HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN TINGKAT KONSUMUSI ROKOK DI KAMPUNG PASIR MUNCANG Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Muatan Lokal Tahun Pelajaran 2009/2010
Kelompok Batu Nganga : Wulan Wahyu E. Aulia Aditya . D Rizkiawan Fauzan Muhammad Subhan . A Eka Hastari Karanindya Amandita Arindra . P Siti Adila . N
1
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya sehingga dapat mendayagunakan segenap akal dan pikiran untuk terus menggali dan memajukan dunia ilmu pengetahuan. Penulis juga menghaturkan shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW yang telah membawa risalah Allah dan menyebarkannya dengan sabar kepada umatnya. Penulis sangat bersyukur bahwa pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Tentunya, makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Karenanya, penulis menyampaikan terima kasih atas kontribusinya kepada Kakanda tercinta yang selalu memberikan motivasi dan arahan serta membantu dalam pencarian data, Bapak Ali Fikri Pane selaku pembimbing, Kakak Ganis Syahputra dan Kakak Nadya Tamara yang telah membimbing dan mendampingi kami dalam penelitian ini, Bapak Tatang dan keluarga selaku orang tua asuh kami di Kampung Pasir Muncang, dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Karya tulis ini berjudul “ Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Konsumsi Rokok di Kampung Pasir Muncang.“. Berangkat dari pencarian masalah yang akan diteliti, penulis mengamati di lingkungan masyarakat bahwa pola Konsumsi rokok masyarakat saat ini yang cenderung tidak terkendali. Penulis menyadari bahwa menanggulangi kebiasaan untuk tidak merokok bukanlah hal yang mudah. Karenanya diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penyelesaiannya, makalah ini memakan waktu yang melebihi dari waktu yang tersedia. Hal ini karena sulitnya mencari data dan penulis menemukan berbagai hambatan. 2
Dengan singkatnya waktu dan terbatasnya kemampuan penulis, penulis menyadari bahwa karya tulis ini tak luput dari kesalahan. Karenanya,penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan siswa pada umumnya. Bintaro, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI 3
Halaman Judul…………………………………………………………….. ………………………………..1 Prakata……………………………………………………………………..…………………………….2 Daftar Isi……………………………………………………………………..…………………………..4 BAB I. Pendahuluan……………………………………………………….…………………………5 I.1. Latar Belakang Masalah………………………………………………………..………5 I.2. Identifikasi Masalah…………………………………………………………………….6 I.3. Pembatasan Masalah…………………………………………………………………..6 I.5. Perumusan Masalah……………………………………………………………………6 I.5. Manfaat Penelitian………………………………………………………………………7 BAB II. Deskripsi Teori……………………………………………………………………………… 8 II.1. Rokok………………………………………………………………………………………8 II.2. Hipotesis………………………………………………………………………………….18 BAB III. Metodologi Penelitian………………………………………………………………………19 III.1. Tujuan Penelitian……………………………………………………………………..19 III.2. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………………………..19 III.3. Metodologi Penelitian……………………….……………………………………… 19 III.5. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………………. 19 III.5. Teknik Pengumpulan Data.…………………………….…………………………..19 III.6. Teknik Analisa Data ……….………………………………………………………. 19 BAB IV. Hasil Penelitian ……………………………………………………………………………. 21 IV.1. Hasil Penelitian ………………………………………………………………..…… 21 IV.2. Pengujian hipotesa …………………………………………………………………… 24 BAB V. Penutup ……………………………………………………………………………………….25 V.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………... 25 V.2. Saran ………………………………………………………………………………….. 25 Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………. 26
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1.Latar Belakang Rokok di era globalisasi seperti saat ini seperti tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Dari mulai pegawai kantoran, supir angkot, bahkan hingga anak sd pun kini telah menghisap rokok. Tak hanya pria, wanita pun juga cukup banyak yang mengkonsumsi rokok. Menurut WHO rata-rata orang Indonesia menggunakan 15% uangnya untuk membeli rokok. Adapun biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang perokok tiap tahunnya sangat besar. Dengan asumsi sehari rata-rata seorang perokok menghabiskan sebungkus rokok dengan harga Rp 6.000/ bungkus. Dalam sebulan ia harus mengeluarkan uang 30 x Rp 6.000 = Rp 180.000 sedangkan dalam setahun 365 x Rp 6.000 = Rp 2.190.000 uang sebanyak itu bisa dihemat jika kebiasaan merokok dikurangi. Betapa manfaatnya dana sebesar itu bila digunakan untuk kesehatan, pangan atau pendidikan. Diperkirakan konsumsi rokok di Indonesia setiap tahunnya mencapai (199 miliar) batang rokok, RRC (1.679 miliar) batang rokok, Amerika Serikat (580 miliar) batang rokok, Jepang (230 miliar) batang rokok, Rusia (230 miliar) batang rokok. Indonesia termasuk 5 negara besar konsumsi rokok di dunia. Sampai sekarang jumlah perokok di Indonesia sudah mencapai 70% penduduk Indonesia, 60% di antara perokok adalah kelompok penghasilan rendah. Tingginya konsumsi rokok menimbulkan implikasi negatif yang luas, tidak saja terhadap kualitas kesehatan tetapi menyangkut juga kehidupan sosial ekonomi. Dari sisi kesehatan bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi karena tidak ada sisi positif yang didapatkan dari batang rokok. Bukan hanya menurut WHO tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 5.000 racun kimia berbahaya, 53 bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker) di antaranya hidrogen-sianida, aceton, amonia (pembersih lantai), methanol (bahan bakar roket), butane (pembuat korek api), cadmium (bahan dasar aki mobil). Zat utama yang berbahaya adalah tar, nikotin, karbon monoksida (CO). Tar mengandung bahan kimia beracun yang akan merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker. Karbon monoksida mengandung gas beracun yang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan darah dalam membawa oksigen. Nikotin mengandung jenis obat yang dapat merangsang menyebabkan rusaknya jantung dan sirkulasi darah, nikotin membuat pemakainya kecanduan. Akibatnya menyebabkan penyakit seperti kanker, paru-paru, mulut, asma, kanker rahim, jantung koroner, darah tinggi, stroke, impotensi dan gangguan kesuburan. Ironisnya,meskipun pabrikan rokok telah mencamtukan bahaya-bahaya yang disebabkan rokok pada bungkus rokok, konsumen tidak mau berhenti untuk menghisap rokok. Entah 5
masyarakat yang kurang akan pengetahuan bahaya dan penyakit yang disebabkan rokok, atau konsumen yang memang sudah ter-adiksi bahan-bahan yang terkandung dalam “pabrik kimia” 9 cm itu. Jadi,mungkin banyak yang tidak mengetahui dampak kesehatan rokok bagi tubuh manusia.
1.2.Identifikasi Masalah 1. Faktor-Faktor apa sajakah yang mempengaruhi Bagaimana cara agar masyarakat
Kampung Pasir Muncak mengetahui dampak-dampak rokok bagi kesehatan tubuh manusia? 2. Mengapa masyarakat belum mengerti bagaimana dampak kesehatan rokok bagi tubuh manusia? 3. Apakah masyarakat/konsumen rokok Kampung Pasir Muncak peduli tentang bahaya
rokok? 4. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan masyarakat kurang memahami mengenai bahaya rokok?
1.3. Pembatasan Masalah Karena terbatasnya waktu dalam melakukan penelitian ini, maka kami melakukan penelitian dengan melakukan sensus kepada warga Kampung Pasir Muncang,sehingga hasil bisa lebih cepat didapat.
1.5 Perumusan Masalah Masalah-Masalah yang dapat kami rumuskan antara lain sebagai berikut: 1.
Seberapa besar tingkat pengetahuan penduduk Kampung Pasir Muncang terhadap dampak kesehatan rokok ?
2.
Seberapa besar tingkat konsumen dan konsumsi rokok di Kampung Pasir Muncang?
1.5 Manfaat Penelitian 6
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sumber pengetahuan bagi penduduk/konsumen Kampung Pasir Muncang agar lebih
memahami dampak-dampak rokok terhadap tubuh manusia dan bisa merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Bermanfaat juga bagi penulis,karena juga dapat mempelajari dampak rokok sembari
melakukan penelitian
BAB II DESKRIPSI TEORI 7
2.1.Deskripsi Teori A. Rokok Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusanbungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung. Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok. Rokok berdasarkan bahan pembungkus : • • • •
Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren. Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi :
•
Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok berdasarkan proses pembuatannya:
• •
• •
Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana. Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per 8
menit. Mesin pembuat rokok, biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak. Rokok berdasarkan penggunaan filter : • •
Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus. 1.2.3 Input Produksi (Bahan Baku) Rokok kretek dibuat dari ramuan dan perpaduan berbagai jenis tembakau, cengkeh, saus dan bahan-bahan pembantu pilihan lainnya. Proses pembelian tembakau menuntut ketelitian yang tinggi dan penghayatan yang mendalam dari para ahli tembakau (grader), baik tentang aroma, rasa maupun ciri-ciri fisiknya. Daun tembakau kering, sebelum siap untuk dijadikan bahan baku rokok, memerlukan proses pengolahan yang panjang dan rumit, yaitu dimulai dari pemisahan gagang-gagang, pembersihan benda-benda asing, perajangan, untuk menjaga aspek hygienisnya hingga akhirnya dikemas dalam kemasan khusus untuk disimpan dalam gudang dengan suhu dan kelembaban tertentu. Cengkeh yang mempunyai nama latin "Eugenia Caryophyllus" (Eugenia aromatica O.K.) sebagai bahan utama bagi rokok kretek seperti halnya tembakau, juga memerlukan teknik pemilihan, pemrosesan dan penyimpanan yang rumit. Sejak tahap pembelian masalah pengendalian mutu sudah merupakan bagian yang penting. Cengkeh dengan kualitas tinggi yang dibeli akan mengalami proses pembersihan, perajangan dan pengeringan terlebih dahulu sebelum disimpan dalam silo-silo stainless demi menjaga aspek hygienisnya. Bahan pembantu yang digunakan filter dan kertas sigaret (ambri).
1.2.4 Proses Pembuatan Rokok Dalam garis besarnya, proses produksi rokok dibagi dalam 3 (tiga ) tahap kegiatan utama, yaitu : 1. Pra-produksi
Setelah melalui proses seleksi yang ketat pada saat pembelian, Bahan baku utama yang telah diproses kemudian dicampur dengan saus hingga siap dibuat menjadi rokok. 2. Produksi Rokok yang dihasilkan ada tiga jenis utama, yaitu klobot dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebagai hasil kreasi pekerja yang trampil dengan menggunakan alat giling dari kayu serta Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang diproses dengan mesin-mesin otomatis berkecepatan tinggi. 3. Pengepakan Batangan-batangan rokok yang telah jadi, membutuhkan beberapa lapis kemasan dengan 9
berbagai ukuran sesuai jenis produk, isi serta keperluan distribusinya. Fungsi pengemasan di sini selain berguna untuk mempertahankan mutu rokok, juga untuk memberikan citra terhadap produk. Proses pengepakan rokok menjalani beberapa tahap pengemasan secara berlapis. Kemasan lapisan pertama adalah kertas kaca untuk jenis rokok SKT dan kertas yang berlapis alluminium foil untuk jenis rokok SKM. Lapisan kedua adalah pembungkus (etiket) yang telah mengalami proses cetak terlebih dahulu. Pengemasan ketiga dalam bentuk press atau slof, kemasan keempat dalam bentuk bal (corrugated). 1.2.5 Struktur Industri 1.2.5.1 Produsen dan Kapasitasnya Dilihat dari jumlah perusahaan secara total, pada periode tahun 1981-2002 industri rokok cukup dinamis. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah perusahaan yang bergerak pada industri rokok kurun waktu tersebut telah mencapai 201 perusahaan. Tahun berikutnya jumlah perusahaan mengalami penurunan sampai dengan tahun 1990 yang merupakan pada titik terendah, dengan jumlah perusahaan sebanyak 170. Pada tahun 1990, industri rokok mulai bangkit kembali, dan terus berkembang hingga sampai tahun 1995 dengan jumlah perusahaan mencapai 255 perusahaan. Tahun 1996, industri rokok kembali lesu, sehingga hanya 228 perusahaan. Setelah tahun 2000, industri rokok relatif stabil, hal ini terlihat dari jumlah perusahaan yang jumlahnya berkisar 255 sampai dengan 257 perusahaan. Jumlah pabrik rokok di Indonesia hingga saat ini telah mencapai 5516, sesuai dengan PMK No.53/PMK.05/2005 pasal 2, pabrik rokok dan kapasitas produksi digolongkan menjadi : • Golongan I: sebanyak 6 pabrik. • Golongan II: sebanyak 27 pabrik. • Golongan III: sebanyak 106 pabrik. • Golongan IIIA: sebanyak 282 pabrik. • Golongan IIIB: sebanyak 3995 pabrik Laporan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) yang menunjukkan dominasi 5 perusahaan yaitu rokok PT Gudang Garam, Tbk., PT HM. Sampoerna, Tbk., PT Djarum dan PT Bentoel. Dari total industri rokok tersebut, sebesar 85,6 persen terdiri dari industri rokok kretek, sebesar 5,1 persen merupakan industri rokok putih, dan sebesar 11,3 persen dari industri rokok lainnya. Dilihat dari pertumbuhan, secara total industri rokok tumbuh rata-rata 3,2 persen per tahun. Perusahaan rokok kretek tumbuh sebesar 5,65 persen per tahun, industri rokok putih tumbuh sebesar – 1,01 persen per tahun, serta industri rokok lainnya tumbuh sebesar – 1,98 per tahun.
10
Grafik 2.1. Perkembangan Perusahaan Industri Rokok
1.2.6 Aspek Lingkungan 1.2.6.1 Lingkungan Ekonomi Dalam 10 tahun terakhir industri rokok di Indonesia mengalami pertumbuhan fenomenal. Resesi ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter sejak Juli 1997 tidak terlalu berpengaruh dalam kegiatan industri tersebut. Pada Tahun 1995 penerimaan negara dari cukai rokok mencapai Rp 2,9 triliun, Tahun 1996 meningkat lagi menjadi Rp 5,153 triliun bahkan pada tahun 1997 yang merupakan awal dari krisis ekonomi penerimaan cukai negara dari industri rokok menjadi Rp 5,792 triliun dan tahun 1998 melonjak lagi menjadi Rp 7,391 triliun. Pada tahun anggaran 1999/2000 jumlah tersebut telah meningkat menjadi Rp. 10,5 triliun atau menyumbang sebesar 7,3 persen dari penerimaan dalam negeri. Pada tahun anggaran 2003, penerimaan cukai ditetapkan sebesar Rp. 27,9 triliun atau sebesar 8,3 persen dari penerimaan dalam negeri. 1.2.7 Lingkungan Non Ekonomi 1.2.7.1 Lingkungan Demografi Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes tahun 1980, kebiasaan merokok pada pria mencapai 56,5 persen. Jumlah itu meningkat 52,9 persen pada SKRT tahun 1986. Sedang pada wanita meningkat dari 2,5 persen pada SKRT tahun 1980 menjadi 3,6 persen di tahun 1986. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1995 menunjukkan, 23 persen penduduk berusia 10 tahun ke atas punya kebiasaan merokok. Lebih dari 50 persen mulai merokok pada usia 15-19 tahun. Penelitian lain menyebutkan penggunaan rokok dikalangan remaja dari 131 negara dengan jumlah sekitar 750 ribu memperlihatkan sebanyak 9 % murid-murid usia remaja merokok dan 11 persen menggunakan produk lain tembakau antara lain, permen kunyah tembakau, cerutu dan menghisap tembakau lewat pipa. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan adanya peningkatan jumlah konsumsi rokok. Riset itu menunjukkan, penduduk Indonesia rata-rata menghisap 12 batang per hari meningkat dari rata-rata konsumsi rokok tahun sebelumnya yang hanya antara 10-11 batang per hari. Berdasarkan hasil analisis Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), bahwa pengeluaran bulanan rumah tangga untuk rokok tahun 2005 sekitar Rp 98 ribu, naik 11
menjadi Rp113 ribu tahun 2005 dan naik lagi menjadi Rp 117 ribu tahun 2006. Peningkatan konsumsi dan pengeluaran untuk rokok mengurangi jumlah pendapatan penduduk yang bisa dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga. Analisis itu dilakukan berdasarkan data Susenas tahun 2006. Data Susenas tentang konsumsi rokok terlihat dalam tabel berikut :
Kategori
Pengeluaran rata-rata sebulan (rupiah)
Padi-padian
121,958
Ikan
70,638
Daging
25,598
Telur dan Susu
36,335
Tembakau/Sirih
113,089
Kesehatan
35,089
Biaya Sekolah
28,950
Tabel 3.1 Konsumsi Rokok
Survei yang dilakukan Universitas Padjadjaran (1978) melaporkan usia pertama kali merokok pada anak adalah 12 tahun. Sebelas tahun kemudian, penelitian Universitas Airlangga (1989) melaporkan fakta baru bahwa angka 12 itu telah bergerak ke angka 8 tahun. Terbaru, penelitian yang dilakukan bersama antara Universitas Andalas, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Padjajaran, usia anak pertama kali merokok telah menyentuh angka 7 tahun. Peningkatan drastis konsumsi tembakau para remaja terjadi pada 2001 yang mencapai 25,2% dari semula 13,7% pada 1995. Persentase peningkatan itu terjadi pada remaja laki-laki 15-19 tahun yang kemudian menjadi perokok tetap.
Pada tahun 2001 besarnya prevalensi merokok penduduk usia 15 tahun ke atas adalah 31,5 %, lebih tinggi dibandingkan tahun 1995 yang besarnya 26,9%. Prevalensi merokok dewasa (umur 15 tahun ke atas) pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi pada perempuan. Pada tahun 2001, prevalensi pada laki-laki sebesar 62,2% dan perempuan sebesar 1,3%. Prevalensi merokok laki-laki dewasa meningkat dari 53,5% tahun 1995 menjadi 62,2% pada tahun 2001. Prevalensi merokok perempuan menurun dari 1,7% tahun 1995 menjadi 1,3% tahun 2001. Penduduk yang tinggal di pedesaan mempunyai prevalensi merokok yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Prevalensi merokok di pedesaan adalah sebesar 35,0% dan di perkotaan sebesar 28,2%. Prevalensi 12
merokok laki-laki umur 15 tahun ke atas yang tinggal di desa adalah sebesar 67,0 % dan yang tinggal di kota 56,1 %, sedangkan prevalensi merokok wanita umur 15 tahun keatas di desa 1,5 % dan di kota 1,1 %. Di tingkat propinsi, angka tertinggi laki-laki yang merokok adalah di Gorontalo (69%) dibandingkan dengan Bali (55,7%) (Tabel 1.3). Peningkatan rata-rata prevalensi merokok yang tertinggi terjadi di Jawa Timur dan Lampung dengan peningkatan yang melampaui 60% antara tahun 1995 dan 2001 (Gambar 1.2). Prevalensi merokok wanita meningkat menjadi lebih dari dua kali lipat antara tahun 1995 dan 2001 di Papua, Kalimantan Timur, Jawa Tengah dan Bali, meskipun secara menyeluruh prevalensinya masih tetap sangat rendah. Selama tahun 1995-2001, terjadi peningkatan prevalensi merokok pada semua kelompok umur, kecuali pada laki-laki usia lebih dari 65 tahun. Peningkatan tertinggi pada tahun 2001 terjadi pada kelompok umur 15-19 tahun dari 13,7% menjadi 25,2% atau naik 77% dibandingkan tahun 1995, yang diikuti dengan kelompok umur 20-25 tahun dari 52,6% menjadi 60,1% (peningkatan sebesar 51% dari tahun 1995), dan kelompok umur 25-29 tahun dari 57,3% menjadi 69,9%, naik 22% dari prevalensinya pada tahun 1995. Prevalensi merokok pada usia 25-29 tahun sampai dengan 50-55 tahun bahkan melebihi 70% dengan prevalensi tertinggi terdapat pada laki-laki umur 55-59 tahun sebesar 75,3 % pada tahun 2001. Prevalensi merokok pada laki-laki yang besarnya lebih dari 60% pada tahun 1995 terjadi pada kelompok umur 30-35 tahun sampai dengan 65-69 tahun. Pada tahun 2001 terjadi pergeseran kelompok umur yang memiliki prevalensi lebih dari 60% ke arah usia yang lebih dini yaitu 20-25 tahun dan 25-29 tahun.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2005 mengacu pada data statistik BPS adalah sejumlah 218 juta jiwa dan perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah sejumlah 228 juta jiwa. Berikut adalah tabel data pertumbuhan penduduk : Tahun Jumlah Penduduk
Pertumbuhan (%)
1971
119 Juta Jiwa
-
1980
157 Juta Jiwa
23,53%
1990
179 Juta Jiwa
21,77%
1995
195 Juta Jiwa
8,38%
2000
205 Juta Jiwa
5,67%
2005
218 Juta Jiwa
6,35%
*2008
228 Juta Jiwa
5,59% 13
*Prediksi Tabel 3.2 Data Pertumbuhan Penduduk (Sumber BPS) Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan industri rokok juga mengalami peningkatan yang pesat bahkan melebihi pertumbuhan penduduk itu sendiri. Berikut adalah tabel pertumbuhan industri rokok : Tahun
Total Produksi
Pertumbuhan (%)
Sumber
2000
213 miliar batang
No data
Sinar Harapan
2001
198 miliar batang
7,05% turun
Sinar Harapan
2002
186 miliar batang
6,05% turun
Sinar Harapan
2003
173 miliar batang
6,99% turun
Sinar Harapan
2005
195 miliar batang
12,15% naik
Kompas
2005
202 miliar batang
5,12% naik
Inilah.com
2006
220 miliar batang
8,91% naik
Detikhot
2007
226 miliar batang
2,73% naik
Detik Finance
2008
230 miliar batang
1,77% naik
Detikhot
Tabel 3. 3 Pertumbuhan Industri Rokok
Dari perbandingan dua tabel tersebut, selama 2005-2008 pertumbuhan produksi rokok sebesar 17,53% jauh melampaui pertumbuhan penduduk sebesar 5,59% selama 5 tahun.
250000 200000 150000 Total Produksi
100000 50000 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
14
Grafik 3.1 Pertumbuhan Industri Rokok
Kegiatan industri rokok terkait dengan demografi dapat dianalisa melalui usia, jenis kelamin dan penghasilan rumah tangga. Terkait erat pula dengan jumlah penduduk sebagai hal yang sangat mempengaruhi tingkat produksi rokok.
1.2.7.2 Lingkungan Hukum Regulasi pemerintah didalam industry rokok dituangkan melalui undang-undang dan Perda sebagai berikut : 1. Undang-undang yang mengatur pengendalian tembakau: adanya penetapan cukai produk
tembakau paling sedikit 65 persen dari harga penjualan (pasal 27), peraturan pelabelan (pasal 25) dan peraturan iklan dan promosi rokok secara langsung dan tidak langsung kini dilarang (pasal 35 ayat 1) yang diberlakukan bagi media cetak elektronik dan media lainnya (ayat 2). 2. Perda No. 2/2005 tentang pengendalian udara, bahasa halus untuk larangan merokok di tempat-tempat umum, yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dan kini Surabaya mulai memberlakukan peraturan serupa. 3. Pemerintah terus menggenjot penerimaan dari cukai. Hal itu dilakukan lewat penambahan komponen pungutan cukai per rokok. Selain itu Pemerintah juga mengenakan tarif tambahan. Kebijakan-kebijakan tersebut dirasa memberatkan produsen rokok. Selain pemerintah, terdapat pula institusi yang mempengaruhi profitabilitas dalam industri di lingkungan hokum, seperti: Warga Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dianggap perangkat hukum untuk melindungi bahaya yang diakibatkan oleh tembakau. Konvensi ini sudah ditandatangani oleh 168 anggota WHO dan diratifikasi oleh 68 negara. Lingkungan Sosial Budaya Rokok merupakan benda yang tidak asing lagi bagi penduduk Indonesia dan keberadaan rokok di Indonesia sudah mengakar. Kebiasaan merokok mulai menyebar di pulau Jawa karena adanya kabar bahwa kebiasaan merokok dapat menyembuhkan sakit bengek atau sesak napas. 1.2.7.3
Industri rokok juga menyerap tenaga kerja yang besar. Penyerapan tenaga kerja tidak hanya ada di pabrik rokok saja tetapi bila ditambah dengan jumlah orang yang terlibat dari hulu sampai hilir yang diawali dengan petani tembakau dan cengkeh, karyawan produksi kertas pembungkus rokok, sampai karyawan dalam jalur distribusi (ritel, outlet dan pedagang asongan). 1.2.7.4 Lingkungan Etika dan Tanggung Jawab Sosial Didalam lingkungan etika merokok adalah kegiatan yang merusak kesehatan. Di Indonesia, setiap tahun 200.000 orang meninggal akibat merokok. Biaya kesehatan untuk mengobati penyakit yang terkait merokok mencapai Rp2,9 triliun hingga Rp 5 triliun per tahun 15
atau setara 0,12%-0,29% dari produk domestik bruto. Gerakan membangun kesadaran tentang bahaya merokok pun semakin besar dalam lima tahun terakhir ini. Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, awal tahun ini mengeluarkan fatwa yang me-labeli rokok sebagai barang haram bagiwanita hamil, anak-anak, ulama MUI, dan perokok di tempat-tempat umum. Kampanye untuk menghapuskan iklan dan sponsor rokok kian menguat di kalangan masyarakat. Koalisi antar LSM menempuh jalur peradilan untuk melakukan judicial review terhadap Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 agar iklan rokok dilarang di seluruh media penyiaran. Salah satu tujuannya agar menghapuskan citra merokok sebagai bagian dari budaya atau sesuatu yang "wajar" untuk dilakukan. Terdapat kesepakatan dari pakar tanggung jawab sosial perusahaan bahwa industri rokok tidak bisa dianggap sebagai industri yang bertanggung jawab sosial. Tiga indikasi yang terkait dengan pendapat tersebut adalah : •
Tidak ada indeks socially responsible investment (SRI) yang menyertakan perusahaan rokok ke dalam portofolio investasinya. • Penolakan para pakar atas keterlibatan industri rokok dalam berbagai aktivitas ilmiah yang membahas tanggung jawab social perusahaan. Berbagai survei mutakhir menunjukkan seluruh pemangku kepentingan sepakat bahwa industri rokok adalah yang paling rendah kinerja CSR-nya. Artinya, telah terjadi kesepakatan global para pemangku kepentingan bahwa industri rokok memang tidak bisa dipandang bertanggung jawab. Bahkan di negara-negara berkembang, tempat proporsi penduduk yang merokok sangat tinggi sekalipun, industri rokok sudah disadari kinerja buruknya.
B. Kesehatan Kesehatan, pada organisme hidup, bisa dimengerti sebagai homeostasis - keadaan di mana suatu organisme mengimbangkan badannya, dengan masukan tenaga dan massa dan hasil tenaga dan massa di keseimbangan (dikurangi massa yang ditahan untuk proses pertumbuhan biasa), dan harapan untuk kelangsungan hidup organisme adalah positif. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, World Health Organization) mendefinisikan sehat sebagai suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang sejahtera dan bukan hanya ketiadaan penyakit dan lemah. Meskipun berguna dan tepat, definisi ini dianggap terlalu ideal dan tidak nyata. Kalau menggunakan definisi WHO 70-95% orang di dunia sebagai tidak sehat.
16
Berdasarkan data yang diperoleh Badan Proteksi Lingkungan (EPA), Amerika Serikat bahwa asap rkok mengandung 5000 senyawa kimia, 200 di antaranya beracun dan 53 di antaranya pemicu kanker (karsinogenik). Ada tiga komponen utama dari asap rokok, yaitu : a. Nikotin, Merupakan penyebab utama kanker b. Tar, merupakan senyawa yang akan banyak tertimbun dalam paru-[aru dan menimbulkan gangguan pad organ paru-paru. c. Kabon monoksida (CO) Merupakan penghambat oksigen untuk masuk ke dalam darah, karena darah lebih cepat menyerap karbon monoksida daripada oksigen. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa asap rokok yang dihirup oleh perokok aktif selama 2-5 detik telah mampu menyerap sekitar 80-90 % zat kimia yang kemudian masuk dan merusak sistem pernapasansecara perlahan dan masuk ke sistem sirkulasi darah dan mengendap pada organ-organ tubuh, antara lain pada susunan syaraf pusat dan jantung. Selain itu juga akn memberikan dampak : a. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat b. Nafsu makan menurun c. Berkurangnya rasa mengecap dan membau d. Mewarnai gigi dan jari-jari (dari kuning sampai hitam) e. Kanker (paru-paru, nasofaring, mulut dan lain-lain) f. Stroke g. Menurunkan kemampuan kognitif (daya pikir) h. Menyebabkan impotensi i. Mengakibatkan keguguran j. Melahirkan bayi cacat k. Monopose dini l. Menghambat keluarnya ASI 17
Bagi perokok pasif juga harus berhati-hati, karena akan merasakan dampak juga, antara lain : a. Bagi ibu hamil akan mudah mengalami keguguran pada masa awal kehamilan
b. Gangguan pada bayi; muntah-muntah, diare, denyut nadi meningkat, dan bayi menjadi mudah rewel c. Bagi anak-anak mempunyai risiko sakt paru-paru, alergi dan infeksi pada saluran pendengaran d. Dapat juga menghambat perkembangan otak dan gangguan konsentrasi dalam belajar Produsen rokok pun juga telah memberikan isyarat atau memperingati bahaya-bahaya akan rokok terhadap kesehatan manusia.Faktor-faktor seperti rendahnya tingkat pendidikan, ketidakperdulian, atau karena terlalu kecanduan, mungkin bisa menjadi alasan mengapa masyarakat kurang mengindahkan bahaya-bahaya tersebut.
2.2.Hipotesis Rokok seperti telah “mendarah daging” dengan kehidupan masyarakat masa kini. Walaupun produsen rokok telah mencamtukan rokok, teteap saja banyak orang yang mengkonsumsi rokok,seolah tidak perduli dengan kesehatan tubuhnya. Rokok dapat menyebabkan penyakit-penyakit akut dan kronis seperti kanker,serangan jantung,impotensi, gangguan kehamilan, kanker pari-paru dan lain-lain, tetap saja masyarakat mengkonsumsi rokok, walaupun sudah mengetahui bahaya-bahayanya. Karena berada di kampung, faktor utama yang paling mungkin dalam fenomena ini adalah, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat kampung terhadap kesehatan tubuh dan bahaya rokok itu sendiri. Ketidakperdulian dan terlalu ketagihan juga bisa menjadi salah satu alasan, mengapa orang-orang tetap menghisap rokok.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Tujuan Penelitian Penelitian ini betujuan untuk: 18
1. Mengetahui tingkat pengetahuan Penduduk Kampung Pasir Muncak terhadap dampak kesehatan rokok bagi tubuh 2. Mengetahui tingkat konsumen rokok di Kampung Pasir Muncak
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Kampung Pasir Muncak pada tanggal 22-26 Oktober 2009.
3.3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode wawancara(random sampling) terhadap penduduk kampung (khususnya pada konsumen rokok) dan dengan cara sensus.
3.5.Populasi dan Sampel Penelitian Populasinya adalah masyarakat Kampung Pasir Muncang. Desa Pusakamulya. Sampel yang digunakan sebanyak 20 orang. Teknik random sampling, yaitu penduduk yang berusia 17 tahun ke atas.
3.5.Teknik Pengumpulan Data Peneliti menggunakan teknik wawancara kepada masyarakat Kampung Pasir Muncang yang berusia 17 tahun ke atas,sehingga dapat lebih cepat mendapatkan hasil.
3.6.Teknik Analisa Data Penelitian ini menggunakan teknik analisa deskriptif yaitu pemaparan dalam bentuk kalimat.
19
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1.
Hasil Penelitian Dari hasil wawancara penulis kepada 20 orang responden, didapatjan beberapa hasil dalam penelitian ini. Dari 20 responden yang diwawancarai, tingkat pendidikannya adalah: 20
Tingkat Pendidikan Responden
29% 38%
SD SMP SMA
33%
Berdasarakan tingkat usia responden yang penulis wawancarai adalah:
5% 25% 25%
17-20 th 21-30 th 31-40 th 41-50 th
25%
20%
51-55
Berdasarkan pekerjaan responden adalah:
15% Petani 35%
10%
Guru Wiraswasta
10% 10%
Buruh
Pengangguran Pelajar 20%
21
Usia Mulai merokok Responden
21% usia7-15 th 47%
usia16-23th usia23-30th
32%
Alasan responden merokok
15%
GayaHidup 40%
Lingkungan Keinginan Pribadi
45%
Jenis Rokok yang dikonsumsi
25% Kretek Filter 75%
Banyak Konsumsi rokok responden dalam satu hari
22
25%
30% <1 bungkus 1-2bungkus >2 bungkus 45%
Pengetahuan Responden mengenai dampak rokok terhadap kesehatan
25% Tahu tidaktahu 75%
Berdasarkan data diatas, penduduk yang merokok mayoritas merupakan lulusan SMA dengan prosentase 38%, SMP 33%, dan SD 29%. Rata rata penduduk berprofesi sebagai Petani(35%), Buruh (20%), Pelajar(15%), Wiraswasta(10%), Pengangguran (10%). Umumnya kebiasaan merokok penduduk dimulai pada usia terlalu dini yaitu 7- 15 th sebanyak 57%, 16-23 th sebanyak 32% dan 21% untuk usia kisaran 23-30 th. Kebiasaan Merokok penduduk umumnya disebabkan oleh lingkungan(57%), gaya hidup(50%), dan keinginan pribadi(15%). Mayoritas rokok yang dikonsumsi adalah rokok jenis Kretek dengan prosentase 75% dan untuk jenis Filter hanya 25%. Ratarata dihabiskan sekitar 1-2 bungkus perhari(55%), dan <1 bungkus perhari(30%), serta >2 bungkus rokok perharinya(25%). Tingkat pengetahuan masyarakat Kampung Pasir Muncang terhadap bahaya dampak merokok cukup besar sekitar 75% dan 25% nya tidak mengetahuinya.
4.2.
Pengujian Hipotesa Setelah penulis melaksanakan penelitian dan dari hipotesa awal ternyata kurang tepat, karena ternyata berdasarkan penelitian sekitar 75% masyarakat mengetahui dampak bahaya kebiasaan merokok, dan juga tingkat pendidikan masyarakat yang melakukan kebiasaan itu tidak rendah, lulusan SMA yang merokok sekitar 38%. Meskipun tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat tidak terlalu rendah 23
namun konsumsi rokok di Pasir Muncang bisa dibilang cukup tinggi karena rata-rata masyarakat mampu menghabiskan 1-2 bungkus perharinya per individu. Hal tersebut rasanya dipengaruhi oleh lingkungan, 55% responden mengatakan alasan mereka merokok karena terpengaruh oleh lingkungan. Namun ternyata daya beli ekonomi masyarakat tidak tinggi, hal ini dibuktikan oleh minimnya konsumsi rokok filter yang hanya sekitar 25% dari jumlah responden dan sekitar 35% responden bermata pencaharian sebagai Petani
BAB IV PENUTUP
IV.1. Kesimpulan Konsumsi Rokok di Kampung Pasir Muncang cukup tinggi, namun hal ini tidak berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan masyarakat. Kebiasaan merokok pada masyarakat ini umumnya disebabkan oleh factor lingkungan yang mendorong keinginan merokok tersebut. 24
Masyarakat Kampung Pasir Muncang umumnya melakukan kebiasaan merokok untuk menghilangkan stress, sehingga walaupun masyarakat mengetahui dengan jelas dampak buruk dari mengkonsumsi rokok tersebut, masyarakat tetap mengkonsumsinya tanpa mempedulikan baik buruknya. IV.2. Saran Saran yang dapat kami ajukan adalah sebagai berikut: 1. Perlunya sosialisasi lebih gencar dari lembaga atau instansi terkait untuk
mengingatkan masyarakat terhadap bahayanya kebiasaan merokok. 2. Sebaiknya uang pengeluaran merokok bisa dialokasikan ke kepentingan lain atau
ditabung, yang mungkin bisa jauh lebih bermanfaat mengingat bahwa kondisi masyarakat KPM bukan tergolong masyarakat menengah ke atas. 3. Sebaiknya pemerintah menaikkan bea cukai untuk rokok agar harga rokok
menjadi mahal sehingga dengan sendirinya kebiasaan merokok masyarakat hilang. 4. Perlunya pemotongan durasi iklan rokok di televisi, karena durasi iklan rokok dan kemasannya yang menarik membuat masyarakat ingin mengkonsumsinya.
DAFTAR PUSTAKA http://www.kompas.com http://www.antara.co.id http://www.lintasberita.com http://www.sinarharapan.co.id 25
http://warungkopimangkuyudan.page.tl/DAMPAK-ROKOK.htm? PHPSESSID=651c5b517a6e02c7edb58795928135a1
26