa membimbing membimbing adalah adalah sedangkan bukan tugasnya. bukan tugasnya. Dengan perkembangan perkembangan ilmu ilmu pengetahuan pengetahuan dan dan teknologi teknologi yang yang semakin semakin maju, maju, maka maka Dengan pendidikan sebagai garda terdepan memiliki peran yang sangat penting dalam mencetak pendidikan sebagai garda terdepan memiliki peran yang sangat penting dalam mencetak kualitas manusia manusia yang yang siap siap bersaing bersaing dengan dengan bangsa bangsa lain, lain, karena karena tanpa tanpa manusia manusia yang yang kualitas berkualitas maka akan terus menjadi terbelakang dalam era globalisasi. berkualitas maka akan terus menjadi terbelakang dalam era globalisasi. Bimbingan dan dan Konseling Konseling di di sekolah-sekolah sekolah-sekolah bukan bukan hanya hanya tugas tugas guru guru BK BK saja saja tetapi tetapi Bimbingan guru mata mata pelajaran pelajaran pun pun dapat dapat melakukannya melakukannya ketika ketika memberikan memberikan pelajaran pelajaran di di dalam dalam atau atau guru di luar kelas, apalagi dengan Guru PAI yang memiliki peran tambahan seperti yang di luar kelas, apalagi dengan Guru PAI yang memiliki peran tambahan seperti yang difirmankan Allah Allah Swt Swt dalam dalam Surat Surat At-Tahrim, At-Tahrim, Ayat Ayat 66 sebagai sebagai beikut: beikut: difirmankan

ِ‫ظ‬ ِ ِ ‫ا�ِِججار‬ �‫ا‬ �‫�ا‬ ‫ود‬ ‫ين آمآم�ُ�وواا ققُُوواا أأنْنـْـُففسس ُُكك ْمم ووأأ ْههلِلِيي ُُكك ْمم ننارا‬ ‫يياا أأييـ�ـ�ههاا االل�� ِذِذين‬ ُُ ُُ‫ارا ووقق‬ ‫ظ ِششدد ٌادٌاد اا‬ ْْ ‫�ا� وو‬ ٌٌ ‫ارةُةُ ععللْيْيــههاا مماائئِككةٌةٌ غِغاا‬ ُُ ��‫ودههاا الال‬ ُ ْ ْ ْ ُ ‫ون مماا ييـُـ ْؤؤممُررون‬ ‫ون الالل�ل�هه مماا أأممررُهه ْمم ووييــْْففععلُلُون‬ ‫صون‬ ‫يـعص‬ ‫ون‬ ُُ ‫يـ ْْع‬ ُْ ُ ُْ

Artinya :: “Hai “Hai orang-orang orang-orang yang yang beriman, beriman, peliharalah peliharalah dirimu dirimu dan dan keluargamu keluargamu dari dari Artinya api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, kasar, yang yang keras, keras, yang yang tidak tidak mendurhakai mendurhakai (perintah) (perintah) Allah Allah terhadap terhadap apa apa yang yang yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. A-Tahrim/66: 6) 6) A-Tahrim/66:

REFERENSI REFERENSI Depdiknas, (2004). (2004). Dasar Dasar Standarisasi Standarisasi Profesi Profesi Konseling. Konseling. Jakarta Jakarta :: Bagian Bagian Proyek Proyek Depdiknas, Peningkatan Tenaga Tenaga Akdemik Akdemik Dirjen Dirjen Dikti Dikti Peningkatan Havighurst (1985). (1985). Human Human Development Development and and Education Education [Online]. [Online]. Havighurst http//www.duniapsikologi.dagdigdug.com/2008.hotml [25 Juli 2009]. http//www.duniapsikologi.dagdigdug.com/2008.hotml [25 Juli 2009].

Tersedia: Tersedia:

Moh. Surya. Surya. (1997). (1997). Psikologi Psikologi Pembelajaran Pembelajaran dan dan Pengajaran. Pengajaran. Bandung: Bandung: IKIP IKIP Bandung Bandung Moh. Mujamma’al Malik Malik Żahd Żahd Li Li Thiba’at Thiba’at Al Al Mush-Haf Mush-Haf (2014). (2014). Al Al Qur’an Qur’an dan dan Terjemahan. Terjemahan. Mujamma’al Madinah Al Al Munawarah: Munawarah: Kerajaan Kerajaan Arab Arab Saudi. Saudi. Madinah Rochman Natawijaya Natawijaya (1987). (1987). Pendekatan-Pendekatan Pendekatan-Pendekatan dalam dalam Penyuluhan Penyuluhan Kelompok. Kelompok. Rochman Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen. Surya, M. M. dan dan Rochman Rochman Natawijaya Natawijaya (1985). (1985). Buku Buku Materi Materi Pokok Pokok Pengantar Pengantar Bimbingan Bimbingan dan dan Surya, Penyuluhan. Jakarta: Universitas Terbuka. Penyuluhan. Jakarta: Universitas Terbuka. 242

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN ... — [N. Fathurrohman]

Sutirna (2004). Model Pembelajaran Matematika bernuansa Bimbingan dan Konseling di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.Tesis : UPI Bandung (tidak diterbitkan) Sutirna (2011). Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Bagi Peserta didik di Pendidikan Kesetaraan (Paket B setara SMP). Disertasi : UPI Bandung –tidak diterbitkan. Sutirna (2013). Bimbingan dan Konseling (Pendidikan Formal, Non Formal dan Informal). Yogyakarta: Andi Offset.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

243

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PESANTREN MANHAJ SALAFI: MODEL BARU SISTEM PENDIDIKAN ISLAM Nurhasanah Bakhtiar Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau Email: [email protected]

ABSTRACT This study discusses the internalization of salafi method (manhaj) in Islamic boarding school systems. Salafi boarding schools teach the salafi ideology which as exemplied by the Prophet and three early generations based on Qur’an and Hadits. They interpreted the values of Islam in a more literal, textual and normative way. The Nurturing of Salafi boarding school is controversial in the community. Salafi boarding schools are considered as a model of education that are againt plural reality because it maintains the conventional way of understanding the texts of the Quran and hadith without recognizing plural reality. Despite of controversy, the development of Salafi boarding schools in Indonesia has demonstrated rapid growth since the past three decades. The institution is deemed successful in transferring its ideologies to students in their life. This study examines two Salafi boarding schools in Pekanbaru, i.e Al- Al-Uswah and Ummu Sulaym boarding schools.

Keyword: Boarding School, Manhaj Salafi, Islamic Education Systems ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang internalisasi manhaj salafi dalam sistem pendidikan pesantren. Pesantren manhaj salafi mengajarkan ideologi salafi yang mengamalkan Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi dan tiga generasi awal Islam. Manhaj salafi menafsirkan nilai-nilai Islam secara lebih harfiah, tekstual dan cara normatif. Perkembangan Pesantren Salafi tidak terlepas dari tanggapan kontroversial di tengah masyarakat. Pesantren salafi dianggap sebagai model pendidikan yang menentang realitas plural karena masih mempertahankan cara konvensional memahami teksteks Al-Quran dan hadits tanpa mengakui realitas plural. Meskipun dalam kondisi yang kontroversial, pengembangan pesantren Salafi di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang pesat selama tiga dekade terakhir. Lembaga ini dianggap berhasil dalam mentransfer ideologi salafi kepada para santri dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini merupakan studi kasus pada dua pesantren salafi yaitu pesantren al-Uswah dan pesantren puteri Ummu Sulaim Pekanbaru Riau.

Kata Kunci: Pesantren, Manhaj Salafi, Sistem Pendidikan Islam PENDAHULUAN Di Indonesia, pada tiga dekade terakhir terutama setelah tumbangnya rezim orde baru, perkembangan dakwah salafi termasuk di dalamnya pesantren salafi tumbuh dengan pesat dan masif. Beberapa peneliti menyatakan bahwa salafisme merupakan gerakan keagamaan penting dan dinamis yang dalam dasawarsa mendatang akan berkembang lebih signifikan. (Iffah Muzammil: 2003, 213). Perkembangan pesantren salaf yang masif tersebut justru berada dalam suasana yang kontroversial baik berhadapan dengan masyarakat sekitar maupun dengan lembaga dan Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

245

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 245 – 250

tokoh pesantren lain yang ada sebelumnya. Noorhaidi menyebutkan bahwa pesantren salafi berupaya untuk mengembangkan ideologi manhaj salafi yang kurang akomodatif dengan sosio-kultur/sisio-historis masyarakat sehingga kerap menimbulkan konflik dalam masyarakat. (Noorhaidi: 2005). Jargon “ kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah” lebih banyak dimaksudkan sebagai perintah untuk kembali kepada akar-akar Islam awal dan praktik-praktik Nabi yang puritan dalam mencari keaslian (otentisitas). Jika umat Islam tidak kembali kepada “jalan yang benar” dari para pendahulu mereka , maka mereka tidak akan selamat. Kembali kepada alQur’an Sunnah dipahami secara skriptural dan totalistik. (Shiren T. Hunter: 2010, h. 15). Inilah keyakinan mereka tentang memperjuangkan Islam secara kaffah, yakni obsesi kembali ke masa lalu Islam secara keseluruhan tanpa melihat perubahan sosial budaya yang telah dialami masyarakat muslim dewasa ini. Pandangan ini menunjukkan sikap literal mereka dalam memahami teks-teks agama sehingga harus sesuai atau sama dengan prilaku Nabi SAW. Di Kota Pekanbaru Riau, pesantren bermanhaj salafi tumbuh dan berkembang dengan signifikan. Selain jumlahnya yang semakin bertambah, peminat yang tertarik menimba ilmu di pesantren bermanhaj salafi terus meningkat. Penelitian ini difokuskan pada dua pesantren manhaj salafi di Pekanbaru Riau yaitu Pesantren al-Uswah dan pesantren puteri Ummu Sulaim. Bagaimanakah internalisasi manhaj salafi dalam sistem pendidikan pesantren alUswah dan Ummu Sulaim ? merupakan pertanyaan pokok yang akan dijawab dalam tulisan ini.

METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan mengambil kasus-kasus tertentu sebagai obyek penelitian, yaitu internalisasi manhaj salafi dalam sistem pendidikan pesantren. al-Uswah dan Pesantren Ummu Sulaim Pekanbaru Riau. Sumber data (informan) penelitian ini diperoleh diperoleh dari pengelola pesantren, kepala pesantren (kyai), para guru (ustad dan ustazah), para santri, karyawan, orang tua santri dan masyarakat sekitar. Di samping itu data-data tertulis, buku-buku, dan dokumentasi juga merupakan sumber data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode analis data data penelitian ini adalah metode deskriftif analisis komparatif kualitatif. Analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Manhaj secara bahasa artinya jalan yang jelas dan terang. Manhaj berakar dari kata nahaja yang artinya metode atau proses. Secara istilah manhaj berarti jalan hidup yang jelas dan terang dalam beragama. Kata salafi bersal dari bahasa Arab salaf yang artinya dulu atau klasik. Salafi adalah penisbahan terhadap orang-orang yang mepraktekkan Islam sebagai mana yang dianjurkan atau dipraktekkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. (Endang Turmuzi : 2004, 154) Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orangorang yang mengikuti sahabat) dan tabit tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in). 246

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PESANTREN MANHAJ SALAFI: MODEL BARU SISTEM ... — [Nurhasanah Bakhtiar]

Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush sholih (orang-orang terdahulu yang sholih). Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini. Beragamnya defenisi, pandangan dan reaksi terhadap manhaj salafi menunjukkan bahwa manhaj salafi berkembang tidak bersifat monolitik tetapi heterogen yang dipengaruhi oleh tokoh, tempat dan waktu perkembangannya. Melacak asal-usul dan perkembangan salafisme, Amin Abdullah membaginya dalam tiga periode. (Amin Abdullah: 2011). Pertama, masa origin, yakni masa Ahmad bin Hanbal (780-855 M), Ibn Taymiyah (1263-1328 M), serta Muhammad bin Abd al-Wahhab (1703-1792 M). Ibn Hanbal adalah figur penting dalam gerakan salafisme modern. Pendekatan hadîs yang digunakannya dalam menyelesaikan persoalan fiqh, membuatnya menjadi kerangka referensial kaum salafi yang menjadikan hadîs sebagai sumber utama untuk mengetahui kehidupan awal generasi Muslim (salaf). T Kedua, masa change, yakni masa Jamal al-Din al-Afghani (1838-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Rashid Ridha (1865-1935), Hasan al-Banna (1906-1949), dan Sayyid Qutb (1906-1966). Pada abad ini, seruan purifikasi dimunculkan kembali oleh para tokoh ini. Namun demikian, ada perbedaan mendasar antara kedua gerakan salafi tersebut. Gerakan yang kedua ini muncul sebagai respons terhadap ancaman budaya, politik, dan ekonomi Barat, sedangkan Wahabisme muncul sebagai gerakan yang diarahkan untuk pemurnian doktrin dari syirik, bid‘ah, dan ekspresi-ekspresi keagamaan tradisional lainnya. Ketiga, masa development. Pada masa ini terdapat dua kelompok salafis yang berbeda orientasi. Kelompok pertama yang melanjutkan ide-ide dari Hasan al Banna dan Sayyid Qutb. Kelompok ini melahirkan sentimen-sentimen anti-Barat dan sekaligus obsesi akan kebangunan kembali umat Islam dan sistem kekhalifahannya yang pernah berjaya berabadabad. Al-Ikhwan al-Muslimun dan Jamaat al-Islami menekankan bahwa kemunduran umat Islam tidak lain disebabkan lemahnya rasa solidaritas dan persaudaraan di antara mereka serta lunturnya kesadaran akan nilai-nilai moral dan keagamaan. Sedangkan kelompok kedua dimotori oleh Nasir al-Din al-Albani (1914-1999), Ibn Baz, dan lain-lain. (Roel: 912) Kelompok ini tidak terlibat dalam poltik praktis dan fokus pada furifikasi dan perbaikan sosial pendidikan. Dalam perkembangannya, salafi tumbuh dengan varian yang berbeda. Sedikitnya, terdapat tiga varian salafi, yaitu: Pertama, salafi jihadis. Mereka menyerukan jihad dengan kekerasan untuk mewujudkan eksistensi politik yang berdasarkan Islam dalam bentuk kekhalîfahan. Al-Qaedah merupakan contoh dari pandangan ini. Mereka digolongkan sebagai kelompok takfîri, karena mengafirkan penguasa Muslim yang tidak menjalankan hukum Islam di pemerintahannya. (Haykel: 2005, 50). Kelompok ini dipengaruhi oleh Sayyid Qutb (w. 1966) yang membagi negara menjadi dua macam, konsep negara hakimiyah dan negara jahiliyah, sebagaimana pasal 5 dan 19 UU Al-Qaeda. (Pasal 5 dan 19 dari UU Al-Qaeda). Kedua, Salafi Sururiyah. kelompok yang mirip dengan kelompok pertama, aktif dalam politik, namun tidak dengan mengambil jalan kekerasan. Kelompok ini memandang menumbuhkan kesadaran politik sebagaimana al-Ikhwan al-Muslimun. Kelompok ini diwakili oleh Shahwa, Sururi terletak di Yaman dan Kuwait. Abd. al-Rahman Abd. alKhâliq, seorang Mesir lulusan universitas Madinah yang memimpin Jamiyat Ihya al-Turas al-Islami. Dia menyatakan bahwa inilah salafi yang terorganisir (al-salafîyah altanzimiyah) guna mencapai kekuatan dan pengaruh politik. (Haykel: 2005, 50). Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

247

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 245 – 250

Ketiga, salafi apolitik yang disebut juga salafi furis. Kelompok ini diidentikkan dengan Nasir al-Din al-Albani dan Jamis dan Rabi’ Madkhali. Mereka menjauhi semua bentuk politik, menjauhi jalur dan tidakan kekerasan, karena ini merupakan sumber fitnah. Mereka digolongkan sebagai salafiyah skolastik (al-salafîyah al-ilmiyah), yang mengutamakan pemurnian Islam. Memusatkan pada pendidikan individu dengan ajaran salafiyah dan meluruskannya dengan ajaran yang benar ini. Mereka tidak peduli dengan hiruk-pikuk politik khususnya isu-isu internasional. (Slameto Muliono:2011, 231-250). Model salafi inilah yang berkembang dalam sistem pendidikan pesantren manhaj salaf. Internalisasi manhaj salafi dalam sistem pendidikan pesantren al-Uswah dan Ummu Sulaim Pekanbaru terdapat pada: Pertama orientasi, visi, misi dan tujuan pendidikan pesantren. Orientasi pendidikan sebuah lembaga pendidikan tertuang pada visi, misi dan tujuan pendidikannya. Visi pesantren al-Uswah yaitu “Menuju Generasi yang Shalih dalam Bingkai Tauhidullah”. Sedangkan misinya adalah: (1) Menjadikan Al-Uswah sebagai gerbang Iman dan Intelektual. (2) Menjadikan Al-Uswah sebagai penerus dan penerjemah nilai-nilai Islam. (3) Menjadikan Al-Uswah sebagai lembaga pendidikan yang memelihara nilai Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. (4) Menjadikan Al-Uswah sebagai lembaga pendidikan Islam yang profesional berfokus pada pembinaan aqidah, akhlaq dan ibadah sesuai dengan sunnah Rasulullah. (5) Memberikan santri dengan bekal kemampuan dasar dalam mengembangkan kehidupannya (life skill) Begitu juga dengan Pesantren Puteri Ummu Sulaim yang mempunyai visi menjadi pusat pengajaran dan pengkajian Agama Islam berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih sesuai dengan pemahaman ulama ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah. Adapun misi pendidikan pesantren Puteri Ummu Sulaim adalah (1) menanamkan aqidah yang benar sesuai dengan aqidah ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah. (2) Membina santri puteri untuk bisa meneladani ajaran dan sikap yang dimiliki Rasulullah SAW, dan secara aktif turut serta mengembalikan kebaikan di tengah umat Islam. (3) Mencetak generasi yang hafal alQur’an serta memahami dan mengamalkannya. (4) Menyiapkan puteri muslimah yang mengenal dan mengamalkan Islam serta sabar dalam mendakwahkannya. (5) Berilmu, beramal serta ikhlas dalam berjuang dan berkorban. (6) Menguasai, memahami bahasa Arab secara profesional dan berkualitas sebagai sarana dalam mendalami Islam yang hakiki serta berbekal bahasa Inggris yang memadai. (7) Mendidik puteri muslimah untuk memiliki wawasan yang luas, pengetahuan yang matang dengan dilandasi ajaran Islam yang sempurna. Secara eksplisit, kata “manhaj salaf” tidak terdapat dalam rumusan visi, misi dan tujuan pesantren al-Uswah. Namun secara implisit, kata “generasi shalih” merujuk pada pemahaman generasi salaf al- shaleh yang dipahami oleh manhaj salaf. Demikian juga Jika diperhatikan visi dan misi pesantren puteri Ummu Sulaim terlihat adanya statemen yang menggiring kepada pemahaman manhaj salaf yaitu adanya kata “ sesuai dengan pemahaman ulama ahlus Sunnah wal Jamaah”. Sekalipun nama “ahlus Sunnah waljama’ah” juga dimiliki dan disandar kan kepada kelompok lain seperti Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, al-Washliyah dan lainnya, namun ahlus sunnah wal jamaah yang dipahami oleh kelompok salaf memiliki konsep khusus dibanding dengan ahlus sunnah lainnya. Kedua, pada kurikulum dan buku teks yang digunakan. Buku rujukan/kitab yang menjadi pedoman dasar sebagai materi pembelajaran antara lain kitab yang ditulis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab yang berjudul al Usul al Thalatha, Kitab al Tawhid, Kashf 248

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PESANTREN MANHAJ SALAFI: MODEL BARU SISTEM ... — [Nurhasanah Bakhtiar]

al Shubuhat, Masail al-Jahiliyah, dan syarahnya yang ditulis oleh para sarjana salafi seperti Muhammad Ibnu Salih al Uthaymin dan Salih Ibnu Fawzan ibnu Abd Allah al Fauzan. Ditambah juga kitab yang ditulis oleh Ibnu Taymiyyah yang berjudul al Aqida al Wasitiyyah dan syarahnya yang ditulis oleh al Uthaymin yang berjudul Sharh al ‘Aqida al Wasitiyyah dan al ‘Aqida al Tahwiyyah oleh al-Imam al Tahawiyyah dan di syarahi oleh Ibnu Abi al ‘Izzi, minhaj al-Muslim karangan Abu Bakr Jabir dan kitab lainnya. (Irham: 2010,1). Ada beberapa hal pokok yang menjadi issu sentral dalam kitab-kitab manhaj salaf, yaitu: 1) Tauhid, 2) Penolakan terhadap bid’ah dan syirik, 3) al-wala’ wa al-bara’ 4) Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah, 5) Amar ma’ruf nahi mukar. Umumnya pesantren bermanhaj salaf menggunakan model pesantren salafiyah yang lebih banyak mempelajari dan mengkaji ilmu-ilmu syar’i (agama). Mata pelajaran umum seperti matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dipelajari sekedar untuk dapat mengikuti ujian kesetaraan (paket). Bagi mereka ilmu-ilmu agama tersebutlah yang dapat menyelamatkan manusia hidup di dunia dan menggapai kebahagiaan di akhirat. Ilmu-ilmu sains hanya untuk kepentingan dunia semata. Konsep pendidikan manhaj salaf seperti digambarkan di atas, lebih berorientasi pengembangan keilmuan dalam rangka peningkatan hakekat kemanusiaan sebagai hamba Allah. Sebagai hamba Allah, manusia mesti mesti menguasai ilmu syar’i dalam rangka melakukan pengamalan peribadatan kepada Allah agar mendapat keridhoan dari Allah SWT. Amalan yang benar mesti dilandasi dengan ilmu. Untuk itu konsep pendidikan manhaj salaf lebih berorientasi pada ilmu-ilmu syar’i. Namun, ada sisi lain yang kurang mendapat perhatian pendidikan manhaj salaf yaitu pengembngan ilmu berkaitan dengan pengembangan hakekat manusia sebagai khalifah fi al-ardh. Hakekat manusia sebagai khalifah di muka bumi, manusia bertanggung jawab sebagai pengelola bumi, pemanfaat dan pelestari apa yang ada di muka bumi. Untuk merealisasikan tugas tersebut, manusia mesti menguasai ilmu-ilmu kauniyah (sains). Alam semesta yang terbentang luas, merupakan sumber ilmu yang perlu dipikirkan dan dikaji dalam rangka mencari rahasia kebesaran Allah. Pendidikan manhaj salafi di pesantren al-Uswah dan Ummu Sulaim, sekalipun secara kuantitas lebih banyak mengkaji ilmu-ilmu syar’i, namun sudah mulai memandang perlu pengkajian terhadap berbagai bidang ilmu kauniyah, sosial dan sains. Dalam mempelajari mata pelajaran umum seperti PKn, IPA, IPS dan lainnya, selalu dikaitkan dengan inti sari ajaran agama. Dengan demikian, santri menganggap ilmu kauniyah sebagai bagian ilmu keislaman. Sekalipun pesantren al-Uswah menggunakan sistem pesantren salafiyah dengan mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan C (UNPKC), pembelajaran mata pelajaran umum sama forsinya dengan madrasah Aliyah. Hanya saja terkadang ada pengurangan waktu disebabkan banyaknya mata pelajaran yang mesti diselelsaikan. Para alumni pesantren al-Uswah pada tahun 2016 mampu bersaing untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri melalui ujian Seleksi Bersama Masuk Peguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Terlebih lagi, dua dari lulusan al-Uswah tahun 2016 berhasil lulus masuk ke UIN SUSKA Riau pada Jurusan Administrasi Negara dan Teknik Informatika. Hal ini bererti bahwa pendidikan umum yang diselenggarakan di pesantren al-Uswah setara dengan lulusan yang setingkat dengannya. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

249

pembelajaran yang tawqifi bukan merupakan ijtihadi. Sehingga tidak ada ruang lagi untuk berbeda pendapat. (Wahid, 2014b: 225). Membumikan manhaj salafi kepada santri bukan hanya melalui pembelajaran saja melainkan praktik hidup keseharian. Upayanya adalah melakukan pembiasaan-pembiasaan di dalam tradisi pesantren. Pembiasaan tersebut mulai ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 245 – 250hidup, seperti halnya pelarangan bermain, dari cara berpakaian hingga pada prinsip menonton mendengarkan segala Manhaj alat musik, menonton tv, dan Ketiga, atau Metode yang digunakan. salafibernyanyi, lebih menekankan metode mendengarkan radio. Hal itu dinilai sebagai perkara bid’ah, haram untuk dilakukan. pembelajaran yang tawqifi bukan merupakan ijtihadi. Sehingga tidak ada ruang lagi untuk Ketiga, Metode yang digunakan. Manhaj salafi lebih menekankan metode berbeda pendapat. (Wahid, 2014b: 225). Membumikan manhaj salafi kepada santri pembelajaran yang tawqifipakaian bukan merupakan Sehingga tidak ada isbal, ruang lihya, lagi bukan untuk Ada empat identias salafi yang ijtihadi. diterapkan yaitu jalabiya, dan hanya melalui pembelajaran saja melainkan praktik hidup keseharian. Upayanya adalah berbeda pendapat. (Wahid, 2014b: 225). Membumikan manhaj salafi kepada santri bukan niqab. Berikutnya pemberian nama sebagai nama alias dengan bahasa arab. Misalnya anak melakukan pembiasaan-pembiasaan di dalam praktik tradisi pesantren. Pembiasaan tersebutadalah mulai hanya melalui pembelajaran saja melainkan hiduppula keseharian. Upayanya laki yang bernama Fauzan dijuluki Abu Fauzan, begitu untukpelarangan perempuan dengan dari cara berpakaian hingga pada prinsip hidup, seperti halnya bermain, melakukan pembiasaan-pembiasaan di dalam tradisi pesantren. Pembiasaan tersebut mulai julukan Umi. menonton atau mendengarkan musik, bernyanyi, menonton bermain, tv, dan dari cara berpakaian hingga padasegala prinsipalathidup, seperti halnya pelarangan mendengarkan radio. Hal itu dinilai sebagai perkara bid’ah, haram untuk dilakukan. menonton mendengarkan segaladilaterapkan alat musik, bernyanyi, menonton tv, dan Internalisasiatau manhaj salaf lebih intensif di Pesantren Puteri Ummu Sulaim di mendengarkan radio. Hal itu dinilai sebagai perkara bid’ah, haram untuk dilakukan. banding al-Uswah. Hal salafi ini disebabkan, para ustad pesantrenisbal, Ummu Sulaim Ada pesantren empat identias pakaian yang diterapkan yaitudijalabiya, lihya, dan mayoritas alumni dari Universitas Madinah dan LIPIA Jakarta sebagai pusat pembinaan niqab. Berikutnya pemberian nama sebagai nama alias dengan bahasa arab. Misalnya anak Adasalaf empat identias pakaian salafi yang diterapkan yaitual-Uswah jalabiya, mayoritas isbal, lihya, dan manhaj Indonesia. Sedangkan guru-guru di pesantren berasal laki yang bernama Fauzan dijuluki Abu Fauzan, begitu pula untuk perempuan dengan niqab. Berikutnya pemberian sebagai nama alias negeri dengan seprti bahasaUniversitas arab. Misalnya dari berbagai pesantren dan nama perguruan tinggi dalam Riauanak dan julukan Umi. laki yang bernama Fauzan dijuluki Abu Fauzan, begitu pula untuk perempuan dengan Universitas Islam Negeri (UIN/IAIN) julukan Umi. Internalisasi manhaj salaf lebih intensif dilaterapkan di Pesantren Puteri Ummu Sulaim di banding pesantren ini disebabkan, para ustad di pesantren Ummu Sulaim Internalisasi manhajal-Uswah. salaf lebihHal intensif dilaterapkan di Pesantren Puteri Ummu Sulaim di mayoritas alumni dari Universitas Madinah dan LIPIA Jakarta sebagai pusat pembinaan banding pesantren al-Uswah. Hal ini disebabkan, para ustad di pesantren Ummu Sulaim KESIMPULAN manhaj salaf Indonesia. SedangkanMadinah guru-guru pesantren al-Uswah berasal mayoritas alumni dari Universitas dandiLIPIA Jakarta sebagai mayoritas pusat pembinaan dari berbagai pesantren dan perguruan tinggi dalam negeri seprti Universitas Riau 1. Manhaj salaf telah terinternaisasi dalam sistem pendidikan pesantren al-Uswah dan manhaj salaf Indonesia. Sedangkan guru-guru di pesantren al-Uswah mayoritas berasal Universitas Islam Negeri (UIN/IAIN) pesantren puteri Ummu Sulaim Pekanbaru terdapat dalam orientasi, kurikulum dari berbagai pesantren dan perguruan tinggiyang dalam negeri seprti Universitas Riau dan metode pendidikan yang diselenggarakan. Universitas Islam Negeri (UIN/IAIN) 2. Model internalisasi manhaj salaf yang dilakukan di pesantren al-Uswah dan ummu Sulaim Pekanbaru dalam bentuk puris atau pemurnian untuk membekali siswa dengan KESIMPULAN ilmu syar’i dengan berdasarkan dalil yang shahih, ilmiah dan pembiasaan prilaku serta KESIMPULAN hidup sesuai sunnah Rasul. 1. cara Manhaj salaf telah terinternaisasi dalam sistem pendidikan pesantren al-Uswah dan pesantrensalaf puteritelah Ummu Sulaim Pekanbaru terdapat dalampesantren orientasi, kurikulum dan 1. Manhaj terinternaisasi dalam yang sistem pendidikan al-Uswah dan metode pendidikan yang diselenggarakan. pesantren puteri Ummu Sulaim Pekanbaru yang terdapat dalam orientasi, kurikulum dan 2. metode Model internalisasi manhaj salaf yang dilakukan di pesantren al-Uswah dan ummu pendidikan yang diselenggarakan. Sulaim Pekanbaru dalam bentuk pemurnian untuk membekali 2. Model internalisasi manhaj salaf puris yangatau dilakukan di pesantren al-Uswahsiswa dan dengan ummu ilmu syar’i dengan dalam berdasarkan ilmiah dan membekali pembiasaansiswa prilaku serta Sulaim Pekanbaru bentukdalil purisyang ataushahih, pemurnian untuk dengan cara hidup sesuai sunnah Rasul. ilmu syar’i dengan berdasarkan dalil yang shahih, ilmiah dan pembiasaan prilaku serta cara hidup sesuai sunnah Rasul. DAFTAR PUSTAKA Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (Ed.). 2004. Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPI Press). Hasan, Noorhaidi. 2008. Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru, (Jakarta: LP3ES & KITLV-Jakarta, 2008) DAFTAR PUSTAKA Haykel, Bernard. 2003. Legacy of Muhammad Shawkani. Cambridge: Cambridge Revival DAFTAR PUSTAKA Endangand Turmudi Riza The Sihbudi (Ed.). 2003 2004. Islam dan Radikalisme di Indonesia, Reformdan in Islam: University, (Jakarta: LIPI Press). Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (Ed.). 2004. Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPI Press). Irham. “Pesantren salafi: Pendidikan Islam Model jurnal Identitas Ulul Albab Hasan,2016. Noorhaidi. 2008.Manhaj Laskar Jihad: Islam, Militansi, danBaru”. Pencarian di Vol 17 No 1 tahun 2016. Baru, Jihad: (Jakarta:Islam, LP3ES & KITLV-Jakarta, 2008) Identitas di Hasan, Indonesia Noorhaidi.Pasca-Orde 2008. Laskar Militansi, dan Pencarian Indonesia Baru, Salafisme (Jakarta: LP3ES & żerakan KITLV-Jakarta, 2008) Muzammil, Iffah.Pasca-Orde 2013.Legacy “ żlobal dan Kekerasan” Haykel, Bernard. 2003. of Muhammad Antara Shawkani. Cambridge: CambridgeTeosofi, Revival Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol 3 Nomor 1 Juni. and Reform in Islam: The University, 2003 Haykel, Bernard. 2003. Legacy of Muhammad Shawkani. Cambridge: Cambridge Revival and Reform Islam: The University, 2003 Salafism. London: Hurst and Company. Roel, Meijer. 2009. in“Introduction”, dalam Global

250

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM AL-QURAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP TEORI PENDIDIKAN ISLAM (Studi Analisis terhadap Sepuluh Tafsir Mu’tabaroħ) Nurti Budiyanti Universitas Pendidikan Indonesia Nurti Budiyanti Email: [email protected] Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT Education is a process of building and developing human’s potencies optimally, including potency of soul, mind and heart. Therefore, educational process should deal with those three potencies. Practically speaking, School reaches mere graduation and students’ intellectuality. Therefore, the goal gained is only partial, not holistic. The Qur’an guides human beings comprehensively and integratively with regard to education. In this research, I try to examine and understand the concept of �lul ‘ilmi in the Qur’an with reference to ten credible Qur’anic exegesis (Tafsir alMu’tabaraħ). The purpose of this research is to know the concept of �lul ‘ilmi in the Qur’an, including its meaning, characters, roles, functions, and implications to the theory of Islamic education. The approach used is qualitative approach with tahlīlī and muqāran method of interpretation. Based on findings and analyses in this research, it is concluded that �lul ‘ilmi is one who has knowledge based on reality, broad insight, spiritually intelligent, and heart that firmly believes in The Only One God. While, the pedagogical implications of the concept of �lul ‘ilmi to the theory of Islamic education are pertinent to the concept of educator, student, objective, role, principle, method, subject metter, and media.

Keyword: �lul ‘ilmi, Tafsir Mu’tabaroħ, Islamic Education. ABSTRAK Sejatinya, pendidikan merupakan proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia secara optimal, baik menyangkut jiwa, akal dan hatinya. Oleh karena itu, proses pendidikan harus mampu menyentuh semua hal tersebut. Pada praktiknya, sekolah hanya mengejar kelulusan dan intelektualitas peserta didik saja, sehingga tujuan yang dicapai pun bersifat parsial, tidak keseluruhan. Alquran memberikan bimbingan secara komprehensif dan integratif terhadap manusia dalam kaitannya terhadap pendidikan, dimana tidak ada dikotomi dalam pendidikan. Di dalam penelitian ini, peneliti berupaya menggali dan memahami konsep �lul ‘ilmi dalam Alquran dengan merujuk kepada sepuluh Tafsir Mu’tabaroħ. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep �lul ‘ilmi dalam Alquran yang meliputi makna, karakteristik, peran dan fungsi �lul ‘ilmi, serta implikasinya terhadap teori pendidikan Islam. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan secara prosedural metode yang digunakan adalah metode tahlīlī dan muqāran. Berdasarkan penemuan dan analisis dalam penelitian ini didapatkan bahwa makna �lul ‘ilmi ialah seseorang yang memiliki ilmu berdasarkan realitas, berwawasan luas, kecerdasannya mampu mencapai makrifat, dan hatinya teguh bertauhid karena memiliki tingkatan khasyyah seperti para ulama. Adapun implikasi konsep �lul ‘ilmi terhadap teori pendidikan Islam meliputi; konsep pendidik, peserta didik, tujuan, peran, fungsi, prinsip, metode, materi dan media pendidikan.

Kata Kunci: �lul ‘ilmi, Tafsir Mu’tabaroħ, dan Pendidikan Islam. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

A. PENDAHULUAN

251

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 251 – 257

A. PENDAHULUAN

Alquran telah mencangkup seluruh konsep kehidupan, di dalamnya terdapat kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok, yakni akidaħ, ibadaħ, akhlak, hukum, sejarah, serta ilmu pengetahuan. Diantara kandungan Alquran yang sangat penting adalah mengenai pendidikan. Mengingat begitu pentingnya pendidikan, dewasa ini banyak hal yang kontradiktif terjadi dalam dunia pendidikan. Dimana pendidikan yang dilakukan oleh orang tua, guru maupun lembaga lebih menitikberatkan padaintelektualitas saja, sedangkan aspek perilaku dan spiritual luput dari perhatian utama. Sehingga kegagalan kerap terjadi dalam sekmen pendidikan, baik konsep, sistem maupun materi. Alquran memberikan bimbingan secara komprehensif dan integratif. Di dalamnya terdapat sebuah konsep yang bertujuan untuk memberikan sebuah solusi, diantaranya konsep �lul ��l�� yang merupakan salah satu upaya untuk mengatasi berbagai problematika yang ada. Hal tersebut tergambar dari tafsir atau makna kata �lul ��l��dalam Alquran yang tentunya sangat memungkinkan dikembangkan serta diterapkan dalam konsep pendidikan. Jika kita lihat makna “�lul ��l��” yakni orang yang memiliki ilmu tentunya akan mengarah kepada ranah pendidikan. Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika pendidikan itu mampu merealisasikan tujuannya. Maka dari itu orang yang memiliki karakter “�lul ��l�� ”-lah yang dapat membantu merealisasikan tujuan akhir pendidikan kita yakni menjadi hamba Allah yang memancarkan akhlakul karimah disepanjang kehidupannya. B. METODE Studi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai konsep �lul ��l��dalam Alquran, yang berkaitan dengan makna, karakteritik, peran dan fungsi serta implikasi terhadap teori pendidikan Islam, melalui tinjauan sepuluh kitab tafsir Mu’tabaroħ. Desain penelitian inimenggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang dipergunakan adalah metode penelitian non-interaktif (analisis dokumen). Adapuun secara prosedural metode tafsir yang digunakan adalah metode tahlīlī (analisis) dan metode muqaran (perbandingan). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis konten.Langkahlangkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan langkah-langkah analisis data sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Sugiyono (2011, hlm. 247-252) yaitu sebagai berikut: (a) Data Reduction (Reduksi Data): merangkum, memilih hal-hal yang pokok, dan memfokuskan data pada hal-hal yang penting. (b) Data Display (Penyajian Data) : dalam bentuk uraian, kemudian tabel dan bagan, agar mempermudah pembaca untuk memahami isi dari kajian makna pernafsiranayat tersebut. (c) Penarikan kesimpulan (Conclusion Drawing / Verification) : menarik kesimpulan mengenai konsep �lul ��l��dalam Alqurandengan memberikan kejelasan atas gambaran mengenai makna, karakter, peran dan fungsi serta implikasi edukatif. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Makna Ūlul ‘ilmi Berdasarkan hasil temuan dalam Tafsir Mu’tabaroħ, �lul ��l�� (orang yang berilmu) ialah para utusanNabi, baik dari kalangan Muhajirin ataupun kalangan Anṣor, yang memiliki akal yang tajam serta hatinya teguh beraqidah. Aqidah kuat yang terbentuk dalam dirinya dapat meningkatkan rasa takut kepada Allah. Sehingga, pengalaman ruhani ini mampu mencapai makrifat. Ketajaman akalnya mampu membuktikan realitas yang ada, berdasar pada dalil dan hujjah. Sehingga, ilmu ini mampu memberikan pengaruh yang hidup, karena amal sholeh bukan sebatas membilang tasbih, namun mengintegrasikan ilmu dan iman untuk membentuk amal sholeh secara keseluruhan. 252

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM ALQURAN DAN IMPLIKASINYA ... — [Nurti Budiyanti]

Makna �lul ‘ilmi ini,memiliki kesamaan makna dengan �lul �lbab dan Ulin Nuha yang terdapat dalam Alquran.Ketiga kata tersebut menggambarkan bahwa konsep akal dalam Alquran tidak semata-mata dalam alam fikir saja, melaikan keterkaitan qalbu di dalamnya. Adapun perbandingan antara kata �lul ‘ilmi� �lul albab� dan Ulin nuha dalam Alquran dapat divisualisasikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel Perbandingan Kata �lul ‘ilmi� �lul albab� dan Ulin nuha Redaksi Kata �lul ‘ilmi �lul albab Ulin nuha

Persamaan Mempergunakan akal Mempergunakan akal Mempergunakan akal

Perbedaan Menanamkan aqidah yang kuat �enanamkan �ikir dan �ikir Menanamkan akhlakul karimah

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa konsep �lul ‘ilmi� �lul albab� dan Ulin nuha dalam �l�uran saling berkaitan� �ikir, sebagai bentuk ibadah merupakan aktualisasi dari penanaman aqidah yang kuat. Begitu pun dengan akhlak, aktualisasi dari bentuk ibadah serta �ikir ini yang akan menunjukan kesempurnaan akhlak di hadapan-Nya. Konsep akal dalam Alquran secara tidak langsung menuntut kita untuk membina diri dalam setiap aspek kehidupan, baik yang berkaitan dengan aspek aqidah, ibadah maupun akhlak. Di dalam ajaran Islam ada dua jalan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yaitu melalui akal, dan wahyu. Shihab (1999, hlm. 434) telah menjabarkan mengenai cara memperoleh ilmu ini, yakni melalui (1) ‘ilmu kasby (ilmu yang diperoleh dengan cara usaha manusia), (2) ‘ilm laduni (ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia). �lul ‘ilmi termasuk ke dalam kategori ‘ilmu kasby. Oleh karennya, untuk melahirkan sosok �lul ‘ilmi harus menjalani beberapa proses, dengan memberdayakan pendengaran, penglihatan, akal serta hati yang paling utama. Karakteristik Ūlul ‘ilmi Berdasarkan hasil temuan, �lul ‘ilmi memiliki karakteristik tersendiri. karakteristik �lul ‘ilmi� yang dibicarakan dalam Alquran ialah seseorang yang memiliki kualitas ilmu yang memadai, memiliki keterampilan serta pendalaman yang mumpuni baik dalam aspek aqidah, ibadah maupun akhlak. Memiliki aqidah yang kuat, akan mengantarkan iman yang mantap, melahirkan ketajaman spiritual serta tabi’at yang lurus untuk menularkan energi positif serta memelihara wasiat untuk menunaikan segala bentuk perintah-Nya. Berbagai sikap yang harus tercermin dalam sosok �lul ‘ilmi diantaranya ialah; sikap adil, bijaksana, sikap terbuka, lapang dada, budi bahasa yang baik, tawadhu, zuhud, wara’, ikhlas, taat, syukur, rasa cinta dan khasyyah, serta istiqomah. Kesempurnaan sikap tersebut akan mewarnai ilmu dengan nilai spiritual yang kuat. Berbagai sikap yang telah dipaparkan tersebut dapat terwujud jika kita sebagai generasi �lul ‘ilmi mampu menjaga, merawat serta mencusikan hati terlebih dulu. Dengan demikian, ilmu yang dimiliki oleh �lul ‘ilmi ini tidak hanya berorientasi pada duniawi semata. Di sini telah terlihat jelas bahwa karaktereristik yang dimiliki oleh �lul ‘ilmibukan hanya pada ranah kognitif saja, melainkan terdapat ranah lainnya seperti ranah afektif, ranah psikomotorik, ranah sosial, ranah etika dan ranah spiritual. Pengklasifikasian karakteristik �lul ‘ilmiini dapat divisualisasikan dalam bentuk tabel berikut: Tabel Klasifikasi Karakter �lul ‘ilmi 2.

Kognitif

Afektif

Memiliki

Memiliki

Psikomo torik Bersikap

Sosial

Etika

Spiritual

Memberi

Budi

Memiliki

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

aqidah 253

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 251 – 257

ketajaman akal Memiliki ilmu yang memadai

rasa kasih adil sayang Memiliki Bersikap semangat bijaksana yang tinggi Memiliki Bersikap hujjah dan lapang bukti dada

dorongan posotif Memelihara wasiat

bahasa yang baik Sopan santun

yang kokoh

Memelihara hubungan harmonis

Memiliki Memiliki hati yang tabiat yang suci lurus Memiliki sikap khasyyah, zuhud, tawadhu, wara’, syukur, ikhlas, dan taat

Memiliki iman yang kuat

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karakteristik �l�l� �il�imemiliki ciri khas yang berbeda dengan yang lain, yakni memiliki nuansa Ilāhiyyah, spiritual dan bathiniyyah. Peran dan Fungsi Ūlul ‘ilmi Alquran telah menggambarkan konsep �l�l��il�i yang berkaitan dengan peran dan fungsi �l�l� �il�i�� diantaranya ialah sebagai berikut: (a) Membina jiwa, akal danhati. (b) Membina niat agar senantiasa berujung Lillāh. (c) Membina hati agar selalu bertauhid. (d) Memberikan hujjah dan bukti. (e) Menumbuhkan rasa cinta dan khasyah kepada Allah. (f) Menumbuhkan keyakinan dengan tali keimanan. (g) Memelihra wasiat dengan menunaikan perintah-Nya. (h) Mengingatkan dalam berjihad dan berbuat kebaikan. (i) Menegakkan keadilan dan kebenaran. (j) Mencipatakan keteraturan dan kedamaian. (k) Menjalin silaturahmi yang harmonis. (l) Mengungkapkan rahasia keesaan Allah. (m) Mengungkap realitas kebenaran ilmu. (n) Membina keseimbangan jasmani dan rohani. (o) Membina akhlakul karimah. (p) Memberikan pengaruh positif danmotivasi. (q) Sebagai fasilitator bertaqarub kepada Allah. (r) Sebagai fasilitator untuk meraih kemenangan dunia akhirat. (s) Sebagai fasilitaor untuk meraih rezeki dan rahmat Allah. (t) Sebagai fasilitator untuk mempermudah jalan manusia menuju syurga. (u) Sebagai fasilitator untuk meraih kelapangan dan ketinggian martabat di sisi Allah. (v) Sebagai fasilitator untuk meraih derajat taqwa dan kemuliaan diri di hadapan Allah. Pemaparan di atas, mengenai peran dan fungsi�l�l� �il�i dalam konsep Alquran selaras dengan apa yang telah dipaparkan oleh Rizal (2014, hlm. 9) yang mengatakan bahwa peran dan fungsi ilmu ialah untuk meningkatkan spiritual, penataan hidup, pencapaian kebahagian lahir dan batin, serta dinamisasi peradaban. Kesimpulannya, esensi yang paling utama peran dan fungsi �l�l��il�i�ini dapat membina jiwa, akal dan hati umat manusia menjadi terarah. Dengan demikian orang yang berilmu dalam konsep Alquranbukan semata-mata yang memiliki banyak pemikiran, ide serta gagasan. Namun orang yang berilmu harus mampu memberikan pengaruh serta motivasi positif untuk mengarahkan umat menuju pencapaian hakikat Rabb-nya. 3.

4.

254

Implikasi Edukatif Konsep Ūlul ‘ilmi a. Pendidik Dalam pembahasan konsep �l�l� �il�i� ini, pendidik merupakan orang yang berilmu yang harus memiliki kemampuan lebih dalam mengintegrasikan ilmu dan Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM ALQURAN DAN IMPLIKASINYA ... — [Nurti Budiyanti]

amalnya amalnya karena karena keberadaan keberadaan iman iman yang yang kuat kuat di di dalam dalam hatinya, hatinya, sehingga sehingga memiliki memiliki pengalaman pengalaman ruhani ruhani yang yang baik baik untuk untuk ditularkan ditularkan kepada kepada anak anak didiknya. didiknya. Adapun Adapun amalnya karena keberadaan iman yang kuat diyang dalam hatinya, sehingga memiliki tugasnya; (1) menanamkan ketauhidan kuat terhadap anak tugasnya; (1) mampu mampu menanamkan ketauhidan yang kuat terhadap anak didiknya. didiknya. pengalaman ruhani yang baik untukspiritual ditularkan anakbenar. didiknya. Adapun (2) mampu aktifitas yang baik (3) (2) mampu mengarahkan mengarahkan aktifitas spiritual yangkepada baik dan dan benar. (3) mampu mampu tugasnya; (1) mampu menanamkan ketauhidan yang kuat terhadap anak didiknya. membina pribadi anak didik menuju tabiat yang lurus, baik itu membina jiwa, akal membina pribadi anak didik menuju tabiat yang lurus, baik itu membina jiwa, akal amalnya karena keberadaan iman yang kuat di dalam hatinya, sehingga memiliki (2) mampu mengarahkan aktifitas spiritual yang baik dan benar. (3) mampu maupun hati. (4) mampu memberikan motivasi serta dorongan yang positif maupun hati.ruhani (4) mampu memberikan motivasikepada serta anak dorongan yangAdapun positif pengalaman yang baik untuk ditularkan didiknya. membina anak pribadi anak didik(5) menuju tabiat yang lurus, baik itu membina jiwa, akal terhadap didiknya. mampu memiliki keterampilan untuk membina terhadap anak didiknya. (5) mampu memiliki keterampilan untuk membina tugasnya; (1) mampu menanamkan ketauhidan yang kuat terhadap anak didiknya. maupun hati. mampuagar memberikan serta dorongan yang positif kesadaran anak (4) didiknya, lebih dekat kepada Rabb yang menciptakannya. kesadaran didiknya, agar lebihspiritual dekatmotivasi kepada Rabbdan yang menciptakannya. (2) mampuanak mengarahkan aktifitas yang baik benar. (3) mampu terhadap anak didiknya. (5) mampu memiliki keterampilan untuk membina Sebagaimana (Syahidin, 2009, hlm 68) mengatakan bahwa seorang pendidik Sebagaimana (Syahidin, 2009, hlm 68) mengatakan bahwa seorang pendidik membina pribadi anak didik menuju tabiat yang lurus, baik itu membina jiwa, akal kesadaran anak didiknya, agar lebih dekat kepada Rabb yang menciptakannya. diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai Ilāhiyyah serta mengikuti jejak diharapkan mewariskan nilai-nilai Ilāhiyyah serta mengikuti jejak maupun hati.mampu (4) mampu memberikan motivasi serta dorongan yang positif Sebagaimana karena (Syahidin,dalam 2009, pelaksanaan hlm 68) mengatakan seorang pendidik Rasulullah, tugasnyabahwa Rasulullah mampu Rasulullah, pelaksanaan Rasulullah mampu terhadap anakkarena didiknya.dalam (5) mampu memilikitugasnya keterampilan untuk membina diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai Ilāhiyyah serta mengikuti jejak mengembangkan semua aspek kepribadian para sahabat. mengembangkan semua aspek para sahabat. kesadaran anak didiknya, agarkepribadian lebih dekat kepada Rabb yang menciptakannya. Rasulullah, karena dalam pelaksanaan tugasnya Rasulullah mampu Sebagaimana (Syahidin, 2009, hlm 68) mengatakan bahwa seorang pendidik mengembangkan semua aspek kepribadian para sahabat. diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai Ilāhiyyah serta mengikuti jejak Rasulullah, karena dalam pelaksanaan tugasnya Rasulullah mampu b. b. Peserta Peserta didik didik semua aspek kepribadian para sahabat. mengembangkan Peserta Peserta didik didik dalam dalam pendidikan pendidikan Islam Islam adalah adalah individu individu yang yang sedang sedang tumbuh tumbuh dan dan b. Peserta didik berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi Pesertadi Islam adalah individu yang sedang tumbuh�l�l dan kehidupan dunia dan akhirat (Nata, 2010, hlm. Dalamkonsep kehidupan dididik duniadalam dan di dipendidikan akhirat kelak kelak (Nata, 2010, hlm. 173). 173). Dalamkonsep �l�l berkembang, baik fisik, seseorang psikologis,yang sosial, dan religius dalamyang mengarungi ‘ilmi, peserta didik merupakan memiliki akal sedang ‘ilmi, peserta didiksecara merupakan seseorang yang memiliki akal sehat, sehat, yang sedang b. Peserta didik kehidupan di dunia dan di akhirat kelak (Nata, 2010, hlm. 173). Dalamkonsep �l�l berjuang menjadi orang yang berilmu diiringi dengan aktualisasi iman dan berjuang menjadi orang pendidikan yang berilmu diiringi aktualisasi iman dan amal amal Peserta didik dalam Islam adalahdengan individu yang sedang tumbuh dan ‘ilmi, melalui peserta didik merupakan seseorang yang memiliki akal sehat, yangpeluang sedang dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya, hal tersebut memberi dalam melalui proses pembelajaran. Oleh karenanya, hal tersebut memberi peluang berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi berjuang menjadi orang yang berilmu diiringi dengan aktualisasi iman dan amal untuk dirinya dalam mewujudkan pribadi yang mandiri dan bertanggungjawab untuk dirinya dalam pribadi yang mandiri dan Dalamkonsep bertanggungjawab kehidupan di dunia danmewujudkan di akhirat kelak (Nata, 2010, hlm. 173). �l�l dalam melalui prosesmengarungi pembelajaran. Oleh karenanya, hal tersebut memberi peluang sebagai bekal dalam kehidupannya dan memiliki sikap karakter �l�l sebagai bekal dalam mengarungi kehidupannya dan memiliki sikap karakter �l�l ‘ilmi, peserta didik merupakan seseorang yang memiliki akal sehat, yang sedang untukseperti, dirinyaadil, dalam mewujudkan pribadi yang mandiri dan bertanggungjawab ‘ilmi bijaksana, taat, sikap terbuka, lapang dada, tutur kata yang baik, ‘ilmi seperti, adil, bijaksana, taat, sikap terbuka, lapang dada, tutur kata yang baik, berjuang menjadi orang yang berilmu diiringi dengan aktualisasi iman dan amal sebagai bekal dalam mengarungi memiliki sikapkhasyyah karakteryang �l�l tawadhu, ikhlas, zuhud, memiliki rasa cinta dan kasih, serta tawadhu, ikhlas, zuhud, memiliki kehidupannya rasa dandan kasih, serta rasa rasa khasyyah yang dalam melalui proses pembelajaran. Olehcinta karenanya, hal tersebut memberi peluang ‘ilmi seperti, adil, bijaksana, taat, sikap terbuka, lapang dada, tutur kata yang baik, dalam terhadap Rabb-nya. dalam terhadap Rabb-nya. untuk dirinya dalam mewujudkan pribadi yang mandiri dan bertanggungjawab tawadhu, ikhlas, zuhud, memiliki rasa cinta dan kasih, serta rasa khasyyah yang sebagai bekal dalam mengarungi kehidupannya dan memiliki sikap karakter �l�l dalam terhadap Rabb-nya. c. Tujuan Pendidikan c. Tujuan ‘ilmi seperti,Pendidikan adil, bijaksana, taat, sikap terbuka, lapang dada, tutur kata yang baik, �l�l memiliki tujuan sama untuk menunjang ketercapaian tujuan �l�l ‘ilmi ‘ilmi tujuan yang yang menunjang ketercapaian tawadhu, ikhlas,memiliki zuhud, memiliki rasasama cintauntuk dan kasih, serta rasa khasyyahtujuan yang c. Tujuan Pendidikan pendidikan Islam tersebut, �l�l ‘ilmi sebagai generasi orang yang berilmu memiliki pendidikan Islam tersebut, �l�l ‘ilmi sebagai generasi orang yang berilmu memiliki dalam terhadap Rabb-nya. �l�l ‘ilmiyakni memiliki tujuan yang samaAllah untuk menunjang ketercapaian tujuan sebuah tujuan mengungkap keesaan dengan pembinaan jiwa, dan sebuah tujuan yakni mengungkap keesaan Allah dengan pembinaan jiwa, akal akal dan pendidikan Islam tersebut, �l�l ‘ilmi sebagai generasi orang yang berilmu memiliki hati menuju pribadi yang mampu menunjukkan prilaku-prilaku yang sesuai dengan hati menuju pribadi yang mampu menunjukkan prilaku-prilaku yang sesuai dengan c. Tujuan Pendidikan sebuah tujuan yakni Allah dengan yang pembinaan jiwa, terhadap akal dan �l�l ‘ilmi serta yang utama ialahkeesaan memiliki khasyyah mendalam �l�l ‘ilmi serta yangmengungkap utama khasyyah yang mendalam �l�l ‘ilmi memiliki tujuanialah yangmemiliki sama untuk menunjang ketercapaianterhadap tujuan hati menuju pribadi mampu menunjukkan prilaku-prilaku yang di sesuai dengan Rabb-nya karena hatiyang bertauhid dengan keikhlasan dan keistiqamahan Rabb-nya karena bertauhid keikhlasan danorang keistiqamahan di jalan-Nya. jalan-Nya. pendidikan Islam hati tersebut, �l�l dengan ‘ilmi sebagai generasi yang berilmu memiliki �l�l ‘ilmi serta yang utama ialah memiliki khasyyah yang mendalam terhadap sebuah tujuan yakni mengungkap keesaan Allah dengan pembinaan jiwa, akal dan Rabb-nya karena hatiPendidikan bertauhid dengan keikhlasan dan keistiqamahan di jalan-Nya. d. Peran dan Fungsi d. Peran dan Fungsi Pendidikan hati menuju pribadi yang mampu menunjukkan prilaku-prilaku yang sesuai dengan �l�l ‘ilmimemiliki peran dan fungsi fasilitator untuk �l�l ‘ilmimemiliki peran dan memiliki fungsi sebagai sebagai fasilitator untuk menunjang menunjang �l�l ‘ilmi serta yang utama ialah khasyyah yang mendalam terhadap d. Peran dan Fungsi Pendidikan ketercapaian tujuan pendidikan. Peran dan fungsi pendidikan yang dilihat dari ketercapaian tujuan Perankeikhlasan dan fungsi yangdi dilihat dari Rabb-nya karena hati pendidikan. bertauhid dengan danpendidikan keistiqamahan jalan-Nya. �l�l ‘ilmimemiliki peran dan fungsi sebagai fasilitator untuk menunjang konsep �l�l ‘ilmi sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya konsep �l�l ‘ilmi sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya ketercapaian tujuan pendidikan. dan fungsi pendidikan dilihatyang dari ialah mampu diarahkan terhadap pembinaan empat pendidikan ialah mampu diarahkan terhadap Peran pembinaan empat kompetensi kompetensi yang pendidikan yang d. Peran dan Fungsi Pendidikan konsep �l�lialah; ‘ilmi sebagaimana yang telah sosial dijelaskan pembahasan sebelumnya diantaranya spiritual, pengetahuan, dan keterampilan. Namun, disini diantaranya ialah; spiritual, pengetahuan, dan pada keterampilan. Namun, disini �l�l ‘ilmimemiliki peran dan fungsisosial sebagai fasilitator untuk menunjang ialah mampu diarahkan terhadap pembinaan empat kompetensi pendidikan yang sangat terlihat bahwa keterampilan harus mampu menguasai ranah spiritual, sangat terlihat bahwa keterampilan harus mampu menguasai ranah spiritual, ketercapaian tujuan pendidikan. Peran dan fungsi pendidikan yang dilihat dari diantaranya ialah; spiritual, pengetahuan, sosial dan keterampilan. disini pengetahuan dan Sebagaimana dapat divisualisasikan dalam bentuk tabel pengetahuan dan sosial. sosial. Sebagaimana dapat divisualisasikan dalamNamun, bentuk tabel konsep �l�l ‘ilmi sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya sangat terlihat bahwa keterampilan harus mampu menguasai ranah spiritual, berikut: berikut: ialah mampu diarahkan terhadap pembinaan empat kompetensi pendidikan yang pengetahuan dan sosial. Sebagaimana dapat divisualisasikan dalam bentuk tabel diantaranya ialah; spiritual, pengetahuan, sosial dan keterampilan. Namun, disini berikut: sangat terlihat bahwa keterampilan harus mampu menguasai ranah spiritual, pengetahuan dan sosial. Sebagaimana dapat divisualisasikan dalam bentuk tabel berikut: Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

255

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 251 – 257

Tabel 1 ����������������������������������������‘���� KETERAMPILAN Spiritual Pengetahuan Sosial Membina jiwa dan hati agar Membina akal dengan Memelihara wasiat(amanah) terarah menuju jalan yang baik dan benar. dengan baik. benar. Membina niat agar selalu Memberikan hujjah dan Mengingatkan dalam berbuat bertauhid. bukti. kebaikan. Menumbuhkan cinta dan Mengungkap realitas Menegakan keadilan dan khasyyah kepada Allah. kebenaran ilmu. kebenaran. Meneguhkan keyakinan dalam Menciptakan keteraturan dan naungan iman. kedamaian. Mengungkap rahasia keesaan Menjalin silaturahimi yang Allah. harmonis. Membina keseimbangan Memberikan pengaruh positif jasmani dan rohani. dan motivasi. Membina akhlakul karimah. Mengarahkan jalan agar selalu bertaqarub kepada Allah. Membina diri menjadi pribadi yang bertaqwa. Dari sekian peran dan fungsi tersebut, tolak ukur yang utama ialah meningkatkan kecerdasan sprirtual dan kecerdasan emosional, dengan dua kecerdasan tersebut dapat dengan mudah untuk mewariskan nilai-nilai Ilāhiyyah. e. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Dalam konsep �lul �ilmi tergambar beberapa prinsip pendidikan Islam dianataranya ialah Prinsip Ra�māniyyaħ (Kasih Sayang), Prinsip Takāmuliyyaħ (integratif), Prinsip �yum�liyyaħ (komprehensif, universal), PrinsipTawāzuniyyaħ (keseimbangan), Prinsip Rabbāniyyaħ (Ketuhanan). f. Materi dalam Proses Pendidikan Islam Dalam konsep �lul �ilmi tergambar beberapa materi yang harus ada dalam proses pendidikan Islam, seperti halnya materi yang berkaitan dengan agama, rasional, empiric serta ilmu terapan. Namun, esensi yang paling penting dalam konsep �lul �ilmi ialah materi yang berkaitan dengan agama, yang dimana disana terdapat kesatuan materi antara ilmu, iman, amal dan akhlak. g. Metode dalam Proses Pendidikan Islam Dalam penelitian ini, ditemukan beberapa metode pendidikan Islam dalam ayat- ayat yang berkaitan dengan konsep �lul �ilmi.Metode tersebut diantaranya adalah metode ��wā� �a�anaħ, metode ‘IbraħMaw’iẓaħ, dan metode Targib. h. Media Pembelajaran Pendidikan Islam Adapun media yang tergambar dalam konsep �lul �ilmi� seperti yang telah digambarkan dalam Alquran yaknisarana untuk meraih ilmu, ialah pendengaran, penglihatan, akal dan hati. Empat sarana tersebut merupakan media Islami yang 256

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM ALQURAN DAN IMPLIKASINYA ... — [Nurti Budiyanti]

mutlak diberikan Allah untuk digunakan sebaik mungkin agar memperoleh kebenaran yang objektif. hanya sebaik itu saja,mungkin alam semesta makhluk mutlak diberikan Allah Namun untuk bukan digunakan agar serta memperoleh ciptaan-Nya dapat menjadi media murni untuk meyakini kekuasaan-Nya yang kebenaran yang objektif. Namun bukan hanya itu saja, alam semesta serta makhluk begitu luas. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pendidikan dituntut untuk ciptaan-Nya dapat menjadi media murni untuk meyakini kekuasaan-Nya yang mampuluas. memberdayakan sumber belajar berupa media pembelajaran begitu Hal ini mengindikasikan bahwa proses pendidikan dituntutdengan untuk memanfaatkan alat indra, alam semesta serta makhluk ciptaan-Nya tersebut. mampu memberdayakan sumber belajar berupa media pembelajaran dengan memanfaatkan alat indra, alam semesta serta makhluk ciptaan-Nya tersebut. D. KESIMPULAN permbahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwamakna �lul� �il�i D. Berdasarkan KESIMPULAN dalam Berdasarkan Tafsir Mu’tabaroħ ialah seseorang yang disimpulkan memiliki ilmu berdasarkan�lul� realitas, permbahasan tersebut, dapat bahwamakna �il�i berwawasan kecerdasannya mencapai teguh bertauhid dalam Tafsirluas, Mu’tabaroħ ialah mampu seseorang yang makrifat, memiliki dan ilmuhatinya berdasarkan realitas, karena memiliki khasyyah seperti para ulama. Maka itu, sosok �il�i� berwawasan luas,tingkatan kecerdasannya mampu mencapai makrifat, dandari hatinya teguh �lul� bertauhid harus memiliki yang berbeda dengan yangMaka lain,dari yakni nuansa karena memiliki karakteristik tingkatan khasyyah seperti para ulama. itu, memiliki sosok �lul� �il�i� Ilāhiyyah, spiritual dan bathiniyyah. Karakteristik ini mencangkup pada enam ranah, yakni harus memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang lain, yakni memiliki nuansa ranah kognitif, ranah ranahKarakteristik psikomotorik, sosial, pada ranahenam etikaranah, dan ranah Ilāhiyyah, spiritual dan afektif, bathiniyyah. ini ranah mencangkup yakni spiritual. Namun, yang menjadi kunci utama karakteristik �lul� �il�i ialah menghasilkan ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotorik, ranah sosial, ranah etika dan ranah khasyyah Namun, yang kuatyang terhadap Rabb-nya, sebagaikarakteristik sebab ilmu yang spiritual. menjadi kunci utama �lul�dimilikinya. �il�i ialah menghasilkan Tafsir Mu’tabaroħ menggambarkan beberapa peran dan fungsi �lul� �il�i�� Esensi khasyyah yang kuat terhadap Rabb-nya, sebagai sebab ilmu yang dimilikinya. yang paling utama dalam peran dan fungsi tersebut ialahmembina jiwa, akal hati, baik Tafsir Mu’tabaroħ menggambarkan beberapa peran dan fungsi �lul�dan �il�i�� Esensi untukpaling dirinyautama maupun untuk umat menjadi ialahmembina terarah. Dengan demikian, yang dalam peran danmanusia fungsi tersebut jiwa, akal danorang hati, yang baik berilmu dalam konsep Alquran bukan semata-mata yang memiliki banyak pemikiran, ide untuk dirinya maupun untuk umat manusia menjadi terarah. Dengan demikian, orang yang serta gagasan. Namun,Alquran orang yang harus yang mampu memberikan hidup berilmu dalam konsep bukanberilmu semata-mata memiliki banyakpengaruh pemikiran, ide serta motivasi positif untuk mengarahkan umat menuju pencapaian hakikat Rabb-nya. serta gagasan. Namun, orang yang berilmu harus mampu memberikan pengaruh hidup Inilah motivasi fungsi yang utama, seseorang yang bertindak setelahpencapaian mengetahuihakikat ilmunya. Karena serta positif untuk mengarahkan umat menuju Rabb-nya. ilmu menjadi landasan utama ketika beramal. Inilah fungsi yang utama, seseorang yang bertindak setelah mengetahui ilmunya. Karena Keseluruhan konsep memiliki implikasi teoritis terhadap pendidikan Islam. ilmu menjadi landasan utama itu ketika beramal. Implikasi tersebut meliputi peserta didik, tujuan peran dan fungsi Keseluruhan konsep pendidik, itu memiliki implikasi teoritispendidikan, terhadap pendidikan Islam. pendidikan, prinsip-prinsip pendidikan, materi pendidikan, metode pendidikan dan fungsi media Implikasi tersebut meliputi pendidik, peserta didik, tujuan pendidikan, peran dan pendidikan. prinsip-prinsip Kesemuanya itupendidikan, harus memberikan pengaruh positif akal dandan hatimedia agar pendidikan, materi pendidikan, metodepada pendidikan dapat meningkatkan rasa kagum dan kasyyah kepada Allah SWT. pendidikan. Kesemuanya itu harus memberikan pengaruh positif pada akal dan hati agar dapat meningkatkan rasa kagum dan kasyyah kepada Allah SWT. REFERENSI Shihab, M. Q. (1999). Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan. REFERENSI Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Shihab, M.(2011). Q. (1999). Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan.dan R&D. Bandung: Alfabeta. Rizal, A. (2011). S. (2014). Filsafat Pendidikan Islam Kualitatif Sebagai Landasan Sistem Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, dan R&D. Membangun Bandung: Alfabeta. Pendidikan Islami. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim Vol.12 No.1 .hlm. 1-18. Rizal, A. S. (2014). Filsafat Pendidikan Islam Sebagai Landasan Membangun Sistem Syahidin, D. H. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran. Bandung: CV Pendidikan Islami. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim Vol.12 No.1 .hlm. 1-18. ALFABET. Syahidin, D. H. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran. Bandung: CV Nata, A.ALFABET. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencan Prenada Media Group. Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencan Prenada Media Group.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

257

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (PENDIKAR) KE DALAM MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK Riadi Budiman Universitas Tanjungpura Email: [email protected] ABSTRACT The ninth point of the programme of Nawa Cita Jokowi-JK government is to firm Indonesian diversity (kebhinnekaan) and strengthen social restoration in Indoensia through the policy of multicultural education and create public sphere for dialogue among citizens. Universitas Tanjungpura is the first university in Kalimantan Barat province where the best students from many parts of regions come to study. They come with their unique characteristics. This diversity sometimes brings about tension in Campus and it potentially become bigger. Therefore, Universitas Tanjungpura applies a programme for excellence of character education with brotherhood student activity among faculties and with strengthening the commitment to obey religious teaching through performing religious obligations and reciting (studying) holy sciptures. This programme is followed by six official religions in Indonesia (Islam, Catholic, Protestant, Hindism, Buddhism and Konghucu/Confusius). The proggramme can be accessed through its website (www.pendikar.untan.ac.id).

Keyword: education, Character, Pendikar, Integration, Religion ABSTRAK Butir kesembilan dari program Nawa Cita pemerintahan Jokowi-JK adalah memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga. Universitas Tanjungpura sebagai perguruan tinggi pertama di Propinsi Kalimantan Barat merupakan tempat berkumpulnya para putra daerah terbaik dari pelosok pedalaman yang tentu mereka itu membawa ciri khasnya masing-masing. Kebhinnekaan ini kadang kala menimbulkan gesekan di kampus dan berpeluang menjadi besar. Untuk itu, Universitas Tanjungpura menerapkan program unggulan pendidikan karakter berupa kegiatan persaudaraan mahasiswa antar fakultas dan komitmen untuk kembali mentaati ajaran agama melalui kewajiban melaksanakan ibadah dan membaca/ mentadabburi kitab suci masing-masing. Program ini diikuti oleh 6 agama resmi di Indonesia (Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu). Program ini dapat diakses melalui website www.pendikar.untan.ac.id.

Kata kunci: Pendidikan, Karakter, Pendikar, Integrasi, Agama A. PENDAHULUAN 1. Sila Pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3: Pemerintah wajib menyelenggarakan satuan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan iman dan ketakwaan serta akhlak mulia. 3. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Pasal 3: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

259

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 259 – 263

4.

5.

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Nawacita No 9: Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga. Berbagai permasalahan bangsa yang berhubungan dengan sumber daya manusia.

B. ISI ATAU PEMBAHASAN Universitas Tanjungpura telah memulai program Pengintegrasian Pendidikan Karakter Berbasis Agama ke dalam Mata Kuliah Pendidikan Agama dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor No 1540/UN22/DT/2012 tanggal 20 Desember 2012.Surat Keputusan ini mengandung beberapa ketetapan: 1. Mengintegrasikan Pendidikan Karakter ke dalam Mata Kuliah Pendidikan Agama sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan 2. Menetapkan Pendidikan Karakter berbobot 1 (satu) SKS sebagai bagian dari Mata Kuliah Pendidikan Agama yang berbobot 3 (tiga) SKS 3. Menetapkan Pendidikan Karakter sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah Pendidikan Agama 4. Menetapkan Pendidikan Karakter wajib diikuti oleh mahasiswa baru dan mahasiswa lama Universitas Tanjungpura yang mengulang Mata Kuliah Pendidikan Agama pada semester gazal setiap tahun ajaran. Program Pendidikan Karakter (PENDIKAR) berbasis Agama di Universitas Tanjungpura diikuti oleh 6 Agama Resmi di Indonesia, yakni: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Khonghucu pada setiap tahun ajaran baru selama satu semester. Diawali dengan kewajiban setiap mahasiswa baru mengisi surat pernyataan bersedia mengikuti Program Pendidikan Karakter pada saat pendaftaran ulang secara online di Universitas Tanjungpura. Selanjutnya untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi seluruh peserta program pendidikan karakter dengan sesama peserta, tutor dan dosen pendidikan karakter dengan memanfaatkan jaringan media sosial facebook. Persamaan dari program pendikar setiap agama adalah pertemuan rutin setiap keluarga pendikar (istilah kelompok dalam pendikar) pada hari Jumat pukul 13.00 – 15.00 WIB, kunjungan persaudaraan sesama anggota dalam satu keluarga pendikar setiap pekan dan wajib membaca/ mempelajari kitab suci agama masing-masing. Berikut ini sistem penilaian Program Pendidikan Karakter berbasis Agama Islam Tabel 1. Komponen Penilaian Pendikar Muslim No Keterangan Bobot 1 Kehadiran Pendikar Muslim 10% 2 Tugas Terstruktur 20% 3 Ujian Kompetensi 30% 4 Aktifitas Ibadah Harian 40% Total 100% 1.

260

KehadiranPendikar Muslim. Penilaian Program Pendidikan Karakter Muslim ini berdasarkan kepada ketuntasan materi yang ditutorialkan sehingga peserta wajib mengikuti seluruh pertemuan pada waktu yang telah disepakati bersama tiap pekan. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (PENDIKAR) ... — [Riadi Budiman]

Materi yang diberikan berupa wawasan keislaman yang mendukung motivasi dalam berkeyakinan, beribadah dan persaudaraan. Nilai Kehadiran: Jumlah Kehadiran / Jumlah Pertemuan X 10% 2. Tugas Terstruktur. Tugas Terstruktur Pendidikan Karakter Muslim merupakan sarana untuk meningkatkan Ukhuwwah Islamiyah diantara sesama peserta dalam satu keluarga yang terdiri dari 5 (lima) tahap, yaitu: Ta’aruf (saling berkenalan), Tafahum (saling memahami), Ta’awun (saling tolong menolong), Takaful (senasib sepenanggungan) dan yang tertinggi adalah Itsar (mengutamakan kepentingan saudaranya daripada dirinya sendiri). Pembagian keluarga (berjumlah 11 - 12 orang) mahasiswa mengacu kepada latar belakang fakultas yang berbeda antara satu peserta dengan peserta lainnya. Nilai Tugas Terstruktur: Jumlah Kunjungan / Jumlah Pekan X 20% 3. Ujian Kompetensi, merupakan gabungan dari penilaian wawasan ke-Islaman Fadhu Kifayah (10%), hafalan do’a sholat (10%) dan membaca Al Qur’an (10%) peserta selama mengikuti program Pendidikan Karakter Muslim ini. Syarat peserta mengikuti ujian kompetensi adalah kehadiran dari kegiatan yang diwajibkan minimal 75%. 4. Aktifitas Ibadah Harian, merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada intensitas ibadah harian yang dipantau pada setiap pertemuan tutorial dengan menggunakan format yang ada dalam Laporan Perjalanan Tutorial (LPT). Aktifitas ibadah harian yang ditekankan selama proses tutorial adalah Sholat Fardhu Awal Waktu (wajib berjamaah untuk peserta tutorial laki-laki) dan Saritilawah Al Qur’an (membaca terjemahan Al Qur’an). Berikut ini pedoman penskoran amaliah harian peserta tutorial (yang periode pengisiannya dilaksanakan setiap 7 hari dan diisi pada saat pertemuan tutorial setiap pekan) : Tabel 3. Distribusi Penilaian Aktifitas Ibadah Harian Setiap Pekan Sholat Awal Waktu (bobot 20%) Saritilawah Al Qur’an (bobot 20%) Interval Sholat (kali per pekan)

Skor Nilai

Interval Saritilawah (hal per pekan)

Skor Nilai

33-35 29-32 26-28 22-25 19-21 15-18 12-14 8-11 5-7 1-4

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10

>45 41-45 36-40 31-35 26-30 21-25 16-20 11-15 6-10 1-5

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10

Nilai Sholat Awal Waktu adalah jumlah seluruh sholat yang dilaporkan dibagi dengan jumlah pekan yang ditempuh. Sedangkan nilai Saritilawah Al Qur’an adalah nomor halaman terakhir yang dilaporkan dibagi dengan jumlah pekan yang ditempuh. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

261

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 259 – 263

Nilai Ibadah Harian: skor nilai sholat X 20% + skor nilai saritilawah X 20% Khusus untuk mahasiswi yang sedang berhalangan sholat maka nilai sholat diambil dari kompensasi membaca terjemahan dua kali dari biasanya. Kebijakan baru dengan memunculkan Program Pendidikan Karakter yang berbasis kepada Agama menjadikan Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas Tanjungpura lebih tampak menyenangkan bagi mahasiswa. Pendidikan Agama Islam di Universitas Tanjungpura menjadi tidak sekedar pada tataran teori di kelas melainkan juga aspek praktek yang meliputi praktek ukhuwwah Islamiyah, praktek ibadah sholat fardhu, tadabbur Al Qur’an sampai khatam. Dengan mewajibkan mahasiswa baru melaksanakan sholat fardhu awal waktu selama satu semester dapat menyebabkan mereka terbiasa dalam melaksanakan ibadah sholat fardhu pada awal waktu. Dengan mewajibkan mahasiswa peserta program Pendikar membaca terjemahan Al Qur’an sampai khatam dapat meningkatkan wawasan sekaligus keyakinan mahasiswa baru sehingga memotivasi mereka untuk beribadah lebih baik lagi pada semester berikutnya. Praktek ukhuwwah Islamiyah dalam program pendidikan karakter merupakan salah satu solusi dari konflik antar fakultas yang dulu sering terjadi di Universitas Tanjungpura. Mengelompokkan dengan jumlah bilangan yang kecil lebih efektif daripada mengumpulkan mahasiswa baru dalam kelompok besar. Kebijakan dengan jumlah kelompok besar tetap membuat mahasiswa berkelompok menurut fakultas masing-masing sehingga tujuan mempersaudarakan mereka tidak akan tercapai. Sebaliknya, dengan mengelompokkan dalam skala kecil dapat meningkatkan intensitas interaksi mahasiswa beda fakultas sehingga tujuan ukhuwwah Islamiyah dapat dicapai. Dengan mewajibkan praktek ibadah sholat fardhu diawal waktu selama satu semester dapat menimbulkan kebiasaan melaksanakan ibadah tanpa pengawasan lagi. Sesuatu yang terbiasa dilakukan maka lebih mudah untuk dilaksanakan. Dalam program pendidikan karakter ini juga mewajibkan mahasiswa menghafal dan mengamalkan do’a – do’a ruku’, i’tidal, sujud dan tawarruk yang relatif panjang beserta artinya. Sering perintah sholat dalam Al Qur’an diwakili dengan kata perintah ruku’ dan sujud yang mempunyai makna / tujuan utama dalam sholat. Hadist Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan untuk memperlama sujud dengan memanjatkan do’a-do’a yang relatif panjang sebab do’a adalah senjata kaum beriman. Dengan mewajibkan mahasiswa membaca terjemahan Al qur’an paling sedikit 7 (tujuh) halaman perhari maka dalam waktu satu semester mahasiswa dapat mengkhatamkan terjemahan Al Qur’an. Hal ini diterapkan karena butuh waktu yang lama untuk memahami bahasa Al Qur’an sedangkan waktu yang tersedia untuk mewajibkan mahasiswa mengikuti perkuliahan PAI hanya satu semester. Ilustrasi ini seperti sebuah pabrik memproduksi suatu produk teknologi canggih dimana setiap produk biasanya mempunyai manual book yang memberikan panduan penggunaan produk tersebut. Demikian juga manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT tentu juga diberikan manual book berupa kitab suci Al Quran. Agar mahasiswa dapat dengan mudah mempelajari arti hidup dan kehidupan maka mereka diwajibkan membaca terjemahan Al Quran sampai khatam. Dukungan pengelola Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) juga ikut memberikan kemudahan dalam pengintegrasian Program Pendidikan Karakter berbasis agama ini ke dalam Pendidikan Agama. Pengelola MKWU memfasilitasi regulasi Program Pendidikan Karakter berbasis agama dalam perkuliahan Pendidikan Agama. Bantuan sistem pendaftaran ulang online mahasiswa baru yang diterima di Universitas Tanjungpura memberikan dampak informasi Program Pendidikan Karakter 262

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (PENDIKAR) ... — [Riadi Budiman]

yang diintegrasikan ke dalam Mata Kuliah Pendidikan Agama ini lebih cepat diketahui oleh calon mahasiswa dan orang tua/wali mahasiswa. Formulir kesediaan mengikuti Program Pendidikan Karakter secara otomatis muncul setelah registrasi online dan harus ditanda tangani mahasiswa baru dan orangtua/wali. Hal ini sebagai informasi dan sosialisasi agar mahasiswa baru dan orang tua/wali dapat mempersiapkan diri. C. KESIMPULAN DAN SARAN Program Pendidikan Karakter berbasis pada nilai-nilai agama di Universitas Tanjungpura merupakan salah satu terobosan dalam mencapai cita-cita para pendiri Bangsa Indonesia yang termaktub sila pertama dari Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yakni menjadikan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai awal/ titik tolak dari pembangunan sumber daya manusia Bangsa Indonesia. Penulis berharap mendapatkan umpan balik dari semua pihak sehingga Program Pendidikan Karakter ini menjadi lebih baik. Semoga bisa menjadi referensi bagi kampus yang ingin menerapkannya. REFERENSI Al Qur’anul Karim (terjemahan Departemen Agama RI) Al Hadits Bukhari, Muslim, Abu Daud (terjemahan) https://untan.academia.edu/RiadiBudiman www.pendikar.untan.ac.id

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

263

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONSEP PENDIDIKAN PENDIDIKAN EKOLOGIS EKOLOGIS KONSEP SYEH MUHAMMAD MUHAMMAD ARSYAD ARSYAD AL-BANJARI AL-BANJARI SYEH Rihlah Rihlah Nur Nur Aulia Aulia Universitas Universitas Negeri Negeri Jakarta Jakarta Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT This article aims to know the concept of ecological education of Syeh Muhammad Arsyad AlBanjari. How does ecological education of Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari look at earth condition that needs the concept of ecological education to solve, evolve, and prevent ecological destructions committed by human being? The method used in this research is qualitative research by applying thematic, otobiographic, special case, and figure story. The research found the concept of ecological education of Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari, the concept of education that integrates some elements, such as santri (student), society, and environment. Using river as a medium and pesantren (Islamic Boarding School) as a supporter of all activities, in both economic and religious aspects.

Keyword: education, ecology, Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan ekologis Syeh Muhammad Arsyad AlBanjari, melihat kondisi dunia yang membutuhkah sebuah konsep pendidikan ekologi (pendidikan lingkungan). Untuk menanggulangi, memperbaiki, dan mencegah kembali kerusakan-kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, sedangkan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tematis, otobiografi, masalah khusus, dan cerita tentang tokoh. Penelitian ini telah menemukan tentang konsep pendidikan ekologi Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari, konsep pendidikan yang mengintegrasikan beberapa unsur antara santri, masyarakat, dan alam. Menggunakan sungai sebagai penghubung dan pesantren sebagai pendukung semua aktivitas, baik dari segi perekonomian maupun keagamaan.

Kata kunci: pendidikan, ekologi, Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari

A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang masalah Kondisi alam yang sangat memprihatinkan saat ini yang mendorong mengapa pendidikan berbasis ekologi sangat dibutuhkan. Dampak dari krisis ekologi yang menjadi isu paling santer dalam permasalahan global, isu ini terus dilugulirkan berbagai pihak sebagai problematika semua umat. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, dan kebutuhan manusia yang semakin besar yang membutuhkan alam sebagai pendukungnya, sehingga mengharuskan manusia melakukan eksploitasi alam secara besar-besaran. Hal inilah yang menjadi pemicu dari kerusakan alam yang terjadi oleh tangan-tangan jail manusia yang hanya memikirkan kepentingan pribadi atau kebutuhan pribadinya saja dan rela mengorbankan alam. Dewasa ini, mulai terlihat gerakan peduli lingkungan, melalui gerakan pendidikan akan memudahkan gerakan untuk sadar akan pentingnya menjaga lingkungan ini bisa Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

265

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 265 – 272

tercapai. Belum cukup sampai di situ pergerakan untuk keperdulian lingkungan hidup juga tercapai. disuarakan Belum cukup sampai di situ pergerakan untuk keperdulian lingkungan hidup juga banyak oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan melalui seminar-seminar, banyak oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seminar-seminar, tercapai.disuarakan Belum cukup sampai dipenyusunan situ pergerakan untuk keperdulian lingkungan hidup juga lokakarya, dan penerbitan serta buku-buku modul melalui integrasi, dan buku-buku lokakarya, dan serta penyusunan modul melalui integrasi,seminar-seminar, dan buku-buku banyaklain disuarakan oleh dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan bacaan yangpenerbitan berkaitan lingkungan.buku-buku bacaan lain dan yangpenerbitan berkaitan lingkungan. lokakarya, serta penyusunan buku-buku integrasi, dan buku-buku Muhammad Arsyaddengan Al-Banjari cendekiawan danmodul ulama besar Nusantara asal Arsyaddengan Al-Banjari cendekiawan dan ulama besar Nusantara asal bacaanMuhammad lain yang lingkungan. Banjarmasin yangberkaitan mengabdikan seluruh hidupnya untuk memperjuangkan kemajuan Banjarmasin yangagama mengabdikan seluruhcendekiawan hidupnya untuk memperjuangkan kemajuan Muhammad Arsyad Al-Banjari dan ulama besar Nusantara asal pendidikan dan islam. Melalui pendidikan ekologi Al-Banjari menyebarkan pendidikan dan agama islam. Melalui pendidikan ekologi Al-Banjari menyebarkan Banjarmasin yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk memperjuangkan kemajuan dakwahnya. Konsep ekologi Al-Banjari bertumpu kepada terma “air” sebagai basis dakwahnya. Konsep ekologi Al-Banjari bertumpu kepada terma “air”Operasionalisasi sebagai basis pendidikan Dari dan agama islam.kembang Melaluipertanian pendidikan ekologi Al-Banjari menyebarkan kehidupan. air tumbuh dan perekonomian. kehidupan. Dari airdilakukan tumbuh kembang pertanian dan perekonomian. Operasionalisasi dakwahnya. Konsep ekologimelalui Al-Banjari bertumpu kepada terma “air” sebagai basis konsep ekologisnya institusi pesantren. konsep ekologisnya pesantren. kehidupan. Dari airdilakukan tumbuh kembang pertanian dan perekonomian. Operasionalisasi Dalam pemikiran islammelalui klasikinstitusi yang telah dilaksanakan oleh Syeh Muhammad pemikiran islam klasikinstitusi yang telah dilaksanakan olehkonsep Syeh Muhammad konsepDalam ekologisnya dilakukan melalui pesantren. Arsyad Al-Banjari melalui ekopesantrenya, beliau menerapkan pendidikan Arsyad Dalam Al-Banjari melalui ekopesantrenya, beliau menerapkan pemikiran islam klasik yang Menjadikan telah dilaksanakan olehkonsep Syeh ekologis yang integratif terhadap lingkungan. alam sebagai pusat Muhammad pendidikan ekologis yang integratif terhadap lingkungan. Menjadikan alam Al-Banjari sebagai pusat pendidikan Arsyad Al-Banjari melalui ekopesantrenya, beliau menerapkan konsep pendidikan dan kehidupan bagi penggunanya. Dalam kajian pendidikan tesebut dapat dan kehidupan bagi penggunanya. Dalam kajian pendidikan tesebut dapat ekologis yang terhadap lingkungan. Menjadikan alam Al-Banjari sebagai pusat pendidikan dijadikan solusiintegratif terhadap pendidikan yang interogatif terhadap lingkungan. Atas dasar dijadikan solusi akan terhadap pendidikan yang interogatif terhadap lingkungan.tesebut Atas dasar dan kehidupan bagi penggunanya. Dalam kajian pendidikan Al-Banjari dapat tersebut peneliti mengangkat judul penelitian“KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS tersebut peneliti akan mengangkat judul penelitian“KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS dijadikan solusi terhadap pendidikan yang interogatif terhadap lingkungan. Atas dasar SYEH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI” SYEH ARSYAD AL-BANJARI” tersebutMUHAMMAD peneliti akan mengangkat judul penelitian“KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS SYEH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI” 2. Tujuan penelitian 2. Penelitian Tujuan penelitian mengenai Konsep Pendidikan ekologis Syeh Arsyad Al-Banjari mengenai Konsep ekologis Syeh Arsyad Al-Banjari 2. Penelitian Tujuan dilakukan denganpenelitian tujuan sebagai berikut Pendidikan : dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :Pendidikan Penelitian mengenai Konsep ekologis filosofis, Syeh Arsyad Al-Banjari a. Mendeskripsikan dan menganalisis konstruksi teologis, sosiologis a. pendidikan Mendeskripsikan dan menganalisis konstruksi teologis, filosofis, sosiologis dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :Al-Banjari. ekologis Syeh Arsyad pendidikan ekologis Arsyad Al-Banjari. a. Mendeskripsikan Mendeskripsikan danSyeh menganalisis konstruksi teologis,ekologis filosofis,Syeh sosiologis b. dan menganalisis praktik pendidikan Arsyad Alb. Banjari. Mendeskripsikan danSyeh menganalisis praktik pendidikan ekologis Syeh Arsyad Alpendidikan ekologis Arsyad Al-Banjari. b. Banjari. Mendeskripsikan dan menganalisis praktik pendidikan ekologis Syeh Arsyad AlBanjari. penelitian 3. Manfaat 3. Adapun Manfaatmanfaat penelitian penelitian ini adalah : Adapun manfaat penelitian ini adalah : 3. a.Manfaat penelitian Manfaat teoritis a. Manfaat teoritis Adapun manfaat penelitianilmu ini adalah : Demi pengembangan pengetahuan khususnya di bidang kajian tokoh dan pengembangan ilmusemoga pengetahuan khususnya di bidang kajian tokoh dan a. Demi Manfaat teoritisberharap pemikiran, peneliti penelitian ini menjadi dokumentasi tentang pemikiran, peneliti berharap semoga penelitian ini menjadi dokumentasi tentang Demi pengembangan ilmu pengetahuan diAl-Banjari. bidang kajian tokoh dan konsep pendidikan berbasis ekologis yang khususnya diterapkan Peneliti juga konsep pendidikan berbasis ekologis yang diterapkan Al-Banjari. Peneliti juga pemikiran, peneliti berharapini semoga ini menjadi dokumentasi tentang berharap supaya penelitian dapat penelitian berpartisipasi dalam memperkaya konsepberharap supaya penelitian iniekologis dapat berpartisipasi dalam memperkaya konsepkonsepPendidikan pendidikan berbasis yang diterapkan Al-Banjari. Peneliti juga konsep Islam di Bumi Nusantara. konsep Pendidikan Islam di Bumi Nusantara. berharap supaya ini dapat berpartisipasi dalam memperkaya konsepb. Manfaat praktispenelitian b. Manfaat praktis teoritis konsep Pendidikan Islam dipeneliti Bumi Nusantara. Selain manfaat berharap penelitian ini memiliki manfaat praktis Selain manfaat peneliti berharap ini memiliki manfaat praktis b. Manfaat praktis yang didapat, denganteoritis manfaat sebagai berikutpenelitian : yangSebagai didapat, dengan manfaat sebagai berikut : Selain manfaat teoritis peneliti berharap penelitian ini memiliki manfaat praktis 1) karya penulisan tokoh ulama Nusantara klasik 1) Sebagai penulisan ulama Nusantara klasik yangSumbangan didapat,karya dengan manfaattokoh sebagai berikut : 2) bagi pengembagan ilmu dan pengetahuan 2) Sumbangan bagi pengembagan ilmu dan pengetahuan 1) Kegunaan Sebagai karya penulisan tokoh ulama Nusantara 3) untuk pengembangan keilmuan pribadiklasik peneliti 3) Kegunaan untuk keilmuan pribadi peneliti 2) Perluasan Sumbangan bagipengembangan pengembagan ilmu dan pengetahuan 4) wawasan bagi pembaca. 4) bagi pembaca. 3) Perluasan Kegunaanwawasan untuk pengembangan keilmuan pribadi peneliti 4) Perluasan wawasan bagi pembaca. 4. Metodologi penelitian 4. Jenis Metodologi penelitian penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Study Tokoh penelitian penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studyadalah Tokohpendekatan penelitian 4. Jenis Metodologi penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. pendekatan yang dilakukan peneliti ini merupakan penelitian kualitatif. pendekatan yang dilakukan peneliti adalah pendekatan Jenis penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah Study Tokoh penelitian Teologis, Filosofis, dan yang Sosialis. Teologis, Filosofis, dan Sosialis. ini merupakan penelitian kualitatif. pendekatan yang dilakukan peneliti adalah Sedangkan metode penelitian dilakukan dengan dengan langkah-langkah sebagaipendekatan berikut : Sedangkan metodepengumpulan penelitian dilakukan dengan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Teologis, Filosofis, dan Sosialis. a. Instrumen data a. Instrumen data Sedangkan metodepengumpulan penelitian dilakukan dengan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Instrumen pengumpulan data 266

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS ... — [Rihlah Nur Aulia]

a. Untuk Instrumen pengumpulan memperoleh hasildata penelitian yang valid dalam skripsi ini, peneliti akan Untuk dua memperoleh yang valid dalam skripsi ini, peneliti akan menggunakan jenis data,hasil yaknipenelitian : menggunakan dua jenis data, yakni : 1. Data primer 1. Data primer Peneliti menggunakan tulisan Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari yaitu kitab menggunakan tulisan Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari yaitu kitab SabilPeneliti Al-Muhtadin sebagai Sumber primer penelitian ini. Sabil Al-Muhtadin sebagai Sumber primer penelitian ini. 2. Data sekunder 2. Data sekunder Buku-buku yang digunakan sebagai sumber sekunder penelitian ini antara lain Buku-buku yang digunakan sumber sekunder ini antara lain sebagai berikut : kerajaan Islamsebagai Nusantara Abad XVI &penelitian XVII, Biografi Agung sebagai berikutAl-Banjari, : kerajaan Jaringan Islam Nusantara Abad XVI XVII,Tengah. Biografi Agung Syeikh Arsyad Ulama Nusantara dan&Timur Syeikh Arsyad Al-Banjari, Jaringan Ulama Nusantara dan Timur Tengah. Karya-karya dan tulisan-tulisan ilmiah yang digunakan peneliti dalam tulisan Karya-karya dan tulisan-tulisan ilmiah yanglain digunakan peneliti :dalam tulisan ini sebagai pendukung sumber sekunder antara sebagai berikut Sahriansyah, ini sebagai pendukung sumber sekunder antara lain sebagai berikut : Sahriansyah, Sahri, 2014, “Pemikiran Keagamaan M. Syekh Arsyad Al-Banjari”, Merah Sahri, 2014,Ismail, “Pemikiran Keagamaan M. Syekh Al-Banjari”, Merah Johansyah 2013, “Ekologi Pesantren ala Arsyad Syekh Arsyad Al-Banjari”, Johansyah Pesantren ala Syekh Arsyad Al-Banjari”, MuhammadIsmail, Zaini 2013, 2010 “Ekologi “PELUANG DAN TANTANGAN MENGGUNAKAN Muhammad Zaini DALAM 2010 “PELUANG DAN TANTANGAN LAHAN BASAH MEMBELAJARKAN KONSEP MENGGUNAKAN EKOLOGI DAN LAHAN BASAHLINGKUNGAN”, DALAM MEMBELAJARKAN KONSEP 2015, EKOLOGI DAN KESADARAN Abnan panacasilawati “Mazahib KESADARAN LINGKUNGAN”, Abnan panacasilawati 2015, “Mazahib Epistemologi Fiqih SABILAL MUHTADIN”, danMedia Opsi- KPK Kudus, 2011, Epistemologi Fiqih Arsyad SABILAL MUHTADIN”, danMedia Opsi- KPK Kudus, 2011, “Syekh Muhammad Al-Banjari”. “Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari”. b. Metode Analisis Data b. Metode Analisis Data 1. Interpretasi 1. 2. Interpretasi Induksi dan deduksi 2. Induksi 3. Holistikadan deduksi 3. 4. Holistika Kesinambungan historis 4. historis 5. Kesinambungan Heuristika 5. Heuristika B. LANDASAN TEORI B. LANDASAN TEORI Pendidikan Ekologi Pendidikan Ekologi rumah tangga mahluk hidup (oikos), istilah yang digunakan Ekologi mempelajari Ekologi mempelajari hidup (oikos), istilah yang“ilmu digunakan oleh Ernets Haeckel sejah rumah tanhun tangga 1869. mahluk Dan menurutnyaekologi adalah yang oleh Ernets Haeckel sejah tanhun 1869. Dan menurutnyaekologi adalah “ilmu yang mempelajari seluk beluk ekonomi alam, suatu kajian hubungan nonorganik serta mempelajari seluk dibeluk ekonomi alam, suatu kajian hubungan lingkungan organik sekitarnya Ekologi merupakan bagian ilmu dasar”. nonorganik serta lingkungan organik di sekitarnya Ekologi merupakan bagian ilmu dasar”. Sedangkan Resosoedarmo dkk, ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan Sedangkan ekologi adalah ilmuJadi, yangdapat mempelajari hubungan timbal balik antara Resosoedarmo makhluk hidup dkk, dengan lingkungannya”. disimpulkan bahwa timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ekologi adalah ilmu dasar yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antar makhluk ekologi adalahlingkungannya. ilmu dasar yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antar makhluk hidup dengan hidup dengan lingkungannya. Setya Raharja dalam tulisanya mengutip pernyataan (Ife, 2002)Terdapat empat Raharja mengutip empat prinsip Setya ekologi yang dalam banyaktulisanya digunakan sebagai pernyataan perspektif (Ife, oleh 2002)Terdapat kalangan intelektual, prinsip yang banyak olehmenimbulkan kalangan intelektual, ilmuwan,ekologi dan penggiat hijau digunakan atau green.sebagai Empatperspektif prinsip ini beberapa ilmuwan, danyaitu penggiat atau green. Empat prinsip ini menimbulkan beberapa konsekuensi, sebagaihijau berikut: konsekuensi, yaitu sebagai (1) holistik (holism):berikut: filosofi ekosentrik, respek pada kehidupan dan alam, menolak (1) holistik (holism): filosofi solusi linear, perubahan yang bersifatekosentrik, organik; respek pada kehidupan dan alam, menolak solusi linear, perubahan yang bersifat organik; (2) keberlanjutan (sustainibility): konservasi mengurangi konsumsi eko-nomi tanpa (2) keberlanjutan (sustainibility): konservasi mengurangi konsumsi eko-nomi tanpa menekankan pada pertumbuhan, kendala pada pengem-bangan teknologi; menekankan pada pertumbuhan, kendala pada pengem-bangan teknologi; (3) keanekaragaman (diversity): anti kapitalis, menghargai perbedaan, tidak ada (3) keanekaragaman (diversity): anti kapitalis, menghargai perbedaan, tidak ada jawaban tunggal atas suatu masalah, desntralisasi, jejaring (networking) dan komunikasi jawaban tunggal tepat atas suatu masalah, desntralisasi, lateral, teknologi guna (lower level technology);jejaring dan (networking) dan komunikasi lateral, teknologi tepat guna(equilibrium): (lower level technology); danyin/yang, gender, hak/ tanggung (4) keseimbangan global/lokal, (4) keseimbangan (equilibrium): global/lokal, yin/yang, gender, hak/ tanggung jawab, perdamaian dan kerjasama. jawab, perdamaian dan kerjasama. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

267

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 265 – 272

C. BIOGRAFISYEH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI C. BIOGRAFISYEH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI 1. Historis Sosial-Ekonomi, Politik, Budaya Masyarakat Banjar a. Sosial-Ekonomidan Politik Kalimantan memiliki pearaiaran yang sangat strategis sebagai lalu lintas perdagangan. KemajuanPerdagangan di banjar dimulai pada abad ke 17M dimonopoli pedagang dari Tionghoa. Lada menjadi rempah yang paling menjadi buruan pedagang dari Tionghoa, yang menarik banyak perahu dari Tionghoa. Pada masa puncak kemakmuranya di permulaan abad ke 18M, hasil rata-rata tiap tahunya mencapai puluhan perahu Tiongkokyang mampir ke banjar. Dalam masyarakat Banjar terdapat sususan dan peranan sosial yang berbentuk segitiga piramid. Lapisan teratas, merupakan golongan penguasa yang merupakan golongan minoritas. Selain itu, pemimpin-pemimpin agama islam, juga merupakan golongan penguasa tingkat atas yang mengatus semua kegiatan pedagang, rakyat umum dan para petani. Penempatan golongan pemimpin agama pada kasta teratas ini didasarkan pada, agama islam yang merupakan agama resmi kerajaan dan pemimpin agama islam dalam struktur kerajaan adalah satu kesatuan. Sedangkan golongan mayoritas dalam masyarakat adalah golongan terbawah yang terdiri dari penduduk setempat yang terdiri dari petani, nelayan, pedagang dan lain sebagainya. Belanda masuk dalam golongan kedua setelah golongan penguasa, The rulling cas. Hal ini terjadi karna hubungan baik antara kerajaan dan dan Belanda dalam perdagangan. b. Sistem budaya dan agama Untuk melacak budaya dan agama yang ada dalam masyarakat Banjar, perlu diketahui bahwa manusia banjar berasal dari tiga golongan, yaitu kelompok banjar muara yang didominasi oleh suku maju, selanjutnya kelompok Banjar banyu yang didominasi suku mayan, dan yang terakhir ialah suku bukit yang disebut kelompok Banjar Hulu. Setelah masuknya islam di kerajaan banjar,maka ajaran islam masuk namun masih melakukan upacara-upacara yang biasa dilakukan oleh pendahulu-pendahulunya. Namun seiring berjalanya waktu banyak perubahan yang dilakukan oleh ulama-ulama banjar termasuk oleh Al-Banjari sendiri. 2.

Kelahiran, perkembangan, dan Pendidikan Syeh Muhammad Arsyad AlBanjari Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari dilahirkan, di kampung Lok Gobang, dekat kampung Kalampayan, Martapura, Kalimantan Selatan pada hari Kamis tanggal 15 Shafar 1122 H (1710 M) dari pasangan Abdullah dan Aminah. Al-Banjari pertama kali memperoleh pendidikan keluarga sampai usia delapan tahun. Di kala usia yang masih kanak-kanak itu, sudah tampak ketinggian intelegensinya di mata orang tua dan masyarakat sekitarnya. Sultan Tahlilillah, yang berkuasa di Banjar pada waktu itu, bertemu dengan Al-Banjari dan tertarik oleh kecerdasanya terutama dalam kemampuannya melukis keindahan alam yang mengagumkan. Kemudian Sultan meminta kepada kedua orang tuanya untuk membawa Al-Banjari ke istana untuk dididik di kalangan keraton.. Di dalam keran dididik bersama-sama dengan anak-anak Sultan yang lain untuk belajar mengaji al-Qur’an dan beberapa cabang ilmu pengetahuan agama lainnya. Setelah mencapai usia yang cukup matang untuk berkeluarga, ia dinikahkan oleh Sultan dengan seorang perempuan warga istana yang bernama Bajut. Pada saat istrinya yang sedang hamil, waktu itu usia Al-Banjari sekitar 30 tahun, Sultan memberangkat Al268

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS ... — [Rihlah Nur Aulia]

Banjari ke Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus bermukim di sana untuk menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu di Makkah selama 30 tahun. Setelah merasa cukup belajar di Makkah, ia bersama ketiga sahabatnya itu bermaksud untuk melanjutkan belajar ke Mesir. Sebelum ke Mesir, mereka singgah di Madinah dan tinggal di rumah Syekh Abdul Karim Samman, seorang ulama di bidang tasawuf.Syekh al-Kurdi tidak begitu setuju, bahkan menganjurkan supaya mereka kembali saja ke tanah air. Al-Kurdi menyatakan bahwa ilmu yang merekaperoleh selama belajar di tanah suci sudah sangat memadai untuk dikembangkan dikampung halaman mereka. Mereka mematuhi anjuran al-Kurdi dan akhirnya merekakembali ke tanah air, pada tahun 1186 H./1772 M. D. HASIL PENELITIAN 1. Pengertian Pendidikan Ekologis Syeh Arsyad Al-Banjari Ekologi Al-Banjari di wujudkanya guna untuk mengimplementasikan makna eksistensi manusia di muka bumi ini sebagai khalifah yang mengemban tanggung jawab langsung untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pemikiran Al-Banjari dipengaruhi oleh pemikiran imam Al-Ghazzali yang menjelaskan arti kesadaran diri terhadap penciptaan alam di tengah lingkungan hidup yang lestari yang dilihat dari dua prespektif : pertama, melalui pemahaman tentang ke khalifahan. Kedua, melalui pemahaman diri tentang nilai keutamaan dari fungsi penciptaan alam di tengah lingkungan hidup yang lestari. Pendidikan ekologimerupakan salah satu gagasan pembaharuan Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ia kembangkan di banjar. konsep ekologi Al-Banjari bertumpu kepada terma “air” sebagai basis kehidupan. Dari air tumbuh kembang pertanian dan perekonomian. Konsep ekologi yang praktekkan Al-Banjari mengadopsi konsep yang di kemukakan oleh Thales filsuf terkenal asal Yunani yang berpendapat “segala kehidupan berasal dari air dan akan kembali kepada air” Air menjadi simbol kesederhanaan yang dipahami oleh Thales sumber kehidupan. Operasionalisasi konsep ekologisnya dilakukan melalui institusi pesantren. 2.

Kontruksi Teologis, Filosofis dan Sosiologis Pendidikan Ekologis Syeh Arsyad Al-Banjari Syeh Arsyad Al-Banjari menghabiskan separuh dari umurnya untuk memperdalam ilmu agama. Setelah medalami ilmu agamanya di dalam kerajaan banjar, Makkah merupakan tujuan selanjutnya untuk memperdalam ilmu agamanya. Atas perintah sultan Tahlilullah pada saat itu yang menunjuk Makkah sebagai tempat selanjutnya untuk AlBanjari selain untuk memberangkatkan haji, bermukim dan memperdalam ilmu agama adalah tujuan utamanya. Mekkah yang menjadi tempat pilihan sultan tahlilullah, untuk Syeh Arsyad karna Mekkah merupakan pusat ke ilmuwan Islam. Sepulang dari Mekkah Al-Banjari membawa ajaran-ajaran Islam ketimuran dari semua bidang ilmu termasuk ilmu fiqih yang dibawa Al-Banjari adalah fiqih Makkah. ilmu fikih yang dipelajari Al-Banjari menerapkan fikih-fikih yang berpacu dalam kitab-kitab karangan ulama-ulama timur tengah. Yang masih menggunakan kaidah-kaidah bahasa Arab dan memberikan contoh kasus yang menginterpretasikan dengan budaya ketimuran. Sehingga masih sulit untuk di terapkan ke dalam budaya nusantara. Namun atas perintah dari Sultan Tahlilullah yang meminta untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat dari timur dengan kondisi budaya nusantara terutama dengan budaya banjar khusunya. Al-Banjari dengan pemikiranya meneropong Peradaban nusantara Banjarmasin kususnya, Al-Banjari melihat kepada duaaspek mendasar yang melekat erat di kehidupan masyarakat nusantara yaituantara Air (sungai) dan hutan. Lalu terjadi dialektika Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

269

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 265 – 272

besar dalam pemikiran Al-Banjari untuk mengintegrasikan antara budaya Arabisme dengan budaya Nusantarais. Setelah berdialektika hebat dalam pemikiranya maka dari pemikiranya tersebut lahirlah kitab Sabil Al-muhtadin. Kitab fikih kontekstual karangan Al-Banjari yang mampu menginterpretasikan ajaran Al-qur’an dan Sunnah di dalam kitab fiqih tersebut. Tuntutan dari sultan tersebut menjadi landasan filosofis yang lahir dari pemikiran Al-Banjari untuk mewujudakan perintah dari sultan untuk mewujudkan keinginan sultan dengan untuk mengitegrasikan pemikiran Al-Banjari dengan budaya masyarakat banjar. Dalam uraian dari Abnan dalamtulisanya dalil teologis yang digunakan Al-Banjari dalam Kajian ekologisnya Dengan menelaah ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan,misalnya seperti ayat 77 surah al-Qashash dan ayat 56 surah alA’raf, secara deduktif melalui pendekatan kebahasaan (analisis nahy) dapat disimpulkan bahwa tindakan apapun yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, secara fikih, adalah dilarang (haram hukumnya), karena diungkapkan dengan kalimat nahy yang tegas (jazim). Masih dalam tulisan abnan yang mengutip penjelasan dari M. Quraish sihab, menjelaskan makna ayat dimaksud, bahwa Allah telah menciptakan alam semesta ini dalam keadaan yang sangat harmonis, serasi, dan memenuhi kebutuhan makhluknya. Allah telah menjadikannya baik, bahkan juga telah memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk menjaganya agar tetap baik. Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam pemikiranya mengambil konsep filsuf Yunani kuno yang terkenal yakni Thales yang berpendapat “bahwa segala kehidupan berasal dari air dan kehidupan pun akan usai dan kembali pada air”. Air menjadi simbol kesederhanaan yang dipahami Thales sebagai sumber kehidupan. Meskipun air mengalir apa adanya, namun menjadi sumber dan acuan hidup makhluk hidup. Setiap manusia wajib menjaga kelestarian sumber mata air. Karenanya manusia tidak boleh merusaknya, merusak sumber mata air berarti merusak kelangsungan ekosistem. Konstruksi pemikiran Al-Banjari juga dipengaruhi oleh beberapa hal baik secara filosofis maupun sosiologis. Dalam perjalanan dialektika pemikiranya yang melahirkan pemikiran akan ekologis Al-Banjari, tidak terlepas dari kondisi alam dan budaya yang terjadi di banjar. Selain dari permintaan sultan yang berkuasa pada saat itu kepada AlBanjari untuk mengamalkan ilmunya. Berikut berapa hal yang mempengaruhi pemikiran Al-Banjari : Kakus terapung (jamban) Masih dalam tema thaharah kata kunci “jamban” dalam kitab Sabil Al-Muhtadin yang dikaitkan dengan larangan untuk tidak membuang air besar pada sungai yang tidak mengalir. Secara tekstual dapat dimaknai dengan ketakutan akan najis yang keluar dapat menyebar kepada panggota tubuh yang lain. Namun jika pembahasan ini di maknai secara kontekstual Al-Banjari banyak makna yang tersirat terhadap pembahasan ini. Kecintaan Al-Banjari terhadap lingkungan ia ingin menekankan pada pembahasan ini akan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan. Dan larangan untuk tidak mencemari lingkungan, walaupun dengan limbah yang dihasilkan dari tubuh manusia itu sendiri. Inilah yang menjadi landasan sosiologis dalam pendidikan ekologis Al-Banjari, dengan melarang membuang air sembarangan untuk menjaga kebersihan alam khususnya air. Al-Banjari menjelaskan mengenai larangan-larangan mengenai membuang hajat di sembarang tempat. : “Yang tertulis di dalam thuhfah kata Syeh ibnu Qasimharam qhada’ul hajah pada air yang tenang yang banyak yang berdiri dalamnya jika ghalib padanya bahwasanya air itu berwabah iya dengan najis yang keluar dari padanya karena alat tersebut itu . . . 270

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS ... — [Rihlah Nur Aulia]

sunah bagi yang bahwa jangania qhada’ul hajah kecuali menghadap arah mata angin ketika ia bertiup hanya dendaklah membelakangi mataarah angin ia sunah pada bagi ia yang bahwa jangania qhada’ul hajahiakecuali menghadap mata qhada’ul hajah . . . angin pada ia ketika ia bertiup hanya dendaklah ia membelakangi mata angin ia sunah bagi yang. bahwa jangania qhada’ul hajah pada tempat perhimpunan masa . qhada’ul hajah .. .sunah . bagi yang bahwa jangania qhada’ul hajah pada tempat perhimpunan masa . sunah bagi yang bahwa jangania qhada’ul hajah pada jalan masa karena qhada’ul .. hajah jalanbahwa itu makruh danqhada’ul kata para ulama . . . sunah yang sunah pada bagi yang jangania hajah padaharam jalan masa karenabagi qhada’ul bahwa jangania hajahdan di bawah pohon kayuharam yang berbuah yangbagi dimakan hajah pada jalanqhada’ul itu makruh kata para ulama . . . sunah yang buahnya atau dicium atau barang sebaagainya atau supaya tiada kena najis bahwa jangania qhada’ul hajah di bawah pohon kayu yang berbuah yang dimakan buahnya” buahnya atau dicium atau barang sebaagainya atau supaya tiada kena najis buahnya” Dari paparan Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari diatas, jelas di sebutkan mengenai larangan-larangan air yang tenang, tempat diatas, umum, jelas serta di pohon yang Dari paparan Syeh megotori Muhammad Arsyad Al-Banjari sebutkan berbuah. Alasan sosiologis yang dipaparkan Al-Banjari menjelaskan mengenai Kesehatan, mengenai larangan-larangan megotori air yang tenang, tempat umum, serta pohon yang Kebersihan, dan etika. berbuah. Alasan sosiologis yang dipaparkan Al-Banjari menjelaskan mengenai Kesehatan, Kebersihan, dan etika. E. KESIMPULAN teologis pendidikan ekologis Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari E. Konstruksi KESIMPULAN dipengaruhi oleh pemikiran imam Al-Ghazzali kesadaran diri Konstruksi teologis pendidikan ekologis yang Syehmenengaskan Muhammad arti Arsyad Al-Banjari terhadap penciptaan alam ditengah hidup lestari yang memiliki prespektif dipengaruhi oleh pemikiran imamlingkungan Al-Ghazzali yang menengaskan arti dua kesadaran diri: pertama, melalui pemahaman diri lingkungan tentang kekhilafahan. Kedua, melalui pemahaman diri: terhadap penciptaan alam ditengah hidup lestari yang memiliki dua prespektif tentang dan pemahaman keutamaan dari alam di tengah-tengah lingkungan pertama,nilai melalui diri Fungsi tentang penciptaan kekhilafahan. Kedua, melalui pemahaman diri hidup. tentang nilai dan keutamaan dari Fungsi penciptaan alam di tengah-tengah lingkungan hidup. Kontruksi filosofis pendidikan ekologi Al-Banjari adalah Untuk mewujudkan perintahKontruksi dari sultanfilosofis tahlilullah yang meminta mengaplikasikan ilmu yang didapat pendidikan ekologiuntuk Al-Banjari adalah Untuk mewujudkan dari timurdari dengan budaya nusantara, dalam Alperintah sultankondisi tahlilullah yangnusantara. meminta Peradaban untuk mengaplikasikan ilmupemikiran yang didapat Banjari bertumpu pada duaaspek mendasarantara Air (sungai) dan hutan. Lalu terjadi dari timur dengan kondisi budaya nusantara. Peradaban nusantara, dalam pemikiran Aldialektika besar dalam pemikiranmendasarantara Al-Banjari untuk mengintegrasikanantara Banjari bertumpu pada duaaspek Air (sungai) dan hutan. Lalu budaya terjadi Arabisme dialektika dengan besar budaya dalam nusantarais. pemikiran Al-Banjari untuk mengintegrasikanantara budaya Kontruks yang mempengaruhi pendidikan ekologi Al-Banjari adalah Arabisme dengan sosiologis budaya nusantarais. banyaknya kegiatan masyarakat banjar yang sering pendidikan dilakukan dan telah menjadi kebiasaan Kontruks sosiologis yang mempengaruhi ekologi Al-Banjari adalah yang dapat mencemari lingkungan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan, kebersihan, banyaknya kegiatan masyarakat banjar yang sering dilakukan dan telah menjadi kebiasaan dan mengharuskan Al-Banjari merubah kebiasaan-kebiasaan tersebut. yangetika. dapatYang mencemari lingkungan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan, kebersihan, Dengan sebidang tanah yang diberikan sultan Tahlilullah, untuk di kelola Aldan etika. Yang mengharuskan Al-Banjari merubah kebiasaan-kebiasaan tersebut. banjari. Dengan Kawasansebidang itu, yangtanah kemudian dengan nama “Dalampagar”, yangdikenal diberikan sultan Tahlilullah, untukdijadikan di kelolapusat Alkegiatan dakwah (semacam pondok pesantren) oleh al-Banjari. Sultan Tahmidullah telah banjari. Kawasan itu, yang kemudian dikenal dengan nama “Dalampagar”, dijadikan pusat menghibahkan tanah tersebutpondok kepadapesantren) Al Banjari.oleh Syekh Arsyad Sultan menyulap tanah tersebut kegiatan dakwah (semacam al-Banjari. Tahmidullah telah menjadi lembaga sebuah perkampungan didalamnya terdapat rumah-rumah, tempat menghibahkan tanah tersebut kepada Al yang Banjari. Syekh Arsyad menyulap tanah tersebut pengajian, perpustakaan asrama parayang santri.Pesantren terletak di tengah-tengah menjadi lembaga sebuahdan perkampungan didalamnya yang terdapat rumah-rumah, tempat hutan dengan model yangdan dikelilingi Dengan santri penjaga air, pengajian, perpustakaan asrama oleh para sungai. santri.Pesantren yang sebagai terletakporos di tengah-tengah sungai dan hutan, yang harus dijaga kesetabilanya. Sehingga santri memiliki peranan besar hutan dengan model yang dikelilingi oleh sungai. Dengan santri sebagai poros penjaga air, dalam kelestarian air dijaga (sungai) dan hutan. Sehingga santri memiliki peranan besar sungaimenjaga dan hutan, yang harus kesetabilanya. Konsep kelestarian ekologi Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari, menggabungkan berapa dalam menjaga air (sungai) dan hutan. unsur antara Masyarakat, dan Alam. Dengan sungai sebagai penghubung dan KonsepSantri, ekologi Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari, menggabungkan berapa pesantren sebagai pendukung semua aktivitas, baik dari segi perekonomian maupun unsur antara Santri, Masyarakat, dan Alam. Dengan sungai sebagai penghubung dan keagamaan. Guna menyebarkan menyebarkan miliki menggunakanmaupun media pesantren sebagai pendukung semua aktivitas,ilmu baikyang dariia segi perekonomian lingkungan dan alam yang sangat melekat dengan kehidupan manusia. Dengan menjadikan keagamaan. Guna menyebarkan menyebarkan ilmu yang ia miliki menggunakan media alam sebagaidan lahan produktif yangmelekat dapat menunjang kehidupanmanusia. manusia.Dengan menjadikan lingkungan alam yang sangat dengan kehidupan alam sebagai lahan produktif yang dapat menunjang kehidupan manusia. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

271

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 265 – 272

REFERENSI Arsyad, Muhammad,1676,, Sabil Al-Muhtadin Littafaqqu Fi-Ammriddin, Indonesia,DarulIhya’ Azra, Azzyumadi,2004,Jaringan Ulama Timur Tengah dan KepulauanNusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia, Jakarta,KENCANA Ahmad, Ubaidillah,2016, Islam Geger Kendeng Dalam Konflik Ekologis dan Rekonsiliasi Akar Rumput. Jakarta, PRENADA Sukur, Aswadie,2013,, Kitab Sabilal Muhtadin I Versi Indonesia, Surabaya, Bina Ilmu,Yahya Harun1995,,Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI & XVII Kurnia kalamsejahtera, Yogyakarta Abdullah, Aburrahman,2016,, Biografi Agung Syeikh Arsyad Al-Banjari. Malaysia, Perpustakaan Negara Malaysia. Ahmad. 2010, PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN MASA DEPAN EKOLOGI MANUSIA. Forum Tarbiah vol. 1 no 8 Lexy J, Moleong,2009, metode penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Bungin, B2003,. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke arahPenguasaan Model Aplikasi .Jakarta: Raja Afindo Kuswoso, Samijo Broto,2003,, pendidikan lingkungan hidup. Jakarta Hamid, Abu,1978,, Sistem Pesantren Madrasah dan Pesantren di Sulawesi SelatanUjung Pandang: Fakultas Sastra UNHAS, 1978, Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa IndonesiaJakarta: Pustaka Ilmu, t.2000,, Fatah, Abdul, Rohadi, dkk2005,., Rekontruksi Pesantren Masa Depan. Jakarta Utara: Listafariska Putra, Wahid, Abdurrahman, “Pesantren Sebagai Subkultur” dalam M. Dawam Rahardjoed,, Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES, 1995. pancasilawati, Abnan,2015,, mazahib epistemologi fiqih SABILAL MUHTADIN.VolXIV, No. 1 Juni. Sabir, Muslih,2009, ANALISIS INTELEKTUAL PEMIKIRAN SYEH MUHAMMAD ARSYADAL-BANJARI TENTANG ZAKATDALAM KITAB SABILAL MUHTADIN. Jurnal Analisa, Volume XVINO. 01 januari-juli Zaini, Muhammad,2010, “PELUANG DAN TANTANGAN MENGGUNAKAN LAHAN BASAH DALAM MEMBELAJARKAN KONSEP EKOLOGI DAN KESADARAN LINGKUNGAN” Sumber Online Kompas, edisi “senin, 14 september 2015” www.compas.com Kompas, edisi “selasa 27 januai 2015” www.compas.com Kompas, edisi “Sabtu 4 april 2015” www.compas.com Kompas,edisi“Sabtu 25 maret 2013”www.compas.com Kompas, edisi “Kamis 18 desember 2008” www.compas.com Sahriansyah, Sahri, 2014, “Pemikiran Keagamaan M. Syekh Arsyad Al-Banjari”,dalam http://islambanjar.blogspot.co.id/2014/04/pemikiran-keagamaan-msyekh-arsyadal.html, diunduh tanggal 6 Desember 2015 jam 21.43 WIB. Johansyah, Merah, Ismail, 2013, “Ekologi Pesantren ala Syekh Arsyad AlBanjari”,dalamhttp//m.nu.or.id/a,public-m,dynamic-s,detailids,50id,48872lang,idc,essait,Ekologi+Pesantren+ala+Syekh+Arsyad+Al+Banjari.phpx,diunduh tanggal 4 Desember 2015 jam 15.35WIB. Adi, Supri,2004, Teori Ekologi dan Ilmu Lingkungan http://hembusandebuhalus.blogspot.co.id/2014/11/teori-ekologi-dan-ilmu lingkungan. html diakses pada minggu 11 juni 2016 pukul 02.00 272

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI PADA PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA: PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM, PENDIDIKAN AGAMA, DAN PENDIDIKAN UMUM KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI PADA Saepul Anwar PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA: PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM, PENDIDIKAN AGAMA, DAN PENDIDIKAN UMUM Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] Saepul Anwar Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT In Indonesian National Education System, as stated explicitly on The Law No. 20 year 2003, Islamic Religious Education (IRE) is one of compulsory subjects in National Education Curriculum for every level of education. For higher education, the statement is re-confirmed in the Law No. 12 year 2012 on Higher Education in clause 53, subsections 3. Furthermore, the implementation of IRE in higher education has been set on The Decree of Director General of Higher Education No. 043/DIKTI/Kep/2006 on Implementation Guidelines of Personality Development Subjects in Higher Education. However in reality, various forms of the implementation of IRE in higher education have been found. At least, the difference can be minimized, when the managers of IRE, particularly the lecturers of IRE, share the same perception on the essence and the purpose of IRE in higher education. This article will discuss three conceptual approaches about the essence and the purpose of IRE in higher education. There are Islamic Education (IE), Religious Education (RE), and General Education (GE).

Keyword:

Islamic Religious Education, Islamic Education, Religious Education, General Education

ABSTRAK Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 dinyatakan secara tersurat bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu muatan wajib kurikulum pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Untuk jenjang pendidikan tinggi, pernyataan tersebut kembali dikuatkan dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dalam Pasal 53 ayat 3. Selanjutnya, secara teknis pengelolaan PAI di perguruan tinggi telah diatur dalam keputusan Dirjen Dikti No. 043/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Akan tetapi, dilapangan ditemukan beragam bentuk penyelenggaraan PAI di perguruan tinggi. Perbedaan tersebut tidak akan terjadi, ketika para pengelola PAI di perguruan tinggi, terutama para dosen PAI, memiliki persepsi yang sama tentang hakekat dan tujuan PAI di perguruan tinggi. Sekaitan dengan hal tersebut, tulisan ini akan mendiskusikan tiga pendekatan konseptual tentang hakekat dan tujuan PAI di perguruan tinggi, yaitu pendekatan Pendidikan Islam (Islamic Education – IE), Pendidikan Agama (Religious Education – RE), dan Pendidikan Umum (General Education - GE).

Kata kunci: Pendidikan Agama Pendidikan Umum

Islam,

Pendidikan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

Islam,

Pendidikan

Agama,

273

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 273 – 277

A. PENDAHULUAN Secara konstitusional, Indonesia telah menjamin setiap warganya untuk dapat menjalankan agama dan mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan keyakinannya (Anwar, 2016) (Mastuhu, 1999). Atas dasar itulah, Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu muatan wajib dalam kurikulum di setiap jenjang pendidikan di Indonesia termasuk pendidikan tinggi (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003). Untuk kepentingan standarisasi, pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan, yang saat ini menjadi tugas kementrian riset, teknologi dan pendidikan tinggi, sudah mengeluarkan pedoman penyelenggaraan PAI pada perguruan tinggi umum (Keputusan Dirjen DIKTI No. 043/DIKTI/Kep/2006). Namun demikian, berbeda dengan penyelenggaraan PAI di sekolah, praktik penyelenggaraan PAI, sebagai mata kuliah, pada jenjang pendidikan tinggi belum menemukan pola yang seragam. Perbedaan terjadi bukan saja antara perguruan tinggi swasta dan negeri, tetapi diantara perguruan tinggi negeri sekalipun, seperti ITB, UGM, UI, UNPAD dan UPI yang masing-masing telah mengembangkan pola penyelenggaraan PAI yang berbeda satu sama lainnya. Substansi perbedaan bisa dilihat dari beberapa hal, diantaranya: lembaga pengelola, materi, metode perkuliahan, kualifikasi SDM dosen PAI bahkan bobot SKS mata kuliah. Menurut hemat penulis, perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pijakan konseptual tentang PAI di perguruan tinggi. Setidaknya, secara konseptual PAI di perguruan tinggi bisa dikaji dalam konteks Pendidikan Islam (Islamic Education - IE), Pendidikan Agama (Religious Education - RE), maupun Pendidikan Umum (General Education - GE). Sekaitan dengan hal tersebut, tulisan ini berusaha memadukan tiga pendekatan konseptual tersebut untuk menemukan hakekat serta tujuan dari PAI di perguruan tinggi dalam konteks Indonesia. B. METODE PENELITIAN Tulisan ini berupa kajian literatur (literature research) yang berupaya menggali secara konseptual tentang hakikat PAI pada jenjang pendidikan tinggi. Penulis menggunakan tiga pendekatan teoritik secara bersamaan, yaitu Pendidikan Islam, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Umum. Untuk kepentingan tersebut, pendekatan kualitatif digunakan dimana peneliti berperan sebagai instrument kunci (Creswell, 2010, hal. 261)(Sugiyono, 2011, hal. 222). C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hakikat PAI di perguruan tinggi perspektif IE, RE, dan GE. PAI di perguruan tinggi memiliki tiga sisi yang saling beririsan. Pertama, PAI sebagai salah satu wujud dari pendidikan Islam (IE) dimana agama sebagai sumber utamanya (Halstead, 2004, hal. 526); Kedua, PAI sebagai bagian dari pendidikan agama (RE) yang mengajarkan tentang keagamaan (Stern, 2007) dan keberagamaan (Hand, 2015); dan ketiga, PAI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pendidikan Umum (GE) yang memposisikan agama sebagai salah satu unsur penting dalam pendidikan (Johnson, 1947, hal. 25). Atas dasar itulah, kajian tentang PAI di perguruan tinggi harus melibatkan ketiganya secara bersama-sama. Sekaitan dengan hal tersebut, PAI di perguruan tinggi pada hakekatnya memiliki tiga ciri utama, yaitu: a. Dalam konteks Pendidikan Islam, fokus utama dari PAI tidak sampai pada mencetak mahasiswa muslim yang ahli agama (Anwar, 2015), tapi lebih pada 274

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI ... — [Saepul Anwar]

pembentukan kepribadian sebagai seorang muslim yang mampu menjadikan Islam sebagai jalan hidup (way of life) (Hussain, 2004). b. Dalam konteks Pendidikan Agama, PAI merupakan salah satu dimensi penting dalam pendidikan manusia, dimana beragama merupakan salah satu hak asasi manusia (Niculescu & Norel, 2013). Karenanya, fokus utama dari PAI bukan sebatas mengajarkan mahasiswa untuk menjadikan agama sebagai sumber moral dalam menjalankan kehidupan, tapi mengajarkan mereka untuk memahami agama (Harris & Moran, 1998, hal. 30) dan keberagamaan. c. Dalam konteks Pendidikan Umum, PAI tidak menjadikan agama sebatas sebagai objek transfer of knowledge (pengajaran)1 tapi lebih pada menjadikannya sebagai sumber nilai. Dengan demikian, PAI harus lebih fokus pada pendidikan atau internalisasi nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama, daripada sekedar mengajarkan teks agama. Mendidik mahasiswa untuk memiliki tanggung jawab (Association of American Colleges, 1994, hal. 18) dan kepekaan sosial (social responsibilityand sensitivity) menjadi tujuan utama. Berdasarkan tiga ciri utama tersebut, PAI di perguruan tinggi merupakan sebuah mata kuliah yang mendidik mahasiswa muslim agar mampu memahami dan menginternalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan mereka sebagai makhluk individu dan sosial dengan karakter yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional Indonesia. 2.

Tujuan PAI di perguruan tinggi perspektif IE, RE, dan GE. Tarbiyyah, Ta'lim, dan Ta'dîb merupakan tiga istilah yang setidaknya telah dimunculkan oleh para sarjana muslim untuk menjelaskan konsep Pendidikan dalam Islam (Hussain, 2004, hal. 318). Konsep "tarbiyah" diutarakan oleh al-Nahlawi (1996), sementara "ta'dîb" lebih dipilih oleh Syed Muhamad Alnaquib Alattas (Halstead, 2004, hal. 522), dan "ta'lîm" dianggap lebih mewakili konsep pendidikan Islam oleh Abdul Fatah Jalal (1988). Berdasarkan ketiga konsep tersebut dalam konteks Pendidikan Islam, setidaknya terdapat tiga tujuan utama PAI di perguruan tinggi, yaitu Pertama, sisi spiritual, yaitu membantu berkembangnya potensi kematangan beragama mahasiswa (tarbiyah); kedua, sisi emosional, yaitu mendidik mahasiswa untuk menjadi pribadi yang berkarakter dan shaleh baik secara individu maupun sosial (ta'dîb) (Halstead, 2004, hal. 522); dan ketiga, sisi intelektual, yaitu transfer of knowledge (Hussain, 2004, hal. 318) dalam rangka membantu mahasiswa untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari (ta'lîm). Tidak jauh berbeda, dalam konteks kurikulum Pendidikan Agama (RE), PAI di perguruan tinggi memiliki tiga tujuan, yaitu (a) tujuan intelektual (Washe & Teece, 2013, hal. 2013): mengembangkan pemahaman agama mahasiswa; (b) tujuan nilai moral (Riegel & Ziebertz, 2007): mengembangkan kesalehan sosial dalam diri mahasiswa; dan (c) tujuan spiritual: mengembangkan dan memfasilitasi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman religious secara langsung (Religious experience) (Court, 2013, hal. 251). Dimana tujuan terakhir merupakan inti dari kehidupan beragama. Sementara itu, kematangan pribadi berupa kesolehan individu dan sosial menjadi tujuan utama PAI di perguruan tinggi sebagai bagian dari Pendidikan Umum dalam konteks pendidikan karakter atau nilai. Kedua tujuan tersebut hanya bisa dicapai ketika 1

Harun Nasution(1996, hal. 385) pernah mengkritisi PAI di perguruan tinggi baru sebatas pengajaran agama (instruction). Padahal dalam pandangan beliau yang dibutuhkan adalah pendidikan agama, bukan pengajaran agama. Begitula Rochmat Wahab (1999, hal. 156-157) yang menyimpulkan PAI di perguruan tinggi baru menyentuk aspek kognitif.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

275

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 273 – 277

agama diperlakukan sebagai sumber nilai, bukan sebatas objek kajian. Dengan demikian, internalisasi nilai agama dalam kehidupan mahasiswa secara individu dan sosial menjadi tujuan akhir perkuliahan yang diawali dengan pemahaman yang benar tentang ajaran agama. Berdasarkan tuntutan tiga pendekatan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa tujuan PAI di perguruan tinggi harus lebih mengedepankan pencapaian kepentingan mahasiswa sebagai makhluk yang beragama dan membutuhkan agama. D. KESIMPULAN Posisi dan kedudukan PAI dalam sistem pendidikan nasional, secara konstitusional, sudah sangat kokoh dan mapan. PAI merupakan salah satu kurikulum wajib dalam sistem pendidikan Indonesia pada setiap jenjang dan level pendidikan, disamping Bahasa Indonesia dan Pancasila. Namun demikian, sangat disayangkan hal tersebut tidak dibarengi dengan pengelolaan yang baik dan tidak terstandar sebagaimana mata kuliah yang lain, terutama pada jenjang pendidikan tinggi. Perkuliahan agama dianggap sebagai perkuliahan pelengkap dan formalitas akademik semata. Kondisi ini bisa terjadi, karena perbedaan pendekatan konseptual dalam menyelenggarakan perkuliahan PAI. Ada yang memandang PAI sebagai wujud dari Pendidikan Islam secara khusus, ada yang memandang PAI bagian dari Pendidikan Agama secara umum, dan ada yang memposisikan PAI sebagai Pendidikan Umum. Kesamaan persepsi akan terwujud ketika tiga pendekatan tersebut digunakan secara terpadu. Irisan dari ketiganyalah yang seharusnya merupakan bentuk nyata dari PAI di perguruan tinggi khususnya dalam konteks Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, secara konseptual PAI di perguruan tinggi seharusnya bukan sekedar mengajarkan teks agama Islam, tapi lebih fokus pada pemaknaan teks agama tersebut dalam kehidupan mahasiswa sebagai individu atau anggota masyarakat. Pengalaman religious hanya bisa diperoleh ketika nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri mahasiswa. Tujuan PAI bukan sebatas untuk pemenuhan kepentingan agama itu sendiri, tapi lebih menonjolkan kepentingan mahasiswa sebagai makhluk yang beragama dan butuh akan agama. Setidaknya dalam konteks Pendidikan Islam, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Umum, tujuan PAI di perguruan tinggi diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan spiritual (pengalaman religious), emosional (internalisasi nilai agama), dan intelektual (pemahanan agama) mahasiswa. Sebagai penutup, kiranya tepat apa yang diungkapkan oleh Michael Grimmitt (Hull, 2002) bahwa dari tiga bentuk penyelenggaraan pendidikan agama, yaitu Learning Religion, Learning about Religion dan Learning from Religion, bentuk ketiga adalah bentuk terbaik. REFERENSI Al-Nahlawi, A. (1996). Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah, dan Masyarakat. (H. N. Aly, Penerj.) Bandung: CV Diponegoro. Anwar, S. (2015). Peran Strategis Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Nilai Toleransi. Konaspipsi III: Tantangan IPS/IIS dalam Dinamika Sosial Budaya (pp. 326-339). Bandung: Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Anwar, S. (2016). Tolerance Education Through Islamic Religious Education in Indonesia. 1st UPI International Conference on Sociology Education (UPI ICSE 2015) (pp. 438-442). Bandung: Atlantis Press. 276

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI ... — [Saepul Anwar]

Association of American Colleges. (1994). Strong Foundations: Twelve Principles for Effective General Education Programs. Washington DC: Association of American Colleges. Court, D. (2013). Religious experience as an aim of religious education. British Journal of Religious Education ISSN:, 35(3), 251-263. Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (3rd ed.). (A. Fawaid, Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halstead, M. (2004). An Islamic concept of education. Comparative Education, 40(4), 517-529. Hand, M. (2015). Religious Education and Religious Choice. Journal of Beliefs& Values: Studies in Religion & Education, 36(1), 31-39. Harris, M., & Moran, G. (1998). Reshaping Religious Education: Conversation on Contemporary Practice. Louisville, Kentucky, United State of America: Westminster John Knox Press. Hull, J. (2002). The Contribution of Religious Education to Religious Freedom: A Global Perspective. In Z. T. Caldwell (Ed.), “International Consultative Conference on School Education in Relation with Freedom of Religion and Belief, Tolerance, and Non-Discrimination (pp. 4-11). Madrid: The International Association for Religious Freedom (IARF). Hussain, A. (2004). Islamic education: why is there a need for it? ournal ofBeliefs & Values: Studies in Religion & Education, 25(3), 317-323. Jalal, A. F. (1988). Azas-Azas Pendidikan Islam. (H. N. Aly, Penerj.) Bandung: CV Diponegoro. Johnson, R. I. (1947). Exploration in General Education. New York: Harper & Brothers. Keputusan Dirjen DIKTI No. 043/DIKTI/Kep/2006. (n.d.). Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Mastuhu. (1999). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Dalam N. Madjid, I. Amal, M. D. Ali, A. Saefuddin, S. S. Brodjonegoro, H. Syarief, et al., Fuaduddin, & C. H. Bisri (Penyunt.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi: Wacana tantang Pendidikan Agama Islam (hal. 29-38). Jakarta: Logos. Nasution, H. (1996). Islam Rasional. Bandung: Mizan. Niculescu, R. M., & Norel, M. (2013). Religious education an important dimension of human’s education. 3rd World Conference on Learning, Teaching and Educational Leadership – WCLTA 2012.93, hal. 338-342. Elsevier. Riegel, U., & Ziebertz, H. G. (2007). Religious Education and Values. Journal of Empirical Theology, 20, 52-76. Stern, J. (2007). Teaching Religious Education. London: Continuum International Publishing Group. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 . (n.d.). Sistem Pendidikan Nasional. Wahab, R. (1999). Pembelajaran PAI di PTU: Strategi Pengembangan Kegiatan Kokurikuler dan Ekstra Kurikuler. Dalam N. Madjid, I. Amal, M. D. Ali, A. Saefuddin, S. S. Brodjonegoro, H. Syarief, et al., Fuaduddin, & C. H. Bisri (Penyunt.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi: Wacana tantang Pendidikan Agama Islam (hal. 155-159). Jakarta: Logos. Washe, K., & Teece, G. (2013). Understanding‘religiousunderstanding’inreligiouseducation. British Journal of Religious Education, 35(3), 313-325.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

277

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM Sari Narulita*, Embang Syasyadin, Sarotul Musabbihah Sari Narulita*, Embangdan Syasyadin, dan SarotulNegeri Musabbihah Universitas Jakarta Universitas Negeri Jakarta *Email: [email protected] *Email: [email protected] ABSTRACT This paper aims to study in deep the concept of multicultural education in Islam’s perspective as well as advantages and disadvantages of these concepts in learning Islam. The authors use the technique of literature study and library research for the data collection. The conclusion of this paper will describe the limits that can be used in the implementation of Islamic Religious Education to avoid doubt and confusion in students.

Keyword: Multicultural Education, Islamic Religious Education ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam akan konsep pendidikan multikultural dalam tinjauan Islam serta kelebihan dan kekurangan konsep tersebut dalam pembelajaran agama Islam. Penulis menggunakan teknik studi literatur dan library research guna pengumpulan data. Kesimpulan dalam tulisan ini menggambarkan akan batasan yang bisa digunakan dalam implementasi Pendidikan Agama Islam sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kerancuan dalam diri siswa.

Kata Kunci: Pendidikan Multikultural, Pendidikan Agama Islam A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara majemuk dengan berbagai keragaman yang dimiliki, baik dari kondisi sosial-kultural maupun geografis. Indonesia memiliki 13.000 pulau dengan jumlah penduduknya mencapai 230 juta jiwa. Selain itu, Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa dengan 200 bahasa serta ragam adat atau kebudayaan yang berbeda (Yaqin, 2005:4). Di satu sisi, keragaman tersebut merupakan suatu khazanah yang patut dipelihara dan memberikan dinamika bagi bangsa; namun di sisi lain keragaman tersebut dapat pula menjadi titik pangkal perselisihan dan konflik bagi masyarakat Indonesia (Baidhawy, 2005: 21). Faktanya, bangsa Indonesia ternyata belum dianggap cukup mampu dalam mengelola kemajemukan dengan yang ada, sehingga konflik dan tindak kekerasan masih dapat ditemukan dalam kehidupan sosial masyarakat bangsa Indonesia, diantaranya adalah konflik yang identik dengan perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang terjadi di Ambon, Poso, Aceh, Maluku, dan Sampit. Bahkan dalam database Patterns of Collective Violence in Indonesia di sebutkan bahwa meskipun kurang dari 16,6% dari seluruh insiden kekerasan kolektif di Indonesia, kekerasan etnis telah menelan 89,3% dari total jumlah korban tewas. Dengan kata lain, kekerasan etnis akan menelan korban jauh lebih banyak dibandingkan jenis kekerasan lain (Varshney, 2004). Setiap konflik dan kekerasan memberikan dampak yang buruk dalam berbagai lini kehidupan. Tak jarang, konflik yang diawali prinsip perbedaan tersebut telah Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

279

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 279 – 285

meninggalkan perih mendalam bagi masyarakat korban konflik. Hal tersebut seolah menjadi cerminan danmendalam indikasi bahwa ini belum cukup bisa menyikapi keragaman meninggalkan perih bagi bangsa masyarakat korban konflik. Hal tersebut seolah dan perbedaan yang ada secara dewasa. Karenanya, dengan suburnya sikap kecurigaan menjadi cerminan dan indikasi bahwa bangsa ini belum cukup bisa menyikapi keragaman dan antara maka kedamaian menjadi barang langka (Yaqin, 2005: dan prasangka perbedaan di yang ada sesama, secara dewasa. Karenanya, dengan suburnya sikap kecurigaan 17). Kecurigaan dan prasangka tersebut menjadi warisan bagi generasi berikutnya bila dan prasangka di antara sesama, maka kedamaian menjadi barang langka (Yaqin, 2005: tidak segera ditangani dengan baik. 17). Kecurigaan dan prasangka tersebut menjadi warisan bagi generasi berikutnya bila Untukditangani memutusdengan rantaibaik. pemicu diatas, maka dibutuhkan cara dan solusi yang bisa tidak segera menekan dan meminimalisasi timbulnya dan kecurigaan antaryang sesama, Untuk memutus rantai pemicu diatas, prasangka maka dibutuhkan cara dan solusi bisa diantaranya melalui dunia pendidikan. Masyarakat seolah perlu disadarkan akan menekan dan meminimalisasi timbulnya prasangka dan kecurigaan antar sesama, keragaman di antara melaluiMasyarakat pendidikan; seolah karena pendidikan bukan hanya diantaranya budaya melalui dunia mereka pendidikan. perlu disadarkan akan transfer of knowledge saja, namun juga merupakan sarana transfer of values, yakni keragaman budaya di antara mereka melalui pendidikan; karena pendidikan bukan hanya pewarisanof nilai-nilai dari generasi generasi transfer knowledge etis-religius-humanis saja, namun juga merupakan saranaterdahulu transfer kepada of values, yakni berikutnya (Yaqin: 2005: 5). Dengan adanya kesadaran akan keragaman budaya lah, maka pewarisan nilai-nilai etis-religius-humanis dari generasi terdahulu kepada generasi diharapkan tidak ada lagi dominasi budaya mayoritas dan tirani budaya minoritas. berikutnya (Yaqin: 2005: 5). Dengan adanya kesadaran akan keragaman budaya lah, maka Semuanya dan memiliki untuk menggapai diharapkan tumbuh tidak adabersama lagi dominasi budaya peluang mayoritasyang dan sama tirani budaya minoritas. kesejahteraan bersama. Masing-masing budayapeluang memilikiyang kesempatan yang sama untuk Semuanya tumbuh bersama dan memiliki sama untuk menggapai menampakkan eksistensinya tanpa diskriminasi (Machfud: 2006: 5). kesejahteraan bersama. Masing-masing budaya memiliki kesempatan yang sama untuk Pendidikan yang menumbuhkan kesadaran akan keragaman menampakkan eksistensinya tanpa diskriminasi (Machfud: 2006: 5). budaya inilah dikenal dengan Pendidikan konsep pendidikan multikultural. Melalui pendidikan multikultural, peserta didik yang menumbuhkan kesadaran akan keragaman budaya inilah dikenal yang berbagai multikultural. etnik/latar belakang berbeda dibimbing peserta untuk saling dengandatang konsepdari pendidikan Melalui yang pendidikan multikultural, didik mengenal budaya, cara hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan yang berbeda. Lebih itu, yang datang dari berbagai etnik/latar belakang yang berbeda dibimbing untukdari saling peserta didik diajaricara untuk memahami, mengakui, dan menghormati bahwaLebih tiap golongan mengenal budaya, hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan yang berbeda. dari itu, memiliki hak untuk menyatakan diri menurut caranya masing-masing. Dengan peserta didik diajari untuk memahami, mengakui, dan menghormati bahwa tiap golongan mengajarkan pendidikan multikultural, diri para peserta sedini mungkin dibimbing untuk memiliki hak untuk menyatakan menurutdidik caranya masing-masing. Dengan memahami makna Bhinneka Tunggal Ika dan mengimplimentasikannya dalam kehidupan mengajarkan pendidikan multikultural, para peserta didik sedini mungkin dibimbing untuk sehari-hari. memahami makna Bhinneka Tunggal Ika dan mengimplimentasikannya dalam kehidupan sehari-hari. B. DEFINISI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL B. DEFINISI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL etimologis, Pendidikan adalah proses pengembangan sikap dan tingkah laku B. Secara DEFINISI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL seseorang atau sekelompok orang dalamproses usaha mendewasakan melalui Secara etimologis, Pendidikan adalah pengembangan sikapmanusia dan tingkah laku pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang mendidik, membantu peserta seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui didik mengalami proses pemanusiaan diridan ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, cara-cara yang mendidik, membantu peserta (Sudarminta, 1990: 12). didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila Sedangkan berasal dari kata dasar “kultur” yang berarti kebudayaan, (Sudarminta, 1990:multikultural 12). kesopanan, atau pemeliharaan; dengan yang berarti ragam, atau Sedangkan multikultural berasal awalan dari kata“multi” dasar “kultur” yangbanyak, berarti kebudayaan, aneka. Secara multikutural berarti“multi” keragaman budayabanyak, (Lash, ragam, 2002: atau 6). kesopanan, atau sederhana pemeliharaan; dengan awalan yang berarti Multikultural pun dapat diartikan sebagai keragaman budaya sebagai pengejawantahan dari aneka. Secara sederhana multikutural berarti keragaman budaya (Lash, 2002: 6). keragaman belakang seseorang Pendapat senada juga Multikulturallatar pun dapat diartikan sebagai(Dawam, keragaman2003: budaya100). sebagai pengejawantahan dari dikemukakan oleh Parekh (2002: 6), bahwa “The term multicultural refer to the fact of keragaman latar belakang seseorang (Dawam, 2003: 100). Pendapat senada juga cultural diversity, term multiculturalism a normative response to the fact. dikemukakan olehthe Parekh (2002: 6), bahwato“The term multicultural refer to the fact of Dengan demkian, dipahami bahwa yang dimaksud pendidikan multikultural adalah cultural diversity, the term multiculturalism to a normative response to the fact. proses Dengan pengembangan seluruh potensi manusia yangpendidikan menghargai pluralitasadalah dan demkian, dipahami bahwa yang dimaksud multikultural heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama) proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan (Dawam, 2003: 101). konsekuensi Pendidikan keragaman multikultural bertujuan satu alternatif heterogenitas sebagai budaya, etnis,menawarkan suku, dan aliran (agama) melalui dan konsep pendidikan yang menawarkan berbasis padasatu pemanfaatan (Dawam,implementasi 2003: 101). strategi Pendidikan multikultural bertujuan alternatif keragaman yang terdapat dalamdan masyarakat, khususnya yang pada peserta didik seperti melalui implementasi strategi konsep pendidikan yangada berbasis pada pemanfaatan pluralitas agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, ras. keragamanetnis, yangbudaya, terdapatbahasa, dalam masyarakat, khususnya yang ada pada peserta didikdan seperti Strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan supaya peserta didik mudah memahami pluralitas etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dan ras. Strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan supaya peserta didik mudah memahami 280

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM — [Sari Narulita dkk.]

pelajaran yang dipelajarinya, namun juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar pelajaran yang dipelajarinya, namun juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar senantiasa yang berperilaku humanis,namun pluralis, danuntuk demokratis. pelajaran dipelajarinya, juga meningkatkan kesadaran mereka agar senantiasa berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis. senantiasa berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis. C. KERAGAMAN BUDAYA DALAM PANDANGAN ISLAM C. Keragaman KERAGAMAN BUDAYA DALAM PANDANGAN ISLAM adalah sunnatullah. Hal ini tampak dalamISLAM surah Ar-Ruum: 22 yang C. KERAGAMAN BUDAYA DALAM PANDANGAN Keragaman adalah sunnatullah. Hal ini tampak dalam surah Ar-Ruum: 22dengan yang menyatakan bahwa adalah diantara tanda kekuasaan adalah keragaman manusia22 Keragaman sunnatullah. Hal iniAllah tampak dalam surah Ar-Ruum: yang menyatakan bahwa diantara tanda kekuasaan Allah adalah keragaman manusia dengan perbedaan bahasa warna kulit; surahAllah lainnya, yakni al-Hujuraat: 13 dijelaskan menyatakan bahwadan diantara tanda Dalam kekuasaan adalah keragaman manusia dengan perbedaan bahasa dan warna kulit; Dalam surah lainnya, yakni al-Hujuraat: 13 dijelaskan bahwa manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling perbedaan bahasa diciptakan dan warna kulit; Dalam surah lainnya, yakni al-Hujuraat: 13 dijelaskan bahwa manusia diciptakanbahwa berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal; dan ditekankan dengan keragaman tersebut, yang terbaik di sisi Allah bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal; dan ditekankan bahwa dengan keragaman tersebut, yang terbaik di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. mengenal; dan ditekankan bahwa dengan keragaman tersebut, yang terbaik di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Secara tekstual, maka tampak jelas bahwa keragaman adalah suatu hal yang lumrah adalah yang paling bertakwa. Secara tekstual, makaayat tampak jelas bahwa keragaman adalah suatu hal yang lumrah dalam Secara kehidupan. Dalam tersebut pun dengan tegasadalah dipaparkan bahwa tekstual, maka tampak jelas bahwa keragaman suatu hal yang dengan lumrah dalam kehidupan. Dalam ayatdiarahkan tersebut untuk pun dengan tegasmengenal; dipaparkan bahwa dengan keragaman tersebut, manusia bisa saling dan bukan saling dalam kehidupan. Dalam ayat tersebut pun dengan tegas dipaparkan bahwa dengan keragaman tersebut, manusia diarahkan untuk lainnya. bisa saling mengenal; dan bukanperilaku saling bertengkar dan saling berprasangka satu dengan Hal ini diperkuat dengan keragaman tersebut, manusia diarahkan untuk bisa saling mengenal; dan bukan saling bertengkar dan saling berprasangka satu dengan lainnya. Hal ini diperkuat dengan perilaku nabi dalam dan menyikapi keragaman disatu Madinah. bertengkar saling berprasangka dengan lainnya. Hal ini diperkuat dengan perilaku nabi dalam menyikapi keragaman di Madinah. Sebelum Islamkeragaman datang, di diMadinah. Arab telah berkembang bermacam agama dan nabi dalam menyikapi Sebelum Islam datang, di Arab telah berkembang bermacam agama dan kepercayaan yangIslam berbeda, seperti Kristen, Majusi, Zoroaster Shabi’ah. Sebelum datang, di Yahudi, Arab telah berkembang bermacamdanagama dan kepercayaan yang berbeda, seperti Yahudi, Kristen, Majusi, Zoroaster dan Shabi’ah. Ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, sana juga sudah ada beragam yang kepercayaan yang berbeda, seperti Yahudi,diKristen, Majusi, Zoroaster danagama Shabi’ah. Ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, di sana juga sudah ada beragam agama yang dianut, Nabi dimana yang terbesar Yahudi dan Kristen. Bahkan, di Madinah, Nabi Ketika Muhammad hijrah adalah ke Madinah, di sana juga sudah ada beragam agama yang dianut, dimana yang terbesar adalah keragaman Yahudi dan Kristen. Bahkan, di Madinah, Nabi Muhammad tidak hanya menemukan agama, tetapi juga keragaman suku dan dianut, dimana yang terbesar adalah Yahudi dan Kristen. Bahkan, di Madinah, Nabi Muhammad tidak hanya menemukankeragaman keragaman tersebut, agama, tetapi juga keragaman suku dan adat istiadat. Untuk mempersatukan maka dikenallah satu dokumen Muhammad tidak hanya menemukan keragaman agama, tetapi juga keragaman suku dan adat istiadat. Untuk mempersatukan keragaman tersebut, maka dikenallah satu dokumen penting, yakniUntuk Piagam Madinah. Salah satu paragraf dalam Piagam Madinah adalah adat istiadat. mempersatukan keragaman tersebut, maka dikenallah satu itu dokumen penting, yakni Piagam Madinah. Salah satu paragraf dalam Piagam Madinah itu adalah sebagai berikut, penting, yakni Piagam Madinah. Salah satu paragraf dalam Piagam Madinah itu adalah sebagai berikut, “Jika seorang pendeta atau pejalan kaki berlindung di gunung atau lembah atau gua sebagai berikut, “Jika seorang pendeta atau pejalan kaki berlindung di gunungdesa atau lembah atau gua atau bangunan atau dataran raml atau (nama Madinah) “Jika seorang pendeta atau pejalan kakiRadnah berlindung di sebuah gunung atau di lembah atauatau gua atau bangunan atau(Nabi dataran raml atau Radnah (nama sebuah desa di Madinah) atau gereja, maka Aku Muhammad) adalah pelindung di belakang mereka dari atau bangunan atau dataran raml atau Radnah (nama sebuah desa di Madinah) atau gereja, maka Aku (Nabi Muhammad) adalah pelindung di belakang mereka dari setiap permusuhan terhadap mereka demi jiwaku, para pendukungku, pemeluk gereja, maka Aku (Nabi Muhammad) adalah pelindung di belakang para mereka dari setiap permusuhan terhadap mereka demi jiwaku, para pendukungku, para pemeluk agamaku dan paraterhadap pengikutku, sebagaimana mereka Nashrani) itupemeluk adalah setiap permusuhan mereka demi jiwaku, para (kaum pendukungku, para agamaku dan para pengikutku, sebagaimana mereka (kaum Nashrani) itu adalah rakyatku dan anggota perlindunganku”. agamaku dan para pengikutku, sebagaimana mereka (kaum Nashrani) itu adalah rakyatku dan anggota perlindunganku”. Hal yang jugaperlindunganku”. dilakukan oleh khalifah kedua Umar ibn Khattab ketika Islam rakyatku dansama anggota Hal yang sama juga dilakukan oleh khalifah kedua Umar ibn Khattab ketika Islam menguasai dimana sebagian besar penduduknya beragama non-Islam. Sebagai Hal Yerusalem, yang sama juga dilakukan oleh khalifah kedua Umar ibn Khattab ketika Islam menguasai Yerusalem, dimana sebagian besar penduduknya beragama non-Islam. Sebagai penguasa, Umar membuat sebuah undang-undang yang menjamin keamanan, baik jiwa, menguasai Yerusalem, dimana sebagian besar penduduknya beragama non-Islam. Sebagai penguasa, Umar membuat sebuah undang-undang yang menjamin keamanan, baik jiwa, harta dan tempat penduduk lokal. penguasa, Umar peribadatan membuat sebuah undang-undang yang menjamin keamanan, baik jiwa, harta dan tempat peribadatan penduduk lokal. Dari beberapa catatan sejarah menunjukkan konsep dasar Islam sebagai agama harta dan tempat peribadatan penduduk lokal. Dari beberapa catatan sejarah menunjukkan konsep dasar Islam sebagaimanusia, agama rahmatan alamin, yakni penuh kasih sayang kepada Darililbeberapa catatanagama sejarahyang menunjukkan konsep dasar Islamseluruh sebagai agama rahmatan lil alamin, yakni agama yang penuh kasih sayang kepada seluruh manusia, bukan hanya sekelompok konsep inilah,kepada maka seluruh kesadaran akan rahmatan lil alamin, yakni orang agamasaja. yangDengan penuh kasih sayang manusia, bukan hanya sekelompok orang saja. Dengan konsep inilah, maka kesadaran akan keragaman budaya menjadi satu hal saja. yang ada sejak konsep agama ini dikenalkan. bukan hanya sekelompok orang Dengan inilah, maka kesadaran akan keragaman budaya menjadi satu hal yang ada sejak agama ini dikenalkan. keragaman budaya menjadi satu hal yang ada sejak agama ini dikenalkan. D. PROBLEMATIKA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL D. Pendidikan PROBLEMATIKA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL yang berparadigma mengajarkan manusia untuk D. PROBLEMATIKA PENDIDIKANmultikultural MULTIKULTURAL Pendidikan yang berparadigma multikultural mengajarkan manusia untuk menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku, dan manusia aliran (agama). Pendidikan yang berparadigma multikultural mengajarkan untuk menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). (Baidhawy, dan 2006:menjunjung 38) Namun dalam aspek agama, model ini mengalami menghargai tinggi keragaman budaya,pendidikan etnis, suku, dan aliran (agama). (Baidhawy, 2006: 38) Namun dalam aspek agama, pendidikan model Pendidikan ini mengalami problem teologis karena mengajarkan relativisme dan pluralisme. ini (Baidhawy, 2006: 38) Namun dalam aspek agama, pendidikan model ini mengalami problem teologis karena mengajarkan relativisme dan pluralisme. Pendidikan ini mengajarkan bahwakarena semua agama dan kepercayaan mengandung ajaran tentang nilai-nilai problem teologis mengajarkan relativisme dan pluralisme. Pendidikan ini mengajarkan bahwa semua agama dan kepercayaan mengandung ajaran tentang nilai-nilai universal yang sama (Yaqin, 2005: 41). mengajarkan bahwa semua agama dan kepercayaan mengandung ajaran tentang nilai-nilai universal yang sama (Yaqin, 2005: 41). Ajaran bahwa semua2005: agama universal yang sama (Yaqin, 41). memiliki nilai universal yang sama, mendapat Ajaran bahwa semua agama memiliki nilai universal yang sama, mendapat pertentangan cukup kuat agama dari kaum agamawan, mengingatyang bahwa ketetapan hati Ajaranyang bahwa semua memiliki nilai universal sama, mendapat pertentangan yang cukup kuat dari kaum agamawan, mengingat bahwa ketetapan hati dalam memeluk suatu agama didasarkan padaagamawan, keyakinan mengingat bahwa apa yang adalah pertentangan yang cukup kuat dari kaum bahwadianutnya ketetapan hati dalam memeluk suatu agama didasarkan pada keyakinan bahwa apa yang dianutnya adalah dalam memeluk suatu agama didasarkan pada keyakinan bahwa apa yang dianutnya adalah Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

281

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 279 – 285

yang paling benar dari agama lainnya. Klaim bahwa semua agama adalah sama tentunya yang paling benar dari agama lainnya.yang Klaim bahwaoleh semua agama adalah samamanapun. tentunya bertentangan dengan klaim kebenaran diyakini semua pemeluk agama bertentangan dengan klaim kebenaran yang diyakini oleh semua pemeluk agama manapun. E. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS PENDIDIKAN E. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS PENDIDIKAN MULTIKULTURAL MULTIKULTURAL Pendidikan agama sejatinya merupakan upaya sistematis untuk menanamkan suatu Pendidikan sejatinya merupakan sistematis untuk menanamkan suatu kesadaran tertentuagama berkaitan dengan ikatan upaya kelompok keagamaan, serta bagaimana kesadaran berkaitan dengan ikatanhanya kelompok keagamaan, serta bagaimana membanguntertentu pandangan dan sikap yang tidak menghargai tetapi juga mengindahkan membangun pandangan dan sikap yangsuatu tidakkenyataan hanya menghargai tetapidan jugabermanfaat mengindahkan dan menjunjung perbedaan sebagai yang wajar bagi dan menjunjung perbedaan sebagai suatu kenyataan yang wajar dan bermanfaat bagi kehidupan. Namun faktanya, pendidikan keagamaan seolah belum mampu mempersatukan kehidupan. Namun faktanya, keagamaan seolah belumnamun mampu justru mempersatukan bangsa Indonesia denganpendidikan corak multikulturalismenya; terkesan bangsa Indonesia dengan corak multikulturalismenya; namun justru terkesan memperuncing perbedaan antar agama, sehingga konflik antar agama masih menjadi memperuncing antar agama, sehingga fenomena sosialperbedaan di masyarakat (Listia: 2007, xv). konflik antar agama masih menjadi fenomena sosial di masyarakat (Listia: xv). pendidikan multikultural yang mampu Atas dasar itulah maka, perlu2007, disusun Atas dasarperbedaan; itulah maka, perlu memecah disusun pendidikan multikultural yang mampu mempersatukan dan tidak persatuan yang telah ada. Pendidikan mempersatukan tidak memecah persatuan yang telah ada. Pendidikan agama berbasis perbedaan; pendidikandan multikultural ini diimplementasikan dengan pendekatan agama pendidikan kesadaran multikultural diimplementasikan dengan dialogisberbasis untuk menanamkan hidupinibersama dalam keragaman dan pendekatan perbedaan. dialogis untuk menanamkan kesadaran bersama dalam keragaman dan perbedaan. Pendidikan model ini dibangun di atashidup semangat kesetaraan dan kesederajatan, saling Pendidikan modelmemahami; ini dibangun di atas semangat kesetaraan dan kesederajatan, percaya, saling menghargai persamaan, perbedaan dan keunikan,saling serta percaya, saling Model memahami; menghargai perbedaan interdependensi. pendidikan jenis inipersamaan, akan memberi konstruk dan baru keunikan, yang bebasserta dari interdependensi. Model pendidikan jenis ini akan memberi konstruk baru yang bebas dari prasangka dan stereotip mengenai agama lain. (Baidhaiwy, 2005: 74). Hingga dengan prasangka mengenai agama lain. Islam (Baidhaiwy, 2005: 74). dengan demikian, dan makastereotip diharapkan pendidikan agama dapat menjadi salahHingga satu instrumen demikian, maka diharapkan Islam dapat menjadi salah satu instrumen untuk mencegah konflik dan pendidikan menebarkanagama spirit multikulturalisme di Indonesia. untuk mencegah konflik danBanks menebarkan spirit multikulturalismelima di Indonesia. Dalam prosesnya, (1997) mengindentifikasi dimensi pendidikan Dalamdalam prosesnya, Banks (1997)peserta mengindentifikasi multikultural merespon perbedaan didik, yakni: lima dimensi pendidikan multikultural dalam integrasi meresponisi/ perbedaan peserta didik, yakni: 1. Dimensi materi (content integration) 1. Dimensi isi/ materi Dimensi integrasi ini digunakan oleh (content pendidikintegration) untuk memberikan keterangan dengan Dimensi ini digunakan oleh pendidikmateri untukyang memberikan keterangan ‘poin kunci’ pembelajaran dengan merefleksi berbeda-beda. Secara dengan khusus, ‘poin kunci’ pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, pendidik menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan pendidik kandungan beberapa menggabungkan cara pandang yang beragam.materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandangmateri yang beragam. Karakteristik potensial yang relevan dengan pembelajaran berbasis Karakteristik materi potensial yang relevan dengan pembelajaran berbasis multikultural, antara lain meliputi: multikultural, antara lainperbedaan meliputi: antar teman, seperti gaya pakaian, mata pencaharian, a. Menghormati a. Menghormati perbedaan antar teman, seperti gaya pakaian, mata pencaharian, suku, agama, etnis dan budaya agama, etnis dan budaya b. suku, Menampilkan perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran agama masingb. Menampilkan perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran agama masingmasing. c. masing. Kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. c. bermasyarakat, dan bernegara. d. Kesadaran Membangun kehidupan berbangsa atas dasar kerjasama umat beragama untuk d. Membangun kehidupan dasar kerjasama umat beragama untuk mewujudkan persatuan dan atas kesatuan. persatuan kesatuan. antar suku bangsa dan antra bangsae. mewujudkan Mengembangkan sikapdan kekeluargaan e. Mengembangkan sikap kekeluargaan antar suku bangsa dan antra bangsabangsa. f. bangsa. Menjaga kehormatan bangsa dan bernegara, mengembangkan kesadaran f. Menjaga kehormatan bangsa dan bernegara, mengembangkan kesadaran budaya daerah dan nasiona daerah dan nasiona g. budaya Mengembangkan sikap disiplin diri, adil, tanggung jawab ,sosial g. Mengembangkan sikap disiplin diri, adil, tanggung jawab ,sosial kerukunan,dan nasional. kerukunan,dan nasional. Dari karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa materi pendidikan Dari karakteristik di atas dapatsiwa disimpulkan bahwa materi pendidikan multikultural harus mengajarkan kepada nilai-nilai luhur kemanusian, nilai-nilai multikultural harus mengajarkan kepada siwa nilai-nilai luhur kemanusian, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural). bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural). 282

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM — [Sari Narulita dkk.]

Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction) Suatu dimensi dimana pendidik membantu peserta didik memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri. Konstruksi pengetahuan terkait dengan metode yang digunakan dalam pendidikan multicultural, yakni harus mencerminkan nilai-nilai demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis). Salah satunya adalah dengan metode dialog, khususnya bila berkaitan dengan kajian perbandingan agama dan budaya. Selain dalam bentuk dialog, pelibatan peserta didik dalam pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk ‘belajar aktif’ yang dapat dikembangkan dalam bentuk collaborative learning. (Naim, 2008: 57) Strategi lain yang dapat digunakan dalam mengembangkan pembelajaraan berbasis multikultural, antara lain adalah strategi kegiatan belajar bersama-sama (Cooperative Learning), yang dipadukan dengan strategi pencapaian konsep (Concept Attainment) dan strategi analisis nilai (ValueAnalysis) serta strategi analisis sosial (Social Investigation). Beberapa pilihan strategi di atas dapat dilaksanakan secara simultan, dan harus tergambar dalam langkah-langkah model pembelajaran berbasis multikultural. Namun demikian, masing-masing strategi pembelajaran secara fungsional memiliki tekanan yang berbeda. Strategi pencapaian konsep digunakan untuk memfasilitasi peserta didik dalam melakukan kegiatan eksplorasi budaya lokal untuk menemukan konsep budaya apa yang dianggap menarik bagi dirinya dari budaya daerah masing-masing, dan selanjutnya menggali nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah asal tersebut. Sedangkan Strategi Cooperative Learning digunakan untuk menandai adanya perkembangan kemampuan peserta didik dalam belajar bersama sama mensosialisasikan konsep dan nilai budaya lokal dari daerahnya dalam komunitas belajar bersama teman. 3. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction) Hal ini dilakukan dengan membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok Penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang datang ke sekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan buku teks multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain. 4. Dimensi pendidikan yang sama/adil atau kesetaraan dalam pendidikan (equitable pedagogy) Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning). Dalam pendidikan multikultural, pendidik dan peserta didik mempunyai kedudukan yang sama yakni sebagai obyek (Abdurrahman, 2007: 121). Pendidik tidak boleh mendominasi proses pembelajaran hingga dengan demikian pendidikan di sekolah harus dikembalikan menjadi milik peserta didik. Karenanya, peserta didik harus dianggap, dinilai, didampingi, dan diajari sebagai anak. Peserta didik diberikan 2.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

283

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 279 – 285

kesempatan sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya masig-masing (Mangunjaya, 1998: 18). 5. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture and social structure) Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya peserta didik yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staff dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah. F. KESIMPULAN Pendidikan Multikultural di Indonesia menjadi penting karena menjadi salah satu alternatif pemecahan konflik dengan tetap memfokuskan agar peserta didik tidak terserabut dari budaya. Fokus pendidikan multikultural lebih pada memberikan setiap peserta didik kesadaran akan adanya keragaman di lingkungan sekitar hingga diharapkan timbul upaya untuk saling menghargai dan menghormati, bukan melebur dengan perbedaan yang ada. REFERENSI al-Bantani, S. M. (2006). Salālim al-Fuḍalā (Tangga-Tangga Orang Mulia). Indonesia: Pustaka Mampir. Abdurrahman. (2007) Meaningful LearningRe-Invensi Kebermaknaan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar AloLiliweri, (2003) Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya. Yogyakarta: LKiS Arif, Syamsuddin. (2008) Orientalis dan Diabolisme Pemikiran Jakarta: Gema Insani Baidhawy, Zakiyuddin. (2005) Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta:Erlangga Banks, James, A, (1997) Multikultural Education and Goals dalam James A. Banks dan Cherry A. Mcgee Banks (eds), Multicultural Education; Issues and Perspectives. America: Allyn Bacon. Dawam, Ainurrofiq. (2003) Emoh Sekolah. Yogyakarta: Inspeal Hilmy, Masdar. (2002). Melembagakan Dialog (antar teks) Agama, Kompas, Jakarta: 5 April 2002 Lash, Scott dan Featherstone, Mike (ed.), (2002). Recognition And Difference: Politics, Identity, Multiculture. London: Sage Publication Langulung, Hasan.(1988) Asas-asas pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Listia, dkk. (2007) Problematika Pendidikan Agama Di Sekolah, Hasil Penelitian Tentang Pendidikan Agama Di Kota Jogjakarta 2004-2006. Yogyakarta: Institut Dian/ Interfidei Mahfud, Choirul. (2006) Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Naim, Ngainun. (2008) Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta; ArRuzz Media Mangunwijaya, YB. (1998) Beberapa Gagasan tentang SD Bagi 20 Juta Anak dari Keluarga Kurang Mampu”, dalam Pendidikan Sains yang Humanis, Yogyakarta: Kanisius Parekh, Bikhu. (2002) Rethingking Multikulturalis: Cultur Diversity and Political Theory. Massachusetts: Harvard University Press Ruben, Brent D & Stewart, Lea P. (2013) Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta: Rajawali Pers 284

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM — [Sari Narulita dkk.]

Sudarminta, J. (1990) Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: IKIP Sanata Dharma Suparno, Paul. (2003) Pendidikan Multikultural, Kompas, 7 Januari 2003 Sutrisno, (2006) Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Tilaar, H.A.R. (2004) Multikulturalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo Varshney, A., Panggabean, R. and Tadjoeddin, M. (2004) Patterns of Collective Violence in Indonesia (1990-2003), (Jakarta: United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR) Yaqin, M. Ainul. (2005) Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2005.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

285

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM MENGANTISIPASI TANTANGAN GLOBAL DI KALANGAN MAHASISWA PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM MENGANTISIPASI TANTANGAN GLOBAL DI KALANGAN MAHASISWA Shohib Khoiri* dan Yedi Purwanto Institut Teknologi Bandung Shohib Khoiri* dan Yedi Purwanto *Email: [email protected] Institut Teknologi Bandung *Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRACT

Family is the smallest community in a community. Families play an important role in the civilization of asmallest society and even the in state. Good or bad Families quality of play a society depends onrole the in quality Family is the community a community. an important the of the family. Digital information technology which is growing rapidly provides two opposite civilization of a society and even the state. Good or bad quality of a society depends on the quality blades, both positive negative.technology Among the negative side is rapidly the spread of cultures against of the family. Digital and information which is growing provides two opposite religious and positive eastern culture such as free sex and (Lesbian, Bisexual Transgender). blades, both and negative. Among the LGBT negative side is Gay, the spread ofand cultures against In addition, pornography also become easier to spread in society. The above mentioned problems religious and eastern culture such as free sex and LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender). can damagepornography the integrity of family, especially universityproblems students. In addition, also become easier tochildren spread or in adolescents society. Theincluding above mentioned The impact of brokenhome will impact to the community and the State. To prevent it, premarital can damage the integrity of family, especially children or adolescents including university students. education be a way for will themimpact to understand how they should the it, same sex and The impactwill of brokenhome to the community and theinteract State. between To prevent premarital with the opposite sex and how Islam regards matters relating to marriage and sexual, soand the education will be a way for them to understand how they should interact between the same sex negative effects of the rapid development of information technology do not damage their soul and with the opposite sex and how Islam regards matters relating to marriage and sexual, so the future. effects of the rapid development of information technology do not damage their soul and negative future.

Keyword: Education, Premarital, Global Challenge. Keyword: Education, Premarital, Global Challenge. ABSTRAK ABSTRAK

Keluarga merupakan komunitas terkecil dalam sebuah masyarakat. Keluarga memberikan pengaruh penting dalam peradaban suatuterkecil masyarakat Negara. Baik atau buruknya kualitas suatu Keluarga merupakan komunitas dalam bahkan sebuah masyarakat. Keluarga memberikan pengaruh masyarakat sangat bergantung pada baik atau buruknya kondisi keluarga pada setiap anggota penting dalam peradaban suatu masyarakat bahkan Negara. Baik atau buruknya kualitas suatu keluarga masyarakat tersebut. Teknologi digital yang semakin berkembang memberikan masyarakat sangat bergantung pada baikinformasi atau buruknya kondisi keluarga pada setiap anggota dua mata pisau yang berlawanan, positif dan negatif. Di antara sisi negatifnya adalah mudahnya keluarga masyarakat tersebut. Teknologi informasi digital yang semakin berkembang memberikan penyebaran budaya-budaya yang bertentangan denganDiagama ketimuran seks dua mata pisau yang berlawanan, positif dan negatif. antaradan sisibudaya negatifnya adalah seperti mudahnya bebas dan LGBT atau Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender. Di samping itu pornografi pun penyebaran budaya-budaya yang bertentangan dengan agama dan budaya ketimuran seperti seks menjadi hal yang mudah tersebar di khalayak masyarakat. Hal-hal seperti itu dapat merusak bebas dan LGBT atau Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender. Di samping itu pornografi pun keutuhanhalkeluarga, terutama anak-anak atau remaja-remaja, di mana termasuk di dalamnya menjadi yang mudah tersebar di khalayak masyarakat. Hal-hal seperti itu dapat merusak mahasiswa. Dampak dari rusaknya keluarga akan berdampak pula pada masyarakat sekitar dan keutuhan keluarga, terutama anak-anak atau remaja-remaja, di mana termasuk di dalamnya tidak penutup kemungkinan pada Negara. Untuk membendung hal tersebut, pendidikan pranikah mahasiswa. Dampak dari rusaknya keluarga akan berdampak pula pada masyarakat sekitar dan menjadi sebuah jalan agar mereka memahami bagaimana seharusnya mereka bergaul antara sesama tidak penutup kemungkinan pada Negara. Untuk membendung hal tersebut, pendidikan pranikah jenis, antara lawan jenis dan bagaimana Islam memandang hal-hal yang berkaitan dengan menjadi sebuah jalan agar mereka memahami bagaimana seharusnya mereka bergaul antara sesama pernikahan dan seksual, sehingga efek negatif dari pesatnya perkembangan teknologi informasi jenis, antara lawan jenis dan bagaimana Islam memandang hal-hal yang berkaitan dengan tidak merusak dan masa depanefek mereka. pernikahan danjiwa seksual, sehingga negatif dari pesatnya perkembangan teknologi informasi tidak merusak jiwa dan masa depan mereka.

Kata Kunci: Pendidikan, Pranikah, Tantangan Global. Kata Kunci: Pendidikan, Pranikah, Tantangan Global. A. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi informasi yang kian pesan memberikan dua dampak A. PENDAHULUAN sekaligus bagi masyarakat, yaitu informasi dampak positif negatif. di antara dampak Perkembangan teknologi yang dan kian dampak pesan memberikan dua dampak negatif adalah mudahnnya paham-paham konten-konten yang sekaligus bagi masyarakat, yaitupenyebaran dampak positif dan dampakatau negatif. di antara dampak bertentangan dengan agama atau budaya ketimuran. Diantaranya adalah paham atau negatif adalah mudahnnya penyebaran paham-paham atau konten-konten yang bertentangan dengan agama atau budaya ketimuran. Diantaranya adalah paham atau Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

287

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 287 – 292

budaya suka sesama jenis yang saat ini populer dengan sebutan LGBT (Lesbi, Gay, Biseks dan Transgender), seks bebas dan pornografi. Hal ini sangat mengkhawatirkan masyarakat khususnya kelompok masyarakat kategori usia remaja, dan di antara kelompok masyarakat usia remaja adalah mahasiswa. Usia mahasiswa adalah usia di mana mereka memulai bergaul dengan perkenalan yang semakin luas. Dalam pergaulan tersebut terjadi preses saling mempengarhui, terlebih dengan teknologi informasi membuat mereka semakin mudah bergaul dan mendapatkan informasi dalam segala hal. Agar mereka dapat terjaga dari segala pengaruh negatif yang meuncul dari pergaulan dan informasi yang mereka dapatkan, maka pendidikan pra nikah menjadi sebuah solusi yang harus dikembangkan. Pendidikan pra nikah tidak hanya menjaga mereka dari pergaulan bebas, juga memberikan arahan dan persiapan untuk masuk ke sebuah fase kehidupan selanjutnya, yaitu pernikahan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui urgensi pendidikan pra nikah khususnya bagi kalangan mahasiswa dalam memproteksi mereka dari berbegai pengaruh negatif perkembangan teknologi informasi dan sebagai persiapan bagi mereka dalam memasuki fase kehidupan baru, yaitu pernikahan. Disamping itu untuk mengetahui respon mereka terhadap pendidikan ini dan bagaimana mengimplementasikannya. B. METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penilitian ini adalah kajian pustaka dari berbagai sumber dan pengumpulan data menggunakan metode kuesioner terhadap mahasiswa ITB dan kajian terhadap sekolah pra nikah Salman ITB. Untuk metode kuesioner kami menggunakan data yang dikumpulkan oleh Frideyas, Ristia Mareta dan Denobia Faishal yang ketiganya mahasiswa ITB dan mengambil mata kulia Agama dan Etika Islam serta data dari sekolah pra nikah Mesjid Salman ITB. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Memiliki kecenderungan terhadap lawan jenis merupakan salah satu bentuk fitrah manusia (QS. Ali Imran 14). Rasa kecenderungan tersebut jika dituntun sesuai syariat Islam, maka ia akan berdampak positif, tapi jika dibiarkan liar tanpa tuntunan ia akan memberikan dampak negatif. Rasa kecenderungan terhadap lawan jenis pada umumnya mulai tumbuh ketika manusia masuk periode remaja atau awal masuk usia dewasa, termasuk di dalamnya adalah usia mahasiswa. Hal ini seiring mulainya masa baligh mereka, di mana mereka belum memiliki jiwa yang matang dalam menyikapinya. Di tengah-tengah kondisi mereka yang relatif masih labil, perkembangan teknologi informasi semakin berkembang pesat. Hal ini tidak hanya memberikan dampak positif, tapi juga memberikan dampak negatif. Di antara dampak negatif tersebut adalah mudahnya penyebaran paham atau budaya yang bertentangan dengan agama atau budaya ketimuran. Sebagai contoh adalah penyebaran budaya LGBT (Lesbi, Gay, Biseks dan Transgender), seks bebas dan konten-konten pornografi, hal ini tentu sangat membahayakan bagi kondisi kejiwaan mereka. Untuk memproteksi mereka dari hal-hal yang merusak tersebut, maka pendidikan pra nikah menjadi sebuah solusi agar mereka tidak terjerumus para budayabudaya negatif tersebut, di samping sebagai sarana persiapan menuju fase kehidupan baru dimana mereka meletakkan rasa kecenderungan pada sebuah ikatan yang dilegalkan dalam agama, yaitu pernikahan sesuai dicontohkan oleh Nabi, di mana dua insan pria dan wanita di satukan dalam ikatan halal. Sejatinya pendidikan pra nikah dapat dilakukan di forum mana pun, baik keluarga, sekolah/kampus atau masjid. Dalam hal ini, Mesjid Salman ITB sudah melakukan pendidikan pra nikah dengan peserta pada umumnya mahasiswa ITB dan diikuti juga oleh 288

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM ... — [Shohib Khoiri dan Yedi Purwanto]

mahasiswa luar ITB. Berikut adalah grafik dari hasil penelusuran kuesioner yang dilakukan mahasiswa luarRistia ITB. Berikut grafik dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh Frideyas, Mareta adalah dan Denobia Faishal pada tahunkuesioner 2015 dengan jumlah oleh Frideyas, Ristia Mareta dan Denobia Faishal pada tahun 2015 dengan responden 180 orang, berkaitan dengan respon mahasiswa ITB tentang pendidikanjumlah pra responden luar 180 ITB. orang, berkaitan mahasiswa ITB tentang yang pendidikan pra mahasiswa Berikut adalahdengan grafik respon dari hasil penelusuran kuesioner dilakukan nikah: nikah:Frideyas, Ristia Mareta dan Denobia Faishal pada tahun 2015 dengan jumlah oleh Sudah berapa lama kuliah di ITB respon mahasiswa ITB tentang pendidikan pra responden 180 orang, berkaitan 1.1. Sudah berapa lama kuliah didengan ITB mahasiswa luarberapa ITB. Berikut adalah 1. Sudah lama kuliah di grafik ITB dari hasil penelusuran kuesioner yang dilakukan nikah: oleh Frideyas, Ristia Mareta dan Denobia Faishal pada tahun 2015 dengan jumlah responden 180berapa orang,lama berkaitan dengan 1. Sudah kuliah di ITB respon mahasiswa ITB tentang pendidikan pra nikah: 1. Sudah berapa lama kuliah di ITB

Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden 2. Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah?

2. 2. 2.

Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah? Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah? Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah? Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden

Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden

2. Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah?

Gambar 2. Grafik pengetahuan reponden mengenai apa itu pendidikan pra nikah Gambar 2. Grafik pengetahuan reponden mengenai apa itu pendidikan pra nikah

3. Menurut Saudara apa itu pendidikan pra nikah? 3. Menurut Saudara apa itu pendidikan pra nikah? Ada 5 pilihan jawaban, tiga jawaban teratas diambil hasil seperti berikut: Gambar 2. Grafik pengetahuan reponden mengenai apadengan itu pendidikan nikah Ada 5 pilihan jawaban, tiga jawaban teratas diambil dengan hasil pra seperti berikut: Gambar 2. Grafik pengetahuan reponden mengenai apa itu pendidikan pra nikah 3. Menurut Saudara apa itu pendidikan pra nikah? Ada 5 pilihan jawaban, tiga jawaban teratas diambil dengan hasil seperti berikut: Gambar 2. Grafik pengetahuan reponden mengenai apa itu pendidikan pra nikah 3. Menurut Saudara apa itu pendidikan pra nikah? 3. Saudara apa itu tiga pendidikan nikah? Menurut Ada 5 pilihan jawaban, jawabanpra teratas diambil dengan hasil seperti berikut: Ada 5 pilihan jawaban, tiga jawaban teratas diambil dengan hasil seperti berikut:

Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah

4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah? 4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah?

Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah

4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah? Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah

4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah?

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

289

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 287 – 292

4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah?

Gambar 4. Grafik rencana responden menikah

5. Jika ingin menikah, rencana berapa tahun lagi?

Gambar 5. Grafik waktu rencana menikah responden

6. Menurut pendapat Saudara, perlukah pendidikan pra nikah dalam mempersiapkan itu semua?

Gambar 6. Grafik perlu tidaknya pendidikan pra nikah bagi responden 7. Apa alasan Saudara? Dari banyaknya variasi jawaban yang ada, dapat kami simpulkan sebanyak 94 responden yang menjawab pendidikan pra nikah perlu dilakukan dengan alasan: a. Dibutuhkan ilmu dari orang yang lebih berpengalaman mengenai pernikahan agar dapat dibangun keluarga yang sakinah mawaddah dan rohmah. b. Diperlukan kesiapan ilmu untuk menjadi orang tua bagi anak-anaknya kelak. Sedangkan sebanyak 14 responden yang menjawab bahwa pendidikan pra nikah tidak perlu dilakukan dengan alasan: a. Sudah ada orang tua yang dapat berbagi ilmu kepada mereka mengenai pernikahan. b. Tidak ada urgensi dari pendidikan pra nikah. 290

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM ... — [Shohib Khoiri dan Yedi Purwanto]

Tahun 2016 ini sekolah pra nikah Salman ITB juga sudah memberikan data mengenai peserta mengikuti pendidikan tersebut, di antara laporan datanya Tahun yang 2016 ini sekolah pra nikah Salman ITB juga sudah memberikan data sebagai mengenai peserta yang mengikuti pendidikan tersebut, di antara laporan datanya sebagai berikut: berikut:

D. KESIMPULAN 291 Sekolah atau pendidikan pra nikah sangat dibutuhkan oleh mahasiswa ITB pada khususnya dan seluruh mahasiswa pada umumnya sebagai upaya melindungi mereka dari hal-hal yang dapat merusak mereka berupa paham-paham yang datang dari luar yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kultur ketimuran. Pendidikan pra nikah juga

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 287 – 292

D. KESIMPULAN Sekolah atau pendidikan pra nikah sangat dibutuhkan oleh mahasiswa ITB pada khususnya dan seluruh mahasiswa pada umumnya sebagai upaya melindungi mereka dari hal-hal yang dapat merusak mereka berupa paham-paham yang datang dari luar yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kultur ketimuran. Pendidikan pra nikah juga bermanfaat bagi mereka sebagai upaya memahamkan mereka mengenai hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk masuk ke dunia baru yaitu dunia pernikahan. REFERENSI Al-Quran al-Karim (2009), PT. Sygma Examedia Arkanleema. Buku Data Pra Nikah Salman ITB 2015 Bukhari, (1400 H), al-Jami’ ash-Shahih. Kairo: Maktabah Salafiyyah. Sabiq, Sayyid. (2006). Fiqh Sunnah Jilid 2. Jakarta: Pena pundi Aksara Wulandari, Ari. (2010), Jodoh Cinta Update. Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa http://kbbi.web.id/nikah. Diakses tanggal 25 September 2016. Pukul 20: 55. https://id.wikipedia.org/wiki/Pubertas, diakses 25 September 2016. Pukul 21:07. http://dosenit.com/kuliah-it/teknologi-informasi/dampak-positif-dan-negatif-penggunaanteknologi-informasi-dan-komunikasi. Diakses 25 September 2016.

292

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) Supa’at Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus Email: [email protected] ABSTRACT The proliferation of deviant behavior in our daily activities has created awareness about the important of “character education” and the evident of the failure of our education in achieving its goals. Ideally, education should be a solution and instrument of a nation to gain the true development and prosperity. To know what really happens in our educational system and practice, it has been conducted a research in 29 Madrasah Aliyahs (MA) in Kudus. This study finding showed that the concept of character education has substantively the same concept with the system of madrasah as educational system. The different is only on its concept of value be referred. The concept and philosophy of character education refers to anthropocentrism while madrasah refers to theocentrism (religion). The concept and system of madsasah are balancing between cognitive achievement (intellectual) and affection (behavior). Socially and historically, the system of madrasah is a real model of character education or character based education that is the most suitable with the condition of Indonesia. Therefore, this model can be developed, adopted, and applied in schooling system in Indonesia. Keyword: Madrasah, Character Education, Referred value, Anthropocentism, Theocentrism. ABSTRAK Menjamurnya sikap menyimpang di hampir setiap aktifitas kita sehari-hari menyadarkan kita tentang pentingnya pendidikan karakter dan bukti gagalnya pendidikan kita dalam mencapai tujuannya. Idealnya, pendidikan dapat menjadi solusi dan alat Negara dalam mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam sistem dan praktek pendidikan kita, sebuah riset telah dilakukan terhadap 29 Madrasah Aliyahs (MA) di Kudus. Temuan riset ini menunjukkan bahwa konsep pendidikan karakter secara substansial memiliki kesamaan konsep dengan sistem madrasah sebagai sistem pendidikan. Perbedaannya adalah hanya pada konsep nilai yang dirujuk. Konsep dan filsafat pendidikan karakter merujuk pada anthropocentrisme sementara madrasah merujuk pada theocentrisme (agama). Konsep dan sistem madrasah menyeimbangkan antara pencapaian kognitif (intelektual) dan afektif (sikap). Secara sosial dan historis, sistem madrasah adalah model nyata pendidikan karakter atau pendidikan berbasis karakter yang paling cocok dengan kondisi Indonesia. Oleh karena itu model ini bisa dikembangkan, diadaptasi, dan diaplikasikan dalam sistem sekolah di Indonesia. Kata Kunci: Madrasah, Pendidikan Karakter, Nilai yang dirujuk, Anthropocentisme, Theocentrisme. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

293

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

A. INTRODUCTION The emergence issue on the importance of character education in school concerns on the rise of uncommendable attitude in almost all apects of life. Starting with the student schools fights in the street until villages strongly influenced the victims and personal goods that cannot be calculated as the little things. Moreover, various other cases tend to contradict the logic as if this nation does not have adequate civilization and moral – ethic that able to prevent from the destructive effect and bad behavior. The glorious values such as honesty, courtesy, hospitality, togetherness, and religious behavior remain disappeared through the “new culture” which is more hedonistic, materialistic, and individualistic. As a result, this nation seemed never to get an education about how to be a good citizen. However, in fact, they already have the education moral and / or religious education at every level of education that they have dealt with. The question is “what is wrong with our education systems and practices?”. This question becomes relevant and crucial because the educational purpose is only to prepare the students to be good an individual and citizens (read: characterized). When that becomes reality, it can be said that the education systems and practices have failed to reach the goal. Because, Indonesian society who have already got higher education should become mukmin, muttaqin, and have good values. The believers who are governed by the spiritual and felt ethical values of Islam are possible to restrict themselves to do the forbidden things by religion. On the contrary, they are going to do the good things that religion commanded. The occurrence of various violation and deviant actions indicates that the norms or lessons acquired by students do not positively correlate within attitude and behavior. This means that the quality of learning (education) in schools / madrasah has not tightly touched the vital domain that is actually being the educational goal in good values. From this point, as generation of nation, we certainly do not want that bad situation always persist and take place without any attempts to stop and fix it. One effort that remains rational enough is the importance of national character building through education. Therefore, with the expectation that the lack of problems occur recently can be completed and the errors that still exist can be justified. There are two example countries: Japan and Korea that systematically succeed to form the national character building by any means, including repressive means. Japan in their cultural character of feeling embarrassed and hard working have represented this country to be “a king” which its technology is able to control over the world as well as South Korea. Indeed, the growing number of successful aspects can be fairly achieved because these two countries have highly concerned to build the moral values into the national character building in a synergistic way like honesty, hard working, the culture of feeling embarrassed, etc. Initially, as an important instrument and the agent of change, the institutional and educational activities must be able to boost the role and function as the media of socialization, acculturation, and enculturation in order to build the national character. Contextually, as a universal phenomenon, the educational purpose in general means: “…to help young people become smart and to help them become good”. Therefore, the result of education should include two main things, namely intelligent and good manners. In the formation of classical educational philosophy stated that “…the ultimate goal of education is how to facilitate student to be good citizens”. In addition, in the words of Martin Luther King, “…we must remember that intelligence is not enough. Intelligence plus character – that is the goal of true education” (Thomas Lichona, 1991:20). Without supported by a strong character, it is like a sharp knife that can be used more than its designation. For surely we do not want the wrong practices continuously exist in various acts. It is supposed to bring the commitment to find the solutions to these problems. Nevertheless, 294

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]

the reconstruction system and educational practice contextually cannot be avoided because in fact, our educational practices have already failed to establish the human nature as deliberately stated in the formulation of national education goals. Thus, it raises a question that “What kind of character education model is compatible with the condition of Indonesia?” The result of this study attemps to provide the alternative answer in line with the question that is the model of character education into religious teaching as a primary reference value. B. METHODS This study is qualitatative using descriptive method. Through this research, profile of Madrasah as educational institution can be figured out and factors that cause the certain phenomena can be analyzed. To get the data collection, the researcher used observation to select the phenomena, in depth-interview to select the informants, and literature rivew to select the proper document. The sampling technique in this study was using purposive sampling based on quality and relevance of data associated with the goal of this research. Madrasah that was chosen as the unit analysis in this research is Madrasah Aliyah (MA) located in Kudus. The collected data is then processed, reduced, and analyzed in order to get a conclusion. C. LITERATUR REVIEW 1. Character Education a. Definition In terminology, the word “karakter” definitely defined as the word borrowed from English “character”. Etymologically, the word “character’ is rooted from the ancient żreek “charassen” means to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5).Literally, the word “to angrave” means engrave, paint, sculpt, or scratch (Echols and Sadily, 1987: 214). In a big Indonesian dictionary (2008: 682), the word “karakter” is defined as human nature, psychological traits, morals, good manners, and characters in order to differentiate one person to another. When the word character is attributed to a person by given a prefix “ber’ (orang ber-karakter/ human characterized) means a person who has a personality, behavior, character, nature, or disposition. With this literal meaning, the word character is closely defined with personality or moral. The personality is the feature, characteristic, or human nature that deals with the particular formations that acquire from the environment, such as, the family referred to their childhood and congenital condition (Doni Koesoema,2007: 80). As a concept, some definitions of the term character always refer to the answer of the question in “how good a person is?” In other words, someone who has an appropriate qualified behaviour which is expected by society, then that person is considered having a good character. In the context of education, that is supposed to be the educational purpose for good citizen. As said by Suyanto (2009: 1), character is the way of thinking and behaving that becomes distinctive characteristics of each individual to live and have teamwork within family, community, nation, and state. Every individual who has good character is an individual who can make decisions and is ready to deal with the consequences. According to Thomas Lickona (1991: 21), the character is a reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way. Then he added that character so conceived has three interelalted parts, moral knowing, moral feeling, and moral behaviour. In this context, a good character includes the knowledge about kindness, and then raises commitment Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

295

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

(intention) through kindness, finally does the goods. It can be said that character refers to a series of cognitive development, attitude, and motivation, and behaviour, and skill. The universal education is developing the students’ attitude and personality which is started from the process of delivering information and internalization values. This actually means that without giving any additional character, the educational process is1 still to develop the students’ characters. As the formation of the definition of character education stated by Ratna Megawati: “…An attempt to educate the children for making a wise decision and practicing should become part of their daily routine, so that it can provide the positive contribution to real environement (Ratna Megawangi, 2004: 95). In other definitions to the character education, it can be considered that character education closely refers to teaching children in a manner that imparts one or more positive character qualities–such as to make them moral, civic, good, well mannered, non-bullying, healthy, critical, successful, traditional, compliant socially acceptable (http//www.Wikipedia Encyclopedia, 2012:1). Character education closely refers to a set of transformation of life in moral values which will be accounted for within a person’s characteristics relating to make one or two continued positive characters for every individual. In a school setting, according to Dharma Kesuma et al., character education is the learning process that more concern on the students’ reinforcement and development as a whole, based on a particular value supported by the schools” (Dharma Kesuma, et al. 2011: 5). The definition then was simplified that the character education is the process of the students’ formulation within developing characters regarding with certain moral values in the school culture. Furthermore, in the context of education in Indonesia, it is clear that the moral values which referred to be the educational references are the theocentric and anthropocentric value. According to Gordon Allport (1964), the value is the belief that makes someone acts because of their straight choice. In addition, according to Kupperman (1983), the value is the normative benchmark that possibly affects human to consider and make their choices among other alternative ways. b. Goals and scope of character education According to Thomas Lickona (1992:21), the goals of character education are: ”... to develop student socialy, ethically and academicly by infusing character development into every aspect of school culture and curriculum and to help student develop good character, which include knowing, caring about and acting upon core ethical values such as respect, responsibility, honesty, fairness and compassion. The concept and educational model such like this viewing from the standpoint of its function call as the the holistic education, because the highest function of education is to bring about an integrated individual who is capable of dealing with a whole life. 1

According to al-Ghazali, the character (akhlak) is a trait that is fixed in the soul which arisethe actions easily, with no need to think of mind (Ramat Djatnika: 1996: 27). In the Indonesian treasury, an equivalent word with the meaning of akhlak is moral and ethic. These two words are often equated with morality, ethics, etiquette or manners (Faisal Ismail, 1998: 178). Basically, conceptually, the word ethic and morality have the same sense, which are equally discuss human conduct and behavior from the perspective of good and bad. But in implementation, ethic is more theoretical philosophical as a reference to assess the value system, being morally practical as a yardstick to judge acts committed by a person (Muka Sa'id, 1986: 23-24).

296

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]

It is important to consider that in the educational setting of school, the character education aims: (a) strengthening and developing the values of life that are important and necessary to be the distinctive characteristics of students as reflected from the good values. (b) Correcting the students’ behaviour that is not required to conform the values developed by the teachers in schools. And, (c) making connection in harmony with family and society to play the responsibility for character education each other (Dharma Kesuma, et al., 1991: 71). Therefore, in the context of school education, character education has some functions, they are: (a) developing basic potentials to be kind-hearted, good thought, and good behaviour; (b) strengthening and carrying the nation’s multicultural attitude; and (c) enhancing the competitive civilization in the association world. According to Azyumardi Azra (2003:175), there are nine education pillars which were the origin from the noble universal values, namely: (1) the character of the love God and all His creatures; (2) self-reliance and responsibility, (3) honesty / trustworthy, diplomacy; (4) respect and politeness, (5) generosity, willing to give helps and collaborative working; (6) confidence and hardworking; (7) leadership and justice; (8) kindness and simplicity, and (9) the character of tolerance, peace, and unity. According to Michael Josephson, there are six ethical values and character education, namely: (1) Trustworthiness, (2) Respect, (3) Responsibility, (4) Fairness, (5) Caring, and (6) Citizenship. Besides the six ethical values, there are eleven principles that have to take into account for the effectiveness of the implementation of character education, they are: (1) promotes core ethical value; (2) teacher student to understand, care about, and act upon these core ethical value; (3) encompassing all aspects of school culture; (4) fosters a caring school community; (5) offers opportunities for moral action; (6) support academic achievement; (7) develops intrinsic motivation; (8) includes whole-staff development; (9) requires positive leadership of staff and students; (10) involves parents and community members; and (11) assesses results and strives to improve (http// www.character.org. (2009:152) (Download 02-05-2013). An important point to note for the success of character education is education should be given systematically started from childhood (golden age), because this period is crucial to determine the development of children’s abilities and potentials for the next periode and the variability of adults’ intelligence has already existed when a child was 4 years old (Joseph Zins, et.al., 2001: 35). A similar opinion was stated by Daniel Goleman (2010: 21) that the success of a person in society, 80 percent is influenced by the emotional quotient (EQ) and only 20 percent is determined by intelligence quotient (IQ). Children who have problems in their emotional quotient are difficult to learn, make friends, and control emotion. Children who have these kinds of problems can already be seen from the pre-school age, and if the problems cannot be handle very well, they can be carried over into adulthood. On the contrary, the teenagers with their particular character will not allow themselves to do the common problems typically brought by stroppy teenagers, such as mischief-making, gengs fights, narcotic drugs, mixed alcohol, free sex deviance, and so forth. 2.

Madrasah a. A Brief History of Madrasah As one of the variants of institutional education and Islamic education in Indonesia, the existence of madrasah cannot be separated from the history of the

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

297

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

development (da’wah) of Islam in the Indonesian archipelago. Officially, the birth of madrasah embryo in Indonesia comes from majlis da’wah which is called as hallaqoh lead or carried by Islamic scholars (ulama’) in mosque and musholla. The birth of madrasah as an educational institutional in the context of the history of education in Indonesia brough some many views. Besides to enhance the effectiveness and teaching capacity, it is also supported within as a respond to the policy from the Ducth colonial government that began to introduce formal educational system. Obviously, the system is more systematic and organized for Indonesian indigeneous society in which many kids from Muslim families join and study in those related institutions. This step issued by the colonial government cannot be considered separately from the attempts to apply the Christian missions and to produce unexpensive labors for the benefit of the colonialist. The institutional forms of madrasah as formal institutions in particular, is divided into three levels, they are: Madrasah Ibtida’iyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). In the colonial era, there were found a number of historical facts which showed that the Dutch not only acknowledged the educational institutions founded by a group of indigeneous Muslims, but also despised for the Islamic educational institution. Due to the negative perception, then all the policies run officially by the Dutch which is related to the education are always discriminating in all matters. Model policy such like this has been carried through the independence era which completely rises the dichotomy and dualism within the management of education. Contextually, in the educational system in Indonesia, there are some schools under the Ministry of Education and madrasahs managed by the Ministry of Religious Affairs. Each institution has run based on their own regulations. Unfortunately, the competence of madrasah graduates are considered not being equal to high-schools graduates. The enactment of Law No. 2 of 1989 then was revised by Law No. 20 of 2003, not only to strengthen the existence of madrasah legally and politically, but also to carry out madrasah into sub-national education system and remove dualism of the educational system in Indonesia. Or in other words, the educational institution of madrasah has already got the position which have been to struggle, equity and equality. As a distinctively Islamic educational institution, essentially madrasah has comparative of advantages because there is a significant emphasis on religious and morality education besides, for sure the mastery of secular subjects (science). With the advantages, madrasah is challenged to be “the alternative education” to the anxiety at society because nowadays the students tend to have less understanding of religious values due to the massive of negative behaviour and moral decadence in the daily lives b. The Purpose and Madrasah Education System As one of the variants of Islamic educational institutions, then the purpose of the madrasah education is actually similar to the goal of Islamic education. As a form of transformation and formulation of hallaqoh system, madrasahs also adapt to the phenomenon of Western classical education system and take a benefit to facilitate their needs. This is supposed to do because the system of hallaqoh and pesantren is no longer able to accommodate people’s needs to study Islamic education. Thus, it is not surprising that the education system of madrasah is almost the same as the education system of common schooling; instead, the difference is only in the core learning material. 298

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]

As an institution of Islamic education, the purpose of madrasah education is considered as the whole of definitions implied in the concept of ta’lim, tarbiya, and ta'dib. According to Musthofa and Ally (1999: 60), Islamic education refers to a process for forming a knowledgeable Muslim man, faithful and devoted to Allah SWT with an emphasis on the aspect of "inheritance". In addition, Zuharini, et al. (2004: 40), argued that Islamic education is the process of inheritance, development of human culture and Islamic teachings source that contained in the Qur'an and the Sunnah of the prophet Muhammad SAW. Meanwhile, according to Ahmad Tafsir (2002: 24), Islamic education is the guidance given by someone to someone in order to develop optimally based on the teachings of Islam. In other words, the guidance is to bring someone becomes a qualified Muslim. Philosophically, the concept and theory of Islamic education are built, understood, and developed from al-Quran and al-Sunnah. Operationally, it has already been realized through the process of acculturation, inheritance and development of religion teaching, culture and Islamic civilization from generation to generation that lasted throughout the history of humankind. Based on understanding and theoretical framework, a number of Islamic educational studies always be started and dispatched from the two main concepts namely the concept of human and the concept of education. Developed from the al-Quran and al-Sunnah, the beliefs and doctrines of tauhid (One and only Allah) always color and underlie the concepts and practice of Islamic education. Tauhid in the view of Islam is the foundation for all Muslims activities, both in the vertical and horizontal relationships. It is actually the fact that makes education in the perspective of Islam has special characteristics, because Islamic education is influenced by the teachings of a transcendent source, namely the revelation. Although it does not mean that Islamic education should be separated from society, but it is found the contrary. That actually means that Islamic education should be an integral part of the community itself even it is further than that. Particularly, the implementation point should be developed and appropriate to any situations and society needs. This is in accordance with the essence of Islam itself, that is rahmatan lil al-'alamin. Because formulated and developed directly from al-Quran and al-Hadith, so there is a fundamental difference between the Islamic education purposes and education developed from the rational philosophy and Western culture. In the Islamic view, man is human being entity which is endowed with a variety of perfect potentials (imputed perfection); body and spirit, soul and thought, nafs and qolb. All these potentials that exist inseparably in humans are placed as an organic unity that is dynamic and interacting. Therefore, various potentials perfection that were provided by God to man must be able to be changed or translated into actus (the actual perfection) through educational activities. Thus, the Islamic education purpose is so far to change and to make a potential instrument and the basis of existing potential in humans to be actual. Eventually, it is able to carry out the mandate of Allah SWT on earth, either khalifatullah fil ard or abdullah. The above understanding implies that the Islamic education purposes are not only limited to the materials achievement for the benefit of people in the world, like the secular ideology underlying the system and practice of education in the Western countries. Therefore, the Islamic education purposes are determined by the integration of the physical aspects (lahiriyah) and spiritual aspects (batiniyah), between the time in this world and the hereafter in the future (li Sa'adat al-darain), between individual and collective interests, anddeserve under consideration as the Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

299

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

representative of Allah and devote to being servants. In fact, according to Hasan Langgulung, the education are the human’s life itself. And representative of Islamic Allah and devote purposes to being servants. In fact, goals according to Hasan the task of education is to preserve human life. Engaging to this idea, Langgulung Langgulung, the Islamic education purposes are the human’s goals life itself. And Hasan 10) then that ahuman study life. of Islamic education involve an the task(1986: of education is added to preserve Engaging to this should idea, Langgulung understanding of the nature and purpose of human life within the Islamic view. an Hasan (1986: 10) then added that a study of Islamic education should involve understanding of the nature and purpose of human life within the Islamic view. D. THE RESULT STUDY AND DISCUSSION The missions ofSTUDY the Prophet Muhammad SAW. is keen to perfect and enhance the D. THE RESULT AND DISCUSSION akhlaq The of Arabian with moral belief system (religion) of keen Islamtowhich is derived from the the missions of athe Prophet Muhammad SAW. is perfect and enhance complete revelations of Allah SWT. To begin with, the missions of the Prophet akhlaq of Arabian with a moral belief system (religion) of Islam which is derived from the Muhammad SAW. were the priestly development of Iman (aqeedah) as the main complete revelations ofstarted AllahtoSWT. To begin with, the missions of the Prophet foundation for the Muslims’ behaviour, both in the context of a vertical relationship Muhammad SAW. were started to the priestly development of Iman (aqeedah) as the main (worship) with and fellow human beings within surrounding of environment in foundation for Allah the Muslims’ behaviour, both in the the context of a vertical relationship the universe (mu'amalah). In the Islamic concept, moral values (ahlakul karimah) are the (worship) with Allah and fellow human beings within the surrounding of environment in accumulation and the culmination from concept, the overall implementation the universe (mu'amalah). In the Islamic moral values (ahlakuleducation karimah)(sharia) are the which is based on a sturdy faith of foundation (aqeedah). A Muslim who has a(sharia) strong accumulation and the culmination from the overall implementation education aqidahiscertainly provisions of (Islamic law) Islam to carry out which based oncomplies a sturdy with faith all of the foundation (aqeedah). A Muslim who has a strong religious orders and leave intentionally all the bans from the religion view, indeed he is aqidah certainly complies with all the provisions of (Islamic law) Islam to carry out called as Muslim taqwa. Associated with the implementation of all provisions of the religious orders and leave intentionally all the bans from the religion view, indeed he is Islamicaslaw intact intaqwa. the whole life (kaffah), Muslim will have moral as it has called Muslim Associated with athe implementation of allvalues provisions ofbeen the practiced particularly by the Prophet of Muhammad SAW. From this emerged, the religion Islamic law intact in the whole life (kaffah), a Muslim will have moral values as it has been as a guideline and lifeby system play anofimportant role SAW. for building character. practiced particularly the Prophet Muhammad From of thishuman emerged, the religion From the above ideas, it is understood that religion is as a guideline and life system as a guideline and life system play an important role for building of human character. which contains seriesideas, of reference norms (as commands thatlife should be From theaabove it is understood that religion isorasprohibitions) a guideline and system known, understood, internalized and practiced. To reach at the level of carrying out the which contains a series of reference norms (as commands or prohibitions) that should be orders orunderstood, leave the bans, a Muslim must learn (toToknow, and to practice). In known, internalized and practiced. reachtoatunderstand, the level of carrying out the other words, to come to the certain level, a Muslim must able to do the good things both orders or leave the bans, a Muslim must learn (to know, to understand, and to practice). In using words, the media and manner. In the context modern civilization, institutions other to come to the certain level, a of Muslim must able to doeducational the good things both (formal) the the answer. It can be said that the civilization, educational institutions possible using the ismedia andright manner. In the context of modern educational are institutions to be more effective and scalable process in that termstheofeducational transfer of institutions knowledge,are transfer of (formal) is the the right answer. It can be said possible values and/or internalization. Nevertheless, informal educational institutionstransfer and nonto be more effective and scalable process intheterms of transfer of knowledge, of formal remain to play an important and strategic role in supporting the success of values and/or internalization. Nevertheless, the informal educational institutions andformal noneducation. Thetosynergy the three and typesstrategic of education determine achievement of formal remain play anofimportant role inwill supporting thethe success of formal nation character building. On the basis of the principle framework and understanding such education. The synergy of the three types of education will determine the achievement of like this, then it is a great deal with the nation’s considerations which all teachers to nation character building. On the basis of the principle framework andrequire understanding such teach religion subject in the learning system of all the education levels as an effort to like this, then it is a great deal with the nation’s considerations which require all teachers to achieve educational goals (faith, piety and noble For learners are effort Muslim, teach religion subject in the learning system of character). all the education levelswho as an to the Islamic subject goals taught(faith, by the in schools / madrasahs named the Muslim, Islamic achieve educational pietyteacher and noble character). For learners who are Religious Education the Islamic subject (PAI). taught by the teacher in schools / madrasahs named the Islamic Being a lesson subject in school, PAI has played an important role in the cultivation Religious Education (PAI). of the Islamic values to students. The subject content containing ethical Being a lesson subject in school, PAI has playedofanPAI important role moral in the and cultivation values of Islamic religion puts PAI the forefront development or of the Islamic values to students. Theatsubject contentfor of the PAIwell containing moral of andmoral ethical religious students. As has already been defined in the Content Standards, PAI has several values of Islamic religion puts PAI at the forefront for the well development of moral or characteristics, namely: PAI isbeen a subject thatinisthe advanced the basic of religious students. As has(1)already defined Content from Standards, PAIteachings has several Islam; (2) PAI aims to form students to be faithful and devoted to Allah, and has noble characteristics, namely: (1) PAI is a subject that is advanced from the basic teachings of characters; (3) PAI three to principals framework, which faith, and Islam; (2) PAI aimsincludes to form the students be faithful and devoted to are; Allah, andsharia, has noble morals (National Education Minister Regulation No. 22 th. 2006). Based on the distinctive characters; (3) PAI includes the three principals framework, which are; faith, sharia, and characteristics, is totallyMinister distinct Regulation from other lesson thatBased is because contents morals (NationalPAI Education No. 22subjects th. 2006). on thethe distinctive characteristics, PAI is totally distinct from other lesson subjects that is because the contents 300

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]

subject of PAI are the truth values and goodness (also beauty) that derived from revelation indeed. The objectives or learning competencies related to PAI in high schools as defined in the passing of standard competence (SKL) is: (1) understanding the verses of the Qur’an regarding with the human functioning as khallifah, democracy and the development of science and technology; (2) increasing the strong believe (iman) to Allah SWT up to the Qodha and Qodar through understanding the special features and Asmaul Husna; (3) doing goods truthfully as husnudhon ', taubat, raja‘, and leave respehensible actions, such as isyraf, tabzir, and slander; (4) understanding the sources of Islamic law and the law taklifi and explaining the law of mu'amalah and family as viewed from the Islamic perspectives; (5) understanding the history of the prophet Muhammad SAW in a long period of Mecca and Medina as well as the development of Islam in Indonesia and in the world (the Content Standards, 2006). In spite of the same nomenclature, but the contents of materials of PAI between schools and madrasah PAI are much different, in terms of broad and depth of materials discussion. For high schools, PAI is provided throughout a single set of subjects taught by a teacher who called a religious teacher. While at madrasahs, PAI is not considerably the specific name but it is as a group of lesson subjects (PAI family), which divided into five subjects taught by different teachers. Based on the "1994 Curriculum " the related subjects include: (1) Quran-Hadith, (2) Aqeedah Moral, (3) Fiqh, (4) History of Islamic Culture, and (5) Arabic. The following objectives of a group of lesson subjects are described briefly in PAI family taught at all educational levels of madrasah. 1. Al-Qura'an Hadith: in order that the students are keen to read the Qur’an and Hadith properly by learning, understanding, getting believe in the truth, and practicing the Islamic teachings and values contained in it as the instructions and guidance in all aspects of life. The scope of the learning discussion include: (1) Ulumul Qur'an and Ulumul Hadith, (2) the selection verses of the Qur’an that presented systematically by providing hadiths that support the chosen verses from the Qur’an. 2. Aqeedah Morals: In particular, this subject is to encourage and increase the learners’ believes which are supposedly to be a morality realization with providing and establishing the knowledge, appreciation, and practice about Aqeedah and Islamic morals. Thus, a Muslim tends to much develop and enhance the quality of faith, the sense being taqwa to Allah SWT and morality in own personal life, society, nation and state. The scope of materials / the lesson study are: (1) aspect of Aqeedah, (2) aspect of the nobel character, and (3) aspect of story model. 3. Fiqh: to equip students to: (1) know and understand the main ideas of Islamic law in detail and comprehensively by putting the naqli and aqli proposition. The knowledge and understanding are expected to be strong guidance within personal and social life; (2) implement and practice the Islamic law properly. The practice is expected to attract the obedience in carrying out the Islamic law, discipline and high social responsibility in personal and social life. The scope of the discussion includes harmony, congruence, and balance between: (a) the human relationship with Allah; (B) the human relationship with fellow human beings; (3) the relationship of man to nature (other than humans) and the environment. 4. History of Islamic Culture (SKI): (1) provides knowledge about the history of Islam and Islamic culture to the students based on the objective and systematic concept in a historical perspective. (2) takes i'tibar, values and meanings that contained in history; (3) instills appreciation and a strong will to practice the Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

301

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

teachings of of Islam Islam based based on on the the analysis analysis of of the the existing existing historical historical facts; facts; (4) (4) forms forms teachings the learners’ learners’ personalities personalities into into noble noble personalities personalities based based on on historical historical figures figures who who the are being the role models. are being the role models. 5. Arabic: Arabic: This This subject subject is is primarily primarily for for the the learners learners to to develop develop in in terms terms of: of: (1) (1) the the 5. ability to listen, speak, read and write well; (2) talk in simple talks but effective ability to listen, speak, read and write well; (2) talk in simple talks but effective throughout aa variety variety of of contexts contexts to to convey convey information, information, thoughts thoughts and and feelings, feelings, as as throughout well as the social relationships in the form of diverse activities, interactive, and fun; well as the social relationships in the form of diverse activities, interactive, and fun; (3) interpret interpret the the content content of of the the text text in in the the form form of of short short and and simple simple writing writing and and then then (3) responding in various interactive and interesting activities; (4) write a short simple responding in various interactive and interesting activities; (4) write a short simple text despite despite various various forms forms of of textin textin order order to to convey convey information information and and express express text thoughts and and feelings; feelings; (5) (5) comprehend comprehend and and appreciate appreciate works works of of literature; literature; (6) (6) the the thoughts addition of vocabulary mastery based on targeted programm to understand the addition of vocabulary mastery based on targeted programm to understand the material source source text text (al-Qur'an (al-Qur'an -- al-Sunnah); al-Sunnah); (7) (7) able able to to speak speak in in reseftif reseftif and and material expressive. The scope of learning Arabic in MA include: (a) language elements; expressive. The scope of learning Arabic in MA include: (a) language elements; words form form (sarf), (sarf), sentences sentences structure structure (nahw), (nahw), mufrodat; mufrodat; (B) (B) speaking speaking activities; activities; words reading (qira'ah), speaking, and writing Arabic skill. reading (qira'ah), speaking, and writing Arabic skill. Although the the frequency frequency and and duration duration of of learning learning are are relatively relatively broader broader and and deeper deeper Although than high schools, in addition to the private madrasah is also added by some extra subjects than high schools, in addition to the private madrasah is also added by some extra subjects of either either local local content content or or local local curriculum. curriculum. In In other other words, words, the the learning learning process process with with the the of content education / religious materials in madrasahs is deeper and more extensive than content education / religious materials in madrasahs is deeper and more extensive than high schools. schools. This This means means that that the the successful successful chances chances in in madrasah madrasah for for the the transformation transformation high and internalization internalization of of religious religious values values achieving achieving the the educational educational purposes purposes (iman, (iman, taqwa taqwa and and and noble values) are greater than high schools. The extra subjects that primarily related to noble values) are greater than high schools. The extra subjects that primarily related to auxiliary sciences sciences (science (science tools) tools) to to support support the the achievement achievement of of religious religious competencies, competencies, auxiliary such as: nahwu / shorof, Ulumul Quran, Ulumul hadith, ushul fiqh and so forth. This This such as: nahwu / shorof, Ulumul Quran, Ulumul hadith, ushul fiqh and so forth. implemented addition addition is is intended intended to to deepen deepen and and enrich enrich the the (religious (religious science) science) religion religion implemented knowledge in accordance with the specific vision mission and to achieve particular goals knowledge in accordance with the specific vision - mission and to achieve particular goals of madrasah, madrasah, like like the the religious religious competence. competence. An An example example is is Madrasah Madrasah Aliyah Aliyah Qudsiyah Qudsiyah of Kudus added a number of religious subjects (Ulumuddin) including the local curriculum in Kudus added a number of religious subjects (Ulumuddin) including the local curriculum in the learning system that are quite similar or even the same as the existing systems applied the learning system that are quite similar or even the same as the existing systems applied in pesantren. pesantren. The The type type and and number number of of subjects subjects as as well well as as aa reference reference book book that that can can be be seen seen in in the following table. in the following table. Tabel 1. Table 1. 1. Tabel The List of Subjects The List of Subjects Local Curriculum Madrasah Aliyah Qudsiyah Kudus The List of of Subjects Local Curriculum of Madrasah Aliyah Qudsiyah Qudsiyah Kudus Kudus Local Curriculum of Madrasah Aliyah Reference Books Books of of Reference NO Name of of Subjects Subjects NO Name Learning Learning 1 Tafsir al-Qur'an Tafsir Jalalain 1 Tafsir al-Qur'an Tafsir Jalalain Tafsir science science Tasrihul Yasir Yasir 22 Tafsir Tasrihul 3 Qiro'ah science 3 Qiro'ah science Hadiths Bulughul Marom Marom 44 Hadiths Bulughul 5 Mustholah Hadiths Mustholah Hadits 5 Mustholah Hadiths Mustholah Hadits Tauhid Tuhfatul Murid Murid 66 Tauhid Tuhfatul 7 Morals (Akhlak) Qifayatul Atqiyak 7 Morals (Akhlak) Qifayatul Atqiyak Mantiq Sulamul Munawaroh Munawaroh 88 Mantiq Sulamul Faroidus Sanniyyah Sanniyyah wa wa Faroidus Doctrine ASWAJA ASWAJA 99 Doctrine Durorul Bahiyyah Durorul Bahiyyah 10 Fiqh Fiqh Takhrir 10 Takhrir 302

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

11 Ushul Fiqh 12 Qowaid al-Fiqhiyah 13 14 15 16 11 17 12 18 13 14 15 16 17 18

Lubabul Ushul Hidayah at-Thobah 1) Durusul Falaqiyah Falak Lugharitma 2) Lughorithma MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) Nahwu – Shorof Ibnu Aqil–Sarah alfiyah Arabic Balaghoh Uqudul Juman Ushul Fiqh Lubabul Ushul Muthola'ah Study certain books Qowaid al-Fiqhiyah Hidayah at-Thobah Qiro’ah Sab’ah Faidulas-Sani 1) Durusul Falaqiyah Falak Lugharitma 2) Lughorithma Nahwu – Shorof Ibnu Aqil–Sarah alfiyah Arabic Balaghoh Uqudul Juman Muthola'ah Study certain books Qiro’ah Sab’ah Faidulas-Sani

— [Supa’at]

Refer to any understanding about the concepts of character education and consider the empirical reality of madrasah educational institutions from the curriculum structure and the learning goals, this educational institution is a model of educational character. This model also called as character-based education that not only has already existed and so far also have had it too. Why we should have to worry to look for the character references from the western education model which is basically different from the ways of Indonesian school needs. It any should be importantabout to understand that of education is education a fundamental issue for Refer to understanding the concepts character and consider a nation that always relates to the culture, perception, and even public beliefs. Systems as the empirical reality of madrasah educational institutions from the curriculum structure and well as the education al goals for a certain society or a country cannot be imported or the learning goals, this educational institution is a model of educational character. This exported from a country or community. In addition to Azyumardi Azra, education must be model also called as character-based education that not only has already existed and so far developed and "stitched" in accordance with the shape and the size of the wearers, by also have had it too. Why we should have to worry to look for the character references identifying the way of life and moral values containeddifferent in the community or the So from the western education model which is basically from the ways of country. Indonesian that, there are no educational concepts and theories that exist or even itmay be applied as school needs. It should be important to understand that education is a fundamental issue for the complete application entire educational schools, the public contextbeliefs. of applying to any athe nation that always relates tointhe culture, perception, and in even Systems as different places and setting (Abudin Nata, 2004: 7). well as the education al goals for a certain society or a country cannot be imported or that or madrasah showed little attraction to society in education some urban areas exportedRecognizing from a country community. In addition to Azyumardi Azra, must be (read: well informed and well educated), to be honest, it can be admitted that is true. developed and "stitched" in accordance with the shape and the size of the wearers, by Disinterest the or even from certain groups of people madrasah due to the identifying way mistrust of life and moral values contained in thetowards community or theiscountry. So perception and belief that this institution is less advanced in learning general subjects that, there are no educational concepts and theories that exist or even itmay be applied as (read: secular education), as a result, reducing the chances to win the competition in the the complete application in entire educational schools, in the context of applying to any competing the educational continuing different places and setting opportunity (Abudin Nata, 2004: 7).to the next level. The learning processes and achievements are not qualified, since most attraction of the madrasahs anyurban shortages, Recognizing that madrasah showed little to societyfacing in some areas particularly from the financial and the quality of human This factis exists (read: well informed and wellaspects educated), to be honest, it can resources. be admitted that true. because nationally, 85% of madrasahs are being managed by private foundations, and the Disinterest or even mistrust from certain groups of people towards madrasah is due to the majority of and madrasahs are situated in the countryside. In Kudus district, from thesubjects total of perception belief that this institution is less advanced in learning general 29 MA, there are only two madrasahs that have official state status, then from the total in of (read: secular education), as a result, reducing the chances to win the competition 55 MTs, there are also twoopportunity state Madrasahs Tsanawiyah, andlevel. whileThe from the total of 133 competing the educational continuing to the next learning processes MI, there is only one with the state status (The data taken from The Religious Affairs of and achievements are not qualified, since most of the madrasahs facing any shortages, Office in Kudus District a year of 2014). particularly from the financial aspects and the quality of human resources. This fact exists they are properly, referring to thebyeight standards of education, becauseWhen nationally, 85%managed of madrasahs are being managed private foundations, and the actually these madrasahs will be “plus” educational institutions and the model of character majority of madrasahs are situated in the countryside. In Kudus district, from the total of education thatareactually needed bythis build the character withtotal faith, 29 MA, there only two madrasahs thatnation have official statenation's status, then from the of devotion character. Although the science education important context of 55 MTs, and therenoble are also two state Madrasahs Tsanawiyah, andiswhile from in thethe total of 133 technological mastery, butthe several of certain policies tooReligious concerned to the MI, there is only one with state status (The data takenthat fromareThe Affairs of cognitive achievement itself by getting less attention to religious education have been Office in Kudus District a year of 2014). alreadyWhen causedthey the are results that our education lost itsto substantive meaning. ofThe balance managed properly, referring the eight standards education, between these cognitive achievement character formation throughand religious education and all actually madrasahs will beand “plus” educational institutions the model of character subjects in that synergy will needed be the answer all the nation's which due to afaith, low education actually bythis to nation build the problems nation's character with morality and the noble character. To be honest, it must be recognized that the mathematical targets through the educational outcomes, the neglect and ostracism of ethical values 303 and Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 religion morality have systematically eliminated and reduced the objectives and holistic values within an educational process. In many cases, when a child has just got religious education from schools, due to one reason or another reason, family and society are not probable to establish the

devotion and noble character. Although the science education is important in the context of technological mastery, but several of certain policies that are too concerned to the cognitive achievement itself by getting less attention to religious education have been already caused the results that our education lost its substantive meaning. The balance ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306 between cognitive achievement and character formation through religious education and all subjects in synergy will be the answer to all the nation's problems which due to a low morality and the noble character. To be honest, it must be recognized that the mathematical targets through the educational outcomes, the neglect and ostracism of ethical values and religion morality have systematically eliminated and reduced the objectives and holistic values within an educational process. In many cases, when a child has just got religious education from schools, due to one reason or another reason, family and society are not probable to establish the atmospher within religious education, so it cannot be denied that the child has got less experience about religious knowledge. Therefore, the child does not have quite preventive to the potentials of disavowals. Regarding to this, the improving of quality and quantity for learning PAI in schools becomes a rational concept to be implemented. How curriculum model structure is suitable to be applied at the schools for educational outcomes has already produced character ized people who also have noble values (ahlakul karimah). Based on empirical facts as well as exposure to the above study, the policy options that could be pursued by the government is the restructuring and reconstruction of the curriculum by adopting a curriculum model that has been applied inmadrasah. An important point that can be drawn from madrassa curriculum is a curriculum balanced composition between secular knowledge (common science) and religious knowledge. With providing the curriculum model and also supported by the infrastructure and appropriate system / model learning, what we want to realize the formulation of national education goals will be achieved soon. From the point of policy theory, the successful chances of character education by adopting a model of Islamic education is greater because of as socio-cultural and socioreligious, madrasah education is one variant that grows and develops from the aspirations and needs of the community (Ummah). As stated by Seidman (1983: 323), education policy or social intervention in education is not necessarily to result in a better change. Because the educational policy and the education itself do not stand alone, yet there are many involved factors which influence and even determine. Not infrequently, a designed policy which is expected to result a change does not produce anything because it is not supported by some certain factors, especially the one which is available in the institution itself. Because as a social paranata of educational institution is an organization that has a tradition / culture which is built to become a reference in the organization, that is the organizational culture. Organisational culture refers to the pattern of beliefs, values and learned ways of coping with experience that have developed during the course of an organisation’s history, and which tend to be manifested in its material arrangement and in the behavioral of its members. In addition, according to Brown, a culture of certain organization contains the contents of an organisation’s culture): (1) artifacts, (2) language, (3) behaviour pattern, (4) norm of behaviour, (5) heroes, (6) symbols and simbolic action, (7) belief, values, and attitudes, (8) ethical codes, (9) basic assumptions, and (10) history (E.D.Brown, 1989:9). E. CONCLUSION AND RECOMMENDATION 1. Conclusion Based on the above explanation, it can be concluded that: a.

b. 304

c.

Having considered from the content and purpose between character education and akhlak education have substantive in common, they are both to shape the character of a nation with certain values. Character education refers to the anthropocentric values of moral education while akhlak education referring to the theocentric values. The central values that referred to the basic and purpose of character education in Indonesia are the values derived from Islamic religion. This is reflected from Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 the nomenclature used in the formulation of national education goals, namely: faith (iman), pious believe (taqwa), and noble values (akhlak). The madrasah education system is a model of educational character or character-based education that is certainly suited to the conditions in Indonesi.

a.

b.

c.

d.

2.

Having considered from the content and purpose between character education and akhlak education have substantive in common, they are both to shape the character of a nation with certain values. Character education refers to the MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at] anthropocentric values of moral education while akhlak education referring to the theocentric values. The central values that referred to the basic and purpose of character education in Indonesia are the values derived from Islamic religion. This is reflected from the nomenclature used in the formulation of national education goals, namely: faith (iman), pious believe (taqwa), and noble values (akhlak). The madrasah education system is a model of educational character or character-based education that is certainly suited to the conditions in Indonesi. Because empirically, this educational institution has already existed before Indonesia's independence, therefore, this educational model could be developed and adopted to be applied in the school system in Indonesia. To establish madrasah as a figure and character education model, there must be a political will from the government in order to help and empower madrasah from various shortcomings, especially from the facilities and funding.

Recommandation Based on the above analysis and conclusion, the writer suggests that: a. The concept and implementation of character education in Indonesia should refer to the values that have lived and evolved in religious society who believe to the Almighty God. b. Because it has a substantive similarity between the characters and the morals (akhlak), so the character education should be developed and always refer to the formation of Islamic individuals who are mukmin, muttaqin, and ahlakul karimah as defined in the national education goals. c. Madrasah education can be served as a prototype and a model for the implementation of character education because this educational model has proved a great contribution in the formation of national character and religious nationalists. d. It is time for the government to wake up for any deficiencies (problems) faced by private madrasahs (related to educational facilities and human resources) to provide assistance in order to increase its capacity. With the help or improve the capacity of the private madrasah, it can be meant that the government has helped a group of citizens who are eligible to get assistance.

REFERENCES Abudin Nata. (1999). Metodologi studi Islam. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada. Ahmad Tafsir. (2002). Metodologi pengajaran agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Allport, G.W. (1964). Pattern and growth of personality.New York: Holt, Renehart and Winston. Azyumardi Azra. (2003).Surau: Pendidikan Islam tradisional dalam transisi dan modernisasi. Jakarta: Logos. Brown, E.D., Organisational culture. (London: Prentice Hall, 1989), hlm. 9. Departeman Pendidikan Nasional (2008). Kamus bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Cet. I. Dharma Kesuma, dkk (2011). Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi.Bandung: Pustaka Aulia Press. Doni Koesoema (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik anak di Zaman Global. Jakarta. Grasindo. Cet. I. Echols, J. M. danHasan Sadily (1987). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet. XV. Fakri Gaffar M. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Yoyakata: Makalah Seminar (8-10 April 2010). Conference on Islamic Education 2016 1st UPI International Prosiding The 305 Goleman, D. (2010). Emotional intelligence (kecerdasan emosional). Alih Bahasa T. Hermaya. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Josephson, M. (2013 ). Making ethical decisions: the Six Pillars character education. New York: Josephson Institute.

Dharma Kesuma, dkk (2011). Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi.Bandung: Pustaka Aulia Press. Doni Koesoema (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik anak di Zaman Global. Jakarta. Grasindo. Cet. I. ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306 Echols, J. M. danHasan Sadily (1987). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet. XV. Fakri Gaffar M. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Yoyakata: Makalah Seminar (8-10 April 2010). Goleman, D. (2010). Emotional intelligence (kecerdasan emosional). Alih Bahasa T. Hermaya. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Josephson, M. (2013 ). Making ethical decisions: the Six Pillars character education. New York: Josephson Institute. Kupperman, J.J. (1983). The foundation of morality. London:George Allen and Unrwin. Langgulung, H. (1997). Manusia dan pendidikan: Suatu analisis psikologi dan pendidikan. Jakarta: Pustaka al-Husna. Lichona, T. (1991). Educating for character: how our school can teach respect and responsibility. New Yok, Toronto. London. Sydney, Aucland: Bantam Book. Musthofa, A. & Aly, A. (1999). Sejarah pendidikan Islam: Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: PT Pustaka Setia. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Rachmat Djatnika (1996). Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka Panjimas. Ratna Megawangi (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Foundation. Ryan, K.dan Bohlin, K.E. (1999). Building character in Schools. Practical Ways to bring Moral Instruction to Life.San Francisco. Jossey Bass. Seidman, E. (1983). Handbook of social intervention. Beverly Hill/London/New Delhi: Sage Publication. Suyanto (2009). Urgensi Pendidiklan Karakter. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah: Jakarta. Undang-Undang RINomor 02 Tahun 1989 tentang Sistem pendidikan nasional. Undang-Undang RINomor 20 Tahun2003tentang Sistem pendidikan nasional. www.chracter.org. (2009:152). Download: 02-05-2013. Zins, J. et al, (2001). Emotional Intelligence and School Success.New York: Phi Delta Kappa. Zuhairini, et al. (2004).Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Bekerja- sama denganDirjen BagaisDeparteme Agama RI.

306

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN PAI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN RADIKALISME DI PTU Supian Ramli* dan K. A. Rahman Universitas Jambi *Email: [email protected] ABSTRACT This paper mostly contains finding of my research entitled “Strategi dan Kebijakan dalam Menetralisir Eksklusivisme kegiatan Kemahasiswaan (Rohis) di PTU (strategy and policy in neutralizing exclusivism in student activities in General University” funded by DP2M DIKTI, where year 2016 is the second year. In the first year, the researcher conducted a comparative study to some General Universities such as Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Jakarta and Universitas Negeri Yogyakarta and spread research questioners to 50 lecturers of Islamic Religious Education in General Universities in Indonesia. In the second year, the researcher conducted Focus Grup Discussion (FGD) in Universitas Jambi with the theme “Strategi Perkuliahan, Pembelajaran, Kegiatan dan Materi Pendidikan Agama Islam di PTU dalam menangkal Eksklusivisme dan Radikalisme (Learning strategy, instruction, activity, and subject matter of Islamic Religious Education in General Universities, in preventing exclusivism and radicalism)”. This paper is a resume of how is the understanding about exclusivism and radicalism in general and how is the role played by Islamic Religious Education in facing its radicalism challenge.

Keyword: Islamic Religious Education, General University, Exclusivism, Radicalism ABSTRAK Tulisan ini sebagian besar merupakan temuan dalam penelitian penulis dengan tema “Strategi dan Kebijakan dalam Menetralisir Eksklusivisme kegiatan Kemahasiswaan (Rohis) di PTU” yang dibiayai oleh DP2M Dikti, yang tahun 2016 ini merupakan tahun kedua. Pada tahun pertama, peneliti melakukan studi banding ke beberapa PTU di Indonesia, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Negeri Yogyakarta dan menyebarkan kuesioner penelitian kepada 50 Dosen PAI pada PTU se-Indonesia. Sedangkan tahun kedua, peneliti mengadakan Focus Grup Discussion (FGD) di Universitas Jambi dengan tema “Strategi Perkuliahan, Pembelajaran, Kegiatan dan Materi Pendidikan Agama Islam di PTU dalam menangkal Eksklusivisme dan Radikalisme”. Tulisan ini merupakan gambaran umum (resume) penelitian yang memberikan gambaran ringkas mengenai bagaimana pemahaman secara umum tentang eksklusivisme dan radikalisme, serta bagaimana peran PAI dalam upaya menghadapi tantangan radikalisme tersebut.

Kata Kunci : PAI, PTU, Eksklusivisme, Radikalisme

A. MELACAK AKAR EKSKLUSIVISME DAN RADIKALISME Menurut Mantan Menteri Agama RI, Prof. Dr. K.H. M. Tolhah Hasan, MA 1, eksklusivisme dalam pemikiran, aktivitas dan kegiatan beragama dan keagamaan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, karena di khawatirkan dapat menjurus menjadi radikalisme agama. Artinya kegiatan dan kehidupan keagamaan yang eksklusif Muhammad Tolhah Hasan, “Islam dan Radikalisme Agama”. Makalah Seminar Nasional “Deradikalisasi Wacana dan Perilaku Keagamaan” (Universitas Negeri Malang, Senin November 2014). 1

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

307

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 307 – 312

dapat saja merupakan akar dari radikalisme agama, sebagaimana merokok merupakan dapat merupakan akar akar dari atau radikalisme tangga pertama darisebagaimana narkoba. Sementara dapat saja saja merupakan agama, merokok radikalisme merupakan agama menurutnya, dengan merujuk kepada kamus Al-Maurid, adalah kemauan untuk dapat saja merupakan akar atau tangga pertama dari narkoba. Sementara radikalisme mengadakan perubahan-perubahan secara ekstrem, drastis bahkan adalah dengan kemauan cara kekerasan agama menurutnya, dengan merujuk kepada kamus Al-Maurid, untuk dalam pemikiran-pemikiran dan tradisi-tradisi yang umum berlaku, atau dalam dan mengadakan perubahan-perubahan secara ekstrem, drastis bahkan dengan carasituasi kekerasan institusi-intitusi yang eksis. dan tradisi-tradisi yang umum berlaku, atau dalam situasi dan dalam pemikiran-pemikiran Sikap-sikap golongan institusi-intitusi yang eksis. radikal yang literalis dengan interpretasi yang eksklusif, yang menganggap orang golongan lain semua salah.yang Menurut Abu Zahroh, mereka yang memiliki kebenaran Sikap-sikap radikal literalis dengan interpretasi eksklusif, yang yang absolut, atau dalam Istilah Abu Zahroh “La yaqbalu al-khatha’ min nafsihi wa la menganggap orang lain semua salah. Menurut Abu Zahroh, mereka memiliki kebenaran yaqbalu al-shawab min al-ghoyr” (tidak mau“La menerima tidakwa mau yang absolut, atau dalam Istilah Abu Zahroh yaqbalu kesalahannya al-khatha’ mindan nafsihi la menerima kebenaran orang lain). Hal-hal yang menjadi karakteristik atau dapat memicu yaqbalu al-shawab min al-ghoyr” (tidak mau menerima kesalahannya dan tidak mau radikalisme saat ini adalah; (a) pemahaman danmenjadi penghayatan agamaatau yangdapat ekstrim, (b) menerima kebenaran orang lain). Hal-hal yang karakteristik memicu kekaguman terhadap superioritas diri atau kelompok, (c) fanatisme radikalisme saat ini adalah; (a) pemahaman dan penghayatan agama yang ekstrim, (b) golongan/madzhab/faham berlebihan, (d) sendiri, orang(c) lain yang tidak kekaguman terhadap yang superioritas dirimerasa ataubenarkelompok, fanatisme sama dengannya dipandangyang pastiberlebihan, salah, (e) sistem pendidikan agama yang baik golongan/madzhab/faham (d) merasa benar sendiri, orangtidak lain benar, yang tidak materi maupun metodologinya, dan (f) karena ada desain rekayasa dari kelompok sama dengannya dipandang pasti salah, (e) sistem pendidikan agama yang tidak benar, baik kepentingan tertentu. (Hasan:2014)dan (f) karena ada desain rekayasa dari kelompok materi maupun metodologinya, Pentingnya mengantisipasi kepentingan tertentu. (Hasan:2014) radikalisme, karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan beragama,mengantisipasi apalagi dalam kehidupan berbangsa bernegara. Sebagai sebuah Pentingnya radikalisme, karena dan dapat merusak sendi-sendi negara yang berdasarkan Pancasila dengan mengedepankan 4 pilar kehidupan berbangsa kehidupan beragama, apalagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuah dan bernegara, maka kegiatan-kegiatan yangmengedepankan bernuansa ata mengarah kepada radikalisme negara yang berdasarkan Pancasila dengan 4 pilar kehidupan berbangsa harus mendapat perhatian dari semua pihak. dan bernegara, maka kegiatan-kegiatan yang bernuansa ata mengarah kepada radikalisme harus mendapat perhatian dari semua pihak. B. EKSKLUSIVISME DAN RADIKALISME KEGIATAN KEAGAMAAN DI B. PTU EKSKLUSIVISME DAN RADIKALISME KEGIATAN KEAGAMAAN DI Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum (PTU) bertujuan, selain PTU membimbing mahasiswa agar memiliki nilai-nilai Tinggi keagamaan dalam kehidupannya Pendidikan Agama Islam di Perguruan Umum (PTU) bertujuan,dengan selain meningkatkan keimanan, agar ketakwaan dan akhlak keagamaan mulia, juga dalam untuk kehidupannya membina kehidupan membimbing mahasiswa memiliki nilai-nilai dengan beragama yangkeimanan, inklusif dan toleran, baik intern pemeluk agama Islam maupunkehidupan terhadap meningkatkan ketakwaan dan akhlak mulia, juga untuk membina penganut lain. Dalam situasibaik beragam danagama aliranIslam pemikiran keagamaan beragama agama yang inklusif dan toleran, intern corak pemeluk maupun terhadap dewasa ini, tugas pembina keagamaan dan dosen agama di PTU menjadi sangat berat. penganut agama lain. Dalam situasi beragam corak dan aliran pemikiran keagamaan Dalam seperti ini, keagamaan seolah-olahdan sedang antarasangat pembinaan dewasa situasi ini, tugas pembina dosen terjadi agama pergulatan di PTU menjadi berat. keagamaan di PTU dengan corak pemikiran agama yang sedang menjadi mainstream. Dalam situasi seperti ini, seolah-olah sedang terjadi pergulatan antara pembinaan Yang tidak kalah pentingnya di lingkungan kampus dalam mainstream. membentuk keagamaan di PTU dengan adalah corak pengaruhnya pemikiran agama yang sedang menjadi corak pemikiran agama dalam keagamaan, intra kampus Yang tidak kalah pentingnya adalahorganisasi-organisasi pengaruhnya di lingkungan kampusbaik dalam membentuk semacam Rohis, LDK dan lain-lain, maupun ekstra kampus, semacam HMI, PMII, IMM, corak pemikiran agama dalam organisasi-organisasi keagamaan, baik intra kampus KAMMI, HTI dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini jauh semacam lebih intens berkomunikasi semacam Rohis, LDK dan lain-lain, maupun ekstra kampus, HMI, PMII, IMM, dalam mengarahkan dan mengembangkan corak pemikiran keagamaan, ketimbang KAMMI, HTI dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini jauh lebih intens berkomunikasi pembina resmi kehidupan (baca: Dosen agama) kampus. keagamaan, ketimbang dalam mengarahkan danagama mengembangkan corak di pemikiran Menurut Azyumardi Azra, kelompok eksklusif ini merupakan kelompok mahasiswa pembina resmi kehidupan agama (baca: Dosen agama) di kampus. muslimMenurut yang lebih berorientasi pengamalan Islam secara kelompok menyeluruh, kaffah. Azyumardi Azra, kepada kelompok eksklusif ini merupakan mahasiswa Kelompok-kelompok mahasiswa ini, apakah karena pengaruh gerakan internasional Islam muslim yang lebih berorientasi kepada pengamalan Islam secara menyeluruh, kaffah. Ikhwanul Muslimin (Mesir), Jamaat Islami (Pakistan) dan organisasi-organisasi Kelompok-kelompok mahasiswa ini, apakah karena pengaruh gerakan internasional Islam internasional lainnya, atau hasil Jamaat kreasi lokal para(Pakistan) mahasiswa dan Islamorganisasi-organisasi Indonesia, mereka Ikhwanul Muslimin (Mesir), Islami mengadakan pengkajian-pengkajian Islam secara intensif, dalam bentuk Usrah-Usrah atau internasional lainnya, atau hasil kreasi lokal para mahasiswa Islam Indonesia, mereka Liqo’. Kelompok mahasiswa Islam ini pulasecara yang kemudian mendirikan mentoring mengadakan pengkajian-pengkajian Islam intensif, dalam bentukkegiatan Usrah-Usrah atau atau tutorial di kampus-kampus, khususnya di PTU, bahkan kegiatan tersebut sekarang Liqo’. Kelompok mahasiswa Islam ini pula yang kemudian mendirikan kegiatan mentoring sudah mendapatkan legitimasi ilmiah melalui UKM Rohis di kampus-kampus (Azra:2002). atau tutorial di kampus-kampus, khususnya di PTU, bahkan kegiatan tersebut sekarang sudah mendapatkan legitimasi ilmiah melalui UKM Rohis di kampus-kampus (Azra:2002). 308

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN PAI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ... — [Supian Ramli dan K. A. Rahman]

Dan sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Munawar Rahmat2, bahwa responden yang aktif di organisasi ekstra KAMMI dan HTI lebih dominan pada corak berpikir eksklusif. Fenomena eksklusivisme keagamaan di kampus PTU memang merupakan fenomena umum dewasa ini. Dalam beberapa kali pertemuan Nasional Dosen PAI di PTU, sinyalemen tersebut semakin kuat dan diakui oleh utusan-utusan PTU dari seluruh Indonesia. Tetapi semua mereka hampir masih memiliki pemikiran yang sama, menghentikan aktivitas mereka sama saja dengan mematikan kegiatan agama. Selain itu kegiatan mereka juga sangat membantu dalam suasana kehidupan keagamaan di kampus. Sedangkan membiarkan mereka sama saja dengan membiarkan menguatnya corak pemikiran keagamaan yang eksklusif. Sehingga seperti buah “simalakama”, dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati. C. Pendidikan Agama Islam (PAI) Menghadapi Tantangan Radikalisme di PTU Upaya untuk mencegah dan memberantas pemahaman dan ekspresi beragama yang radikal dapat dilakukan dengan program-program berikut :3 No Upaya Uraian 1 Pendidikan dan Pencegahan dan pemberantasan paham radikal dilakukan Pembinaan melalui pendidikan agama Islam yang terbuka, komprehensip, kontekstual historik, pendekatan antroposentris, dan pembelajaran yang dialogis 2 Dakwah Dakwah Islam yang tidak ideologis dan politis, mengedepankan dialog dan keterbukaan, menghargai budaya dan kearifan lokal, dan mengarusutamakan moderatisme Islam. Di kalangan Islam perlu digelorakan semangat Islam rahmatan lil alamin. 3 Politik Ketegasan pemerintah dan DPR dalam menghadapi tindakan kekerasan dan anarkisme dengan cara: keseimbangan antara kebebasan dan kepentingan untuk meindungi keamanan bangsa dan negara, dukungan politik bagi aparat keamanan untuk melakukan tindakan terhadap aksi radikal. Di samping itu perlu dibangkitkan kesadaran para pemimpin bangsa, pemerintah, pimpinan keagamaan yang moderat tentang adanya ancaman radikalisme, lalu diikuti sinergi antara mereka dengan aparat penegak hukum untuk merespon radikalisme. 4 Hukum Dilakukan dengan: 1)memperkuat kerangka hukum seperti kriminalisasi terhadap propaganda yang mengarah pada kebencian dan permusuhan, dan kriminalisasi terhadap yang Rahmat, Munawar. “Corak Berpikir.. Di Universitas Jambi, Peneliti pernah menelusuri media sosial Żacebook (Kajian dan Syi’ar Ar-Rahman dan Humas Rohis Arrahman, di copy tanggal 21 Oktober 2015), yang menggambarkan temuan yang sama, kajian-kajian yang dilakukan maupun status-status yang dimuat, sangat kental dengan nuansa eksklusifisme, sehingga salah satu media sosial (yang menamakan dirinya “Unja Independen” menulis “Kampus saya jadi sarang PKS, kalau di luar kampus itu PKS, kalau di kampus jelmaan PKS itu KAMMI, Rohis dan BEM serta UKM-UKM lain”. 3 Data dan Tabel ini disampaikan oleh Dr. Andy Hadiyanto, MA dalam “Pendidikan Agama Islam Menghadapi Tantangan Radikalisme” pada “Żocus żroup Discussion” Strategi Perkuliahan, Pembelajaran, Kegiatan dan Materi Pendidikan Agama Islam di PTU dalam menangkal Eksklusivisme dan Radikalisme” di Universitas Jambi, 3 Juni 2016. Menurut Andy, tabel inidikonstruk dengan memadukan pandangan informan dan uraian penulis tentang Pendidikan Agama Islam berbasis toleransi, serta uraian pimpinan BNPT Ansyaad Mbai tentang upaya deradikalisasi 2

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

309

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 307 – 312

melakukan pelatihan militer, 2) tegakkan UU melakukan pelatihan militer, kewarganegaan 2) tegakkan orang UU kewarganegaraan, dengan mencabut kewarganegaraan, dengan dan mencabut kewarganegaan orang yang mengangkat sumpah janji setia pada negara asing, yang mengangkat sumpah untuk dan janji setia padakeluar negaramasuk asing, 3) perketat keimigrasian mengawasi 3) perketat keimigrasian untuk mengawasi keluar tentang masuk jaringan teroris, dan 4) tegakkan hukum pidana jaringankegiatan teroris, konspirasi, dan 4) tegakkan hukummakar pidana terhadap tentang setiap dan upaya setiap kegiatan konspirasi, dan upaya makar terhadap negara. negara. Pembelajaran, perkuliahan, materi dan kegiatan yang dilakukan dalam konteks mata kuliah Pembelajaran, perkuliahan, materi danlingkaran kegiatan Islam yang dilakukan dalam konteks mata kuliah PAI di PTU harus diupayakan dalam yang moderat, toleran, bersatu dalam PAI di PTUdan harus diupayakandalam dalam kemajemukan. lingkaran IslamKarena yang moderat, toleran, bersatu istilah dalam perbedaan kebersamaan Islam itu –meminjam perbedaan dan kebersamaan dalam kemajemukan. Karena Islam itu –meminjam istilah Said Agil Siroj (2015:125), sebagai agama ilmu, agama intelektual, agama kemajuan dan Said Agil Siroj (2015:125), agama ilmu, agama intelektual, agamaada kemajuan dan agama peradaban. Demikiansebagai pula materi yang disampaikan, paling tidak empat pilar agama peradaban. Demikian pula materi yang disampaikan, paling tidak ada pilar utama materi pembelajaran, yakni (1) nilai-nilai Islam (Ruh al-Din), (2) empat Nilai-nilai utama materi pembelajaran, yakni (1) nilai-nilai Islam (Ruh al-Din), (2) (Ruh Nilai-nilai Nasionalisme (Ruh al-Wathaniyyah), (3) Nilai-nilai Kemajemukan alNasionalisme (Ruh al-Wathaniyyah), Kemajemukan (Ruh alTa’addudiyyah), dan Nilai-nilai Kemanusiaan(3)(RuhNilai-nilai al-Insaniyyah). Ta’addudiyyah), Nilai-nilai (Ruh persoalan al-Insaniyyah). Dosen PAI padadanPTU yang Kemanusiaan dihadapkan pada “pelik” eksklusivisme dan Dosen PAI ini, pada PTU yang dihadapkan pada persoalan “pelik” “wasit” eksklusivisme dan radikalisme hendaknya (1) mampu memposisikan dirinya sebagai yang berdiri radikalisme ini,golongan, hendaknyatidak (1) mampu memposisikan dirinya sebagaiemas-kan “wasit” yang berdiri di atas semua boleh memihak apalagi meng-anak kelompokdi atas semua golongan, tidak boleh memihak apalagi meng-anak kelompokkelompok tertentu, (2) merangkul anak didik yang disinyalir atau emas-kan sudah teridentifikasi kelompok tertentu, (2)eksklusivisme merangkul anak yang disinyalir ataudan sudah masuk ke dalam ranah dan didik radikalisme tersebut, (3) terusteridentifikasi mengajarkan masuk ke kebersamaan dalam ranah eksklusivisme dan radikalisme tersebut,terutama (3) dan terus mengajarkan nilai-nilai Islam dalam semua lingkup kehidupan, di dalam kampus. nilai-nilai kebersamaan Islam dalam semua lingkup kehidupan, terutama di dalam kampus. REFERENSI REFERENSI Abd A’la, Jahiliyah Kotemporer dan Hegemoni Nalar Kekerasan, Yogyakarta: LkiS, Abd A’la, 2014.Jahiliyah Kotemporer dan Hegemoni Nalar Kekerasan, Yogyakarta: LkiS, 2014. Muhammad. Tarikh al-madzahib al-Islamiyah I. Kairo : Dar al-Fikr alAbu Zahroh, Abu Zahroh, Muhammad. Tarikh al-madzahib al-Islamiyah I. Kairo : Dar al-Fikr al‘Araby.tt. ‘Araby.tt. Abu al-Żida’ Ismail bin Umar bin Kasir al-Qarsy al-Dimasyq, Tafsir al-Quran al-‘Azhim, Abu al-Żida’ Ismail bin Kasir al-Qarsy al-Dimasyq, al-Quran lial-‘Azhim, ditahqiq oleh bin SamiUmar bin Muhammad Salamah. Juz IV. t.t :Tafsir Dar Thayyibah al-Nasyr ditahqiq oleh Sami wa al-Tauzi’, 1999. bin Muhammad Salamah. Juz IV. t.t : Dar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, Abdurrahman Wahid,1999. Ed., Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Abdurrahman Wahid, Ed.,The IlusiWahid Negara Islam: 2009. Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta: Institute, Indonesia. Jakarta: Wahid Institute,Maqayis 2009. al-Lughoh, ditahqiq oleh Abd alAbu al-Husain Ahmad binThe Faris bin Zakaria, Abu al-Husain Ahmad binHarun. Faris t.t bin: Ittihad Zakaria, Maqayis al-Lughoh, Salam Muhammad al-Kitab al-‘Arabi, 2002.ditahqiq oleh Abd alSalam Muhammad Harun. t.t : Ittihad al-Kitab al-‘Arabi, 2002. dalam Mushaf alAbu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Wahidi al-Naisaburi, Asbab al-Nuzul Abu al-Hasan bin Ahmad al-Wahidi al-Naisaburi, Asbab al-Nuzul dalam Mushaf alHaram ‘Ali al-Makki, Cet. XXV. Damaskus: Dar al-Fajr al-Islami, 2005. HaramSalim, al-Makki, XXV.Konsepsi Damaskus: Dar al-Fajr al-Islami, 2005. Abdul Muin FiqhCet. Siyasah: Kekuasaan Politik dalam Al-Quran. Jakarta: Abdul Muin Salim, Fiqh Persada, Siyasah: 2002. Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran. Jakarta: PT. Raja Grafindo PT. Muhammad Raja Grafindo Abu Ja’far binPersada, Jarir bin2002. Yazid bin Kasir bin żhalib al-Amali al-Thabari, Jami’ Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Kasir bin Ahmad żhalib al-Amali al-Thabari, al-Bayan fi Takwil al-Quran, ditahqiq oleh Muhammad Syakir.Jami’ t.t: al-Bayan fiRisalah, Takwil2000. al-Quran, ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir. t.t: Muassasah Muassasah Risalah, 2000. Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, ditahqiq oleh Abu Abd Allah Muhammad bin Yazid al-Quzwaini, Muhammad Fuad Abd al-Baqi. Beirut: Dar al-Fikr,Sunan t.th. Ibn Majah, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqi. Beirut: DarMusnad al-Fikr,Ahmad, t.th. Aba ‘Abd Allah Ahmadbin Hanbal al-Syaibani, dita’liq oleh Syu’aib alAba ‘Abd AllahKairo: Ahmadbin Hanbal al-Syaibani, Arnaut. Muassasah Qurtubah, t.th. Musnad Ahmad, dita’liq oleh Syu’aib alArnaut. Muassasah t.th. Abu ‘Abd AllahKairo: Muhammad bin Qurtubah, Isma’il al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih al-Bukhari, ditahqiq Abu ‘Abd Muhammad bin Isma’il Shahih al-Bukhari, ditahqiq olehAllah Mustafa Daib Elbagha, Cet. III.al-Bukhari Beirut: Daral-Ja’fi, Ibn Katsir, 1987. oleh Mustafa Daib Elbagha, Cet. III. Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987. 310

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PERAN PAI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ... — [Supian Ramli dan K. A. Rahman]

Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil, Cet. IV. t.t: Dar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1997. Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa al-‘Uyun Aqawil fi Wujuh al-Takwil, ditahqiq oleh ‘Abd al-Razzaq al-Mahdi. Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, t.th. Ahmad Syafii Maarif, Pengantar dalam Haedar Nashir, Islam Syariat. Ahmad Yani Anshori, “Konsep Jihad Imam Samudera Versus Nasir Abbas” dalam Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 43 Edisi Khusus, 2009, h. 224 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Cet. II. Juz XXXVI. t.t : Muassasah alRisalah, 1999. Andy Hadiyanto, MA. “Pendidikan Agama Islam Menghadapi Tantangan Radikalisme” pada “Żocus żroup Discussion” Strategi Perkuliahan, Pembelajaran, Kegiatan dan Materi Pendidikan Agama Islam di PTU dalam menangkal Eksklusivisme dan Radikalisme” di Universitas Jambi, 3 Juni 2016. Andy Hadiyanto, Wacana Islam Aliran dalam Menghadapi Modernisasi, Presentasi pada Seminar Sehari PK PMII UNJ “Islam Indonesia : ‘Antara Agama dan Kebudayaan’ ”Masjid Nuurul Irfaan UNJ, Kamis 29 Juni 2006 Al-Raghib al-Asfihani, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Quran, ditahqiq oleh Nadim Mar’asyli (Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Al-Syihrastani, Muhammad Abdul Karim. Al-Milal Wan-Nihal. Beirut: Dar el-Fikr al‘Arabi. Tt. Azra, Azyumardi. “Kelompok ‘Sempalan’ di Kalangan Mahasiswa PTU: Anatomi SosioHistoris, dalam Fuadduddin & Cik Hasan Bisri (Ed), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta: Logos. 2002. Bakti, A.S. Darurat Terorisme, Kebijakan Pencegahan, perlindungan dan Deradikalisasi. Jakarta: Daulat Press, 2014. HaedarNashir, Islam Syariat, Bandung: Mizan, 2013. Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic : Arabic-English, Cet. III. London: McDonald &Evans Ltd., Beirut: Maktabah Lebanon, 1974. Huda, Muhammad A.Y. “Melacak Akar Radikalisme atas Nama Agama dan Ikhtiar Memutus Rantainya”. Makalah Seminar Nasional “Deradikalisasi Wacana dan Perilaku Keagamaan” (Universitas Negeri Malang, Senin November 2014). Imam Samudera, Aku Melawan Teroris.Solo: Jazeera, 2004. John M. Echols. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 2005. Joko Santoso, “Pidato pada Pertemuan Ormas Islam dan Tokoh Nasional di Kantor PBNU” September 2009 Kontras, NII Masuk Kampus, Jakarta: Kontras, 2011. Muhammad Muhibbuddin. Terapi Hati, Yogyakarta: Buku Pintar, 2012. Muhammad Tolhah Hasan, “Islam dan Radikalisme Agama”. Makalah Seminar Nasional “Deradikalisasi Wacana dan Perilaku Keagamaan” (Universitas Negeri Malang, Senin November 2014). Muhammad Haniff Hassan, Pray to Kill, Jakarta: Grafindo, 2006. Mustafa Akyol, Islam tanpa Ekstrimisme, Jakarta: Alex Media Komputindo, 2014. Purwawidada, F. Jaringan Baru Teroris Solo. Jakarta: Kepustakaan PopulerGramedia, 2014. Rahmat, Munawar. “Corak Berpikir Agama Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum”, Laporan Penelitian, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.2009. Said Agiel Siradj, Islam Keras dan Santun, dalam harian umum Kompas, Jum’at 4 September 2009. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

311

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 307 – 312

Said

Agil Siroj. Meneguhkan Islam Nusantara, Biografi Pemikiran dan KiprahKebangsaan Prof. Dr. KH. Said Agil Siroj, MA. Jakarta : PT. KHALISTA, 2015. Shofiy, Lu’aiy. Mustaqbal al-Islam fi Ru’yatihi al-Hadloriyyah. Damaskus: Dar al-Fikr, 2004. Tim Penulis, Diary Perdamaian: Mengenal, Mewaspadai, dan Mencegah Terorisme di Kalangan Generasi Muda, Jakarta: BNPT, 2014. http://www.triaspolitica.net/peneliti-lipi-sebut-organisasi-kemahasiswaan-kammi-ajarkanideologi-radikalisme/ diunduh, 28 Pebruari 2016.

312

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

SISTEM PENDIDIKAN PENDIDIKAN GURU GURU BERBASIS BERBASIS ISLAM ISLAM SISTEM Syahidin Syahidin Universitas Pendidikan Pendidikan Indonesia Indonesia Universitas Email: [email protected] [email protected] Email: ABSTRACT ABSTRACT In educational educational system, system, teacher teacher and and lecturer lecturer play play an an important important rule rule that that cannot cannot be be replaced replaced In by anyone anyone or or anything anything else. else. High High technology technology can can only only help help to to implement implement the the function function and and by role of them, but it is impossible to replace totally their role which is full of humanistic role of them, but it is impossible to replace totally their role which is full of humanistic values such such as as love love and and mercy. mercy. These These values values disappeared disappeared in in modern modern educational educational system. system. values To cope with this problem, modern educational system should train qualified teacher and To cope with this problem, modern educational system should train qualified teacher and lecturer candidates candidates with with three three things: things: 1) 1) recruitment recruitment of of teacher teacher and and lecturer lecturer should should consider consider lecturer morality, passion, talent, and competence aspect as professional worker candidates; 2) morality, passion, talent, and competence aspect as professional worker candidates; 2) training system of teacher candidate should be prepared early and conducted congruently training system of teacher candidate should be prepared early and conducted congruently and sustainably; sustainably; and and 3) 3) the the appreciation appreciation of of society society and and government government toward toward the the profession profession and of teacher and lecturer should be showed clearly by placing them in an honored position. of teacher and lecturer should be showed clearly by placing them in an honored position. Islamic educational educational system system based based on on Islam Islam has has opened opened aa horizon horizon and and wide wide hope hope in in Islamic improving a modern educational orientation and maintaining its essence. improving a modern educational orientation and maintaining its essence. Keyword: Profession, Profession, Teacher Teacher Competence, Competence, Muslim Muslim Teacher Teacher Keyword: ABSTRAK ABSTRAK Dalam dunia dunia pendidikan, pendidikan, guru guru dan dan dosen dosen memegang memegang peran peran utama utama yang yang tidak tidak bisa bisa Dalam digantikan oleh siapapun. Produk teknologi canggih hanya mampu membantu dalam digantikan oleh siapapun. Produk teknologi canggih hanya mampu membantu dalam melaksanakan fungsi fungsi dan dan peran peran guru guru dan dan dosen, dosen, namun namun tidak tidak mungkin mungkin menggantikan menggantikan peran peran melaksanakan mereka secara utuh yang syarat dengan sentuhan nilai nilai kemanusiaan seperti cinta dan mereka secara utuh yang syarat dengan sentuhan nilai nilai kemanusiaan seperti cinta dan kasih sayang. sayang. Nila Nila inilah inilah yang yang hilang hilang dalam dalam sistem sistem pendidikan pendidikan modern. modern. Untuk Untuk mengatasi mengatasi kasih permasalah tersebut, sistem pendidikan modern perlu mempersiapakan calon guru dan dan permasalah tersebut, sistem pendidikan modern perlu mempersiapakan calon guru dosen yang yang berkualitas berkualitas dengan dengan tiga tiga hal hal ;; 1) 1) rekruitmen rekruitmen calon calon guru guru dan dan dosen dosen perlu perlu dosen mempertimbangkan aspek moralitas, minat bakat, serta aspek kompetensi sebagai calon mempertimbangkan aspek moralitas, minat bakat, serta aspek kompetensi sebagai calon tenaga profesional profesional 2) 2) system system pembinaan pembinaan calon calon guru guru harus harus disiapkan disiapkan sejak sejak dini dini dan dan tenaga dilakukan secara conkuren dan berkelanjutan, dan, 3) penghargaan masyarakat dan dilakukan secara conkuren dan berkelanjutan, dan, 3) penghargaan masyarakat dan pemerintah terhadap profesi guru dan dosen harus ditunjukan secara jelas dengan pemerintah terhadap profesi guru dan dosen harus ditunjukan secara jelas dengan menempatkan mereka mereka pada pada posisi posisi terhormat. terhormat. Sistem Sistem pendidikan pendidikan guru guru berbasis berbasis Islam Islam telah telah menempatkan membuka cakrawala dan harapan besar dalam memperbaiki orientasi pendidikan modern membuka cakrawala dan harapan besar dalam memperbaiki orientasi pendidikan modern agar tidak tidak kehilangan kehilangan makna makna esensinya. esensinya. agar Kata Kunci: Kunci: Profesi, Profesi, Kompetensi Kompetensi Guru, Guru, dan dan Guru Guru Muslim Muslim Kata A. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Pada pertengahan pertengahan abad abad ke ke 20 20 di di kalangan kalangan para para pengamat pengamat pendidikan pendidikan Amerika Amerika dan dan Pada Eropa, pada pada mereka mereka timbul timbul suatu suatu kegelisahan kegelisahan yang yang serius serius tentang tentang kehidupan kehidupan umat umat manusia manusia Eropa, masa depan. Kegelisahan tersebut dilatar belakangi oleh realitas bahawa pendidikan masa depan. Kegelisahan tersebut dilatar belakangi oleh realitas bahawa pendidikan modern hanya hanya berorientasi berorientasi pada pada kepentingan-kepentingan kepentingan-kepentingan yang yang bersipat bersipat pragmatis, pragmatis, kurang kurang modern peduli terhadap terhadap upaya upaya pengembangan pengembangan kepribadian kepribadian peserta peserta didik didik secara secara utuh. utuh. Fungsi Fungsi dan dan peduli peran guru sebagai pendidik sudah banyak digantikan oleh alat-alat elektronik. Analisis peran guru sebagai pendidik sudah banyak digantikan oleh alat-alat elektronik. Analisis Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

313

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 313 – 319

mereka berkesimpulan bahwa sistem pendidikan modern telah menghasilkan para saintis mereka berkesimpulan bahwatapi sistem pendidikan modern telah menghasilkan para saintis dan teknokrat yang handal, tidak melahirkan para lulusan yang memiliki integritas mereka berkesimpulan bahwatapi sistem pendidikan modern telah menghasilkan para saintis dan teknokrat yang handal, tidak melahirkan para lulusan yang memiliki integritas kepribadian. Praktik pendidikan cenderungan lebihlulusan menekankan pada integritas perolehan dan teknokrat yang handal, tapi tidakcenderungan melahirkan para yang memiliki kepribadian. Praktik pendidikan lebih menekankan pada perolehan pengetahuan dan keterampilan murid secara matanglebih (education for workpada and skills), tidak kepribadian. Praktik pendidikan menekankan perolehan pengetahuan dan keterampilan muridcenderungan secaramemahami matang (education for worknilai-nilai and skills), tidak lagi membekali kemampuan murid untuk dan memaknai esensial pengetahuan dan kemampuan keterampilan murid murid untuk secara memahami matang (education for worknilai-nilai and skills), tidak lagi membekali dan memaknai esensial kemanusiaan (Phenix, 1963)murid (Mc Connel, 1960). sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang lagi membekali kemampuan untuk memahami dan memaknai nilai-nilai esensial kemanusiaan (Phenix, 1963) (Mc Connel, 1960). sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diberi potensi sempurna. kemanusiaan (Phenix, 1963) (Mc Connel, 1960). sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diberi potensi sempurna. Deklarasi dunia tentang pembangunan pendidikan menyepakati bahwa orientasi diberi potensi sempurna. Deklarasi duniadiarahkan tentang pada pembangunan pendidikan menyepakati bahwa orientasi pendidikan ke depan dua hal secara seimbang yaitu; education for work Deklarasi duniadiarahkan tentang pembangunan pendidikan menyepakati bahwa orientasi pendidikan ke depan pada dua hal secara seimbang yaitu; education for work dan education for life. Education for hal work diarahkan padayaitu; kemampuan memahami pendidikan ke depan diarahkan pada dua secara seimbang education for work dan education for life. Education for work diarahkan pada kemampuan memahami berbagai teori for danlife. ketrampilan sebagai bekaldiarahkan untuk mengelola sumber memahami daya alam. dan education Education for work pada kemampuan berbagai teori dan ketrampilan sebagai bekal untuk mengelola sumber daya alam. Sedangkan education for life diarahkan pada pendidikan moral, etika dan estetika untuk berbagai teori dan ketrampilan sebagaipada bekal untuk mengelola sumber daya alam. Sedangkan education fordalam life diarahkan pendidikan moral, etika dan estetika untuk mencapai kebahagiaan menjalani kehidupan. Namun deklarasi dunia nampaknya Sedangkan education fordalam life diarahkan pada pendidikan moral, etika dan estetika untuk mencapai kebahagiaan menjalani kehidupan. Namun deklarasi dunia nampaknya belum menyentuh pada dalam pembinaan dan pengembangan guru secara utuh.dunia nampaknya mencapai kebahagiaan menjalani kehidupan. Namun deklarasi belum menyentuh pada pembinaan dan pengembangan guru secara utuh. Rendahnyapada mutu guru (pendidik – bukan pengajar) dewasa ini disebabkan tiga belum menyentuh pembinaan dan pengembangan guru secara utuh.ini Rendahnya mutu gurupendidikan (pendidik – bukan pengajar) dewasa disebabkan tiga faktor Rendahnya ; Pertama mutu ; sistem calon guru semakin tidak jelas. Dikalangan gurupendidikan (pendidik –calon bukan pengajar) dewasa ini disebabkan tiga faktor ; Pertama ; sistem guru semakin tidak jelas. Dikalangan masyarakat, muncul suatu pandangan bawa pekerjaan mendidiktidak merupakan sebuah profesi faktor ; Pertama ; suatu sistempandangan pendidikan calon guru mendidik semakin jelas. sebuah Dikalangan masyarakat, muncul bawa pekerjaan merupakan profesi yang sangat terbuka. Pandangan tersebut sangat beralasan mengingat lembaga-lembaga masyarakat, muncul suatu pandangan bawa pekerjaan mendidik merupakan sebuah profesi yang sangatcalon terbuka. Pandangan tersebut sangat beralasan mengingat lembaga-lembaga pendidikan guruPandangan semakin tidak jelas sangat arahnya. Siapapunmengingat boleh melamar menjadi guru yang sangat terbuka. tersebut beralasan lembaga-lembaga pendidikan calon guruS1semakin tidak jelas arahnya. Siapapungurudan boleh melamar menjadi guru asal memiliki ijazah sebagai persyaratan utama menjadi dan memiliki koneksi pendidikan calon guruS1semakin tidak jelas arahnya. Siapapungurudan boleh melamar menjadi guru asal memiliki ijazah sebagai persyaratan utama menjadi dan memiliki koneksi di sekolah yang akan dia masuki. Persepsi utama ini diperkuat oleh regulasi pemerintah tentang asal memiliki ijazah S1dia sebagai persyaratan menjadi gurudan danpemerintah memiliki koneksi di sekolah yang akan masuki. Persepsi ini diperkuat oleh regulasi tentang pengangkatan guru. Kondisi ini mengakibatkan kelangkaan guru profesional, namun disisi di sekolah yangguru. akanKondisi dia masuki. Persepsi ini diperkuat olehguru regulasi pemerintah tentang pengangkatan ini mengakibatkan kelangkaan profesional, namun disisi lain kelebihan para pengajar. Kondisi ini diperparah oleh sistem yang berlaku di lembagapengangkatan guru. ini mengakibatkan kelangkaan guru profesional, namun disisi lain kelebihan para Kondisi pengajar. Kondisi ini diperparah oleh sistem yang para berlaku di lembagalembaga pendidikan keguruan yang ini hanya mampuoleh menghasilkan calon pengajar lain kelebihan para pengajar. Kondisi diperparah sistem yang berlaku di lembagalembaga pendidikan keguruan yang hanya mampu menghasilkan para calon pengajar "tukang pendidikan ngajar" bukan menghasilkan calon tenaga menghasilkan pendidik profesinal yangpengajar mampu lembaga keguruan yang hanya mampu para calon "tukang ngajar" bukan menghasilkan calon tenaga pendidik profesinal yang mampu melaksanakan tiga misi utama pendidikan yaitu; 1) mentranformasikan pengetahuan dan "tukang ngajar" menghasilkan calon tenaga pendidik profesinal yang mampu melaksanakan tigabukan misi utama pendidikan yaitu; 1) mentranformasikan pengetahuan dan keterampilan (transformasi of knowledge and skills), 2) mentransformasikan budaya yang melaksanakan tiga misi utama pendidikanand yaitu; 1) mentranformasikan pengetahuan dan keterampilan (transformasi of knowledge skills), 2) mentransformasikan budaya yang baik (transformasi of culture), dan 3) mentransformasikan nilai-nilai positif budaya (transformasi keterampilan (transformasi of knowledge and skills), 2) mentransformasikan yang baik (transformasi of culture), dan Kedua; 3) mentransformasikan nilai-nilai positif (transformasi of value) kepada murid-muridnya. rekruitmen dannilai-nilai sistem pembinaan guru dewasa baik (transformasi of culture), dan Kedua; 3) mentransformasikan positif (transformasi of value) kepada murid-muridnya. rekruitmen dan sistem pembinaan guru dewasa inivalue) kurang mendukung terhadap Kedua; peningkatan mutu dan guru.sistem Padapembinaan prinsipnya guru profesi guru of kepada murid-muridnya. rekruitmen dewasa ini kurang mendukung terhadap peningkatan mutu guru. dokter Pada prinsipnya profesi guru sama saja denga profesi dokter atau pengacara. Seorang atau pengacara mereka ini kurang mendukung terhadap peningkatan mutu guru. dokter Pada prinsipnya profesimereka guru sama saja denga profesi dokter atau pengacara. Seorang atauditambah pengacara harussaja menempuh pendidikan keahlian sejak tingkat satu, dokter kemudian dua tahun sama denga profesi dokter atau pengacara. Seorang atau pengacara mereka harus menempuh pendidikan keahlian sejak tingkat satu, kemudian ditambah dua tahun pendidikan profesi, baru mereka diakui sejak sebagai tenagasatu, profesi. Demikian pula profesi guru, harus menempuh pendidikan keahlian tingkat kemudian ditambah dua tahun pendidikan profesi, baru mereka diakui sebagai tenaga profesi. Demikian pula profesi guru, semestinya rekruitmen guru sama seperti rekrutmen profesi lain. Sistem rekruitmen calon pendidikan profesi, baruguru mereka diakui sebagai tenagaprofesi profesi.lain. Demikian pula profesi guru, semestinya rekruitmen sama seperti rekrutmen Sistem rekruitmen calon guru di Indonesia, kurang mempertimbangkan aspek minat, bakat,rekruitmen latar belakang semestinya rekruitmen guru sama seperti rekrutmen profesi lain. Sistem calon guru di Indonesia, kurang mempertimbangkan aspek minat,Sistem bakat,pendidikan latar belakang pendidikan, loyalitas,kurang dan dedikasi terhadap dunia aspek pendidikan. calon guru di Indonesia, mempertimbangkan minat, Sistem bakat, pendidikan latar belakang pendidikan, loyalitas, dan dedikasi terhadap dunia pendidikan. calon guru saat ini hanya dan bersifat konsekutif yakni pendidikan. lulusan S1 Sistem non kependidikan boleh pendidikan, loyalitas, dedikasi terhadap dunia pendidikan calon guru saat ini hanyaguru bersifat konsekutif yaknipendidikan lulusan S1 non kependidikan boleh mengambil profesi dengan menambahkan keguruan selama satu tahun guru saat iniprofesi hanyaguru bersifat konsekutif yaknipendidikan lulusan S1keguruan non kependidikan boleh mengambil dengan menambahkan selama satu tahun dengan menyelesaikan beban sks sebanyak 37pendidikan sks (syahidin, 2006). Setelah diterima mengambil profesi guru beban dengansks menambahkan keguruan selama satuditerima tahun dengan menyelesaikan sebanyak 37 sks (syahidin, 2006). Setelah menjadi guru, mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan para guru yang dengan menyelesaikan beban sks sebanyak 37 sks (syahidin, 2006). diterima menjadi guru, mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama denganSetelah para guru yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan sejak dini. Pembinaan dalam bentuk menjadi guru, mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan para gurubentuk yang memiliki latarmereka belakang pendidikan keguruan sejak dini. Pembinaan dalam pelatihan-pelatihan lebih diprioritaskan pada aspek pengembangan kompetensi profesional memiliki latar belakang pendidikan keguruan sejak dini. Pembinaan dalam bentuk pelatihan-pelatihan lebihpenguasaan diprioritaskan pada aspek pengembangan kompetensi profesional dalam arti sempit yaitu materi ajar. Ketiga; kecenderungan masyarakat kurang pelatihan-pelatihan lebih diprioritaskan pada aspek pengembangan kompetensi profesional dalam arti sempit yaitu penguasaan materi ajar. Ketiga; kecenderungan masyarakat kurang menghargai terhadap profesi guru.materi Terlebil pada saat gaji guru masihmasyarakat sangat rendah dan dalam arti sempit yaituprofesi penguasaan ajar. Ketiga; kecenderungan kurang menghargai terhadap guru. Terlebil pada saat gaji guru masih sangatpersepsi rendah dan belum mendapatkan tunjangan profesi. Akar persoalannya adalah kesalahan dari menghargai terhadap tunjangan profesi guru. Terlebil pada saat gaji guru masih sangatpersepsi rendah dan belum mendapatkan profesi. Akar persoalannya adalah kesalahan dari sebahagian besar masyarakat dan paraAkar pemegang kebijakan bidang pendidikan terhadap belum mendapatkan tunjangan profesi. persoalannya adalah kesalahan persepsi dari sebahagian besar masyarakat dan para pemegang kebijakan bidang pendidikan terhadap profesi guru dan masyarakat sistem pendidikan guru. Profesi kebijakan guru hanya dipandang sebagai sebuah sebahagian besar dan para pemegang bidang pendidikan terhadap profesi guru dan sistem pendidikan guru. Profesi guru hanya dipandang sebagai sebuah pekerjaan biasa, bukan sebagai panggilan suci untuk mendidik anak bangsa agar menjadi profesi guru dan bukan sistem sebagai pendidikan guru. suci Profesi guru hanya dipandang sebagai sebuah pekerjaan biasa, panggilan untuk mendidik anak bangsa agar menjadi pekerjaan biasa, bukan sebagai panggilan suci untuk mendidik anak bangsa agar menjadi 314

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

SISTEM PENDIDIKAN GURU BERBASIS ISLAM — [Syahidin]

manusia manusia yang yang beriman, beriman, bertakwa, bertakwa, berakhlak berakhlak mulia, mulia, cerdas, cerdas, trampil, trampil, sehat sehat jasmani jasmani rohani rohani dan bertangung jawab, sebagaimana amanat Undang-Undang RI No 20 tahun dan bertangung jawab, sebagaimana amanat Undang-Undang RI No 20 tahun 2003. 2003. B. B. KONSEP KONSEP GURU GURU DALAM DALAM ISLAM ISLAM Guru Guru merupakan merupakan komponen komponen utama utama dalam dalam sistem sistem pendidikan pendidikan Islam. Islam. Fungsi Fungsi dan dan peranannya tidak dapat digantikan secara total oleh alat-alat teknologi secanggih apapun. peranannya tidak dapat digantikan secara total oleh alat-alat teknologi secanggih apapun. Guru Guru merupakan merupakan sosok sosok ideal ideal dalam dalam kehidupan kehidupan murid. murid. Dia Dia sebagai sebagai contoh contoh dan dan panutan panutan yang selalu dikenang dalam kehidupan muridnya. Siapa sebenarnya guru itu? yang selalu dikenang dalam kehidupan muridnya. Siapa sebenarnya guru itu? Dalam seorang Dalam literature literature kependidikan kependidikan Islam, Islam, seorang guru guru bisa bisa disebut disebut sebagai sebagai ustadz, ustadz, 11 . Kata ustadz dalam bahasa arab biasa digunakan mu'alim, murabbiy, mursyid dan mu'adib mu'alim, murabbiy, mursyid dan mu'adib . Kata ustadz dalam bahasa arab biasa digunakan untuk untuk memanggil memanggil seorang seorang profesor. profesor. Mengandung Mengandung arti arti bahwa bahwa seorang seorang guru guru harus harus memiliki memiliki komitmen tinggi terhadap profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Kata komitmen tinggi terhadap profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Kata mu'alim mu'alim diambil diambil dari dari kata kata dasar dasar 'llm 'llm yang yang berarti berarti menangkap menangkap hakekat hakekat sesuatu sesuatu dari dari sisi sisi teoretik teoretik maupun praktis. Seorang guru selain dituntut mampu menjelaskan hakikat maupun praktis. Seorang guru selain dituntut mampu menjelaskan hakikat ilmu ilmu pengetahuan pengetahuan yang yang diajarkannya, diajarkannya, juga juga mampu mampu membangkitkan membangkitkan motivasi motivasi murid murid untuk untuk belajar belajar dan dan beramal. beramal. Kata Kata murabiy murabiy berasal berasal dari dari kata kata rabb rabb yang yang juga juga merupakan merupakan salah salah satu satu nama Allah, rabbul 'alamin, yakni pemelihara semesta alam termasuk manusia. Manusia nama Allah, rabbul 'alamin, yakni pemelihara semesta alam termasuk manusia. Manusia sebagai sebagai khalifah khalifah Allah Allah di di muka muka bumi, bumi, dituntut dituntut untuk untuk menjaga menjaga dan dan memelihara memelihara alam alam semesta dengan benar. Dengan daya nalar dan kreativitasnya manusia akan mampu semesta dengan benar. Dengan daya nalar dan kreativitasnya manusia akan mampu mengatur mengatur dan dan memelihara memelihara alam alam semesta semesta untuk untuk kemakmuran. kemakmuran. Tugas Tugas seorang seorang guru guru adalah adalah mendidik dan menyiapkan muridnya agar mampu berkreasi sekaligus mengatur mendidik dan menyiapkan muridnya agar mampu berkreasi sekaligus mengatur dan dan memelihara memelihara hasil hasil kreasinya. kreasinya. Makna Makna ini ini diambil diambil dari dari konsep konsep teologi teologi yaitu yaitu Tauhid Tauhid Rububiyah Rububiyah yang yang bertolak bertolak dari dari pandangan pandangan dasar dasar bahwa bahwa hanya hanya Allah Allah yang yang mengatur mengatur dan dan memelihara alam semesta beserta segenap isinya. Kata mursyid, biasanya digunakan memelihara alam semesta beserta segenap isinya. Kata mursyid, biasanya digunakan untuk untuk menyebut menyebut seorang seorang guru guru dalam dalam tarekat tarekat yang yang berfungsi berfungsi sebagai sebagai pembimbing, pembimbing, mengarahkan mengarahkan ruhaniyah seorang murid dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan ruhaniyah seorang murid dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat sedekat dekatnya. dekatnya. Sedangkan Sedangkan kata kata muaddib muaddib berasal berasal dari dari kata kata adab adab yang yang berarti berarti moral, moral, etika etika dan dan adab atau kemajuan lahir dan bathin. Kata adab lebih menekankan pada dimensi adab atau kemajuan lahir dan bathin. Kata adab lebih menekankan pada dimensi perubahan perubahan tingkah tingkah laku laku berdasarkan berdasarkan ajaran ajaran Islam. Islam. Di Di sinilah sinilah yang yang membedakan membedakan etika etika dan dan moral dengan akhlak. Seorang guru dikatakan mu'adib karena tugas utamanya adalah moral dengan akhlak. Seorang guru dikatakan mu'adib karena tugas utamanya adalah merubah merubah tingkah tingkah laku laku yang yang belum belum sesuai sesuai dengan dengan ajaran ajaran agama agama menjadi menjadi sesuai. sesuai. C. C. KRITERIA KRITERIA GURU GURU DALAM DALAM ISLAM ISLAM Dalam sistem pendidikan Islam, Dalam sistem pendidikan Islam, guru guru identik identik dengan dengan ulama, ulama, sedangkan sedangkan ulama ulama merupakan pewaris Nabi. Di tengah masyarakat muslim guru dipandang merupakan pewaris Nabi. Di tengah masyarakat muslim guru dipandang sebagai sebagai tokoh tokoh masyarakat sekaligus sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Di sekolah masyarakat sekaligus sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Di sekolah guru guru merupakan merupakan agen agen perubahan perubahan bagi bagi perilaku perilaku muridnya. muridnya. Berdasarkan Berdasarkan hasil hasil kajian kajian dari dari berbagai berbagai literature literature pendidikan pendidikan Islam, Islam, Muhaimin Muhaimin (2006), (2006), mencatat mencatat ada ada lima lima karakter karakter guru guru muslim muslim sbb : (a) memiliki komitmen terhadap profesionalita yang melekat pada dirinya sbb : (a) memiliki komitmen terhadap profesionalita yang melekat pada dirinya sekap sekap dedikatif dedikatif ,, komitmen komitmen terhadap terhadap mutu mutu proses proses dan dan hasil hasil kerja, kerja, serta serta sikap sikap continous continous improvement; improvement; (b) (b) menguasai menguasai ilmu ilmu dan dan mampu mampu mengembangkannya mengembangkannya serta serta menjelaskan menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, atau atau sekaligus sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan , internalisasi serta amaliah (inplementasi; melakukan transfer ilmu pengetahuan , internalisasi serta amaliah (inplementasi; (c) (c) mendidik mendidik dan dan menyiapkan menyiapkan peserta peserta didik didik agar agar mampu mampu berkreasi berkreasi serta serta mampu mampu mengatur mengatur dan dan memelihara memelihara hasil hasil kreasinya kreasinya untuk untuk tidak tidak menimbulkan menimbulkan malapetaka malapetaka bagi bagi dirinya, dirinya, masyarakat masyarakat dan alam sekitarnya; (d) mampu menjadi model atau sentral identifikasi dan alam sekitarnya; (d) mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri diri atau atau menjadi menjadi 11 Baca

Baca :: 1) 1) al-Attas, al-Attas, 2) 2) al-Nahlawi, al-Nahlawi, 3) 3) Abdurrahman Abdurrahman Saleh Saleh

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

315

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 313 – 319

pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya; dan (e) mampu bertanggung jawab dalam membangun peradaban di masa depan. Merujuk pada lima karakteristik di atas, seorang guru muslim harus memiliki lima sifat dasar sebagai berikut; (a) memiliki sifat Fatonah (cerdas), artinya menguasai ilmu yang dibinanya, mampu menjelaskana fungsinya dalam kehidupan, serta mampu melakukan transfer ilmu pengetahuan, transfer budaya, dan transfer nilai-nilai ilahiyah secara utuh pada muridnya; (b) memiliki sifat sidik (jujur) artinya professional dalam melaksanakan tugasnya. Ia memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap profesionalitas, dia komited terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, (c) memiliki sifat Tabligh (Transfaran) artinya terbuka namun didukung dengan argumentasi yang kuat dalam menjelaskan ilmunya sehingga murid kritis dan termotivasi untuk berkreasi dan memelihara hasil kreasinya; (d) memilki sifat Amanah (Dapat dipercaya) artinya bertanggung jawab dalam membangun peradaban manusia di masa depan, dan (e) memiliki sifat Syaja’ah (berani) artinya berani melakkan perubahanperubahan yang signifikan melalui inovasi positif bagi kemajuan ummat, mengiuti perkembangan zaman serta sanggup dijadikan model serta menjadi teladan bagi masyarakat luas. Muhammad Abduh (Ridha, t.t.:756), berpendapat; dalam sistem pendidikan formal seorang guru muslim di samping harus menguasai materi dan metode mengajar, ia juga dituntut mampu memberikan contoh yang baik dihadapan muridnya sehingga menjadi panutan bagi muridnya. Untuk itu seorang guru yang baik harus memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Guru harus orang yang melaksanakan ajaran agama dengan baik, berakhlak mulia dan mempunyai kemampuan mendidik. Guru yang dipilih adalah guru yang layak menangani tugas pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah digariskan dapat tercapai, 2. Guru harus mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh muridnya, 3. Guru harus mempunyai kepedulian terhadap perkembangan murid, baik perkembangan kecakapan maupun keseriusannya dalam belajar, kehadiran dan akhlaknya. Kriteria seorang pendidik yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh, bukan hanya dikhususkan bagi para pendidik dalam bidang studi agama Islam saja, melainkan bagi seluruh pendidik muslim yang mengajarkan bidang-bidang studi umum. D. KOMPETENSI GURU MUSLIM Dalam Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru dan dosen sebagai tenaga profesi, tenga rofesi harus memilki kualifikasi dan kompetensi. Ada empat kompetensi yaitu a) kompetensi pedagogic, b) kompetensi professional, c) kompetensi kepribadian, dan d) kompetensi social. Untuk kompetensi guru Islami nampaknya keempat kompetensi itu belum cukup, nampaknya masih perlu ditambah dan dikembangkan. Ada lima kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru muslim sebagai berikut: 1.

Kompetensi Pedagogik Kompetensi Pedagogik merupakan bagian dari kompetensi profesional yaitu profesional dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Ia menguasai ilmu mendidik (pedagogik), baik yang bersipat teoretik maupun praktis. 2.

316

Kompetensi Profesional Ada empat ciri pokok dari pekerjaan profesional yaitu : Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

SISTEM PENDIDIKAN GURU BERBASIS ISLAM — [Syahidin]

a. b. c.

d.

Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam, dan kinerjanya didasarkan pada keilmuan yang dimilikinya, Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik contohnya masalah keguruan dan kependidikan, Tingkat kemampuan dan keahliannya didasarkan pada latar belakang pendidikan yang dialaminya, semakin tinggi tingkat pendidikan akademiknya semakin tinggi pula tingkat keahliannya dan penghargaan nya pun semakin tinggi pula, Suatu profesi sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Profesi memiliki dampak sosial pada masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kepekaan terhadap setiap efek yang di timbulkan dari pekerjan pekerjaan profesinya itu. 3.

Kompetensi Kepribadian. Menurt Howard Gardner, seorang ahli psikologi Harvard Scholl of Education, kompetensi kepribadian (personal intelegence) merupakan kemampuan untuk memahami orang lain; apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja. Para politisi, guru, bisnismen, dan pemimpin keagamaan yang berhasil dan sukses, semuanya cenderung sebagai orang-orang yang mempunyai tingkat kecerdasan antar pribadi yang tinggi. Para ahli psikologi berubah pandangannya tentang kecerdasan yang lebih luas. Mereka berusaha menemukan makna kecerdasan yang dibutuhkan manusia untuk meraih sukses dalam kehidupannya. Ternyata ditemukan bahwa kata kuncinya adalah akhlakul karimah sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Kompetensi kepribadian dapat dirumuskan, sejumlah nilai, komitmen, dan etika profesional yang mempengaruhi semua bentuk perilaku guru terhadap murid, teman sekerja, keluarga dan masyarakat, serta mempengaruhi motivasi belajar murid, termasuk pengembangan diri secara profesional. 4.

Kompetensi Sosial Komptensi sosial (social intelegence) merupakan kemampuan seseorang berkomunikasi bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Kompetensi sosial juga dapat dipahami sebagai suatu kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Kompetensi sosial dapat dirumuskan suatu kemampuan melakukan hubungan sosial dengan murid, kolega, karyawan dan masyarakat untuk menunjang pendidikan. Yang termasuk kompetensi sosial seorang guru sbb : a. kemampuan menghargai keragaman sosial dan konservasi lingkungan b. kemampuan menyampaikan pendapat dengan runtut, efisien dan jelas c. kemampuan menghargai pendapat orang lain d. kemampuan membina suasana kelas e. kemampuan membina suasana kerja f. kemampuan mendorong peran serta masyarakat. 5.

Kompetensi Keagamaan Yang dimaksud kompetensi keislaman di sini adalah menguasai dasar-dasar keislaman dan sanggup mengamalkannya. Kompetensi ini merupakan kompetensi umum yang harus dimiliki seorang muslim. Sedangkan seorang muslim yang memiliki profesi guru sudah barang tentu dituntut memiliki keemampuan khusus sebagai seorang muslim yang menjadi guru. Kompetensi tersebut diantaranya ; a. mampu menciptakan lingkungan dan suasana religius di sekolahnya, b. mampu memimpin ibadah ritual (ibadah makhdohuk), c. menjadi motor penggerak kehidupan keagamaan di sekolah, d. mampu melakukan inovasi pembelajaran agama sehingga menarik murid, Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

317

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 313 – 319

e. f. e. g. f.

mampu menciptakan kegiatan ekxtra kurikuler keagamaan, dan mampu dakwah melalui bidang studinya mampu menyajikan menciptakanpesan-pesan kegiatan ekxtra kurikuler keagamaan, dan Untuk bidang keagamaan kompetensi di atas studinya ia mampu menjadi mampuguru menyajikan pesan-pesanselain dakwah melalui bidang sumber keagamaan di lingkungan sekolah mapun di masyarakat. g. nara Untuk guru bidang keagamaan selain kompetensi di atas ia mampu menjadi Begitu berat dan keagamaan mulianya tugas guru dalam Islam,mapun seolah-olah tidak mungkin nara sumber di lingkungan sekolah di masyarakat. ditemukan figur guru muslim yang memenuhi kriteria dan kompetensi di atas.mungkin Namun Begitu berat dan mulianya tugas guru dalam Islam, seolah-olah tidak di sisi lain upaya pendidikan Islam tidak boleh berhenti dikarenakan tidak ditemukan figur guru muslim yang memenuhi kriteria dan kompetensi di atas. Namun ditemukannya muslim yang ideal. Jika tidak kriteriaboleh di atas berhenti dijadikan dikarenakan sebagai acuan tidak bagi di sisi lain guru upaya pendidikan Islam penyiapan calon guru muslim yang ideal maka perlu dicarikan alternatif sistem dan ditemukannya guru muslim yang ideal. Jika kriteria di atas dijadikan sebagai acuan bagi model pendidikan calonmuslim guru muslim. penyiapan calon guru yang ideal maka perlu dicarikan alternatif sistem dan model pendidikan calon guru muslim. D. Prinsip Dasar Pendidikan Guru Islam D. PRINSIP DASAR PENDIDIKAN GURU ISLAM konsep pendidikan guru yang berbasis Islam dapat merujuk pada D. Secara Prinsipteoretik, Dasar Pendidikan Guru Islam empat konsep utama dalam pendidikan Islam yaitu: Secara teoretik, konsep pendidikan guru yang berbasis Islam dapat merujuk pada Pertama; konsep dasar tentang manusia dalam perspektif al-Quran. Dalam konsep empat konsep utama dalam pendidikan Islam yaitu: pendidikan Islam manusia merupakan subjek dan objekperspektif pendidikan itu sendiri. Karena itu Pertama; konsep dasar tentang manusia dalam al-Quran. Dalam konsep memahami konsep manusia dalam pandangan al-Quran merupakan pembahasan utama pendidikan Islam manusia merupakan subjek dan objek pendidikan itu sendiri. Karena itu pendidikan memahami dalam konsepIslam. manusia dalam pandangan al-Quran merupakan pembahasan utama Kedua; konsep pendidikan dalam Islam.ilmu dalam pandangan Islam. Ilmu merupakan suatu perkakas untuk menggali dan mengungkap segala rahasia alam (sunnatullah) apa yang ada pada diri Kedua; konsep ilmu dalam pandangan Islam. Ilmu merupakan suatu perkakas manusia dan di jagat raya. Pengembangan ilmu dalam Islam senantiasa harus dilandasii untuk menggali dan mengungkap segala rahasia alam (sunnatullah) apa yang ada pada diri oleh Imandan kepada Allah, karena dengan ilmu sajadalam tidak Islam cukupsenantiasa untuk menggali, menjaga manusia di jagat raya. Pengembangan ilmu harus dilandasii dan melestarikan alam semesta bagi kemakmuran manusia. Ilmu tanpa iman akan oleh Iman kepada Allah, karena dengan ilmu saja tidak cukup untuk menggali, menjaga menjadikan manusia menghilangkan perantanpa Tuhan. dan melestarikan alamsombong semesta dan bagi cenderung kemakmuran manusia. Ilmu imanDalam akan pendidikan Islam, ilmu merupakan materi, sedangkan materi merupakan komponen utama menjadikan manusia sombong dan cenderung menghilangkan peran Tuhan. Dalam dalam kurikulum. yang harus dipelajari secaramateri mandiri oleh setiap murid dan apa pendidikan Islam, Ilmu ilmu apa merupakan materi, sedangkan merupakan komponen utama yang harus diajarkan kepada murid. Pemilahan ini merupakan tugas para ulama dan para dalam kurikulum. Ilmu apa yang harus dipelajari secara mandiri oleh setiap murid dan apa ahli Selain materi, yang tidak tugas kalahpara pentingnya yang pendidikan. harus diajarkan kepada murid.komponen Pemilahanlain ini merupakan ulama dandalam para kurikulum pendidikan Islam adalahkomponen metode pendidikan. ahli pendidikan. Selain materi, lain yang Al-Quran tidak kalahmenawarkan pentingnya banyak dalam metode dalam menyampaikan Allah pendidikan. (Syahidin, 1999). kurikulum pendidikan Islam ilmu-ilmu adalah metode Al-Quran menawarkan banyak konsep belajarilmu-ilmu dan mengajar. dalam Islam merupakan kewajiban metodeKetiga; dalam menyampaikan Allah Belajar (Syahidin, 1999). individual. Ayat yang pertama diturukan mengisyaratkan bahwa manusia wajib kewajiban membaca Ketiga; konsep belajar dan mengajar. Belajar dalam Islam merupakan alam semesta atas nama Tuhannya (QS;Al-Alaq 1-5). Artinya segala aktivitas belajar individual. Ayat yang pertama diturukan mengisyaratkan bahwa manusia wajib membaca senantiasa berangkat dari rasa iman kepada Allah. Belajar merupakan kewajiabn setiap alam semesta atas nama Tuhannya (QS;Al-Alaq 1-5). Artinya segala aktivitas belajar manusia. bagiBelajar orang yang lebih dulu mengetahui senantiasaMengajar berangkatjuga darimerupakan rasa iman kewajiban kepada Allah. merupakan kewajiabn setiap akan sesuatu pengetahuan. Untuk itu Nabi pernah bersabda : “Kun ‘alima, au muta’alima, manusia. Mengajar juga merupakan kewajiban bagi orang yang lebih dulu mengetahui au Mustamian, wala takun Rabian fatahlaka”. Jadilah kamu :orang mengajarkan ilmu, akan sesuatu pengetahuan. Untuk itu Nabi pernah bersabda “Kunyang ‘alima, au muta’alima, atau orang belajar ilmu Rabian atau sebagai pendengar/pencinta ilmu,yang danmengajarkan janganlah kamu au Mustamian, wala takun fatahlaka”. Jadilah kamu orang ilmu, menjadi yang ke empat maka kamu akan celaka (Al-Hadits). atau orang belajar ilmu atau sebagai pendengar/pencinta ilmu, dan janganlah kamu konsep guru danakan murid sebagai subjek dan objek pendidikan. Guru menjadiKeempat; yang ke empat maka kamu celaka (Al-Hadits). identik Keempat; dengan ustadz, ulama, mu'adib, dan mursyid artinyadan orang yang alim dan bijak konsep guru dan murid sebagai subjek objek pendidikan. Guru serta dalam berbagai hal dan memberikan identikbanyak dengantahu ustadz, ulama, mu'adib, dan sanggup mursyid artinya orang suri yangtauladan alim dankepada bijak muridnya. Seorang murid identik dengan orang yang belum tahu dalam berbagai hal, tetapi serta banyak tahu dalam berbagai hal dan sanggup memberikan suri tauladan kepada mereka punya potensi untuk mengetahui sebagaiyang mana gurunya, bahkanberbagai dapat melampaui muridnya. Seorang murid identik dengan orang belum tahu dalam hal, tetapi guruny. Mereka sangat memerlukan arahan bimbingan dan tuntunan. Tugas utama guru mereka punya potensi untuk mengetahui sebagai mana gurunya, bahkan dapat melampaui dalam Islam memerlukan adalah memberi tahu, membimbing, menuntunTugas dan mengarahkan guruny.pendidikan Mereka sangat arahan bimbingan dan tuntunan. utama guru potensi baik murid secara sistimatik sehingga memudahkan mereka dalam dalam pendidikan Islam adalah memberi tahu, membimbing, menuntun dan mengarahkan mengembangkan potensinya menuju kesempurnaannya. Betapa berat dan mulia tugas potensi baik murid secara sistimatik sehingga memudahkan mereka dalam mengembangkan potensinya menuju kesempurnaannya. Betapa berat dan mulia tugas 318

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

SISTEM PENDIDIKAN GURU BERBASIS ISLAM — [Syahidin]

seorang guru, maka seorang guru harus disiapkan dan dididik secara dini melalui lembaga pendidikan khusus. REFERENSI ‘Abduh, Muhammad, Risalah Tauhid , Isa Bab Halby, cet, IX, 1357 H. Mesir ‘Abdullah, ‘Abdurrahman Saleh, Educational Theory: a Qur'anic Outlook, terj, Prof.H.M.Arifin.M.Ed. Jakarta: Rineka Cipta Jakarta, 1990. Alattas, Muhammad Naquib Konsep Pendidikan Islam. Terj, Haidar Bagir. Jakarta: Mizan: Cet.II. 1994. ______, (ed) Aims and Objectives of Islamic Education. World Conference on Muslim Education, Macca: King Abdul Aziz, 1977. Copyright, 1979 King Abdulaziz, Jedah. Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, terj, Sori Siregar.Jkt: Pustaka Firdaus,1989. Dahlan, M.Djawad, “Pendidikan Agama pada Usia Dini“ dalam Pendidikan Agama dalam Keluarga.. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996. Al-Gazali, Mukhtasor Ikhya Ulumuddin. Bairut: Dar Fikri, 1993 ________, Ihya’ Ulumuddin, terj, Prof.Ismail Yakub.MA. Jakarta: CV Faizan, Cet.ke 10. tahun 1988. Gorge Maksidi, The Rise of Colleges. Institutions of Learning in Islam and The west. New York: Edinburgh University Press. tahun 1981. Henry, Nelson B, The FiftyiFifty Yearbook of National society for the study for Education. Chicago : Univercity of Chicago Pres,1954. Muhaimin, dkk. Pemikiran Pendidikan Islam. Kajian Filosofis Kerangka Dasar Operasional. Bandung: Trigenda Karya, 1993. ________, (2006) Reorientasi Pengembangan Guru, Penerbit.CPM, Malang. McConnel, 1960, laporan tahunan Nation Society for the study of education. Nahlawi, ‘Abdurrahman, Ushulut Tsarbiyah Islamiyah Wa Ashalibiha. Fii Bait wa Madrasah Wa Mujtama' terj, Heri Noor. Bandung: Dipenogoro, 1991. Philip H.Phenix , 1963 dalam, Realem of Meanings. Syahidin, dkk. (Hasil Penelitian Tentang Kompetensi Guru MTs di Provinsi Jawa Barat, DKI dan Banten) __________,1999, Metode Pendidikan Qurani. Teori dan Aplikasi. Penerbit Misak Ghalidza,1999. Jakarta. Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

319

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DAN GURU BERPRESTASI Syihabuddin Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT At first and principally, education is conducted based on affection (love). When this value cannot train students, teacher can transform it into sanction which is applied gradually by considering principles of applying the sanction. If this principle is avoided, sanction will change into violence. And violence will be responded by students or parents with violence too. Therefore, it is very important to formulate concept, form, principle, and gradation of sanction according to a certain educational system, in this case, Islamic educational system. In order to be relevant with contemporary context, it is also necessary to formulate teacher’s view, in this case, high performance teacher, about the application of sanction to the students. In general, their opinion in accordance with theoretical study about sanction according to Islamic educational system. Therefore, concept, form, principle, and gradation of sanction described in this article can be applied in educational context in Indonesia. Generally, this discussion is under the umbrella of spiritual pedagogy.

Keyword: Sanction, Islamic Educational System, Spiritual Pedagogy ABSTRAK Pada prinsipnya pendidikan diselenggarakan dengan berlandaskan pada nilai kasih sayang. Tatkala nilai ini tidak lagi mampu membina siswa, guru dapat mentransformasi nilai kasih sayang ke dalam sanksi yang diterapkan secara berjenjang dengan memperhatikan prinsip-prinsip penerapan sanksi. Apabila prinsip tersebut diabaikan, maka sanksi akan berubah menjadi kekerasan, dan kekerasan akan direspon oleh siswa atau orang tua dengan kekerasan pula. Karena itu, sangatlah penting merumuskan konsep, bentuk, prinsip, dan gradasi sanksi menurut sistem pendidikan tertentu, dalam hal ini menurut sistem pendidikan Islam. Agar rumusan tersebut relevan dengan konteks kekinian, perlu pula dirumuskan pandangan para guru, dalam hal ini guru berprestasi, tentang penerapan sanksi terhadap anak-anak. Secara umum, pendapat mereka sejalan dengan telaah teoretis tentang sanksi menurut sistem pendidikan Islam. Dengan demikian, paparan tentang konsep, bentuk, prinsip, dan gradasi sanksi yang disajikan dalam tulisan ini dapat diterapkan dalam konteks pendidikan di Indonesia. Secara umum, pembahasan masalah ini berada di bawah payung pedagogik spiritual.

Kata Kunci: Sanksi, Sistem Pendidikan Islam, Pedagogik Spiritual

A. PENDAHULUAN Penerapan sanksi tidak dapat dielakkan dalam kegiatan pengendalian perilaku di lingkungan sekolah. Pada kegiatan penerapan sanksi ini muncul sejumlah fenomena yang dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk berikut. Pertama, sanksi yang melampaui batas kepatutan. Bentuk sanksi ini dialami seorang siswi yang ditendang kaki kirinya oleh guru, sehingga dia terjatuh, lalu tersungkur ke lapangan basket, hingga dia pingsan selama beberapa saat (Pikiran Rakyat 22 Oktober, 2008). Pada tahun 2009, tiga orang siswa kelas VIII SMP Kartika Siliwangi 1 Bandung Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

321

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

ditampar oleh gurunya (Pikiran Rakyat, 18 November 2009). Penamparan juga dilakukan oleh guru pada seorang siswa gara-gara membolos (Pikiran Rakyat, 13 Maret 2009). Selain tendangan dan tamparan, ada juga guru yang mencubit siswanya (Kompas, 4 Juli 2016).Pada mulanya perbuatan guru tersebut dimaksudkan sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan siswa. Namun, tatkala perbuatan itu melampaui batas kewajaran dan kepatutan, maka sebagian masyarakat mengkategorikannya sebagai tindak kekerasan. Pada peristiwa tersebut, kekerasan itu berupa tendangan, tamparan, dan cubitan. Kedua, sanksi dibalas oleh siswa atau orang tua dengan tindakan yang juga melampaui batas. Di Mamuju, Sulawesi Barat, seorang guru babak belur diserang siswa (Republika, 8 Agustus 2016), sementara di Kadungora, Garut, seorang siswa membacok guru yang menegurnya karena merokok (Pikiran Rakyat, 14 Agustus 2008). Dan peristiwa yang menggemparkan akhir-akhir ini ialah penganiayaan yang dilakukan siswa bersama orang tuanya terhadap guru di SMK Negeri 2 Makassar (Republika, 29 Agustus 2016). Tentu saja akal sehat menolak perilaku tersebut. Tidak mungkin siswa berbuat demikian kepada gurunya. Tidak mungkin ada siswa mencelakakan gurunya.Lalu, mengapa dia tega berbuat demikian? Salah satu jawaban yang dapat diberikan ialah kemungkinan tindakan guru itu telah meruntuhkan harga diri siswa. Sanksi yang diberikan guru itu melampaui batas kewajaran dan kepatutan, sehingga tidak lagi dipandang sebagai sanksi, tetapi sebagai kekerasan. Ketiga, sanksi atau hukuman yang dijatuhkan karena siswa melanggar peraturan yang ditetapkan oleh institusi di luar sekolahnya. Hal ini di antaranya dialami seorang siswa yang membawa mobil ke sekolah di Purwakarta, Jawa Barat. Siswa itu dikeluarkan dari sekolahnya karena melanggar Surat Edaran Bupati Purwakarta No. 024/1737/Disdikpora tentang Pelarangan dan Sanksi Mengendarai Kendaraan Bermotor bagi Siswa (Kompas, 12 Agustus 2016). Bentuk sanksi ketiga ini sangat bervariasi dan menyangkut tindak pidanan atau perdata. Maka yang menegakkan sanksi pun lembagalembaga yang berwenang di bidang itu. Sanksi bentuk ketiga ini tidak dibahas dalam tulisan ini. Paparan di atas menunjukkan bahwa kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa atau kekerasan siswa yang dilakukan terhadap guru terjadi karena beberapa alasan. Pertama, sanksi yang diberikan guru tidak dalam konteks mendidik dan mengendalikan perilaku siswa. Kedua, sanksi diterapkan dengan melampaui batas kepatutan atau kewajaran. Ketiga, bentuk sanksi yang diterapkan tidak sesuai dengan bentuk sanksi yang lazim digunakan. Keempat, tampaknya sebagian guru kurang memahami kaidah-kaidah penerapan sanksi, sehingga sanksi berubah menjadi kekerasan. Untuk mengatasi persoalan di atas, maka diperlukan kajian yang memadai tentang sanksi, sehingga diperoleh gambaran tentang konsep dan urgensi sanksi, prinsip-prinsip penerapan sanksi, jenis dan tahapan penerapan sanksi, beberapan ketentuan tentang sanksi fisik, dan dampak sanksi.Semua topik ini akan dikaji dari perspektif sistem pendidikan Islam yang masuk ke dalam wilayah pedagogik spiritual. Agar paparan tersebut sejalan dengan konteks pendidikan pada saat ini, maka pada bagian akhir tulisan ini akan disajikan hasil penelitian tentang penerapan sanksi di sekolah menurut perspektif guru-guru berprestasi. Kemudian tulisan ini dipungkas dengan bagian penutup yang merangkum seluruh pembahasan secara komprehensif. Melalui tulisan ini diharapkan para pembaca atau pendidik beroleh wawasan tentang sanksi dalam perspektif sistem pendidikan Isam. B. KONSEP DAN URGENSI SANKSI Kehidupan merupakan pertarungan antara kebaikan dan keburukan. Setiap kelompok manusia mendeskripsikan hakikat kebaikan menurut pandangan mereka sendiri 322

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

dengan bersumber pada agama dan budayanya. Maka pembinaan masyarakat atau generasi dengan bersumber pada agama dan budayanya. Maka pembinaan masyarakat atau generasi mendatang pun dilakukan menurut prinsip kebaikan yang dianutnya itu. Sarana utama mendatang pun dilakukan menurut prinsip kebaikan yang dianutnya itu. Sarana utama pembinaan tersebut ialah pendidikan. Menurut Quthub (1992: 131) pembinaan dan pembinaan tersebut ialah pendidikan. Menurut Quthub (1992: 131) pembinaan dan pendidikan itu dilakukan melalui empat prinsip, yaitu (a) kasih sayang dan pengayoman, pendidikan itu dilakukan melalui empat prinsip, yaitu (a) kasih sayang dan pengayoman, (b) pengendalian, (c) keteladanan, dan (d) pengajaran. (b) pengendalian, (c) keteladanan, dan (d) pengajaran. Pandangan senada juga dikemukakan oleh Ma’lum (1993: 276-278) yang Pandangan senada juga dikemukakan oleh Ma’lum (1993: 276-278) yang menegaskan bahwa hubungan kasih sayang antara guru dan murid seperti hubungan antara menegaskan bahwa hubungan kasih sayang antara guru dan murid seperti hubungan antara orang tua dan anak. Menurutnya, guru bagi siswa seperti ayah bagi anak. Siswa memiliki orang tua dan anak. Menurutnya, guru bagi siswa seperti ayah bagi anak. Siswa memiliki hak dari guru seperti hak yang diterima anak dari ayah. Prinsip ini merupakan realisasi dari hak dari guru seperti hak yang diterima anak dari ayah. Prinsip ini merupakan realisasi dari hadits Nabi saw. yang menegaskan, “Aku bagi kalian seperti ayah bagi anak”. hadits Nabi saw. yang menegaskan, “Aku bagi kalian seperti ayah bagi anak”. Maka tidaklah mengherankan jika An-Nawawi (1987: 35) menetapkan kasih Maka tidaklah mengherankan jika An-Nawawi (1987: 35) menetapkan kasih sayang sebagai adab yang hendaknya diterapkan guru dalam mendidik. Menurutnya, guru sayang sebagai adab yang hendaknya diterapkan guru dalam mendidik. Menurutnya, guru hendaknya menyayangi siswa dan memperhatikan aneka keperluannya sebagaimana dia hendaknya menyayangi siswa dan memperhatikan aneka keperluannya sebagaimana dia memperhatikan anaknya sendiri. Guru hendaknya mencintai siswanya sebagaimana dia memperhatikan anaknya sendiri. Guru hendaknya mencintai siswanya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Guru hendaknya menjauhkan keburukan dari siswa sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Guru hendaknya menjauhkan keburukan dari siswa sebagaimana dia menjauhkan keburukan dari dirinya sendiri. Karena itu, apabila siswa melakukan dia menjauhkan keburukan dari dirinya sendiri. Karena itu, apabila siswa melakukan kesalahan dalam proses pendidikan, Islam menganjurkan agar guru memaafkan kesalahan kesalahan dalam proses pendidikan, Islam menganjurkan agar guru memaafkan kesalahan siswa. Dalam Alquran dikenal sejumlah istilah yang menggambarkan pemberian maaf siswa. Dalam Alquran dikenal sejumlah istilah yang menggambarkan pemberian maaf melalui ungkapan “membiarkan, memaafkan, dan mengampuni”. Pemberian maaf melalui ungkapan “membiarkan, memaafkan, dan mengampuni”. Pemberian maaf merupakan sarana untuk mendapatkan simpati dan ketertarikan siswa kepada gurunya. merupakan sarana untuk mendapatkan simpati dan ketertarikan siswa kepada gurunya. Karena itu, kelompok orang yang mengutamakan pendekatan kasih sayang, sering Karena itu, kelompok orang yang mengutamakan pendekatan kasih sayang, sering mengabaikan hukuman atau sanksi pada anak yang melakukan kesalahan. Mereka berdalih mengabaikan hukuman atau sanksi pada anak yang melakukan kesalahan. Mereka berdalih bahwa anak-anak itu belum lagi memiliki kewajiban hukum (syar’i), sehingga mereka bahwa anak-anak itu belum lagi memiliki kewajiban hukum (syar’i), sehingga mereka tidak pantas dihukum atas setiap kesalahan yang dilakukannya. tidak pantas dihukum atas setiap kesalahan yang dilakukannya. Namun, dalam kegiatan pendidikan di sekolah, penerapan prinsip kasih sayang Namun, dalam kegiatan pendidikan di sekolah, penerapan prinsip kasih sayang tidak selamanya membuahkan hasil. Karena itu, para ahli menerapkan pendekatan targhib tidak selamanya membuahkan hasil. Karena itu, para ahli menerapkan pendekatan targhib dan tarhib dengan saling melengkapi. Targhib berarti pembinaan yang dilakukan orang tua dan tarhib dengan saling melengkapi. Targhib berarti pembinaan yang dilakukan orang tua atau guru dengan membujuk siswa agar melakukan suatu kebaikan dengan menjanjikan atau guru dengan membujuk siswa agar melakukan suatu kebaikan dengan menjanjikan imbalan, sedangkan tarhib ialah pembinaan yang dilakukan orang tua atau guru dengan imbalan, sedangkan tarhib ialah pembinaan yang dilakukan orang tua atau guru dengan menakut-nakuti anak dengan sebuah sanksi atau hukuman. menakut-nakuti anak dengan sebuah sanksi atau hukuman. Ali (2002: 432) memandang pendekatan targhib dan tarhib sebagai sarana penting Ali (2002: 432) memandang pendekatan targhib dan tarhib sebagai sarana penting dan fundamental dalam mendorong manusia agar melakukan perbuatan baik dan menjauhi dan fundamental dalam mendorong manusia agar melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Secara psikologis, manusia merasa senang untuk dibujuk dengan imbalan perbuatan buruk. Secara psikologis, manusia merasa senang untuk dibujuk dengan imbalan dan ditakut-takuti dengan hukuman dan sanksi. Menurut Asy-Syarif (2006: 57, 92-99) dan ditakut-takuti dengan hukuman dan sanksi. Menurut Asy-Syarif (2006: 57, 92-99) penerapan pendekatan iniberimplikasi terhadap adanya tsawab (imbalan) dan ‘iqab penerapan pendekatan iniberimplikasi terhadap adanya tsawab (imbalan) dan ‘iqab (sanksi). Imbalan diberikan kepada anak yang berprestasi atau kepada anak yang didorong (sanksi). Imbalan diberikan kepada anak yang berprestasi atau kepada anak yang didorong agar meningkatkan prestasi, sedangkan sanksi diberikan kepada anak yang melakukan agar meningkatkan prestasi, sedangkan sanksi diberikan kepada anak yang melakukan pelanggaran. Di samping itu, imbalan juga perlu diberikan kepada anak-anak sebab mereka pelanggaran. Di samping itu, imbalan juga perlu diberikan kepada anak-anak sebab mereka masih rentan terhadap godaan dan lemah dalam memikul beban kehidupan yang berat. masih rentan terhadap godaan dan lemah dalam memikul beban kehidupan yang berat. Menurut Al-Hazimi (2000:401-406), ada perbedaan antara tarhib (menakut-nakuti) Menurut Al-Hazimi (2000:401-406), ada perbedaan antara tarhib (menakut-nakuti) dan ‘iqab (sanksi). Tarhib dilakukan sebelum terjadinya suatu kesalahan. Tujuan tarhib dan ‘iqab (sanksi). Tarhib dilakukan sebelum terjadinya suatu kesalahan. Tujuan tarhib ialah menakut-nakuti agar seseorang tidak terjerumus ke dalam kesalahan, atau agar ialah menakut-nakuti agar seseorang tidak terjerumus ke dalam kesalahan, atau agar seseorang tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tarhib berkenaan dengan sesuatu yang seseorang tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tarhib berkenaan dengan sesuatu yang ditakuti. Adapun ‘iqab dikenakan kepada seseorang setelah dia melakukan kesalahan atau ditakuti. Adapun ‘iqab dikenakan kepada seseorang setelah dia melakukan kesalahan atau yang meninggalkan kewajiban. Menurut Al-Asfahani (t.t.: 352), kata ‘iqab berasal dari alyang meninggalkan kewajiban. Menurut Al-Asfahani (t.t.: 352), kata ‘iqab berasal dari al‘aqib, yaitu bagian belakang kaki atau tumit. Aqib juga metafora untuk anak atau cucu. ‘aqib, yaitu bagian belakang kaki atau tumit. Aqib juga metafora untuk anak atau cucu. Kata ini juga mengandung dimensi positif atau negatif. Dimensi positif diungkapkan Kata ini juga mengandung dimensi positif atau negatif. Dimensi positif diungkapkan dengan ‘uqbun atau ‘uqba yang berarti pahala atau kesudahan yang baik. Adapun dimensi dengan ‘uqbun atau ‘uqba yang berarti pahala atau kesudahan yang baik. Adapun dimensi negatif diungkapkan dengan uqubah, mu’aqabah, dan ‘iqab yang berarti azab. negatif diungkapkan dengan uqubah, mu’aqabah, dan ‘iqab yang berarti azab. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

323

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

Dalam praktik praktik pendidikan pendidikan Islam Islam dikenal dikenal sanksi sanksi yang yang dapat dapat dikenakan dikenakan kepada kepada Dalam semua individu, individu, baik baik laki-laki laki-laki maupun maupun perempuan, perempuan, anak-anak anak-anak maupun maupun orang orang dewasa, dewasa, semua orang kaya maupun miskin, dan seterusnya. Islam memaparkan berbagai jenis sanksi orang kaya maupun miskin, dan seterusnya. Islam memaparkan berbagai jenis sanksi selaras dengan dengan jenis jenis kesalahan kesalahan yang yang dilakukan. dilakukan. Pembunuh, Pembunuh, pezina, pezina, pencuri, pencuri, peminum peminum selaras khamr, dan pelaku kesalahan lainnya memiliki hukumannya sendiri. khamr, dan pelaku kesalahan lainnya memiliki hukumannya sendiri. Namun, dalam dalam tulisan tulisan ini ini masalah masalah sanksi sanksi akan akan dibahas dibahas dalam dalam konteks konteks pendidikan pendidikan Namun, anak-anak. Sanksi Sanksi dipandang dipandang sebagai sebagai salah salah satu satu sarana sarana pendidikan pendidikan yang yang perlu perlu diterapkan diterapkan anak-anak. dalam kondisi tertentu. Hal ini karena karakter manusia itu bervariasi dalam merespon dalam kondisi tertentu. Hal ini karena karakter manusia itu bervariasi dalam merespon stimulasi dari dari lingkungannya. lingkungannya. Ada Ada manusia manusia atau atau siswa siswa yang yang cukup cukup dengan dengan nasihat, nasihat, ada ada stimulasi yang cukup dengan targhib, atau dengan tarhib, atau melalui peristiwa yang dilihat, atau yang cukup dengan targhib, atau dengan tarhib, atau melalui peristiwa yang dilihat, atau didengar, atau atau dialami. dialami. Ada Ada pula pula siswa siswa yang yang tidak tidak dapat dapat merespon merespon sarana sarana tersebut. tersebut. Dia Dia didengar, hanya merespon apabila diberi sanksi. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman hanya merespon apabila diberi sanksi. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman tentang prinsip-prinsip prinsip-prinsip penerapan penerapan sanksi. sanksi. tentang C. SANKSI SANKSI SEBAGAI SEBAGAI TAZKIYYAH TAZKIYYAH C. Sebagaimana dimaklumi bahwa tujuan tujuan utama utama pendidikan pendidikan Islam Islam ialah ialah membina membina Sebagaimana dimaklumi bahwa individu agar dia mengenal Tuhannya dan beribadah kepada-Nya dengan tulus. Untuk individu agar dia mengenal Tuhannya dan beribadah kepada-Nya dengan tulus. Untuk mencapai tujuan tujuan tersebut, tersebut, Tuhan Tuhan menjelaskan menjelaskan berbagai berbagai konsep konsep pembinaan, pembinaan, di di antaranya antaranya mencapai tarbiyyah, ta’lim, tazkiyyah, taujih, tadrib, dan istilah lainnya. Konsep ini memiliki tarbiyyah, ta’lim, tazkiyyah, taujih, tadrib, dan istilah lainnya. Konsep ini memiliki pengertian, tujuan, tujuan, dan dan cakupan cakupan masing-masing. masing-masing. Salah Salah satu satu konsep konsep yang yang akan akan ditelaah ditelaah pengertian, dalam tulisan ini ialah tazkiyyah, yaitu bentuk pengembangan perilaku individu dan dalam tulisan ini ialah tazkiyyah, yaitu bentuk pengembangan perilaku individu dan pembinaannya agar agar selaras selaras dengan dengan nilai-nilai nilai-nilai Islam. Islam. pembinaannya Menurut al-Kailani (1985: 41), tazkiyyah berarti memperbaiki, memperbaiki, membersihkan, membersihkan, dan dan Menurut al-Kailani (1985: 41), tazkiyyah berarti mengembangkan manusia manusia dengan dengan menghilangkan menghilangkan hal-hal hal-hal yang yang tidak tidak diinginkan diinginkan dari dari mengembangkan dirinya atau memperkuat hal-hal yang diharapkan terbentuk dalam dirinya. Tazkiyyah dirinya atau memperkuat hal-hal yang diharapkan terbentuk dalam dirinya. Tazkiyyah menunjukkan sebuah sebuah proses proses yang yang terdiri terdiri atas atas beberapa beberapa tahap. tahap. Pertama, Pertama, menjauhkan menjauhkan menunjukkan individu dari dari lingkungan lingkungan yang yang bertentangan bertentangan dengan dengan nilai-nilai, nilai-nilai, budaya, budaya, dan dan pandangan pandangan individu Islam. Langkah ini dimaksudkan untuk melindungi pikiran, ruhaniah, dan perilaku indvidu Islam. Langkah ini dimaksudkan untuk melindungi pikiran, ruhaniah, dan perilaku indvidu dari hal-hal hal-hal yang yang bertentangan bertentangan dengan dengan Islam. Islam. Kedua, Kedua, membina membina individu individu dalam dalam dari mengidentifikasi nilai-nilai yang tidak Islami, baik yang berkenaan dengan perilaku, mengidentifikasi nilai-nilai yang tidak Islami, baik yang berkenaan dengan perilaku, tradisi, kebiasaan, kebiasaan, nilai, nilai, pola pola pikir, pikir, dan dan imajinasi imajinasi serta serta warisan warisan masa masa lampau lampau yang yang diterima diterima tradisi, anak dari orang tuanya. Ketiga, meluruskan perilaku yang tidak dikehendaki dan anak dari orang tuanya. Ketiga, meluruskan perilaku yang tidak dikehendaki dan memperkuat perilaku perilaku yang yang dikehendaki. dikehendaki. Kegiatan Kegiatan ini ini berlangsung berlangsung dalam dalam dimensi dimensi memperkuat emosional, intelektual, dan amal. Dimensi pertama ditampilkan dalam konteks Islam emosional, intelektual, dan amal. Dimensi pertama ditampilkan dalam konteks Islam dengan meluruskan meluruskan perilaku perilaku lahiriah. lahiriah. Kemudian Kemudian dimensi dimensi kedua kedua ditopang ditopang keimanan keimanan yang yang dengan mengokohkan perilaku lahir. Dan dimensi ketiga disebut ihsan yang mengoordinasikan mengokohkan perilaku lahir. Dan dimensi ketiga disebut ihsan yang mengoordinasikan fikiran dan dan perbuatan perbuatan serta serta perasaan perasaan secara secara serempak. serempak. Dengan Dengan demikian, demikian, akhir akhir dari dari fikiran tazkiyyah ialah ialah lahirnya lahirnya sosok sosok muslim muslim yang yang muhsin. muhsin. Maka Maka dalam dalam konteks konteks pelurusan pelurusan dan dan tazkiyyah pengendalian perilaku itulah muncul konsep sanksi. pengendalian perilaku itulah muncul konsep sanksi. D. PRINSIP PRINSIP PENERAPAN PENERAPAN SANKSI SANKSI D. Sehubungan dengan dengan proses proses tazkiyah, tazkiyah, tatkala tatkala guru guru menerapkan menerapkan sanksi sanksi kepada kepada siswa, siswa, Sehubungan dia perlu memahami dan memperhatikan prinsip-prinsip pemberian sanksi agar efektif dia perlu memahami dan memperhatikan prinsip-prinsip pemberian sanksi agar efektif dalam mencapai mencapai tujuan tujuan yang yang dikehendaki. dikehendaki. Husain Husain (1977: (1977: 61-65) 61-65) menyimpulkan menyimpulkan prinsipprinsipdalam prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan sanksi. prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan sanksi. Pertama, para para pendidik pendidik perlu perlu memahami memahami bahwa bahwa kekerasan kekerasan tidak tidak dikenal dikenal dalam dalam Pertama, sistem pendidikan pendidikan Islam. Islam. Kekerasan Kekerasan dapat dapat berdampak berdampak permanen permanen pada pada diri diri anak, anak, di di sistem antaranya anak menjadi murung, berpura-pura, pasif, malas, berdusta, dan melakukan antaranya anak menjadi murung, berpura-pura, pasif, malas, berdusta, dan melakukan berbagai muslihat muslihat agar agar terhindar terhindar dari dari kekerasan kekerasan sanksi sanksi berbagai 324

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

Kedua, sanksi itu tidak dilaksanakan karena balas dendam terhadap siswa, dengki, dan kompensasi, tetapi semata-mata bertujuan bagi kebaikan siswa dan untuk membantunya dalam belajar, menegakkan akhlak mulia, dan meraih prestasi. Ketiga, sanksi tidak boleh dilakukan karena kemarahan, sebab kemarahan membuat pelakunya kehilangan kesadaran, lalu dia berperilaku di luar kendali atau berkata kasar dan kotor. Rasulullah saw. melarang marah. Beliau menjadikan kemarahan sebagai bagian dari perilaku setan. Beliau bersabda, “Kemarahan itu dari setan dan setan diciptakan dari api, sementara api hanya dapat dipadamkan dengan air. Maka jika salah seorang di antara kalian marah, maka berwudhulah” (HR. Abu Dawud). Keempat, dalam menerapkan sanksi hendaknya guru mencontohNabi saw. Beliau merupakan model ideal dalam berperilaku. Beliau tidak pernah mencaci, mencela, dan berkata kasar. Beliau semata-mata menyampaikan hukum Allah dan mendorong para sahabat agar memegang teguh hukum-hukum-Nya. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas dikatakan, “Rasulullah saw. bukanlah orang yang suka marah, tidak suka berkata kotor, dan tidak suka mengutuk. Tatkala menegur salah seorang di antara kami, beliau hanya berujar, “Mengapa dia tidak melakukan hal yang menguntungkan bagi dirinya?” Karena itu, pada prinsipnya sanksi fisik tidak boleh dilakukan kecuali jika siswa melakukan kesalahan yang jelas. Sanksi fisik diterapkan setelah berbagai upaya pengendalian terhadap perilaku anak tidak berhasil.Sanksi fisik diterapkan setelah guru menerapkan beberapa tahapan kegiatan berikut. 1. Dinasihati dan dibimbing; 2. Dipanggil dan diarahkan supaya tidak mengulangi kesalahan; 3. Ditegur di hadapan teman-temannya; dan 4. Dipukul. Pendidik muslim dilarang bermuka masam kecuali terpaksa, misalnya terhadap anak yang membangkang setelah berkali-kali diperingatkan. Menyakiti anak secara fisik jangan dijadikan sebagai sarana menghukum. Sementara itu Asy-Syarif (2006:92-99) menegaskan bahwa sanksi fisik dapat dilakukan dengan berpedoman pada beberapa prinsip seperti berikut: 1.

Memahami alasan pemberian sanksi Sanksi hanya diberikan kepada anak yang melakukan pelanggaran yang prinsip, misalnya meninggalkan kewajiban agama, membahayakan kesehatan dirinya, membahayakan orang lain, dan kesalahan lain yang berdampak buruk bagi dirinya dan bagi orang lain. Adapun lemahnya prestasi akademik bukanlah sebuah kesalahan, sebab manusia itu diciptakan Tuhan secara beragam:tinggi dan pendek, pintar dan kurang pintar, kaya dan miskin, dan perbedaan lainnya. 2.

Menggunakan otak, bukan otot Ajaklah anak untuk berdialog. Anak usia sekolah sudah dapat diajak berpikir logis selaras dengan tingkat pemahamannya. Kemukakan argumentasi yang melemahkan tindakannya atau menguatkan pilihannya. Dengan demikian, anak akan terbiasa berpikir dan bertindak secara logis. 3.

Menerapkan sanksi secara bertahap Sebelum menerapkan sanksi fisik, selayaknya guru memberlakukan sanksi secara bertahap. Dia jangan langsung menerapkan sanksi fisik. Bahkan jika anak melakukan kesalahan yang prinsip untuk pertama kali, guru dapat saja mengabaikannya, jangan membuka rahasianya, dan tidak mengungkapkannya di depan anak lain. Jika dia Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

325

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

mengulanginya, orang tua atau guru dapat menegurnya tatkala berduaan dengannya dan menegaskan bahwa dia tidak boleh mengulanginya. Orang tua atau guru jangan mengumbar ancaman karena akan kehilangan efeknya dan ancaman dianggap hal yang biasa oleh anak. 4.

Membuat sakit, tetapi tidak membahayakan Tatkala guru memilih sanksi fisik karena anak melakukan kesalahan yang prinsip, maka sanksi itu hendaknya menimbulkan rasa sakit pada anak agar menimbulkan efek jera, tetapi tidak boleh membahayakan, misalnya menimbulkan luka-luka, patah tulang, atau selainnya karena pendidikan tidak mengenal praktik semacam ini. Jangan pula menerapkan sanksi dengan sanksi yang menurunkan kehormatan anak, misalnya menampar atau meludahinya, atau merusak benda miliknya seperti melemparkan mainannya. 5.

Mengendalikan perilaku, bukan menghukum Jangan sampai guru menghukum siswa, sedang siswa mengetahui kemarahan dan sikap permusuhan guru terhadap dirinya. Guru harus memberi tahu bahwa hukuman itu semata-mata untuk meluruskan perilakunya agar tidak melakukan kesalahan di masa yang akan datang. Tatkala guru menghukum, dia tetap memperlihatkan kasih sayangnya kepada siswa. 6.

Menerapkan sanksi secara variatif Saknsi fisik tidak boleh dilakukan dengan satu cara, tetapi dilakukan secara variatif dan bergradasi.Pertama, memperlihatkan alat untuk menghukum seperti tongkat atau cambuk. Simpanlah alat itu di tempat terbuka. Cara ini akan mengingatkan anak untuk senantiasa berperilaku terpuji. Nabi saw. bersabda, “żantungkanlah cambuk agar dilihat penghuni rumah”. Kedua, jika anak melakukan kesalahan, tunjukkan alat itu dan ancamlah bahwa orang tua akan menggunakannya jika kesalahannya diulang. Ketiga, jika dia melakukan kesalahan pukullah dengan ringan, tetapi tetap menimbulkan rasa sakit, dan tidak membahayakan. Keempat, jangan mengulangi pukulan pada tempat yang sama. Kelima, jangan memukul dengan menganggkat tangan hingga ketiak terlihat, tetapi pukullah dengan tangan mengepit ke tubuh. Keenam, jangan memukul menggunakan tongkat yang kasar, atau besi, atau semacamnya. 7.

Jangan mencela saat menghukum anak Tatkala menghukum anak secara fisik, orang tua sering menyertainya dengan katakata yang menegaskan kesalahannya. Cara ini dapat saja dilakukan karena merupakan bagian dari hukuman, tetapi dilarang mencela anak, karena hal ini akan meruntuhkan kehormatan atau harga dirinya. 8.

Jika anak meminta perlindungan, lindungilah dia Tatkala anak hendak dihukum, lalu dia berlari menuju ayahnya, ibunya, atau kerabatnya, maka orang tua hendaknya mengurungkan rencana menghukumnya. Jika dia tetap melaksanakannya, hal itu akan mengurangi wibawa orang yang diminta perlindungan oleh anak. Jelaskan pula bahwa dia sebenarnya berhak menerima hukuman, kalaulah tidak berlindung kepada ayah, atau ibu, atau kerabatnya. Demikian pula seseorang hendaknya mengurungkan hukuman jika anak berlindung dengan mushaf atau dengan nama Allah. 9.

Membedakan kesalahan karena ketidaktahuan atau kesengajaan Sanksi hanya dikenakan kepada anak yang melakukan kesalahan karena sengaja. Adapun kesalahan yang dilakukan karena ketidaktahuan, maka penyelesaiannya dengan diberi tahu. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 326 10. Membedakan antara meninggalkan perintah dan melanggar larangan Saknsi fisik hendaknya dikenakan kepada anak yang melakukan pelanggaran atas

PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

Sanksi hanya dikenakan kepada anak yang melakukan kesalahan karena sengaja. Sanksi hanya dikenakan kepada anak yang melakukan kesalahan karena sengaja. AdapunSanksi kesalahan dilakukan karena maka penyelesaiannya dengan hanyayang dikenakan kepada anakketidaktahuan, yang melakukan kesalahan karena sengaja. Adapun kesalahan yang dilakukan karena ketidaktahuan, maka penyelesaiannya dengan diberi tahu. Adapun kesalahan yang dilakukan karena ketidaktahuan, maka penyelesaiannya dengan diberi tahu. diberi tahu. 10. Membedakan antara meninggalkan perintah dan melanggar larangan 10. Membedakan antara meninggalkan perintah dan melanggar larangan Saknsi fisik hendaknya dikenakan perintah kepada anak yang melakukan 10. Membedakan antara meninggalkan dan melanggar laranganpelanggaran atas Saknsi fisik hendaknya dikenakan kepada anak yang melakukan pelanggaran atas sesuatuSaknsi yang seharusnya tidak dikenakan dilakukan.kepada Hal inianak didasarkan atas sabdapelanggaran Nabi saw. yang fisik hendaknya yang melakukan atas sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Hal ini didasarkan atas sabda Nabi saw. yang menegaskan, “Jika aku melarangmu melakukan sesuatu, maka Dansaw. jikayang aku sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Hal ini didasarkan atas jauhilah. sabda Nabi menegaskan, “Jika aku melarangmu melakukan sesuatu, maka jauhilah. Dan jika aku menyuruhmu “Jika melakukan suatu perintah, maka lakukanlah menegaskan, aku melarangmu melakukan sesuatu, selaras maka dengan jauhilah.kemampuanmu” Dan jika aku menyuruhmu melakukan suatuiniperintah, maka lakukanlah selaras dengan kemampuanmu” (HR. Bukhari). Dalam hadits larangan dikemukakan secara mutlak, sedangkan perintah menyuruhmu melakukan suatu perintah, maka lakukanlah selaras dengan kemampuanmu” (HR. Bukhari). Dalam hadits ini larangan dikemukakan secara mutlak, sedangkan perintah dikemukakan kemampuan. Kesalahan yang menyangkut agama lebih (HR. Bukhari).secara Dalamterikat haditsdengan ini larangan dikemukakan secara mutlak, sedangkan perintah dikemukakan secara terikat dengan kemampuan. Kesalahan yang menyangkut agama lebih berat daripada kesalahan menyangkut dunia. dikemukakan secara terikat dengan kemampuan. Kesalahan yang menyangkut agama lebih berat daripada kesalahan menyangkut dunia. berat daripada kesalahan menyangkut dunia. 11. Menyeimbangkan sanksi 11. Menyeimbangkan sanksi Saknsi perlu diterapkan 11. Menyeimbangkan sanksi secara seimbang. Penerapan sanksi secara berlebihan dapat Saknsi perlu diterapkan secara seimbang. Penerapan sanksi secara berlebihan dapat menimbulkan penyesalan karena anak dapat saja mengalami gangguan psikologisdapat atau Saknsi perlu diterapkan secara seimbang. Penerapan sanksi secara berlebihan menimbulkan penyesalan karena anak dapat saja mengalami gangguan psikologis atau mengalami cacat dalam kehidupannya. menimbulkan penyesalan karena anak dapat saja mengalami gangguan psikologis atau mengalami cacat dalam kehidupannya. Quthub (1992: juga menyampaikan pandangan yang senada dengan prinsip di atas, mengalami cacat142) dalam kehidupannya. Quthub (1992: 142) juga menyampaikan pandangan yang senada dengan prinsip di atas, yaitu pembinaan anak hendaknya mendahulukan sebelum menerapkan Quthub (1992: 142) juga menyampaikan pandanganmotivasi yang senada dengan prinsip disanksi. atas, yaitu pembinaan anakadalah hendaknya mendahulukan motivasi sebelum menerapkan sanksi. Bagi Quthub, sanksi tindakan terakhir. Anak yang melakukan kesalahan dapat yaitu pembinaan anak hendaknya mendahulukan motivasi sebelum menerapkan sanksi. Bagi Quthub, sanksi adalah tindakan terakhir. Anak yang melakukan kesalahan dapat dihukum secarasanksi berjenjang dengan mengikuti tahapan Bagi Quthub, adalah tindakan terakhir. Anakberikut. yang melakukan kesalahan dapat dihukum secara berjenjang dengan mengikuti tahapan berikut. Guruberjenjang atau orang tua tidak menyuruh untuk melakukan sesuatu. Guru dihukuma.secara dengan mengikuti tahapananak berikut. a. Guru atau orang tua tidak menyuruh anakhukuman untuk melakukan sesuatu. Guru membiarkan anak. Cara ini pun merupakan bagi anak yang selama ini a. Guru atau orang tua tidak menyuruh anak untuk melakukan sesuatu. Guru membiarkan anak. Cara ini pun merupakan hukuman bagi anak yang selama ini biasa didorong dan disuruh guru untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu membiarkan anak. Cara ini pun merupakan hukuman bagi anak yang selama ini biasa didorong dan disuruh guru untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu kegiatan. biasa didorong dan disuruh guru untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu kegiatan. b. kegiatan. Guru atau orang tua tidak memperhatikan anak selama kurun waktu tertentu. b. Guru atau orang tua tidak memperhatikan anak selama kurun waktu tertentu. c. Guru Guru atau atauorang orangtua tuatidak memperlihatkan ketidaksenangannya anak yang b. memperhatikan anak selama kurun kepada waktu tertentu. c. Guru atau orang tua memperlihatkan ketidaksenangannya kepada anak yang melakukan kesalahan. c. Guru atau orang tua memperlihatkan ketidaksenangannya kepada anak yang melakukan kesalahan. d. melakukan Guru atau orang tua bermuka masam. kesalahan. d. Guru atau orang tua bermuka masam. e. Guru atau orang tua bermuka melarangmasam. anak dengan suara tegas dan keras. d. Guru atau orang tua e. Guru atau orang tua melarang anak dengan suara kepada tegas dan keras. Guru atau atauorang orangtua tuamelarang tidak mengajak berbicara yang melakukan e.f. Guru anak dengan suara tegas dananak keras. f. Guru atau orang tua tidak mengajak berbicara kepada anak yang melakukan kesalahan untuk kurun waktu tertentu. f. Guru atau orang tua tidak mengajak berbicara kepada anak yang melakukan kesalahan untuk kurun waktu tertentu. g. kesalahan Guru atauuntuk orangkurun tua tidak memberi anak sesuatu yang disukainya. waktu tertentu. g. Guru atau orang tua tidak memberi anak sesuatu yang disukainya. h. Guru atau orang tua mengancam akan menghukum anak. g. Guru atau orang tua tidak memberi anak sesuatu yang disukainya. h. Guru atau orang tua mengancam akan menghukum anak. i. Guru Guru atau atau orang orang tua tua mengancam memukul perlahan-lahan. h. akan menghukum anak. i.j. Guru atau orang tua memukul perlahan-lahan. Guru atau atau orang orang tua tua memukul memukul perlahan-lahan. keras, sehingga anak merasa sakit. i. Guru j. Guru atau orang tua memukul keras, sehingga anak merasa sakit. j. Guru atau orang tua memukul keras, sehingga anak merasa sakit. Langkah-lang di atas harus diikuti secara tertib, tidak boleh dilangkahi. Guru atau Langkah-lang di atas harusmemukul diikuti secara tertib, tidak boleh dilangkahi. Guru atau orang Langkah-lang tua tidak boleh atau tertib, mencambuk anak.dilangkahi. Sebelum melakukan di langsung atas harus diikuti secara tidak boleh Guru atau orang tua tidak boleh langsung memukul atau mencambuk anak. Sebelum melakukan pukulan cambukan, guru hendaknya mempertimbangan hal berikut. orang tuaatau tidak boleh langsung memukul atau mencambukbeberapa anak. Sebelum melakukan pukulana.atauGuru cambukan, guru hendaknya mempertimbangan beberapa hal berikut. atau orang tua perlu memiliki berbagai alternatif hukuman pukulan atau cambukan, guru hendaknya mempertimbangan beberapa hal berikut.yang akan a. Guru atau orang tua perlu memiliki berbagai alternatif hukuman yang akan diterapkan secaratuaberangsur-angsur, sebab biasanya akan yang melakukan a. Guru atau orang perlu memiliki berbagai alternatifanak hukuman akan diterapkan secara berangsur-angsur, sebab biasanya anak akan melakukan banyak kesalahan, sehingga memerlukan banyak hukuman. Karena itu, bentuk diterapkan secara berangsur-angsur, sebab biasanya anak akan melakukan banyak kesalahan, sehingga memerlukan banyak hukuman. Karena itu, bentuk hukuman pun merentang panjang dari yang paling ringan hingga atau banyak kesalahan, sehingga memerlukan banyak hukuman. Karenapukulan itu, bentuk hukuman pun merentang panjang dari yang paling ringan hingga pukulan atau cambukan. hukuman pun merentang panjang dari yang paling ringan hingga pukulan atau cambukan. b. cambukan. Guru atau orang tua hendaknya tidak membiasakan hukuman fisik karena b. Guru atau orang anak tua hendaknya tidak membiasakan hukuman fisik karena boleh atau jadi orang tubuh menjadi terbiasa jika disakiti, hukuman sehingga hukuman itu b. Guru tua hendaknya tidak membiasakan fisik karena boleh jadi tubuh anak menjadi terbiasa jika disakiti, sehingga hukuman itu menjadi tidak berpengaruh. Jika hukuman fisik tidak berpengaruh, padahal itu boleh jadi tubuh anak menjadi terbiasa jika disakiti, sehingga hukuman itu menjadi tidak berpengaruh. Jika hukuman fisik tidak berpengaruh, padahal itu merupakan yang Jika paling berat, maka hilanglah semua jenis sarana menjadi tidakhukuman berpengaruh. hukuman fisik tidak berpengaruh, padahal itu merupakan hukuman yang paling berat, maka hilanglah semua jenis sarana merupakan hukuman yang paling berat, maka hilanglah semua jenis sarana Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

327

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

c.

hukuman yang efektif. Karena jika hukuman fisik yang berat saja tidak berpengaruh, apalagi hukuman yang ringan. Sanksi itu pada mulanya merupakan sesuatu yang ditakuti sebelum ia dilaksanakan. Kemudian sanksi itu memiliki dampak sempurna saat diterapkan untuk pertama kali. Namun, jika penerapannya berulang-ulang dalam jangka waktu yang dekat, maka ia akan kehilangan efektifitasnya, dan akhirnya sanksi itu tidak lagi berguna.

E. JENIS DAN TAHAPAN SANKSI Secara umum sanksi bertujuan memberikan nasihat bagi penerimanya dan bagi orang lain. Dalam peribahasa dikatakan, “Orang bahagia ialah yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain.” Ini berarti sanksi yang dialami seseorang merupakan nasihat dan pelajaran bagi orang lain, terutama bagi orang yang menerima sanksi. Karena itu, penerapan sanksi harus dilakukan di hadapan khalayak. Dilihat dari segi tujuannya, sanksi itu ada empat macam: yang bersipat membalas, mencegah, menasihati, atau memperbaiki. Sanksi yang bertujuan membalas diterapkan karena pelakunya melakukan kesalahan atau dosa. Balasan tersebut hendaknya dilakukan secara sepadan dengan kesalahan yang telah dilakukannya. Pembalasan yang sepadan ini disebut qishash, dan tidak akan dibicarakan dalam tulisan ini. Sanksi yang akan dibahas di sini ialah yang bersifat edukatif, yaitu yang bertujuan mencegah, menasihati, dan memperbaiki perilaku anak. Sanksi edukatif itu bervariasi dan berjenjang selaras dengan karakter siswa yang dihadapinya dan tingkat kesalahan yang dilakukannya.Sejatinya, sanksi tersebut bukanlah hukuman yang berkaitan dengan masalah pidana atau pelanggaran hukum syara’, tetapi hukuman yang berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan anak-anak di sekolah karena meninggalkan kewajiban agama, melakukan perbuatan yang membahayakan dirinya atau orang lain, dan melakukan akhlak yang tercela. Pelanggaran tersebut terjadi dalam proses pendidikan anak di sekolah atau di rumah. Menurut Al-Hazimi(2000:401-406), sanksi edukatif tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis seperti berikut. a. ‘Adamur ridha (Menampakkan Ketidaksenangan) Guru atau orang tua menampilkan sikap atau perilaku tidak senang kepada anak,sehinggadiamerasa bahwa guru atau orang tua tidak meridhai dan menyukai dirinya. Dalam hal ini guru jangan cepat-cepat memukul siswa tatkala siswa tidak merespon nasihat dan bimbingan. Guru harus berangsur-angsur menerapkan sanksi, yaitu dimulai dari pemberitahuan bahwa guru tidak menyukai perilaku siswa tersebut. Ketidaksukaan guru ini ditampilkan dalam muka yang masam, tidak memberinya perhatian, atau perbuatan lainnya. Sanksi semacam itu berpengaruh besar terhadap anak, terutama jika pembiaran dilakukan oleh guru yang disayangi siswa. Karena itu, kita sering menjumpai anak yang segera meminta maaf kepada orang tua atau gurunya atas kesalahan yang dilakukannya. b. Taqri’ (Menegur) Tahap kedua dari tahapan pemberian sanksi ialah menegur dengan keras (taqri’). Gurumenegur dengan tegas terhadap siswa yang bersalah, tetapi tidak boleh mencela dan mencacinya. Ini adalah sanksi yang bersifat menakut-nakuti, sehingga marwah atau kehormatan anak di depan temannya ataumasyarakatnya tetap terjaga. Namun, ada pula guru yang salah dalam menerapkan sanksi ini, yaitu guru atau orang tua mencela anak denganmelampaui batas, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang tajam, kasar, dan 328

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

melukai perasaan siswa, sehingga membuatnya membenci guru. Teguran keras merupakan melukai perasaan siswa, membuatnya membenci guru. Teguran keras merupakan sanksi kependidikan yangsehingga efektif, jika guru pandai menggunakannya. sanksi kependidikan yang efektif, jika guru pandai menggunakannya. melukai perasaan siswa, sehingga membuatnya membenci guru. Teguran keras merupakan c. kependidikan Hirman (Mencegah) sanksi yang efektif, jika guru pandai menggunakannya. c. Hirman (Mencegah) Siswa dicegah (hirman) melakukan sesuatu yang disukainya atau menerima sesuatu Siswa dicegah (hirman) yangsebelumnya disukainya atau yangc.menjadi haknya. Sanksi inimelakukan diterapkansesuatu jika sanksi tidakmenerima mempan.sesuatu Sanksi Hirman (Mencegah) yang menjadi haknya. Sanksi ini diterapkan jika sanksi sebelumnya tidak mempan. Sanksi diterapkan dalam situasi yang berbeda. Misalnya, anak dilarang bermain dengan temanSiswa dicegah (hirman) melakukan sesuatu yang disukainya atau menerima sesuatu diterapkan dalam situasi yangberwisata berbeda. Misalnya, anak dilarang bermain dengandibelikan temantemannya, atauhaknya. tidak diajak ke tempat yangsebelumnya disukainya, ataumempan. tidak yang menjadi Sanksi ini diterapkan jika sanksi tidak Sanksi temannya, atau tidak diajak berwisata ke tempat yang disukainya, atau tidak dibelikan keperluan sekolahnya. Penerapan sanksi ini temporer saja, tidak selamanya. diterapkan dalam situasi yang berbeda. Misalnya, anak dilarang bermain dengan temankeperluan sekolahnya. Penerapan sanksi ini temporer saja,anak, tidaknamun selamanya. Meskipun sanksi ini berpengaruh mendalam bagi jika terustemannya, atau tidak diajak berwisata ke tempat yang disukainya, atau dilakukan tidak dibelikan Meskipun sanksi ini berpengaruh mendalam bagi anak, namun jika dilakukan terusmenerus dan melampaui batas, ia akan menimbulkan pengaruh buruk bagi siswa. Anak keperluan sekolahnya. Penerapan sanksi ini temporer saja, tidak selamanya. menerus dan melampaui batas, ia akan menimbulkan pengaruh buruk bagi siswa. Anak dapat melakukan menyimpang memenuhi yang tidakjika diraihnya. Meskipun perilaku sanksi ini berpengaruhguna mendalam bagiapa anak, namun dilakukan terusdapat melakukan perilaku menyimpang guna memenuhi apa yang tidak diraihnya. menerus dan melampaui batas, ia akan menimbulkan pengaruh buruk bagi siswa. Anak d. melakukan Hijr(Memboikot) dapat perilaku menyimpang guna memenuhi apa yang tidak diraihnya. d. Hijr(Memboikot) Secara harfiah hijr merupakan lawandari menyambung (washal), yaitu tidak harfiahkepada hijr merupakan menyambung mengajak berbicara orang lain lawandari tatkala bertemu. Hal ini(washal), bertujuanyaitu agartidak dia d. Secara Hijr(Memboikot) mengajak berbicara orang lain lawandari tatkala Hijr bertemu. Hal ini bertujuan agartidak dia menghentikan perbuatan yangmerupakan melanggar syari’at. merupakan sarana pendidikanyang Secara harfiahkepada hijr menyambung (washal), yaitu menghentikan perbuatan yang melanggar syari’at. Hijr merupakan sarana pendidikanyang dapat dilakukan oleh suami kepada istri, orang tua kepada anak, guru kepada siswa, dan mengajak berbicara kepada orang lain tatkala bertemu. Hal ini bertujuan agar dia dapat dilakukanperbuatan oleh suami kepada istri, orang tuaHijr kepada anak, guru kepada siswa, dan seterusnya. menghentikan yang melanggar syari’at. merupakan sarana pendidikanyang seterusnya. Sebenarnya dilakukan kecuali alasan dapat dilakukan olehpemboikotan suami kepada ini istri,haram orang tua kepada anak, guru ada kepada siswa,yang dan Sebenarnya pemboikotan ini haram dilakukan kecuali ada alasan yang mewajibkannya dan dilakukan sesuai dengan prinsip syariat. Nabi saw. bersabda, seterusnya. mewajibkannya dilakukan sesuai dengan prinsip Nabi bersabda, “Janganlah kaliandansaling membenci, dengki, dan syariat. saling membelakangi. Jadilah Sebenarnya pemboikotan inisaling haram dilakukan kecuali adasaw. alasan yang “Janganlah kalian saling membenci, saling dengki, dan saling membelakangi. Jadilah hamba Allah yang bersaudara. halalsyariat. memboikot mewajibkannya dan dilakukanSeorang sesuai muslim dengan tidak prinsip Nabi(hijr) saw.saudaranya bersabda, hamba Allah yang Seorangsaling muslim tidak dan halalsaling memboikot (hijr) saudaranya lebih dari tiga hari” bersaudara. (HR. Bukhari). “Janganlah kalian saling membenci, dengki, membelakangi. Jadilah lebih dari tiga hari” (HR. Bukhari). Imam an-Nawawi berkata: Para ulama mengharamkan pemboikotan di antara umat hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim tidak halal memboikot (hijr) saudaranya Imam berkata: Para ulama mengharamkan pemboikotan di antara umat muslim lebih dari 3(HR. hari,Bukhari). tetapi boleh kurang dari 3 hari. Pada prinsipnya memboikot lebih dari tigaan-Nawawi hari” muslim lebih dari 3 hari, tetapi boleh kurang dari 3 hari. Pada prinsipnya memboikot seorangImam muslim itu haram kecuali jika memiliki kepentingan syariat, misalnya untuk an-Nawawi berkata: Para ulama mengharamkan pemboikotan di antara umat seorang muslim itu3 haram kecuali jikakurang memiliki kepentingan syariat, misalnya untuk mendidik dan mengembalikan seseorang kepadadari kebenaran. Pemboikotan yang minimal muslim lebih dari hari, tetapi boleh 3 hari. Pada prinsipnya memboikot mendidik dan mengembalikan seseorang kepada kebenaran. Pemboikotan yang minimal ialah hanya memberi salam, tidak sampai memutuskan tali silaturahim. seorang muslim itu haram kecuali jika memiliki kepentingan syariat, misalnya untuk ialah hanyadan memberi salam, tidak sampai memutuskan tali silaturahim. mendidik mengembalikan seseorang kepada kebenaran. Pemboikotan yang minimal Adh-dharbu ialahe. hanya memberi(Memukul) salam, tidak sampai memutuskan tali silaturahim. e. Adh-dharbu (Memukul) Pendidikan Islam menegaskan sanksi memukul dalam beberapa situasi, misalnya Pendidikan Islam menegaskan sanksi memukul dalam hukum-hukum beberapa situasi,Allah, misalnya tatkalamendidik anak agar mendirikan shalat, menegakan dan e. Adh-dharbu (Memukul) tatkalamendidik anak agar mendirikan shalat, menegakan hukum-hukum Allah, dan menetapkan ta’zir (sanksi dengan dipermalukan). Pendidikan Islam menegaskan sanksi memukul dalam beberapa situasi, misalnya menetapkan ta’zir (sanksi dengan dipermalukan). Sehubungan dengan mendidik anak agar mendirikan shalat, Nabi saw. Allah, bersabda, tatkalamendidik anak agar mendirikan shalat, menegakan hukum-hukum dan Sehubungan dengan mendidik anak agar mendirikan shalat, Nabi saw. bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian untuk mendirikan shalat saat usia mereka tujuh tahun dan menetapkan ta’zir (sanksi dengan dipermalukan). “Perintahkan anak-anak kalian untuk mendirikan shalat saat usiatidur mereka tujuh dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun sertamendirikan pisahkan tempat mereka." (HR. Abu Sehubungan dengan mendidik anak agar shalat, Nabi saw. tahun bersabda, pukullah mereka saat usia sepuluh tahun serta pisahkan tempat tidur mereka." (HR. Abu Dawud. Dishahihkan oleh Al-Albany ). “Perintahkan anak-anak kalian untuk mendirikan shalat saat usia mereka tujuh tahun dan Dawud. ). serta pisahkan tempat tidur mereka." (HR. Abu pukullahDishahihkan mereka saatoleh usiaAl-Albany sepuluh tahun F. KETENTUAN PENERAPAN Dawud. Dishahihkan oleh Al-Albany ). SANKSI FISIK F. KETENTUAN PENERAPAN SANKSI FISIK Apabila pendekatan kasih sayang dan sanksi ringan tidak efektif dalam membina Apabila pendekatan kasih sayang dan sanksi ringan tidak sanksi efektif fisik. dalamSalah membina siswa, para pendidik dan para ulama membolehkan satu F. KETENTUAN PENERAPAN SANKSI FISIKpenerapan siswa, para pendidik dan para ulama membolehkan penerapan sanksi fisik. Salah satu bentuksaknsi fisik itu adalah pukulan atau cambukan. Menurut Husain (1977: 61-65), Apabila pendekatan kasih sayang dan sanksi ringan tidak efektif dalam membina bentuksaknsi fisikberupa itu dan adalah atau cambukan. Menurut Husain (1977: 61-65), penerapan pukulan atau cambukan itu perlu menuhisanksi beberapa syarat seperti siswa, parasanksi pendidik parapukulan ulama membolehkan penerapan fisik. Salah satu penerapan sanksi berupa pukulan atau cambukan itu perlu menuhi beberapa syarat seperti berikut. bentuksaknsi fisik itu adalah pukulan atau cambukan. Menurut Husain (1977: 61-65), berikut. 1. Guru selayaknya mengutamaan pembinaan perilaku siswa penerapan sanksi berupamenerapkan pukulan ataudan cambukan itu perlu menuhi beberapa syarat dengan seperti 1. Guru selayaknya menerapkan dan mengutamaan pembinaan perilaku siswa dengan berlandaskan kasih sayang. berikut. kasihmenerapkan sayang. 1. berlandaskan Guru selayaknya dan mengutamaan pembinaan perilaku siswa dengan berlandaskan kasih sayang. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

329

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

2. Pukulan yang diterapkan guru tidak boleh lebih dari tiga kali. Jika guru akan pukulan, maka guru tidak boleh lebih dari 10dari kali tiga kecuali izinguru dari akan wali 2. menambah Pukulan yang diterapkan tidak boleh lebih kali.atas Jika siswa. menambah pukulan, maka tidak boleh lebih dari 10 kali kecuali atas izin dari wali 3. Pukulan siswa. dikenakan pada bagian tubuh yang aman. Guru tidak boleh memukul siswa demi keselamatan mata, dang 3. bagian Pukulankepaladan dikenakan wajah pada bagian tubuh menjaga yang aman. Guru tidakotak, boleh memukul pancainderanya. Pukulan misalnya dilakukan terhadap kaki. bagian kepaladan wajah siswa demi menjaga keselamatan otak, mata, dang pancainderanya. Pukulan misalnya dilakukan terhadap kaki. Adapun menurut Al-Qabasi (Al-Ahwani,1967:156), pukulan dapat dilakukan guru atau orang tua dengan memenuhi beberapa ketentuan seperti berikut. Adapun menurut Al-Qabasi (Al-Ahwani,1967:156), pukulan dapat dilakukan guru 1. Guru tidak boleh memukul siswa kecuali karena kesalahan. atau orang tua dengan memenuhi beberapa ketentuan seperti berikut. 2. sesuaisiswa dengan tingkat kesalahan yang dilakukannya. 1. Guru Guru memukul tidak bolehsiswa memukul kecuali karena kesalahan. 3. pukulansiswa berkisar antara 1 hingga 3 pukulan. lebih dari 3 pukulan, guru 2. Jumlah Guru memukul sesuai dengan tingkat kesalahanJika yang dilakukannya. harus meminta izin kepada orang tua atau walinya. 3. Jumlah pukulan berkisar antara 1 hingga 3 pukulan. Jika lebih dari 3 pukulan, guru 4. Guru memukul lebihorang dari 10, jika walinya. anak sudah berusia ihtilam, tetapi buruk harus boleh meminta izin kepada tua atau akhlaknya, buruk perilakunya, dan tidak takut 4. Guru boleh memukul lebih dari 10, jika anakdengan sudah pukulan. berusia ihtilam, tetapi buruk 5. Tindakan memukul harus dilakukan oleh guru sendiri, tidak boleh diwakilkan akhlaknya, buruk perilakunya, dan tidak takut dengan pukulan. teman anak yang dipkul. 5. kepada Tindakan memukul harus dilakukan oleh guru sendiri, tidak boleh diwakilkan 6. Pukulan harus menimbulkan rasa sakit, tetapi tidak boleh terlampau menyakitkan kepada teman anak yang dipkul. membahayakan. 6. dan Pukulan harus menimbulkan rasa sakit, tetapi tidak boleh terlampau menyakitkan 7. Pukulan dilakukan pada bagian kaki. Jangan memukul wajah atau kepala anak. dan membahayakan. 8. pukul adalah kayu agak lembut danmemukul aman, atau sejenis kecil. 7. Alat Pukulan dilakukan padayang bagian kaki. Jangan wajah ataucambuk kepala anak. 8. Alat pukul adalah kayu yang agak lembut dan aman, atau sejenis cambuk kecil. Sementara itu Al-Hazimi(2000:401-406) menetapkan tata cara memukul atau mencambuk seperti itu berikut. Sementara Al-Hazimi(2000:401-406) menetapkan tata cara memukul atau 1. Pukulan itu berikut. bukan untuk melepas emosi karena hal itu akan menyebabkan mencambuk seperti bertindak batas. emosi karena hal itu akan menyebabkan 1. seseorang Pukulan itu bukan melampaui untuk melepas 2. Pukulan itu tidak menimbulkan luka, yaitu tidak membuat tulang patah atau retak. seseorang bertindak melampaui batas. selaras dengan kadar kesalahan anak. 2. Pukulan Pukulan harus itu tidak menimbulkan luka, yaitu tidak membuat tulang patah atau retak. 3. Alat pukul tidak boleh keras atau kasar karena Pukulan harus selaras dengan kadar kesalahan anak.akan mematahkan tulang, atau 3. terlampau Alat pukullembut tidak karena boleh akan kerasmenyakitkan. atau kasar karena akan mematahkan tulang, atau 4. Alat pukul jangan terlalu kecilmenyakitkan. sehingga tidak dapat digantungkan di rumah untuk terlampau lembut karena akan 4. diperlihatkan. Alat pukul jangan terlalu kecil sehingga tidak dapat digantungkan di rumah untuk 5. Jangan memukul lebih dari 10 kali berkenaan dengan kesalahan yang tidak diperlihatkan. dengan kemaksiatan pelanggaran had.dengan kesalahan yang tidak 5. berkaitan Jangan memukul lebih dari atau 10 kali berkenaan 6. Jangan memukul pada tempat-tempat yang mematikan. berkaitan dengan kemaksiatan atau pelanggaran had. 6. Jangan memukul pada tempat-tempat yang mematikan. G. DAMPAK SANKSI (1982: 169-170) mengutip pandangan Ibnu Khaldun yang menegaskan G. Ahmad DAMPAK SANKSI bahwa Ahmad siapa yang pelayan, atau karyawan dengan kekerasan dan (1982:mengajar 169-170)siswa, mengutip pandangan Ibnu Khaldun yang menegaskan pemaksaan, maka akan meciutkan jiwa mereka, membuat mereka pasif dan malas, bahwa siapa yang mengajar siswa, pelayan, atau karyawan dengan kekerasan dan mendorongnya berdusta,berpura-pura, dan berlainan isi hati dan tindakannya. Anak pemaksaan, maka akan meciutkan jiwa mereka, antara membuat mereka pasif dan malas, yang sering menerima kekerasanakan berupaya mencari cara untuk melakukan tipu daya mendorongnya berdusta,berpura-pura, dan berlainan antara isi hati dan tindakannya. Anak guna menghindari kekerasan. Jika halberupaya ini dibiarkan, terbentuklahkebiasaan dan yang sering menerima kekerasanakan mencarimaka cara untuk melakukan tipu daya perilaku yang merusak kemanusiaan. Dia akan tumbuh menjadi anak yang berupaya guna menghindari kekerasan. Jika hal ini dibiarkan, maka terbentuklahkebiasaan dan melindungi danmerusak mempertahankan diri dan ancaman Pada perilaku yang kemanusiaan. Diakedudukannya akan tumbuh dari menjadi anakpihak yang lain. berupaya gilirannya, penyakit ini akan menular pada keluarga lain. Di samping itu dia menjadi orang melindungi dan mempertahankan diri dan kedudukannya dari ancaman pihak lain. Pada malas dalam meraih keutamaan dan keluarga akhlak lain. yang mulia, itu sehingga runtuhlah gilirannya, penyakit ini akan menular pada Di samping dia menjadi orang kemanusiaannya, lalu jatuh ke dalam kenistaan. malas dalam meraih keutamaan dan akhlak yang mulia, sehingga runtuhlah kemanusiaannya, lalu jatuh ke dalam kenistaan. 330

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

Hal senada juga dikemukakan oleh Al-Kailani (1985: 229) yang menyatakan kekerasan akan membahayakan siswa, terutama anak-anak. Kekerasan akan membuat anak-anak malas dan mendorong mereka untuk berdusta, menipu, mencaci, dan menjauhi kebaikan. Kekerasan akan membuat anak-anak bersedih, dan kesedihan membuat hatinya mati. Sebaliknya, jika guru atau orang tua terlampau permisif terhadap perilaku anak, makaanak akan terbiasa hidup santai dan manja. Guru perlu memperlakukan anak dengan kelembutan. Jika kelembutan tidak efektif,guru dapat menerapkan tindakan tegas. Adapun pukulan yang tidak melukai merupakan tindakan terakhir yang dapat dilakukan guru atau orang tua. H. SANKSI DALAM PERSPEKTIF GURU BERPRESTASI Munculnya fenomena sanksi yang berubah menjadi kekerasan, mendorong Syihabuddin (2016) untuk mewawancara para guru berprestasi pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, baik guru SD, SMP, maupun SMA atau SMK, tentang cara membimbing siswa, cara memotivasi siswa, cara memberikan sanksi, dan bagaimana sikap orang tua terhadap guru. Pada umumnya para guru berprestasi menggunakan berbagai cara membimbing siswa agar mencapai perubahan perilaku yang diharapkan. Di antara cara tersebut ialah membina komunikasi dengan siswa, menyesuaikan cara membimbing dengan karakter siswa, memberikan perhatian khusus kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus, menerapkan nilai secara konsisten, menegakkan disiplin, dan memberikan keteladanan. Menurut responden, keteladanan itu sangat penting. “Menerapkan nilai untuk memotivasi siswa dengan cara memberikan contoh-contoh teladan dalam kehidupan (sosok orang yang berprestasi) dan mengajarkan rasa syukur kepada siswa bahwa tidak semua orang dapat belajar seperti mereka jadi mereka harus memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadi sosok yang dapat memberikan manfaat bagi keluarga dan masyarakat, lebih jauh bagi negara” (8:10). Namun, pada umumnya para guru berprestasi membimbing siswa dengan menerapkan nilai-nilai yang relevan dengan kebutuhan siswa. Secara lengkap, cara yang dilakukan guru disajikan dalam tabel berikut. Tabel 1 Cara Membimbing Siswa No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jumlah

Kegiatan Membimbing Berkomunikasi dengan siswa dan mengidentifikasi penyebabnya untuk ditangani secara khusus Disesuaikan dengan karakter siswa secara proporsional Memberikan perhatian kepada yang nakal Menerapkan nilai secara konsisten dan fleksibel Mengajar dengan hati dan kasih sayang Menegakkan disiplin Memberikan keteladanan Menerapkan metode Value Clarification Technique Menerapkan nilai kebersamaan

Frekuensi F % 2 8.69 4 3 4 3 3 2 1 1 23

17,39 13,04 17,39 13,04 13,04 8,69 4,34 4,34 100

Di samping membimbing, para guru pun memotivasi siswa dengan menyuruh membaca, menggunakan dan memanfaatkan gadget, menggunakan metode pembelajaran Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

331

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

yang variatif, memberikan keteladanan, mengundang siswa yang berhasil, menceritakan kisah, memberikan bahan ajar untuk didiskusikan, melakukan pembiasaan, menyuruh siswa belajar dan bekerja keras, memberikan penghargaan, memberikan motivasi, dan memberikan pembelajaran yang menyenangkan. Di antara cara yang paling banyak dilakukan oleh guru ialah memberikan keteladanan dan menyuruh siswa agar bekerja keras dalam meraih prestasi. Hal ini ditegaskan oleh responden nomor 11, “Siswa harus diberi contoh berulang kali, ada yang langsung menyadari dan menerapkan hal tersebut ada yang tidak. Tapi kelak ketika mereka dewasa, mereka mengerti, mereka akan menerapkan nilainilai yang dicontohkan ketika sekolah” (11:12). Di samping itu, guru juga perlu memperlakuan siswa secara adil. Seorang guru menegaskan, “Ketika menghadapi siswa yang memiliki kemampuan tinggi ataupun rendah maka konsep utama dalam pembelajaran ialah adanya konsep keadilan dalam menyamaratakan perlakuan terhadap siswa yang sesuai dengan kapasitasnya masingmasing” (1:8) Cara-cara memotivasi yang dilakukan guru dapat dicermati pada tabel berikut. Tabel 2 Kegiatan Memotivasi No.

Kegiatan Memotivasi

1. Menyuruh membaca 2. Membebaskan siswa menggunakan dan memanfaatkan gadget 3. Menggunakan metode pembelajaran yang variatif 4. Memberikan keteladanan, menghadirkan siswa yang berhasil 5. Menceritakan kisah/cerita 6. Memberikan bahan ajar untuk didiskusikan 7. Melakukan pembiasaan 8. Menyuruh siswa belajar dan bekerja keras 9. Memberikan penghargaan 10. Memberikan motivasi yang lebih 11. Memberikan pembelajaran yang menyenangkan kepada siswa Jumlah

Frekuensi F % 3 13,63 1 4,54 1 4,54 6 27,27 3 13,63 1 4,54 1 4,54 3 13,63 1 4,54 1 4,54 1 4,54 22 100

Apabila berbagai bentuk bimbingan dan motivasi yang dilakukan guru tidak berhasil dalam mengembangkan potensi siswa dan mengarahkan perilakunya, maka sebagian guru menggunakan strategi lain, yaitu memberikan sanksi. Namun, sekaitan dengan masalah sanksi, pandangan guru berprestasi terbagi dua: yang setuju dan yang tidak setuju. Guru yang tidak setuju terhadap penerapan sanksi lebih mengutamakan kasih sayang dan menekankan pada komunikasi. żuru yang tidak setuju menegaskan, “Mendidik dengan memberi sanksi baik fisik maupun verbal tidak efektif karena sanksi tidak memberikan efek jera kepada siswa, justru apabila sanksi itu dikenakan apalagi dengan cara kekerasan atau menggunakan kata-kata yang kurang arif akan menimbulkan antipati terhadap orang/guru yang memberikan sanksi tersebut” (9:22) Guru yang setuju dengan sanksi fisik memberikan beberapa syarat penerapan sanksi, yaitusanksi fisik tersebut tidak berat, tidak memberikan hukuman fisik, hukuman disesuaikan dengan kesalahan dan keadaan siswa, hukuman yang mendidik, dan tidak memberikan hukuman verbal. Menurut guru, “Jika ada siswa yang nakal harus diberi sanksi jangan dibiarkan. Pemberian sanksi dalam proses mendidik masih dibutuhkan mulai dari SD sampai ke perguruan tinggi” (3:21). 332

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

Salah seorang guru menegaskan, “Tujuan pemberian sanksi yaitu untuk memberi pelajaran dan mendorong siswa agar dapat menghentikan tingkah laku mereka yang salah, tapi sanksi fisik kepada siswa tidak bisa dibenarkan” (5:17). Pandangan para guru berprestasi tentang penerapan sanksi dapat dicermati pada tabel berikut. Tabel 3 Penerapan Sanksi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Penerapan Sanksi Menekankan pada komunikasi Memberi sanks ifisik yang tidak berat seperti memungut sampah Tidak memberikan hukuman fisik Hukuman disesuaikan dengan kesalahan dan keadaan siswa Hukuman yang mendidik Tidak memberikan hukuman verbal Mengutamakan kasih sayang Jumlah

Frekuensi f % 4 16,66 1 4,16 3 12,50 4 16,16 8 33,33 3 12,50 1 4,16 24 100

Dalam melaksanakan tugas mendidik, para guru mengharapkan para orang tua memberikankontribusi dan dukungan bagi tercapainya keberhasilan pembelajaran. Di antara bentuk kontribusi orang tua yang diharapkan para guru ialah bekerja sama, menjalin komunikasi, dan mendukung kegiatan sekolah, memantau kegiatan anak di sekolah, peduli, proaktif, menyumbang buku, memberikan kepercayaan penuh kepada guru dalam membimbing siswa, dan memantau anaknya dalam mengerjakan PR. Seorang guru menegaskan, “Bentuk intervensi orang tua yang menunjang kelancaran tugas guruialah yang sejalan dengan norma-norma agama dan budaya. Intervensidilakukan dalam bentuk penguatan terhadap perilaku-perilaku yang baik atau positif di lingkungan keluarga, misalnya membimbing, memotivasi, dan mengontrol perilaku anak agar sesuai dengan yang diinginkan dalam membentuk sosok yang dapat berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara” (8:19). żuru lain menegaskan, “Orang tua harus bisa berkompromi alias kooperatif dengan pihak sekolah. Tidak terlalu memanjakan anak sehingga anak bisa berkembang menjadi pribadi yang mandiri” (15:20). Bentuk-bentuk kontribusi orang tua yang diharapkan oleh para guru tampak pada tabel berikut. Tabel 4 Kontribusi Orangtua Frekuensi No. Kontribusi Orangtua f % 1. Kooperatif, komunikasi, dan mendukung kegiatan sekolah, 9 37,50 2. Memantau kegiatan anaknya di sekolah 4 16,66 3. Kerjasama, peduli, proaktif 7 29,16 4. Menyumbang buku 1 4,16 5. Memberikan kepercayaan penuh kepada guru dalam 2 8,33 membimbing siswa 6. Memantau anaknya dalam mengerjakan PR 1 4,16 Jumlah 24 100 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

333

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

I.

KESIMPULAN Paparan di atas menunjukkan bahwa pendidikan hendaknya dilakukan dengan berlandaskan pada nilai kasih sayang. Guru hendaknya menyayangi para siswanya sebagaimana dia menyayangi dirinya dan anaknya sendiri. Sanksi atau hukum merupakan cara terakhir yang diterapkan guru. Sanksi yang dipilih guru merentang mulai dari yang paling ringan hingga sanksi fisik. Tatkala pemberian sanksi akan dipilih, guru perlu mempertimbangkan kesesuaian sanksi tersebut dengan tingkat kesalahan anak, etika, kepatutan, dan prinsip-prinsip penerapan sanksi yang ditetapkan dalam sistem pendidikan Islam, atau kaidah pendidikan pada umumnya. Jika sanksi tersebut tidak sejalan dengan kaidah, tidak sesuai dengan pertimbangan nalar dan etika, serta tidak relevan dengan pengalaman paraguru, maka sanksi tersebut akan berubah menjadi kekerasan. Pada gilirannya, kekerasan yang dilakukan guru akan menimbulkan kekerasan yang dilakukan oleh siswa atau orang tua siswa. Tamparan, pukulan, dan tendangan yang dilakukan guru akan melahirkan bacokan dan keroyokan dari siswa. Karena itu, sanksi perlu diterapkan dengan mengikuti prinsip-prinsip pemberian sanksi. Pelanggaran terhadap prinsip ini akan melahirkan malapraktik pendidikan. REFERENSI Ahmad, L.B. (1982). Fi Al-Fikri al-Tarbawy al-Islamy. Al-Mamlakah Al-‘Arabiyah AsSa’udiyah Riyad: Dar al-Marikh. Al-Ahwany, A.H. (1967). Dirasat fi al-Tarbiyyah: Al-Tarbiyyah fi al-Islam. Mesir: Dar alMa’arif. Al-Ashfahani, A. (t.t.). Mu’jam Mufrâdâtil alfâ-dhil Qur`âni. Beirut: Dar Al-Fikr. Al-Hazimy, K.H. (2000). Usulu al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah. Al-Mamlakah Al-‘Arabiyah As-Sa’udiyah: Dar ‘Alami al-Kutub. Ali, S.I. (2002).Al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ru’`yah Tarbawiyah. Al-Qahirah: Dar al-Fikr al-‘Arabi. Al-Kailani, M.A. (1985: 229). Tathawwur Mafhum an-Nazhayyah at-Tarbawiyyah alIslamiyyah. Beirut: Dar Ibnu Katsir. An-Nawawy, I. (1987). Adabul Mu’allim wal Muta’allim. Maktabah al-Sahabah: Tanta. Asy-Syarif, M.S. (2006). Nahwa Tarbiyah Islamiyyah Rasyidah min ath-Thufulah Hata alBulugh. Riyadh: Maktabah al-Mulk Fahd. Husain, A.L. (1977). Al-Tarbiyyah fi al-Sunnah al-Nabawiyah. Al-Riyad: Manshurat Dar al-Liwa’. Kompas. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Ma’lum, S.A. (1993). Al-Fikru al-Tarbawy ‘Inda al-Khatib al-Baghdadi. Lebanon: Maktabah Layinah. Quthub, M. (1992). Manhaju al-Tarbiyyah al-Islamiyyah. Al-Juz’u al-Thany. Al-Qahirah: Dar al-Shuruq. Pikiran Rakyat. Bandung: PT Pikiran Rakyat Bandung. Republika. Jakarta: PT Abdi Bangsa. Syihabuddin. (2016). Pedagogik Spiritual: Studi Inquiri Naratif ihwal Landasan Nilai dan Prinsip Pendidikan dalam Perspektif Guru Berprestasi. Laporan Penelitian. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

334

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODEL PEMBELAJARAN TADZKIROH UNTUK MENANAMKAN MODEL PEMBELAJARAN TADZKIROH UNTUK MENANAMKAN NILAI NILAI IMAN DAN TAQWA DALAM PEMBELAJARAN PAI IMAN DAN TAQWA DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH DASAR DI SEKOLAH DASAR Tedi Supriyadi Tedi Supriyadi Universitas Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Indonesia Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT TADZKIROH learning model is a conceptual framework that is used as a guideline in implanting iman and taqwa (IMTAQ) values to the student in Islamic Religious Education process. In its learning technic, the effort to implant, strengthen, and grow this iman and taqwa value, teachers must be able to instruct and touch all human dimensions in their learning processes including soul (ruh), mind (aql), heart (qalb), passion (nafs) and body (basyar) in balance. In addition, transformation process of iman anad taqwa values in learning activity cannot be transferred at once, but should be appropriated with levels of student’s age development. It were found 79 values that should be actualized in students’ daily life. These values are then inventoried to be transformed gradually based on elementary school student’s age, through TADZKIROH learning model, i.e. Tunjukan teladan, Arahkan, Dorongan, Zakiyah (Kesucian), Kontinuitas, Repetisi, Organisasikan and Hati (show example, give direction, motivation, purity, continuity, repetition, organize, and heart).

Keyword: Tadzkirah, learning Model, Iman and Taqwa ABSTRAK Model pembelajaran TADZKIROH adalah sebuah kerangka konseptual yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menanamkan nilai-nilai iman dan taqwa (IMTAQ) pada peserta didik dalam pembelajaran PAI. Upaya penanaman, penguatan dan penumbuh kembangan nilai-nilai iman dan taqwa ini, dalam teknik pembelajarannya, guru harus mampu membelajarkan serta menyentuh seluruh dimensi kemanusiaan dalam potensi belajarnya yang meliputi ruh, aqal, hati, nafsu dan fisik secara seimbang. Selain itu proses transformasi nilai iman dan taqwa dalam kegiatan pembelajaran tidak bisa ditranformasikan secara sekaligus tetapi bertahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan usia peserta didik. Ditemukan 79 nilai yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari bagi peserta didik, nilai tersebut kemudian diinventarisir untuk ditransformasikan secara bertahap berdasarkan usia anak sekolah dasar melalui model pembelajaran TADZKIROH yakni Tunjukan teladan, Arahkan, Dorongan, Zakiyah (Kesucian), Kontinuitas, Repetisi, Organisasikan dan Hati.

Kata kunci : Tadzkirah, Model Pembelajaran, Iman dan Taqwa A. PENDAHULUAN Dewasa ini dunia pendidikan dihantam musibah yang menyesakan dada bagi siapa saja yang mendengarnya terlebih bagi seorang pendidik, begitu santer media cetak dan online memberitakan terjadinya pemukulan guru oleh siswa, disamping hal itu terdapat pula guru yang dipenjarakan gara-gara dianggap salah mendidik oleh orang tua siswa dengan dalih melakukan tindakan kekerasan terhadap peserta didiknya, perendahan martabat seorang guru oleh siswa atau pelecehan yang dilakukan oleh oknum guru terhadap siswanyadanmungkin juga masih banyak fakta yang lain yang tidak terekspose, menggambarkan buramnya potret pendidikan Indonesia. Menurut Zubaidi (2011, hal.2) hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan agama dan moral yang Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

335

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 335 – 340

didapat di bangku sekolah tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. didapat di bangku terhadap perubahan manusia Indonesia. Bahkan yang terlihatsekolah adalah tidak begituberdampak banyak manusia Indonesia yang perilaku tidak koheren antara ucapan Bahkan yang terlihat adalah demikian, begitu banyak manusia Indonesia yangyang tidak dihasilkan koheren antara dan tindakannya. Kondisi diduga berawal dari apa olehucapan dunia dan tindakannya. Kondisi demikian, diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. pendidikan. Problem utama dari buramnya potret pendidikan Indonesia adalah hampanya nilai dalam Problem utama dari buramnya potret pendidikan Indonesia adalahyang hampanya nilai dalam proses pendidikan di Indonesia sehingga melahirkan manusia-manusia pecah kepribadian proses pendidikan di Indonesia sehingga melahirkan manusia-manusia yang pecah kepribadian (split personality), permisalan manusia yang split personality adalahdia tahu jujur itu baik, dia siap (split personality), permisalan manusia personality adalahdia tahu jujur itu sudah baik, dia siap jadi orang jujur tetapi prilakunya seringyang tidaksplit jujur, hal ini dikarenakan pendidikan hampir jadi orang jujurpengajaran tetapi prilakunya seringmenyentuh tidak jujur,ranah hal ini dikarenakan sudah hampir identik dengan yang hanya kognitif semata,pendidikan dalam pelajaran agama, identik dengan pengajaran yang hanya menyentuh ranah kognitif semata, dalam pelajaran lebih cenderung mencetak para penghapal ajaran agama bukan penghayat dan pengamalagama, ajaran lebih para penghapal pengamal ajaran agama,cenderung outputnyamencetak hanya melahirkan orangajaran yang agama cerdas bukan secara penghayat intelektual dan namun tidak cerdas agama, outputnya hanyakonsep melahirkan yang cerdas secarabukan intelektual cerdas dalam sosial, padahal ideal orang dari proses pendidikan hanya namun sebatastidak transfer of dalam sosial, padahal konsep ideal dari proses pendidikan bukan hanya sebatas transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. knowledge tetapi juga transfer of value. . . B. METODE B. METODE Tulisan ini bersifat kepustakaan murni (library research) karena sumber datanya berupa Tulisan bersifat kepustakaan (library research) karena sumber datanya dengan berupa buku-buku atau ini kitab-kitab karya ulamamurni klasik maupun kontemporer yang berkaitan buku-buku atau kitab-kitab karya ulama klasik maupun kontemporer yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan akhlak atau moral yang pendekatannya adalah pendekatan untuk masalah pendidikan danyang akhlak ataudengan moral pendekatan yang pendekatannya adalah pendekatan pendidikan kepribadian berbeda pada bidang-bidang pengetahuanuntuk atau pendidikan kepribadian yang berbeda dengan pendekatan pada bidang-bidang pengetahuan atau keterampilan lainnya. keterampilan Dalamlainnya. menganalisis data dan materi yang telah dikumpulkan, menggunakan metode Dalam menganalisis data danmakna materisuatu yangistilah telahseperti dikumpulkan, menggunakan metode deskriptif analitis, yakni menguraikan makna karakter dan internalisasi deskriptif analitis, yakni menguraikan makna suatu istilah seperti makna karakter dan internalisasi dan makna makna umum lainnya yang relevan dengan pendidikan karakter, kemudian menggali dan maknadari makna lainnya yang relevan dengan pendidikan karakter, menggali nilai-nilai imanumum dan taqwa yang akan diinternalisasikan pada peserta didikkemudian usia sekolah dasar nilai-nilai dari iman dan taqwa yang akan diinternalisasikan pada peserta didik usia sekolah dengan menggunakan metode dan model pembelajaran dalam upaya internalisasi dasar nilai dengan menggunakan metode dan model pembelajaran dalam upaya internalisasi nilai tersebut,sehingga indikator prilaku manusia yang beriman dan bertaqwa pada peserta didik usia tersebut,sehingga prilaku manusia yang beriman dan bertaqwa pada peserta didik usia sekolah dasar dapatindikator terejawantahkan sekolah dasar dapat terejawantahkan C. PEMBAHASAN C. PEMBAHASAN Secara etimologis, kata karakter bisa berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi Secaramembedakan etimologis, seseorang kata karakter bisa yang berarti tabiat, kejiwaan, atau2008: budi pekerti yang dengan lain, atau sifat-sifat watak (Tim Redaksiakhlak Tesaurus, pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak (Tim Redaksi Tesaurus, 2008: 229). Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi pekerti, atau akhlak. 229). Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian kepribadian, atau budi akhlak. pekerti, Kepribadian atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan Dengan makna seperti ini berartiatau karakter identik kepribadian akhlak.dari Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik sifat khas daridengan diri seseorang yang atau bersumber bentukanmerupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukanbentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan bentukan diterima2007 darihal.80) lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahiryang (Koesoema, sejak lahir (Koesoema, hal.80) Lickona (1991 2007 hal.51) memberikan makna bahwa karakter berkaitan dengan konsep moral Lickona (1991 hal.51) memberikan makna karakter dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), danbahwa perilaku moral berkaitan (moral behavior). Berdasarkan (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan ketiga ini dapat untuk dinyatakan karakter yang perbuatan baik didukung oleh pengetahuan tentangkomponen kebaikan, keinginan berbuatbahwa baik, dan melakukan kebaikan. tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga pengertian di atas perilaku dapat dipahami dengan akhlak, karakterDari merupakan nilai-nilai manusiabahwa yang karakter universalidentik yang meliputi seluruh sehingga aktivitas karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, denganaktivitas sesama manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud pikiran, sikap,dan perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, dalam tata karma, budaya, adat istiadat. Dari dan perbuatan agama, hokum,(character tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dari konsep karakterberdasarkan ini muncul norma-norma konsep pendidikan karakter education). konsep karakter muncul Tafsir konsep dalam pendidikan karakter (character MenurutiniAhmad sebuah pengantar bukueducation). Pendidikan Karakter dalam Menurut Ahmad Tafsir dalam sebuah pengantar buku Pendidikanbahwa Karakter Perspektif Islam (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2012, hal vi) menyatakan akhlakdalam atau Perspektif Islam (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2012, hal vi) menyatakan bahwa akhlak atau karakter itu diajarkan melalui metode internalisasi, teknik pendidikannya ialah peneladanan, karakter itu penegakan diajarkan melalui metode internalisasi, yang teknik pendidikannya peneladanan, pembiasaan, peraturan, dan pemotivasian, jelas bukan denganialah cara menerangkan pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemotivasian, yang jelas bukan dengan cara menerangkan atau mendiskusikan, jika pun perlu itu hanya cukup sedikit saja. Dengan demikian karakter pada atau mendiskusikan, jika puntetapi perluditumbuh itu hanya kembangkan cukup sedikit dalam saja. Dengan karakter pada dasarnya bukan diajarkan proses demikian pembelajaran melalui, dasarnya bukan diajarkan tetapi ditumbuh kembangkan dalam proses pembelajaran melalui, pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemotivasian. pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemotivasian. 336

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODEL PEMBELAJARAN TADZKIROH UNTUK MENANAMKAN ... — [Tedi Supriyadi]

Dalam kaitannya dengan nilai-nilai keimanan, Ibn Hibban sebagaimana yang dikemukakan oleh tim dosen PAI UPI (2012, hal 67) teridentifikasi 79 nilai-nilai keimanan yang perlu di aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41.

Berimana kepada Allah Beriman kepada malaikat Beriman kepada Kitab Beriman kepada Nabi dan Rasul Beriman kepada kiamat Beriman kepada adanya hari kebangkitan Beriman kepada qadar Beriman kepada padang mahsyar Beriman kepada adanya surge dan neraka Mencintai Allah Takut siksa Allah Mengharapkan rahmat Allah Tawakal kepada Allah Mencintai Nabi Muhammad Mengagungkan kedudukan Nabi Muhammad Berpegang Teguh pada Agama Menuntut Ilmu Menyebarluaskan Ilmu Menghormati dan mengagungkan Al-Qur’an Bersuci Mendirikan shalat Mengeluarkan Zakat Melaksanakan ibadah shaum Itikaf Ibadah Haji Jihad fi sabilillah Menetap dimedan pertempuran Istiqomah menghadapi musuh Membagikan harta rampasan Memerdekakan hamba sahaya Membayar kifarat Memenuhi janji atau nadzar Mensyukuri nikmat Menjaga lidah Menjaga kehormatan diri Menyampaikan amanat Tidak membunuh muslim Menghindari makanan dan minuman haram Menghindari harta yang haram Menghindari pakain, perhisan dan bejana haram Menjauhi perbuatan tak berguna

42. Menggunakan harta dengan 78. Melemparkan baik (menyingkirkan) duri dari 43. Menghidari dendam dan jalan dengki 79. Al-I’tibar (mengambil 44. Menjaga kehormatan orang pelajaran) lain 45. Ikhlas dalam ibadah 46. Bergembira berbuat taat dan bersedih berbuat maksiat 47. Bertobat 48. Berkurban, berakekah dan mengeluarkan hadiyah 49. Menaati pemimpin 50. Menjaga persatuan dan kesatuan 51. Menegakan keadilan 52. Melaksanakan amar makruf nahyi munkar 53. Saling menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan 54. Memiliki rasa malu 55. Berbakti kepada orang tua 56. Bersilaturahmi 57. Berakhlak mulia 58. Bersikap baik terhadap hamba sahaya 59. Melaksanakan kewajiban hamba terahadap majikannya 60. Melaksanakan kewajiban orang tua terhadap anaknya 61. Mencintai ahli agama 62. Menjawab salam 63. Menjenguk orang sakit 64. Melayat jenazah 65. Mendoakan orang bersin 66. Menjauhi setiap orang jahat 67. Berprilaku baik terhadap tetangga 68. Memuliakan tamu 69. Menutup aib (kesalahan) muslim 70. Bersikap sabar 71. Zuhud 72. Al-Ghirah (cemburu) 73. Menjauhi perbuatan yang tidak bermanfaat 74. Berderma ( menjadi dermawan) 75. Sayang kepada yang kecil dan hormat kepada yang lebih tua 76. Menciptakan perdamaian 77. Mencintai orang lain dan melenyapkan gangguan dijalan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

337

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 335 – 340

Pada prinsipnya karakter tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instant), tetapi harus melalui suatu proses yang panjang, cermat dan sistematis. Berdasarkan persfektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia, pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan anak sejak usia dini sampai dewasa. Setidaknya, berdasarkan pemikiran psikolog Kohlberg dan ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed (dalam Abdul Majid dan Dian Andayani 2012 hal. 108), terdapat empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan yaitu 1) Tahap “pembiasaan” sebagai awal perkembangan karakter anak. 2) Tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, prilaku dan karakter siswa. 3) Tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari 4) Tahap pemaknaan yaitu suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka fahami dan lakukan dan bagaimana dampak kemanfaatannya dalam kehidupan bagi dirinya maupun orang lain Berkaiatan dengan model pembelajaran, secara umum model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.Dengan demikian yang dimaksud dengan model pembelajaran TADZKIROH disiniadalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran Tadzkiroh dimaksudkan untuk mengantarkan muris agar senantiasa memupuk, memelihara dan menumbuhkan rasa keimanan yang telah diilhamkan oleh Allah SWT, agar mendapat wujud konkretnya yaitu amal shaleh yang dibingkai dalam ibadah yang ikhlas sehingga melahirkan suasana hati yang lapang dan ridho atas ketetapannya. Secara harfiah Tadzkiroh berasal dari bahasa arab yaitu dzakkaro yang artinya ingat, dan tadzkiroh artinya peringatan. Kata tadzkiroh ini banyak dijumpai dalam al-qur’an misalnya surat thaha ayat 2-3, al Mudastir ayat 55-54, dan Adzariyat ayat 56. Adapun yang dimaksud model Tadzkiroh dalam hal ini sebagaimana yang digagas oleh Abdul Majid dan Andayani (2012 hal 116) merupakan suatu akronim yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1.

T : Tunjukan Teladan Dalam proses pembelajaran keteladanan merupakan suatu hal yang mesti, terlebih untuk anak usia sekolah dasar yang serba meniru, guru ibarat naskah asli yang hendak dikopi, oleh karena itu guru harus memiliki sikap tertentu yang mulia, ramah, santun, hormat penyanyang, hal ini karena guru merupakan model bagi peserta didiknya, misalnya guru selalu memulai dan mengakhiri aktifitas dengan berdoa dan mengajak siswanya untuk berdoa

2.

A : Arahkan ( Berikan Bimbingan) Bimbingan dilakukan secara bertahap dengan melihat kemampuan yang dimiliki anak untuk kemudian ditingkatkan perlahan-lahan, bimbingan dapat berupa lisan, latihan dan keterampilan, misalnya bimbingan dalam lisan seperti nasihat, bimbingan dalam bentuk latihan dan keterampilan misalnya membimbing dan membiasakan supaya anak maumelaksanakan shalat berjamaah dan menjelaskan manfaat dari shalat berjamaah

3.

D : Dorongan ( Berikan Motivasi ) Salah satu unsure keberhasilan seorang guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar terletak pada kemampuan ia mendorong atau memotivasi peserta didiknya, tanpa motivasi pembelajaran tidak akan optimal

4.

Z : Zakiyah (Murni, Bersih, Rapi Menjaga Kesucian diri dan Lingkunganbelajar) Konsep nilai kesucian diri, keikhlasan dalam beramal dan keridhaan terhadap Allah harus ditanamkan kepada anak, guru dalam hal ini khususnya guru agama yang mempunyai peran yang cukup signifikan, dituntut untuk senantiasa memasukan nilai-nilai bathiniah kepada anak dalam proses pembelajaran, niat ikhlas ridha itu ada dalam hatidan itu akan lahir mana kala tersentuh hatinya

338

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MODEL PEMBELAJARAN TADZKIROH UNTUK MENANAMKAN ... — [Tedi Supriyadi]

5.

K : Kontinuitas ( Proses Pembiasaan yang dilakukan secara terus menerusdan ditingkatkan) Proses pembiasaan harus dimulai dan ditanamkan kepada anak sejak dini, potensi ruh keimanan manusia yang diberikan oleh Allah harus senantiasa dipupuk dan dipelihara dengan memberikan pelatihan-pelatihan dalam beriibadah. Jika pembiasaan sudah ditanamkan, maka anak tidak akan merasa berat lagi untuk beribadah, bahkan ibadah akan menjadi bingkai amal dan sumber kenikmatan dalam hidupnya karena bisa berkomunikasi langsung dengan sang Khaliq dan sesama manusia.

6.

I : Ingatkan Kegiatan mengingat memiliki dampak yang luar biasa dalam kehidupan. Ketika kita ingat sesuatu, maka ia akan mengingatkan pula pada rangkaian-rangkain yang terkait dengannya. Ingatan bisa muncul karena kita mempunyai keinginan, kepentingan harapan dan kerinduan terhadap apa yang kita ingat. Kegiatan mengingat juga bisa memicu ide-ide kreatifitas baru, misalnya dzikrullah, mengingatkan suatu peristiwa untuk diambil pelajaran.

7.

R : Repetisi dan Refleksi (Mengulang dan Mengevaluasi apa yangtelah diterima) Pendidikan yang efektif dilakukan dengan berulang kali sehingga anak menjadi mengerti, pelajaran atau nasihat apapun perlu dilakukan secara berulang, sehingga mudah difahami oleh anak. Fungsi utama dari pengulangan adalah untuk memastikan bahwa siswa memahami persyaratan-persyaratan kemampuan suatu pelajaran.

8.

O :Organisasikan Guru harus mampu mengorganisasikan pengetahuan dan pengalaman yang sudah diperoleh siswa diluar sekolah dengan pengalaman belajar yang diberikannya. Pengorganisasian yang sistematis dapat membantu guru untuk menyampaikan informasi dan mendapatkan informasi yang secara tepat. Informasi itu kemudian dijadikan umpan balik untuk kegiatan belajar yang sedang dilaksanakan. Kronologi pengorganisasian itu mencakup tiga tahap kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Dalam program perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran hendaknya diikuti langkah-langkah strategis sesuai dengan prinsip didaktik anatara lain dari mudah ke sulit dari sederhana ke kompleks dan dari konkrit ke abstrak.

9.

H : Hati ( Sentuh Hati dengan perhatian dan kasih sayang ) Kehidupan hati itu dengan iman kematiannya adalah kekufuran. Kesehatannya didasarkan atas ketaatan dan sakitnya hati adalah akibat melakukan maksiat. Hati menjadi bangun karena dzikir dan hati menjadi tidur karena lalai mengingat Allah.Kekuatan spiritual terletak pada kelurusan dan kebersihan hati nurani, roh, pikiran jiwa dan emosi, bahan bakar motif yang paling kuat adalah nilai-nilai, doktrin doktirin dan ideology. dengan demikian maka guru harus mampu mendidik murid dengan menyertakan nilai-nilai spiritual . guru harus mampu membangkitkan dan membimbing kekuatan spiritual yang sudah ada pada muridnya, sehingga hatinya akan tetap bening laksana bersih bagaikan cermin itulah hati orang yang berimandan beramal shalih.

Berkaitan dengan hal diatas, satu hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menumbuhkan nilai-nilai dalam kegiatan pembelajaran adalah, guru dituntut untuk mampu membelajarkan seluruh dimensi kemanusiaan yakni ruh,akal, hati nafsu, dan fisik. Keberhasilan guru dalam membelajarkan seluruh dimensi itu ditunjukan dengan kemampuanmengenal watak unsur-unsur yang ada pada diri manusia tersebut. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut : Dimensi Ruh Akal

Watak Transendensi Rasional

Aspek Esoterik Kognitif

Aksi Nilai Spirtualisasi Konseptualisasi

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

Pembelajaran Dihidupkan Difahamkan

Eksternalisasi Lembut Cerdas

339

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 335 – 340

Hati /Rasa Nafsu Hati /Rasa Tubuh Nafsu Tubuh

Mudah Tunduk Pemuas diri Mudah Tunduk Siap Bertindak Pemuas diri Siap Bertindak

Afektif Psikomotorik Afektif Motorik Psikomotorik Motorik

Internalisasi Desonansi Internalisasi Aktualisasi Desonansi Aktualisasi

Dikuatkan Dikendalikan Dikuatkan Dilenturkan Dikendalikan /Di Praktikan Dilenturkan Gambar disarikan dari disertasi Dr. Ahamd Syamsu Rizal Gambar disarikan dari disertasi Dr. Ahamd Syamsu Rizal /Di Praktikan

Rindu Taat Rindu Jinak/terampil Taat Jinak/terampil

Komponen karakter dalam eksternalisasi kemudian ditumbuh Gambar disarikan dari disertasi itu, Dr. Ahamd Syamsu Rizal kembangkan dalam pembelajaran PAI dengan menginternalisasikan nilai-nilai iman dan kembangkan taqwa berdasarkan Komponen karakter dalam eksternalisasi itu, kemudian ditumbuh dalam perkembangan peserta didik usia sekolah dasar melalui model pembelajaran PAI dengan menginternalisasikan nilai-nilai iman dan taqwa pembelajaran berdasarkan TADZKIROH.Sehingga yang mencerminkan dan taqwa perkembangan peserta deskripsi didik prilaku usia siswa sekolah dasar melaluinilai-nilai model iman pembelajaran seperti berdoa, mentaati perintah agama, tumbuh rasa hormat, mencintai dan terbiasa membaca TADZKIROH.Sehingga deskripsi prilaku siswa yang mencerminkan nilai-nilai iman dan taqwa kitab akan terejawantahkan dalam prilaku kehidupan sehari-haris. sepertisuci berdoa, mentaati perintah agama, tumbuh rasa hormat, mencintai dan terbiasa membaca kitab akan terejawantahkan dalam prilaku kehidupan sehari-haris. D.suci KESIMPULAN 1. Nilai iman dan taqwa merupakan hal yang paling fundamental bagi setiap manusia, ia D. KESIMPULAN dayataqwa dorong bagiperilaku seseorang, kualitas prilaku seseorang sangat 1. merupakan Nilai iman dan merupakan hal yang paling fundamental bagi setiap manusia, ia ditentukan oleh kualitas iman dan taqwanya. merupakan daya dorong bagiperilaku seseorang, kualitas prilaku seseorang sangat 2. Iman dan taqwa akan tumbuh dan berkembang dalam proses pendidikan yang baik dan ditentukan oleh kualitas iman dan taqwanya. benar, proses pendidikan yang keliruhanya akandalam mereduksi taqwa 2. Iman dan taqwa akan tumbuh dan berkembang prosesnilai-nilai pendidikaniman yangdan baik dan bahkan menghilangkannya, implikasinya akan lahir manusia-manusia yang perilakunya benar, proses pendidikan yang keliruhanya akan mereduksi nilai-nilai iman dan taqwa hampa bahkannilai. menghilangkannya, implikasinya akan lahir manusia-manusia yang perilakunya 3. Upaya penguatan dan penumbuh kembangan nilai-nilai Iman dan taqwa pada hampa penanaman, nilai. peserta didik dalam proses pembelajaran pembelajaran Pendidikan 3. Upaya penanaman, penguatan dan penumbuhkhususnya kembangandalam nilai-nilai Iman dan taqwa pada Agama Islam sebagai suatu pelajaran yang paling berperan dalam hal ini, dalam proses peserta didik dalam proses pembelajaran khususnya dalam pembelajaran Pendidikan pembelajarannya harussuatu mampu memberlajarkan seluruh dalam serta hal menyentuh Agama Islam sebagai pelajaran yang paling berperan ini, dalamdimensi proses kemanusiaan yang meliputi ruh, aqal, hati, nafsu dan fisik secara seimbang berdasarkan pembelajarannya harus mampu memberlajarkan seluruh serta menyentuh dimensi watak dari dimensi kemanusiaan yang tersebut. meliputi ruh, aqal, hati, nafsu dan fisik secara seimbang berdasarkan 4. Proses transformasi nilai iman dan taqwa tidak bisa ditranformasikan secara menyeluruh watak dari dimensi tersebut. tetapi bertahap disesuaikan dengan usia peserta didik. 4. Proses transformasi nilai iman dan taqwatahapan tidak bisaperkembangan ditranformasikan secara menyeluruh teridentifikasi 79 nilai yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari bagi tetapi bertahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan usia peserta didik. peserta didik,nilai tersebut kemudian diinventarisir untuk ditransformasikan secara teridentifikasi 79 nilai yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari bagi bertahap berdasarkantersebut usia anakkemudian sekolah dasar melalui model pembelajaran TADZKIROH. peserta didik,nilai diinventarisir untuk ditransformasikan secara bertahap berdasarkan usia anak sekolah dasar melalui model pembelajaran TADZKIROH. REFERENSI Abdul Majid dan Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Rosda REFERENSI Karya.dan Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Rosda Abdul Majid Akin, Terri.,dkk. 1995. Character Education in America’s School. Califrornia: Innerchoice Karya. Publishing. 1995. Character Education in America’s School. Califrornia: Innerchoice Akin, Terri.,dkk. Borg, W.R. & Gall, M.D. 1989. Educational Research. New York: Longman. Publishing. Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di ZamanGlobal. Jakarta: Borg, W.R. & Gall, M.D. 1989. Educational Research. New York: Longman. Grasindo. Cet. I. Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di ZamanGlobal. Jakarta: Elfindri,Grasindo. dkk. 2011.Cet. SoftI. Skills untuk Pendidik. Praninta Offset. Lickona, Thomas.2004.Character Matters. NewPraninta York: Somon Elfindri, dkk. 2011. Soft Skills untuk Pendidik. Offset.& Schuster. Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Lickona, Thomas.2004.Character Matters. New York: Somon & Schuster. NewEducating York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Lickona,Responsibility. Thomas. 1991. for Character: How Our SchoolBantambooks. Can Teach Respect and Saptono.Responsibility. 2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis. : New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantambooks. Erlangga. Saptono. 2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis. : Tim Dosen PAI UPI. 2012 Pendidikan Agama Islam Bandung: Value Press. Erlangga. Zubaidi, 2011.Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Media Tim Dosen PAI UPI. 2012 Pendidikan Agama Islam Prenada Bandung: ValueGroup. Press. Zubaidi, 2011.Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Prenada Media Group.

340

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA Wawan Hermawan PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] Wawan Hermawan Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT This paper aims to describe the problems of the development of waqf in Indonesia. Waqf is believed to have great potencies to be developed. The enactment of Waqf Act No. 1 of 2004 is expected to change people's behavior relating to the waqf so that the great potency can be empowered. However, those hopes were not easily to achieve. There are some obstacles that impede it. These constraints are: lack of socialization, professionalism of nazhir, banking institutions as managers of cash waqf, flexibility and acceptability of cash waqf, and the driving behavior factors.

Keyword: waqf, law and social changes, law effectiveness, law awareness ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan problematika pengembangan wakaf di Indonesia. Wakaf diyakini memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Pemberlakuan Undang-undang Wakaf Nomor 1 Tahun 2004 diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat berkenaan dengan wakaf sehingga potensi besar tersebut dapat diberdayakan. Akan tetapi, harapan itu ternyata tidak mudah diraih. Terdapat beberapa kendala yang merintanginya. Kendala-kendala tersebut adalah: minim sosialisasi, profesionalisme nazhir, institusi bank sebagai pengelola, fleksibilitas dan akseptabilitas wakaf uang, dan faktor pendorong perilaku.

Kata kunci: wakaf, hukum dan perubahan sosial, efektivitas hukum, kesadaran hukum

A. LATAR BELAKANG Wakaf diyakini memiliki potensi besar. Sejak penghujung abad XX muncul upayaupaya untuk memberdayakan potensi wakaf yang besar ini. Kelahiran Undang-undang Wakaf Nomor 1 Tahun 2004 merupakan rangkaian dari upaya tersebut. Setelah dua dasawarsa perjalanan pembaruan wakaf mau berakhir, ternyata menemui hasil yang kurang memuaskan. Potensi besar wakaf dalam banyak hal masih tetap sebagai potensi, belum berubahmenjadi kekuatan besar yang bisa menjadi daya ungkit untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kendala yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan wakaf adalah kendala sosialisasi, profesionalisme nazhir, institusi bank sebagai LKS-PWU, fleksibilitas dan akseptabilitas wakaf uang, dan faktor pendorong prilaku wakaf uang. Kelima kendala tersebut akan diuraikan pada pembahasan berikut. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

341

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 341 – 345

B. PEMBAHASAN B. PEMBAHASAN 1. Minim Sosialisasi Agar masyarakat 1. Minim Sosialisasimemiliki pemahaman yang memadai tentang sebuah peraturan, sehiggaAgar perilaku mereka memiliki sesuai dengan kehendak hukum, makatentang diperlukan suatu proses masyarakat pemahaman yang memadai sebuah peraturan, pelembagaan. merupakan wujud konkrit proses pelembagaan ini. sehigga perilakuSosialisasi mereka sesuai dengan kehendak hukum,dari maka diperlukan suatu proses Menurut Soekanto (1982:merupakan 320-321),wujud tingkat keberhasilan proses pelembagaan pelembagaan. Sosialisasi konkrit dari proses pelembagaan ini. ditentukan oleh besaran efektivitas menanam dikurangi kekuatan menentang dari Menurut Soekanto (1982: 320-321), tingkat keberhasilan proses pelembagaan masyarakat oleh kecepatan menanam. ditentukan yang oleh dipengaruhi besaran efektivitas menanam dikurangi kekuatan menentang dari Isu yang dibawa oleh UU Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 ternyata belum banyak masyarakat yang dipengaruhi oleh kecepatan menanam. diketahui masyarakat awam, tokoh agama pun banyak masih Isu oleh yang masyarakat. dibawa oleh Jangankan UU Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 ternyata belum banyak yang belum memahami isu tersebut. Jika isunya saja belum jika masih tokoh diketahui oleh masyarakat. Jangankan masyarakat awam, tokohdipahami, agama pun agama memahami,isubagaimana dengan masyarakat umumnya bisa banyak saja yang belum belum memahami tersebut. Jika isunya saja belumpada dipahami, jika tokoh berperilaku tersebut (Hermawan, 2013). agama saja sesuai belumperaturan memahami, bagaimana dengan masyarakat pada umumnya bisa berperilaku sesuai peraturan tersebut (Hermawan, 2013). 2. Profesionalisme Nazhir Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola 2. Profesionalisme Nazhir dan dikembangkan peruntukannya (pasalwakaf 1 ayat 3 wakif UU Wakaf). Nazhir Nazhir adalahsesuai pihakdengan yang menerima harta benda dari untuk dikelola menempat posisi yang sangat penting dalam menjaga keamanan dan keberlangsungan dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya (pasal 1 ayat 3 UU Wakaf). Nazhir aset wakaf,posisi keberhasilan pengelolaan, penyalurandan hasil wakaf kepada menempat yang sangat penting serta dalamkelancaran menjaga keamanan keberlangsungan yang berhak sesuai peruntukannya. Posisi dan peran nazhir yang sangat penting dalam aset wakaf, keberhasilan pengelolaan, serta kelancaran penyaluran hasil wakaf kepada pengamanan dan pengelolaan aset Posisi wakaf dan sertaperan penyaluran hasilnya menuntut yang berhak sesuai peruntukannya. nazhir yang sangat penting nazhir dalam bekerja secaradan profesional. pengamanan pengelolaan aset wakaf serta penyaluran hasilnya menuntut nazhir nazhir merupakan masalah klasik dalam perwakafan yang hingga bekerjaProfesionalitas secara profesional. kini masih menjadi salah satu kendala utama dalam Profesionalitas nazhir merupakan masalah klasikupaya dalampeningkatan perwakafan produktifitas yang hingga aset wakaf. menjadi Penelitian Tuti A. kendala Najib dkk. (Najib 2006: 96-97) menunjukkan kini masih salah satu utama dalam[ed.], upaya peningkatan produktifitas bahwa nazhirPenelitian yang bekerja penuh nazhir [ed.], masih2006: sedikit (16%). Umumnya aset wakaf. Tuti A. Najibsebagai dkk. (Najib 96-97) menunjukkan mereka sebagai nazhir secara sambilan dan tidak mendapatkan upah (92%). Sebagian bahwa nazhir yang bekerja penuh sebagai nazhir masih sedikit (16%). Umumnya besar dari merekanazhir yang secara mendapatkan upah (82%) merasa upah yang mereka terima mereka sebagai sambilan danpun tidak mendapatkan upah (92%). Sebagian tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Temuan lain dari penelitian besar dari mereka yang mendapatkan upah pun (82%) merasa upah yang mereka terima ini adalah dalam penunjukkan nazhir. Temuan Diantara lain tigadari pertimbangan tidak cukuptentang untuk pertimbangan memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. penelitian yang disodorkan, faktor hubungan kekeluargaan menempati posisi yang sangat penting ini adalah tentang pertimbangan dalam penunjukkan nazhir. Diantara tiga pertimbangan dalam pertimbangan penunjukkan (93%). menempati Sementara pertimbangan kepercayaan yang disodorkan, faktor hubungan nazhir kekeluargaan posisi yang sangat penting (46%) dan pemahaman manajemennazhir (30%)(93%). beradaSementara pada urutan sesudahnya.kepercayaan Semestinya dalam pertimbangan penunjukkan pertimbangan tentu faktor manajemen kepercayaan(30%) dan kemampuan yang diutamakan di (46%)sebaliknya, dan pemahaman berada padamanajemen urutan sesudahnya. Semestinya atas dan kekerabatan. Kondisi seperti ini tentu akan sulit tentu hubungan sebaliknya,kekeluargaan faktor kepercayaan dan kemampuan manajemen yang diutamakan di menumbuhkan yang bisadan secara optimal memberdayakan asetiniwakaf. atas hubungan nazhir kekeluargaan kekerabatan. Kondisi seperti tentu akan sulit Pembahasan fakta keberadaan saat ini danaset parameter menumbuhkan nazhirtentang yang bisa secara optimalnazhir memberdayakan wakaf. nazhir yang dikemukakan oleh beberapa pakar di atas menunjukan terdapat jurang yang Pembahasan tentang fakta keberadaan nazhir saat ini dan parameter nazhircukup yang tajam. Kondisioleh ini tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat, dikemukakan beberapa pakar di atas menunjukan terdapatwakaf jurangdi yang cukup termasuk wakaf uang.akan Sulit diharapkan kemajuan pengelolaan wakaf uang di tajam. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap perkembangan wakaf di masyarakat, masyarakat jika kondisi jauh dari standar. Upaya pembinaan nazhir termasuk wakaf uang. nazhir Sulit masih diharapkan kemajuan pengelolaan wakaf uangtidak di bisa lagi ditunda-tunda jika perkembangan wakaf di tanah ingin maju. Menteri masyarakat jika kondisi nazhir masih jauh dari standar. Upayaair pembinaan nazhir tidak (dalam ini Menteri Agama) dan BWI harus melakukan bisa lagihalditunda-tunda jika perkembangan wakafsegera di tanah air inginlangkah-langkah maju. Menteri konkrit peningkatan melakukan pembinaan (dalam dalam hal iniupaya Menteri Agama) profesionalisme dan BWI harus nazhir segeradengan melakukan langkah-langkah secara sebagaimanaprofesionalisme yang diamanahkan Undang-undang Wakaf. Pasa 13 konkritberkelanjutan dalam upaya peningkatan nazhir dengan melakukan pembinaan Undang-undang Wakaf no. 41 Tahun menyatakan bahwa dalamWakaf. melaksanakan secara berkelanjutan sebagaimana yang2004 diamanahkan Undang-undang Pasa 13 tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, nazhir memperoleh pembinaan dari Undang-undang Wakaf no. 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam melaksanakan Menteri dan BWI. dimaksud Sedangkandalam PasalPasal 41 ayat [1] huruf (a) Undang-undang ini tugas sebagaimana 11, nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan BWI. Sedangkan Pasal 41 ayat [1] huruf (a) Undang-undang ini 342

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA — [Wawan Hermawan]

menyatakan bahwa BWI mempunyai tugas dan wewenang melakukan pembinaan terhadap nazhir dalamBWI mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. pembinaan menyatakan bahwa mempunyai tugas dan wewenang melakukan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. pembinaan menyatakan bahwa mempunyai danUang wewenang melakukan 3. Institusi BankBWI sebagai Pengelolatugas Wakaf terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Undang-undang Wakaf, wakif dapat mewakafkan bendapembinaan bergerak 3. Menurut Institusi Bank sebagai Pengelola Wakaf menyatakan bahwa BWI mempunyai tugas danUang wewenang melakukan berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri (pasal 28). Menurut Undang-undang Wakaf, wakif Uang dapatharta mewakafkan benda bergerak terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf. 3. Institusi Bank sebagai Pengelola Wakaf Selanjutnya, Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Undangberupa Menurut uang Peraturan melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk olehPelaksanan menteri 28). Undang-undang Wakaf, wakif dapat mewakafkan benda(pasal bergerak 3. Institusi Bank sebagai Pengelola Wakaf Uang undang Wakaf menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan atas harta benda Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Undangberupa uang melalui lembaga keuangan syariah ditunjuk olehPelaksanan menteri (pasal 28). Menurut Undang-undang Wakaf, wakifyang dapat mewakafkan benda bergerak wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau undang Wakaf menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan atas harta benda Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanan Undangberupauang uang melalui lembaga keuangan syariah yangpada ditunjuk oleh menteri (pasal 28). instrumen keuangan syariah (pasal 48 ayat 2). Dalam hal produk-produk LKS-PWU menerima wakaf wakaf hanya dapat dilakukan melalui investasi LKS dan/atau undang Wakaf menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan atas harta benda Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 42 2006 tentang Pelaksanan Undanguang untuk jangka waktu tertentu, nazhir hanya dapat melakukan pengelolaan dan instrumen keuangan syariah (pasalmaka 48 ayat 2).Tahun Dalam halproduk-produk LKS-PWU menerima wakaf wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada LKS dan/atau undang Wakaf menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan atas harta benda pengembangan harta benda wakaf uang pada LKS-PWU dimaksud (pasal 48 ayat 3). uang untuk jangka waktu tertentu, maka nazhir hanya dapat melakukan pengelolaan dan instrumen keuangan syariah (pasal melalui 48 ayat investasi 2). Dalampada hal produk-produk LKS-PWU menerima wakaf wakaf uang hanya dapat dilakukan LKS dan/atau Pengelolaan danharta pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank pengembangan benda wakaf uang pada LKS-PWU dimaksud (pasal 48 ayat 3). uang untukkeuangan jangka waktu tertentu, maka nazhir dapat melakukan pengelolaan dan instrumen syariah (pasal 48 ayat 2). hanya Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank pengembangan harta benda wakaf maka uang nazhir pada LKS-PWU dimaksud (pasal 48 ayat dan 3). uang untuk jangka waktu tertentu, hanyasimpanan dapat melakukan pengelolaan Perundang-undangan (pasal 48 ayat 4). Pengelolaan dan pengembangan atas harta syariah harus mengikuti program lembaga penjamin sesuai dengan Peraturan Pengelolaan danharta pengembangan atasuang hartapada benda wakaf uang yang dilakukan pada bank pengembangan benda wakaf LKS-PWU (pasal 48 ayat 3). benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus Perundang-undangan (pasal 48 ayat 4). Pengelolaan dandimaksud pengembangan atas harta syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank diasuransikan pada asuransi syariah (pasal ayat 5). benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi luar bank syariah harus Perundang-undangan (pasal 48 ayat 4). 48 Pengelolaan dan di pengembangan harta syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai denganatas Peraturan Berkenaan dengan prosedur wakaf uang menurut peraturan perundang-undangan diasuransikan pada asuransi syariah (pasal 48 ayat 5). benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus Perundang-undangan (pasal 48 pandangan ayat 4). uang Pengelolaan dan pengembangan atasmereka harta di atas, Berkenaan para ulama mempunyai yang beragam. Namun pandangan dengan prosedur wakaf menurut peraturan perundang-undangan diasuransikan pada asuransi syariah (pasal 48 ayat 5). benda uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus ini jikawakaf disimpulkan terbagi dua,pandangan pandangan yang setuju dan pandangan yangmereka masih di atas, para ulama mempunyai yang beragam. Namun pandangan Berkenaan dengan prosedur wakaf uang menurut peraturan perundang-undangan diasuransikan pada asuransi syariah (pasal 48 ayat 5). meragukan terhadap praktikdua, perbankan syariah. Pandangan sebagian ulama yang ini atas, jika para disimpulkan terbagi pandangan yangberagam. setuju dan pandangan yangmereka masih di ulamadengan mempunyai pandangan yang Namun pandangan Berkenaan prosedur wakaf uang menurut peraturan perundang-undangan meragukan praktik perbankan syariah sebagai LKS-PWU inilah yang akan menghambat terhadap praktikdua, perbankan syariah. Pandangan sebagian ulama yang ini jika disimpulkan terbagi pandangan yangberagam. setuju dan pandangan yangmereka masih di atas, parapraktik ulamaperbankan mempunyai pandangan yang Namun pandangan laju pengembangan wakaf, khususnya wakaf uang (Hermawan, 2013). meragukan syariah sebagai LKS-PWU inilah yang akan menghambat meragukan terhadap terbagi praktik dua, perbankan syariah. Pandangan sebagian ulama yang ini jika disimpulkan pandangan yang setuju dan2013). pandangan yang masih laju pengembangan wakaf, khususnya wakaf uang (Hermawan, meragukan praktik perbankan syariah sebagai LKS-PWU inilah yang akan menghambat 4. Fleksibilitas dan Akseptabilitas Wakaf Uang meragukan terhadap praktik perbankan syariah. Pandangan sebagian ulama yang laju wakaf, khususnya wakaf uang (Hermawan, Berdasarkan Undang-undang wakaf uang hanya bisa dilakukan melalui 4.pengembangan Fleksibilitas dan Akseptabilitas Wakaf Uang meragukan praktik perbankan syariahWakaf, sebagai LKS-PWU inilah2013). yang akan menghambat LKS yang ditunjuk oleh Menteri (Pasal 28). Lebih lanjut PP Nomor 42 tahun 2006 Berdasarkan Undang-undang Wakaf, wakaf uang hanya bisa dilakukan melalui laju4.pengembangan khususnya wakaf uangUang (Hermawan, 2013). Fleksibilitas wakaf, dan Akseptabilitas Wakaf tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Wakaf tersebut menyatakan bahwa LKS yang ditunjuk Undang-undang oleh Menteri (Pasal 28).wakaf Lebihuang lanjut PP bisa Nomor 42 tahun 2006 Wakaf, hanya dilakukan melalui 4. Berdasarkan Fleksibilitas dan Akseptabilitas Wakaf Uang pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Wakaf tersebut menyatakan bahwa LKS yang ditunjuk Undang-undang oleh Menteri (Pasal 28).wakaf Lebihuang lanjut PP Nomor 42 tahunmelalui 2006 Berdasarkan Wakaf, hanya bisa dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan syariah (Pasal pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan tentang Peraturan Pelaksanaan Wakaf tersebut menyatakan bahwa LKS yang MenteriUndang-undang (Pasal Lebih lanjut PPmaka Nomor 42 tahun 2006 48 ayat 2). ditunjuk Berdasarkan peraturan perundang-undangann ini, wakaf uang tidak melalui investasi padaoleh produk-produk LKS28). dan/atau instrumen keuangan syariah (Pasal pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Wakaf tersebut menyatakan bahwa bisa tidak melalui institusiperundang-undangann perbankan syaraiah yang ditunjuk oleh Menteri 48 ayat 2). kecuali Berdasarkan peraturan ini, keuangan maka wakaf uang tidak melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen syariah (Pasal pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan Agama. Selain LKS yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama tidak boleh menerima dan bisa tidak kecuali melalui institusi perbankan syaraiah yang ditunjuk oleh Menteri 48 ayat investasi 2). Berdasarkan peraturan perundang-undangann ini, maka wakaf uang (Pasal tidak melalui pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan syariah mengelola wakaf uang, baik perorangan, organisasi, maupun badan hukum. Agama. Selain LKS yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama tidak boleh menerima dan bisa tidak kecuali melalui institusiperundang-undangann perbankan syaraiah yang ditunjuk oleh Menteri 48 ayat 2). Berdasarkan peraturan ini, maka wakaf uang tidak Adanya pembatasan pengelola dan pengembang wakaf uang inimenerima di satu dan sisi mengelola wakaf uang, baik perorangan, organisasi, maupun badan hukum. Agama. Selain LKS yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama tidak boleh bisa tidak kecuali melalui institusi perbankan syaraiah yang ditunjuk oleh Menteri bertujuan untuk mengawal nilai harta wakaf yang harus tetap, namun di sisi lain Adanya pembatasan pengelola dan pengembang wakaf uang ini satu sisi mengelola wakaf uang, baik perorangan, organisasi, maupun badan hukum. Agama. Selain LKS yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama tidak boleh menerima dan memunculkan beberapa kendala, baik yang berasal dari wakif, nazhir, besaran bertujuan untukpembatasan mengawal pengelola nilai harta dan wakaf yang harus tetap,uang namun di satu sisi lain Adanya pengembang wakaf ini di sisi mengelola wakaf uang, baik perorangan, organisasi, maupun badan hukum. keuntungan, maupun yang berkenaan dengan pelibatan institusi perbankan. Bagi wakif memunculkan beberapa kendala, baik yang berasal dari wakif, nazhir, besaran bertujuan untuk mengawal nilai harta wakaf yang harus tetap, namun di sisi lain Adanya pembatasan pengelola daninstitusi pengembang wakaf uang inipraktik di satu sisi dan nazhir, keharusan wakaf uang melalui perbankan membuat wakaf keuntungan, maupun yang berkenaan dengan pelibatan institusi perbankan. Bagi wakif memunculkan beberapa kendala, baik yang berasal dari wakif, nazhir, besaran bertujuan untuk mengawal nilai harta wakaf yang harus bagi tetap, namunpraktik di sisiwakaf lain uang kurang fleksibel dan kurang keuntungan mereka. dan nazhir, keharusan wakaf uangmendatangkan melalui institusi perbankan membuat keuntungan, maupun yang berkenaan dengan pelibatan institusi perbankan. Bagibesaran wakif memunculkan beberapa kendala, baik yang berasal dari wakif, nazhir, uang kurang fleksibel dan kurang keuntungan bagi mereka.praktik wakaf dan keharusan wakaf uangmendatangkan melalui institusi perbankan 5.nazhir, Faktor Pendorong Perilaku Wakaf Uang keuntungan, maupun yang berkenaan dengan pelibatan institusimembuat perbankan. Bagi wakif uang kurang fleksibel dan kurang mendatangkan keuntungan bagi mereka. Setiap perbuatan sadar manusia pastiinstitusi disertai alasan dan tujuan tertentu. Faktor Pendorong Perilaku Wakaf Uang dan5.nazhir, keharusan wakaf uang melalui perbankan membuat praktikAlasanwakaf alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusialah yang menyebabkan manusia Setiap perbuatan sadar manusia pasti disertai alasan dan tujuan tertentu. Alasanuang fleksibel dan kurang mendatangkan keuntungan bagi mereka. 5. kurang Faktor Pendorong Perilaku Wakaf Uang berbuat sesuatu. Dalam kajian psikologi, alasan atau dorongan yang menyebabkan alasan Setiap atau dorongan-dorongan dalam diri manusialah yang menyebabkan manusia perbuatan sadar manusia pasti disertai alasan dan tujuan tertentu. Alasan5. Faktor Pendorong Perilaku Wakaf Uang manusia melakukan suatukajian perbuatan disebut motif atau (Sobur, 2003: 266-27). Sementara berbuatatau sesuatu. Dalam psikologi, alasan dorongan yang menyebabkan alasan dorongan-dorongan dalam diri manusialah yang menyebabkan manusia Setiap perbuatan sadar manusia pasti disertai alasan dan tujuan tertentu. Alasandalam kajian hukum Islam dikenal istilah niat, yangatau pengertiannya mirip dengan motif manusia melakukan suatu perbuatan disebut motif (Sobur, 2003: 266-27). Sementara berbuat sesuatu. Dalam kajian psikologi, alasan dorongan yang menyebabkan alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusialah yang menyebabkan manusia dalam kajian hukum suatu Islam perbuatan dikenal istilah niat,motif yang(Sobur, pengertiannya mirip dengan motif manusia melakukan disebut 2003: 266-27). Sementara berbuat sesuatu. Dalam kajian psikologi, alasan atau dorongan yang menyebabkan dalam kajian hukum suatu Islam perbuatan dikenal istilah niat,motif yang (Sobur, pengertiannya mirip dengan motif manusia melakukan disebut 2003: 266-27). Sementara dalam kajian hukum Islam dikenal istilah niat, yang pengertiannya mirip dengan motif Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

343

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 341 – 345

dalam psikologi, yaitu dorongan yang berkaitan dengan perbuatan sekarang dan yang akan datang.1 Perbuatan hukum seseorang sama halnya dengan perbuatan manusia lainnya sehingga tidak akan terlepas dari rangkaian tiga faktor di atas. Seseorang melakukan perbuatan hukum pasti disertai motif. Tidak heran jika kemudian Friedman (1977: 115) menyatakan bahwa perbuatan hukum merupakan masalah pilihan yang berkaitan dengan motif dan gagasan seseorang. Motif dan gagasan ini jika dikaitkan dengan masalah hukum bisa dirinci menjadi empat macam, yaitu kepentingan sendiri (self-interest), takut terhadap sanksi, pertimbangan sosial, kesesuaian dengan nilai yang dianut, dan kepentingannya terjamin (Friedman, 1977: 115-116; Soekanto, 1989: 198). Keempat motif perilaku di atas jika dikaitkan dengan wakaf, maka ada motif perilaku yang mungkin muncul dan ada motif yang tidak mungkin muncul. Faktor kepentingan sendiri bisa muncul dalam perilaku wakaf, sedangkan faktor ketakutan terhadap sanksi pasti tidak akan muncul pada perilaku wakaf karena tidak ada sanksi hukum bagi orang yang tidak melakukannya, baik dalam Undang-undang Wakaf maupun dalam agama. Faktor kepentingan sosial bisa muncul dalam perilaku wakaf, dan faktor terakhir, adanya kesesuaian dengan nilai yang dianut mungkin muncul dalam perilaku wakaf uang; seseorang mengeluarkan wakaf uang karena ia menyadari arti penting wakaf uang untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat disamping sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Akan tetapi, walaupun tiga motif perilaku wakaf mungkin muncul pada diri seseorang, karena karakter hukum wakaf banyak tergantung kepada kesadaran individu tentang arti penting wakaf sedangkan dorongan kebutuhan pribadi dan dorongan sosial sangat kecil, maka perilaku wakaf sulit diharapkan menjadi sebuah tradisi yang harus dijalani dalam kehidupan seseorang sehingga banyak orang yang melakukan wakaf. Banyaknya orang yang memberikan sumbangan ketika terjadi musibah tidak bisa dijadikan acuan akan mudahnya orang untuk berwakaf karena musibah merupakan situasi khusus yang bisa membangkitkan empati orang yang sulit muncul pada kasus wakaf. C. KESIMPULAN Pembahasan di atas menunjukkan bahwa upaya pengembangan wakaf di Indonesia menghadapi beberapa kendala, yaitu minim sosialisasi, profesionalisme nazhir, institusi bank sebagai pengelola, fleksibilitas dan akseptabilitas wakaf uang, dan faktor pendorong perilaku. REFERENSI Friedman, Lawrence M., 1977, Law and Society: An Introduction, New Jersey: Prentice Hall. Hermawan, Wawan, 2013, Pandangan Ulama Garut Tentang Wakaf Uang dan Wakaf Mu`aqqat, disertasi pada Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang. 1

Sebenarnya para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan definisi niat.Sebagian ulama berpendapat bahwa niat adalah keinginan yang dikaitkan dengan perbuatan pada saat sekarang, sedangkan ‘azm adalah perbuatan yang dikaitkan dengan perbuatan yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Akan tetapi, pembedaan seperti ini jelas bertentangan dengan pengertian kedua lafaz tersebut sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab bahasa. Oleh karena itu kata niat dan `azm memiliki arti yang sama (alZahīlī, 1985, I: 151).

344

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA — [Wawan Hermawan]

Najib, A. Tuti dan Ridwan al-Makasary (ed.), 2006, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan: Studi tentang Wakaf Perspektif Keadilan Sosial di Indoneisa, Jakarta: CSRC UIN Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Riyanto, Astim, 2007, Kapita Selekta Hukum dalam Dinamika, Bandung: Yapemdo. Sobur, Alex, 2003, Psikologi Umum, cet. 1, Bandung: Pustaka Setia. Soekanto, Soerjono, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali. _______, 1989, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum terhadap Masalah-masalah Sosial, cet. 2, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf al-��a��l����a��a���������Al-Fiqh al-��l��� �a A�illa��h���������������al-Fikr.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

345

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

URGENSIMENANAMKAN MENANAMKAN POLA POLA PENDIDIKAN PENDIDIKAN EKONOMI EKONOMI URGENSI YANGDIPERKUAT DIPERKUATNILAI-NILAI NILAI-NILAI SYARIAH SYARIAH YANG WeningEstiningsih, Estiningsih, Lindiawatie,* Lindiawatie,* dan dan Anita Anita Ria Ria Wening Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Universitas Indraprasta PGRI Jakarta *Email : [email protected] *Email : [email protected] ABSTRACT Economic activities are needed for survival. Modern human economic behavior is far from being noble and educated. Human beings behave wildly, greedy and uncontrollable and finally could disrupt life environment. Burning of forests by businessmen, corrupt behavior, the cartel of the businessmen who led price increase, plagiarism by academic are behaviors that goes beyond the limit. The facts raise question about how effective the economic education in imparting moral values and business ethics in work? Why do appear wild and greedy businessmen, corrupt behavior, academics plagiarism and selfish politicians? Answering the questions need to be done improvement and the evaluation of economic education pattern with complete and reinforced with moral values and ethics to glorify the human beings themselves, others and the environment. The pattern of economic education we mean is economic education strengthened by Islamic values.

Keyword: Economic Education, Islamic Economic, Islamic Values ABSTRAK Manusia membutuhkan kegiatan ekonomi supaya kehidupannya di muka bumi tetap langgeng. Tetapi perilaku ekonomi manusia modern jauh dari kesan mulia dan berpendidikan. Manusia berperilaku liar, rakus dan tidak terkontrol sehingga mengganggu kehidupan lingkungannya. Pembakaran hutan oleh pengusaha perkebunan, perilaku koruptif semua lapisan masyarakat, kartel pengusaha yang menyebabkan kenaikan harga, mafia migas, plagiat karya ilmiah adalah perilaku yang melampaui batas. Kenyataan tersebut memunculkan pertanyaan tentang seberapa efektifkah pendidikan ekonomi dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika dalam berusaha dan bekerja selama ini? Mengapa muncul pengusaha liar dan rakus, masyarakat koruptif, akademisi plagiat dan politisi egois? Menjawab pertanyaan tersebut perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pola bidang pendidikan ekonomi dengan melengkapi dan diperkuat dengan nilai-nilai moral dan etika berusaha yang memuliakan manusia sendiri, orang lain dan lingkungan. Pola pendidikan ekonomi yang dimaksud adalah pendidikan ekonomi yang diperkuat nilai syariah.

Kata Kunci : Pendidikan Ekonomi, Ekonomi Syariah, Nilai-nilai Islam A. PENDAHULUAN Pada dasarnya, lembaga pendidikan berusaha mengasah kemampuan berpikir, ketrampilan, sikap spiritual dan kemampuan bermasyarakat peserta didik. Setelah lepas dari lembaga pendidikan, sikap-sikap tersebut akan digunakan oleh manusia sebagai salah satu bekal untuk menjalani kehidupan agar tetap berlangsung. Namun setelah manusia lulus dari lembaga pendidikan, sikap-sikap tersebut seolah-olah tidak berbekas dalam menghadapi kenyataan kehidupan bermasyarakat. Manusia seperti “tidak berpendidikan”. Sikap-sikap yang kurang berperan positif dalam kehidupan adalah kurang menonjolnya sikap spiritual dan sikap sosial terhadap lingkungan dan masyarakat. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

347

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 347 – 352

Akhirnya muncullah perilaku koruptif mulai dari lapisan bawah hingga kalangan pemerintahan, akademisi yang plagiat, pengusaha nakal yang melakukan kartel dalam menaikkan harga barang, politisi yang tidak peduli rakyat kecil, pembakaran hutan secara masif dan perilaku-perilaku lainnnya yang jauh dari sikap spiritual dan sosial. Perilaku manusia sudah melampaui batas moral. Mereka berperilaku tidak peduli terhadap lingkungan sekitar dan sesama manusia. Lembaga pendidikan ideal seharusnya mampu menghasilkan manusia yang cerdas, kreatif, sehat jasmani tapi juga mampu menghasilkan pribadi-pribadi manusia dengan sikap spiritual (rohani) dan jiwa sosial yang sehat dan cerdas. Mudyahardjo (2001) mengutarakan bahwa pendidikan merupakan bentuk pengajaran etika dan psikologi. Kehidupan manusia di muka bumi seharusnya ditegakkan atas dasar keseimbangan/keadilan antara kehidupan jasmani (dunia) dan rohani (akhirat), karena Alquran telah menggariskan ketentuan tersebut: ª!$# z|¡ômr& !$yϑŸ2 Å¡ômr&uρ ( $u‹÷Ρ‘‰9$# š∅ÏΒ y7t7ŠÅÁtΡ š[Ψs? Ÿωuρ ( nοtÅzFψ$# u‘#¤$!$# ª!$# š9t?#u !$yϑ‹Ïù ÆtGö/$#uρ ∩∪ tωšø ßϑø9$# =Ïtä† Ÿω ©!$# ¨βÎ) ( ÇÚö‘F{$# ’Îû yŠ$|¡x ø9$# Æö7s? Ÿωuρ ( šø‹s9Î) Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash [28]: 77). Pendidikan manusia pun harus mengacu pada landasan keseimbangan/keadilan antara kecerdasan dan kesehatan jasmani dengan rohani. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Itulah prinsip keseimbangan (‘adalah) sebagaimana diutarakan oleh Chapra (2000) dan Nasution dkk (2007) bahwa keseimbangan adalah prinsip dalam pendidikan ilmu ekonomi syariah/Islam. Kenyataannya lembaga pendidikan di masa modern ini tidak menjalankan keseimbangan antara pendidikan jasmani dan rohani. Kemampuan akal manusia hanya diarahkan untuk bagaimana memenuhi kebutuhan dan kesehatan jasmani saja akan tetapi mengabaikan kebutuhan yang juga sangat penting yaitu kebutuhan rohani. Atas dasar keprihatinan dan sebagai wujud kepedulian terhadap dunia pendidikan, maka paper ini dibuat. Paper ini ditulis dengan asumsi bahwa “pola pengajaran di bidang pendidikan ekonomi khususnya dan di bidang ilmu pengetahuan sosial umumnya pada lembaga pendidikan di Indonesia belum mengintegrasikan antara aspek spiritual (hubungan dengan sang Pencipta) dengan aspek sosial (hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan alam)”,sehingga kurang mampu menghasilkan lulusan yang cerdas dan sehat secara spiritual dan sosial. Efeknya berdampak negatif bagi kehidupan lingkungan dan sesama manusia. Lulusan yang tidak sehat dan cerdas secara spiritual dan sosial akan merugikan lingkungan dan sesamanya berupa kerusakan lingkungan dan munculnya kecurangan-kecurangan yang merugikan masyarakat umumnya. Oleh karena itulah, paper ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan kontribusi pemikiran terhadap lembaga pendidikan supaya menanamkan nilai-nilai syariah Islam yang bersumber dari Alquran dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Nilai-nilai syariah merupakan sumber dari munculnya sikap spiritual dan sosial dalam diri manusia khususnya pendidikan ilmu-ilmu ekonomi dan ilmu pengetahuan sosial umumnya. Tirtarahardja dan La Sulo (2005) menekankan bahwa pendidikan lebih mengutamakan 348

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

URGENSI MENANAMKAN POLA PENDIDIKAN EKONOMI ... — [Wening Estiningsih dkk.]

penanaman sikap dan nilai-nilai dengan metode yang lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi. B. METODOLOGI Karya ini ditulis dengan metode studi literatur. Sumber data-data yang digunakan adalah sumber-sumber literatur yang mendukung penulisan paper ini yaitu dengan mempelajari berbagai literatur yang terkait dengan penelitian meliputi buku-buku, artikelartikel, hasil penelitian dan kajian, jurnal dan lain-lain. Sifat paper ini hanyalah ide-ide atau sumbangan pemikiran semata yang muncul dari bentuk keprihatinan dan upaya kepedulian Penulis atas kelangsungan nasib negeri ini di masa yang akan datang, karena sebagaimana dikutip dalam Tilaar (2012) dari pernyataan Huntington bahwa yang akan bertahan pada era globalisasi ini hanyalah bangsa yang memiliki jati diri yang kuat. Bangsa ini seperti kehilangan jati dirinya di era globalisasi yang penuh tantangan dan godaan yang berat bagi peserta didik khususnya dan lembaga pendidikan umumnya. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan ilmu ekonomi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial berperan sangat penting dalam kehidupan nyata. Ketrampilan di bidang ilmu ekonomi khususnya dan ilmu sosial lainnya umumnya menjadi penentu kesuksesan manusia dalam kehidupan tidak hanya dunia tetapi juga akhirat. Karena manusia dikatakan berhasil dalam pandangan syariah Islam apabila manusia tersebut menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi dan besar manfaatnya buat sesama dan lingkungannya sebagaimana termaktub dalam ayat Alquran di bawah ini: ∩∪ ÒΟŠÎ=tæ ϵÎ/ ©!$# ¨βÎ*sù &óx« ÏΒ (#θà)ÏΖè? $tΒuρ 4 šχθ™6ÏtéB $£ϑÏΒ (#θà)ÏΖè? 4®Lym §É9ø9$# (#θä9$oΨs? s9 Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS. Ali-Imran [3]: 92) Pandangan serupa dikemukakan oleh Profesor Harun Joko Prayitno (2016) bahwa: “Ranah kognitif dan afektif berkontribusi sebesar kurang lebih 33 % dalam proses pendewasaan dan pemandirian siswa didik. Selanjutnya entitas penting sebagai proses untuk mewujudkan pendewasaan dan pemandirian anak melalui ketrampilan berkehidupan bermasyarakat dan kreativitas. Ayat dan pernyataan demikian menunjukkan bahwa kedudukan ilmu ekonomi khususnya dan ilmu sosial umumnya sangat penting untuk ditanamkan pada siswa didik yang tentunya diperkuat dengan nilai-nilai syariah. Kenyataan tersebut juga didukung dari pernyataan Prayitno (2016) bahwa kontribusi ketrampilan di bidang ilmu sosial umumnya dan ilmu ekonomi khususnya justru berlangsung selama kehidupan bermasyarakat berlangsung. Artinya kedewasaan dan kemandirian manusia akan tumbuh apabila selalu diasah dengan sikap sosial (hubungan dengan sesama manusia) yang diperkuat dengan sikap spiritual (hubungan manusia dengan Allah). Selanjutnya kedewasaan dan kemandirian ini merupakan bekal manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Namun sayangnya, perilaku manusia-manusia yang hidup di zaman modern di negeri ini jauh dari tuntutan sikap sosial dan spiritual berkehidupan bermasyarakat. Sebagaimana landasan latar belakang penelitian yang dilakukan oleh Eka Putri (2012) berdasarkan fenomena bahwa terdapatnya kesenjangan antara pengetahuan di bidang sosial/ekonomi yang dimiliki siswa didik dengan sikap/perilakunya. Siswa paham prinsipprinsip ilmu ekonomi tetapi ketika membeli barang bukan didasarkan kebutuhan tetapi Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

349

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 347 – 352

karena keinginan atau gengsi semata. Siswa paham ilmu perilaku sosial tetapi tidak bisa karena keinginan menghargai orang atau lain. gengsi semata. Siswa paham ilmu perilaku sosial tetapi tidak bisa menghargai orang lain. Perilaku-perilaku demikian merupakan cermin bahwa pendidikan ekonomi Perilaku-perilaku cermin bahwa pendidikan ekonomi khususnya dan ilmu sosialdemikian umumnyamerupakan apabila tidak diperkuat dengan penanaman sikap khususnya dan ilmu sosial umumnya apabila tidak diperkuat dengan penanaman sikap spiritual akan memunculkan sikap mementingkan diri sendiri baik dalam memenuhi spiritual memunculkan mementingkan diri sendiri baikorang dalamlain. memenuhi kebutuhanakan maupun perilaku sikap kepedulian yang rendah terhadap Tidak kebutuhan maupun perilaku kepedulian yang rendah terhadap orang lain. Tidak mengherankan apabila muncul perilaku korupsi mulai dari rakyat jelata hingga petinggimengherankan apabila munculakademik, perilaku korupsi mulai darimenaikkan rakyat jelata hingga petinggipetingginya, plagiat di bidang kartel pengusaha harga, pembakaran petingginya, plagiat di bidang akademik, kartel pengusaha menaikkan harga, pembakaran hutan secara masif, politisi egois dan lain-lain perilaku-perilaku yang tuna sosial dan hutan secara masif, politisi egois dan lain-lain perilaku-perilaku yang tuna sosial dan spiritual. spiritual. Perilaku-perilaku demikian adalah perwujudan dari rendahnya sikap sosial dan Perilaku-perilaku adalah perwujudan rendahnya sikapsebagaimana sosial dan sikap spiritual. Perilaku demikian mereka didasari prinsip ilmudari ekonomi modern sikap spiritual. Perilaku didasari modern sebagaimana diutarakan oleh Case dan mereka Fair (2007) bahwaprinsip dalam ilmu ilmu ekonomi tidak mengenal istilah diutarakan oleh Case dan Fair (2007) bahwa dalam ilmu ekonomi tidak mengenal istilah membantu seseorang berdasarkan keikhlasan atau pamrih. Case dan Fair (2007) membantu seseorang keikhlasan atau artinya pamrih. bantuan Case dan Fair kepada (2007) mengistilahkan dengan berdasarkan tidak ada makan siang gratis, seseorang mengistilahkan dengan tidak ada makan siang gratis, artinya bantuan seseorang kepada orang lain didasari oleh kepentingan. orang lain didasari oleh kepentingan. Pola pendidikan ekonomi yang tidak diperkuat dengan nilai syariah atau sikap pendidikan ekonomi yangberpotensi tidak diperkuat denganhari nilaimelahirkan syariah atau sikap spiritualPola menurut pandangan penulis di kemudian perilakuspiritual menurut pandangan penulis berpotensi di kemudian hari melahirkan perilakuperilaku yang melampaui batas-batas norma kemasyarakatan. Oleh sebab itu perlu perilaku yang batas-batas norma kemasyarakatan. Oleh sebab perlu ditanamkan dan melampaui diperkuat dengan nilai-nilai syariah Islam dalam pendidikan ilmuitu ekonomi ditanamkan danekonomi diperkuatIslam dengan nilai-nilai syariah Islam adalah dalam pendidikan ilmu ekonomi modern. Ilmu menurut Mannan (1997), ilmu pengetahuan sosial modern. Ilmu ekonomi Islam menurut Mannan (1997), adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. yang mempelajari ekonomi rakyatmodern yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Permasalahan dasarmasalah-masalah ilmu ekonomi antara ekonomi dengan ekonomi Islam adalah Permasalahan dasar ilmu ekonomi antara ekonomi modern dengan ekonomi Islam adalah sama yaitu sama-sama mencari solusi atas kelangkaan sumber daya. Perbedaan antara sama yaituterletak sama-sama solusi atas kelangkaan sumber Perbedaanmanusia antara keduanya pada mencari aspek spiritualnya. Ilmu ekonomi Islamdaya. memandang keduanya terletak pada aspek spiritualnya. Ilmu ekonomi Islam memandang manusia sebagai makhluk sosial religius yang dikendalikan oleh nilai-nilai Islam (menjunjung tinggi sebagai makhluk sedangkan sosial religius dikendalikan nilai-nilaimanusia Islam (menjunjung tinggi sikap spiritual), ilmuyang ekonomi modernoleh memandang sebagai makhluk sikap sedangkan ilmukepentingan ekonomi modern memandang manusia sebagai makhluk sosial spiritual), yang mementingkan individu dan tidak mempermasalahkan sosial yang mementingkan kepentingan individu dan tidak mempermasalahkan pertimbangan nilai-nilai (mengabaikan sikap spiritual) pertimbangan (mengabaikan Pada nilai-nilai kenyataannya, peserta sikap didik spiritual) tidak dibekali dengan bagaimana cara Pada kenyataannya, peserta didik tidak dibekali dengan bagaimana cara menghadapi pengaruh eksternal yang berat dalam menjalani kehidupan. Siswa hanya menghadapi pengaruh eksternal yang berat dalam menjalani kehidupan. Siswa hanya ditanamkan bahwa keberhasilan dalam kehidupan apabila mampu mengolah akalditanamkan bahwa keberhasilan dalam kehidupan apabila mampu kecerdasan. Keberhasilan individu menghadapi tantangan eksternal yang mengolah berat hanyaakalbisa kecerdasan. Keberhasilan individu menghadapi tantangan eksternal yang berat hanya bisa diperoleh melalui pendidikan ekonomi atau ilmu sosial yang diperkuat nilai-nilai syariah diperoleh melalui pendidikan ekonomi atau ilmu sosial yang diperkuat nilai-nilai syariah (sikap spiritual). (sikap spiritual). Penanaman nilai bahwa ukuran keberhasilan sebenarnya dalam berkehidupan Penanaman nilai bahwaseseorang ukuran individu keberhasilan sebenarnya bermasyarakat adalah apabila mampu, trampil, dalam mandiriberkehidupan serta dapat bermasyarakat adalah apabila individu mampu, trampil, mandiri sertasendiri dapat menjaga keseimbangan antara seseorang kepentingan masyarakat dengan kepentingannya menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat dengan kepentingannya sendiri kurang ditonjolkan. Karakter yang mampu menyeimbangkan antara kepentingan umum kurang yang mampu menyeimbangkan dengan ditonjolkan. kepentingan Karakter pribadi sedemikian hanya bisa diperoleh antara melaluikepentingan penanamanumum nilaidengan kepentingan pribadi sedemikian hanya bisa diperoleh melalui penanaman nilainilai syariah (sikap spiritual) dalam pendidikan dan pembelajaran ilmu ekonomi khususnya nilai syariah (sikapumumnya. spiritual) dalam pendidikan pembelajaran ilmu ekonomi dan ilmu sosial Jadi sikap sosialdan ekonomi yang diperkuat sikapkhususnya spiritual dan ilmu mendapatkan sosial umumnya. sosial ekonomi yang diperkuat spiritual sebaiknya porsi Jadi yang sikap dominan dalam proses pembelajaran dansikap pendidikan di sebaiknya mendapatkan porsi yang dominan dalam proses pembelajaran dan pendidikan di negeri ini. negeri ini. Sayangnya lembaga pendidikan di negeri ini kurang menanamkan hal demikian, Sayangnya lembagaPrayitno pendidikan di bahwa: negeri ini kurang menanamkan hal demikian, sebagaimana dikemukakan (2016) sebagaimana dikemukakan Prayitno (2016) bahwa: “Domain kognitif mengalahkan segala-galanya. Reputasi pendidikan dibangun melalui “Domain kognitif mengalahkan segala-galanya. Reputasi pendidikan dibangun melalui keberhasilan dalam mengolah akal-kecerdasan. Kompetensi anak didik mengabadikan keberhasilan dalam mengolah akal-kecerdasan. Kompetensi anak didik mengabadikan 350

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

URGENSI MENANAMKAN POLA PENDIDIKAN EKONOMI ... — [Wening Estiningsih dkk.]

hasil olah akal-kecerdasan sementara kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan hasil olah kehidupan akal-kecerdasan sementara kompetensi sosial,menjadi kompetensi kepribadian dan kompetensi dalam berkehidupan bermasyarakat diabaikan.” kompetensi kehidupan dalam berkehidupan bermasyarakat menjadi diabaikan.” Kenyataan demikian mengundang keprihatinan dan kepedulian Penulis terhadap Kenyataan demikian keprihatinan daninikepedulian Penulis nasib generasi penerus bangsamengundang dan keberlangsungan negeri di masa yang akanterhadap datang. nasib generasi penerus bangsa dan keberlangsungan di masa yang datang. Mengingat urgensinya penanaman sikap spiritual negeri dalam inipendidikan ilmuakanekonomi Mengingat urgensinya penanaman sikap spiritual dalam pendidikan ilmu ekonomi khususnya dan ilmu pengetahuan sosial umumnya dan demi kesinambungan generasi khususnya dan ilmu pengetahuan umumnya dan demi kesinambungan generasi dalam memimpin negeri ini, makasosial Penulis menganggap bidang ilmu ekonomi yang dalam memimpin negeri maka bidang ilmuperguruan ekonomi tinggi yang diajarkan pada peserta didikini, mulai dariPenulis lembagamenganggap pendidikan dasar hingga diajarkan pada peserta didik mulai dari lembaga pendidikan dasar hingga perguruan tinggi perlu diperkuat dengan nilai-nilai syariah Islam di bidang ekonomi. Artinya para pendidik perlu denganperlu nilai-nilai syariahbentuk Islam penanaman di bidang ekonomi. Artinyaapa para pendidik bidangdiperkuat ilmu ekonomi memahami sikap spiritual saja dalam bidang ekonomi. ilmu ekonomi perlu memahami bentuk penanaman sikap spiritual apa saja dalam bidang ekonomi. Demikian pula dalam bidang pendidikan agama Islam, Penulis menganggap perlu Demikian dalam bidang pendidikan agama Islam, Penulis menganggap perlu ditanamkan aspekpula ketrampilan bermuamalah atau ketrampilan kehidupan bermasyarakat ditanamkan aspek ketrampilan bermuamalah atau ketrampilan kehidupan bermasyarakat kepada peserta didik yang dilandasi dengan nilai-nilai syariah Islam. Karena pada dasarnya kepada dilandasi denganhubungan nilai-nilai syariah Islam. KarenaSang pada dasarnya aturan peserta Islam didik tidakyang hanya mengatur manusia dengan Pencipta aturan Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta (hablumminallah) tetapi aturan Islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablumminallah) tetapi aturan Islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan lingkungan sekitarnya (hablumminannash). Oleh sebab itu para pendidik di bidang dan lingkungan sekitarnya (hablumminannash). Oleh sebab itu para pendidik bidang ilmu agama Islam perlu menyampaikan pemahaman kepada peserta didik tentangdiperlunya ilmu agama Islam perlu menyampaikan peserta didik tentang perlunya menjaga hubungan harmonis dengan pemahaman lingkungan kepada dan masyarakat sekitarnya. Karena menjaga hubungan harmonis dengan lingkungan danwujud masyarakat sekitarnya. Karena menjalin harmonisasi dengan lingkungan sekitar adalah ibadah kepada Sang Khalik. menjalin harmonisasi dengan lingkungan sekitar adalah wujud ibadah kepada Sang Khalik. Urgensi penanaman pendidikan ekonomi khususnya dan ilmu pengetahuan sosial Urgensi ekonomiIslam khususnya danpandangan ilmu pengetahuan umumnya yangpenanaman diperkuat pendidikan nilai-nilai syariah menurut Penulis sosial akan umumnya yang diperkuat nilai-nilai syariah Islam menurut pandangan Penulis akan menjadikan generasi bangsa ini memiliki jati diri yang tangguh sehingga tidak mudah menjadikan generasi bangsa eksternal ini memiliki jatiglobalisasi. diri yang tangguh sehingga tidak mudah goyah menghadapi pengaruh seperti goyah menghadapi pengaruh eksternal seperti globalisasi. D. KESIMPULAN D. KESIMPULAN Lembaga pendidikan umumnya dan para pendidik khususnya perlu menyadari Lembaga pendidikan dan para pola pendidik khususnya menyadari bahwa pendidikan di negeri iniumumnya perlu menjalankan pendidikan yang perlu seimbang antara bahwa pendidikan di negeri perlu menjalankan pola bermasyarakat pendidikan yang antara pemenuhan kebutuhan akal, ini ketrampilan berkehidupan danseimbang sikap spiritual. pemenuhan kebutuhan akal, ketrampilan berkehidupan bermasyarakat dan sikap spiritual. Ketrampilan berkehidupan bermasyarakat khususnya di bidang ekonomi dan sosial Ketrampilan berkehidupan bermasyarakat khususnya umumnya perlu diperkuat dengan nilai-nilai syariah Islam.di bidang ekonomi dan sosial umumnya perlu diperkuat dengan nilai-nilai syariah Islam.dengan nilai-nilai syariah Islam Penanaman pendidikan ekonomi yang diperkuat Penanaman pendidikan ekonomi yang diperkuat dengan kepentingan nilai-nilai syariah Islam akan menumbuhkan karakter yang mampu mendahulukan masyarakat akan menumbuhkan karakter Karakter yang mampu mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu. kepribadian yang kuat akan menjadikan generasi daripada kepentingan individu. Karakter kepribadian yang kuat akan menjadikan bangsa ini memiliki jati diri yang tangguh dalam menghadapi tantangan globalisasi.generasi bangsa Pendidikan ini memiliki agama jati diri yang menghadapi tantanganbermuamalah globalisasi. yang Islamtangguh perlu dalam menanamkan ketrampilan Pendidikan agama Islam perlu menanamkan ketrampilan yang dilandasi syariah Islam karena aturan Islam bersifat menyeluruh yang bermuamalah mengatur hubungan dilandasi syariah Islam karena aturan Islam bersifat menyeluruh yang mengatur hubungan manusia dengan pencipta, sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. manusiaPenulis dengan menyarankan pencipta, sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. ini perlu ditindak supaya pemikiran dan asumsi-asumsi Penulis menyarankan supaya pemikiran dan asumsi-asumsi inisekedar perlu ditindak lanjuti melalui pembuktian secara empiris di lapangan supaya tidak hanya menjadi lanjuti pembuktian hipotesamelalui dan asumsi semata.secara empiris di lapangan supaya tidak hanya sekedar menjadi hipotesa dan asumsi semata. REFERENSI REFERENSI Case, Karl E & Ray C. Fair. (2007). Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Edisi ketujuh. PT. Case, Karl E &Jakarta. Ray C. Fair. (2007). Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Edisi ketujuh. PT. Indeks. Indeks. Jakarta. Chapra, Umer. (2000). Islam dan Tantangan Ekonomi. Edisi Terjemahan. Gema Insani Chapra,Press Umer. (2000). Islam danTazka Tantangan Ekonomi. bekerjasama dengan Institute. Jakarta. Edisi Terjemahan. Gema Insani Press bekerjasama dengan Tazka Institute. Jakarta. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

351

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 347 – 352

Eka Putri, Mamik Lis Swartin. (2012). Pengembangan Model Pembelajaran Ekonomi Berbasis Lingkungan dengan Pendekatan Jigsaw di SMA Negeri 3 Semarang. Naskah Publikasi. Program Studi Manajemen Pendidikan. Program Pascasarjana. Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Mannan, Abdul. M, Prof. (1997). Teori dan Praktek Ekonomi Islam. PT. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta. Mudyahardjo, Redja. (2001). Pengantar Pendidikan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Nasution, Mustafa Edwin et al. (2007). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Edisi Kedua. Penerbit Kencana Prenada Media group. Jakarta. Prayitno, Harun Joko, Prof. (2016, 26 Agustus). Ketrampilan Berkehidupan Bermasyarakat Pilar Pendidikan Berpenciri. Harian Republika. Hal 4. Tilaar, H.A.R, Prof. (2012). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik Transformatif Untuk Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. Tirtarahardja, Umar, Prof dan La Sulo, S.L, Drs. (2005). Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

352

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ANAK-ANAK DI MASYARAKAT BALAI GURAH KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ANAK-ANAK Wirdanengsih* DI MASYARAKAT BALAI GURAH KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT Universitas Negeri Padang Wirdanengsih* *Email:[email protected] Universitas Negeri Padang *Email:[email protected] ABSTRACT Balai Gurah is one of nagari (village) having Qur’an recitation tradition for children everyday continuously. Nagari Balai Gurah can be called as a village where there is nobody who cannot recite the Qur’an. The aim of this research is to describe recitation tradition for children and how the pattern Qur’an recitation education in nagari Balai Gurah. This research uses qualitative approach where the data taken from the participative observation, in depth interview, and documentation. The result of this research shows that there are some patterns of Qur’an recitation education, among others: Qur’an recitation education held by non-formal education (Perguruan Awaliyah Quran [PAQ]), Qur’an recitation education in houses and Qur’an recitation education in the community mosques as centers of society religious service. The pattern of Qur’an recitation education in PAQ is conducted at 14.00-18 pm.; Qur’an recitation education in houses begins at 19.00 -20.00 pm.; and Qur’an recitation education in the community mosques begins at 05.00-06.00 am. The process of mentoring by teacher, parents, and society is the main foundation in the process of cultivating Qur’an recitation for children. Keyword: cultivation, Qur’an recitation tradition, Balai Gurah community ABSTRAK Balai Gurah adalah salah satu nagari yang memiliki tradisi membaca Alquran pada anakanak secara rutin tiap hari. Nagari Balai Gurah dapat dikatakan sebagai nagari yang tidak ada orang yang tidak mampu membaca Al-Qur’an. Tujuan Penelitian ini untuk mengambarkan tradisi membaca pada anak –anak dan bagaimana pola pendidikan membaca Alquran di nagari Balai Gurah. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dimana data diambil dari observasi partisipasi, wawancara mandalam dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa pola pendidikan membaca Alquran. Pola pendidikan membaca Al-Qur’an yang diselenggarakan oleh pendidikan non formal (Perguruan Awaliyah Quran), pola pendidikan membaca Al-Qur’an di rumah dan pola pendidikan membaca Al-Qur’an di tengah masyarakat melalui masjid sebagai pusat ibadah masyarakat. Pola pendidikan membaca Al-Qur’an di PQA dilakukan pada jam 14.00-18 WIB. Pola pendidikan membaca di rumah pada 19.00 -20.00 WIB. Dan pola pendidikan membaca Al-Qur’an di masjid pada jam 05.00-06.00 WIB. Proses pendampingan dari pihak guru, orang tua serta masyarakat menjadi pondasi utama dalam proses pembudayaan membaca Al-Qur’an terhadap anak-anak Kata kunci: pembudayaan, tradisi membaca Al-Qur’an, masyarakat Balai Gurah Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

353

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Agama hidup ditengah masyarakat, agama sering bertemu dengan budaya lokaldan masyarakat yang memeluknya, inilah yang disebut dengan masyarakat agama ( Bachtiar Efendi 1997:44) yang akan memiliki respon konstruktifatas realita masyarakatdalam rangka mempertahankan identitiastradisional dan nilai-nilai agamanya.Secara Teologis, simbol dan nilai agama akan mempengaruhi dan membentuk struktur sosial , budayapolitikserta kebijakan publik, sehinggasimbol dan nilai-nilai itu menjadi pedoman bagi segala aktivitas manusia, dan secara sosiologis ada kalanya agama menjadifaktor penentudalam proses transformasi di tengah kehidupan masyarakat ( Ibid 1997 :45) Berangkat dari pemikiran diatas, umat Islam menjadikan simbol dan nilai Alquransebagai kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebagau pedoman hidup dan sumber hukum, sumber inspirasi dalam segala aktivitas kehidupan sebagai umat muslim (Fazlur Rahman : 1994: 32) sehingga upaya membaca Alquran dengan baik dan benar berserta pengamalannya adalah suatu yang amat penting dan niscaya. Konsekuensi logis, setiap muslimharuslah memiliki komitmenuntuk mengenal Alquran , mempelajajri, mengamalkannya serta mendakwahkannya. Dalam rangka mewujudkannya inilah masyarakat nagari BalaiGurahyang mayoritas muslim telah menjadikan pendidikan membaca Alquran kepada anak-anak sebagai keharusan dan tradisi serta menjadikan upacara KhatamQuran sebagai penghargaan bagi anak-anak yang telah pandai membaca Alquran dengan baik dan benar. Masyarakat nagari Balai gurah adalah sebuah nagari yang telah berhasildalam melestarikan tradisi membaca Alquran bagi anak-anakdidalam kehidupan masyarakat.Bukti keberhasilan iniadalah masyarakat Nagari Balai Gurah 99% adalah wargayang telah bebas buta abaca Al Quran dan tradisi membacaAlquransudah menjadi suatu budayatersendiri bagi masyarakat nagari Balai Gurah. Lalu apa bentuk tradisi membaca Alquranpada masyarakat nagari Balai Gurah ini ? Bagaimana prosespembudayaannya ? ini lah yang menjadipermasalahan dalam penelitian ini. 2.

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikanbentuk tradisi pendidikan membaca Alqurandi masyarakat Nagari Balai Gurahdan proses pembudayaannyasehingga ditemukan pola pendidikan membaca Alquran untuk anak-anak . Hasil penelitian inimemberikan informasi bahwa tradisipendidikan membaca Alquran pada masyarakat muslim memiliki kekhasan dan dapat dijadikan model dalam usaha memberikan pendidikan yang efektif dan efesien serta usaha dalam melakukan pengentasan buta huruf membaca Alquran.Selain utu dapat dijadikansebagai informasi ilmiahdalam filosofi pendidikan nilai . 3.

Studi Relevan Penelitian terdahulu yang menjadikan Alquran sebagai subyek kajiannya diantaranya penelitian Howard Rederspiel denganPopular Indonesian Literature of Al Quran, (Howard m. Fredeirspiel(1996) penelitian ini focus pada studi literature namun belum sampai pada aspek kajian antara masyarakat danAlquran itu sendiri. Dan yang membedakan dengan penelitian ini adalah penelitian melihat aspek hubungan Alquran dan masyarakat. Cliffortd Gertz (1989) melakukan penelitian dalam masyarakat Jawa, meneliti tradisi dalam masyarakat jawa namun dalam melihat tradisi masyarakat muslim yang disebut santri belum mengkaji tradisi dalam membaca Alquran sebagai kitab suci mereka 354

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

dan pedoman hidup dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat dan berhubungan dengan sang Penciptanya. Penelitian James Dananjaya pada masyarakat Bali( 1980) yang bagian penelitiannya tentang pola pengasuhan dalam keluarga petani di Bali dapat menjadi studi perbandingan dalam halpola pengasuhan yang dikaitkan dengan sistem sosial budaya dari masyarakat setempat yang akan membentuk suatu kepribadian dasar atau karakter dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Rosmarul (2003) didalam penelitian tentang Nilai budaya Minangkabau yang memilikifalsafah “ Adat basandisyarak, syarak basandi kitabullah.” Memiliki pengaruh padaetos kerja pedagang dimana ada pengaruh yang besar, etos kerja terhadap keberhasilan usaha yang berdampak terhadap kehidupan ekonomi dan sosial pedagang Minangkabau. Para pengusaha Minangkabau dipengaruhi oleh ajaran agama yang telah berfungsi sebagai alat pendorong bagi prilaku ekonomi dan struktur ekonomi politik sehingga kerja merupakan dari aplikasi beribadah dalam beragama. Penelitian dapat menjadi acuan bahwa masyarakat nagari Balai gurah sebagai bagian dari orang Minangkabau memiliki etos dalam upaya memberikan pendidikan membaca Alquran bagi anak adalah bagian dari ibadah sosial beragama. Penelitian Chairul Anwar yang berjudul internalisasi semangat nasionalisme melalui pendekatan dalam E-Jurnal Jp Peradaban Islam dd 2014, adapun hasil penelitiannya menunjukan bahwa Nasionalisme di Indonesia lahir ketika penduduk negeri ini berada di bawah pemerintahan jajahan Belanda. Ideologi ini muncul menjadi sebuah kesadaran kolektif dipicu oleh perasaan senasib di masa lalu dan di masa yang sedang dijalani, dan yang lebih penting lagi adalah dipersatukan oleh cita-cita yang sama untuk masa depan. Namun dalam perkembangannya, semangat nasionalisme di kalangan generasi muda tampak melemah. Fenomena ini menunjukkan bahwa peran lembaga pendidikan menjadi sangat penting-tidak hanya agar peserta didik mengerti dan memahami makna nasionalisme tetapi yang terpenting mampu menghayati nilai-nilai filosofis dibalik semangat nasionalisme itu. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengenalkan kembali nilai-nilai nasionalisme, menghayatinya melalui pendekatan habituasi (pembiasaan) di sekolah, sehingga nilai-nilai nasionalisme tertanam dalam jiwa para siswa. Dengan menggunakan pendekatan habituasi, para guru diyakini akan mampu menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada peserta didik baik melalui kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan pemberian keteladanan, maupun kegiatan terprogram. Kelima Penelitian diatas adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan obyek formal dan obyek materi yang berbeda. Penelitian pertama berbicara tentang perkembangan kajian literature Alquran dan Tafsirannya. Penelitian kedua tentang upacara dan simbolnya, peneltian ketiga tentang pola pengasuhan pada masyarakat bali yang dapat dijadikan perbandingan, dan penelitian ke empat tentang etos kerja Masyarakat Minangkabau. Berbeda dengan penelitian terdahulu, penelitian ini memfokuskan pada bentuk tradisi membaca Alquran dan bagaimana proses penbudayaannya. 4.

Kerangka Teori Tylor mendifinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan komplek prestasikreasi manusia berupa ikmu pengetahuan dan kepercayaan. Kebudayaan dalam benbentuk fisik, prilaku yang terarah, hokum, dan adat berkesinambungan yang diperoleh melalui proses belajar dengan lingkungan. Kebudayaan itu hidup ditengah masyarakat kebudayaan memberi keteraturan hidup , ada proses pemanusiaan sehingga tercipta kehidupan yang berbudaya dan terdapat tujuan hidup yang jelas (Tilaar 1999) . Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

355

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

Kebudayaan sebagai komplek pengetahuan, didapat melalui proses belajar secara terus menerus, jadi pembelajaran budaya telah terjadi sejak manusia lahir. Koenjaraningrat (1996;11) mengemukan bahwa proses inkulturasi sebagai proses belajar sepanjang hayat yang terjadi mulai anak lahir sampai meninggal, umumnya individu belajar menanamkan perasaan, hasrat, hawa nafsu, emosi yang diperlukan dalam rangka pembentukan kepribadian. Sedangkan proses enkulturasi (pembudayaan) adalah proses pembudayaan, dimana individu berusaha menyesuaiakan pola pikir dan peraturan yang ada dan berlaku di dalam kebudayaan dan masyarakat. Kemudian proses belajar kebudayaan dengan sistem sosial, yang mana individu mempelajari pola tindakan sehari–hari di dalam interaksi dengan individu lainnya yang memiliki peran-peran sosial di tengah masyarakat disebut dengan sosialisasi. Seperti yang dipaparkan diatas, kebudayaan adalah seperangkat pengethaunan berupa ide, gagasan, nilai yang didapat melalui proses belajar. Proses belajar baik Learning cultures maupun teaching cultures. Margaret Mead mengemukakan bahwa learning cultures (kebudayaan belajar) adalah pembelajaran yang didapat melalui jalur informal dimana ia mendapat pengetahuan, ketrampilan serta kemampuan diri pada saat ia menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari sedangkan teaching cultures (kebudayaan mengajar), suatu pembelajaran masyarakat yang ia dapat dari orang–orang yang telah terlebih dahulu tahu tentang materi yang bersangkutan Berkaitan dengan hal diatas, maka proses pendidikan membaca Alquran didapat melalui proses learning cultures dan teaching cultures. Learning cultures ia dapat melalui pendidikan keluarga dan masyarakat, sedangkan proses teaching cultures, ia dapat di pendidikan formal dan pendidikan non formal yaitu institusi perguruan Awaliyah Quran Koenjaraningrat mengungkapkan bahwa untuk memahami suatu norma perlu memahami unsur yang mengatur prilaku para anggota masyarakat, unsur ini disebut dengan pranata sosial yang berpusat pada aktitivitas aktivitas untuk memenuhi kebutuhan yang komplek ditengah masyarakat, norma tersebut memiliki kekuatan tersendiri dalam mengontrol prilaku masyarakat Koentjaraningrat, 1964. 113) Untuk dapat membedakan kekuatan-kekuatan mengikat daripada norma norma tersebut, maka secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian yaitu: a. Cara(usage)’, (usage)',menunjukkan menunjukkanpada padasuatu suatubentuk bentuk perbuatan, perbuatan, cara cara lebih lebih menonjol menonjol a. Cara di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan diterhadapnya dalam hubungan individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan tak akanantar mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya terhadapnya tak akan mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubungi. celaan dari individu yang dihubungi. b. sekedar Kebiasaan (folkways); kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang ulang dalam bentuk yang sama. Ia mempunyai mengikat yang lebih ulang besar b. Kebiasaan (folkways); kebiasaan menunjuk kekuatan pada perbuatan yang diulang daripada cara.yang Kebiasaan inimempunyai merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai dalam bentuk sama. Ia kekuatan mengikat yang lebih besar perbuatan tersebut. Apabik kebiasaan ini tidak dilakukan, maka hal tadi daripada cara. Kebiasaan ini merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai dianggap suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. tersebut.(mores) Apabik kebiasaan tidak dilakukan, maka hal tadi dianggap c. perbuatan Tata Kelakuan merupakaninikebiasaan yang dianggap sebagai cara suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. berperilaku dan diteritna sebagai norma-norma pengatur. Mores ini mencerminkan sifat-sifat yang kebiasaan hidup dalam kelompok manusia c. Tata Kelakuan (mores) merupakan yang dianggap sebagai cara yangdilaksanakan sebagai alat pengawas oleh masyarakat terhadap anggotaberperilaku dan diteritna sebagai norma-norma pengatur. Mores ini mencerminkan anggotanya. Tata Kelakuan tersebut, di satu pihak memaksakan suatu sifat-sifat yang kelompok manusia yangdilaksanakan alat perbuatan dan hidup di taindalam pihak melarangnya, sehingga secara langsungsebagai merupakan pengawas oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata Kelakuan tersebut, suatu alat agar supaya nggota-anggota masyarakat menyesuaikan perbuatandiperbuatannya satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di tain pihak melarangnya, sehingga dengan tata-kelakuan tersebut. secara langsung merupakan suatu alat agar supaya nggota-anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata-kelakuan tersebut. 356

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

d. Adat istiadat (costum) adalah tata-kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya pola-pola prilaku masyarakat. Pelanggaran terhadapnya d. dengan Adat istiadat (costum} adalah tata-kelakuan yang kekal sertaakan kuatmendapatkan integrasinya sanksi yangpola-pola keras.’’’(Soerjono 1987 :180.) dengan prilaku Soekanto, masyarakat. Pelanggaran terhadapnya akan mendapatkan sanksi yang keras.'''(Soerjono Soekanto, 1987 :180.) Norma-norma tersebut di atas setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu di lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses institusional yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Sehingga norma kemasyarakatan itu dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan masyarakat. (Soerjono Soekanto, 1987 :183.) Dalam proses pembudayaan , adaproses habituasi yang terjadi. Budimansyah(2010 : 63) mengemukakan bahwa proses habituasi adalah proses menciptakan aneka situasi dan kondisi yang bermuatan penguatan pada peserta didik di rumah, di sekolah dan dilingkungan masyarakatnya untuk membiasakan diri berprilaku sesuai dengan nilai-nilai dan nilai itu diinternalisasikan dan dipersonalisasikan melalaui proses olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan olah karsa sebagai karakter. Habituasi juga merupakan proses pembentukan sikap dan prilaku yang realtif tetap dan berulang-ulang serta berkesinambaungan (Depdiknas 2007 :4) 5.

Metode Penelitian Dalam Penelitian ini, peneliti mengunakan pendekatan kualitaitf dengan metode etnografi. Metode etnografi adalah metode yang mengambarkan tentang potret kebudayaan masyarakat beserta adat istiadatnya. Hasil penelitian ini disuguhkan secara etnografi agar pembaca dapat merasakan hidup ditengah masyarakat tersebut. Metode Etnografi merupakan metode yang mendiskripsikan kebudayaan dengan mempelajari dan memahami pandangan hidupdan pola budaya secara rinci melalui cara berpikir dan bertingkah laku masyarakat dalam kurun waktu dan ruang. Data dikumpulkan melalui proses observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Informan kunci adalah para tokoh masyarakat, para orang tua dan karib kerabatnya, para guru dan anak-anak yang sedang belajar membaca Alquran. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data induktif. tahapan analisis data induktif adalah: 1) melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial, melakukan identifikasi, revisi-revisi dan pengecekanulang terhadap data yang ada, 2) melakukan katagorisasi, ditelusuri dan dijelaskan katagori tersebut beserta hubunganya, dan 3) menarik kesimpulan dan membangun teori. B. TEMUAN PENELITIAN 1. Sekilas Masyarakat Balai Gurah Balai Gurah adalah salah satu nagari yang terletak di kabupaten Agam Sumatera barat . Ini merupakan nagari yang tingkat kepadatan penduduknya cukup tinggi, karena kepadatan penduduknya orang/km. Tanah nagari Balai Gurah adalah tanah yang subut dengan irigasi yang memadai. Oleh karenanya petani di nagari Balai Gurah dapat mengetam padi 3xdalam satu tahun bahkan lebih. Meskipun demikian selain bertani sebagianbesar penduduknya bermata pencahatian wiraswasta. Wiraswasta yangmereka kerjakan adalah memiliki usaha dan kegiatan konveksi yang terkenal dengan dengan jahit Trawang Ampek Angkek Nagari ini merupakan salah satu nagari yang banyak siswa “anak mengaji,: di mana di dalamnya terdapat lebih dari 5 Perguruan Quran Awaliyah (PQA). Oleh karenanya kehidupan masyarakat Balai Gurah dan sekitarnya sarat dengan kehidupan Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

357

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

siswa “Anak mangaji.” Nama-nama PQA yang ada dikanagarian Balai Gurah dan sekitarnya adalah : a. PQA Balai Banyak b. PQA Simpang tigo Biaro c. PQA Kapalo koto d. PQA Koto Tuo e. PQA jambun Perguruan-perguruan tersebut memilki peran yang cukup besar di dalam kehidupan keagamaan masyarakat Balai Gurah dan sekitarnya dan umumnya beragama Islam,Rasa kesukuan masyarakat Balai gurah dan sekitarnya begitu kental dan Orang Balai Gurah pasti Islamdan bisa membaca al Qur'an. Anggapan seperti ini sudah mendarah daging.Hal inilah yang mendorong mereka untuk mewujudkan masyarakat bebas buta huruf baca al Qur'an. Di nagari Balai Gurah masjid ini selalu dalam suasana hidup. Hal ini ditandai dengan selalu dikumandangkan adzan untuk sernua sholat wajib dan digunakan untuk berjama'ah sholat. Jam 14.00 WIB nampak para anak-anak denganmengenakan peci hitam dan membawa Kitab di tangan menuju ke perguruan,begitu pula dengan para anak –anak perempuan dengan berkerudung membawa tas dan jalan kaki mereka menuju ke perguruan.untuk belajar mengaji dan sholat secara rutin-rutin tiap hari 2.

Pola Pembudayaan membaca Alquran Anak-anak Pendidikan membaca Alquran di kanagarian Balai Gurah melalui tiga jalur pendidikan yaitu jalur pendidikan formal yaitu di sekolah formal ( SD ), pendidikan non formal yaitu Perguruan Qur an Awaliyah ( PQA) dan Madrasah Diniyah Awal ( MDA), pendidikan informal di rumah (keluarga) dan pendidikan masyarakat di masjid.\ a. Pembudayaan Membaca Alquran di Perguruan Quran Awaliyah a. Pembudayaan Membaca Alquran di Perguruan QuranQuran Awaliyah “ Proses pembelajaran di perguruan Awaliyah ini dilakukan dengan system klasikal , pelajaran berlangsung selama satu tahun tanpa ada liburan “ Proses pembelajaran di perguruan Awaliyah Quran ini dilakukan dengan system semesteran, namun yang ada libur hari minggu dan hari besar keagamaan. klasikal , pelajaran berlangsung satu tahun adamengaji liburandengan semesteran, Pada waktu sekoah dasar libur,selama anak –anak tetaptanpa belajar cara namun yang ada libur hari minggu dan hari besar keagamaan. Pada waktu sekoah mereka lebih awal masuk belajar mengaji, yang biasanya rutin jam 14.00 wib18.00libur, wib. anak Di saat liburtetap sekolah formal, anak dengan belajar mengaji lebih awal, dasar –anak belajar mengaji cara mereka lebih yaitu awal jam 08.00 wib.” ( wawancara ibu butetrutin 12 maret 2016)wib- 18.00 wib. Di saat masuk belajar mengaji, yang biasanya jam 14.00 libur sekolah formal, anak belajar mengaji lebih awal, yaitu jam 08.00 wib.” ( Berdasarkan hasil wawancara didapat bahwa proses pendidikan membaca wawancara ibu butet 12 maret 2016) Alquran anak-anak dilakukan tiap hari kecuali hari minggu dan hari besar, di saat liburan semesterhasil sekolah anak-anakdidapat tetap mendapat membaca AlQuran. Berdasarkan wawancara bahwa pendidikan proses pendidikan membaca Dalam pembagian kelas di bagi atas 3 kelompok yang dikelola oleh satu guru, Alquran anak-anak dilakukan tiap hari kecuali hari minggu dan hari besar, di saat liburan namun sebelumnya 1 kelas dengan jumlah siswa 98-90 orang di kelola oleh 2 semester sekolah anak-anak tetap mendapat pendidikan membaca AlQuran. orang guru dikarenakan guru yang masih terbatas ,sebagaimana ungkapan bu Is, Dalampengelola pembagian kelas di bagi atas 3 kelompok yang dikelola oleh satu guru, sebagai perguruan namun sebelumnya 1 kelas dengan jumlah siswa 98-90 orang di kelola oleh 2 orang “ Siswa dibagi kelas yaitu 1A, 1B, 1C denganungkapan masing lokal dari guru dikarenakan guruatas yang3 masih terbatas ,sebagaimana bu terdiri Is, sebagai 30 sampai 40 orang yang diajar oleh seorang guru ,dulu hanya 1 atau 2 orang pengelola perguruan untuk siswa 87 orang karena guru belum banyak.”(Wawancara dengan bi Is, “ Siswa dibagi atas 3 kelas yaitu 1A, 1B, 1C dengan masing lokal terdiri dari 30 13 maret 2016) sampai 40 orang yang diajar oleh seorang guru ,dulu hanya 1 atau 2 orang untuk siswa memberikan 87 orang karena guru belum banyak.”(Wawancara denganyaitu bi Is, 13 maret Adapun materi pembelajaran dibagi dalam 2 tahapan 2016) 358

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

Adapun memberikan materi pembelajaran dibagi dalam 2 tahapan yaitu Tahap awal memprkenalkan , mengucapkan ,menulis, merangkai huruf hijaiyah. Guru menulis di depan kelas lengkap dengan ketentuan membaca struktur bahasanya. Guru menuliskan dengan contoh kalimat selanjutnya siswa dituntun untuk mengucapkan dan membaca dengan benar sesuai aturan mahrajnya. Stetelah siswa mamapu membaca dengan benar , selanjutnya siswa menuliskannya dalam catatan masing-masing. Catatan inilah yang menajdi bahan untuk mengulangi bacaan dirumah dan diharapkan didampingi oleh orang tua dan keluarga lainnya.Pelajaran Hijaiyyah berlangsung lebih kurang selama 4 bulan kemudian siswa belajar rangkaian huruf yang lebih panjang lagi dengan mengunakan tajwid,ini masih pengunaan papan tulis dan siswa mencatat dalam buku catatannya. Dalam tahapan ini, faktor kehadiran menadi amat penting, karena pelajaran pertama sangat berkaitan dengan pelajaran sebelumnya, sebagaimana ungkapan ibu Eni “ Siswa tidak hadir pada satu materi akan sulit memahami materi selanjutnya akibat ia sulit mengikuti pelajaran dan sulit menempuh pemebelajaran membaca Alquran. Untuk itu dalam 6 bulan pertama anak-anak sangat diharapkan tidak boleh absen sama sekali. 6 Bulan pertama ini adalah kunci untuk bisa pindah dalam tahapan membaca Alquran langsung.”: (wawancara 12 Maret 2016) Dari gambaran diatas, 6 bulan pertama adalah kunci keberhasilan anakuntuk dapat membaca Alquran dengan baik dan benar karena proses pembelajaran 6 bulan pertama adalah dasar-dasar untuk aturan membaca Al Quran Tahap kedua, siswa mulai membaca kitab suci Alquran secara tadarusan yaitu begiliran. Seorang siswa membaca Al Quran didampingi oleh guru, sementara siswa lainnya memyimak bacaan dari temannya yang membaca, guru mengkoreksi bacaan siswa yang salah secara langsung dan diperbaiki cara membaca sehingga bacaan Alquran menjadi benar , sesuai dengan mahraj, namun kadang-kadang diminta temannya untuk memperbaiki bacaan teman. Sistem ujian ada diberlakukan dalam rangka mengevaluasi keberhasilan anak membaca Alquran, Sebagaimana ungkapan bu Is 50 tahun. Perkembangan kepandaian siswa dinilai dan dilihat sejauh mana pencapaian tujuan pembelajaran , kepada siswa yang tidak mencapai target diberikan perlakuan khusus, perlakuan kepada siswa yang bermasalah ini berupa peringatan kepada orang tua atau wali muridnya . Tindakan lainnya dengan meberikan tugas tambahan untuk memperbaiki kekuranganya seperti tugas membaca lebih banyak di kelas dan di rumah sehingga ia mencapai target belajar membaca Alquran yang diharapkan.” ( Wawancara 14 Maret 2016) Selain proses pembelajaran di kelas, anak-anak juga dilatih untuk belajar sholat disaat jam istirahat yang berlangsung dari jam15.30 wib -16.00. anak-anak diajak untuk shoat berjamaah dan melakukan sholat yang benar. Selama proses pembelajaran juga ditanamkan tata tertib dalam membaca Alquran seperti - Sebelum membaca Alquran dimulai dengan mengucapkan salam dan mengucapkan doa perlindungan kepada kuasa dan menyebut nama Allah SWT Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

359

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

-

Tidak boleh memotong kalimat ayat Alquran dengan sembarangan karena bisa menyebabkan salah arti.kalimat Sebagaimana peristiwa 12 Maret 2016 Tidak boleh memotong ayat Alquran dengantanggal sembarangan karena bisa. Tidak boleh kalimat ayat Alquran dengan sembarangan karena bisa. teguran guru memotong ibu butetarti. kepada Ismail yangperistiwa sedang membaca Alquran menyebabkan salah Sebagaimana tanggal 12 Maret 2016 menyebabkan salah arti. Sebagaimana peristiwa tanggal 12 Maret 2016 . “ diharap jangan dipotong dalam membaca Alquran, artinyaAlquran bisa Salah,” teguran guru ibu butet kepada Ismail yang sedang membaca teguran guru ibu butet Ismail yang sedang - Alquran harus berada dikepada atasdalam pinggang, didekap ke membaca dada “ diharap jangan dipotong membaca Alquran, artinyaAlquran bisa Salah,” “ diharap jangan dipotong dalam membaca Alquran, artinya bisa Salah,” Seperti yang diungkapkan ibu butet di dalam kelas - Alquran harus berada di atas pinggang, didekap ke dada - “Seperti Alquran harusdiungkapkan atas didekap kedidada anak-anak , berada alqurandididekap didada, jangan taruh di bawah lutut, kita yang ibupinggang, butet di dalam kelas Seperti yang diungkapkan ibu butet di dalam kelas harus menghargai kitab didekap suci Alquran ,” ( jangan observasi maret “ anak-anak , alquran didada, di 11 taruh di 2016) bawah lutut, kita “ anak-anak , alquran didekap didada, jangan di taruh di bawah lutut, kita - Tidak memegang alkitab Quran dengan tangan kiri. harus menghargai suci Alquran ,” ( observasi 11 maret 2016) harus menghargai kitab suci Alquran ,” ( observasi 11 maret 2016) - Disaat teman membaca teman Tidak memegang al Quran Alquran, dengan tangan kiri.lainnya diharus menyimak dan -- menegur Tidak memegang al Quran dengan tangan kiri. atas membaca kesalahan Alquran, teman dalam membaca Quranmenyimak dengan cara Disaat teman teman lainnya Al diharus dan - mengangkat Disaat teman membaca temanmembaca lainnya Al diharus dan terlebihAlquran, dahuludalam menegur atastangan kesalahan teman Quranmenyimak dengan cara menegur atas kesalahan teman dalam membaca Al Quran dengan cara - Terkait dengan awal masuk kelas, masuk kelas dengan tertib , tidak mengangkat tangan terlebih dahulu mengangkat tangan terlebih dahulu salam, dan berdoa bersama sebelum belajar - terlambat,mengucapkan Terkait dengan awal masuk kelas, masuk kelas dengan tertib , tidak - Pembudayaan Terkait dengan awal masuk kelas, masuk kelas dengan tertib , tidak b. Membaca Alquran di rumah. terlambat,mengucapkan salam, dan berdoa bersama sebelum belajar terlambat,mengucapkan salam, dan bersama(rumah) sebelumdilakukan belajar pada saat membaca Alquran didalam keluarga b. Pendidikan Pembudayaan Membaca Alquran di berdoa rumah. b. Pembudayaan Membaca Alquran di rumah. selesai sholat magrib sampai masukdidalam waktu keluarga Isya. Orang tua atau kerabatpada lainnya Pendidikan membaca Alquran (rumah) dilakukan saat Pendidikan membaca Alquran didalam keluarga (rumah) dilakukan pada saat menyimak apamagrib yang disampai baca oleh kemudian membetulkan bacaan selesai sholat masuk waktu Isya. Orang tuaatas ataukesalahan kerabat lainnya selesai sholat magrib sampai masuk waktu Isya. Orang tua atau kerabat lainnya yang ada. Selain mengulang bacaan Alquranmembetulkan pada saat magrib, ada juga bacaan anak menyimak apa yang di baca oleh kemudian atas kesalahan menyimak apa yang di baca oleh kemudian membetulkan atas kesalahan bacaan dalam keluarga mengulang bacaan Alquran hari,ada setelah yang ada. Selainyang mengulang bacaan Alquran padapada saatsubuh magrib, juga sholat anak yang ada. Selainyang mengulang bacaan Alquran pada saatsubuh magrib, juga sholat anak subuh. dalam keluarga mengulang bacaan Alquran pada hari,ada setelah dalam keluarga yang mengulang bacaan Alquran pada subuh hari, setelah sholat Mengulang kembali membaca AlQuran dilakukan secara peorangan dengan subuh. subuh. orang tua, namun ada juga secara AlQuran bersama-sama, dimana anak-anak berkumpul Mengulang kembali membaca dilakukan secara peorangan dengan Mengulang kembali membaca AlQuran dilakukan secara peorangan dengan dalam satu rumah teman untuk mengulang bacaan Alquran secara bersama orang tua, namun ada juga secara bersama-sama, dimana anak-anak berkumpul orang tua, ada juga secara bersama-sama, dimana anak-anak didampingi orang tua yang punya rumah dalam satunamun rumah teman untuk mengulang bacaan Alquran secaraberkumpul bersama dalam satu rumah teman untuk mengulang bacaan Alquran secara bersama didampingi orang tua yang punya rumah didampingi orang tua yang punya rumah c. Pembudayaan Membaca AlQuran di Mesjid ekstra kurikulerAlQuran bagi peserta didik di perguruan Awaliyah Quran c. Kegiatan Pembudayaan Membaca di Mesjid c. Kegiatan Pembudayaan Membaca AlQuran di subuh Mesjid adalah kegiatan didikan subuh padapeserta hari dihari minggu.Selain ekstra kurikuler bagi didik perguruan Awaliyahkegiatan Quran Kegiatan ekstra kurikuler bagi peserta didik di perguruan Awaliyah Quran mengulang kembali bacaansubuh Alquran diberi pelajarankegiatan agama adalah kegiatan didikan padapeserta subuhdidik. hari Peserta hari minggu.Selain adalahseperti kegiatan didikan subuh padapeserta subuh hari harisholat minggu.Selain kegiatan Islam Aqidah Akhlak, dan syariah Islam, ibadah beserta bacaan, dan mengulang kembali bacaan Alquran didik. Peserta diberi pelajaran agama mengulang kembali bacaan Alquran peserta didik. Peserta diberi pelajaran agama mempelajari bacaAkhlak, Al Quran. Islam seperti seni Aqidah dan syariah Islam, ibadah sholat beserta bacaan, dan Islam Aqidah dan subuh, syariahanak-anak Islam, ibadah bacaan, dan Diseperti samping kegiatan didikan juga sholat di beribeserta kesempatan untuk mempelajari seni bacaAkhlak, Al Quran. mempelajari seni baca Al Quran. tampil depan umum di subuh, saat adaanak-anak pengajianjuga mingguan tua dewasa Di mengaji sampingdikegiatan didikan di beri orang kesempatan untuk Di samping kegiatan didikan subuh, anak-anak juga di beri kesempatan untuk sambil memberikan pengertian kepada anak anak. tampil mengaji di depan umumtentang di saat kebaikan ada pengajian mingguan orang tua dewasa tampil mengaji di depan umum di saat ada pengajian mingguan orang tua dewasa d. Pembudayaan Alquran upacara Khatam Quran sambil memberikanMembaca pengertian tentangmelalui kebaikan kepada anak anak. sambil memberikan pengertian tentang kebaikan kepada anak anak. khatam Quran bagi anakmelalui laki-lakiupacara dan perempuan yang berusia sekitar d. Upacara Pembudayaan Membaca Alquran Khatam Quran d. Upacara Pembudayaan Membaca Alquran melalui upacara Khatam Quran 8-12 tahun yang ditandai pintar membaca secara dansekitar benar khatam Quran sudah bagi anak laki-laki dan Alquran perempuan yangbaik berusia Upacara khatam Quran bagi anak laki-laki dan perempuan yang berusia sekitar mahrajnya 8-12 tahun. yang ditandai sudah pintar membaca Alquran secara baik dan benar 8-12Upacara tahun. yang ditandai pintar membaca secara baik dan benar Khatam Quransudah merupakan salah satu Alquran bagian dari daur hidup ( life mahrajnya mahrajnya . cycle) bagi anak-anak berusia 8-12 tahun dan bagian upacara Quran( life ini Upacara Khatam Quran merupakan salah ,satu darikhatam daur hidup Upacara Khatam merupakan salah ,untuk satu darikhatam daur penghargaan hidup diselenggarakan secaraQuran umum dengan 1)upacara memberikan cycle) bagi anak-anak berusia 8-12 maksud tahun dan bagian Quran( life ini cycle) bagi anak-anak berusia 8-12 tahun , dan upacara khatam Quran ini kepada anak anak yang mampu membaca Alquran dengan baik dan benar. 2) diselenggarakan secara umum dengan maksud untuk 1) memberikan penghargaan diselenggarakan secara umum dengan maksud untuk 1) memberikan penghargaan menyatakan khalayak ramai bahwa si anak sudah satubenar. tahapan kepada anak kepada anak yang mampu membaca Alquran denganmelalui baik dan 2) kepada anak anak yang mampu membaca Alquran dengan baik dan benar. 2) hidup yang memiliki status social yang baru yaitu masa anak-anak yang sudah menyatakan kepada khalayak ramai bahwa si anak sudah melalui satu tahapan menyatakan kepada khalayak ramai bahwa si yaitu anak sudah melalui satu tahapan pintar mengaji dan hendaknya berprilaku lebih baik.masa 3) memberikan pendidikan hidup yang memiliki status social yang baru anak-anak yang sudah hidup yang memiliki status social yang baru yaitu masa anak-anak yang sudah kepada individudan yang bersangkutan bahwa dia 3) sudah memasuki tahapan pintar mengaji hendaknya berprilaku lebih baik. memberikan pendidikan pintar mengaji hendaknya berprilaku lebih baik. memberikan pendidikan kepada individudanyang bersangkutan bahwa dia 3) sudah memasuki tahapan kepada individu yang bersangkutan bahwa dia sudah memasuki tahapan 360

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

kehidupan yang lebih tinggi sebagai manusia yang di ciptakan oleh yang maha kuasa.rang Dari beberapa guru dan orang tua mengungkapkan bahwa mengulang kaji (mengulang kembali bacaan Alquran ) ini menjadi penting dalam proses pendidikan membaca Alquran. “ hafa kaji karena di ulang, hafa jalan karano ditampuah, ( Hafal bacaan karena di ulang, hafal jalan karena sering di tempuh) . kaji di ulang menjadi lancar, dan hati menjadi tenang dengan membaca Alquran dan mengingat akan kebaikan .mengulang bacaan .’ Kesimpulannya pendidikan membaca Alquran di kanagarian Balai Gurah melalui tiga jalur pendidikan yaitu jalur pendidikan formal yaitu di sekolah formal ( SD ), pendidikan non formal yaitu Perguruan Qur an Awaliyah ( PQA) dan Madrasah Diniyah Awal ( MDA), pendidikan informal di rumah (keluarga) dan pendidikan masyarakat di masjid. Ini dilakukan secara rutin dan kontinu karena suatu prinsip ““ hafa kaji karena di ulang, hafa jalan karano ditampuah, ( Hafal bacaan karena di ulang, hafal jalan karena sering di tempuh) . kaji di ulang menjadi lancar, dan hati menjadi tenang dengan membaca Alquran dan mengingat akan kebaikan .mengulang bacaan .’ Didalam proses pendidikan membaca Alquran , pendampingan secara konsisten dari pihak guru dan orang tua serta masyarakat melalui kegiatan masjid adalah pondasi utama dalam mencapai target tujuan anak dapat membaca Alquran dengan baik dan benar di iringi dengan prilaku sopan santun serta menjalankan ibadah yang baik dan benar. D. PELEMBAGAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN SUKU MINANGKABAU Agama sering bertemu dengan budaya lokal masyarakat setempat, sehingga masyarakat yang memeluk disebut dengan masyarakat agama dimana masyarakat memberikan respon yang kontruktif atas realita yang ada dalam rangka mempertahankan nilai tradisi dan nilai agama tersebut. Dalam hal ini Alquran sebagai kitab suci agama Islam memiliki komitmen untuk menjadikan tradisi membaca Alquran sebagai bagian identitas diri masyarakat, maka suatu keharusan dalam studi ini yaitu masyarakat kanagarian balai gurah bahwa tradisi membaca Alquran dengan perayaan upacara khatam Quran menjadi suatu identitias budaya yang berbasis Islam. Terkait dengan membaca Alquran Buchari memberi 2 muqamman yaitu muqamman bcut dan meqaddaman Raye. Muqamaan Bcut adalah pembacaan Alquran sampai tamat , tiap orang membaca satu juz hingga selesai, sedangkan muqaddaman raye adalah pembaca secagaian ayat alquran. Dalam hal ini membaca Alquran dalam Tradisi khatam Quran di kanagariqan Balaigurah anak-anak membaca Alquran dengan membaca sebagian dari ayat ayat Alquran secara berganti-gantian sampai jumlah siswa selesai membacanya. dan jika dipahami tradisi khatam Quran tidak hanya bersifat ritual semata, tetapi juga memihki implikasi duniawi yaitu kegiatan membaca al Quran berserta arakarakan ,ziarah dengan berdoanya , makan bersama dengan semangat berbagi tidak sebagai ibadah, tetapi unsur keduniaan juga ada yaitu mencari hikmah kehidupan,penghargaan dan kebersamaan berbagi sesama kerabat. Norma atau nilai memang sangat berhubungan dengan tradisi masyarakat masyarakat , koenjaraningrat mengungkapkan bahwa untuk memahami suatu norma perlu memahami unsur yang mengatur prilaku para anggota masyarakat, unsur ini disebut Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

361

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

dengan pranata social yang berpusat pada aktitivitas aktivitas untuk memenuhi kebutuhan yang konplek masyarakat, tersebut memiliki kekuatan tersendiri dalam dengan pranataditengah social yang berpusatnorma pada aktitivitas aktivitas untuk memenuhi kebutuhan mengontrol prilaku masyarakat Koentjaranngrat, 1964. 113) yang konplek ditengah masyarakat, norma tersebut memiliki kekuatan tersendiri dalam Untukprilaku dapat masyarakat membedakan kekuatan-kekuatan daripada norma norma mengontrol Koentjaranngrat, 1964. mengikat 113) tersebut,Untuk maka secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian yaitu: dapat membedakan kekuatan-kekuatan mengikat daripada norma norma a. maka Cara (usage)', menunjukkan pada suatuempat bentukpengertian perbuatan,yaitu: cara lebih menonjol tersebut, secara sosiologis dikenal adanya di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya a. Cara (usage)', menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan, cara lebih menonjol tak mengakibatkan hukuman akan tetapi sekedar terhadapnya celaan dari di akan dalam hubungan antar individu yang dalamberat, masyarakat. Suatuhanya penyimpangan individu dihubungi. hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari tak akanyang mengakibatkan b. yang Kebiasaan $olkways); kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang ulang individu dihubungi. dalam bentuk yang sama. Ia mempunyai yang lebih daripada b. Kebiasaan $olkways); kebiasaankekuatan menunjukmengikat pada perbuatan yangbesar diulang ulang cara. ini merupakan bukti bahwakekuatan orang banyak menyukai perbuatan dalamKebiasaan bentuk yang sama. Ia mempunyai mengikat yang lebih besar tersebut. daripada Apabik kebiasaaniniini tidak dilakukan, makaorang hal banyak tadi dianggap suatu penyimpangan cara. Kebiasaan merupakan bukti bahwa menyukai perbuatan tersebut. terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Apabik kebiasaan ini tidak dilakukan, maka hal tadi dianggap suatu penyimpangan c. kebiasaan Tata Kelakuan (mores) merupakan kebiasaan yang dianggap sebagai cara terhadap umum dalam masyarakat. berperilaku dan diteritna sebagai norma-norma mencerminkan c. Tata Kelakuan (mores) merupakan pengatur. kebiasaanMores yang ini dianggap sebagaisifatcara sifat yang hidup dalam kelompok manusia yangdilaksanakan sebagai alat pengawas sifatoleh berperilaku dan diteritna sebagai norma-norma pengatur. Mores ini mencerminkan masyarakat terhadap Kelakuan tersebut, satu pihak sifat yang hidup dalam anggotaanggotanya.Tata kelompok manusia yangdilaksanakan sebagai alatdipengawas oleh memaksakan perbuatan dan di tain pihak melarangnya, sehingga secara langsung masyarakat suatu terhadap anggotaanggotanya.Tata Kelakuan tersebut, di satu pihak merupakansuatu alatperbuatan agar supaya masyarakat menyesuaikan memaksakan suatu dan nggota-anggota di tain pihak melarangnya, sehingga secaraperbuatanlangsung perbuatannya dengan merupakansuatu alat tata-kelakuan agar supaya tersebut. nggota-anggota masyarakat menyesuaikan perbuatand. Adatdengan istiadattata-kelakuan (costum} adalah tata-kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya perbuatannya tersebut. dengan d. pola-pola petikelakuan masyarakat. Pelanggaranyang terhadapnya akan Adat istiadat (costum} adalah tata-kelakuan kekal serta kuatmendapatkan integrasinya sanksi yang keras.'''(Soerjono Soekanto, 1987 :180.) dengan pola-pola petikelakuan masyarakat. Pelanggaran terhadapnya akan mendapatkan tersebut Soekanto, di atas setelah suatu proses pada akhirnya akan sanksi Norma-norma yang keras.'''(Soerjono 1987 mengalami :180.) menjadiNorma-norma bagian tertentu di lembaga Proses dinamakan proses tersebut di ataskemasyarakatan. setelah mengalami suatutersebut proses pada akhirnya akan institusionali%ation ^elembagaan) yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma menjadi bagian tertentu di lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses kemasyarakatan yang ^elembagaan) baru untuk menjadi dari salah satudilewati lembagaoleh kemasyarakatan. institusionali%ation yaitu bagian suatu proses yang suatu norma Sehingga norma kemasyarakatan itu dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. kehidupan masyarakat. (Soerjono Soekanto, 1987 :183.) Sehingga norma kemasyarakatan itu dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam Berangkat dari kerangka pikir diatas, maka tradisi Khatam Quran di kanagarian kehidupan masyarakat. (Soerjono Soekanto, 1987 :183.) balai gurah sudah dari menjadi normapikir yangdiatas, menjadi indetitias ada suatu Berangkat kerangka maka tradisibudaya Khatammasayrakat, Quran di kanagarian kekuatan pengontrol yang kuat, ketika tradisi tidak di lakukan malah menjadi balai gurah sudah menjadi norma yang menjadi indetitias budaya masayrakat, ada suatu suatu perdebatan , sebagaimana dengan observasi Juli 2016malah ,” kekuatan pengontrol yang kuat,situasi ketika tradisi tanggal tidak di9 lakukan menjadi suatu “Didalam tradisi Khatam memotongtanggal sapi lalu masak perdebatan , sebagaimana dengan Quran, situasi observasi 9 Julidi2016 ,” bersama serta di makan bersama sudah menjadi tradisi tersendiri yang makna “Didalam tradisi Khatam Quran, memotong sapi lalu di masakmemiliki bersama serta di kebersamaan dan ungkapan rasa syukur pandainya anak-anak makan bersama sudah menjadi tradisiatas tersendiri yang memilikimengaji. makna Tradisi sudah berlangsung darirasa tahunsyukur ke tahun . Dan ketika pada saat ini mengaji. tidak di kebersamaan dan ungkapan atas pandainya anak-anak berlakukan menjadi pertengkaran di . tengah masyarakat.” Tradisi sudah berlangsung dari tahun ke tahun . Dan ketika pada saat ini tidak di berlakukan menjadi pertengkaran di . tengah masyarakat.” REFERENSI REFERENSI Budimansyah, REFERENSIDasim (2007) Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun karakterDasim bangsa.(2007) Bandung Widya Pendidikan Aksara Press Budimansyah, Penguatan Kewarganegaraan untuk Membangun żeertz, Clifford (1983),” Abangan , Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.” Jakarta karakter bangsa. Bandung Widya Aksara Press .Pustaka Jaya żeertz, Clifford (1983),” Abangan , Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.” Jakarta Effendi,.Pustaka Bactiar,(1997) Jaya ” Masyarakat Agama dan Tantangan Globalisasi: Mempertimbangkan Konsep Deprivitasasi dalam jurnal Kebudayaan dan Effendi, Bactiar,(1997) ” Masyarakat Agama dan Agama,” Tantangan Globalisasi: Peradaban Ulumul Quran , 3/VII/97. Mempertimbangkan Konsep Deprivitasasi Agama,” dalam jurnal Kebudayaan dan Peradaban Ulumul Quran , 3/VII/97. 362

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

Koenjaraningrat (2005, Pengantar Antropologi II .Pokok-pokok Etnografi, Jakarta, Rineka Cipta Koentjaraningrat (1964) PengantarAntropologi, cetakan IV ,Jakarta: Universitas Indonesia Koenjaraningrat (1993) Dinamika Masyarakat . Jakarta .PT Raja Grafindo Persada. Rahman, Fazlur ( 1994),” Islam” terj Ahsin Muhammad. Bandung.Pustaka Soerjojo Sockanto, Sosiologi Suatu Pengantar,]akarta: Rajawali Press, 1987 Hikmah, Rosmarul (2003) Etos kerja pedagang perantau Minangkabau dalam perspektif nilai budaya Minangkabau (studi kasus tentang pedagang minangkabau di kelurahan Kelapa Tiga kecamatan Tanjungkarang pusat kota Bandar Lampung). Other thesis, Universitas Sebelas Maret. Chairul Anwar (2014) INTERNALISASI SEMANGAT NASIONALISME MELALUI PENDEKATAN HABITUASI (Perspektif Filsafat Pendidikan). E-Jurnal Jp Peradaban Islam

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

363

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN DI KALANGAN MAHASISWA ITB DAKWAH DI KALANGAN MAHASISWA ITB Yedi Purwanto Yedi Purwanto Institut Teknologi Bandung Institut Teknologi Bandung Email: [email protected] Email: [email protected] ABSTRACT Higher education such as Institut Teknologi Bandung (ITB) is expected to be a pioneer in the use of information technology-based application, including in Islamic Religious Education subject. Information technology can be applied in the teaching and learning instruction of Islamic Religious program, as it can be used by the lecturers to deliver Islamic moral values to ITB students. In the context of Islamic preaching in higher education, ICT can be used as a medium to convey Islamic Religious materials, and it practically contributes to the development of Islamic proselytization for ITB students. As the Islamic youths, university students can take a role as the agents of change in the development of human resources to face the challenge of globalization era including the fast growth of information technology and ASEAN Economic Community (EAC). In this context, the role of technology is crucial in overcoming these rapid changes. This paper is particularly aimed at mapping the Islamic preaching for ITB students. From this notion, it can be noted that online-social media is effective for implanting Islamic values to students. By posting only one article, thousands readers can be reached and inspired. Besides, it is considered to be more effective, because the use of social media is not restricted by the specific time and place. Keyword: Islamic Preaching, Information Technology, Students, Islamic Religious Education ABSTRAK Dunia pendidikan tinggi seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), diharapkan menjadi garda terdepan dalam penggunaan aplikasi yang berbasis teknologi informasi. Tidak terkecuali dalam Pendidikan Agama Islam. Penyampaian materi pendidikan Agama Islam selayaknya sudah akrab dengan penggunaan teknologi informasi. Hal tersebut dikarenakan teknologi informasi memiliki kontribusi dalam dakwah, khususnya di kalangan mahaiswa ITB. Terlebih lagi, peran umat Islam termasuk para mahasiswa merupakan garda terdepan dalam pembangunan manusia seutuhnya, dalam menghadapi tantangan global seperti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta tantangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Urgensi dakwah menggunakan teknologi informasi jelas sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan global tersebut. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memetakan dakwah di kalangan mahasiswa di kampus ITB. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa dakwah melalui media sosial (online) terbukti efektif. Hanya dengan satu posting saja sudah dapat menjangkau dan menginspirasi lebih dari sembilan ratus ribu pembaca. Selain itu dakwah melalui media sosial juga dinilai lebih efektif dari segi waktu dan tempat, karena tidak diperlukan waktu yang banyak ataupun tempat khusus. Kata Kunci: Dakwah, Teknologi Informasi, Mahasiswa, Pendidikan Agama Islam Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

365

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 365 – 371

A. PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN Dengan menyebut asma Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Indonesia pada tahun 2010-2035 akan mendapatkan bonus demografi dimana jumlah angkatan muda lebih dominan dibanding angkatan tua. Hal ini menurut Prof Furqon bisa menjadi pedang bermata dua, bisa menguntungkan juga bisa merugika bagi perkembangan bangsa kita, terutama dalam kaitannya dengan peroses pendidikan karakter, moral, dan etika bangsa (Furqon:2016). Salah satu unsur penting dalam kehidupan bangsa ini adanya perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat. Bahkan tidak jarang menimbulkan kebingungan sendiri di kalangan para pengguna ternologi tersebut. Antara percepatan teknologi dengan kesiapan mental para penggunanya masih terdapat gap yang masih menganga.Berdasarkan amanat Undang-undang (UU) Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan harus didasari oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar nilai-nilai agama, kebudayaan nasional, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Dalam dunia Islam, pendidikan dikenal dengan istilah tarbiyah atau bisa juga disebut dengan dakwah. Tarbiyah artinya mendidik, sementara dakwar artinya mengajak. Esensinya sama yaitu mengajak peserta didik kepada perubahan yang lebih baik. Pendidikan Agama Islam saat ini mengahadapi tantangan Global, seperti baik dalam bidang teknologi, budaya, ekonomi, politik,moral, dan lainnya. Untuk itu peranan pendidikan agama akan sangat memberikan arti strategis dalam mempersiapakan generasi muda khususnya mahasiswa untuk menghadapi tantangan tersebut. Mahasiswa ITB sebagai salah satu komunitas mahasiswa yang sebagian besar mengkaji ilmu yang erat kaitannya dengan teknologi harus mampu menjawab tantangan zaman terutama berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi. Karena dari teknologi informasi dapat memberikan pengaruh yang sangat kuat bagi perkembangan budaya, persepsi, dan bahkan etika bangsa, terutama di kalangan generasi muda. Dakwah adalah menyeru kepada umat manusia untuk menuju kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dalam rangka memperoleh kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat. Oleh karena itu, dakwah memiliki pengertian yang luas. Ia tidak hanya berarti mengajak dan menyeru umat manusia agar memeluk Islam, lebih dari itu dakwah juga berarti upaya membina masyarakat Islam agar menjadi masyarakat yang lebih berkualitas (khairuummah) yang dibina dengan ruhtauhid dan ketinggian nilai-nilai Islam (Pimay, 2006: 13-14). Perubahan zaman juga berdampak terhadap perkembangan teknologi yang semakin canggih dan memasuki hampir setiap aspek kehidupan manusia. Aspek kehidupan beragama pun tidak luput dari perkembangan teknologi dalam penyebaran informasi. Menurut ITTA (Information Technology Assocition of America), teknologi informasi adalah suatu studi, perancangan, implementasi, pengembangan, dukungan atau manajemen sistem informasi berbasis komputer, khususnya pada aplikasi perangkat keras dan perangkat lunak komputer. Teknologi informasi memanfaatkan komputer elektronik dan perangkat lunak komputer untuk mnegubah, menyimpan, memproses, melindungi, mentrasmisikan dan memperoleh informasi secara aman. Pengaruh perkembangan teknologi ini contohnya dapat dilihat pada aplikasiaplikasi telepon genggam pintar (smartphone) yang dapat digunakan sebagai media beribadah, seperti aplikasi Quran dan pengingat adzan, keberadaan aplikasi ini tentu sangat mempermudah manusia yang ingin senantiasa dekatdengan Allah. Keberadaan dakwah sangat penting dalam Islam. Antara dakwah dan Islam tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap Muslim diwajibkan 366

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM ... — [Yedi Purwanto]

menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh umat manusia, sehingga mereka dapat menyampaikan dakwah dan Islam kepada seluruh umat kewajiban manusia, sehingga merekabanyak dapat merasakan ketenteraman kedamaian. Dasar hukum dakwah tersebut menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh umat manusia, sehingga mereka dapat merasakan ketenteraman dan kedamaian. Dasar hukum kewajiban dakwah tersebut banyak disebutkan dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah surat Ali Imran ayat 104 yaitu:”Dan merasakan ketenteraman dankamu kedamaian. Dasar hukum kewajiban dakwah tersebut banyak disebutkan dalamdi Al-Qur’an. Diantaranya adalah surat Ali menyeru Imran ayat 104 yaitu:”Dan hendaklah ada antara segolongan umat yang kepada kebajikan, disebutkan dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah surat Ali Imran ayat 104 yaitu:”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang hendaklah ada diyang antara kamu segolongan umat yang kepada kebajikan, menyuruh kepada ma'ruf danayat mencegah dari yang munkar, merekalah yang beruntung.” (QS. Ali Imran 104). (Mujamma` Al menyeru Malik Fahd Li orang-orang Thiba`at Al menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah yang beruntung.” (QS. ayat (Mujamma` AlAllah Malik FahdAl-Qur’an Li orang-orang Thiba`at Al Mush HafAsySyarif, 1433Ali H:Imran 93). Hal ini104). berdasarkan firman dalam surat yang beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 104). (Mujamma` Al Malik Fahd Li Thiba`at Al MushNahlayat HafAsySyarif, 1433 H: 93). Hal ini kepada berdasarkan Allah dalam Al-Qur’an An 125:“Serulah (manusia) jalanfirman Tuhan-mu dengan hikmah surat dan MushNahlayat HafAsySyarif, 93). Hal ini berdasarkan An (manusia) kepada jalanfirman Tuhan-mu dengan hikmah surat dan pelajaran yang125:“Serulah baik1433 danH:bantahlah mereka dengan cara Allah yangdalam baik. Al-Qur’an Sesungguhnya An Nahlayat 125:“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran Dialah yang baik cara tersesat yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang dan lebihbantahlah mengetahuimereka tentangdengan siapa yang dari jalan-Nya dan pelajaran yang dan mereka carapetunjuk.” yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebihbantahlah mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebihbaik mengetahui orang-orang yangdengan mendapat (QS. AnNahlayat Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. AnNahlayat 125). (Mujamma` Al Malik Fahd Li Thiba`at Al Mush Haf AsySyarif, 1433 H: 421). Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” AnNahlayat 125). (Mujamma` Malik Fahd Li Thiba`at Al Mush Haf AsySyarif, 1433(QS. H: 421). Di sisi lebih lain,AlRasulullah SAW telah bersabda“Sampaikanlah dariku walaupun hanya 125). (Mujamma` Al Malik Fahd Li Thiba`at Al Mush Haf AsySyarif, 1433 H: 421). Di sisi lain, Rasulullah SAW telah bersabda“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Al–Bukhari). Perintah Allah SWT untuk menyeru kepada sekalian Dimerupakan sisi(HR. lain, Al–Bukhari). Rasulullah SAW telah bersabda“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” Perintah Allah melalui SWT untuk menyeru kepada sekalian manusia perintah untuk berinteraksi informasi dan komunikasi. Alsatu ayat.” (HR. Al–Bukhari). Perintah Allah SWT untuk menyeru kepada sekalian manusia merupakan perintah untuk berinteraksi melalui informasi dan komunikasi. AlQur’an adalah sumber informasi mengenai keagamaan (Islam) dari Tuhan kepada umat manusia merupakan perintah untuk berinteraksi melalui informasi dan komunikasi. AlQur’an adalah sumber informasi mengenai keagamaan dari Tuhan kepada manusia sebagai pemeluk Islam. Demikian pula (Islam) sabda Rasulullah SAW umat yang Qur’an adalah sumber informasi mengenai keagamaan (Islam) dari Tuhan kepada umat manusia sebagai pemeluk Islam. Demikian pula sabda SAW hanya yang memerintahka nuntuk menyampaikan sesuatu yang berasal dariRasulullah Rasul, walaupun manusia sebagai pemeluk Islam. Demikian pula sabda Rasulullah SAW yang memerintahka nuntuk sesuatu yang berasal dari Rasul, hanya satu ayat kepada orangmenyampaikan lain. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW walaupun memerintahkan memerintahka nuntuk menyampaikan sesuatu yang berasal dari Rasul, hanya satu ayat kepada orang lain. yang Ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW walaupun memerintahkan untuk menyebarkan informasi berasal dari Beliau. satu ayat kepada orang lain. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyebarkan informasi yang berasal dari Beliau. beberapa konsep dakwah atau Dalam tulisan ini saya ingin mengungkapkan untuk menyebarkan informasi yang berasal dari Beliau. Dalam tulisan ini saya ingin mengungkapkan beberapa konsep atau pendidikan yang menggunakan teknologi informasi sebagai salah satu mediadakwah pendidikan. Dalam tulisan ini saya ingin mengungkapkan beberapa konsep dakwah atau pendidikan yang menggunakan teknologi informasi sebagai salah satu media pendidikan. Teruatama Pendidikan Agama Islam di lingkungan kampus kami. Tulisan ini mencoba pendidikan Pendidikan yang menggunakan teknologi informasi sebagai salah media pendidikan. Teruatama Agama Islam di lingkungan kampus kami.satu Tulisan ini mencoba merumuskan tentang bagaimana kontribusi teknologi informasi dalam pengembangan Teruatama Pendidikan Agama Islam di lingkungan kampus kami. Tulisan ini mencoba merumuskan tentang bagaimana kontribusi teknologi informasi dalam pengembangan dakwah di kalanagn mahasiswa ITB? mengapa teknologi tersebut dibutuhkan? dan merumuskan tentang bagaimana kontribusi teknologi informasi dalam pengembangan dakwah di kalanagn mahasiswa ITB? mengapa teknologi tersebut dibutuhkan? dan bagaimana keefektifan teknologi tersebut dalam dakwah di kalangan mahaiswa ITB?. dakwah di kalanagn mahasiswa ITB? mengapa teknologi tersebut dibutuhkan? dan bagaimana keefektifan teknologi tersebut dalam dakwah di kalangan mahaiswa ITB?. Adapun paparandalamkajian ditujukan untuk memetakan peta dakwah di kalangan bagaimana keefektifan teknologi tersebut dalam dakwah di kalangan mahaiswa ITB?. Adapun paparandalamkajian ditujukan guna untukmendapatkan memetakan informasi peta dakwah kalangan mahasiswa di kampus ITB. Terutama tentangdi kontribusi Adapun paparandalamkajian ditujukan untuk memetakan peta dakwah di kalangan mahasiswa di kampus ITB. Terutama guna mendapatkan informasi tentang kontribusi teknologi informasi dalam pengembangan dakwah di kalangan mahasiswa ITB. Kemudian mahasiswa di kampus ITB. Terutama guna mendapatkan informasi tentang kontribusi teknologihal-hal informasi dalam pengembangan dakwah di kalangan mahasiswa ITB.dan Kemudian tentang terkait pengembangan dakwah dengan teknologi informasi, tentang teknologi informasi dalam pengembangan dakwah di kalangan mahasiswa ITB. Kemudian tentang hal-hal terkait pengembangan dakwah dengan teknologi informasi, dan tentang cara-cara efektif dalam menggunakan teknologi tersebut guna mendukung dakwah di tentang hal-hal terkait pengembangan dakwah dengan teknologi informasi, dan tentang cara-cara efektif dalam menggunakan teknologi tersebut guna mendukung dakwah di kalangan mahasiswa ITB. cara-cara mahasiswa efektif dalam kalangan ITB. menggunakan teknologi tersebut guna mendukung dakwah di kalangan mahasiswa ITB. B. METODE PENELITIAN B. Metode METODE PENELITIAN Penelitian untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas B. METODE PENELITIAN Metode Penelitian untuk mendapatkan jawaban atasbaik pertanyaan-pertanyaan atas saya coba gunakan melalui pendekatan kajian pustaka, buku, jurnal, dan dikarya Metode Penelitian untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas saya coba gunakan melalui pendekatan kajian pustaka, baik buku, jurnal, dan karya lainnya. Juga dengan cara menyebar angket di kalangan mahasiswa peserta pendidikan saya coba gunakan melalui pendekatan kajian pustaka, baik buku, jurnal, dan karya lainnya.dan Juga dengan menyebar kalangan mahasiswa pesertaN.K., pendidikan agama etika islamcara kelas 07 tahunangket ajarandi2015. Mutia Marwa, Hasna Fanni lainnya. Juga dengan cara menyebar angket di kalangan mahasiswa peserta pendidikan agama dan etika islam kelas 07 tahun ajaran 2015. Mutia Marwa, Hasna N.K., Fanni Ulfani dan Sobit Aprilana merupakan team riset yang bertugas di lapangan.Hasil dari agama dan etika islam kelas 07 tahun ajaran 2015. Mutia Marwa, Hasna N.K., Fanni Ulfani dan Sobit Aprilana merupakan team riset yang bertugas di lapangan.Hasil dari kajian kami di lapangan menemukan bahwa kontribusi teknologi informasi sangat berperan Ulfanipendidikan dan di Sobit Aprilana merupakan team riset yang bertugas di lapangan.Hasil dari kajian kami lapangan menemukan bahwa kontribusi teknologi berperan dalam moralitas mahasiswa. Metode penelitian dalaminformasi kajian ini sangat meliputi kajian kajian kami di lapangan menemukan bahwa kontribusi teknologi informasi sangat berperan dalam pendidikan moralitas mahasiswa. Metode penelitian dalam kajian ini meliputi kajian kuantitatif dan kaulitatif. dalam pendidikan moralitas mahasiswa. Metode penelitian dalam kajian ini meliputi kajian kuantitatif dan kaulitatif. kuantitatif dan kaulitatif. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN C. Setelah HASIL melakukan PENELITIAN DAN PEMBAHASAN kajian tentang permasalahan di atas maka dapat disampaikan C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan kajian tentang permasalahan atas maka dapat disampaikan hasil penelitian berupa beberapa hal sebagai berikut:diPendidikan termasuk dakwah Setelah kajian tentang permasalahan diPendidikan atas maka dapat disampaikan hasil penelitian berupa hal sebagai berikut: termasuk dakwah islamiah sangatmelakukan efektif beberapa dengan menggunakan teknologi informasi. Hasil tersebut hasil penelitian berupa beberapa hal sebagai berikut: Pendidikan termasuk dakwah islamiah sangat efektif dengan menggunakan teknologi informasi. Hasil tersebut ditunjukkan pada grafik dan tabel di bawah ini. islamiah sangat efektifdandengan menggunakan teknologi informasi. Hasil tersebut ditunjukkan pada grafik tabel di bawah ini. ditunjukkan pada grafik dan tabel di bawah ini. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

367

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 365 – 371

Grafik 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB Grafik 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB Tabel 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa Grafik 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB ITB ITB Grafik3. 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa Tabel 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB Tabel 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa (%) ITB Arti3.Dakwah Presentase

Tabel 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB

Semua benar Arti Dakwah Presentase44 (%) Arti Dakwah Presentase (%) Semua benar 44 28 ajakan ajakan benar 28 Semua 44 seruan 20 seruan 20 ajakan 28 Lain-lain 8 8 GrafikLain-lain 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB seruan 20 Tabel 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB Lain-lain 8 Arti Dakwah Semua benar ajakan seruan Lain-lain

Presentase (%) 44 28 20 8

Grafik 3. 2 Media Dakwah Paling Efektif Menurut Mahasiswa ITB Tabel 3. 2 Media Dakwah Paling Efektif Menurut Mahasiswa ITB

Grafik 3. 2Dakwah Media Dakwah Paling(%) Efektif Menurut Mahasiswa ITB Media Presentase 36% Efektif Menurut Mahasiswa ITB Tabel 3. Kajian 2 Media Dakwah Paling Grafik 2 Media Dakwah Paling Mahasiswa ITB Media 36% Grafik 3. 23.sosial Media Dakwah Paling Efektif Efektif MenurutMenurut Mahasiswa ITB

368

Media Dakwah Presentase (%) TabelLain-lain 3. 2 Media Dakwah16% Paling Efektif Menurut Mahasiswa ITB Kajian 36%Menurut Mahasiswa ITB Ceramah 12% Tabel 3.3.22Media Dakwah PalingEfektif EfektifMenurut Grafik Media Dakwah Paling Mahasiswa ITB Media Dakwah Presentase (%) Media sosial 36% Tabel Media Dakwah Paling Efektif Menurut Tabel3.3.23Kajian Tingkat Urgensi Dakwah di Kalangan 36% Mahasiswa ITB Lain-lain 16% Media Dakwah (%) Tingkat Urgensi Dakwah Media sosial PresentasePresentase 36% (%) Ceramah Kajian 1 36% 12% 0 Lain-lain 16%8 Media sosial2 36% 12% Lain-lain 16% Tabel 3. 3Ceramah Tingkat di Kalangan Mahasiswa ITB 3 Urgensi Dakwah 4 Ceramah 12% 4 12 Tingkat Urgensi Dakwah Presentase (%) Tabel 3. 3 Tingkat Urgensi Dakwah di Kalangan Mahasiswa ITB 0 Tabel 3. 3 Tingkat1Urgensi Dakwah di Kalangan Mahasiswa ITB 1st UPI International Conference on(%) Islamic Education 2016 Prosiding The Tingkat Urgensi Dakwah Presentase Tingkat Urgensi Presentase (%)8 2 Dakwah 0 13 1 0 4 2 2 8 8 4 12

KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM ... — [Yedi Purwanto]

Tabel 3. 4 Berpengaruh atau Tidaknya Teknologi Informasi terhadap Pengembangan Dakwah Tabel 3. 4 Berpengaruh atau Tidaknya Teknologi Informasi terhadap Pengembangan Dakwah

Apakah teknologi informasi berpengaruh terhadap pengembangan dakwah?

Presentase (%)

Ya

100

Tidak

0

Grafik 3. 3 Akun Resmi Islami dengan Banyak Pengikut

Walaupun tidak sempat datang menghadiri kajian yang berdurasi sekitar 2 jam secara langsung, kini mahasiswa ITB tetap dapat men-charge iman dalam dirinya dengan membaca dari sumber-sumber dakwah yang tersebar di media sosial. Dakwah melalui teknologi iformsi menjadi kegiatan selingan karena tidak memerlukan waktu yang terlalu banyak. Bahkan jika dirasa informasi yang didapatkan kurang dapat dimengerti, mereka dapat mencari lebih lanjut di mesin pencari, misalnya Google. Di situ bisa ditemukan lebih banyak lagi sumber seperti dari website, blog, dan sarana lainnya. D. KESIMPULAN Dakwah melalui cara seperti ini terbukti efektif. Hanya dengan satu posting saja sudah dapat menjangkau dan menginspirasi lebih dari sembilan ratus ribu pembaca. Selain itu dakwah melalui media sosial juga dinilai lebih efektif dari segi waktu dan tempat, karena tidak diperlukan penyediaan waktu yang banyak ataupun penyediaan tempat khusus. Dalam menghadapi tantangan global seperti sekarang ini Orientasi Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi seperti di ITB, ditujukan untuk menghadapi tantangan modernitas dunia global. Oleh karena itu,maka kontgribusi teknologi informasi sudah mutlak menjadi sarana utama dalam pendidikan. Kehadiran teknologi informasi seharusnya dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menunjang program pendidikan mahasiswa. Terutama dalam Pendidikan Agama Islam. Tujuan Pendidikan Agama Islam di ITB guna mencetak para lulusan ITB memiliki Otak Berkualitas Jerman, dan memiliki hati berkualitas Mekkah Mukarramah. Arinya sosok lulusan yang cerdas, disertai karakter mulia dan bertakwa. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

369

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 365 – 371

Walaupun tidak sempat datang kajian yang berdurasi sekitar 2 jam, kini mahasiswa ITB tetap dapat men-charge iman dalam dirinya dengan membaca dari sumber-sumber dakwah yang tersebar di media sosial. Kegiatan ini dapat menjadi kegiatan selingan karena tidak memerlukan waktu yang terlalu banyak. Bahkan jika dirasa informasi yang didapatkan kurang dapat dimengerti, mereka dapat mencari lebih lanjut di mesin pencari, misalnya Google. Di situ bisa ditemukan lebih banyak lagi sumber seperti dari website, blog, dan sarana lainnya. Dakwah melalui cara seperti ini terbukti efektif. Hanya dengan satu posting saja sudah dapat menjangkau dan menginspirasi lebih dari sembilan ratus ribu pembaca. Selain itu dakwah melalui media sosial juga dinilai lebih efektif dari segi waktu dan tempat, karena tidak diperlukan penyediaan waktu yang banyak ataupun penyediaan tempat khusus. REFERENSI Ahmad, Amrullah. (1983). Dakwah dan Perubahan sosial. Yogyakarta: Prima Duta. Anonim. (2015). Dakwah dan Majalah. Diunduh pada tanggal 10 November 2015 dari http://eprints.walisongo.ac.id/3482/3/091211003_Bab2.pdf Atjeh, Abu Bakar. (1979). Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islam.Semarang: Ramadani. Faridl, Miftah. (2001). Refleksi Islam. Bandung.Pusdai Press. Faridl, Miftah. (2008). Da’wah Lain Saukur Ceramah. Bandung. Bina Da’wah. Fauzi, Akhmad. (2008). Pengantar Teknolgi Informasi. Yogyakarat: Graha Ilmu. Hafidhuddin, Didin. (2000). Dakwah Aktual .Jakarta: Gema Insani Press. Hasmy, A. (1997). Dustur Dakwah menurut Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang. Komunitas Anak PAI. (2013). Makalah Pengertian Dakwah Islam. Diunduh pada tanggal 3 November 2015 dari http://www.tongkronganislami.net/2013/07/pengertiandakwah islam.html#ixzz3qzLKHJqj Noor, Żarid Ma’ruf. (1981). Dinamika dan Akhlak Dakwah. Surabaya: Bina Ilmu. Mahzar, Armahedi, et al. (2004). Islam Untuk Disiplin Ilmu Manajemen Informatika.Jakarta: Depag. Prasojo, Lantip Diat dan Riyanto. (2011). Teknologi informasi Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media. Rohadi dan Sudarsono. (2005). Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Cet. 3. Jakarta: Departemen Agama RI. Saefudin, Didin. (2002). Zaman Keemasaan Islam Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abassiyah. Jakarta: PT. Grasindo. Saerozi. (2013). Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Ombak. Sukayat, Tata. (2009). Quantum Dakwah. Jakarta: Rineka Cipta. Oemar, Toha Yahya. (1976). Ilmu Dakwah. Jakarta: Wijaya. Sahari Besari, Muhammad. (2008). Teknologi di Nusantara 40 Abad Hambatan Inovasi. Jakarta:Salemba Teknika. Sardar, Ziauddin. (1988). Tantangan Dunia Islam Abad 21. Bandung: Mizan. Suhandang,Kustadi. (2013). Ilmu Dakwah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Susskind, Charles. (1973). Understanding Technology, London: The John Hopkins University Press. Syaihul, Hadi. (2014). Strategi Pengembangan Dakwah Islam Melalui Media Online. Diakses pada tanggal 3 November 2015 dari http://cyberdakwah.com/2014/03/strategi-pengembangan-dakwah-islam-melaluimedia-online/ 370

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM ... — [Yedi Purwanto]

Tanpa Nama. (2013). 15 Situs Berita Islam Terpercaya dan Kajian Islam. Diakses pada tanggal 3 November 2015 dari https://muslimedianews.wordpress.com/2013/11/01/15-situs-berita-islamterpercaya-dan-kajian-muslimin/ Turner, Howar R. (2004). Sains Islam yang Mengagumkan,Bandung: Nuansa. Zamris, Habib. (2014). Dakwah Melalui New Media. Diakses pada tanggal 3 November 2015 dari http://www.zamrishabib.web.id/2014/11/dakwah-melalui-newmedia.html

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

371

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MAKNAFILSAFAT FILSAFATDALAM DALAMPERSPEKTIF PERSPEKTIFISLAM ISLAM DAN DAN IMPLIKASINYA IMPLIKASINYA MAKNA TERHADAPPENDIDIKAN PENDIDIKANUMUM UMUM TERHADAP Yoyo Zakaria Ansori Yoyo Zakaria Ansori UniversitasMajalengka Majalengka Universitas Email:[email protected] [email protected] Email: ABSTRACT This study aims to examine the implications of Islamic philosophical thought on education. The method used in this study is qualitative method. It is used to know the development of philosophers’ thought in Islam and its implications on education I also use a hermeneutic approach to reveal the meaning of thoughts in Islamic philosophy. With hermeneutic approach, it is expected to take the hidden meaning in Islamic philosophy that has implications for education.

Keywords : Islamic philosophy, Meaning, Educational Implication ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi-implikasi pemikiran filsafat Islam terhadap pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode ini digunakan untuk mengetahui perkembangan pemikiran para filosof dalam Islam dan implikasinya terhadap pendidikan. Saya juga menggunakan pendekatan hermeneutis untuk mengungkap makna dari pemikiran-pemikiran yang ada dalam filsafat Islam tersebut. Dengan pendekatan hermeneutis ini, diharapkan dapat mengambil makna tersembunyi dari filsafat Islam yang memiliki implikasi terhadap pendidikan.

Kata Kunci: Filsafat Islam, Makna, Implikasi Pendidikan A. PENDAHULUAN Dewasa ini masih ada golongan yang berpandangan skeptis dan apatis terhadap keberadaan filsafat, dengan mengatakan bahwa filsafat adalah pekerjaan yang tidak berguna dan membuang waktu saja, atau filsafat itu seperti bermain api. Di kalangan umat Islam sendiri menurut Musa Asy’arie (2002) terdapat perasaaan antipati dan alergi terhadap filasafat melebihi alergi terhadap matematika. Filsafat menggoyahkan iman, lebih dari itu terdapat paham yang mengatakan filsafat membawa kekafiran. Dari situ muncul keyakinan dikalangan umat Islam, mempelajari filsafat dan berfilsafat haram. Filsafat merupakan salah satu unsur peradaban asing yang ditemukan Islam dalam perjalanan sejarahnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa pemikiran-pemikiran filosofis belum di kenal di kalangan umat Islam, sebab sebelum masuknya istilah filsafat dan filosof dalam dunia Islam, umat Islam telah mengenal al-hikmah yang mempunyai konotasi yang hampir sama dengan filsafat (Oemar Amin Hoessin, 1975). Sedangkan filosof dan filsafat Islam di kenal dalam istilah al-hakim yang berarti orang yang memiliki hikmah atau mencapai hikmah. Hikmah menurut pendapat Muhammad Rasyid Ridla dalam tafsir Al-Manar III adalah sebagai mana yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub (1972 :9)”… sebagai alat untuk memahami Al-Qur’an. Memahami Al-Qur’an tidak mudah dicapai jika tidak sempurna akal dan tidak menggunakan akal dalam memahami hukum-hukum dan illat-illat hukum itu. Sedangkan menurut pendapat Ibnu Abbas bahwa yang di maksud hikmah dalam ayat Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

373

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 372 – 376

ini ialah, fikih (paham) tentang Al-Qur’an. Dengan demikian, arti yang memperoleh hikmah, yaitu orang yang mencapai paham dan mengerti terhadap ayat-ayat Al-Qur’an untuk di amalkan. Yaitu paham yang memberi pengetahuan secara individual kepadanya tentang petunjuk-petunjuk, hukum-hukum dan penjelasan tersebut dalam Al-Qur’an, beserta illat-illat dan hukum-hukumnya. B. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang di tempuh adalah dengan menggunakan metode kualitatif dan untuk memfasilitasi suatu pendekatan perkembangan pemikiran para filosof dengan memakai pertemuan (inter play) antar ide. Pendekatan kualitatif di lakukan untuk mendalami pemikiran filsafat dalam Islam, karena itu metode kualitatif harus di perkaya dengan pemikiran dialektis filosofis tentang Islam. Peneliti juga menggunakan pendekatan hermeneutika dengan harapan penulis mampu mengungkap makna dalam filsafat Islam. Karena pendekatan hermeneutika (konsep ontologis) tidak sejalan dengan konsepsi ontologis realisme dan ontologis idealisme. Landasan ontologis hermeneutika bersifat holistik. Adapun satu realitas hendaknya di pandang dalam konteks hubungan keseluruhan tingkatan. Pendekatan hermeneutika (konsep epistemologis) adalah untuk memperoleh pemahaman makna (verstehen) tentang suatu fenomena atau ekspresi, yaitu gejala yang menampakan diri sebagai mana adanya dan hermeneutika hendaknya di lakukan bertolak dari pengalaman konkrit. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ada beberapa implikasi filsafat Islam bagi pendidikan seperti di bawah ini : 1. Dalam perkembangan dunia dewasa ini mudah bagi pengembangan profesi untuk tenggelam dalam kegiatan spesialisasi keilmuan. Spesialisasi dalam suatu bidang atau disiplin ilmu menurut Djahiri (1992) akan cenderung memandang , menghadapi dan memecahkan problematika hidup dan kehidupan yang di hadapinya dari sudut disiplin ilmu yang menjadi spesialisnya. Padahal hidup dan kehidupan ini pada hakikatnya adalah merupakan suatu sistem yang komponekomponennya berhubungan satu sama lainnya secara fungsional. Dengan demikian dalam menghadapi problema hidup dan kehidupan tersebut diperlukan pendekatan yang bersifat sistematis, utuh, dan logika, dan radikal, namun masih pada tataran makna. Merupakan suatu alternatif jawaban untuk mengupas, menganalisa sesuatu secara mendalam. Sehingga diharapkan filsafat Islam ini menjadi perekat kembali antara berbagai disiplin ilmu yang terpisah kaitannya satu sama lain. Dengan menggunakan analisa filsafat Islam , berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang selama ini akan menemukan kembali relavasinya dengan hidup dan kehidupannya. Sehingga masyarakat akan selalu dalam naungan keselamatan dan kedamaian. 2. Filsafat Islam memberikan pandangan tentang konsep manusia. Bahwa manusia adalah ciptaan ilahi dengan bentuk yang sempurna, mempunyai tiga dimensi yang merupakan komponen pokok pada kepribadian manusia, yaitu badan, akal, dan ruh melebihi dualisme jamsmani dan ruhani (Kama Abdul Hakam 2010). Kemajuan, keselamatan, dan kesempurnaan kepribadian manusia, banyak tergantung kepada keselarasan dan keharmonisan ketiga dimensi tersebut. Dan Islam tidak sekedar mengakui saja terhadap adanya ketiga dimensi tersebut, bahkan Islam meneguhkan dan menatapkan lagi bentuk wujudnya. Sedangkan manusia yang terbaik ialah yang selain beriman Islam, juga bertaqwa. 374

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

MAKNA FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN ... — [Yoyo Zakaria Ansori]

3. Filsafat Islam dengan analisanya yang mendalam berusaha untuk memberikan alternatif – alternatif jawaban terhadap masalah/pertanyaan yang dihadapi dalam perkembangan pendidikan yang dihadapinya (Ibrahim Madkour 1996). Misalkan jawaban terhadap pertanyaan pendidikan akan menjadi dasar bagi pelaksanaan dan praktek pendidikan. Kecermatan menjawab dari pertanyaan – pertanyaan yang berkembang akan mampu merumuskan tujuan pendididikan secara tepat, sehingga hal ini akan mengarahkan kepada usaha – usaha pendidikan yang tepat pula. Hal ini sesuai dengan harapan pendidikan Umum sebagai problem solving lintas disiplin. 4. Filsafat Islam merupakan landasan bagi integrasinya berbagai disiplin ilmu. Keilmuan yang berkembang selama ini ternyata masih dipengaruhi oleh adanya dikotomi keilmuan, yang membagi ilmu umum dengan ilmu agama. Padahal dalam Al-Qur’an semua ilmu merupakan satu kesatuan dan hakikatnya adalah penjelmaan dan perpanjangan dari ayat – ayat Tuhan. Hal ini, sesuai dengan harapan pendidikan umum sebagai integration education, sehingga diharapkan akan menghasilkan kemampuan pakar PU dalam comprehensive decision making process untuk hidup sekarang, masa depan di harapan hidup sesudah mati. D. KESIMPULAN Filsafat mendapat tempat yang layak dan sama sekali tidak bertentangan secara prinsip dengan ajaran-ajaran Islam. Bahkan sebaliknya Al-Qur’an secara jelas memberi kemungkinan-kemungkinan bagi pemikiran-pemikiran filosofis untuk memperoleh kebajikan dan kebijaksanaan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 269 menjelaskan “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberikan kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal”. Pada aspek lain pun ada beberapa implikasi filsafat Islam terhadap Pendidikan Umum seperti 1) mencegah spesialisasi keilmuan, 2) memberikan pandangan tentang konsep manusia yang utuh, 3) filsafat Islam dengan analisanya yang mendalam berusaha untuk memberikan alternative-alternatif jawaban terhadap masalah/pertanyaan yang dihadapi dalam perkembangan kehidupan manusia, 4) filsafat Islam merupakan landasan bagi integrasinya berbagai disiplin ilmu. REFERENSI Abu Khalil, Syauqi .(1986). Islam Meluruskan Pandangan Anti Islam, Husaini: Bandung Al-Maududi, Abul A’la .(1991). Berdialog dengan Al-Qur’an (terj. Principles of Islam), Al-Ma’arif: Bandung. Djahiri, A, K .(1992). Menelusuri Dunia Afektif Nilai Moral dan Pendidikan Nilai Moral. Lab. PMP IKIP Bandung Amin Hoessin, Oemar .(1975). Filsafat Islam, Bulan Bintang Asy’arie, Musa .(2002). Żilsafat Islam, Lesfi: Yogyakarta Bakar, Osman .(1998). Hierarki Ilmu (Terj. Clasification of Knowledge in Islam), Mizan: Bandung Elmubarok, Zaim .(2009). Membumikan Pendidikan Nilai. Alfabeta: Bandung Hakam, Kama Abdul .(2010). Pendidikan Nilai Moral, CV Jasindo Multi Aspek: Bandung Madkour Ibrahim .(1996). Filsafat Islam Metode dan Penerapannya (Terj. Fi al-Falsafah al-Islamiyah), Bumi Aksara: Yoyakarta Maftuh, Bunyamin .(2009). Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai. UPI Pascasarjana : Bandung Mulyana, Rohmat .(2011). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Alfabeta : Bandung Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

375

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 372 – 376

M.M, Syarif .(1998) Para Filosof Muslim (Terj. History of Muslim Philosophy), Mizan: Bandung Sulaiman, Fathiyah Hasan .(1993). Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazali (terj. AlMadzhabut Tarbawi), Al-Ma’arif: Bandung Ya’kub Hamzah .(1973). Żilsafat Ketuhanan Yang Maha Esa, Al-Ma’arif: Bandung

376

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI PERGURUAN TINGGI UMUM (PTU) PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM PERSPEKTIF STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI (SNPT) DI PERGURUAN TINGGI UMUM (PTU) DALAM PERSPEKTIF STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Yusuf HanafiTINGGI (SNPT) Universitas Negeri Malang Yusuf Hanafi Email: [email protected] Universitas Negeri Malang Email: [email protected] ABSTRACT The implementation of Islamic Religious Education (Pendidikan Agama Islam/PAI) in General Higher Education (Perguruan Tinggi Umum /PTU) is regarded by society as not maximal and effective yet. It is because of some factors. First, the purpose of learning of PAI emphasizes too much on cognitive aspect and is less on pschymotoric and affective aspects; second, the subject matter which is developed tends to be normative and repetitive; third, the learning method used is not dialogic and multi-perspectives; forth, the human resource (lecturer) of PAI is sometimes not enough, both quantitatively and qualitatively; fifth, the learning management of PAI differs from one univerity to anothers; sixth, tool and infrastructure of learning of PAI in General Higher Education is not sufficient. This article aims to standardizes the implimentation of learning of PAI in General Higher Education with referring to ministry law (PERMENRISTEK DIKTI Nomor 44 year 2015) about Higher Education National Standard (Standar Nasional Pendidikan Tinggi/SNPT). The purpose of this study is to guarantee the implementation of an excellent learning of PAI in General Higher Education, with reference to the eight standards in SNPT, i.e. (1) graduate competence standard; (2) learning content standard; (3) learning process standard; (4) learning assesment standard; (5) lecturer and education officer standard; (6) learning tool and infrastructure standard; (7) learning management standard, and (8) learning financial standard.

Keyword: Learning of PAI, General Higher Education, SNPT. ABSTRAK Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) dinilai oleh masyarakat belum maksimal dan efektif. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, tujuan pembelajaran PAI masih terlalu menekankan ranah kognitif, dan kurang menyentuh aspek psikomotorik dan afektif. Kedua, materi yang dikembangkan cenderung normatif dan sekadar mengulang hal-hal yang telah diajarkan pada jenjang pendidikan sebelumnya. Ketiga, metode pembelajaran tidak dialogis dan tidak multi perspektif. Keempat, sumber daya dosen PAI seringkali tidak memadai, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Kelima, pengelolaan perkuliahan PAI yang tidak seragam antara satu PTU dengan PTU lain. Keenam, sarana dan prasarana perkuliahan PAI di PTU yang tidak memadai. Tulisan ini bermaksud untuk melakukan standarisasi penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU dengan mengacu kepada Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Tujuannya adalah untuk menjamin penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU yang bermutu, dengan mengacu kepada delapan standar dalam SNPT, yakni: (1) standar kompetensi lulusan; (2) standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) standar penilaian pembelajaran; (5) standar dosen dan tenaga kependidikan; (6) standar sarana dan prasarana pembelajaran; (7) standar pengelolaan pembelajaran, dan (8) standar pembiayaan pembelajaran.

Kata Kunci: Perkuliahan PAI, Perguruan Tinggi Umum, SNPT. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

377

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

A. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN Pendidikan agama memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan potensi sumber daya manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, serta berakhlak mulia. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari uraian di atas, dipahami bahwa keberhasilan penyelenggaraan pendidikan agama akan berkontribusi terhadap penyiapan generasi yang memiliki etika, pengetahuan, dan perilaku yang baik. Sebaliknya, kegagalan dalam penyelenggaraan pendidikan agama akan berakibat pada kemerosotan akhlak, wawasan, dan keterampilan generasi penerus di masa yang akan datang, dan pada gilirannya akan merapuhkan jati diri dan karakter bangsa. Sayangnya, sejauh ini, penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) dinilai oleh masyarakat belum maksimal dan efektif untuk mencapai tujuan mulia nan luhur di atas. Sesuai amanat Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT), penyelenggaraan pendidikan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) wajib memenuhi SNPT tersebut. SNPT bertujuan untuk: (1) menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan; (2) menjamin agar pembelajaran pada program studi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum NKRI sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam SNPT, dan (3) mendorong agar perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum NKRI mencapai mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat melampaui kriteria yang ditetapkan dalam SNPT (pasal 3, ayat 1). SNPT terdiri atas Standar Nasional Pendidikan, Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. Penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU, sebagai Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU), juga berkewajiban menyesuaikan diri untuk memenuhi kriteria minimal yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Berangkat dari rasional di atas, penulis bermaksud melakukan standarisasi penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU dengan mengacu kepada Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang SNPT di atas. Tujuannya adalah untuk menjamin penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU yang bermutu. Sasaran mutu minimal untuk penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU yang dikembangkan nantinya mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan. Kedelapan standar itu diharapkan dapat dijadikan kriteria untuk mengukur mutu penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU. B. METODE PENELITIAN Berdasarkan identifikasi kajian di atas, isi tulisan ini masuk dalam katagori penelitian normatif, meski tetap menggunakan data empiris sebagai pendukung. Dengan demikian, pokok permasalahan diteliti secara yuridis-normatif. Metode ini dimaksudkan untuk menjelaskan perspektif Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang SNPT perihal penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yakni menggambarkan secara keseluruhan objek yang diteliti secara sistematis dengan menganalisis data-data yang diperoleh. 378

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]

Dalam Dalam penelitian penelitian ini, ini, digunakan digunakan bahan bahan pustaka pustaka yang yang meliputi meliputi data data primer, primer, sekunder, dan tersier. Data-data yang dimaksud itu adalah: (1) bahan hukum primer, yaitu Dalam penelitian ini, digunakan bahan yang meliputi primer, sekunder, dan tersier. Data-data yang dimaksud itu pustaka adalah: (1) bahan hukum data primer, yaitu Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Dalam penelitian ini, digunakan bahan pustaka yang meliputi data primer, sekunder, dan Dikti tersier.Nomor Data-data yang dimaksud itu adalah: bahan hukum primer,Tinggi yaitu Permenristek 44 Tahun 2015 tentang Standar(1)Nasional Pendidikan (SNPT); hukum sekunder, yaitu literatur-literatur yang dan sekunder, danbahan tersier.Nomor Data-data yang dimaksud itu adalah: (1)Nasional bahan hukum primer, yaitu Permenristek Dikti 44 Tahun 2015 Standar Pendidikan Tinggi (SNPT); (2) (2) bahan hukum sekunder, yaitu tentang literatur-literatur yang relevan relevan dan terkait terkait dengan perkuliahan PTU; dan bahan tertier, yaitu Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun PAI 2015 Pendidikan (SNPT); (2) bahan hukum sekunder, yaitudi literatur-literatur yang hukum relevan dan Tinggi terkait dengan penyelenggaraan penyelenggaraan perkuliahan PAI ditentang PTU; Standar dan (3) (3) Nasional bahan hukum tertier, yaitu sumber-sumber yang menunjang bahan dan sekunder. (SNPT); (2) bahan sekunder, yaitudiliteratur-literatur yang relevan dan terkait dengan penyelenggaraan perkuliahan PAI PTU; dan (3) bahan hukum tertier, yaitu sumber-sumber yanghukum menunjang bahanprimer primer dan sekunder. dengan penyelenggaraan perkuliahan di dan PTU; dan (3) bahan hukum tertier, yaitu sumber-sumber yang menunjang bahanPAI primer sekunder. C. DAN PEMBAHASAN sumber-sumber yang menunjang bahan primer dan sekunder. C. HASIL HASILPENELITIAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini, akan dipaparkan: (1) C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini, akan dipaparkan: (1) Peraturan Peraturan Menteri Menteri Riset, Riset, Teknologi, Teknologi, dan dan Pendidikan (Permenristekdikti) Nomor Nasional C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PadaTinggi bagian ini, akan dipaparkan: (1) 44 Peraturan Menteri Riset,Standar Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 44 Tahun Tahun 2015 2015 tentang tentang Standar Nasional Pendidikan dan (2) standarisasi penyelenggaraan perkuliahan PadaTinggi bagian(SNPT); ini, akan dipaparkan: (1) Peraturan Riset,Standar Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 44 Tahun Menteri 2015 tentang Nasional (SNPT); dan (2) Jabaran Jabaran standarisasi penyelenggaraan perkuliahan PAI SNPT. Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomorstandarisasi 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional (SNPT); dan (2) Jabaran penyelenggaraan perkuliahan PAIdi diPTU PTUdalam dalamkacamata kacamata SNPT. Pendidikan (SNPT); SNPT. dan (2) Jabaran standarisasi penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU Tinggi dalam kacamata 1.1.di Permenristek Dikti PAI PTU dalam kacamata SNPT. Permenristek Dikti Nomor Nomor 44 44 Tahun Tahun 2015 2015 tentang tentang Standar Standar Nasional Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) 1. Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) Pendidikan Tinggi yang meliputi 1. Standar Permenristek Dikti Nomor 44 (SNPT) Tahun 2015 tentang Standar Pendidikan Tinggi (SNPT) Standar Nasional Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) adalah adalah satuan satuan standar standar yangNasional meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional dan Standar Tinggi (SNPT) Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) adalah satuanPenelitian, standar yang StandarPendidikan Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional Penelitian, dan meliputi Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) adalah satuan standar yang meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang pembelajaran Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang pembelajaran pada pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang Republikpendidikan Indonesia.tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Standar Nasional adalah kriteria minimal tentang sistem penelitian pada jenjang pendidikan tinggiPenelitian di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Penelitian adalah kriteria minimal tentang sistemNegara penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Republik Indonesia. Standar Nasional Penelitian minimal sistem penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di adalah seluruhkriteria wilayah hukumtentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Penelitian minimal sistem penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di adalah seluruhkriteria wilayah hukumtentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria minimal tentang perguruan tinggi yang berlaku di seluruh hukum Negara Kesatuan Indonesia. Standar Nasional Pengabdian kepadawilayah Masyarakat adalah kriteria minimalRepublik tentang sistem kepada masyarakat pada perguruan berlaku di Indonesia. Standar Nasional Pengabdian kepada adalahyang kriteria minimal tentang sistem pengabdian pengabdian kepada masyarakat pada Masyarakat perguruan tinggi tinggi yang berlaku di seluruh seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. ditetapkan melalui Peraturan Riset, Teknologi, dan sistem pengabdian kepada masyarakat pada perguruanMenteri tinggi yang di seluruh wilayahSNPT hukumterbaru Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNPT terbaru ditetapkan melalui Peraturan Menteri Riset,berlaku Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) Nomor 44 Tahun 2015 sebagai penyempurnaan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNPT terbaru ditetapkan melalui Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) Nomor 44 Tahun 2015 sebagai penyempurnaan atas SNPT sebelumnya ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan SNPT terbaru ditetapkan melalui Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan (Permenristek Dikti) melalui Nomor 44 Peraturan Tahun 2015Menteri sebagai Pendidikan penyempurnaan atas SNPT Tinggi sebelumnya ditetapkan dan Kebudayaan (Permendik-bud) Nomor tahun 2014. Pada bagian ini, hanya Pendidikan (Permenristek Dikti)49 Tahun 2015 sebagai penyempurnaan atas SNPT Tinggi sebelumnya ditetapkan melalui Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendik-bud) Nomor 49Nomor tahun 44 2014. Pada bagian ini,Pendidikan hanya Standar Standar Nasional Pendidikan saja yang dikupas, menimbang Standar Nasional Penelitian dan atas SNPT sebelumnya ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendik-bud) 49 menimbang tahun 2014. Standar Pada bagian ini, Penelitian hanya Standar Nasional Pendidikan saja yangNomor dikupas, Nasional dan Standar Pengabdian kepada Masyarakat tidak memiliki relevansi dengan tema Kebudayaan (Permendik-bud) Nomor 49 menimbang tahun 2014. Pada bagian ini, hanya Standar Nasional Pendidikan saja yang dikupas, Nasional Penelitian dan Standar Nasional Nasional Pengabdian kepada Masyarakat tidak Standar memiliki relevansi dengan tema tulisan. Nasional Pendidikan saja yang dikupas, menimbang Standar Nasional Penelitian dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat tidak memiliki relevansi dengan tema tulisan. Nasional Pendidikan (1) kompetensi lulusan; (2) Standar Nasional Pengabdian kepada terdiri Masyarakat memiliki relevansi dengan tulisan.Standar Standar Nasional Pendidikan terdiri atas: atas: tidak (1) standar standar kompetensi lulusan;tema (2) standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) standar penilaian tulisan. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas: (1) standar kompetensi lulusan; (2) standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) standar penilaian pembelajaran; (5) standar dosen dan tenaga kependidikan; (6) standar sarana dan prasarana Standar Nasional Pendidikan terdiri atas: pembelajaran; (1) standar kompetensi lulusan; (2) standar isi pembelajaran; (3) dan standar proses (4)sarana standar penilaian pembelajaran; (5) standar dosen tenaga kependidikan; (6) standar dan prasarana pembelajaran; standar pengelolaan pembelajaran; dan (8) standar pembiayaan standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) standar penilaian pembelajaran; (5)(7) standar dosen dan tenaga kependidikan; (6) standar sarana dan prasarana (7) standar pengelolaan pembelajaran; dan (8) standar pembiayaan pembelajaran. Standar Nasional Pendidikan sebagaimana atas acuan pembelajaran; standar dosenpengelolaan dan tenaga kependidikan; (6) standar dan prasarana (7) standar pembelajaran; dan (8) di standar pembiayaan pembelajaran. (5) Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud dimaksud disarana atas menjadi menjadi acuan dalam menyusun, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kurikulum. pembelajaran; (7) standar pengelolaan pembelajaran; dan (8) distandar pembiayaan pembelajaran. Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud atas menjadi acuan dalam menyusun, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kurikulum. pembelajaran. Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud di atas menjadi acuan dalam menyusun, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kurikulum. 2.2. menyusun, Standarisasi Penyelenggaraan di dalam menyelenggarakan, danPerkuliahan mengevaluasiPAI kurikulum. Standarisasi Penyelenggaraan Perkuliahan PAI di PTU PTU dalam dalam Perspektif Perspektif SNPT 2. Standarisasi Penyelenggaraan Perkuliahan PAI di PTU dalam Perspektif SNPT penulis penyelenggaraan 2. Pada Standarisasi Penyelenggaraan Perkuliahan standar PAI diminimal PTU dalam Perspektif SNPT Pada bagian bagian ini, ini, penulis akan akan memaparkan memaparkan standar minimal penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU dengan mengacu kepada 8 (delapan) yang ditetapkan SNPT Pada bagian ini, penulis akan memaparkan standar minimal penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU dengan mengacu kepada 8 (delapan) yang ditetapkan melalui melalui Permenristek Dikti 44 2015 tentang Nasional Tinggi Pada PAI bagian ini, penulis akan memaparkan standar minimal penyelenggaraan perkuliahan diNomor PTU dengan mengacu kepada 8Standar (delapan) yang Pendidikan ditetapkan melalui Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). perkuliahan PAI di PTU dengan mengacu kepada 8 (delapan) yang ditetapkan melalui Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). a. Standar Kompetensi Lulusan PAI Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).a. Standar Kompetensi Lulusan PAI (SNPT).a. Standar Kompetensi Lulusan PAI a. Standar Kompetensi Lulusan PAI Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

379

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

a. Standar Kompetensi Lulusan PAI

380

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah “kriteria minimal tentang kualifikasi sikap, pengetahuan, dan Standar kemampuan Kompetensi lulusan Lulusan yang (SKL)mencakup adalah “kriteria minimal tentang keterampilan yang dinyatakan dalam capaian pembelajaran lulusan”. kualifikasi kemampuan lulusan yangrumusan mencakup sikap, pengetahuan, dan Standar kompetensi lulusan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan”. lulusan utama pengembangan standar isi pembelajaran, Standar digunakan kompetensisebagai lulusan acuan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran standar proses pembelajaran, standar penilaian pembelajaran, standar dosen dan lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi pembelajaran, tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pembelajaran, standar standar proses pembelajaran, standar penilaian pembelajaran, standar dosen dan pengelolaan pembelajaran, dan standar pembiayaan pembelajaran. Rumusan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pembelajaran, standar capaian pembelajaran lulusandan sebagaimana dimaksud di atas wajib mengacu pada pengelolaan pembelajaran, standar pembiayaan pembelajaran. Rumusan deskripsi capaian pembelajaran lulusan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud di atas wajib mengacu pada (KKNI); dan memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI deskripsi capaian pembelajaran lulusan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Permenristek 44/2015, Pasal 5). dengan jenjang kualifikasi pada KKNI (KKNI); dan Dikti memiliki kesetaraan Secara konseptual, kurikulum PAI bertumpu pada sejumlah kompetensi yang (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 5). hendak dicapai. Kompetensi adalah kemampuan untuk bersikap, Secara konseptual, kurikulum PAI bertumpu padamahasiswa sejumlah kompetensi yang menggunakan pengetahuan dan ke-terampilan untuk melaksanakan suatu tugas di hendak dicapai. Kompetensi adalah kemampuan mahasiswa untuk bersikap, kampus, masyarakat, dan lingkungan tempat yang bersangkutan berinteraksi. menggunakan pengetahuan dan ke-terampilan untuk melaksanakan suatu tugas di Kurikulum dirancang untuk memberikantempat pengalaman seluas-luasnya bagi kampus, masyarakat, dan lingkungan yang belajar bersangkutan berinteraksi. mahasiswa selaku peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan Kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan Hasil dari mahasiswa selaku peserta didik untuk mengembangkan sikap,tersebut. keterampilan dan pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut. Hasilyang dari menggambarkan manusia denganadalah kualitas dinyatakan pengalaman belajar tersebut hasilyangbelajar pesertadalam didikStandar yang Kompetensi Lulusan (SKL). menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam Standar Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa Kompetensi Lulusan (SKL). SKLDalam digunakan sebagai pedoman(PP) penilaian penentuan kelulusan peserta Peraturan Pemerintah Nomordalam 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruhpeserta mata SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan pelajaran kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau didik dariatau satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untukkelompok seluruh mata mata kuliah. Kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, danketerampilan. pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata Selanjutnya pada pasallulusan 26 ditegaskan bahwa SKL pengetahuan, pada jenjang pendidikan tinggi kuliah. Kompetensi mencakup sikap, danketerampilan. adalah bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik “menjadi anggota masyarakat Selanjutnya pada pasal 26 ditegaskan bahwa SKL pada jenjang pendidikan tinggi yang pengetahuan, kemandirian, dansikap adalahberakhlak bertujuanmulia, untuk memiliki mempersiapkan pesertaketerampilan, didik “menjadi anggota masyarakat untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dansikap yang kemanusiaan”. serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, untukbermanfaatbagi menemukan, mengembangkan, Dalam Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang SNPT, digariskan yang bermanfaatbagi kemanusiaan”. rumusan sikap dan keterampilan umum44 setiap lulusan padadigariskan program Dalam Permenristek Dikti Nomor Tahun 2015lulusan tentangbaik SNPT, diploma, program sarjana, magister, program doktor, maupun pada program rumusan sikap dan keterampilan umum setiap lulusan lulusan baik pada program profesi. pada SKL, pada kurikulum kompetensi-kompetensi yang diploma,Berdasarkan program sarjana, magister, program PAI, doktor, maupun pada program diinginkan selanjutnya dijabarkan ke dalam dua kompetensi, yakni Konpetensiyang Inti profesi. Berdasarkan pada SKL, pada kurikulum PAI, kompetensi-kompetensi (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). diinginkan selanjutnya dijabarkan ke dalam dua kompetensi, yakni Konpetensi Inti Inti Dasar (KI) merupakan kemampuan atau kompetensi yang bersifat (KI) Kompetensi dan Kompetensi (KD). generik yang isinya merujuk pada: (1) Tujuan Pendidikan Nasional [UU Nomor 20 Kompetensi Inti (KI) merupakan kemampuan atau kompetensi yang bersifat Tahun (2) merujuk Tujuan pada: Dikti (1) [UU Nomor 12 Tahun 2012]; KKNI generik 2003]; yang isinya Tujuan Pendidikan Nasional [UU(3) Nomor 20 (Permendikbud 73 Tahun 2013); dan (d) SKL [Permenristek Dikti SNPT]. KI Tahun 2003]; (2) Tujuan Dikti [UU Nomor 12 Tahun 2012]; (3) KKNI berfungsi sebagai kompetensi mata kuliahDikti dalam program (Permendikbud 73 integrator Tahun 2013); dan (d)kelompok SKL [Permenristek SNPT]. KI studi. Secara keseluruhan KI dikelompokkan menjadi empat kelompok, yakni: KI 1 berfungsi sebagai integrator kompetensi kelompok mata kuliah dalam program (mencerminkan sikap spiritual), KI 2 (mencerminkan sikap sosial), KI studi. Secara keseluruhan KI dikelompokkan menjadi empat kelompok, yakni: KI 13 (mencerminkan dan KI keterampilan). (mencerminkan pengetahuan), sikap spiritual), KI4 (mencerminkan 2 (mencerminkan sikap sosial), KI 3 Kompetensi Inti 1 dan 2 (KI 1 dan KI 2) dikembangkan secara koheren dan (mencerminkan pengetahuan), dan KI 4 (mencerminkan keterampilan). harmonis sebagaiInti dampak effects). KI 1 dan KI 2koheren yang secara Kompetensi 1 danpengiring 2 (KI 1 (nurturant dan KI 2) dikembangkan secara dan filosofis berfungsi sebagai wahana aksiologis. harmonis sebagai dampak pengiring (nurturant effects). KI 1 dan KI 2 yang secara Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 filosofis berfungsi sebagai wahana aksiologis.

Tahun 2003]; (2) Tujuan Dikti [UU Nomor 12 Tahun 2012]; (3) KKNI (Permendikbud 73 Tahun 2013); dan (d) SKL [Permenristek Dikti SNPT]. KI berfungsi sebagai integrator kompetensi kelompok mata kuliah dalam program studi. Secara keseluruhan KI dikelompokkan menjadi empat kelompok, yakni: KI 1 PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi] (mencerminkan sikap spiritual), KI 2 (mencerminkan sikap sosial), KI 3 (mencerminkan pengetahuan), dan KI 4 (mencerminkan keterampilan). Kompetensi Inti 1 dan 2 (KI 1 dan KI 2) dikembangkan secara koheren dan harmonis sebagai dampak pengiring (nurturant effects). KI 1 dan KI 2 yang secara filosofis berfungsi sebagai wahana aksiologis. Kompetensi Inti 3 dan 4 (KI 3 dan KI 4) dikembangkan secara konsisten dan interaktif sebagai dampak instruksional (instructional effects). KI 3 dan KI 4 secara filosofis berfungsi sebagai wahana ontologis dan epistemologis. Kompetensi Inti 1, 2, 3,dan 4 secara bersama-sama harus dipahami dan disikapi sebagai entitas utuh dari capaian pembelajaran (learning outcomes) dalam konteks utuh proses psikologis-pedagogis-andragogis dan sebagai suatu proses pencapaian dan perwujudan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi Dasar (KD) bersifat spesifik dan mendeskripsikan kemampuan terkait substansi mata kuliah, dalam hal ini mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai salah satu dari empat elemen Mata Kulian Wajib Umum (MKWU). Dalam konteks KKNI, KD sepadan dengan konsep dan posisi capaian pembelajaran. Dalam konteks Pendidikan Agama Islam (PAI), Kompetensi Dasar (capaian pembelajaran) yang dikembangkan secara utuh dengan kerangka KI 1, 2, 3, dan 4 sangat konsisten dan koheren dengan keutuhan perwujudan religion virtues (kemuliaan keberagamaan Islam) melalui pengembangan secara interaktif dan sinergis kemampuan-kemampuan: Islamic knowledge, Islamic dispositions, Islamic skills, Islamic confidence, Islamic commitment, Islamic competence, yang bermuara pada perwujudan Islamicresponsibility dan Islamic enggagement. Rincian Kompetensi Inti (KI) dari mata kuliah PAI di PTU dapat dilihat pada tabel berikut: Aspek Sikap spiritual Sikap sosial

Pengetahuan

Keteram pilan

Kompetensi Inti Menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang dianutnya sebagai pola hidup dalam konteks akademik dan/atau profesi. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai, responsif dan pro-aktif), menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa, serta memosisikan diri sebagai agen transformasi masyarakat yang berakhlak mulia dalam membangun peradaban bangsa. Memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait berbagai fenomena dan kejadian, serta menggunakan pengetahuan prosedural pada bidang kajian keislaman sesuai dengan bakat dan minat. Mengolah, menalar, mencipta, dan menyaji berbagai hal dalam ranah konkret dan abstrak secara mandiri; serta bertindak secara efisien, efektif, dan kreatif; serta menggunakannya sesuai kaidah keilmuan Islam dan/atau keprofesionalan.

SKL yang ditetapkan oleh Dikti di atas, jika kita usung ke level global, menemukan ruang relevansinya dengan 4 (empat) “visi dasar” pendidikan yang dicanangkan UNESCO sejak memasuki milenium ketiga, yakni: (1) learning to be (belajar untuk tahu diri), sejajar dengan sikap spiritual; (2) learning to live together hidup Conference bersama),onsejajar dengan 2016 sikap sosial; (3) learning to know International Islamic Education Prosiding (belajar The 1st UPIuntuk 381 (belajar untuk mengerti), sejajar dengan aspek pengetahuan; (4) learning to do (belajar untuk bekerja) sejajar dengan aspek keterampilan (Delor, 1996: 64).

efisien, efektif, dan kreatif; serta menggunakannya sesuai kaidah keilmuan Islam dan/atau keprofesionalan. SKL yang ditetapkan oleh Dikti di atas, jika kita usung ke level global, menemukan ruang relevansinya dengan 4 (empat) “visi dasar” pendidikan yang dicanangkan UNESCO sejak memasuki milenium ketiga, yakni: (1) learning to be (belajar untuk tahu diri), sejajar dengan sikap spiritual; (2) learning to live together (belajar untuk hidup bersama), sejajar dengan sikap sosial; (3) learning to know (belajar untuk mengerti), sejajar dengan aspek pengetahuan; (4) learning to do (belajar untuk bekerja) sejajar dengan aspek keterampilan (Delor, 1996: 64).

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

Selain itu, SKL Dikti di atas juga berkesesuaian dengan taksonomi Bloom yang Selainranah itu, SKL SKL Dikti di atas juga juga berkesesuaian dengan taksonomi Bloom yang membagi belajar itudi menjadi 3 (tiga), yaitu: afeksi (sikap spiritualBloom dan sosial), Selain itu, Dikti atas berkesesuaian dengan taksonomi yang membagi ranah belajar itu menjadi 3 (tiga), yaitu: afeksi (sikap spiritual dan sosial), kognisi (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). membagi ranah belajar itu menjadi 3 (tiga), yaitu: afeksi (sikap spiritual Bloom dan sosial), Selain itu, SKL Dikti di atas juga berkesesuaian dengan taksonomi yang Selain itu, SKL Dikti dipsikomotor atas juga berkesesuaian dengan taksonomi Bloom yang kognisi (pengetahuan), dan (keterampilan). Dalam pencapaian SKL sebagaimana ditetapkan oleh Dikti di atas, mata kuliah kognisi (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). membagi ranah belajar itudimenjadi 3 (tiga), yaitu: afeksi (sikap spiritualBloom dan sosial), Selain itu, SKL Dikti atas juga berkesesuaian dengan taksonomi yang membagi ranah belajar SKL itu menjadi 3 (tiga),ditetapkan yaitu: afeksi spiritual dan sosial), Dalam pencapaian sebagaimana oleh(sikap Dikti di atas, atas, mata kuliah PAI jelas menghadapi banyak tantangan. Sebagai contoh, dalam pencapaian KI Dalam pencapaian sebagaimana ditetapkan oleh Dikti di mata kuliah kognisi (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). membagi ranah belajar SKL itu menjadi 3 (tiga), yaitu: afeksi (sikap spiritual dan sosial), kognisi (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). PAI jelas menghadapi banyak tantangan. Sebagai contoh, dalam pencapaian KI sikapDalam spiritual, mata kuliah menghadapi kendalacontoh, belum adanya keseimbangan PAI jelas menghadapi banyak tantangan. Sebagai dalam pencapaian KI pencapaian SKLPAI sebagaimana ditetapkan oleh Dikti di atas, mata kuliah kognisi (pengetahuan), dan (keterampilan). Dalam pencapaian SKLpsikomotor sebagaimana ditetapkan oleh Dikti dikehidupan atas, mata nyata. kuliah sikap spiritual, mata kuliah PAI menghadapi kendala belum adanya keseimbangan antara kesalehan individual dan kesalehan sosial dalam praksis sikap spiritual, mata kuliah PAI menghadapi kendala belum adanya keseimbangan PAI Dalam jelas menghadapi banyak tantangan. Sebagai contoh, dalam pencapaian KI pencapaian SKL sebagaimana ditetapkan oleh Dikti di atas, mata kuliah PAI jelas menghadapi banyak tantangan. Sebagai contoh, dalam pencapaian KI antara kesalehan individual dan kesalehan sosial dalam praksis kehidupan nyata. Dalam pencapaian KI sikap sosial, tantangan yang dihadapi adalah masih antara kesalehan individual dan tantangan. kesalehan sosial dalam praksis kehidupan nyata. sikap spiritual, mata kuliah PAI menghadapi kendala belum adanya keseimbangan PAI menghadapi banyak Sebagai contoh, dalam pencapaian KI sikapjelas spiritual, mataperilaku kuliah PAI menghadapi kendala belum adanya keseimbangan Dalam pencapaian KI sikap sosial, tantangan yang dihadapi adalah masih bersemainya model beragama yang ekslusif, polemis, dan radikal masih dalam Dalam pencapaian KI sikap sosial, tantangan yang dihadapi adalah antara kesalehan individual dan kesalehan sosial dalam praksis kehidupan nyata. sikap mata kuliah PAI menghadapi kendala belum adanya keseimbangan antaraspiritual, kesalehan individual dan kesalehan sosial dalam praksis kehidupan nyata. bersemainya model perilaku beragama yang ekslusif, polemis, dan radikal dalam kehidupan sosial, dan belum matangnya kesiapan mental untuk hidup bersemainya model perilaku beragama yang ekslusif, polemis, dan radikal Dalam kesalehan pencapaian KI sikap sosial, tantangan yang dihadapi adalah dalam masih antara individual dan kesalehan sosial dalam praksis kehidupan nyata. Dalam pencapaian KI sikap sosial, tantangan yang dihadapi adalah masih kehidupan sosial, dan keragaman. belum matangnya kesiapan mental untuk hidup berdampingan di tengah Adapun dalam pencapaian KI untuk pengetahuan, kehidupan sosial, dan belum matangnya kesiapan mental hidup bersemainya model perilaku beragama yang ekslusif, polemis, dan radikal dalam Dalam pencapaian KI sikap sosial, tantangan yang dihadapi adalah masih bersemainya model perilaku beragama yang ekslusif, polemis, dan dalam berdampingan di menghadang tengah keragaman. Adapun dalam pencapaian KI radikal pengetahuan, hambatan adalah masih berakarnya pola pikir yang single berdampingan di tengah Adapun dalam pencapaian KI pengetahuan, kehidupan yang sosial, dan keragaman. belum matangnya kesiapan mental untuk hidup bersemainya model perilaku beragama yang ekslusif, polemis, dan radikal dalam kehidupan sosial, dan belum matangnya kesiapan mental untuk hidup hambatan yang menghadang adalah masih berakarnya berakarnya pola pikir yangpadahal single perspective, normatif, dikotomis, berorientasi pasif pencapaian ke pola masa pikir lampau, hambatan yang adalah masih yang single berdampingan dimenghadang tengah keragaman. Adapun dalam KI untuk pengetahuan, kehidupan sosial, dan belum matangnya kesiapan mental hidup berdampingan di tengah keragaman. Adapun dalam KI pengetahuan, perspective, normatif, dikotomis, berorientasi pasif pencapaian ke masa lampau, padahal seharusnya aktif dan responsif menatap zaman. dalam perspective, normatif, berorientasi pasif ke masa lampau, hambatan yang menghadang adalah masihtantangan berakarnya pola Sedangkan pikir yangpadahal single berdampingan di menghadang tengahdikotomis, keragaman. Adapun dalam pencapaian KI pengetahuan, hambatan yang adalah masih berakarnya pola pikir yang single seharusnya aktif dan responsif responsif menatap tantangan zaman. Sedangkan dalam pencapaian KI keterampilan, mata kuliahtantangan PAIpasif ditantang untuk membangun seharusnya aktif dan menatap zaman. Sedangkan dalam perspective,yang normatif, dikotomis, berorientasi ke pola masa lampau, padahal hambatan menghadang adalah masih berakarnya pikir yang single perspective, normatif, dikotomis, berorientasi pasif ke masa lampau, padahal pencapaian KI keterampilan, mata kuliahtantangan PAI ditantang untuk membangun mentalitas dan berkontribusi aktif. pencapaian KI keterampilan, kuliah PAI ditantang untuk membangun seharusnyaberkarya aktif dan responsifmata menatap zaman. Sedangkan dalam perspective, normatif, dikotomis, berorientasi pasif ke masa lampau, padahal seharusnyaberkarya aktif dan responsif menatap tantangan zaman. Sedangkan dalam mentalitas dan berkontribusi aktif. mentalitas dan berkontribusi aktif. pencapaianberkarya KI keterampilan, mata kuliah PAI ditantang untuk membangun seharusnya aktif dan responsifmata menatap zaman. untuk Sedangkan dalam pencapaian KI keterampilan, kuliahtantangan PAI ditantang membangun b. Standar Isi Pembelajaran PAI aktif. mentalitas berkarya dan berkontribusi pencapaian KI keterampilan, mata kuliah PAI ditantang untuk membangun mentalitas dan berkontribusi b. Standar Isipembelajaran Pembelajaran PAI aktif. Standarberkarya isi merupakan “kriteria minimal tingkat kedalaman dan b. Standar Isi Pembelajaran PAI mentalitas berkarya dan berkontribusi aktif. Standar isi pembelajaran pembelajaran merupakan “kriteria minimal tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran”. Kedalaman dan minimal keluasantingkat materikedalaman pembelajaran isi merupakan “kriteria dan b. Standar Standar Isi Pembelajaran PAI b. Standar Isi Pembelajaran PAI keluasan materi pembelajaran”. Kedalaman dan keluasan materi pembelajaran sebagaimana dimaksud di atas mengacu pada capaian pembelajaran lulusan, di keluasan materi pembelajaran”. Kedalaman dan minimal keluasantingkat materikedalaman pembelajaran dan Standar isi pembelajaran merupakan “kriteria b. Standar Isipembelajaran Pembelajaran PAI Standar isi merupakan “kriteria minimal tingkat kedalaman dan sebagaimana dimaksud di dan atasS1 mengacu pada dan capaian pembelajaran lulusan, di mana lulusan program D4 paling sedikit menguasai konsep bidang sebagaimana dimaksud di atas mengacu pada capaian pembelajaran lulusan, di keluasan materi pembelajaran”. Kedalaman keluasan materiteoritis pembelajaran Standar isi pembelajaran merupakan “kriteria minimal tingkat dan keluasan materi pembelajaran”. Kedalaman dan keluasan materikedalaman pembelajaran mana lulusan program D4 dan S1 paling sedikit menguasai bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu secara umum, dan konsep teoritis bagian mana lulusan program D4didan paling sedikit menguasai konsep bidang sebagaimana dimaksud atasS1mengacu padadan capaian pembelajaran lulusan, di keluasan materi pembelajaran”. Kedalaman keluasan materiteoritis pembelajaran sebagaimana dimaksud di atastertentu mengacu pada capaian pembelajaran lulusan, di pengetahuan dan keterampilan secara umum, dan konsep teoritis bagian khusus secara mendalam (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 8-9). pengetahuan keterampilan tertentu umum, dan konsep bagian mana lulusandan program D4 dan S1 palingsecara sedikit menguasai konsep teoritis teoritis bidang sebagaimana dimaksud di atas mengacu pada capaian pembelajaran lulusan, di mana lulusan program D4 dan S1 paling sedikit menguasai konsep teoritis bidang khusus secara dan mendalam (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 8-9). Kurikulum (baca: isi pembelajaran) PAI di PTU tidak mengulang-ulang khusus secara mendalam (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 8-9). pengetahuan keterampilan tertentu secara umum, danboleh konsep teoritis bidang bagian mana lulusan program D4 dan S1 paling sedikit menguasai pengetahuan dan keterampilan tertentu secara umum, dan konsep teoritis bagian Kurikulum (baca: isi pembelajaran) PAI di PTU tidak boleh mengulang-ulang materi PAI yang telah diajarkan pada jenjang sebelumnya. Idealnya, konteks dan Kurikulum (baca: isi (Permenristek pembelajaran) PAI di PTU tidak khusus secaradan mendalam Dikti 44/2015, Pasal 8-9).mengulang-ulang pengetahuan keterampilan tertentuDikti secara umum, danboleh konsep teoritis bagian khususPAI secara mendalam (Permenristek 44/2015, Pasal 8-9). materi yang telah diajarkan pada jenjang sebelumnya. Idealnya, konteks dan konten materi PAI antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan materi PAI yang telah isi diajarkan pada jenjang Idealnya, konteks dan Kurikulum (baca: pembelajaran) PAI 44/2015, disebelumnya. PTU tidak boleh mengulang-ulang khusus secara mendalam Dikti Pasalboleh 8-9). Kurikulum (baca: isi(Permenristek pembelajaran) PAI di PTU tidak mengulang-ulang konten materi PAI antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan berikutnya harus mengalir dan berbeda. Konteks materi PAI untuk jenjang SD yang konten materi PAI antara satu pada satuan pendidikan dengan satuan pendidikan materi PAI yang telah diajarkan jenjang sebelumnya. Idealnya, konteks dan Kurikulum (baca: isi pembelajaran) PAI di PTU tidak boleh mengulang-ulang materi PAI yangmengalir telah diajarkan padaharus jenjang sebelumnya. Idealnya, konteks dan berikutnya harus dan berbeda. Konteks materi PAI untuk jenjang SD yang sebatas “keluarga”, pada saat SMP naik ke level yang lebih luas, yakni berikutnya harus mengalir dan berbeda. Konteks materi PAI untuk jenjang SD yang konten materi PAI antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan materi yangPAI telahantara diajarkan pada jenjang sebelumnya. Idealnya, konteks dan konten PAI materi satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan sebatas “keluarga”, pada saat SMP harus naik materi keSMA/sederajat, level yang lebih luas, yakni lingkup “lingkungan sekitar” (lokal). Di jenjang konteks materi sebatas “keluarga”, pada saat SMP harus naik ke level lebih luas, yakni berikutnya harusPAI mengalir dansatu berbeda. Konteks PAIyang untuk jenjang SD yang konten materi antara satuan pendidikan dengan satuan pendidikan berikutnya harus mengalir berbeda.Di Konteks materi PAI untuk jenjang SDmateri yang lingkup “lingkungan sekitar” (lokal). jenjang SMA/sederajat, konteks PAI harus berada padapada leveldan “kehidupan berbangsa danlevel bernegara” (nasional). Pada lingkup “lingkungan sekitar” (lokal). Di jenjang SMA/sederajat, konteks materi sebatas “keluarga”, saat SMP harus naikmateri ke yang lebih luas, yakni berikutnya harus mengalir dan berbeda. Konteks PAI untuk jenjang SD yang sebatas “keluarga”, pada saat SMP harus naik ke level yang lebih luas, yakni PAI harus berada pada pada level “kehidupan berbangsa dan bernegara” (nasional). Pada jenjang perguruan tinggi, lingkup materi PAI adalah “dunia global” (internasional). PAI harus berada level “kehidupan berbangsa dan bernegara” (nasional). Pada lingkup “lingkungan sekitar” (lokal). Di jenjang SMA/sederajat, konteks materi sebatas “keluarga”, pada saat SMP harus naik ke level yang lebih luas, materi yakni lingkup “lingkungan sekitar” (lokal). Di jenjang SMA/sederajat, konteks jenjang perguruan tinggi, lingkup materi PAI adalah “dunia global” (internasional). materi PAI juga harus bergerak secara diakronik maju ke depan.Pada Di jenjang perguruan tinggi, lingkup materi PAI adalah “dunia global” (internasional). PAIKonten/isi harus berada pada level “kehidupan berbangsa dan bernegara” (nasional). lingkup “lingkungan sekitar” (lokal). Di jenjang SMA/sederajat, konteks materi PAIKonten/isi harus berada pada level “kehidupan berbangsa dandiakronik bernegara” (nasional). Pada materi PAI juga harus bergerak secara maju ke depan. Di jenjang SD, materi PAI yang disajikan boleh saja sekadar “pengetahuan faktual”. Konten/isi materi PAI juga harus bergerak secara diakronik maju ke depan. Di jenjang perguruan tinggi, lingkup materi PAI adalah “dunia global” (internasional). PAI harus berada pada level “kehidupan berbangsa dan bernegara” (nasional). Pada jenjang perguruan tinggi, lingkup materi PAI adalah “dunia global” (internasional). jenjang SD, materi PAI yang disajikan boleh saja sekadar “pengetahuan faktual”. Ketika di jenjang SMP, wawasan keagamaan yang diajarkan adalah “pengetahuan jenjang SD, materi PAIPAI yang disajikan boleh saja sekadar “pengetahuan faktual”. Konten/isi materi juga harus bergerak secara diakronik maju ke depan. Di jenjang perguruan tinggi, lingkup materi PAI adalah “dunia global” (internasional). Konten/isi PAI juga harus bergerak secara diakronik maju ke depan. Di Ketika diSD, jenjang SMP, wawasan keagamaan yang diajarkan adalah “pengetahuan konseptual”. Dimateri jenjang SMA/ sederajat, jenis pengetahuan yang dikembangkan Ketika di jenjang SMP, wawasan keagamaan yang diajarkan adalah “pengetahuan jenjang materi PAI yang disajikan boleh saja sekadar “pengetahuan faktual”. Konten/isi materi PAI jugadisajikan harus bergerak secara diakronik maju ke depan. Di jenjang SD, materi PAI yang boleh saja sekadar “pengetahuan faktual”. konseptual”. Dilebih jenjang SMA/ sederajat, jenisyang pengetahuan yang dikembangkan harus tinggi dari satuan pendidikan sebelumnya, yaknidikembangkan “pengetahuan konseptual”. Di jenjang SMA/ sederajat, jenis pengetahuan yang Ketikasetingkat di jenjang SMP, wawasan keagamaan diajarkan adalah “pengetahuan jenjang SD, materi PAI yang disajikan boleh saja sekadar “pengetahuan faktual”. Ketikasetingkat di jenjang SMP, wawasan keagamaan yang diajarkan “pengetahuan harus lebih tinggi dari satuan pendidikan sebelumnya, yakni “pengetahuan prosedural”, dan pada saat di satuan bangku perguruan tinggi, jenisadalah pengetahuan yang harus setingkat tinggi dari pendidikan sebelumnya, yakni “pengetahuan konseptual”. Dilebih jenjang SMA/ sederajat, jenis pengetahuan yang dikembangkan Ketika di jenjang SMP, wawasan keagamaan yang diajarkan adalah “pengetahuan konseptual”. Di jenjang SMA/ sederajat, jenis pengetahuan yang dikembangkan prosedural”, dan pada saat di bangku perguruan tinggi, jenis pengetahuan yang disemaikan adalah “pengetahuan metakognitif”, yakni “thinking about thingking” prosedural”, dan padatinggi saat di bangku perguruan tinggi, jenisyang pengetahuan yang harus setingkat lebih dari satuan pendidikan sebelumnya, yakni “pengetahuan konseptual”. Dilebih jenjang SMA/ sederajat, jenis pengetahuan dikembangkan harus setingkat tinggi darisendiri. satuan pendidikan sebelumnya, yakni “pengetahuan disemaikan adalah “pengetahuan metakognitif”, yakni “thinking about thingking” untuk memahami kognisi diri Kedalaman konten dan konteks isi disemaikan adalah “pengetahuan metakognitif”, yakni “thinking about thingking” prosedural”, dan pada saat di satuan bangku perguruan tinggi, jeniskeluasan pengetahuan yang harus setingkat lebih tinggi dari pendidikan sebelumnya, yakni “pengetahuan prosedural”, dan pada saat disendiri. bangkuKedalaman perguruan konten tinggi, jenis pengetahuan yang untuk memahami kognisi diri dan keluasan konteks isi pembelajaran PAI di PTU selengkapnya tergambar di bawah ini. untuk memahami diridisendiri. Kedalaman konten dan isi disemaikan adalah “pengetahuan metakognitif”, “thinking aboutkonteks thingking” prosedural”, dan kognisi pada saat bangku perguruanyakni tinggi, jeniskeluasan pengetahuan yang disemaikan adalah “pengetahuan metakognitif”, “thinking about thingking” pembelajaran PAI di di PTU selengkapnya selengkapnya tergambaryakni di bawah ini.keluasan pembelajaran PAI PTU tergambar di bawah ini. untuk memahami kognisi diri sendiri. Kedalaman konten dan konteks isi disemaikan adalah “pengetahuan metakognitif”, yakni “thinking about thingking” untuk memahami kognisi diri sendiri. Kedalaman konten dan keluasan konteks isi pembelajaran PAI di PTU diri selengkapnya tergambar di bawah ini. untuk memahami sendiri. Kedalaman dan pembelajaran PAI kognisi di PTU selengkapnya tergambar konten di bawah ini.keluasan konteks isi pembelajaran PAI di PTU selengkapnya tergambar di bawah ini. 382

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]

c.

Standar Proses Pembelajaran PAI c. Standar Pembelajaran PAI Standar proses Proses pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang Standar proses pembelajaran merupakan minimal tentang pelaksanaan pembelajaran pada program studi untuk“kriteria memperoleh capaian pelaksanaan pembelajaran pada program studi untuk memperoleh capaian pembelajaran lulusan.” Standar proses sebagaimana dimaksud di atas mencakup: pembelajaran lulusan.” Standar proses sebagaimana dimaksud di atas mencakup: (a) karakteristik proses pembelajaran, (b) perencanaan proses pembelajaran, (c)(c) (a) karakteristik proses pembelajaran, (b) perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan (d) beban belajar mahasiswa (Permenristek pelaksanaan proses pembelajaran, dan (d) beban belajar mahasiswa (Permenristek Dikti 44/2015, 14).Pasal 14). Dikti Pasal 44/2015, Karakteristik proses pembelajaran mata kuliah PAI harus bersifat interaktif, Karakteristik proses pembelajaran mata kuliah PAI harus bersifat interaktif, holistik, integratif, saintifik,saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dandan berpusat holistik, integratif, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, berpusat pada mahasiswa. Adapun perencanaan proses perkuliahan PAI di PTU harus pada mahasiswa. Adapun perencanaan proses perkuliahan PAI di PTU harus dalam Rencana Perkuliahan Semester setidaknya memuat dituangkandituangkan dalam Rencana Perkuliahan Semester (RPS)(RPS) yangyang setidaknya memuat aspek-aspek berikut: (a) Nama program studi, nama dan kode mata kuliah PAI, aspek-aspek berikut: (a) Nama program studi, nama dan kode mata kuliah PAI, SKS, namapengampu dosen pengampu mata kuliah (b) Kompetensi (KI) semester, semester, SKS, nama dosen mata kuliah PAI; PAI; (b) Kompetensi IntiInti (KI) mata kuliah PAI; (c) Kompetensi Dasar (KD) yang direncanakan pada tiap tatap mata kuliah PAI; (c) Kompetensi Dasar (KD) yang direncanakan pada tiap tatap muka; (d) Topik bahasan dalam tiap tatap muka; (e) Metode pembelajaran; (f) muka; (d)Waktu Topikyang bahasan dalam tiaptiaptatap Metode pembelajaran; disediakan pada tatapmuka; muka; (e) (g) Deskripsi tugas PAI yang (f) harus Waktu yang disediakan pada tiap tatap muka; (g) Deskripsi tugas PAI yang harus dikerjakan oleh mahasiswa selama satu semester; (h) Kriteria, indikator, dan bobot dikerjakanpenilaian; oleh mahasiswa (h) Kriteria, indikator, dan bobot (i) Daftarselama referensisatu yangsemester; digunakan. penilaian; (i) Daftar referensi yang digunakan. Sedangkan terkait dengan pelaksanaan proses perkuliahan PAI di PTU, Sedangkan terkait harus denganmampu pelaksanaan proses perkuliahan di PTU, pembelajaran melibatkan mahasiswa untuk PAI belajar bersama (cooperative learning). Selain itu, kegiatan belajar harus berpusat pada mahasiswa pembelajaran harus mampu melibatkan mahasiswa untuk belajar bersama (student centered), sekaligus mengajak mereka untuk ikut-serta secara aktif dalam (cooperative learning). Selain itu, kegiatan belajar harus berpusat pada mahasiswa membangun pengetahuan (epistemological approoaches). Bukan zamannya lagi, (student centered), sekaligus mengajak mereka untuk ikut-serta secara aktif dalam pembelajaran dilakukan secara individual (individualBukan learning), berpusat pada membangun pengetahuan (epistemological approoaches). zamannya lagi, dosen (teacher centered), dan sekadar memindahkan pengetahuan (knowledge pembelajaran dilakukan secara individual (individual learning), berpusat pada transmitted). Pergeseran paradigra belajar di atas selengkapnya dapat dicermati dosen (teacher centered), dan ini. sekadar memindahkan pengetahuan (knowledge dalam gambar di bawah transmitted). Pergeseran paradigra belajar di atas selengkapnya dapat dicermati dalam gambar di bawah ini. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 383

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

Untuk menunjang pelaksanaan proses pembelajaran PAI di atas, metode perkuliahan yang dapat digunakan, antara lain: (1) diskusi kelompok, (2) simulasi, (3) studi kasus, (4) pembelajaran kolaboratif, (5) pembelajaran kooperatif, (6) pembelajaran berbasis proyek, (7) pembelajaran berbasis masalah. Adapun Untuk menunjang pelaksanaan proses pembelajaran PAI di atas, metode bentuknya perkuliahan dapat berupa: (1) digunakan, kuliah, (2) responsi dan tutorial, (3) seminar, (4) yang dapat lain:pembelajaran (1) diskusi kelompok, (2) simulasi, Untuk menunjang pelaksanaanantara proses PAI di atas, metode praktikum/praktik (5) menyusun program kreativitas mahasiswa (PKM) (3) studi lapangan, kasus, pembelajaran kolaboratif, (5)diskusi pembelajaran kooperatif, (6) perkuliahan yang (4) dapat digunakan, antara lain: (1) kelompok, (2) simulasi, pembelajaran berbasis proyek, (7) pembelajaran berbasis masalah. Adapun bidang kealqur’anan/keislaman/ keagamaan (Permenristek Diktikooperatif, 44/2015, (3) studi kasus, (4) pembelajaran kolaboratif, (5) pembelajaran (6) Pasal bentuknya dapat berupa: (1) kuliah, (2) responsi dan tutorial, (3) seminar, (4) pembelajaran berbasis proyek, (7) pembelajaran berbasis masalah. Adapun 14).

praktikum/praktik lapangan,(1)(5)kuliah, menyusun program dan kreativitas (PKM) bentuknya dapat berupa: (2) responsi tutorial,mahasiswa (3) seminar, (4) bidang kealqur’anan/keislaman/ keagamaan (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal praktikum/praktik lapangan, (5) menyusun program kreativitas mahasiswa (PKM) d. Standar Penilaian Pembelajarankeagamaan PAI 14). bidang kealqur’anan/keislaman/ (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal Standar14). penilaian pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang penilaian Penilaian Pembelajaran d. Standar proses dan hasil belajar mahasiswa PAI dalam rangka pemenuhan capaian Standar penilaian pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang penilaian d. Standar Penilaian Pembelajaran PAI pembelajaran lulusan.” Penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa sebagaimana proses dan hasil belajar mahasiswa dalam rangka pemenuhan capaian minimal tentang penilaian Standar penilaian pembelajaran merupakan “kriteria dimaksud pembelajaran di atas mencakup: (a) prinsip penilaian, (b) teknik dan instrumen lulusan.” Penilaian proses dan hasil belajar mahasiswa sebagaimana proses dan hasil belajar mahasiswa dalam rangka pemenuhan capaian di atas mencakup: (a)proses prinsip teknik dansebagaimana instrumen penilaian, dimaksud (c) mekanisme danPenilaian prosedur penilaian, (d) (b) pelaksanaan penilaian, (e) pembelajaran lulusan.” danpenilaian, hasil belajar mahasiswa penilaian, (c) mekanisme dan prosedur penilaian, (d) pelaksanaan penilaian, (e) dimaksud di atas mencakup: (a) prinsip penilaian, (b) teknik dan instrumen pelaporan penilaian, dan (f) kelulusan mahasiswa (Permenristek Dikti 44/2015, pelaporan dan (f) (Permenristek 44/2015, penilaian, penilaian, (c) mekanisme dankelulusan prosedur mahasiswa penilaian, (d) pelaksanaanDikti penilaian, (e) Pasal 19-20). Pasal 19-20). pelaporan penilaian, dan (f) kelulusan mahasiswa (Permenristek Dikti 44/2015, PrinsipPasal penilaian sebagaimana dimaksud mencakup prinsip edukatif, Prinsip sebagaimana dimaksuddidi atas atas mencakup prinsip edukatif, 19-20).penilaian otentik, objektif, akuntabel, dan transparan yang dilakukan secara terintegrasi. otentik, objektif, akuntabel, dan transparan yang dilakukan terintegrasi. Prinsip penilaian sebagaimana dimaksud di atas mencakup secara prinsip edukatif, Adapun teknik penilaian perkuliahan PAI itu dapat dipilah menjadi 2 (dua) otentik,penilaian objektif, akuntabel, dan transparan dilakukan secara terintegrasi. Adapun teknik perkuliahan PAI ituyang dapat dipilah menjadi 2 (dua) kelompok besar, yakni: (a) penilaian sikap menggunakan teknik penilaian Adapun teknik penilaian perkuliahan PAI itu dapat dipilah menjadi 2 (dua) kelompok observasi; besar, yakni: (a) penilaian sikap menggunakan teknik penilaian (b) penilaian penguasaan dan keterampilan kelompok dan besar, yakni: (a) penilaian pengetahuan sikap menggunakan teknik dilakukan penilaian observasi; dengan dan (b) penilaian penguasaan pengetahuan dan keterampilan dilakukan memilih satupenilaian atau kombinasi dari teknik: observasi, unjuk kerja, observasi; dan (b) penguasaan pengetahuan dan partisipasi, keterampilan dilakukan tes tertulis, tes lisan, dan angket, sebagaiman tergambar di bawah ini. dengan memilih atausatu kombinasi daridari teknik: partisipasi, unjuk dengansatu memilih atau kombinasi teknik:observasi, observasi, partisipasi, unjuk kerja,kerja, lisan, dan angket, sebagaiman tergambar di ini.ini. tes tertulis, tes testertulis, lisan, tes dan angket, sebagaiman tergambar dibawah bawah 384

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]

Instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur pembelajaran PAI dapat dirinci sebagai berikut: (a) Penilaian proses menggunakan rubrik; (b) Penilaian hasil menggunakan portofolio. Sedangkan prosedur penilaian perkuliahan PAI adalah sebagai berikut: (a) tahap perencanaan penilaian; (b) tahap pelaksanaan penilaian (pemberian tugas atau soal); (c) tahap observasi kinerja (menilai hasil ujian mahasiswa); (d) tahap observasi (memberikan umpan Instrumen penilaian yangpengembalian digunakan untukhasil mengukur pembelajaran PAI dapat balik); (e) tahap pemberian nilai akhir (Permenristek Diktipembelajaran 44/2015, Pasal 19-20). dirinci sebagai berikut: (a) Penilaian proses rubrik; (b) Penilaian Instrumen penilaian yang digunakan untukmenggunakan mengukur PAI dapat hasil portofolio. Sedangkan penilaian perkuliahan PAI dirincimenggunakan sebagai berikut: (a) Penilaian prosesprosedur menggunakan rubrik; (b) Penilaian sebagai (a) tahap perencanaan penilaian; (b) tahap pelaksanaan e. adalah Standar Dosenberikut: danportofolio. Tenaga Kependidikan PAI penilaian hasil menggunakan Sedangkan prosedur perkuliahan PAI penilaian (pemberian tugas atau soal); (c) tahap observasi kinerja (menilai hasil adalah sebagai tahap perencanaan penilaian;“kriteria (b) tahapminimal pelaksanaan Standar dosen danberikut: tenaga(a)kependidikan merupakan tentang ujian mahasiswa); (d) tahap pengembalian hasil observasi (memberikan umpan penilaian (pemberian tugas atau soal); (c) tahap observasi kinerja (menilai hasil kualifikasi dan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan untuk menyelenggarakan balik); (e) tahap pemberian nilaipengembalian akhir (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 19-20). ujian mahasiswa); tahap observasi (memberikan umpanwajib pendidikan dalam rangka(d) pemenuhan capaian hasil pembelajaran lulusan.” Dosen balik); (e) tahap pemberian nilai akhir (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 19-20). memilikie. kualifikasi akademik, kompetensi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan PAI memilikiStandar kecakapan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam rangka pemenuhan dosenDosen dan dan tenaga kependidikan merupakan e. Standar Tenaga Kependidikan PAI “kriteria minimal tentang capaian pembelajaran lulusan (Permenristek Dikti 44/2015, “kriteria Pasal kualifikasi kompetensi dosenkependidikan dan tenaga kependidikan untuk 29). menyelenggarakan minimal tentang Standardan dosen dan tenaga merupakan Kualifikasi akademik minimal dari dosen PAI di PTU adalah bahwa memiliki pendidikan dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.” Dosenia wajib kualifikasi dan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan untuk menyelenggarakan kualifikasi akademik, kompetensi pendidik, sehatPerguruan jasmani dan rohani, serta dan ijazahmemiliki akademik minimal S-2pemenuhan (magister) studi Islam dari Tinggi (dalam pendidikan dalam rangka capaian pembelajaran lulusan.” Dosen wajib memiliki kecakapan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam rangka pemenuhan kualifikasi akademik, kompetensi jasmani dan rohani, serta luar negeri) yang terakreditasi. Atau, ia tidakpendidik, memilikisehat ijazah S-1 dan S-2 studi Islam, capaian pembelajaran lulusan (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 29). memiliki kecakapan untuk menyelenggarakan pendidikan dalam rangka pemenuhan namun bersertifikat profesi (karena memiliki keahlian khusus) yang dikeluarkan oleh Kualifikasi akademik minimal dari dosen PAI di PTUPasal memiliki capaian pembelajaran (Permenristek Dikti 44/2015, 29).bahwa ia Organisasi Profesi yanglulusan relevan. Dari hasil kajian yangadalah dilakukan penulis, status ijazah akademik minimal S-2 (magister) studi Islam dari Perguruan Tinggi (dalam dan Kualifikasi akademik minimal dari dosen PAI di PTU adalah bahwa ia memiliki kepegawaian dosen PAI di PTU sangat beragam: ada yang berstatus dosen tetap dan ada luar negeri) yangminimal terakreditasi. Atau, ia tidak S-1 dan S-2 studi Islam, ijazah akademik S-2 (magister) studimemiliki Islam dariijazah Perguruan Tinggi (dalam dan pula namun yangnegeri) berstatus tidak tetap sebagaimana tergambar dalam gambar di bawah bersertifikat profesi (karena keahlian khusus) yang oleh luar yangdosen terakreditasi. Atau,memiliki ia tidak memiliki ijazah S-1 dandikeluarkan S-2 studi Islam, ini. Organisasi Profesi yang hasil keahlian kajian yang dilakukan penulis, status namun bersertifikat profesirelevan. (karenaDari memiliki khusus) yang dikeluarkan oleh kepegawaian dosen PAI di PTU sangat beragam: ada yang berstatus dosen tetap dan ada Organisasi Profesi yang relevan. Dari hasil kajian yang dilakukan penulis, status pula yang berstatus dosen tetap sebagaimana dalamdosen gambar bawah kepegawaian dosen PAI di tidak PTU sangat beragam: adatergambar yang berstatus tetapdidan ada ini. pula yang berstatus dosen tidak tetap sebagaimana tergambar dalam gambar di bawah ini. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

385

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

Adapun kompetensi minimal yang harus dimiliki dosen PAI di PTU ada 4 (empat), yakni: kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi Adapun Kompetensi kompetensi minimal yangadalah harus kemampuan dimiliki dosen PAI PAI di PTU ada (a) 4 pedagogik. kepribadian dosen untuk: (empat), kompetensi kompetensi profesional, kompetensi bertindak yakni: sesuai dengan normakepribadian, agama, hukum, sosial, dan budaya Indonesia; (b) pedagogik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan dosen PAI untuk: (a) tampil sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan; (c) bertindak dengan norma agama, sosial, dan budaya Indonesia; (b) memiliki sesuai etos kerja dan tanggung jawab,hukum, serta menjunjung tinggi kode etik dosen tampil sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan; (c) PAI. memiliki etos kerja dan tanggung jawab, serta menjunjung tinggi kode etik dosen Terkait dengan kompetensi profesional, dosen PAI dituntut untuk: (a) mampu PAI. menguasai worldview, epistemologi, metodologi, dan materi mata kuliah PAI; (b) Terkait dengan kompetensi profesional, dosendan PAI komunikasi dituntut untuk: (a) mampu mampu memanfaatkan teknologi informasi (TIK) untuk menguasai worldview, epistemologi, metodologi, dan materi matabahwa kuliahdosen PAI; PAI (b) pengembangan mata kuliah PAI. Kompetensi pedagogik adalah mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mampu: (a) menguasai teori belajar dan prinsip pengajaran PAI yang mendidik; (b) pengembangan mata pengajaran kuliah PAI.PAI Kompetensi pedagogik adalah bahwa dosen PAI Menyelenggarakan yang kreatif, edukatif, dan menyenangkan. mampu: (a) menguasai teori belajar dan prinsip pengajaran PAI yang mendidik; (b) Kompetensi sosial adalah bahwa dosen PAI dituntut mampu: (a) bertindak adil dan Menyelenggarakan pengajaran PAI didiknya, yang kreatif, edukatif, dan menyenangkan. tidak diskriminatif terhadap peserta karena pertimbangan jenis kelamin, Kompetensi sosial adalah bahwa dosen PAI dituntut mampu: (a) bertindak adil dan agama, etnis, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi; (b) tidak diskriminatif peserta didiknya, karena pertimbangan jenis kelamin, mampu beradaptasiterhadap dengan lingkungan tugas yang memiliki keragaman budaya. agama, etnis, kondisi belakang dansedikit status 40 sosial-ekonomi; (b) Sedangkan bebanfisik, kerjalatar dosen PAI di keluarga, PTU paling jam, yang terdiri mampu beradaptasi dengan lingkungan tugas yang memiliki keragaman budaya. atas: (a) kegiatan pokok (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada Sedangkan bebansedikit kerja dosen di PTU paling sedikit 40 jam, yang terdiri masyarakat) paling setara PAI dengan 12 SKS beban belajar mahasiswa; (b) atas: (a) kegiatan pokok (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada tugas tambahan; dan (c) kegiatan penunjang. masyarakat) paling sedikit setara dengan 12 SKS beban belajar mahasiswa; (b) tugas tambahan; dan (c) kegiatan penunjang. f. Standar Sarana dan Prasarana Pembelajaran PAI

Standar sarana dan prasarana pembelajaran merupakan “kriteria minimal f.tentang Standar Sarana Prasaranasesuai Pembelajaran sarana dandanprasarana dengan PAI kebutuhan isi dan proses Standar sarana prasarana pembelajaran merupakan “kriteria pembelajaran dalamdan rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.”minimal Standar tentang sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan isi dan sarana pembelajaran sebagaimana dimaksud di atas paling sedikit terdiriproses atas: pembelajaran dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.” Standar perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, buku elektronik, repositori, sarana sebagaimana dimaksud diinstrumentasi atas paling sedikit terdirisarana atas: sarana pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi, eksperimen, perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, buku elektronik, repositori, olahraga, sarana berkesenian, sarana fasilitas umum, bahan habis pakai, dan sarana sarana teknologi informasi dan dankeamanan. komunikasi, instrumentasi pemeliharaan, keselamatan, Standar prasarana eksperimen, pembelajaran sarana paling olahraga, sarana berkesenian, sarana fasilitas umum, bahan habis pakai, dan sarana sedikit terdiri atas: lahan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium/studio/bengkel pemeliharaan, keselamatan, keamanan. Standar prasarana pembelajaran kerja/unit produksi, tempatdan berolahraga, ruang untuk berkesenian, ruangpaling unit sedikit terdiri atas: lahan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium/studio/bengkel kerja/unit produksi, tempat berolahraga, ruang untuk berkesenian, ruang unit 386

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

sarana pembelajaran sebagaimana dimaksud di atas paling sedikit terdiri atas: perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, buku elektronik, repositori, sarana teknologi informasi dan komunikasi, instrumentasi eksperimen, sarana olahraga, sarana berkesenian, sarana fasilitas umum, bahan habis pakai, dan sarana PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi] pemeliharaan, keselamatan, dan PENYELENGGARAAN keamanan. Standar prasarana pembelajaran paling sedikit terdiri atas: lahan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium/studio/bengkel kerja/unit produksi, tempat berolahraga, ruang untuk berkesenian, ruang unit kegiatan mahasiswa, ruang pimpinan perguruan tinggi, ruang dosen, ruang tata usaha, dan fasilitas umum (Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015, Pasal 31). Terkait dengan prasarana perkuliahan PAI di PTU, setiap perguruan tinggi setidaknya memiliki: (a) ruang kelas, (b) laboratorium Pendidikan Agama Islam (PAI), dan (c) rumah ibadah (masjid dan/atau mushalla). Keberadaan rumah ibadah sangatlah vital mengingat alokasi Satuan Kuliah Semester (SKS) Pendidikan Agama Islam di PTU, relatif minim dan terbatas. Kondisi ini diperparah oleh kelangkaan nilai-nilai keteladanan yang dapat diperoleh mahasiswa dari lingkungan tinggal dan belajarnya. Dalam konteks ini, rumah ibadah di lingkungan kampus (masjid, mushalla, atau lainnya) sangat potensial untuk mengisi kekosongan ini, antara lain: untuk kegiatan mentoring, sebagai laboratorium rohani, rumah bina karakter, dan semacamnya (sebagaimana tergambar di samping). Sayangnya, civitas akademik di PTU belum banyak yang menyadari dan memahami peran sentral rumah ibadah di lingkungan kampus sebagai pusat segala aktivitas, termasuk fungsi edukasinya. Oleh karena itu, diperlukan rumusan konsep dan program yang jelas untuk mewujudkan peran dan fungsi rumah ibadah di lingkungan kampus sebagai the center of excellence. Tentunya, dosen PAI di PTU dituntut untuk memikirkan dan menformulasikan model pengelolaannya. Sedangkan sarana minimal yang harus ada dalam penyelenggaraan PAI di PTU adalah: (a) buku ajar (text book) PAI, baik cetak maupun elektronik; (b) mushaf alQur’an; (c) kitab-kitab khazanah keislaman klasik (turats); (d) buku-buku keislaman kontemporer; dan (e) software keislaman, seperti: al-Maktabah asySyamilah, e-Qibla, dan sejenisnya. g.

Standar Pengelolaan Pembelajaran PAI Standar pengelolaan pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan kegiatan pembelajaran pada tingkat program studi.” Pelaksana standar pengelolaan dilakukan oleh Unit Pengelola program studi dan perguruan tinggi. Unit Pengelola program studi sebagaimana dimaksud di atas wajib: (1) melakukan penyusunan kurikulum dan rencana pembelajaran dalam setiap mata kuliah; (2) menyelenggarakan program pembelajaran sesuai standar isi, standar proses, standar penilaian yang telah ditetapkan dalam rangka mencapai capaian pembelajaran lulusan; (3) melakukan kegiatan sistemik yang menciptakan suasana akademik dan budaya mutu yang baik; (4) melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi secara periodik dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu proses pembelajaran; dan (5) melaporkan hasil program pembelajaran secara periodik sebagai sumber data dan informasi dalam pengambilan keputusan perbaikan dan pengembangan mutu pembelajaran (Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015, Pasal 38). Terkait dengan pengelolaan mata kuliah PAI di PTU, komponen-komponen minimal yang harus ada, antara lain, adanya Standard Operating Procedure (Prosedur Operasi Baku) untuk pelaksanaan perkuliahan PAI di PTU yang meliputi: (a) Unit Pengelola Teknis (UPT) Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU); (b) SOP penjadualan mata kuliah PAI; (c) SOP mentoring agama Islam; (d) SOP pengendalian ekstremisme dan radikalisme dalam kehidupan beragama di kampus; (e) SOP pengembangan bakat dan minat mahasiswa bidang kerohanian (MTQ Mahasiswa, dan sebagainya). Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

387

ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

h. Standar Pembiayaan Pembelajaran PAI pembiayaan Pembelajaran pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang h. Standar Standar Pembiayaan PAI komponen dan besaran biaya investasi dan biaya operasional disusuntentang dalam Standar pembiayaan pembelajaran merupakan “kriteriayang minimal rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.” Biaya investasi pendidikan komponen dan besaran biaya investasi dan biaya operasional yang disusun dalam tinggi bagian dari pembelajaran biaya pendidikan tinggi untuk sarana dan rangkamerupakan pemenuhan capaian lulusan.” Biayapengadaan investasi pendidikan prasarana, pengembangan dosen, dan tenaga kependidikan pada pendidikan tinggi. tinggi merupakan bagian dari biaya pendidikan tinggi untuk pengadaan sarana dan Biaya operasional pendidikan tinggi merupakan bagian dari biaya pendidikan tinggi prasarana, pengembangan dosen, dan tenaga kependidikan pada pendidikan tinggi. yang melaksanakan kegiatan bagian pendidikan yang pendidikan mencakup tinggi biaya Biayadiperlukan operasionaluntuk pendidikan tinggi merupakan dari biaya dosen, biaya tenaga kependidikan, biayakegiatan bahan operasional dan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan pendidikanpembelajaran, yang mencakup biaya operasional tidak langsung (Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015, Pasal dosen, biaya tenaga kependidikan, biaya bahan operasional pembelajaran, dan40). biaya Biaya investasi dan biaya operasionalDikti penunjang PAI meliputi: operasional tidak langsung (Permenristek Nomorperkuliahan 44 Tahun 2015, Pasal 40).(a) pengadaan sarana dan prasarana bagi perkuliahan PAI dan pengembangan dosen Biaya investasi dan biaya operasional penunjang perkuliahan PAI meliputi: (a) PAI; (b) pembiayaan kegiatan mentoring agama Islam: (c) pembiayaan pengadaan sarana dan prasarana bagi perkuliahan PAI dan pengembangan dosen pengembangan bakat dan minat mahasiswa bidangagama kerohanian. PAI; (b) pembiayaan kegiatan mentoring Islam: (c) pembiayaan pengembangan bakat dan minat mahasiswa bidang kerohanian. D. KESIMPULAN Nasional Pendidikan untuk penyelenggaraan PAI di PTU ini adalah D. Standar KESIMPULAN standar Standar minimal Nasional dan bersifat umum. Pengelola PAI di PTU dapat merincinya sendiri sesuai Pendidikan untuk penyelenggaraan PAI di PTU ini adalah dengan “kebutuhan”. Hal ini didasarkan kepada status otonomi PT, yang memiliki standar minimal dan bersifat umum. Pengelola PAI di PTU dapat merincinya sendiri sesuai kewenangan untuk mengatur tangganya sendiri secara “bebas”PT, danyang “bertanggung dengan “kebutuhan”. Hal inirumah didasarkan kepada status otonomi memiliki jawab”. kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara “bebas” dan “bertanggung jawab”.Tulisan ini dimaksudkan untuk melakukan standarisasi penyelenggaraan perkuliahan PAI ini di PTU dengan mengacu Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun Tulisan dimaksudkan untuk kepada melakukan standarisasi penyelenggaraan 2015 tentangPAI SNPT. Tujuannya untukkepada menjamin penyelenggaraan perkuliahan PAI perkuliahan di PTU denganadalah mengacu Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun di PTU yang bermutu. Sasaran mutu minimal untuk penyelenggaraan perkuliahan PAI di 2015 tentang SNPT. Tujuannya adalah untuk menjamin penyelenggaraan perkuliahan PAI PTU harus mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, yaitu: (1) standar di PTU yang bermutu. Sasaran mutu minimal untuk penyelenggaraan perkuliahan PAI di kompetensi lulusan; (2) standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) PTU harus mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, yaitu: (1) standar standar penilaian pembelajaran; (5) standar dosen dan tenaga kependidikan; (6) standar kompetensi lulusan; (2) standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) sarana prasarana pembelajaran; standar pengelolaan pembelajaran, dan (6) (8) standar standardan penilaian pembelajaran; (5)(7) standar dosen dan tenaga kependidikan; standar pembiayaan pembelajaran. sarana dan prasarana pembelajaran; (7) standar pengelolaan pembelajaran, dan (8) standar pembiayaan pembelajaran. REFERENSI Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI, 2004. Materi REFERENSI Instruksional AgamaIslam IslamDepartemen di Perguruan TinggiRI,Umum. Direktorat PerguruanPendidikan Tinggi Agama Agama 2004. Jakarta: Materi Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI. Instruksional Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Hanafi,Direktorat Yusuf. 2015. “Pergeseran MataDepartemen Kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) Perguruan TinggiParadigma Agama Islam Agama RI. di Perguruan Tinggi Umum: Telaah atas Kurikulum Tahun 2000, 2002,Islam dan 2013”, Hanafi, Yusuf. 2015. “Pergeseran Paradigma Mata Kuliah Pendidikan Agama (PAI) halaman 199-206. Dalam Proceeding Seminar Nasional ADPISI Bertema di Perguruan Tinggi Umum: Telaah atas Kurikulum Tahun 2000, 2002, dan 2013”, Membangun IndonesiaDalam Berbasis Nilai-Nilai Seminar Agama di Nasional UniversitasADPISI Airlangga, 19-20 halaman 199-206. Proceeding Bertema November 2015. Membangun Indonesia Berbasis Nilai-Nilai Agama di Universitas Airlangga, 19-20 Keputusan Dikti Nomor: November 2015. 263/DIKTI/KEP/ 2000 tentang penyempurnaan kurikulum inti MataDikti kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi Keputusan Nomor: 263/DIKTI/KEP/ 2000 tentang penyempurnaan kurikulum inti di Indonesia. Depdiknas, 2000. Mata kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi Keputusan Direktur Depdiknas, Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI, di Indonesia. 2000. Nomor: 38/DIKTI/KEP/2002 Tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan NasionalMata RI, Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Nomor: 38/DIKTI/KEP/2002 Tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Keputusan Menteri Pendidikan Nasionaldi Perguruan Nomor: 232/U/2000 Tentang Pedoman Kuliah Pengembangan Kepribadian Tinggi. Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 232/U/2000 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. 388

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]

Pedoman Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Tahun 2014 (draft belum diterbitkan). Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Surat Keputusan Dikti Nomor 38 Tahun 2002 tentang Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

389

Catatan

Related Documents


More Documents from "Qurrata"

Dasasd
August 2019 18
Dapus
August 2019 36
Dapus.docx
October 2019 22
Depriestercharts.pdf
July 2020 10